Anda di halaman 1dari 5

1.

Manfaat DVI( F)
Disaster Victim Identification (DVI) adalah suatu prosedur untuk mengidentifikasi
korban mati akibat bencana massal secara ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan
dan mengacu pada standar baku Interpol. 1 Proses DVI menggunakan bermacam-
macam metode dan teknik. Identifikasi korban bencana diperlukan untuk menegakkan
HAM, membantu proses penyidikan dan memenuhi aspek legal sipil. Identifikasi
korban mati dilakukan untuk memenuhi hak korban agar dapat dikembalikan kepada
keluarga dan dikubur secara layak sesuai dengan keyakinan semasa hidup.2

Dapus

1 Interpol. Disaster Victim Identification Workshop on enhancing operational preparedness in


Eastern Region of Indonesia. 2017
2 Paturusi IA, Pusponegoro AD, Hamuworno GB, (Eds)., Penatalaksanaan korban bencana
massal. 2006. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta, 3:123-30

2. Peran dokter dalam DVI (3)


Pada fase pertama tim recovery dan pengambilan barang bukti mempunyai
beberapa tugas, yaitu : (Interpol, 2017)1

1 Mengidentifikasi dan mencatat lokasi ditemukannya semua sisa tubuh


2 Memaparkan, mengungkapkan dan mengambil sisa tubuh.
3 Menandai sisa tubuh dengan suatu barang bukti atau memasang nomor dimana
hal tersebut dapat dibaca dengan jelas dan tidak mudah dihapus.
4 Menempatkan secara terpisah dan nomor khusus untuk setiap sisa tubuh.
5 Mendokumentasikan lokasi penemuan.
6 Membuat dokumentasi fotografi sisa tubuh manusia untuk data tim recovery dan
pemeriksaan kedokteran forensik.
7 Memasangkan nomor recovery pada sisa tubuh.
8 Menempatkan sisa tubuh dalam kantong, memasangkan nomor recovery pada
bagian luar kantong dan menyegel kantong tersebut.
9 Memindahkan sisa tubuh dan membawa ke Recovery Command Center.
10 Menyiapkan dan mengumpulkan dokumen recovery dan dokumen pengiriman
ke Recovery Command Center.
Pada fase kedua, dilakukan berbagai pemeriksaan yang keseluruhannya dilakukan
untuk memperoleh dan mencatat data selengkap-lengkapnya mengenai mayat korban.
Kegiatan pada fase ini adalah sebagai berikut : (Interpol, 2017)1

1 Menerima jenazah/potongan jenazah dan barang bukti dari unit TKP.


2 Mengelompokkan kiriman tersebut berdasarkan jenazah utuh, tidak utuh,
potongan jenazah dan barang-barang.
3 Membuat foto jenazah.
4 Mengambil sidik jari jenazah/korban dan golongan darah.
5 Melakukan pemeriksaan korban sesuai formulir interpol DVI postmortem (PM)
yang telah tersedia.
6 Melakukan pemeriksaan terhadap properti yang melekat pada jenazah.
7 Pemeriksaan antropologi forensik : pemeriksaan fisik secara keseluruhan, dari
bentuk tubuh, tinggi badan, berat badan, tatoo, hingga cacat tubuh dan bekas
luka yang terdapat di tubuh korban/jenazah.
8 Pemeriksaan odontologi forensik : pemeriksaan bentuk gigi dan rahang yang
merupakan ciri khusus pada setiap manusia (tidak ada profil gigi yang identik
pada 2 orang yang berbeda).
9 Membuat rontgen foto jika diperlukan.
10 Mengambil sampel DNA
11 Menyimpan jenazah yang sudah diperiksa.
12 Melakukan pemeriksaan barang-barang kepemilikan yang tidak melekat di
jenazah yang ditemukan di TKP.
13 Mengirimkan data-data yang telah diperoleh kepada unit pembanding data.

Fase ke empat adalah fase reconciliation atau fase analisa, yaitu fase dimana


dilakukan perbandingan data postmortem dengan data antemortem. Kegiatan yang
dilakukan adalah : (National Policing Improvement Agency, 2011)2

1 Rapat penentuan identitas korban mati antara Unit TKP, Unit Postmortem dan


Unit Antemortem;
2 Data korban yang dikenal untuk dikirim ke rapat rekonsiliasi;
3 Data tambahan dari Unit TKP, Unit Postmortem dan Unit Antemortem untuk
korban yang belum dikenal
4 Membandingkan data Antemortem dan Postmortem
5 Check and re-check hasil Unit Pembanding Data
6 Mengumpulkan hasil identifikasi korban;
7 Membuat sertifikat identifikasi, surat keterangan kematian untuk korban yang
dikenal
8 Publikasi yang benar dan terarah oleh Unit Rekonsiliasi sangat membantu
masyarakat untuk mendapatkan informasi yang terbaru dan akurat.

Dapus ( 1nya sama diatas)

2 National Policing Improvement Agency. Annual Report and Accounts . 2011. IPO. 201

3. Peran radiologi dalam indentifikasi korban (5,b)


Dalam mengindentifikasi jenazah melalui bidang forensik terdapat beberapa
keterbatasan dalam mengenali jenazah korban sehingga dibutuhkan odontologi
forensik.1 Odontologi forensik adalah suatu ilmu dari semua displin ilmu kedokteran
gigu yang kerap kaitannya dalam penyidikan demi terapan hukum kepentingan
peradilan.2 Dalam ilmu odontologi forensik mengungkapkan identitas korban melalui
gigi korban sehingga rongga mulut dapat berperan penting dalam mengidentifikasi.
Forensik odontologi dapat digunakan dalam mengindentifikasi individu hidup dan
mati dengan cara membandingkan radiografi gigi postmortem dari individu yang tidak
diketahui identitasnya dengan radiografi giigi antemortem dari individu yang
diketahui.2 Dalam identifikasi korban radiologi memiliki peranan dalam
membandingkan antara gambaran gigi korban semasa hidup dan ketika meninggal.

Dapus

1 Ananta TB. Peran Restorasi Gigi Dalam Proses Identifikasi Korban. Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Jember, 2014. 63(2); 41-5
2 Djohansyah L. Ilmu kedokteran gigi forensik. Jakarta. 2006. 2;115-34

4. Metode dan pemeriksaan gigi dalam identifikasi korban (6,d)

Dalam melaksanakan identifikasi manusia melalui gigi, kita dapatkan 2


kemungkinan, yaitu;1
1. Memperoleh informasi melalui data gigi dan mulut untuk membatasi atau
menyempitkan identifikasi. Informasi yang dapat diperoleh antara lain umur,
jenis kelamin, ras, golongan darah, bentuk wajah, dan DNA.
2. Mencari ciri-ciri yang merupakan tanda khusus pada korban tersebut. Ciri-ciri
demikian antara lain misalnya ada gigi yang dibungkus logam, ada sejumlah
gigi yang ompong atau patah, atau lubang pada bagian depan yang dapat
dikenali oleh kenalan/teman/keluarga korban.

Metode identifikasi identitas dengan sarana gigi salah satunya adalah dengan
cara membandingkan antara data postmortem (hasil pemeriksaan korban) dan data
antemortem (data gigi sebelumnya yang pernah dibuat korban). Dengan cara
membandingkan ini, dapat memberikan hasil sampai tingkat individu, yaitu dapat
mengetahui identitas orang yang diidentifikasi tersebut. Apabila hasil dari
perbandingan itu sama, maka hasil identifkasi tersebut positif yang artinya korban
yang diperiksa tersebut sama dengan orang yang diperkirakan. Sebaliknya apabila
hasil identifikasi negatif, maka korban tersebut bukan merupakan orang yang
diperkirakan sehingga diperlukan untuk mencari data gigi lain untuk dibandingkan.2

Apabila identifikasi dengan cara membandingkan akan diterapkan, maka data


antemortem gigi korban merupakan syarat utama yang harus ada. Data antemortem
bisa dapat berupa: 3

1. Dental record, keterangan tertulis tentang keadaan gigi pada pemeriksaan,


pengobatan, atau perawatan gigi.
2. Foto rontgen gigi.
3. Cetakan gigi.
4. Prothesis gigi atau alat ortodonsi.
5. Foto close up muka atau profil daerah gigi atau mulut.
6. Keterangan dari keluarga satau rekan terdekat korban yang diambil di
bawah sumpah.

Data-data antemortem tersebut bisa didapatkan melalui:4

1. Klinik gigi rumah sakit pemerintah/TNIPolri dan swasta.

2. Puskesmas.

3. Rumah Sakit Pendidikan Universitas/Fakultas Kedokteran Gigi.

4. Klinik gigi swasta.

5. Praktik pribadi dokter gigi.


Data antemortem yang didapat harus memenuhi keakuratan, misalnya
kelengkapan data, kejelasan data, dan kriteria yang sama untuk dibandingkan. 2
Untuk data postmortem, yang perlu dicatat pada pemeriksaan gigi adalah:3

1. Gigi yang ada dan tidak ada, bekas gigi yang tidak ada apakah lama atau
baru terjadi.
2. Gigi yang ditambal, jenis bahan dan kalsifikasinya.
3. Anomali bentuk dan posisi gigi.
4. Karies atau kerusakan gigi yang ada.
5. Jenis dan bahan restorasi, perawatan dan rehabilitasi yang mungkin ada.
6. Atrisi atau pengikisan dataran kunyah karena proses mengunyah. Derajat
atrisi akan berbanding lurus dengan usia.
7. Pertumbuhan gigi molar ketiga

Dapus

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman penatalaksanaan identifikasi


korban mati pada bencana massal cetakan kedua. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
2006
2. Gadro SA. Peran odontologi forensik sebagai salah satu sarana pemeriksaan
identifikasi jenasah tak dikenal. Jurnal Berkala Ilmu Kedokteran. 1999; 31(3):195-
199.
3. Departemen Pertahanan dan Keamanan. Buku pedoman forensik odontologi sebagai
sarana identifikasi cetakan kedua. Jakarta: Puskes ABRI. 1979. 10. Sopher IM.
Forensic Dentistry. Springfield: Thomas. 1976.
4. Saparwoko E. DVI in Indonesia. Bandung, 2006.

Anda mungkin juga menyukai