Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA PANGAN 2016

ACARA I
KARBOHIDRAT

Disusun Oleh :
Nama

: Dayanti Haryono

NIM

: H1916005

Kelas

:A

Kelompok

:3

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2016

ACARA I
KARBOHODRAT
A. TUJUAN
Tujuan dari praktikum acara I Karbohidrat adalah
1. Mengetahui pengaruh asam dan alkalis terhadap disakarida
2. Mengetahui pengaruh asam dan alkalis terhadap monosakarida
3. Mengetahui pengaruh suhu terhadap gelatisasi pati
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Tinjauan Alat dan Bahan
Disakarida adalah gula yang tersusun dari dua monosakarida.
Disakarida dapat ditemukan di dalam susu. Laktosa merupakan
disakarida yang disusun oleh galaktosa dan glukosa. Maltosa
merupakan disakarida utama karena senyawa ini terdapat di dalam
saluran pencernaan kita sebagai hasil dari pencernaan amilum. Maltosa
adalah terdiri atas dua molekul glukosa. Sukrosa adalah disakarida
yang tersusun oleh glukosa dan fruktosa. Sukrosa terdapat didalam
tubuh tumbuhan yang digunakan sebagai gula dalam kehidupan seharihari (Sujadi & Siti, 2007).
Karbohidrat murni mempunyai

rumus

empiris (CH2O)n.

Karbohidrat yang terkecil adalah gula sederhana atau monosakarida.


Glukosa adalah monosakarida berkarbon enam (heksosa) yang
digunakan sebagai sumber dasar energi oleh kebanyakan sel
heterotrofik. Ribosa dan deoksiribosa adalag gula berkarbon lima
(pentosa) yang secara berturut-turut mempunyai peran structural pada
RNA dan DNA (Stansfield, 2006).
Natrium bikarbonat dikeanl dengan nama soada kue karena
NaHCO3 , asam tratrat, dan tepung gandung dipakai dalam membuat
roti. Jika donanyang mengandung NaHCO3 dipanggang, maka
NaHCO3 akan terurai membebaskan gas CO2 yang dapat memekarkan
adonanan sehingga menjadi empuk karena adanya rongga-rongga
didalamnya. NaHCO3 dapat dihasilkan dengan pengaliran gas CO2 ke
dala larutan Na2CO3 jenuh pada suhu normal (Komarudin, 2014).
Iodin adalah sebuah agen pengoksidasi jauh lebih lemah
daripda kalium permangat, senyawa serium (IV), dsn kslium

dikromrst. Di lain pihak, ion iodide adalah agen pereduksi yang


termasuk kuat, lebih kuat sebagai contoh daripada Fe (II). Dalam
proses analitis, iodin dipergunakan sebagai agen pereduksi (iodometri)
(Day & Underwood, 1998). NaOH adalah basa. Menurut Lewis H +
adalah asam dan OH- adalah basa, karena proton merima sepasang
elektron bebas yang diberikan OH- dalam reaksi (David, 2001).
Larutan Benedict mengandung kuprisulfat, natrium karbonat,
dan natrium sitrat. Pada suasana basa, reduksi ion Cu 2+ dari CuSO4
oleh gula pereduksi akan berlangsung cepat dan membentuk Cu 2O
yang merupakan endapan merah bata. Pereaksi Benedict terdiri dari
logam Cu dan larutan basa kuat (Bintang, 2010).
Menurut SP-26-1976 yang terdapat dalam Arpah (1993), tepung
tapaioka adalah tepung yang diperoleh dari ubi kayu segar (Manihot
utilissima) setelah melalui cara pengolahan tertentu, dibersihkan dan
dikeringkan. Syarat mutu dari tepung tapioka meliputi syarat
organoleptik, yaitu sehat, tidak berbau apek/masam, murni dan tidak
ada ampas/benda asing. Tepung tapioka yang digunakan dalam
pembuatan kerupuk udang harus berwarna putih, bersih, kering, tidak
bau apek, tidak masam, dan murni atau tidak mengandung benda asing
(Afifah & Gemala, 2008).
Air suling atau aquades merupakan larutan elektrolit yang akan
dicampur dengan sodium bikarbonat atau KOH. Banyaknya air suling
tergantung pada kapasitas (volume) tabung (cell) yang digunakan.
Anda dapat mengisi 1 liter untuk tabung elektroliser, sedangkan untuk
tabung water trap cukup mengisi 1/3 dari volume tabung. Selain air
suling, anda dapat menggantinya dengan air mineral biasa, tetapi
berisiko terhadap kerusakan elektroda. Sebab, kandungan logam dan
mineral dalam air mineral biasa masih cukup tinggi (Sudirman, 2008).
Tepung maizena adalah pati jangung. Tepung ini memberikan
tekstur yang renyah pada kue kering. Sifat tepung ini tidak lengket
sehingga bisa langsung ditambahkan pada adonan kue tanpa harus
disangrai terlebih dahulu (Handayani & Adie, 2003).

HCl dikenal sebagai hidrogen klorida dan asam klorida. Nama


yang digunakan untuk senyawa ini bergantuk pada wujud fisiknya.
Dalam wujud gas atau cairan murni, HCl adalah suatu senyawa
molekuker yang disebut hidrogen klorida. Ketika dilarutkan dalam air,
molekul HCl terurai menjadi ion H+ dan Cl-, dalam keadaan ini sat
tersebut dinamakan asam klorida (Chang, 2005).
Beker atau sering disebut sebagai gelas beker adalah sebuah
wadah penampung yang digunakan untuk mengaduk, mencampur, dan
memanaskan cairan. Gelas beker biasanya berbentuk silinder dengan
dasar yang bidang dan tersedia dalam berbagai ukuran, mulai dari 1 ml
sampai beberapa liter. Rak tabung reaksi adalah rak yang digunakan
untuk menyimpan tabung-tabung reaksi agar tersusun rapi. Tabung
reaksi adalah tabung yang digunkan untuk tempat mereaksikan zat-zat
kimia, terutama zat cair (Novel, 2012).
Pipet adalah alat berbentuk silinder kecil dan panjang mirip
dengan sedotan. Terbuat pipet ukur dari bahan gelas yang dilengkapi
dengan ukuran dalam mililiter (ml). Secara umum Pipet berfungsi
untuk memindahkan suatu volume cairan dari satu tempat ke tempat
yang lain. Pipet sangat beragam bentuk dan kegunaanya. Gelas ukur
adalah tabung gelas berbentuk silinder dengan skala menunjukkan
jumlah tertentu isi cairan (Hadyana, 2002).
Miskrokop adalah alat optik yang digunakan untuk melihat
benda-benda yang sangat kecil, terdiri atas dua buah lensa cembung.
Lensa yang dekat dengan benda atau objek disebut sebagai lensa
objektif., sedangkan lensa yang berada dekat mata pengamat disebut
lensa okuler. Jarak fokus lensa objektif lebih kecil daripada jarak fokus
lensa okuler (fok > fob). Perbesaran bayangan pada miskroskop
dilakukan secara bertingkat. Perbesaran total miskroskop (Mtotal)
merupakan perkalian perbesaran kedua lensa, yaitu perbesaran lensa
objektif (Mob) dan perbesaran lensa okuler (Mok) (Umar, 2008).
Prinsip kerja alat ini serupa dengan setrika listrik. Kompor
listrik memiliki elemen pemanas yang terbuat dari lilitan kawat dengan

hambatan jenis bahan yang cukup besar. Ketika dilewati arus listrik,
elemen tersebut akan mengbah energi listrik menjadi kalor. Kalor yang
dihasilkan selanjutnya disalurkan ke bahan yang sedang dimasak
hingga panas. Perpindahan kalor pada proses ini terjadi secara induksi.
Elemen pemanas kompor memiliki hambatan yang lebih kecil daripada
elemen pemanas setrika listrik sehingga dapat menghasilkan kalor
yang lebih dalam waktu yang relative singkat (Abdullah, 2006).
Termometer adalah alat untuk mengukur suhu. Skala
thermometer

ini

dinamakan

skala

Fahrenheit,

sesuai

nama

penemuanya. Skala Fahrenheit menetapkan tiga tingkatan suhu , yaitu


0o untuk titik beku es, garam, dan air; 32o untuk titik beku air murni;
dan 96o atau 37o C untuk suhu normal manusia (Anggraini, 2007).
Kaca preparat terletak dibawah miskroskop dan digunakan untuk
mengamati benda. Kaca preparat terbagi dua: (1)kaca objek (panjang
dan tebal); (2) kaca penutup (bentuk persegi dan tipis). Penjepit tabung
reaksi yang terbuat dari kayu yang berfungsi untuk memegang tabung
reaksi yang panas (Novel, 2012).
2. Tinjauan Teori
Karbohidrat meruapakan suatu kompenen yang tersusun atas
polihidroksi aldehid atau polihidroksi keton, dengan rumus empiris
CnH2nOn. Aldehid meruapakan gugus fungsional yang tersusun atas
atom carbon yang berikatan dengan 1 atom oksigen. Keton merupakan
gugus fungsional yang tersusun atas grup karbonil yang berkaitan
dengan dua atom karbon lain atau komponen yang mengandung grup
karbonil. Suatu molekul karbohidrat (gula) dapat dikenali dari adanya
salah satu dari dua gugus tersebut, yang terhubung dengan rantai
gugus-gugus karbonil. Glukosa merupakan salah satu contoh dari
karbohidrat yang tersusun atas gugus aldehid, sedangkan fruktosa
merupakan contoh karbohidrat yang tersusun atas gugus keton (Rauf,
2015).
Monosakarida (C6H12O6) yaitu gula yang paling sederhana
terdiri dari molekul tunggal. Dapat dibagi lagi menurut jumlah atom

karbon yang dimiliki: Triosa (3-karbon), Tetrosa (4-karbon), Pentosa


(5-karbon), Heksona (6-karbon). Monosakarida yang penting adalah
gula yang mempunyai 6-karbon (Heksosa), contohnya: glukosa,
fruktosa, dan glaktosa (Suhardjo & Clara, 1992). Disakarida
merupakan gabungan dari dua jenis monosakarida, seperti sukrosa,
laktosa, dan maltose. Sukrosa yang banyak ditemukan pada gula tebu
merupakan kombinasi glukosa dan fruktosa melalui ikatan -1,2glikosidik. Laktosa terdapat pada susu, merupakan kombinasi dari
glukosa dan galaktosa melalui ikatan -1,4-glikosidik. Sedangkan
maltose tersusun atas dua unit glukosa yang dihubungkan oleh ikatan
-1,4-glikosidik (Rauf, 2015).
Karena karbohidrat-karbohidrat

diketahui

hampir

secara

keseluruhan sebagai siklik hemiasetal dalam larutan aquades,


menyebabkan mereka cepat melakukan keseimbangan dengan bentuk
rantai terbukanya dan bereaksi dalam sebuah jalan analog sesimpel
aldehida dan keton. Gula seperti heksosa memberikan kurva
polarografik tapi disakarida seperti sukrosa tidak. Sukrosa dapat
mengalami hidrolisis menjadi fruktosa, dan fruktosa dapat direduksi
menjadi sukrosa (Siddiqui, 2010).
Gula reduksi bersifat stabil dengan asam encer, namun bila
dengan asam kuat yang disertai pemanasan, pentose akam mengalami
dehidatasi (-3H20) menjadi furfural dehid(HMF). Senyawa antara
reaksi tersebut berupa 1,2-enedinol dan 2,3-enedinol yang akan diikuti
dengan dehidratasi dan siklisasi. Sirup glukosa dapat mengalami
kondensasi dengan adanya asam HCL baik pada suhu ruang maupun
dengan pemanasan- akan menghasilkan disakarida atau oligosakarida
lainnya dengan produk utama -isomaltosa / -1,4-diglukosa (4,2%)
dan -gentibiosa / -1,4-diglukosa (3,4%) (Marseno. dkk, 2000).
Pati merupakan sumber karbohidrat utama dalam berbagai diet.
Menurut Kecukupan Gizi Malaysia, karbohidrat harus terdiri 55-70%
dari asupan energi harian. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui
lebih lanjut tentang makronutrien ini kontrol sangat baik respon

glikemik berperan dalam mencegah penyakit bervariasi secara tidak


langsung. pati legum memiliki amilosa tertinggi dibandingkan dengan
pati sereal , semu pati sereal danumbi (Shanita, 2011).
Pati/amilum merupakan glukan (polimer D-glukosa) dan terdiri
atas dua macam fraksi: amilosa (yang berupa polimer linier (tidak
bercabang) dan amilopektin yang berupa polimer bercabang. Kedua
fraksi pati tersebut selalu terdapat bersama sama dalam granula.
Granula pati tersusun secara berlapis-lapis mengelilingi pusat/nukleus
atau hilum. Pembentukan granula pati ada yang dikontrol oleh suatu
ritme dalam/endogenous seperti pada pati kentang, sedang pada pati
gandum struktur granulanya dikontrol oleh faktor lingkungan luar
seperti cahaya dan temperature (Winarno, 2008).
Hidrolisis merupakan reaksi pengikatan gugus hidroksil/OH
oleh suatu senyawa. Gugus OH dapat diperoleh dari senyawa air.
Hidrolisis dapat digolongkan menjadi hidrolisis murni, hidrolisis
katalis asam, hidrolisis katalis basa, gabungan alkali dengan air dan
hidrolisis dengan katalis enzim. Sedangkan berdasarkan fase reaksi
yang terjadi diklasifikasikan menjadi hidrolisis fase cair dan hidrolisis
fase uap. Pati adalah karbohidrat yang berbentuk polisakarida berupa
polimer anhidro monosakarida dengan rumus umum (C6H10O5)n.
Komponen utama penyusun pati adalah amilosa dan amilopektin.
Amilosa tersusun atas satuan glukosa yang saling berkaitan dengan
ikatan 1-4 glukosa, sedangkan amilopektin merupakan polisakarida
yang tersusun dari 1-4 glukosida dan mempunyai rantai cabang 1-6
glukosida . Hidrolisis pati terjadi antara suatu reaktan pati dengan
reaktan air. Reaksi ini adalah orde satu karena reaktan air yang dibuat
berlebih, sehingga perubahan reaktan dapat diabaikan. Reaksi
hidrolisis pati dapat menggunakan katalisator ion H+ yang dapat
diambil dari asam . Reaksi yang terjadi pada hidrolisis pati adalah
sebagai berikut : (C6H10O5)x + x H2O x C6H10O6 (Andasari, 2014).
Pati tidak larut dalam air dingin karena antar molekulnya terikat
satu dengan lainya lewat ikatan H. Energi panas akan melemahkan

ikatan H sehingga pati akan terserap, menyususp di antara molekul


molekulnya, granula akan menggembung dan kehilangan sifat
birefringence-nya kenampakan seperti cahaya bintang bila dilihat
dibawah mikroskop polarisasi). Penggelembungan granula akan
semakin besar dengan tambahnya waktu dan naiknya suhu
pemanasan. Viskositas suspensi pati akan meningkat karena
friksi/gaya gesekan antara granula pati juga semakin besar. Sifat
granula pati sampai tahap ini reversible, artinya apabila pati
dipisahkan dari air dan dikeringkan, akan sifatnya sama dengan
sebelum dipanaskan. Sewaktu penyerapan air oleh granula pati telah
melebihi maksimalnya, granula pati akan pecah, molekul-molekul pati
akan terdispersi (larut) dalam air panas membentuk system koloid
atau bila konsentrasi suspense pati cukup tinggi akan trbentuk gel atau
jendalan. Suspense pati yang semula putih keruh seperti air susu agak
menjadi jernih (=translucent / opaque. Suhu sewaktu granula mulai
pecah disebut titik gelatinisasi pati, yang suhunya tidak sama untuk
jenis pati yang berbeda. Pati tergelatinisasi tidak dapat kembali ke
sifatnya seperti pati mentah (=irreversible) (Maarel et.al., 2002).
Gelatinisasi dalam arti sempit adalah Disordering termal struktur
kristal dalam granula pati asli, tetapi dalam arti yang lebih luas itu
mencakup peristiwa terkait seperti pembengkakan pada butiran dan
pencucian polisakarida larut. Suhu gelatinisasi (GT) dan entalpi (AH)
yang nyaman diukur oleh diferensial scanning kalorimetri (DSC), dan
aspek ini telah menerima banyak perhatian dalam beberapa tahun
terakhir karena eksperimen nyaman dan tepat. Gandum pati ukuran
difraksinasi dengan sedimenting melalui 18 cm air pada 50 oC untuk
berbagai kali(Tester, 1990).
C. METODE PENELITIAN
1. Alat
a. Gelas ukur 50 ml
b. Gelas beker 250 ml
c. Gelas preparat
d. Gelas penutup preparat
e. Kompor listrik

f. Miskroskop
g. Penjepit
h. Pengaduk
i. Pipet tetes
j. Tabung reaksi
k. Rak tabung reaksi
l. Termometer
m. Pemanas air
2. Bahan
a. Pereaksi Benedict
b. NaHCO3 kristal
c. HCl 0.1%
d. NaOH 0.1%
e. Sukrosa 5%
f. Iod 0.01
g. Glukosa
h. Aquades
i. Tepung tapioka
j. Tepung maizena
k. Larutan iodin encer
3. Cara Kerja
a. Pengaruh Asam dan Alkali
Gula Sederhana
2 ml terhadap
sukrosa 5%
1. Pengaruh Asam dan Alkali terhadap Sukrosa
5 ml larutan glukosa 0,1 N
Dimasukkan dalam 3 tabung reaksi
Dimasukkan dalam 3 tabung reaksi
Tabung 1 ditambah
Tabung 2ditambah
Tabung 3 ditambah
HCL 0,1 N
NaOH 0,1 N
aquades sebanyak
sebanyak 5 ml
sebanyak 5 ml
5 ml
Tabung 1 ditambah
Tabung 2ditambah
Tabung 3 ditambah
HCL 0,1 N
NaOH 0,1 N
aquades sebanyak
sebanyak 2 ml
sebanyak 2 ml
2 ml
Dipanaskan sampai mendidih 2 s.d. 3 menit (Pemanasan I)
Dipanaskan sampai mendidih selama 2 s.d 3 menit
Diamati perubahan warnanya
Diamati perubahan warna larutan
NaHCO3
kristal

Ditambahkan pada tabung pertama

Sebanyak 2 ml dari masing-masing larutan dipindahkan dalam 3


tabung reaksi
2 ml
peraksi
Benedict

Ditambahkan pada setiap tabung lalu dipanaskan


dalam kenanga air selama 5 menit (Pemanas II)
Diamati perubahan warna atau warna endapan

Gambar 1.1 Diagram Alir Pengaruh Asam dan Alkali terhadap Glukosa

2. Pengaruh Asam dan Alkali terhadap Glukosa


5 ml larutan glukosa 0,1 N

Dimasukkan dalam 3 tabung reaksi

Tabung 1 ditambah
HCL 0,1 N
sebanyak 2 ml

Tabung 2ditambah
NaOH 0,1 N
sebanyak 2 ml

Tabung 3 ditambah
aquades sebanyak
2 ml

Gambar 1.2 Diagram Alir Pengaruh Asam dan Alkali terhadap Sukrosa

Dipanaskan sampai mendidih selama 2 s.d 3 menit


Diamati perubahan warna larutan

b. Gelatinisasi Pati

Pati Tapioka dan Maizena

Dimasukkan dalam 9 beaker glass 250 ml


masing-masing 30 gram

Aquadest suhu 45,

Ditambahkan aquadest suhu 45, 50, 55, 60,

50, 55, 60, 65, 70,

65, 70, 75, 80, 85 dan suhu kamar masing-

75, 80, 85 dan

masing sebanyak 100 ml

suhu ruang
Mengambil sampel larutan sebanyak 1 tetes
larutan

Dioleskan pada gelas benda dan penutupan


dengan gelas penutup

Diamati dibawah mikroskop dengan


pembesaran 10 x 10 atau 40 x 10
Gambar 1.1 Diagram Alir Pengaruh Asam dan Alkali terhadap

D. HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel 1.1 Pengaruh Asam dan Alkali terhadap Sukrosa
Kelompok

3,4

Larutan

Pemanasan I
Awal
Akhir

Sukrosa +
HCl

Bening

Bening

Sukrosa +
NaOH

Bening
kekuningan

Kuning
bening

Sukrosa +
Aquades

Bening

Bening

Pemanasan II
Awal
Akhir
Hijau +
Biru
endapan
merah
Orange
kehijauan
Tosca
+ endapan
merah
Hijau +
Biru
endapan
merah

Karbohidrat merupakan sumber kalori utama. Jumlah kalori yang


dapat dihasilkan oleh oleh satu gram karbohidrat yaitu 4 (kkal). Selain itu
beberapa golongan karbohidrat menghasilkan serat-serat (dietary fiber).
Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula
sederhana heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul
yang tinggi seperti pati, pektin, selulosa, dan lignin. Pada umumnya
karbohidrat dapat dikelompokkan menjadi monosakarida, oligosakarida,
serta polisakarida (Winarno, 2008).

Anjuran WHO (1990) konsumsi

karbohidrat adalah 55-75 persen dari total kebutuhan energi. Dengan lebih
banyak asupan karbohidrat, dapat menghemat penggunaan protein sebagai
energi, dan lebih baik protein itu diguanakan sebagai unsur pembangun
jaringan tubuh. Selain sebagai sumber energi, karbohidrat memberi rasa
manis pada makanan (Ide, 2010)

Secara umum karbohidrat dikelompokkan berdasarkan jumlah


monimernya, yaitu monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida.
Monosakarida merupakan golongan karbohidrat yang paling sederhana
dan hanya tersusun atas satu unit gula serta tidak dihirolisis menjadi unitunit karbohidrat kecil. Monosakarida dapat diklasifikasikan berdasarkan
gugus fungsionalnya yaitu aldehid atau keton. Jika gugus aldehid, maka 3
atom karbon disebut triosa, dan 4 atom karbon disebut tetrosa (Rauf,
2015). Oligosakarida adalah karbohidrat yang mempunyai dua sampai
sepuluh monosakarida atau polimer dengan derajat polimerisasi dua
sampai

sepuluh.

Oligosakarida

yang

mempunyai

dua

molekul

monosakarida disebut disakarida dan tiga molekul disebut triosa.


Oligosakarida yang pa;ing banyak dibahas adalah disakarida, yaitu
sukrosa, laktosa, dan maltose (Simanjutak, 2014).
Disakarida adalah gabungan dari dua macam monosakarida. Dalam
proses pencernaan, sukrosa akan dipecah menjadi dua molekul
monosakarida oleh enzim tbuh. Disakarida dikelompokan menjadi 3
golongan yaitu sukrosa, maltose, laktosa (Suharta. dkk, 2011). Disakarida
terdiri dari dua molekul monosakarida dalam tiap-tiap molekul. Termasuk
dalam golongan ini adalah sukrosa, maltosa dan laktosa. Gula yang biasa
kita makan sebagai gula pasir ialah sukrosa. Gula ini terdapat dalam sari
tebu dan bit. Maltosa merupakan zat antara yang terjadi dalam proses
pencernaan zat tepung di dalam tubuh dan juga terdapat di dalam biji-biji
yang dibuat kecambah (malt). Laktosa disebut juga gula susu karena
merupakan karbohidrat yang terdapat dalam air susu (Soedarmo dan
Achmad, 1977).
Polisakarida merupakan polimer molekul-molekul monosakarida
yang dapat berantai lurus atau bercabang dan dapat dihidrolisis dengan
enzim-enzim yang spesifik kerjanya. Hasil hidrolisis sebagaian akan
menghasilkan oligosakarida dan dapat dipakai untuk menentukan struktur
molekul polisakarida. Polisakarida adalam bahan makanan berfungsi
sebagai penguat tekstur (selulosa, hemiselulosa, pectin, lignin) dan sebagai
sumber energi (pati, dekstrin, glikogen, fruktan). Polisakarida penguat

tekstur ini tidak dapat dicerna oleh tubuh, tetapi merupakan serat-serat
(dietary fiber) yang dapat menstimulasi enzim-enzim pecernaan (Winarno,
2008).
Senyawa gula (monosakarida dan disakarida) memiliki sifat yaitu
kenampakan yang berwarna putih, membentuk kristal yang larut dalam air.
Semua gula berasa manis tetapi tingkatannya yang berbeda. Disakarida
mengalami proses hidrolisis menghasilkan monosakarida. Hidrolisis
sukrosa juga dikenal sebagai inversi sukrosa dan hasilnya berupa
campuran glukosa dan fruktosa disebut gula invert (Gaman dan
Sherrington, 1992). Menurut Kusnawidjaja (1983), sifat-sifat disakarida
seperti maltosa ialah dapat membentuk osazon, dapat diragikan. Laktosa
bersifat mirip dengan maltosa namun tidak dapat diragikan sedangkan
sukrosa tidak dapat bereduksi, tidak dapat membentuk osazon namun
dapat diragikan.
Menurut Rutan (1991 : 190) Contoh disakarida yang umum
digunakan dalam konsumsi sehari-hari adalah sukrosa yang terbentuk dari
gabungan satu molekul glukosa dan fruktosa dan juga laktosa yang
terbentuk dari gabungan satu molekul glukosa dan galaktosa. Di dalam
produk pangan, sukrosa merupakan pembentuk hampir 99% dari gula pasir
yang biasa digunakan dalam konsumsi sehari-hari sedangkan laktosa
merupakan karbohidrat yang banyak terdapat di dalam susu sapi dengan
konsentrasi 6.8 gr/100 ml (Daryanto, 2016).
Tes Benedict adalah larutan tembaga (II) sulfat, natrium karbonat,
dan natrium sitrat. Glukosa dapat mereduksi ion Cu2+ dari tembaga (II)
sulfat menjadi ion Cu+, selanjutnya diendapakan sebagai Cu2O. Endapan
yang terbentuk berwarna hijau, kuning, atau merah bata, bergantung pada
konsentrasi karbohidrat. Pereaksi benedict banyak digunakan untuk uji
glukosa dalam urine dibandingkan pereaksi Fehling. Jika dalam urune
terdapat asam urat atau kreatinin, senyawa ini dapat mereduksi Fehling,
tetapi dengan pereaksi benedict tidak terjadi reduksi (Sunarya & Agus,
2007). Sehingga dapat dikatakan fungsi benedict pada praktikum ini
sebagai indikasi warna. Tetapi sebelum dilakukan uji benedict terjadi

penambahan NaHCO3 kedalam tabung nomor 1. Penambahan NaHCO3


berfungsi untuk menetralisasi asam, karena benedict tidak dapat stabil
pada suasana asam.
Menurut Rumayar (2012) Gula pereduksi dapat mempengaruhi
proses pengkristalan gula. Semakin tinggi kandungan gula pereduksi
dalam suatu bahan gula, maka akan menghambat proses pengkristalan
gula. Demikianpun sebaliknya jika kandungan gula preduksinya rendah
maka akan mempercepat proses pengkristalan gula tersebut sehingga
memungkinkan untuk diproses menjadi gula semut. Semakin tinggi
kandungan gula pereduksi, semakin rendah kandungan sukrosa. Hal ini
disebabkan oleh karena gula pereduksi dalam gula dihasilkan oleh
hidrolisis sukrosa oleh enzim invertase yang dikeluarkan oleh ragi yang
terkontaminasi dalam nira (Pontoh, 2013). Pada struktur sukrosa tidak
terdapat gugus hemiasetal sehingga sukrosa tidak dapat melakukan reaksi
kesetimbangan dalam air membentuk gugus aldehid. Oleh sebab itu,
sukrosa bukan termasuk gula pereduksi (Komarudin, 2015).
Sukrosa dalam suasana alkali bersifat stabil, tidak terhidrolisa. Jika
sukrosa berada dalam keadaan alkalis, maka sukrosa akan memberikan
hasil yang negatif pada uji Benedict. Larutan alkalis tidak mampu
menghidrolisis ikatan glikosidik dalam sakarosa sehingga sakarosa tetap
memiliki sifat non-reduksi. Dalam hal ini, larutan Benedict yang
ditambahkan tidak tereduksi dan warna larutannya tetap, meskipun sudah
dipanaskan(Soeharsono,1978).
Berdasarkan Tabel 1.1 sampal yang diamati yaitu sukrosa + HCl,
sukrosa + NaOH, sukrosa + aquades dengan pemanasaan sebanyak dua
kali. Sampel yang digunakan adalah sukrosa 5%. Pemanasan I bertujuan
untuk mengetahui hidrolisis pada sampel atau tidak, pemanasan
berlangsung selama 3 menit. Pemanasan II bertujuan untuk mengetahui
adanya gula reduksi pada sampel dengan uji benedict, pemanasan selama 5
menit. Pemanasan I untuk sampel sukrosa + HCl awalnya bening menjadi
bening. Sampel sukrosa + NaOH awalnya bening kekuningan menjadi
kuning bening. Sampel aquades awalnya bening menjadi bening.

Berdasarkan teori yang seharusnya mengalami perubahaan warna keruh


adalah sukrosa + HCl, karena disakarida stabil pada basa. Sehingga asam
akan terhidrolisis menjadi monosakarida. Tetapi pada berdasarkan Tabel
1.1 yang mengalami kekuruhan adalah sukrosa + NaOH, seharus NaOH
stabil pada basa. Kemungkin terjadi penyimpangan pada bahan, bahan
yang telah digunakan untuk praktikum diduga telah terhidrolisis oleh
lingkungan selama penyimpanan.
Setelah terjadi pemanasan I pada tabung ke-1 (sukrosa + HCl)
ditambahkan NaHCO3, penambahan tersebut bertujuan untuk menetralisasi
asam. Kemudian masing-masing sampel diambil 2 ml dan dipindahkan ke
tabung reaksi baru dan ditambah pereaksi benedict sebanyak 2 ml. Setalah
itu dilakukan pengujian gula reduksi dengan dipanaskan selama 5 menit
dan adakan endapan merah pada masing-masing sampel. Berdasarkan
Tabel 1.1 pemanasan II sukrosa + HCl awalnya biru menjadi orange dan
terdapat endaoan merah. Sukrosa + NaOH awalnya tosca menjadi orange
kehijauan dan endapan merah. Sukrosa + aquades awalnya berwarna biru
menjadi hijau dan endapan merah. Berdasarkan teori tentang uji benedict
untuk mengetahui gula reduksi , yang mengalami perubahaan seharusnya
hanya sukrosa + HCl, karena benedict hanya mampu bereaksi dengan basa
untuk membuktikan adanya gula reduksi dan disakarida akan berubah
menjadi monosakarida. Kesimpulannya pada pemanasan II telah terjadi
penyimpangan. Penyimpangan diduga karena sampel sukrosa telah
mengalami hidrolisis oleh lingkungan.
Tabel 2.2 Pengaruh Asam dan Alkali terhadap Glukosa
Kelompok
3, 4

Larutan

Pemanasan

Glukosa + HCl

Awal
Bening

Glukosa + NaOH

Bening

Glukosa + Aquades

Bening

Akhir
Bening
Bening
kekuningan
Bening

Monosakarida adalah karbohidrat yang tersusun dari satu gugus


gula. Sebagian besar monosakarida dikenal sebagai heksosa karena
memiliki jenis dan jumlah atom yang sama (6 atom karbon, 12 atom

hydrogen, dan 6 atom oksigen). Contohnya adalah glukosa, fruktosa,


galaktosa, dan manosa. Hanya saja, susunan atomnya yang berbeda-beda
sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan dalam tingkat kemanisan dan
daya larut dari masing-masing monosakarida. Monosakarida lainnya
adalah berupa pentosa (Sudjadi & Siti, 2007). Monosakarida adalah suatu
persenyawaan yang netral, mudah larut dalam air, kelarutan dalam alcohol
kecil, dan tidak larut dalam dietileter. Banyak monosakarida yang
mempunyai rasa manis dan apabila dipanaskan mencair sambil memecah,
akhirnya, membentuk arang. Dalam saluran pencernaan, monosakarida
langsung diabsropsi oleh dinding usus halus dan masuk ke dalam aliran
darah. Pembentukan monosakarida ini di dalam tubuh berasal dari
pemecahan disakarida atau pemecahan polisakarida dari makanan kita
sehari-hari (Sumardjo, 2006).
Sukrosa merupakan salah satu contoh disakarida, yang terdiri dari
satu molekul glukosa dan satu molekul fruktosa. Pada suasana netral dan
basa (alkalis) sukrosa relatif stabil. Larutan basa encer pada suhu kamar
akan mengubah sakarida. Perubahan ini terjadi pada atom C anomerik dan
atom C tetangganya tanpa mempengaruhi atom-atom C lainnya. Jika Dglukosa dituangi larutan basa encer maka sakarida itu akan berubah
menjadi campuran: D-glukosa, D-manosa, D-fruktosa. Perubahan menjadi
senyawaan tersebut melalui bentuk-bentuk enediolnya. Bilamana basa
yang digunakan berkadar tinggi maka akan terjadi fragmentasi atau
polimerisasi.

Sehingga

monosakarida

akan

mudah

mengalami

dekomposisi dan menghasilkan pencoklatan non-enzimatis bila dipanaskan


dalam suasana basa. Tetapi pada disakarida dalam suasana sedikit basa
akan lebih stabil terhadap reaksi hidrolisis (Soeharsono,1978).
Berdasarkan Tabel 1.2 sampel glukosa + HCl awalnya bening
menjadi bening. Namun warnanya tidak berubah. Yaitu tetap bening. Ini
membuktikan bahwa monosakarida, dalam hal ini glukosa, stabil pada
kondisi asam. Glukosa + NaOH awalnya bening menjadi bening
kekuningan. Menurut (Winarno, 2008) ini mengindikasikan bahwa
glukosa mengalami dekomposisi akibat penambahan NaOH dan suhu

tinggi, sehingga warnanya berubah menjadi cokelat. Reaksi tersebut


merupakan reaksi enzimatis akibat dipanaskan dalam kondisi basa.
Glukosa + aquades awalnya bening menjadi bening. Jadi pada sampel
glukosa + HCl, glukosa + NaOH, glukosa + aquades tidak terjadi
penyimpangan.
Tabel 1.3 Pengamatan Gelatinasi Pati
Kel

Sampel
Tepung

Tapioka suhu
kamar
Tepung

Tapioka suhu
40oC
Tepung

Tapioka suhu
50C
Tepung

Tapioka suhu
60C
Tepung

Tapioka suhu
65C
Tepung

Tapioka suhu
70C

Gambar

Keterangan
-Bentuk bulat
-Ukuran Kecil
-Jarak rapat
-Bentuk Bulat
-Ukuran membesar
-Jarak rapat
-Granula pati utuh
-Bentuk bulat
-Ukuran besar
-Jarak agak renggang
-Granula menggembung
-Bentuk bulat
-Ukuran besar
-Jarak Renggang
-Granula pati utuh
-Bentuk bulat
-Ukuran tidak beraturan
-Jarak renggang
-Granula utuh
-Bentuk bulat
-Ukuran abstrak
-Jarak renggang
-Granula pati utuh

-Bentuk bulat
Tepung
7

Tapioka suhu
75C

Tepung
8

Tapioka suhu
80C

Tepung
9

Tapioka suhu
85C

-Ukuran ada yang besar dan


kecil
-Jarak renggang
-Granula pati utuh
-bentuk bulat
-Jarak renggang
-Granula pati ada yang pecah
-Mengalami gelatinisasi
-Bentuk abstrak
-Ukuran besar
-Jarak renggang
-Hampir

seluruh

granula

pecah
-Bentuk abstrak
10

Tepung
Maizena 85C

-Ukuran besar
-Jarak sangat renggang
-Granula

pati

semuanya pecah
-Bentuk bulat
Tepung
11

Maizena suhu
kamar

Tepung
12

Maizena suhu
40C
Tepung

13

Maizena suhu
50C

-Ukuran kecil
-Jarak rapat
-Granula pati utuh
-Bentuk bulat
-Ukuran kecil
-Jarak rapat
-Granula pati utuh
-Bentuk bulat
-Ukuran membesar
-Jarak agak renggang
-Granula utuh

hampir

-Bentuk bulat
-Ukuran besar

Tepung
14

-Jarak renggang

Maizena suhu

-Granula sudah ada yang

60C

pecah
-mengalami gelatinisasi
-Bentuk bulat

Tepung
15

-Ukuran besar

Maizena suhu

-Jarak renggang

65C

-Granula sebagian pecah


-Bentuk bulat

Tepung
16

-Ukuran sangat besar

Maizena suhu

-Jarak sangat renggang

70C

18

-Granula pati pecah


-Bentyk abstrak
-Ukuran besar

Tepung

-Jarak sangat renggang

Maizena 80C

-hampir

seluruh

granula

pecah
Gelatinisasi adalah proses transisi fisik bersifat endotermis yang
merusak

keteraturan

molekuler

granula

dan

melibatkan

proses

pembengkakan granula, pelelehan kristal, hilangnya birefringence dan


pelarutan pati. Karakteristik suhu dan entalpi gelatinisasi pati sangat
beragam dan beberapa faktor penyebab keragaman tersebut adalah rasio
amilosa-amilopektin, perbedaan jumlah rantai panjang amilopektin,
distribusi rantai pendek amilopektin, keberadaan komponen minor
(terutama lemak dan ester fosfat) serta bentuk dan ukuran granula
(Syamsir et al, 2012).
Sifat birefringence ialah sifat granula pati yang dapat merefleksi
cahaya terpolarisasi sehingga di bawah mikroskop polarisasi membentuk
bidang berwarna biru dan kuning. French (1984) menyatakan warna biru

dan kuning pada permukaan granula pati disebabkan oleh adanya


perbedaan indeks refraktif dalam granula pati. Indeks refraktif dipengaruhi
oleh struktur molekuler amilosa dalam pati. Bentuk heliks dari amilosa
dapat menyerap sebagian cahaya yang melewati granula pati (Richana &
Titi, 2004).
Bila pati mentah dimasukkan ke dalam air dingin, granula patinya
akan menyerap air dan membengkak. Namun, demikian jumlah air yang
terserap dan pembengkakannya terbatas. Air yang terserap tersebut hanya
dapat mencapai kadar 30%. Peningkatan volume granula pati yang terjadi
di dalam air pada suhu antara 55o dan 65o C merupakan pembengkakan
yang sesungguhnya, dan setalah pembengkakan ini granula pati dapat
kembali pada posisi semula. Granula pati dapat dibuat membengkak luar
biasa,

tetapi

bersifat

tidak

dapat

kembali

lagi

pada

posisi

semula.Perubahaan tersebut disebut gelatinasi. Suhu pada granula saat


granula pati pecah disebut suhu gelatinisasi yang dapat dilakukan dengan
penambahan air panas. Air dapat ditambahkan dari luar. Bila suspense
dalam air dipanaskan, mula-mula suspense pati yang awalnya keruh
seperti susu tiba-tiba mulai menjadi jernih pada suhu tertentu, tergantung
jenis pati yang digunakan. Terjadinya translusi larutan pati tersebut
biasanya diikuti pembengkakan granula. Bila energi kinetik molekulmolekul air menjadi lebih kuar daripada daya tarik-menarik antar molekul
pati didalam granula , air dapat masuk kedalam butir-butir pati. Hal ini
yang menyebabkan bengkaknya granula tersebut. Indeks refraksi butiranbutiran pati membengkak mendekati indeks refraksi air dan hal inilah yang
menyebabkan sifat translusen. Suhu gelatinisasi berbeda-beda bagi tiap
jenis pati dan merupakan suatu kisaran. Dengan viskosimeter suhu
gelatinisasi dapat ditentukan, misalnya pada jagung 62-70 oC, beras 68-78
o

C, gandum 54,5-64 oC, kentang 58-66 oC dan tapioka 52-64 oC. Suhu

gelatinisasi juga dapat ditentukan dengan polarized microscope (Winarno,


2008).
Gelatinisasi pati dipengaruhi oleh suhu dan waktu pengukusan,
konsentrasi suspensi pati dan kadar amilosa serta dipacu oleh keberadaan

asam atau basa. Semakin banyak fraksi amilosa, granula makin kompak
dan makin sukar tergelatinisasi. Semakin lama waktu pengukusan/
pemasakan

semakin

banyak

granula

pati

yang

mengalami

penggelembungan dan tidak dapat kembali pada kondisi semula


(tergelatinisasi). Akibatnya jumlah granula pati atau senyawa lainnya yang
larut dalam air akan berkurang. Sebaliknya waktu pengukusan/ pemasakan
yang lebih singkat memungkinkan adanya granula pati yang tidak
tergelatinisasi secara sempurna (Rahim et al, 2009).
Berdasarkan Tabel 1.3 tepung tapioka pada suhu kamar berbentuk
bulat, kuran kecil, jarak rapat, granula pati utuh. Suhu 40 oC berbentuk
bulat, ukuran membesar, jarak rapat, granula pati utuh. Suhu 50oC bentuk
bulat, ukuran besar, jarak agak renggang, granula pati menggembung.
Suhu 60oC bentuk bulat, ukuran besar, jarak renggang, granula pati utuh.
Suhu 65oC bentu bulat, ukuran tidak beraturan (ada yang kecil da nada
yang besar), jarak renggang, granula pati utuh. Suhu 70oC bentuk bulat,
ukuran ada yang besar da nada yang kecil, jarak renggang, granula pati
utuh. Suhu 75oC berbentuk bulat, ukuran besar, jarak renggang, granula
pati sudah ada yang pecah. Suhu 80oC berbentuk abstrak, ukuran besar,
jarak renggang, granula pati hampir seluruhnya pecah. Suhu 85 oC
berbentuk abstrak, ukuran besar, jarak sangat renggang, granula pati
hampir pecah semua.
Sedangkan, tepung maizena suhu kamar berbentuk bulat, ukuran
kecil, jarak rapat, granula pati utuh. Suhu 40 oC berbentuk bulat, ukuran
lebih besar daripada sebelumnya, jarak rapat, granula pati utuh. Suhu 50oC
bentuk bulat, ukuran membesar, jarak agak renggang, granula pati utuh.
Suhu 60oC bentuk bulat, ukuran besar, jarak renggang, granula pati sudah
ada yang pecah. Suhu 65oC bentu bulat, ukuran besar, jarak renggang,
granula pati sudah ada yang pecah. Suhu 70 oC bentuk bulat, ukuran sangat
besar, jarak sangat renggang, granula pati sudah ada yang pecah. Suhu
75oC berbentuk abstrak, ukuran besar, jarak renggang, granula hampir
seluruh pecah. Suhu 80oC berbentuk abstrak, ukuran sangat besar, jarak
sangat renggang, granula pati hampir seluruhnya pecah. Suhu 85oC

berbentuk abstrak, ukuran besar, jarak sangat renggang, granula pati


hampir pecah semua.
Jadi menurut hasil pengamatan gelatinisasi pati maizena terjadi
pada suhu 60oC, 65oC, dan 70oC. Sedangkan pati tapioka tergelatinisasi
pada suhu 75oC. Menurut Ubwa et al (2012), suhu gelatinisasi merupakan
suhu di mana granula pati mengalami masa transisi dari bentuk yang
teratur menjadi tidak teratur. Suhu gelatinisasi dipengaruhi oleh tipe
tumbuhan, kadar air yan terkandung, derajat ikat silang dari amilopektin.
Menurut Winarno (2002 ), suhu gelatinisasi berbeda-beda bagi tiap jenis
pati dan merupakan suatu kisaran. Dengan viskosimeter suhu gelatinisasi
dapat ditentukan, misalnya pada jagung 62-70oC, beras 68-78oC, gandum
54,5-64oC, kentang 58-66oC dan tapioka 52-64oC. Suhu gelatinisasi juga
dapat ditentukan dengan polarized microscope. Berdasarkan teori untuk
pati maizena sudah sesuai teori yaitu tergelatinasi pada suhu 62-70oC,
sedangkan pati tapioka belum sesuai teori, karena tergelatinasi pada suhu
75oC.

Penyimpangan

yang

dilakukan

mungkin

saat

penglihata

dimiskroskop mata kurang fokus, saat pati tapioka digoreskan pas gelas
preparat tidak langsung ditetesi iodin, dan terlalu lama terpapar oleh suhu
lingkungan, sehingga tapioka mengumpal lagi.
Menurut Murphy (2000), ukuran granula pati singkong 4-35 m,
berbentuk oval, kerucut dengan bagian atas terpotong, dan seperti kettle
drum. Ukuran dan bentuk granula pati bervariasi: granula pati kentang
berbentuk bulat telur dan relative besar dengan diameter berkisar antara
15-100; granula pati jagung berbentuk bulat dan polygon dengan
diameter antara5-25; granula tapioka bulat menonjol di satu ujung
berdiameter 5-35; granula pati beras berbentuk polygonal dengan
diameter sekitar 3-8; granula pati gandum (wheat) berkenampakan pipih,
bulat atau elip dengan ukuran dua macam yaitu yang kecil berdiameter
antara 2-10 dan yang besar antara 20-35 (Muchtadi, 2010).
E. KESIMPULAN
Dari percobaan Acara I Karbohidrat diperoleh kesimpulan sebagai
berikut :

1. Sukrosa adalah gula disakarida yang stabil pada kondisi sedikit basa
(NaOH) dan dapat terhidrolis menjadi gula-gula monosakarida
penyusunya dalam suasana asam (HCl). Penambahan asam (NaHCO 3)
dan pemansan pada sukrosa mengakibatkan hidrolisis berlangsung
semakin cepat.
2. Glukosa adalah gula monosakarida yang bersifat gula nonpereduksi.
Pada suasana basa (NaOH), glukosa dapat mengalami hidrolis dan
mengalami pencokelatan non enzimatis. Dalam praktikum ini, glukosa
bersifat stabil (tidak terhidrolisis) pada suasana asam kuat (HCl).
3. Menurut hasil pengamatan gelatinisasi pati maizena terjadi pada suhu
60oC, 65oC, dan 70oC. Sedangkan pati tapioka tergelatinisasi pada suhu
75oC. Gleatinasi pati maizena sudah sesuai dengan teori, sedangkan
gelatinasi pati tapioka tidak sesuai teori.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Mikrajuddin. 2006. IPA Fisika. Esis. Jakarta
Afifah, DN dan Gamala A. 2008. Sistem Produksi dan Pengawasan Mutu Krupuk
Udang Berkualitas Eksplor. Program Studi Ilmu Gizi. Fakultas
Kedokteran Undip
Andansari SE, Desty RS, dan Achmad R. 2014. Konversi Rumput Laut Menjadi
Moosakarida Secara Hidrotherma. Jurnal Teknik POM ITSVol.3
No.2 (2014) ISS: 2337-3539
Anggraini FD, Huri Y, dan Sigit SB. 2007. Eskilopedia Tokoh Fisika. Balai
Pustaka. Jakarta

Bintang, Maria. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Erlangga. Jakarta


Chang, Rayomon. 2005. Kimia Dasar Konsep-konsep Inti Edisi Tiga Jilid I.
Erlangga. Jakarta
Daryanto, Zusyah Porja. 2016. Optimalisasi Asupan Gizi dalam Olah Raga
Prestasi Melalui Carbohydrat Loading. Program Studi Pendidikan
Jasmani Kesehatan dan Rekreasi. Fakultas Pendidikan Olahraga
dan
Kesehatan
David W dan Oxtoby. 2001. Prinsip-prinsip Kimia Modern Edisi 4 Jilid 1.
Gramedia. Jakarta
Day dan Underwood. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Erlangga.
Jakarta
Gaman PM dan K.B Sherrington. 1992. Ilmu Pangan. Yogyakarta: Gadjah Mada
Press
Hadyana, Pudaatnaka. 2002. Kamus Kimia. Balai Pustaka. Jakarta
Handayani S dan Adie W. 2003. Kue Kering Terfavorit. Kawan Pustaka. Jakarta
Ide, Pangkalan. 2010. Health Secret of Papino. Elex Media Kumputindo. Jakarta
Komarudin, Omang. 2014. Solusi Smart Kimia. Cmedia Imprint Kawan Pustaka.
Jakarta
Komarudin, Omang. 2015. New Pocket Book Kimia SMA Kelas X, XI, dan XII.
Cmedia Imprint Kawan Pustaka. Jakarta
Kusnawidjaja, Kurnia. 1983. Biokimia. Bandung: Alumni
Marrel. et. Al. 2002. Properties And Application of Starch Converting Enzymes
of The Amylase Family. Journal of Biotechnologi (2002)137-155
Marseno DW, Sudarmanto, Santada UT, dan Gardjito N. 2000. Kimia Hasil
Peranian. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Muchtadi, Tien. 2010. Ilmu pengetahuan Bahan Pangan. Alfabeta. Bandung
Novel, Sinta Siska. 2012. Super Lengkap Biologi SMP. Gagas Media. Jakarta
Pontoh, Julius. 2013. Penentuan Kandungan Sukrosa pada Gula Aren dengan
Metode Enzimatik. Program Studi Kimia. Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sam Ratulanggi. Manado
Rahim, Abdul., Mappiratu dan Amalia Noviyanty. 2009. Sifat Fisikokimia dan
Sensoris Sohun Instan dari Pati Sagu. Jurnal Agroland, 16(2),
Hal:128.

Rauf, Rusdin. 2015. Kimia Pangan. Andi. Yogyakarta


Richana, Nur dan Titi Chandara Sunarti. 2004. Karakterisasi Sifat Fisikokimia
Tepung Umbi dan Tepung Pati dari Umbi Goyang, Suweg, Ubi
Kelapa, dan Gembili. Jurnal Pacapanen (1) 2004: 29-37
Shanita, S Nik. 2011. Amylose and Amylopectin in Selected Malaysian Foods and
its Relationship to Glycemic Index. Sains Malaysiana
40(8)(2011):
865870
Siddiqui, Imrana. 2010. Polarographic Investigation of Kinetics of Inversion of
Sucrose. Rasyana Journal Chemistry Vol. 3 No (255-259)
Simanjuntak, Tiurma. 2014. Komponen Gizi dan Terapi Pangan Ala Papua.
Deepublish. Yogyakarta
Soedarma, Poewa dan Achmad Djaeni S. 1977. Ilmu Gizi. Dain Rakyat. Jakarta
Soeharsono. 1978. Pentunjuk Praktukum Biokimia. PAU Pangan dan Gizi.
Universitas Gadjah Mada
Stansfield W, Raul C, dan Jaime C. 2006. Biologi Molekuler dan Sel. Erlangga.
Jakarta
Sudirmana, Urip. 2008. Hemat BBM dengan Air. Kawan Pustaka. Jakarta
Sudjadi, Bagod dan Siti Laila. 2007. Biologi Sains dalam Kehidupan 2B.
Yudhistira. Jakarta
Suharta, Asep. Dkk. 2011. Jurnal Ilmu Keolahragaan. Volume 9 Nomor 2.
Fakultas Ilmu Keolahragaan. Universitas Negeri Medan
Sumardjo, Damin. 2006. Pengantar Kimia. EGC. Jakarta
Sunarya, Yayan dan Agus Setiabudi. 2007. Mudah dan Aktif Belajar Kimia. Setia
Purnama Inves. Jakarta
Syamsir, Elvira., Purwiyatno Hariyadi, Dedi Fardiaz, Nuri Andarwulan dan Feri
Kusnandar. 2012. Pengaruh Proses Heat-Moisture Treatment
(HMT) terhadap Karakteristik Fisikokimia Pati. Jurnal Teknologi
dan Industri Pangan, Vol. 23, No. 1, Hal:100-101.
Tester, Richard F. 1990. Swelling and Gelatinization of Cereal Starches. I. Effects
of Amylopectin, Amylose, and Lipids. Vol. 67, No. 6,1990
Ubwa, S T., J Abah, K Asemave dan T Shambe. 2012. Studies on the
Gelatinization Temperature of Some Cereal Starches. International
Jornal of Chemistry, Vol. 4, No. 6, Hal:22
Umar, Efrizon. 2008. Buku Pintar Fisika. Media Pusindo. Jakarta

Winarno. 2002. Kimia Pangan dan Gizi.. Gramedia. Jakarta


Winarno. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta

LAMPIRAN GAMBAR

Gambar 1.4 Hasil Praktikum Pemanasan 1 dan II Sukrosa

Gambar 1.5 Proses Pemanasan glukosa

Gambar 1.6 Bahan Baku Tepung Maizena dan Tapioka

Gambar 1.7 Hasil Pemanasan II Sukrosa

Anda mungkin juga menyukai