Anda di halaman 1dari 9

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Karbohidrat

Karbohidrat adalah salah satu kandungan gizi penting bagi tubuh yang

terkandung dalam susu kedelai dan olahan kedelai lainnya. Karbohidrat merupakan

senyawa karbon yang banyak dijumpai di alam, terutama sebagai penyusun utama

jaringan tumbuh-tumbuhan. Nama lain karbohidrat adalah sakarida (berasal dari

bahasa latin saccharum = gula) (Yazid dan Nursanti, 2006).

Karbohidrat adalah kelompok senyawa yang mengandung unsur C, H dan O.

Senyawa-senyawa karbohidrat memiliki sifat pereduksi karena adanya gugus karbonil

dalam bentuk aldehid dan keton. Senyawa ini juga memiliki banyak gugus hidroksil.

Karena itu, karbohidrat merupakan suatu polihidroksi aldehid atau polihidroksi keton,

atau turunan senyawa-senyawa tersebut (Ngili, 2010).

Karbohidrat ini sangat diperlukan oleh tubuh manusia, hewan dan tumbuhan di

samping lemak dan protein. Senyawa ini dalam jaringan merupakan cadangan

makanan atau energi yang disimpan dalam sel. Sebagian besar karbohidrat yang

ditemukan di alam terdapat sebagai polisakarida dengan berat molekul tinggi.

Beberapa polisakarida berfungsi sebagai bentuk penyimpan bagi monosakarida,

sedangkan yang lain sebagai penyusun struktur di dalam dinding sel dan jaringan

pengikat (Yazid dan Nursanti, 2006).

Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi hampir seluruh penduduk

dunia, khususnya bagi penduduk negara yang sedang berkembang. Walaupun jumlah
kalori yang dapat dihasilkan oleh 1 gram karbohidrat hanya 4 Kalori (kkal) bila

dibanding protein dan lemak, karbohidrat merupakan sumber kalori yang murah.

Selain itu beberapa golongan karbohidrat menghasilkan serat-serat (dietary fiber)

yang berguna bagi pencernaan (Winarno, 1997).

B. Golongan Karbohidrat

Berbagai golongan karbohidrat dapat dihubungkan satu sama lain dengan

hidrolisa. Gula sederhana, atau monosakarida, adalah polihidroksi aldehid dan keton

yang tidak dapat dihidrolisa menjadi bagian karbohidrat yang lebih kecil.

Monosakarida, dengan demikian, adalah monomer, dasar bangunan untuk semua

bentuk karbohidrat yang lain. Suatu struktur yang terdiri dari dua monosakarida

terikat satu sama lain disebut disakarida. Struktur yang mengandung tiga

monosakarida terikat satu sama lain disebut trisakarida (Fessenden dan Fessenden,

1997).

Dalam disakarida, terdapat satu ikatan glikosida yang menghubungkan dua

monosakarida. Sedangkan dalam trisakarida terdapat dua ikatan glikosida yang

menghubungkan tiga buah monosakarida. Karbohidrat yang memiliki beberapa unit

monosakarida disebut oligosakarida, sedangkan yang memiliki banyak unit

monosakarida disebut sebagai polisakarida (Ngili, 2010). Tidak ada garis batasan

yang jelas yang membagi antara oligosakarida dan polisakarida karena sifat-sifat dari

oligosakarida yang lebih tinggi bergabung dengan polisakarida yang lebih rendah.

Berikut adalah bagan golongan karbohidrat (Fessenden dan Fessenden, 1997).


1. Monosakarida

Karbohidrat ini, umumnya dirujuk sebagai gula yang mengandung 3 sampai 9 atom

karbon. Kebanyakan monosakarida yang umum di alam mempunyai 5 karbon (pentosa,

C5H10O5) atau 6 atom karbon (heksosa, C6H12O5). Sebagai contoh, glukosa, suatu gula

yang mengandung 6 atom karbon merupakan monosakarida yang paling umum yang

dimetabolisme di dalam tubuh untuk menyediakan energi; dan fruktosa (yang juga

heksosa) terdapat dalam beberapa buah (Sarker dan Nahar, 2009).

Terdapat dua jenis monosakarida, yakni aldosa dan ketosa. Aldosa mengandung

gugus aldehid, sedangkan ketosa mengandung gugus keton. Selain itu, monosakarida

juga dapat dikelompokkan menurut jumlah atom karbon yang dimilikinya (Ngili,

2010).

Tergantung pada banyaknya atom karbon yang ada, monosakarida

dikelompokkan sebagai triosa, tetraosa, pentosa, atau heksosa, yang mengandung 3,

4, 5, atau 6 atom karbon. Monosakarida dikelompokkan secara lebih teliti dengan

menyatakan gugus fungsional dan banyaknya atom karbon. Sebagai contoh, glukosa

dapat dikelompokkan sebagai aldoheksosa, karena mengandung 6 atom karbon dan

juga mengandung gugus aldehid (Sarker dan Nahar, 2009).

Gliseraldehid merupakan aldosa yang paling sederhana. Gliseraldehid memiliki

sifat pereduksi karena merupakan suatu aldehid. Aldosa sederhana diturunkan dari

gliseraldehid, yakni dengan memasukkan atom karbon kiral terhidroksilasi (CHOH)

diantara karbon C-1 dan C-2 pada molekul gliseraldehid. Sedangkan ketosa sederhana

diturunkan dari dihidroksiaseton, yang merupakan suatu isomer dari gliseraldehid.

Monosakarida dalam bentuk lingkar memiliki karbon pereduksi yang disebut

karbon anomerik. Gugus hidroksil pada karbon anomerik jauh lebih reaktif daripada
alkohol primer atau sekunder biasa. Reaktivitas ini dipengaruhi tarikan electron oleh

atom oksigen pada cincin (Ngili, 2010).

2. Disakarida

Disakarida mengandung ikatan asetal glikosidik antara atom anomerik satu gula

dan gugus –OH pada posisi di mana pun dalam gula yang lain. Ikatan glikosidik

antara C-1 gula pertama dan gugus –OH pada C-4 gula kedua merupakan ikatan yang

sangat umum. Ikatan semacam ini disebut dengan hubungan 1-4’, sebagai contoh

adalah maltosa, yang mana 2 molekul glukosa dihubungkan antara C-1 dan C-4

melalui oksigen. Suatu ikatan glikosidik pada karbon anomerik dapat berupa α atau β.

Disakarida yang paling umum terjadi secara alami adalah sukrosa (gula tebu).

Sukrosa diturunkan dari tanaman dan secara komersial disiapkan dari gula tebu dan

gula bit, sementara laktosa ditemukan dalam susu binatang. Disakarida lain yang

umum diperoleh dari pemecahan polisakarida, seperti maltosa (diperoleh dari

amilum) dan selobiosa (diperoleh dari selulosa) (Sarker dan Nahar, 2009).

3. Polisakarida

Polisakarida memiliki fungsi utama sebagai pembentuk struktur atau untuk

penyimpanan energi. Tepung dan glikogen merupakan polimer glukosa yang

berfungsi sebagai penyimpan gula di dalam tumbuhan dan hewan. Polimer glukosa

lainnya adalah selulosa, yang merupakan bahan utama pembentuk dinding sel pada

tanaman. Selain selulosa, tumbuhan juga mengandung pectin dan hemiselulosa

(Ngili, 2010).

C. Analisis Karbohidrat dalam Makanan/Minuman


Berdasarkan sifat-sifat karbohidrat dan reaksi-reaksi kimia yang spesifik, maka

karbohidrat dapat dianalisis secara kualitatif (untuk mengetahui keberadaan

karbohidrat) dan secara kuantitatif (untuk mengetahui kadar karbohidrat).

Dalam penelitian ini uji pertama yang dilakukan adalah menganalisis kualitatif

karbohidrat pada susu kedelai dengan metode uji pendahuluan menggunakan pereaksi

Molisch dan uji keberadaan gula pereduksi (uji oksidasi gula) menggunakan pereaksi

Tollens. Sedangkan analisis kuantitatifnya ialah dengan menggunakan metode Luff-

Schoorl. Metode Luff-Schoorl ini digunakan karena didasarkan pada SNI 01-2891-

1992 dalam Manikharda (2011), yang menjelaskan bahwa metode analisis untuk total

karbohidrat menggunakan metode Luff-Schoorl.

1. Analisis Kualitatif

a) Uji Pendahuluan dengan Pereaksi Molisch

Karbohidrat oleh asam anorganik pekat akan dihidrolisis menjadi

monosakarida. Dehidrasi monosakarida jenis pentosa oleh asam sulfat pekat

menjadi furfural dan golongan heksosa menghasilkan hidroksi-metilfurfural

(Yazid dan Nursanti, 2006).

Karbohidrat dengan zat tertentu akan menghasilkan warna tertentu yang

dapat digunakan untuk analisis kualitatif. Bila karbohidrat direaksikan dengan

larutan naftol dalam alkohol, kemudian ditambahkan H2SO4 pekat secara hati-

hati, pada batas cairan akan terbentuk furfural yang berwarna ungu. Reaksi ini
disebut reaksi molisch dan merupakan reaksi umum bagi karbohidrat (Winarno,

1991).

b) Uji Keberadaan Gula Pereduksi (Uji Oksidasi Gula) dengan Pereaksi

Tollens

Uji tollens digunakan sebagai uji kualitatif untuk mengetahui ada tidaknya

gula pereduksi dalam sampel yang mengandung karbohidrat. Pereaksi tollens

sering juga disebut perak amoniakal yang merupakan campuran AgNO3 dan

amonia yang berlebihan (Fessenden, 1986 dalam Aryanti, dkk 2010). Pereaksi

tollens digunakan untuk membuktikan adanya gugus aldehid bersifat reduktor.

Kandungan tollens A terdiri dari AgNO3 dan tollens B terdiri dari NH3 berlebih,

sehingga jika dicampurkan endapan menjadi larut (Aryanti, dkk 2010).

Tes dengan pereaksi tollens didasarkan pada mudahnya gugus aldehid

dioksidasi menjadi asam karboksilat. Menurut Ridwan (1989), jika suatu

senyawa aldehid ditambahkan pada pereaksi tollens yang kemudian dipanaskan,

maka senyawa aldehid akan teroksidasi menjadi asam karboksilat yang segera

membentuk garam amonia. Sedangkan pereaksi tollens akan tereduksi sehingga

dibebaskan logam perak yang segera melekat pada dinding tabung reaksi.

2. Analisis Kuantitatif

Sebagian besar karbohidrat, teutama golongan monosakarida dan disakarida,

mempunyai sifat mereduksi. Contohnya: glukosa, fruktosa, galaktosa, laktosa dan

maltosa. Sifat mereduksi dari karbohidrat disebabkan oleh adanya gugus aldehida
atau gugus keton bebas atau karena mempunyai gugus hidroksil (-OH) bebas yang

reaktif. Pada molekul glukosa (aldosa), gugus pereduksi terletak pada atom C nomor

1, sedangkan pada fruktosa (ketosa) terletak pada atom C nomor 2.

Molekul sukrosa (disakarida) dan polisakarida (amilum, glikogen, dekstrin, dan

selulosa) tidak mempunyai sifat mereduksi karena keduanya tidak mempunyai gugus

pereduksi. Gugus-gugus sudah saling terikat, sehingga sifat mereduksinya hilang.

Sifat sebagai reduktor atau kemampuan mereduksi dari karbohidrat akan mengubah

2+ +
ion-ion logam, misalnya ion Cu dari bahan pereduksi menjadi ion Cu yang

mengendap sebagai Cu2O berwarna merah bata (Yazid dan Nursanti, 2006).

a) Gula Pereduksi

Menurut Apriyanto (1989) dalam Sari dkk (2011), gula pereduksi yaitu

monosakarida dan disakarida kecuali sukrosa dapat ditunjukkan dengan

pereaksi Fehling atau Benedict menghasilkan endapan merah bata (Cu2O).

Selain pereaksi Benedict dan Fehling, gula pereduksi juga bereaksi positif

dengan pereaksi Tollens.

Penentuan gula pereduksi selama ini dilakukan dengan metode pengukuran

konvensional seperti metode Osmometri, Polarimetri, dan Refraktrometri

maupun berdasarkan reaksi gugus fungsional dari senyawa sakarida tersebut

(seperti metode Luff-Schoorl, Seliwanoff, Nelson-Somogyi dan lain-lain). Hasil

analisisnya adalah kadar gula pereduksi total dan tidak dapat menentukan gula
pereduksi secara individual. Untuk menganalisis kadar masing-masing dari gula

pereduksi penyusun madu dapat dilakukan dengan menggunakan metode

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Metode ini mempunyai beberapa

keuntungan antara lain dapat digunakan pada senyawa dengan bobot molekul

besar dan dapat dipakai untuk senyawa yang tidak tahan panas (Swantara, 1995

dalam Sari dkk, 2011).

b) Analisis Total Karbohidrat dengan Metode Luff-Schoorl

Uji karbohidrat yang resmi ditetapkan oleh BSN dalam SNI 01-2891-1992

dalam Manikharda (2011), yaitu analisis total karbohidrat dengan menggunakan

metode Luff Schoorl. Pada tahun 1936 International Commission for Uniform

Methods of Sugar Analysis mempertimbangkan metode Luff-Schoorl sebagai

salah satu metode yang resmi dapat digunakan untuk menstandarkan analisis

gula pereduksi karena metode Luff-Schoorl saat itu menjadi metode yang resmi

dipakai di pulau Jawa, disamping nominator lainnya yaitu metode Lane-Eynon.

Tetapi pada saat itu metode kolorimetri belum banyak berkembang dan dalam

catatan komisi itu terdapat agenda untuk melakukan penyeragaman analisis

gula dengan metode kolorimetri.

Sebelum menetapkan kadar karbohidrat pada sampel (dianggap sebagai


gula pereduksi), maka terlebih dahulu dilakukan preparasi sampel. Mula-

mula sampel dalam bentuk cair dibuat basa dengan penambahan CaCO3 agar

asam-asam yang
terdapat dalam sampel tidak menghidrolisa gula yang ada selama pemanasan.

Pemanasan sampel diperlukan untuk menginaktivasi enzim-enzim

penghidrolisa gula. Untuk menghilangkan pigmen, senyawa berwarna dan

senyawa koloid maka kedalam sampel ditambahkan Pb-asetat basa.

Kelebihan Pb-asetat dihilangkan dengan penambahan Na/K-oksalat.

Anda mungkin juga menyukai