Kelompok 2 :
Dinda Priskila
240210120052
Sarah Kaltsum
240210120054
Prudence Andrew
240210120056
Desrizal A.A
240210120064
Fania Evelyn R.
240210120065
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Teh merupakan jenis minuman yang sangat terkenal bukan hanya di Indonesia
tapi di seluruh dunia. Teh dapat digunakan sebagai jamuan tamu baik di acara
formal atau tidak. Di Inggris terdapat tradisi minum teh di sore hari yang
dahulunya dilakukan oleh para bangsawan. Teh juga berperan sebagai obat di Asia
Timur seperti China dan Jepang. Jenis teh hijau sangat populer sebagai minuman
awet muda dan memperbaiki sistem pencernaan. Teh di Indonesia juga sangat
populer dinikmati oleh berbagai lapisan masyarakat sebagai pendamping
makanan.
Teh adalah minuman yang mengandung kafein dan dibuat dengan cara
menyeduh daun, pucuk daun, atau tangkai daun yang dikeringkan dengan air
panas. Kandungan kafein pada teh masih lebih rendah dari kandungan kafein kopi.
Satu cangkir teh mengandung 45 mg kafein, sedangkan kopi mengandung 90 mg
kafein. Istilah "teh" juga digunakan untuk minuman yang dibuat dari buah,
rempah-rempah atau tanaman obat lain yang diseduh, misalnya, teh rosehip,
camomile, krisan dan Jiaogulan. Teh yang tidak mengandung daun teh disebut teh
herbal. Teh merupakan sumber alami kafein, teofilin dan antioksidan dengan
kadar lemak, karbohidrat atau protein mendekati nol persen. Teh bila diminum
terasa sedikit pahit yang merupakan kenikmatan tersendiri dari teh.
Tanaman teh merupakan tanaman yang tidak tahan terhadap kekeringan,
oleh karena itu menghendaki daerah dengan curah hujan yang cukup tinggi dan
merata. Di Indonesia secara umum dapat dikatakan bahwa makin tinggi letak
kebun teh dari permukaan laut maka makin tinggi pula kualitas teh yang
dihasilkan. Di daerah-daerah dengan ketinggian tempat antara 700-1000 M dpl,
kebun selalu menghasilkan hasil yang baik sekali kualitasnya. Selain itu Tanaman
teh dapat tumbuh sampai ketinggian sekitar 6-9 M. Di perkebunan-perkebunan
tanaman teh dipertahankan hanya sampai sekitar 1 m tingginya dengan
pemangkasan secara berkala.
Berdasarkan cara pengolahannya, teh dapat dikelompokkan menjadi tiga
yaitu teh fermentasi (teh hitam), teh semi fermentasi (teh oolong dan teh
pouchong) serta teh tanpa fermentasi (teh hijau). Baik teh hitam, teh hijau maupun
teh oolong dan teh pouchong dapat diolah dari bahan baku yang sama yaitu daun
teh atau Camellia sinensis. Berdasarkan varietasnya, Camellia sinensis dibagi
menjadi dua yaitu Camellia sinensis varietas Assamica dan Camellia sinensis
BAB II
ISI
2.1 Tujuan dan Prinsip Pelayuan Teh Hitam
Pucuk teh yang telah dipetik akan mengalami perubahan-perubahan
senyawa polisakarida dan protein. Perubahan-perubahan kimiawi ini akan
terganggu apabila pucuk terkena udara panas secara berlebihan atau pucuk
mengalami kerusakan mekanis. Agar pucuk dapat digiling dengan baik pada
proses penggilingan maka pucuk harus lentur. Oleh sebab itu kandungan air pucuk
harus dikurangi dengan cara menghembuskan angin dengan RH rendah melalui
pucuk. Pelayuan fisik ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan udara panas
dengan waktu kurang dari 6 jam.
Salah satu tahapan pengolahan teh adalah pelayuan. Tujuan dari pelayuan
antara lain adalah untuk mengurangi kadar air daun teh dari 75%-80% sampai
55%-65% atau sampai tingkat layu tertentu, melemaskan daun sehingga pada saat
penggilingan daun tidak pecah,
mengurangi beban pengeringan, dan merubah senyawa kimia agar rasa dan
aromanya dapat tercapai yang baik.
Faktor yang harus diperhatikan dalam proses pelayuan antara lain suhu,
kelembaban atau RH, dan laju udara. RH yang diperlukan adalah sekitar 60-68%
dengan suhu sekitar 23-26C. Prinsip pelayuan adalah melewatkan udara hangat
pada daun teh secara merata sampai mencapai derajat layu tertentu. Derajat layu
adalah perbandingan antara berat daun layu dengan berat daun segar dalam satuan
persen. Layuan ringan memiliki kadar air 57-60%, layuan sedang memiliki kadar
air 54-56%, dan layuan berat memiliki kadar air 50-53%.
Pelayuan bertujuan untuk melemaskan daun agar mudah tergulung. Setelah
daun layu kemudian daun digulung untuk membuka sel-sel daun sehingga tercipta
kondisi yang baik bagi pertemuan enzim oksidase dan polifenolnya. Proses
pelayuan, terjadi peningkatan enzim, penguraian protein, dan peningkatan
kandungan kafein, sehingga menghasilkan bau yang sedap. Pada proses
penggulungan, terjadi oksidasi yang memungkinkan terjadinya warna cokelat dan
bau spesifik.
Menurut Syarif dan Iskandar (1986) pelayuan selain untuk menurunkan
kadar air daun, juga untuk meningkatkan konsentrasi zat-zat yang terkandung
dalam getahnya serta memberikan struktur kenyal. Kadar air yang tinggi akan
menyebabkan keluarnya getah dari mesin giling dan terbuang, menyulitkan
Persentase teh
Kandungan air
layu Kering
(%)
(%)
(%)
2,50
40
60
2,38
42
58
2,22
2,08
45
48
55
52
2,00
50
50
Tipe layu
Sangat kurang
layu
Sedikit kurang
layu
Sedang
Terlalu layu
Sangat terlalu
layu
(Sumber : Radiana,1985)
Pengolahan teh hitam di Indonesia dapat dikategorikan dalam dua sistem,
yaitu sistem Orthodox dan sistem baru seperti CTC (Crushing-Tearing-Curling).
Meski sistem yang digunakan berbeda, secara prinsip proses pengolahannya
tidaklah jauh berbeda. Berikut ini merupakan perbedaan pelayuan dengan sistem
orthodox dan CTC:
Tabel 2. Perbedaan pelayuan cara orthodox dan CTC
Perbedaan
Target MC layu
Penggunaan udara panas
Orthodox
51-58%
Maksimal 4jam
(pelayuan)
Lama pelayuan
14-28 jam
Ketebalan hamparan
20-30 cm
Proses pengolahan
Batch
(sumber: Rahadian, 2012)
CTC
68-76%
Tidak memakai, jika
terpaksa maksimal 2 jam
12-28 cm
25-45 cm
Kontinyu
Prinsip kerja alat ini adalah pembakaran bahan bakar (IDO) dengan burner yang
akan menghasilkan panas yang akan mengenai plat-plat di ruang pembakaran.
Kemudian energi panas akan memanaskan udara di dalamnya. Udara panas ini
dihisap oleh kipas dan dialirkan menuju palung pelayuan.
Leaf bed, untuk menghamparkan pucuk segar yang akan dilayukan terbuat
dari wold net dan nilon net agar udara dari bawah palung dapat menembus
ke pucuk yang dihamparkan di atasnya dan daun teh tidak jatuh ke bawah.
Pipa pengirim (Transmission Duct), merupakan penghubung palung
Prinsip kerja alat ini adalah menurunkan kadar air pucuk segar sampai kadar
air yang ditentukan. Udara panas bercampur dengan udara segar di sekitar WT.
Udara campuran ini dihembuskan ke dalam WT dengan penghembus udara yang
digerakkan oleh electromotor. Pada proses pelayuan pucuk CTC hanya
menggunakan udara segar saja. (Putratama, 2009).
Sistem Orthodox
Teh orthodox adalah teh yang diolah melalui proses pelayuan sekitar 16
kering pada alat higrometer, bukan oleh tingginya suhu udara. Perbedaan
higrometrik udara untuk pelayuan berkisar 4-10oF, dimana perbedaan yang
paling besar terjadi di awal proses pelayuan. Pengukuran perbedaan
higrometrik dapat digunakan termo-higrometrik atau wirling higrometer.
yaitu suhu tidak lebih 280C, kelembaban sekitar 60%-75%.
Volume udara yang dibutuhkan untuk proses pelayuan dihitung
dengan dasar 18,333-21 cfm (cubic feet per minute) atau 0,5-0,6
m3/menit/kg pucuk segar, atau kapasitas kipas diharapkan dapat
menghasilkan udara 377-538 cfm/m2 permukaan hamparan pucuk. Untuk
mengukur volume udara tersebut digunakan alat anemometer.
c. Pemakaian udara dingin dan panas selama pelayuan. Proses pelayuan
diharapkan berjalan secara berkesinambungan dan tidak dipaksa terlalu
cepat layu. Pemakaian udara panas selama pelayuan sebaiknya dilakukan
apabila kelembaban relatiif lebih tinggi dari 75%. Laju penguapan air
selama pelayuan pada jam pertama sampai ke6 sangat tinggi meskipun
tanpa pengaliran udara panas. Oleh karena itu pemakaian udara panas
dapat disarankan 5 atau 6 jam setelah pucuk dibeberkan di trough.
Pengaliran udara panas disesuaikan dengan kondisi pucuk, cuaca dan
waktu turun layu ke penggilingan.
d. Suhu udara pelayuan. Suhu udara yang digunakan pada pelayuan
dianjurkan tidak melebihi 28oC, optimum 26,7oC (80oF) karena pada suhu
diatas 28oC enzim mulai terjadi denaturasi. Untuk menentukan suhu udara
yang harus dihasilkan oleh heat exchanger agar mampu menaikkan suhu
udara pelayuan (28oC), dapat dihitung berdasarkan jumlah cfm dari
withering trough kali suhu ruangan ditambah cfm heat exchanger kali X
dibagi oleh jumlah cfm withering trough dan heat exchanger.
Contoh :
= 28
= 28
= 28
= 28 X = 108oC
Keterangan :
X = 108oC = suhu udara yang dihasilkan dari heat exchanger
dengan merata.
Uraian
Bentuk
Citarasa
Penyajian
Kebutuhan
Teh Orthodox
Agak pipih
Kuat
Lambat
400-500 cangkir per
Teh CTC
Butiran
Kurang
Cepat
800-1000 cangkir per
penyeduhan
(Sumber: Setyamidjaja, 2000)
kg teh
kg teh
Derajat layu
44-46
45-47
30-35
Tingkat layu
sedang
sedang berat
sangat ringan
Dalam proses pelayuan, pucuk teh akan mengalami dua perubahan, yatu
pertama perubahan senyawa-senyawa kimia yang terkandung dalam pucuk, dan
kedua menurunnya kandungan air sehingga pucuk menjadi lemas (flacid) (Lase,
2010). Perubahan pertama lazim disebut proses pelayuan kimia dan yang kedua
disebut pelayuan fisik.
1.
Pelayuan Kimia
Proses pelayuan kimia disebut juga sebagai perubahan kimia berlangsung
setelah pucuk dipetik di kebun sampai dalam proses pelayuan. Proses pernapasan
(respirasi) terus berlangsung selama sel-selnya masih utuh. Selama proses
pelayuan terjadi perombakan senyawa-senyawa kimia yang terkandung dalam
pucuk, antara lain kandungan asam amino, naiknya kandungan senyawa penentu
rasa dan aroma, serta meningkatnya permeabilitas dinding sel.
Pada proses pelayuan, terjadi peningkatan enzim, penguraian protein,
berkurangnya kandungan zat padat, berkurangnya pati dan gum, naiknya kadar
gula, dan peningkatan kandungan kafein, sehingga menghasilkan bau yang sedap.
Senyawa katekin tidak mengalami perubahan salama pelayuan, tetapi karena
kandungan air turun maka kadar katekin menjadi tinggi. (Radiana, 1985;
Kustamiyati, 1982 dalam Putratama, 2009). Selama proses ini berlangsung,
katekin akan diubah menjadi theaflavin dan thearubigin yang merupakan
komponen penting baik terhadap warna dan rasa teh (Andrianis, 2009).
Menurut Arifin (1994) dalam Putratama (2009), daun teh, mengandung
protein yang dirasakan sangat besar peranannya dalam pembentukan aroma pada
teh hitam. Diketahui bahwa perubahan utama selama pelayuan adalah
pembongkaran protein menjadi asam-asam amino. Asam amino bersama
karbohidrat dan tanin akan membentuk senyawa aromatis. Asam amino yang
banyak berpengaruh dalam hal ini adalah alanin, fenil alanin, valin, leusin dan
isoleusin.
Jika dilakukan analisis pada daun teh antara daun teh yang diberi
perlakuan pelayuan (A) daun yang dikeringkan (B) dan daun yang segar (C),
maka akan diperoleh:
1. Kadar Air
Kadar air yang didapat adalah pada perlakuan C (daun yang segar) lebih besar
dibandingkan pada daun teh dengan perlakuan A (daun yang dilayukan) dan
daun teh yang dikeringkan (perlakuan B) memiliki kadar air yang lebih
sedikit. Angka-angka memperlihatkan perbedaan yang nyata karena
perlakuan proses pendahuluan yang dilakukan menyebabkan penurunan kadar
air.
2. Kadar Abu
Kadar abu tertinggi terdapat pada daun teh segar dan yang terendah terdapat
pada daun teh yang dilayukan. Hal ini menunjukkan bahwa
perlakuan
karena
pada
saat pengeringan
tannin
teroksidasi
menjadi teaflavin dan tearubigin, sehingga kadar tannin pada daun teh yang
dikeringkan (perlakuan B) lebih sedikit daripada daun teh segar dan daun teh
yang dilayukan saja.
4. Kadar Theaflavin
Kadar theaflavin tertinggi terdapat pada perlakuan daun yang dikeringkan
(B) dan kadar theaflavin terendah didapat pada daun segar (C). Teaflavin
adalah hasil oksidasi enzimatis dari senyawa polifenol. Kadar teaflavin pada
daun yang dilayukan (A) lebih tinggi daripada kadar tannin daun teh segar
(C) disebabkan karena setelah daun dilayukan dilanjutkan dengan proses
penggulungan
dan
pengecilan
ukuran,
dimana
pada
saat
proses
sudah
mulai terbentuk
senyawa
teaflavin,
seperti
yang
memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar serat kasar daun teh. Kadar
serat kasar daun terbesar yaitu pada daun teh yang diberikan perlakuan
(Winarno,
Pelayuan Fisik
Pelayuan fisik atau perubahan fisik pucuk teh disebabkan oleh
menurunnya kandungan air dalam pucuk the akibat proses penguapan baik oleh
aliran udara maupun panas yang dihembuskan. Penguapan air sebagian besar
terjadi melalui mulut-mulut daun (stomata), sehingga daun relatif lebih cepat layu
dibandingkan bagian internodia (tangkai). Proses pelayuan ini diusahakan agar
berjalan dengan berkesinambungan dan tidak dipaksa terlalu cepat layu.
Pelayuan dihentikan atau dianggap cukup apabila baik kondisi kandungan
air maupun perubahan senyawa-senyawa kimia dalam pucuk layu telah mencapai
optimal sesuai dengan harapan mutu the jadi yang dihasilkan.
Hasil pelayuan yang baik ditandai dengan pucuk layu yang berwarna hijau
kekuningan, tidak mengering, internodia (tangkai) muda menjadi lentur, kalau
digenggam terasa lembut dan bila dilemparkan tidak akan buyar serta timbul
aroma yang khas seperti buah masak.
2.5 Faktor-faktor yang Memengaruhi Pelayuan Teh
Faktor-faktor yang memengaruhi pelayuan teh bisa bersumber dari faktor
bahan dan faktor lingkungan, diantaranya :
1. Kadar Air
Kadar air bahan sangat berpengaruh terhadap proses pelayuan pucuk teh.
Kadar air yang cukup tinggi akan mengakibatkan proses pelayuan relatif berat
karena jumlah air yang harus diuapkan besar. Kadar air pucuk teh dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain : ketinggian kebun dari permukaan laut, jenis
klon, keadaan lingkungan, cara dan waktu pemetikan pucuk teh, keadaan cuaca,
dan lain-lain, sehingga kadar air pucuk teh dari tiap-tiap daerah berbeda-beda
(Sukarjaputra, 1974).
2. Tebal Tumpukan
Menurut Nazzarudin (1993), tebal tumpukan pucuk teh memengaruhi suhu
udara yang dihembuskan. Dalam proses pelayuan, udara merupakan pengangkut
massa air dan panas. Hal ini berarti bahwa dengan bertambahnya jumlah udara
pelayu yang dialirkan pada tumpukan bahan yang dilayukan maka kapasitas udara
pelayu dan laju penurunan kadar airnya semakin besar.
3. Derajat Layu
Derajat layu didefinisikan sebagai presentase berat teh kering dari mesin
pengering terhadap pucuk layu (berat layuan), sedangkan presentase layu adalah
angka presentase berat pucuk terhadap pucuk segar (Nasution dan Wachyudin,
1985). Derajat layu sangat dibutuhkan untuk melihat kadar air pucuk layunya.
Semakin kecil kadar airnya, maka semakin baik pucuk itu diproses lebih lanjut.
4. Lama Pelayuan
Lama proses pelayuan tiap pabrik berbeda-beda, umumnya antara 14 18
jam. Waktu pelayuan yang terlalu singkat akan menghasilkan pucuk yang kurang
layu, dengan sifat-sifat kimia pucuk daun teh tidak dalam keadaan optimum.
Misalnya daun teh tidak mudah digulung sehingga proses oksidasi enzimatis tidak
sempurna dikarenakan sedikitnya cairan sel yang keluar dan partikel teh kering
mempunyai kenampakan yang terbuka.
Waktu pelayuan yang panjang memberikan warna yang lebih baik pada
produk akhir berupa air seduhan berwarna gelap akan tetapi flavour dan kualitas
produk akhir rendah.
5. Suhu dan Laju Udara Pelayu
Proses pengolahan teh hitam memerlukan enzim sebagai biokatalisator,
sehingga udara pelayu sebaiknya tidak lebih dari 28oC, karena jika suhu udara
pelayu lebih besar dari nilai itu akan mengakibatkan pucuk layu menjadi merah
dan akan memengaruhi kualitas teh yang dihasilkan dan juga mengganggu
tahapan proses selanjutnya.
2.6 Indikator Pelayuan Teh
Indikator-indikator bahwa pelayuan telah dilakukan dengan optimal antara
lain :
bekas
Aromanya tercium sedap berbeda dengan pucuk segar.
BAB III
KESIMPULAN
1. Pelayuan teh adalah proses menghilangkan air dari daun teh sehingga daun
menjadi lebih lentur dan meminimalisir terjadinya oksidasi.
2. Tujuan pelayuan ini adalah untuk mengurangi kadar air daun teh hingga 70%,
membuat daun teh lebih lentur dan mudah digulung, serta memudahkan
cairan sel keluar dari jaringan pada saat digulung.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelayuan teh antara lain kadar air, suhu,
pembalikan daun, dan waktu.
4. Alat dan mesin yang digunakan dalam proses pelayuan yaitu palung pelayuan
(Withering Trough) dan Heater Exchanger.
5. Pelayuan fisik ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan udara panas
dengan waktu kurang dari 6 jam.
6. Pada proses pelayuan, terjadi peningkatan enzim, penguraian protein,
peningkatan kandungan kafein, sehingga menghasilkan bau yang sedap.
Selain itu, katekin akan diubah menjadi theaflavin dan thearubigin yang
merupakan komponen penting baik terhadap warna dan rasa teh.
DAFTAR PUSTAKA
Andrianis, Y. 2009. Pengolahan Teh. Available online at http://y-andria.com
(Diakses pada 16 September 2014).
Fatkurahman, Rifa. 2010. Laporan Magang di PTPN IX (Persero) Kebun Semigih
Moga Pemalang (Proses Produksi Teh Hitam). Universitas Sebelas Maret,
Surakarta.