Anda di halaman 1dari 9

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Teh merupakan minuman penyegar yang diperoleh dari pucuk muda daun
tanaman teh (Camellia sinensis (L) O. Kuntze) yang mengalami proses
pengolahan tertentu. Teh terbagi menjadi 4 (empat) jenis yaitu teh putih, teh hijau,
teh oolong, dan teh hitam (Rohdiana, 2009).. Perbedaan jenis teh tersebut terdapat
pada proses pengolahannya yang akan membentuk rasa dan aroma yang khas.
Teh hitam sangat digemari oleh masyarakat, sehingga perkembangan
produk teh hitam sangat pesat. Produk teh hitam yang terdapat di pasaran antara
lain teh cair siap minum, teh hitam dalam kemasan dan teh celup. Teh hitam
memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi. Antioksidan merupakan senyawa yang
dapat menunda, memperlambat, dan mencegah proses oksidasi lipid. Karakter
utama senyawa antioksidan adalah kemampuannya untuk menangkap radikal
bebas yang berbahaya bagi tubuh (Astawan dan Kasih, 2008).
Salah satu perusahaan di Jawa Timur yang bergerak dalam industri
perkebunan dan pengolahan teh, yaitu PT Perkebunan Nusantara XII Wonosari
Lawang Malang. Teh hitam yang diproduksi oleh PTPN XII (PERSERO) Kebun
Wonosari menggunakan metode CTC (”Cutting, Tearing and Curling”).
Pemilihan metode CTC untuk pengolahan teh hitam dilatarbelakangi oleh waktu
produksi teh hitam lebih cepat (70-90 menit) dan biaya yang dikeluarkan untuk
metode CTC lebih rendah dikarenakan pekerja yang dibutuhkan lebih sedikit
dibandingkan dengan dari metode Orthodox (OTD) karena waktu oksidasi
enzimatis metode Orthodox (OTD) lebih lama (105-120 menit). Oleh karena itu,
kunjungan lapang ini diadakan untuk mengetahui perbedaan cara pengolahan teh
hitam antara di PT Perkebunan Nusantara XII Wonosari Lawang Malang dengan
literatur.
1.2 Tujuan
Tujuan dari kunjungan lapang ini yaitu untuk mengetahui perbedaan cara
pengolahan teh hitam antara di PT Perkebunan Nusantara XII Wonosari Lawang
Malang dengan literatur.

1.3 Luaran
Adapun luaran yang diharapkan dari kunjungan lapang ini, diantaranya :
1. Mencapai laporan praktikum yang baik sebagai salah satu penyelesaian tugas
kuliah,
2. Memahami pengolahan yang baik dan benar, dan
3. Pengetahuan untuk masyarakat.
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Pemetikan Pucuk Daun Teh


Pemetikan merupakan pekerjaan memungut sebagian dari tunas-tunas teh
beserta daun yang masih muda, untuk diolah menjadi produk teh kering yang
merupakan komoditi perdagangan (Setyamidjaja, 2008). Pemetikan akan
merangsang pertumbuhan tunas-tunas baru. Kejadian ini sangat erat kaitannya
dengan penghilangan sifat dormansi tunas, bagi tunas yang terletak di bawah
tunas terminal. Untuk tunas, semakin tua mata tunas maka akan makin tinggi
tingkat dormansinya sehingga energi yang dibutuhkan untuk merangsang
pertumbuhannya akan semakin besar pula (Tobroni, 1978 dalam Aprisiani, 2008).
Pada PTPN XII Wonosari, pemetikan dilakukan setelah 3 bulan pemangkasan.
Pemangkasan dilakukan 4 tahun sekali untuk membentuk bidang petik yang lebar
dan rata. Pemetikan pucuk daun dilakukan pada pukul 06.00-11.00 dengan
menggunakan jenis petikan medium yaitu pemetikan halus dan ditambah satu
daun di bawahnya atau pucuk yang dihasilkan terdiri dari pucuk peko dengan dua
daun (p+2) dan pucuk burung dengan dua daun muda (b+2m). Jenis petikan ini
sudah sesuai dengan pernyataan Aprisiani (2008), pucuk yang memenuhi syarat
pengolahan adalah pucuk medium yaitu p+3m, p+2t, burung muda, dan lembar
muda dengan keadaan pucuk segar dan mulus serta bebas dari benda lain selain
pucuk teh.
Kecepatan pertumbuhan pucuk dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
ketinggian tempat, cuaca, umur pangkasan, jenis tanaman (klon atau seedling),
kesehatan tanaman (Aprisiani, 2008). Pada musim kemarau (November – Juni)
pertumbuhan pucuk lambat sehingga hasil pemetikan pada PTPN XII Wonosari
Lawang Malang hanya <40 kg untuk setiap pemetik per hari sedangkan pada
musim hujan (Juli – Oktober) pertumbuhan pucuk sangat cepat sehingga hasil
pemetikannya lebih banyak yaitu 50 kg untuk setiap pemetik per hari. Oleh karena
itu, musim ini merupakan waktu yang sempurna untuk pemetikan pucuk daun.
2.2 Penimbangan dan Pelayuan Pucuk Daun Teh
Pucuk teh yang diterima oleh pabrik telah dimasukan dalam karung rajut
dengan kapasitas masing-masing 15 kg selanjutnya dilakukan penimbangan untuk
mengetahui berat total pucuk teh basah yang didapatkan. Kemudian hasil
penimbangan dicatat setelah itu diturunkan dengan bantuan monorail untuk
mengangkut teh menuju ruang pelayuan (withering trough). Pelayuan adalah
proses untuk mengurangi kadar air daun teh hingga 70% (persentase ini bervariasi
dari satu wilayah dengan yang lain). Waktu untuk melayukan pucuk daun pada
pengolahan CTC yaitu 4-6 jam, tetapi masih diperlukan pelayuan kimia hingga
pelayuan diperpanjang menjadi 12-16 jam (Rohdiana, 2015). Selama proses
pelayuan, daun teh akan mengalami dua perubahan yaitu perubahan senyawa-
senyawa kimia yang terdapat dalam daun serta menurunnya kandungan air
sehingga daun teh menjadi lemas. Keadaan melemasnya daun ini memberikan
kondisi mudah digiling. Selain itu, pengurangan air dalam daun akan memekatkan
bahan-bahan yang dikandung sampai pada suatu kondisi yang tepat untuk
terjadinya peristiwa oksidasi pada tahap pengolahan berikutnya (Manik, dkk.,
2015).
Pada PTPN XII Wonosari, pelayuan untuk kapasitas 700 kg daun teh
(peko+burung) dilakukan selama 12 jam yaitu pada pukul 11.00 – 23.00. Proses
pelayuan ini akan mengurangi bobot daun teh menjadi 400 kg. Hal ini sudah
sesuai dengan literatur karena proses pelayuan tidak lebih dari 16 jam. Proses
pelayuan dilakukan menggunakan blower dengan suhu 27oC dan dilakukan
pembalikan secara manual pada 6 jam pertama agar proses pelayuan terjadi secara
merata hingga diperoleh derajat layu 30-33%. Hal ini sudah sesuai dengan
pernyataan Arifin (1994) dalam Manik (2015), menyatakan suhu pelayuan
dianjurkan tidak melebihi 280C karena pada suhu diatas 280C bagian protein dari
enzim mulai terdenaturasi sehingga enzim menjadi inaktif dan hal ini dapat
menghambat reaksi oksidasi enzimatis pada tahap pengolahan berikutnya atau
bahkan dapat menyebabkan tidak terjadinya reaksi oksidasi enzimatis tersebut.
Tidak terjadinya atau terhambatnya reaksi oksidasi enzimatis akan menyebabkan
sifat - sifat khas (warna, rasa dan flavour) teh yang diinginkan tidak terbentuk
sehingga warna seduhan yang dihasilkan pun menurun.

2.3 Ayakan Pucuk Layu


Setelah dilakukan proses pelayuan, selanjutnya daun teh dibersihkan
dengan menggunakan green leaf sifter (kapasitas 1500 kg/jam) dengan ukuran 4
mesh. Green left sifter yang dilengkapi dengan magnet berfungsi untuk
memisahkan pucuk dari berbagai kotoran yang tercampur dengan pucuk yang
dilakukan, seperti pasir, kerikil, paku dan benda-benda lainnya yang dapat
menyebabkan lebih cepat tumpulnya pisau/gigi pada gilingan CTC atau macetnya
putaran roller CTC. Hal ini sudah sesuai dengan pernyataan (Witoyo, dkk., 2015),
sebelum dilakukan penggilingan, pucuk layu harus diayak untuk memisahkan
pucuk dari pasir, kerikil dan benda-benda asing lainnya yang dapat menyebabkan
pisau-pisaunya cepat tumpul.

2.4 Gilingan Persiapan dan Gilingan CTC


Proses penggilingan dilakukan untuk memperoleh partikel daun yang lebih
kecil dan terutama untuk memberikan kesempatan pada oksidasi (dalam vakuola
sel) untuk bertemu dengan polifenol yang ada dalam daun, sehingga diperoleh
theaflavin dan thearubigin yang merupakan faktor penentu mutu teh. Ruang
proses penggilingan harus berada pada suhu sekitar 21-26oC dilengkapi dengan
disc humidifier (Rosyadi, 2001).
Pada PTPN XII Wonosari setelah melewati green left sifter, pucuk teh
akan masuk ke dalam gilingan persiapan agar penggilingan pada gilingan CTC
dapat berjalan lebih efisien. Mesin giling di CTC di PTPN XII Kebun Wonosari
memiliki 3 macam roll dengan kapasitas dari masing-masing roll adalah 1000-
1500 kg/jam. Hal ini sudah sesuai dengan pernyataan Rosyadi (2001), sebelum
dimasukkan ke dalam mesin giling CTC, teh terlebih dahulu dimasukkan dalam
gilingan persiapan sehingga mesin giling CTC mampu menghancurkan daun
dengan sempurna, memecahkan seluruh sel daun, dengan demikian menghasilkan
oksidasi enzimatis (fermentasi) senyawa-senyawa polifenol lebih banyak.
Penghancuran daun yang merta ini, akan menunjang terjadinya berbagai proses
biokimia, antara lain adalah proses oksidasi enzimatis polifenol, perombakan
pektin oleh enzim dan perombakan klorofil oleh enzim.

2.5 Fermentasi
Fermentasi bertujuan untuk menghasilkan rasa, aroma, dan warna yang
diinginkan setelah menjadi teh kering (Ardheniati, 2008). PTPN XII Wonosari
menggunakan fermenting machine (kapasitas 1400 kg) yang terdiri dari 5 tingkat
menggunakan suhu 25oC. Proses fermentasi berlangsung selama 90 menit hingga
warna daun berubah menjadi kecoklatan. Lamanya proses fermentasi harus diatur
dan dikendalikan dan kelembabannya tidak boleh melebihi 95%. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Rezaee (2008), semakin lama waktu fermentasi maka nutrisi
yang terdapat dalam larutan teh akan habis dimanfaatkan oleh bakteri sehingga
waktu fermentasi harus dikendalikan.

2.6 Pengeringan
Proses pengeringan bertujuan untuk menghentikan reaksi oksidasi
enzimatis dan menurunkan kadar air partikel bubuk teh (3-4%) (Setyamidjaja,
2008). PTPN XII Wonosari melakukan proses pengeringan teh hitam selama 20
menit. Pengeringan ini menggunakan alat vibro fluid bed dryer (kapasitas 300-350
kg/jam) yang dilengkapi dengan heater yang bersuhu 110-130oC (suhu inlet).
Selama proses pengeringan dilakukan pengendalikan suhu partikel bubuk teh
yang keluar dari mesin pengering (suhu outlet) sekitar 80-95oC. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Setyamidjaja (2008), tungku pembakaran pada mesin VFBD
harus selalu diawasi agar suhu inlet dan outlet pada mesin sesuai yang diharapkan.

2.7 Sortasi Kering


Sortasi kering dan klasifikasi mutu teh hitam CTC dilakukan secara
sederhana yaitu untuk memisahkan serat dan tangkai juga untuk mengelompokkan
jenis mutu berdasarkan ukuran partikel sesuai dengan permintaan pasar. Teh
hitam CTC Wonosari diklasifikasikan menjadi 2 kelas mutu, yaitu mutu I yang
berbentuk butiran dan mutu II yang berbentuk serbuk. Mutu I terdiri BP1, PD,
PF1, dan dust 1 (D1). Sedangkan, mutu II terdiri dari fanning (fann), dust 2 (D2),
dan dust 3 (D3). Mutu I didistribusikan ke beberapa negara seperti Belanda,
Swiss, dan New Zealand, sedangkan Mutu I didistribusikan ke negara seperti
Pakistan, Al-Jazair, dan Malaysia. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rosyadi
(2001), selain untuk memisahkan serat dan tangkai, sortasi kering juga dapat
memisah-misahkan teh kering menjadi beberapa tingkat mutu (grade) yang sesuai
dengan standar perdagangan teh, menyeragamkan bentuk, ukuran, dan warna
masing-masing grade, dan membersihkan teh dari tangkai, serat dan bahan-bahan
lain (debu, logam dan lain-lain) guna mendapatkan ukuran, warna partikel teh
kering yang seragam sesuai dengan standar yang diinginkan oleh konsumen
meliputi

2.8 Pengemasan
Pengemasan ini bertujuan untuk menjaga teh hitam dari kontaminasi
sekitar. Pengemas yang digunakan oleh PTPN XII Kebun Wonosari adalah paper
sack dan aluminium foil hanya untuk kualitas BP1. Pengisian bubuk teh ke dalam
paper sack memiliki berat yang berbeda-beda, setelah teh hitam masuk paper sack
maka penutupan paper sack dengan menggunakan selotip. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Nasution dan Wachyuddin (1975) dalam Yusuf (2010), sifat teh yang
sangat higroskopis merupakan syarat utama dalam penentuan pengepakan atau
pengemasan teh untuk mempertahankan mutu teh yang dihasilkan. Pemilihan
kemasan sesuai kebutuhan produk dan tetap ramah lingkungan perlu
dipertimbangkan.

2.9 Penyimpanan
Teh hitam yang telah dikemas dalam paper sack akan langsung disimpan
dalam gudang. Fungsi gudang adalah tempat untuk menyimpan barang. Proses
penyimpanan yang dilakukan oleh PTPN XII Kebun Wonosari ini dilakukan
secara manual yaitu dengan menggunakan trolly. Sebelum paper sack masuk
gudang maka dilakukan penataan paper sack dalam lemari pallet yang tersusun
atas 20 paper sack. Tujuan penataan ini adalah mempermudah pengambilan teh
hitam yang akan dipasarkan. Untuk menghindari kontaminasi sekitar (misal:debu)
maka paper sack ditutup dengan plastik sungkup (Fatkurahman, 2010).
BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari kunjungan lapang ini adalah pengolahan pada
PTPN XII Wonosari Lawang Malang tidak berbeda jauh dengan literatur maupun
teori dalam perkuliahan. Pengolahan teh hitam sistem CTC meliputi penerimaan
bahan baku, penimbangan, pelayuan, pengayakan pucuk layu, penggilingan
persiapan, penggilingan CTC, fermentasi, pengeringan, sortasi kering,
pengemasan, dan penyimpanan.

3.2 Saran
Dalam melakukan kunjungan industri hendaknya dilakukan dengan serius
dan sungguh-sungguh sehingga tujuan manfaat kunjungan industri bisa tercapai.
DAFTAR PUSTAKA

Aprisiani, R. 2008. Kajian Analisis Petik dan Asal Bahan Tanaman Terhadap
Produksi dan Mutu Pucuk Tanaman Teh (Camellia Sinensis (L) O.
Kuntze) di PTPN VIII Perkebunan Tambaksari, Subang Jawa Barat.
Skripsi. Bogor : IPB.

Astawan, M., dan A.L. Kasih. 2008. Khasiat Warna-Warni Makanan. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, h. 31, 290, 292-294, 296.

Rohdiana, D. 2009. Teh Ini Menyehatkan, Telaah Ilmiah Populer, Cetakan


Pertama. Bandung : Penerbit Alfabeta.

Rohdiana, D. 2015. Teh : Proses, Karakteristik, dan Komponen Fungsionalnya.


Foodreview Indonesia VOL. X/NO. 8. Bandung : Ingridien.

Alf, R. 2004. Tanaman Perkebunan Teh Camelia sinensis L. Medan : USU-Press.

Manik, D.M.T., H. Rusmarilin, dan L.N. Limbong. 2015. Mempelajari Pengaruh


Lama Pelayuan dan Penambahan Teh Daun Sirsak Terhadap Mutu Teh
Hitam. J .Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.3 No.1. Medan : USU.

Witoyo, J.E., dkk. 2015 Perubahan Biokimia Selama Proses “Black Tea”.
Laporan. Malang : FTP-UB.

Rosyadi, A.I. 2001. Efisiensi Penggunaan Sumber Daya Untuk Memproduksi Teh
Hitam Berkelanjutan. Bandung: Disertasi, Universitas Padjajaran.

Rezaee A., S. Solimani, M. Forozandemagadam. 2008. Role of Plasmid in


Production of Acetobacter Xylinum Biofilm. Iran : Faculty of Medical
Sciences, Tarbiat Modares University, Tehran.

Ardheniati, M. 2008. Kinetika Fermentasi Pada Teh Kombucha Dengan Variasi


Jenis Teh Berdasarkan Pengolahannya. Skripsi. Surakarta : UNS.

Setyamidjaja, D. 2008. Teh Budidaya dan Pengolahan Pasca Panen Edisi 6. Hal
133-145.Yogyakarta : Kanisius.

Yusuf, P.J.K. 2010. Industri Pengolahan Teh Hitam PT. Pagilaran (Quality
Control. Laporan Magang. Surakarta : Universitas Sebelas Maret.

Fatkurahman, R. 2010. Laporan Magang Industri Pengolahan Teh Hitam PT.


Pagilaran (Proses Produksi Teh Hitam). Tugas Akhir. Surakarta : UNS.

Anda mungkin juga menyukai