Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah proses yang berkesinambungan dengan
melibatkan semua pihak yang ada dalam organisasi tersebut, sehingga apabila masing-masing
anggota telah berperilaku berbasis Keselamatan (BBS), diharapkan akan tercapai budaya K3 di
perusahaan
Behavior Based Safety (BBS) adalah upaya pencegahan kecelakaan secara proaktif yang
berfokus pada at Risk Behavior/perilaku berbahaya yang berpeluang menyebabkan terjadinya
kecelakaan
Unsafe behaviour merupakan tipe perilaku yang mengarah pada kecelakaan, seperti bekerja
tanpa menghiraukan keselamatan, melakukan pekerjaan tanpa ijin, menyingkirkan peralatan
keselamatan, operasi pekerjaan pada kecepatan yang berbahaya, menggunakan peralatan
tidak standar, bertindak kasar, kurang pengetahuan, cacat
Manfaat ImplementasiBBS
Beberapa contoh perilaku Unsafe Action :
Adanya Percampuran Bahan- Bahan Kimia.
Membuang Sampah Sembarangan Tempat.
Bekerja Sambil Bercanda dan Bersenda Gurau.
Mengerjakan Pekerjaan Yang Tidak Sesuai Dengan Skill / Keterampilan.
Tidak Melaksanakan Prosedur Kerja dengan Baik
near miss (hampir celaka atau nyaris celaka) adalah suatu peristiwa yang tidak direncanakan,
tidak mengakibatkan cedera, penyakit, atau kerusakan properti tetapi memiliki potensi untuk
mengakibatkan kerugian-kerugian tersebut
Keselamatan berbasis perilaku (Behavior Based Safety) adalah teknik kinerja keselamatan yang
telah meningkat popularitasnya selama beberapa tahun terakhir. Keselamatan berbasis perilaku
mengacu pada sebuah proses yang dirancang untuk mengurangi frekuensi kecelakaan yang
berhubungan dengan pekerjaan dengan memantau perilaku yang aman dan mengurangi frekuensi
perilaku pekerja yang negatif atau tidak tepat. Premis utamanya yaitu: penyebab langsung
sebagian besar kecelakaan kerja yang sering terjadi adalah perilaku karyawan yang tidak aman
(misalkan : tidak memakai peralatan pelindung yang tepat, melepas pengaman mesin, dll.)
Keselamatan berbasis perilaku (BBS) adalah hasil kerja psikolog perilaku selama bertahun-
tahun. Dengan menggunakan teknik dari psikologi terapan, psikolog menggunakan kombinasi
analisis perilaku untuk mempelajari kinerja industri. Pada tahun 1979, Thomas Krause, seorang
psikolog dan John Hindley, seorang psikiater, meneliti metode di mana psikologi dapat
diterapkan pada perusahaan pengeboran minyak off-shore dalam upaya meningkatkan kinerja
keselamatan (Krause, 2001). Dengan sebagian besar kecelakaan di tempat kerja terjadi karena
tindakan yang tidak aman, premis pendekatan keselamatan berbasis perilaku adalah : identifikasi
dan penghilangan motivator dari perilaku yang tidak aman serta reinforcement terhadap perilaku
aman seharusnya dapat memperbaiki kinerja keselamatan di tempat kerja.
3. Perilaku langsung dengan aktivator atau antecedent (faktor yang melatarbelakangi) perilaku
Semua perilaku sukarela sebenarnya berawal dari proses mengikuti arahan orang lain (Geller,
1999). Arahan ini bisa dalam bentuk pelatihan, prosedur, dan lain-lain. Setelah belajar tentang
apa yang harus dilakukan, perilaku memasuki tahap “self-directed” dimana orang tersebut
melakukan aktivitas dengan cara yang akan menimbulkan respons positif. Aktivitas self-directed
mungkin tidak selalu menghasilkan perilaku yang diinginkan. Mengubah perilaku mandiri
seringkali sulit karena motivatornya bersifat pribadi (Geller, 1999).
Ada tiga bentuk utama intervensi perilaku. Mereka adalah intervensi instruksional, intervensi
suportif, dan intervensi motivasi (Geller, 1999). Intervensi instruksional terdiri dari sesi
pendidikan, latihan latihan, dan umpan balik secara direktif. Intervensi yang supportive berfokus
pada penerapan konsekuensi positif. Penguatan positif terhadap perilaku yang diinginkan akan
meningkatkan kemungkinan perilaku tersebut akan dilakukan lagi. Intervensi motivasi mencakup
insentif (hadiah) atau penghargaan positif untuk perilaku yang ditargetkan. Motivator bersifat
negatif seringkali tidak efektif.
Dalam pendekatan tradisional terhadap BBS, pekerja dan perilaku mereka adalah fokus utama.
Tujuannya adalah untuk mendidik karyawan dan melembagakan proses yang melibatkan mereka
dalam analisis perilaku, observasi, dan koreksi. Biasanya, karyawan mengembangkan daftar
perilaku kerja kritis, mengamati teman kerja sebaya yang melakukan pekerjaan, melaporkan
pengamatan ini kepada teman kerja sebaya, dan membantu mengembangkan tindakan perbaikan
yang tepat.
Laporan insiden harus menjadi item yang dievaluasi pertama saat mengembangkan inventarisasi
perilaku kritis (Krause, 2001). Laporan kecelakaan memberikan dasar-dasar perilaku untuk
ditargetkan. Biasanya, data kecelakaan selama tiga sampai lima tahun belakangan bisa
memberikan data yang andal dan valid. Kajian laporan kecelakaan dapat memberi wawasan
tentang jenis perilaku yang paling sering dikaitkan dengan kecelakaan pada sebuah perusahaan /
organisasi.
Mewawancarai karyawan dapat memberi wawasan mengenai jenis masalah yang mereka hadapi
saat melakukan tugas pekerjaan. Karyawan juga dapat memberikan informasi tentang situasi
yang tidak tepat, kekurangan prosedur kerja. Pengamatan pekerjaan berguna dalam
mendokumentasikan prosedur yang diikuti untuk menyelesaikan suatu tugas. Ulasan peraturan
kerja juga berguna dalam menentukan potensi masalah dengan metode menyelesaikan tugas
pekerjaan. Bersama keempat pendekatan ini dapat memberikan pegiat safety dengan
inventarisasi perilaku kritis yang kemungkinan besar bisa mengakibatkan kecelakaan.
Penggunaan perilaku yang tidak aman sebagai metrik memberikan alat tambahan bagi seorang
pegiat safety untuk digunakan untuk mengukur keefektifan program keselamatan. Sementara
kecelakaan dan kerugian adalah indikator “setelah kejadian”, kinerja keselamatan berdasarkan
perilaku yang tidak aman dapat dianggap sebagai matrix indikator sebelum kejadian yang
bersifat proaktif.
Keselamatan berbasis perilaku dapat digunakan bersamaan dengan matrix keselamatan lainnya
dan sebagai bagian dari keseluruhan program kinerja keselamatan. Jika sebagian besar
kecelakaan di tempat kerja dikaitkan dengan tindakan atau perilaku yang tidak aman,
mengurangi frekuensi perilaku tidak aman ini akan mengakibatkan penurunan kecelakaan.
Dengan menggunakan pendekatan metrik keselamatan multi-cabang, kedua perilaku tidak aman
dan kondisi tidak aman diukur, pengumpulan dan analisis data, dan kegiatan peningkatan kinerja
dapat dilakukan. BBS menyediakan kerangka kerja untuk mengembangkan standar kinerja,
mengumpulkan data melalui penggunaan observasi kerja dan pelaksanaan tindakan korektif.