Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyebab terjadinya kecelakaan kerja saat ini di Indonesia cukup tinggi karna tingkat
standar keamanan bekerja yang masih kurang. Berdasarkan data International Labour
Organization (ILO) tahun 2013, 1 pekerja di dunia meninggal setiap 15 detik karena
kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja. Tahun sebelumnya (2012)
ILO mencatatat angka kematian dikarenakan kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK)
sebanyak 2 juta kasus setiap tahun (depkes, 2014). Menurut data Jamsostek, jumlah
kecelakaan kerja pada tahun 2007 adalah 65.474 kasus dengan 1.451 orang meninggal,
5.326 orang cacat tetap, dan 58.697 orang cedera. Sedangkan pada tahun 2008 terdapat
94.736 kasus, tahun 2009 terdapat 96.314 kasus, tahun 2010 terdapat 98.711 kasus, tahun
2011 terdapat 99.491 kasus dengan rata-rata 414 kasus per hari, tahun 2012 terdapat
103.074 kasus, dan tahun 2013 terdapat 103.285 kasus kecelakaan kerja.

Dengan mengetahui dan mengenal penyebab dari suatu kecelakaan maka disusun suatu
rencana pencegahannya, hal ini merupakan program Keselamatan dan Kesehatan kerja
(K3) yang pada hakikatnya adalah merupakan rumusan dari satu stragei menghilangkan
atau mengendalikan potensi bahaya yang sudah diketahui (Tarwaka, 2008).

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas kelompok ingin mengetahui “Bagaimana


Program Perilaku Aman dalam Bekerja?”

1.3 Tujuan Penulis

Tujuan penulisan makalah ini ingin mengetahui lebih lanjut mengenai Behavioural
Safety Programme

1.4 Manfaat Penulisan

Penulisan makalah ini diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran dan bahan
informasi mengenai Behavioural Safety Programme

1
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Behavioural Safety Programme

Pada awal tahun 2000, konsep pelaksanaan K3 berkembang lagi untuk mendukung
konsep pelaksanaan K3 lainnya yaitu melalui pendekatan perilaku aman (behaviour
safety). Behaviour safety adalah aplikasi sistematis dari riset psikologi tentang perilaku
manusia pada masalah keselamatan (safety) di tempat kerja. Behavioural safety lebih
menekankan aspek perilaku manusia terhadap terjadinya kecelakaan di tempat kerja
(Miner dalam Dieqa, 2012).

2.2 Implementation

Ada beberapa hal yang harus dilaksanakan dalam mencapai keberhasilan suatu
program Behavioural safety, sbb:

2.2.1 Assess Cultural Maturity Or Readiness

Budaya keselamtan di tempat kerja berkaitan erat dengan sifat, sikap, dan
perilaku selamat setiap organisasi dan pekerja. Oleh karena itu, dalam membangun
budaya keselamatan, setiap organisasi dan pekerja memerlukan proses sosialisasi,
internalisasi, dan enkulturasi untuk memperkokoh bangunan budaya keselamatan
yang ingin diciptakan. Setiap manajemen harus menanamkan dan menekankan
pentingnya sikap bertanya dan belajar di semua tingkat organisasi (Yusri Heni
dalam Dieqa, 2012).

Dengan memperbaiki karakteristik budaya keselamatan secara konsisten


dan berkesinambungan, manajemen keselamatan terintegrasi yang telah ditetapkan
organisasi akan dapat dilaksanakan secara efektif, karena sikap dan perilaku
selamat pada setiap individu di semua tingkatan sudah terbangun, untuk
mewujudkan budaya keselamatan yang kuat. Memperbaiki sikap dan perilaku
selamat tentu saja tidak semudah membalikkan telapak tangan. Untuk melakukan
perbaikan, diperlukan upaya-upaya penyadaran diri akan kebiasaan selamat.
Kebiasaan selamat mulai ditanamkan dengan melakukan sosialisasi sebagai
pembelajaran tentang nilai-nilai keselamatan, yang diharapkan dapat membentuk
perilaku selamat yang diinginkan (Yusri Heni dalam Dieqa, 2012).
2
2.2.2 Gain Management And Workforce Support And Ownership

Pemerintah mengajak pengusaha dan serika pekerja untuk menyusun


kebijaksanaan dan program yang melindungi pekerja, masyarakat dan lingkungan
dari kecelakaan kerja. Pengusaha diwajibkan menyusun sistem pencegahan
kecelakaan kerja termasuk identifikasi dan analisis sumber kecelakaan, cara
mengurangi akibat kecelakaan, perencanaan dan pemasangan instalasi pengaman,
penugasan tenaga khusus dan ahli di bidang keselamatan kerja, melaksanakan
inspeksi secara regular, serta menyusun program penyelamatan darurat bila
terjadi bencana atau kecelakaan kerja.

Perilaku aman dapat dilihat dari perilaku pekerja ketika melakukan


pekerjaannya di tempat kerja. Pendekatan BBS akan lebihberhasil jika didukung
dengan pendekatan dan metode yang mendorong peningkatan perubahan perilaku
dari yang tidak aman menjadi perilaku aman guna mencegah terjadinya
kecelakaan kerja (Geller dalam Fransisca, 2016).

2.2.3 Behavioural Safety Training

Pelatihan (training) adalah suatu proses dimana orang mendapatkan


kapabilitas untuk membantu pencapaian tujuan-tujuan organisasional. Dalam
pengertian terbatas, pelatihan memberikan karyawan pengetahuan dan
ketrampilan yang spesifik dan dapat di identifikasikan untuk digunakan dalam
pekerjaan mereka saat ini. Tujuan umum pelatihan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) adalah untuk meningkatkan pengetahuan, pengertian, pengalaman dan
keterampilan baik fisik maupun psikis tentang program Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3), sehingga dapat diimplementasikan di dunia kerja dan
diharapkan karyawan tersebut akan selamat selama bekerja yang akan
mengakibatkan meningkatnya prestasi kerja karyawan tersebut. Tujuan khusus
pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah :
1. Setiap orang penuh kesadaran akan bahaya yg dapat dijumpai mereka ditempat
kerja / potensial berbahaya / adanya kemungkinan dapat menimbulkan
penyakit akibat kerja & kecelakaan kerja
2. Membentuk sikap waspada terhadap kejadian / bahaya ditempat kerja
3. Berusaha mencegah bahaya yg ada / akan ada ditempat kerja

3
4. Pelatihan menerangkan akan resiko yg harus dicegah, menunjukkan kepadanya
agar mereka dapat secara otomatis melaksanakan pekerjaan secara aman (susi,
2012).
2.2.4 Specify Critical Behaviours

Kritik terhadap keselamatan berbasis perilaku (BBS) ini berfokus pada alat
yang paling penting untuk perbaikan terus-menerus, periksa perilaku kritis (CBC).
CBC dapat digunakan untuk membantu mencapai visi apapun sebuah organisasi,
mulai dari produksi berkualitas hingga tempat kerja bebas cedera. Penerapan CBC
adalah pemilihan dan definisi perilaku target.
Saat mengembangkan atau memperbaiki CBC demi keamanan, penting
untuk dipertimbangkan risiko perilaku. Dengan kata lain, karena hanya sejumlah
pilihan perilaku yang berhubungan dengan keselamatan dapat disertakan dalam
CBC, risiko perilaku kandidat daftar periksa perlu dilakukan diperiksa. Tiga
karakteristik perilaku berisiko menentukan risikonya, paparan, tingkat keparahan,
dan kemungkinan terjadinya. Anda bisa mengingat ini sebagai "ESP pendekatan
"untuk memperkirakan risiko perilaku.
Eksposur berfluktuasi sesuai dengan frekuensi dan durasi perilaku berisiko
untuk semua karyawan di tempat kerja. Ini adalah yang termudah dari tiga faktor
risiko yang akan diestimasi. Tingkat keparahan dinilai dengan memvisualisasikan
konsekuensi terburuk yang dapat terjadi akibat perilaku berisiko.
Karena begitu banyak faktor lingkungan dan individu mempengaruhi
kemungkinan perilaku berisiko mengakibatkan cedera, probabilitas risiko adalah
yang paling sulit untuk diperkirakan. Seperti tingkat keparahannya, diperlukan
pendekatan konservatif. Asumsikan nasib buruk, yang berarti semua faktor yang
dapat meningkatkan kemungkinan cedera terjadi, dari kondisi lingkungan yang
tidak bersahabat dengan individu yang perhatiannya secara berkala menyimpang
dari tugas tersebut.

2.2.5 Establish Baseline

Memantau perilaku di tempat kerja untuk jangka waktu tertentu,


katakanlah, 4 minggu untuk memastikan tingkat rata-rata perilaku aman saat ini di
setiap departemen atau area kerja. Tetapkan dengan setiap departemen atau
4
kelompok kerja target peningkatan keselamatan, dengan menggunakan rata-rata
awal mereka sebagai titik awal perbandingan

2.3 Observation And Feedback Process


Cooper (1999) mengidentifikasikan adanya tujuh kriteria yang sangat penting bagi
pelaksanaan program behavioral safety, yaitu antara lain:
2.3.1 Melibatkan partisipasi karyawan yang bersangkutan
Salah satu penyebab keberhasilan behavioral safety adalah karena
melibatkan seluruh pekerja dalam safety management. Pada masa sebelumnya
safety management bersifat top-down dengan tendensi hanya berhenti di
managemen level saja. Hal ini berarti para pekerja yang berhubungan langsung
denga unsafe behavior tidk dilibatkan dalam proses perbaikan safety performance.
Behavior safety mengatasi hak ini dengan menerapka system bottom up, sehingga
individu yang berpengalaman dibidangnya terlibat langsung dalam
mengidentifikasi unsafe behavior, dengan keterlibatan workforce secara
menyeluruh dan adanya komitmen, ownership seluruh pekerja terhadap program
safety maka proses improvement akan berjalan dengan baik.
2.2.2 Memusatkan perhatian pada perilaku unsafe yang spesifik
Alasan lain keberhasilan behavioral safety adalah memfokuskan pada
unsafe behavior (sampai pada proporsi yang terkecil) yang menjadi penyumbang
terbesar terjadinya kecelakaan kerja di perusahaan. Menghilangkan unsafe
behavior berarti pula menghilangkan sejarah kecelakaan kerja yang berhubungan
dengan perilaku tersebut. Untuk mengidentifikasi factor dilingkungan kerja yang
memicu terjadinya unsafe behavior para praktisi menggunakan tehnik behavioral
analisis terapan dan memberi reward tertentu pada indifidu yang mengidentifikasi
unsafe behavior.
Praktisi lain juga mengidentifikasi kekurangan system managemen yang
berhubungan sgar cepat ditangani sehingga tidak lagi memicu terjadinya unsafe
behavior. Unsafe atau safety behavior yang teridentifikasi dari proses tersebur
disusun dalam check list dalam format tertentu, kemudian dimintakan persetujuan
karyawan yang bersangkutan. Ketika system behavioral safety semakin matang,
individu menambahkan unsafe behavior dalam check list sehingga dapat dikontrol
atau dihilangkan. Syarat utama yang harus dipenuhi yaitu, unsafe behavior
tersebut haru observable, setiap orang bisa melihatnya.
2.2.3 Didasarkan pada data hasil observasi

5
Observer memonitor safety behavior pada kelompok mereka dalam waktu
tertentu. Makin banyak observasi makin reliable data tersebut, dan safety behavior
akan meningkat.
2.2.4 Proses pembuatan keputusan berdasarkan data
Hasil observasi atas perilaku kerja dirangkum dalam data prosentase
jumlah safety behavior. Berdasarkan data tersebut bisa dilihat letak hambatan
yang dihadapi. Data ini menjadi umpan balik yang bisa menjadi reinforcement
positif bagi karyawan yang telah berperilaku safe, selain itu bisa juga menjadi
dasar untuk mengoreksi unsafe behavior yang sulit dihilangkan.
2.2.5 Melibatkan intervensi secara sistematis dan observasional
Keunikan system behavioral safery adalah adanya jadwal intervensi
yang terencana. Dimulai dengan breafing pada seluruh departemen atau
lingkungan kerja yang dilibatkan. Karyawan diminta untuk menjadi relawan yang
bertugas sebagai observer yang tergabung dalam sebuah project team. Observer
ditraining agar dapat menjalankan tugas mereka. Kemudian mengidentifikasi
unsafe behavior yang diletakkan dalam check list. Daftar ini ditunjukkan pada
para pekerja untuk mendapatan persetujuan. Setelah disetujui, observer melakukan
observasi pada periode waktu tertentu, untuk menentukan baseline. setelah itu
barulah program intervensi dilakukan dengan menentukan goal setting yang
dilakukan oleh karyawan sendiri. Observer terus melakukan observasi. Data hasil
observasi kemudian dianalisis untuk mendapatkan feed back bagi para karyawan.
Team project juga bertugass memonitor data secara berkala, sehingga perbaikan
dan koreksi terhadap program dapat terus dilakukan.

2.2.6 Menitikberatkan pada umpan balik terhadap perilaku kerja


Salam system behavioral safety umpan balik dapat berbentul: umpan
balik verbal yang langsung diberikan pada karyawan sewaktu observasi, umpan
balik dalam bentuk data(grafik) yang ditempatkan dalam tempat-tempat strategis
dalam lingkungan kerja, dan umpan balik berupa briefing dalam periode tertentu
dimana data observasi dianalisis untuk mendapatkan umpan balik yang mendetail
tentang perilaku yang spesifik.
2.2.6 Menitikberatkan pada umpan balik terhadap perilaku kerja
Komitmen management terhadap proses behavioral safety biasanya
ditunjukkan dengan memberi keleluasan pada observer dalam menjalankan
tugasnya, memberikan penghargaan yang melakukan safery behavior,
menyediakan sarana dan bantuan bagi tindakan yang harus segera dilakukan,

6
membantu menyusun dan menjalankan umpan balik, dan meningkatkan inisiatif
untuk melakukan safety behavior dalam setiap kesempatan. Dukungan dari
management sangat penting karena kegagalan dalam penerapan behavioral safety
biasanya disebabkan oleh kurangnya dukungan dan komitmen dari managemen.
2.4 Hasil Yang Diharapkan Dari Penerapan Behavioral Based Safety
Ada delapan hasil penerapan behavioral based safety yang terencana dalam suatu
perusahaan (Cooper, 1999):
a. Angka kecelakaan kerja yang rendah
b. Meningkatkan jumlah safety behavior
c. Menguarangi accident cost
d. Program tetap bertahan dalam waktu lama
e. Penerimaan system oleh semua pihak
f. Generalisasi behavioral safety pada system lain (ex: system menejemen)
g. Follow up yang cepat dan regular
h. Peningkatan laporan tentang kecelakaan kerja yang terjadi

BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Dari paparan atau penjelasan diatas, maka kelompok dapat menyimpulkan bahwa
untuk mendukung konsep pelaksanaan K3 dengan melakukan pendekatan perilaku aman
(behaviour safety). Dengan mengetahui dan mengenal penyebab dari suatu kecelakaan
maka disusun suatu rencana pencegahannya, hal ini merupakan program Keselamatan
dan Kesehatan kerja (K3) yang pada hakikatnya adalah merupakan rumusan dari satu
stragei menghilangkan atau mengendalikan kecelakaan kerja.

3.2 Saran
Diharapkan bagi perusahaan baik itu perusahaan jasa maupun industi hendaknya
menerapkan kesehatan dan keselamatan kerja dengan adanya kesehatan dan
keselamatan kerja akan lebih terencana, terstruktur mengenai kesehatan dan
keselamatan kerja karyawan

7
DAFTAR PUSTAKA

Anggary Diega Raras. 2012. Implementasi program behavior base safety sebagai program
keselamatan di PT Ge Lighting Indonesia. Surakarta
https://www.google.co.id/search?
dcr=0&source=hp&ei=FZ0wWovWHMuAvwSwlJXICg&q=Anggary+Diega+Raras.
+2012.+Implementasi+program+behavior+base+safety+sebagai+program+keselama
tan+di+PT+Ge+Lighting+Indonesia.+Surakarta&oq=Anggary+Diega+Raras.
+2012.+Implementasi+program+behavior+base+safety+sebagai+program+keselama
tan+di+PT+Ge+Lighting+Indonesia.+Surakarta&gs_l=psy-
ab.3...16057.16057.0.17202.5.2.0.0.0.0.0.0..0.0....0...1.1.64.psy-
ab..5.0.0.0...0.jgWESBYIBZs#

Cooper, D. M. (1999). The Psychology of Behavior Safety. http://www.behaviour-safety.com.


(10 Desember 2017).

Anggiyostiana fransisca dan Paskarini Indriati.2016. Analisis Perilaku Aman Pada Pekerja
Konstruksi Dengan Pendekatan Behavior-Based Safety.
https://www.google.co.id/search?
dcr=0&ei=t50wWtSeHMHpvASpyZ2IDQ&q=Perilaku+aman+dapat+dilihat+dari+pe
rilaku+pekerja+ketika+melakukan+pekerjaannya+di+tempat+kerja.+
+Pendekatan+BBS+akan+lebihberhasil+jika+didukung+dengan+pendekatan+dan+me
tode+yang+mendorong+peningkatan+perubahan+perilaku+dari+yang+tidak+aman+m
enjadi+perilaku+aman+guna+mencegah+terjadinya+kecelakaan+kerja+
%28Geller+dalam+Fransisca
8
%2C+2016%29.&oq=Perilaku+aman+dapat+dilihat+dari+perilaku+pekerja+ketika+
melakukan+pekerjaannya+di+tempat+kerja.+
+Pendekatan+BBS+akan+lebihberhasil+jika+didukung+dengan+pendekatan+dan+me
tode+yang+mendorong+peningkatan+perubahan+perilaku+dari+yang+tidak+aman+m
enjadi+perilaku+aman+guna+mencegah+terjadinya+kecelakaan+kerja+
%28Geller+dalam+Fransisca%2C+2016%29.&gs_l=psy-
ab.3...287298.287298.0.288425.1.1.0.0.0.0.0.0..0.0....0...1.1.64.psy-
ab..1.0.0....0.oaJONbysuLc#

Kemenakertrans RI. 2011. Himpunan peraturan perundang-undangan Republik Keselamatan


dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Binwasnaker.
Miner J.B. 1992. Industrial and organizational psychology. Mc. Graw hill. USA.
Raharjo, D.P. 2010. Excellent safety behavior reducing cause of accident significantly.
http://www.sentral-sistem.com (10 Desember 2017)

Anda mungkin juga menyukai