Anda di halaman 1dari 14

THEORY THE HUMAN FACTORS ANALYSIS

AND CLASSIFICATION SYSTEM (HFACS)


DOSEN PEMBIMBING : Ahmad Husaini, SKM. M,Kes

DISUSUN OLEH :

MEISYE HERLEN SELFIA

(1713201019)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HARAPAN IBU JAMBI

T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia
dan rahmat Nya, saya dapat menyusun MAKALAH yang berjudul “THEORY
THE HUMAN FACTORS ANALYSIS AND CLASSIFICATION SYSTEM
(HFACS)” dengan lancar.

Rasa terima kasih saya tidak terkirakan kepada yang terhormat bapak AHMAD
HUSAINI Selaku pembimbing materi dalam pembuatan makalah ini,serta semua
pihak yang telah mendukung dalam penyusunan makalah ini. Harapan saya bahwa
makalah ini dapat bermamfaat bagi para pembaca untuk menambah wawasan dan
pengetahuan.

saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dengan keterbatasan
yang saya miliki tegur sapa dari pembaca akan saya terima dengan tangan terbuka
demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini.

Jambi, 06 Januari 2021

Penulis

MEISYE HERLEN SELFIA


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kemajuan teknologi yang sangat pesat belakangan ini menyebabkan
keselamatan di penerbangan semakin meningkat, tetapi hal tersebut
menimbulkan pertanyaan kepada keselamatan penerbangan: “Mengapa
pesawat mengalami kecelakaan?”. Jawabannya tidak semudah yang
dibayangkan. Pada awal masa penerbangan digunakan, kecelakaan
dikarenakan oleh pesawat itu sendiri baik dari desainnya yang salah maupun
kesalahan dari manufaktur. Pada masa sekarang kecelakaan lebih banyak
disebabkan oleh manusia yaitu pada kru penerbangan baik pilot, kru
pemeliharaan, menara pengawas (air traffic control) (Mason. 1993; dikutip
dari Murray, 1997).
Kecelakaan penerbangan tidak hanya disebabkan oleh satu penyebab saja
atau bahkan oleh satu orang saja (Heinrich, Peterson, dan Roos, 1980).
Kecelakaan ini merupakan hasil akhir dari banyak penyebab, dengan
penyebab akhirnya adalah tindakan yang tidak aman oleh kru penerbangan
(Reason, 1990; Shappell & Wiegmann, 1997a; Heinrich, Peterson, & Roos,
1980; Bird, 1974). Untuk itu perlu adanya suatu metode yang membantu
penyelidik melakukan penyelidikan terhadap kecelakaan sehingga penyebab
yang sama tidak terulang di kemudian harinya.
Pada saat menggunakan model human factors, penyelidik harus
mengaplikasikan model kepada 3 area utama yaitu: lingkungan, individu, dan
kejadian atau kecelakaan. Kru yang mengalami kecelakaan (pilot, kru
penerbangan, teknisi, dan lainnya) bereaksi terhadap lingkungan dimana
mereka terekspos. Faktor lingkungan tidak hanya melingkupi lingkungan fisik
dimana anggota kru terekspos dan juga lingkungan organisasi dan pengawasan
serta lingkungan fisik dan teknologi yang menyebabkan tindakan yang tidak
aman terjadi. Faktorfaktor individu melingkupi tindakan tidak aman, tindakan-
tindakan yang dilakukan sebelumnya sehingga tindakan tidak aman terjadi,
serta faktor pengawasan. Kecelakaan dapat disebabkan karena kesalahan aktif
dan kesalahan pasif yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi
kesalahan aktif terjadi.
Ketika menggunakan model yang akan dibahas secara rinci dibawah,
penyelidik harus mengasumsikan bahwa kesalahan dapat berarti beberapa hal
(DOD US, 2005):
1. Kesalahan sebagai kegagalan itu sendiri. Sebagai contoh: pengambilan
keputusan yang salah oleh teknisi (keputusan, persepsi atau kesalahan
akibat kemampuan/keterampilan dasar).
2. Kesalahan sebagai penyebab terjadi kegagalan. Kejadian ini diakibatkan
karena kesalahan manusia (misal, kegagalan dalam memberikan
bimbingan, petunjuk, pedoman).
3. Kesalahan sebagai suatu proses, lebih spesifik kepada kesalahan tidak
menjalankan prosedur (prosedur rutin, prosedur istimewa, disengaja
maupun tidak disengaja).
1.2 Rumusan Masalah
1. Sejarah human factor analysis and classification
2. Definisi human factor analysis and classification
3. Perbedaan kerangka HFACS di penerbangan dan pertambngan
4. Lima tingkat kegagalan menurut HFACS model reason
1.3 Tujuan
untuk mengetahui theory the human factors analysis and classification system
(hfacs)
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Human Factor Analysis and Classification


1. Coleman dan Kerkering 2007, Industri pertambangan mencapai
keberhasilan tertinggi dan memeiliki profesi risiko yang tertinggi pula.
2. Poplin et al, 2008 di AS Industri pertambangan memiliki tingkat kematian
tertinggi kedua
3. Mitchell et al, 1998, pekerja sering terpapar hazard-hazard berbahaya
dalam pekerjaan
4. Rushworth et al 1999, studi oleh biro pertambangan AS menemukan
bahwa hamper 85% dari semua kecelakaan pertambangan diidentifikasi
kesalahan manusia sebagai factor kausal
5. Dekker 2002, pendekatan manusia diambil untuk mengidentifikasi factor
yang berkontribusi. Pendekatan ini berfokus pada tindakan tidak aman dari
pekerja yang terlibat dengan peristiwa yang merugikan
2.2 Definisi Human Factor Analysis and Classification
The Human Factor Analysis Classification System (HFACS) secara sfesifik
dibangun untuk mendefinisikan kegagalan laten dan aktif yang termaksud
dalam model “swiss cheese” reason, maka dapat digunakan untuk investigasi
kecelakaan dan alat analisis (shappell dan wiegmann,
1997,1998,1999,2000,2001).
Menurut reason (1990), kegagalan aktif ialah suatu tindakan atau kelembanan
seorang operator yang diyakini sebagai penyebab kecelakaan (mishap).
Kegagalan laten adalah kondisi error yang ada dalam suatu oerganisasi atau
dimana pun pada komando rantai pengawasan yang dapat menyebabkan efek
urutan tragis dari suatu kecelakaan yang sulit diprediksi.
HFACS mendeskripsikan empat tingkat kegagalan yang masing-masing sesuai
dengan salah satu empat lapisan yang terkanding dari model reason. Hal ini
meliputi :
1. Perilaku tidak aman (unsafe acts)
2. Pra-kondisi perilaku tidak aman (preconditions for unsafe acts)
3. Pengawasan yang tidak aman (unsafe supervision)
4. Pengaruh organisasi (organizational influences)
2.3 Lima Tingkat Kegagalan Menurut HFACS Model Reason
2.3.1 Perilaku Tidak Selamat unsafe acts)
Tindakan tidak aman merupakan faktor yang biasanya menyebabkan
terjadinya kecelakaan, dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kesalahan
aktif yang dilakukan oleh teknisi (operator) yang mengakibatkan situasi
atau kejadian yang tidak aman. Kesalahan dan kegagalan akibat tindakan
tidak aman terbagi atas 2 level yaitu Errors (Kesalahan) dan Violations
(Pelanggaran).
Kesalahan merupakan faktor penyebab terjadinya kecelakaan ketika
kegiatan fisik atau mental dari operator gagal dalam memperoleh hasil
yang diinginkan dikarenakan kesalahan pada tindakan pengambilan
keputusan, kemampuan mendasar, kesalahan persepsi yang menyebabkan
terjadinya tindakan yang tidak aman. Kesalahan adalah suatu tindakan
yang tidak disengaja. Kesalahan diklasifikasikan kedalam 3 tipe yaitu:
Decision Errors (Kesalahan pada Pengambilan Keputusan), Skill-Based
Errors (Kesalahan Diakibatkan oleh Kemampuan Mendasar), Perceptual
Errors (Kesalahan Persepsi). Menggunakan metode ini, hal pertama yang
dilakukan oleh penyelidik adalah apakah yang melakukan kesalahan
adalah individu atau tim. Penyelidik kemudian memutuskan apakah
kesalahan atau pelanggaran yang terjadi.

a. Decision Errors (Kesalahan pada Pengambilan Keputusan) Merupakan


salah satu faktor penyebab terjadinya kecelakaan jika perilaku dan
tindakan dari satu individu bertindak sebagaimana yang diinginkan
namun memilih rencana (mengambil keputusan yang salah) untuk
mencapai tujuan yang berakhir pada tindakan yang tidak aman.

b. Skill-Based Errors (Kesalahan Diakibatkan oleh Kemampuan


Mendasar) Merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya
kecelakaan jika kesalahan terjadi dikarenakan tindakan rutin operator,
tugas yang sesuai prosedur membutuhkan keahlian tinggi, pelatihan
atau kecakapan dan keahlian yang berujung pada tindakan yang tidak
aman. Kesalahan ini merupakan perilaku yang tidak disengaja.

c. Perceptual Errors (Kesalahan Persepsi) Merupakan salah satu faktor


penyebab terjadinya kecelakaan jika persepsi terhadap suatu objek,
ancaman atau situasi (visual, pendengaran, ilusi visual, disorientasi
spasial) yang berakhir dengan terjadinya kesalahan manusia.
Pelanggaran merupakan faktor penyebab terjadinya kecelakaan ketika
tindakan operator melanggar aturan (regulasi) dan instruksi yang berujung
pada tindakan yang tidak aman. Tidak seperti kesalahan, pelanggaran
merupakan perilaku atau tindakan yang disengaja.
a. Routine (Pelanggaran Bersifat Rutin) Merupakan salah satu faktor
penyebab terjadinya kecelakaan ketika dilakukan cenderung
merupakan kebiasaan dan biasanya pelanggaran ini oleh pihak yang
berwenang selalu ditolerir.
b. Exceptional (Pelanggaran Bersifat Tidak Biasa) Merupakan salah satu
faktor penyebab terjadinya kecelakaan ketika diakibatkan terisolasinya
dari otoritas namun pelanggaran ini tidak selalu terjadi dan jika
ketahuan tidak akan ditolerir oleh pihak manajemen.
2.3.2 Pra Kondisi untuk Prilaku Tidak Selamat (preconditions for unsafe
acts)
Kondisi tertentu yang menyebabkan terjadinya tindakan yang tidak aman
merupakan penyebab terjadinya kecelakaan jika kondisi tertentu baik aktif
maupun pasif seperti kondisi operator, lingkungan, faktor-faktor personel
yang berpengaruh pada pelatihan, kondisi atau tindakan individu yang
berakhir pada kesalahan manusia dan tindakan tidak aman.
Faktor lingkungan merupakan faktor penyebab terjadinya kecelakaan jika
faktorfaktor fisik dan teknologi mempengaruhi pelatihan, kondisi dan
tindakan individu dan berefek pada kesalahan manusia atau situasi yang
tidak aman. Faktor lingkungan meliputi:
a. Physical Environment (Lingkungan Fisik) Merupakan salah satu faktor
penyebab terjadinya kecelakaan jika fenomena lingkungan seperti
cuaca, iklim, getaran, kebisingan, dan lainnya mempengaruhi tindakan
seseorang dan berefek pada kesalahan manusia atau tindakan yang
tidak aman.
b. Technological Environment (Lingkungan Teknologi) Merupakan salah
satu faktor penyebab terjadinya kecelakaan ketika
kokpit/kendaraan/ruangan kerja atau otomasi mempengaruhi tindakan
seseorang dan berefek pada kesalahan manusia atau tindakan yang
tidak aman.
Kondisi dari operator merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya
kecelakaan jika situasi seperti: perilaku psikis, keadaan fisik yang tidak
sehat, keterbatasan fisik atau mental, dan lainnya yang berefek pada
kesalahan manusia atau situasi yang tidak aman. Kondisi-kondisi ini antara
lain:
a. Adverse Mental States (Tingkat Keadaan Mental) Merupakan salah
satu faktor penyebab terjadinya kecelakaan yaitu sifat dari kepribadian
seseorang dan sikap yang merusak seperti terlalu percaya diri,
kepuasan terhadap diri sendiri, dan motivasi yang salah tempat. Jika
seseorang individu mengalami kelelahan mental niscaya kesalahan
yang mungkin terjadi akan semakin besar serta terlalu percaya diri dan
sikap negatf lainnya seperti kesombongan dan impulsif akan
mengakibatkan terjadinya pelanggaran.
b. Adverse Physicological States (Tingkat Keadaan Fisik) Merupakan
salah satu faktor penyebab terjadinya kecelakaan ketika seorang
individu mengalami suatu kejadian yang berhubungan dengan fisiknya
(kelelahan fisik, kondisi tidak normal dan lainnya) sehingga berefek
pada kesalahan manusia atau tindakan yang tidak aman.
c. Physical/Mental Limitations (Keterbatasan Fisik atau Mental)
Merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kecelakaan ketika
seseorang individu tidak dapat menyelesaikan misi karena
keterbatasannya. Hal ini sering terjadi, namun tidak selalu,
keterbatasan ini membuat seseorang tidak kompatibel untuk
mengoperasikan sesuatu objek. Seperti seseorang individu tidak
memiliki kekuatan fisik untuk mengoperasikan pesawat pada
lingkungan gravitasi yang tinggi atau karena keterbatasan fisik
antropomentri tidak dapat menjangkau kendali pesawat dikarenakan
kokpit tidak didesain untuk semua bentuk, ukuran, kemampuan fisikal
semua individu.
Faktor personal merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya
kecelakaan jika kesiapan sesorang dan kerja sama tim (CRM) yang buruk
berefek pada kesalahan manusia atau situasi yang tidak aman. Faktor
personal terbagi menjadi 2 bagian:
a. Crew Resource Management (Manajemen Sumber Daya Manusia)
Merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kecelakaan jika
koordinasi/komunikasi/perencanaan adalah penyebab kecelakaan
dimana interaksi antara individu, kru, dan tim pada saat proses
penyiapan dan pelaksanaan sebuah misi mengakibatkan pada
kesalahan manusia atau tindakan yang tidak aman.
b. Personnel Readiness (Kesiapan Personal) Merupakan salah satu faktor
penyebab terjadinya kecelakaan jika operator tidak mematuhi
peraturan dan instruksi yang menentukan bagaimana kesiapan individu
dalam bekerja atau gagal mempersiapkan diri baik secara mental
maupun fisik untuk melaksanakan pekerjaan.
2.3.3 Kepemimpinan yang Tidak Selamat (unsafe leadership)
Kesalahan pada pengawasan yang menyebabkan terjadinya tindakan yang
tidak aman. Jika suatu kecelakaan terjadi dan penyelidik melakukan
penyelidikan seringkali penyelidikan berujung kepada pengawasan buruk
yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan.
Kesalahan pada pengawasan terbagi menjadi 4 faktor yaitu:
a. Inadequate Supervision (Pengawasan yang tidak memadai)
merupakan sesuatu yang bergantung kepada pengawas dalam
menyediakan segala sesuatu sehingga tujuan dapat tercapai dengan
baik. Untuk mencapai tujuan tersebut, pengawas harus
menyediakan proses seperti: bimbingan yang baik, kesempatan
melakukan pelatihan, kepemimpinan, motivasi, dan berfungsi
sebagai panutan yang baik bagi bawahan. Kondisi ini adalah
kondisi idealnya namun seringkali kondisi ini tidak tercapai.
Seperti tidak adanya pelatihan dan penerapan CRM yang baik dan
membuat kemampuan koordinasi tim terganggu dan jika
dihadapkan pada kondisi tertentu (emergensi) kemungkinan
terjadinya kesalahan akan semakin tinggi. Contoh lainnya adalah
gagal dalam menemukenali bahaya, mengenali dan mengendalikan
resiko jika terjadi, gagal dalam memberikan bimbingan, pelatihan
yang berefek pada kesalahan manusia atau situasi yang tidak aman.
b. Planned Inappropriate Operations (Pengoperasian yang tidak
terencana dengan baik) jika proses perencanaan yang tidak baik
dilaksanakan akan menyebabkan terganggunya performansi suatu
individu atau tim. Sebagai contoh lain adalah perencanaan yang
buruk pada pemasangan kru kokpit. Pemasangan pilot senior
dengan pilot junior (yang baru lulus proses pelatihan) mungkin
akan mengalami permasalahan pada proses komunikasi dan
kerjasama. Ketika menghadapi suatu permasalahan, kemungkinan
usulan pendapat pilot junior dalam mengatasi permasalah itu sering
diabaikan oleh pilot senior dikarenakan pilot senior menganggap
pilot junior belum memiliki pengalaman dalam menghadapi
kondisi tersebut. Kondisi ini nantinya akan menyebabkan
terjadinya situasi yang berujung pada kesalahan manusia.
c. Failed to Correct Problem (Gagal menyelesaikan permasalahan
yang telah diketahui) adalah suatu permasalahan pada individu,
peralatan, pelatihan dan hal-hal yang berhubungan dengan faktor-
faktor keselamatan yang sudah diketahui namun diabaikan oleh
pengawas. Sebagai contoh adalah supervisor mengetahui bahwa
pilot berada dalam kondisi tidak layak terbang dan masih tetap
mengizinkan untuk terbang, pengawas jelas-jelas bertindak dan
tidak memikirkan keselamatan pilot.
d. Supervisory Violations (Pelanggaran pada proses pengawasan)
merupakan pelanggaran ketika pengawas dengan sengaja
mengabaikan peraturan dan regulasi. Sebagai contoh pengawas
menugaskan seseorang yang tidak memiliki kredibilitas dan
kualifikasi dalam menjalankan tugas tersebut. Hal ini kemungkinan
besar akan menyebabkan terjadinya tindakan yang tidak aman.
2.3.4 Pengaruh Organisasi (oerganizational influences)
Keputusan yang salah dari pihak manajemen tingkat atas akan
mempengaruhi secara langsung pada praktek pengawasan juga kepada
kondisi dan tindakan operator/teknisi. Kesalahan pasif namun berpengaruh
secara langsung ke tindakan dan perilaku operator sebagai penyebab
kesalahan aktif terbagi menjadi 3 sub level yaitu:
a. Resource Management (Manajemen sumber daya) merupakan kategori
yang mengacu pada manajemen, dan alokasi dan pemeliharaan sumber
daya perusahaan baik manusia, keuangan, peralatan dan fasilitas. Pada
saat perusahaan mengalami keuntungan, target perusahaan dan target
keselamatan dapat diseimbangkan tetapi ketika perusahaan mengalami
kesulitan keuangan umumnya yang dikorbankan adalah keselamatan
dan keamanan. Jika pemotongan ini terlalu signifikan maka akan
member ancaman pada penerbangan dan pilot dengan pemotongan
biaya pada pelatihan, peralatan-peralatan yang digunakan,
pemeliharaan pesawat, dan lainnya. Pemotongan biaya juga akan
mengurangi pendanaan untuk pembelian peralatan baru bahkan
membeli peralatan murah yang tidak sesuai dengan pesawat yang
dioperasikan. Kesalahan pada pengurusan manajemen sumber daya
baik langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi terjadi
tindakan tidak aman.
b. Organizational Climate (Iklim dan budaya organisasi) mengacu pada
variabelvariabel organisasi yang mempengaruhi kinerja pekerja. Secara
umum, didefinisikan sebagai situasi yang menentukan perlakuan
organisasi terhadap seseorang individu. Iklim organisasi dapat dilihat
sebagai atmosfer pekerjaan pada suatu organisasi. Contohnya adalah
tingkat komando perusahaan, wewenang dan tanggung jawab, saluran
komunikasi, dan akuntabilitas formal dalam bertindak. Jika pihak
managemen dan staf dalam suatu organisasi tidak saling
berkomunikasi, atau tidak mengetahui siapa yang memegang
pimpinan, keamanan dari organisasi akan terancam dan kecelakaan
akan terjadi. Salah satu cara untuk mengukur iklim organisasi adalah
kebijakan dan budaya organisasi. Kebijakan berkenaan dengan
mempekerjakan dan memecat pekerja, promosi, menaikkan gaji, cuti,
karir, obat-obatan dan alcohol, lembur, dan penggunaan perlengkapan
dan peralatan keamanan. Budaya disatu sisi mengacu kepada peraturan
yang tidak tertulis, penilaian, perilaku, kepercayaan, dan kebiasaan
yang berlaku pada organisasi.
c. Organizational Process (Proses operational organisasi)
merepresentasikan keputusan dan peraturan perusahaan yang
menentukan kegiatan sehari-hari dari sebuah organisasi. Meliputi
penetapan dan penggunaan stardar prosedur pengoperasian dan metode
formal untuk mempertahankan pemeriksaan dan keseimbangan antara
pekerja dan manajemen. Sebagai contoh, beberapa faktor seperti
kecepatan pengoperasian, jadwal pekerjaan dan lainnya yang
mempengaruhi keamanan.
2.3.5 Faktor Luar (outside factor)
Factor regulasi (pengaruh peraturan dan kebijakan pemerintah terhadap
kesehatan masyarakat) keggan
 Mengambil tindakan terkait risiko keselamatan inspektur tidak
berpengalaman
 Regulasi tidak memadai
 Inspeksi yang jarang
 Regulasi tidak jelas
Factor lain (pengaruh tekanan luar termaksuk ekonomi dan social terhadap
kesehatan dan keselamatan)
 Tekanan ekonomi
 Tekanan / ketakutan hokum
 Tenaga kerja yang menua
 Kewajiban social
 Pengaruh lingkungan
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari 53 kecelakaan yang diteliti, factor manusia terlibat sebagai penyebab
kecelakaan dalam 45 kecelakan dengan kata lain 84,91%. Dari
kecelakakaan yang di teliti yang melibatkan factor manusia sebagai
penyebab kecelakaan. Presentase lapisan HFACS yang terlihat di dalam
kecelakaan penerbanagan yang diteliti adalah level precondition for unsafe
acts (34%), unsafe acts (32%), organizational influences (19%) dan unsafe
supervision (15%).
Dari pembahasan tentang pengaruh human factor maka dapat ditarik
kesimpulannya bahwa pengaruh human pengaruh human factor sebagai
berikut :
1. Human factor dapat mencegah terjadinya accident dan incident yang
ditimbulkan oleh manusia
2. Human factor dapat meningkatkan efektifitas dan efesiensi terhadap
aktivitas yang dilakukan di penerbangan.
3. Human factor dapat meningkatkan keamanan dan kenyamanan di
dunia pernerbangan.
3.2 Saran
Dari kecelakaan yang terjadi sebaiknya lebih berhati-hati lagi dan lebih
memperthatikan semua prlengkapan apakah sudah aman atau belom
supaya tidak terjadi kecelakaaan lagi.
DAFTAR PUSTAKA

M.Patterson, Jessica, scott A. shappell,2010, operator error and system


deficiencies: analysis of 508 mining incidents and accidents from
Queensland, Australia using HFACS, industrial engineering department,
Clemson university, 110 freeman hall, Clemson, sc 29634, united states,
vol. 42, available from : sciene direct.

Bird, F. (1974). Management guide to loss control.Atlanta, GA: instate press

Anda mungkin juga menyukai