Anda di halaman 1dari 15

Bab 1

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Kecelakaan kerja sudah dikenal sejak dahulu karena memang telah terjadi
sejak dahulu kala. Dan untuk mengendalikan serta mencegahnya pun, sejak dulu
sudah diberlakukan beberapa aturan yang menjamin keselamatan para pekerja.
Kecelakaan merupakan hasil dari serangkaian dari suatu kejadian dan tidak terjadi
karean hanya satu sebab, tetapi disebabkan karena banyak sebab-sebab yang
tersusun kedalam suatu rangkaian kejadian. Accident atau kecelakaan sendiri
dapat dapat didefinisikan sebagai suatu kejadian yang tidak dikehendakidan tidak
diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia atau herta benda. Hyden
cost atau biaya tidak terlihat adalah dampak lain yang tidak nyata yang
diakibatkan oleh kecelakan kerja.
Langkah awal untuk mencegah kecelakaan terjadi adalah dengan menetapkan
desain causation modelatau model desain penyebab yang tepat untuk mencegah
kecelakaan terjadi. Salah satunya adalah teori Swiss Cheese Model yang
digunakan untuk menganalisis resiko dan mengelola risiko sistem manusia, teori
ini menggambarkan sistem pada manusia seperti bagian adri swiss cheese. Teori
ini diperkenalkan pertama kali oleh seorang psikolog dari inggris yeng bernama
James. T Reason pada tahun 1990, yang digunakan untuk menganalisa penyebab
kegagalan sistematis atau kecelakaan, salah satunyadigunakan di bidang
penerbangan. Dunia penerbangan hingga saat masih sangat rentan terhadap
kecelakaan.Dalam hal ini Reason menyebutkan bahwa kebanyakan kecelakaan
dapat diusut kedalam atau lebih empat lapisan kegagalan yakni faktor organisasi,
pengawasan yang tidak aman, kondisi yang membuat keadaan tidak aman terjadi,
dan tindakan tidak aman itu sendiri.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Teori Keju Swiss (Swiss Cheese Theory)?
2. Bagaimana mekanisme terjadinya kecelakaan penerbangan menurut Teori
Keju Swiss (Swiss Cheese Theory)?
3. Bagaimana pengendalian dan pencegahan kecelakaan penerbangan
menurut Teori Keju Swiss (Swiss Cheese Theory)?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui penyebab-penyebab terjadinya kecelakan penerbangan.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis kecelakaan pada penerbangan
3. Untuk mengetahui pengendalian dan pencegahan kecelakaan pada
penerbangan
1.4 Manfaat
1. Agar mahasiswa memahami tentang teoti Swiss Cheese Model.
2. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami penyebab-penyebab
terjadinya kecelakaan pada penerbangan
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui penerapan teori Swiss Cheese Model
pada kecelakaan penerbangan.

Bab II
Tinjauan Pustaka

2.1 Mekanisme Terjadinya Kecelakaan


Terjadinya suatu kecelakaan seringkali melibatkan berbagai faktor yang
mempengaruhi. Suatu kecelakaan tidak selalu serta merta terjadi tanpa adanya
peristiwa-peristiwa terdahulu yang mengarah pada terjadinya kecelakaan.

Peristiwa - peristiwa itu terjadi secara bertahap namun masih dalam batas toleransi
tertentu. Peristiwa tersebut dapat terjadi jika telah melewati batas toleransi.

Proses terjadinya kecelakan digambarkan olehReason sebagai model keju


swiss (swiss cheese model), seperti pada gambar diatas . Model ini
menggambarkan

sebuah

keju

swiss

sebagai

suatu

sistem

keselamatan

penerbangan. Beberapa lapis keju dalam suatu sistem tersebut merupakan pihakpihak yang terlibat dengan operasi penerbangan. Pada masing-masing lapis keju
terdapat lubang-lubang yang menggambarkan adanya kelemahan atau kekurangan
pada pihak terkait dan berpotensi menimbulkan bahaya. Bila terjadi kelalaian,
digambarkan sebagai bom yang meledak maka ledakan itu akan mengenai
dinding-dinding keju. Sebagian serpihan ledakan akan tertahan lapisan keju dan
sebagian akan melalui lubang-lubang pada keju tersebut. Bila ledakan itu mampu
melewati semua dinding keju melalui lubang yang ada maka akan mengakibatkan
terjadinya kecelakaan. Sebaliknya, bila ledakan itu tidak berhasil melewati semua
lapisan keju maka kelalaian tersebut dalam batas toleransi dan tidak
mengakibatkan kecelakaan.
Reason (1990) membedakan dua macam kesalahan dalam sebuah sistem
(system error) yaitu aktif dan terselubung (latent). Active error adalah kesalahan
yag efeknya langsung dirasakan, sedangkan latent error melibatkan aspek buruk
pada sistem yang tidak aktif dan menjadi jelas ketika dikombinasikan dengan

aspek lain untuk menembus pertahanan suatu sistem. Perpaduan dua macam
kesalahan ini dalam suatu sistem akan menimbulkan kecelakaan bila mampu
menembus pertahanan atau batas normal.
Dalam kaitannya dengan dunia penerabangan, active error berhubungan
dengan kinerja orang-orang yang berada di lini depan seperti, pilot, pemandu lalu
lintas udara (ATC), kru di ruang pengendali dan yang ada kaitannya secara
langsung dengan kegiatan operasional. Sedangkan latent error merupakan
kegiatan yang tidak berhubungan dengan operasi langsung seperti, pembuat
desain, pembuat kebujakan tingkat tinggi dan pihak pengelola.
Sumber terjadinya kesalahan aktif dan terselubung
Latent Error
Terletak di :
1. Organisasi
2. Hukum dan peraturan
3. Prosedur
4. Tujuan atau sasaran

Active Error
Terletak di :
- Pekerja dan tim lini depan
disebabkan oleh:
1. Komunikasi
2. Kerusakan fisik
3. Faktor Psikologis
4. Interkasi manusi dengan
peralatan

Efek adanya active error bisanya langsung dapat diketahui dengan cepat
sedangkan tanda-tanda adanya latent error sulit diketahui. Pada semua sistem
selalu ada latent error namun karena proses berkembangnya secara bertahap dan
tidak menimbulkan efek secara langsung maka sulit dideteksi. Adanya latent error
lebih berbahaya dan mesti diwaspadai.
Salah satu latent error pada perusahaan penerbangan adalah tidak
diselenggarakannya pelatihan kru penerbangan ungtuk menghadapi masalah kritis,
misalnya pada kondisi cuaca buruk, terjadi badai dan jarak pandang pendek. Pada
penerbangan normal dengan kondisi cuaca yang cerah maka kemungkinan besar
tidak akan terjadi kecelakaan, naun bila kondisi cuaca tiba-tiba memburuk dan
pesawat melakukan manuver di daerah pegunungan, maka akan ada bahaya
menabrak gunung.

Model empat sumber kesalahan


Reason menggambarkan empat sumber penyebab terjadinya kelalaian
manusia yang saling mempengaruhi, seperti pada gambar diatas . pertama adalah
tindakan tidak aman (Unsafe Action) yang dilakukan operaor yang berada dilini
depan. Kesalahan yang terjadi dapat menyebabkan kecelakaan karena
berhubungan langsung dengan operasi penerbangan. Tiga sumber berikutnya
merupakan laten error. Pertama adalah kondisi sebelum terjadi tindakan yang
tidak aman( Preconditions For Unsafe Action), sumber ini meliputi kru
penerbangan yang dapat berdampak pada kinerja misalnya kelelahan, buruknya
komunikasi dan koordinasi. Hal-hal tersebut berkaitan dengan pengelolaan
sumber daya manusi (Crew Resources Management atau CRM). Berikutnya
pengawasan yang tidak aman (Unsafe Supervision) berkaitan dengan pelaksanaan
pelatihan untuk menunjang CRM yang bagus. Sumber ketiga adalah keterlibatan
organisasi (organizational influence), merupakan kebijakan manajemen tingkat
atas.

Pada umumnya kelemahan dalam sistem dimulai pada taraf organisasi


yang lebih tinggi yaitu manjemen tingkat atas. Bila ada kelemahan pada
manjemen tingkat atas maka kemungkinannya akan ada lubang-lubang kelemahan
pada level organisasi yang lebih rendah, misalnya pelaksanaan training hingga
operator dilapangan.
2.2Kategori Dalam Kecelakaan Penerbangan
Beberapa peristiwa yang berkaitan dengan keselamatan penerbangan,
secara umum diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu kecelakaan (accident)
dan kejadian (incident). International Civil Aviation Organization (ICAO)
mendefinisikan sebagai berikut :
Kecelakaan (accident)
Peristiwa yang berhubungan dengan operasi pesawat terbang yang terjadi pada
waktu diantara pesawat tinggal landas, melakukukan penerbangan hingga
mendarat kembali, dan seseorang yang berada pada pesawat tersebut meninggal
atau menderita luka serius atau pesawat mengalami kerusakan parah atau pesawat
hilang dan atau tidak dapat diakses.
Kejadian (incident)
Suatu peristiwa selain kecelakaan (accident) yang berhubungan dengan
operasional pesawat terbang yang mempengaruhi atau dapat mempengaruhi
keselamatan operasi penerbangan.
Sedangkan beberapa definisi yang berkaitan dengan luka (injury) yang diderita
oleh seseorang dalam penerbangan tersebut dibagi menjadi tingkatan-tingkatan
sebagai berikut :
Fatal Injury
Luka yang berakibat pada kematian dalam waktu 30 hari terhitung sejak
terjadinya kecelakaan.
Serious Injury
Luka yang :
1. Menyebabkan seseorang dirawat di rumah sakit selama lebih dari 48
jam, terhitung tujuh hari sejak kejadian
2. Berakibat retak/patah tulang (kecuali kerusakan sederhana pada jari
tangan, jari kaki atau hidung)
3. Melibatkan kerusakan atau robeknya urat daging, syaraf, otot

4. Melibatkan kerusakan organ dalam


5. Melibatkan tubuh terbakar pada level dua atau tiga, atau menyebabkan
terbakarnya permukaan tubuh sebanyak lebih dari lima persen
6. Menyebabkan terjadinya infeksi atau terkena radiasi.
Minor Injury
Luka yang tidak termasuk dalam ketegory fatal injury maupun serious injury.
None
Tidak mengalami luka.
Selain itu juga terdapat beberapa istilah mengenai tingkat kerusakan yang dialami
pesawat terbang yaitu :
Hancur ( Destroyed)
Kerusakan akibat benturan, kebakaran atau kegagalan saat terbang sehingga
pesawat secara ekonomi tidak bisa diperbaiki ( biaya lebih besar dai nilai
pesawat).
Kerusakan Parah ( Substantial Damage)
Kerusakan atau kegagalan yang berakibat pada kekuatan struktur, performansi,
atau karakteristik pesawat terbang dan membutuhkan perbaikan besar untuk
penggantian komponen. Kerusakan atau kegagalan mesin pada salah satu mesin
pesawat, kerusakan pada logam penutup mesin, lubang kebocoran kecil,
kerusakan pada rotor atau bilah propeller, kerusakan pada roda pesawat, ban, flap,
aksesori mesin, rem atau wingtips tidak termasuk dalam kategori ini.
Kerusakan Kecil ( Minor Damage)
Kerusakan yang tidak menghancurkan pesawat atau tidak menyebabkan
kerusakan parah.
Tidak Rusak ( None)
Tidak mengalami kerusakan.
2.3 Penyebab penyebab Terjadinya Kecelakaan Penerbangan
Terjadinya kecelakaan penerbangan melibatkan banyak faktor yang
mempengaruhi. Aviation Safety Networ (ASN), mengklasifikasikan faktor-faktor
penyebab terjadinya kecelakaan sebagai berikut :
Pesawat : kegagalan airframe, kesalahan desain, mesin, insrument,
pengaruh tekanan dan sistem.

Pemandu lalu lintas udara (ATC) dan navigasi : masalah komunikasi/


penggunaan bahasa, penerbangan Visual Flight Rules (VPR), kesalahan
meneerjemahkan instruksi.
Cargo : kesalahan letak titik berat dan kelebihan beban.
Tabrakan : tabrakan antara pesawat didarat dan udara, tabrakan dengan
burung dan objek lain.
Faktor luar : wake vortex
Kru penerbangan : penggunaan alkohol dan obat-obatan, kondisi mental,
tidak mengikuti prosedur dan kelelahan.
Kebakaran : kebakaran saat didarat maupun saat terbang.
Tinggal landas atau mendarat : terlalu cepat, pendaratan yang kasar,
konfigurasi tinggal landas yang salah ( flaps/trim)/
Perawatan : tidak mengikuti prosedur dan salah memasang komponen.
Hasil : Controlled Flight Into Terrain (CFIT), pendaratan darurat dan jatuh
karena kehilangan kendali.
Keamanan : pembajakan, ditembak dan sabotase/ perusakan
Cuaca : petir, angin kencang, dan lain-lain.
2.4 Human Error
2.4.1 Definisi
Kelalaian manusia ( Human Error) merupakan salah satu penyebab
penting dalam banyak kecelakaan pesawat udara. Beberapa penelitian yag
dilakukan mengenai penyebab kelalaian manusia ( Human Error) oleh beberapa
pakar menghasilkan kesimpulan mengenai definisi Human Error, diantaranya
adalah :
Reason (1990) : a generic term of encompass all those occasions in
which a planned Sequence of mental or physical activities fails to achieve
its intended outcome, and when these failures cannot be attributed to the
intervention of some chance agency.
Senders and Moray (1991) : something (that) has been done which not
intended by desired by set of rules or an extrnal observal, or that led the
task or system outside its acceptable limits.

Woods, Johannesen dan Sarter ( 1994) : a specific variety of human


performance that is so clearly and significantly substandard and flawed
when viewed in retrospect that there is no doubt that it should have been
viewed by the practitioner as substandard at the time the act was
commited or ommited.
Untuk menghindari kebingungan karena adanya perbedaan definisi, maka diambil
suatu kesimpulan berdasarkan ketiga definisi human error diatas, yaitu : suatu aksi
atau keputusan manusia yang mengakibatkan satu atau lebih hasil negatif yang
tidak dikehendaki.
2.4.2 Klasifikasi Error
Dengan adanya pembagian klasifikasi error, maka akan lebih mudah
melakukan identifikasi karena memiliki karakteristik yang lebih spesifik.
Beberapa klasifikasi mengenai error adalah sebagai berikut :
Design Induced and Operator Induced
Berdasarkan penyebab terjadinya, kelalaian dibagi menjadi dua yaitu Design
Induced and Operator Induced. Design induced berhubungan dengan sistem,
mekanisme atau fasilitas pendukung operasional. Sebagai contoh adalah desain
cockpit yang tidak disesuaikan dengan karakteristik tubuh pilot. Sedangkan
operator induced disebabkan ketidakmampuan individu dalam melakukan operasi,
misalnya kurangnya jam terbang dalam mengoperasikan pesawat terbang.
Random, Systematic and Sporadic

Berdasarkan letak kesalahannya, kelalaian dibagi menjadi tiga yaitu


random, systematic, dan sporadic. Random Error adalah kesalahan yang
terjadi secara acak, misalnya ketika pilot mendaratkan pesawat, terkadang
tepat pada daerah yang ditentukan, terkadang undershoot dan terkadang

overshoot. Kesalahan ini biasanya terjadi karena kurangnya keterampilan.


Untuk mengatasi masalah ini diperlukan latihan untuk meningkatkan
keterampilan.
Systematic error adalah kesalahan yang terjadi secara sistematik pada
daerah tertentu, misalnya ketika pilot mendaratkan pesawat selalu
mengalami undershoot. Kesalahan ini biasanya terjadi karena ada
kebiasaan yang salah. Misalnya selalu memperlambat kecepatan dan
menurunkan ketinggian pesawat sebelum saat yang ditentukan oleh
prosedur pendaratan sehingga selalu undershoot. Untuk mengatasinya,
perlu mengubah pola lama yang salah tersebut kearah yang benar.
Sporadic error adalah kesalahan yang terjadi secara tiba-tiba setelah
mengalami performa yang bagus. Kesalahan ini sulit diprediksi. Sebagai
contoh seorang pilot yang mendaratkan pesawat hampir selalu tepat pada
daerah yang diinginkan namun suatu ketika mengalami overshoot.
Kesalahan ini sulit diprediksi dan untuk mengatasinya diperlukan
konsistensi untuk menjaga kinerja tetap tinggi.
Omission, Commision and Subtitution
Berdasarkan pelaksanaanya, kelalaian dibagi menjadi tiga yaitu Omission,
Commision and Subtitution. Omission didefinisikan sebagai kesalahan yang
diakibatkan kesalahan dalam melakukan suatu prosedur. Misalnya menghilangkan
item tertentu dalam checklist.
Commisions adalah melakukan sasuatu yang seharusnya tidak dilakukan.
misalnya adalah memanggil penumpang untuk menaiki pesawat disaat delay
karena masalah teknis.
Subtitutions adalah melakukan aksi disaat dibutuhkan namun aksi yang dilakukan
salah. Misalnya saat pilot mematikan mesin yang salah setelah salah satu mesin
mati.
Reversible dan Irreversible
Berdasarkan resiko akibat yang ditimbulkan, kelalaian dibagi menjadi dua yaitu
Reversible dan Ireversible. Reversible adalah kesalahan yang akibatnya masih
bisa diperbaiki. Misalnya saat melakukan simulasi terbang, seorang pilot
menabrak gunung karena kesalahn membaca instrument.

Irreversible adalah kesalahan yang akibatnya tidak bisa ditolerir atau tidak bisa
diperbaiki. Misalnya pada kondisi sebenarnya, pilot yang menabrak gunung dan
menyebabkan kerusakan fatal tidak bisa memperoleh kesempatan kedua.
Contoh Kasus Kecelakaan Penerbangan :
a. Kronologi Kecelakaan
Pada 1 Januari 2007, pesawat Boeing 737-4Q8 Adam Air nomor
penerbangan DHI 574 dengan registrasi PK-KKW terbang dari Surabaya, Jawa
Timur, menuju Manado, Sulawesi Utara. Pesawat yang dibuat pada tahun 1989 ini
lepas landas dari Bandar Udara Juanda pada pukul 12:59 WIB pada siang hari dan
diperkirakan akan sampai di Manado pada pukul 16:14 WITA dengan
penerbangan pada ketinggian jelajah 35.000 kaki atau sekitar 10.600 meter di atas
permukaan laut. Dengan kapasitas 170 penumpang, di dalam pesawat ini hanya
ada 102 orang yang terdiri dari 2 orang penerbang, 4 awak kabin, dan 96 orang
penumpang yang terdiri dari 85 orang dewasa, 7 anak dan 4 bayi.
Selama penerbangan, autopilot menerbangkan pesawat dengan memberi
koreksi kemiringan ke kiri karena ada angin dari sebelah kiri agar pesawat dapat
kembali datar. 9 detik setelah autopilot mati, penerbang mengkoreksi kemiringan,
tapi hanya dilakukan sebentar. Sekitar satu menit kemudian, muncullah peringatan
BANK ANGEL (peringatan ketika kemiringan pesawat melebihi normal atau
lebih dari 35 derajat) hingga kemiringannya mencapai 60 derajat dan turun dari
ketinggian jelajah dengan hidung pesawat 5 derajat ke bawah. Kemiringan terus
bertambah hingga 100 derajat. Akibatnya, pesawat dari ketinggian 35.008 kaki
turun ke 9.920 kaki hanya dalam waktu 75 detik (20.070 kaki per menit (fpm)),
padahal normalnya adalah 1.500-3.000 fpm. Proses jatuhnya Adam Air DHI 574
dapat digambarkan pada ilustrasi berikut ini :

Pada pukul 15:09 WITA, petugas ATC (Air Traffic Controller) mencoba
memanggil DHI 574, tapi tak ada jawaban dan pesawat hilang dari tampilan radar

di sekitar Selat Makassar. Pada pukul 17:24 WITA, ATC akhirnya menyiarkan
status DETRESFA, yaitu status di mana sudah diyakinkan bahwa pesawat dan
penumpangnya berada dalam keadaan bahaya (Komite Nasional Kecelakaan
Transportasi, 2008).
b. Analisis
Pada kecelakaan penerbangan ini, banyak faktor yang berperan, mulai dari
faktor perilaku penerbang hingga masalah sistem penerbangan. Dalam
hubungannya dengan Swiss Cheese Model, jatuhnya Adam Air DHI 574 dapat
dijelaskan berdasarkan layer-layer penyebab berikut ini:
Layer I : Organizational Influences

Perusahaan melakukan penghematan dengan meminimisasi penggantian


suku cadang

Kurangnya kesadaran perusahaan tentang keselamatan penerbangan

Layer II : Unsafe Supervision

Kurangnya pengawasan pada kerusakan IRS (Inertial Reference System)


yang merupakan alat pengindikasi posisi pesawat

Kurangnya perhatian pada pemeliharaan perangkat pesawat

Penggantian suku cadang tidak diawasi dengan baik

Koreksi kemiringan pesawat akibat adanya angin hanya dilakukan


sebentar

Tidak ada satupun dari pilot atau ko-pilot yang menjaga arah pesawat
selama 30 detik seperti yang diharuskan oleh Quick Reference Handbook
(buku yang berisi pedoman untuk kondisi darurat)

Layer III : Precondition for Unsafe Act

Pilot dan ko-pilot dalam kondisi panic

Cuaca buruk

Kehilangan situational awareness saat kemiringan pesawat melebihi batas


maksimum

Kerusakan salah satu IRS

Awak pesawat tidak mengetahui secara pasti IRS mana (Left IRS atau
Right IRS) yang masih berfungsi dengan baik.

Layer IV : Unsafe Act

Kurang menanggapi dengan serius peringatan bahaya dari petugas Air


Traffic Controller (ATC)

Pilot dan ko-pilot lebih fokus pada kerusakan IRS dari pada tingkat
kemiringan pesawat yang bermasalah

Salah mengambil keputusan (decision error) saat kemiringan melebihi


batas normal
Pada setiap layer di atas, terdapat kesalahan-kesalahan yang digambarkan

sebagai lubang pada potongan keju Swiss. Kesalahan ini berasal dari manajemen
keselamatan penerbangan dan/atau dari awak pesawat itu sendiri. Kecelakaan ini
dapat terjadi karena lubang (kesalahan atau kegagalan) tersebut dapat menembus
hingga mencapai layer unsafe act yang dilakukan pilot maupun co-pilot, padahal
mereka memiliki peran paling penting dalam sebuah penerbangan. Perilakuperilaku tidak aman inilah yang paling dekat dengan kecelakaan dan akibatnya
langsung dapat dirasakan. Berdasarkan laporan yang ada, diketahui bahwa
beberapa perangkat pesawat pada lebih dari satu pesawat berada dalam kondisi

yang tidak layak untuk dioperasikan. Kerusakan-kerusakan yang tidak segera


diperbaiki ini akan terus bertambah hingga akan menimbulkan masalah selama
penerbangan dan berkontribusi pada terjadinya kecelakaan.

Bab III
Penutup
A. Kesimpulan
Kecelakaan atau accident merupakan sesuatu yang tidak diinginkan
(undesired) dan tidak direncanakan (unplanned) yang dapat menimbulkan bahaya
atau menyebabkan kerugian, serta mengacaukan proses yang sedang berjalan.
Dalam

lingkup

mengakibatkan

keselamatan
terjadinya

transportasi

suatu

kecelakaan

udara,

banyak

pesawat

faktor

terbang.

yang

Biasanya,

kecelakaan pesawat terbang adalah akumulasi dari berbagai masalah atau


kelalaian yang telah ada sebelumnya, baik dari manajemen keselamatan maupun
pilot dan co-pilotnya. Dengan menggunakan Swiss Cheese Model, dapat
diidentifikasi penyebab-penyebab sehingga kecelakaan ini dapat terjadi, mulai
dari faktor manajemen sistem keselamatan penerbangan, kelemahan dalam
pengawasan, kondisi-kondisi yang mendorong terjadinya kesalahan, hingga faktor
perilaku penerbang. Faktor-faktor inilah yang diumpamakan sebagai lubanglubang pada keju yang berupa jajaran potongan keju dan secara berurutan
dihubungkan hingga akhirnya terjadi kecelakaan.
B. Saran
Untuk

mencegah

danmengandalikan

angka

kejadian

kecelakaan,

pengorganisasian dankebijakan menajemen pada suatu perusahaan haruslah baik,


pengawasanyang dilakukan juga harus baik, serta harus didukung pula oleh
kondisidan perilaku pekerja yang aman. Selain itu, penambahan jumlah lapisan
keju pun perlu dilakukanagar lubang-lubang keju tidak sampai membentuk
lintasan accidentsehingga kecelakaan pun dapat dicegah dan dikendalikan.
Training CRM(Crew Resource Management) dan Safety merupakan salah satu
upayayang

dapat

dilakukan

oleh

organisasi

atau

perusahaan

untuk

mengurangikelemahan pada setiap potongan keju. Tidak hanya upaya dari

organisasi atauperusahaan, tetapi dari sudut pandang pekerja, para pekerja juga
sangatdianjurkan untuk memperbanyak lapisan kejunya.

Anda mungkin juga menyukai