Skin patch test atau yang biasa disebut uji tempel adalah uji iritasi dan kepekaan kulit yang dilakukan dengan mengoleskan sediaan atau bahan-bahan tertentu pada kulit manusia dengan maksud untuk mengetahui apakah bahan tersebut dapat menimbulkan iritasi atau kepekaan kulit atau tidak. Tes ini biasanya dilakukan di punggung. Untuk melakukan skin patch test diperlukan antigen, biasanya antigen standart buatan pabrik, misalnya Finn Chamber System Kit dan T.R.U.E Test, keduanya buatan Amerika serikat. Terdapat juga antigen buatan pabrik Eropa dan Negara lain. Adakalanya tes dilakukan dengan antigen bukan standart dapat berupa bahan kimia murni atau lebih sering bahan campuran yang berasal dari rumah, lingkungan kerja atau tempat rekreasi. Mungkin ada sebagian bahan yang bersifat sangat toksik terhadap kulit atau walaupun jarang dapat memberikan efek toksik terhadap sistemik. Oleh karena itu bila menggunakan bahan tidak standart, apalagi dengan bahan industry harus berhati-hati sekali. Jangan melakukan skin patch test dengan bahan yang tidak diketahui. Bahan yang secara rutin dan dibiarkan menempel kulit, misalnya kosmetik, pelembab, bila dipakai untuk skin patch test dapat langsung digunakan apa adanya. Bila menggunakan bahan yang secara rutin dipakai dengan air untuk membilasnya, misalnya sampo, pasta gigi harus diencerkan terlebih dahulu. Bahan yang tidak larut air diencerkan atau dilarutkan dalam vaselin atau minyak mineral. Produk yang diketahui bersifat iritan, misalnya detergen hanya bisa diuji bila diduga keras penyebab alergi. Apabila pakaian, sepatu atau sarung tangan yang dicurigai penyebab alergi, maka uji tempel dilakukan dengan potongan kecil bahan tersebut yang direndam dalam air garam yang tidak dibubuhi bahan pengawet atau air, dan ditempelkan di kulit dengan memakai Finn Chamber, dibiarkan sekurang kurangnya 48 jam. Perlu diingat bahwa hasil positif dengan alergen bukan standar perlu kontrol (5 sampai 10 orang), untuk menyingkirkan kemungkinan karena iritasi.
Berbagai hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan skin patch test: 1. Dermatitis harus sudah sembuh. Bila masih dalam keadaan akut dan berat dapat terjadi reaksi angry back atau excited skin, reaksi positif palsu dapat juga menyebabkan penyakit yang sedang dideritanya semakin memburuk. 2. Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakain kortikosteroid sistemik dihentikan, sebab dapat menghasilkan reaksi negatif palsu. Pemberian kortikosteroid topikal dipunggung dihentikan sekurang-kurangnya satu minggu sebelum tes dilakukan. Luka bakar sinar matahari yang terjadi 1-2 minggu sebelum tes dilakukan juga dapat memberikan hasil negatif palsu. Sedangkan anti histamin sistemik tidak mempengaruhi hasil tes kecuali diduga karna urtikaria kontak. 3. Skin patch test dibuka setelah dua hari kemudian dibaca, pembacaan kedua dilakukan pada hari ketiga sampai hari ketujuh setelah aplikasi. 4. Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan skin patch test menjadi longgar (tidak menempel dengan baik) karna memberikan hasil negatif palsu. Penderita juga dilarang mandi sekurang-kurangnya dalam 48 jam dan menjaga agar punggung selalu kering setelah dibuka uji tempelnya sampai pembacaan terakhir selesai. 5. Skin patch test dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap penderita yang mempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan (immediate uticarial type) karena dapat menimbulkan urtikaria generalisata bahkan reaksi anafilaksis. Pada penderita semacam ini dilakukan tes prosedur khusus.
Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji tempel dilepas. Pembacaan pertama dilakukan 15-30 menit setelah dilepas. Agar efek tekanan bahan yang diuji telah menghilang atau minimal. Hasilnya dicatat sebagai berikut : 1. Reaksi lemah (nonvesikular) : eritema, infiltrate, papul (+) 2. Reaksi kuat : edem atau vesikel (++) 3. Reaksi sangat kuat : bula atau ulkus (+++) 4. Meragukan : hanya makula eritematosa 5. Iritasi : seperti terbakar, pustul, atau purpura 6. Reaksi negatif : (-) 7. Excited skin 8. Tidak dites (NT=not tested) Reaksi excited skin atau angry back merupakan reaksi positif palsu, suatu fenomena regional disebabkan oleh satu atau beberapa reaksi kuat yang dipicu oleh hipersensitivitas kulit, pinggir uji tempel yang lain menjadi reaktif. Fenomena ini pertama dikemukakan oleh Bruno Bloch pada abad ke-20, kemudian diteliti oleh Mitchell pada tahun 1975. Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai satu minggu setelah aplikasi. Pembacaan kedua ini penting untuk membantu membedakan antara respon alergik atau iritasi dan juga mengidentifikasikan lebih banyak lagi respon positif alergen. Hasil positif dapat bertambah setelah 96 jam aplikasi, oleh karena itu perlu dipesan kepada pasien untuk melapor, bila hal itu terjadi sampai satu minggu setelah aplikasi. Untuk menginterpretasikan hasil uji temple tidak mudah. Interpretasi dilakukan setelah pembacaan kedua. Respons alergik biasanya menjadi lebih jelas antara pembacaan kesatu dan kedua. Berawal dari +/- ke + atau ++ bahkan ke +++ (reaksi tipe decrescendo). Bila ditemukan respon positif terhadap suatu alergen, perlu ditentukan relevansinya dengan keadaan klinik, riwayat klinik dan sumber antigen di lingkungan penderita. Mungkin respon positif tersebut berhubungan dengan penyakit yang sekarang atau penyakit masa lalu yang pernah dialami atau mungkin tidak ada hubungannya (tidak diketahui). Reaksi positif klasik terdiri dari eritema, edem dan vesikel-vesikel kecil yang letaknya berdekatan. Reaksi positif palsu dapat terjadi antara lain bila konsentrasi terlalu tinggi, atau bahan tersebut bersifat iritan bila dalam keadaan tertutup (oklusi) efek pinggir uji tempel umumnya karena iritasi bagian tepi menunjukkan reaksi lebih kuat sedang dibagian tengahnya reaksi ringan atau sama sekali tidak ada. Ini disebabkan karena meningkatnya konentrasi iritasi cairan di bagian pinggir. Sebab lain oleh karena efek tekan, terjadi bila menggunakan bahan padat. Reaksi negatif palsu dapat terjadi misalnya konsentrasi terlalu rendah, vehikulum tidak tepat, bahan uji tempel tidak melekat dengan baik atau longgar akibat pergerakan, kurang cukup waktu penghentian pemakaian kortikosteroid sistemik atau topikal poten yang lama dipakai pada area uji tempel dilakukan. Indikasi dilakukannya skin patch test biasanya jika tampak adanya kontak reaksi alergi dari kulit atau selaput lendir berdekatan yang dicurigai. Untuk mengetahui dugaan alergi, dicari terlebih dahulu etiologinya. Bisa dengan makanan, terpapar zat-zat kimia, bahan-bahan yang bias menyebabkan terjadinya reaksi alergi dan iritasi. Patch test tidak bias dilakukan pada seseorang yang masih menggunakan obat kortikosteroid, imunosupresif atau imunomodulasi obat, seperti glukokortikoid, serta paparan sinar matahari, karna bisa memberikan hasil yang tidak sesuai. Patch test juga tidak boleh dilakukan pada orang hamil. Penetrasi dari alergen yang diberikan bias memberikan efek teratogenik tidak bias dikesampingkan. Serta adanya efek lain yang tidak diinginkan , misalnya iatrogenic. Jika hasil tes ragu-ragu, maka tes bisa diulang.
Sumber : ICDRG (International Contact Dermatitis Research Group)
Sebelum dilakukan patch test, seorang dokter melakukan anamnesis kepada pasien serta memeriksa kulit pasien. Pada anamnesis ditanyakan tentang awal mula terjadi reaksi alergi atau iritasi. Dengan anamnesis yang kuat bias mengarah kepada etiologi yang menyebabkan alergi dan iritasi tersebut. Dokter juga menjelaskan tentang patch test dan tindakan apa saja yang dilakukan serta yang dilarang selama menjalani tes tersebut. Setelah semua jelas, pasien diperbolehkan memilih untuk uji tempel atau tidak. Semua atas persetujuan pasien. Pada daerah yang akan diuji dengan patch test harus dibersihkan terlebih dahulu. Daerah tersebut tidak dalam keadaan luka atau ada gangguan patologis. Biasanya daerah yang akan diuji adalah daerah belakang tubuh yaitu punggung dengan jarak 2-4 cm dari garis tengah. Dengan waktu 24-48 jam. Beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan patch test sangatlah penting, karna akan mempengaruhi hasil tes yang dilakukan. Pastikan bahwa kondisi antigen yang digunakan dalam keadaan layak pakai, perhatikan cara penyimpanan dan tanggal kadaluarsanya Harus diingat bahwa kortikosteroid dan obat imunosupresan dapat menekan reaksi ini sehingga memberi hasil negatif palsu. Setelah itu lakukan anamnesis tentang apakah pernah berkontak sebelumnya dengan antigen yang akan digunakan. Kalau memungkinkan gunakan beberapa aplikator sehingga dapat digunakan banyak antigen sekaligus. Hati-hati sewaktu melepas penutup antigen, harus dengan posisi menghadap ke atas sehingga antigen tidak tumpah. Kalau tidak ada aplikator seperti itu dapat digunakan antigen yang mudah didapat (tetanus, tuberculin, dan sebagainya). Dengan menggunakan alat suntik tuberkulin, pastikan bahwa sejumlah 0,1 ml antigen masuk secara intrakutan hingga berbentuk gelembung dan tidak subkutan. Beri tanda dengan lingkaran masing-masing lokasi antigen. Hasil uji dibaca setelah 24-48 jam. Bila setelah 24 jam hasil tes tetap negatif maka cukup aman untuk memberikan dosis antigen yang lebih kuat. Indurasi yang terjadi harus diraba dengan jari dan ditandai ujungnya, diukur dalam mm dengan diameter melintang (a) dan memanjang (b). Untuk setiap reaksi gunakan formula (a+b):2. Suatu reaksi disebut positif bilamana (a+b):2=2 mm atau lebih. Efek samping yang terjadi dapat terjadi suatu reaksi kemerahan yang persisten selama 3-10 hari tanpa meninggalkan sikatriks. Pada orang yang sangat sensitif dapat timbul vesikel dan ulserasi pada lebih dari satu lokasi antigen. Uji kulit ini saja tidak cukup untuk menyimpulkan status imunologik selular seseorang karena untuk dapat disimpulkan hasil uji harus disesuaikan dengan anamnesis dan keadaan klinik. Untuk menilai suatu uji kulit, seperti juga prosedur diagnostik yang lain, sangat tergantung pada pemeriksanya. Bila disimpulkan bahwa kemungkinan terdapat gangguan pada sistem imunitas selular, maka dapat dipertimbangkan pemberian imunoterapi. Tetapi untuk memulai terapi sebaiknya pemeriksaan dilanjutkan dengan pemeriksaan secara in vivo.
Gambar Patch tes 48 jam awal setelah membaca patch dihapus
Gambar : Positive Patch test 120 jam setelah dibaca
Sitasi: Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2009. Jean-Marie Lachapelle, Howard I. Maibach. Patch Testing and Prick Testing: A Practical Guide Official Publication of the ICDRG, 3 th edition. Springer Heidelberg : Newyork 2012.p 83-98.
2. Persiapan pasien untuk tes Ig E Secara umum, kadar IgE total serum rendah pada orang normal dan meningkat pada penderita atopi, tetapi kadar IgE normal tidak menyingkirkan adanya rinitis alergi. Pada orang normal, kadar IgE meningkat dari lahir (0-1 KU/L) sampai pubertas dan menurun secara bertahap dan menetap setelah usia 20-30 tahun. Pada orang dewasa kadar >100-150 KU/L dianggap normal. Kadar meningkat hanya dijumpai pada 60% penderita rinitis alergi dan 75% penderita asma. Terdapat berbagai keadaan dimana kadar IgE meningkat yaitu infeksi parasit, penyakit kulit (dermatitis kronik, penyakit pemfigoid bulosa) dan kadar menurun pada imunodefisiensi serta multipel mielom. Kadar IgE dipengaruhi juga oleh ras dan umur, sehingga pelaporan hasil harus melampirkan nilai batas normal sesuai golongan usia. Pemeriksaan ini masih dapat dipakai sebagai pemeriksaan penyaring, tetapi tidak digunakan lagi untuk menegakkan diagnostik.
Metode : Immunoblast assay Jenis Sampel : 0.5 mL Serum, Plasma EDTA, Plasma Heparin, Plasma Sitrat Stabilitas Sampel : 2-8C : 14 hari Persiapan Pasien : Hentikan konsumsi obat anti alergi selama 7 hari sebelumnya. Spesifitas Dan Sensitivitas : - Spesifitas : 86 % - 100% - Sensitivitas : 70 % - 90%
20 Jenis Alergen Yang di Periksa : 1. Timothy Grass (rumput alang-alang) bisa menimbulkan hay fever, bersin, hidung berair atau hidung tersumbat. 2. Cultivated Rye (tanaman gandum) : serbuknya menyebabkan gatal disekitar hidung, mulut dan tenggorokan. 3. Birch (Pohon Birch): serbuk sarinya bisa menyebabkan alergi yang bersifat alergenik (tidak terdapat di Indonesia). 4. Mugwort atau Artemisia Vulgaris (tanaman mugwort): bisa mengakibatkan alergi skin rash, dan asma bila menghirup. 5. Cat (kucing) : bisa menimbulkan gatal pada hidung, mata, kulit dan asma. 6. Dog (anjing) : sama dengan kucing namun prevalensinya lebih sedikit. 7. Horse (Kuda) : serpihan kulit dan kotoran yang sudah mengering bisa menyebabkan alergi. 8. Dermatophagoides Pteronyssinus (tungau debu rumah): Tungau merupakan komponen alergenik utama debu rumah. 9. Cladosporium Herbarum (jamur mikroskopik): bisa menyebabkan sensitisasi melalui inhalasi sporanya. 10. Alternaria alternata (jamur tanah): bisa menyebabkan asma, rhinitis, masalah kulit, dll. 11. Egg White (Putih telur) : tanda-tandanya alergi ini adalah bengkak sekitar mulut, sakit dada atau sulit bernafas. 12. Milk (susu) : biasanya di derita oleh anak-anak, pada alergi susu 50% akan mengalami alergi protein dalam telur, kedela dan kacang. Lalu sekitar 50%-80% berkembang menjadi alergi terhadap inhalasi (hirupan) polen rumput, tungau debu rumah dan kucing. 13. Codfish (Ikan kod) : di Indonesia ikan ini dikonsumsi dalam bentuk suplemen anak yang mengandung minyak ikan kod. 14. Wheat Flour (Tepung Terigu) : Jika bereaksi dengan gluten dapat menimbulkan alergi dimana gluten sendiri terdapat pada tepung terigu, barley dan oats. 15. Rice (beras) : reaksi alergi yang ditimbulkan adalah dermatitis, eczema dan asma. 16. Soya Bean ( Kedelai ) dan hasil olahannya : reaksi yang ditimbulkan adalah muntah, diare, kram perut, gatal-gatal pada kulit, angioderma dan eczema. 17. Hazelnut : alergi ini bersifat fatal, reaksi alergi yang ditimbulkan biasanya gatal di sekitar mulut dan tenggorokan, pada beberapa kasus bisa menyebabkan kematian. 18. Carrot (Wortel) : gejala yang terjadi adalah gatal di sekitar mulut. 19. Potato (kentang) : seseorang menderita alergi kentang akan berkembang menjadi atopik dermatitis, inflamasi kulit dan mengganggu kemampuan kulit untuk menjaga kelembaban biasanya terjadi pada anak-anak. 20. Apple (apel) : reaksi terhadap alergi ini akan muncul 5-15 menit setelah konsumsi
Sitasi : Pramita. Ig E Atopy. http://www.pramita.co.id/index.php/19-artikel/bulletin/103- ige-atopy. Diakses pada 7 Februari 2014.
3. Sebutkan Kriteria Dermatitis Atopik Kriteria Hanifin-Rajka untuk dermatitis atopik, diagnosis dermatitis atopik ditegakkan bila mempunyai minimal 3 kriteria mayor dan 3 kriteria minor. Kriteria Mayor 1. Gatal 2. Distribusi dan morfologi lesi khas 3. Sering kambuh/relaps 4. Ada riwayat atopi pada personal atau pada keluarga (urtikaria, asma bronchiale, rinitis alergika, dermatitis atopik pada keluarga Kriteria Minor 1. Xerosis 2. Ikhtiosis (kulit seperti sisik ikan, telapak tangan hiperlinear, keratosis pilaris) 3. Reaktivitas tes kulit tipe cepat (tipe 1) 4. Serum Ig E meningkat 5. Onset sejak usia awal 6. Bertendensi terjadi infeksi kulit/imunitas cell-mediated terganggu 7. Bertendensi terjadi dermatitis non-spesifik pada telapak tangan/kaki 8. Eczema puting payudara 9. Cheilitis 10. Konjungtivitis rekurens 11. Dennie-Morgan lipatan infra orbital 12. Keratokonus 13. Katarak sub-kapsular anterior 14. Orbital darkening 15. Wajah pucat atau eritem 16. Pitiriasis alba 17. Lipatan leher anterior 18. Gatal jika berkeringat 19. Intolerans terhadap woll dan pelarut lipid 20. Aksentuasi peri-follicular 21. Intolerans terhadap makanan 22. Dipengaruhi faktor lingkungan/emosional 23. Dermografisme putih
Sitasi : Kartowigno, Soenarto. Sepuluh Besar Kelompok Penyakit Kulit, Edisi Kedua. Palembang, Unsri Press. P 31.
4. Biakan Agar Sabouraud Dextrose (ASD) Biakan Agar Sabouraud Dextrose (ASD) digunakan untuk pembiakan jamur. ASD merupakan modifikasi dari Agar Dextrose yang ditemukan oleh Sabouraud. ASD digunakan untuk budidaya patogen & komensal jamur dan ragi . Konsentrasi dekstrosa yang tinggi dan pH yang asam merupakan formulasi yang memungkinkan selektivitas fungi. ASD ditingkatkan dengan penambahan cycloheximide, streptomisin, dan penisilin untuk menghasilkan media yang sangat baik untuk isolasi utama dermatofita. Prinsip Prosedur Pencernaan enzimatik oleh Casein dan pencernaan enzimatik oleh jaringan hewan menyuplai nitrogen dan sumber vitamin yang diperlukan untuk pertumbuhan organisme dalam Agar Sabouraud Dextrose. Konsentrasi tinggi dari Dextrose dimasukkan sebagai sumber energi. Sedangkan Agar adalah media biakan dan agen penguat.
Formula / Liter Enzymatic Digest of Casein ...................................................... 5 g Enzymatic Digest of Animal Tissue........................................... 5 g Dextrose .................................................................................. 40 g Agar ........................................................................................ 15 g Final pH: 5.6 0.2 at 25C
Sitasi : United States Pharmacopeial Convention. 2007. The United States pharmacopeia, 31st ed., Amended Chapters 61, 62, 111. The United States Pharmacopeial Convention, Rockville, MD.
5. Macam-macam Mikroskop
a. Mikroskop Cahaya
Mikroskop cahaya mempunyai perbesaran maksimum 1000 kali. Mikroskop mempunyai kaki yang berat dan kokoh dengan tujuan agar dapat berdiri dengan stabil. Mikroskop cahaya memiliki tiga sistem lensa, yaitu lensa obyektif, lensa okuler, dan kondensor. Lensa obyektif dan lensa okuler terletak pada kedua ujung tabung mikroskop. Lensa okuler pada mikroskop bisa berbentuk lensa tunggal (monokuler) atau ganda (binokuler). Pada ujung bawah mikroskop terdapat tempat dudukan lensa obyektif yang bisa dipasangi tiga lensa atau lebih. Di bawah tabung mikroskop terdapat meja mikroskop yang merupakan tempat preparat. Sistem lensa yang ketiga adalah kondensor. Kondensor berperan untuk menerangi obyek dan lensa-lensa mikroskop yang lain. Pada mikroskop konvensional, sumber cahaya masih berasal dari sinar matahari yang dipantulkan dengan suatu cermin datar ataupun cekung yang terdapat dibawah kondensor. Cermin ini akan mengarahkan cahaya dari luar kedalam kondensor. Pada mikroskop modern sudah dilengkapi lampu sebagai pengganti sumber cahaya matahari.
b. Mikroskop Stereo
Mikroskop stereo merupakan jenis mikroskop yang hanya bisa digunakan untuk benda yang berukuran relatif besar. Mikroskop stereo mempunyai perbesaran 7 hingga 30 kali. Benda yang diamati dengan mikroskop ini dapat terlihat secara tiga dimensi. Komponen utama mikroskop stereo hampir sama dengan mikroskop cahaya. Lensa terdiri atas lensa okuler dan lensa objektif. Beberapa perbedaan dengan mikroskop cahaya adalah: (1) ruang ketajaman lensa mikroskop stereo jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mikroskop cahaya sehingga kita dapat melihat bentuk tiga dimensi benda yang diamati, (2) sumber cahaya berasal dari atas sehingga obyek yang tebal dapat diamati. Perbesaran lensa okuler biasanya 10 kali, sedangkan lensa objektif menggunakan sistem zoom dengan perbesaran antara 0,7 hingga 3 kali, sehingga perbesaran total obyek maksimal 30 kali. Pada bagian bawah mikroskop terdapat meja preparat. Pada daerah dekat lensa obyektif terdapat lampu yang dihubungkan dengan transformator. Pengatur fokus obyek terletak disamping tangkai mikroskop, sedangkan pengatur perbesaran terletak di atas pengatur fokus.
c. Mikroskop Elektron
Mikroskop elektron mempunyai perbesaran sampai 100 ribu kali, elektron digunakan sebagai pengganti cahaya. Mikroskop elektron mempunyai dua tipe, yaitu mikroskop elektron scanning (SEM) dan mikroskop elektron transmisi (TEM). SEM digunakan untuk studi detil arsitektur permukaan sel (atau struktur renik lainnya), dan obyek diamati secara tiga dimensi. Sedangkan TEM digunakan untuk mengamati struktur detil internal sel.
d. Mikroskop Ultraviolet Suatu variasi dari mikroskop cahaya biasa adalah mikroskop ultraviolet. Karena cahaya ultraviolet memiliki panjang gelombang yang lebih pendek dari cahaya yang dapat dilihat. Penggunaan cahaya ultraviolet untuk pencahayaan dapat meningkatkan daya pisah menjadi 2 kali lipat daripada mikroskop biasa. Batas daya pisah menjadi medium. Karena cahaya ultraviolet tak dapat dilihat oleh mata manusia, bayangan benda harus direkan pada prirngan peka cahaya photografi plate (wikipedia, 2007)
e. Mikroskop Pender (Flourenscene Microscope)
Mikroskop pender ini dapat digunakan untuk mendeteksi benda asing atau Antigen (seperti bakteri, ricketsia, atau virus) dalam jaringan. Dalam teknk ini protein anttibodi yang khas mula-mula dipisahkan dari serum tempat terjadinya rangkaian atau dikonjungsi dengan pewarna pendar. Karena reaksi Antibodi- Antigen itu besifat khas, maka peristiwa pendar akanan terjadi apabila antigen yang dimaksut ada dan dilihat oleh antibody yang ditandai dengan pewarna pendar.
f. Mikroskop Medan Gelap
Mikroskop medan gelap digunakan untuk mengamati bakteri hidup khususnya bakteri yang begitu tipis yang hamper mendekai batas daya mikrskop majemuk. Mikroskop medan-Gelap berbeda dengan mikroskop cahaya majemuk biasa hanya dalam hal adanya kondensor khusus yang dapat membentuk kerucut hampa berkas cahaya yang dapat dilihat. Berkas cahaya dari kerucut hampa ini dipantulkan dengan sudut yang lebih kecil dari bagian atas gelas preparat.
g. Mikroskop Fase Kontras
Cara ideal untuk mengamati benda hidup adalah dalam keadaan alamiahnya : tidak diberi warna dalam keadaan hidup, nmun pada galibnya fragma benda hidup yang mikroskopik tembus cahaya sehingga pada masing-masing tincram tak teramati, kesulitan ini dapat diatasi dengan menggunakan mikroskop fase kontras.
h. Mikroskop Konkas Fase Mikroskop konkas fase mempunyai sistem benda yang menghasilkan bayanagan yang terlihat dari objek transparan, prinsip mikroskop konkas fase adalah berdasarkan kenyataan bahwa kecepatan cahaya akan berubah ketiak menerobos struktur sel dan ekstra sel dengan indek repraksi yang berbeda-beda (Voh, 1988).
Sitasi : Yatim, Wildan. Biologi Sel Lanjut. Bandung : Tarsito. 2003
6. Jenis-jenis kortikosteroid poten Penggolongan menurut USA system The USA system menggunakan 7 kelas, yang diklasifikasikan oleh kemampuan mereka untuk menyempitkan kapiler. Kelas I adalah yang terkuat atau superpotent. Kelas VII adalah yang paling lemah dan paling ringan. Group I - Superpoten Betamethasone dipropionate 0.05% optimized vehicle (Diprolene gel/lotion/ointment) Clobetasol propionate 0.05% (Psorcon, Clobex lotion/spray, Olux foam, Temovate) Diflorasone diacetate 0.05% (Psorcon Ointment) Fluocinonide 0.1 % optimized vehicle (Vanos cream) Flurandrenolide, 4 mg/cm 2 (Cordan tape) Halobetasol proprionate 0.05% (Ultravate cream/ointment) Group I I - Poten Amcinonide 0.05% (Cyclocort ointment) Betamethasone dipropionate 0.05% (Diprolene AF cream, diprosone Ointment) Desoximetasone 0.25% (Topicort cream / ointment) Desoximetasone 0.5% (Topicort gel) Diflorasone diacetate 0.05% (Florone ointment) Fluocinonide 0.05% (Lidex cream/gel/ointment) Halcinonide 0.1% (Halog cream/soluutio/ointment) Momethasone furoate 0.1 % (Elocon ointment) Group I I I Poten, upper mid-strength Amcinonide 0.1% (Cycoclort cream/lotion Betamethasone dipropionate 0.05% (Diprosone cream) Betamethasone valerate 0.1% (Valisontointment) Diflorasone diacetate 0.05% (Florone cream, maxiflor cream, psorcon E cream) Fluocinonide 0.05% (Lidex E cream) Fluticasone propionate 0.005% (Cutivate ointment) Group I VMid-strength Betamethasone valerate 0.12% (Luxic foam) Clocortolone pivalate 0.1% (Cloderm foam) Desoximethasone 0.05% (Topicort LP cream) Fluocinolone acetonide 0.025% (Synalar ointment) Flurandrenolide 0.05% (Cordran) Hydrocortisone probutate 0.1% (Pandel cream) Hydrocortisone valerate 0.2% (Westcort ointment) Mometasone furoate 0.1% (Elocon cream, lotion) Prednicarbate 0.1% (Dermatop ointment) Triamcinolone acetonide 0.1% (Kenalog ointment) Group VLower Mid-strength Betamethasone dipropionate 0.05% (Diprosone lotion) Betamethasone valerate 0.1% (Valisone cream/lotion) Fluocinolone acetonide 0.025% (Synalar cream) Flurandrenolide 0.05% (Cordran cream/lotion) Fluticasone propionate 0.05% (Cutivate cream) Hydrocortisone butyrate 0.1% (Locoid lipocream) Hydrocortisone valerate 0.2% (Westcort cream) Prednicarbate 0.1% (Dermatop emolient cream) Triamcinolone acetonide 0.1% (Kenalog cream/lotion) Group VI - Mild Strength Alclometasone dipropionate 0.05% (Aclovate cream/ointment) Desonide 0.05% (DesOwen cream/lotion/ointment, Tridesilon cream) Fluocinolone acetonide 0.01% (Synalar cream/solution, Derma- Smoothe/FS oil) Group VI I Least Potent Obat topikal dengan hidrokortison, deksametason, glumetalon, prednisolon, dan metilprednisolon.
Sitasi : Fitzpatrick TB, et al. Fitzpatricks Dermatology In General Medicine, 7th edition. New York : McGraw-Hill Companies; 2008. P. 2103.
7. Cara Menghitung Jumlah krim yang Harus Diberikan Jumlah krim yang dapat diberikan pada satu daerah dapat dikalkulasikan dengan mengingat bahwa 1 gram kulit dapat diberikan pada daerah seluas 10x10 cm atau 100cm 2 kulit. Seluruh permukaan kulit dewasa kira-kira membutuhkan 20-30 gram. Terdapat cara lain yaitu dengan fingertip unit atau rule of hand yang dapat digunakan untuk menghitung berapa banyak jumlah krim yang dapat diberikan. fingertip unit Satu fingertip unit sama dengan 0,5 gram krim atau salep pada daerah seluas 10x10 cm.
The rule of hand Luas telapak tangan dapat digunakan untuk memperkirakan jumlah total daerah kulit yang teriritasi untuk menghitung jumlah sediaan topikal yang dibutuhkan. Sat telapak tangan sama dengan one hand area membutuhkan 0,5 FTU atau 0,25 gram sediaan, yang berarti 4 hand area membutuhkan 2 FTU atau 1 gram. One hand area mencerminkan 1% dari permukaan luas tubuh manusia.
Body Surface Area Persentase daerah kulit yang teriritasi juga dapat diukur menggunakan formulasi persentase permukaan tubuh dari New yorks Dermatologic University. Area yang terkena Estimasi BSA (%) Aplikasi 1x/hari (gr) 2x/hari dalam 1 minggu (gr) 3x/hari dalam 1 minggu (gr) Wajah 3 1 15 20 Kulit kepala 6 2 30 45 Satu tangan 3 1 15 20 Satu kaki 7 3 45 60 Batang tubuh anterior 14 4 60 90 Batang tubuh poterior 16 4 60 90 Satu tungkai termasuk kaki 20 5 70 100 Area anogenital 1 1 15 20 Seluruh tubuh 100 30-40 450-500 600-1000
Sitasi : Fitzpatrick TB, et al. Fitzpatricks Dermatology In General Medicine, 7th edition. New York : McGraw-Hill Companies; 2008. P. 2092.
8. Diagnosis Banding
Variabel Dermatitis Kontak Iritan Venenata Dermatitis Kontak Alergi Dermatitis Atopik Kandidiasis kutaneus S -Keluhan utama
-Keluhan tambahan
-Onset -Bintil merah, gatal
-Nyeri
-Akut - Bintil merah
-Gatal
-Pajanan berulang -Bintil merah
-Gatal
- Kronik residif - Bercak merah, bintil merah
-Gatal dan nyeri - Kronik O -Regio/ predileksi
- Area terpapar/tidak berpakaian/bekerja
-Tempat yang mendapat pajanan -Fleksor dan intertriginosa
-Lembab, tertutup baju, dan intertriginosa
-Efloresensi
- Orang yang bertendensi
- Papul eritem, erosi, vesikel
- Semua orang berulang -Papul eritem, batas tidak tegas - Orang yang alergi
- Papul eritem
- Orang yang alergi
-Patch eritem, papul eritem
- Semua orang P P Pemeriksaan Penunjang Patch test : descendo Patch test : crescendo 1. Pemeriksaan Eosinofil 2. Jumlah serum Ig E 1. Pemeriksaan KOH 10% ditemukan spora,blastospora , pseudohifa 2. Gram : gram (+) ovoid bodies 2- 5 mikrometer 3. Biakan agar Sabouraud : koloni krim abu- abu lembab dlm 2-5 hari