Anda di halaman 1dari 64

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia mempunyai banyak industri yang bergerak dibidang
pertanian, salah satunya adalah PT Rumpun Sari Kemuning (PT RSK). PT
Rumpun Sari Kemuning (PT RSK) yang beralamat Desa Kemuning,
Ngargoyoso, Karanganyar, Jawa Tengah. Bergerak dibidang industri teh.
Teh yang diproduksi PT Rumpun Sari Kemuning (PT RSK) merupakan teh
hijau kering. Produk yang dihasilkan ada 2 jenis produk yaitu grade I dan
grade II. Bahan baku teh hijau tersebut didapatkan dari pucuk daun teh
yang dipetik dari kebun teh milik PT Rumpun Sari Kemuning (PT RSK).
Kebuh teh tersebut terbagi menjadi 2 area yaitu Afdeling A dan Afdeling B.
Pemetikan daun teh dilakukan oleh petani petik dan diawas oleh mandor
dari masing-masing afdeling. Pemetikan dilakukan setiap hari dari pagi
hingga siang hari. Setelah dilakukannya pemetikan, hasil daun teh hasil
petikan dilakukan proses pengolahan oleh pekerja bagian proses produksi.
Bagian proses produksi yang ada di PT Rumpun Sari Kemuning
(PT RSK) meliputi pelayuan, penggulungan, pengeringan I, pengeringan
II, pengeringan III, sortasi, pengemasan. Proses produksi dilakukan secara
semi manual. Semua bagian produksi melakukan proses produksi setiap
hari dengan 3 shift per hari. Setiap shift memiliki 8 jam dengan istirahat 1
jam, sehingga jam kerja produktif yaitu 7 jam. Kapasitas produksi setiap
harinya tergantung dari jumlah teh yang dipetik oleh petani petik.
Kapasitas produksi dipengaruhi oleh musim. Jika musim hujan kapasitas

bahan baku dapat menjadi 12 ton per hari, sedangkan jika musim kemarau
kapasitas turun menjadi 8 ton per hari.
Jumlah pekerja bagian produksi yaitu 11 orang dan pengemasan
yaitu 3 orang. Pelayuan dilakukan oleh 3 orang pekerja dan elemen kerja
yang

dilakukan

yaitu

mengambil

daun

teh

yang

dihamparkan,

memasukkan kedalam mesin. Penggulungan dilakukan oleh 2 orang


pekerja, elemen kerja yang dilakukan yaitu mengambil daun teh yang layu,
memasukkan daun teh yang layu kedalam mesin, menarik gerobak yang
berisi teh yang tergulung, dan transportasi daun teh tergulung ke
pengeringan I. Pengeringan 1 dilakukan oleh 2 orang dan elemen kerja
yang terdapat pada pengeringan I yaitu mengambil daun teh tergulung,
memasukkan daun teh tergulung kedalam mesin, menarik hasil
pengeringan, memasukkan hasil pengeringan kedalam gerobak, dan
trasportasi ke pengeringan II. Pengeringan II terdapat 2 orang pekerja dan
elemen kerja yang dilakukan yaitu mengambil daun teh kering,
memasukkan daun teh kering kedalam mesin, dan trasportasi ke
pengeringan III.
Pengeringan III dilakukan oleh 1 orang pekerja dan elemen kerja
yang dilakukan yaitu mengambil daun teh kering, memasukkan daun teh
kering kedalam mesin, dan transportasi ke sortasi. Sortasi dilakukan oleh 2
orang dan elemen kerja yang dilakukan yaitu mengangkut hasil
pengeringan III, memasukkan daun teh kering kedalam mesin, transportasi
ke ruang penyimpanan. Pencampuran dan pengemasan dilakukan oleh 3
orang. Elemen kerja yang dilakukan pada proses pencampuran manual dan

pengemasan yaitu mencampurkan teh secara manual, memasukkan teh


yang tercampur kedalam karung, melakukan penimbangan, melakukan
penjahitan karung, dan transportasi ke gudang.
Pekerja melakukan pekerjaan secara berulang-ulang dan selalu
membawa beban dalam melakukan pekerjaanya, pekerjaan yang dilakukan
secara berulang-ulang dan membawa beban dapat memicu timbulnya
cedera. Cedera pada otot, tendon, ligamen, sendi, kartilago, discus
invertebralis disebut dengan musculoskeletal disorders (MSDs). Cedera
tersebut dapat diakibatkan oleh postur yang salah. Postur yang salah
seperti membungkung, membawa beban yang berlebihan, dan lain-lain.
Masalah tersebut secara subjektif dapat diselsesaikan dengan Nordic Body
Map dan secara objektif dapat dilakukan dengan metode Ovako Working
Posture Analysis Sistem (OWAS).
B. Rumusan Masalah
PT Rumpun Sari Kemuning (PT RSK) kurang memperhatikan postur kerja
pekerja sehingga pekerja dapat mengalami kelelahan, cedera otot, dan
tulang. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan penilaian
MSDs (Musculoskeletal Disorders) dengan metode tertentu.
1. Apakah pekerja ada kemungkinan mengalami ketidaknyamanan kerja
pada proses pengeringan dan sortasi di PT Rumpun Sari Kemuning?
2. Bagaimana postur kerja pada proses pengeringan dan sortasi di PT
Rumpun Sari Kemuning?
C. Batasan Masalah
Agar pembahasan dapat lebih fokus dan terarah, maka batasan masalah
pada kasus yang diidentifikasi diantaranya :

1. Pengambilan data ketidaknyama nan kerja dengan menggunakan


kuesioner Nordic body map pada proses pengeringan dan sortasi di PT
Rumpun Sari Kemuning (PT RSK).
2. Pengambilan data tentang postur kerja dengan cara mengambil gambar
pekerja saat melakukan pekerjaan dan melakukan penilaian dengan
menggunakan metode OWAS.
D. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari dilakukannya analisis ini adalah:
1. Mengetahui ketidaknyamanan kerja pada pekerja proses pengeringan
dan sortasi di PT Rumpun Sari Kemuning (PT RSK).
2. Level resiko postur kerja pada pekerja proses pengeringan dan sortasi
di PT Rumpun Sari Kemuning (PT RSK).
3. Memberikan saran perbaikan, sehingga pekerja memiliki postur kerja
yang aman pada saat melakukan proses pengeringan dan sortasi.
E. Manfaat
1. Manfaat Bagi Mahasiswa.
a. Melatih kemampuan dan memberi pengalaman bagi mahasiswa
untuk menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan postur
kerja
b. Mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat dibangku kuliah untuk
diaplikasikan secara nyata di dunia industri
c. Sebagai sarana untuk memperluas ilmu pengetahuan yang pernah
didapat di perguruan tinggi untuk dapat diterapkan pada dunia
nyata
2. Manfaat Bagi Industri
a. Sebagai saran bagi industri untuk dipertimbangkan sebagai solusi
perbaikan metode kerja, sehingga para pegawai pada industri
mempunyai postur kerja yang baik untuk menghindari cedera kerja

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teh Hijau
Komoditas teh dihasilkan dari pucuk daun tanaman teh (Camellia
sinensis) melalui proses pengolahan tertentu. Secara umum berdasarkan
cara/proses pengolahannya, teh dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis,
yaitu teh hijau, teh oolong, dan teh hitam. Teh hijau dibuat dengan cara
menginaktifasi enzim oksidase/fenolase yang ada pada pucuk daun teh
segar, dengan cara pemanasan atau pengupan menggunakan uap panas,
sehingga oksidasi enzimatik tehadap katekin dapat dicegah. Teh hitam
dibuat dengan cara memnfaatkan terjadinya oksidasi enzimatis terhadap
kandungan katekin teh. Sementara, teh oolong dihasilkan melalui proses
pemanasan yang dilakukan segera setelah proses rolling/penggulungan
daun, dengan tujuan untuk menghentikan proses fermentasi. Oleh karena
itu, teh oolong disebut sebagai teh semi-fermentasi, yang memiliki
karakter khusus dibandingkan teh hitam dan teh hijau (Hartoyo, 2003).
Green tea (teh hijau) adalah bagian daun dari pohon Camellia
sinensis, bentuknya tajam kurus. Beda antara teh hijau dengan teh hitam
adalah pada saat daun dipanen, pohon diberi peneduh terpal agar tidak
terkena sinar matahari secara langsung. Dengan demikian tingkat oksidasi
menjadi minim, produksi chlorophly dalam daun meningkat, membuat
daun teh berwarna lebih hijau. Setelah dipetik, daun teh dikukus lalu
dikeringkan (Kirana, 2010).

Keunggulan teh hijau terletak pada kandungan kimianya seperti


polifenol. Polifenol dalam teh hijau mampu mengurangi resiko penyakit
kanker. Kemampuan antioksidannya membantu mengontrol aktivitas
radikal bebas, yakni senyawa tidak stabil yang dapat merusak sel dan
berdampak sebagai sumber penyakit kanker, tetapi juga menimbulkan efek
buruk lainnya seperti penuaan dini. Teh hijau dengan hebatnya
memperkuat kapiler, dan mencegah penyebab terjadinya infeksi. Menurut
studi, daun teh hijau yang telah dikeringkan terdiri dari 40% polifenol.
Selain dapat memerangi kanker payudara, zat ini juga diyakini dapat
menurunkan resiko kanker lambung, paru-paru, usus besar, dubur, hati,
dan pankreas. Bahan aktif utama dalam teh hijau adalah katekin,
khususnya epigalokatekin galat (EGCG). Para peneliti kini telah mampu
megestrak EGCG dan teh hijau. Bahan aktif teh hijau dengan rumus kimia
C22H18O11 dan mempunyai berat molekul 458 tersebut bersifat optik aktif
dan larut dalam air (Soraya, 2007)
B. Peta Proses Operasi (PPO) Pembuatan Teh Hijau Kering
Peta kerja atau sering disebut Peta Proses (process chart)
merupakan alat komunikasi yang sistematis dan logis guna menganalisis
proses kerja dari tahap awal sampai akhir, melalui peta proses ini kita
mendapatkan informasi-informasi yang diperlukan untuk memperbaiki
metode kerja ini antara lain bisa dilihat seperti :

Benda kerja, berupa gambar kerja, jumlah, spesifikasi


material, dimensi ukuran pekerja, dan lain-lain.

Macam proses yang dilakukan, jenis dan spesifikasi mesin,


peralatan produksi, tooling, dan lain-lain.

Waktu operasi (waktu standard) untuk setiap proses atau


elemen kegiatan disamping total waktu penyelesaiannya.

Kapasitas mesin ataupun kapsitas kerja lainnya yang


dipergunakan.

Dan lain sebagainya.

Lewat peta kerja ini pula kita bisa melihat semua langkah (urutan
prosedur kerja) yang dialami oleh suatu benda kerja material input atau
bilangan berupa masukan yang lain dari saat mulai masuk ke lokasi
kegiatan kemudian menggambarkan semua langkah-langkah aktivitas yang
dialaminya guna memproses masukkan tersebut seperti : transportasi,
operasi kerja, inspeksi, menunggu (delay) dan menyimpan, sampai
akhirnya menjadi produk akhir (finished goods product) yang merupakan
keluaran yang diinginkan (Wignjosoebroto, 1995).
Peta Proses Operasi (PPO) merupakan suatu diagram yang
menggambarkan langkah-langkah proses yang dialami bahan baku sampai
menjadi produk jadi, baik yang berkaitan dengan urutan proses operasi
pengerjaan maupun pemeriksaan. Selain itu, Peta Proses Operasi juga
memperoleh urutan pekerjaan, waktu dan keseluruhan proses serta
hubungan antar aktivitas. Pada peta proses operasi terdiri dari beberapa
proses antara lain, proses operasi, inspeksi dan gabungan operasi dan
inspeksi. Proses operasi merupakan suatu kegiatan yang terjadi pada suatu
lintasan produksi yang dapat membuat perubahan fisik, kimia maupun
biologi dari produk yang dihasilkan. Proses inspeksi merupakan proses
7

pemeriksaan baik kualitas maupun kuantitas. Proses operasi dan inspeksi


merupakan proses gabungan yang terjadi bila aktivitas operasi dan
pemeriksaan dilakukan pada suatu tempat kerja yang sama. Peta proses
operasi juga memuat informasi-informasi untuk analisa lebih lanjut,
seperti waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan produk awal hingga
akhir, material yang digunakan seperti bahan baku atau bahan tambahan
yang digunakan pada suatu proses.
Pada proses pembuatan teh hijau kering PT. Rumpun Sari
Kemuning terdapat pada gambar 2.1 langkah pertama yang dilakukan
adalah sebuah proses inspeksi, proses inspeksi tersebut yaitu melakukan
pengecekan berat teh dengan cara penimbangan. Penimbangan tersebut
dilakukan dua kali yaitu saat dikebun dan setelah sampai pabrik. Proses
yang kedua yaitu pelayuan dengan menggunakan mesin Rotary Panner.
Pada proses pelayuan terjadi gabungan proses inspeksi dan operasi. Proses
operasi yaitu mengubah dari yang semula daun berwarna hijau tegar
berubah menjadi lebih kecoklatan, mengurangi kadar air 30% - 35%, dan
menonaktifkan enzim polifenol oksidase, sedangkan proses inspeksinya
berupa pemeriksaan kadar air pada daun dengan cara diremas
menggunakan tangan.

Gambar 2.1 Peta Proses Operasi (PPO) Pembuatan Teh Hijau Kering

Gambar 2.2 Peta Proses Operasi (PPO) Pembuatan Teh Hijau Kering
(lanjutan)

10

Proses selanjutnya adalah penggulungan dengan menggunakan mesin


Open Top Roller. Proses tersebut juga terjadi gabungan antara proses
inspeksi dan operasi. Proses operasinya berupa daun menjadi menggulung,
sedangkan untuk proses inspeksinya adalah pengamatan berupa daun yang
menggulung dan tidak menggulungan dengan menggunakan indera
penglihatan. Setelah proses penggulungan terjadi proses pengeringan I
dengan menggunakan Endeless Chain Pressure. Pada proses pengeringan
pertama terjadi gabungan proses inspeksi dan operasi. Proses operasi
berupa mengurangi kadar air 25% - 30%, serta inaktifasi polifenol
oksidase, dan menghentikan aktifitas enzim polifenol oksidase, serta
proses inspeksi yaitu berupa kehancuran daun dan kandungan air dalam
daun dengan cara meremas daun.
Proses selanjutnya yaitu proses pengeringan II (semi) dengan
menggunakan alat Rotary Dryer. Saat proses pengeringan II terajadi
gabungan antara proses inspeksi dan operasi. Proses operasi yang terjadi
yaitu pengurangan kadar air 15% - 20 % dan daun menggulung seperti
spiral, serta proses inspeksi yaitu melakukan pengecekan kadar air dan
gulungan daun dengan menggunakan indera pengelihatan dan meremas
daun. Proses setelah pengeringan II adalah pengeringan III (pengeringan
akhir) dengan menggunakan Ball Tea, proses ini juga terjadi gabungan
antara proses inspeksi dan operasi. Proses operasi pada pengeringan ini
bertujuan untuk mengurangi kadar air 4% - 5% dan daun membentuk
gulungan sempurna, sehingga proses inspeksi yang terjadi yaitu dengan

11

indera penglihatan dan meramas daun untuk meneliti kadar air dan
gulungan daun.
Proses sortasi yang pertama dengan mesin Mesky Layer, pada
proses ini terjadi gabungan antar proses inspeksi dan operasi. Proses
operasi yang sangat terlihat adalah perubahan fisik, karena proses ini
memisahkan teh hijau kering berdasarkan ukuran dan proses pengamatan
ukuran dengan indera penglihatan yaitu proses inspeksi. Proses
selanjutnya adalah sortasi dengan mesin Middlenton hanya terjadi proses
operasi karena proses ini bekerja untuk memisahkan tulang dan daun.
Sortasi dengan mesin Winnower, pada proses sortasi ini juga hanya terjadi
proses operasi saja. Hal ini dikarenakan hanya terjadi proses pemisahan
daun teh kering berdasarkan beratnya dan penghilangan debu. Proses
sortasi terakhir dengan mesin Separator pada ketiga hanya terjadi proses
operasi. Hal itu dikarenakan memisahkan tulang dengan daun teh yang
sebelumnya masih tercampur di alat sortasi. Proses selanjutnya yaitu
proses pencampuran teh berdasarkan klasifikasi produk teh. Proses setalah
sortasi adalah proses pengemasan dengan karung dan penjahitan karung
secara manual. Kemudian proses terakhir yaitu penyimpanan dalam
gudang sebelum di distribusikan.
C. Ergonomi
Istilah ergonomi atau biasa dikenal dengan human factors mulai
dicetuskan pada tahun 1949, akan tetapi aktivitas yang berkenaan
dengannya telah bermunculan puluhan tahun sebelumnya. Ergonomi

12

berasal dari bahasa latin yaitu Ergos (kerja) dan Nomos (hukum alam).
Ergonomi adalah ilmu yang memanfaatkan informasi mengenai sifat,
kemampuan, dan keterbatasan manusia untuk merancang sistem kerja.
Dengan ergonomi, diharapkan manusia yang berperan sentral dalam suatu
sistem kerja dapat bekerja dengan baik, yaitu efektif, nyaman, aman, sehat,
dan efisien (Sutalaksana, 2006).
Ergonomi adalah ilmu yang mempelajari berbagai aspek dan
karakteristik manuasia (kemampuan, kelebihan, keterbatasan, dan lainlain) yang relevan dalam konteks kerja, serta manfaatkan informasi yang
diperoleh dalam upaya merancang produk, mesin, alat, lingkungan, serta
sistem kerja yang terbaik. Tujuan utama yang hendak dicapai adalah
tercapainya sistem kerja yang produktif dan kualitas kerja terbaik, disertai
dengan kemudahan, kenyamanan, dan efisiensi kerja, tanpa mengabaikan
kesehatan dan keselamatan kerja (Iridiastadi & Yassierli, 2014)
Ergonomi merupakan ilmu dan pengaturan situasi kerja demi
keuntungan pekerja dan majikan. Ilmu ini berupaya untuk menyerasikan
mesin dengan pekerja, tidak menganggap bahwa pekerja harus
menyesuaikan diri dengan mesin dan lingkungan. Pengukuran keselarasan
hubungan antara pekerjaan dan pekerja memerlukan pemeriksaan sejumlah
faktor , seperti tercantum pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Faktor Dalam Menilai Kondisi Kerja

Pekerja

Mesin

13

Lingkungan

Usia
Jenis kelamin
Ras
Dimensi
tubuh
dan bentuk
Penggunaan
energi
Status kesehatan
Sikap tubuh
Pergerakan
Pengelihatan

Ukuran
Kegunaan
Alat pengendali:
tombol, ganggang,
meteran
Frekuensi
dan
keruwetan
pengendalian

Suhu
Pencahayaan
Kelembaban
Tekanan
Ventilasi
Kebisingan
Ruang kerja
Hubungan dengan
pekerja lain dan
manajemen

Sumber : Buku Saku Kesehatan Kerja Edisi 3

Tujuan ergonomi adalah menyediakan lingkungan yang memuaskan bagi


pekerja untuk dapat melaksanakan tugas yang dituntutnya tanpa
mengalami gangguan fisik dan mental. Seringnya, pekerja diharapkan
mampu menjalankan mesin dengan alat pengendali yang buruk yang
dipasang ketinggian dan jarak yang keliru dan dalam lingkungan yang
kurang nyaman. Ketidakserasian antara manusia dan mesin dapat
menimbulkan gangguan mental atau otot rangka yang berat (Gill &
Harrington, 2005)
Tujuan utama dari ergonomi, sebagai berikut:
Memperbaiki performansi kerja manusia, seperti menambah
ketepatan kerja dan mengurangi energi yang berlebihan serta

mengurangi kelelahan.
Mengurangi waktu pelatihan dan biaya.
Memperbaiki pendayagunaan sumber daya manusia melalui

peningkatan keterampilan yang diperlukan.


Mengurangi waktu yang terbuang sia-sia dan meminimalkan

kerusakaan peralatan yang disebabkan human error.


Memperbaiki kenyamanan manusia dalam bekerja.

14

Dengan demikian, tujuan ergonomi adalah menimbulkan efektivitas


fungsional dan kenyamanan pemakaian dari lingkungan kerja yang
dirancang. Pendekatan khusus yang dilakukan dalam disiplin ilmu
ergonomi adalah aplikasi yang sistematis dari segala informasi yang
relevan dan berkaitan dengan karakteristik perilaku manusia di dalam
perancangan peralatan, fasilitas, dan lingkungan kerja yang dipakai
(Hambudi, 2015).
D. Metode Ovako Working Posture Analysis Sistem (OWAS)
Metode OWAS mengkodekan sikap kerja pada bagian punggung,
tangan, kaki, dan berat beban. Masing-masing bagian memiliki klasifikasi
sendiri-sendiri. Metode ini cepat dalam mengidentifikasi sikap/postur kerja
yang berpotensi menimbulkan kecelakaan. Kecelakaan kerja yang menjadi
perhatian adalah cedera musculoskeletal.
Prosedur OWAS dilakukan dengan melakukan observasi untuk
mengambil data postur, beban/tenaga, dan fase kerja. Langkah selanjutnya
adalah melakukan pengkodean berdasar data tersebut. Evaluasi penilaian
didasarkan pada skor dari tingkat bahaya postur kerja yang ada. Kemudian
dihubungkan dengan kategori tindakan yang harus diambil. Klasifikasi
postur kerja dari metode OWAS adalah pada pergerakan tubuh bagian
punggung (back), lengan (arms), dan kaki (legs). Setiap postur tubuh
tersebut terdiri dari 4 postur bagian belakang, 3 postur lengan, dan 7 postur
kaki. Berat beban yang dikerjakan juga dilakukan penilaian mengandung
skala 3 point (Suhardi, 2008).
a. Bagian Punggung (Back)

15

Gambar 2.2 Postur Tubuh Bagian Punggung (Back)

Tabel 2.2 Skor Bagian Punggung (Back)

Pergerakan

Skor

Lurus/ tegak

Bungkuk ke depan

Miring ke samping

Bungkuk ke depan dan miring ke samping

b. Bagian Lengan (Arms)

Gambar 2.3 Postur Tubuh Bagian Lengan (Arms)

Tabel 2.3 Skor Bagian Lengan (Arms)

16

Pergerakan
Kedua lengan di bawah bahu
Salah satu lengan di bawah bahu
Kedua lengan di atas bahu

Skor
1
2
3

c. Bagian Kaki (legs)

Gambar 2.4 Postur Tubuh Bagian Kaki (legs)


Tabel 2.4 Skor Bagian Kaki (Legs)

Pergerakan
Duduk
Berdiri dengan kedua kaki lurus
Berdiri dengan bertumpu pada satu kaki
lurus
Berdiri atau jongkok dengan kedua
lutut
Berdiri atau jongkok dengan satu lutut
Berlutut pada satu atau dua lutut
Berjalan atau bergerak
d. Beban (load)

Skor
1
2
3
4
5
6
7

Tabel 2.5 Skor Beban (Load)

Pergerakan
W 10 kg
10 kg < W 20 kg
W > 20 kg

Skor
1
2
3

Dibawah ini adalah perihal penjelasan tentang klasifikasi sikap agar


membedakan sikap masing-masing klasifikasi :
17

1. Sikap Punggung

Membungkuk
Penilaian sikap kerja diklasifikasikan membungkuk jika terjadi sudut yang
terbentuk pada punggung minimal sebesar 20 derajat atau lebih. Begitu
pula sebaliknya jika perubahan sudut kurang dari 20 derajat , maka dinilai
tidak membungkuk. Adapun posisi leher dan kaki tidak termasuk dalam
penilaian batang tubuh (punggung).

2. Sikap Lengan

Yang dimaksud sebagai lengan adalah dari lengan atas sampai tangan.
Penilaian terhadap posisi lengan yang perlu diperhatikan adalah posisi
tangan

3. Sikap Kaki

Duduk
Pada sikap ini adalah duduk dikursi dan semacamnya.
Berdiri bertumpu pada kedua kaki lurus
Pada sikap ini adalah kedua kaki dalam posisi lurus/tidak bengkok dimana
beban tubuh menumpu kedua kaki.

Berdiri bertumpu pada satu kaki lurus


Pada sikap ini adalah beban tubuh bertumpu pada satu kaki yang lurus
(menggunakan satu pusat gravitasi lurus), dan satu kaki yang lain dalam
keadaan menggantung (tidak menyentuh lantai). Dalam hal ini kaki yang
menggantung untuk menyeimbangkan tubuh dan bila jari kaki yang
menyentuh lantai termasuk sikap ini.

Berdiri bertumpu pada kedua kaki dengan lutut ditekuk

18

Pada sikap ini adalah keadaan postur setengah duduk yang telah umum
diketahui yaitu keadaan lutut ditekuk dan beban tubuh bertumpu pada
kedua kaki.

Berdiri bertumpu pada satu kaki dengan lutut ditekuk


Pada sikap ini dalam keadaan ini berat tubuh bertumpu pada satu kaki
dengan lutut ditekuk (menggunakan pusat gravitasi pada satu kaki dengan
lutut ditekuk).

Berlutut pada satu atau kedua lutut


Pada sikap ini dalam keadaan satu atau kedua lutut menempel pada lantai.

Berjalan
Pada sikap ini adalah gerakan kaki yang dilakukan termasuk gerakan ke
depan, belakang, menyamping, dan naik turun tangga.

4. Berat beban

Dalam hal ini yang membedakan adalah berat beban yang diterima dalam
satuan kilogram (kg). Berat beban yang diangkat lebih kecil atau sama
dengan 10 kg (W 10 kg ), lebih besar dari 10 kg dan lebih kecil atau
sama dengan 20 kg (10 kg < W 20 kg ), lebih besar dari 20 kg (W < 20
kg ).
Tabel 2.6 merupakan tabel kategori tindakan kerja OWAS secara

keseluruhan, berdasarkan kombinasi klasifikasi sikap dari punggung, lengan,


kaki, dan beban berat.
Tabel 2.6 Kategori Tindakan OWAS

19

Sumber: Suhardi, 2008

Hasil dari analisa sikap kerja OWAS terdiri dari empat level skala
sikap kerja yang berbahaya bagi para pekerja.

Tabel 2.7 Empat Level Skala Sikap Kerja

Level
Pekerjaan normal
(ringan) ( Kategori 1)

Tindakan Perbaikan
Pada sikap ini tidak masalah pasa sistem
musculoskeletal sehingga tidak memerlukan
perbaikan.

Pekerjaan agak berat


(Kategori 2)

Pada sikap ini berbahaya pada sistem


musculoskeletal (sikap kerja mengakibatkan
pengaruh ketegangan yang signifikan) sehingga
memerlukan perbaikan di masa yang akan datang

20

Pekerjaan berat
(Kategori 3)

Pada sikap ini berbahaya pada sistem


musculoskeletal (sikap kerja mengakibatkan
pengaruh ketegangan yang sangat signifikan)
sehingga memerlukan perbaikan segera mungkin

Pekerjaan sangat berat


(Kategori 4)

Pada sikap ini berbahaya pada sistem


musculoskeletal (sikap kerja mengakibatkan resiko
yang jelas) sehingga memerlukan perbaikan secara
langsung saat itu

Sumber: Suhardi, 2008

E. Kuesioner Nordic Body Map


Salah satu kuisioner yang sering digunakan di industri adalah
kuesioner Nordic (Kuroronka dkk, 1987), seperti gambar 2.6. Kuesioner
ini secara lengkap menggambarkan bagian-bagian tubuh yang mungkin
dikeluhkan oleh pekerja mulai dari leher hingga kaki. Kuesioner ini juga
mampu menggambarkan persepsi pekerja apakah keluhan yang dirasakan
berhubungan dengan pekerjaan atau tidak (Iridiastadi & Yassierli, 2014).
Pada pengisiannya, dilengkapi dengan nama, umur, jenis kelamin, status,
berat badan, berat beban, lama bekerja, waktu bekerja, stasiun kerja.

I.

II.

IDENTITAS PEKERJA
Nama
:
Umur
:
Jenis Kelamin
:
Status
:
Berat Badan
:
Berat Beban
:
Lama Kerja
:
Waktu Kerja
:
Stasiun Kerja
:
KUSIONER NORDIC BODY MAP

21

(Jawablah pertanyaan berikut ini dengan memberi tanda (V) kolom


disamping pertanyaan yang sesuai dengan kondisi/ perasaan saudara)

Keterangan : A : Tidak sakit, B : Agak Sakit, C : Sakit, D : Sakit sekali


Gambar 2.6 Kuesioner Nordic Body Map

F. Musculoskeletal Disoders (MSDs)


Gangguan musculoskeletal disoders (MSDs) adalah cedera pada
otot, saraf, tendon, ligamen, sendi, tulang rawan, atau cakram tulang
belakang. MSDs biasanya hasil dari setiap peristiwa sesaat atau akut
(seperti

slip,

perjalanan,

atau

22

jatuh),

selain

itu

mencerminkan

perkembangan yang lebih bertahap atau kronis. Sinyal adanya indikasi


MSDs adalah sakit, kegelisahan, kesemutan, kematian rasa, rasa terbakar,
pembengkakan, kekakuan, kram, kekuatan genggaman di tangan bergerak,
rentang gerakan pendek, perubahaan keseimbangan tubuh, sesak atau
hilangnya fleksibilitas. Risiko kerja apabila tidak dikendalikan baik oleh
diri sendiri, maupun oleh manajemen tempat kerja dapat menyebabkan
berbagai gangguan terhadap tubuh pekerja baik saat terjadi maupun
dirasakan pada waktu jangka pandang (Kuswana, 2014).

23

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu
Tempat
: PT Rumpun Sari Kemuning
Alamat
: Desa Keminung, Ngargoyoso, Karanganyar, Jawa
Tengah
Waktu
: 2 Agustus 31 Agustus 2015
B. Tahap Penelitian
Tahap penelitian tercantum pada Gambar 3.1 dengan uraian
masing-masing tahap sebagai berikut:
1. Identifikasi masalah
Masalah yang ada pada PT. RSK yaitu masalah ketidaknyamanan kerja
dan postur kerja saat melakukan proses produksi pengeringan dan
sortasi.
2. Studi lapangan dan studi pustaka
a. Studi lapangan yang dilakukan yaitu mengambil gambar untuk
penilaian postur kerja dan penyebaran kuesioner Nordic Body Map
untuk melakukan penilaian ketidaknyamanan kerja. Kuisoner
Nordic Body Map diberikan kepada pekerja sebelum memulai
pekerjaan (pukul 08.30 WIB) dan setelah melakukan pekerjaan
(pukul 17.00).

Mulai

Identifikasi Masalah
Studi Lapangan Dan Studi Pustaka
Perumusan Masalah dan Penetapan
Tujuan Penelitian

24

Pengumpulan Data
1. Data historis dan gambar umum
mengenai industri
2. Data elemen kerja pada proses
pengeringan dan sortasi
3. Gambar postur kerja dari proses
pengeringan dan sortasi
4. Data dari hasil pengisian kuesioner
Nordic Body Map

Pengolahan Data dengan Nordic Body


Map dan Metode OWAS
Pembahasan
Penarikan Kesimpulan dan saran

Selesai
Gambar 3.1 Tahap Penelitian

b. Studi pustaka yang dicari mengenai teh hijau, ergonomi, metode


OWAS (Ovako Working Posture Analysis Sistem), kuesioner
Nordic Body Map, Musculoskeletas Disorder (MSDs).
3. Perumusan masalah dan penetapan tujuan penelitian
a. Perumusan masalah dibuat untuk mengetahui ketidaknyamanan
dan level resiko kerja pada proses sortasi dan pengeringan dengan
menggunakan kuesioner Nordic Body Map dan metode OWAS
b. Tujuan yang ingin dicapai dalam penilitian yang dilakukan yaitu
mengetahui ketidaknyamanan dan level resiko kerja pada pekerja
proses pengeringan dan sortasi.
4. Pengumpulan data
a. Data historis dan gambaran umum mengenai perusahaan

25

Data historis perusahaan dan gambaran umum perusahaan


digunakan untuk dasar pengolahan data seperti mengetahui proses
produksi dan digunakan untuk mengunpulkan data yang digunakan
dalam penyusunan laporan kerja praktek. Data historis dari pekerja
akan digunakan dalam menganalisa masalah ketidaknyamanan
kerja.
b. Data elemen kerja pada proses pengeringan dan sortasi
Data elemen kerja pada proses pengeringan dan sortasi diperlukan
dalam pengolahan data pada identifikasi menggunakan metode
OWAS. Data mengenai postur kerja yang diperlukan adalah
intensitas kerja, berat beban, waktu, data pribadi pekerja hasil
wawancara dengan pekerja, proses produksi, gambaran pekerja
saat melakukan pekerjaan pada masing-masing elemen kerja yang
digunakan untuk melengkapi data yang diperoleh. Data-data
tersebut digunakan untuk mengidentifikasi masalah MSDs dengan
menggunakan metode OWAS. Hasil dari metode OWAS tersebut
berguna untuk melakukan saran perbaikan.
c. Gambar postur tubuh dari proses pengeringan dan sortasi
Data postur tubuh yang diperlukan adalah dalam bentuk gambar,
video ataupun wawancara. Data postur tubuh yang diidentifikasi
adalah bagian punggung, pergerakan tubuh bagian lengan, bagian
kaki, dan beban yang diangkat.
d. Data hasil pengisian Kusioner Nordic Body Map
Data hasil pengisian Kusioner Nordic Body Map diperluhkan untuk
mengetahui hasil ketidaknyamanan kerja pada pekerja. Hasil
tersebut didapat dari penyebaran kusioner Nordic Body Map pada

26

proses pengeringan dan sortasi yang masing-masing proses yaitu 2


pekerja. Kusioner Nordic Body Map akan diberikan kepada pekerja
sebelum dan setelah melakukan pekerjaan, kuesioner Nordic Body
Map seperti yang tercantum pada BAB II halaman 23.
5. Pengolahan data dengan pendekatan Nordic Body Map dan metode
OWAS
a. Pengolahan data Nordic Body Map
Pengolahan data Nordic Body Map dilakukan dengan cara
membandingkan keluhan ketidaknyamanan pekerja saat sebelum
dan setelah melakukan pekerjaan, berdasarkan kuesioner yang
telah diisi oleh pekerja.
b. Pengolahan data metode OWAS
Data dari proses pengeringan dan sortasi diolah menggunakan
tahapan yang tercantum pada Bab II halaman 16-22.
6. Pembahasan
Pembahasan digunakan untuk menganalisis hasil dari pengolahan data
pendekatan Nordic Body Map dan metode OWAS.
7. Penarikan kesimpulan dan saran
Penarikan kesimpulan dan saran digunakan sebagai penutup dan
ringkasan dari analisisi yang telah dilakukan

27

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Industri
PT. Rumpun Sari Kemuning adalah sebuah industri yang bergerak
dalam bidang pertanian, yaitu teh. Perusahaan tersebut beralamat di Desa
Kemuning, Ngargoyoso, Karanganyar, Jawa Tengah. Kapasitas produksi
setiap harinya tergantung jumlah teh yang dipetik setiap harinya oleh petani
petik, sehingga total produksi setiap harinya berbeda. Produksi pada PT.
Rumpun Sari Kemuning dilakukan setiap hari, yang terbagi menjadi 3 shift.
Setiap shiftnya yaitu 8 jam kerja, namun 1 jam untuk istirahat, sehingga yang
produktif hanya 7 jam kerja. Proses produksi yang ada di PT. Rumpun Sari
Kemuning yaitu pelayuan, penggulungan, pengeringan I, pengeringan II,
pengeringan III, sortasi, pengemasan, penyimpanan. Produk yang ada di
PT.RSK yaitu Grade I dan Grade II.
B. Deskripsi Proses Pengeringan dan Proses Sortasi
Proses pengeringan I adalah sebuah proses setelah daun teh mengalami
proses penggulungan. Pengeringan awal bertujuan untuk mengurangi kadar
air yang telah digulung menjadi 25 30 % untuk mempertahankan gulungan
agar warna gulungan daun tidak pudar. Pengurangan kadar air sedikit demi
sedikit agar terjadi inaktifasi enzim polifenol oksidase sehingga proses
fermentasi tidak terjadi. Aktivitas enzim polifenol oksidase akan terhenti pada

suhu 90 . Proses pengeringan awal pada PT. Rumpun Sari Kemuning


menggunakan mesin ECP (Endeless Chain Pressure) dengan kapasitas mesin

28

250 400 kg dengan menggunakan suhu 100

- 150 . Hasil pengeringan

awal yaitu pucuk yang jika digenggam oleh tangan tidak keluar air dan tidak
hancur serta tetap berwarna hijau kecoklatan. Prinsip kerja mesin ECP
(Endeless Chain Pressure) yaitu mengeringkan daun teh yang telah tergulung
dengan udara panas sehingga terjadi penguapan. Pada proses pengeringan I
elemen kerja yang ada yaitu mengambil daun teh yang tergulung,
memasukkan daun teh yang tergulung dalam mesin, menarik hasil
pengeringan, memasukkan kedalam gerobak, distribusi ke pengeringan II.
Proses pengeringan II memiliki tujuan yaitu untuk mengurangi
kadar air yang mencapai 15 % 20 % dan membentuk daun yang
menggulung seperti sepiral. Pengeringan II di PT. Rumpun Sari Kemuning
menggunakan mesin rotary dryer dengan kapasitas mesin 70 80 kg. Suhu
yang digunakan 100 yang memerluhkan waktu 20 30 menit. Proses
pengeringan II ini eleman kerja yang digunakan yaitu mengambil teh yang
mengalami pengeringan I, memasukkan daun teh yang kering dalam mesin,
transportasi ke pengeringan III.
Pengeringan III merupakan kelanjutan dari pengeringan awal dan
semi sehingga pengeringan akhir ini sangat menentuhkan mutu teh yang
dihasilkan. Tujuan dari pengeringan akhir yaitu untuk mengurangi kadar air
4% - 5%

dan membentuk gulungan yang sempurna. Gulungan yang

sempurna adalah gulungan yang bulat, melintir, dan mengkilap. Proses ini
menggunakan mesin Ball Tea yang merupakan selinder dengan kecepatan
putar 17 19 rpm. Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pengeringan
akhir yaitu 8 12 jam dengan suhu 100. Prose pengeringan III ini elemen

29

kerja yang digunakan yaitu mengambil daun teh yang telah kering,
memasukkan daun teh kering kedalam mesin, memasukkan hasil pengeringan
kedalam karung, transportasi ke sortasi.
Proses Sortasi adalah proses yang terjadi sebelum pengemasan dan proses
setelah pengeringan III. Proses sortasi bertujuan untuk memisahkan produk
teh berdasarkan mutu masing-masing, menyeragamkan bentuk dan ukuran
C.

serta memisahkan teh kering dari benda-benda asing yang tidak diinginkan.
Hasil Metode OWAS
1. Penilaian OWAS
a. Pembagian Kerja Proses Pengeringan I dan Sortasi
Tabel 4.1 Pembagian Kerja Proses Pengeringan I dan Sortasi

No
1.

Nama Pekerja
Sungkowo

Stasiun Kerja
Pengeringan I

2.

Sapto

Pengeringan I

3.

Sungkowo dan
Sabto

Pengeringan I

4.

Suparman dan
Triyono

Sortasi

5.

Triyono

Sortasi

Elemen Kerja
Mengambil daun teh
tergulung
Memasukkan daun teh
tergulung kedalam
mesin
Menarik hasil
pengeringan
Transportasi ke
pengeringan II
Memasukkan hasil
pengeringan kedalam
gerobak
Mengangkut hasil
pengeringan III
Memasukkan daun teh
kering kedalam mesin
Transportasi ke ruang
penyimpanan

b. Penilaian OWAS Pengeringan I


Elemen kerja mengambil daun teh tergulung

30

Gambar 4.1 Postur Tubuh Pengeringan I Elemen Kerja Mengambil Daun Teh
Tergulung
Tabel 4.2 Hasil Perhitungan OWAS Pengeringan I Elemen Kerja Mengambil Daun
Teh Tergulung

No

Pergerakan

Skor

1.
2.
3.
4.

Back
Arms
Legs
Load

2
1
2
1

Nilai OWAS

Level sikap
kerja
Kategori 2
(pekerjaan
agak berat)

Elemen kerja memasukkan duan teh tergulung kedalam


mesin

31

Gambar 4.2 Postur Tubuh Pengeringan I Elemen Kerja Memasukkan Daun


Teh Tergulung Kedalam Mesin

Tabel 4.3 Hasil Perhitungan OWAS Pengeringan I Elemen Kerja Memasukkan Dau n
Tergulun Kedalam Mesin

No

Pergerakan

Skor

Nilai OWAS

1.
2.
3.
4.

Back
Arms
Legs
Load

1
1
2
1

Level sikap
kerja
Kategori 1
(pekerjaan
normal
(normal))

Elemen kerja menarik hasil pengerringan

Gambar 4.3 Postur Tubuh Pengeringan I Elemen Kerja Menarik Hasil


Pengeringan

Tabel 4.4 Hasil Perhitungan OWAS Pengeringan I Elemen Kerja Menarik Hasil
Pengeringan

No Pergerakan
1.
2.
3.
4.

Back
Arms
Legs
Load

Skor
2
1
7
2

32

Nilai
OWAS
3

Level sikap
kerja
Kategori 3
(pekerjaan
barat)

Elemen kerja memasukkan hasil pengeringan kedalam


gerobak pekerja I (Bapak Sungkowo)

Gambar 4.4 Postur Tubuh Pengeringan I Elemen Memasukkan Hasil


Pengeringan Kedalam Gerobak Pekerja 1

33

Elemen kerja memasukkan hasil pengeringan kedalam


gerobak pekerja 2 (Bapak Sapto)

Gambar 4.5 Postur Tubuh Pengeringan I Elemen Kerja Memasukkan Hasil


Pengeringan Kedalam Gerobak Pekerja 2
Tabel 4.5 Hasil Perhitungan OWAS Pengeringan I Elemen Kerja Memasukkan
Hasil Pengeringan Kedalam Gerobak

No

Pekerja

1.

Pekerja 1
(Sungkowo)

Pergerakan Skor
Back
Arms

3
2

34

Nilai
Level
Owas
1
Kategori 1
(pekerjaan

2.

Pekerja 2
(Sapto)

Legs
Load
Back
Arms
Legs
Load

3
2
1
1
2
2

normal
(ringan))
Kategori 1
(pekerjaan
normal
(ringan))

Elemen kerja transportasi ke pengeringan II

Gambar 4.6 Postur Tubuh Pengeringan I Elemen Kerja Transportasi Ke


Pengeringan II

Tabel 4.6 Hasil Perhitungan OWAS Pengeringan I Elemen Kerja Tranportasi Ke


Pengeringan II

No

Pergerakan

Skor

Nilai OWAS

1.
2.
3.
4.

Back
Arms
Legs
Load

1
1
7
3

Level sikap
kerja
Kategori 1
(pekerjaan
normal
(ringan))

c. Penilaian OWAS Stasiun Kerja Sortasi


Elemen kerja mengangkut hasil pengeringan III

35

Gambar 4.7 Postur Tubuh Sortasi Elemen Kerja Mengangkut Hasil Pengeringan III

Tabel 4.7 Hasil Perhitungan OWAS Sortasi Elemen Kerja Mengangkut Hasil
Pengeringan III

No

Pekerja

Pergerakan

Skor

1.

Pekerja
1

Back
Arms
Legs
Load
Back
Arms
Legs
Load

3
1
7
3
3
1
7
3

2.

Pekerja
2

Nilai
Owas

Level

Kategori 1
(pekerjaan
normal
(ringan))

Kategori 1
(pekerjaan
normal
(ringan))

Elemen kerja memasukkan daun teh kering kedalam mesin

36

Gambar 4.8 Postur Tubuh Sortasi Elemen Kerja Memasukkan Daun Teh Kering
Kedalam Mesin

Tabel 4.8 Hasil Perhitungan OWAS Sortasi Elemen Kerja Memasukkan Daun Teh
Kering Kedalam Mesin

No

Pekerja

Pergerakan

Skor

1.

Pekerja 1

Back
Arms
Legs
Load
Back
Arms
Legs
Load

3
2
3
3
3
2
3
3

2.

Pekerja 2

Nilai
Owas
2

Level
Kategori 2
(pekerjaan
agak
berat)
Kategori 2
(pekerjaan
agak
berat)

Elemen kerja transportasi ke runag penyimpanan

37

Gambar 4.9 Postur Tubuh Sortasi Elemen Kerja Transportasi Ke Ruang


Penyimpanan
Tabel 4.9 Hasil Perhitungan OWAS Sortasi Elemen Kerja Transportai Ke Ruang
Penyimpanan

No

Pekerja

Pergerakan

Skor

1.

Pekerja 2

Back
Arms
Legs
Load

3
1
7
3

Nilai
Owas
1

Level
Kategori 1
(pekerjaan
normal
(ringan))

D. Analisis Metode OWAS


Pada stasiun kerja pengeringan I terdapat 5 elemen kerja yaitu
mengambil daun teh yang tergulung, memasukkan daun teh yang tergulung
kedalam mesin, menarik hasil pengeringan, memasukkan hasil pengeringan
kedalam gerobak, distribusi ke pengeringan II. Setiap elemen dilakukan oleh 1
orang pekerja, namun untuk untuk elemen memasukkan hasil pengeringan
dalam gerobak dilakukan oleh 2 orang pekerja. Elemen memasukaan dalam
gerobak dilakukan oleh dua orang pekerja, karena wadah yang digunakan
untuk hasil pengeringan teh terlalu lebar, sehingga memerlukan bantuan
pekerja lain. Gambar 4.1 menununjukkan elemen kerja mengambil daun yang
tergulung memiliki nilai OWAS kategori 2, yang berarti elemen kerja tersebut

38

memerluhkan perbaikan dimasa yang akan datang. Hal tersebut disebabkan,


karena pekerja melakukan pekerjaannya dengan terlalu membungkuk ke
depan (skor 2), membungkuknya pekerja dikarena pengambilan bahan
bakunya terlalu kebawah, kedua lengannya dibawah bahu (skor 1), kedua kaki
lurus (skor 2), dan beban yang diambil setiap kali pengambilan yaitu <10 kg
(skor 1).
Nilai OWAS kategori 1 yang termasukan dalam jenis kategori
pekerjaaan normal atau ringan adalah elemen kerja memasukkan daun teh
tergulung kedalam mesin, memasukkan hasil pengeringan kedalam gerobak,
dan transportasi ke pengeringan II, sehingga tidak memerlukan perbaikan.
Memasukkan duan teh tergulung kedalam masin (Gambar 4.2) masuk kategori
1, karena keadaannya punggungnya lurus (skor 1), kedua lengannya dibawah
bahu (skor 1), kedua kaki lurus (skor 2), dan beban yang dibawa saat
melakukan pekerjaan <10 kg. Memasukkan hasil pengeringan kedalam
gerobak yang dilakukan bapak Sungkowo dan Sapto masuk kedalam kategori
1, namun skor tiap bagian ada yang berbeda. Postur bapak Sungkowo
(Gambar 4.4) yaitu punngungnya miring ke samping (skor 3), lengan satu
diatas bahu dan satu dibawah bahu (skor 2), bertumpuaan pada satu kaki lurus
(skor 3), beban yang diangkat 15 kg (skor 2). Sedangkan postur bapak Sapto
(Gambar 4.5) yaitu punggungnya lurus (skor 1), kedua lengan di bawah bahu
(skor 1), kedua kakinya lurus (skor 2), dan beban yang diangkat 15 kg (skor
2). Transportasi ke pengeringan II (Gambar 4.6) masuk kategori 1, karena
punggungnya lurus (skor 1), kedua lengan di bawah bahu (skor 1), kakinya
berjalan (skor 7), dan beban yang di bawa >20 kg (skor 3). Menarik hasil

39

pengeringan (Gambar 4.3) masuk pada nilai OWAS kategori 3, yang berarti
memerlukan perbaikan segera mungkin agar tidak terjadi cedera. Elemen
menarik hasil pengeringan mempunyai nilai OWAS kategori 3 adalah pekerja
harus membungkukkan badannya dan menarik hasil pengeringan dengan
tenaganya (skor 2), kedua lengannya di bawah bahu (skor 1), kakinya berjalan
mundur ke belakang (skor 7), beban yang ditarik 15 kg (skor 2).
Pada proses sortasi terdiri dari 3 elemen kerja yaitu mengangkut hasil
pengeringan III, memasukkan daun teh kering kedalam mesin, dan
transportasi ke ruang penyimpnan. Elemen kerja mengangkut teh dan
memasukkan teh dalam mesin dilakukan oleh 2 orang pekerja, sedangkan
untuk elemen kerja transportasi hasil sortasi dilakukan oleh 1 orang pekerja.
Berat teh hasil pengeringan III adalah 50 kg dan berat setelah dilakukan
sortasi yaitu 30 kg. Elemen kerja mengangkut hasil pengeringan III (Gambar
4.7) kedua postur tubuh pekerja memiliki kategori 1 dan tidak memerlukan
perbaikan, karena kedua postur pekerja sama saat melakukan elemen tersebut.
Postur kerja kedua pekerja yaitu posisi badan dan punggung miring ke
samping (skor 3), kedua lengan di bawah bahu (skor 1), kakinya berjalan (skor
7), beban yang di angkut 50 kg (skor 3). Elemen kerja memasukkan teh kering
kedalam mesin (Gambar 4.8) memiliki level sikap kerja kategori 2 dan harus
dilakukan perbaikkan di masa akan datang, kedua pekerja memiliki postur
kerja yang sama. Postur kerjanya yaitu badan dan punggung miring ke
samping (skor 3), salah satu lengan di bawah bahu (skor 2), kaki berdiri
dengan tumpuan satu kaki (skor 3), dan beban yang diangkat 50 kg (skor 3).
Elemen kerja transportasi ke ruang penyimpanan (Gambar 4.9) memiliki level

40

sikap kerja kategori 1 dan tidak memerlukan perbaikan, postur kerjanya yaitu
badannya miring ke samping (skor 3), kedua lengan di bawah bahu (skor 3),
kaki berjalan (skor 7), dan beban yang dibawa 30 kg (skor 3).
E. Analisis Kuesioner Nordic Body Map
Kuesioner Nordic Body Map adalah sebuah kuisioner yang berisi
kerangkan tubuh manusia yang dibagi menjadi 27 bagian. 27 bagian tersebut
dimulai dari leher hingga telapak kaki. Kuesioner Nordic Body Map
digunakan untuk mengetahui ketidaknyamaan kerja saat pekerja melakukan
pekerjaannya. Penilaian tersebut dilakukan secara subjektif, karena penilaian
tergantung dengan apa yang dirasakan (tidak sakit, agak sakit, sakit, dan
sangat sakit) pekerja. Hasil dari kuesioner tersebut akan dianalisis untuk
mengetahui kondisi pekerja saat sebelum dan setelah melakukan pekerjaan.
Hasil analisi dapat berguna untuk mengetahui kemungkinan musculoskeletal
disorders (MSDs) yang dapat diderita oleh pekerja. Sehingga industri
mengetahui kemungkinan cedera yang di derita oleh pekerja. Hasil dari
kuesioner Nordic Body Map juga dapat digunakan untuk evaluasi perbaikan
lingkungan kerja.
1. Stasiun Kerja Pengeringan I
a. Pekerja 1
Tabel 4. 10 Identitas Pekerja 1 Stasiun Kerja Pengeringan I

Nama
: Sungkowo
Umur
: 49 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status
: PHT (Pekerja
Harian Tetap)

41

Berat Badan : 56 kg
Berat Beban : 15 kg
Lama Bekerja : 10 tahun
Waktu Bekerja : 7 jam

a. Sebelum

b. Setelah

Gambar 4.10 Hasil Nordic Body Map Sebelum (a) dan Setelah (b) Bekerja
Stasiun Kerja Pengeringan I (Pekerja 1)

Berdasarkan gambar 4.10 sebelum melakukan pekerja bapak


Sungkowo tidak mengalami rasa sakit pada bagian tubuhnya, karena beliau belum
melakukan aktivitas dan tubuhnya dalam keadaan sehat.

Namun setelah

melakukan pekerjaannya beliau mengalami rasa agak sakit pada bagian sakit di
punggung , pinggang, lengan bawah kiri dan kanan, tangan kiri dan kanan, kaki
kiri dan kanan. Rasa agak sakit di punggung dan pinggung akibat dari beliau
melakukan pekerjaan membungkuk saat melakukan elemen kerja mengambil daun
teh tergulung dan harus berdiri kembali saat akan memasukkan daun teh tergulung
kedalam mesin, sehingga terjadi ketegangan pada punggung dan pinggang. Rasa
agak sakit pada lengan dan tangan diakibatkan oleh beliau harus mengambil daun
42

teh tergulung secara berulang-ulang dan memasukkan hasil pengeringan kedalam


gerobak yang menyebabkan otot pada tangan dan lengan bekerja berat. Rasa agak
sakit pada kaki diakibatkan saat mengambil daun teh tergulung beliu bertumpuan
pada kaki, kemudian harus berjalan untuk memasukkan hasil pengeringan, dan
kembali ketempat mengambil daun teh tergulung, sehingga kaki dipaksa untuk
melakukan gerakan yang berulang-ulang.
b. Pekerja 2
Tabel 4.11 Identitas Pekerja 2 Stasiun Kerja Pengeringan I

Nama
: Sapto
Umur
: 38 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status
: PHT
(Pekerja Harian Tetap)

43

Berat Badan : 54 kg
Berat Beban : 10 kg
Lama Bekerja : 10 tahun
Waktu Bekerja : 7 jam

a. Sebelum

b. Setelah

Gambar 4.11 Hasil Nordic Body Map Sebelum (a) dan Setelah (b) Bekerja Stasiun Kerja
Pengeringan I (Pekerja 2)

Berdasarkan 4.11, sebelum melakukan pekerjaan bapak Sapto tidak


merasakan sakit dibagian tubuhnya, karena belum melakukan aktivitas dan
dalam posisi sehat. Namun, setelah melakukan pekerjaannya beliau
mengalami rasa agak sakit pada bagian bahu kiri dan kanan, pinggang,
lengan bawah dan kiri, kaki kiri dan kanan. Selain itu beliau juga
mengalami rasa sakit pada bagian punggung. Rasa sakit pada pinggang
diakibatkan oleh beliau harus memaksa tubuhnya untuk membungkuk
44

secara berulang-ulang untuk melakukan elemen kerja menarik hasil


pengeringan dan harus berdiri lagi untuk memasukkan hasil pengeringan
kedalam gerobak. Sehingga terjadi ketegangan pada daerah punggung dan
pinggang. Menarik hasil pengeringan sendiri dengan beban yang cukup
berat memicu otot lengan harus bekerja keras akibat dari pengerahan
tenaga, yang dapat berakibat penekanan saraf cabang radial yang ada pada
lengan. Rasa sakit pada bahu diakibatkan oleh pekerja menarik hasil
pengeringan dan memasukkan hasil pengeringan kedalam gerobak
sehingga tendon yang berada pada bahu kelelahan dan rasa agak sakit
tersebut berupa pegal-pegal. Rasa agak sakit pada kaki karena beliau harus
melakukan gerak berulang-ulang dan berjalan yang dapat menyebabkan
rasa pegal dibagian kaki.
2. Stasiun Kerja Sortasi
a. Pekerja 1
Tabel 4.12 Identitas Pekerja I Stasiun Kerja Sortasi

Nama

: Suparman

Berat Badan

: 67 kg

Umur

: 38 tahun

Berat Beban

: 55 kg

Jenis Kelamin : Laki-laki

Lama Bekerja : 10 tahun

Status
: PHT Waktu Bekerja : 7 jam
(Pekerja Harian Tetap)

45

a. Sebelum

b. Setelah

Gambar 4.12 Hasil Nordic Body Map Sebelum (a) dan Setelah (b) Bekerja Stasiun Kerja
Sortasi (Pekerja 1)

Berdasarkan gambar 4.12, sebelum melakukan pekerjaan bapak Suparman


mengalami rasa agak sakit pada bagian pergelangan tangan kiri dan kanan, bagian
yang lain tidak mengalami rasa sakit. Saat selesai melakukan pekerjaan beliau
juga masih merasakan rasa agak sakit dibagian yang sama. Rasa agak sakit bapak
Suparman sebelum bekerja dapat diakibatkan oleh kondisi badan yang kurang
sehat dan sisa rasa sakit setelah melakukan pekerjaan hari kemarinnya, sehingga
secara tidak langsung dapat dikata bahwa rasa agak sakit disebabkan oleh
kurangnya istirahat. Setelah bekerja rasa agak sakit tersebut masih ada dan
dibagian yang sama, hal tersebut disebabkan elemen kerja yang dilakukan oleh
46

bapak Suparman selalu dilakukan berdua dan otot pada pergelangan tangan tidak
terlalu bekerja keras.
b. Pekerja 2
Tabel 4.13 Identitas Pekerja 2 Stasiun Kerja Sortasi

Nama
: Triyono
Umur
: 36 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status
: PHT
(Pekerja Harian Tetap)

a. Sebelum

Berat Badan : 73 kg
Berat Beban : 50 kg
Lama Bekerja : 10 tahun
Waktu Bekerja : 7 jam

b. Setelah

Gambar 4.13 Hasil Nordic Body Map Sebelum (a) dan Setelah (b) Bekerja
Stasiun Kerja Sortasi (Pekerja 2)

Berdasarkan gambar 4.13, sebelum melakukan pekerjaan bapak


Triyono mengalami rasa agak sakit dibagian lengan bawah kiri dan kanan.
Rasa agak sakit sebelum bekerja diakibatkan oleh kurangnya istirahat,
sehingga rasa sakit dibagian lengan masih terasa. Saat setelah selesai
melakukan pekerjaan beliau mengalami rasa agak sakit pada bagian tangan

47

kiri, lutut kiri, pergelangan kaki kiri dan kanan. Rasa agak sakit dipergelakan
tangan dipicu oleh penekanan saraf yang diakibatkan oleh melakukan
pekerjaan yang berulang dan mengangkat beban yang berlebihan pada saat
melakukan elemen kerja mengangkut hasil pengeringan III, memasukkan daun
teh kering kedalam mesin, dan transportasi ke ruang penyimpanan. Rasa sakit
pada lutut diakibatkan saat memasukkan daun teh kering kedalam mesin
terjadi titik tekan yang berlebihan pada lutut.

Rasa agak sakit pada

pergelangan kaki diakibatkan oleh otot pada pergelangan kaki melemah akibat
melakukan pekerjaan yang berulang-ulang.
F. Analisis Musculoskeletas Disorders (MSDs)
Berdasarkan keluhan yang dialami pekerja yaitu bagian bahu, lengan
atas dan bawah, punggung, pinggang, lutut, pergelangan tangan, pergelangan
kaki, dan kaki. Gangguan MSDs yang dapat dialami oleh pekerja pada bagian
lengan yaitu ketegangan otot, sindrom radial tunnel. Ketegangan otot yaitu
suatu kondisi dimana otot mengalami pembentangan ke titik robek. Hal
tersebut dapat terjadi jika pekerja melakukan pengangkatan beban yang berat
dengan cara yang tidak benar, aktivitas kerja yang berulang-ulang, dan kerja
otot yang berat. Sindrom radial tunnel adalah ganggu yang disebabkan oleh
tekanan pada cabang saraf radial pada lengan bawah. Selain itu penyakit yang
dapat dialami didaerah bahu dan pergelangan tangan adalah tendinitis.
Tendinitis adalah peradangan pada tedon yang menghubungkan dengan tulang.
Penyakit ini biasanya menyerang pada bagian siku dan menjalar pada bagian

48

lengan bawah. Timbulnya tendinitis dipicu oleh faktor usia. Gejala tendinitis
diawali dengan rasa nyeri dan rasa sakit saat diraba atau digerakkan.
Penyakit yang dapat dialami pergelangan tangan adalah carpal tunnel
syndrome (CTS), Rheumatoid arthritis, dan kista ganglion. Carpal tunnel
syndrome (CTS) merupakan penekanan saraf melalui pergelangan tangan.
Penyakit tersebut terjadi akibat jaringan serat menumpuk dan mengalami
pembengkakan yang diakibatkan pada bagian telapak tangan pada pergelangan
tangan. Rheumatoid arthritis suatu penyakit pada sendi yang mengakibtkan
sistem kekebalan tubuh meyerang jaringan sendiri. Kista ganglion adalah kista
jaringan lunak yang terdapat pada pergelangan tangan dekat dengan telapak
tangan. Penyakit yang menyarang punggung pada pekerja industri yaitu nyeri
punggung. Nyeri punggung adalah sakit akibat ganggung saraf. Penyebab
nyeri punggung diawali dengan bergersernya bantalan tulang belakang yang
berakibat menekan saraf belakang. Nyeri punggung juga dapat diakibatkan
oleh spondilosis, yaitu terkikisnya tulang rawan yang melindungi ruas tulang
belakang.
Penyakit yang berkaitan dengan lutut yaitu bursitis. Bursitis
merupakan penyakit akibat peradangan pada bursa (cairan sendi) yang berada
dilutut. Penyakit bursitis diakibatkan tekanan yang berlebihan dan berulangulang pada lutut, dari tekanan tersebut lutut mengalami pembengkakan dan
sakit. Sedangkan, penyakit yang dapat diderita di daerah pergelangan kaki dan
kaki yaitu keseleo dan tendon archilles. Keseleo dapat terjadi jika ligamen
dipergelangan kaki membentang. Hal tersebut dapat terjadi jika pekerja selalu
49

menggunakan kaki sebagai tumpuan dan saat melakukan pekerjaaan tidak


disengaja pekerja memutar kakinya. Tendon archilles adalah sebuah penyakit
yang terjadi pada daerah tendon terbesar di tubuh yang menghubungkan otot
tulang betis pada tumit. Penyakit tersebut dapat terjadi jika tendon sudah
terasa sakit dan kaku, hal tersebut disebabkan oleh terlalu sering menggunakan
kaki sebagai tumpuan.
G. Saran Perbaikan
Pada stasiun pengeringan I yang memerluhkan perbaikan adalah elemen
kerja menarik hasil pengeringan, perbaikan tersebut harus dilakukan segera
dikarena masuk dalam kategori 3. Perbaikan juga perlu dilakukan pada elemen
kerja mengambil daun teh tergulung, karena masuk dalam kategori 2 dan
perbaikan dimasa yang akan datang. Saran perbaikan untuk menarik hasil
pengeringan dan mengambil daun teh tergulung adalah menggunakan hand
truck, yang ketinggiannya bisa diatur dan diatasnya hand truck diberi box untuk
menaruh teh dari hasil penggulungan atau daun teh yang tergulung dan bagian
depan box dapat dibuka atau ditutup. Apabila hand truck ketinggiannya dapat
diatur saat pekerja mengambil daun teh yang tergulung tidak akan perlu
membungkukkan tubuhnya. Elemen menarik hasil pengerinngan memerluhkan
hand truck, karena saat menarik hasil pengeringan pekerja tinggal memengang
pegangan pada hand truck tanpa harus membungkuk dan dapat langsung
melakukan transportasi ke pengeringan III. Alat yang digunkan seperti gambar
4.14 :

50

Gambar 4.14 Saran Perbaikan Stasiun Kerja Pengeringan

Pada bagian sortasi yang memeruhkan perbaikan yaitu elemen kerja


memasukkan daun teh kering kedalam mesin. Elemen kerja memasukkan daun teh
kedalam mesin masuk kategori 2, perbaikan yang disarankan saat memasukan teh
kering kedalam mesin adalah mengurangi berat tiap karung, berat tiap karungnya
dari 50 kg menjadi 25 kg.

51

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Hasil dari kuesioner Nordic Body Map ketidaknyamaan pekerja proses
pengeringan terjadi pada bahu kanan dan kiri, lengan bawah kanan dan kiri,
punggung, pinggang, kaki kanan dan kiri. Sedangkan, untuk proses
pengeringan terjadi pada lengan kanan dan kiri, pergelangan tangan kanan
dan kiri, tangan kiri, lutut kiri, pergelangan kaki kanan dan kiri.
2. Pada pengeringan I terdapat 5 elemen kerja yaitu mengambil daun teh yang
tergulung, memasukkan daun teh tergulung kedalam mesin, menarik hasil
pengeringan, memasukkan hasil pengeringan kedalam gerobak, transportasi
ke pengeringan II. Elemen kerja yang memiliki nilai OWAS kategori 3 dan
harus segera dilakukan perbaikan yaitu menarik hasil pengeringan. Elemen
yang memiliki nilai OWAS kategori 2 dan memerlukan perbaikan dimasa
yang akan datang yaitu mengambil daun teh yang tergulung. Sedangkan
untuk elemen kerja yang lain termasuk pekerjaan ringan dan tidak
memerlukan pekerjaan. Pada sortasi terdapat 3 elemen kerja yaitu
mengangkut hasil pengeringan III, memasukkan daun teh kering kedalam
mesin, transportasi ke ruang penyimpanan. Elemen kerja yang memiliki
nilai OWAS kategori 2 yaitu memasukkan hasil pengeringan kedalam
mesin dan memerlukan perbaikan. Elemen mengangkut hasil pengeringan
III dan transportasi ke ruang penyimpanan termasuk dalam nilai OWAS
kategori 1 dan tidak memerlukan perbaikan.
3. Perbaikan pada proses pengeringan elemen kerja mengambil daun teh
tergulung dan menarik hasil pengeringan dengan menggunakan hand truck

52

dan diatasnya diberikan box yang tutup depan box dapat terbuka.
Sedangkan, untuk perbaikan pada sortasi elemen kerja memasukkan daun
teh kering kedalam mesin dengan cara mengurangi berat tiap karung
(awalnya 50 kg per karung menjadi 24 kg per karung) sehingga mengurangi
berat beban.
B. Saran
1. Sebaiknya perusahaan merencanakan pemeriksaan kesehatan untuk pekerja
2. Sebaiknya perusahaan menambah peralatan seperti hand truck untuk
mempermudah pekerjaan dalam proses pengering dan proses sortasi.

53

DAFTAR PUSTAKA
F.S. Gill dan J.M. Harrington.2005. Buku Saku Kesehatan Kerja Edisi 3. Penerbit
Buku

Kedokteran EGC. Jakarta

Hambudi, Teguh. 2015. #1 Professional General Affair Panduan Bagian Umum


Perusahaan

Modern. Visimedia. Jakarta

Hartoyo, Arif. 2003. Teh & Khasiatnya Bagi Kesehatan Sebuah Tinauan Ilmiah.
Kanisius.

Yogyakarta

Iridiastadi, Hardianto dan Yassierli. 2014. Ergonomi Suatu Pengantar. PT. Remaja
Rosdakarya. Bandung
Kirana, Dapur. 2010. Green Tea Cake. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Kuswana, Wowo Surnaryo. 2014. Ergonomi dan K3 Kesehatan Keselamatan
Kerja. PT Remaja Rosdakarya. Bandung
Soraya, Noni. 2007. Sehat Cantik Berkat Teh Hijau. Penebar Plus. Jakarta
Suhardi, Bambang. 2008. Jilid 2 Perencanaan Sistem Kerja dan Ergonomi
Industri untuk

Sekolah Menengah Kejuruan. Direktorat Pembinaan

Sekolah Menengah Kejuruan.

Jakarta

Sutalaksana, Iftikar Z. dkk. 2006. Teknik Perancangan Sistem Kerja Edisi Kedua.
ITB Bandung

54

Wignjosobroto, Sritomo. 1995. Ergonomi Studi Gerak dan Waktu Tehnik Analisis
untuk Peningkatan Produktivitas Kerja. Penerbit Guna Widya.
Surabaya

55

LAMPIRAN

56

Lampiran 1. Kuesioner Nordic Body Map Stasiun Kerja Pengeringan I


Sebelum Melakukan Pekerjaan (Pekerja 1)

57

Lampiran 2. Kuesioner Nordic Body Map Stasiun Kerja Pengeringan I


Setelah Melakukan Pekerjaan (Pekerja 1)

58

Lampiran 3. Kuesioner Nordic Body Map Stasiun Kerja Pengeringan I


Sebelum Melakukan Pekerjaan (Pekerja 2)

59

Lampiran 4. Kuesioner Nordic Body Map Stasiun Kerja Pengeringan I


Setelah Melakukan Pekerjaan (Pekerja 2)

60

Lampiran 5. Kuesioner Nordic Body Map Stasiun Kerja Sortasi Sebelum


Melakukan Pekerjaan (Pekerja 1)

61

Lampiran 6. Kuesioner Nordic Body Map Stasiun Kerja Sortasi Setelah


Melakukan Pekerjaan (Pekerja 1)

62

Lampiran 7. Kuesioner Nordic Body Map Stasiun Kerja Sortasi Sebelum


Melakukan Pekerjaan (Pekerja 2)

63

Lampiran 8. Kuesioner Nordic Body Map Stasiun Kerja Sortasi Setelah


Melakukan Pekerjaan (Pekerja 1)

64

Anda mungkin juga menyukai