Anda di halaman 1dari 6

Behaviour Based Safety 

(BBS) adalah sebuah program yang ditujukkan untuk mengurangi


tingkat kecelakaan kerja dengan cara memperbaiki kebiasaan-kebiasaan pekerja dan
mengubah kultur dari satu perusahaan atau organisasi sehingga lebih aware terhadap potensi
kecelakaan

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah proses yang berkesinambungan dengan
melibatkan semua pihak yang ada dalam organisasi tersebut, sehingga apabila masing-masing
anggota telah berperilaku berbasis Keselamatan (BBS), diharapkan akan tercapai budaya K3 di
perusahaan

Behavior Based Safety (BBS) adalah upaya pencegahan kecelakaan secara proaktif yang
berfokus pada at Risk Behavior/perilaku berbahaya yang berpeluang menyebabkan terjadinya
kecelakaan

Unsafe behaviour merupakan tipe perilaku yang mengarah pada kecelakaan, seperti bekerja
tanpa menghiraukan keselamatan, melakukan pekerjaan tanpa ijin, menyingkirkan peralatan
keselamatan, operasi pekerjaan pada kecepatan yang berbahaya, menggunakan peralatan
tidak standar, bertindak kasar, kurang pengetahuan, cacat

Manfaat ImplementasiBBS

Menciptakan lingkungan kerja yang aman dengan menciptakan safety culture (Budaya K3)


yang kuat dan mengakar dengan baik di lingkungan kerja. Mengurangi angka accident rate
dan kerugian akibat kecelakaan kerja. Upaya proaktif meminimalkan potensi kecelakaan yang
disebabkan human factor

Tindakan yang tidak aman (Unsafe Acts) didefinisikan sebagai segala tindakan manusia yang


dapat memungkinkan terjadinya kecelakaan pada diri sendiri maupun orang lain, sedangkan
kondisi yang tidak aman (Unsafe Condition) didefinisikan sebagai salah satu kondisi lingkungan
kerja yang dapat memungkinkan terjadinya

Sasaran dan Manfaat Workshop Behavior Based Safety (BBS):


Meningkatkan kesadaran pekerja untuk berperilaku aman dalam bekerja sehingga dapat
meningkatkan produktifitas kerja perusahaan. Peserta mampu mengimplementasikan BBS
di perusahaan

Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja melalui Pembinaan dan Pengawasan :


1. Pelatihan dan Pendidikan K3 terhadap tenaga kerja.
2. Konseling dan Konsultasi mengenai penerapan K3 bersama tenaga kerja.
3. Pengembangan Sumber Daya ataupun Teknologi yang berkaitan dengan peningkatan
penerapan K3 di tempat kerja

Sumber daya manusia yang perlu dipersiapkan dalam implementasi BBS adalah


antara lain :
 Steering Committee atau Tim yang membahas temuan, mengagendakan pelatihan dan
mengusulkan perbaikan.
 Observer yang sudah ditraining teknik melaksanakan observasi perilaku di lapangan

Beberapa contoh perilaku Unsafe Action :
 Adanya Percampuran Bahan- Bahan Kimia.
 Membuang Sampah Sembarangan Tempat.
 Bekerja Sambil Bercanda dan Bersenda Gurau.
 Mengerjakan Pekerjaan Yang Tidak Sesuai Dengan Skill / Keterampilan.
 Tidak Melaksanakan Prosedur Kerja dengan Baik

near miss (hampir celaka atau nyaris celaka) adalah suatu peristiwa yang tidak direncanakan,
tidak mengakibatkan cedera, penyakit, atau kerusakan properti tetapi memiliki potensi untuk
mengakibatkan kerugian-kerugian tersebut

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Heinrich menyatakan bahwa kecelakaan kerja di


industri secara umum disebabkan oleh 88% tindakan tidak aman, 10% kondisi yang
berbahaya, serta 2% tak terhindarkan

Apa saja yang menyebabkan tindakan tidak aman di tempat kerja?


Tindakan Tidak Aman (Unsafe Act)
 Mengoperasikan tanpa otoritas.
 Gagal memperingatkan.
 Gagal mengamankan.
 Beroperasi pada kecepatan yang salah.
 Membuat alat pengaman tidak berfungsi.
 Menggunakan alat yang rusak.
 Memakai alat pelindung diri secara tidak benar.
 Penempatan yang salah.
Kondisi Tidak Aman merupakan suatu keadaan (umumnya tempat kerja) yang ada di sekitar
kita yang memiliki potensi menyebabkan cidera atau kecelakaan kerja serta kerusakaan
lainnya. Kadang kala kita membiarkan kondisi lingkungan kerja berantakan, sembrawut, dan
tidak rapi serta berbagai kondisi lainnya

Faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja?


Faktor penyebab kecelakaan kerja bisa dibagi menjadi tiga,
yaitu faktor manusia, faktor lingkungan, dan faktor peralatan. Oleh karena itu, setiap
orang yang terlibat dalam pekerjaan, baik itu perusahaan yang
mempekerjakan, pekerja, hingga orang-orang sekitar perlu memahami
prosedur keselamatan kerja

Apa perbedaan antara kecelakaan dan insiden?


Kecelakaan dibedakan dengan insiden, perbedaan dari keduanya itu terdapat pada
ada atau tidaknya kerugian. Kecelakaan selalu disertai dengan timbulnya kerugian, dan
sedangkan insiden tidak adanya kerugian yang didapat oleh manusia

Keselamatan berbasis perilaku (Behavior Based Safety) adalah teknik kinerja keselamatan yang
telah meningkat popularitasnya selama beberapa tahun terakhir. Keselamatan berbasis perilaku
mengacu pada sebuah proses yang dirancang untuk mengurangi frekuensi kecelakaan yang
berhubungan dengan pekerjaan dengan memantau perilaku yang aman dan mengurangi frekuensi
perilaku pekerja yang negatif atau tidak tepat. Premis utamanya yaitu: penyebab langsung
sebagian besar kecelakaan kerja yang sering terjadi adalah perilaku karyawan yang tidak aman
(misalkan : tidak memakai peralatan pelindung yang tepat, melepas pengaman mesin, dll.)

Keselamatan berbasis perilaku (BBS) adalah hasil kerja psikolog perilaku selama bertahun-
tahun. Dengan menggunakan teknik dari psikologi terapan, psikolog menggunakan kombinasi
analisis perilaku untuk mempelajari kinerja industri. Pada tahun 1979, Thomas Krause, seorang
psikolog dan John Hindley, seorang psikiater, meneliti metode di mana psikologi dapat
diterapkan pada perusahaan pengeboran minyak off-shore dalam upaya meningkatkan kinerja
keselamatan (Krause, 2001). Dengan sebagian besar kecelakaan di tempat kerja terjadi karena
tindakan yang tidak aman, premis pendekatan keselamatan berbasis perilaku adalah : identifikasi
dan penghilangan motivator dari perilaku yang tidak aman serta reinforcement terhadap perilaku
aman seharusnya dapat memperbaiki kinerja keselamatan di tempat kerja.

Proses “Behavior-Based Safety”


Proses BBS sendiri terdiri dari identifikasi perilaku kritis, menetapkan tingkat perilaku dasar
yang aman, dan mengembangkan mekanisme perbaikan berkelanjutan ke dalam program
(Krause dan Hindley, 1990). Semua langkah dalam proses ini juga mewajibkan partisipasi
karyawan untuk memastikan bahwa adanya program pendukung itu penting bagi berjalannya
program secara efektif. Perilaku kritis dapat diidentifikasi dalam beberapa cara, termasuk
evaluasi riwayat kecelakaan yang telah terjadi dan masukan dari mereka yang mengetahui
tentang proses dalam organisasi. Benchmarks (tolok ukur) untuk perilaku aman, yang disebut
sebagai tingkat dasar yang dapat diterima, diukur berdasarkan persentase waktu perilaku aman
diamati. Supervisor yang telah diberikan training program audit BBS akan mencari data tersebut
berdasarkan penggunaan observasi pekerjaan dan data lain berkenaan dengan perilaku aman
yang diobservasi. Seperti halnya program lainnya, sebuah proses perbaikan berkelanjutan
terintegrasi ke dalam program BBS ini.
Benchmark dibuat, perilaku diamati dan diukur, perbandingan dibuat sesuai benchmark, dan
kegiatan perbaikan diimplementasikan. Scott E.Geller mengidentifikasi 7 prinsip utama yang
harus dijadikan pedoman saat mengembangkan proses BBS atau alat untuk manajemen
keselamatan, yaitu :

1. Fokus pada proses intervensi terhadap perilaku

2. Lihatlah faktor eksternal untuk memahami dan memperbaiki perilaku

3. Perilaku langsung dengan aktivator atau antecedent (faktor yang melatarbelakangi) perilaku

4. Fokus pada konsekuensi positif untuk memotivasi perilaku

5. Terapkan metode ilmiah untuk memperbaiki intervensi perilaku

6. Gunakan teori untuk mengintegrasikan informasi, jangan membatasi kemungkinan

7. Rancang intervensi dengan mempertimbangkan perasaan dan sikap internal

Semua perilaku sukarela sebenarnya berawal dari proses mengikuti arahan orang lain (Geller,
1999).  Arahan ini bisa dalam bentuk pelatihan, prosedur, dan lain-lain. Setelah belajar tentang
apa yang harus dilakukan, perilaku memasuki tahap “self-directed” dimana orang tersebut
melakukan aktivitas dengan cara yang akan menimbulkan respons positif. Aktivitas self-directed
mungkin tidak selalu menghasilkan perilaku yang diinginkan. Mengubah perilaku mandiri
seringkali sulit karena motivatornya bersifat pribadi (Geller, 1999).

Ada tiga bentuk utama intervensi perilaku. Mereka adalah intervensi instruksional, intervensi
suportif, dan intervensi motivasi (Geller, 1999). Intervensi instruksional terdiri dari sesi
pendidikan, latihan latihan, dan umpan balik secara direktif. Intervensi yang supportive berfokus
pada penerapan konsekuensi positif. Penguatan positif terhadap perilaku yang diinginkan akan
meningkatkan kemungkinan perilaku tersebut akan dilakukan lagi. Intervensi motivasi mencakup
insentif (hadiah) atau penghargaan positif untuk perilaku yang ditargetkan. Motivator bersifat
negatif seringkali tidak efektif.

Dalam pendekatan tradisional terhadap BBS, pekerja dan perilaku mereka adalah fokus utama.
Tujuannya adalah untuk mendidik karyawan dan melembagakan proses yang melibatkan mereka
dalam analisis perilaku, observasi, dan koreksi. Biasanya, karyawan mengembangkan daftar
perilaku kerja kritis, mengamati teman kerja sebaya yang melakukan pekerjaan, melaporkan
pengamatan ini kepada teman kerja sebaya, dan membantu mengembangkan tindakan perbaikan
yang tepat.

Perilaku Kritis (Critical Behavior)


Perilaku kritis adalah perilaku yang bersifat penting untuk kinerja keselamatan di tempat kerja.
Perilaku ini dapat diidentifikasi dengan menggunakan salah satu dari empat sumber yang
berbeda: laporan kejadian, wawancara karyawan, observasi pekerjaan, dan review peraturan
kerja dan manual prosedur.

Laporan insiden harus menjadi item yang dievaluasi pertama saat mengembangkan inventarisasi
perilaku kritis (Krause, 2001). Laporan kecelakaan memberikan dasar-dasar perilaku untuk
ditargetkan. Biasanya, data kecelakaan selama tiga sampai lima tahun belakangan bisa
memberikan data yang andal dan valid. Kajian laporan kecelakaan dapat memberi wawasan
tentang jenis perilaku yang paling sering dikaitkan dengan kecelakaan pada sebuah perusahaan /
organisasi.

Mewawancarai karyawan dapat memberi wawasan mengenai jenis masalah yang mereka hadapi
saat melakukan tugas pekerjaan. Karyawan juga dapat memberikan informasi tentang situasi
yang tidak tepat, kekurangan prosedur kerja. Pengamatan pekerjaan berguna dalam
mendokumentasikan prosedur yang diikuti untuk menyelesaikan suatu tugas. Ulasan peraturan
kerja juga berguna dalam menentukan potensi masalah dengan metode menyelesaikan tugas
pekerjaan. Bersama keempat pendekatan ini dapat memberikan pegiat safety dengan
inventarisasi perilaku kritis yang kemungkinan besar bisa mengakibatkan kecelakaan.

Menggunakan Proses Keselamatan Berbasis Perilaku sebagai Matrix


Indikator Keselamatan
Proses BBS cocok digunakan untuk program matrix indikator keselamatan. Menetapkan tujuan
dan sasaran kinerja keselamatan berdasarkan kinerja perilaku aman merupakan langkah awal
dalam pengembangan program matrix indikator keselamatan. Dengan tujuan perilaku yang aman
ditentukan, selanjutnya kegiatan dapat dipantau, data dapat dikumpulkan, dan perbandingan
dapat dilakukan antara aktivitas dan tingkat kinerja yang diinginkan. Bila kesenjangan
teridentifikasi antara tingkat kinerja yang diinginkan dan aktual, maka selanjutnya terserah
kepada seorang manager keselamatan untuk mengidentifikasi alasan perbedaan dan membuat
perubahan yang sesuai.

Penggunaan perilaku yang tidak aman sebagai metrik memberikan alat tambahan bagi seorang
pegiat safety untuk digunakan untuk mengukur keefektifan program keselamatan. Sementara
kecelakaan dan kerugian adalah indikator “setelah kejadian”, kinerja keselamatan berdasarkan
perilaku yang tidak aman dapat dianggap sebagai matrix indikator sebelum kejadian yang
bersifat proaktif.

Keselamatan berbasis perilaku dapat digunakan bersamaan dengan matrix keselamatan lainnya
dan sebagai bagian dari keseluruhan program kinerja keselamatan. Jika sebagian besar
kecelakaan di tempat kerja dikaitkan dengan tindakan atau perilaku yang tidak aman,
mengurangi frekuensi perilaku tidak aman ini akan mengakibatkan penurunan kecelakaan.
Dengan menggunakan pendekatan metrik keselamatan multi-cabang, kedua perilaku tidak aman
dan kondisi tidak aman diukur, pengumpulan dan analisis data, dan kegiatan peningkatan kinerja
dapat dilakukan. BBS menyediakan kerangka kerja untuk mengembangkan standar kinerja,
mengumpulkan data melalui penggunaan observasi kerja dan pelaksanaan tindakan korektif. 

Anda mungkin juga menyukai