Anda di halaman 1dari 28

I.

PENDAHULUAN

A. Judul Percobaan
Aerobic Plate Count

B. Tujuan Praktikum
1. Mengetahui hasil enumerasi mikrobia pada Jus Mangga dan Susu Kedelai
dengan metode dilution and platting (APC).
2. Mengetahui kualitas mikrobiologi pada Jus Mangga dan Susu Kedelai.

.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Bahan pangan hampir semuanya tercemar oleh berbagai mikroorganisme


dari lingkungan sekitar. Beberapa jenis mikroba yang terdapat pada bahan pangan
adalah Salmonella sp, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, kapang, khamir
serta mikroba patogen lainnya. Mikroba mempunyai batasan tertentu dalam bahan
pangan yang berpengaruh terhadap ketahanan bahan pangan. Kondisi lingkungan
juga mempengaruhi mikroba untuk tumbuh dan berkembang lebih cepat (Olyvia,
2012). Kualitas dari produk pangan untuk konsumsi manusia pada dasarnya
dipengaruhi oleh mikroorganisme (Fardiaz, 1993).
Makanan merupakan lingkungan ideal untuk pertumbuhan mikroba
karena mengandung nutrisi yang mencukupi. Faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan makanan meliputi faktor intrisik dan
ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi semua faktor dalam makanan yaitu faktor
kimiawi (komposisi), fisik, dan biologis. Faktor ekstrinsik meliputi semua faktor
luar makanan yaitu faktor lingkungan yaitu temperatur, kelembaban, dan
mikroorganisme kontaminan (Rakhmawati, 2012).
Pertumbuhan mikroba pada makanan mengakibatkan berbagai perubahan
fisik maupun kimiawi yang tidak diinginkan, sehingga tidak layak untuk
dikonsumsi lagi. Tingkat pencemaran dari suatu makanan ditentukan oleh jumlah
dan jenis mikroorganisme yang terdapat dalam bahan pangan. Hal ini akan
menentukan daya simpan dari produksi tersebut ditinjau dari kerusakan oleh
mikroorganisme, dan keamanan produk dari mikkroorganisme ditentukan oleh
jumlah spesies patogenik yang terdapat pada pangan (Buckle, 1987).
Enumerasi adalah teknik perhitungan jumlah mikroba dalam suatu media
tanpa mengidentifikasikan jenis mikroba (bakteri, jamur, yeast), yang bertujuan
untuk menentukan jumlah sel dari suatu kultur bakteri secara kuantitatif
(Cappucino dan Sherman, 1983). Perhitungan jumlah mikrobia dilakukan secara
langsung dan tidak langsung (Jutono dkk., 1980). Prinsip perhitungan secara
langsung yaitu penghitungan jumlah bakteri tanpa dilakukan inokulasi terlebih
dahulu untuk konsentrasi pengenceran yang dianggap mudah untuk dihitung dan
penghitungan tersebut adalah penghitungan sel mati dan sel hidup (Boulous dkk.,
1999). Perhitungan secara tidak langsung, dipakai untuk menentukan jumlah
mikrobia yang hidup saja. Dalam menentukan jumlah mikrobia yang hidup dapat
dilakukan setelah suspensi bahan diencerkan beberapa kali dan ditumbuhkan
dalam medium, dengan cara tertentu tergantung dari macam bahan dan sifat
mikrobianya (Jutono dkk., 1980).
Aerobic Plate Count adalah uji untuk mengetahui kadar cemaran mikroba
yang merupakan sel hidup dan masih bertahan pada permukaan. Metode APC
tidak menghitung seluruh populasi bakteri tetapi hanya menghitung jumlah
bakteri tertentu (hidup) misalnya bakteri aerobik mesofilik yang tumbuh dengan
adanya O2 dengan suhu 30-37oC sebagai indikator kebersihan (Surono dkk.,
2016). Uji APC terutama untuk aerob mesofil dan anaerob menggunakan media
padat dengan hasil akhir berupa koloni yang dapat diamati secara visual berupa
angka dalam koloni (CFU) per mL atau koloni/100 ml (Badan Pengawasan Obat
dan Makanan, 2008).
Prinsip dari APC adalah sampel diencerkan pada seri tertentu kemudian
plating ke medium agar yang sesuai dan diinkubasi pada suhu dan waktu tertentu,
kemudian dilakukan perhitungan koloni (Waluyo, 2004). Uji ALT mengandung
prinsip yaitu pertumbuhan koloni bakteri aerob mesofil setelah cuplikan
diinokulasikan pada lempeng agar dengan cara tuang dan diinkubasikan pada suhu
yang sesuai. Setelah inkubasi dipilih cawan petri dari satu pengenceran yang
menunjukkan jumlah koloni 25-250 koloni (Hadioetomo, 1985).
Uji APC bertujuan untuk menghitung jumlah mikroorganisme dalam
sediaan dengan metode hitungan cawan. Jika sel masih dapat ditumbuhkan pada
medium agar, maka sel mikrobia tersebut akan berkembang biak dan membentuk
koloni yang dapat langsung dilihat dengan mata tanpa menggunakan mikroskop
(Hadioetomo, 1985). APC secara umum tidak terkait dengan bahaya keamanan,
namun dalam mengetahui jumlah mikrobia dalam bahan pangan. APC bermanfaat
untuk menunjukkan kualitas, masa simpan, kontaminasi, dan status higienis saat
produksi (Badan Standardisasi Nasional, 2009).
Nilai ALT dapat digunakan dapat menentukan mutu atau kualitas sampel
dan daya tahan suatu makanan karena menjadi standar atau batas maksimum
cemaran mikroba. Apabila nilai ALT bakteri dari sampel lebih kecil dari nilai
standar ALT dari makanan tersebut yang ditentukan oleh BPOM, maka makanan
tersebut masih layak dikonsumsi (Bahri dkk., 2015). Bila suatu bahan pangan
menunjukkan jumlah ALT 1.000.000 koloni, maka bahan pangan tersebut tidak
layak konsumsi karena sudah rusak (Garg dkk., 2010).
Menurut Buckle (1987), keuntungan dari metode pertumbuhan agar atau
metode uji ALT adalah dapat mengetahui jumlah mikroba dominan. Kelemahan
dari metode ini adalah ada kemungkinan terjadinya koloni yang berasal lebih dari
satu sel mikroba, seperti pada mikroba yang berpasangan, rantai atau kelompok
sel, sehingga akan memperkecil jumlah sel mikroba yang sebenarnya. Selain itu,
ada jenis mikroba yang tidak dapat tumbuh karena jenis media agar, suhu, pH,
atau kandungan oksigen selama masa inkubasi, koloni dari beberapa
mikroorganisme kadang-kadang menyebar di permukaan media agar, sehingga
menutupi pertumbuhan dan perhitungan jenis mikroba lainnya.
Medium yang digunakan yaitu medium PCA. Medium ini berwarna
transparan dan tersusun dari tryptone sebanyak 5 gram; ekstrak yeast sebanyak 2,5
gram; glukosa sebanyak 1 gram; dan agar sebanyak 12 gram. PCA bukan medium
selektif, perkembangan mikrobia akan terlihat setelah diinkubasi pada suhu 20-
300C. Plate Count Agar mengandung nutrisi yang disediakan oleh trypton sebagai
sumber N, vitamin dari ekstrak ragi, dan glukosa yang digunakan sebagai sumber
energi atau sumber C bagi mikroorganisme sehingga mendukung pertumbuhan
dari bakteri, serta agar sebagai pemadat (Addina, 2014).
Medium PCA dipilih karena bukan merupakan media selektif sehingga
tidak hanya ditumbuhi oleh satu jenis mikroba, sehingga semua jenis mikrobia
pada bahan makanan dapat dideteksi terutama mikrobia mesofilik. Beberapa
mikrobia akan bertambah banyak tetapi tidak saling menumpuk sehingga mudah
dihitung. Media yang akan diinokulasi dengan mikroorganisme tertentu, sebelum
memadat harus didinginkan terlebih dahulu di suhu ruangan sampai 47-50oC. Jika
terlalu panas, mikroba yang akan ditumbuhkan akan mati (Addina, 2014).
Buffered Peptone Water (BPW) adalah larutan pengencer dimana
merupakan larutan yang digunakan untuk mengencerkan media. BPW termasuk
dalam preenrichment medium, digunakan agar perhitungan mikrobia lebih akurat
dan sel terlihat lebih segar sehingga mudah diamati. Pengenceran adalah
melarutkan atau melepaskan mikroorganisme dari substratnya ke dalam air
sehingga lebih mudah penanganannya. Sampel yang sudah diencerkan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi BPW (Addina, 2014).
Komposisi BPW yaitu terdiri dari peptone 10,0, sodium chloride 5,0,
disodium phosphate 3,5, dan potassium dihydrogen phosphate 1,5. Peptone
berfungsi sebagai sumber N, vitamin, dan asam amino esensial. Sodium Chloride
akan memasok elektrolit untuk pertumbuhsn dan keseimbangan osmotik sel.
Disodium phospate dan Potasium Dihidrogen Phosphate memiliki kandungan
Phosphate (Yahya, 2012). Unsur Phosphate pada BPW berfungsi sebagai penjaga
keseimbangan asam dan basa agar menjadi lingkungan yang baik bagi
pertumbuhan bakteri (DeAngelis, 2007).
Cara pembuatan media BPW yaitu sebanyak 20 gram BPW dicampur
dalam 1000 akuades, diaduk sampai tercampur rata. Sebanyak 9 ml dipipet ke
dalam tabung reaksi dan disterilkan dengan autoklaf suhu 121oC selama 15 menit.
Media BPW dapat langsung digunakan atau disimpan dalam refrigerator (4-7oC)
bila tidak segera digunakan (Yahya, 2012).
Medium yang paling cocok bagi kehidupan bakteri adalah medium yang
isotonik terhadap isi sel bakteri. Jika bakteri ditempatkan di dalam suatu larutan
hipertonik terhadap isi sel maka bakteri akan mengalami plasmolisis. Hal ini
terjadi karena cairan di luar sel yang meningkat akan memaksa masuk ke dalam
sel mikrobia. Plasmolisis mengakibatkan sel akan pecah, serta jumlah sel dan
pertumbuhan makin kecil (Dwidjoseputro, 2005).
Di inkubator banyak mengandung uap air, hal ini termasuk kondisi
hipertonik pula. Apabila bakteri kemasukkan air maka menyebabkan pecahnya sel
atau plasmolisis. Namun, akibat adanya penguaan air, maka bakteri dapat
menyesuaikan diri, sehingga tidak terjadi plasmolisis secara mendadak
(Dwidjoseputro, 2005).
Prinsip pengenceran adalah menurunkan jumlah, sehingga semakin
banyak pengenceran dilakukan, semakin sedikit jumlah mikrobia. Pengenceran
yang dilakukan dengan faktor pengenceran 10-5 akan mendapatkan jumlah bakteri
yang lebih sedikit dibanding faktor pengenceran 10-3 (Waluyo, 2004). Jumlah
mikroba yang dihitung hanya pada pengenceran 10-3 hingga 10-5 agar dapat
melakukan enumerasi dengan baik, karena dapat meminimalisir kemungkinan
kesalahan dalam proses analisa, terutama statistical error (Volk dan Wheeler,
1993). Pengenceran sel berfungsi untuk memperoleh jumlah mikroorganisme
yang benar, suspensi bakteri tidak terlalu pekat, sehingga tidak terjadi spreader
(Hadioetomo, 1985).
Menurut Waluyo (2004), tahapan pengenceran dimulai dari membuat
larutan sampel sebanyak 10 ml (campuran 1 ml/1gr sampel dengan 9 ml larutan
fisiologis). Dari larutan tersebut diambil sebanyak 1 ml dan masukkan kedalam 9
ml larutan fisiologis sehingga didapatkan pengenceran 10-2. Dari pengenceran 10-2
diambil lagi 1 ml dan dimasukkan kedalam tabung reaksi berisi 9 ml larutan
fisiologis sehingga didapatkan pengenceran 10-3, dan begitu seterusnya.
Metode inokulasi yang dilakukan yaitu pour plate dilakukan dengan cara
tuang dalam menginokulasikan suspensi bahan yang mengandung bakteri.
Langkah kerja singkatnya yaitu mikropipet digunakan untuk menyemprotkan
suspensi bakteri ke dalam medium agar yang sedang mencair dan menuangkannya
pada petridish (Lay, 1994). Prinsipnya yaitu inokulasi suspensi bahan yang
mengandung bakteri ke medium agar cair secara aseptis (Hadioetomo, 1985).
Pada metode ini perlu dilakukan pengencaran dengan beberapa serial
pengenceran. Semakin tinggi pengenceran peluang untuk mendapatkan satu sel
semakin besar (Hindersah, 2007).
Metode pour plate digunakan karena praktikum bertujuan untuk
menghitung total bakteri aerob dan anaerob, terutama mesofilik aerob. Bakteri
anaerob akan berada di bawah medium karena jumlah O2 sedikit (Hadioetomo,
1985). Pengulangan dilakukan sebanyak 2x atau duplo dilakukan untuk memiliki
perbandingan hasil sehingga lebih akurat (Harley dan Presscot, 2002). Urutan
prosedur metode pour plate yaitu sampel hasil pengenceran 10-3, 10-4, 10-5 pada
medium cair diambil dengan mikropipet sebanyak 1000 µL, dimasukkan dalam
petridish kosong secara aseptis. Medium PCA cair yang telah dipanaskan,
ditunggu hingga hangat. Hal ini dilakukan karena jika terlalu panas bakteri akan
mati (Lay, 1994).
PCA dituangkan ke petridish dan dihomogenkan dengan digerakkan
bentuk angka 8. Perlakuan ini berfungsi agar suspensi bakteri dan media homogen
dan membuat sel bakteri tidak hanya pada permukaan agar, tetapi juga di dasar
sehingga dapat menumbuhkan bakteri anaerob (Hadioetomo, 1985). Petridish
ditutup dan mulutnya dipanaskan dengan bunsen. Petridish dibungkus kertas
payung dan karet gelang, lalu diinkubasi 24 dan 48 jam (suhu 37oC). Penentuan
ALT menurut Ulfiana, dkk., (2012) yaitu dengan rumus sebagai berikut,
∑𝑐
N=
[ [(1𝑥𝑁1 )+(0,1𝑥𝑁2 )]𝑥 𝑑]

Keterangan rumus :
N : Jumlah koloni produk yang dinyatakan dalam koloni per ml
∑𝑐 : Jumlah koloni pada semua cawan yang dihitung
N1 : Jumlah cawan pada pengenceran pertama yang dihitung
N2 : Jumlah cawan pada pengenceran kedua yang dihitung
d : Pengenceran pertama yang dihitung
Beberapa syarat perhitungan metode plate count yaitu jumlah koloni tiap
petridish 25-250 koloni (jika tidak ada maka dipilih yang mendekati) dan tidak
spreader. Syarat lainnya yaitu perbandingan jumlah bakteri dari hasil pengenceran
antara yang lebih besar dengan sebelumnya, jika sama/<2 hasilnya dirata-rata, jika
>2 dipakai hasil pengenceran sebelumnya, jika dengan ulangan telah memenuhi
syarat hasilnya dirata-rata. Selain itu, sel yang dihitung adalah koloni tunggal dan
faktor pengenceran minimal 10-3 (Jutono dkk., 1980).
Selama inkubasi, setiap sel mikroorganisme hidup dalam suspensi akan
tumbuh menjadi satu koloni jika diinkubasikan dalam media biakan dan
lingkungan yang sesuai (Sutton, 2010). Mikroba mesofil mempunyai suhu
optimum antara 25-37oC dengan suhu minimum 15oC dan suhu maksimum antara
45-55oC. Mikroba ini biasa hidup pada tanah dan perairan (Yarsih, 2011).
Inkubasi dilakukan selama 24 jam dan 48 jam karena pada waktu tersebut
jumlah mikrobia telah bertambah dan dapat dihitung. Inkubasi selama 48 jam
lebih optimal karena jumlah mikrobia yang dapat dihitung telah maksimal dan
optimal, setelah masa tersebut telah masuk masa akhir inkubasi. Pengenceran
dengan faktor pengenceran 10-5 akan mendapatkan jumlah bakteri yang lebih
sedikit dibanding faktor pengenceran 10-3 (Waluyo, 2004).
Sampel yang digunakan yaitu susu kedelai dan jus mangga. Susu kedelai
adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari kedelai.
Protein susu kedelai memiliki susunan asam amino yang hampir sama dengan
susu sapi sehingga digunakan sebagai pengganti susu sapi bagi mereka yang
alergi terhadap protein hewani. Susu kedelai merupakan minuman yang bergizi
tinggi, terutama kandungan proteinnya. Selain itu susu kedelai juga mengandung
lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, provitamin A, vitamin B kompleks
(kecuali B12), dan air (Budimarwanti, 2012).
Bakteri yang sering ditemukan pada susu kedelai yaitu bakteri coliform,
yaitu Serratia, Hafnia, Citrobacter, Enterobacter, Klebssiella, dan E. coli yang
berasal dari air untuk pencucian biji dan alat (Murtiningtyas, 2016). Menurut
Adnan (1984), proses pembuatan susu kedelai meliputi tahap-tahap yaitu
1. Penyortiran, bertujuan untuk memilih biji-biji kedelai yang berkualitas baik.
2. Pencucian, brtujuan untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada biji
kedelai.
3. Perendaman, dengan tujuan untuk mempermudah dan mempercepat proses
pelepasan kulit ari agar memudahkan proses penggilingan.
4. Penggilingan, dilakukan dengan air dengan perbandingan 1 : 6 (b/v), dengan
menggunakan perbandingan ini akan dihasilkan kekentalan seperti pada susu
sapi dan juga akan didapatkan protein susu yang tinggi.
5. Penyaringan, dengan tujuan untuk memperoleh susu kedelai. Filtrat inilah yang
nantinya akan menjadi susu kedelai
6. Pemanasan, dilakukan pada proses akhir pembuatan susu, bertujuan untuk
mematikan semua organisme yang bersifat patogen dan sebagian
mikroorganisme yang ada sehingga tidak merubah cita rasa maupun komposisi
susu.
Menurut Badan Standarisasi Nasional (1995), syarat mutu susu kedelai
sesuai SNI 01-3830-1995 yaitu :
Tabel 1. SNI susu kedelai SNI 01-3830-1995
Persyaratan
No Kriteria Uji Satuan
Susu(milk) Minuman(Drink)
1. Keadaan
1.1 Bau - Normal Normal
1.2 Rasa - Normal Normal
1.3 Warna - Normal Normal
2. pH - 6,5-7,0 6,5-7,0
3. Protein %b/b Min. 2,0 Min 1,0
4. Lemak %b/b Min 1,0 Min 0,30
5. Padatan jumlah %b/b Min 11,50 Min 11,50
6. Bahan tambahan makanan Sesuai dengan SNI 01-0222-1987
6.1 Pemanis Buatan
6.2 Pewarna
6.3 Pengawet
7. Cemaran Logam
7.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,2 Maks. 0,2
7.2 Tembaga(Cu) mg/kg Maks. 2 Maks. 2
7.3 Seng(Zn) mg/kg Maks. 5 Maks. 5
Maks.
7.4 Timah(Sn) mg/kg Maks. 40(250*)
40(250*)
Maks.
7.5 Merkuri(Hg) mg/kg Maks. 0,03
0,03
8. Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 0,1 Maks. 0,1
9. Cemaran mikroba:
Maks. 2 x
9.1 Angka lempeng total Koloni/ml Maks. 2 x 102
102
9.2 Bakteri bentuk koli APM/ml Maks. 20 Maks. 20
9.3 Escherichia coli APM/ml <3 <3
9.4 Salmonella - negatif Negatif
9.5 Staphylococcus aureus Koloni/ml 0 0
9.6 Vibrio sp - negatif Negatif
9.7 Kapang Koloni/ml Maks. 50 Maks. 50
*)Kemasan kaleng
(Sumber: Badan Standarisasi Nasional, 1995)
Minuman sari buah merupakan minuman ringan yang dibuat dari sari
buah dan air minum dengan atau tanpa penambahan gula dan bahan tambahan
makanan yang diizinkan. Pembuatan sari buah terutama ditunjukkan untuk
peningkatan ketahanan simpan dan daya guna buah-buahan. Bahan mentah yang
digunakan untuk pembuatan minuman sari buah adalah buah-buahan yang telah
masak, segar, dan baik, dan bahan pembantu pembuatannya adalah gula pasir,
asam sitrat, dan bahan pengawet Na benzoat (Badan Standarisasi Nasional, 2014).
Jus mangga adalah cairan yang terdapat secara alami dalam buah mangga
ditambah dengan air dan dikonsumsi sebagai minuman. Komponen utama jus
mangga adalah buah mangga, gula pasir, susu kental manis, dan air (Ramayulis,
2014). Cara pembuatan jus mangga yaitu daging buah mangga yang telah
dipotong kecil-kecil di dicampurkan dalam wadah blender bersama yoghurt, air
perasan lemon, gula pasir, air matang dan juga es batu. Semua bahan diblender
hingga lembut, lalu jus mangga disajikan (Rakasiwi, 2010).
Pencucian buah tidak dapat membunuh semua mikroba pada buah.
Responnya tergantung kondisi kontaminasi yang mempengaruhi pengikatan dan
ketahanan buah (Sapers, 2001). Keberadaan lalat juga mempengaruhi keberadaan
mikroorganisme pada buah, contohnya bakteri Enterobacteraceae (Behar dkk.,
2008). Jenis bakteri yang ditemukan di mangga segar yaitu genus Acetobacter dan
Gluconobacter. Listeria monocytogenes, Aeromonas hydrophila, dan Escherichia
coli O157: H7 (Rakhmawati, 2013).
Keberadaan mikroba pada jus mangga terkait dengan es batu sebagai
campuran. Es batu merupakan air yang dibekukan di bawah 0º C. Air yang
digunakan dalam pembuatan es batu haruslah air yang higienis dan memenuhi
standar sanitasi. Sampai saat ini, belum ada peraturan pemberian izin atau
rekomendasi kelayakan usaha es batu yang baku ditinjau dari segi higienis dan
sanitasi, dikarenakan usaha es batu masih dalam skala kecil dan merupakan usaha
rumah tangga, sehingga higienis dan sanitasinya diragukan (Michael, 1988).
Keberadaan bakteri pencemar menyebabkan rendahnya kualitas es batu,
mungkin berasal dari bahan baku (air) dan alat-alat yang digunakan dalam proses
pembuatan es batu. Bakteri golongan Enterobacteriaceae atau bakteri enteric
merupakan bakteri yang sering mengkontaminasi air. Famili ini mencakup banyak
genus diantaranya Escheriaceae, Shigela, Salmonella, Enterobacter, Klebsiella,
Serrtia, dan Proteus sebagai bakteri-bakteri penyebab infeksi saluran cerna. E.
coli pada air minum dapat dijadikan parameter atau indikator tingkat pencemaran
air secara bakteriologis, karena E. coli merupakan flora normal usus yang ikut
bersama tinja (Michael, 1988).
Menurut Badan Standarisasi Nasional (2014), syarat mutu minuman sari
buah sesuai SNI 3719-2014 yaitu :
Tabel 2. SNI minuman sari buah berdasarkan SNI 3719-2014
No. Kriteria uji Satuan Persyaratan
1.1 Bau - Khas, normal
1.2 Rasa - Khas, normal
1.3 Warna - Khas, normal
2 Padatan terlarut *Brix Min. 11,2 (Jeruk)
3 Keasaman % Min. 0,35 (Jeruk)
4.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,2
4.2 Kadminum (Cd) mg/kg Maks. 0,2
4.3 Timah (Sn), mg/kg mg/kg Maks. 40,0/250,0*
4.4 Merkuri (Hg) mg/kg Maks. 0,03
5 Arsen (As) mg/kg Maks. 0,1
6.1 Angka lempeng total Koloni/ml Maks. 1 x 104
6.2 Koliform Kononi/ml Maks. 20
6.3 E. Coli APM/ml <3
6.4 Salmonella sp. - Negatif/25 ml
6.5 Staphylococcus aureus - Negatif/ml
6.6 Kapang dan khamir Koloni/ml Maks. 1 x 102
(Sumber: Badan Standarisasi Nasional, 2014)
Menurut Fardiaz (1993), faktor yang mempengaruhi enumerasi mikroba
dari sampel makanan secara Aerobic Plate Count antara lain :
1. Faktor pengenceran yaitu semakin tinggi pengenceran suatu larutan maka
semakin sedikit jumlah bakteri yang dikandung/tidak terdapat bakteri dalam
medium Plate Count Agar; jika pengenceran terlalu rendah mengakibatkan
spreader sehingga tidak dapat dihitung jumlah koloni bakterinya.
2. Temperatur dan derajat keasaman (pH), yaitu bakteri akan tumbuh pada
temperatur dan derajat keasaman yang optimum. Suhu yang terlalu tinggi atau
terlalu rendah dapat menghambat metabolisme bakteri, serta lingkungan yang
terlalu asam dapat merusak membran sel bakteri.
III. METODE PERCOBAAN

A. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam praktikum yaitu mikropipet, hand counter,
cawan petri, kalkulator, kertas payung, tip mikropipet, rak tip, karet gelang,
bunsen, vortex, korek api, tabung reaksi, tissue, rak tabung reaksi, microwave,
erlenmeyer, propipet, kapas, pipet ukur, Laminar Air Flow, gelas beker, kertas
label, dan inkubator. Bahan yang digunakan dalam praktikum yaitu medium
Plate Count Agar, Buffered Peptone Water, sampel Susu Kedelai, dan sampel
Jus Mangga.
B. Cara Kerja
1. Pengenceran
Sampel susu kedelai dan jus mangga, serta alat dan bahan
disiapkan. Tabung reaksi disiapkan sebanyak 6 buah dan ditandai sebagai
Kontrol, Pengenceran 10-1, 10-2, 10-3, 10-4, dan 10-5. LAF disiapkan dan
Buffered Peptone Water sebanyak 9 ml diambil dan dimasukkan dalam
keenam tabung reaksi tersebut. Sampel susu kedelai diambil 1 ml dan
dimasukkan dalam tabung reaksi pertama sebagai pengenceran 10-1, lalu
divortex. Sampel diambil 1 ml dari tabung reaksi pertama dan dimasukkan
dalam tabung reaksi kedua sebagai pengenceran 10-2, lalu divortex.
Sampel diambil 1 ml dari tabung reaksi kedua dan dimasukkan
dalam tabung reaksi ketiga sebagai pengenceran 10-3, lalu divortex. Sampel
diambil 1 ml dari tabung reaksi ketiga dan dimasukkan dalam tabung reaksi
keempat sebagai pengenceran 10-4, lalu divortex. Sampel diambil 1 ml dari
tabung reaksi keempat dan dimasukkan dalam tabung reaksi kelima sebagai
pengenceran 10-5, lalu divortex. Pengulangan dilakukan sebanyak dua kali.
Langkah di atas diulang untuk sampel Jus Mangga.
2. Platting
Sampel susu kedelai dari tabung reaksi dengan pengenceran 10-3-
10-5, masing-masing diambil sebanyak 1000 µL dituang dengan mikropipet
pada cawan petri steril. Medium Plate Count Agar yang telah dipanaskan
dengan microwave ditunggu hingga hangat. Medium PCA dituang kedalam
cawan petri kurang lebih 15 ml dan dihomogenkan dengan gerakan angka
delapan. Pengulangan dilakukan sebanyak dua kali. Langkah di atas diulang
untuk sampel Jus Mangga. Kontrol dibuat dengan cara BPW diambil dengan
mikropipet sebanyak 1000 µL dan dituang pada cawan petri. Medium PCA
kurang lebih 15 ml dituang dalam cawan petri tersebut dan dihomogenkan
bentuk angka 8.
3. Inkubasi dan Perhitungan
Cawan petri masing-masing dibungkus dengan kertas payung dan
diikat menjadi satu dengan karet gelang. Cawan petri diinkubasi dalam
inkubator 37oC. Pengamatan dilakukan pada waktu 24 jam dan 48 jam.
Koloni dan ALT masing-masing cawan petri dihitung sesuai syarat
perhitungan. ALT dihitung dengan rumus sebagai berikut :
∑𝑐
ALT =
[ [(1𝑥𝑁1 )+(0,1𝑥𝑁2 )]𝑥 𝑑]

Keterangan rumus :
∑ 𝑐 : Jumlah koloni dari setiap cawan petri.
N1 : Jumlah cawan petri dari pengenceran pertama yang dihitung.
N2 : Jumlah cawan petri dari pengenceran kedua yang dihitung.
d : Pengenceran pertama yang dihitung.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Aerobic Plate Count adalah uji untuk mengetahui kadar cemaran
mikroba yang merupakan sel hidup dan masih bertahan pada permukaan. Metode
APC tidak menghitung seluruh populasi bakteri tetapi hanya menghitung jumlah
bakteri tertentu misalnya bakteri aerobik mesofilik yang tumbuh dengan adanya
O2 dengan suhu 30-37oC sebagai indikator kebersihan (Surono dkk., 2016).
Prinsip dari APC adalah sampel diencerkan pada seri tertentu kemudian plating ke
medium agar yang sesuai dan diinkubasi pada suhu dan waktu tertentu, kemudian
dilakukan perhitungan koloni (Waluyo, 2004).
Uji APC bertujuan untuk menghitung jumlah mikroorganisme dalam
sediaan dengan metode hitungan cawan. Jika sel masih dapat ditumbuhkan pada
medium agar, maka sel mikrobia tersebut akan berkembang biak dan membentuk
koloni yang dapat langsung dilihat dengan mata tanpa menggunakan mikroskop
(Hadioetomo, 1985). APC secara umum bermanfaat untuk menunjukkan kualitas,
masa simpan, kontaminasi, dan status higienis saat produksi (Badan Standardisasi
Nasional, 2009).
Metode yang dipakai dalam APC yaitu metode pour plate dilakukan
dengan cara tuang dalam menginokulasikan suspensi bahan yang mengandung
bakteri (Lay, 1994). Pada metode ini perlu dilakukan pengencaran dengan
beberapa serial pengenceran. Semakin tinggi pengenceran peluang untuk
mendapatkan satu sel semakin besar (Hindersah, 2007). Metode pour plate
digunakan karena praktikum bertujuan untuk menghitung total bakteri aerob dan
anaerob, terutama mesofilik aerob (Hadioetomo, 1985). Jika dengan metode
streak plate, maka hanya bisa untuk mikroba aerob saja.
Selama inkubasi, setiap sel mikroorganisme hidup dalam suspensi akan
tumbuh menjadi satu koloni jika diinkubasikan dalam media biakan dan
lingkungan yang sesuai (Sutton, 2010). Setelah pengenceran dengan seri tertentu,
diplatting ke medium sesuai secara pour plate. Inkubasi dilakukan dengan suhu
dan waktu sesuai. Mikroba mesofil mempunyai suhu optimum antara 25-37oC
(Yarsih, 2011). Inkubasi dilakukan selama 24 jam dan 48 jam karena pada waktu
tersebut jumlah mikrobia telah bertambah dan dapat dihitung. Pengenceran
dengan faktor pengenceran 10-5 akan mendapatkan jumlah bakteri yang lebih
sedikit dibanding faktor pengenceran 10-3 (Waluyo, 2004).
Sampel yang digunakan yaitu susu kedelai dan jus mangga. Susu kedelai
adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari kedelai
(Budimarwanti, 2012). Jus mangga adalah cairan yang terdapat secara alami
dalam buah mangga ditambah dengan air dan dikonsumsi sebagai minuman
(Ramayulis, 2014). Medium yang digunakan yaitu medium PCA (Plate Count
Agar), mengandung trypton sebagai sumber N, vitamin dari ekstrak ragi, dan
glukosa sebagai sumber energi atau sumber C bagi mikroorganisme sehingga
mendukung pertumbuhan dari bakteri, serta agar sebagai pemadat (Addina, 2014).
Medium PCA dipilih karena bukan merupakan media selektif sehingga
tidak hanya ditumbuhi oleh satu jenis mikroorganisme, sehingga semua jenis
mikrobia pada bahan makanan dapat dideteksi terutama mikrobia mesofilik.
Buffered Peptone Water (BPW) dipakai sebagai larutan pengencer, termasuk
dalam preenrichment medium. BPW digunakan agar perhitungan mikrobia lebih
akurat dan sel menjadi lebih segar sehingga mudah diamati (Addina, 2014).
Komposisi BPW yaitu terdiri dari peptone 10,0, sodium chloride 5,0,
disodium phosphate 3,5, dan potassium dihydrogen phosphate 1,5. Peptone
berfungsi sebagai sumber N, vitamin, dan asam amino esensial. Sodium Chloride
akan memasok elektrolit untuk pertumbuhan dan keseimbangan osmotik sel.
Disodium phospate dan Potasium Dihidrogen Phosphate berperan sebagai buffer
(Yahya, 2012).
Proses uji APC dalam praktikum dimulai dengan tahap pengenceran
yaitu sampel susu kedelai dan jus mangga, serta alat dan bahan disiapkan. Tabung
reaksi disiapkan sebanyak 6 buah dan ditandai sebagai Kontrol, Pengenceran 10 -1,
10-2, 10-3, 10-4, dan 10-5. Buffered Peptone Water sebanyak 9 ml diambil dan
dimasukkan dalam keenam tabung reaksi tersebut.
BPW berperan sebagai larutan pengencer dimana merupakan larutan
yang digunakan untuk mengencerkan media. BPW digunakan bertujuan agar
perhitungan mikrobia lebih akurat dan sel menjadi lebih segar sehingga mudah
diamati. Pengenceran adalah melarutkan atau melepaskan mikroorganisme dari
substratnya ke dalam air sehingga lebih mudah penanganannya (Addina, 2014).
Sampel susu kedelai diambil 1 ml dan dimasukkan dalam tabung reaksi
pertama sebagai pengenceran 10-1, lalu divortex. Sampel diambil 1 ml dari tabung
reaksi pertama dan dimasukkan dalam tabung reaksi kedua sebagai pengenceran
10-2, lalu divortex. Langkah pengenceran ini diulang hingga pengenceran 10-5.
Pengulangan semuanya dilakukan sebanyak dua kali atau duplo. Langkah di atas
diulang untuk sampel Jus Mangga. Pengulangan dilakukan sebanyak 2x atau
duplo dilakukan untuk memiliki perbandingan hasil sehingga lebih akurat (Harley
dan Presscot, 2002).
Tahap platting sampel susu kedelai dari pengenceran 10-3, 10-4, 10-5,
masing-masing diambil sebanyak 1000 µL dituang dengan mikropipet pada cawan
petri steril. Jumlah mikroba yang dihitung hanya pada pengenceran 10-3 hingga
10-5 agar dapat melakukan enumerasi dengan baik, karena dapat meminimalisir
kemungkinan kesalahan dalam proses analisa, terutama statistical error (Volk dan
Wheeler, 1993). Pengenceran sel yang berfungsi untuk memperoleh jumlah
mikroorganisme yang benar, suspensi bakteri tidak terlalu pekat, sehingga tidak
terjadi spreader (Hadioetomo, 1985).
Medium PCA ditunggu hangat lalu dituang kedalam cawan petri kurang
lebih 15 ml dan dihomogenkan dengan gerakan angka 8. Media harus didinginkan
terlebih dahulu di suhu ruangan sampai 47-50oC. Jika media terlalu panas,
mikroorganisme yang akan ditumbuhkan akan mati (Addina, 2014). Perlakuan
gerakan angka 8, berfungsi agar suspensi bakteri dan media homogen dan
membuat sel bakteri tidak hanya pada permukaan agar, tetapi juga di dasar
sehingga dapat menumbuhkan bakteri anaerob (Hadioetomo, 1985).
Pengulangan dilakukan sebanyak dua kali. Langkah di atas diulang untuk
sampel Jus Mangga. Kontrol dibuat dengan BPW dan medium saja. Fungsi
kontrol adalah sebagai pembanding dengan medium yang diberi sampel. Tahap
inkubasi dilakukan dengan pembungkusan cawan petri dengan kertas payung dan
diikat menjadi satu dengan karet gelang.
Semua cawan petri diinkubasi dalam inkubator 37oC dan diamati setelah
24 jam dan 48 jam. Suhu 37oC dipilih karena uji APC digunakan untuk
mengetahui keberadaan sel hidup terutama mikroba mesofil yang suhu
optimumnya antara 25-37oC (Yarsih, 2011). Inkubasi dilakukan selama 24 jam
dan 48 jam karena pada waktu tersebut jumlah mikrobia telah bertambah dan
dapat dihitung, dan setelah 48 jam telah masuk masa akhir inkubasi (Waluyo,
2004). Koloni dan ALT masing-masing cawan petri dihitung sesuai syarat
perhitungan menurut Jutono dkk. (1980), yaitu cawan petri yang dipilih yaitu
yang menunjukkan jumlah koloni antara 25-250 koloni.
Berdasarkan Uji Angka Lempeng Total yang telah dilakukan pada
sampel Susu Kedelai dan Jus Mangga, diperoleh tabel hasil sebagai berikut :
Tabel 3. Hasil Uji Angka Lempeng Total
Jumlah Koloni Jumlah Mikrobia
Sampel Jam
K 10-3 10-4 10-5 (CFU/mL)
0 260 37 4
24 3,7 x 105
Jus 0 2 0 0
Mangga 2 284 58 4
48 5,8 x 105
0 2 1 0
2 561 182 14
24 2,36 x 105
Susu 2 46 Spreader 34
Kedelai 2 732 213 48
48 4,28 x 105
3 168 Spreader 50
Berdasarkan tabel 3, diketahui bahwa jumlah koloni pada sampel jus
mangga dalam 24 jam dengan dua kali pengulangan yaitu pada kontrol keduanya
0 koloni, pengenceran 10-3 yaitu 260 dan 2 koloni, pengenceran 10-4 yaitu 37 dan
0 koloni, dan pengenceran 10-5 yaitu 0 dan 4 koloni. Jumlah mikrobianya 3,7 x 105
CFU/mL. Jumlah koloni pada sampel jus mangga dalam 48 jam dengan dua kali
pengulangan yaitu pada kontrol yaitu 2 dan 0 koloni, pengenceran 10-3 yaitu 284
dan 2 koloni, pengenceran 10-4 yaitu 58 dan 1 koloni, dan pengenceran 10-5 yaitu
4 dan 0 koloni. Jumlah mikrobianya 5,8 x 105 CFU/mL.
Berdasarkan hasil praktikum, jumlah mikrobia baik pada 24 jam pertama,
maupun 48 jam, keduanya lebih besar dari batas angka lempeng total. Menurut
Badan Standarisasi Nasional (2014), syarat mutu minuman sari buah berdasarkan
SNI 3719-2014 batas cemaran atau angka lempeng totalnya yaitu maksimal 1 x
104 koloni/mL. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas dari sampel jus mangga
buruk.
Kontaminasi mikroba dapat disebabkan tidak adanya proses sterilisasi
maupun pemanasan dalam cara pembuatan jus mangga (Rakasiwi, 2010).
Pencucian buah juga tidak dapat membunuh semua mikroorganisme pada buah.
Respon mikroorganisme tergantung kondisi kontaminasi yang mempengaruhi
pengikatan dan ketahanan buah (Sapers, 2001). Menurut Behar dkk. (2008),
keberadaan lalat juga mempengaruhi keberadaan mikroorganisme pada buah,
contohnya bakteri Enterobacteraceae.
Keberadaan mikroba pada jus mangga terkait dengan es batu sebagai
campuran. Air yang digunakan dalam pembuatan es batu yang tidak higienis dan
memenuhi standar sanitasi akan menjadi sumber kontaminasi. Keberadaan bakteri
pencemar menyebabkan rendahnya kualitas es batu yang mungkin berasal dari
berbagai hal seperti bahan baku (air) dan alat-alat yang digunakandalam proses
pembuatan es batu. Bakteri golongan Enterobacteriaceae atau bakteri enteric
merupakan bakteri yang sering mengkontaminasi air (Michael, 1988).
Berdasarkan tabel 3, diketahui bahwa jumlah koloni pada sampel susu
kedelai dalam 24 jam dengan dua kali pengulangan yaitu pada kontrol yaitu 2 dan
2 koloni, pengenceran 10-3 yaitu 561 dan 46 koloni, pengenceran 10-4 yaitu 182
koloni dan spreader, dan pengenceran 10-5 yaitu 14 dan 34 koloni. Jumlah
mikrobianya 2,36 x 105 CFU/mL. Jumlah koloni pada sampel susu kedelai dalam
48 jam dengan dua kali pengulangan yaitu pada kontrol yaitu 2 dan 3 koloni,
pengenceran 10-3 yaitu 732 dan 168 koloni, pengenceran 10-4 yaitu 213 koloni dan
spreader, dan pengenceran 10-5 yaitu 48 dan 50 koloni. Jumlah mikrobianya 4,28
x 105 CFU/mL.
Berdasarkan hasil praktikum, jumlah mikrobia pada susu kedelai baik
pada 24 jam pertama, maupun 48 jam, keduanya jauh lebih besar dari batas angka
lempeng total. Menurut Badan Standarisasi Nasional (1995), syarat mutu susu
kedelai sesuai SNI 01-3830-1995 batas cemaran atau angka lempeng totalnya
yaitu maksimal 2 x 102 koloni/mL. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas dari
sampel susu kedelai buruk.
Hal ini dapat disebabkan tahap pencucian pada proses pembuatan susu
kedelai kurang bersih sehingga kotoran-kotoran yang melekat pada biji kedelai
belum sepenuhnya hilang. Selain itu, dapat disebabkan oleh tahap pemanasan
diakhir yang belum efektif sehingga mikroba tidak mati (Adnan, 1984).
Kontaminasi dapat juga disebabkan oleh air yang digunakan untuk mencuci biji
kedelai maupun peralatan yang dipakai, karena air merupakan sumber mikrobia.
Air yang dekat dengan sumber kontaminasi berupa tempat pembuangan sampah
ataupun septik tank akan menjadi media mikroba untuk mengkontaminasi susu
kedelai. Mikroba pada susu kedelai juga dapat disebabkan tempat penyimpanan
bahan baku yang lembab sehingga ideal untuk tempat pertumbuhan organisme
(Soeparman dan Suparmin, 2002).
Sumber kontaminasi lain yaitu pekerja, apabila tidak menjaga kebersihan
dapat menjadi perantara antara bakteri dan makanan. Kontaminasi dari tenaga
pekerja dapat terjadi saat sebelum pengolahan, selama pengolahan, dan setelah
pengolahan. Kontaminasi yang terjadi sebelum atau selama pengolahan masih ada
kemungkinan bakteri akan mati, karena pada saat pengolahan susu kedelai akan
dipanaskan hingga mendidih sehingga bakteri mati. Namun kontaminasi yang
terjadi setelah pengolahan atau setelah produk susu kedelai siap disajikan, bakteri
dapat bertahan selama beberapa hari di lingkungan yang cocok (Ismail, 2012).
Bakteri yang sering ditemukan pada susu kedelai yaitu bakteri coliform, yaitu
Serratia, Hafnia, Citrobacter, Enterobacter, Klebssiella, dan E. coli yang berasal
dari air untuk pencucian biji dan alat (Murtiningtyas, 2016).
Berdasarkan tabel hasil, diketahui bahwa jumlah mikrobia pada inkubasi
selama 48 jam lebih banyak dari pada 24 jam pertama. Hal ini membuktikan
bahwa waktu inkubasi selama 48 jam lebih efektif dan optimal bagi pertumbuhan
mikrobia. Hasil ini sesuai dengan teori bahwa inkubasi selama 48 jam lebih
optimal karena jumlah mikrobia yang dapat dihitung telah maksimal dan optimal,
setelah masa tersebut telah masuk masa akhir inkubasi (Waluyo, 2004). Hal ini
juga didukung dengan suhu optimal bagi pertumbuhan mikroba secara umum,
terutama mikrobia mesofilik 37oC yang akan menciptakan lingkungan yang cocok
untuk pertumbuhan bakteri (Harley dan Presscot, 2002).
Lingkungan inkubasi di inkubator sebenarnya banyak mengandung uap
air (kondisi hipertonik). Uap air ini dapat masuk ke dalam bakteri dan
menyebabkan pecahnya sel atau plasmolisis. Namun, akibat adanya penguaan air,
maka bakteri dapat menyesuaikan diri, sehingga tidak terjadi plasmolisis secara
mendadak (Dwidjoseputro, 2005).
Apabila kedua sampel dibandingkan, maka susu kedelai memiliki
kualitas mikrobiologis yang lebih baik dari jus mangga. Hal ini dibuktikan dengan
jumlah mikrobianya pada 24 maupun 48 jam, pada sampel jus mangga lebih
banyak dari pada susu kedelai. Hal ini dikarenakan pada proses pembuatan jus
mangga tidak ada proses pemanasan, sedangkan pada proses pembuatan susu
kedelai ada proses pemanasan di akhir. Menurut Adnan (1984), pemanasan
diakhir pembuatan, berfungsi untuk mematikan semua organisme patogen dan
sebagian mikroorganisme yang ada,, sehingga pasti mikrobia akan lebih sedikit
daripada jus mangga.
Selain itu, pada jus mangga ada penambahan es batu, dimana es batu ini
menjadi sumber mikroba. Air yang digunakan dalam pembuatan es batu ini yang
menjadi sumber mikroba karena air tidak memenuhi standar sanitasi. Es berasal
dari air mentah berwarna putih karena masih banyak gas yang terperangkap di
dalamnya. Es ini tidak baik dikonsumsi, terlebih lagi jika airnya diambil dari air
sungai yang tercemar (Michael, 1988).
Biasanya penjual memasak air terlebih dahulu sebelum air tersebut
dibungkus ke dalam plastik. Namun mereka dalam memasak air tidak sampai
mendidih, sehingga bakteri yang ada didalam air tersebut tidak sampai mati.
Penyakit yang disebabkan oleh pencemaran air ini disebut waterborne disease dan
sering ditemukan pada penyakit tifus, kolera dan disentri. Sebenarnya sumber
infeksi itu bukanlah airnya melainkan tinja yang berasal dari manusia atau hewan
yang telah mencemari air tersebut. Tinja tersebut mengandung patogen-patogen
enterik bila berasal dari orang sakit atau carrier (Hadi dkk., 2014).
Berdasarkan tabel 3, diketahui bahwa pada kontrol, beberapa tidak
ditumbuhi oleh mikrobia. Namun, ada cawan petri kontrol yang ditemui mikrobia
dalam jumlah 2-3 koloni. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya kontaminasi
bakteri udara, karena saat penuangan PCA cawan dibuka terlalu lebar. Hasil
praktikum diketahui bahwa jumlah koloni pada pengenceran 10-5 lebih sedikit dari
10-3, sesuai teori menurut Waluyo (2004), faktor pengenceran 10-5 akan
mendapatkan jumlah bakteri yang lebih sedikit dibanding faktor pengenceran 10-3.
Menurut Fardiaz (1993), faktor yang memengaruhi enumerasi mikroba
dari sampel makanan secara Aerobic Plate Count antara lain :
1. Faktor pengenceran, semakin tinggi pengenceran suatu larutan maka semakin
sedikit jumlah bakteri yang dikandung atau tidak terdapat bakteri dalam
medium Plate Count Agar; namun pengenceran yang terlalu rendah
mengakibatkan spreader sehingga tidak dapat dihitung jumlah koloni
bakterinya.
2. Temperatur dan derajat keasaman (pH), yaitu bakteri akan tumbuh pada
temperatur dan derajat keasaman yang optimum. Suhu yang terlalu tinggi atau
terlalu rendah dapat menghambat metabolisme bakteri, serta lingkungan yang
terlalu asam dapat merusak membran sel bakteri.
Berdasarkan faktor tersebut, maka pada praktikum meskipun
pengenceran dilakukan dari 10-1 hingga 10-5, namun yang diplatting ke medium
hanya dari 10-3 hingga 10-5. Tujuannya yaitu untuk mendapatkan koloni tunggal
agar memudah pengamatan (karena jumlah bakteri menjadi lebih sedikit).
Semakin tinggi pengenceran, semakin banyak koloni tunggal. Tujuan lain yaitu
mempermudah perhitungan bakteri, karena menghindari terjadinya spreader
(bakteri tidak dapat dihitung jika melebihi ¾ petri) (Harley dan Presscot, 2002).
Jumlah mikroba yang dihitung hanya pada pengenceran 10 -3 hingga 10-5
karena dapat meminimalisir kemungkinan kesalahan dalam proses analisa,
terutama statistical error (Volk dan Wheeler, 1993). Faktor pengenceran yang
rendah (<10-3), maka konsentrasi bakteri di dalam suspensi terlalu banyak,
penyebarannya kurang merata sehingga bakteri tumbuh secara bertumpuk, susah
dihitung, bahkan tidak bisa dihitung/TNTC (Too Numerous To Count)
(Barazandeh, 2008). Apabila terlalu encer (>10-5), maka koloni yang terbentuk
hanya sedikit/TFTC (Too Few To Count) (Waluyo, 2004).
Berdasarkan faktor yang ada, suhu juga mempengaruhi APC. Proses
inkubasi pada suhu 37oC berfungsi untuk menciptakan lingkungan yang cocok
untuk pertumbuhan bakteri (Harley dan Presscot, 2002). Mikroba mesofil
mempunyai suhu optimum antara 25-37oC, sehingga suhu 37oC adalah termasuk
suhu optimum untuk mikroba ini (Yarsih, 2011).
V. KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa


hasil enumerasi mikrobia dengan metode Aerobic Plate Count pada Jus Mangga
diperoleh jumlah mikrobia dalam 24 jam yaitu 3,7 x 105 CFU/mL dan dalam 48
jam menjadi 5,8 x 105 CFU/mL. Jumlah mikrobia sampel susu kedelai dalam 24
jam yaitu 2,36 x 105 CFU/mL dan dalam 48 jam menjadi 4,28 x 105 CFU/mL.
Kualitas mikrobiologi sampel Jus Mangga yaitu buruk (lebih dari angka lempeng
total SNI 3719-2014 yaitu maksimal 1 x 104 koloni/mL). Kualitas mikrobiologi
sampel Susu Kedelai yaitu buruk (melebihi angka lempeng total SNI 01-3830-
1995 yaitu maksimal 2 x 102 koloni/mL).
DAFTAR PUSTAKA

Addina, G. 2014. Kadar Bakteri Udara.


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41660/4/Chapter%20II.pdf.
Diakses 1 September 2016.
Adnan, M. 1984. Kimia dan Teknologi Pengolahan Air Susu. Andi Offset,
Yogyakarta.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2008. Pengujian Mikrobiologi Pangan.
Pusat Pengujian Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 1995. SNI 01-3830-1995 (SNI Susu Kedelai).
www.sisni.bsn.go.id. Diakses 1 September 2016.
Badan Standarisasi Nasional. 2009. SNI 3752:2009 (SNI Susu Coklat Bubuk).
http://sisni.bsn.go.id. Diakses 1 September 2016.
Badan Standarisasi Nasional. 2014. SNI 3719-2014 (SNI Minuman Sari Buah).
www.sisni.bsn.go.id. Diakses 1 September 2016.
Bahri, R., Runa, N. Z., Faridawati, H., Ivana, S. C., dan Puspitasari, I. 2015.
Pemeriksaan Angka Lempeng Total Sampel Makanan dan Minuman.
https://www.academia.edu/11703203/Angka_Lempeng_Total_pada_Makan
an. Diakses 1 September 2016.
Barazandeh, N. 2008. Microbiology Titles. Springer-Verlag Berlin Heidelberg
Media, Jerman.
Behar, A. E., Jurkevitch, dan Yuval, B. 2008. Bringing back the fruit into fruit
fly–bacteria interactions. Molecular Ecology Journal 17(1): 1375–1386.
Boulous, L., Barbeau, B., Prevost, M., Coallier, J., dan Raymond, D. 1999.
Couting of Bacterial Colony Forming Units for Direct Enumeration of
Viable and Total Bacteria in Drinking Water. Departement of Civil
Engineering Journal of Microbiological Methods Canada 37(1): 77-79.
Buckle, K. A. 1987. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Budimarwanti, C. 2012. Komposisi dan Nutrisi pada Susu Kedelai.
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/KOMPOSISI%20DAN%20NUT
RISI%20PADA%20SUSU%20KEDELAI.pdf. Diakses 30 AGustus 2016.
Cappucino, J. G. dan Sherman, N. 1983. Microbiology: A Laboratory Manual.
Addison Wesley Publishing Company, New York.
DeAngelis, K. M. 2007. Phosphate Buffer Saline a.k.a PBS.
http://www.cnr.bekeley.edu/phosphate-buffer-saline-pbs.pdf. Diakses 1
September 2016.
Dwidjoseputro, D. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambaran, Jakarta.
Fardiaz, S. 1993. Mikrobiologi Pangan 1. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Garg, N., Garg, K. L., dan Mukerji, K. G. 2010. Laboratory Manual of Food
Microbiology. Krishan Makhijani, India.
Hadi, B., Bahar, E., dan Semiarti, R. 2014. Uji Bakteriologis Es Batu Rumah
Tangga yang Digunakan Penjual Minuman di Pasar Lubuk Buaya Kota
Padang. Jurnal Kesehatan Andalas 3(2): 119-122.
Hadioetomo, R. 1985. Mikrobiologi Dasar-Dasar dalam Praktek. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Harley dan Prescott. 2002. Laboratory Exercises in Microbiology. The
McGraw−Hill Companies, New York.
Hindersah. 2007. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Aerob dan Fungi dari Lumpur
Kolam Anaerob di Instalasi Pengolahan Air Limbah Bandung. Jurnal
Teknik Lingkungan 13( 2): 1-4.
Ismail, D. 2012. Uji Bakteri Escherichia coli pada Minuman Susu Kedelai
Bermerek dan Tanpa Merek di Kota Surakarta.
http://eprints.ums.ac.id/22010/21/NASKAH_PUBLIKASI.pdf. Diakses 31
Agustus 2016.
Jutono, H. S., Siti, K. S. Susanto, dan Suhadi. 1980. Mikrobiologi Umum. UGM
Press, Yogyakarta.
Lay, B. W. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Rajawali Press, Jakarta.
Michael, J. P. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Universitas Indonesia, Jakarta.
Murtiningtyas, S. 2016. Uji Bakteri Escherichia coli pada Minuman Susu Kedelai
dari Beberapa Penjual Susu Kedelai di Kota Surakarta.
http://eprints.ums.ac.id/42439/1/10.%20NASKAH%20PUBLIKASI.pdf.
Diakses 31 Agustus 2016.
Olyvia, O. D. 2012. Analisis Mikrobiologi Produk Pangan.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34631/5/Chapter%20I.pdf.
Diakses 1 September 2016.
Rakasiwi, M. 2010. Jus Mangga Segar dan Nikmat.
https://www.academia.edu/10609074/Pure_mangga. Diakses 30 Agustus
2008.
Rakhmawati, A. 2012. Aspek Mikrobiologis Pengemasan Makanan.
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/anna-rakhmawati-
ssimsi/ppm-2012-pengemasan.pdf. Diakses 29 Agustus 2016.
Rakhmawati, A. 2013. Mikroorganisme Kontaminan pada Buah.
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/anna-rakhmawati-
ssimsi/ppm-2013-buah.pdf. Diakses 31 AGustus 2016.
Ramayulis, R. 2014. Slim is Easy. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sapers, G.M. 2001. Efficacy of Washing and Sanitizing Methods, Food Technol.
Biotechnol Journal 39(4): 305–311.
Soeparman dan Suparmin. 2002. Pembuangan Tinja & Limbah Cair (Suatu
Pengantar). Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Surono, I. S., Sudibyo, A., dan Waspodo, P. 2016. Pengantar Keamanan Pangan
untuk Industri Pangan. Deepublish, Sleman.
Sutton, S. 2010. The Most Probable Number Method and Its Uses in Enumeration,
Qualification, and Validation. Journal of Validation Technology 16(3):35-
37.
Ulfiana, R., Mahasri, G., dan Suprapto, H. 2012. Tingkat Kejadian Akromonasis
pada Ikan Koi (Cyprinus carpio carpio) yang Terinfeksi Myxobolus koi
pada Derajat Infeksi yang Berbeda. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan
4(2): 169-174.
Volk, W. A. dan Wheeler, M. F. 1993 Mikrobiologi Dasar. Erlangga, Jakarta.
Waluyo, L. 2004. Mikrobiologi Umum. Universitas Muhammadiyah Malang
Press, Malang.
Yahya, R. 2012. Karakteristik Mikrobiologis dan Aktivitas Antimikrobia Susu
Kuda Fermentasi KOumiss terhadap Salmonella typhimurium dan
Mycobacterium tubercolosis. Naskah Skripsi S-1. Fakultas Peternakan, IPB,
Bogor.
Yarsih, F. 2011. Makalah Mikrobiologi Terapan tentang Mikrobiologi Industri.
https://www.academia.edu/11849493/Makalah_Mikriobiologi_Terapan_Ten
tang_Mikrobiologi_Industri. Diakses 30 Agustus 2016.
LAMPIRAN

∑𝑐
ALT =
[ [(1𝑥𝑁1 )+(0,1𝑥𝑁2 )]𝑥 𝑑]

Keterangan rumus :
∑ 𝑐 : Jumlah koloni dari setiap cawan petri.
N1 : Jumlah cawan petri dari pengenceran pertama yang dihitung.
N2 : Jumlah cawan petri dari pengenceran kedua yang dihitung.
d : Pengenceran pertama yang dihitung.
A. Susu Kedelai
1. 24 jam
34+46+182
ALT =
[ [(1𝑥1)+(0,1𝑥1)+(0,01𝑥1)]𝑥 10−3 ]
262
=
1,11 𝑥 10−3
= 236036,036 = 2,36x105CFU/mL
2. 48 jam
168+213+48+50
ALT =
[ [(1𝑥1)+(0,1𝑥1)+(0,01𝑥2)]𝑥 10−3 ]
= 427678,5714 = 4,28x105CFU/mL
B. Jus Mangga
1. 24 jam
37
ALT =
[ [(1𝑥1)]𝑥 10−4 ]
37
=
10−4
= 3,7x105CFU/mL
2. 48 jam
58
ALT =
[ [(1𝑥1)]𝑥 10−4 ]
= 5,8x105CFU/mL
B. Gambar

a b

Gambar 1. Hasil Pengamatan Cawan Petri Kontrol Susu Kedelai Pengulangan


Kedua pada Inkubasi 24 jam (a) dan 48 jam (b) (Sumber : Dokumentasi Pribadi,
2016)
a b

Gambar 2. Hasil Pengamatan Cawan Petri Pengenceran 10-3 Susu Kedelai


Pengulangan Kedua pada Inkubasi 24 jam (a) dan 48 jam (b) (Sumber :
Dokumentasi Pribadi, 2016)
a b

Gambar 3. Hasil Pengamatan Cawan Petri Pengenceran 10-4 Susu Kedelai


Pengulangan Kedua pada Inkubasi 24 jam (a) dan 48 jam (b) (Sumber :
Dokumentasi Pribadi, 2016)
a b

Gambar 4. Hasil Pengamatan Cawan Petri Pengenceran 10-5 Susu Kedelai


Pengulangan Kedua pada Inkubasi 24 jam (a) dan 48 jam (b) (Sumber :
Dokumentasi Pribadi, 2016)

Anda mungkin juga menyukai