Keselamatan berbasis perilaku (Behavior Based Safety) adalah teknik kinerja keselamatan yang telah meningkat popularitasnya selama beberapa tahun terakhir. Keselamatan berbasis perilaku mengacu pada sebuah proses yang dirancang untuk mengurangi frekuensi kecelakaan yang berhubungan dengan pekerjaan dengan memantau perilaku yang aman dan mengurangi frekuensi perilaku pekerja yang negatif atau tidak tepat. Premis utamanya yaitu: penyebab langsung sebagian besar kecelakaan kerja yang sering terjadi adalah perilaku karyawan yang tidak aman (misalkan : tidak memakai peralatan pelindung yang tepat, melepas pengaman mesin, dll.)
Keselamatan berbasis perilaku (BBS) adalah hasil kerja psikolog perilaku
selama bertahun-tahun. Dengan menggunakan teknik dari psikologi terapan, psikolog menggunakan kombinasi analisis perilaku untuk mempelajari kinerja industri. Pada tahun 1979, Thomas Krause, seorang psikolog dan John Hindley, seorang psikiater, meneliti metode di mana psikologi dapat diterapkan pada perusahaan pengeboran minyak off-shore dalam upaya meningkatkan kinerja keselamatan (Krause, 2001). Dengan sebagian besar kecelakaan di tempat kerja terjadi karena tindakan yang tidak aman, premis pendekatan keselamatan berbasis perilaku adalah : identifikasi dan penghilangan motivator dari perilaku yang tidak aman serta reinforcement terhadap perilaku aman seharusnya dapat memperbaiki kinerja keselamatan di tempat kerja.
Proses “Behavior-Based Safety”
Proses BBS sendiri terdiri dari identifikasi perilaku kritis, menetapkan tingkat perilaku dasar yang aman, dan mengembangkan mekanisme perbaikan berkelanjutan ke dalam program (Krause dan Hindley, 1990). Semua langkah dalam proses ini juga mewajibkan partisipasi karyawan untuk memastikan bahwa adanya program pendukung itu penting bagi berjalannya program secara efektif. Perilaku kritis dapat diidentifikasi dalam beberapa cara, termasuk evaluasi riwayat kecelakaan yang telah terjadi dan masukan dari mereka yang mengetahui tentang proses dalam organisasi. Benchmarks (tolok ukur) untuk perilaku aman, yang disebut sebagai tingkat dasar yang dapat diterima, diukur berdasarkan persentase waktu perilaku aman diamati. Supervisor yang telah diberikan training program audit BBS akan mencari data tersebut berdasarkan penggunaan observasi pekerjaan dan data lain berkenaan dengan perilaku aman yang diobservasi. Seperti halnya program lainnya, sebuah proses perbaikan berkelanjutan terintegrasi ke dalam program BBS ini. 1 PT. GOLDEN INDO ABRA
BEHAVIOR BASED SAFETY (BBS)
Benchmark dibuat, perilaku diamati dan diukur, perbandingan dibuat
sesuai benchmark, dan kegiatan perbaikan diimplementasikan. Scott E.Geller mengidentifikasi 7 prinsip utama yang harus dijadikan pedoman saat mengembangkan proses BBS atau alat untuk manajemen keselamatan, yaitu : 1. Fokus pada proses intervensi terhadap perilaku 2. Lihatlah faktor eksternal untuk memahami dan memperbaiki perilaku 3. Perilaku langsung dengan aktivator atau antecedent (faktor yang melatarbelakangi) perilaku 4. Fokus pada konsekuensi positif untuk memotivasi perilaku 5. Terapkan metode ilmiah untuk memperbaiki intervensi perilaku 6. Gunakan teori untuk mengintegrasikan informasi, jangan membatasi kemungkinan 7. Rancang intervensi dengan mempertimbangkan perasaan dan sikap internal Semua perilaku sukarela sebenarnya berawal dari proses mengikuti arahan orang lain (Geller, 1999). Arahan ini bisa dalam bentuk pelatihan, prosedur, dan lain-lain. Setelah belajar tentang apa yang harus dilakukan, perilaku memasuki tahap “self-directed” dimana orang tersebut melakukan aktivitas dengan cara yang akan menimbulkan respons positif. Aktivitas self-directed mungkin tidak selalu menghasilkan perilaku yang diinginkan. Mengubah perilaku mandiri seringkali sulit karena motivatornya bersifat pribadi (Geller, 1999). Ada tiga bentuk utama intervensi perilaku. Mereka adalah intervensi instruksional, intervensi suportif, dan intervensi motivasi (Geller, 1999). Intervensi instruksional terdiri dari sesi pendidikan, latihan latihan, dan umpan balik secara direktif. Intervensi yang supportive berfokus pada penerapan konsekuensi positif. Penguatan positif terhadap perilaku yang diinginkan akan meningkatkan kemungkinan perilaku tersebut akan dilakukan lagi. Intervensi motivasi mencakup insentif (hadiah) atau penghargaan positif untuk perilaku yang ditargetkan. Motivator bersifat negatif seringkali tidak efektif.
2 PT. GOLDEN INDO ABRA
BEHAVIOR BASED SAFETY (BBS)
Dalam pendekatan tradisional terhadap BBS, pekerja dan perilaku mereka adalah fokus utama. Tujuannya adalah untuk mendidik karyawan dan melembagakan proses yang melibatkan mereka dalam analisis perilaku, observasi, dan koreksi. Biasanya, karyawan mengembangkan daftar perilaku kerja kritis, mengamati teman kerja sebaya yang melakukan pekerjaan, melaporkan pengamatan ini kepada teman kerja sebaya, dan membantu mengembangkan tindakan perbaikan yang tepat.
Perilaku Kritis (Critical Behavior)
Perilaku kritis adalah perilaku yang bersifat penting untuk kinerja keselamatan di tempat kerja. Perilaku ini dapat diidentifikasi dengan menggunakan salah satu dari empat sumber yang berbeda: laporan kejadian, wawancara karyawan, observasi pekerjaan, dan review peraturan kerja dan manual prosedur. Laporan insiden harus menjadi item yang dievaluasi pertama saat mengembangkan inventarisasi perilaku kritis (Krause, 2001). Laporan kecelakaan memberikan dasar-dasar perilaku untuk ditargetkan. Biasanya, data kecelakaan selama tiga sampai lima tahun belakangan bisa memberikan data yang andal dan valid. Kajian laporan kecelakaan dapat memberi wawasan tentang jenis perilaku yang paling sering dikaitkan dengan kecelakaan pada sebuah perusahaan / organisasi. Mewawancarai karyawan dapat memberi wawasan mengenai jenis masalah yang mereka hadapi saat melakukan tugas pekerjaan. Karyawan juga dapat memberikan informasi tentang situasi yang tidak tepat, kekurangan prosedur kerja. Pengamatan pekerjaan berguna dalam mendokumentasikan prosedur yang diikuti untuk menyelesaikan suatu tugas. Ulasan peraturan kerja juga berguna dalam menentukan potensi masalah dengan metode menyelesaikan tugas pekerjaan. Bersama keempat pendekatan ini dapat memberikan pegiat safety dengan inventarisasi perilaku kritis yang kemungkinan besar bisa mengakibatkan kecelakaan.
3 PT. GOLDEN INDO ABRA
BEHAVIOR BASED SAFETY (BBS)
Menggunakan Proses Keselamatan Berbasis Perilaku sebagai Matrix Indikator Keselamatan Proses BBS cocok digunakan untuk program matrix indikator keselamatan. Menetapkan tujuan dan sasaran kinerja keselamatan berdasarkan kinerja perilaku aman merupakan langkah awal dalam pengembangan program matrix indikator keselamatan. Dengan tujuan perilaku yang aman ditentukan, selanjutnya kegiatan dapat dipantau, data dapat dikumpulkan, dan perbandingan dapat dilakukan antara aktivitas dan tingkat kinerja yang diinginkan. Bila kesenjangan teridentifikasi antara tingkat kinerja yang diinginkan dan aktual, maka selanjutnya terserah kepada seorang manager keselamatan untuk mengidentifikasi alasan perbedaan dan membuat perubahan yang sesuai. Penggunaan perilaku yang tidak aman sebagai metrik memberikan alat tambahan bagi seorang pegiat safety untuk digunakan untuk mengukur keefektifan program keselamatan. Sementara kecelakaan dan kerugian adalah indikator “setelah kejadian”, kinerja keselamatan berdasarkan perilaku yang tidak aman dapat dianggap sebagai matrix indikator sebelum kejadian yang bersifat proaktif. Keselamatan berbasis perilaku dapat digunakan bersamaan dengan matrix keselamatan lainnya dan sebagai bagian dari keseluruhan program kinerja keselamatan. Jika sebagian besar kecelakaan di tempat kerja dikaitkan dengan tindakan atau perilaku yang tidak aman, mengurangi frekuensi perilaku tidak aman ini akan mengakibatkan penurunan kecelakaan. Dengan menggunakan pendekatan metrik keselamatan multi-cabang, kedua perilaku tidak aman dan kondisi tidak aman diukur, pengumpulan dan analisis data, dan kegiatan peningkatan kinerja dapat dilakukan. BBS menyediakan kerangka kerja untuk mengembangkan standar kinerja, mengumpulkan data melalui penggunaan observasi kerja dan pelaksanaan tindakan korektif.
Manajemen waktu dalam 4 langkah: Metode, strategi, dan teknik operasional untuk mengatur waktu sesuai keinginan Anda, menyeimbangkan tujuan pribadi dan profesional