PENDAHULUAN
A. Judul Percobaan
Aerobic Plate Count
B. Tujuan Praktikum
1. Mengetahui hasil enumerasi mikrobia pada Jus Mangga dan Susu Kedelai
dengan metode dilution and platting (APC).
2. Mengetahui kualitas mikrobiologi pada Jus Mangga dan Susu Kedelai.
.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Keterangan rumus :
N : Jumlah koloni produk yang dinyatakan dalam koloni per ml
∑𝑐 : Jumlah koloni pada semua cawan yang dihitung
N1 : Jumlah cawan pada pengenceran pertama yang dihitung
N2 : Jumlah cawan pada pengenceran kedua yang dihitung
d : Pengenceran pertama yang dihitung
Beberapa syarat perhitungan metode plate count yaitu jumlah koloni tiap
petridish 25-250 koloni (jika tidak ada maka dipilih yang mendekati) dan tidak
spreader. Syarat lainnya yaitu perbandingan jumlah bakteri dari hasil pengenceran
antara yang lebih besar dengan sebelumnya, jika sama/<2 hasilnya dirata-rata, jika
>2 dipakai hasil pengenceran sebelumnya, jika dengan ulangan telah memenuhi
syarat hasilnya dirata-rata. Selain itu, sel yang dihitung adalah koloni tunggal dan
faktor pengenceran minimal 10-3 (Jutono dkk., 1980).
Selama inkubasi, setiap sel mikroorganisme hidup dalam suspensi akan
tumbuh menjadi satu koloni jika diinkubasikan dalam media biakan dan
lingkungan yang sesuai (Sutton, 2010). Mikroba mesofil mempunyai suhu
optimum antara 25-37oC dengan suhu minimum 15oC dan suhu maksimum antara
45-55oC. Mikroba ini biasa hidup pada tanah dan perairan (Yarsih, 2011).
Inkubasi dilakukan selama 24 jam dan 48 jam karena pada waktu tersebut
jumlah mikrobia telah bertambah dan dapat dihitung. Inkubasi selama 48 jam
lebih optimal karena jumlah mikrobia yang dapat dihitung telah maksimal dan
optimal, setelah masa tersebut telah masuk masa akhir inkubasi. Pengenceran
dengan faktor pengenceran 10-5 akan mendapatkan jumlah bakteri yang lebih
sedikit dibanding faktor pengenceran 10-3 (Waluyo, 2004).
Sampel yang digunakan yaitu susu kedelai dan jus mangga. Susu kedelai
adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari kedelai.
Protein susu kedelai memiliki susunan asam amino yang hampir sama dengan
susu sapi sehingga digunakan sebagai pengganti susu sapi bagi mereka yang
alergi terhadap protein hewani. Susu kedelai merupakan minuman yang bergizi
tinggi, terutama kandungan proteinnya. Selain itu susu kedelai juga mengandung
lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, provitamin A, vitamin B kompleks
(kecuali B12), dan air (Budimarwanti, 2012).
Bakteri yang sering ditemukan pada susu kedelai yaitu bakteri coliform,
yaitu Serratia, Hafnia, Citrobacter, Enterobacter, Klebssiella, dan E. coli yang
berasal dari air untuk pencucian biji dan alat (Murtiningtyas, 2016). Menurut
Adnan (1984), proses pembuatan susu kedelai meliputi tahap-tahap yaitu
1. Penyortiran, bertujuan untuk memilih biji-biji kedelai yang berkualitas baik.
2. Pencucian, brtujuan untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada biji
kedelai.
3. Perendaman, dengan tujuan untuk mempermudah dan mempercepat proses
pelepasan kulit ari agar memudahkan proses penggilingan.
4. Penggilingan, dilakukan dengan air dengan perbandingan 1 : 6 (b/v), dengan
menggunakan perbandingan ini akan dihasilkan kekentalan seperti pada susu
sapi dan juga akan didapatkan protein susu yang tinggi.
5. Penyaringan, dengan tujuan untuk memperoleh susu kedelai. Filtrat inilah yang
nantinya akan menjadi susu kedelai
6. Pemanasan, dilakukan pada proses akhir pembuatan susu, bertujuan untuk
mematikan semua organisme yang bersifat patogen dan sebagian
mikroorganisme yang ada sehingga tidak merubah cita rasa maupun komposisi
susu.
Menurut Badan Standarisasi Nasional (1995), syarat mutu susu kedelai
sesuai SNI 01-3830-1995 yaitu :
Tabel 1. SNI susu kedelai SNI 01-3830-1995
Persyaratan
No Kriteria Uji Satuan
Susu(milk) Minuman(Drink)
1. Keadaan
1.1 Bau - Normal Normal
1.2 Rasa - Normal Normal
1.3 Warna - Normal Normal
2. pH - 6,5-7,0 6,5-7,0
3. Protein %b/b Min. 2,0 Min 1,0
4. Lemak %b/b Min 1,0 Min 0,30
5. Padatan jumlah %b/b Min 11,50 Min 11,50
6. Bahan tambahan makanan Sesuai dengan SNI 01-0222-1987
6.1 Pemanis Buatan
6.2 Pewarna
6.3 Pengawet
7. Cemaran Logam
7.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,2 Maks. 0,2
7.2 Tembaga(Cu) mg/kg Maks. 2 Maks. 2
7.3 Seng(Zn) mg/kg Maks. 5 Maks. 5
Maks.
7.4 Timah(Sn) mg/kg Maks. 40(250*)
40(250*)
Maks.
7.5 Merkuri(Hg) mg/kg Maks. 0,03
0,03
8. Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 0,1 Maks. 0,1
9. Cemaran mikroba:
Maks. 2 x
9.1 Angka lempeng total Koloni/ml Maks. 2 x 102
102
9.2 Bakteri bentuk koli APM/ml Maks. 20 Maks. 20
9.3 Escherichia coli APM/ml <3 <3
9.4 Salmonella - negatif Negatif
9.5 Staphylococcus aureus Koloni/ml 0 0
9.6 Vibrio sp - negatif Negatif
9.7 Kapang Koloni/ml Maks. 50 Maks. 50
*)Kemasan kaleng
(Sumber: Badan Standarisasi Nasional, 1995)
Minuman sari buah merupakan minuman ringan yang dibuat dari sari
buah dan air minum dengan atau tanpa penambahan gula dan bahan tambahan
makanan yang diizinkan. Pembuatan sari buah terutama ditunjukkan untuk
peningkatan ketahanan simpan dan daya guna buah-buahan. Bahan mentah yang
digunakan untuk pembuatan minuman sari buah adalah buah-buahan yang telah
masak, segar, dan baik, dan bahan pembantu pembuatannya adalah gula pasir,
asam sitrat, dan bahan pengawet Na benzoat (Badan Standarisasi Nasional, 2014).
Jus mangga adalah cairan yang terdapat secara alami dalam buah mangga
ditambah dengan air dan dikonsumsi sebagai minuman. Komponen utama jus
mangga adalah buah mangga, gula pasir, susu kental manis, dan air (Ramayulis,
2014). Cara pembuatan jus mangga yaitu daging buah mangga yang telah
dipotong kecil-kecil di dicampurkan dalam wadah blender bersama yoghurt, air
perasan lemon, gula pasir, air matang dan juga es batu. Semua bahan diblender
hingga lembut, lalu jus mangga disajikan (Rakasiwi, 2010).
Pencucian buah tidak dapat membunuh semua mikroba pada buah.
Responnya tergantung kondisi kontaminasi yang mempengaruhi pengikatan dan
ketahanan buah (Sapers, 2001). Keberadaan lalat juga mempengaruhi keberadaan
mikroorganisme pada buah, contohnya bakteri Enterobacteraceae (Behar dkk.,
2008). Jenis bakteri yang ditemukan di mangga segar yaitu genus Acetobacter dan
Gluconobacter. Listeria monocytogenes, Aeromonas hydrophila, dan Escherichia
coli O157: H7 (Rakhmawati, 2013).
Keberadaan mikroba pada jus mangga terkait dengan es batu sebagai
campuran. Es batu merupakan air yang dibekukan di bawah 0º C. Air yang
digunakan dalam pembuatan es batu haruslah air yang higienis dan memenuhi
standar sanitasi. Sampai saat ini, belum ada peraturan pemberian izin atau
rekomendasi kelayakan usaha es batu yang baku ditinjau dari segi higienis dan
sanitasi, dikarenakan usaha es batu masih dalam skala kecil dan merupakan usaha
rumah tangga, sehingga higienis dan sanitasinya diragukan (Michael, 1988).
Keberadaan bakteri pencemar menyebabkan rendahnya kualitas es batu,
mungkin berasal dari bahan baku (air) dan alat-alat yang digunakan dalam proses
pembuatan es batu. Bakteri golongan Enterobacteriaceae atau bakteri enteric
merupakan bakteri yang sering mengkontaminasi air. Famili ini mencakup banyak
genus diantaranya Escheriaceae, Shigela, Salmonella, Enterobacter, Klebsiella,
Serrtia, dan Proteus sebagai bakteri-bakteri penyebab infeksi saluran cerna. E.
coli pada air minum dapat dijadikan parameter atau indikator tingkat pencemaran
air secara bakteriologis, karena E. coli merupakan flora normal usus yang ikut
bersama tinja (Michael, 1988).
Menurut Badan Standarisasi Nasional (2014), syarat mutu minuman sari
buah sesuai SNI 3719-2014 yaitu :
Tabel 2. SNI minuman sari buah berdasarkan SNI 3719-2014
No. Kriteria uji Satuan Persyaratan
1.1 Bau - Khas, normal
1.2 Rasa - Khas, normal
1.3 Warna - Khas, normal
2 Padatan terlarut *Brix Min. 11,2 (Jeruk)
3 Keasaman % Min. 0,35 (Jeruk)
4.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,2
4.2 Kadminum (Cd) mg/kg Maks. 0,2
4.3 Timah (Sn), mg/kg mg/kg Maks. 40,0/250,0*
4.4 Merkuri (Hg) mg/kg Maks. 0,03
5 Arsen (As) mg/kg Maks. 0,1
6.1 Angka lempeng total Koloni/ml Maks. 1 x 104
6.2 Koliform Kononi/ml Maks. 20
6.3 E. Coli APM/ml <3
6.4 Salmonella sp. - Negatif/25 ml
6.5 Staphylococcus aureus - Negatif/ml
6.6 Kapang dan khamir Koloni/ml Maks. 1 x 102
(Sumber: Badan Standarisasi Nasional, 2014)
Menurut Fardiaz (1993), faktor yang mempengaruhi enumerasi mikroba
dari sampel makanan secara Aerobic Plate Count antara lain :
1. Faktor pengenceran yaitu semakin tinggi pengenceran suatu larutan maka
semakin sedikit jumlah bakteri yang dikandung/tidak terdapat bakteri dalam
medium Plate Count Agar; jika pengenceran terlalu rendah mengakibatkan
spreader sehingga tidak dapat dihitung jumlah koloni bakterinya.
2. Temperatur dan derajat keasaman (pH), yaitu bakteri akan tumbuh pada
temperatur dan derajat keasaman yang optimum. Suhu yang terlalu tinggi atau
terlalu rendah dapat menghambat metabolisme bakteri, serta lingkungan yang
terlalu asam dapat merusak membran sel bakteri.
III. METODE PERCOBAAN
Keterangan rumus :
∑ 𝑐 : Jumlah koloni dari setiap cawan petri.
N1 : Jumlah cawan petri dari pengenceran pertama yang dihitung.
N2 : Jumlah cawan petri dari pengenceran kedua yang dihitung.
d : Pengenceran pertama yang dihitung.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Aerobic Plate Count adalah uji untuk mengetahui kadar cemaran
mikroba yang merupakan sel hidup dan masih bertahan pada permukaan. Metode
APC tidak menghitung seluruh populasi bakteri tetapi hanya menghitung jumlah
bakteri tertentu misalnya bakteri aerobik mesofilik yang tumbuh dengan adanya
O2 dengan suhu 30-37oC sebagai indikator kebersihan (Surono dkk., 2016).
Prinsip dari APC adalah sampel diencerkan pada seri tertentu kemudian plating ke
medium agar yang sesuai dan diinkubasi pada suhu dan waktu tertentu, kemudian
dilakukan perhitungan koloni (Waluyo, 2004).
Uji APC bertujuan untuk menghitung jumlah mikroorganisme dalam
sediaan dengan metode hitungan cawan. Jika sel masih dapat ditumbuhkan pada
medium agar, maka sel mikrobia tersebut akan berkembang biak dan membentuk
koloni yang dapat langsung dilihat dengan mata tanpa menggunakan mikroskop
(Hadioetomo, 1985). APC secara umum bermanfaat untuk menunjukkan kualitas,
masa simpan, kontaminasi, dan status higienis saat produksi (Badan Standardisasi
Nasional, 2009).
Metode yang dipakai dalam APC yaitu metode pour plate dilakukan
dengan cara tuang dalam menginokulasikan suspensi bahan yang mengandung
bakteri (Lay, 1994). Pada metode ini perlu dilakukan pengencaran dengan
beberapa serial pengenceran. Semakin tinggi pengenceran peluang untuk
mendapatkan satu sel semakin besar (Hindersah, 2007). Metode pour plate
digunakan karena praktikum bertujuan untuk menghitung total bakteri aerob dan
anaerob, terutama mesofilik aerob (Hadioetomo, 1985). Jika dengan metode
streak plate, maka hanya bisa untuk mikroba aerob saja.
Selama inkubasi, setiap sel mikroorganisme hidup dalam suspensi akan
tumbuh menjadi satu koloni jika diinkubasikan dalam media biakan dan
lingkungan yang sesuai (Sutton, 2010). Setelah pengenceran dengan seri tertentu,
diplatting ke medium sesuai secara pour plate. Inkubasi dilakukan dengan suhu
dan waktu sesuai. Mikroba mesofil mempunyai suhu optimum antara 25-37oC
(Yarsih, 2011). Inkubasi dilakukan selama 24 jam dan 48 jam karena pada waktu
tersebut jumlah mikrobia telah bertambah dan dapat dihitung. Pengenceran
dengan faktor pengenceran 10-5 akan mendapatkan jumlah bakteri yang lebih
sedikit dibanding faktor pengenceran 10-3 (Waluyo, 2004).
Sampel yang digunakan yaitu susu kedelai dan jus mangga. Susu kedelai
adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari kedelai
(Budimarwanti, 2012). Jus mangga adalah cairan yang terdapat secara alami
dalam buah mangga ditambah dengan air dan dikonsumsi sebagai minuman
(Ramayulis, 2014). Medium yang digunakan yaitu medium PCA (Plate Count
Agar), mengandung trypton sebagai sumber N, vitamin dari ekstrak ragi, dan
glukosa sebagai sumber energi atau sumber C bagi mikroorganisme sehingga
mendukung pertumbuhan dari bakteri, serta agar sebagai pemadat (Addina, 2014).
Medium PCA dipilih karena bukan merupakan media selektif sehingga
tidak hanya ditumbuhi oleh satu jenis mikroorganisme, sehingga semua jenis
mikrobia pada bahan makanan dapat dideteksi terutama mikrobia mesofilik.
Buffered Peptone Water (BPW) dipakai sebagai larutan pengencer, termasuk
dalam preenrichment medium. BPW digunakan agar perhitungan mikrobia lebih
akurat dan sel menjadi lebih segar sehingga mudah diamati (Addina, 2014).
Komposisi BPW yaitu terdiri dari peptone 10,0, sodium chloride 5,0,
disodium phosphate 3,5, dan potassium dihydrogen phosphate 1,5. Peptone
berfungsi sebagai sumber N, vitamin, dan asam amino esensial. Sodium Chloride
akan memasok elektrolit untuk pertumbuhan dan keseimbangan osmotik sel.
Disodium phospate dan Potasium Dihidrogen Phosphate berperan sebagai buffer
(Yahya, 2012).
Proses uji APC dalam praktikum dimulai dengan tahap pengenceran
yaitu sampel susu kedelai dan jus mangga, serta alat dan bahan disiapkan. Tabung
reaksi disiapkan sebanyak 6 buah dan ditandai sebagai Kontrol, Pengenceran 10 -1,
10-2, 10-3, 10-4, dan 10-5. Buffered Peptone Water sebanyak 9 ml diambil dan
dimasukkan dalam keenam tabung reaksi tersebut.
BPW berperan sebagai larutan pengencer dimana merupakan larutan
yang digunakan untuk mengencerkan media. BPW digunakan bertujuan agar
perhitungan mikrobia lebih akurat dan sel menjadi lebih segar sehingga mudah
diamati. Pengenceran adalah melarutkan atau melepaskan mikroorganisme dari
substratnya ke dalam air sehingga lebih mudah penanganannya (Addina, 2014).
Sampel susu kedelai diambil 1 ml dan dimasukkan dalam tabung reaksi
pertama sebagai pengenceran 10-1, lalu divortex. Sampel diambil 1 ml dari tabung
reaksi pertama dan dimasukkan dalam tabung reaksi kedua sebagai pengenceran
10-2, lalu divortex. Langkah pengenceran ini diulang hingga pengenceran 10-5.
Pengulangan semuanya dilakukan sebanyak dua kali atau duplo. Langkah di atas
diulang untuk sampel Jus Mangga. Pengulangan dilakukan sebanyak 2x atau
duplo dilakukan untuk memiliki perbandingan hasil sehingga lebih akurat (Harley
dan Presscot, 2002).
Tahap platting sampel susu kedelai dari pengenceran 10-3, 10-4, 10-5,
masing-masing diambil sebanyak 1000 µL dituang dengan mikropipet pada cawan
petri steril. Jumlah mikroba yang dihitung hanya pada pengenceran 10-3 hingga
10-5 agar dapat melakukan enumerasi dengan baik, karena dapat meminimalisir
kemungkinan kesalahan dalam proses analisa, terutama statistical error (Volk dan
Wheeler, 1993). Pengenceran sel yang berfungsi untuk memperoleh jumlah
mikroorganisme yang benar, suspensi bakteri tidak terlalu pekat, sehingga tidak
terjadi spreader (Hadioetomo, 1985).
Medium PCA ditunggu hangat lalu dituang kedalam cawan petri kurang
lebih 15 ml dan dihomogenkan dengan gerakan angka 8. Media harus didinginkan
terlebih dahulu di suhu ruangan sampai 47-50oC. Jika media terlalu panas,
mikroorganisme yang akan ditumbuhkan akan mati (Addina, 2014). Perlakuan
gerakan angka 8, berfungsi agar suspensi bakteri dan media homogen dan
membuat sel bakteri tidak hanya pada permukaan agar, tetapi juga di dasar
sehingga dapat menumbuhkan bakteri anaerob (Hadioetomo, 1985).
Pengulangan dilakukan sebanyak dua kali. Langkah di atas diulang untuk
sampel Jus Mangga. Kontrol dibuat dengan BPW dan medium saja. Fungsi
kontrol adalah sebagai pembanding dengan medium yang diberi sampel. Tahap
inkubasi dilakukan dengan pembungkusan cawan petri dengan kertas payung dan
diikat menjadi satu dengan karet gelang.
Semua cawan petri diinkubasi dalam inkubator 37oC dan diamati setelah
24 jam dan 48 jam. Suhu 37oC dipilih karena uji APC digunakan untuk
mengetahui keberadaan sel hidup terutama mikroba mesofil yang suhu
optimumnya antara 25-37oC (Yarsih, 2011). Inkubasi dilakukan selama 24 jam
dan 48 jam karena pada waktu tersebut jumlah mikrobia telah bertambah dan
dapat dihitung, dan setelah 48 jam telah masuk masa akhir inkubasi (Waluyo,
2004). Koloni dan ALT masing-masing cawan petri dihitung sesuai syarat
perhitungan menurut Jutono dkk. (1980), yaitu cawan petri yang dipilih yaitu
yang menunjukkan jumlah koloni antara 25-250 koloni.
Berdasarkan Uji Angka Lempeng Total yang telah dilakukan pada
sampel Susu Kedelai dan Jus Mangga, diperoleh tabel hasil sebagai berikut :
Tabel 3. Hasil Uji Angka Lempeng Total
Jumlah Koloni Jumlah Mikrobia
Sampel Jam
K 10-3 10-4 10-5 (CFU/mL)
0 260 37 4
24 3,7 x 105
Jus 0 2 0 0
Mangga 2 284 58 4
48 5,8 x 105
0 2 1 0
2 561 182 14
24 2,36 x 105
Susu 2 46 Spreader 34
Kedelai 2 732 213 48
48 4,28 x 105
3 168 Spreader 50
Berdasarkan tabel 3, diketahui bahwa jumlah koloni pada sampel jus
mangga dalam 24 jam dengan dua kali pengulangan yaitu pada kontrol keduanya
0 koloni, pengenceran 10-3 yaitu 260 dan 2 koloni, pengenceran 10-4 yaitu 37 dan
0 koloni, dan pengenceran 10-5 yaitu 0 dan 4 koloni. Jumlah mikrobianya 3,7 x 105
CFU/mL. Jumlah koloni pada sampel jus mangga dalam 48 jam dengan dua kali
pengulangan yaitu pada kontrol yaitu 2 dan 0 koloni, pengenceran 10-3 yaitu 284
dan 2 koloni, pengenceran 10-4 yaitu 58 dan 1 koloni, dan pengenceran 10-5 yaitu
4 dan 0 koloni. Jumlah mikrobianya 5,8 x 105 CFU/mL.
Berdasarkan hasil praktikum, jumlah mikrobia baik pada 24 jam pertama,
maupun 48 jam, keduanya lebih besar dari batas angka lempeng total. Menurut
Badan Standarisasi Nasional (2014), syarat mutu minuman sari buah berdasarkan
SNI 3719-2014 batas cemaran atau angka lempeng totalnya yaitu maksimal 1 x
104 koloni/mL. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas dari sampel jus mangga
buruk.
Kontaminasi mikroba dapat disebabkan tidak adanya proses sterilisasi
maupun pemanasan dalam cara pembuatan jus mangga (Rakasiwi, 2010).
Pencucian buah juga tidak dapat membunuh semua mikroorganisme pada buah.
Respon mikroorganisme tergantung kondisi kontaminasi yang mempengaruhi
pengikatan dan ketahanan buah (Sapers, 2001). Menurut Behar dkk. (2008),
keberadaan lalat juga mempengaruhi keberadaan mikroorganisme pada buah,
contohnya bakteri Enterobacteraceae.
Keberadaan mikroba pada jus mangga terkait dengan es batu sebagai
campuran. Air yang digunakan dalam pembuatan es batu yang tidak higienis dan
memenuhi standar sanitasi akan menjadi sumber kontaminasi. Keberadaan bakteri
pencemar menyebabkan rendahnya kualitas es batu yang mungkin berasal dari
berbagai hal seperti bahan baku (air) dan alat-alat yang digunakandalam proses
pembuatan es batu. Bakteri golongan Enterobacteriaceae atau bakteri enteric
merupakan bakteri yang sering mengkontaminasi air (Michael, 1988).
Berdasarkan tabel 3, diketahui bahwa jumlah koloni pada sampel susu
kedelai dalam 24 jam dengan dua kali pengulangan yaitu pada kontrol yaitu 2 dan
2 koloni, pengenceran 10-3 yaitu 561 dan 46 koloni, pengenceran 10-4 yaitu 182
koloni dan spreader, dan pengenceran 10-5 yaitu 14 dan 34 koloni. Jumlah
mikrobianya 2,36 x 105 CFU/mL. Jumlah koloni pada sampel susu kedelai dalam
48 jam dengan dua kali pengulangan yaitu pada kontrol yaitu 2 dan 3 koloni,
pengenceran 10-3 yaitu 732 dan 168 koloni, pengenceran 10-4 yaitu 213 koloni dan
spreader, dan pengenceran 10-5 yaitu 48 dan 50 koloni. Jumlah mikrobianya 4,28
x 105 CFU/mL.
Berdasarkan hasil praktikum, jumlah mikrobia pada susu kedelai baik
pada 24 jam pertama, maupun 48 jam, keduanya jauh lebih besar dari batas angka
lempeng total. Menurut Badan Standarisasi Nasional (1995), syarat mutu susu
kedelai sesuai SNI 01-3830-1995 batas cemaran atau angka lempeng totalnya
yaitu maksimal 2 x 102 koloni/mL. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas dari
sampel susu kedelai buruk.
Hal ini dapat disebabkan tahap pencucian pada proses pembuatan susu
kedelai kurang bersih sehingga kotoran-kotoran yang melekat pada biji kedelai
belum sepenuhnya hilang. Selain itu, dapat disebabkan oleh tahap pemanasan
diakhir yang belum efektif sehingga mikroba tidak mati (Adnan, 1984).
Kontaminasi dapat juga disebabkan oleh air yang digunakan untuk mencuci biji
kedelai maupun peralatan yang dipakai, karena air merupakan sumber mikrobia.
Air yang dekat dengan sumber kontaminasi berupa tempat pembuangan sampah
ataupun septik tank akan menjadi media mikroba untuk mengkontaminasi susu
kedelai. Mikroba pada susu kedelai juga dapat disebabkan tempat penyimpanan
bahan baku yang lembab sehingga ideal untuk tempat pertumbuhan organisme
(Soeparman dan Suparmin, 2002).
Sumber kontaminasi lain yaitu pekerja, apabila tidak menjaga kebersihan
dapat menjadi perantara antara bakteri dan makanan. Kontaminasi dari tenaga
pekerja dapat terjadi saat sebelum pengolahan, selama pengolahan, dan setelah
pengolahan. Kontaminasi yang terjadi sebelum atau selama pengolahan masih ada
kemungkinan bakteri akan mati, karena pada saat pengolahan susu kedelai akan
dipanaskan hingga mendidih sehingga bakteri mati. Namun kontaminasi yang
terjadi setelah pengolahan atau setelah produk susu kedelai siap disajikan, bakteri
dapat bertahan selama beberapa hari di lingkungan yang cocok (Ismail, 2012).
Bakteri yang sering ditemukan pada susu kedelai yaitu bakteri coliform, yaitu
Serratia, Hafnia, Citrobacter, Enterobacter, Klebssiella, dan E. coli yang berasal
dari air untuk pencucian biji dan alat (Murtiningtyas, 2016).
Berdasarkan tabel hasil, diketahui bahwa jumlah mikrobia pada inkubasi
selama 48 jam lebih banyak dari pada 24 jam pertama. Hal ini membuktikan
bahwa waktu inkubasi selama 48 jam lebih efektif dan optimal bagi pertumbuhan
mikrobia. Hasil ini sesuai dengan teori bahwa inkubasi selama 48 jam lebih
optimal karena jumlah mikrobia yang dapat dihitung telah maksimal dan optimal,
setelah masa tersebut telah masuk masa akhir inkubasi (Waluyo, 2004). Hal ini
juga didukung dengan suhu optimal bagi pertumbuhan mikroba secara umum,
terutama mikrobia mesofilik 37oC yang akan menciptakan lingkungan yang cocok
untuk pertumbuhan bakteri (Harley dan Presscot, 2002).
Lingkungan inkubasi di inkubator sebenarnya banyak mengandung uap
air (kondisi hipertonik). Uap air ini dapat masuk ke dalam bakteri dan
menyebabkan pecahnya sel atau plasmolisis. Namun, akibat adanya penguaan air,
maka bakteri dapat menyesuaikan diri, sehingga tidak terjadi plasmolisis secara
mendadak (Dwidjoseputro, 2005).
Apabila kedua sampel dibandingkan, maka susu kedelai memiliki
kualitas mikrobiologis yang lebih baik dari jus mangga. Hal ini dibuktikan dengan
jumlah mikrobianya pada 24 maupun 48 jam, pada sampel jus mangga lebih
banyak dari pada susu kedelai. Hal ini dikarenakan pada proses pembuatan jus
mangga tidak ada proses pemanasan, sedangkan pada proses pembuatan susu
kedelai ada proses pemanasan di akhir. Menurut Adnan (1984), pemanasan
diakhir pembuatan, berfungsi untuk mematikan semua organisme patogen dan
sebagian mikroorganisme yang ada,, sehingga pasti mikrobia akan lebih sedikit
daripada jus mangga.
Selain itu, pada jus mangga ada penambahan es batu, dimana es batu ini
menjadi sumber mikroba. Air yang digunakan dalam pembuatan es batu ini yang
menjadi sumber mikroba karena air tidak memenuhi standar sanitasi. Es berasal
dari air mentah berwarna putih karena masih banyak gas yang terperangkap di
dalamnya. Es ini tidak baik dikonsumsi, terlebih lagi jika airnya diambil dari air
sungai yang tercemar (Michael, 1988).
Biasanya penjual memasak air terlebih dahulu sebelum air tersebut
dibungkus ke dalam plastik. Namun mereka dalam memasak air tidak sampai
mendidih, sehingga bakteri yang ada didalam air tersebut tidak sampai mati.
Penyakit yang disebabkan oleh pencemaran air ini disebut waterborne disease dan
sering ditemukan pada penyakit tifus, kolera dan disentri. Sebenarnya sumber
infeksi itu bukanlah airnya melainkan tinja yang berasal dari manusia atau hewan
yang telah mencemari air tersebut. Tinja tersebut mengandung patogen-patogen
enterik bila berasal dari orang sakit atau carrier (Hadi dkk., 2014).
Berdasarkan tabel 3, diketahui bahwa pada kontrol, beberapa tidak
ditumbuhi oleh mikrobia. Namun, ada cawan petri kontrol yang ditemui mikrobia
dalam jumlah 2-3 koloni. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya kontaminasi
bakteri udara, karena saat penuangan PCA cawan dibuka terlalu lebar. Hasil
praktikum diketahui bahwa jumlah koloni pada pengenceran 10-5 lebih sedikit dari
10-3, sesuai teori menurut Waluyo (2004), faktor pengenceran 10-5 akan
mendapatkan jumlah bakteri yang lebih sedikit dibanding faktor pengenceran 10-3.
Menurut Fardiaz (1993), faktor yang memengaruhi enumerasi mikroba
dari sampel makanan secara Aerobic Plate Count antara lain :
1. Faktor pengenceran, semakin tinggi pengenceran suatu larutan maka semakin
sedikit jumlah bakteri yang dikandung atau tidak terdapat bakteri dalam
medium Plate Count Agar; namun pengenceran yang terlalu rendah
mengakibatkan spreader sehingga tidak dapat dihitung jumlah koloni
bakterinya.
2. Temperatur dan derajat keasaman (pH), yaitu bakteri akan tumbuh pada
temperatur dan derajat keasaman yang optimum. Suhu yang terlalu tinggi atau
terlalu rendah dapat menghambat metabolisme bakteri, serta lingkungan yang
terlalu asam dapat merusak membran sel bakteri.
Berdasarkan faktor tersebut, maka pada praktikum meskipun
pengenceran dilakukan dari 10-1 hingga 10-5, namun yang diplatting ke medium
hanya dari 10-3 hingga 10-5. Tujuannya yaitu untuk mendapatkan koloni tunggal
agar memudah pengamatan (karena jumlah bakteri menjadi lebih sedikit).
Semakin tinggi pengenceran, semakin banyak koloni tunggal. Tujuan lain yaitu
mempermudah perhitungan bakteri, karena menghindari terjadinya spreader
(bakteri tidak dapat dihitung jika melebihi ¾ petri) (Harley dan Presscot, 2002).
Jumlah mikroba yang dihitung hanya pada pengenceran 10 -3 hingga 10-5
karena dapat meminimalisir kemungkinan kesalahan dalam proses analisa,
terutama statistical error (Volk dan Wheeler, 1993). Faktor pengenceran yang
rendah (<10-3), maka konsentrasi bakteri di dalam suspensi terlalu banyak,
penyebarannya kurang merata sehingga bakteri tumbuh secara bertumpuk, susah
dihitung, bahkan tidak bisa dihitung/TNTC (Too Numerous To Count)
(Barazandeh, 2008). Apabila terlalu encer (>10-5), maka koloni yang terbentuk
hanya sedikit/TFTC (Too Few To Count) (Waluyo, 2004).
Berdasarkan faktor yang ada, suhu juga mempengaruhi APC. Proses
inkubasi pada suhu 37oC berfungsi untuk menciptakan lingkungan yang cocok
untuk pertumbuhan bakteri (Harley dan Presscot, 2002). Mikroba mesofil
mempunyai suhu optimum antara 25-37oC, sehingga suhu 37oC adalah termasuk
suhu optimum untuk mikroba ini (Yarsih, 2011).
V. KESIMPULAN
∑𝑐
ALT =
[ [(1𝑥𝑁1 )+(0,1𝑥𝑁2 )]𝑥 𝑑]
Keterangan rumus :
∑ 𝑐 : Jumlah koloni dari setiap cawan petri.
N1 : Jumlah cawan petri dari pengenceran pertama yang dihitung.
N2 : Jumlah cawan petri dari pengenceran kedua yang dihitung.
d : Pengenceran pertama yang dihitung.
A. Susu Kedelai
1. 24 jam
34+46+182
ALT =
[ [(1𝑥1)+(0,1𝑥1)+(0,01𝑥1)]𝑥 10−3 ]
262
=
1,11 𝑥 10−3
= 236036,036 = 2,36x105CFU/mL
2. 48 jam
168+213+48+50
ALT =
[ [(1𝑥1)+(0,1𝑥1)+(0,01𝑥2)]𝑥 10−3 ]
= 427678,5714 = 4,28x105CFU/mL
B. Jus Mangga
1. 24 jam
37
ALT =
[ [(1𝑥1)]𝑥 10−4 ]
37
=
10−4
= 3,7x105CFU/mL
2. 48 jam
58
ALT =
[ [(1𝑥1)]𝑥 10−4 ]
= 5,8x105CFU/mL
B. Gambar
a b