Anda di halaman 1dari 12

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah penyakit tanaman dalam dunia pertanian memang tidak akan pernah bisa
untuk dihilangkan begitu saja. Penyakit tersebut akan terus ada selama kegiatan
pertanian terus berlangsung. Cara terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan
melakukan pengendalian penyakit untuk mencegah kerugian hasil yang besar. Oleh
sebab itu, telah banyak dikembangkan berbagai teknik pengendalian penyakit demi
menekan perkembangannya dimana teknik-teknik pengendalian tersebut tentunya
memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat berbanding lurus
dengan terciptanya berbagai metode pengendalian penyakit dalam dunia pertanian,
salah satunya dengan digunakannya bahan-bahan kimia. Namun, seiring masifnya
penggunaan bahan kimia tersebut, timbul permasalahan baru, pencemaran
lingkungan. Pencemaran tersebut pun mengundang berbagai kontoversi dan
penolakan keras dari para aktivis lingkungan tentang penggunaan bahan kimia
tersebut dalam pengendalian penyakit. Dari hal tersebut, muncul lah suatu metode
pengendalian penyakit yang secara efektif mampu mengendalikan penyakit serta
tidak menjadi polutan terhadap lingkungan.

Penggunaan bahan-bahan alami sebagai pestisida untuk mengendalikan penyakit


tanaman, telah banyak digunakan dalam kegiatan budidaya. Banyak sekali
keuntungan yang dapat diperoleh dari penggunaan pestisida nabati tersebut.
Berdasarkan penelitian, pestisida nabati terbukti mampu menghambat pertumbuhan
patogen penyebab peyakit. Namun, sebelum melangkah lebih jauh, terlebih dahulu
harus diketahui cara untuk menguji kemampuan pestisida nabati tersebut, sehingga
secara efektif akan mampu mengendalikan patogen. Dalam praktikum ini akan
dibahas mengenai pengujian pestisida nabati secara in vitro.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk mengetahui kemampuan
pestisida nabati dalam menghambat perkembangan patogen tumbuhan.
II. METODOLOGI PERCOBAAN

2.1 Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah cawan petri, mikropipet dan
tip, bor gabus, laminar air flow, dan Bunsen. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu
suspensi gulma siam (Chromolaena odorata), media PDA, dan biakan murni
Colletotrichum capsici.

2.2 Prosedur Kerja


Adapun prosedur kerja yang harus dilakukan dalam percobaan ini adalah sebagai
berikut.
1. Dimasukkan 500 ml suspensi C. odorata ke dalam 50 ml PDA.
2. Dimasukkan 10 g agar batang.
3. Diautoklaf pada suhu 121oC (tekanan 1 atm) selama 20 menit.
4. Dituang ke dalam cawan petri.
5. Setelah dingin, diletakkan 1 potongan bor gabus biakan murni C. capsici di
tengah cawan yang berisi campuran media PDA dan suspensi C. odorata.
6. Diletakkan juga 1 potongan bor gabus biakan murni C. capsici di tengah cawan
petri yang berisi media PDA tanpa suspensi C. odorata sebagai control.
7. Diukur diameter koloni C. capsici (2 kali pengukuran secara diagonal dan
vertikal) 3 hari sekali selama 2 minggu.
III. HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Percobaan


Dari percobaan yang telah dilakukan dalam praktikum ini, didapatkan hasil sebagai
berikut.
No Gambar Keterangan
1. Pengamatan pada Senin, 27 April 2015 Dari hasil pengamatan yang telah
Media PDA kontrol dilakukan, didapatkan hasil
pertumbuhan Colletotrichum
capsici pada media PDA kontrol
yaitu :
Horizontal : 1,3 cm
Vertikal : 1,4 cm

Media PDA dengan suspensi Dari hasil pengamatan yang telah


Chromolaena odorata
dilakukan, didapatkan hasil
pertumbuhan Colletotrichum
capsici pada media PDA dengan
suspensi Chromolaena odorata
yaitu :
Horizontal : 1,5 cm
Vertikal : 1,4 cm
2. Pengamatan pada Kamis, 30 April 2015 Dari hasil pengamatan yang telah
Media PDA kontrol dilakukan, didapatkan hasil
pertumbuhan Colletotrichum
capsici pada media PDA kontrol
yaitu :
Horizontal : 2,2 cm
Vertikal : 2,4 cm

Media PDA dengan suspensi Dari hasil pengamatan yang telah


Chromolaena odorata
dilakukan, didapatkan hasil
pertumbuhan Colletotrichum
capsici pada media PDA dengan
suspensi Chromolaena odorata
yaitu :
Horizontal : 2,8 cm
Vertikal : 2,7 cm

3.2 Pembahasan
Dari percobaan dan pengamatan yang telah dilakukan, diketahui bahwa pertumbuhan
jamur Colletotrichum capsici pada media PDA dengan suspensi Chromolaena
odorata malah lebih cepat jika dibandingkan dengan pertumbuhan jamur
Colletotrichum capsici pada media PDA kontrol. Hal ini kemungkinan besar
disebabkan suspensi C. odorata kurang efektif dalam menghambat pertumbuhan
jamur C. capsici akibat telah terkontaminasinya media PDA yang berisi suspensi C.
odorata tersebut. Kontaminasi tersebut dapat dilihat dari tumbuhnya jamur lain yaitu
Aspergillus sp. Terjadinya kontaminasi dalam perobaan ini dapat terjadi karena
kemungkinan kurang sterilnya alat maupun bahan yang digunakan. Selain itu,
penyebab kontaminasi lainnya dapat terjadi karena praktikan yang melakukan
percobaan tersebut bekerja dalam keadaan tidak aseptik dan patogen yang
dipindahkan pula tidak dalam keadaan streril. Patogen dipindahkan dari satu tempat
ke tempat lainnya harus menggunakan prosedur aseptik. Aseptik berarti bebas dari
sepsis, yaitu kondisi terkontaminasi karena mikroorganisme lain (Singleton dan
Sainsbury, 2006).

Gulma siam (Chromolaena odorata) merupakan salah satu jenis tanaman yang dapat
digunakan sebagai bahan biopestisida untuk menghambat perkembangan organisme
pengganggu tanaman (OPT) termasuk jamur Colletotrichum capsici dan
Phytophthora palmivora yang menyebabkan penyakit busuk buah kakao
(Panggabean, 2009). Ekstrak air daun Laruna (Eupotarium eduratum) positif
menghambat bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dan negatif
terhadap Candida albicans. Ekstrak air dari daun Badota (Ageratum conzoydes)
sangat efektif untuk menghambat perkembangan bakteri Staphylococcus aureus
(Sakaria, 2005) serta ekstrak air dan metanol menunjukkan efek anti-jamur
Penicillium sp (Nwinuka, 2009). Berdasarkan hasil tersebut, daun C. odorata bisa
menjadi sumber yang berguna untuk obat antimikroba serta suplemen makanan.

Selain gulma siam (Chromolaena odorata), terdapat berbagai macam tumbuhan lain
yang dapat digunakan sebagai pestisida nabati, diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Tembakau (Nicotium tabacum)
Tembakau diambil batang atau daunnya untuk digunakan sebagai bahan
pestisida alami. Caranya rendam batang atau daun tembakau selama 3 - 4 hari,
atau bisa juga dengan direbus selama 15 menit. Kemudian biarkan dingin lalu
saring. Air hasil saringan ini bisa digunakan untuk mengusir berbagai jenis
hama tanaman.
2. Tuba, Jenu (Derriseleptica)
Bahan yang digunakan bisa dari akar dan kulit kayu. Caranya dengan
menumbuk bahan tersebut sampai betul-betul hancur. Kemudian campur
dengan air untuk dibuat ekstrak. Campur setiap 6 (enam) sendok makan
ekstrak tersebut dengan 3 liter air. Campuran ini bisa digunakan untuk
mengendalikan berbagai jenis hama tanaman.
3. Temu-temuan (Temu Hitam, Kencur, Kunyit)
Bahan diambil dari rimpangnya, yang kemudian ditumbuk halus dengan
dicampur urine (air seni) sapi. Campuran ini diencerkan dengan air dengan
perbandingan 1 : 2 - 6 liter. Gunakan untuk mengendalikan berbagai jenis
serangga penyerang tanaman.
4. Kucai (Allium schonaoresum)
Kalau menggunakan kucai, cara meramunya adalah dengan menyeduhnya,
yang kemudian didinginkan. Kemudian saring. Air saringannya ini mampu
untuk memberantas hama yang biasanya menyerang tanaman mentimun.
5. Bunga Camomil (Chamaemelum spp)
Bunga yang sudah kering diseduh, kemudian dinginkan dan saring. Gunakan
air saringan tersebut untuk mencegah damping off atau penyakit rebah.
6. Bawang Putih (Allium sativum)
Bawang putih secara alami akan menolak banyak serangga. Tanamlah di
sekitar pohon buah dan lahan sayuran untuk membantu mengurangi masalah-
masalah serangga.
Bawang putih, begitu juga dengan bawang bombai dan cabai, digiling,
tambahkan air sedikit, dan kemudian diamkan sekitar 1 jam. Lalu berikan 1
sendok makan deterjen, aduk sampai rata, dan kemudian ditutup. Simpan di
tempat yang dingin selama 7 - 10 hari. Bila ingin menggunakannya, campur
ekstrak tersebut dengan air. Campuran ini berguna untuk membasmi berbagai
hama tanaman, khususnya hortikultura.
7. Abu Kayu
Abu sisa bakaran kayu ditaburkan di sekeliling perakaran tanaman bawang
bombay, kol atau lobak dengan tujuan untuk mengendalikan root maggot.
Abu kayu ini bisa juga untuk mengendalikan serangan siput dan ulat grayak.
Caranya, taburkan di sekeliling parit tanaman.
8. Mint (Menta spp)
Daun mint dicampur dengan cabai, bawang daun dan tembakau. Kemudian
giling sampai halus untuk diambil ekstraknya. Ekstrak ini dicampur dengan
air secukupnya. Dari ekstrak tersebut bisa digunakan untuk memberantas
berbagai hama yang menyerang tanaman.
9. Kembang Kenikir (Tagetes spp)
Ambil daunnya 2 genggam, kemudian campur dengan 3 siung bawang putih,
2 cabai kecil dan 3 bawang bombay. Dari ketiga bahan tersebut dimasak
dengan air lalu didinginkan. Kemudian tambahkan 4 - 5 bagian air, aduk
kemudian saring. Air saringan tersebut dapat digunakan untuk membasmi
berbagai hama tanaman.
10. Cabai Merah (Capsium annum)
Cara pembuatannya dengan mengeringkan cabai yang basah dulu. Kemudian
giling sampai menjadi tepung. Tepung cabai tersebut kalau dicampur dengan
air dapat digunakan untuk membasmi hama tanaman.
11. Sedudu
Sedudu (sejenis tanaman patah tulang) diambil getahnya. Getah ini bisa
dimanfaatkan untuk mengendalikan berbagai hama tanaman.
12. Kemangi (Ocimum sanetu)
Cara pembuatannya: kumpulkan daun kemangi segar, kemudian keringkan.
Setelah kering, baru direbus sampai mendidih, lalu didinginkan dan disaring.
Hasil saringan ini bisa digunakan sebagai pestisida alami.
13. Dringgo (Acarus calamus)
Akar dringgo dihancurkan sampai halus (menjadi tepung), kemudian
dicampur dengan air secukupnya. Campuran antara tepung dan air tersebut
dapat digunakan sebagai bahan pembasmi serangga.
14. Tembelekan (Lantara camara)
Daun dan cabang tembelekan dikeringkan lalu dibakar. Abunya dicampur air
dan dipercikkan ke tanaman yang terserang hama, baik yang berupa kumbang
maupun pengerek daun.
15. Rumput Mala (Artimista vulgaris).
Caranya bakar tangkai yang kering dari rumput tersebut. Kemudian
manfaatkan asap ini untuk mengendalikan hama yang menyerang suatu
tanaman.
16. Tomat (Lycopersicum eskulentum)
Daun tomat bagus sebagai insektisida dan fungisida alami. Dapat digunakan
untuk membasmi kutu daun, ulat bulu, telur serangga, belalang, ngengat, lalat
putih, jamur, dan bakteri pembusuk.
Gunakan batang dan daun tomat, dan dididihkan. Kemudian biarkan dingin
lalu saring. Air dari saringan ini bisa digunakan untuk mengendalikan
berbagai hama tanaman.
17. Gamal (Gliricidia sepium)
Daun dan batang gamal ditumbuk, beri sedikit air lalu ambil ekstraknya.
Ekstrak daun segar ini dan batang gamal ini dapat digunakan untuk
mengendalikan berbagai jenis hama tanaman, khususnya jenis serangga.
18. Bunga Mentega (Nerium indicum)
Gunakan daun dan kulit kayu mentega dan rendamlah dalam air biasa selama
kurang lebih 1 jam, kemudian disaring. Dari hasil saringan tadi dapat
digunakan untuk mengusir semut.
IV. KESIMPULAN

Dari percobaan dan pengamatan yang telah dilakukan, dapat ditarik suatu kesimpulan
sebagai berikut.
1. Pertumbuhan jamur Colletotrichum capsici pada media PDA dengan suspensi
gulma siam (Chromolaena odorata) justru tumbuh lebih cepat jika dibandingkan
dengan pertumbuhan jamur Colletotrichum capsici pada media PDA kontrol.
2. Kurang efektifnya gulma siam (Chromolaena odorata) kemungkinan besar
karena terjadinya kontaminasi pada media PDA yang berisi suspensi gulma siam
tersebut.
3. Kontaminasi yang terjadi pada percobaan ini dapat disebabkan kurang aseptiknya
keadaan alat, bahan, lingkungan, maupun praktikan yang melakukan percobaan
tersebut.
4. Terdapat banyak sekali tumbuhan yang dapat digunakan dalam pembuatan
pestisida nabati ini, diantaranya tomat, bawang merah, dan bawang putih.
DAFTAR PUSTAKA

Nwinuka, N, dkk. 2009. Nutritional and potential medical value of Chromolaena


odorata leaves. Jurnal Hama dan Penyakit Tanaman.

Panggabean, I.R. 2009. Pengaruh Tingkat Konsentrasi Ekstrak Gulma Siam


(Chromolaena odorata) yang Diaplikasikan dengan Cara Semprot dan
Oles dalam Menghambat Perkembangan Gejala Penyakit Busuk Buah
Kakao di Lapang. Jurnal Hama dan Penyakit Tanaman.

Sakaria, S.M. 2005. Uji Bioaktifitas Ekstrak Daun Badota (Ageratum conzoydes)
Dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri Staphylococus aureus. Skripsi.
Jurusan Kimia FMIPA UNM. Makassar.

Singleton dan Sainsbury. 2006. Dictionary of Microbiology and Molecular Biology


3rd Edition. John Wiley and Sons. Sussex, England.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai