Anda di halaman 1dari 14

HUMAN FACTORS ANALYSIS AND CLASSIFICATION SYSTEM (HFACS)

PENDAHULUAN
Kemajuan teknologi yang sangat pesat belakangan ini menyebabkan keselamatan di
penerbangan semakin meningkat, tetapi hal tersebut menimbulkan pertanyaan kepada
keselamatan penerbangan: Mengapa pesawat mengalami kecelakaan?. Jawabannya tidak
semudah yang dibayangkan. Pada awal masa penerbangan digunakan, kecelakaan
dikarenakan oleh pesawat itu sendiri baik dari desainnya yang salah maupun kesalahan dari
manufaktur. Pada masa sekarang kecelakaan lebih banyak disebabkan oleh manusia yaitu
pada kru penerbangan baik pilot, kru pemeliharaan, menara pengawas (air traffic control)
(Mason. 1993; dikutip dari Murray, 1997). Bahkan menurut penelitian oleh Shappell &
Wiegmann (1996) menghasilkan analisis bahwa 70 sampai 80 persen kecelakaan
penerbangan dapat disebabkan oleh kesalahan manusia (human error).
Kecelakaan penerbangan tidak hanya disebabkan oleh satu penyebab saja atau bahkan
oleh satu orang saja (Heinrich, Peterson, dan Roos, 1980). Kecelakaan ini merupakan hasil
akhir dari banyak penyebab, dengan penyebab akhirnya adalah tindakan yang tidak aman
oleh kru penerbangan (Reason, 1990; Shappell & Wiegmann, 1997a; Heinrich, Peterson, &
Roos, 1980; Bird, 1974). Untuk itu perlu adanya suatu metode yang membantu penyelidik
melakukan penyelidikan terhadap kecelakaan sehingga penyebab yang sama tidak terulang di
kemudian harinya.
Pada saat menggunakan model human factors, penyelidik harus mengaplikasikan
model kepada 3 area utama yaitu: lingkungan, individu, dan kejadian atau kecelakaan. Kru
yang mengalami kecelakaan (pilot, kru penerbangan, teknisi, dan lainnya) bereaksi terhadap
lingkungan dimana mereka terekspos. Faktor lingkungan tidak hanya melingkupi lingkungan
fisik dimana anggota kru terekspos dan juga lingkungan organisasi dan pengawasan serta
lingkungan fisik dan teknologi yang menyebabkan tindakan yang tidak aman terjadi. Faktorfaktor individu melingkupi tindakan tidak aman, tindakan-tindakan yang dilakukan
sebelumnya sehingga tindakan tidak aman terjadi, serta faktor pengawasan. Kecelakaan dapat
disebabkan karena kesalahan aktif dan kesalahan pasif yang secara tidak langsung dapat
mempengaruhi kesalahan aktif terjadi.
Ketika menggunakan model yang akan dibahas secara rinci dibawah, penyelidik harus
mengasumsikan bahwa kesalahan dapat berarti beberapa hal (DOD US, 2005):
Kesalahan sebagai kegagalan itu sendiri. Sebagai contoh: pengambilan keputusan
yang salah oleh teknisi (keputusan, persepsi atau kesalahan akibat
kemampuan/keterampilan dasar).
Kesalahan sebagai penyebab terjadi kegagalan. Kejadian ini diakibatkan karena
kesalahan manusia (misal, kegagalan dalam memberikan bimbingan, petunjuk,
pedoman).
Kesalahan sebagai suatu proses, lebih spesifik kepada kesalahan tidak menjalankan
prosedur (prosedur rutin, prosedur istimewa, disengaja maupun tidak disengaja).
Bagian ini membahas mengenai teori Swiss Cheese Model James Reason yang
dikembangkan oleh Shappell dan Wiegmann menjadi HFACS, pembahasan HFACS secara
terperinci (level dan sub level pada HFACS beserta contoh-contohnya) dan perancangan kode
sebagai panduan penggunaan HFACS.
Reasons Swiss Cheese Model of Human Error

Model ini merupakan suatu alat untuk membantu menginvestigasi human error yang
diusulkan dan diajukan oleh James Reason pada tahun 1990 dengan nama Swiss Cheese.
Model ini diklasifikasikan menjadi 4 kategori yang dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini.

Gambar 1. Swiss Cheese Model of Human Error Caustion (Reason, 1997)


Kategori pertama dari model ini adalah Unsafe Acts of Operators (tindakan tidak
aman oleh operator) yang menyebabkan terjadinya kecelakaan. Lebih sering disebut
kesalahan oleh pilot, kru penerbangan, teknisi dan lainnya. Pada level ini penyelidik
memfokuskan investigasi dan banyak penyebab kecelakaan terbesar dan muncul ke
permukaan serta tindakan kru penerbangan secara langsung berhubungan dengan kecelakaan.
Sebagai contoh kegagalan dalam melakukan pemeriksaan terhadap Instrument
Meteorological Conditions (IMC), checklist, dan lainnya. Merepresentasikan sebagai salah
satu dari lubang kesalahan, kegagalan aktif ini merupakan tindakan tidak aman yang
dilakukan oleh kru penerbangan.
Alasan mengapa Swiss Cheese Model merupakan model yang berguna dalam
membantu menginvestigasi kecelakaan karena model ini memaksa penyelidik untuk
memeriksa dan menginvestigasi kegagalan pasif yang menyebabkan terjadinya kecelakaan.
Kegagalan pasif berkebalikan dari kegagalan aktif yang mungkin tidak terdeteksi selama
berhari-hari, minggu bahkan tahunan sampai akhirnya kegagalan ini mempengaruhi
terjadinya kegagalan aktif yang dilakukan oleh kru penerbangan.
Berdasarkan konsep kegagalan pasif, Reason menjelaskan 3 level dari kesalahan
manusia. Seperti yang terlihat pada Gambar 1 kegagalan pasif yang dapat menyebabkan
kecelakaan adalah Preconditions for Unsafe Acts (kondisi tertentu yang mengakibatkan
kegiatan yang tidak aman), contohnya meliputi kondisi kelelahan mental (mental fatique),
komunikasi dan kerjasama yang buruk yang masuk kedalam manajemen sumber daya
manusia (Crew Resource Management/CRM). Kelelahan dapat menyebabkan kru membuat
kesalahan dalam berkomunikasi dan bekerjasama untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan
orang lain baik didalam kokpit maupun pihak luar seperti petugas menara pengawas, kru
pemeliharaan, dan lainnya sehingga menghasilkan keputusan yang buruk dan mengakibatkan
terjadinya kesalahan sebagai hasilnya.
Praktek CRM yang buruk dapat ditemukan pada level Unsafe Supervision
(pengawasan yang buruk), merupakan tingkat ke-3 dari kesalahan manusia. Sebagai contoh, 2
pilot yang tidak berpengalaman dan mungkin dibawah rata-rata dipasangkan pada
penerbangan dengan kondisi cuaca buruk pada malam hari, kemungkinan kecelakaan terjadi

akibat proses ini sangat tinggi. Jika hal ini dipasangkan dengan buruknya kualitas pelatihan
CRM, maka kemungkinan kesalahan komunikasi dan kesalahan kru penerbangan akan
semakin tinggi dan memburuk.
Model Reason juga membahas organisasi pada level kesalahannya. Kesalahan pada
level ini juga dapat mengakibatkan dampak performansi pada setiap level dibawahnya.
Sebagai contoh pada saat perusahaan mengalami kesulitan keuangan, pendanaan terhadap
pelatihan penerbangan akan dibatasi. Pengawas mau tidak mau menugaskan pilot dan kru
dengan tugas yang kompleks. Dengan ketidakadaan CRM membuat kegagalan komunikasi
dan kerjasama sebagai akibat yang mempengaruhi kepada kondisi tertentu yang akhirnya
menyebabkan tindakan tidak aman serta mempengaruhi performansi kru dan persentase
kesalahan menjadi tinggi.
Oleh karena itu penyelidik harus mengetahui apa saja yang dapat mengkibatkan
terjadinya kesalahan atau lubang pada Swiss Cheese sehingga hal tersebut dapat
diidentifikasi selama penyelidikan bahkan dapat dideteksi dan dikoreksi sebelum kecelakaan
tersebut terjadi.
The Human Factors Analysis and Classification System
Berdasarkan model James Reason (1990) mengenai konsep kegagalan aktif dan
kegagalan pasif, HFACS membagi menjadi 4 faktor yaitu: Unsafe Acts (tindakan tidak aman),
Preconditions for Unsafe Acts (kondisi tertentu yang menyebabkan tindakan tidak aman),
Unsafe Supervision (pengawasan yang buruk), Organizational Influences (pengaruh
organisasi). Model HFACS dapat dilihat pada Gambar 2 dibawah beserta penjelasan secara
terperinci mengenai masing-masing level dan contohnya tindakan pada masing-masing sub
level HFACS.

Gambar 2. Kerangka dan Susunan HFACS (Wiegmann and Shappel, 2001)


1. Unsafe Acts
Tindakan tidak aman merupakan faktor yang biasanya menyebabkan terjadinya
kecelakaan, dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kesalahan aktif yang dilakukan
oleh teknisi (operator) yang mengakibatkan situasi atau kejadian yang tidak aman.
Kesalahan dan kegagalan akibat tindakan tidak aman terbagi atas 2 level yaitu Errors
(Kesalahan) dan Violations (Pelanggaran). Unsafe Acts dapat dilihat pada Gambar 3
dibawah.

Gambar 3. Categories of Unsafe Acts (Wiegmann and Shappel, 2001)


Tindakan tidak aman (Unsafe Acts) oleh operator/teknisi dibagi menjadi 2 sub level
yaitu Kesalahan (Errors) dan Pelanggaran (Violations). Masing-masing kesalahan dan
pelanggaran dibagi menjadi sub level yang lebih kecil.
Kesalahan merupakan faktor penyebab terjadinya kecelakaan ketika kegiatan fisik
atau mental dari operator gagal dalam memperoleh hasil yang diinginkan dikarenakan
kesalahan pada tindakan pengambilan keputusan, kemampuan mendasar, kesalahan persepsi
yang menyebabkan terjadinya tindakan yang tidak aman. Kesalahan adalah suatu tindakan
yang tidak disengaja. Kesalahan diklasifikasikan kedalam 3 tipe yaitu: Decision Errors
(Kesalahan pada Pengambilan Keputusan), Skill-Based Errors (Kesalahan Diakibatkan oleh
Kemampuan Mendasar), Perceptual Errors (Kesalahan Persepsi). Menggunakan metode ini,
hal pertama yang dilakukan oleh penyelidik adalah apakah yang melakukan kesalahan adalah
individu atau tim. Penyelidik kemudian memutuskan apakah kesalahan atau pelanggaran
yang terjadi.
a. Decision Errors (Kesalahan pada Pengambilan Keputusan)
Merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kecelakaan jika perilaku dan
tindakan dari satu individu bertindak sebagaimana yang diinginkan namun memilih
rencana (mengambil keputusan yang salah) untuk mencapai tujuan yang berakhir pada
tindakan yang tidak aman.
b. Skill-Based Errors (Kesalahan Diakibatkan oleh Kemampuan Mendasar)
Merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kecelakaan jika kesalahan terjadi
dikarenakan tindakan rutin operator, tugas yang sesuai prosedur membutuhkan
keahlian tinggi, pelatihan atau kecakapan dan keahlian yang berujung pada tindakan
yang tidak aman. Kesalahan ini merupakan perilaku yang tidak disengaja.
c. Perceptual Errors (Kesalahan Persepsi)
Merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kecelakaan jika persepsi terhadap
suatu objek, ancaman atau situasi (visual, pendengaran, ilusi visual, disorientasi
spasial) yang berakhir dengan terjadinya kesalahan manusia.
Pelanggaran merupakan faktor penyebab terjadinya kecelakaan ketika tindakan
operator melanggar aturan (regulasi) dan instruksi yang berujung pada tindakan yang tidak
aman. Tidak seperti kesalahan, pelanggaran merupakan perilaku atau tindakan yang
disengaja.
a. Routine (Pelanggaran Bersifat Rutin)
Merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kecelakaan ketika dilakukan
cenderung merupakan kebiasaan dan biasanya pelanggaran ini oleh pihak yang
berwenang selalu ditolerir.

b. Exceptional (Pelanggaran Bersifat Tidak Biasa)


Merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kecelakaan ketika diakibatkan
terisolasinya dari otoritas namun pelanggaran ini tidak selalu terjadi dan jika ketahuan
tidak akan ditolerir oleh pihak manajemen.
Ketika seseorang individu dihadapkan oleh bukti pelanggaran yang dilakukan dan
diminta untuk menjelaskannya, biasanya individu tersebut memberikan penjelasan tidak
secara menyeluruh untuk menutupi pelanggaran yang dilakukannya. Jika pelanggaran yang
dilakukan terbongkar maka konsekuensi dari hal tersebut akan ditanggung tidak hanya oleh
pelaku namun akan dirasakan dampak oleh sekitarnya. Contoh tindakan tidak aman yang
dilakukan oleh operator dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2 dibawah ini.
Tabel 1. Tindakan Tidak Aman oleh Operator/Pilot (Wiegmann and Shappel, 2001)

Tabel 2. Tindakan Tidak Aman oleh Operator/Pilot (Wiegmann and Shappel, 2001)

2. Preconditions for Unsafe Acts


Kondisi tertentu yang menyebabkan terjadinya tindakan yang tidak aman merupakan
penyebab terjadinya kecelakaan jika kondisi tertentu baik aktif maupun pasif seperti
kondisi operator, lingkungan, faktor-faktor personel yang berpengaruh pada pelatihan,
kondisi atau tindakan individu yang berakhir pada kesalahan manusia dan tindakan
tidak aman. Kondisi tertentu yang menyebabkan terjadinya tindakan yang tidak aman
dapat dilihat pada Gambar 4 dibawah ini.

Gambar 4. Categories of Preconditions for Unsafe Acts (Wiegmann and Shappel, 2001)
Faktor lingkungan merupakan faktor penyebab terjadinya kecelakaan jika faktorfaktor fisik dan teknologi mempengaruhi pelatihan, kondisi dan tindakan individu dan
berefek pada kesalahan manusia atau situasi yang tidak aman. Faktor lingkungan meliputi:
a. Physical Environment (Lingkungan Fisik)
Merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kecelakaan jika fenomena
lingkungan seperti cuaca, iklim, getaran, kebisingan, dan lainnya mempengaruhi
tindakan seseorang dan berefek pada kesalahan manusia atau tindakan yang tidak
aman.
b. Technological Environment (Lingkungan Teknologi)
Merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kecelakaan ketika
kokpit/kendaraan/ruangan kerja atau otomasi mempengaruhi tindakan seseorang dan
berefek pada kesalahan manusia atau tindakan yang tidak aman.
Kondisi dari operator merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kecelakaan
jika situasi seperti: perilaku psikis, keadaan fisik yang tidak sehat, keterbatasan fisik atau
mental, dan lainnya yang berefek pada kesalahan manusia atau situasi yang tidak aman.
Kondisi-kondisi ini antara lain:
a. Adverse Mental States (Tingkat Keadaan Mental)
Merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kecelakaan yaitu sifat dari
kepribadian seseorang dan sikap yang merusak seperti terlalu percaya diri, kepuasan
terhadap diri sendiri, dan motivasi yang salah tempat. Jika seseorang individu
mengalami kelelahan mental niscaya kesalahan yang mungkin terjadi akan semakin
besar serta terlalu percaya diri dan sikap negatf lainnya seperti kesombongan dan
impulsif akan mengakibatkan terjadinya pelanggaran.
b. Adverse Physicological States (Tingkat Keadaan Fisik)
Merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kecelakaan ketika seorang individu
mengalami suatu kejadian yang berhubungan dengan fisiknya (kelelahan fisik, kondisi
tidak normal dan lainnya) sehingga berefek pada kesalahan manusia atau tindakan
yang tidak aman.
c. Physical/Mental Limitations (Keterbatasan Fisik atau Mental)
Merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kecelakaan ketika seseorang
individu tidak dapat menyelesaikan misi karena keterbatasannya. Hal ini sering
terjadi, namun tidak selalu, keterbatasan ini membuat seseorang tidak kompatibel
untuk mengoperasikan sesuatu objek. Seperti seseorang individu tidak memiliki
kekuatan fisik untuk mengoperasikan pesawat pada lingkungan gravitasi yang tinggi
atau karena keterbatasan fisik antropomentri tidak dapat menjangkau kendali pesawat
dikarenakan kokpit tidak didesain untuk semua bentuk, ukuran, kemampuan fisikal
semua individu.

Faktor personal merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kecelakaan jika
kesiapan sesorang dan kerja sama tim (CRM) yang buruk berefek pada kesalahan manusia
atau situasi yang tidak aman. Faktor personal terbagi menjadi 2 bagian:
a. Crew Resource Management (Manajemen Sumber Daya Manusia)
Merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kecelakaan jika
koordinasi/komunikasi/perencanaan adalah penyebab kecelakaan dimana interaksi
antara individu, kru, dan tim pada saat proses penyiapan dan pelaksanaan sebuah misi
mengakibatkan pada kesalahan manusia atau tindakan yang tidak aman.
b. Personnel Readiness (Kesiapan Personal)
Merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kecelakaan jika operator tidak
mematuhi peraturan dan instruksi yang menentukan bagaimana kesiapan individu
dalam bekerja atau gagal mempersiapkan diri baik secara mental maupun fisik untuk
melaksanakan pekerjaan.
Contoh kondisi tertentu yang menyebabkan terjadinya tindakan yang tidak aman
dapat dilihat pada Tabel 3, 4 dan 5 berikut ini.
Tabel 3. Contoh Kondisi Tertentu Penyebab Tindakan Tidak Aman oleh Operator/Pilot
(Wiegmann and Shappel, 2001)

Tabel 4. Contoh Kondisi Tertentu Penyebab Tindakan Tidak Aman oleh Operator/Pilot
(Wiegmann and Shappel, 2001)

Tabel 5. Contoh Kondisi Tertentu Penyebab Tindakan Tidak Aman oleh Operator/Pilot
(Wiegmann and Shappel, 2001)

3. Unsafe Supervision
Kesalahan pada pengawasan yang menyebabkan terjadinya tindakan yang tidak aman.
Jika suatu kecelakaan terjadi dan penyelidik melakukan penyelidikan seringkali
penyelidikan berujung kepada pengawasan buruk yang dapat menyebabkan terjadinya
kecelakaan. Kesalahan pada pengawasan terbagi menjadi 4 faktor yaitu: Inadequate
Supervision (Pengawasan yang tidak memadai), Planned Inappropriate Operations
(Pengoperasian yang Tidak Terencana dengan Baik), Failed to Correct Problem
(Gagal Menyelesaikan Permasalahan yang Telah Diketahui), Supervisory
Violation (Pelanggaran pada Proses Pengawasan). Untuk lebih memahami
kesalahan pada pengawasan akan dijelaskan pada Gambar 5 dibawah.

Gambar 5. Categories of Unsafe Supervision (Wiegmann and Shappel, 2001)


Inadequate Supervision (Pengawasan yang tidak memadai) merupakan sesuatu yang
bergantung kepada pengawas dalam menyediakan segala sesuatu sehingga tujuan dapat
tercapai dengan baik. Untuk mencapai tujuan tersebut, pengawas harus menyediakan proses
seperti: bimbingan yang baik, kesempatan melakukan pelatihan, kepemimpinan, motivasi,
dan berfungsi sebagai panutan yang baik bagi bawahan. Kondisi ini adalah kondisi idealnya
namun seringkali kondisi ini tidak tercapai. Seperti tidak adanya pelatihan dan penerapan
CRM yang baik dan membuat kemampuan koordinasi tim terganggu dan jika dihadapkan
pada kondisi tertentu (emergensi) kemungkinan terjadinya kesalahan akan semakin tinggi.
Contoh lainnya adalah gagal dalam menemukenali bahaya, mengenali dan mengendalikan
resiko jika terjadi, gagal dalam memberikan bimbingan, pelatihan yang berefek pada
kesalahan manusia atau situasi yang tidak aman.
Planned Inappropriate Operations (Pengoperasian yang tidak terencana dengan baik)
jika proses perencanaan yang tidak baik dilaksanakan akan menyebabkan terganggunya
performansi suatu individu atau tim. Sebagai contoh lain adalah perencanaan yang buruk
pada pemasangan kru kokpit. Pemasangan pilot senior dengan pilot junior (yang baru lulus
proses pelatihan) mungkin akan mengalami permasalahan pada proses komunikasi dan
kerjasama. Ketika menghadapi suatu permasalahan, kemungkinan usulan pendapat pilot
junior dalam mengatasi permasalah itu sering diabaikan oleh pilot senior dikarenakan pilot
senior menganggap pilot junior belum memiliki pengalaman dalam menghadapi kondisi
tersebut. Kondisi ini nantinya akan menyebabkan terjadinya situasi yang berujung pada
kesalahan manusia.
Failed to Correct Problem (Gagal menyelesaikan permasalahan yang telah
diketahui) adalah suatu permasalahan pada individu, peralatan, pelatihan dan hal-hal
yang berhubungan dengan faktor-faktor keselamatan yang sudah diketahui namun
diabaikan oleh pengawas. Sebagai contoh adalah supervisor mengetahui bahwa pilot
berada dalam kondisi tidak layak terbang dan masih tetap mengizinkan untuk terbang,
pengawas jelas-jelas bertindak dan tidak memikirkan keselamatan pilot.
Supervisory Violations (Pelanggaran pada proses pengawasan) merupakan
pelanggaran ketika pengawas dengan sengaja mengabaikan peraturan dan regulasi. Sebagai
contoh pengawas menugaskan seseorang yang tidak memiliki kredibilitas dan kualifikasi
dalam menjalankan tugas tersebut. Hal ini kemungkinan besar akan menyebabkan terjadinya
tindakan yang tidak aman.
Contoh kesalahan pada pengawasan yang menyebabkan terjadinya tindakan yang
tidak aman dapat dilihat pada Tabel 6 dan 7 berikut ini.

Tabel 6. Contoh Pengawasan Buruk (Wiegmann and Shappel, 2001)

Tabel 7. Contoh Pengawasan Buruk (Wiegmann and Shappel, 2001)

4. Organizational Influences
Keputusan yang salah dari pihak manajemen tingkat atas akan mempengaruhi secara
langsung pada praktek pengawasan juga kepada kondisi dan tindakan operator/teknisi.
Kesalahan pasif namun berpengaruh secara langsung ke tindakan dan perilaku
operator sebagai penyebab kesalahan aktif terbagi menjadi 3 sub level yaitu Resource
Management (Manajemen Sumber Daya), Organizational Climate ( Iklim dan Budaya
Organisasi), Organizational Process (Proses Operational Organisasi). Pengaruh
organisasi merupakan faktor yang dapat menyebabkan kecelakaan jika komunikasi,
tindakan, kelalaian, kebijakan managemen tingkat atas baik secara langsung maupun
tidak langsung berpengaruh pada praktek pengawasan, kondisi dan tindakan operator
yang berefek pada kegagalan sistem, tindakan yang tidak aman dan kesalahan
manusia. Untuk lebih memahami kesalahan pada pengaruh organisasi akan
dijelaskan pada Gambar 6 dibawah.

Gambar 6. Categories of Organizational Influences (Wiegmann and Shappel, 2001)


Resource Management (Manajemen sumber daya) merupakan kategori yang mengacu
pada manajemen, dan alokasi dan pemeliharaan sumber daya perusahaan baik manusia,
keuangan, peralatan dan fasilitas. Pada saat perusahaan mengalami keuntungan, target
perusahaan dan target keselamatan dapat diseimbangkan tetapi ketika perusahaan mengalami
kesulitan keuangan umumnya yang dikorbankan adalah keselamatan dan keamanan. Jika
pemotongan ini terlalu signifikan maka akan member ancaman pada penerbangan dan pilot

dengan pemotongan biaya pada pelatihan, peralatan-peralatan yang digunakan, pemeliharaan


pesawat, dan lainnya. Pemotongan biaya juga akan mengurangi pendanaan untuk pembelian
peralatan baru bahkan membeli peralatan murah yang tidak sesuai dengan pesawat yang
dioperasikan. Kesalahan pada pengurusan manajemen sumber daya baik langsung maupun
tidak langsung akan mempengaruhi terjadi tindakan tidak aman.
Organizational Climate (Iklim dan budaya organisasi) mengacu pada variabelvariabel organisasi yang mempengaruhi kinerja pekerja. Secara umum, didefinisikan sebagai
situasi yang menentukan perlakuan organisasi terhadap seseorang individu. Iklim organisasi
dapat dilihat sebagai atmosfer pekerjaan pada suatu organisasi. Contohnya adalah tingkat
komando perusahaan, wewenang dan tanggung jawab, saluran komunikasi, dan akuntabilitas
formal dalam bertindak. Jika pihak managemen dan staf dalam suatu organisasi tidak saling
berkomunikasi, atau tidak mengetahui siapa yang memegang pimpinan, keamanan dari
organisasi akan terancam dan kecelakaan akan terjadi. Salah satu cara untuk mengukur iklim
organisasi adalah kebijakan dan budaya organisasi. Kebijakan berkenaan dengan
mempekerjakan dan memecat pekerja, promosi, menaikkan gaji, cuti, karir, obat-obatan dan
alcohol, lembur, dan penggunaan perlengkapan dan peralatan keamanan. Budaya disatu sisi
mengacu kepada peraturan yang tidak tertulis, penilaian, perilaku, kepercayaan, dan
kebiasaan yang berlaku pada organisasi.
Organizational Process (Proses operational organisasi) merepresentasikan keputusan
dan peraturan perusahaan yang menentukan kegiatan sehari-hari dari sebuah organisasi.
Meliputi penetapan dan penggunaan stardar prosedur pengoperasian dan metode formal untuk
mempertahankan pemeriksaan dan keseimbangan antara pekerja dan manajemen. Sebagai
contoh, beberapa faktor seperti kecepatan pengoperasian, jadwal pekerjaan dan lainnya yang
mempengaruhi keamanan.
Contoh kesalahan yang diakibatkan oleh pengaruh organisasi yang menyebabkan
terjadinya tindakan yang tidak aman dapat dilihat pada Tabel 8 dan 9 berikut ini.
Tabel 8. Contoh Pengaruh Organisasi (Wiegmann and Shappel, 2001)

Tabel 8. Contoh Pengaruh Organisasi (Wiegmann and Shappel, 2001)

DAFTAR PUSTAKA
Bird, F. (1974). Management Guide to Loss Control. Atlanta, GA: Instute Press.

Heinrich, H., Peterson, D., & Roos, N. (1980). Industrial Accident Prevention: A Safety
Management Approach (1st ed.). New York: McGraw-Hill.
Murray, S.R. (1997). Deliberate Decision Making by Aircraft Pilots: A Simple Reminder to
Avoid Decision Making Under Panic. The International Journal of Aviation Psychology, 7,
83-100.
Reason, J.T., (1990). Generic Error Modelling System: A Cognitive Framework for Locating
Common Human Error Forms. In: Rasmussen, J., Duncan, K.D., Leplat, J. (Eds.), New
Techology and Human Error. Wiley, Chichester.
Reason, J., (1997). Managing The Risks of Organizational Accidents. Brookfield, VT:
Ashgate.
Shappel, S., & Wiegmann, D., (1996). U.S. Naval Aviation Mishaps 1997-92: Differences
Between Single and Dual Piloted Aircraft. Aviation, Space, and Environmental Medicine, 67,
65-69.
Shappel. S.A. and Wiegmann D.A. (1997). A Human Error Approachto Accident
Investigation: The Taxonomy of Unsafe Operations. The International Journal of Aviation
Psychology, 7, 269-291.
Shappell, S., & Wiegmann, D., (2001). Applying Reason: The Human Factors Analysis and
Classification System (HFACS). Human Factors and Aerospace Safety, 1, 59-86.

Anda mungkin juga menyukai