PENDAHULUAN
memiliki sekitar 82 species tanaman teh. Tanaman teh tumbuh subur di daerah
pegunungan dengan ketinggian 200-2000 meter diatas permukaan air laut pada
suhu berkisar antara 14-255 C. Tanaman teh masuk ke Indonesia pertama kali pada
tahun 1684 yang berupa biji teh dari Jepang dan dibawa oleh seorang berasal dari
Jerman bernama Andreas Cleyer dan ditanam sebagai tanaman hias di Jakarta.
Dalam perkembangan budidaya teh di Indonesia, teh diolah menjadi minuman
penyegar dan merupakan salah satu minuman yang telah umum dikonsumsi
diseluruh wilayah Indonesia.
Di Indonesia tanaman teh tumbuh subur sebagai tanaman perkebunan yang
mempunyai nilai ekonomi tinggi dan dapat dikembangkan lebih luas. Teh
merupakan salah satu sumber daya alam yang dihasilkan dari pengolahan pucuk
(daun muda) tanaman teh yang dipakai sebagai minuman. Teh yang baik
dihasilkan dari bagian pucuk (pecco) ditambah 2-3 helai daun muda, karena pada
daun muda tersebut kaya akan senyawa polifenol, kafein serta asam amino.
Senyawa-senyawa inilah yang akan mempengaruhi kualitas warna, aroma dan
rasa dari teh.
Penilaian kualitas mutu teh sangat dipengaruhi oleh kondisi pucuk teh dan
cara pengolahannya. Teh dapat dibuat dari bahan baku (pucuk teh) yang bermutu
tinggi dengan teknologi pengolahan yang benar. Pucuk teh yang bermutu tinggi
diperoleh dari kebun yang dipelihara dengan baik, terdiri dari kuncup berikut 2-3
daun muda dengan tingkat kerusakan yang rendah. Agar tingkat kerusakan pucuk
sampai dipabrik rendah maka penanganan pucuk sejak dari pemetikan,
pengumpulan, pengangkutan sampai penerimaan pucuk di pabrik harus dilakukan
dengan baik.
Kualitas mutu teh juga dilihat dari keamanan mengkonsumsi minuman teh
yang dianggap sebagai minuman yang menyehatkan. Dalam proses pengolahan
teh diperlukan pengawasan dan pengontrolan terhadap kegiatan yang dapat
mempengaruhi mutu produk teh. PT. Sinar Sosro merupakan market leader atau
pemimpin untuk produk minuman berbasis pengolahan teh di Indonesia yang
melakukan pengawasan sebelum, selama dan setelah proses produksi demi
menjaga mutu dan keamanan produk.
PT. Sinar Sosro merupakan perusahaan pelopor minuman teh dalam
kemasan pertama di Indonesia dengan produknya yaitu teh botol Sosro. Pada
tahun 2003 PT. Sinar Sosro meraih sertifikat ISO 9001:2000 dan sertifikat
HACCP, yaitu sertifikat system management keamanan makanan untuk menjamin
produk yang aman bagi konsumen. Penerapan HACCP di perusahaan pengolahan
produk pangan sangat dituntut untuk meningkatkan daya saing dalam
perdagangan internasional.
HACCP merupakan suatu sistem yang mengidentifikasi, mengukur dan
mengendalikan bahaya yang mungkin timbul dalam operasi pengolahan untuk
menjamin keamanan produk pangan (Notermans dkk, 2002). Bahaya (hazard)
yang dimaksud adalah kontaminasi biologi, kimiawi dan fisik yang potensial
di
dunia
kerja
(lapangan)
serta
faktor-faktor
yang
Adapun tujuan khusus dari kegiatan Praktek Lapang ini adalah untuk
mengetahui bagaimana penerapan Hazard Analysis and Critical Control Points
(HACCP) pada pengolahan minuman teh botol di PT. Sinar Sosro Cabang Deli
Serdang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teh
Teh (Camellia sinensis L.Kuntze) merupakan salah satu tanaman industri
yang sangat penting, bagian tanaman ini yang dapat diolah yaitu daunnya yang
masih muda dan dapat diolah menjadi bahan minuman lezat. (Sadjad, 1995).
Tanaman ini diperkirakan berasal dari daerah pegunungan Himalaya dan
pegunungan yang berbatasan dengan RRC, India dan Burma. Tanaman ini dapat
subur di daerah tropik dan subtropik dengan menuntut cukup sinar matahari dan
curah hujan sepanjang tahun (Siswoputranto, 1978).
Menurut Siswoputranto (1978), cara pemetikan daun teh dibedakan cara
pemetikan halus (fine clucking) dan cara pemetikan kasar (coarse plucking). Teh
dihasilkan dari pucuk-pucuk tanaman teh yang dipetik dengan siklus 7 sampai 14
hari sekali. Cara pemetikan daun selain mempengaruhi jumlah hasil teh, juga
sangat menentukan mutu yang dihasilkan. Penilaian kualitas mutu teh sangat
dipengaruhi oleh kondisi pucuk teh dan cara pengolahannya. Teh dapat dibuat dari
bahan baku (pucuk teh) yang bermutu tinggi dengan teknologi pengolahan yang
benar.
daun teh harus dalam keadaan baik sebelum proses pengolahan dilaksanakan.
Artinya keadaan pucuk teh dari pemetikan sampai ke lokasi pengolahan belum
terjadi perubahan (Nazarudin dan Paimin ,1993).
Daun-daun teh yang dipetik dari kebun segera dibawa ke pabrik,
ditimbang dan kemudian dimulai pelayuan (withering). Proses pelayuan,
umumnya dilakukan dengan menempatkan daun dirak-rak dalam gedung. Udara
dingin disemprotkan melalui rak-raknya, proses pelayuan dilakukan selama 16-24
jam (Siswoputranto, 1978).
Selanjutnya teh akan mengalami proses pengilingan yang merupakan
proses awal terjadinya oksimatis yaitu bertemunya polifenol dan enzim polifenol
oksidase dengan bantuan oksigen. Proses ini merupakan dasar terbentuknya mutu
teh. Menurut Loo (1983), penggilingan daun teh bertujuan untuk memecahkan
sel-sel daun segar agar cairan sel dapat dibebaskan sehingga terjadi reaksi antara
cairan sel dengan O2 yang ada diudara. Peristiwa ini dikenal dengan nama
oksidasi enzimatis (Fermentasi). Pemecahan daun perlu dilakukan dengan intensif
agar fermentasi dapat berjalan dengan baik.
Selama proses fermentasi terjadilah oksidasi cairan sel yang dikeluarkan
selama penggilingan dengan oksigen dengan adanya enzim yang berfungsi
sebagai katalisator. Senyawa penting yang terdapat dalam cairan adalah catechin
dan turunannya. Fermentasi mengubah senyawa tersebut menjadi tea-flavin dan
selanjutnya berubah menjadi tea-rubigin. Semakin lama semakin banyak teaflavin terkondensasi menjadi tea-rubigin sehingga cairan sel berwarna lebih gelap
(Werkhoven, 1974). Hal ini sangat penting untuk mendapatkan produk teh yang
bermutu.
ditegakkan dengan usaha pengendalian mutu, yaitu semua usaha dan kegiatan
untuk mencapai tingkat dan konsistensi mutu sesuai dengan citra mutu yang telah
ditetapkan oleh perusahaan (Soekarto, 1990).
2.4 Hazard Analysis and Critical Control Points (Analisa Bahaya dan
Pengendalian Titik Kritis)
Tuntutan jaminan keamanan pangan terus berkembang sesuai dengan
persyaratan konsumen yang terus meningkat. Hal ini menyebabkan masalah
keamanan pangan menjadi sangat vital bagi industri dan bisnis pangan. CAC
(Codec Almentarius Commision) sebagai organisasi standarisasi pangan FAO
(Food Agriculture Organization) WHO (World Health Organization) telah
mengambil langkah untuk memberikan pedoman dan mengadopsi sistem HACCP
sebagai satu-satunya sistem jaminan mutu dengan basis keamanan pangan, yang
menjadi acuan bagi industri pangan di seluruh dunia. Trend industri pangan dunia
mewajibkan bisnis pangan perlu dan menerapkan HACCP (Winarno, 2004).
Penerapan HACCP dalam industri pangan memerlukan komitmen yang
tinggi dari pihak manajemen perusahaan yang bersangkutan. Dari beberapa ahli
dan pelaku bisnis pangan, terdapat beberapa alasan mengapa HACCP diperlukan
dalam bisnis pangan, antara lain:
1. Tujuan manajemen industri pangan dalam menjamin keamanan pangan.
2. Keamanan pangan adalah persyaratan wajib bagi konsumen.
3. Banyaknya kasus keracunan pangan.
4. Terbatasnya jaminan sistem inspeksi produk akhir melalui pengujian untuk
menjamin keamanan pangan.
5. HACCP berkembang menjadi standar internasional dan persyaratan wajib
pemerintah.
6. HACCP sebagai sistem yang menjamin keamanan pangan.
10
2.4.1
HACCP yang sistematis kedalam 12 langkah, yang terdiri dari 5 langkah awal
persiapan dan diikuti 7 langkah berikutnya yang merupakan prinsip HACCP.
Adapun tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
11
12
Adapun beberapa contoh dari bahaya biologis, bahaya kimia dan bahaya
fisik yang berpotensi menimbulkan dampak merugikan kesehatan, yaitu:
Jenis
Bahaya
Biologi
Contoh
Sel Vegetatif
Kapang
Virus
Parasit
Spora Bakteri
13
Kimia
Fisik
CCP
Batas Kritis
Bakteri pathogen
Penyimpanan
sementara bahan
baku
Suhu chilling 0 - 4 C
Bakteri pathogen
Pengeringan dengan
oven
14
Kelebihan nitrat
Penggaraman
Histamin
Penerimaan bahan
baku
< 25 ppm
15
Tetapkan
Penyimpanan
Catatan
Dan
Dokumentasi
(Prinsip 7)
Tahap ini merupakan tahap akhir dari langkah-langkah penerapan HACCP.
Pencatatan yang tepat dan efisien adalah penting untuk penerapan suatu sistem
HACCP. Prosedur dokumentasi HACCP pada semua tahapan harus tercakup dan
tersusun dalam suatu program. Penyimpanan catatan dan dokumentasi bertujuan
untuk memberikan bukti keamanan produk berkaitan dengan prosedur dan proses
yang ada, jaminan pemenuhan peraturan, kemudahan pelacakan produk dan
peninjauan catatan, rekaman pada pengukuran- pengukuran serta merupakan
sumber tinjauan data yang diperlukan bila ada audit.
DAFTAR PUSTAKA
16
Fardiaz dan Srikandi. 1993. Prinsip Dan Penerapan HACCP Dalam Industri
Pangan. Diktat Mata Kuliah Jurusan Teknologi Pangan Dan Gizi, Fakultas
Teknologi Pertanian. IPB, Bogor.
Loo, T.G. 1983. Penuntun Praktis Mengelola Teh dan Kopi. PT. Kinta. Jakarta.
Nazarudin dan Paimin. 1993. Pembudidayaan Dan Pengolahan Teh. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Notermans, S., A.W. Barendsz, Zeist dan F. Rombouts. 2002. The Evolution Of
Microbiological Risk Assessment, p. 5-43. Dalam brown, M dan M.
Stringer (Eds.) Microbiological Risk Assessment In Food Processing. CRC
Press. Boca Raton, Boston, New York, Washington, DC.
PT. Sinar Sosro. 1996. Standard Operational Procedure Bagian Quality Control
Analis. PT. Sinar Sosro, Jakarta.
Siswoputranto, P.S. 1978. Perkembangan Teh, Kopi, Coklat Internasional.
Gramedia. Jakarta.
Soekarto, S. T. 1990. Dasar Dasar Pengawasan Mutu Dan Standarisasi Mutu
Pangan. IPB Press. Bogor.
Standar
Nasional Indonesia 01-4852-1998 tentang Analisa Bahaya Dan
Pengendalian Titik Kritis (Haccp) Serta Pedoman Penerapannya.
Werkhoven. 1974. Tea Processing. Food and Agriculture Organization of The
United Nation. Rome.
WHO (World Health Organization). 2005. Penyakit Bawaan Makanan : Fokus
Untuk Pendidikan Kesehatan (Apriningsih dan Widyastuti, penerjemah).
EGC, Jakarta.
Winarno, F.G dan Surono. 2004. Haccp Dan Penerapannya Dalam Industry
Pangan. M-BRIO Press Cetakan ke 2, Bogor.
17