Anda di halaman 1dari 12

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

Kelapa sawit merupakan jenis tanaman yang termasuk dalam famili Palmae

yang awalnya berasal dari Afrika Barat. Nama latin dari spesies kelapa sawit adalah

Elaeis guineensis Jacq. Taksonomi Tanaman Kelapa Sawit antara lain

Divisi ; Embryophyta siphonagama ; Kelas ; Angiospermae ; Ordo ;

Monocotyledonae ; Family ; Arecaceae ; Subfamili ; Cocoideae ; Genus ; Elaeis ;

Spesies ; E.guineensis Jacq (Goenadi, 2005).

Akar berfungsi untuk menunjang struktur batang, menyerap unsur hara air

dari dalam tanah dan sebagai salah satu alat respirasi.Sistem perakaran merupakan

sistem serabut terdiri dari akar primer, sekunder, tertier, dan kuarter. Akar primer

tumbuh ke bawah sampai kedalaman 1,5 m, pertumbuhan kesamping akar ini sampai

•} 6 m dari pangkal pohon. Jumlah terbanyak terdapat pada jarak 2 - 2,5 dari pohon

dan pada kedalaman 20 - 25 cm. Akar tertier dan kuarter diasumsikan sebagai akar

absorbsi utama (feeding root) yang berada pada kedalaman 0 - 60 cm dan jarak 2 - 2,5

m dari pangkal pohon (Sunarko, 2009).

Batang berfungsi sebagai struktur pendukung daun, bunga, dan buah sebagai

sistem pembuluh yang mengangkut air dan hara mineral dari akar ke daun serta

asimilat hasil fotositesis dari daun ke bagian tubuh bawah. Bagian bawah batang

biasanya lebih gemuk, disebut bongol dengan diameternya 60 - 100 cm. Sampai

tanaman berumur 3 tahun batang belum terlihat karena masih tertutupi pelepah yang

belum tunas. Kemudian batang mulai tinggi dengan kecepatan tumbuh 35 - 70


cm/tahun. Pertambahan tinggi batang dipengaruhi oleh jenis tanaman, tanah, iklim,

pupuk kerapatan tanaman, dan lain-lain (Yudi, 2008).

Daun kelapa sawit membentuk suatu pelepah bersirip genap dan bertulang

sejajar. Panjang pelepah dapat mencapai 9 meter, jumlah anak daun tiap pelepah

dapat mencapai 380 helai.Panjang anak daun mencapai 120 cm. Panjang sejak

terbentuk sampai tua mencapai 60 pelepah. Daun kelapa sawit terdiri dari beberapa

bagian yaitu kumpulan anak daun (leaflets) yang mempunyai helaian (lamina) dan

tulang anak daun (midrib), rachis yang merupakan tempat anak daun melekat, tangkai

daun (petiole) yang merupakan bagian antara daun dan batang, seludang daun

(sheath) yang berfungsi sebagai perlindungan dari kuncup dan memberikan kekuatan

pada batang (Setyatmidjaja, 2006).

Tanaman kelapa sawit setelah tanam dilapangan mulai berbunga pada umur

12-14 bulan. Tanaman kelapa sawit merupakan jenis tanaman berumah satu

(monoiceous), dimana bunga jantan dan bunga betina dapat tumbuh dalam satu

tanaman. Walaupun tanaman kelapa sawit berumah satu, tetapi karena masa

athesisnya tidak bersamaan maka penyerbukan berlangsung secara silang. Secara

alami penyerbukan dilakukan melalui bantuan serangga Elaeidibious camerunicus

dan angin (Sulistyo, 2010).

Buah kelapa sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga

merah tergantung biji yang digunakan. Berdasarkan warna buah dikenal varietas

Nigrescens, Virescens, dan Albescens. Buah akan matang 5-6 bulan setelah terjadi

penyerbukan. Buah tersusun pada spikelet dan karena kondisi yang terjepit maka

buah yang terletak dibagian dalam akan lebih kecil dan kurang sempurna bentuknya
dibandingkan buah yang terletak dibagian luar. Buah yang bergerombol dalam tandan

yang muncul dari tiap pelepah. Kandungan minyak akan bertambah sesuai

kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas

(FFA, Free Fatty Acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya.

Buah memiliki 3 lapisan yaitu, Eksoskarp (kulit buah yang berwarna kemerahan dan

licin), Mesokarp(daging buah) dan Endoskarp (inti). Inti kelapa sawit merupakan

endosperm dan embrio dengan kandungan minyak ini berkualitas tinggi

(Saraswati, 2010).

Biji terdiri dari beberapa bagian penting. Biji merupakan bagian yang telah

terpisah dari daging buah dan sering disebut sebagai noten atau nut yang memiliki

berbagai ukuran tergantung tipe tanaman. Biji terdiri atas cangkang embryo dan inti

atau endosperm. Embryo panjangnya 3 mm berdiameter 1,2 berbentuk silinderis

seperti peluru dan memiliki 2 bagian utama. Bagian tumpul permukaannya berwarna

putih. Pada proses perkecambahan embryo ini diperiksa dilabolatorium sebelum

perlakuan pemanasan untuk melihat persentase normal (Lubis, 2008).

Syarat Tumbuh

Iklim

Curah hujan berhubungan dengan jaminan ketersediaan air dalam tanah

sepanjang pertumbuhan tanaman. Ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu jumlah

curah hujan tahunan (mm) dan distribusi curah hujan bulanan. Curah hujan yang ideal

berkisar 2000–3500 mm/th yang merata sepanjang tahun dengan minimal 100

mm/bulan. Di luar kisaran tersebut tanaman kelapa sawit akan mengalami hambatan

dalam pertumbuhan dan berproduksi. Lokasi dengan curah hujan kurang dari 1450
mm/th dan lebih dari 5000 mm/th sudah tidak sesuai untuk sawit. Rendahnya curah

hujan tahunan berkaitan dengan defisit air dalam jangka waktu relatif lama sedangkan

curah hujan yang tinggi berkaitan dengan rendahnya intensitas cahaya

(Mangoensoekarjo, 2008).

Temperatur yang optimal bagi tanaman kelapa sawit adalah 24–28 °C,

terendah 18 °C dan tertinggi 32 °C. Intensitas matahari yang optimal bagi tanaman

sawit berkisar antara 5 sampai 7 jam/hari dengan kelembaban 80%. Temperatur

sangat erat kaitannya dengan tinggi tempat diatas permukaan laut (dpl) pada daerah

tropis. Tinggi tempat optimal adalah 200 mdpl dan disarankan tidak lebih dari 400

mdpl (Hidayat, 2010).

Tanah

Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik

kelabu, alluvial atau regosol, tanah gambut saprik, dataran pantai dan muara sungai.

Tingkat kemasaman (pH) yang optimum untuk sawit adalah 5.0–5.5. Kelapa sawit

menghendaki tanah yang gembur, subur, datar, berdrainase (beririgasi) baik dan

memiliki lapisan solum cukup dalam tanpa lapisan padas (Hardjowigeno,1993).

Topografi, drainase lahan, dan kesuburan tanah merupakan faktor lahan yang

cukup penting dalam mempengaruhi pertumbuhan dan produksi sawit. Faktor

topografi berkaitan dengan derajad kemiringan lereng dan panjang lereng yang

berpengaruh nyata terhadap erosi tanah, biaya infrastruktur serta biaya mobilisasi dan

panen. Makin curam dan atau makin panjang lereng, bahaya erosi makin meningkat.

Pada lahan yang curam, populasi tanaman per hektar lebih sedikit

(Lumbagaol, 2008).
Pupuk Urea

Pupuk urea adalah pupuk yang mengandung nitrogen (N) berkadar tinggi .

Unsur Nitrogen merupakan zat hara yang sangat diperlukan tanaman. Unsur nitrogen

di dalam pupuk urea sangat bermanfaat bagi tanaman untuk pertumbuhan dan

perkembangan. Manfaat lainnya antara lain pupuk urea membuat daun tanaman lebih

hijau, rimbun, dan segar. Nitrogen juga membantu tanaman sehingga mempunyai

banyak zat hijau daun (klorofil). Dengan adanya zat hijau daun yang berlimpah,

tanaman akan lebih mudah melakukan fotosintesis, pupuk urea juga mempercepat

pertumbuhan tanaman (tinggi, jumlah anakan, cabang dan lain-lain). Serta, pupuk

urea juga mampu menambah kandungan protein di dalam tanaman

(Havlin, et al, 2004).

Urea merupakan salah satu pupuk yang mengandung 46% N dengan rumus

kimia NH2CONH2. Nitrogen merupakan unsur utama yang banyak diperlukan untuk

padi sawah terutama varietas unggul dengan teknik bercocok tanam insetif. Unsur N

mudah bergerak (mobile) dan berubah bentuk menjadi gas serta hilang melalui

penguapan (volatilisasi) dan pencucian (leaching). Oleh karena itu dalam aplikasinya

dilapangan efesiensi pupuk N hanya sekitar 30-40 % dari jumlah pupuk yang

diberikan (Abdul, 2006).

Urea salah satu sumber nitrogen utama karena kandungan N yang tinggi,

tingkat kelarutan tinggi dan bersifat polar. Akan tetapi, urea mudah hilang melalui

beberapa proses, seperti volatilasi amonium, alkilasi, pelindian dan denitrifikasi.

Amonium yang dilepaskan urea setelah diaplikasikan ke tanah pertanian, akan


memberikan kontribusi pada hujan asam, sedangkan nitrat yang teralkilasi

menyebabkan pencemaran tanah, dan emisi gas nitrogen dioksida yang dihasilkan

dari proses denitrifikasi akan menyebabkan kerusakan ozon.

Pupuk TSP

Pupuk superfosfat terbuat dari fosfat alam yang dicampur dengan asam

belerang. Pupuk superfosfat berbentuk bubuk yang berwarna abu abu dengan

kandungan fosfat antara 14–20 %. Sifatnya mudah larut dalam air dan agak sedikit

higroskopis. Pupuk ini juga mampu mengikat amoniak. Pupuk superfosfat buatan ini

ada dalam dua bentuk yaitu Double Superfosfat (DS) dan Triple Superfosfat (TSP)

(Mitrosuhardjo, 2002).

TSP adalah pupuk superfosfat yang didatangkan dari Amerika Serikat

pengganti pupuk DS dari Belanda. Pupuk P ini memiliki sifat dan warna yang sama

dengan pupuk DS, kecuali bentuknya butiran dan granuler. Pada dasarnya, TSP

merupakan peningkatan dari pupuk superfosfat yang lebih dahulu muncul pasaran.

Bahan dasar utama TSP adalah asam fosfat dan kalsium (Lingga, 2001).

Pupuk TSP akan diikat oleh tanah dengan cukup kuat dan relative kurang

tercuci. Kandungan P dalam bentuk P2O5 pada TSP adalah 46 %. TSP merupakan

pupuk fosfat terbaik. Kandungan P paling tinggi dan mudah larut, tetapi memerlukan

biaya tinggi untuk membuatnya.

Pupuk KCL

Pupuk KCl adalah unsur hara penting yang dibutuhkan tanaman berperan

sebagai pengatur tekanan turgor sel dalam proses membuka dan menutupnya stomata.
Pupuk KCl berfungsi mengurangi efek negatif dari pupuk N, membantu

mempertahankan kadar air dalam tanaman, membantu pembentukan protein dan

karbohidrat serta meningkatkan mutu buah dan biji atau hasil tanaman, meningkatkan

daya tahan atau kekebalan tanaman terhadap penyakit dan kekeringan,

memperkuat batang tanaman, serta meningkatkan

pembentukan hijau daun dan karbohidrat pada buah (Tuasikal, 2003).

Pupuk ini dikenal juga dengan nama Muriate of Potash, berbentuk kristal

yang berwarna merah dan ada pula yang berwarna putih kotor. Terdapat dua macam

pupuk KCl yakni KCl 80 yang mengandung 52-53% K2O dan KCl 90 dengan

kandungan 55-58% K2O. Pupuk ini larut dalam air. Bila dimasukkan ke dalam tanah

akan terionisasi menjadi ion K dan ion Cl. Karena pupuk ini mengandung ion Cl,

maka kurang baik digunakan untuk tanaman yang peka terhadap Cl seperti tanaman

tembakau, kelapa sawit dan kentang. Pupuk ini larut di dalam air, reaksi fisiologis

adalah asam lemak dan sedikit higroskopis (Ismon, 2003).

Kekurangan KCl dapat menyebabkan tanaman kerdil, lemah, ujung

daunmenguning dan kering, proses pengangkutan hara pernafasan dan

fotosintesisterganggu yang pada akhirnya mengurangi produksi. Kelebihan KCl dapat

menyebabkan daun cepat menua sebagai akibat kadar magnesium daun dapat

menurun. Status K dalam tanah : <0,40> 0,80 m (tinggi), status K dalam daun <0,80>

1,00% (tinggi). KCl bersifat mobil, seringkali diserap tanaman dalam jumlah

berlebihan tetapi P tidak merusak, antagonis terhadap N, Mg dan Ca. Senyawanya

sangat mudah larut dalam air, mudah difiksasi mineral liat illit, kehilangan dari tanah

berkisar 37% - 40% (Adil, 2006).


Pupuk Kieserit

Pupuk kieserit adalah mineral magnesium sulfat, dengan rumus kimia

MgSO4·H2O. Pembentukan mineral ini merupakan hasil penguapan air laut yang

mengandung 1,299 ppm Mg2+ dan 2,715 ppm SO42-. Sebagai pupuk tanaman,

mineral ini mempunyai kelarutan hara lambat di dalam air,ber-pH netral. Kieserit

dapat dibuat dari dolomit dengan cara menambahkan sejumlah asam sulfat. Kadar

MgO yang terdapat pada pupuk kieserit adalah 20,7-21,4%; unsur lainnya Fe2O3 dan

Al2O3 di bawah 1,0 %; berat jenis antara 2,80-2,85. Hara makro Magnesium (MgO)

merupakan unsur hara esensial yang sangat dibutuhkan tanaman dalam pembentukan

hijau daun (chlorofil) dan hamper pada seluruh enzim dalam proses metabolisme

tanaman seperti proses fotosintesa, pembentukan sel, pembentukan protein,

pembentukan pati, transfer energi serta mengatur pembagian dan distribusi

karbohidrat keseluruh jaringan tanaman (Novizan, 2002).

Pupuk kieserit nyata meningkatkan tinggi tanaman, diameter batang, dan

bobot brangkasan basah dan kering tanaman kelapa sawit dipembibitan pada Ultisols

dan Oxisols. Takaran optimum pupuk kieserit untuk meningkatkan bobot kering bibit

kelapa sawit umur 6,5 bulan di main nursery adalah 0,8 g/tanaman pada Ultisols dan

Oxisols. Penambahan pupuk kieserit dapat meningkatkan kadar Mg dalam tanah.

Peningkatan kadar Mg dalam tanah dapat meningkatkan kadar Mg dalam tanaman,

selanjutnya dapat meningkatkan bobot brangkasan kering tanaman kelapa sawit

(Kasno dan Nurjaya, 2011).

Pemberian kieserit pada tanah Typic Kandiudults dapat meningkatkan laju

penyerapan hara Mg tanaman jagung sebesar 0,13 kg/MgO . Kadar klorofil dan
karotenoid pada teh hitam lebih tinggi pada lahan yang dipupuk magnesium sulfat

daripada yang dipupuk kieserite. Pemberian pupuk Kieserit juga berpengaruh nyata

dalam meningkatkan pH (Sihombing, 2010).

Pupuk Kandang

Pupuk kandang memiliki sifat yang alami dan tidak merusak tanah,

menyediakan unsur makro (nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, dan belerang) dan

mikro (besi, seng, boron, kobalt, dan molibdenium). Selain itu, pupuk kandang

berfungsi untuk meningkatkan daya tahanterhadap air, aktivitas mikrobiologi tanah,

nilai kapasitas tukar kation dan memperbaiki struktur tanah

(Baherta, 2009).

Pengaruh pemberian pupuk kandang secara tidak langsung memudahkan

tanah untuk menyerap air. Pemakaian pupuk kandang sapi dapat meningkatkan

permeabilitas dan kandungan bahan organik dalam tanah, dan dapat mengecilkan

nilai erodobilitas tanah yang pada akhirnya meningkatkan ketahanan tanah terhadap

erosi. Pupuk kandang ayam dapat memberikan kontribusi hara yang mampu

mencukupi pertumbuhan bibit tanaman, karena pupuk kandang ayam mengandung

hara yang lebih tinggi dari pupuk kandang lainnya (Sutarta, 2005).

Pupuk kandang sapi dan ayam memiliki efek terhadap kesuburan tanah

gambut yang cukup baik karena mengandung unsur hara yang lengkap (makro dan

mikro) serta mikroorganisme yang ada di dalamnya mampu menguraikan gambut

menjadi lebih matang sehingga beberapa unsur hara dalam gambut seperti P mudah

tersedia bagi tanaman. Dengan demikian, pupuk kandang akan memperbaiki kondisi

fisik dan kesuburan gambut (Dina, 2008).


Pembibitan Utama Kelapa Sawit

Kelapa Sawit (Elaeis guinensis Jacq.) adalah salah satu jenis tanaman dari

famili Arecaceae yang menghasilkan minyak nabati yang dapat dimakan (edible oil).

Saat ini, kelapa sawit sangat diminati untuk dikelola dan ditanam. Daya tarik

penanaman kelapa sawit masih merupakan andalan sumber minyak nabati dan bahan

agroindustri (Sukamto, 2008).

Salah satu aspek yang perlu mendapatkan perhatian secara khusus dalam

menunjang program pengembangan areal tanaman kelapa sawit adalah penyediaan

bibit yang sehat, potensinya unggul dan tepat waktu. Faktor bibit memegang peranan

penting dalam menentukan keberhasilan penanaman kelapa sawit. Kesehatan tanaman

masa pembibitan mempengaruhi pertumbuhan dan tingginya produksi selanjutnya,

setelah ditanam di lapangan. Oleh karena itu, teknis pelaksanaan pembibitan perlu

mendapat perhatian besar dan khusus (PPKS, 2006).

Media pembibitan sangat penting dalam upaya menghsilkan bibit yang

berkualitas. Lumpur sawit yang berasal dari pengolahan mesocarp (sabut kelapa

sawit) yang dihasilkan dari pabrik pengolahan sawit dan berpotensi sebagai limbah

dan dapat mencemari lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Pemanfaatan

lumpur sawit sebagai bahan organik terbukti dapat memperbaiki struktur fisik tanah,

meningkatkan kandungan organik tanah serta memberi nilai tambah Hasil penelitian

pendahuluan pembibitan awal kelapa sawit menunjukkan bahwa lumpur sawit yang

dicobakan sebagai bahan media tanam memberikan pertumbuhan (bibit) yang tinggi.

Sementara, penelitian pemakaian lumpur sawit di pembibitan utama belum dilakukan

(Effendi, 2010).
DAFTAR PUSTAKA

Goenadi, D. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit di


Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.

Sunarko, 2009. Budidaya dan Pengelolaan Kebun Kepala Sawit dengan Sistem
kemitroan. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Yudi, A.N. 2008. Respon Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit Pada Pembibitan Awal
Terhadap Pupuk NPK Mutiara. Fakultas Pertanian Universitas Lambung
Mangkurat Banjarbaru.

Setyatmidjaja, D. 2006. Kelapa Sawit Teknik Budidaya, Panen, dan Pengolahan.


Kanisius. Yogyakarta

Sulistyo, B. 2010. Budi Daya Kelapa Sawit. Balai Pustaka. Jakarta.

Saraswati U.P. 2010. Produksi dan Pemasaran Benih Kelapa Sawit


(Elaeis guiinensis Jacq) di Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat. Sumatera
Utara.Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura,Fakultas Pertanian
IPB.

Lubis, A.U. 2008. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Indonesia Edisi 2.
Pusat Penelitian Perkebunan Marihat. Sumatera Selatan.

Mangoensoekarjo, S. dan H. Semangun. 2008. Manajemen Agrobisnis Kelapa


Sawit. UGM Press. Yogyakarta.

Hidayat, T. 2010. Penyiapan Benih Kelapa Sawit (Elaeis guineensis jaqc.) dalam
Pengadaan Bahan Tanaman di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Marihat,
Sumatera Utara.

Hardjowigeno, S, 1993. Kalisifikasi Tanah dan Pedogenesis. Edisi Pertama. Penerbit


Akademika Presindo, Jakarta

Lumbagaol P. 2008. Pengaruh Pemeraman Buah dan Letak Benih Dalam Buah
Terhadap Viabilitas Benih Pepaya. Departemen Agronomi dan Hortikultura,
Fakultas Pertanian IPB

PPKS. 2006. Potensi dan Peluang Investasi Industri Kelapa Sawit di Indonesia.
Dalam Latif, S (Ed). Potensi dan Peluang Investasi Industri Kelapa Sawit di
Indonesia. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan

Kasno. A dan Nurjaya, 2011. Pengaruh Pupuk Kiserit Terhadap Pertumbuhan


Kelapa Sawit dan Produktifitas Tanah.
Novizan. 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia pustaka. Jakarta.

Sihombing, Robinson, 2010. Dampak Pemberian Kiserit dan Kotoran Ayam terhadap
Produksi Sawi Pada Tanah Ultisol. Skripsi Ilmu Tanah. Universitas Sumatera
Utara. Medan

Havlin, J.L., J.D. Beaton, S. L. Tisdale, And W. L. Nelson. 2004. Soil Fertility And
Fertilizer. 7th Edition. PeersonPrentice Hall. P, New Jersey

Abdul, S. 2006. Kajian Pengaruh Pemberian Macam Pupuk Organik Terhadap


Pertumbuhan dan hasil tanaman jahe di Inceptisol Karangayar. 2006, Jurnal
Ilmu Tanah dan Lingkungan

Tuasikal, L. 2003. Pengaruh pemberian pupuk kalium pada tanah regosol terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman jagung (Zea mays L.). (Skripsi). Fak.
Pertanian Universitas Pattimura. Ambon.

Mitrosuhardjo, M.M. 2002. Efisiensi serapan P pupuk oleh tanaman kacang tanah
yang tumbuh pada 2 tingkat kelembaban tanah. Prosiding Seminar Nasional
dan Pertemuan Tahunan Komisariat Daerah Himpunan Ilmu Tanah Indonesia

Lingga, P dan Marsono, 2001. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya.


Jakarta.

Dina, F.M. 2008. Pemanfaatan Limbah Lumpur Kering Kelapa Sawit Sebagai
Sumber Bahan Organik Untuk Campuran Media Tanam Sawi (Brassica
Juncea). Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor

Sukamto, ITN. 2008. 58 Kiat Meningkatkan Produktivitas dan Mutu Kelapa Sawit.
Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Effendi, D. 2010. Pengelolaan Pembibitan Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis


Jacq.) di PT. Jambi Agro Wijaya, Sarolangun-Jambi. [skripsi]. Program
Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor

Sutarta, E. S., Winarna, dan N. H. Darlan. 2005. Penigkatan Efektivitas Pemupukan


Melalui Aplikasi Kompos TKS pada Pembibitan Kelapa Sawit. Pertemuan
Teknis Kelapa Sawit 2005. PPKS. Medan.

Baherta. 2009. Respon Bibit Kopi Arabika Pada Beberapa Takaran Pupuk Kandang
Kotoran Ayam. Jurnal Ilmiah Tambua, 8 (1) :467-472.

Anda mungkin juga menyukai