Anda di halaman 1dari 28

I.

PENDAHULUAN

A. Judul Percobaan
Karbohidrat
B. Tujuan Praktikum
1. Mengamati sifat karbohidrat.
2. Mengetahui macam-macam karbohidrat.
3. Mengukur kadar gula secara kuantitatif.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Karbohidrat merupakan senyawa karbon yang mengandung hidrogen dan


oksigen yang secara empiris memiliki rumus Cx(H 2O)y. Karbohidrat adalah
polihidroksi dari aldehida atau keton (Beran, 2000). Kelompok karbohidrat
tersusun atas hidroksi aldehid, alkohol, asam berupa turunannya dan beberapa
komponen yang dapat dihidrolisis menjadi seperti gugusnya (Donald dkk., 2002).
Nama karbohidrat pada mulanya diberikan untuk golongan senyawa-
senyawa organik yang terdiri dari unsur karbon, hidrogen, dan oksigen. Dalam
senyawa tersebut unsur hidrogen dan oksigen mempunyai perbandingan 2:1. Para
ilmuwan dulu menganggap bahwa senyawa ini merupakan hidrat dari karbon yang
memiliki rumus perbandingan Cm(H2O)n : m=n, misalnya glukosa adalah C6H12O6
atau laktosa C12H22O11. Namun sesungguhnya, karbohidrat merupakan polihidroksi
aldehid atau polihidroksi keton atau turunan dari keduanya. Nama sakarida atau
zat gula juga sering dipakai untuk menggantikan nama karbohidrat
(Sumardjo,2009).
Karbohidrat terdapat dalam semua tumbuhan dan hewan dan penting dalam
kehidupan. Lewat fotosintesis, tumbuhan mengkonversi karbondioksida atmosfer
menjadi karbohidrat, terutama selulosa, pati, dan gula. Pati adalah bentuk
cadangan utama dari karbohidrat untuk nantinya digunakan sebagai makanan atau
sumber energi. Beberapa tumbuhan (tebu dan gula bit) menghasilkan sukrosa,
yaitu gula pasir (Hart dkk., 2003).
Karbohidrat adalah sumber energi utama. Ada dua jenis karbohidrat yaitu
karbohidrat sederhana dan karbohidrat kompleks. Dalam tubuh keduanya diubah
menjadi gula darah untuk sumber energi. Karbohidrat sederhana adalah aneka
jenis gula yang langsung membentuk kalori jika dikonsumsi. Karbohidrat
kompleks merupakan sumber kalori yang mengandung vitamin, mineral, dan serat
serta lebih bermanfaat bagi tubuh. Kebutuhan karbohidrat dalam sehari dianjurkan
sebanyak 60 % dari kebutuhan kalori sehari. Sumber karbohidrat adalah nasi,
jagung, roti, ubi, dan tepung-tepungan (Soenardi, 2002).
Karbohidrat memegang peranan penting dalam alam karena merupakan
sumber energi utama bagi manusia dan hewan yang harganya relatif murah.
Semua karbohidrat berasal dari tumbuh-tumbuhan. Melalui fotosintesis, klorofil
tanaman dengan bantuan sinar matahari mampu membentuk karbohidrat dari
karbondioksida (CO2) berasal dari udara dan air (H2O) dari tanah. Karbohidrat
yang dihasilkan adalah klarbohidrat sederhana glukosa. Di samping itu dihasilkan
oksigen (O2) yang lepas di udara (Hanifah dkk., 2011).
Menurut Sumardjo (2009), klasifikasi karbohidrat pada umumnya
didasarkan atas kompleksitas struktur kimia, yang dibedakan atas karbohidrat
sederhana dan karbohidrat majemuk. Karbohidrat sederhana yaitu monosakarida,
dan karbohidrat majemuk yaitu oligosakarida dan poligosakarida. Ada pula, yang
mengklasifikasikan karbohidrat menjadi karbohidrat yang dapat dicerna dan
karbohidrat yang tidak dapat dicerna.
Monosakarida tidak mengalami hidrolisa maka monosakarida dikenal
sebagai bentuk paling sederhana dalam karbohidrat dan karena monosakarida
umumnya memiliki rasa manis maka senyawa ini juga dikenal sebagai gula
sederhana (Lehninger, 1982). Kebanyakan gula sederhana adalah merupakan
polihidroksi aldehida yang disebut aldosa dan polihidroksida keton yang disebut
ketosa. Monosakarida adalah senyawa tak berwarna dan kebanyakan mempunyai
rasa manis dan berbentuk kristal (Sastrohamidjojo, 2005).
Monosakarida merupakan senyawa pereduksi karena akan segera mereduksi
senyawa-senyawa pengoksidasi seperti ferisianida, hidrogen peroksida, atau ion
kupri. Pada reaksi seperti ini, gula dioksidasi pada gugus karbonil dan senyawa
pengoksidasi menjadi tereduksi. Monosakarida merupakan karbohidrat sederhana
terdiri atas satu unit polihidroksi aldehida atau keton. Monosakarida adalah ribose
yang tidak dapat dihidrolisis dan tidak kehilangan sifat gulanya. Contoh dari
monosakarida adalah ribosa, arabinosa, fruktosa, glukosa, dan lainnya, golongan
monosakarida ini biasanya dikelompokkan dalam triosa, tetrosa, pentosa, heksosa,
dan heptosa (Lehninger, 1982).
Menurut gugus karbonilnya, monosakarida dikelompokkan menjadi aldosa
dan ketosa. Monosakarida yang mengandung gugus aldehida dirujuk sebagai
aldosa. Glukosa, galaktosa, ribosa, dan deoksiribosa semuanya adalah aldosa.
Ketosa adalah monosakarida yang mengandung gugus keton, contohnya fruktosa
(Fessenden dan Fessenden, 1982).
Menurut Horton (1996), berdasarkan jumlah atom karbonnya, monosakarida
dikelompokkan menjadi triosa, tetrosa, pentosa dan heksosa. Triosa berrumus
molekul C3H6O3, contohnya gliserosa sebagai aldosa dan dihidroksi aseton
sebagai ketosa. Tetrosa berumus molekul C4H8O5, contoh eritrosa sebagai aldosa
dan contoh ketosanya adalah eritrulosa. Pentosa memiliki rumus molekul C5H10O5,
contohnya adalah ribosa sebagai aldosa dan ribulosa sebagai ketosa. Heksosa
memiliki rumus molekul C6H12O6, contohnya adalah glukosa dan fruktosa.
Glukosa sering disebut aldoheksosa (aldosa enam karbon) sedangkan fruktosa
adalah heksulosa (ketosa enam karbon).
Bentuk monosakarida ada yang berupa hemiasetal siklik maka senyawa
yang demikian dapat bereaksi dengan satu ekuivalen alkohol membenuk asetal.
Senyawa asetal adalah senyawa dengan gugus OR yang menggantikan gugus OH
pada monosakarida. Ikatan dari karbon anomerik dengan gugus OR dinamakan
ikatan glikosidik dan asetalnya bernama glikosidik. Ikatan glikosidik merupakan
kunci untuk memahami struktur oligosakarida dan polisakarida (Hart dkk., 2003).
Glukosa, dinamakan juga gula darah (karena dijumpai dalam darah), gula
anggur, atau dekstrosa (memutar bidang polarisasi ke kanan). Fruktosa,
dinamakan juga levulosa karena memutar bidang polarisasi ke kiri adalah gula
yang termanis (Fessenden dan Fessenden, 1982). Susunan atom dalam fruktosda
merangsang jonjot kecapan pada lidah sehingga menimbulkan rasa manis
(Hanifah dkk., 2011).
Menurut Murray (2003), glukosa merupakan suatu aldoheksosa atau sering
disebut dekstrosa karena mempunyai sifat dapat memutar cahaya terpolarisasi ke
arah kanan. Glukosa, suatu gula monosakarida, adalah salah satu karbohidrat
terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga utama dalam tubuh. Glukosa
merupakan prekursor untuk sintesis semua karbohidrat lain di dalam tubuh seperti
glikogen, ribose dan deoxiribose dalam asam nukleat, galaktosa dalam laktosa
susu, dalam glikolipid, dan dalam glikoprotein dan proteoglikan. Glukosa tersusun
dari atom karbon, hidrogen, dan oksigen. Glukosa memiliki rumus kimia C 6H12O6.
Glukosa dapat dibentuk dari formaldehid pada keadaan abiotik. Glukosa juga
tidak mudah bereaksi secara nonspesifik dengan gugus protein atau amino, tetapi
glukosa mudah larut dalam air.
Gambar 1. Struktur Glukosa (Murray, 2003)
Oligosakarida tersusun atas sedikit satuan atau unit monosakarida.
Oligosakarida umumnya terusun atas 2-6 monosakarida. Oligosakarida biasanya
berbentuk zat kristal padat yang mudah larut dalam air. Oligosakarida yang
terdapat di alam adalah disakarida, trisakarida, dan tetrasakarida. Disakarida
adalah oligosakarida yang tersusun atas 2 satuan monosakarida (Sumardjo,2009).
Disakarida umumnya tersusun dari 2 satuan heksosa sehingga sering disebut
heksodisakarida. Disakarida yang tersusun dari 2 satuan monosakarida yang sama
disebut homodisakarida, sedangkan disakarida yang tersusun dari 2 satuan unit
monosakarida yang berbeda disebut heterosakarida. Contohnya maltosa ialah
disakarida yang terbuat dari dua unit glukosa yang termasuk homosakarida, dan
sukrosa atau disakarida yang terbuat dari dua unit monosakarida yang berbeda
yaitu glukosa dan fruktosa sehingga termasuk heterosakarida (Sumardjo,2009).
Beberapa contoh oligosakarida adalah sukrosa, maltosa, laktosa, rafinosa,
stakiosa, dan selobisa. Maltosa berfungsi sebagai makanan bayi dan susu bubuk
beragi. Sukrosa digunakan sebagai gula pasir dan laktosa ditemui di air susu sapi
dan manusia (Fessenden dan Fessenden, 1982).
Maltosa adalah disakarida yang diperoleh lewat hidrolisis parsial dari pati.
Hidrolisis lanjutan dari maltosa hanya menghasilkan D-glukosa, jadi maltosa
terdiri atas dua unit glukosa yang bertautan. Secara alami, bila maltosa berada
dalam larutan fungsi hemiasetal akan berkesetimbangan dengan bentuk aldehida
rantai terbuka, dengan begitu maltosa menghasilkan uji Tollens positif dan reaksi
lain yang serupa seperti pada karbon anomerik glukosa. Laktosa merupakan gula
utama dalam ASI dan susu sapi. Hidrolisis laktosa akan menghasilkan D-
galaktosa dan D-glukosa dalam jumlah ekuivalen (Hart dkk., 2003).
Maltosa terdiri dari 2 unit glukosa yang disatukan (14). Pada laktosa,
terdapat penyatuan sebuah galaktosa dan sebuah glukosa oleh (14). Pada
sukrosa, glukosa dan fruktosa disatukan (12) melalui karbon anomeriknya
(Marks dkk., 1996).

Gambar 2. Struktur Maltosa (Murray, 2003)


Sukrosa merupakan disakarida komersial yang paling penting dan dikenal
dengan nama gula. Hidrolisis sukrosa akan memberikan D-glukosa dan ketosa D-
fruktosa dengan jumlah yang ekuivalen. Sukrosa berbeda dari disakarida yang lain
karena karbon anomerik kedua unitnya terlibat dalam ikatan glikosidik, maka
tidak satupun unit monosakarida yang memiliki gugus hemiasetal dan tidak
satupun unit itu dalam kesetimbangan dengan bentuk asikliknya (Hart dkk.,
2003).
Sukrosa tidak dapat bermutarotasi, selain itu karena tidak ada gugus
aldehida bebas yang berpotensi, sukrosa tidak dapat mereduksi reagen Tollens,
Fehling atau Benedict. Oleh karena itu, sukrosa disebut sebagai gula non
pereduksi, sifat ini berlainan dengan disakarida dan monosakarida lain termasuk
gula pereduksi (Hart dkk., 2003).
Struktur sukrosa dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3. Struktur Sukrosa (Murray, 2003)


Menurut Rahmasari dan Susanto (2014), sukrosa memilik sifat menarik air
dari bahan yang direndam, air yang keluar dari dalam bahan akan membawa
molekul-molekul yang terlarut dalam air maupun yang terlarut dalam larutan gula
sehingga terhitung sebagai total padatan terlarut.
Polisakarida merupakan susunan karbohidrat majemuk yang memiliki
susunan kompleks dan berat molekul yang besar. Polisakarida merupakan molekul
berantai panjang dan tersusun dari unit yang sama. Polisakarida terbentuk dari
monosakarida yang saling berikatan melalui proses dehidrasi untuk membentuk
zat tepung (pada tumbuhan) dan glikogen (pada hewan). Contoh polisakarida
adalah amilopektin dan amilase yang merupakan zat tepung tumbuhan yang dapat
dicerna sebagai makanan oleh manusia, selulosa yang merupakan komponen
struktural pada dinding sel, dan glikogen yang merupakan simpanan glukosa-
polisakarida yang ditemukan di hepar dan otot rangka (Sloane, 1995).
Polisakarida meliputi pati, selulosa, dan dekstrin, merupakan substan yang
amorph sebagian besar tak larut dalam air dan tak berasa mempunyai perumusan
(C6H10O5)n.H2O atau (C5H8O4)n.H2O, dimana n sangat besar (Sastrohamidjojo,
2005). Amilum terdiri dari 20% bagian yang larut dalam air (amilosa) dan 80%
bagian yang tidak larut dalam air (amilopektin). Hidrolisis amilum oleh asam
mineral menghasilkan glukosa. Bentuk sederhana amilum adalah glukosa
(Gunawan, 2004).
Amilum adalah jenis polisakarida yang banyak terdapat di alam, yaitu di
sebagian besar tumbuhan. Terdapat pada umbi, daun, batang, dan biji-bijian
(Poedjiaji, 2009). Amilum merupakan suatu senyawa organik yang tersebar luas
pada kandungan tanaman. Amilum dihasilkan dari daun-daun hijau sebagai wujud
penyimpanan sementara dari produk fotosintesis. Amilum juga tersimpan dalam
bahan makanan cadangan yang permanen untuk tanaman, biji, kulit batang, akar
tanaman menahun, dan umbi (Gunawan, 2004).
Menurut Poedjiadi (2009), amilum terdiri dari 2 macam polisakarida yang
kedua-duanya adalah polimer dari glukosa, yaitu amilosa (sekitar 20-28%) dan
sisanya amilopektin. Amilum memiliki rumus molekul (C 6H10O5)n. Amilosa
terdiri atas 250-300 unit D-glukosa yang terikat dengan ikatan 1,4-glikosidik,
jadi molekulnya termasuk molekul rantai terbuka. Amilopektin juga terdiri dari
molekul D-glukosa yang sebagian besar memiliki ikatan 1,4-glikosidik dan
sebagian lagi 1,6-glikosidik. Ikatan 1,6-glikosidik ini menyebabkan terjadinya
cabang sehingga molekul amilopektin berbentuk rantai terbuka dan bercabang.
Molekul amilopektin lebih besar daripada molekul amilosa karena terdiri dari
lebih dari 1000 unit glukosa. Amilum memiliki sifat yaitu dapat dipisahkan
menjadi amilosa dan amilopektin jika dilarutkan dalam air panas, jika dihidrolisis
secara parsial akan menghasilkan amilosa, dan jika dihidrolisis lengkap akan
menghasilkan glukosa.

Gambar 4. Struktur Amilum (Murray, 2003)


Pada praktikum dilakukan 4 jenis uji yaitu uji benedict, uji selliwanof, uji
hidrolisis amilum, dan uji nelson somogyi. Uji benedict merupakan uji umum
untuk karbohidrat (gula) pereduksi (yang memiliki gugus aldehid atau keton
bebas), seperti yang terdapat pada glukosa dan maltosa. Uji benedict berdasarkan
reduksi Cu2+ menjadi Cu+ oleh gugus aldehid atau keton bebas dalam suasana
alkalis, biasanya ditambahkan zat pengompleks seperti sitrat atau tatrat untuk
mencegah terjadinya pengendapan CuCO3. Uji positif ditandai dengan
terbentuknya endapan merah bata, kadang disertai dengan larutan yang berwarna
hijau, merah, atau orange (Hanafiah dkk., 2011).
Uji Selliwanoff dipakai untuk menunjukkan adanya gugus keton atau
ketoheksosa. Pereaksi Seliwanoff adalah resorsinol dalam asam klorida encer.
Pendidihan fruktosa dengan pereaksi Seliwanoff menghasilkan larutan berwarna
merah. Dua tahap reaksi terjadi dalam pendidihan ini, yaitu fruktosa oleh HCl
yang ada dalam pereaksi Seliwanoff membentuk hidroksi metil furfural dan
kondensasi hidroksi metil furfural yang terbentuk dengan resorsinol. Reaksi
positifnya membentuk senyawa berwarna merah (Sumardjo, 2009).
Uji hidrolisis amilum bertujuan memecah karbohidrat menjadi
monosakarida penyusunnya. Karbohidrat dengan berat molekul tinggi akan
terhidrolisis oleh asam menghasilkan gula sederhana penyusunnya. Di sini,
polisakarida dan oligosakarida akan mengalami pemutusan ikatan glikosidik.
Dengan demikian, materi ini akan terpecah menjadi struktur monosakarida
penyusunnya. Reaksi positif dari tes hidrolisa adalah membentuk senyawa
berwarna kuning (Yazid dan Nursanti, 2006).
Hidrolisis merupakan proses pemecahan senyawa menjadi lebih sederhana.
Uji ini bertujuan untuk menghidrolisis amilum agar terpecah menjadi senyawa
yang lebih sederhana (Winarno, 1997). Penentuan karbohidrat yang termasuk
oligosakarida atau polisakarida memerlukan hidrolisa untuk memperoleh
monosakarida (glukosa). Untuk hidrolisa amilum, sampel dihidrolisis dengan
menggunakan larutan asam (Sudarmadji, 1989).
Uji kuantitatif gula pereduksi dengan uji Nelson Somogyi biasa digunakan
untuk menentukan kadar gula pereduksi. Gula tersebut akan diendapkan dengan
ZnSO4 dan Ba(OH)2. Cupri oksida dioksidasi oleh larutan tembaga alkali dengan
membentuk cupro oksida (CuO), kemudian cupro oksida ini dioksidasi kembali
dengan asam arsen molibdat yang akan membentuk warna biru arsenomolibdat
(Bintang, 2010).
Metode ini berfungsi untuk mengetahui kadar gula pereduksi yang
terkandung dalam sampel (analisa kuantitatif). Penentuannya melalui
spketrofotometri dimana kadar karbohidrat dalam sampel ditentukan dengan
menggunakan panjang gelombang tertentu yang mengabsorbansikan larutan
sampel tersebut. Reagen Nelson merupakan campuran antara Reagen A dan
Reagen B, sedangkan Reagen C merupakan arsenomolybdat (Winarno, 1997).
Menurut Busser (1960), ada beberapa hukum dasar dalam spektrofotometri,
salah satunya adalah Hukum Beer. Hukum ini menunjukkan hubungan antara
konsentrasi spesi atau medium penyerap dan tingkat penyerapan. Hukum Beer
menyatakan bahwa absorbansi, log (Po/P), memiliki radiasi elektromagnetik yang
berbanding lurus dengan konsentrasi suatu spesies penyerap larutan. Jadi semakin
tinggi nilai absorbansinya, konsentrasinya juga akan semakin tinggi.
Salah satu sampel yang digunakan adalah sampel minuman karbonasi.
Karbondioksida yang diabsorbsikan ke dalam air, menyebabkan air menjadi
berbusa. Air berkarbonasi mengandung sejumlah kecil natrium bikarbonat. Air
berkarbonasi dikombinasikan dengan pemanis dan flavorings untuk menghasilkan
berbagai minuman ringan. Banyak koktail juga menggunakan air soda sebagai
bahan tambahan (Gammon, 1985).
Air berkarbonasi yang juga dikenal sebagai air soda, merupakan komponen
utama dalam pembuatan minuman ringan. Proses melarutkan gas CO2 disebut
karbonasi, yang dapat membentuk asam karbonat (memiliki rumus kimia H 2CO3)
(Afandi, 2009).
Minuman ringan terdiri dari lebih kurang 94 % air berkarbonasi.
Karbondioksida menyebabkan adanya sifat kilau dan rasa menggigit untuk
minuman, dan juga bertindak sebagai pengawet ringan. Karbondioksida sesuai
untuk pembuatan minuman ringan karena sifatnya yang inert, tidak bersifat toksit,
dan relatif murah dan mudah untuk dicairkan. Bahan utama kedua dalam
minuman ringan adalah gula, dengan kandungan 7-12 % (Jelen, 1985).

.
III. METODE

A. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah gelas beker, kompor,
erlenmeyer, labu ukur, timbangan, gelas ukur, pipet tetes, pipet ukur, dan
propipet, tabung reaksi, rak tabung reaksi, vortex, kuvet, spektrofotometer,
bunsen, korek api, drop plate, penjepit tabung reaksi,dan water bath.
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah glukosa monohidrat,
sampel A (minuman berkarbonasi), sampel C (larutan glukosa), akuades,
reagen Nelson A+B, air kran, arsenmolybdat, larutan blanko, alumunium foil
reagen Seliwanoff, larutan glukosa, larutan maltosa, larutan sukrosa, reagen
Benedict, larutan amilum 1%, HCl 6M, reagen iod, dan larutan Na2CO3 1%.
B. Cara Kerja
1. Pembuatan Larutan Standar
Glukosa monohidrat ditimbang 10 mg dan dimasukkan dalam gelas
beker ukuran 50 ml. Gluksoa monohidrat kemudian dilarutkan dalam
aquades dengan labu ukur 100 ml. Gelas beker dibilas sebanyak 5x dengan
aquades. Aquades di tambahkan pada larutan glukosa monohidrat ke dalam
labu ukur hingga tanda batas. Larutan glukosa monohidrat diencerkan
dengan konsentrasi 0 mg/100ml, 2 mg/100ml, 4 mg/100ml, 6 mg/100ml, 8
mg/100ml, dan 10 mg/100ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
2. Preparasi Sampel
Sampel A adalah minuman berkarbonasi yang diencerkan hingga 10-3.
Sampel C adalah larutan glukosa.
3. Uji Nelson Somogyi
Larutan standar dan sampel (A dan B) diambil sebanyak 1 ml dan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Sebanyak 1 ml reagen Nelson A dan B
dengan perbandingan 25:1 ditambahkan. Reagen Nelson A berisi Na2SO4,
Na2CO3 anhidrat, K-Na tartarat, dan Na bikarbonat. Reagen Nelson B berisi
CuSO4 dan H2SO4. Larutan dimasukkan ke dalam water bath selama 20 ml.
Larutan kemudian didinginkan dengan direndam dengan air keran.
Larutan ditambah dengan 1 ml arsentmolybdat dan divortex. Aquades
sebanyak 7 ml ditambahkan dan divorteks. Absorbansi sampel diukur
dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 540 nm. Konsentrasi
sampel dihitung dan dibuat kurva standar. Rumus perhitungannya adalah :
y
x
x
xy




x
x2


x
2



( 2)


a=
x
x
y




x
x2


x
2



( xy)

b=
y=a+bx

Keterangan :
y : absorbansi sampel
x : konsentrasi sampel
4. Uji Seliwanoff
Reagen Seliwanoff 2 ml dimasukkan ke dalam 3 tabung reaksi.
Sampel glukosa, maltosa, dan sukrosa masing-masing 5 tetes dimasukkan ke
dalam 3 tabung reaksi. Setiap tabung reaksi dipanaskan dengan bunsen
kurang lebih 2 menit. Perubahan warna yang terjadi diamati.
5. Uji Benedict
Reagen benedict sebanyak 2 ml dimasukkan ke dalam 3 tabung reaksi.
Sampel glukosa, maltosa, dan sukrosa masing-masing 5 tetes dimasukkan ke
dalam setiap tabung reaksi. Setiap tabung reaksi dipanaskan dengan bunsen
sekitar 3 menit. Perubahan warna yang terjadi diamati.
6. Uji Hidrolisis Amilum
Larutan amilum 1% diambil sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam
tabung reaksi. Tabung reaksi yang berisi amilum ditambah dengan HCl 6 M
sebanyak 3 ml dan dipanaskan dengan kompor. Larutan yang dipanaskan
setiap 3 menit di ambil 1 tetes dan diletakkan di atas drop plate. Reagen Iod
1 tetes ditambahkan pada drop plate hingga larutan berubah menjadi kuning
dan waktu hidrolisis dicatat.
Larutan yang berubah kuning ditambah Na2CO3 1% sebanyak 5 tetes.
Uji hidrolisis amilum kemudian dilanjutkan dengan uji benedict. Reagen
benedict diambil sebanyak 2 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan
larutan sampel ditambahkan sebanyak 5 tetes. Larutan dipanaskan
menggunakan bunsen kurang lebih 3 menit dan hasil uji atau perubahan
warna yang terjadi dicatat.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada praktikum Karbohidrat, telah dilakukan empat jenis uji. Keempat uji
tersebut adalah uji Seliwanoff, uji Benedict, uji Hidroliss Amilum, dan uji Nelson
Somogyi. Berdasarkan uji Seliwanoff dan uji Benedict yang telah dilakukan,
diperoleh hasil berupa data sebagaimana yang diperlihatkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Uji Seliwanoff dan Benedict
Sampel Seliwanoff Benedict
Endapan merah bata dan Larutan
Larutan Glukosa Kuning muda (-)
berwarna hijau keruh (+)
Endapan merah bata dan Larutan
Larutan Maltosa Bening (-)
berwarna hijau keruh (+)
Larutan Sukrosa Merah (+) Biru (-)
Uji benedict merupakan uji umum bertujuan untuk analisa gula pereduksi
(yang memiliki gugus aldehid atau keton bebas). Uji benedict berdasarkan reduksi
Cu2+ menjadi Cu+ oleh gugus aldehid atau keton bebas dalam suasana alkalis,
biasanya ditambahkan zat pengompleks seperti sitrat atau tatrat untuk mencegah
terjadinya pengendapan CuCO3. Uji positif ditandai dengan terbentuknya endapan
merah bata, kadang disertai dengan larutan yang berwarna hijau, merah, atau
orange (Hanafiah dkk., 2011).
Cara kerja uji benedict adalah reagen Benedict sebanyak 2 ml dimasukkan
ke dalam 3 tabung reaksi. Sampel glukosa, maltosa, dan sukrosa masing-masing 5
tetes dimasukkan ke dalam setiap tabung reaksi. Setiap tabung reaksi dipanaskan
dengan bunsen sekitar 3 menit. Perubahan warna yang terjadi diamati.

Gambar 5. Sampel Sebelum Uji Benedict (Sumber : Dokumentasi Pribadi,


2015)
Reagen benedict berfungsi untuk menyumbangkan ion Cu2+ yang akan
tereduksi membentuk endapan merah bata. Pemanasan ini bertujuan untuk
membongkar ikatan pada sampel sehingga sampel dapat bereaksi dengan ion OH-
sehingga dapat membentuk asam karboksilat, selain itu pemanasan juga berfungsi
untuk mempercepat dan menyempurnakan proses reaksi yang berlangsung antara
larutan sampel dan reagen Benedict (Sumardjo, 2009).

Gambar 6. Sampel Sesudah Uji Benedict (Sumber : Dokumentasi Pribadi,


2015)
Reaksi uji Benedict adalah sebagai berikut :

Gambar 7. Reaksi Uji Benedict (Aminah dkk., 2011)


Hasil uji Benedict, semua sampel pada awalnya berwarna biru. Sampel
glukosa setelah uji Benedict, menghasilkan endapan merah bata dengan warna
hijau keruh. Hasil ini menunjukkan reaksi positif. Sampel maltosa setelah uji
Benedict, menghasilkan endapan merah bata dengan larutan berwarna hijau keruh.
Hasil ini menunjukkan reaksi positif. Sampel sukrosa setelah uji Benedict,
menujukkan warna biru, yang berarti tidak menunjukkan reaksi positif.
Hasil tersebut sesuai dengan teori, bahwa uji Benedict merupakan uji umum
bertujuan untuk analisa gula pereduksi (Hanafiah dkk., 2011). Glukosa dan
maltosa menunjukkan reaksi positif, hal ini sesuai dengan teori menurut Hanafiah
dkk. (2011), bahwa glukosa dan maltosa mengandung gula pereduksi yaitu yang
memiliki gugus aldehid atau keton bebas. Sukrosa menunjukkan reaksi negatif,
sesuai dengan teori Hart dkk. (2003), sukrosa tidak dapat bermutarotasi, selain itu
karena tidak ada gugus aldehida bebas yang berpotensi, sukrosa tidak dapat
mereduksi reagen Benedict. Oleh karena itu, sukrosa disebut sebagai gula non
pereduksi.
Uji Selliwanoff dipakai untuk menunjukkan adanya gugus keton atau
ketoheksosa. Pereaksi Seliwanoff adalah resorsinol dalam asam klorida encer.
Reaksi positifnya membentuk senyawa berwarna merah (Sumardjo, 2009). Cara
kerja uji seliwanoff adalah reagen Seliwanoff 2 ml dimasukkan ke dalam 3 tabung
reaksi. Sampel glukosa, maltosa, dan sukrosa masing-masing 5 tetes dimasukkan
ke dalam 3 tabung reaksi. Setiap tabung reaksi dipanaskan dengan bunsen kurang
lebih 2 menit. Perubahan warna yang terjadi diamati.
Pemanasan sendiri bertujuan membantu proses hidrolisis disakarida yang
akan menghasilkan monosakarida ketosa dan kemudian memberi warna, selain itu
pemanasan dilakukan untuk mempercepat reaksi. Pendidihan fruktosa dengan
Reagen Seliwanoff menghasilkan larutan berwarna merah. Dua tahap reaksi
terjadi dalam pendidihan ini, yaitu fruktosa oleh HCl yang ada dalam pereaksi
Seliwanoff membentuk hidroksi metil furfural dan kondensasi hidroksi metil
furfural yang terbentuk dengan resorsinol (Sumardjo, 2009).

Gambar 8. Sampel Sebelum Uji Seliwanoff (Sumber : Dokumentasi Pribadi,


2015)
Reagen Seliwanoff terbuat dari 0,05% resorsinol (m-hidroksi-benzena) di
dalam 3 M HCl encer, keberadaan HCl dalam reagen berguna untuk mendehidrasi
fruktosa, sedangkan resorsinol akan mengkondensasi hasil dehidrasinya. Hasil
kondensasi pada saat fruktosa yang berada dalam golongan ketosa bereaksi akan
menghasilkan warna merah atau oranye dengan struktur kimia yang kompleks.
Pada pereaksi seliwanoff, terjadi perubahan oleh HCl panas menjadi asam
levulinat dan hidroksilmetil furfural. Reaksi dari reagen Seliwanoff untuk
mendeteksi sakarida dengan gugus keton (ketosa) (Etsa dkk., 2014).
Hasil praktikum uji Seliwanoff, semua sampel pada awalnya berwarna
bening. Sampel glukosa setelah uji Seliwanoff, menghasilkan warna kuning muda.
Hasil ini tidak menunjukkan reaksi positif. Sampel maltosa setelah uji Seliwanoff,
menunjukkan warna bening. Hasil ini tidak menunjukkan reaksi positif. Sampel
sukrosa setelah uji Seliwanoff, menujukkan warna merah yang berarti
menunjukkan reaksi positif.

Gambar 9. Hasil Sesudah Uji Seliwanoff (Sumber : Dokumentasi Pribadi,


2015)
Reaksi yang terjadi pada pengujian Seliwanoff sebagai berikut :

Gambar 10. Reaksi Uji Seliwanoff (Sumardjo, 2009)

Gambar 11. Reaksi Kondensasi Hidroksimetilfurfural dengan Resorsinol


(Sumardjo, 2009)
Hasil tersebut sesuai dengan teori, bahwa uji Seliwanoff dipakai untuk
menunjukkan adanya gugus keton atau ketoheksosa (Sumardjo, 2009). Sampel
yang menunjukkan reaksi positif adalah sukrosa, sesuai dengan teori menurut Hart
dkk. (2003), hidrolisis sukrosa akan menghasilkan D-glukosa dan ketosa D-
fruktosa dengan jumlah yang ekuivalen. Menurut Fessenden dan Fessenden
(1982), fruktosa adalah salah satu contoh dari ketosa yang merupakan
monosakarida dengan gugus keton.
Glukosa dan maltosa menunjukkan reaksi negatif, sesuai dengan teori
menurut Murray (2003), glukosa merupakan suatu aldoheksosa karena
mempunyai sifat dapat memutar cahaya terpolarisasi ke arah kanan. Menurut Hart
dkk. (2003), maltosa terdiri atas dua unit glukosa yang bertautan. Sehingga
maltosa mempunyai gugus aldehid bukan keton.
Berdasarkan Uji Hidroliss Amilum yang telah dilakukan, diperoleh hasil
berupa data sebagaimana yang diperlihatkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Uji Hidrolisis Amilum
Hasil Uji Iod
Hasil Uji
Sebelum Sesudah Waktu yang Keterangan
Benedict
Dipanaskan Dipanaskan dibutuhkan
Endapan merah Terhidrolisis
Ungu Kuning 9 menit
bata sempurna
Uji Hidrolisis merupakan proses pemecahan senyawa menjadi lebih
sederhana. Uji ini bertujuan untuk menghidrolisis amilum agar terpecah menjadi
senyawa yang lebih sederhana (Winarno, 1997). Amilum sebagai polisakarida
akan mengalami pemutusan ikatan glikosidik. Dengan demikian, materi ini akan
terpecah menjadi struktur monosakarida penyusunnya. Reaksi positif dari tes
hidrolisa adalah membentuk senyawa berwarna kuning (Yazid dan Nursanti,
2006). Pada uji hidrolisa amilum, sampel dihidrolisis dengan menggunakan
larutan asam (Sudarmadji, 1989).
Cara kerja hidrolisis amilum adalah larutan amilum 1% diambil sebanyak
10 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Tabung reaksi yang berisi amilum
ditambah dengan HCl 6 M sebanyak 3 ml dan dipanaskan dengan kompor.
Larutan yang dipanaskan setiap 3 menit di ambil 1 tetes dan diletakkan di atas
drop plate. Reagen Iod 1 tetes ditambahkan pada drop plate hingga larutan
berubah menjadi kuning dan waktu hidrolisis dicatat.
Larutan yang berubah kuning ditambah Na2CO3 1% sebanyak 5 tetes. Uji
hidrolisis amilum kemudian dilanjutkan dengan uji benedict. Reagen benedict
diambil sebanyak 2 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan larutan sampel
ditambahkan sebanyak 5 tetes. Larutan dipanaskan menggunakan bunsen kurang
lebih 3 menit dan hasil uji atau perubahan warna yang terjadi dicatat.

Gambar 12. Hasil Amilum Sesudah Uji Benedict (Sumber : Dokumentasi


Pribadi, 2015)
Hidrolisis amilum ditambahkan suatu katalis untuk menurunkan energi
aktivasinya (menurunkan suhu reaksi) dan mempercepat jalannya reaksi
hidrolisis. Mekanisme kerja katalis dapat dijelaskan sebagai terjadinya tumbukan
antar elektron yang mengakibatkan adanya perubahan konfigurasi elektron
sehingga didapat unsur baru yang pada akhirnya menghasilkan zat baru.
Penambahan katalis asam seperti HCl dapat menciptakan kondisi asam dan pH
yang sesuai. Efektivitas dari kerja katalis juga sangat dipengaruhi oleh suhu dan
konsentrasi pati (Hartono dan Wahyudi, 1999).
Menurut Hartono dan Wahyudi (1999), HCl digunakan sebagai katalis
dengan pertimbangan antara lain :
a. HCl merupakan salah satu jenis oksidator kuat.
b. Harganya relatif murah dan mudah diperoleh.
c. Lebih aman jika dibandingkan dengan jenis asam yang lain.
Hasil praktikum menunjukkan waktu yang dibutuhkan untuk hidrolisis
amilum menjadi glukosa yaitu 9 menit. Warna larutan sebelum (setelah ditambah
iod) adalah ungu. Warna sesudah dipanaskan adalah kuning. Hasil ini sesuai
dengan teori menurut Aminah dkk. (2011), bahwa saat dipanaskan, polisakarida
amilum akan terpecah-pecah menjadi monomer penyusunnya. Senyawa setelah
dipanaskan, jika warna menjadi kuning bening menandakan bahwa polisakarida
itu telah terhidrolisis sempurna menghasilkan glukosa (monosakarida). Waktu
hidrolisis adalah waktu yang diperlukan untuk memecah polisakarida amilum
menjadi monosakarida yaitu glukosa, yang ditandai dengan warna kuning bening.
Pemanasan bertujuan untuk memecah amilum menjadi monomer
penyusunnya. Iodium yang dipakai berfungsi sebagai indikator suatu senyawa
polisakarida dengan membentuk warna ungu/biru. Larutan diambil dan diteteskan
di atas drop plate, bertujuan agar pengamatan perubahan warna yang terjadi lebih
mudah (Aminah dkk., 2011). Menurut Nuran dkk. (2011), hidrolisis pada amilum
adalah hidrolisis secara bertahap :
Amilum + Asam (biru) Amilodekstrin (ungu) Eritrodekstrin (merah)
Akroodekstrin Maltosa Glukosa (bening)
Uji ini kemudian dilanjutkan dengan uji benedict dilakukan untuk
memastikan kandungannya benar-benar terhidrolisis dan untuk deteksi gula
pereduksi (glukosa) (Aminah dkk., 2011). Hasil uji benedict dari praktikum
adalah larutan membentuk endapan merah bata. Menurut Aminah dkk. (2011),
terbentuknya endapan merah bata ini sebagai hasil reduksi ion Cu 2+ menjadi ion
Cu+ oleh suatu gugus aldehid bebas yang terkandung dalam gula reduksi (glukosa)
yang berlangsung dalam suasana alkalis (basa) membentuk endpaan Cu2O.
Sifat basa yang dimilki oleh pereaksi Benedict ini dikarenakan adanya
senyawa natrium karbonat. Na2CO3 berfungsi untuk mengkondisikan supaya
glukosa bisa terdeteksi pada uji benedict, selain itu juga sebagai penetral suasana
asam pada larutan dan mengurangi terbentuknya gelembung (Aminah dkk., 2011).

Gambar 13. Reaksi Uji Benedict (Aminah dkk., 2011)


Berdasarkan uji Nelson Somogyi yang telah dilakukan, diperoleh hasil
berupa data sebagaimana yang diperlihatkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Uji Nelson Somogyi
N
Konsentrasi (x) Absorbansi (y) x2 Xy
o
1 0,02 mg/ml 0,209 4 x 10-4 4,18 x 10-4
2 0,04 mg/ml 0,226 1,6 x 10-3 9,04 x 10-3
3 0,06 mg/ml 0,315 3,6 x 10-3 0,0189
4 0,08 mg/ml 0,409 6,4 x 10-3 0,03272
5 0,10 mg/ml 0,544 0,01 0,0544
x = 0,3 mg/ml y = 1,703 x2 = 0,022 xy = 0,11924
Uji kuantitatif gula pereduksi dengan uji Nelson Somogyi bertujuan untuk
menentukan kadar gula pereduksi. Gula tersebut akan diendapkan dengan ZnSO4
dan Ba(OH)2 (Bintang, 2010). Penentuannya melalui spketrofotometri dimana
kadar karbohidrat dalam sampel ditentukan dengan menggunakan panjang
gelombang tertentu yang mengabsorbansikan larutan sampel tersebut. Reagen
Nelson merupakan campuran antara Reagen A dan Reagen B, sedangkan Reagen
C merupakan arsenomolybdat (Winarno, 1997).
Cara kerja uji Nelson Somogyi adalah larutan standar dan sampel (A dan B)
diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Sebanyak 1 ml
reagen Nelson A dan B dengan perbandingan 25:1 ditambahkan. Larutan
dimasukkan ke dalam water bath selama 20 ml. Larutan kemudian didinginkan
dengan direndam dengan air keran. Larutan ditambah dengan 1 ml arsentmolybdat
dan divortex. Aquades sebanyak 7 ml ditambahkan dan divorteks. Absorbansi
sampel diukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 540 nm.
Konsentrasi sampel dihitung dan dibuat kurva standar.
Reagensia nelson A mengandung larutkan 12,5g Natrium Karbonat anhidrat,
K-Na tartarat, 10g Natrium bikarbonat dan 100g natrium sulfat dalam 350ml air
suling dan diencerkan sampai 500ml. Reagensia Nelson B mengandung larutkan
7,5g CuSO4. 5H2O dalam 50 ml air suling dan tambahkan 1tetes asam sufat pekat.
Reagensia nelson dibuat dengan cara mencampur 25 bagian reagensia nelson A
dan 1 bagian reagensia nelson B (Etsa dkk., 2014).
Reagen mengandung semua komponen. Tujuan pemberian reagen adalah
untuk mereduksi kupri oksida. Cupri oksida dioksidasi oleh larutan tembaga alkali
dengan membentuk cupro oksida, kemudian cupro oksida ini dioksidasi kembali
dengan asam arsenmolibdat yang akan membentuk warna biru arsenomolibdat
(Bintang, 2010).
Penambahan reagen arsenomolibdat ini bertujuan agar bisa bereaksi dengan
endapan Cu2O. Pada peristiwa ini Cu2O akan mereduksi kembali arsenomolibdat
menjadi molibdene blue yang berwarna biru, dan penambahan arsenmolibdat
sebagai reagen pengompleks yang akan memperjelas intensitas warna biru dari
larutan, agar dapat diukur absorbansinya menggunakan alat spektrofotometer.
Pada pengukuran serapan, dilakukan pada panjang gelombang 540 nm,
dikarenakan ini adalah panjang gelombang maksimum dari glukosa (Etsa dkk.,
2014).
Menurut Razak dkk., (2012), penggunaan panjang gelombang 540 nm akan
menyebabkan elektron pada sampel mengalami transmisi dan molekul sampel
yang mampu mengalami transmisi adalah molekul konjugasi, gugus karbonil dan
gugus nitro. Pemanasan campuran sampel dengan pereaksi Nelson dimaksudkan
untuk mempercepat reaksi dan mempertegas warna yang menunjukkan adanya
gula pereduksi, adanya gula pereduksi teridentifikasi dengan adanya endapan
merah bata yang berasal dari tembaga(I) oksida (Cu2O).
Setelah dipanaskan di waterbath, larutan didinginkan. Pendinginan larutan
setelah pemanasan dilakukan dengan merendam tabung reaksi dalam air dingin,
selanjutnya ditambahkan pereaksi Arsenomolibdat (berfungsi untuk mengoksidasi
cupro menjadi cupri) dan divortex supaya tercampur rata. Setelah divortex,
larutan ditambah dengan aquades yang berfungsi sebagai pengencer, kemudian
larutan divortex lagi supaya tercampur rata (Razak dkk., 2012).
Hasil pengukuran absorbansi larutan standard adalah sebagai berikut:
larutan standard dengan konsentrasi 0,02 mg/ml adalah 0,209 ; Larutan dengan
konsentrasi 0,04 mg/ml absorbansinya adalah 0,226 . Larutan dengan
konsentrasi 0,06 mg/ml absorbansinya adalah 0,315 . Larutan dengan
konsentrasi 0,08 mg/ml absorbansinya adalah 0,409 . Larutan dengan
konsentrasi 0,10 mg/ml absorbansinya adalah 0,544 .
Pada analisis gula reduksi juga memerlukan kurva standar yang dapat
digunakan sebagai acuan atau referensi dalam menentukan konsentrasi yang
sebelumnya dengan absorbansi sampel. Selanjutnya persamaan kurva standar
yang ada tersebut menjadi dasar perhitungannya. Hasil perhitungan regresi linear
didapatkan suatu persamaan yang merupakan hubungan antara nilai x dan nilai y.
Dimana nilai x merupakan konsentrasi larutan gula standar dan nilai y adalah
absorbansi. Dari hubungan tersebut dapat diketahui semakin tinggi konsentrasi
larutan gula standar, semakin tinggi pula nilai absorbansinya. Hal tersebut dapat
dikatakan bahwa konsentrasi larutan gula standar berbanding lurus dengan nilai
absorbansinya (Jati dkk., 2014).
Konsentrasi gula pereduksi pada sampel dapat dihitung dengan metode
spektrofotometri karena menurut Busser (1960), salah satu hukum dasar dalam
spektrofotometri adalah Hukum Beer. Hukum ini menunjukkan hubungan antara
konsentrasi spesi atau medium penyerap dan tingkat penyerapan. Hukum Beer
menyatakan bahwa absorbansi, log (Po/P), memiliki radiasi elektromagnetik yang
berbanding lurus dengan konsentrasi suatu spesies penyerap larutan. Jadi semakin
tinggi nilai absorbansinya, konsentrasinya juga akan semakin tinggi.
Sampel A adalah minuman berkarbonasi yang diencerkan hingga 10-3.
Sampel C adalah larutan glukosa. Hasil pengukuran dengan spektrofotometri,
Larutan C absorbansinya 0,098. Larutan A absorbansinya 0,538. Setelah dihitung
dengan rumus, diperoleh nilai x untuk larutan C adalah 0,02 mg/ml. Sedangkan
nilai x untuk larutan A adalah 0,098 mg/ml. Hasil ini sesuai atau sangat mendekati
dengan nilai x yang didapat dari kurva standar. Nilai x untuk larutan A adalah
0,099 mg/ml. Nilai x untuk larutan sampel C adalah 0,0178 mg/ml.
Pada hasil praktikum pembuatan grafik standar, diperoleh nilai R 2 sebesar
0,9372. Korelasi dikatakan sempurna jika nilai R2 (menunjukkan kestabilan
absorbansi) mendekati +1, dan dapat dikatakan bahwa nilai koefisien korelasi
layak artinya titik-titik pada kurva kalibrasi mendekati garis lerengnya.
Perbedaan hasil antara hasil perhitungan dan kurva standar pada kedua
sampel sangat tipis, sehingga konsentrasi yang didapatkan dapat dikatakan sama.
Perbedaan kecil ini dapat disebabkan kurang teliti dalam pembuatan larutan
standar, pencucian tabung reaksi dan kuvet yang kurang bersih, dan kurang
tepatnya waktu pemanasan (Nur, 2014).
V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum dan pembahasan sebelumnya maka dapat


ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Karbohidrat yang memiliki sifat sebagai gula pereduksi adalah glukosa dan
maltosa yang ditunjukkan dengan reaksi positif pada uji Benedict, sukrosa
mengandung gugus keton yang ditunjukkan dengan reaksi positif pada uji
Seliwanoff, Amilum dapat dihidrolisis sempurna menjadi glukosa, ditunjukkan
dengan reaksi positif pada uji Hidrolisis Amilum.
2. Macam karbohidrat berdasarkan kompleksitas struktur kimia, dibedakan atas
karbohidrat sederhana yaitu monosakarida dan karbohidrat majemuk yaitu
oligosakarida dan poligosakarida.
3. Konsentrasi gula pereduksi pada sampel larutan glukosa berdasarkan
perhitungan adalah 0,098 mg/ml, sedangkan berdasarkan kurva standar adalah
0,099 mg/ml. Konsentrasi gula pereduksi pada sampel minuman berkarbonasi
berdasarkan perhitungan adalah 0,02 mg/ml, sedangkan berdasarkan kurva
standar adalah 0,0178 mg/ml.
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, B. 2009. Pengaruh CO2 (Karbondioksida) Murni Terhadap Pertumbuhan
Mikroorganisme Pada Produk Minuman Fanta Di PT. Coca-Cola Bottling
Indonesia Unit Medan. FMIPA-USU, Medan.
Aminah, S., Aryani, I.Y., Ulfah, S. N. Humanisya, H. Verina, T. 2011. Uji
Identifikasi Karbohidrat.
http://www.academia.edu/8982729/laporan_uji_identifikasi_karbohidrat. 22
Oktober 2015.
Beran, J. A. 2000. Chemistry in the Laboratory: A Study of Chemical and
Physical Changes. Jhon Willey and Sons Inc, New York.
Bintang, M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Erlangga, Jakarta.
Busser, H. 1960. Penuntun Analisis Jumlah. Balai Penyelidikan Kimia, Bogor.
Donald, P., Edwards, R. A., dan Greenhalgh, J. F. D. 2002. Animal Nutrition Sixth
Edition. Person Prentice Hall, New York.
Etsa, O. F., Rinawati, R., Tarihoran, N., Khamardi, P. N., Eston, N. P., dan
Christianti, V. 2014. Penetapan Kadar Karbohidrat Secara Kuantitatif
dengan Cara Nelson Somogyi.
http://www.academia.edu/9643150/uji_karbohidrat_secara_nelson. 22
Oktober 2015.
Fessenden, R. J. dan Fessenden, J. S. 1982. Kimia Organik Jilid 2 Edisi Ketiga.
Erlangga, Jakarta.
Gammon, E. 1985. General Chemistry. 6th Edition. Houghton Mifflin Company,
New York.
Gunawan. 2004. Ilmu Obat Alam. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Hanifah, I., Syahidini, I., Kamilatulhuda, dan Subarin, M. 2011. Uji Reaksi
Karbohidrat. http://www.academia.edu/5352070/Laporan-karbohidrat. 22
Oktober 2015.
Hart, H., Craine, L. E. dan Hart, D. J. 2003. Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat.
Erlangga, Jakarta.
Hartono dan Wahyudi, Y. 1999. Pembuatan Glukosa dari Pati Tapioka secara
Hidrolisis Kimiawi. Politeknik Negeri Bandung, Bandung.
Horton, H. R. 1996. Principle of Biochemistry Second Edition. Prentice Hall
International Inc, New Jersey
Jati, K., Shidiq, H. A., Pashanita, P., Khoirul, A. R., Floresty, W. W., dan Naelufar,
H. J. 2014. Analisa Pangan.
http://www.academia.edu/6761732/ACARA_V_KARBOHIDRAT. 22
Oktober 2015.
Jelen, P. 1985. Introductin To Food Processing. Reston Publishing Company,
Virginia.
Lehninger, L. A. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid 1. Erlangga, Jakarta
Marks, D. B., Marks, A. D. dan Smith, C. M. 1996. Biokimia Kedokteran Dasar.
EGC, Jakarta.
Murray, R. K. 2003. Biokimia Harper Edisi ke-25. EGC, Jakarta.
Nur, N. M. 2014. Karbohidrat.
http://www.academia.edu/7048429/LAPORAN_ORGANIK_KARBOHIDR
AT. 22 Oktober 2015.
Nuran, N. L., Komala, N. T., Puspitasari, N., dan Ambar, N. F. 2011. Uji Reaksi
Karbohidrat. http://www.academia.edu/4636486/Laporan-organik-
krbohidrat-2. 22 Oktober 2015.
Poedjiaji, A. 2009. Dasar-Dasar Biokimia. Erlangga, Jakarta.
Rahmasari, H. dan Susanto, W. H. 2014. Ekstraksi Osmosis pada Pembuatan
Sirup Murbei (Morus alba L.) Kajian Proporsi Buah Sukrosa dan Lama
Osmosis. Jurnal Pangan dan Agroindustri 2(3): 191-197.
Razak, A. R., Sumarni, N. K., dan Rahmat, B. 2012. Optimalisasi Hidrolisis
Sukrosa Mengunakan Resin Penukar Kation Tipe Sulfonat. Jurnal Natural
Science 1(1): 119-131.
Sastrohamidjojo, H. 2005. Kimia Organik Stereokimia, Karbohidrat, Lemak, dan
Protein. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Sloane, E. 1995. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. EGC, Jakarta.
Soenardi, T. 2002. Dasar-Dasar Biokimia. Erlangga, Jakarta.
Sudarmadji. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberti, Yogyakarta
Sumardjo, D. 2009. Pengantar Kimia. EGC, Jakarta.
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Yazid, E. dan Nursanti,L. 2006. Penuntun Praktikum Biokimia. Andi Offset,
Yogyakarta.
LAMPIRAN

Perhitungan

x


( x ) x 2 )
(
( y ) ( x 2 )( x)( xy )
a=

0,3


( 0,3 X 0,022 )
( 1,703 ) ( 0,022 )(0,3)(0,11924)
a=

= -0,02

x


( x ) ( x 2 )
( x ) ( xy )( x )( y )
b=

0,3 2
( 0,3 ) ( 0,022 )
( 0,3 )( 0,11924 )(0,3)(1,703)
b=

b = 5,697

Sampel A (Larutan Glukosa) :


y = a + bx
0,538 = -0,02 + 5,697 X
0,558 = 5,697 X
X = 0,098 mg/ml
Sampel C (Minuman Karbonasi)
y = a + bx
0,098 = -0,02 + 5,697 X
0,118 = 5,697 X
X = 0,02 mg/ml

Gambar 14. Drop Plate pada Uji Hidrolisis Amilum (Sumber: Dokumentasi
Pribadi, 2015).

Gambar 15. Penggunaan Water Bath (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2015)

Gambar 16. Proses Vortex (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2015)

Anda mungkin juga menyukai