Anda di halaman 1dari 64

BAB 13

TES KEAMANAN KOSMETIK

Pendahuluan

Di Amerika pada tahun 1938, Food Drug and Cosmetic Act dibentuk untuk

menjembatani kepentingan baik para pasien, konsumen, maupun produsen obat-

obat farmasi dan kosmetika. Menurut UU mengenai hal ini dikeluarkan setelah

terjadinya peristiwa kematian banyak orang setelah memakai kosmetika yang

menggunakan ethylene glycol sebagai dasar bagi disperse derivate sulfanilamide.

Sebelum suatu produk farmasi atau kosmetika dapat dijual kepada umum,

produsen harus menyerahkan kepada pemerintah cara pemakaian produk serta

dengan laporan dengan hasil-hasil pengujian keamanannya pada hewan, manusia

dan klinis. Berdasarkan keterangan tersebut, obat atau kosmetika yang diperoleh

pemerintah dianggap berbahaya bagi umum dapat dilarang untuk diedarkan

(Lubowe).

Di Indonesia, sebelum suatu produk kosmetika diproduksi dan diedarkan

kepada masyarakat, formulasi, komposisi, nama, dan sifat dari masing-masing

bahan, cara pembuatan, sifat-sifat produk dan hasil test keamanannya juga harus

dilaporkan kepada Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan (Dirjen POM)

Departemen Kesehatan RI untuk diteliti, dikoreksi dan jika disetujui lalu diberi nomor

surat izin produksi. Walaupun sudah disetuji, jika dikemudian hari dalam

peredarannya produk itu ternyata mengandung bahan diluar apa yang dilaporkan

atau menimbulkan gangguan-gangguan yang parah pada pemakai, produk itu dapat

dilarang beredar dan dihentikan produksinya, tentu saja akan merugikan produsen.

282
A. Metode Pemeriksaan Kulit

1. Pemeriksaan dan klasifikasi kulit

Untuk pemeriksaan kulit awal, dapat dilakukan dengan mengamati

kondisi kulit sesuai klasifikasi pada umumnya. Berdasarkan kulit dibagi

menjadi 3 jenis yaitu kulit kering, kulit normal, dan kulit berminyak. Kulit kering

merupakan kulit dengan kadar air kurang. Kulit normal adalah kulit dengan

kadar air yang tinggi dan kadar minyak rendah sampai normal, sedangkan

kulit berminyak adalah kulit dengan kadar minyak dan air tinggi.

Ciri-ciri yang terlihat pada kulit kering, yaitu :

a. Kulit kusam, bersisik.

b. Mulai tampak kerutan-kerutan.

c. pori-pori tidak kelihatan.

Ciri-ciri yang terlihat pada kulit normal yaitu :

a. Kulit tampak segar dan cerah.

b. Cukup tegang dan bertekstur halus.

c. Pori-pori kelihatan tetapi tidak terlalu besar.

d. Kadang kelihatan berminyak di daerah dahi, dagu dan hidung.

Ciri-ciri yang terlihat pada kulit berminyak yaitu :

a. Tekstur kulit kasar dan berminyak.

b. Pori-pori besar.

c. Mudah kotor dan berjerawat.

2. Metode Non Invasif

Untuk mengetahui keadaan kulit dengan lebih detail, dapat menggunkan

alat modern, seperti :

a. Skin pH-meter : mengukur pH kulit.


283
b. Corneometer : mengukur kadar air kulit.

c. Sebumeter : mengukur kadar minyak.

d. Cutometer : mengukur elastisitas kulit.

e. Tewameter : mengukur penguapan air kulit.

f. Skin visiometer : mengukur tekstur kulit.

g. Mexameter : mengukur kadar melamin dan kemerahan.

h. Chromameter : mengukur indeks warna kulit dan skin

lightness.

i. 3D configuration with ultrasound system : untuk pengamatan dan

pengukuran anatomi kulit dengan pencitraan ultrasound.

B. Uji Keamanan Kosmetik

Seperti yang sudah dijelaskan pada pendahuluan, bahwa sangat penting

untuk memilih bahan-bahan baku yang aman dan berkualitas tinggi, melakukan

pengujian atau test keamanan bahan baku sebelum dimasukkan ke dalam produk

(disebut inpatch test), menguji keamanan produk akhir sebelum dipasarkan (disebut

usage test), menguji keamanan produk akhir pada konsumen setelah beberapa lama

dipasarkan (disebut efficacy test) melalui pemeriksaan, wawancara dan

“questionnaire” pada para pemakai.

Patch test dan Usage test dilakukan baik pada manusia maupun pada

hewan, dan mencakup pengujian berbagai segi keamanan dari bahan baku atau

produk akhir, misalnya :

 Potensi iritasi terhadap kulit dan mata

 Fototoksisitasnya terhadap kulit

 Komedogenisitasnya (dayanya untuk merangsang terjadinya jerawat dll.

284
Patch test dan Usage test dapat dilakukan berbagai jenis produk misalnya :

shampo, sabun, dll.

Beberapa jenis patch test dan usage test dari berbagai bahan dan berbagai

produk akhir.

1. Patch Test6

a. Digunakan untuk memeriksa kepekaan kulit terhadap suatu bahan, dipakai

untuk mendiagnosa penyakit kulit : allergic contact dermatitits.

b. Teknik Patch Test ini telah distandarisasi dengan memfiksasikan dan

meletakkan bahan-bahan pada kulit dengan sepotong kertas filter Whatmann

yang melekat di kertas

aluminium foil yang telah

dilapisi satu sisinya dengan

polyethylene film.

c. Test ini ada 2 tipe :

 The AC Test (Imeco, Sweden)

 The Silver Patch

d. Bahan allergic yang akan diperiksa lebih baik dalam bentuk cair diletakkan

pada filter paper disc lalu kertas patch tester ini diaplikasikan ke kulit dengan

plester adhesive.

e. Patch test dapat dilakukan dimana saja di kulit tetapi umumnya dilakukan di

kulit belakang tubuh. Tester ditinggalkan di tempat tersebut selama 48 jam,

setelah itu diangkat dan tempat yang ditest diberi tanda.

f. Hasil dinilai 15 dan 30 menit setelah pengangkatan, diulangi setelah 24 jam dan

hasil terakhir adalah kesimpulan dari test.


285
g. Pada pasien yang sedang menderita acute dermatitis yang luas, test ini apabila

dilakukan akan menimbulkan reaksi false positif dan akan memperberat

erupsi. Jadi, prosedur dilakukan bila erupsi telah terkendalikan, kuit yang dipilih

harus bebas dermatitis paling sedikit 4 minggu.

h. Bahan yang akan ditest harus dicairkan ke tingkat yang tidak menimbulkan

reaksi pada orang yang tidak sensitif (kontrol). Konsentrasi yang terlalu tinggi

akan menimbulkan iritasi hebat, sedangkan konsentrasi yang terlalu rendah

akan tidak menimbulkan respons.

i. Pada prakteknya, bahn-bahan yang akan ditest konsentrasinya harus dibawah

10%, kecuali beberapa bahan antara lain : balsam peru (25%), neomycin

(20%), wool alcohol (30%), dan lanolin (100%).

j. Bahan pelarut yang dipakai harus tidak bersifat stabil dan tidak mudah menguap

adalah yang terbaik.

k. Klasifikasi pada reaksi patch test :

+? = meragukan, kemungkinan karena efek iritasi lemah berupa

kemerahan ringan tanpa infiltrasi yang terjadi perlahan-lahan.

+ = erythema dengan infiltrasi

++ = erythema, infiltrasi, papula

+++ = disertai pembentukan vesicular

++++ = reaksi positif kuat dengan edema dan vesicular/bullae yang

confluent.

- = negatif

IR = reaksi iritasi

NT = tidak dites

286
2. Open Test

a. Bahan langsung diaplikasikan 2-3 kali sehari ke area yang sama pada lengan

bawah selama 2 hari dan reaksi yang terjadi langsung dinilai.

b. Reaksi yang positif menandakan bahwa reaksi patch test tersebut adalah karena

alergi, sedangkan jika hasil negatif,tidak menghilangkan kemungkinan karena

alergi.

3. Tes Potensi Iritasi Pada Kulit

a. Draize Test

 Mengevaluasi potensi iritasi dari bahan kimia pada binatang dengan

memakai kelinci albino.

 Test dilakukan dengan teknik patch test pada kuit kelinci yang dilukai dan

juga pada kulit yang utuh.

 Minimal binatang yang ditest 6 ekor, bulu-bulu telah dicukur.


287
 Bahan yang akan dites diletakkan pada bahan berbentuk segi empat

(dapat berupa surgical gauze)

 Bahan yang ditest untuk cairan : 0,5 mL, untuk bahan padat/setengah

padat : 0,5 gr. Bahan padat dilarutkan dengan larutan yang sesuai.

 Lalu seluruh badan kelinci dibungkus dengan bahan yang bersifat elastis

(rubberized cloth) selama 24 jam. Untuk menjaga agar bahan yang akan

ditest tetap di posisi semula dan mencegah agar bahan yang menguap.

Setelah 24 jam, bahan diangkat dan hasil reaksi dievaluasi, diulang pada

72 jam.

 Tes ini bukan untuk produk akhir (barang jadi)

b. Freund’s Complete Adjuvant Test (FCAT)

 Untuk memilih bahan kimia berdasarkan reaksi imun (kekebalan).

 Variant i.d. test, bahan dimasukkan ke Freund’s Complete Adjuvant (FCA)

sehingga konsentrasi akhir dari emulsi adalah 5-50%. Untuk perbandingan,

bahan yang akan dilarutkan, dicairkan kelarutan yang sesuai (misal: air,

aceton, alcohol, petrolatum, atau polyethylene glycol.)

 Dua kelompok guinea pig (marmot), setiap kelompok berjumlah 8-10 ekor,

sebagai kelompok eksperimen dan yang lain sebagai kelompok kontrol.

288
 Bahan yang akan ditest di dalam FCA (0,1 mL) disuntikkan intradermal ke

sisi kanan bagian dalam dari binatang dalam kelompok eksperimen. Setiap

hari ke-2, dengan total 5 kali. Binatang kontrol disuntik dengan 0,1 mL FCA

saja. 4 dari binatang diuji untuk efek toksik untuk efek toksik bahan setelah

1 kali pemakaian topical dengan langsung memberikan konsentrasi 100%,

30%, 10% dan 3% ke sisi kiri binatang. Tempat aplikasi dibiarkan terbuka,

reaksi pada kulit dinilai setelah 24 jam kemudian. Iritasi yang terkecil

sebagai kemerahan sedang paling sedikit pada 25% dari binatang dalam

kelompok. Nilai non irritant yang maksimal diberikan pada konsentrasi yang

tertinggi yang tidak menimbulkan reaksi apapun.

 Test ini untuk menentukan kapasitas sensitisasi dari bahan.

 Test dinyatakan allergenik bila 1 dari 8 binatang dari kelompok eksperimen

menunjukkan reaksi positif terhadap konsentrasi non irritant yang dipakai

untuk percobaan.

 FCAT sederhana saja, tetapi tidak untuk produk jadi.

 Lebih sensitif dari pada Draize Test dan Buhler Test.

c. Guinea Pig Maximization Test ( GPMT)

289
 Magnusson dan Kligman menemukan suatu prosedur yang sensitif untuk

mendeteksi kapasitas dari suatu bahan untuk menyebabkan sensitisasi

langsung pada guinea pig (marmot).

 Dengan memperbandingkan hasil test ini dengan pengalaman klinis dan

dengan memakai bahan yang telah dikenal sebagai kontak allergen.

 Dua kelompok yang masing-masing terdiri dari 20-25 guinea pig sebagai

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

 Bahan yang akan ditest disuntikkan intradermal atau topical.

 Injeksi dengan bahan itu sendiri atau digabungkan dengan FCA. Bahan

yang larut dalam air akan dilarutkan dahulu sebelum dijadikan emulsi.

Bahan yang larut dalam minyak atau bahan-bahan yang sukar larut

digabungkan dengan FCA sebelum ditambahkan air.

 Konsentrasi untuk suntikan intradermal disesuaikan dengan level tertinggi

yang masih bisa ditolerir.

 Topical test dilakukan dengan occlusive patch.

 Pada hari ke-7, bahan dilebarkan dengan kertas filter, ditutupi plastik

adhesive tape yang impermeable, lalu badan dibalut dengan adhesive

bandage elastis.

 Hari ke-21, kelompok eksperimen dan kelompok kontrol memakai occlusive

patch selama 24 jam.

 Dinilai pada hari ke 23-28.

 Test ini baik untuk mengenal bahan-bahan yang menyebabkan kontak

alergi.

290
d.Buhler Test

 Tiga kelompok yang masing-masing terdiri dari 10-20 guinea pig.

 Kelompok eksperimen diuji dengan bahan yang akan ditest plus pelarut.

 Kelompok kontrol hanya dengan pelarut.

 Kelompok negatif kontrol hanya dengan bahan yang akan ditest.

 Bahan dicairkan/dilarutkan dan dioleskan ke kulit sisi binatang dengan

sistem occlusive patch selama 6 jam.

 Aplikasi dengan jarak 1 minggu selama 3 minggu.

 Dapat dipakai untuk produk jadi (misalnya shampoo), atau dilarutkan lebih

dahulu.

 Test ini banyak keuntungannya. Kurang iritasi, hanya menimbulkan sedikit

kesan positif yang palsu.

 Digunakan sebagai screening pertama untuk produk jadi.

e. Open Epicutaneous Test (OET)

 Kontras dengan test-test sebelumnya, test ini hanya menggunakan satu

konsentrasi. Bahkan dioleskan langsung, tidk ditutupi, tidak

291
dilarutkan/dicairkan, bila perlu bahan dilarutkan dengan konsentrasi 30%,

10%, 3% dan 1% dengan pelarut yang sesuai.

 Satu sampai enam kelompok eksperimen dan satu kelompok kontrol, yang

masing-masing terdiri dari 6-8 guinea pig.

 Volume tertentu dari setiap konsentrasi dengan pipet/syringe diaplikasikan

pada sisi seluruh binatang eksperimen.

 Reaksi dinilai 24 jam setelah aplikasi: dinilai konsentrasi yang menimbulkan

minimal iritasi dan konsentrasi maksimal yang tidak menimbulkan iritasi.

 Aplikasi diulang setiap hari selama 3 minggu atau 5 kali seminggu selama

4 minggu dengan menggunakan tempat yang sama. Dinilai kembali pada

akhir tiap minggu.

 Test ini digunakan untuk contoh bahan kimia, campuran-campuran dan

produk-produk jadi, untuk efek sensitisasi dan iritasi.

4. Iritasi Pada Mata

Produk-produk yang harus ditest:

a. Kosmetika mata: mascara, Eye-shadow, eye-liner, eye makeup remover, dll.

b Kosmetika wajah: foundation blusher, face powder, lipstic, dll.

c. Kosmetika lain: nail cosmetics, hair care products, body lotion, dll.

292
Tanda iritasi pada mata: merah, bengkak, sakit, panas (erythema, edema, pain,

heat)

a) Preclinical Test

1. Iritasi karena bahan kimia dalam satu-satunya penyebab peradangan pada

mata yang dapat ditest pre-clinically.

2. Test yang dilakukan: Draize Eye Irritation Test, yang dilakukan pada kelinci

albino, karena mata kelinci lebih sensitif dari pada mata manusia.

3. Iritasi pada mata karena bahan kimia dapat ditest pada bagian mata:

conjunctiva, iris, dan kornea.

4. Reaksi yang ditimbulkan berupa: konjungtiva (erythema, edema), iris

(hyperaemia), kornea (opacity).

b) Clinical Test

1. Test iritasi objektif dilakukan preclinically, sedangkan test subjektif

dievaluasi langsung di mata.

293
2. Test ini dengan cara langsung memberikan bahan yang ditest ke mata dan

menentukan respons berupa: sakit-panas-gatal-airmata.

c) Human Use Test

1. Dengan memakai produk jadi untuk meneliti potensi iritasi pada mata.

2. Dilakukan setiap hari selama 1 bulan.

3. Dilakukan pemeriksaan setiap minggu oleh dermatologist dan

opthalmmologist.

5.Phototoxicity

Iritasi non-immunologis yang berhubungan dengan cahaya dan terjadi setelah

kulit dikenai cukup cahaya dan terjadi setelah kulit dikenai cahaya yang

dibutuhkan non-eritrogenik light (320 nm) dan pemetrasi per-cutan dari bahan

yang bersifat dipakai sebagai cahaya.

a. Animal Testing

 Dengan memakai tikus dan kelinci yang sudah tidak berbulu diekspose ke

bahan kimia selama 5-10 menit sebelum dikenia cahaya.

 Pada manusia dibutuhkan waktu yang lebih lama (optimal 1 jam)

294
b. Human Testing

 Test ini cukup aman karena hanya sebagian kecil daerah yang ditest dan

dapat dilakukan di daerah lengan dan belakang tubuh, sehingga daerah

wajah dapat dihindaarkan.

 Akibat dari test ini timbul dermatitis setempat yang mudah sembuh.

 Kemungkinan dalam waktu beberapa minggu sampai bulan dapat timbul

hiperpigmentasi.

6. Test Iritasi Untuk Sabun dan Detergent Bars.

a. Chamber Test

 Digunakan 80% larutan (berat/volume) dengan melarutkan potongan sabun di

air dan dipanaskan perlahan-lahan. Bila dingin, larutan akan menjadi pasta,

dengan memanaskannya 40˚C akan kembali menjadi cair.


295
 Cara :

1. Aplikasi cairan yang akan diuji dioleskan ke kulit lengan bawah bagian

dalam dari orang-orang yang telah dipilih.

2. Dengan teknik occlusive digunakan Duhring Chambers dengan volume

0,1 mL.

3. 6 sampai 8 chamber difiksasikan dilengan bawah dengan gulungan pita

yang porous.

4. Pertama-tama dioleskan selama 24 jam, lalu larutan yang baru

diaplikasikan ke kulit yang sama hanya 6 jam sehari selama 4 hari berturut-

turut.

5. Pada saat bebas (7 jam di hari ke-2 dan 14-16 jam pada hari selanjutnya)

kulit tidak dilindungi atau diberikan apa-apa.

6. Reaksi kulit dinilai pada hari ke 8 sesudah aplikasi pertama dengan nilai

sebagai berikut:

Erythema (kemerahan):

1+ : sedikit, flek, atau menyeluruh

2+ : sedang, merah seluruhnya

3+ : hebat

4+ : merah sekali, dengan pembengkakan atau kerusakan epidermis

(vesicular atau necrosis)

Scaling (pengelupasan):

1+ : kekeringan

2+ : pengelupasan ringan

3+ : pengelupasan sedang

4+ : pengelupasan hebat
296
Fissures (retak-retak):

1+ : retak halus

2+ : satu atau lebih retak yang lebih lebar

3+ : retak yang luas dengan perdarahan atau eksudasi.

Bila timbul erythema hebat (4+), tes dihentikan.

b. Wash Test

1. Antecubital Wash Test.

 Daerah antecubital dari orang-orang yang dipilih, dicuci dengan bahan yang

akan dites dua kali sehari.

 Sepotong kapas non-woven (5x5 cm) dilembabkan dengan air hangat.

 Setelah dibuat busa di tempat sabun, kulit dicuci selama 1 menit.

 Sesudah dibilas ringan, prosedur diulang selama semenit lagi.

 Lalu busa ditinggalkan di kulit selama 2 menit lagi sebelum dibilas bersih.

 Kulit dikeringkan dengan handuk yang lembut.

 Daerah anticubital sisi lain dilakukan tes yang sama dengan bahan yang

sama untuk perbandingan.

2. Facial Wash Test

 Kedua belah pipi dicuci dua kali sehari sama seperti wash test, kecuali busa

segera dibilas setelah pipi dicuci dengan sabun selama 2 menit.

 Reaksi di kulit dinilai 30 menit setelah itu, dengan penilaian sebagai berikut:

Erythema (kemerahan):

1+ : tipis, flek

2+ : sedang (diameter < 3 cm)

3+ : hebat (diameter > 3 cm)

297
4+ : sangat hebat (diameter > 10cm, dengan erasi punctata)

Discomfort (rasa terganggu):

1+ : sedikit tegang

2+ : tegang yang hebat

3+ : sakit ringan (rasa terbakar)

4+ : sakit hebat

Pencucian dikedua pipi dihentikan bila segera timbul iritasi hebat atau 3+, 4+

discomfort.

3. Scarification Test

 Untuk menilai kerusakan jaringan yang sebenarnya

 Tanpa stratum corneum (lapisan tanduk) sebagai barrier (penghalang)

 Test dilakukan pada sekelompok sabun dan detergent bars, dibedakan

dengan kulit yang utuh.

 Sesudah kulit dilukai dengan jarum halus, produk dengan konsentrasi 0,1%

dan 1,5% diaplikasikan dengan sistem occlusive selama 3 hari ke bagian

dalam lengan bawah pada 10 volunter.

 Reaksi dinilai pada hari terakhir dengan nilai : 0=negatif, 4+= kemerahan

hebat dengan nekrosis.

7. Test Toleransi Terhadap Detergen Dalam Shampo.

a. Guinea Pig Skin Irritation Test (Non Occlusive)

 Digunakan 5 ekor guinea pig

 Produk diaplikasikan setiap hari selama 4 hari pada sisi badan binatang.

 Satu gram dari bahan yang akan dites diaplikasikan ke area ± 4x4 cm tanpa

dibilas.

298
 Ketebalan kulit diukur dengan micrometer.

 Evaluasi dilakukan pada hari ke 1, 2, 3, dan 4.

b. Rabbit Skin Irritation Test (Occlusive)

 Digunakan 6 kelinci, satu sisi badan dilukai, sisi yang lain utuh.

 Satu aplikasi dilakukan dengan occlusive bandage.

 Satu gram bahan diaplikasikan tanpa dibilas pada are seluas 4x4 cm.

 Kemerahan dievaluasi pada jam 24 dan 48.

c. Rabbit Eye Irritation Test

 Digunakan 6 kelinci

 Bahan langsung diberikan ke mata binatang tanpa dibilas.

 Kerusakan pada kornea, iris, dan konjungtiva dinilai setelah 2 jam dan hari ke

1,2, 3, 4, dan hari ke 7 setelah aplikasi.

d. Eye Comfort Evaluation

Telah diketahui dengan baik bahwa sediaan yang dipertimbangkan sebagai

non-iritan melalui Draize eye test tetap dapat menyebabkan rasa tersengat (stinging)

dan tidak nyaman jika terjadi kontak dengan mata manusia. Sangat penting untuk

memperkirakan kemungkinan terjadinya efek tersebut jika formulasinya berupa

shampo bayi. Satu cara untuk mengetahuinya merupakan adaptasi dari writhung test

yang dilakukan pada tikus yang umum digunakan dalam bidang farmakologi.

e. In Vitro Test

Pada beberapa tahun terakhir, pertanyaan-pertanyaan tentang nilai relevansi

pengujian terhadap hewan yang telah memotivasi sejumlah peneliti untuk

mengembangkan metode biokimia dan biofisika untuk membuat perkiraan dengan

akurat yang layak, tentang bagaimana surfaktan akan bereaksi secara in vivo.

299
Karena adanya pengakuan akan keberatan yang diajukan oleh tekanan kelompok

tertentu, organisasi Cosmetic, Toiletry and Fragrance Association (CTFA)

memutuskan untuk mensubsidi penelitian dalam usaha mengembangkan metode

pengujian alternative bagi Draize Test.

Beberapa diantara metode pengujian in vivo tersebut adalah:

 Pelepasan gugus Sulfhydryl dari ovalbumin dan kalus manusia.

 Aksi pada sistem enzim.

 Pelepasan histamine dari mastocytes tikus.

 Pelepasan thymidine berlabel dari fibroblast.

 Penilaian kemampuan sel-sel epitel manusia untuk melepaskan fluorescein

dari fluorescein diacetate.

 Memblokir kontraksi ileum kelinci.

 Sitotoksisitas pada sel-sel V79 maupun tanpa serum janin anak sapi.

8. Tes Potensi Menimbulkan Komedo/ Jerawat (Comedogenity)

a. Animal Testing

 Diujikan pada saluran luar telinga (external aer canal) dari kelinci albino.

 Setelah milimeter bahan diaplikasikan ke satu telinga setiap kelinci, telinga

lain sebagai kontrol.

 Test dilakukan selama 5 hari dalam seminggu selama 2 minggu berturut-turut.

 Observasi timulnya pembesaran pori-pori dan hyperkeratosis dari folikel

minyak dan dibandingkan dengan kontrol.

 Hasil dinilai dengan angka: 0 = negatif s/d 5=hebat.

300
b. Human Testing

1. Langsung pada wajah.

 Dipilih remaja yang telah menderita jerawat atau yang mudah terkena jerawat.

 Sebelum tes dilakukan, jerawat yang ada dihitung, bahan diaplikasikan

selama 4-8 minggu, lalu dinilai kembali.

 Penilaian hasil tes ini kurang objektif.

2. Patch test pada bagian belakang tubuh.

 Dipilih 4-6 pria yang mudah timbul jerawat di tubuh bagian belakang.

 Tes dilakukan di area yang cukup luas secara occlusive selama 30 hari

dengan beberapa penggantian.

 Pada awal dan akhir tes, dilakukan biopsi pada folikel didaerah yang dites

dan telah dihilangkan lapisan keratin yang paling atas.

 Hasil tes yang menunjukkan penyumbatan keratin menunjukkan tanda

meningkatnya serbuk keratin pada pemeriksaan mikroskopis.

 Tingkat reaksi positif tergantung dari derajat sumbatannya.


301
B. Uji Efikasi Kosmetik

1. Evaluasi Efisiensi Cosmeceuticals

Pengenalan tentang metode-metode instrumental untu mengevaluasi

efikasi cosmeceutilcal pada kulit manusia. Meskipun penekanannya pada metode

instrumental, namun sangat dianjurkan untuk menggunakan pendekatan yang

meliputi evaluasi penilai ahli serta penilaian oleh panelis, guna melengkapi

pengukuran instrumental, dalam mengevaluasi efek berbagai cosmeceutilcal pada

kulit.

2. Kadar Air Stratum Corneum

Kadar air kulit diatur oleh substansi aktif yang disebut sebagai “natural

moisturizing faktor” (faktor pelembab alami) pada kulit sebagian besar tersusun atas

asam-asam amino dan produk degradasi keratohyalin, serta lipid-lipid interkorneosit

epidermal. Kadar air pada lapisan epidermis yang hidup.

Kadar air pada lapisan sel tanduk sangat dipengaruhi oleh kekerapan

kontak dengan airdan khususnya dengan surfaktan. Setiap kali kulit dicuci, kulit akan

kering dan akan membutuhkan waktu sekitar tiga jam sebelum kadar air pada

lapisan sel tanduk kembali normal. Efek menjadi kering dapat meningkat secara

dramatis dengan paparan yang kronis terhadap air dan deterjen jika mekanisme

perlindungan diri pada kulit mendapat beban yang terlalu berat.

Faktor-faktor lingkungan harus dipertimbangkan dalam mengukur kadar

air kulit. Contohnya, radiasi infra merah dari sinar matahari dapat memanaskan
302
suhu kulit sedangkan kenaikan suhu kulit akan meningkatkan kadar air pada kulit.

Perbedaan musim serta perubahan kondisi yang berhubungan dengan iklim juga

memegang peranan sehingga harus dipertimbangkan. Mekanisme pengaturan suhu

tubuh dapat berpengaruh besar terhadap keseimbangan air pada tubuh,termasuk

kadar air kulit. Selain faktor lingkungan, kadar air kulit juga tergantung pada bagian

tubuh dan ketebalan stratum corneum, jumlah dan aktivitas kelenjar keringat, usia

serta gaya hidup seseorang.

Terdapat beberapa metode pengukuran kadar air lapisan tanduk

kulit,kebanyakan berdasarkan karakter elektrik (misalnya konduktasi,

kapasitansi,dan impedansi) permukaan kulit yang tergantung kepada kandungan air.

Instrumen yang telah ada saat ini tidak memberikan nilai kadar air dalam g air per

cm2 kulit melainkan dalam skala unit. Pengukuran retensi air harus dilakukan 60

menit setelah pemakaian produk, karena jika kurang dari itu maka yang akan terukur

adalah evaporasi air dari produk.

Nilai yang terukur dari instrumen yang berbeda hanya berkorelasi hingga

suatu taraf tertentu. Bahkan model yang berbeda dari instrument yang sama dapat

memberikan hasil pengukuran yang berbeda. Hal ini berarti untuk praktek pengujian

hasil pengukuran harus diintepretasikan sebagai nilai relative.

a. Transepidermal Water Loss ( TEWL)

Beberapa peneliti menngunakan pengukuran transepidermal water loss

(TEWL) sebagai parameter kondisi barrier kulit. Pada kulit yang rusak TEWL

akan meningkat secara patologis, menjadikannya sebagai ukuran integritas

fungsi barrier lapisan tanduk.

303
Instrument yang digunakan untuk pengukuran ini (Tewameter Evaporimeter)

memakai prinsip yang sama. Tekanan penguapan air parsial diukur dalam

silinder terbuka pada jarak 3 mm dan 9 mm dari permukaan kulit. Dengan

hukum Fick (Fick’s Law) TEWL dihitung dari selisih antara kedua nilai tersebut

dan ditampilkan secara digital dengan satuan g/cm2/h.

b. Metode Konduktansi

Konduktansi elektrik lapisan kulit paling atas dapat diukur dengan arus

frekuensi tinggi. Instrumen skycon Hygrometer (I.B.S. Co.,Jepang) bekerja

berdasarkan prinsip ini. Probe pengukurnya yang memiliki dua elektroda

silinder, ditekankan pada permukaan kulit dengan tekanan konstan. Diantara

kedua elektroda tersebut suatu arus dua arah frekuensi tinggi (sekitar 3.5MHz)

mengalir melintasi kulit. Konduktansi yang terukur tergantung pada tingkat

kadar air dan di tampilkan secara digital dengan satuan 1/µOhm.

c. Pengukuran IR

Kadar air pada kulit dapat ditentukan dari absorpsi dermal radiasi infra merah

(infra red = IR) dengan evaluasi karakteristik berkas absorpsi air. Metode ini

memungkinkan pengukuran hidrasi stratum corneum karena kedalaman

penetrasi yang dicapai dengan pengaturan pengujian ini kecil (sekitar 10 µm).

Namun metode ini sangat banyak memakan waktu untuk suatu pengujian rutin.

d. Metode Frekuensi Resonansi

Kadar air kulit mempengaruhi elastisitasnya, perbedaan kadar airmenghasilkan

transmisi getaran mekanis yang berbeda antara suatu pemancar (transmitter)

dan penerima yang diletakkan pada kulit. Saat ini metode ini sudah tidak

digunakan lagi.

304
e. Fotoakustik

Metode ini dilakukan berdasarkan pengukuran sinyal akustik yang dihasilkan

dengan variasi tekanan yang muncul pada jaringan dengan foto-iradiasi

periodi.

f. Corneometer

Probe pengukur pada corneometerberfungsi berdasarkan prinsip pengukuran

kapasitansi. Lapisan tanduk merupakan suatu medium dielektrik. Sifat

dielektriknya berubah sesuai kadar air. Kapasitansi dari kapasitor pengukur

berubah sebagai respon terhadap kadar air sampel. Waktu pengukuran yang

sangat singkat, hanya satu detik, sangat penting karena adanya kemungkinan

efek oklusi.

3.Profil Permukaan Kulit

Permukaan kulit tidak merupakan permukaan yang halus merata tetapi

memiliki relief bergelombang. Area kulit yang bergerak karena ekspresi wajah

dan pada bagian persendiaan memperlihatkan gelombang kerut/keriput yang

lebih dalam. Dengan metode pengamatan profil permukaan kulit akan dapat

membedakan kerut kecil, kerut menua, dan kerut structural yang halus. Metode

ini secara umum terbagi dua, yaitu yang menggunakan replica dan pengukuran

langsung pada kulit.

a. Ahli Gambar Kuantitatif

305
Metode ini menggunakan preparat replica dari silicon berdiameter

sekitar 18 mm,dari kondisi sebelum dan setelah perawatan pada area

kulit yang sama. Pengamatan replica dilakukan menggunakan teknik

mikroskop transmisi atau mikroskop refletansi, dimana untuk setiap

teknik memerlukan preparat replica yang berbeda jenisnya (transparan

atau opaqoe). Analisa profil dilakukan dengan sistem komputer yang

terhubung langsung dengan instrument pengukur.

b. Profillometer – Hommer Tester

Metode ini menggunakan replica dari silicon berdiameter sekitar

35-50 mm. Pemindai berbentuk bintang dengan ujung berlian dilewatkan

pada profil negative. Gerakan vertical ujung berlian tersebut

ditransmisikan ke suatu jarum magnetic. Sinyalnya dikuatkan dan

digitalisasi, selanjutnya data yang diperoleh dapat dicetak sebagai plot

atau angka atau disimpan dalam komputer untuk dianalisa.

c. Laser Profilmetry

Replica dari silicon juga harus disiapkan untuk pengukuran dengan

metode ini. Suatu pemindai laser otomatis dengan sensor otofokus optic

digunakan untuk memindai replica yang ditempatkan ke dalam system

secara otomatis dengan system robotic. Kelebihan dari metode ini

adalah pengukuran profil tidak tergantung kepada orientasi garis-garis

kulit. Sebagai tambahan, parameter-parameter dapat dihitung untuk profil

keseluruhan dan tidak terbatas pada satu garis tunggal.

d. Skin Visiometer SV 500

306
Prinsip pengukuran dengan skin visiometer adalah berdasarkan

transmisi cahaya melalui suatu replica kulit dari silicon yang sangat tipis.

Porsi cahaya diabsorpsi dihitung mengikuti hukum Lambert-Beer.

Visualisasi profil diperoleh dengan memakai unit digitalisasi video.

Dengan metode ini kerutan besar dan kecil dapat dibedakan. Namun,

penetapan ketinggian dan kedalam dengan warna abu-abu membatasi

resolusi yang terlihat. Kesalahan juga dapat terjadi dalam penyiapan

replica kulit.

e. Primos (Phase Shifting Rapid In Vivo Measurement of Skin)

Sistem primos menggunakan prinsip triangulasi untuk analisa citra.

Metode ini memerlukan pencahayaan terstruktur, pencintraan 3 D data

terukur, perekaman data dinamis serta computer dengan bantuan

pengolah data terhubung. Instrumen Primos menggunakan cermin mikro

digital dan kamera CCD untuk merekam data. Karena instrument Primos

relative sulit digunakan (tidak praktis), pengukuran umumnya terbatas

pada lengan bawah. Kelebihannya adalah kulit dapat diukur dalam

hitungan detik tanpa disentuh. Profil permukaan kulit diukur dengan

prinsip pengukuran optis.

f. FOITS (Fast Optical In Vivo Topometry of Human Skin)

Seperti halnya pengukuran dengan Primos, pengukuran dengan

metode FOITS juga berdasarkan prinsip triangulasi. Sistem FOITS juga

menggunakan tekhnik pemisahan fase dengan empat fase pencitraan,

tetapi untuk meningkatkan resolusi metode ini juga mengkombinasikan

dengan tekhnik kode abu-abu. Salah satu keuntungan dari kombinasi ini

307
adalah tambahan kecerahan citra dari area yang diamati serta kualitas

pola yang di proyeksikan dapat dihitung untuk setiap titik citra.

Instrumen FOITS memiliki kelebihan yang sama dengan Primos,

tetapi karena instrument FOITS sangat mudah digunakan maka alat ini

dapat untuk mengukur segala bagian tubuh. Ini khususnya sangat

penting untuk mempelajari efek anti keriput disekitar mata secara

langsung.

Dewasa ini, sistem tanpa kontak untuk pengukuran kulit in vivo

secara cepat berkembang luas karena kelebihannya seperti waktu

pengukuran yang relative pendek untuk sejumlah besar data, tanpa

kontak, dan sebagainya.

g. Visoscan VC 98 (SELS)

Dengan metode ini, digunakan suatu kamera video terintegrasi

dengan sumber cahaya UVA yang tidak mempengaruhi kulit. Chip sensor

videonya memiliki resolusi yang tinggi. Instrumen ini juga memiliki

pengaturan sirkular sehingga permukaan kulit mendapat pencahayaan

yang seragam, dengan system yang mencegah cahaya yang tidak

diinginkan direflesikan dari kulit. Citra dapat disimpan dan parameter

dapat dihitung menggunakan unit digitalisasi dengan perangkat lunak

SELS. Kelebihan metode ini adalah kulit dapat di ukur langsung tanpa

membuat replica. Namun bagaimanapun juga resolusinya masih

terbatas.

h. Mikroskopi

Untuk mengamati dan mempelajari struktur yang berukuran sangat

kecil diperlukan instrument optic karena mata manusia memiliki resolusi


308
yang terbatas yaitu sekitar 0.2 mm saja. Instrumen ini memiliki sistem

pembesaran berganda sehingga struktur yang sangat kecil dapat

divisualisasikan dengan pembesaran yang lebih tinggi.

i. Mikroskopi cahaya transmisi

Suatu mikroskop sederhana tersusun atas suatu cahaya tunggal

dan sistem optic yang terdiri atas suatu lensa obyektif dan satu lensa

okuler. Setelah cahaya dari sumber melewati secimen, citra dari

specimen akan melalui lensa obyektif dan okuler dimana citra yang

diperbesar dari specimen yang diberi pencahayaan tersebut akan

tampak. Resolusi dari mikroskop cahaya semacam ini akan dibatasi oleh

kualitas lensa-lensa dan sumber cahaya yang sesuai. Penting untuk

dibedakan antara pembesaran dan resolusi: Meskipun suatu citra dapat

diperbesar dengan lensa obyektif tidak berubah. Dalam

pengembangannya, untuk menghasilkan citra struktur mikro yang lebih

kecil dari batas resolusi mikroskop cahaya, panjang gelombang radiasi

elektromagnetikyang digunakan untuk pencitraan harus diperpendek

maka dikembangkanlah mikroskop electron.

Susunan mikroskop transmisi electron (transmision electron

microscope = TEM) analog dengan mikroskop cahaya. Namun, specimen

tidak dicitrakan dengan cahaya, melainkan dengan elektron. Lensa yang

digunakan untuk pembesaran bukan lensa kaca melainkan

electromagnet dan citra visual diperoleh hanya setelah electron-electron

dilewatkan pada specimen hingga menumbuk layar phosphorescent


309
sehingga membuatnya memancarkan cahaya. Karena sorotan electron

yang digunakan untuk pencitraan memiliki panjang gelombang yang jauh

lebih pendek dibandingkan sinar tampak, maka resolusi yang dihasilkan

TEM yaitu sebesar 0.1 nm (secara praktis 1-2 nm)adalah jauh lebih baik

dibandingkan yang dihasilkan mikroskop cahaya. Bagaimanapun, karena

tingginya energi sorotan elektron, pencitraan TEM harus dilakukan dalam

kondisi sangat hampa udara karena jika tidak maka elektron- elektron

akan tersebar oleh molekul udara sehingga tidak dapat melakukan

pencitraan.

Spesimen untuk pemeriksaan dengan TEM harus memiliki ukuran

ketebalan khusus agar berkas cahaya atau sorotan elecktron dapat

menembusnya tanpa tumpang tindih dengan data pencitraan dari tingkat

specimen yang berbeda. Sebagai konsekuensinya, kebanyakan

specimen harus disiapkan terlebih dahulu sebagai suatu lapisan tipis

sebelum dicitraan dengan mikroskop ini.

j. Scanning Mikroscope Techiques

Teknik pemindaian mikroskop cahaya atau elektron dapat

digunakan sebagai alternative tekhnik pencitraan transmisi. Dalam teknik

pemindaian, cahaya tidak dilewatkan melalui keseluruhan specimen,

melainkan fokus memindai suatu area tertentu, baris demi baris, pada

atau di dalam spesimen pada setiap titik yang ditumbuk sorotan electron

instensitas sinyal yang kembali dari specimen direkam dalam unit deteksi

sinkronisasi. Sinyal-sinyal ini akan ditampilkan pada layar dengan tingkat

kecerahan yang berbeda-beda dan jumlah keseluruhan titik digabung

menjadi suatu citra. Dengan menggunakan tekhnik pemindaian, sampel


310
yang tidak dapat dilewati cahaya atau sorotan elektron, misalnya sampel

yang sangat tebal seperti kulit hasil biopsy atau sampel yang dapat

mereflesikan sinar seperti metal,dapat dicitrakan secara langsung dan

non-invasif.

Dengan confocal laser scanning microscopy (CLSM) menggunakan

sinar laser dengan panjang gelombang yang berbeda (misalnya :

biru/448 nm, hijau/543 nm, merah 643nm)yang difokuskan pada atau di

dalam sampel dengan obyektif untuk memindai sampel. Rekonstruksi 3D

(xyz) dari sampel tersebut selanjutnya disusun dari data pencitraan yang

dapat digunakan untuk memperoleh informasi kuantitatif tentang kondisi

permukaan, seperti kedalaman kerut kulit sebelum dan setelah

perawatan atau distribusi struktur target dalam volume 3D (misalnya

batas antara lapisan tanduk yang matidan sel-sel yang hidup). Karena

memakai prinsip confoal, CLSM memberikan kontras dan resolusi yang

lebih baik dibandingkan mikroskop cahaya standar.

Dengan scanning electron microscope (SEM) sampel dipindai

dengan sorotan electron focus, dan electron yang dihamburkan dari

sampel dikumpulkan. Seperti halnya TEM, resolusi yang dihasilkan SEM

jauh lebih baik dibandingkan mikroskop cahaya (teoritis 1 nm, praktik 2-4

nm). SEM dapat menghasilkan citra yang tajam dari permukaan yang

kasar ,tidak rata dari seluruh kedalaman permukaan. Namun, karena

pencitraannya dilakukan dengan sorotan electron maka pengukuran

hanya dapat dilakukan dalam kondisi hampa udara.

k. Spektroskopi mikroskopis

311
Tekhnik mikroskop dapat memberikan lebih dari sekedar

pencitraan suatu sampel. Interaksi antara sampel dengan radiasi antara

sampel dengan radiasi yang digunakan untuk pencitraan (sinar laser,

sorotan electron) dapat memberi informasi tentang komposisi kimia

sampel.

Dengan CLSM, absorpsi sinar laser oleh molekul sampel dapat

menyebabkan kenaikan status elektron dari tingkat dasar ke tingkat

energi yang lebih aktif. Dalam waktu singkat status ini akan kembali ke

tingkat dasar, melepaskan energi dalam bentuk sejumlah sinar yang

dapat di deteksi sebagai sinar berpendar. Spektra berpendar substansi

murni bersifat unik dan dapat digunakan sebagai sampel untuk

visualisasi distribusi kandungan aktif dalam suatu sistem kosmetik uang

kompleks. Sebagai tambahan, pemencaran inelastic sinar monokromatik

yang terjadi dapat dipelajari. Efek yang disebut pemencaran Raman

(Raman scattering)ini menghasilkan spectrum vibrasional sampel-sampel

yang diuji dan merupakan karakteristik dari setiap kandungan.

Spektroskopi Raman ini dapat di aplikasikan hanya untuk sampel tidak

berpendar (non – fluorescent).

Dengan mikroskop electron, penghamburan electron sekunder

menciptakan jarak di dalam kulit elektron bagian dalam yang dengan

segera diisi electron dari kulit dengan tingkat energi lebih tinggi. Energi

yang dilepaskan, dipancarkan sebagai sejumlah sinar x dan karakteristik

elemen tersebut. Menggunakan analisa energi X-ray (EDX) dapat

dilakukan dengan SEM.

4. Proteksi Terhadap Sinar Matahari


312
Kulit manusia merupakan mekanisme perlindungan yang pertama dan

utama terhadap pengaruh luar yang berbahaya. Pengaruh berbahaya ini meliputi

radiasi UV (280-400 nm) dan radiasi VIS/NIR (400-2,000 nm). Efek fisiologis radiasi

UV tergantung pada kisaran radiasinya. Radiasi UVC (100-280 nm) diserap oleh

lapisan ozon. Radiasi UVB (280-320 nm) menyebabkan pencoklatan langsung serta

penuaan kulit.

Radiasi VIS/NIR (>400 nm) menginfeksikan reaksi kulit. Meskipun radiasi

pada kisaran spectra ini dapat memicu proses kerusakan kulit, kebanyakan

penelitian focus pada kisaran UVB karena beberapa asam amino aromatisprotein

(tryptophan, thyrosine, phenylalanine, dan lain-lain) mengabsorpsi spectra ini yang

dapat menyebabkan kerusakan kulit yang parah. Efek sinergis radiasi UVA dan

VIS/NIR tidak dapat diabaikan karena juga berkonkontribusi pada kerusakan DNA;

pengkajian tentang kisaran radiasi ini menjadi pengecualian karena efektivitas

radiasi UVA dalam pembentukan radikal bebas lebih rendah di bandingkan UVB.

Tanpa sistem perlindungan kulit, peningkatan eritema dan pigmentasi

akan terjadi dengan paparan singkat terhadap sinar matahari, sedangkan paparan

yang lebih lama akan dapat mengakibatkan kanker kulit. Bukti-bukti menunjukan

bahwa setelah paparan berulang DNA akan terakumulasi secara in vivo di bawah

batas eritema, karena perbaikan DNA in vivo berjalan lambat. Tekanan terhadap

kekebalan juga dapat terjadi di bawah dosis eritema minimal (minimal erythemal

dosedose = MED).

Alasan penggunaan produk tabirsurya untuk menyerap radiasi berbahaya

yang mencapai kulit, dan atau merefleksikan atau memencarkan radiasi tersebut

dengan tujuan melindungi kulit. Untuk mencapai tujuan tersebut, penyaring (filter)

UV digunakan untuk mengembangkan produk tabirsurya. Penyaring kimia digunakan


313
utamanya untuk menyerap radiasi UV sedangkan penyaring fisik untuk merefleksi

dan memancarkan sinar dengan pigmen micronised (titanium dioxide, zinc oxide).

Antioksidan (radical scavenger) ditambahkan untuk mempengaruhi reaksi fotokimia.

a. Pengukuran UVB

Berbagai metode telah tersedia untuk mengukur kualitas suatu

produk tabir surya yang kadang-kadang memberikan hasil yang

berbeda-beda. Terdapat perbedaan dalam pengukuran untuk

pengukuran proteksi terhadap UVB dan UVA. Radiasi UVB utamanya

dinilai sebagai penyebab kerusakan akut pada kulit yaitu terbakar surya.

Sebelum diketahui efek kerusakan kronis yang disebabkan UVA,

tabirsurya sebagian besar terdiri dari UVB.

1. SPF In Vivo

Tingkat proteksi terhadap UVB dikenal sebagai SPF atau Sun

Protection Factor. SPF adalah rasio dari MED (Minimun Erythema

Dose) kulit yang terlindungi tabir surya terhadap MED kulit yang tidak

terlindungi. MED merupakan paparan UV minimun yang dibutuhkan

untuk menimbulkan terbakar surya yang baru nampak 16-24 jam

setelah iradiasi.

Miniman Erythena dose with sun protection

SPV uvb =----------------------------------------------------------

Minimal Erythena dose without sun protection

( Schulze,R. 1956 dalam Cosmetology – Theory and Practise,

Schrader & Domsch (Eds.))

314
Jadi nilai SPF mengindikasikan beberapa lama kulit yang

terlindung tabirsurya dapat terpapar sinar matahari sebelum muncul

eritema seperti pada kulit yang tidak terlindungi.

Metode standar pengukuran UVB yang digunakan di Eropa

merujuk pada metode dari COLIPA tahun 1994, yang menggantikan

standar DIN yang digunakan sebelumnya. Sedangkan di Amerika

Serikat, metode dari FDA tahun 1978, sebagaimana diamandemen

pada 1997, adalah metode yang digunakan untuk menetapkan SPF.

Australia dan Jepang juga memiliki standar metode masing-masing.

Pada dasarnya metode-metode tersebut sama semua

menggunakan spectrum radiasi seperti sinar matahari yang

ditentukan khususpada kisaran UV. Untuk pengukuran, sejumlah 2

mg/cm2 diaplikasikan ke punggung sukarelawan. Dalam seluruh

metode, eritame diinduksikan pada kulit manusia, dengan

minimalerythema dose (MED) terukur. Semua metode

merekomendasikan sukarelawan dengan tipe kulit 1-3, yaitu orang-

orang dengan kulit berwarna sangat terangkecoklatan sedang.

Perbandingan metode-metode pengukuran SPF yang dilakukan di

berbagai Negara, seperti terlihat pada tabel berikut :

Amerika serikat Eropa (COLIPA Australia &

(1999) 1994) Selandia Baru

(1993)

Tipe kulit dan I, II,III; Punggung I, II, III atau nilai I, II,III; Punggung

315
area pengujian terukur warna kulit;

punggung

Jumlah subjek 20-25 10-20 Minimal 10

Sampel standar SPF 4 Sesuai SPF yang SPF 4

( homosalate 8%) diperkirakan, SPF ( homosalate 8%)

4 atau 15

Jumlah sampel 2 mg/cm2 2.0 ± 0.04 mg/cm2 2 mg/cm2± 5 %

yang di

aplikasikan

Area aplikasi Minimal 50 cm 2 Minimal 35 cm2 Minimal 30 cm2

sampel

Sumber UV Solar simulator Solar simulator Solar simulator

Area iradiasi Minimal 1 cm2 Minimal 0.4 cm2 Minimal 1 cm2

Tambahkan Tergantung SPF 25% 26%, SPF yang

kenaikan yang diperkirakan diperkirakan 25

iradiasi atau >25 = 12%

Standar MED setelah 22-24 MED setelah 16- MED setelah 16-

penilaian jam 24 jam 24 jam

Indikasi tingkat SPF; coded SPF; coded SPF; coded

proteksi indication indication indication

316
permitted; batas permitted permitted; batas

atas 30-10-20 atas 30+

(Sumber: Funnctional Cosmetology)

2. Penetapan SPF In Vitro

Prinsip penetapannya dengan menggunakan hal pengukuran

transmisi melalui pita seintetik yang tepat untuk spectrum sinar

matahari dan kurva efikasi eritemal digunakan untuk menghitung

SPF secara in vitro.

Keuntungan dari cara penetapan SPF secara in vitro antara lain

adalah: biaya rendah, tahap pengerjaan sedikit, tidak memerlukan

sukarelawan , tanpa masalah etik, dapat mendeteksi fotostsbilitas.

Sedangkan untuk mengaplikasikan produk secara homogen (hasil

pengujian sangat tergantung kepada ketebalan/homogenitas lapisan

produk), efek evaporasi untuk produk, tidak semua bentuk aplikasi

dapat di uji, variasi besar pada produk yang mengandung pigmen

mikro, tidak ada pertimbanganinteraksi kulit/produk, dan korelasi

dengan SPF in vivo terbatas, khususnya untuk SPF tinggi.

3. Penetapan Sifat Tahan Air (Water Resistance) Produk Tabirsurya

Perbandingan beberapa metode penetapan sifat tahan air suatu

produk tabirsurya dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Kriteria Metode Amerika Metode Australia Metode Jerman

Serikat

Tipe paparan air Kolam dalam Kolam dalam Pancuran

ruangan, kolam ruangan, kolam


317
arus arus modifikasi

Temperatur air 21o-32oc 23o-28oc (kolam 21o c (Greiter)

dalam ruangan) 21o c (Ippen)

21o c (schrader)

33o-37oc (kolam

arus)

Lamanya paparan 2x20 menit (water 2x20 menit 2 menit 21 detik

resistant) (hanya water ( Greiter)

4x20 menit (water resistant) 20 menit (Ippen)

proof) 2 menit 21 detik

(Schrader)

Penilaian Kelas SPF SPF sebelum – % water

2-4 rendah setelah > 50%: resistance

4-6 sedang water resistant (Greiter)

6-8 ekstra % water

8-15 maksimal > resistance

15 ultra (Ippen)

% water

resistance

(Schrader)

Komuniat aliran 24 I/h (Greiter)

air/ laju aliran 6 I/h ( Ippen)

volumetric

318
25 I/h(Schrader)

Penilaian kritis Toleransi tinggi

terhadap

temperatur air.

Pengeluaran

yang besar dalam

waktu dan biaya.

Tidak ada standar

gerakan air dalam

kolam. Terlalu

jauh dari

eksperimen

renang. Tidak ada

perbandingan

dengan

eksperimen

lapangan.

( Sumber : Cosmetology – Theory and practice)

b. Pengukuran UVA

Sejauh ini, belum ditemukan metode pengukuran proteksi terhadap

UVA yang benar-benar memuaskan, sehingga pengkajian ilmiah dalam

bidang ini masih diperlukan. Beberapa metode yang telah ada saat ini

seperti: metode Immediate Pigment Darkening (IPD) dan Persistent

319
Pigment Darkening yang merupakan metode in vivo, serta metode

Australian Standart, Diffey method,Boot – Star Rating dan COLIPA UVA

yang merupakan metode in vitro.

1. UVA In Vivo

Metode pengukuran proteksi terhadap UVA secara in vivo

dibedakan atas metode Immediate Pigment Darkening (IPD) dan

Persistent Pigment Darkening (PPD). Jika dalam metode SPF yang

diamati adalah reaksi erythema, maka dalam metode IPD yang diukur

adalah reaksi pencoklatan segera (Immediate tanning reacton), dan

dalam metode PPD yang diukur adalah pencoklatan jangka panjang

(long-term tanning reaction). Dalam metode IPD dosis UVA berkisar 1-6

J/cm2 dan pengukuran pigmentasi dilakukan 15 menit setelah

pernapasan. Dalam metode PPD dosis UVA yang digunakan adalah 15

J/cm2 dan pigmentasi diukur sekurang-kurangnya 2 jam setelah

pemaparan. Kedua metode menggunakan 10 subyek pengujian dengan

tipe kulit 2-4

Sejauh ini metode PPD lebih banyak digunakan dibandingkan

dengan metode IPD. Bahkan di Jepang metode PP dipakai sebagai

standar. Dalam metode ini proteksi terhadap UVA dibagi kedalam tiga

kategori :

a. PA +, 2 < UVA-PF < 4

b. PA ++,4 < UVA-PF< 8

c. PA +++,UVA-PF > 8

Perbandingan metode PPD dan IPD dapat dilihat pada tabel

berikut ini :
320
Parameter PPD IPD

Prinsip Pembacaan reaksi Pembacaan reaksi

pencoklatan 2-4 jam pencoklatan segera

setelah radiasi setelah radiasi

Respon kulit Stabil selama beberapa Tidak stabil

jam

UVA PF Linear/area luas Estimasi berlebihan

terhadap faktor

perlindungan yang lebih

Dosis Setara dengan Tinggi kurang dari

SPF/tinggi SPF /rendah

Standart Metode resmi (Jepang) -

Proposal Eropa / Jepang -

2. UVA In Vitroq3

Terdapat beberapa metode untuk mengukur perlindungan terhadap

UVA secara in vitro. Seluruhnya memiliki satu hal umun: pengukuran

transmisi produk uji dengan atau tanpa Transpore tape kepada suatu quartz

plate. Kisaran pengukuran adalah 320 – 400 nm. Simulasi kulit dengan suatu

matriks buatan umumnya kurang memuaskan dan distribusi produk pada

medium pengukuran biasanya juga tidak homogen.

321
Menurut metode Australian Standart, terdapat tiga variasi

pengukuran perlindungan UVA. Transmisi dapat diukur dari 320 – 360 nm

melalui suatu lapisan optic dengan ketebalan 8µm atau melalui pengenceran

formulasi dalam cuvet 10 nm. Selanjutnya hasil transmisi harus < 10%. Pada

variasi metode ketiga, transmisi formulasi diukur menggunakan quartz plate

sebagai matriks, dengan memakai 2 ±0.5 mg/cm 2 produk yang diaplikasikan.

Dengan metode ini hasil hasil transmisi harus < 1% untuk memenuhi

Australian Standard. Ketiga variasi metode pengukuran ini dapat dipilih. Jika

suatu produk tidak memenuhi Australian Standard dengan variasi metode

pertama, maka variasi kedua atau ketiga dapat dipilih.

Penetapan UVA/UVB Ratio dan Critical Wavelength nilai

karakteristik relative dapat diperoleh dari spectrum transmisi suatu formulasi

dalam kisaran UV. Untuk mengukur spectrum 1 – 2 µl/cm 2 formulasi di

aplikasikan pada suatu Trasnpore tae atau sebuah quartz palte dalam kisaran

290 – 400 nm. UVA/UVB ratio dihitung sebagai berikut : area dibawah

extinction curve dalam kisaran UVA (320 - 400 nm) dan UVB (290 – 320 nm)

dinormalkan terhadap lebar kisaran masing-masing dan selanjutnya dibagi.

Critical Wavelength diperoleh dengan pertama-tama menetapkan area total di

bawah extinction curve di antara 290 – 400 nm, lalu mulai 290 nm, dicari

panjang gelombang di mana area di bawah extinction curve adalah 90 dari

area total.

3. UVA- Protection and Chemiluminescence

ICL-S (Induced Chemiluminescence of human skin) adalah suatu

metode baru yang sesuai untuk mengukur tingkat proteksi terhadap UVA in

322
vivo. Dengan metode ini, faktor perlindungan terhadap UVA in vivo (UVA-PF

) dihitung (berdasarkan pada suatu analisis integral kinetic yang baru).


ICL-S

Radiasi UVA dapat mengganggu kestabilan keseimbangan antara

resiko pro dan antioksidan pada kulit yang mengakibatkan pembentukan

radikal bebas dan spesi oksigen reaktif (reactive oxygen species = ROS)

yang dapat merusak sel-sel hidup. Bagian energi dari reaksi ini dilepaskan

sebagai photons. Emisi photon yang dihasilkan secara kimia namun

dirangsang oleh UV (Chemiluminescence) ini berhubungan dengan luasnya

kerusakan. Dengan demikian, ICL-S merupakan tekhnik in vivo baru yang

sempurna untuk mendapatkan angka yang dapat dipercaya dari perlidungan

terhadap UVA.

5. Reflectance Spectroscopy

Sebelumnya, diasumsikan bahwa energi radiasi IR pada kulit dapat diubah

menjadi panas dan tidak ada pengaruh besar lainnya pada kulit. Kedalaman

penterasi radiasi IR pada kulit tergantung pada panjang gelombangnya. Radiasi

sekitar 1 µm diabsorpsi sebagian pada kedalaman 1 mm dalam dermis. Radiasi dari

panjang gelombang yang lebih panjang atau pendek diabsorpsi lebih dulu di

epidermis. Kulit berubah saat terpapar radiasi dan panas, suatu hal yang diabaikan

dalam metode penetapan SPF. Reaksi – reaksi kulit ini dapat diukur menggunakan

spektroskopi reflektansi.

Spektroskopi reflektansi adalah metode yang memungkinkan tidak hanya

pengukuran in vivo absorpsi UV tanpa membebani kondisi kulit tetapi juga suatu

dokumentasi yang selektif terhadap panjang gelombang dari reaksi kulit menyusul

323
suatu iradiasi. Metode ini juga dapat digunakan untuk menguji secara in vitro dan in

vivo stabilitas spectral dan produk tabirsurya dan hasilnya dapat dibandingkan

dengan penetapan SPF.

Pengujian dengan metode initerdiri dari dua komponen yaitu suatu area

untuk membangkitkan reflektansi dan satu area untuk deteksi radiasi yang

direflesikan. Kedua komponen tersebut dihubungkan melalui sistem serat optic.

Sebuah lampu xenon short-arc digunakan untuk menginduksi reflektansi.

Selanjutnya pemisahan spectral radiasi dengan suatu monokromator akan menjamin

hanya cahaya panjang gelombangtertentu yang dapat mencapai permukaan kulit

melalui serat optic dan probe pengukur. Cahaya direfleksikan oleh kulit mencapai

detector melalui sistem serat optic yang kedua. Suatu photomultiplier digunakan

untuk kisaran dekat inframerah. Cahaya yang direleksikan direkam pada panjang

gelombang yang sama dengan yang digunakan untuk menginduksi reflektansi.

Dengan cara ini, baik kulit maupun produk yang diaplikasikan tidak terpengaruh

radiasi yang menyebabkan reflektansi.

6. Penetapan Kadar Sebum Permukan kulit

Lipid dipermukaan kulit atau sebum, sebagian besar tersusun atas gasil

seresi kelenjar minyak, lemak lapisan tanduk dan residu dari kelenjar keringat,

sehingga merupakan substansi yang tidak seragam dan stabil. Pengaruh eksternal

yang terlihat nyata pada kulit membuat pengukuran pada kulit menjadi sulit,

termasuk dalam penetapan termasuk kadar lipid dipermukaan kulit serta pengaruh

kosmetik dan farmasetik topical.

a. sebumeter
324
Instrumen ini bekerja dengan prinsip fotometer noda minyak. Untuk

pengukuran ini, sepotong film penyerap dalam kaset ditekankan pada kulit.

Sebum akan menutup film dan meningkatkan trasparansi yang terukur oleh

instrument secara proposional dengan kadar sebum.Instrument ini sangat

mudah digunakan dan dapat segera menunjukkan hasil pengukurannya.

Sedangkan kekurangannya adalah karena nilainya hanya dapat dibaca dalam

skala unit.

b. sebutape

Metode lain untuk mempelajari lipid permukaan kulit adalah dengan

menggunakan sebutape. Dengan metode ini dapat mendeteksi kadar sebum

dan struktur pori sebum.Suatu pita yang mengandung lapisan polimer

hidrofilik dengan sejumlah besar gelembung udara kecil. Permukaan lapisan

ditutupi pita perekat yang tidak tembus minyak yang menjamin perekatan

pada permukaan kulit selama menyerap minyak. Secara bertahap, udara

dalam gelembung akan digantikan oleh minyak dan gelembung berisi minyak

akan menjadi transparan. Analisa citra kuantitatif dari foto pita sebutape yang

diletakkan pada latar belakang hitam memungkinkan penetapan jumlah dan

ukuran noda minyak.

7. Laser Doppler Flowmetry

Laser Doppler flowmeter dapat digunakan untuk mengukur sirkulasi

pada kulit. Biasanya dipakai untuk mengevaluasi reaksi inflamasi dalam uji
325
keamanan pada kulit yang sulit terlihat karena warna produk (contohnya pada

pengujian produk kosmetik dekoratif seperti lipstick atau produk pewarna

rambut).

Dalam metode ini digunakan sorotan laser energi rendah (2 mW dan

632.8 nm) hingga penetrasi ke dalam kulit dengan fokus hingga kedalaman

0.5 – 1 mm. pengukurannya berdasarkan efek Doppler, dimana Doppler

flowmeter akan merefleksikan laju aliran eritrosit.

8. Pengujian Deodorant dan Antiperspirant

Produksi deodorant pada umumnya berdasarkan ide bahwa aroma

tubuh merupakan percampuran hasil metabolisme seperti asam lemak rendah

(lower fatty acids) yang dihasilkan saat sekresi keringat (protein, asam amino,

lipid steol, dll) pada kulit dipecahakn oleh bakteri. Bahan aktif dalam

deodorant secara luas dapat diklasifikasikan sebagai antiperspirant,

bakterisida dan deodorant.

Metode untuk evaluasi efek antiperspirant :

a. Metode pengukuran berat :

metode ini mengukur jumlah keringat secara langsung dan digunakan secara

luas di Eropa dan Amerika Serikat. Prosedur pengujiannnya adalah sebagai

berikut :

1. Seleksi subjek pengujian


326
Pengujian ini menggunakan 30 aatau lebih subjek dengan kriteria antara lain:

laki – laki atau wanita berusia antara 18 -65 tahun, memproduksi lebih dari 150

mg keringat dari aetiap axilla (ketiak) selama 20 menit dalam lingkungan

pengujian, tidak sedang menggunakan antihistamin atau anticholine, jika

wanita tidak sedang hamil atau menyusui.

2. Mengukur kondisi axilla

Subjek yang memenuhi kriteria harus menghentikan pemakaian antiperspirant

2 -3 minggu sebelum memulai pengukuran produksi keringat dan mencuci area

bawa lengannya dengan bahan dan cara khusus selama masa tersebut

3. Kondisi lingkungan perspirasi

Tes perspirasi harus dilakukan dalam lingkungan dengan kondisi temperature

yang dijaga sekitar 37o sampai 38oC dan kelembapan relative (RH) 34-40%.

4. Pengukuran jumlah keringat normal

Dalam kondisi lingkungan pengujian seperti yang telah dijelaskan, subyek

pengujian meletakkan alas penyerap dibawa ketiak kanan dan kirinya selama

40 menit. Setelah 40 menit, alas ketiak kanan dan kiri tersebut diganti dengan

alas baru yang sebekumnya telah ditimbang terlebih dahulu (W1). Setelah 20

menit, alas penyerap set kedua tersebut diangkat dan ditempatkan secara

terpisah dalam wadah plastic bersegel yang telah ditimbang terlebih dahulu

(W2) dan ditimbang lagi (W3) untuk mendapatkan pengukuran yang akurat

terhadap jumlah normal keringat yang dihasilkan dalam waktu 20 menit (W3-

W2-W1). Seperti telah disebutkan sebelumnya, jumlah keringat harus lebih dari

150 mg (20 menit untuk setiap ketiak).


327
5. pengukuran efek antiperspirant

Setelah angka perspirasi terukur normal, pengukuran efek antipersoirant dapat

dilakukan. Pengukuran efek antiperspirant memerlukan waktu 5 hari. Subyek

pengujian yang memenuhi kriteria menggunakan sejumlah bahan/produk yang

diuji (membandingkan deodorant yang diuji dengan kontrol) pada ketiaknya

sekali sehari selama 4 hari. Sebelum pemakaian produk, setiap ketiak

dibersihkan/dicuci terlebih dahulu. Pemakaian deodorant yang diuji maupun

kontrol dilakuan secara acak pada ketiak kanan dan kiri setiap subyek. Pada

hari pertama, produk uji digunakan. Pada hari kedua dan ketiga, produk uji

digunakan dan jumlah keringat diukur seperti pada poin (iv). Pada hari

keempat, produk uji digunakan tanpa dilakukan pengukuran. Pada hari kelima,

jumlah keringat kembsli diukur. Setelah melakukan tahap – tahap pengukiran

tersebut, efek anti perspirant dapat dievaluasi melalui perbandingkan statistik

antara produksi keringat normal dan jika menggunakan produk uji.

B. Metode reaksi iodine/starch

Metode ini memiliki keterbatasan dibandingkan metode pengukuran berat dan

tidak sesuai untuk evaluasi area bawah lengan. Namun karena sederhana,

metode ini digunakan dalam pemilihan bahan antiperspirant dan dalam evaluasi

bahan – bahan khusus.

Metodenya adalah sebagai berikut : sebelum mengaplikasikan tekanan

perspirasi, produk uji dioleskan pada lengan bawah atau telapak tangan lalu suatu

larutan iodine dalam alkohol diberikan pada lengan tersebut dan diberikan hingga

kering. Selanjutnya silicon oil yang mudah menguap dan mengandung starch

328
diberikan pada lengan tersebut. Kemudian subjek pengujian diberi kondisi tekan

perspirasi yang menimbulkan noda – noda biru gelap yang dihasilkan oleh reaksi

iodine/starchpada lokasi dimana keringat terbentuk noda – noda tersebut

selanjutnya diproses dengan pencitraan (image processing)untuk mengevaluasi

efek antiperspirant produk uji.

C. Metode replica

Pada metode ini, suatu area kulit yang telah ditetapkan ditutup dengan

resin silicon khusus untuk menghasilkan replica bentuk sekresi keringat untuk

dianalisa. Parameternya adalah jumlah sport, ukurannya dan area permukaan

total. Metode ini juga sulit diterapkan pada axilla, namun banyak digunakan

karena kemudahannya. Untuk keperluan pengamatan produksi keringat pada

lengan bawah, digunakan sauna bath dengan temperature 70 o – 80oC san RH

30%.

Metode untuk evaluasi efek bakterisida :

1. Menghitung Bakteri Axilla

Metode yang paling umum untuk sampling flora bakteri di axilla yang

menghasilkan bau bawah lengan adalah metode swab sampling dan metode

irigasi memakai larutan saline fisiologis. Hal ini penting dari metode ini adalah

untuk mengukur secara akurat spectrum normal flora bakteri yang hidup pada

suatu unit area kulit bagian axilla.

Bau bawah lengan dihasilkan oleh bakteri spesifik (aerobic

coryneforms) diantaranya flora bakteri normal dan inilah yang harus dihitung.

Saat memeriksa efek antibakteri produk untuk bawah lengan dengan cara
329
menghitung bakteri, penting untuk menyediakan waktu pengkondisian yang

cukup seperti dalam evaluasi efek perspirant.

2. Metode lain untuk evaluasi efek bakterisida

Dalam suatu metode reproduksi in vivo bau bawah lengan yang telah

dilaporkan, area bawah lengan dicuci/dibilas dengan diethyl eter dan

ekstraknya dicampur dengan suatu sampel bakteri normal bawah lengan dan di

inkubasi. Bahan uji lalu ditambahkan kedalam sistem tersebut dan

diefektivitasnya diukur dengan memantau perubahan jumlah bakteri dan tingkat

bau bawah lengan. Metode ini sangat baik untuk mendapatkan data efikasi.

Pada evaluasi in vivo efek deodeorizing bawah lengan dari bahan

bakterisida, sejumlah (tertentu) bahan digunakan pada ketiak subjek pengujian

lalu alas penyerap diletakkan pada area tersebut. Alas tersebut diambil kembali

setelah suatu waktu tertentu, diletakkan pada wadah kedap udara, dibiarkan

selama 2 atau 3 jam pada temperature kamar dan selanjutnya dilakukan tes

hirup oleh suatu panel evaluasi terlatih.

3. Metode untuk evaluasi efek deodorant :

Untuk mengevaluasi efek deodorant suatu produk dan bahan

komposisinya, pertama – tama suatu uji in vitro dilakukan untuk mengevaluasi

efek terhadap produksi asam lemak rantai pendek dan ammonia, senyawa

utama dari bau bawah lengan, dengan maksud menetapkan untuk tipe bau

yang mana bahan tersebut efektif. Metode ini umumnya menggunakan

headspacegas , tabung deteksi gas dan kramotografi gas. Selanjutnya, efek

terhadap bau bawah lengan diperiksa dengan ekstrak dithyl ether dan inkubasi

330
in vitro dengan flora bakteri normal, suatu metode evaluasi yang cepat dan

efektif.

9. Pengukuran Elastisitas

Pemilihan metode untuk mengukur elastisitas kulit tergantung kepada

beberapa hal seperti area tubuh, spesifikasi tehnik alat khususnya probe

pengukuran, bagian kulit yang akan diukur, serta jenis tekan (vertical, horisentral

atau torsional). Metode pengukuran elastisitas dapat dibagi atas : metode yang

menggunakan proportional full-thickness strain, yang utamanya digunakan

disproportional superficial strain, yang umumnya digunakan dalam aplikasi

kosmeteologi. Dermaflex® adalah contoh metode properional, sedangkan

Cutometer® dan twistometer adalah contoh metode disproporsional.

a. Dermaflekx A®

instrument ini terdiri atas tiga bagian utama : (1) generator suatu

vakum yang berhubungan ke probe pengisap yang diletakkan langsung pada

kulit; (2) sensorelevasi kulit, terdapat di dalam probe ; (3) sistem perluasan dan

visualisasi data.

Evaluasi kulit ditetapkan secara elektronis dengan mengukur

kapasitansi elektrik antarpermukaan kulit dan elektroda yang diletakkan

dipuncak bilik pengisap (suction chamber). Instrument ini memungkinkan

penyesuaian kekuatan vakum, panjangnya priode pengisapan dan jumlah

siklus pengisapan ; yang paling sering digunakan adalah pengisapan 300 mbar

atau 450 mbar, periode pengisapan 4 s atau 20 s, jumlah siklus 1 atau 5 – 6 .

331
Perbedaan utama Dermaflekx® dengan Cutomer® adalah ukuran bilik

pengisapan dada dermaflekx® yang lebih besar, sehingga hasil

pengukurannya akan lebih dipengaruhi oleh sifat mekanis dermis; dengan

probe pengisap yang lebih besar, status fungsional mekanis keseluruhan

integument akan dapat diukur.

b. Cutometer®

kulit adalah organ kompleks yang memiliki karakter mekanis yang

disebut viscoelastic, yang ditentukan oleh komponen – komponen pada kulit

yaitu : serabut kolagen dan elastin dalam substansi dasar proteoglikan. Faktor

– faktor yang mempengaruhi fisiolgis yang mencakup usia, jenis kelamin,

penuaan normal atau actinic, penyakit dan perubahan sifat biomekanis yang

disebabkan berbagai perawatan topical dapat diperiksa menggunakan alat

pengukur.

Cutometer® merupakan instrument yang dapat berdasarkan metode

pengisapan ini, Cutometer® dapat mengukur sifat viscoelastic kulit secara in

vivo dengan cara sederhana. Dengan control yang baik terhadap kondisi

pengujian, dimana beberapa parameter seperti vskum, cela alat pengisap,

posisi dan tekanan saat aplikasi probe, waktu aplikasi probe, waktu aplikasi

dan relaksasi serta pretense kulit yang dijaga kostan, maka kurva tekanan –

tegangan dan waktu tegangan yang akurat dan dapat diproduksi akan

memberikan informasi kuantitatif sifat elastic dan vicoelastic dari dermis.

c. Twistometer

332
Twistometer merupakan instrument torsional yang bekerja melalui

sseuatu cakram yang ditempelkan pada kulit, diputar menggunakan motor

dengan tegangan terkontrol, sehingga member tenaga putaran pada kulit

peripheral yang nilainya dapat disesuaikan. Dengan tenaga putaran tersebut,

kulit yang menempel dibawah cakram bergerak bersamanya. Kulit disekitar

cakram akan memanjang dengan jalan mimilih.

Dalam versi yang lebih baru, alat ini telah dikembangkan dengan

sistem digitalisasi dan microprosessor untuk mengolah parameter – parameter

dan mengontrol fase pengukuran. Tenaga putaran yang dipakai dapat dipilih

antara 4 dan 57 mN.m, dan radius cakrab sebesar 18 atau 25 mm.

10. Perspektif Baru dalam Uji Efikasi

a. Chemiluminescence

luminescence(latin : lumen = cahaya ) adalah istilah yang luas untuk

segala fenomena cahaya dimana energy yang dipancarkan tidak murni radiasi

termal. Sementara radiasi termal diasosiasikan dengan hilangnya energy kinetic,

proses luminescence dianggap berasal dari kembalinya elektron keorbit yang

lebih rendah dengan energy lebih kecil.

b. ESR – Spektroskopi untuk mendeteksi spesies radikal yang berbeda

Elektron span resonance (ESR) atau electron paramagnetic resonance

(ESR) adalah bentuk spelstroskopi absorbs. ESR adalah absorpsi radiasi

gelombang mikro dengan substansi paramagnetic yang menghasilkan peralihan

333
antara tingkat energy yang berbeda – beda. Dengan demikian spektroskopi ESR

terbatas pada molekul dengan elektron yang tidak berpasangan ; empat tipe

molekul semacam itu yang menjadi perhatian dalam bidang biokimia kulit adalah

: radiasi bebas, spin probes, spin traps dan logam transisi.

Metode ini telah digunakan untuk masalah kkhusus seperti deteksi

radikal ascorbyl setelah irradiasi UV pada kulit. Pada banyak kasus

kegagalannya disebabkan oleh kepekaannya yang relative rendah. Yang kadang

– kadang membuat peralatan ini berbiaya tinggi adalah alasan bahwa analisa

spectra ESR meberikan informasi data yang lebih detail pada struktur kimia

metabolit paramagnetic individual, termasuk letak electron yang tidak

berpasangan.

C. Uji Kosmetik Perawatan Kulit Dan Tubuh

Kulit adalah organ yang menutupi permukaan tubuh dan berfungsi

sebagai barrier antara tubuh dengan lingkungan luarnya. Tubuh manusia,

termasuk kulit, memiliki kemampuan homeosmasis dan melaluinya kulit

melindungi dari berbagai pengaruh yang berbahaya, serta untuk menjaga

kesehatan dan keindahan penampilan. Namun kemampuan homepsis dapat

melemah karena faktor individual pada berbagai orang, akibat efek radiasi sinar

ultraviolet, kekeringan atau oksidasi dan kerusakan kulit karena stress dan

penuaan.

Tujuan penggunaan kosmetik perawatan kulit adalah untuk menjaga

homeostasis kulit dan meningkatkan melalui empat fungsi dasar, yaitu : (1)

334
pembersihan kulit (dengan kosmetik pembersih seperti : sabun , busa pembersih

, krim atau jel pembersih riasan), (2) menjaga keseimbangan kelembaban kulit

(dengan pelembab yang juga dapat berfungsi untuk mencegah kekasaran kulit,

kosmetik perawatan jerawat serta kosmetik perawatan stratum corneum), (3)

menstimulasi metabolisme kulit (dengan produk untuk pemijatan, kosmetik

perawatan kulit berkeriput atau kulit kendur, kosmetik untuk mengatasi noda

gelap dan lingkaran gelap bawah mata ), (4) perlindungan kulit dari pengaruh

lingkungan yang berbahaya (kosmetik perlindungan terhadap UV, kosmetik

pencerah warna kulit dan kosmetik antioksidan).

Masalah – masalah yang berhubungan dengan kulit tubuh antara lain :

noda pigmentasi, kering, kasar, terbakar surya, obesitas, kulit kendur, bengkak,

sirkulasi darah kurang baik, gatal, bau badan, rambut yang tidak diinginkan,

gigitan serangga atau tersengat.

1. Kosmetik Pembersih

Yang dimaksud dengan pembersihan adalah proses dimana

permukaan kulit dibuat menjadi bersih dengan menghilangkan kotoran

dipermukaannya. Pembersihan menjaga kulit terlihat sehat dan menariik serta

menstimulir fungsi – fungsi fisiologisnya. Jika kulit tidak bersih stratum

corneum tua akan bertumpuk dipermukaan, mengganggu proses pergantian

dengan stratum corneum yang baru sehingga metabolisme kulit juga

terganggu.

Bahan untuk pembersih kulit dapat dibagi atas dua tipe yang

tergantung kepada tujuan pemakaian – sebagai bahan pembersih wajah atau

sebagian bahan penghapus riasan. Riasan menggunakan dasar pelarut perlu


335
menggunakan surfaktan sebagai bahu utama kosmetik pembersih, meskipun

bahan dapat menghilangkan NMF maupun lipid interseluler atau terabsorbsi

kedalam kulit sehingga menyebabkan kulit terasa tertarik, gatal atau kasar.

Dimasa kini, kosmetik pembersih yang memiliki dua fungsi tersebut telah

dikembangkan dan untuk memenuhi pemakaian produk, ragam jenis

pembersih berdasarkan surfaktan telah bertambah dengan menggunakan

bahan yang diklaim memiliki sifat keasaman lebih lemah dan potensi iritasi

lebih rendah.

Bahan pembersih seharusnya secara selektif hanya menghilangkan

kelebihan sebum dari permukaan kulit dan lipid yang telah terkontaminasi

kotoran dari luar dan meninggalkan sejumlah sebum yang diperlukan untuk

perlindungan normal kulit, maka umumnya digunakan pengukuran sebum

untuk mengevaluasi kemampuan membersihkan.

2. Kosmetik Untuk Pemijatan

Melalui teknik – teknik seperti meremes dan mengusap, pemijatan

menghasilkan efek fisik maupun psikologis. Efek fisik misalnya dapat

memperbaiki sirkulasi darah dan linfa. Sedangkan efek psikologis yang

dihasilkan misalnya dapat untuk relaksasi, menenangkan pikiran serta efektif

meredakan tekanan mental sehingga digunakan dalam perawatan kesehatan

maupun kecantikan. Namun demikian masih sangat sedikit data tentang

pembuktian efek – efek tersebut yang dipublikasikan.

Efek fisik pemijatan terhadap tubuh :

a. perbaikan sirkulasi darah

336
Efek pemijatan terhadap sirkulasi darah dapat dievaluasi dengan mengukur

aliran darah dan perubahan temperature kulit. Pengukuran aliran darah dapat

dilakukan misalnya dengan menggunakan

thermocoupletissuebloodflowmeter(SHINCORDERCT,E-301). Pemijatan akan

mempengaruhi pembuluh – pembuluh darah baik secara langsung maupun

tak langsung untuk menghasilkan peningkatan aliran darah pada kulit yang

kekurangan aliran darah dan mengurangi aliran darah pada daerah yang

alirannya berlebih sehingga menyesuaikannya ke tingkat aliran yang tepat.

Peningkatan aliran darah dapat mengurangi kekerasan kulit serta noda –

noda gelap, sedangkan kemerahan pada wajah dapat diturunkan dengan

berkurangnya aliran darah berlebih.

b. Efek yang menguntungkan pada pergerakan otot

c. Efek yang menguntungkan pada kulit

3. Kosemtik Perawatan Tangan

Metode untuk mengevaluasi produk perawatan kulit tangan pada

umumnya meliputi pengukuran dan pengamatan kadar air kulit, kadar sebum

epidermal, metabolisme stratum corneum/epidermal, warna kulit serta

morfologi dan dinamika sel stratum corneum.

Untuk mengukur kadar air kulit dapat digunakan berbagai metode

seperti : pengukuran karakteristik elektrik (konduktansi elektrik, kapasitansi

resistansi), spektroskopi optis (near infrared, nuclear magnetic resonance),

pengukuran sifat mekanisme dan pengukuran sifat termal.

4. Kosmetik Perawatan Oral (Gigi dan Rongga Mulut)


337
Meningkatkan kewaspadaan manusia saat ini mengenai pentingnya

pencegahan sakit gigi, juga meningkatkan harapan mereka akan produk

perawatan orat yang dapat memberikan efek tersebut. Oleh sebab itu perlu

dilakukan evaluasi produk dengan situasi yang semirip mungkin dengan

situasi aktualnya, namun juga dengan memperhatikan kenyamanan dan

kesukaan pemakai terhadap produk tersebut.

a. Evaluasi evektifitas pencegahan karies gigi

Ada tiga metode utama untuk mengevaluasi evektifitas produk dalam

mencegah karies gigi, yaitu :

1. Pengjian In Vivo

Pengujian ini biasanya menggunakan subjek dari kelompok usia yang

biasanya memiliki karies gigi, ( kebanyakan siswa sekolah dasar ). Subjek ini

dibagi kedalam dua kelompok; satu kelompok menggunakan sediaan yang

berisi bahan aktif (yang keamanannya telah dikonfirmasikan lebih dahulu) dan

kelompok lainnya menggunakan sediaan tanpa bahan aktif (placebo).

Pengujian sebaiknya menggunakan sistem buta – ganda dimana baik subjek

maupun pelaksana pengujian tidak mengetahui orang yang mana termasuk

kelompok apa, hingga seluruh pengujian selesai dan hasilnya dianalisa.

Kejadian karies gigi diteliti sebelum dan selama pengujian melalui

pemeriksaan gigi dan rata – rata penghambatan yang berkenan dikalkulasi.

338
Kesulitan metode ini adalah bahwa kejadian karies gigi harus diamati

dalam periode waktu yang lama (1 – 5 tahun) dengan jumlah subjek ratusan

atau bahkan ribuan untuk menjamin data pengujian angka dapat dipercaya.

Dengan demikian akan sangat memakan waktu subjek maupun penguji serta

biaya.

2. Pengujian In Vitro

Sebsgsi alternative metode in vivo kini dapat digunakan metode in situ.

Metode ini mencakup penggantian sebagian dengan gigi tiruan saat gigi

dicabut dari rongga mulut. Keuntungan metode ini adalah bahwa informasi

yang sama dengan pengujian in vivo dapat diperoleh dengan gigi tiruan

dalam rongga mulut dan area gigi tersebut dapat dipindahkan untuk diamati

dengan mikroskop elektron atau microradiography, sedangkan kekerasannya

dapat diukur dengan alat pengukur kekerasan. Namun demikian, karena sulit

untuk meneruskan permukaan dalam periode waktu lama sampai terjadi

karies gigi, metode ini hanya menjadi suatu alternative untuk in vivo.

3. metode in vitro

Suatu bahan aktif yang spesifik sering kali dievaluasi dengan metode

in vitro dilaboratorium. Karies gigi dianggap disebabkan oleh rusaknya

jaringan keras odontoma akibat asam yang dihasilkan bakteri dalam rongga

mulut. Bahan aktif dapat diuji efektifitasnya dalam mencegah kerusakan

jaringan ini dan membantu regenerasinya; contoh metode in vitro yang telah

dikembangkan untuk pengujian ini adalah tes kekerasan dan metode

remineralisasi.

339
Jika karies gigi secara buatan diindukasikan pada suatu potongan

enamel yang kemudian direndam dalam saliva buatan yang mengandung

fosfor, kalsium dan fluoride, substansi – substansi ini akan bergabung

kedalam enamel untuk membentuk hydroxyapatite (remineralisasi) dan

kekerasannya akan kembali hingga ke tingkat yang mendekati kondisi

awalnya.

b. Metode evaluasi efektifitas pencegahan penyakit periodontal

1. Uji In Vivo

Seperti halnya pada kasus karies gigi, indikasi yang tepat efektifitas

terhadap penyakit periodontal (gingivitis) diperoleh melalui evaluasi

pemakaian harian pada rongga mulut. Perbedaan utamanya dengan kasus

karies gigi adalah waktu mulai terjadinya gingifitas dan waktu remisinya

adalah beberapa minggu, sedangkan untuk mengobservasi perkembangan

karies gigi diperlukan waktu lebih dari satu tahun. Lebih jauh, penyakit ini

memperlihatkan mobiditas sekitar 80% dari orang dewasa, untuk uji in vivo

gingival diperiksa pada waktu yang spesifik, derajat inflamasi di catat dan

subjek dibagi kedalam kelompok kontrol dan kelompok uji yang seimbang

dengan mempertimbangkan kebiasaan membersihkan gigi, usia, jenis

kelamin dan derajat inflamasi. Uji in vivo ini biasanya dilakukan dalam waktu 1

– 6 bulan, juga dengan sistem buta – ganda. Yang sering digunakan sebagai

indikator kondisi gingiva adalah gingiva hemorrnage, rubor dan indeks PMA

(P : gingiva papilla, M : marginal gingival, A : attached gingiva).

2. Metode In Vitro

340
Penyebab langsung gingivitis adalah bakteri dalam plak gigi (utamanya

bakteri anaerobic) yang menghasilkan toksin (endotoksin) penyebab inflamasi

pada gingiva. Bahan aktif yang digunakan dalam pasta gigi dapat bekerja

pada bakteri maupun tubuh manusia sebagai antibakteri, anti inflamasi,

astringent, anti plasmin dan peningkat peredaran darah.

Pada kebanyakan kasus, bahan aktif akan diuji terhadap efek – efek

tersebut melalui uji in vitro maupun uji pada hewan dan akhirnya dievaluasi

secara in vivo pada rongga mulut.

c. Evaluasi efektivitas meringankan hyperesthesia

Jika gusi berkontraksi karena penyakit periodontal dan dentin terbuka,

akan terasa nyeri jika terpapar air atau udara dingin, atau sebagai akibatnya

stimulasi fisik seperti menyikat. Ini disebut sebagai hyperesthesia.

Uji in vivo adalah metode utama untuk mengevaluasi kondisi ini.

Pengujian dilakukan terhadap dua kelompok uji yang menggunakan pasta gigi

dengan bahan aktif dan kelompok placingebo, dalam waktu empat minggu.

Derajat rasa nyeri dinyatakan dalam skala 0 – 4 dan yang digunakan sebagai

stimulasi yang mengindukasilkan rasa nyeri adalah udara dingin, air dingin

serta sakit gigi

d. Evaluasi efektifitas pencegahan deposisi kalkulus


341
Akibat bakteri dalam gigi, ion kalsium dan ion fosfat membentuk

kalsium fosfat amorf dan selanjutnya hydroxyapatite (kalkulus gigi). Namun

adanya ion polifosfat akan menghambat kristalisasi dalam proses ini dan

pasta gigi pencegah kalkulus gigi dibuat untuk kebutuhan ini. Dalam praktek

di klinik gigi, kalkulus gigi dihilangkan dengan alat yang disebut scaler

(caranya disebut scaling). Pasta gigi pencegah kalkulus gigi tidak

dimaksudkan untuk melarutkan kalkulus gigi melainkan untuk mengurangi

penimbunan plak jika digunakan secara teratur setelah scaling.

Pengujian efek pencegahan diposisi kalkulus dilakukan secara in vivo

dengan menggunakan subjek yang memiliki kalkulus gigi, dan dibagi atas

kelompok uji dan kelompok placebo, yang masing – masing diminta untuk

menggunakan pasta gigi uji selama 3 bulan setelah menjelang scaling. Indeks

kalkulusnya diamati diawal kemudian dan setelah 3 bulan.

e. Evaluasi efek pemutihan permukaan gigi

Permukaan gigi dapat berubah warna akibat senyawa – senyawa

dalam kopi, the atau tembakau. Warna tersebut sulit hilang meskipun

penyikatan gigi telah dilakukan dengan baik, sehingga beberapa tahun ini,

banyak orang yang mulai mencoba ke klinik gigi secara teratur untuk

memperbaiki tampilan tersebut.

Dengan pengujian in vivo, gigi subjek yang mengalami perubahan

warna dibersihkan dengan cara scaling. Selanjutnya sebagai subjek selama

satu bulan menyikat gigi menggunakan pasta gigi yang telah di tentukan,

sedangkan sebagian lainnya tidak menggunakannya. Dalam pengujian ini

342
permukaan gigi subjek akan diperiksa , difoto dan subjek akan di wawancara.

Selanjutnya untuk menghindari karna kebiasaan merokok, subjek dibagi

dalam 3 kelompok; satu kelompok menggunakan pasta gigi dalam jumlah

banyak , satu kelompok menggunakan sikat pasta gigi dan satu kelompok

tidak menggunakan pasta gigi (kontrol, menyikat gigi menggunakan obat

kumur). Kondisi selanjutnya diamati 2 minggu 4 minggu setelah scaling.

f. Evaluasi efektifitas menghilangkan plak

Pengujian tersebut dilakukan secara in vivo, pada subjek yang secara

teratur mempraktikan upaya kesehatan gigi. Setiap plak yang terdapat pada

subjek yang diberi penanda warna dengan erythrosine dan selanjutnya

dihilangkan untuk memastikan tidak ada plak yang tersisa. Subjek dilarang

menyikat gigi atau menggunakan obat kumur atau benang selama 3 hari.

Setelah 3 hari, plak pada setiap subjek diwarnai dengan erythrosine dan

sebelum menggosok gigi, indeks plak untuk semua gigi pada sisi pipi maupun

lida cacat. Selanjutnya, subjek secara acak diminta menggunakan pasta gigi

(sekitar 1 g) atau air untuk menyikat gigi mereka. Subjek diminta menyikat gigi

seperti biasa selama 1 menit 30 detik (yang dihitung dengan stopwatch) dan

tidak diperbolehkan melihat cermin saat menyikat gigi.

Setelah itu, semua subjek berkumur dengan air dan diberi penyegar

mulut komersial sebanyak 2 semprotan agar pelaksana uji tidak dapat

membedakan apakah mereka memakai pasta gigi atau air. Kemudian indeks

plak dicatat dengan cara seperti sebelumnya. Subjek selanjutnya

diintruksikan untuk kembali kebiasan membersihkan gigi normalnya secara

343
rutin selama 4 hari. Proses diatas kemudian diulang dengan 3 hari tidak

menyikat gigi, namun kali ini subjek ditukar kelompoknya.

g. Evaluasi efektifitas menghilangkan dan mencegah halitosis

Halitosis umumnya disebabkan oleh penyakit gigi yang kebanyakan

berakar dari buruknya kebersihan gigi. Secara spesifik, penyebab utamanya

adalah penyakit periodontal yang diakibatkan oleh akumulasi plak gigi

diantaranya gigi dengan dimifa yang dapat disebut sebagai suatu massa

bakteri. Itulah sebabnya pencegahan halitosis tergantung pada pencegahan

penyakit periodontal dengan menjaga rongga mulut tetap bersih.

1. Evalasi dengan kromatografi gas

Evalasi dengan kromatografi gas adalah metode yang paling umum

digunakan untuk mengevaluasi halitosis. Konstituen utama dari halitosis

adalah senyawa sulfur yang mudah menguap seperti metil mercaptan.

Menurut kaizu dan tesunoda et al., konsentrasi metil mercaptan. Di dalam

nafas mengindikasikan keparahan halitosis dan berkorelasi positif dengannya.

2. Evaluasi dengan kromatografi gas methiomine

JIka halitosis relative ringan, kadang – kadang sulit untuk mendeteksi

metil mercaptan dengan kromatografi gas biasa. Untuk kasus semacam ini,

disarankan untuk menggunakan kromatograf gas methiomine. Prosedurnya

344
adalah dengan membilas mulut dengan L-Met (I-methionine) dengan

menggunakannya sebagai sampel. L-Met menstimulir pertumbuhan bakteri

penyebab halitosis sehingga dengan meneliti pariasi jumlah methymercaptan

yang disebabkan perubahan jumlah bakteri, setiap penurunan halitosis dapat

dideteksi.

345

Anda mungkin juga menyukai