Anda di halaman 1dari 55

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Forensik yang dimaksud dengan identifikasi ilmu kedokteran gigi dan
kedokteran forensik adalah sebuah aplikasi dari sisi disiplin ilmu kedokteran
dan kedokteran gigi yang terkait dalam suatu penyidikan dalam memperoleh
data data postmortem, berguna untuk menentukan otentitas dan identitas
korban maupun pelaku demi kepentingan hukum dalam suatu proses peradilan
dan menegakkan kebenaran (Lukman, 2006).
Inti dari proses identifikasi adalah mengenali seseorang dari komponen
yang ada pada orang tersebut misalnya karakteristik alami atau ciri yang relatif
stabil seperti pola gigi,pola iris, sidik jari dan lain-lain. Karakteristik gigi pada
seseorang dapat digunakan sebagai dasar identifikasi karena sangat
bervariasinya struktur gigi pada manusia (Abiyanto dkk,2011)
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai tahap tahap pertumbuhan dan
perkembangan gigi geligi, struktur serta variasi morfologisnya dan teknik
pemeriksaan odontologi pada gigi geligi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan forensik odontologi?
2. Bagaimana struktur serta variasi morfologi gigi geligi?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui tahap- tahap forensik odontologi.
2. Mengetahui struktur serta variasi morfologi gigi
1.4 Hipotesa
Adanya peranan gigi geligi untuk mengetahui identifikasi seseorang dalam
proses forensik.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi Forensik Odontologi
Odons = Gigi
Logis = Ilmu pengetahuan
Forensik = berhubungan dgn pengadilan
Odontologi adalah cabang ilmu biologi kedokteran yang melakukan
identifikasi bangun /struktur gigi. Sistem identifikasi gigi ini jika
digunakan untuk identifikasi mayat lebih akurat dibanding sidik jari
apabila digunakan untuk mengungkap kasus dengan korban mengalami
kerusakan

tubuh

yang

parah

(korban

kebakaran,

tengkorak,

korban

mutilasi).O d o n t o l o g i u n t u k k e p e n t i n g a n i d e n t i f i k a s i m a y a t
d i s e b u t o d o n t o l o g y f o r e n s i c . Odontologi forensik adalah salah
satu metode penentuan identitas individu yang telahdikenal sejak era
Sebelum

Masehi.

Odontologi

forensic

dapat

mengidentifikasi

mayats e c a r a a k u r a t .

Gigi memenuhi syarat untuk dapat dijadkan sarana identifikasi karena


mempunyai faktor (julianti dkk, 2008).
1. Derajat individualitas yang tinggi
Berdasarkan perhitungsn dan penelitian untuk menentukan orang yang
giginya sama giginya adalah satu per dua triliyun. Adanya pola erupsi
dengan 20 gigi susu dan 32 gigi geligi, perubahan karena kerusakan atau
tindakan perawatan serta ciri khas seperti lngkung gigi membuat gigi
merupakan ciri khas tiap-tiap orang.
2. Derajat kekuatan dan ketahanan terhadap berbagai pengaruh kerusakan.
Identifikasi dengan sarana gigi sangat mungkin dilakukan karena sifat gigi
yang sangat kuat dan tahan terhadap berbagai pengaruh kerusakan. Hal ini
karena gigi tersusun dari bahan anorganik dan tempatnya yang trlindung
oleh mulut yang cukup memberikan perlindungan.
Identifikasi dengan sarana gigi dilakukan dengan cara membandingkan
data gigi yang diperoleh dari pemeriksaan orang atau jenazah tak dikenal (data

postmortem) dengan data gig yang pernah dibuat sebelumnya dari orang yang
diperkirakan(data antemortem) (julianti dkk, 2008).
Data antemortem merupakan syarat utama yang harus ada apabila
identifikasi dengan cara membandingkan akan diterapkan. Data antemortem
tersebut berupa (julianti dkk, 2008).
1. Dental record, yaitu keterangan tertulis berupa odontogram atau
catatan keadaan gigi pada waktu pemeriksaan,pengobatan dan
perawatan gigi.
2. Foto rontgen gigi
3. Cetakan gigi
4. Prothesis gigi atau alat orthodonsi
5. Foto close up muka atau profil daerah mulut dan gigi
6. Keterangan dari orang-orang terdekat di bawah sumpah
Untuk data gigi postmortem yang perlu dicatat pada pemeriksaan antaara
lain (julianti dkk, 2008).
1. Gigi yang ada dan tidak ada,bekas gigi yang tidak ada apakah
masih baru atau sudah lama.
2. Gigi yang ditambal,jenis dan klasifikasi bahan tambal
3. Anomali bentuk dan posisi
4. Karies atau kerusakan yang ada
5. Jenis dan bahan restorasi
6. Atrisi dataran kunyah gigi yang merupakan proses fisiologis untuk
fungsi mengunyah. Derajat atrisi ini sebanding dengan umur
7. Gigi molar ketiga sudah tumbuh atau belum
8. Ciri-ciri populasi ras dan geografi (Julianti dkk, 2008)

Menurut Tian (2008) Forensik odontologi merupakan salah satu metode


penentuan identitas individu dengan keunggulan gigi sebagai material biologis
yang paling tahan terhadap perubahan lingkungan
Sebagai suatu metode identifikasi pemeriksaan gigi memiliki keunggulan
yaitu :
1. Gigi merupakan jaringan keras yang resisten terhadap pembusukan dan
pengaruh lingkungan yang ekstrim.
2. Karakteristik individual yang unik dalam hal susunan gigi geligi dan
restorasi gigi menyebabkan identifikasi dengan ketepatan yang tinggi
3. Kemungkinan tersedianya data antemortem gigi dalam bentuk catatan
medis gigi (dental record).
4. Gigi geligi merupakan lengkungan anatomis,antropologis, dan morfologis
yang mempunyai letak yang terlindung dari otot-otot bibir dan pipi,
sehingga apabila terjadi trauma akan mengenai otot-otot tersebut terlebih
dahulu.
5. Bentuk gigi geligi di dunia ini tidak sama, karena berdasarkan penelitian
bahwa gigi manusia kemungkinan sama satu banding dua miliar.
6. Gigi geligi tahan panas sampai suhu kira- kira 400 C
7. Gigi geligi tahan terhadap asam keras, terbukti pada peristiwa Haigh yang
terbunuh dan direndam dalam asam pekat, jaringan ikatnya hancur,
sedangkan giginya masih utuh. (Julianti dkk, 2004).
Batasan dari forensik odontologi terdiri dari :
1. Dalam kraniofasial.
2. Penentuan umur dari gigi.
3. Pemeriksaan jejas gigit (bite-mark)
4. Penentuan ras dari gigi
5. Analisis dari trauma oro-fasial yang berhubungan dengan tindakan
kekerasan.
6. Dental jurisprudence berupa keterangan saksi ahli
7. Peranan pemeriksaan DNA dari bahan gigi dalam identifikasi personal.
(Julianti dkk, 2004)

2.2 Alasan mengapa gigi menjadi salah satu acuaan dalam forensik
Gigi merupakan sarana identifikasi
Dimana sebagai salah satu sarana identifikasi tentunya memiliki keuntungan dan
kerugian:

1. Keuntungan
Stabilitas (Derajat Kekuatan)
Gigi merupakan jaringan keras yang resistensi atau tahan terhadap trauma

phisis, thermis, dan dekomposisi


Individualis/Spesifitas ( karakteristik individual)
Dalam hal susunan gigi, setiap individu memiliki keunikannya yang
berbeda (kemungkinan gigi sama 1:2 Billion)
Mempunyai bentuk yang unik dan jelas
Registrasi : kemungkinan tersedianya Data-2 Antemortem :

Dental record

X-Ray ( foto ronseng gigi)

Protesa (cetakan gigi)


Letak : memiliki letak yg srategis :
Terletak di bagian yang relatif terlindung, sehinnga walaupun
badan hancur, gigi tetap utuh
Terletak di bagian yang mudah di capai sehingga tidak memrlukan
pembedahan atau pemotongan dan persiapan khusus.
2. Kelemahan
Kelemahan identifikasi dengan sarana gigi khususnya di Indonesia
adalah:
Masih rendahnya tingkat kesadaran masyarakat untuk berobat ke dokter

gigi atau sarana pelanyanan kesehatan gigi.


Belum memasyarakatnya pembuatan rekaman

data

gigi

atau

odontogram oleh dokter gigi.


3. Yang dapat diperoleh melalui identifikasi gigi dan mulut korban
a) Umur (Melaui erupsi Gigi)
b) Ras ( ada 3 macam ):
Ras Caucasoid ( gigi premolar 2 bawah, mesiol distalnya

memanjang)
Ras Mongoloid ( gigi incicivusnya berbentuk sekop)
Ras Negroid (gigi premolar 2 bawah mempunyai 3 cups, dan

akar premolar membelah atau 3 akar)


c) Jenis kelamin :
Penentuan jenis kelamin dari pemeriksaan gigi, dapat dilakukan dengan
memakai metode Flourensensi(kromoson Y). Selain itu terdapat
perbedaan bentuk gigi antara laki- laki dan perempuan:

Supra orbital pada pria lebih menonjol


Bentuk lengkung gigi pria lebih tapered, wanita oval
Ukuran servico incisal dibandingkan mesio distal pada gigi

taring bawah wanita lebih besar daripada pria


Outline gigi adalh kebalikan dari outline wajah ( bentuk gigi I

pria cenderung mazkulin, sedngkan wanita lebih feminim)


d) Golongan darah
Penemtuan golongan darah dari pemeriksaan gigi, dapat dilakukan
melalui pemeriksaan pulpa gigi
e) Kebiasaan tertentu orang
melalui pemeriksaan bentuk gigi serta kondisi gigi geligi dapt
menentukan / memberi gambar ciri ciri khusus seseorang :
Perokok ( pewarnaan pada gigi)

Pekerja d pabrik seperti batu batery ( warna gelap pada


gingiva margin) (Harvey, 1976)

2.3 PENENTUAN UMUR BERDASARKAN PEMERIKSAAN GIGI


Metode yang sering digunakan untuk seseorang berdasar pemeriksaan gigi antara
lain (Stimson, 1997):
1.

Metode Schour dan Massler

Schour dan Massler membuat table tentang gambaran pertumbuhan gigi mulai
dari lahir sampai dengan umur 21 tahun, yang banyak digunakan dalam ilmu
kedokteran gigi klinis khususnya ordontis untuk merencanakan atau mengevaluasi
perawatan gigi.
Tabel ini biasa digunakan untuk mempelajari gigi geligi dimana yang sudah
seharusnya tanggal atau seharusnya sudah tumbuh pada umur tertentu. Untuk
penentuan umur penggunaannyajustru melihat gigi ayng sudah ada didalam mulut
dan menentukan umurnya dengan bantuan table Schour dan Massler.
2.

Tabel Gustaffson dan Koch

Pada prinsipnya sama dengan sChour dan Massler, hanya pada table Gustaffson
untuk setiap gigi ini diberikan perkiraan jadwal yang lebih lengakap, mulai dari
pembentukan, mineralisasi, pertumbuhan ke dalam mulut sampai pada penutupan
foramen apicalis, sejak dalam kandungan hingga umur 16 tahun.

3. Metode Gustaffson
Penentuan umur berdasarkan table Gustaffson Koch pada umumnya
bermanfaat selama gigi masih dalam masa pertumbuhan. Untuk memperkirakan
umur seseorang setelah masa itu digunakan 6 metode dari Gustaffson.
a.atrisi
Penggunaan gigi setiap hari membuat gigi mengalami keausan yang sesuai
dengan bertambahnya usia.
b. Sekunder dentin
Sejalan dengan adanya atrisi, maka di dalam ruang pulpa akan dibentuk sekunder
dentin untuk melindungi gigi, sehingga semakin bertambah usia maka sekunder
dentin akan semakin tebal.
c. Ginggiva attachment
Pertambahan usia juga ditandai dengan besarnya jarak antara perlekatan gusi dan
gigi.
d. Pembentukan foramen apikalis
Semakin lanjut usia, semakin kecil juga foramen apikalis.
e. Transfarasi akar gigi
Semakin tua usia seseorang maka akar giginya semakin bening, hal ini
dipengaruhi oleh mineralisasi yang terjadi selama kehidupan.
f. Sekunder sement
Ketebalan semen sangat berhubungan dengan usia. Dengan bertambahnya usia
ketebalan sement pada ujung akar gigi juga semakin bertambah.
1.

Neonatal dan Von Ebner Lines

Garis-garis incremental Von Ebner dan Neonatal, dapat dilihat pada gigi yang
telah disiapkan dalam bentuk sediaan asahan dengan ketebalan 30-40 mikron.

Pada gigi susu dan Molar 1 (yaitu gigi-gigi yang ada pada waktu kelahiran), akan
ditemukan neonatal line berupa garis demarkasi yang memisahkan bagian dalam
email (yang terbentuk sebelum kelahiran) dengan bagian luar enamel (yang
terbentuk setelah lahir). Selanjutnya juga akan ditemukan garis-garis incremental
Von Ebner yang merupakan transisi antara periode pertumbuhan cepat dan
pertumbuhan lambat yang berselang-seling.
Jarak rata-rata antara garis ini adalah 4 mikron yang merupakan kecepatan
deposisi dentin dalam 24 jam. Apabila pembentukan gigi belum selesai,
perhitungan garis Von Ebner dari neonatal line dapat membantu penentuan umur.
4. Metode Asam Aspartat
Hapusan asam aspartat telah digunakan untuk menentukan usia berdasarkan
pada terdapatnya bahan tersebut pada dentin manusia. Komponen protein
terbanyak pada tubuh manusia berbentuk L-amino Acid, D-amino acid yang
ditemukan pada tulang, gigi, otak dan lensa mata. D-amino acid dipercaya
mempunyai proses metabolisme yang lambat dan tiap bagiannya mempunyai laju
pemecahan yang lebih lambat dan mempunyai ratio dekomposisi yang lebih
lambat juga. Asam aspartat mempunyai kemampuan penghapusan paling tinggi
dari semua asam amino.
Pada 1976 Helfman dan Bada menggunakan informasi ini untuk mempelajari
perkiraan umur dengan membandingkan rasio D-Laspartat acid dengan 20 subyek
dengan hasil bagus (r = 0,979) rasio yang tinggi pada D/L rasio banyak ditemukan
pada usia muda dan menurun akibat pertambahan usia dan perubahan lingkungan.
Pada tahun 1990 Ritz et al. melaporkan adanya asam aspartat pada dentin untuk
menentukan usia pada orang yang telah meninggal, berdasarkan hal tersebut
metode ini dapat menyediakan informasi yang lebih akurat tentang penentuan usia
dibandingkan dengan parameter yang lain.
Untuk penentuan usia digunakan persamaan linier sebagai berikut :

Ln (1 + D/L) / (1 D/L) = 2k (aspartat)t + konstanta


K : first order kinetik

t : actual age
Gigi yang digunakan dalam kasus ini adalah gigi seri tengah bagian bawah dan
premolar pertama. Mereka menemukan perkiraan umur yang lebih baik dari fraksi
total asam amino dengan membagi menjadi fraksi kolagen yang tidak larut dan
fraksi peptide. Dibandingkan dengan total asam amino, fraksi kolagen yang tidak
larut dan fraksi peptide yang terlarut, mempunyai konsentrasi glutamine dan asam
aspartat yang lebih tinggi.
Stimson, P. G, Mertz, C. A, 1997. Forensic Dentistry, CNC Press Boca Raton,
New York.
2.4 Peran Forensik odontologi.
Odontologi Forensik penting terutama untuk mengidentifikasi peperangan dengan
korban meninggal yang banyak. Identifikasi dilakukan oleh DVI (Disaster Victim
Identification), yaitu tim yang dibentuk untuk menentukan identitas seseorang
yang identitasnya tidak diketahui, yang terdiri dari dari polisi, dokter forensik,
dokter umum. Norstromme dan Strom menyatakan bahwa setelah penggalian
jenazah atas korban peperangan, sebanyak 96 % tentara Norwegia dapat
diidentifikasi hanya dengan pemeriksaan gigi.Pada kasus ini identifikasi dengan metode
lainnya sulit dilakukan karena para tentara tersebut telah dijarah semua pakaian dan harta
bendanya oleh musuhnya sebelum dieksekusi. Di AS meskipun sejak tahun 1946 Kongres
Kedokteran Forensik dalam bidang Odontologi Forensik se AS di Havana telah menyadari
pentingnya odontologi forensik untuk identifikasi, penggunaan odontologi forensik secara luas
pada korban perang baru dilakukan setelah perang Korea. Pada korban perang tersebut
disadari betapa besarnya peranan odontologi forensik untuk identifikasi korban
yang kondisinya sudah hancur. Selain itu, dapat digunakan untuk mengidentifikasi
seseorang yang masih hidup. Apabila telah teridentifikasi, maka:
Si A dapat diserahkan kepada keluarganya dan dapat dikuburkan dengan baik
(aspek budaya).
Terjadinya perubahan status pada setiap anggota keluarganya (istri/suami serta
anak-anaknya)dengan dampak hukum dan sosialnya (aspek sosial dan hukum).
Warisan dapat dibagikan kepada ahli warisnya (aspek hukum).
Asuransi, jika ada, dapat diklaim oleh ahli warisnya (aspek hukum dan
ekonomi).
Ahli warisnya mendapatkan hak atas pensiun (aspek ekonomi).

10

Pada kasus kriminal, identifikasi korban dapat dijadikan sebagai titik awal
untuk pengungkapan kasus (aspek hukum). (Julianti dkk, 2004)
2. 5 Benih Gigi
Perkembangan setiap gigi individu dimulai dengan pembentukkan suatu
benih gigi. Benih gigi berasal dari 2 jaringan embrio yaitu bagian yang
berkembang dari lamina gigi yang berasal dari ektodermal dan bagian lain yang
berasal dari mesenkim yang terletak dibawah ektodermal (Harshanur, 1991).
Benih gigi dibentuk dari 3 organ pembentuk (Harshanur, 1991):
a. Organ enamel; yang berkembang seperti tombol, tumbuh diatas lamina
gigi (berasal dari ektodermal), dan berasal dari epitel, dimana lapisan
dalamnya akan membentuk enamel.
Kuntum dari sel epithelial (organ enamel) dibentuk sebagaihasil dari
pembiakan sel-sel. Perkembangan selanjutnya, menghasilkan bentuk
kuntum (bud), bentuk topi (cap), dan be8rbentuk lonceng (bell) dari organ
enamel.
b. Dental papilla (organ dentin); yang berkembang dari dasar jaringan
mesenhim (jaringan pengikat permulaan) yang berasal dari mesenhim dan
akan membentuk dentin dan tinggal disekitar ruang sentral dari dentin
sebagai pulpa.
c. Kantung gigi (organ periodontal); yang juga berkembang dari dasar
mesenhim, yang berasal dari mesenhim dan akan membentuk struktur
penyanggah gigi, sementum, tulang alveolar dan selaput periodontal.

11

Perkembangan organ enamel berfungsi untuk membentuk jaringan pengikat


bawah, yang akan berkembang dan menjadi padat untuk membentuk dental
papilla. Dengan cara serupa jaringan pengikat mengelilingi organ enamel dan
dental papilla menjadi padat dan membentuk organ periodontal (Harshanur, 1991).
Tidak semua gigi berkembang dalam waktu yang sama. Tanda-tanda
pertama dari perkembangan gigi pada embrio ditemukan didaerah anterior
mandibula waktu usia 5-6 minggu, sesudah terjadi tanda-tanda perkembangan gigi
didaerah anterior maksila kemudian berlanjut kearah posterior dari kedua rahang
(Harshanur, 1991).
Perkembangan dimulai dengan pembentukan lamina gigi. Dental lamina
adalah suatu pita pipih yang terjadi karna penebalan jaringan epitel mulut
(ektodermal) yang meluas sepanjang batas oklusal dari mandibula dan maksila
pada tempat dimana gigi-gigi akan muncul kemudian. Dental lamina tumbuh dari
permukaan sampai dasar mesenkim (Harshanur, 1991).
2.6 Siklus Kehidupan dari Gigi
Setiap gigi mengalami tahap yang berturut-turut dari perkembangan selama
siklus kehidupannya, yaitu (Harshanur, 1991):
a. Tahap pertumbuhan
1) Tahap inisiasi adalah permulaan pembentukan kuntum gigi (bud)
dari jaringan epitel mulut. (epitelial bud stage).
2) Tahap proliferasi adalah spesialisasi dari sel-sel dan perluasan dari
organ enamel (cap stage).

12

3) Tahap histodeferensiasi adalah spesialisasi dari sel-sel, yang


mengalami perubahan histologi dalam susunannya (sel-sel epitel
bagian dalam dari organ enamel menjadi ameloblas, sel-sel perifer
dari organ dentin pulpa menjadi odontoblas).
4) Tahap morfodeferensiasi adalah susunan dari sel-sel pembentuk
sepanjang dentino enamel dan dentino cemental junction yang akan
datang, yang memberi garis luar dari bentuk dan ukuran korona
dan akar yang akan datang.
b. Erupsi intraoseus
1) Tahap aposisi adalah pengendapan dari matriks enamel dan dentin
dalam lapisan tambahan.
2) Tahap kalsifikasi adalah pengerasan dari matriks oleh pengendapan
garam-garam kalsium (Harshanur, 1991).
c. Erupsi
Erupsi gigi adalah munculnya tonjolan gigi atau tepi insisal gigi
menembus gingiva. Erupsi gigi dapat terjadi pada gigi susu maupun gigi
permanen (Purba, 2004).
Tahap erupsi gigi dapat dibagi menjadi 3 tahap yaitu (Purba, 2004):
1) Tahap praerupsi
Tahap praerupsi dimulai saat pembentukan benih gigi sampai
mahkota selesai dibentuk. Pada tahap praerupsi rahang mengalami
pertumbuhan pesat di bagian posterior dan permukaan lateral yang
mengakibatkan rahang mengalami peningkatan panjang dan lebar
ke arah anterior- posterior. Untuk menjaga hubungan yang konstan

13

dengan tulang rahang yang mengalami pertumbuhan pesat ini maka


benih gigi bergerah ke arah oklusal.
2) Tahap prafungsional
Tahap prafungsional dimulai dari pembentukan akar sampai gigi
mencapai daratan oklusal. Pada tahap prafungsional gigi bergerak
lebih cepat ke arah vertikal. Selain bergerak kearah vertikal, pada
tahap prafungsional gigi juga bergerak miring dan rotasi. Gerakan
miring dan rotasi dari gigi ini bertujuan untuk memperbaiki posisi
gigi berjejal di dalam tulang rahang yang masih mengalami
pertumbuhan.
3) Tahap fungsional
Tahap ini dimulai sejak gigi difungsikan dan berakhir ketika gigi
telah tanggal.selama tahap fungsional gigi bergerak ke arah
oklusal, mesial dan proksimal. Pergerakan gigi pada tahap
funfsional ini bertujuan untuk mengimbangi kehilangan substansi
gigi yang terpakai selama berfungsi sehingga oklusi dan titik
kontak proksimal dari gigi dapat dipertahankan.

Kegagalam Erupsi
Kegagalan erupsi adalah gigi yang erupsinya terhalang oleh
sesuatu sebab sehingga gigi tersebut tidak keluar dengan sempurna
mencapai oklusi yang normal di dalam deretan susunan gigi geligi
(Purba, 2004).

14

Ada dua faktor yang mempengaruhi kegagalan erupsi yaitu (Purba,


2004):
a)

Faktor-faktor kegagalan erupsi yang berasal dari gigi yaitu:


1)

Kelainan dalam perkembangan benih gigi

Pada kondisi kelainan perkembangan benih gigi ini, benih gigi yang
sudah terbentuk tidak mengalami perkembangan dengan sempurna
sehingga gigi gagal dalam bererupsi.
2)

Kegagalan dalam pergerakan praerupsi dan prafungsional

Pada kondisi ini, pembentukan gigi berlangsung dengan sempurna


tetapi gigi yang sudah terbentuk tidak mengalami pergerakan selama
tahap praerupsi dan prafungsional sehingga gigi tetap pada
tempatnya di dalam tulang alveolar.
3)

Letak benih yang abnormal

Letak benih yang abnormal seperti letak benih yang terlalu miring ke
arah lingual, bukal dapat menyebabkan gigi tersebut mengalami
kesulitan dalam pergerakan erupsi sehingga gigi gagal bererupsi.

b)

Faktor-faktor kegagalan gigi yang berasal dari sekitar gigi


1) Tulang yang tebal dan padat
Gagalnya gigi bererupsi pada kondisi ini disebabkan konsistensi tulang
yang sangat keras dan padat sehingga tekanan erupsi normal tidak
mencukupi untuk menembus tulang yang tebal dan padat tersebut
(Purba, 2004).

15

2) Tempat untuk gigi tersebut kurang


Kurangnya tempat untuk gigi yang disebabkan oleh berbagai hal
seperti ukuran yang terlalu besar, tulang rahang yang tidak
berkembang juga dapat menyebabkan gigi tidak muncul di rongga
mulut (Purba, 2004).
3) Posisi gigi tetangga menghalangi erupsi gigi tersebut
Posisi gigi tetangga yang menghalangi jalanya erupsi dapat
menyebabkan gigi tidak muncul kepermukaan (Purba, 2004).
4) Adanya gigi susu yang persistensi
Gigi susu yang tidak tanggal pada waktunya dapat menyebabkan
kegagalan erupsi pada gigi permanen . kegagalan erupsi gigi permanen
pada kondisi gigi persistensi ini disebabkan oleh tidak tersedianya
ruangan untuk gigi permanen yang akan erupsi menggantikan gigi susu
yang persistensi tersebut (Purba, 2004).
d. Atrisi
Yaitu ausnya permukaan gigi karena lamanya pemakaian waktu
berfungsi (Harshanur, 1991).

e. Resobsi
Yaitu penghapusan dari akar-akar gigi susu oleh aksi dari osteoclast
(Harshanur, 1991).
2. 7 Anatomi & Morfologi Perkembangan Gigi
Morfologi perkembangan adalah studi tentang tahap-tahap
perkembangan jaringan atau organ serta perubahan struktur yang terjadi
selama peristiwa perkembangan organ berlangsung. Morfologi perkembangan

16

gigi membahas tentang kejadian gigi mulai sejak tahap uterinal hingga akhir
masa fungsionalnya (Grossman, 1995).
Kejadian gigi dimulai sekitar minggu keenam kehidupan uterin, pada
waktu permulaan perkembangan gigi. Perkembangan gigi dimulai jika
epitelium skuamus mulut yang berlapis-lapis, yang meliputi suatu pola
berbentuk sepatu kuda sebagai permulaan dari bakal prosesus maksiler dan
mandibular, mulai menebal untuk membentuk lamina gigi. Lapisan basal
kuboidal lamina gigi mulai berlipat ganda dan menebal dalam lima daerah
khusus pada masing-masing kuadran rahang, menandai letak gigi-gigi sulung
mendatang. Epitelium skuamus mulut yang berlapis-lapis menutupi suatu
jaringan penghubung embrionik yang disebut ektomesenkim karena asal
mulanya dari sel krista saraf. Oleh suatu interaksi komplek dengan epitelium,
ektomesenkim ini memulai dan mengontrol perkembangan struktur gigi.
Ektomesenkim dibawah daerah epitelial yang menebal yang menandai gigigigi sulung mendatang berkembang biak dan mulai membentuk jaringan
kapiler untuk mendukung aktivitas bahan gizi/nutrien dari komplek
ektomesenkim-epitelium. Daerah padat ektomesenkim ini adalah papila gigi
mendatang dan sesudah itu pulpa (Grossman, 1995).
Daerah epitelial yang menebal melanjutkan berlipat ganda dan
berpindah tempat ke dalam ektomesenkim dan membentuk suatu pembesaran
kuncup (bud), yaitu organ email. Keadaan ini dianggap perkembangan tingkat
kuncup (Grossman, 1995).
Organ email melanjutkan berproliferasi (berlipatganda) ke dalam
ektomesenkim dengan suatu pembagian sel berirama yang tidak rata yang
menghasilkan suatu permukaan yang cembung dan cekung, ciri khas
perkembangan tingkat tudung (cap stage). Permukaan cembung terdiri dari sel
epitelial kuboid dan disebut epitelium email luar. Permukaan cekung, disebut
epitelium email dalam, terdiri dari sel epitelial memanjang dengan nuklei
berpolarisasi yang kemudian mengalami histodeferensiasi menjadi ameloblas.
Suatu alas membran yang jelas memisahkan epitelium email dalam dan luar
dari ektomesenkim. Pada daerah epitelium email dalam, suatu daerah bebassel atau aselular juga memisahkan organ email dari ektomesenkim. Daerah
aselular ini berisi matriks ekstraselular, dimana predentin mendatang akan
ditempatkan. Diantara epitelium email dalam dan luar, sel-sel mulai terpisah
oleh deposisi cairan lendir interselular kaya glikogen yang membentuk cabang
rangkaian retikular yang disebut retikulum stelat (Grossman, 1995).
Ektomesenkim, yang sebagian tertutup oleh epitelium email dalam,
melanjutkan kepadatan selularnya. Sel-selnya besar dan bulat atau polihedral
dengan sitoplasma pucat dan nuklei besar. Struktur ini adalah papila gigi, yang
mengalami histo-diferensiasi menjadi pulpa gigi (Grossman, 1995).

17

Bila ektomesenkim di sekeliling papila gigi dan organ email memadat


dan menjadi lebih fibrus, disebut folikel gigi atau kantung gigi, pendahulu
sementum, ligamen periodontal, dan tulang alveolar. Lamina gigi melanjutkan
berproliferasi pada titik dimana lamina gigi bergabung dengan organ email
sulung dan pada kesempatan itu menghasilkan kuncup permanen, lingual dari
benih gigi sulung(Grossman, 1995).
Sel epitelium email dalam melanjutkan membelah, dan dengan
demikian meningkatkan ikuran benih gigi. Selama pertumbuhan ini, epitelium
email dalam mengadakan invaginasi lebih dalam ke dalam organ email, dan
pertemuan epitelium email luar dan dalam pada pinggiran (rim) organ email
menjadi daerah nyata yang disebut lup (loop) servikal. Invaginasi yang dalam
dari epitelium email dalam dan pertumbuhan lup servikal yang sebagian
melingkupi papila gigi mulai memberi bentuk mahkota. Keadaan ini disebut
perkembangantingkat lonceng(Grossman, 1995).
Selama tingkat ini, lamina gigi yang berpindah ke dalam
ektomesenkim mengalami kemunduran, jadi kuncup sementara dan permanen
dipisahkan dari epitelium mulut, dan bagian distal lamina gigi mengalami
proliferasi untuk membentuk kuncup gigi molar permanen yang tidak
mempunyai pendahulu sulung (Grossman, 1995).
Jika perkembangan mengalami kemajuan, berbagai lapisan sel
skuamus diantara retikulum stelat dan epitelium email dalam membentuk
stratum intermedium. Lapisan sel-sel ini terbatas pada daerah epitelium email
dalam dan kelihatannya telibat dalam pembentukan email(Grossman, 1995).
Pada suatu rangkaian komplek kejadian, epitelium email dalam
menggunakan pengaruh induktif pada ektomesenkim untuk memulai
dentinogenesis dan sebagai akibat, dentinogenesis mempunyai pengaruh
induktif pada epitelium email dalam untuk memulai amelogenesis. Rangkaian
kejadian ini dimulai pada daerah bukal ujung tonjol dan berlanjut pada lup
servikal, bakal pertemuan sementum-email (Grossman, 1995).
2.7.1 Dentinogenesis
Pinggir papila gigi yang berbatasan terdiri dari sel mesenkimal
polimorfik yang berkembang menjadi sel-sel kuboidal dan meluruskan diri
sejajar dengan dasar membran epitelium email dalam dan daerah aselular. Sel
kuboidal ini berhenti membagi dan berkembang menjadi sel-sel kolumnar
dengan nuklei berpoliferasi jauh dari membran dasar epitelium email dalam.
Pada tingkat ini, sel-sel tersebut preodontoblas(Grossman, 1995).
Preodontoblas mengalami maturasi menjadi odontoblas dengan
memanjangkan diri, dengan bersentuhan dengan odontoblas yang berbatasan

18

melalui suatu kenaikan dalam ukuran, dan dengan mengirim prosesus


sitoplasmatik ke dalam daerah aselular (Grossman, 1995).
Prosesus odontoblastik ini melanjutkan memanjangkan diri dan
memindahkan badan sel odontoblas ke arah pusat papila gigi. Selama
perpindahan ini, serabut kolagen yang berdiameter besar dan di kenal sebagai
serabut von Korff ditumpuk tegak lurus dengan dasar membran pada matriks
ekstraselular daerah aselular. Prosesus ini menciptakan matrik organik dentin
yang terbentuk pertama atau dentin mantel. Karena lebih banyak fibril kolagen
ditumpuk, membran dasar epitelium email dalam mulai disintegrasi.
Gelembung pembawa kristal apatit lepas darim prosesus odontoblastik, dan
kristal ditumpuk pada matriks organik sebagai permulaan mineralisasi. Papila
gigi menjadi pulpa pada saat pembentukan dentin-mantel (Grossman, 1995)
Setelah penumpukan dentin-mantel, odontoblas melanjutkan berpindah
ke arah pusat pulpa dan meninggalkan prosesus odontoblastik. Matriks
organik atau predentin ditumpuk sekelilinh prosesus odontoblastik. Predentin
kelak mengalami klasifikasi/mengapur dan di samping itu membentuk tubuli
dentin. Dentin primer ini dibentuk dalam inkremen 4 sampai 8 mikrometer
tiap hari dan terus ditumpuk sampai akhir perkembangan gigi. Dentin primer
berbeda dari dentin mentel dalam hal bahwa matrik semata-mata bermula di
odontoblas serabut kolagen lebih kecil, lebih tersusun padat, dan agak tegak
lurus pada tubuli dan berjalin. Mineralisasi dentin primer berasal dari dentin
yang sebelumnya mengalami demineralisasi (Grossman, 1995).
Karena penumpukan inkremental dentin berlanjut ke arah pusat pulpa,
diameter prosesus odontoblas di pinggir berkurang. Bersama dengan
pengurangan ukuran ini, dijumpai penumpukan dentin pada dinding tubuli
dentin yang melingkar. Dentin ini, yang lebih bermineral dan lebih keras
daripada dentin primer, disebut dentin peritubula (Grossman, 1995).

2.7.2 Amelogenesis
Seiring dengan dentinogenesis, sel epitelium email dalam berhenti
membelah. Sel-sel ini adalah sel-sel epitelial yang memanjang yang disebut
preameloblas. Preameloblas berkembang menjadi sel epitelial kolumnar
panjang dengan nuklei berpolarisasi ke arah stratum intermedium, yaitu
ameloblas. Sementara ameloblas berkembang, dasar membran epitelium email
dalam diresorpsi dan dentin ditumpuk untuk mengikuti kontur yang dibentuk
oleh dasar membran. Prosesus ini membentuk pertemuan dentin-email
mendatang. Ameloblas mulai mensekresi matrik email terhadap, dan
mengikuti kontur, dentin yang telah ditumpuk. Penumpukan matrik email
menyebabkan ameloblas berpindah ke pinggir dan membentuk projeksi

19

berbentuk kerucut yang disebut prosesus Tomes pada permukaannya yang


mengeluarkan cairan. Perpindahan (migrasi) ameloblas ke perifer (pinggir)
karena mensekresi email memperlihatkan garis bentuk mahkota gigi, tetapi
merintangi sumber nutrisi dari pulpa gigi. Untuk mendapatkan sumber baru
nutrisii, epitelium email luar menjadi lapisan sel gepeng yang melipat karena
kehilangan bahan intraselular retikulum stelat. Perubahan ini membawa
jaringan kapiler folikel gigi, sumber baru nutrisi, lebih dekat pada ameloblas
(Grossman, 1995).
Penumpukan email yang rapi berlanjut sampai bentuk mahkota
berkembang penuh. Pada waktu ini, ameloblas kehilangan prosesus Tomes,
dan epitelium email luar, retikulum stelat, dan stratum intermedium
membentuk suatu lapisan epitelium berstrata yang protektif di sekeliling
mahkota yang baru terbentuk. Ini menandakan permulaan maturasi email atau
mineralisasi lebih tinggi dari email yang ada. Proses maturasi ini dimulai pada
pertemuan dentin-email dan maju ke arah perifer ke permukaan email. Pada
waktu fase final proses maturasi, ameloblas bergabung dengan epitelium yang
emailnya berrstrata untuk membentuk epitelium yang emailnya berkurang,
untuk menutupi dan melindungi email sampai erupsi (Grossman, 1995).

2.7.3 Perkembangan Akar


Pada penyelesaian mahkota, lup servikal, yang dibentuk oleh
penyatuan epitelium email dalam dan luar, berkembangbiak untuk membentuk
sarung akar epitelial Hertwig, yang menentukan ukuran dan bentuk akar gigi.
Ujung sarung akar epitelial berkembang biak ke arah horizontal diantara
papila dentin dan folikel gigi, prosesus ini sebagian meliputi papila gigi dan
menggambarkan foramen atau foramina apikal. Proliferasi ini disebut
diafragma epitelial. Pada gigi-gigi berakar satu, diafragma epitelial
mempunyai lubang tunggal, yang memandu pembentukan akar, saluran akar
dan foramen apikal. Pada gigi-gigi berakar ganda diiafragma menonjol pada 2
tempat yang sebelumnya telah ditetapkan, yang saling berdekatan dan
membentuk 2 lubang, dan pada gigi berakar tiga penonjolan terjadi pada tiga
tempat yang sebelumnya ditetapkan untuk membentuk 3 lubang. Pada gigigigi yang berakar banyak, diafragma epitelial mamandu pembentukan furka,
akar, aluran akar, dan foramina apikal (Grossman, 1995).
Bagian vertikal sarung akar epitelial terus tumbuh pada arah apikal dan
mendesak mahkota yang telah terbentuk sempurna ke arah rongga mulut
sementara memelihara diafragma epitelial pada posisi mantap pada rahang.
Proses ini menandai permulaan erupsi gigi (Grossman, 1995).

20

Epitelium email dalam dibawah bakal pertemuan semen-email


menginduksi sel-sel mesenkim periferal dari papila gigi untuk berkembang
manjadi odontoblas. Pembentukan matriks dan mineralisasi dentin terjadi
sebagai yang baru saja diuraikan. Bila dentin terbentuk, dasar membran
epitelium email dalam mengalami disintegrasi, dan sel epitelial kehilngan
kontinuitasnya. Disintegrasi dasar membran dan hilangnya kontinuitas sel-sel
epitel memungkinkan sel-sel mesenkimal dari folikel gigi untuk menembus
dentin yang baru saja ditumpuk. Sel-sel mesenkimal ini berkembang menjadi
sementoblas, yang merupakan sel-sel bulat dan padat yang mempunyai
sitoplasma basofilik dan mempunyai suatu nukleus terbuka pada fase
mentogenesis yang aktif dan suatu nukleus tertutup serta sitoplasma yang
berkurang pada waktu fase istirahat. Serabut kolagen yang diikuti oleh
substansi dasar yang diuraikan oleh sementoblas ditumpuk diantara sel-sel
epitelial. Kelompok sel-sel yang tertinggal dari sarung akar epitelial berpindah
tempat ke arah folikel gigi, ligamen periodontal mendatang. Kelompok sel-sel
epitelial ini terdiri dari sisa-sisa sel Malassez, terhenti dalam ligamen
periodontal dewasa dan dengan kesanggupan berkembangbiak menjadi kista
periradikular bila dirangsang oleh inflamasi kronis. Bila beberapa produksi
matriks telah mengambil tempat, mineralisasi sementum mulai dengan
penyebaran dan penumpukan kristal hidroksiapatit dari dentin ke dalam
jaringan kolagen dan matriks. Bila dentinogenesis mengalami kemajuan dalam
fase inkremental, foramen dan foramina apikal dibentuk oleh suatu tambahan
dentin dan sementum yang mengurangi ukuran lubang diafragma epitelial
(Grossman, 1995).
Kanal tambahan/aksesori, yang merupakan sumber sirkulasi kolateral
tidak efektif bagi pulpa, dibentuk selama perkembangan akar. Suatu kerusakan
pada sarung akar epitelial, suatu kegagalan dalam menginduksi
dentinogenesis, atau adanya pembuluh darah kecil menghasilkan suatu celah
yang menyebabkan pembentukan suatu kanal tambahan. Saluran/kanal
tambahan, lebih prevalen pada sepertiga apikal akar. Kadang-kadang,
epitelium email dalam, yang menginduksi sel-sel papila dentin untuk
membentuk odontoblas selama pembentukan akar, berkembang menjadi
ameloblas dan membentuk mutiara email pada akar (Grossman, 1995).
Dua macam sementum diletakkan pada akar. Bila sementoblas ditarik
kembali waktu sementum diletakkan, maka akan terjadi sementum aselular.
Bila, sebaliknya sementoblas tidak ditarik kembali dan dikelilingi oleh
sementum baru, jaringan yang terbentuk adalah sementum selular, dan
sementoblas yang terperangkap disebut sementosit. Sementum aselular
ditemukan berbatasan dengan dentin. Sementum selular biasanya ditemukan
pada sepertiga apikal akar meliputi sementum aselular dan dalam lapisan yang
bergantian dengan sementum (Grossman, 1995).

21

Sememosit menerima nutrien dari ligamen periodontal; sememum


adalah Santa sekali avaskular. Karena sememum ditumpuk dalam lapisanlapisan sepanjang kehidupan gigi, sememosit dipisah dari ligamen periodontal,
sumber nutrisinya, dan mati, meninggalkan lakuna kosong di dalam sememum
(Grossman, 1995).
Sememum ditumpuk dalam lapisan tipis pada pertenntan semenentumemail untuk membentuk suatu pertemuan ujung (30'%), suatu pertemuan
tumpang tindih (60%), alau suatu celah di antara sememum dan email (10%).
Celah ini dapat menimbulkan sensitivitas servikal, atau memberi
kecenderungan pada gigi akan karies servikal. (Grossman, 1995).
Penumpukan inkrememal sememum terus berlanjut sepanjag
kehidupan gigi, dan meninggalkan garis-garis sisa pada perntukaan gigi dan
menyebabkan lapisan sememum pada sepertiga apikal akar lebih tebal
dibandingkan pada sepertiga servikal. Penumpukan terus inkrememal
sememun pada sepertiga apikal mempertahankan panjang akar, mengerutkan
foramen apikal, dan menyimpangkan foramen apikal dari pusat apeks
(Grossman, 1995).

2.7.4 Perkembangan Ligamen Periodontal Dan Tulang Alveolar


Ligamen periodontal dan tulang alveolar tumbuh pada waktu yang
sama seperti pertumbuhan akar gigi. Karena sel mesenkimal folikel gigi yang
berbatasan dengan gigi berkembang menjadi sememoblas, sel pada periferi
folikel berkembang menjadi osteoblas untuk membentuk kripta tulang
(bonyerypt) atau alveolus gigi, dan sel mesenkimal pusat folikel berkembang
menjadi fibroblas. Fibroblas ini menumpuk fibril kolagen yang cenderung
miring yang berkembang menjadi ikat serabut. Ikat serabut yang cenderung
miring ini terjerat pada tulang dan sememum waktu ditumpuk dan dengan
demikian menyebabkan kenaikan serabut ligamenperiodontal. Pertumpukan
tulang untuk membentuk alveolus dan penumpukan sememum untuk
menutupi dentin akar memberi bentuk pada alat pelengkap, yaitu
periodonsium (Grossman, 1995).
2.7.5 Perkembangan Sistem Sirkulasi Dan Inervasi Ruang Pulpa
Pembuluh darah pulpa berasal dari suatu pleksus terjaring (reticulatet)
oval atau bundar 12. Bila berkembang penuh, pleksus ini melingkari organ
email dan papila gigi pada daerah folikel gigi. Suatu rangkaian pembuluh
timbul dari pleksus ini dan tumbuh meujadi papila gigi. Pada permulaan
dentobencsis, pembuluh yang menembus papila gigi menimbulkan suatu
pleksus subodontoblastik vaskular, yang mengikuti bentuk dentin yang baru

22

terbentuk. Pleksus subodontoblastik ini mengalami atrofi segera setelah


ketebalan dentin dewasa terbentuk dan meninggalkan pembuluh-pembuluh
yang berhubungan dengan pleksus berjaring bundar untuk membentuk
pembuluh-pembuluh pulpa. Jika gigi menjadi dewasa, pleksus berjaring
sirkular berkembang menjadi pleksus periodontal. Pembentukan akar
memanjantkan pembuluh pulpa, menyebabkan kemuncul ulang pleksus
subodontoblastik, dan memberutkan pembuluh pulpa menjadi suatu foramen
apikal yang kecil. Pada gigi yang berakar banyak, diafragnta epitelial
membagi pembuluh pulpa secara acak menjadi foramina yang berbeda
(Grossman, 1995).
Pada tingkat dini perkembangan gigi, serabut saraf dapat dilihat pada
folikel gigi. Pada perntulaan dentinogcncsis, beberapa serabut saraf dari
folikel gigi berpindah ke dalam papila gigi. Baru pada permulaan
pembentukan akar, perkembangbiakan saraf pulpit dimulai. Serabut saraf
sensori memotong papila gigi dan pada waktu mencapai pulpa mahkota,
bercabang ke arah periferi untuk membentuk suatu picksus saral. Pleksus
Rasehkow ini terlelak pada daerah subodontoblastik pulpa koronal. Serabut
saraf sensori ini bermielin, untuk itu terseluhung dalam suatu sarung terbuat
dari sel-sel Sehwann. Sejumah saraf meninggalkan pleksus dan meluas ke
dalam lapisan odontoblastik. Beberapa berkontak dengan odontoblas, sedang
lainnya kehilangan sarung mielinnya dan memasuki predentil dan tubuh
dentil. Serabut saraf yang tidak bermielin yang memasuki tubuh dentin
terletak dekat prosesus odontoblastik (Grossman, 1995).
Pembuluh darah memasuki papila gigi pada waktu perkembangan
membawa serta serabut saraf simpatetik, yang tidak bermielin. Serabul saraf
Simpatetik ini berperan dalam vasokunstriksi pembuluh darah (Grossman,
1995).
Bila foramen apikal menjadi dewasa dan mengurangi ukuran
lubangnya, serabut saraf bermielin membentuk ikatan yang terletak di pusat
pulpa bersama dengan pembuluh darah. Pembentukan foramen apikal
diselesaikan selama tingkat akhir erupsi gigi di dalam rongga mulut, bila gigi
berkontak dengan antagonisnya. Penyelesaian foramen apikal menandai akhir
perkembangan pulpa dan permulaan pembentukan dentin sekunder oleh pulpa
(Grossman, 1995).
2.7.6 Ruang Pulpa
Pulpa gigi terdiri dari jaringan penghubung vaskular yang terdapat di
dalam dinding dentin yang keras. Meskipun sania dengan jaringan
penghubung lainnya di dalam badan manusia, jaringan ini khusus, karena
fungsi dan lingkungannya (Grossman, 1995).

23

Perluasan dentin untuk membentuk gigi dan terhadap efek rangsangan


noksius (berbahaya) serta memperbaikinya adalah fungsi utatna pulpa. Sangat
berhubungan dengan fungsi fonnatif dan protektif ini adalah suatu fungsi
nutritif yang menyangkut pertahanan vitalitas semua elemen selular. Selain
itu, suatu fungsi sensori memumgkinkan persepsi rangsangan (Grossman,
1995).
Perluasan dentin menciptakan suatu lingkungan khusus bagi pulpa.
Ruang pulpa menjadi terhalas oleh pembentukan dentin sampai pada suatu
volume rata-rata 0,024 ml pada gigi permanen orang dewasa. Volume ini
secara terus-menerus berkurang baik oleh penumpukan dentin sekunder
selama hidup pulpa, maupun oleh penumpukan dentin reparatifsebagai respon
terhadap rangsang noksius. Penutupan pulpa dalam dentin menciptakan suatu
lingkungan yang hanya memberikan sejumlah kecil penggunaan interselular
eksudat pada waktu reaksi peradangan. Ketidakmampuan pulpa ini untuk
mengembangmenciptakan tekanan yang luar biasa tinggi pada daerah
inflantasi, dengan gangguan aliran darah yang disebabkan karena kolapsnya
vena pulpa, mungkin mengakibatkan anoksia dan nekrosis yang terlokalisasi
(Grossman, 1995).
Pembatasan anatomik penempatan dentin pada pulpa membuat pulpa
suatu organ peredaran terminal, dengan pintu masuk dan keluar terbatas:
foramina apikal dan aksesori. Ciri ini membatasi suplai vaskular dan drainase
pulpa dan dengan demikian membatasi peredaran kolateral (Grossman, 1995).
Dimulai dari periferi, pulpa dibagi dalam daerah odontoblastik, yang
mengelilingi periferi pulpa, daerah bebas-sel, daerah kaya-sel dan daerah
sentral (Grossman, 1995).
a. Daerah Odontoblastik
Sebagai yang telah dibicarakan sebelumnya, odontoblas terdiri dari
badan sel dan prosesus sitoplasntiknva. Badan sel odontoblastik membentuk
daeah odontoblastik, sedangkan prosesus odontoblastik berlokasi di dalam
matriks prcdentin dan tubuh dentin, meluas ke dalam dentin. Pada daerah
odontoblastik ini, saraf kapiler dan saraf sensori tidak benniclin ditentukan di
sekeliling badan sel odontoblastik (Grossman, 1995).
Fungsi utama odontoblas selama hidup pulpa adalah memproduksi dan
tncndeposisi dentin. Karena huhungan penting dan dekat antara odontoblas
dan dentin, kedua struktur ini dibicarakan bersama (Grossman, 1995).
Pada potongan hislolugik, odontoblas kelihatan berderet dalam suatu
susunan memagari pada periferi pulpa. Bidan sel odontoblas mempunyai
komplek pertemuan misalnya pertemuan celah, yang mempersatuan sel-sel

24

dan memungkinkan suatu pertukaran metabolit. Jembatan sitoplasntik ini di


antara odontoblas dapat menjelaskan formasi memagari dan tindakan
serempak sel-sel ini. Badan-badan sel ini berbeda dari pulpa mahkota sampai
pulpa apikal dalam ukuran, bentuk dan susunan. Pada pulpa koronal,
odontoblasnya tinggi, sel-sel kolumnar dengan nukleus berpolarisasi ke arah
pusat pulpa. Bentuknya berubah berangsur-angsur menjadi sel-sel gepeng
pada sepertiga apikal, dan susunannya berubah dari lapisan enam-menjadi
delapan pada Itnduk pulpa dan menjadi lapisan satu-sel pada pulpa apikal
(Grossman, 1995).
Susunan odontoblas mahkota (koronal) yang berdesakan disebabkan
karena reduksi kamar pulpa yang cepat oleh deposisi dentin, yang
memadatkan sel-sel yang ada menjadi suatu lapisan berstrata. Keadaan
odontoblas yang berdesakan ini menghasilkan lebih banyak sel tiap kesatuan
daerah dan karenanya, Lebih banyak tubuh dentin (45.000/ mm) pada sisi
pulpa dibandingkan poda sisi email (20.000/mm2 ).15 Sebagai hasil fenomena
ini, konfigurasi tubuh dentin pada daerah ini berbentuk "S". Reduksi
odontoblas tiap daerah kesatuan menghasilkan lebih sedikit tubuh dan
berakibat suatu jalan yang lebih lurus, sebagai yang terlihat pada sepertiga
servikal akar atau di bawah tepi insisal atau tonjol. Reduksi jumlah sel
berlanjut dan, sebagai akibat reduksi jutnlah tubuh dentin menghasilkan denlin
yang ditentukan secara khusus pada sepertiga apikal. Adanya tubuh berbentuk
"S" merupakan suatu perhatian dalam praktek klinis endodontik. Prosedur
operatif pada daerah dengan tubuh semacam itu menghasilkan perubahan
peradangan pada lapisan odontoblastik lebih ke apikal daripada yang
diperkirakan. Pengisian endodontik pada gigi anterior harus diletakkan 2
sampai 3 mm di bawah tepi bebas gingiva, untuk mencegah hilangnya
translusensi pada sepertiga gingival mahkota (Grossman, 1995).

Lapisan Predentin
Dentinogenesis meliputi produksi, deposisi, dan kalsifikasi matriks.
Matriks ini adalah lapisan prcdentin yang ditumpuk di sekeliling prosesus
odontoblastik dan ditemukan di antara dentin yang menbapur dan daerah
odontoblastik. Lapisan predentin ini, terurai oleh odontoblas, adalah suatu
kompleks karbohidrat protein yang terdiri dari proteoglikan, fosfoprotein
protein plasma, glikoprotein, dan fibril kolagen. Garam kalsium dan fosforus
ditumpuk ke dalam matriks ini untuk memproduksi struktur yang
bermineralisasi yang dikenal sebagai dentin. Pola kalsifikasi di sekeliling
prosesus odontoblastik membentuk tubuh dentin, dan dentin di antara tubuh
ini disebut dentin intertubular (Grossman, 1995).
Prosesus Odontoblastik

25

Perluasan prosesus odontoblastik pada dentin belum ditentukan.


Selama tingkat dini perkembangan, prosesus tersebut meluas ke dalam seluruh
ketebalan dentin. Studi pada gigi-gigi anak rcmaja mrmberikan inforntasi yang
bertentangan mengenai luas prosesus. Beberapa studi menyatakan bahwa
prosesus ini meluas ke dalam sepertiga kedalaman dentin (0,7 mm),7 sedang
yang lain menyatakan protein nyatakan bahwa prosesus meluas melalui
ketebalan dentin dan mencapai pertemuan dentin-email. Ruang di sekeliling
prosesus odontoblastik, ruang periodontoblastik, dan ruang perifcral dari
ujung prosesus odontoblastik terisi dengan cairan ekstraselular. Cairan ini
berasal dari transudat kapiler dan memainkan peran penting dalam tratismisi
sensori. Saraf tidak bermielin untuk persepsi sensori juga ditemukan pada
ujung pulpa ruang periodontoblastik tubuli dentin (Grossman, 1995).
Garis-Garis Inkremental
Selama dentinogenesis, dijumpai periode aktivitas dan periode
istirahat. Periode-periode ini dibatasi oleh adanya garis-garis, yang disebut
garis-garis inkremental. Garis-garis ini menonjol pada waktu sakit, karena
defisiensi nutrisi, dan pada waktu lahir. Garis inkremental yang menonjol yang
terjadi pada waktu kelahiran tersebul garis neonatal. Pada beberapa daerah,
pada dentin dewasa, matriksnya tidak mengapur atau hipokalsifikasi. Daerah
ini disebut dentin interglobular. Dapat juga. dilihat ruang-ruang pada dentin
akar dekat dengan pertemuan sementumr dentin, yaitu lapisan granular Tonics.
Garis-garis inkrememal mewakili periode istirahat pada dentinogenesis,
sedangkan dentin interblobular dan lapisan granular Tonics mungkin
menggambarkan suatu kerusakan pada pembentukan matriks (Grossman,
1995).
Tubuli Dentin
Tubuli dentin meluas dari perbatasan predentin ke pertemuan dentinemail dan dentin-sementum. Bentuknva seperti kerucut/konis, dengan
diameter rata-rata 2,5 m pada dinding pulpa dan diameter rata -rala 0,9 m
pada pertemuan dentin-email atau dentin-sememum, karena deposisi dentin
peritubular. Bila tubuh dentin mencapai pertemuan dentin-email, akan
bercabang dan menaikkan rasio tiap daerah kesatuan melebihi sepertiga tengah
dentin. Percabangan tubuh dentin terjadi pada waktu permulaan
dentinogenesis. Tiap preodontoblas menbirim berbagai prosesus sitoplasmik
ke dalam daerah aselular dan dengan demikian menghasilkan berbagai tubuh
dentin mendatang. Jika odontoblas yang telah dewasa penuh pindah ke arah
pulpa, prosesus bersatu untuk membentuk suatu tubulus dentin tunggal dengan
percabangan akhir pada pertemuan dentinentail. Percabangan ini,dapat
menjelaskan sensitivitas ekstrem pertemuan dentin-email (Grossman, 1995).

26

Karena dentin peritubular mempunyai matriks organik dengan serabut


kolagen lebih sedikit daripada dentin intertubuiar, dentin peritubular lebih
berminetal dan lebih keras. Bila pulpa bertanibah tua, deposisi dentin
peritubular yang terus-tnenerus dapat melenyapkan tubuh dentin di sebelah
perifer. Pelcnyapan tubuh ini mennghasilkan pembentukan dentin sklerotik,
yang kelihatan seperti kaca di bawah pancaransinar. Sklerosis mengurangi
permeabilitas dentin dan dapat digunakan sebagai mekanisme pelindungpulpa. Rangsangan ringan yang berlangsung sebentar dapat mempercepat
produksi dentin peritubular, dapat menghasilkan sklerosis di habian perifer,
jadi dapat mengurangi pertucabilitas dentin dan menaikkan perlindungan
pulpa(Grossman, 1995).
Oleh dentinobencsis, odontoblas terlibat dalain pembentukan gigi dan
perlindungan pulpa dari rangsangan yang membahayakan. Untuk memenuhi
fungsi fonnatif dan protektif pulpa, odontoblas menumpuk dentin primer,
sekunder dan reparalif (Grossman, 1995).
Dentin Primer
Dentin primer disusun sebelunt erupsi gigi dan dibagi ke dalam dentin
mantel dan dentin sirkunt pulpal. Dentin mantel, lapisan pertama dentin yang
menaur, ditumpuk pada cmail, dan nterupakan sisi dentin pada pertemuan
dentin email. Chntin sirkumpulpal adalah dentin yang dibentuk setelah apisan
dentin mantel, dintin primer memenuhi fungsi formatif pertama pulpa
(Grossman, 1995).
Dentin Sekunder
Dentin sekunder disusun setelah erupsi gigi. Dapat dibedakan dan
dentin primer karena tubuh membengkok uijam chin menghasilkan suatu garis
demarkasi, menurut Provenza. Dentin sekunder ditumpuk secara tidak rata
pada dentin primer dengan suatu kecepatan rendah dan mempunyai pola
inkremental dan struktur tubular kurang teratur dihandingkan dengan dentin
primer. Misalnya, dentin sekunder ditumpuk dalam kuantitas Lebih besar pada
dasar dan atap ruang pulpa daripada pada dinding pulpa. Deposisi yang tidak
rata ini menerangkan pola rcduksi kamar pulpa dan tanduk pulpa kalau gigi
meoua. Deposisi dentin sekunder ini melindungi pulp (Grossman, 1995).
Dentin Reparatif
Dentin reparatif, juga dikenal sehagai dentin iregular atau dentin
tersier, disusun oleh pulpa sehagai suatu respon protektif terhadap rangsangan
yang membahayakan. Rangsangan ini dapat diakibatkan karies, prosedur
uperatif, bahan restoratif, abrasi, erosi, atau trauma. Dentin reparalif ditumpuk
pada daerah yang dipengaruhi pada kecepatan yang meningkat dengan rata-

27

rata 1,5 m tiap hari. Kecepatan, kualitas dan kuantitas dentin reparatif yang
ditumpuk tergantung dari keparahan dan lamanya injuri pada odontoblas dan
hiasanya dihasilkan oleh odontoblas "pengganti" (Grossman, 1995).
Jika suatu rangsangan ringan dikenakan pada odontoblas untuk periode
waktu yang panjang, seperti abrasi, dentin reparatif memgkin ditumpuk pada
suatu kecepatan lebih lambat. Jaringan ini ditandai oleh tubuh yang agak tidak
teratur. Sebaliknya, suatu lesi karir, yang agresif atau suatu rangsangan
mendadak lain akan merangsang produksi dentin reparatif drngan tubuh yang
lebih sedikit dan lebih tidak teratur. Bila oduntoblas terkena injuri yang tidak
dapat diperbaiki, odontoblas yang hancur akan meninggalkan tubuh kosong,
yang disebut dead tracts, yang memungkinkan bakteri dan produk yang
membahayakan masuk ke dalam pulpa. Dentin reparatif ditumpuk pada
dinding pulpa suatu deud tracts kecuali kalau pulpa terlalu atrofik. Karena
dentin reparatif mempunyai lebih sedikit tubuh, meskipun kurang hermineral,
akan merintangi, masuknya produk yang membahayakan ke dalanj pulpa. Bila
karier berkembang dan bila lebih banyak odontoblas terkena injuri yang tidak
dapat diperbaiki, lapisan dentin reparatif menjadi lehih atubular dan dapat
mempunyai inklusi (inclusion) sel, yaitu odontoblas yang terjchak. Inklusi
selular tidak umum pada gigi manusia. Pada penghilangan karies, sel
mesenkim daerah kaya-sel herkembang menjadi odontoblas untuk mengganti
yang mengalami nekrosis. Odontoblas yang tidak dapat terbentuk ini dapat
menghasilkan dentin yang teratur atau suatu dentin arnorfus, pengapurannya
jelek dan permeabel. Daerah demarkasi antara dentin sekunder dan dentin
reparatif disebut garis kalsiotraumatik(Grossman, 1995)
b. Daerah Bebas-Sel
Daerah bebas-sel atau daerah Weil, adalah daerah pulpa yang relatif
aselular terletak sebelah sentral dari daerah odontoblas. Daerah ini, meskipun
disebut bebas-sel, berisi beberapa fibroblas, sel mesenkimal dan makrofag.
Fibroblas terlihat dalam produksi dan pemeliharaan serabut retikular yang
ditemukan pada daerah ini. Jika odontoblas dihancurkan oleh rangsangan
noksius, sel mesenkimal dan fibroblas berkembang menjadi odontoblas baru.
Makrofag dijumpai untuk fagositosis debris (Grossman, 1995).
Unsur pokok daerah ini adalah pleksus kapiler, pleksus saraf
Rasehkow dan substansi dasar. Pleksus kapiler terlibat dalam nutrisi
odontoblas dan sel-sel daerah dan hanya mencolok pada waktu periode
dentinogenesis dan intlamasi. Pleksus saraf Rasehkow yang tidak bermielin
terlibat dalam sensori neural pulpa dan hanya dapat dilihat bila diwarnai
dengan warna perak khusus. Suhstansi dasar terlihat dalain pertukaran
metabolik sel-sel dan membatasi penyebaran infeksi karena konsistensinya,

28

Daerah Weil lebih mencolok pada pulpa mahkota, tetapi selama periode
dentinogenesis dapat absen (Grossman, 1995).

c. Daerah Kaya Sel


Daerah kaya-sel terletak sentral dari daerah behas-sel. Komponen
pokoknya adalah substansi dasar, fibroblas dengan produknya serabut kolagen,
sel mesenkimal yang tidak berkembang dan makrofag (Grossman, 1995).
Substansi Dasar
Substansi dasar unsur pokok pulpa, adalah bagian matriks yang
mengelilingi dan menyokong elemen selular dan vaskular pulpa. Merupakan
suatu substansi gelatinus disusun oleh proteoglikan, glikoprotein, dan air.
Proteoglikan atau mukopolisakarida adalah asam hialuronik, sulfat kondroitin,
sulfat dermatan, dan sulfat heparin. Substansi dasar digunakan sebagai suatu
medium transpor untuk metabolit dan produk pembuangan sel dan sebagai
suatu rintangan terhadap penyebaran bakteri. Umur dan penyakit dapat
mengubah komposisi dan fungsi substansi dasar (Grossman, 1995).

Fibroblas
Fibroblas adalah sel predominan pulpa. Dapat herasal dari sel
mesenkimal pulpa yang tidak berkembang atau dari bagian fibroblas yang ada.
Fibroblas berbentuk stelat, dengan nuklei ovoid dan prosesus sitoplasmik. Bila
bertambah tua, menjadi lebih bulat, dengan nuklei bulat dan prosesus
sitoplasmik pendek. Perubahan bentuk disebabkan oleh pengurangan aktivitas
sel karena bertambah tua (Grossman, 1995).
Fungsi fibroblas adalah pembuatan substansi dasar dan serabut
kolagen, yang merupakan matriks pulpa. Fibroblas juga terlibat dalam
degradasi kolagen dan deposisi jaringan yang mengapur. Dapat membuat
dentikel dan dapat berkembang untuk menggantikan odontoblas mati, dengan
kesanggupan untuk membentuk dentin reparatif. Meskipun fibroblas dijwnpai
pada daerah bebassel dan kaya-sel pulpa, tetapi terpusat pada daerah kaya sel,
terutama pada bagian koronal (Grossman, 1995).
Di dalam pulpa terdapat dua macam serabut: serabut elastik ditemukan
pada dinding arteriola dan serabut kolagenus ditemukan.pada badan pulpa.
Serabut kolagenus dikeluarkan oleh fibroblas, untuk membentuk jaringan
retikular untuk menopang badan pulpa, dan oleh odontoblas sebagai bagian
matriks dentin (Grossman, 1995).

29

Bila dilihat melalui mikroskop elektron, serabut kolagen pulpa


mempunyai periodisitas ciri cross-banding kolagen: Pada pulpa muda, serabut
kolagennya kecil dan dijumpai dalatn pola menyebar seluruh pulpa. Serabut
ini mempunyai afinitas terhadap zat warna perak (argirofilik) karena suatu
komponen karbohidrat. Pada pulpa yang lebih tua, serabut kolagen ditemukan
dalam ikatan besar, biasanya terpusat pada daerah sentral. Serabut yang lebih
tua ini kehilangan sifat argirofiliknya (Grossman, 1995).
Bila dibandingkan dengan sepertiga koronal, bagian sepertiga apikal
mengandung lebih banyak serabut kolagen, oleh karenanya lebih fibrus, dan
mempunyai warna agak putih. Ciri fibrus sepertiga apikal ini melindungi
ikatan neurovaskular dari injuri dan secara klinis signifikan, karena
memudahkan pengambilan pulpa pada waktu pulpektomi. Karena reduksi
ruang pulpa melalui deposisi dentin sekunder yang terus menerus dan karena
peningkatan deposisi kolagen, pulpa menjadi lebih fibrus dengan
bertambahnya umur. Secara bersamaan, dapat dilihat pengurangan elemen
selular dan suatu reduksi dalam kesanggupan reparatif pulpa (Grossman,
1995).

Sel Mesenkimal yang tidak Berkembang


Sel mesenkimal yang tidak berkembang berasal dari sel mesenkimal
papila gigi. Karena fungsinya dalam perbaikan dan regenerasi, sel-sel tersebut
tetap mempunyai ciri pluripotensial dan dapat berkembang menjadi fibroblas,
odontoblas, makrofag atau osteoklas. Sel-sel tersebut menyerupai fibroblas
karena bentuknya yang stelat, dengan nukleus besar dan sitoplasma sedikit.
Kalau ada, sel-sel ini biasanya berlokasi di sekitar pembuluh darah pada
daerah kaya-sel dan sukar dikenali (Grossman, 1995).
Makrofag, Limfosit, dan Sel Plasma
Makrofag ditemukan di daerah kaya-sel, terutama diikat pembuluh
darah. Sel-sel ini adalah monosit darah yang berpindah ke dalam jaringan
pulpa, Fungtiinya adalah untuk fagositosis debris nekrotik dan benda asing
(Grossman, 1995).
Limfosit dan sel plasma, bila terdapat pada pulpa normal, ditemukan
pada daerah subodontoblastik koronal. Fungsi sel ini pada pulpa normal
mungkin sebagai penjagaan imun (Grossman, 1995).
d. Daerah Sentral

30

Daerah sentral atau pulpa yang sebenarnya berisi pembuluh darah dan
saraf yang tertanam di dalam matriks pulpa bersama-sama dengan fibroblas.
Dari lokasi sentralnya, pembuluh darah dan saraf mengirim cabang-cabang ke
periferi pulpa (Grossman, 1995).
Ikat/bundel neurovaskular memasuki pulpa melalui foramina apikal.
Terdiri dari satu atau dua arteriola dengan serabut saraf simpatetiknya dan
saraf sensorinya yang bermielin dan tidak bermielin memasuki pulpa, dan dua
atau tiga venula dan pembuluh limfatik meninggalkan pulpa. Pada beberapa
gigi, foramina aksesori mungkin digunakan sebagai pintu masuk dan keluar
hanya untuk pembuluh darah (Grossman, 1995).
Sirkulasi
Sirkulasi aferen pulpa terdiri dari arteriola ka dalam foramen apikal.
Bila pembuluh-pembuluh itu melewati pusat pulpa, akan bercabang menjadi
arteriola terminal, metartiola, prekapiler dan akhirnya kapiler. Kapiler berakhir
pada daerah miskin sel dan membentuk suatu pleksus kaya subodontoblastik.
Pleksus ini mungkin mengirim lup kapiler yang lewat antara odontoblas
(Grossman, 1995).
Sirkulasi
eferen terdiri dari venula pasca kapiler dan venula
penampungan (colleting venules) yang kemudian menjadi dua atau tiga venula
yang keluar melalui foramina apical dan mengalir ke dalam pembuluh pada
ligament periodontal.Pembuluh limfatik mengikuti pola yang sama ini
(Grossman, 1995).
Fungsi pembuluh darah adalah untuk mengangkut bahan
gizi,cairan,dan oksigen ke jaringan untuk mengambil pembuangan metabolik
dari jaringan dengan mempertahankan suatu aliran darah yang memadani
melalui kapiler.perubahan metabolic ini terjadi pada bed (suatu struktur
pendukung atau jaringan) kapiler. Pertukaran bahan gizi/nutrient dan
mbuangan metabolic ini diselesaikan oleh serangkaian mekanisme. Saraf
simpatelik yang mengiringi pembuluh darah arterial mampu mengerutkan otot
halus pada lapisan tengah arteriola, serabut otot halus yang melingkari bagian
dinding metarteriola, dan sfinker otot prekapiler. Kontraksi otot dan relaksasi
otot halus mengatur ukuran lumen pembuluh dan dengan demikian
mengontrol bagian darah ke jaringan. Pengurangan diameter pembuluh, atau
vasodilasi, menjelaskan keulungan bed kapiler (capillary bed) selama periode
aktivitas metabolik tinggi seperti misalnya seluruh bed kapiler selama periode
inaktivitas metabolik. Vasokonstriksi dan vasolidasi aktivitas metabolik.
Vasokontriksi dan vasolidasi dapat ditengahi oleh medulla adrenal,
mengerutkan otot halus pembuluh darah. Acetylcholine yang dilepaskan oleh
saraf simpatetik melebarkan pembuluh darah (Grossman, 1995).

31

Mekanisme lain menambah atau mengurangi aliran darah ke bed


kapiler.ini adalah hubungan langsung antara arteriola dan venula yang disebut
suatu anastomasis arteriovenus atau shunt. Anastomasis ini dapat mengurangi
aliran darah kekapiler dengan membelokkannya dari arteriola ke venula jadi
menghindari bed kapiler. Mekanisme ini dapat mengurangi atau menghentikan
aliran darah ke suatu daerah injuri dan dapat mencegah perdarahan dan
thrombosis (Grossman, 1995).
Pengiriman bahan gizi dan pembuangan metabolik melalui dinding
kapiler diatur hokum hidrostatik dan osmosos. Dinding kapiler terdiri dari
suatu lapisan tunggal sel endothelial,tertutup dengan suatu lapisan
glikoprotein di dalam lumen,dengan suatu dasra membrane pada perifer.
Dinding kapiler rata-rata setebal 0,5 mikro dan berguna sebagai suatu
membran permiabel yang memungkinkan pertukaran cairan. Meskipun tidak
bias, fenestrasi inter seluler atau pori-pori juga ditemukan pada dindin kapiler.
Pori-pori ini,yang ditutup dengan suatu diafragma membrane
plasma,digunakan untuk pengiriman cepat cairan dan nutrient. Nutrien yang
dapat dilartkan air dalam plasma merembes melalui dinding kapiler ke dalam
jaringn pulpa bila tekanan intravaskuler pada kapiler arteri lebih tinggi
daripada tekanan osmotik jaringan pulpa. Absorbsi pembuangan metabolik
dari jaringan pulpa ke dalam venula kapiler dan pembuluh limfatik terjadi bila
tekanan osmotik jaringan lebih tinggi daripada tekanan intravaskuler venula
paska-kapiler dan pembuluh limfatik. Absorbsi pembuangan metabolik dan
cairan mencegah akumulasinya pada jaringan pulpal dan juga menghalangi
kenaikan pada jaringan pulpa (Grossman, 1995).
Pada daerah injuri pulpal,permiabilitas dinding kapiler memungkinkan
rembesan protein darah kedalam jaringan pupal dan meningkatkan tekanan
osmotic ini menarik lebih banyak cairan ke daerah; hasilnya adalah stagnasi
cairan yang dikenal sebagai edema (Grossman, 1995).
Sistem Limfatik
Pembuluh limfatik dijumpai didalam pulpa. Struktur endotelianya yang
halus membuat pembuluh tersebut sukar untuk dilihat. Fungsi pembuluh
limfatik ini adalah menghilangkan cairan celah dan produk pembuangan
metabolik, untuk mempertahankan tekanan jaringan intra pulpal pada tingkat
yang normal. Pembuluh limfatik ini mengikuti jalan venula kea rah foramen
apikal (Grossman, 1995).
Cairan Interstisial
Cairan interstisial meliputi seluruh jaringan pulpal dan mengisi tubuli
dentin pada perluasannya ke distal dan disekeliling prosesus odontoblastik.
Cairan interstisial yang mengisi tubuli dentin disebut cairan dentin. Seperti

32

yang baru saja diuraikan,penempatan pulpal pada dentin mengakibatkan


lingkungan yang terbatas dan hanya memungkinkan jumlah kecil cairan
interstisial. Adanya cairan ini dalam kavitas pulpal menghasilkan suatu
tekanan rata-rata interpulpal sekitar 10 mmhg. Disebabkan karena wadahnya
kakau, kenaikan sedikit tekanan interpurpal sampai 13 mmhg pada waktu
perubahan yang berakibat radang, menyebabkan perubahan reversible dalam
pulpal, tetapi kenaikan sampai 35 mmhg mengakibatkan perubahan
ireversibel. Melihat susunan structural matriks, yang mempunyai substansi
dasar yang diperkuat oleh serabut kolgen, pulpal kelihatanya mampu
membatasi daerah dengan tekanan interpurpal yang meningkat selama periode
inflamasi (Grossman, 1995).
Inervasi
Mekanisme sensori pulpa tersusun dari system aferen sensori dan
system eferen otonomik. System aferen menyalurkan impuls yang dirasakan
oleh pulpa dari berbagai rangsangan pada korteks otak, yang diinterpretasikan
sebagai rasa sakit tanpa memperhatikan rangsangannya. System aferen
menyalurkan impuls dari system sentral ke otot halus pembuluh arterial untuk
mengatur volume dan kecepatan aliran untuk mengatur volume dan kecepatan
aliran darah. Dengan mengatur sirkulasi darah ke pulpa, system aferen
mengatur tekanan darah interpulpal dan barangkali pembentukan dentin
(Grossman, 1995).
Impuls aferen sensori dimulai pada bagian ujung saraf tak bermielin.
Pada lapisan odontoblas pada predentin, ujung saraf ini berjalan baik lurus
atau sebagai spiral, berakhir pada pembesaran seperti ujung multiple dan
mungkin menembus dentin beberapa micron. Hanya 10 sampai 20% tubuli
dentin pada dentin koronal mengandung ujung saraf, dan pada dentin radikular
hampir seravut tipe-C (Grossman, 1995).
Sekitar 80% saraf pulpa adalah s erabut tipe-C, dan sisanya adalah
seravut A-delta. Serabut C tidak bermielin dan mempunyai diameter 0,3
sampai 1,2 m dan suatu kecepatan konduksi 0,4 sampai 2 m/sek. Konduksi
serabut-serabut ini, yang diameternya lebih kecil daripada diameter serabut Adelta, adalah lambat. Serabut-serabut ini mungkin diditribusi di seluruh
jaringan pulpa, oleh karena itu serabut-serabut tersebut menyalurkan rasa sakit
berdenyut dan rasa sakit yang tidak tajam yang ada hubungannya dengan
kerusakan jaringan pulpa (Grossman, 1995).
Serabut A-delta bermielin dan mempunyai diameter 2 sampai 5 m
dan suatu kecepatan konduksi sebesar 6 sampai 30 m/sek. Serabut A-delta
yang berdiameter lebih besar daripada serabut C, menyalurkan impuls pada
kecepatan lebih tinggi. Impuls-impuls pada kecepatan lebih tinggi. Impulsimpuls ini diinterpretasikan sebagai rasa sakit tajam dan menusuk. Serabut A-

33

delta didistribusi pada daerah odontoblastik dan subodontoblastik dan


dihubungkan dengan rasa sakit dentinal (Grossman, 1995).
Impuls menjalar dari ujung saraf serabut C atau A-delta, melalui
pleksus rasckow, ke batang saraf di daerah sentral pulpa. Serabut A-delta
tertutup oleh lapisan myelin waktu melewati pleksus Raschkow (Grossman,
1995).
Batang saraf disusun dari serabut A-delta bermielin pada periferi dan
serabut C yang tidak bermielin di pusat. Susunan ini dapat melindungi serabut
saraf tidak bermielin. Impuls netral menjalar melalui batang saraf dan keluar
dari gigi melalui firamen apical. Pada daerah peripikal, batang saraf
bergabung dengan bagian maksiler atau mendibular saraf cranial kelima.
Impuls saraf menjalar melalui saraf cranial kelima atau trigeminal, ke pons, ke
thalamus, dan akhirnya ke korteks, di mana diinterpretasikan sebagai rasa
sakit (Grossman, 1995).
Jalan motor aferen pada pulpa gigi terdiri dari serabut simpatetik dari
ganglion servikal yang masuk melalui foramina apical pada lapisan luar
arteriola, metarteriola, dan prekapiler. Sebagai yang baru diuraikan, saraf
simpatetik mengadakan pengaturan vasomotor untuk sirkulasi dan karenanya
mengatur aliran darah guna menanggapi rangsangan. Beberapa bukti memberi
kesan bahwa serabut saraf parasimpatetik yang menyertai saraf trigeminal
terlibat dalam pengaturan dentinogenesis (Grossman, 1995).
Kegiatan serabut C, yang dihubungkan dengan injuri jaringan, dengan
mudah dijelaskan karena kerja kekuatan tekanan jaringan yang meningkat atau
karena kerja mediator kimiawi inflamasi pada ujung saraf, akibatnya adalah
rasa sakit. Kegiatan serabut A-delta, yang dihubungkan dengan sensitivitas
dentin, lebih sukar dijelaskan karena tidak pernah ditemukan adanya
hubungan langsung antara dentin periferi dan ujung saraf. Tiga teori telah
diusulkan untuk menjelaskan sensitivitas dentin. Pertama adalah rangsangan
langsung ujung saraf pulpa : tidak adanya jung saraf pada periferi menghapus
toeri ini. Teori kedua mengusulkan bahwa odontoblas berfungsi sebagai ujung
saraf. Teori ini tidak dapat diterima, karena tidak seorang pun tahu dengan
pasti sejauh mana prosesus odontoblastik meluas di dalam tubulin dentin, dan
tidak ada bukti menunjukkan bahwa odontoblas mampu berfungsi sebagai
ujung saraf. Teori ketiga, teori hidrodinamik, mempertimbangkan panjang
prosesus odotoblastik, panjang serabut saraf dan tubuli dentin yang berisi
cairan di dalam tubulin dentin dan disekitar odontoblas sebagai hasil suatu
rangsangan yang mengaktifkan ujung saraf dan menghasilkan impuls. Teori ini
yang paling dapat dipertahankan diantara ketiganya (Grossman, 1995).
Teori hidronamik menjelaskan reaksi rasa sakit pulpa terhadap panas,
dingin, pemotongan dentin, dan probing dentin. Panas mengembangkan cairan

34

dentin, sedang dingin mengerutkan cairan dentin, memotong tubuli dentin


memungkinkan cairan dentin keluar, dan melakukan probing pada permukaan
dentin yang dipotong atau terbuka dapat merusak bentuk tubuli dan
menyebabkan gerakan cairan. Semua rangsangan ini mengakibatkan gerakan
cairan dentin dan menggiatkan ujung saraf (Grossman, 1995).
Mineralisasi
Struktur histologik lain yang ditemukan pada pulpa gigi adalah
mineralisasi. Meskipun keberadaannya dihubungkan dengan umur dan
penyakit, tetapi ditemukan juga pada pulpa gigi muda dan normal. Dijumpai
sebagai nodulus yang disebut dentikel atau batu pulpa dan klasifikasi difus.
Dentikel menonjol di dalam kamar pulpa, sedang kalsifikasi difus secara
menonjol ditemukan pada saluran akar (Grossman, 1995).
Dijumpai dentikel yang benar ataupun dentikel yang palsu, tergantung
struktur histologiknya. Dentikel, benar tidak biasa dijumpai, biasanya
ditemukan didekat aspek, dan terdiri dari dentin atau kalsifikasi semacam
dentin dengan tubuli, dikelilingi oleh sel-sel semacam odontoblas. Secara
histologis terdapat dua macam dentikel palsu : (1) Bulat atau ovoid dengan
lapisan mengapur konsentrik dan permukaan halus dan (2) amorfus tanpa
laminasi dan permukaan kasar. Jaringan kalsifikasi biasanya ditumpuk di
sekeliling serabut kologen, debris sel nekrotik, atau trombi. Dentikel ini dapat
ditemukan secara bebas di dalam jaringan pulpa, terikat pada dinding dentin
atau tertanam dalam dentis (Grossman, 1995).
Kalsifikasi difus biasanya mengikuti jalan pembuluh darah, saraf dan
bundle serabut kolagen. Paling sering ditemukan pada dinding pembuluh
darah. Klasifikasi difus kelihatannya berhubungan dengan menjadi tua karena
insidensinya meningkat dengan bertambahnya umur (Grossman, 1995).
Asal kalsifikasi pulpa adalah kontroversial. Adanya fenomenon ini
pada pulpa muda dan tua menghalangi penjelasan teori yang masuk akal
(Grossman, 1995).
Radiograf dapat menunjukkan dentikel dalam ruang pulpa koronal.
Penemuan ini hendaknya menyiagakan klinisi pada kemungkinan dentikel
dalam ruang pulpa koronal. Penemuan ini hendaknya menyiagakan klinisi
pada kemungkinan perlunya pangambilan dentikel, untuk mencapai jalan
masuk ke dalam orifis saluran akar. Secara radiografis kalsifikasi pada saluran
akar biasanya tidak terlihat, tetapi dapat dideteksi pada waktu eksplorasi
saluran akar. Jenis kalsifikasi ini dapat menghalangi klinisi mencapai foramen
apical dan karenanya dapat menghalang-halangi instrumentasi saluran akar
seluruhnya. Pulpalgia pernah dihubungkan dengan adanya dentikel. Belum

35

pernah dibuktikan adanya korelasi antara kalsifikasi dan pulpalgia (Grossman,


1995).
Menjadi tua
Umur mengakibatkan perubahan penting pada pulpa. Deposisi terusmenerus jaringan dentin selama kehidupan pulpa dan deposisi dentin
reparative terhadap stimuli mengurangi ukuran kamar pulpa dan saluran akar
dan disamping itu mengurangi volume pulpa. Penyusutan pulpa ini disebut
atrofi. Bersamaan dengan ini terjadi juga pengurangan dalam diameter tubuli
dentin oleh deposisi dentin peritubular yang terus-menerus. Beberapa dari
tubuli ini menutup sama sekali dan membentuk dentin sklerotik. Terlihat juga
pengurangan kandungan cairan tubuli dentin. Semua perubahan ini
menyebabkan dentin kurang permeable dan lebih resisten terhadap stimuli luar
(Grossman, 1995).
Pengurangan isi pulpa ini mereduksi kandungan selular, vascular dan
neural pulpa. Odontoblas rupa-rupanya mengalami atrofi dan mungkin
menghilang sama s ekali dibawah daerah dentin sklerotik (Grossman, 1995).
Fibrolas berkurang dalam ukuran dan jumlah, tetapi serabut kolagen
bertambah dalam jumlah dan ukuran yang mungkin disebabkan karena
berkurangnya daya larut dan pergantian kolagen dengan bertambahnya umur.
Perubahan ini disebut fibrosis. Fibrosis ini lebih jelas pada bagian akar pulpa
daripada tempat lain (Grossman, 1995).
Pembuluh darah berkurang dalam jumlah, dan arteri mengalami
perubahan arterio-sklerotik. Bahan kapur ditimbun dalam tunika advensia dan
tunika media. Perubahan-perubahan ini mengurangi persediaan darah ke
pulpa. Jumlah urat saraf juga berkurang. Substransi dasar mengalami
perubahan metabolic yang memberi kecenderungan untuk meneralisasi.
Perubahan pada pembuluh darah, urat saraf dan substansi dasar memberi
kecenderungan pulpa pada kalsifikasi distrofik (Grossman, 1995).
2.7.7 Jaringan Periradikular
Jaringan periradikular terdiri dari sementum, yang menutupi akar gigi,
prosesus alveolar yang membentuk saluran tulang yang berisi akar gigi, dan
ligament periodontal, yang serabut kolagennya, tertanam di dalam sementum
akar dan di dalam prosesus alveolar, mengikatkan akat pada jaringan di
sekelilingnya. Pada daerah ini terletak jalan masuk dan keluar antara saluran
akar dan jaringan disekitarnya dan muncul reaksi patologik terhadap penyakit
pulpa (Grossman, 1995).
a. Sementum

36

Sementum adalah jaringan mengapur menyerupai tulang yang


menutup akar gigi. Sebagai yang telah diuraikan, sementum berasal dari sel
mesenkimal folikel gigi yang berkembang menjasi semenoblas. Sementoblas
menimbun suatu matrik, disebut sementoid, yang mengalami pertambahan
pengapuran dan menghasilkan dua jenis sementum : aselular pertama-tama
ditimbun pada dentin membentuk pertemuan sementum-dentin, dan biasanya,
menutupi sepertiga servikal dan sepertiga tengah akar. Sementum selular
biasanya ditumpuk pada sementum aselular pada sepertiga apical akar dan
bergantian dengan lapisan sementum aselular. Sementum selular ditumpuk
pada kecepatan yang lebih besar daripada sementum aselular dan dengan
demikian menjebak sementoblas di dalam matriks. Sel-sel yang terjebak ini
disebut sementosit. Sementosit terletak pada kripta sementum dan dikenal
sebagai lacuna. Dari lacuna, kanal-kanal, d isebut kanalikuli, yang berisi
perpanjangan protoplasmic sementosit dan berfungsi sebagai jalan
mengangkut nutrient ke sementosit, menjalin dengan kanalikuli lain dari
lakuna lain untuk membentuk suatu sistem yang dapat dipersamakan dengan
sistem Havers (haversian sistem) tulang. Oleh sebab sementum adalah
avaskular, nutrisinya berasal dari ligament periodontal. Karena lapisan
incremental sementum ditumpuk, ligamen periodontal dapat berpindah tempat
lebih jauh, dan akibatnya beberapa sementosit mungkin mati dan
meninggalkan lakuna kosong (Grossman, 1995).
Ketebalan sementum menggambarkan salah satu fungsinya. Tebal
sementum sekitar 20 sampai 50 m pada hubungan sementum-email dan tebal
sementum adalah s ekitar akar. Sementum yang lebih tebal pada apeks
disebabkan karena penumpukannya yang terus menerus selama kehidupan
eruptif gigi untuk mempertahankan tingginya pada bidang oklusal.
Penumpukan sementum yang terus-menerus juga memberi bentuk pada
foramen apical dewasa. Foramen bila menjadi dewasa, menjadi konis, dengan
aspek kerucut, disebut diameter minor (konstriktur), menghadap pulpa dan
dasar, disebut diameter mayor, menghadap ligament periodontal. Penumpukan
sementum yang terus menerus menaikkan diameter mayor dan menghasilkan
suatu deviasi rata-rata foramen apical sebesar 0,2 sampai 0,5 mm dari pusat
apeks akar. Diameter minor menentukan penghentian apical instrumentasi dan
obturasi saluran akar dan rata-rata terletak 0,5 mm dari permukaan semental
pada gigi-gigi muda dan 0,75 mm dari permukaan pada gigi-gigi dewasa.
Meskipun hubungan sementum-sementum bertepatan dengan diameter minor,
sementum dapat tumbuh tidak rata dan dapat mengubah hubungan ini
(Grossman, 1995).
Serabut ligament periodontal dijumpai antara osteoblas dan
sementoblas dan masing-masing tertanam di dalam tulang dan sementum.
Serabut-serabut yang tertanam ini, disebut serabut sharpey, mengikat ligamen
periodontal pada tulang dan sementum (Grossman, 1995).

37

Memperbaiki adalah fungsi lain sementum. Fraktur akar dan resorpsi


biasanya diperbaiki oleh sementum. Penutupan akar yang belum dewasa pada
prosedur apeksifikasi disempurnakan oleh deposisi sementum atau jaringan
yang menyerupai sementum. Sementum juga mempunyai fungsi protektif.
Lebih resisten terhadap rasorpsi daripada tulang. Mungkin disebabkan
avaskularitasnya. Akibatnya, gerakan ortodontik akar biasanya dapat
dilakukan dengan kerusakan resorptif minimum. Fungsi-fungsi lain adalah
deposisi sementum yang terus menerus dan penyumbatan foramina aksesori
dan apical setelah perawatan saluran akar (Grossman, 1995).
b. Ligament Periodontal
Ligament periodontal adalah suatu jaringan konektif, padat dan
berserabut yang menempati ruang di antara sementum dan tulang alveolar.
Mengelilingi leher dan akar gigi sertam berkesinambungan dengan pulpa dan
gusi. Ligament periodontal tersusun dari substansi dasar, jaringan instertisial,
pembuluh darah dan limfa, saraf, sel-sel dan bundle serabut (Grossman, 1995).
Lebar ligament periodontal bervariasi dari 0,15 sampai 0,38 mm.
Variasi dalam lebar dijumpai dari gigi ke gigi dan pada daerah ligament yang
berbeda pada akar yang sama. Ligament periodontal lebih tipis pada
tumpu/fulcrum pemutaran gigi. Gigi-gigi dengan beban oklusal yang berat
mempunyai ligament periodontal lebih lebat daripada gigi-gigi dengan beban
oklusal minimal yang ligament periodontalnya lebih tipis. Dengan
bertambahnya umur, lebar ligamen periodontal berkurang (Grossman, 1995).
Jaringan Interstisial
Jaringan interstisial adalah jaringan penghubung longgar yang
mengelilingi pembuluh darah dan limfatik, saraf, dan bundle serabut. Jaringan
ini berisi serabut kolagen, lepas dari ikatan serabut ligament periodontal.
Perubahan di dalam bundle serabut yang terus menerus. Ruang ini dalam
ligament periodontal, terisi dengan jaringan interstisial, pembuluh darah,
pembuluh limfa, dan saraf, disebut ruang interstisial (Grossman, 1995).
Sirkulasi dan Sistem Limfatik
Ligament sangat dipenuhi oleh pembuluh darah yang menyediakan
bahan gizi untuk aktivitas osteogenik, sementogenik, dan fibrogenik. Arteri
alveolar bercabang menjadi arteri gigi dan arteri interalveolar. Pada gigi-gigi
belakang juga bercabang menjadi arteri interadikular.Arteri gigi msuk ke
dasar kripta tulang ,dan sebelum menembus foramen apikal ,bercabang
menjadi arteriola dan kapiler-kapiler untuk membentuk suatu anyaman
(pleksus) yang mensuplai daerah apikal ligamen periodontal (Grossman,
1995).

38

Arteri interalveolar bercabang dari arteri alveolar dan sebelah koronal


melintas tulang kanselus dinding lateral kripta tulang ;cabang-cabang
lateralnya ,disebut arteri menembus (perforating),masuk melalui plat
kribriform ke dalam ligamen periodontal lateral. Ateri menjadi arteriola dan
kapiler-kapiler membentuk anyaman yang subur.Pleksus arterial gigi dan
interal veolar lebih mencolok pada sisi tulang ligamen karena aktifitas
mengubah bentuk tulang yang konstan. Arteri interal veolar keluar melalui
krista presassus alveolar dan membentuk cabang-cabang gingival.Cabangcabang gingival ini mensuplai gingiva dan bagian koronal ligamen peridontal
(Grossman, 1995).
Gigi-gigi posterior juga mempunyai arteri interadikular yang melintas
tulang kanselus semtum interadikular.Arteri-arteri ini membentuk cabang yang
mensupali ligamen periodontal pada furkasi akar (Grossman, 1995).
Vena intrdental, vena interadikular dan vena gigi mengalir ke dalam
vena alveolar.Juga dijumpai anyaman pembuluh limfatik yang mengikuti
drainase vena ke dalm saluran limfe alveolar (Grossman, 1995).
Pembuluh darah ligamen periodontal memberikan dua fungsi
penting :fungsi nutritif bagi sel-sel ligamen periodontal ;dan fungsi
protektif.Anasmotisis arteri-vena dan struktur menyerupai gromeruli antara
arteri dan vena dijumpai pada vaskulatur peridontal dan mengatur tekanan
darah dan tekanan jaringan;disamping itu memberikan mekanismehidrolik
untuk menyokong gigi waktu berfungsi.
Inervasi
Saraf alveolar yang dimulai pada saraf trigeminal,menginervasi
ligamen peridontal dan di bagi dalam saraf peridontal mendaki(ascending)atau
saraf gigi,saraf inter veola dan saraf inradikular.Saraf ligamen periodontal
,seperti pada jaringan konektif lainnya,mengikuti distribusi arteri.Cabang
cabang alveolar menginervasi daerah apikal,caban interalveolar menginervasi
ligamen peridontal lateral,dan cabang-cabang saraf interadikular menginervasi
ligamen periodontal furkasi gigi posterior (Grossman, 1995).
Saraf berakhir sebagai serabut dengan diameter kecil atau
besar.Serabut berdiameter kecil,baik yang bermielin atapun yang tidak
bermielin ,berakhir sebagai ujung bebas pada ruang interstisial dan
berhubungan dengan rasa sakit.Serabut berdiameter besar bermielin,berakhir
sebagaai ujung khusus berupa tombol atau kumparan dekat serabut utama
ligamen peridontal,dan merupakan mekaneseptor yang berhubungan dengan
sentuhan , tekanan dan propiosepsi (Grossman, 1995).

39

Saraf simpapetik mengikuti pembulh darah arterial dalam ligamen


periodontal.Saraf-saraf itu berhubungan dengan kontrol vasomotor aliraan
darah di dalam arteri dan kapiler (Grossman, 1995).
Ujung saraf ligamen peridontal memungkinkan seseorang merasakan
sakit ,sentuhan,tekanan,propriosepsi.Propiosepsi,yang memberikan informasi
pada gerakan dan posisi dalam ruang,memungkinkan seseorang merasakan
kekuatan yang diberikan pada gigi-gigi,gerakan gigi dan tempat benda asing
pada atau diantara permukaan gigi.Rasa propioseptif ini dapat menggerakkan
mekanisme refleks protektif yang membuka rahang bawah untuk mencegah
injuri pada gigi atau ligamen periodontal bila seseorang menggigit suatu benda
keras.Propiosepsimemungkinkan lokalisasi daerah inflamasi pada ligamen
periodontal.Reaksi inflamasi semacam itu pada ligamen peridontal dapat
diketahui dengan ujian perkusi dan palpasi (Grossman, 1995).

Sel-sel Ligamen Periodontal


Sel-sel aktif ligamen periodontal adalah fibroblas,osteoblas,dan
sementoblas.Fibroblas adalah sel-sel membentukkumparan dengan nuklei oval
dan prosesus sitoplasmik yang panjang.Biasanya sejajar dengan serabut
kolagen ,dengan prosesusnya terbungkus di sekitar bundel serabut.Fibroblas
mensintesis kolagen dan matriks dan terlibat dalam degradasi kolagen untuk
pengubahan bentuknya.Hasilnya adalah suatu pengubahan bentuk serabut
utama yang konstan dan pemeliharaan sutu ligamen periodontal yang
sehat.Karena fungsi yang penting ini ,maka fibroblas merupakn sel-sel
ligamen periodontal yang paling penting (Grossman, 1995).
Osteoblas atau sel pembentuk tulang ditemokan di pinggir ligamen
periodontal melapisi soket tulang.Biasanya terlihat dalam berbagai tingkat
diferensiasi.Dalam keadaan aktif berbentuk kuboidal dan dapat menimbun
suatu lapisan materiks ,disebut osteoid diantaranya dan tulang dewasa.Bila
tidak aktif kelihatan seperti sel gepeng dan dapat menyerupai fibroblas.Fungsi
osteoblas adalah deposisi kolagen dan matriks yang ditumpuk pada
permukaan tulang dimana terikat serabut sharpey.Kalsifikasi osteoid
menjangkar serabut-serabut Sharpey. Pengubahan bentuk tulng yang konstan
memberikan peubahan ikatan ligamen periodontal pada tulang yang terus
menerus (Grossman, 1995).
Osteoklas atau sel peresorpsi-tulang ditemukan di pinggir tulang pada
masa pengubahan bentuk tulang. Osteoklas adalah sel bernuklei banyak
dengan batas suatu kerut atau garis-garis ke arah daerah resorpsi tulang. Bila
osteoklas mengalami demeneralisasi dan menghancurkan matriks maka akan

40

terbentuk daerah berlubang lubang pada tulang yang disebut Lakuna Howship
(Grossman, 1995).
Sementoblas sebagai yang dibicarakan sebelumnya terletak di garis
pinggir ligamen peridontal berhadapan dengan sementum. Sementoblas
dengan prosesus sitoplasmik,terlihat kuboidal bila pada suatu lapisan tunggal,
atau skuamus bila pada lapisan multipel.Fungsinya adalah menimbun suatu
matrik terdiri dari fibril kolagen dan substansi dasar yang disebut
sementoid.Sementoid ditemukan diantara sementum yang mengapur dan
lapisan sementoblas yang menebal pada masa aktifitas.Serabut ligamen
periodontal ditemukan diantara sementoblas
dan terjebak di dalam
sementoid.Bila sementoid mengapur,serabut ligamen periodontal terkait di
dalam semenntum yang baru terbentuk dan disebut serabut sharpey, sama
seperti terkaitnya serabut periodontal dalam tulang.Sementoid mungkin
melindungi sementum terhadap erosi (Grossman, 1995).
Sementoklas,atau sel yang meresorpsi sementum ,tidak ditemukan
pada ligamen peiodontal normal.karena umumnya sementum tdak mengubah
bentuk dan hanya ditemukan pada pasien dengan kondisi patologik tertentu
(Grossman, 1995).
Sel-sel lain yang terdapat pada ligamen periodontal normal adalah
sisa-sisa sel epitelial Malasses,sel-sel mesenkimal tidak berkembang, sel mast
dan makrofag.Sisa-sisa sel epitelial Malasses adalah sisa selubung akar
epitelial Hertwig. Sel-sel ini berlokasi pada sisi sementum ligamen
periodontal. Fungsinya tidak diketahui teteapi dapt berkembang biak untuk
membentuk kista pada stimulinoksius (Grossman, 1995).
Sel Massenkimal yang tidak berkembang biasanya adalah sel stelat
dengan nuklei besar yang terlek dekat dengan pembuluh darah. Sel ini
mungkin berkembang menjadi fibroblas, odontoblas atau sementoblas
(Grossman, 1995).
Sel-sel mast, ditemukan dekat pembuluh darah adalah sel-sel besar,
bulat/oval dengan nuklei bulat yang terletak di tengah. Sitoplasmanya
mempunyai banyak granula merah yang dapat mengaburkan nuklei. Granula
ini mengandung heparin, koagulan darah dan histamin yang dapat
menuingkatkan permeabilitas kapiler. Histamin, yang dilepaskan melalui
degranelasi sel mast yang disebabkan oleh reaksi inflamasi akut, mengerutkan
sel endotelial pada dinding pembuluh yang menghasilkan ruang interselulair
dan permeabilitas vskular (Grossman, 1995).
Makrofag juga dijumpai di dekat pembuluh darah. Dalam bentuknya,
makrofag menyerupai fibroblast, tetapi dengan prosesus yang lebih pendek
dan kecil dan nuclei yang berwarna agak gelap. Fungsinya adalah

41

memfagositosis debris selular dan benda asing. Makrofag mempunyai vakuola


digestif berisi enzim lisosomal yang memproses bahan yang dimakan
(Grossman, 1995).
Serabut Periodontal
Serabut periodontal adalah komponen structural utama ligament
periodontal. Dikenal dua jenis : serabut kolagen dan serabut oksitalan. Fibril
kolagen diatur dalam serabut yang pada gilirannya diatur dalam bundelbundel. Serabut yang merupakan bundel tidak besambungan dari tulang ke
sementum, tetapi berdiri dari untaian yang dapat diubah bentuk secara terus
menerus dan tersendiri oleh fibroblast tanpa menyebabkan hilangnya
kontinuitas ikatan. Saraf akhir bundel masuk ke dalam sementum pada satu
sisi dan ke dalam tulang pada sisi lain. Serabut akhir ini disebut serabut
Sharpey tanpa melihat apakah masuk ke dalam sementum atau tulang. Sarafsaraf disusun dalam bundel-bundel dengan suatu susunan fungsional tertentu.
Bundel-bundel ini mengikuti suatu jalan yang berombak-rombak yang
memungkinkan beberapa gerakan di dalam soket alveoslarnya (Grossman,
1995).
Bundel serabut disusun ke dalam kelompok serabut utama : transeptal,
Krista alveolar, horinzotal, miring, apical dan inter-radikular. Kelompok
transeptal tertanam di dalam sementum gigi yang berdekatan dan memotong
Krista alveolar di sebelah interproksimal. Kelompok Krista alveolar tertanam
di dalam sementum di bawah pertemuan sementum-email, terletak miring dan
berakhir pada Krista alveolar. Kelompok horizontal tertanam didalam
sementum sebelah apical dari kelompok Krista alveolar dan bergerak kea rah
horizontal ke dalam tulang alveolar. Kelompok miring tertanam di dalam
sementum sebelah apical dari kelompok horizontal dan berjalan miring pada
suatu arah koronal, untuk ditanam di dalam tulang tulang alveolar. Kelompok
apical tertanam di dalam sementum sebelah apical dan fundus soket alveolar.
Kelompok inter-radikular tertanam dalam sementum dan tulang alveolar dari
furka gigi-gigi berakar banyak (Grossman, 1995).
Fungsi serabut ligament periodontal adalah untuk mengikat gigi pada
soket alveolarnya, untuk menggantungkannya pada soketnya, untuk
melindungi gigi dan soket alveolar dari injuri pengunyahan, dan untuk
mengubah tekanan pengunyahan vertical menjadi tekanan pada tulang alveolar
(Grossman, 1995).
Serabut oksitalan, dipercaya sebagai serabut elastic belum dewasa,
melintasi ligament periodontal pada arah aksial. Satu ujung serabut ini
mungkin tertanam di dalam sementum dan ujung lainnya dalam dinding
pembuluh darah. Fungsinya tidak diketahui, walaupun mungkin menyongkong
pembuluh darah (Grossman, 1995).

42

Kalsifikasi
Sementikel dapat ditemukan di dalam ligament periondontal.
Kalsifikasi ini terikat pada sementum, tertanam didalamnya, atau bebas dalam
ligament periodontal dekat dengan batas sementum. Sel epithelial mungkin
membentuk nidus untuk kalsifikasi ini (Grossman, 1995).
Penyakit pulpa bermanifestasi pada ligament periodontal. Reaksi
inflamasi berkisar dari abses sampai granuloma dan kista, dan dapat merusak
dan mengganti ligament periodontal (Grossman, 1995).

c. Prosesus Alveolar
Prosesus alveolar dibagi menjadi tulang alveolar yang sebenarnya dan
tulang alveolar pendukung (Grossman, 1995).
Tulang Alveolar Sebenarnya
Tulang alveolar yang sebenarnya adalah tulang yang membatasi
alveolus atau soket tulang yang berisi akar gigi. Tulang alveolar sebenarnya
adalah bagian dari jaringan periradikular. Pembentukannya dimulai oleh
osifikasi intra-membran pada tingkat awal pembentukan akar. Osteoblas pada
tepi ligament periodontal menumpuk suatu matriks organic yang disebut
osteoid, yang terdiri dari fibril kolagen dan substansi dasar yang terdiri dari
fibril kolagen dan substansid dasar yang terdiri dari glikoprotein, fosfoprotein,
lipid dan proteoglikan. Pada waktu ostetoblas menumpuk matriks, beberapa
terjebak di dalamnya ; sel-sel ini disebut osteosit. Matriks mengapur karena
deposisi kristal hidroksiapatit yang terutama terdiri dari kalsium dan fosfat
(Grossman, 1995).
Osteosit dalam tulang yang mengapur terletak dalam ruang oval yang
disebut lakuna, yang saling berhubungan dengan melalui kanalikuli. Sistem
kanal ini membawa nutrient ke dalam osteoid dan membuang hasil
metaboliknya yang tidak berguna. Tulang yang ditimbun bagian demi bagian
selama aktivitas osteoblastik membentuk lembaran-lembaran tulang yang
disebut lamella. Masa istirahat dibatasi oleh garis-garis gelap yang disebut
garis-garis istirahat, yang berjalan sejajar dengan permukaan tulang. Osteosit
di dalam lakunya disebarkan secara rata pada seluruh permukaan lamela.
Lamela, garis-garis istirahat, lakuna dengan osteositnya, dan kanalikuli
memberikan tulang sifat histologiknya (Grossman, 1995).

43

Tulang alveolar yang sebenarnya terdiri dari bundel tulang di tepi


alveoli dan tulang yang berlamela ke aeah pusat prosesus alveolar. Tulang
disebelah tepi disebut bundel tulang karena serabut Sharpey ligament
periodontal tertanam didalamnya. Karena serabut Sharpey di sebelah tepi
dapat mengapur dan karena lamela hampir tidak jelas, tulang ini tebal dan
mempunyai penampilan yang lebih radiopak dalam radiograf daripada tulang
kanselus atau ruang ligament periodontal. Gambaran radiogfrafik tulang
alveolar sebenarnya disebut lamina dura (Grossman, 1995).
Tulang alveolar yang sebenarnya dapat juga dianggap sebagai plat
kribriform. Istilah ini timbul karena banyaknya foramina yang melubangi
tulang. Foramina ini berisi pembuluh darah dan saraf yang mensuplai gigigigi, ligament periodontal dan tulang (Grossman, 1995).

Tulang Alveolar Pendukung


Berdekatan dengan tulang alveolar yang sebenarnya terdapat suatu
diploe tulang kanselus ditutup oleh dua lamina eksterna tulang padat. Salah
satu dari lamina eksterna tulang padat adalah disebelah vestibular, dan yang
lain adalah di sebelah lingual atau palatal. Tulang kaselus terdiri dari tulang
yang berlamela tersusun dalam cabang-cabang disebut trabekula. Diantara
trabekula terdapat ruang meduler, terisi dengan sungsum. Sumsum dapat
seperti lemak atau hematopoitik. Pada orang dewasa, sumsum pada rahang
bawah dan rahang atas biasanya berlemak, tetapi jaringan hematopoitik
ditemukan pada tempat tertentu misalnya seperti tubersositas rahang bawah
dan rahang atas biasanya berlemak, tetapi jaringan hematopoituk ditemukan
pada tempat tertentu misalnya seperti tuberositas rahang atas, daerah
periradikular gigi molar rahang atas dan rahang bawah, dan daerah
periradikular gigi premolar. Ruang sumsum hematopoitek kelihatan radiolusen
pada radiograf (Grossman, 1995).
Dalam tulang kanselus juga dijumpai kanal nutrient. Kanal-kanal ini
berisi pembuluh-pembuluh dan saraf-saraf. Kanaf biasanya berakhir pada
Krista alveolar pada foramina kecil-kecil dan dengan melalui foramina
tersebut pembuluh dan s araf masuk ke dalam gingiva (Grossman, 1995).
Jumlah tulang kanselus bervariasi di antara daerah rahang atas dan
rahang bawah dan tergantung pada lebar prosesus alveolar serta ukuran dan
bentuk akar gigi (Grossman, 1995).
Tulang kortikal (padat) menutupi tulang kanselus dan dibentuk oleh
tulang berlamela. Tulang berlamela ini mempunyai lakuna yang tersusun

44

dalam lingkaran konsentrik lakuka yang tersusun dalam lingkaran konsentrik


disekeliling kanal sentral yang disebut sistem Havers. Tulang kortikal
bergabung dengan tulang alveolar yang sebenarnya untuk membentuk Krista
alveolar di sekeliling leher gigi (Grossman, 1995).
Tulang digunakan sebagai reservoir kalsium badan. Badan, dibwah
control hormonal, mengatur dan memelihara metabolisme kalsium. Untuk itu,
terjadi pengubahan tulang secara fisiologik dan konstan oleh aktivitas
osteoklastik dan osteoblastik. Aktivitas ini dapat lebih mudah dilihat pada
trabekula. Pola trabekular secara konstan diubah sebagai reaksi terhadap
tekanan oksusal. Pada trabekula didapati garis-garis istirahat, yang merupakan
cirri masa aktivitas osteoblastik, dan garis resorptif, yang merupakan cirri
masa aktivitas osteoklastik. Garis-garis istirahat mempunyai cirri garis-garis
resorpsi yepinya belekuk-lekuk (scalloped) dan mengarah pada daerah
resoprsi yang dikenal sebagai lakuna Howship (Grossman, 1995).
Penyakit pulpa dapat mempengaruhi jaringan daerah periradikular.
Perubahan radang akut pada ligament periodontal yang dimulai dalam pulpa
menyebabkan ekstrusi gigi. Perubahan radang kronis yang berasal dari pulpa
pada ligamen periodontal dapat menyebabkan resopsi lamina dura, resorpsi
akar eksternal, daerah resopsi tulang, atau daerah pemadatan tulang. Penyakit
sistemik dapat juga menyebabkan perubahan tulang pada daerah peradikular
(Grossman, 1995).
Pembaca diberitahukan bahwa diskusi pda bab embriologi, pulpa
normal, dan jaringan periradikular normal dimaksudkan sebagai suatu tinajuan
embriologi, fisiologi dan histology sebagai yang digunakan pada ilmu
endodontik klinis. Pembaca disilahkan mengacau pada buku ajar standar
mengenai subyek-subyek ini untuk mendapatkan pembahasan yang lebih luas
dan rinci (Grossman, 1995).
2.7.8 Kavitas Pulpa
Anatomi kavitas pulpa
Banyak pengetahuan mengetahui anatomi saluran akar berdasarkan
pada penelitihan hess yang mendalam.dia membuat preparasi korosi vulkanit
pada hampir 3000 gigi permanen. Preparasi ini menujukkan dalam hal-hal
kecil perluasan, ramifikasi, dan percabangan maupun bentu,ukuran dan jumlah
saluran akar pada gigi yang berbeda. Melewati tahun-tahun, study anatomik
berikutnya juga menyumbang kepada pengetahuan kami mengenahi anatomi
kavitas pulpa (Grossman, 1995).

Saluran Akar

45

Satu saluran akar yang seluruh panjangnya lurus adalah tidak


biasa(gmb. 10-2).sering terdapat suatu penyepitan sebelum apeks di capai,atau
dapat juga suatu pembekoan/kurvatur.pembengkoan dapat berupa pembekoan
beransur-ansur seluruh saluran,suatu pembengkoan dekat apeks,atau suatu
pembengkoan berangsur-angsur saluran dengan suatu ujung apikal yang
lurus.pembekoan gandadalam bentuk s dapat juga terjadi.suatu kurvatur
sekitar 20 derajat pada saluran akar sempit dapat sukar atau bahkan tidak
mukin di atasi dengan instrumen endodontik,sedangkan suatu kurvatur tepat
30 derajat dapat di atasi bilah suatu saluran lebar.keberhasilan mengatasi suatu
saluran sempit dan bengkok tergantung pada derajat kurvatur,ukuran dan
penyempitan saluran akar,ukuran dan fleksibilitas bilah(blade)alat
endodontik,dan yang paling penting,kemampuan operator (Grossman, 1995).
Pada kebanyakan kasus,jumlah kebanyakan kasus,jumlah saluran
akar sesuai dengan jumlah akar,tetapi sebuh akar mungkin mempunyai lebih
dari sebuah saluran.akar mesial gigi molar pertama rahang bawah hampir
selalu mempunyai dua saluran,yang kadang-kadang bertemu pada foramen
yang sama:akar distal gigi molar pertama rahang bawah kadang-kadang
mempunyai dua saluran:akar mesiuobukal gigi molar pertama rahang atas
kadang-kadang mempunyai dua saluran:dan bahkan kavitas pulpa gigi anterior
atau gigi premolar rahang bawah mungkin bercabang dua,menjadi dua saluran
akar yang terpisah.variasi ini dapat di klasifikasikan sebagai:satu saluran
keluar sebagai satu saluran,dua saluran keluar sebagai satu saluran dan satu
saluran
keluar
sebagai
dua
saluran(saluran
terbagi).
Banyak
konfigurasi/bentuk lain terjadi pada akar-akar ini, seperti misalnya saluran
bentuk pita,dan bentuk c,tetapi yang sebelumnya di sebut adalah yang paling
umum (Grossman, 1995).

Foramen apikal
Pada gigi muda yang belum tmbuh sempurna foramen apikal
berbentuk corong,dengan bagian yang lebar memanjang kearah luar.mulut
jorong berisi jaringan periodontal yang kemudian di ganti dengan dentin dan
sementum.setelah akar berkembang,foramen apikal menjadi lebih
sempit.permukaan bagian dalam apeks akar sebaris dengan sementum yang
bahkan dapat agak memanjang(sekitar 1mm)kearah dalam saluran
akar.karenanya,pertemuan dentin-sementum tidak perlu terjadi pada ujung
ekstrem akar,tetapi dapat terjadi di dalam saluran utama.maka dari itu tidak
perlu membersikan,membentuk atau mengisi saluranan akar pada apeks
anatomiknya,tetapi pada pertemuan dentin-sementum,yang biasanya terletak
di dalam saluran dekat apeks.karena lokasi pertemuan dentin-email berbeda

46

pada saluran akar pengisihan sampai ketinggian ini lebih sering di kerjakan
secara kebetulan dari pada sungguh-sungguh (Grossman, 1995).
Foramel apikal tidak selalu bagian saluran akar yang paling
sempit.penyempitan dapat terjadi sebelum exterminasi/plosok-plosok agar
tercapai,penyempitan apikal sejau 0,5-1,0mm dri apeks akar (Grossman,
1995).
Foramel apikal tidak selalu terletak pada pusat apeks akar.mungkin
terdapat pada permukaan mesial,distal,labial,atau lingual akar,biasanya agak
di luar pusat(gmb.10-4).studi anatomik menunjukksn bahwa foramen apikal
yang terdapat tepat pada apeks anatomik hanya di jumpai 17-46 persen kasus
dan rata-rata lokasinya adalah sejauh 0,4-0,7mm,dari apeks anatomik.pada
sedikit kasus,foramen apikal di temukan sejauh 2-3mm dari apeks anatomik
setudi ini telah membawa rekomendasi bahwa obturasi saluran akar harus
berakir kira-kira 0,5mm dari apeks anatomik akar sebagai yang terlihat pada
radiograf (Grossman, 1995).
Pengatahuan tantang umur ketika terjadinya kalsifikasi apeks akar
adalah penting untuk praktek endodontik,terutama bila ada hubungannya
dengan terlibatnya pulpa atau gigi tanpa pulpa pada anak-anak dan
remaja.sebagai ketentuan umum suatu apeks akar terbentuk sempurna sekitar
2 sampai 3 tahun setelah erupsi gigi (Grossman, 1995).

Saluran lateral dan foramina aksesori


Saluran lateral dan foramina aksesori tidak ditemukan dengan
cukup teratur untuk membuktikan bahwa kedunya merupakan bagian integral
suatu kavitas pulpa normal dari pada pengecualian.pembuluh peridontal
membelok disekelilingi apeks akar gigi yang sedang berkembang dan sering
terjebak dalam sarung akar epitelia hertwig, dengan menyebabkan
pembentukan saluran lateral dan foramina aksesori selama kalsifikasi.bahwa
fenomena ini sering terjadi pada sepertiga apikal akar menjelaskan insidensi
saluran lateral dan foramen aksesori yang tinggi pada daerah ini.saluran lateral
dapat juga terjadi pada daerah bifurkasi atau trifurkasi gigi berakar
banyak.aluran ini merupakan hasil dari jebakan pembuluh-pembuluh
peridontal pada waktu penyatuan bagian bagian diafragma yang menjadi dasar
kamar pulpa.insidensi saluran lateral yang dilaporkan berkisar antara 27,4
sampai 35,5%.seorang peneliti menemukan saluran lateral pada daerah
bifurkasi atau trifurkasi gigi premolar dan gigi molar pada 2,3% sampel,
sedang peneliti lain menemukan 9,45% sampel. Dapat dipertanyakan mengapa
terapi saluran akar dibenarkan mengingat komplikasi system saluran akar ,
karena dengan cara mutahir tidak seorang pun dapat membersikan semua

47

ramifikasi kecil. Studi sejumlah besar potongan individual, baikdiasah


maupun didekalsifikasi, tidak berhubung langsung dengan kavitas pulpa.
Kebanyakan adalah pembuluh tertanam, yang looping-nya telah diperlihatkan
pada pongan serial. Kadang kadang looping macam itu timbul dari dan
berakhir pada dinding pulpa . Selain itu, penemuan mikroskopik pada gigi
yang telah dicabut dengan saluran akar yang tidak terinveksi dan cara klinis
diisi dengan baik, membuktikan bahwa alam menjaga sisa-sisa cabang
cabang lateral dan lamifikasi apical yang tidak diisi. Semua saluran halus ini
tetap vital setelah pulpa diambil dari saluran akar utama dan membentuk
sementum yang akhirnya melenyapkan seluruh saluran lateral (Grossman,
1995).
Banyak perhatian telah diberikan kepada foramina aksesoris
sehubungan dengan perawatan endodontic. Foramina tersebut dilapisi dengan
sementum dan ada beberapa kasus terletak selurunya didalam sementum,
namun jaringan pulpa tersebut terletak selurunyadidalam pagar dentin saluran
aksesoris atau lateral.bila pulpa diambil, pembuluh-pembuluh darah yang
terletak didalamm aksesoris dan lateral ditutup dan dilenyapkan olekh
sementum kecuali jika terjadi injuri, baik mekanis, umur, jumlah foramina
aksesori biasanya berkurang karena klasifikasi jaringan lunak yang
dikandungnya (Grossman, 1995).
Umur
Ukuran dan bentuk kavitas pulpa dipengaruhi oleh umur. Pada orang
muda, tanduk pulpanya panjang, kamar pulpa besar, saluran akar lebar,
foramina apikal besar, dan tubuli dentin lebar, teratur dan diisi dengan cairan
protoplasmik. Dengan bertambahnya umur, tanduk pulpy mcnycmpit, kamar
pulpy menjadi lebih kecil dalam tingginya daripada dalani lebarnya, dan
saluran akar menjadi lebih sempit karena penumpukan dentin sekunder dan
dentin reparatif. Selain itu, foramen apikal menyimpang dari apeks anatomik
yang tepat, dari diameter kecilnya menjadi lebih scmpit sementara diameter
besarnya menjadi lebih lebar karena penumpukan dentin dan sementum.
Tubuh dentin menjadi lebih sempit atau bahkan lenyap oleh tumpukan dentin
peritubular yang membentuk dentin sklerotik, dan kehilangan sifat beraturan
serta menjadi berliku-liku (Grossman, 1995).

2.8 Perbedaan morfologi gigi desidui dan gigi permanen


GIGI SULUNG

Mesio-distal > Cervico-incisial

48

Tanduk pulpa lebih tinggi dan ruang lebih lebar.

Ukuran mesio-distal korona gigi sulung lebih lebar daripada ukuran


serviko-insisalnya, kecuali incisivus sentral, lateral, kaninus bawah, dan
incisivus lateral atas.

Ukuran mesio-distal akar-akar gigi susu depan sempit

Pada gigi susu tidak ada gigi premolar atau gigi yang menyerupai
premolar.

Akar-akar dan korona molar susu mesio-distal dan sepertiga servikal lebih
sempit

Akar-akar molar susu relatif lebih sempit/ramping, panjang dan lebih


divergen (memancar)

Akar-akar gigi susu mengalami resorpsi.

Gigi geligi susu lebih putih

Pada gigi susu tidak terbentuk sekunder dentin.

Permukaan fasialnya lebih licin

Perbedaan formula dan jumlahnya: Gigi susu: i 2/2 c 1/1 m 2/2 = 10.
Jumlah= 20

GIGI PERMANEN

Cervico-incisal >

Tanduk pulpanya lebih rendah dan ruang pulpanya lebih sempit

Ukuran mesio-distal korona gigi permanen lebih sempit daripada ukuran


serviko-insisalnya.

Ukuran mesio-distal akar-akar gigi permanen depan lebar

Pada gigi permanen terdapat gigi premolar

Akar-akar dan korona molar permanen mesio-distal dan sepertiga servikal


lebih lebar

Akar-akar molar permanen lebih lebar , pendek, dan lebih konvergen

Akar-akar gigi permanen tidak mengalami resorpsi

Gigi geligi permanen lebih kuning

49

Pada gigi permanen terbentuk sekunder dentin Permukaan fasialnya lebih


kasar

Perbedaan formula dan jumlahnya. Gigi tetap: I 2/2 C 1/1 P 2/2 M 3/3.
Jumlah= 32 (Itjingningsih,1991)

2.9 Nomenklatur
Nomenklatur adalah cara menulis gigi geligi. Ada beberapa cara nomenklatur
yaitu:
1. Cara Universal

Contoh: M3 atas kiri permanen = 16


c bawah kanan sulung = R
2. Cara Zsigmondy

Contoh: P2 atas kanan = 5


m2 atas kiri = V
3. Cara Palmers
Cara penulisan sama dengan cara Zsigmondy.

50

4. Cara Amerika

Contoh: P2 atas kanan permanen = 13


c bawah kanan = XIII

5. Cara Applegate

6. Cara Haderup

51

Contoh : P2 atas kanan permanen = 5 +


M2 bawah kiri = - 05

7. Cara G.B denton

Contoh: P2 atas kanan permanen = 2.5


c bawah kanan sulung = a.5

8. Cara FDI/WHO

52

9. C
Dengan menggunakan tanda-tanda:
S : Superior/atas
I : Inferior/bawah
d : dexter/kanan
s : sinister/kiri
Gigi tetap (pakai huruf besar)
Contoh: P2 atas kanan = P2 Sd
I1 bawah kiri = I1 Is
Gigi sulung (pakai huruf kecil)
Contoh: c bawah kanan = c Id
m2 atas kiri = m2 Ss (itjingsih, 1991)

2.10 Kelainan Pada Gigi


1. Kelainan Jumlah Gigi
a. Anodontia
Kelainan tidak adanya gigi yang disebabkan oleh gangguan atau kerusakan
Lamina Dental selama tahap awal pembentukan embrio. Bila seluruh gigi tidak
ada disebut Anodonsia total, biasanya disertai kelainan ektodermal lain seperti
tidak adanya kuku dan rambut. Bila gigi yang tidak ada hanya sebagian disebut
Anodonsia Sebagian, Hypodonsia, atau Oligodonsia.
Kasus yang sering di jumpai :
~ Incisivus lateral decidui dan incisivus central, lateral bawah decidui ( 0,1%0,7% dari seluruh anak)
~ Incisivus lateral, premolar dua dan molar tiga permanent kasusnya 3%-10% dari
jumlah anak.

53

b. Supernumerary
Kelainan kelebihan jumlah gigi
Supernumerary disebabkan karena berlanjutnya pembentukan benih gigi atau
karena proliferasi sel yang berlebihan ( gigi berlebih cenderung menurun dalam
satu keluarga)
Bentuk umumnya merupakan duplikat dari gigi disebelahnya. Bila terletak di
regio insisivus dan caninus disebut Mesiodent, dan bila terletak di regio molar
disebut distomolar atau paramolar.

2. Kelainan Struktur Gigi

Konkresen (Concrensense) adalah menyatunya sementum dua buah gigi

yg bersebelahan karena trauma atau lokasi benih yang salah selama


pembentukan akar.

Fusi (Fusion) adalah dua buah gigi yg menyatu karena Lamina

Interdentalnya tidak berkembang atau karena sebab genetik autosomal


dominan.

Geminasi adalah gigi dengan satu akar tetapi memiliki dua mahkota

(terlihat seperti gigi kembar) disebut juga gemination teeth atau conate teeth.
Penyebabnya invaginasi bakal gigi, faktor lokal, sistemik, atau genetik.

Evaginasi Gigi adalah gigi dgn cusp berlebih dan berbentuk tidak normal,

disebabkan hyperplasia lapisan Ektomesenkim atau faktor genetik.

Invaginasi Gigi ( Dens Indente), secara klinis terlihat sebagai tonjolan

didaerah cingulum gigi incisivus disebabkan terselubungnya organ enamel


diantara mahkota gigi. Sering terjadi pd incisivus lateral atas dan bawah.

Dilaceration, akar gigi membengkok tajam, antara 45 s/d 90.

Flexion, akar gigi yang membengkok kurang dari 45.

Segmented Root adalah akar gigi yang terpisah, biasanya karena trauma.

Dwarfed Root, akar gigi yang lebih pendek dari ukuran normal.

Hypercementosis, pembentukan sementum yang berlebihan disekitar gigi

setelah gigi erupsi, biasanya karena trauma, infeksi periapikal dan gangguan

54

metabolisme.
Enamel Pearl, email berbentuk bulat seperti mutiara terletak didaerah

bifurkasi gigi molar atas.


Taurodontia, gigi dengan ruang pulpa yang sangat panjang ( tidak ada

pengecilan disekitar cemento enamel junction).


Amelogenesis Imperfecta, penyakit keturunan yang mengganggu

pembentukan email baik pada gigi susu maupun gigi permanent. Email dapat
terbentuk sedikit atau tidak sama sekali, sehingga mahkota gigi terlihat kuning
kecoklatan dan permukaannya kasar.
Fluorosis adalah gangguan email karena kelebihan fluor, email tampak

berbintik sehingga terkesan gigi berlubang-lubang.


High Fever, email berbintik pada gigi permanent, terjadi akibat demam

pada masa kanak-kanak, (penyakit campak).


Focal Hypomaturation, bintik-bintik pada lokasi tertentu, yaitu 1/3 bagian

tengah mahkota gigi, sebagian akibat adanya trauma pada pematangan matriks
gigi.
Dentinogenesis Imperfecta, gigi tidak memiliki dentin, secara klinis warna

gigi terlihat kuning / abu-abu.

3. Kelainan Bentuk Gigi


1. Gigi ganda
2. Malformasi I2
3. Dilaserasi

1. Gigi ganda yaitu penyatuan (fusi) 2 benih, terbelahnya


(geminasi/dikotomi satu benih gigi)
a. Perawatan pada gigi ganda
Estetik : pemisahan mahkota dan akar groove pada mahkota yang
dibentuk.

55

2. Malformasi I2
a. . Gambaran klinis
Mahkota kecil : Peg shaped
Lekukan pada palatal :Dens in dens
Mudah terserang karies
b. Terapi : ekso (dicabut), ditambal
3. Dilaserasi
Pembengkokan pada mahkota/akar
Trauma selama pembentukan gigi
a. Terapi :
Ekso (dicabut)
Bedah & Orto (PSMKG, 2010)

Anda mungkin juga menyukai