6. Ibu pekerja
Ibu yang bekerja tidak memiliki cukup waktu untuk memperhatikan apakah
makanan tersebut memenuhi kebutuhan dan kecukupan anaknya maupun untuk
mengasuh anaknya. Hal ini memberikan gambaran bahwa tingkat pendidikan dan
pengetahuan gizi tidak menjamin pola asuh yang baik. Ibu yang lebih banyak
menghabiskan waktu di luar rumah untuk bekerja tidak dapat mengontrol dengan baik
pola konsumsi makanan anaknya. Hal ini berimplikasi pada kurang optimalnya
asupan gizi anak. Namun, tingkat pendidikan yang tinggi masih merupakan faktor
penting sebagai upaya untuk mengurangi kejadian stunting. Ibu dengan tingkat
pendidikan yang tinggi akan mudah menyerap dan mengadopsi informasi sehingga
diharapkan dapat membentuk pola kebiasaan yang baik dan sehat.1
Sumber:
1. Utami AD, Indarto D, & Dewi YLR. The Effect of Nutrient Intake and
Socioeconomic Factor Toward Stunting Incidence among Primary School Students in
Surakarta. Journal of Epidemiologi and Public Health, 2(1): 1-10; 2017.
2. Manggala et al. Risk factors of stunting in children aged 24-59 months. Paediatr
Indones, 58(5): 205-212; 2018.
3. Candra A, Puruhita N, & JC Susanto. Risk Factors of Stunting among 1-2 Years
Old Children in Semarang City. M Med Indones, 45(3): 206-212; 2011.
4. Ibu pekerja
Ibu yang bekerja tidak memiliki cukup waktu untuk memperhatikan apakah
makanan tersebut memenuhi kebutuhan dan kecukupan anaknya maupun untuk
mengasuh anaknya. Hal ini memberikan gambaran bahwa tingkat pendidikan dan
pengetahuan gizi tidak menjamin pola asuh yang baik. Ibu yang lebih banyak
menghabiskan waktu di luar rumah untuk bekerja tidak dapat mengontrol dengan baik
pola konsumsi makanan anaknya. Hal ini berimplikasi pada kurang optimalnya
asupan gizi anak. Namun, tingkat pendidikan yang tinggi masih merupakan faktor
penting sebagai upaya untuk mengurangi kejadian stunting. Ibu dengan tingkat
pendidikan yang tinggi akan mudah menyerap dan mengadopsi informasi sehingga
diharapkan dapat membentuk pola kebiasaan yang baik dan sehat.1
Sumber:
1. Utami AD, Indarto D, & Dewi YLR. The Effect of Nutrient Intake and
Socioeconomic Factor Toward Stunting Incidence among Primary School Students in
Surakarta. Journal of Epidemiologi and Public Health, 2(1): 1-10; 2017.
2. Manggala et al. Risk factors of stunting in children aged 24-59 months. Paediatr
Indones, 58(5): 205-212; 2018.
Sumber:
1. Mahendradhata et al. The Republic of Indonesia Health System Review. Health
System in Transition, 7(1); 2017.
2. Gani, Ascorbat. Pembiayaan Kesehatan dan JKN. Kementrian PPN/Bappenas;
2019.
3. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019. Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia: Jakarta; 2020.
Kapasitas tenaga kesehatan (pemerataan dokter)
Daerah 3T
Daerah 3T mencakup 143 kabupaten/kota yang berada di 27 provinsi.
Pemenuhan SDMK di daerah 3T tidak hanya membutuhkan peran pusat tetapi juga
peran dinask esehatan provinsi dan dinas Kesehatan kabupaten/kota dengan
menganalisis kebutuhan wilayahnya dan mengajukannya kepada pemerintah pusat.
Proporsi kabupaten/kota dengan kategori 3T adalah 27,8% dari total
kabupaten/kota. SDMK di daerah 3T tersebut sebesar 13,9% terhadap total SDMK
secara nasional. Proporsi berdasarkan jenis tenaga kesehatan di daerah 3T terhadap
total SDMK di Indonesia, yaitu dokter spesialis sebesar 5,4%, dokter sebesar 10,5%,
dokter gigi sebesar 9,3%, perawat sebesar 15,3%, dan bidan sebesar 18,7%. Provinsi
dengan jumlah SDMK di daerah 3T terbanyak yaitu Provinsi Nusa Tenggara Timur
dengan 19 jumlah kabupaten/kota 3T dan total SDMK sebanyak 19.986 orang.
Sumber: Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019. Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia: Jakarta; 2020.