Anda di halaman 1dari 13

TINJAUAN PUSTAKA

Buni (Antidesma bunius L. Spreng)

Antidesma bunius L. Spreng merupakan suatu jenis tanaman dari famili

Euphorbiaceae yang tersebar luas mulai dari Srilanka, India Selatan, Hilmalaya

Timur, Myanmar, Indo Cina, Cina Selatan, Thailand, Malaysia (Pulau Banggi)

dan Australia (Queensland). Dibudidaya secara luas di Indonesia (terutama di

Jawa), Malaysia dan Filipina. Ditemukan di hutan primer maupun hutan sekunder,

dataran rendah hingga dataran tinggi dengan ketinggian 1800 mdpl. Tumbuh di

berbagai jenis tanah mulai dari tanah aluvial, tanah liat, tanah bekas pembakaran,

tanah vulkanik, podzolik dan kapur (Florido dan Cortiguerra, 1999).

Buni mungkin seperti semak dengan ketinggian 3-8 m atau bahkan

mencapai 15-30 m. Buni memiliki cabang yang melebar menyebar membentuk

mahkota padat. Daun berbentuk alternate, oblong, meruncing, berwarna hijau tua,

mengkilap, kasar dengan tangkai yang sangat pendek, panjang daun 10-22,5 cm

dan lebar 5-7,5 cm. Bunga kecil, harum dan kemerah-merahan, berukuran 7,5-20

cm, bunga jantan dan betina di pohon yang terpisah. Buah bulat atau bulat telur,

dengan ukuran hingga 8 mm. Terlihat seperti anggur (bergerombol) dan terlihat

mencolok karena buah matang tidak merata. Buah buni mentah berwarna merah

terasa asam dan setelah matang berwarna ungu kehitamanan terasa manis asam.

Buah buni matang biasanya dimakan dalam keadaan segar (Orwa dkk., 2009).

Benih sangat jarang dikarenakan penyerbukan yang tidak memadai.

Penyerbukan tidak terjadi karena bunga jantan dan betina tidak mengalami

penyerbukan selama beberapa tahun. Oleh karena itu, perbanyakan vegetatif lebih

disukai. Pohon buni dapat diperbanyakan dengan menggunakan stek, cangkok

Universitas Sumatera Utara


atau air-layering. Air-layering menampakkan hasil dalam waktu 3 tahun setelah

tanam. Stek dianjurkan pada waktu hujan karena keturunan akan tetap dorman

pada musim kering. Sebagian pohon dengan bunga betina akan tetap berbuah

lebat karena memiliki bunga sempurna (Orwa dkk., 2009).

Buni secara luas dibudidayakan sebagai pohon buah terutama di Jawa dan

Filipina (Wu dkk., 2008). Buah digunakan untuk sirup, selai dan jeli. Buah buni

mengandung 32 kalori energi, 0,7 g protein, 6,3 g karbohidrat, 0,8 g lemak, 37-

120 mg kalsium, 22-40 mg fosfor, 0,1-0,7 zat besi, 10 IU vitamin A dan 8 mg

asam askorbik (Coronel, 1983). Jus buni biasa diekstrak dan disimpan didalam

pendingin untuk satu atau dua hari, sehingga terjadi pengendapan sedimen dan

sedimen tersebut dibuang untuk meningkatkan rasa. Dapat digunakan dalam saus

yang dimakan dengan ikan. Daun dimakan sebagai sayuran baik mentah atau

dimasak (Orwa dkk., 2010). Daun juga dapat dijadikan sebagai obat untuk luka

trauma (Wu dkk., 2008), meringankan demam, mengobati cacar dan bengkak

(Florido dan Cortiguerra, 1999). Kulit kayu digunakan untuk tali temali. Kayu

digunakan sebagai bahan baku pulp (Orwa dkk., 2009) dan sebagai ornamen

(Florido dan Cortiguerra, 1999). Di Filipina, tumbuhan ini biasa ditanam di

tempat-tempat terbuka atau di hutan-hutan sekunder. Seperti Antidesma

ghaesembilla Gaertner yang dapat menekan invasi lalang dan penting dalam

mencegah kebakaran rumput setiap tahunnya, Antidesma bunius L. Sprengel

berperan penting dalam proses reklamasi lahan-lahan terdegradasi

(Orwa dkk., 2009).

Universitas Sumatera Utara


Perbanyakan Vegetatif dengan Stek

Perbanyakan tanaman secara vegetatif adalah perbanyakan tanaman tanpa

melalui proses perkawinan. Perbanyakan tanaman secara vegetatif dapat

dilakukan dengan mengambil bagian dari tanaman, misalnya batang, daun, umbi,

spora, dan lain-lain. Perbanyakan secara vegetatif dapat dilakukan mulai dari cara

yang paling sederhana seperti stek, cangkok, merunduk, dan lain-lain, hingga cara

yang paling rumit seperti kultur jaringan (Widiarto, 1996).

Banyak jenis pohon yang diperbanyak dengan menggunakan stek batang

atau akar ketika pohon tersebut tidak bereproduksi dengan baik atau dalam arti

lain ketika pohon tersebut tidak mampu menghasilkan anakan yang mirip dengan

induknya. Dan banyak kayu ornamen dihasilkan dari pohon yang distek daripada

berasal dari benih,cangkok,budding, atau layering (Kramer dan Kozlowski, 1960).

Stek merupakan cara perbanyakan tanaman secara vegetatif buatan dengan

menggunakan sebagian batang, akar, atau daun tanaman untuk ditumbuhkan

menjadi tanaman baru. Sebagai alternarif perbanyakan vegetatif buatan, stek lebih

ekonomis, lebih mudah, tidak memerlukan keterampilan khusus dan cepat

dibandingkan dengan cara perbanyakan vegetatif buatan lainnya

(Widiarsih dkk., 2003). Penyetekan juga didefinisikan sebagai suatu perlakuan

pemotongan, pemisahan beberapa bagian tanaman seperti batang, akar, daun, dan

tunas dengan tujuan agar bagian tersebut membentuk akar dan tumbuh secara

normal (Wudianto, 2004). Sementara menurut Gunawan (2006), Stek merupakan

cara perbanyakan tanaman menggunakan bagian vegetatif tanaman baik itu akar,

batang ataupun daun yang kemudian berkembang membentuk bagian tanaman

yang lain, bila kondisi lingkungannya sesuai.

Universitas Sumatera Utara


Cara perbanyakan dengan metode stek akan kurang menguntungkan jika

bertemu dengan kondisi tanaman yang sukar berakar, akar yang baru terbentuk

tidak tahan stress lingkungan dan adanya sifat plagiotrop tanaman yang masih

bertahan (Widiarsih dkk., 2008).

Faktor-Faktor yang mempengaruhi Keberhasilan Perbanyakan Stek

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan stek ini ialah faktor

lingkungan dan faktor dari dalam tanaman.

Faktor Lingkungan

1. Kelembaban

Kelembaban sangat mempengaruhi pertumbuhan stek. Kelembaban

rendah akan mengakibatkan stek mengering dan mati, sementara kelembaban

tinggi akan mudah mengundang tumbuhnya penyakit berupa jamur atau

bakteri. Sehingga kelembaban yang dibutuhkan tanaman stek tetap dijaga

(Rismundar, 1999). Kelembaban stek harus diusahakan konstan diatas 90 %

terutama sebelum stek mampu membentuk akar (Gunawan, 2006).

2. Media Perakaran

Jenis media yang digunakan akan menentukan kemampuan stek untuk

berakar. Kegunaan dari media perakaran ini adalah untuk menahan stek pada

tempatnya, untuk menjaga dan memasok air, mengatur kelembaban dan untuk

mengatur aerasi sekeliling pangkal stek (Kusuma, 2003). Pasir halus yang

telah dibersihkan dari lumpur dan steril sangat diperlukan untuk media

(Wudianto, 2004).

Universitas Sumatera Utara


3. Suhu

Suhu udara yang baik untuk stek sekitar 21-27OC (Hartman dkk.,

2002). Sementara durasi dan intensitas cahaya yang dibutuhkan tanaman

tergantung pada jenis tanaman, sehingga tanaman sumber seharusnya

ditumbuhkan pada kondisi cahaya yang tepat (Widiarsih dkk., 2008).

4. Intensitas Cahaya

Stek memerlukan pengaturan intensitas yang sesuai, karena intensitas

cahaya yang diperlukan untuk fotosintesis tidak setinggi pada stek yang

memiliki jaringan dan organ yang lengkap. Intensitas cahaya sangat penting

bagi pembentukan hormon dan pembelahan sel, dan intensitas cahaya yang

rendah akan meningkatkan inisiasi akar pada stek menjadi lebih baik

(Gunawan, 2006).

Faktor dari dalam Tanaman

Kondisi fisiologis tanaman yang mempengaruhi kemampuan stek

membentuk akar meliputi macam bahan stek, kandungan zat tumbuh, adanya

tunas atau daun pada stek, serta pembentukan kalus. Menurut Kramer dan

Kozlowski (1960), faktor faktor dalam yang mempengaruhi kemampuan stek

membentuk akar adalah : ketersediaan air, kandungan bahan makanan, umur

bahan stek, jenis seks tanaman, jenis tanaman, bagian tanaman yang diambil,

musim dan waktu pengambilan bahan stek, serta hormon dan zat pengatur

tumbuh.

1. Ketersediaan Air

Ketika stek dipotong dari induknya maka saat itu pemasukan air dan

zat hara mineral akan terganggu, sehingga terjadi kekurangan air pada jaringan

Universitas Sumatera Utara


tanaman, sementara itu proses penguapan (evapotranspirasi) terus berjalan

dengan normal. Ketersediaan air memiliki fungsi untuk memperlancar proses

metabolism bahan stek dan menstabilir ukuran sel. Pada transpirasi yang

berlebihan maka persediaan karbohidrat akan dipergunakan terlalu cepat untuk

pernafasan dan ukuran sel dapat mengecil (Gunawan, 2006) .

2. Kandungan Cadangan Makanan dalam Jaringan Stek

Kandungan bahan tanaman sering dinyatakan dengan perbandingan

antara kandungan karbohidrat dan nitrogen (C/N ratio). Stek yang diambil dari

tanaman dengan C/N ratio yang tinggi akan berakar lebih cepat dan banyak

daripada tanaman dengan C/N ratio yang rendah karena hanya akan

mempercepat pembentukan tunas saja (Hartman dkk., 2002). Besarnya

kandungan karbohidrat tergantung pada waktu pengambilan stek dan

kesehatan pohon induknya.

3. Hormon Endogen di Dalam Jaringan Stek

Hormon tanaman didefinisikan sebagai senyawa organik bukan nutrisi

yang aktif dalam jumlah kecil. Hormon tersebut dapat dibuat tanaman yang

disebut fitohormon (disebut juga hormon endogen) atau disintesa yang disebut

hormon (disebut hormon eksogen).

Hormon adalah molekul-molekul yang kegiatannya mengatur reaksi-

reaksi metabolik penting. Molekul-molekul tersebut dibentuk di dalam

organisme dengan proses metabolik dan tidak berfungsi didalam nutrisi

(Heddy, 1996).

Universitas Sumatera Utara


4. Umur Tanaman (Pohon Induk)

Kemampuan pembelahan sel tanaman yang telah tua mulai menurun,

sehingga bahan stek dari jaringan tua akan mengalami kesulitan dalam

pembentukan primordia akar. Sehingga bahan stek yang diambil dari tanaman

muda akan lebih mudah berakar, umumnya diambil dari tanaman yang

berumur 1 2 tahun.

5. Jenis Tanaman

Keberhasilan pembiakan tanaman dengan stek terutama tergantung

ada kesanggupan jenis tanaman itu sendiri dalam menghasilkan tunas dan

perakaran yang baru.

Faktor dari dalam tanaman yang paling penting ialah faktor genetik.

Jenis tanaman yang berbeda mempunyai kemampuan regenerasi akar dan

pucuk yang berbeda pula. Untuk menunjang keberhasilan perbanyakan

tanaman dengan cara stek, tanaman sumber seharusnya mempunyai sifat-sifat

unggul serta tidak terserang hama dan/atau penyakit. Selain itu, manipulasi

terhadap kondisi lingkungan dan status fisiologi tanaman sumber juga penting

dilakukan agar tingkat keberhasilan stek tinggi (Widiarsih dkk., 2008).

6. Musim dan Waktu Pengambilan Bahan Stek

Untuk daerah tropis seperti di Indonesia, pengambilan stek yang baik

biasanya dilakukan pada awal musim hujan atau akhir musim kemarau (sekitar

bulan Oktober), dimana akumulasi karbohidrat cukup tinggi.

Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)

Zat pengatur tumbuh dapat diartikan sebagai senyawa organik selain zat

hara yang dalam jumlah sedikit mendorong (promote), menghambat (inhibit)

Universitas Sumatera Utara


maupun merubah berbagai proses fisiologis tanaman. Zat pengatur tumbuh adalah

salah satu bahan sintetis atau hormon tumbuh yang mempengaruhi proses

pertumbuhan dan perkembangan tanaman melalui pembelahan sel, perbesaran sel

dan deferensiasi sel (Hartman dkk., 2002).

Menurut Yasman dan Smits (1988) dalam Irwanto (2001) untuk

mempercepat perakaran pada stek diperlukan perlakuan khusus, yaitu dengan

pemberian hormon dari luar atau ZPT. Proses pemberian hormon harus

memperhatikan jumlah dan konsentrasinya agar didapatkan sistem perakaran yang

baik dalam waktu relatif singkat. Konsentrasi dan jumlahnya sangat tergantung

pada faktor-faktor seperti umur bahan stek, waktu/lamanya pemberian hormon,

cara pemberian, jenis hormon dan sistim stek yang digunakan.

Hormon yang biasa digunakan dalam pertumbuhan stek ialah auksin.

Auksin merupakan hormon tumbuhan yang pertama sekali diketahui. Pengaruh

auksin telah dipelajari pada abad ke-19 oleh ahli biologi, Charles Darwin. Dia

melihat bahwa ketika benih rumput-rumputan bertambah panjang, benih itu

membelok kearah datangnya cahaya. Dengan mempergunakan penutup yang tidak

tembus sinar, Darwin berhasil menunjukkan bahwa tempat yang peka cahaya

adalah ujung apical dari benih bukan bagian bawah tempat pembengkokan terjadi

(Heddy, 1996). Menurut Thiman dan Pincus (1948), auksin adalah suatu bahan

organik yang dihasilkan oleh tumbuhan berklorofil yang berfungsi mengatur

pertumbuhan dan fungsi fisiologis lain dalam tubuh tanaman di luar jaringan di

tempat auksin dihasilkan, dan bahan ini aktif dalam jumlah yang sangat kecil

sekalipun (Rismundar, 1999).

Universitas Sumatera Utara


Auksin memacu pemanjangan potongan akar atau akar utuh pada beberapa

spesies, tetapi hanya pada konsentrasi yang rendah (10-7 sampai 10-13, tergantung

jenis spesies dan umur akar). Pada konsentrasi yang lebih tinggi, pemanjangan

akar akan dihambat. Penambahan auksin eksogen sering menghambat

pertumbuhan akar. Penghambatan ini sebagian disebabkan oleh etilen, terutama

bila auksin diberikan dalam jumlah besar. Etilen akan menghambat pertumbuhan

akar dan juga batang (Lakitan, 1996).

Auksin merangsang pertumbuhan akar adventif pada batang. Beberapa

tanaman berkayu memiliki primodia akar adventif yang telah terbentuk, tetapi

tetap dorman kecuali jika dirangsang oleh auksin. Primodia ini biasanya pada

buku atau bagian bawah bahan diantara buku. Benjolan (burrkonf) pada batang

apel dapat mengandung 100 primodia. Pada tanaman yang tidak mempunyai calon

akar adventif, tanaman ini akan akan tetap mampu membentuk akar jika

kondisinya mengandung auksin. Akar ini dihasilkan dari hasil pembelahan sel-sel

pada lapisan luar floem (Lakitan, 1996).

Auksin bermanfaat untuk proses pemanjangan sel pada jaringan tunas

muda dan berpengaruh dalam pembentukan akar. Pada konsentrsi rendah, auksin

berpengaruh baik pada proses pemanjangan sel. Sebaliknya, dalam konsentrasi

terlalu tinggi auksin justru akan menghambat pertumbuhan tanaman

(Widiarto, 1996).

Jenis-jenis hormon auksin sintesis murni menurut Widiarto (1996) antara

lain: IAA (indolylacetat acid), IAAId (indolylacetoldehyde), IAN

(indoacetonitrile), IPyA (indolepyruvic acid), Glucobrassicin, Ascorbigen, IBA

(indole 3 butyric aci , NAA (naphthalene acetic acid), Phenylacetic acid,

Universitas Sumatera Utara


Anthracene acetic acid, BNOA (b-naphthroxyacetic acid) , POA (phenoxyac etic

acid), 4-CPA (4-chlorophenoxyacetic acid), 2,4-D (2,4-dichlorophenoxyacetic

acid), 2,6 D (2,6-dichlorophenoxyacetic acid), 2-Phenoxypropionic, 2-(2,6-

Dichlorophenoxy) butyric acid, 2,6-Dichlorophenoxy acetamide, 2,3,4-Trimethyl

benzoid acid dan BOA (Benzothiazole-zoxyacetic acid). Jenis-jenis auksin

sintesis mempunyai daya guna yang sama dengan fitohormon alami.

Went dan Kenneth pada tahun 1935 telah memperlihatkan bahwa IAA

merangsang inisiasi akar pada stek batang, dan dari hasil studi ini dikembangkan

aspek praktis pengunaan auksin. Auksin sintesis seperti NAA dan IBA biasanya

lebih efektif dari IAA, tampaknya karena auksin sintesis ini tidak dirusak oleh

IAA oksidase atau enzim-enzim lainnya sehingga dapat bertahan lama (Lakitan,

1996). Secara komersial, bubuk yang digunakan untuk merangsang pertumbuhan

akar setek adalah campuran IAA dan IBA dengan bubuk talk atau Rootone F.

NAA (naphtaleneacetic acid) berperan dalam proses perakaran tanaman

hortikultural (Heddy, 1996). NAA merupakan hormon auksin sintesis alami/murni

dan penggunaannya dapat diberikan langsung kepada tanaman.

Menurut Rismundar (1999), Rootone F adalah jenis auksin siap pakai/

diperdagangkan, berbentuk serbuk, berwarna putih, tidak larut dalam air dan

berguna untuk mempercepat dan memperbanyak pembentukan akar-akar baru.

Komposisi dari Rootone F adalah sebagai berikut:

- 1 Naphathalene acetamide : 0,067 %

- 2 Methyl-1- Naphathalene acetic acid : 0,033%

- 2 Methyl-1- Naphathalene acetamide : 0,013%

- Indole-3-Butyriceacid : 0,057%

Universitas Sumatera Utara


- Thiram : 4,000%

- Inert Ingredient : 95,330%

Pemberian Rootone F untuk stek batang tanaman jati (Tectona Grandis)

dengan konsentrasi 200 ppm memberikan pertumbuhan yang terbaik

dibandingkan dengan konsentrasi 0 ppm, 100 ppm dan 300 ppm. Hal ini karena

pada taraf konsentrasi 200 ppm Rootone F diduga mengandung konsentrasi

auksin yang optimal untuk memacu pertumbuhan dan perkembangan awal akar,

sehingga jumlah akar yang terbentuk lebih banyak dibandingkan dengan stek yang

diberikan konsentrasi 100 ppm Rootone F yang dipandang kurang optimal untuk

pertambahan jumlah akar (Huik, 2004).

Rootone F yang direndam selama 15 menit dengan konsentrasi 200 ppm

pada stek pucuk gaharu (Gyrinops versteegii) menghasilkan rerata tinggi tunas

paling tinggi Mardianto (2006).

Media Tanam

Media tanam merupakan komponen utama ketika akan bercocok tanam.

Media tanam yang akan digunakan harus disesuaikan dengan jenis tanaman yang

ingin ditanam. Secara umum, media tanam harus dapat menjaga kelembapan

daerah sekitar akar, menyediakan cukup udara, dan dapat menahan ketersediaan

unsur hara (Redaksi PS, 2009).

Media tanam pada stek berperan dalam menahan bahan stek selama

periode perakaran, menjaga kelembaban stek, mengatur aerasi dan drainase

disekitar pangkal stek, mengatur cahaya yang mengenai pangkal stek, bebas dari

patogen dan tidak memilki salinitas yang tinggi (Hartman dkk., 2002).

Pasir

Universitas Sumatera Utara


Pasir telah digunakan secara luas sebagai media perakaran. Pasir ini relatif

murah dan mudah tersedia, serta memiliki daya rekat yang tinggi. Pasir tidak

menyimpan kelembaban sehingga membutuhkan frekuensi penyiraman yang

lebih. Penggunaan tunggal tanpa campuran dengan media lain membuatnya sangat

kasar sehingga akan memberikan hasil yang baik (Hartman dkk., 2002).

Tanah

Tumbuhan bergantung pada tanah karena tanah merupakan tempat

tersedianya air dan unsur hara. Tanah juga menyediakan lingkungan yang baik

bagi perakaran (aerase dan drainase baik) dan merupakan penunjang/penyokong

tanaman (Ford, 1994).

Humus

Humus merupakan salah satu bentuk bahan organik. Jaringan asli berupa

tubuh tumbuhan atau fauna baru yang belum lapuk terus menerus mengalami

serangan-serangan jasad mikro yang menggunakannya sebagai sumber energinya

dan bahan bangunan tubuhnya. Hasil pelapukan bahan asli yang dilakukan oleh

jasad mikro disebut humus. Humus biasanya berwarna gelap dan dijumpai

terutama pada lapisan tanah atas. Definisi humus yaitu fraksi bahan organik tanah

yang kurang lebih stabil, sisa dari sebagian besar residu tanaman terdekomposisi.

Humus merupakan bentuk bahan organik yang lebih stabil, dalam bentuk inilah

bahan organik banyak terakumulasi dalam tanah. Humus memiliki kontribusi

terbesar terhadap durabilitas dan kesuburan tanah. Humuslah yang aktif dan

bersifat menyerupai liat, yaitu bermuatan negatif. Tetapi tidak seperti liat yang

kebanyakan kristalin, humus selalu amorf atau tidak beraturan bentuknya

(Ansori, 2005).

Universitas Sumatera Utara


Humus sangat membantu dalam proses penggemburan tanah. dan memiliki

kemampuan daya tukar ion yang tinggi sehingga bisa menyimpan unsur hara.

Oleh karenanya, dapat menunjang kesuburan tanah, Namun, media tanam ini

mudah ditumbuhi jamur, terlebih ketika terjadi perubahan suhu, kelembapan, dan

aerasi yang ekstrim. Humus Juga memiliki tingkat porositas yang rendah sehingga

akar tanaman tidak mampu menyerap air, Dengan demikian, sebaiknya

penggunaan humus sebagai media tanam perlu ditambahkan media lain yang

memiliki porousitas tinggi, misalnya tanah dan pasir (Redaksi PS, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai