DVI diperlukan untuk menegakkan Hak Asasi Manusia, sebagai bagian dari proses penyidikan, jika identifikasi visual diragukan, sebagai penunjang kepentingan hukum (asuransi, warisan, status perkawinan) dan dapat dipertanggungjawabkan. 1. Melakukan koordinasi dengan tim medis dan aparat keamanan untuk melakukan evakuasi korban meninggal dari tempat kejadian. 2. Melakukan koordinasi dengan rumah sakit setempat/rumah sakit tempat rujukan korban meninggal. 3. Melakukan identifikasi terhadap korban meninggal dengan sumber daya yang ada. 4. Membuat kesimpulan sementara terhadap hasil pemeriksaan. 5. Melaporkan hasil identifikasi kepada badan pemerintah terkait.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan anggota tim DVI
- Komando DVI - Dokter forensic : Pada tahap penyelidikan perkara bermanfaat untuk menentukan tentang ada atau tidaknya peristiwa pidana pada saat diketemukannya tubuh manusia, menentukan identitas orang dan pelaku - dokter gigi : Kesulitan yang terjadi dalam identifikasi ketika keadaan korban mungkin dapat membusuk, terpisah berfragmen-fragmen, terbakar menjadi abu, separuh terbakar, ataupun kombinasi dari bermacam-macam keadaan sehingga identifikasi primer berdasarkan sidik jari sulit dilakukan, maka dapat digantikan dengan pemeriksaan gigi geligi. Gigi-geligi dapat bertahan hingga suhu1600°C tanpa kehilangan struktur mikro cukup besar dan bersifat lebih tahan lama terhadap proses pembusukan. Identifikasi gigi menjadi salah satu peran kunci dalam identifikasi korban,terutama peristiwa korban massal. Oleh karena itu, dokter gigi memiliki peranan yang sangat penting dalam DVI, mulai dari pengumpulan data postmortem dan antemortemhinggarekonsiliasi
3. Mahasiswa mampu menjelaskan prosedur kerja DVI
a. Fase I – TKP (The Scene) Merupakan tindakan awal yang dilakukan di tempat kejadian peristiwa (TKP) bencana. Ketika suatu bencana terjadi, prioritas yang paling utama adalah untuk mengetahui seberapa luas jangkauan bencana. Pada prinsipnya untuk fase tindakan awal yang dilakukan di situs bencana, ada tiga langkah utama. Langkah pertama adalah to secure atau untuk mengamankan, langkah kedua adalah to collect atau untuk mengumpulkan dan langkah ketiga adalah documentation atau pelabelan. Pada langkah to secure organisasi yang memimpin komando DVI harus mengambil langkah untuk mengamankan TKP agar TKP tidak menjadi rusak. Pada langkah to collect organisasi yang memimpin komando DVI harus mengumpulkan korban – korban bencana dan mengumpulkan properti yang terkait dengan korban yang mungkin dapat digunakan untuk kepentingan identifikasi korban. Pada langkah documentation organisasi yang memimpin komando DVI mendokumentasikan kejadian bencana dengan cara memfoto area bencana dan korban kemudian memberikan nomor dan label pada korban. Setelah ketiga langkah tersebut dilakukan maka korban yang sudah diberi nomor dan label dimasukkan ke dalam kantung mayat untuk kemudian dievakuasi. b. Fase II – Kamar Mayat/Post Mortem (The Mortuary) Pengumpulan data post-mortem atau data yang diperoleh paska kematian dilakukan oleh post-mortem unit yang diberi wewenang oleh organisasi yang memimpin komando DVI. Pada fase ini dilakukan berbagai pemeriksaan yang kesemuanya dilakukan untuk memperoleh dan mencatat data selengkap– lengkapnya mengenai korban. Data – data hasil pemeriksaan tersebut kemudian digolongkan ke dalam data primer dan data sekunder sebagai berikut : 1) Primer (sidik jari, profil gigi, DNA) 2) Sekunder (visual, fotografi, properti jenazah, antropologi medis) Di dalam menentukan identifikasi seseorang secara positif, Badan Identifikasi DVI Indonesia mempunyai aturan-aturan, yaitu minimal apabila salah satu identifikasi primer dan atau didukung dengan minimal dua dari identifikasi sekunder. Selain mengumpulkan data pasca kematian, pada fase ini juga sekaligus dilakukan tindakan untuk mencegah perubahan–perubahan paska kematian pada jenazah, misalnya dengan meletakkan jenazah pada lingkungan dingin untuk memperlambat pembusukan. c. Fase III – Ante Mortem Pada fase ini dilakukan pengumpulan data mengenai jenazah sebelum kematian. Data ini biasanya diperoleh dari keluarga jenazah maupun orang yang terdekat dengan jenazah. Data yang diperoleh dapat berupa foto korban semasa hidup, interpretasi ciri – ciri spesifik jenazah (tattoo, tindikan, bekas luka, dll), rekaman pemeriksaan gigi korban, data sidik jari korban semasa hidup, sampel DNA orang tua maupun kerabat korban, serta informasi – informasi lain yang relevan dan dapat digunakan untuk kepentingan identifikasi, misalnya informasi mengenai pakaian terakhir yang dikenakan korban. d. Fase IV – Rekonsiliasi Pada fase ini dilakukan pembandingan data post mortem dengan data ante mortem. Ahli forensik dan profesional lain yang terkait dalam proses identifikasi menentukan apakah temuan post mortem pada jenazah sesuai dengan data ante mortem milik korban yang dicurigai sebagai jenazah. Apabila data yang dibandingkan terbukti cocok maka dikatakan identifikasi positif atau telah tegak. Apabila data yang dibandingkan ternyata tidak cocok maka identifikasi dianggap negatif dan data post mortem jenazah tetap disimpan sampai ditemukan data ante mortem yang sesuai dengan temuan post mortem jenazah e. Fase V – Debriefing Korban yang telah diidentifikasi direkonstruksi hingga didapatkan kondisi kosmetik terbaik kemudian dikembalikan pada keluarganya untuk dimakamkan. Apabila korban tidak teridentifikasi maka data post mortem jenazah tetap disimpan sampai ditemukan data ante mortem yang sesuai dengan temuan post mortem jenazah, dan pemakaman jenazah menjadi tanggung jawab organisasi yang memimpin komando DVI. Sertifikasi jenazah dan kepentingan mediko-legal serta administrative untuk penguburan menjadi tanggung jawab pihak yang menguburkan jenazah
4. Mahasiswa mampu menjelaskan metode identifikasi pada DVI (Primer dan
Sekunder) - Primer o Gigi merupakan primer identifier menurut DVI/DVI Guide Interpol oleh karena gigi merupakan bahan organic dalam tubuh yang letaknya terlindungi oleh bibir dan lidah sehingga tahan terhadap trauma fisik, termis dan proses pembusukan. Gigi juga mempunyai bentuk yang khas dan jelas, letaknya mudah dicapai, dan mempunyai nilai individualitas yang tinggi o Sidik jari. Metode ini membandingkan dan menyesuaikan sidik jari korban dengan data sidik jari ante mortem yang dimana metode ini dapat dikatakan metode dengan ketepatan palig tinggi untuk menentukan identitas korban. Karena melalui sidik jari tidak mungkin ada data yang sama dengan yang lainnya. o Analisis DNA. Dengan identifikasi melalui pemeriksaan analisis DNA pada korban atau barang bukti yang sulit dikenali, maka identifikasi tidak lagi berdasarkan ciri-ciri fisik melainkan berdasar pada daerah (lokus)DNA korban atau barang bukti tersebut. Pemeriksaan ini didasarkan bahwa DNA manusia ternyata bersifat individual dan spesifik. Susunan DNA manusia memiliki khas untuk setiap individu maka dapat untuk digunakan membedakan individu satu dengan lainnya. Urutan basa nitrogen yang membentuk DNA inilah yang dapat membedakan antara individu satu dengan individu lainnya, karena urutan atau susunan basa-basa tersebut berbeda antara satu orang dengan orang lainnya. Adapun pada kasus korban yang sudah terkubur lama maupun yang terbakar, biasanya yang tersisa adalah tulang dan gigi. Namun pada kondisi tertentu tulang tidak dapat digunakan sebagai sumber bagi sebuah analisis DNA, contohnya karena adanya invasi kuman/ bakteri pengurai yang menyebabkan oleh frakturnya tulang, atau tulang mengalami degradasi dan kerusakan DNA karena faktor lingkungan atau kontaminasi bahan-bahan kimia tertentu. Sebagai alternatif dapat menggunakan gigi sebagai bahan analisis DNA menggantikan tulang. - Sekunder o Visual. Metode ini dilakukan dengan cara memperlihatkan jenazah korban kepada keluarga yang kehilangan anggota keluarganyaa atau kerabatnya jika korban masih dengan kondidi dapat di lihat secara visual, alam arti korban belum membusuk dan bentuk tubuhnya masih jelas dan dapat di yakini secara visual. Tetapi dalam kecelakaan masal (pesawat) korban berkemungkinan besar sudah tidak lagi utuh dan tidak dapat di kenali secara visual. Oleh karena itu dalam proses identifikasi di gunakan metode lainnya. 1) Jika dalam investigasi dan evakuasi di temukan dokumen dokumen dari para korban kecelakaan maka dapat dilakukan pemeriksaan dokumen 2) Selanjutnya dengan metode pemeriksaan pakaian yang di pakai dan barang lainnya yang di gunakan korban seperti perhiasan, jam, dll