Anda di halaman 1dari 9

Laporan Kasus: Gangguan Sendi Temporomandibular Setelah

Tindakan Pencabutan Gigi

PERIODE: 9 Mei 2022 - 15 Juli 2022

Dosen Pembimbing:

Isnandar, drg., Sp. BMMF, Subsp. TMF-TMJ(K)

Penyaji:

Rosa Dea Safana (210631247)


Adzimatinur Pratiwi (210631256)
Khoirunnisa (210631242)
Siska Tri Amenda Br Ginting (210631281)

DEPARTEMEN BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2022
PENDAHULUAN

Sistem temporomandibular terdiri dari dua komponen utama, yaitu sendi


temporomandibula dan sistem neuromuskular yang berhubungan dengannya. Setiap gangguan
yang terjadi pada tulang, otot dan sendi yang menyebabkan semua komponentidak bisa
berkerja secara harmonis dapat menyebabkan gangguan struktur di sekitarnya, seperti
gangguan sendi temporomandibular. Gangguan sendi temporomandibula
(temporomandibular joint disorders) adalah gangguan yang mengenai sendi
temporomandibula, otot-otot pengunyahan, dan struktur-struktur di sekitarnya. Penyebab
gangguan ini bersifat multifaktor. Gangguan sendi temporomandibula didefinisikan sebagai
keadaan patologis yang menyebabkan nyeri dan disfungsi muskuloskeletal pada sistem
temporomandibula.1 Gejala dan tanda termasuk suara sendi, gerakan mandibula yang terbatas
atau menyimpang, dan nyeri kranial dan/atau otot yang dikenal sebagai nyeri orofasial.
Diperkirakan antara 50% dan 70 % populasi pada tahap tertentu menunjukkan beberapa
tanda TMD. Hal ini mungkin terjadi ketika subklinis dan pasien tidak menghubungkan tanda-
tanda tersebut dengan masalah rahang. Sekitar 20%, tanda-tanda ini akan berkembang menjadi
gejala, yang menyiratkan bahwa: pasien akan memperhatikan tanda-tanda ini sampai
mengabaikan tandanya, dan sekitar 5 % dari populasi akan mencari perawatan. Hal ini akan
terjadi jika gejala tersebut mengganggu aktivitas sehari-hari.2
Gejala gangguan sendi temporomandibula yang paling sering adalah nyeri, yang
biasanya terlokalisasi pada otot pengunyahan dan/atau daerah pra-aurikular dan diperparah
oleh aktivitas pengunyahan, bicara, dan aktivitas lain yang melibatkan rahang. Pasien dengan
gangguan ini biasanya mengalami disfungsi sendi temporomandibula; keterbatasan atau
asimetri bukaan mulut; ketidaknyamanan terhadap palpasi; bunyi sendi,seperti keletuk sendi
(clicking), letupan sendi (popping), kertak sendi (grating) dan krepitasi; nyeri kepala;
serta nyeri dan kaku leher.3
Etiologi gangguan sendi temporomandibula multifaktoral. Secara umum dibagi
menjadi kelainan struktural dan gangguan fungsional. Kelainan struktural adalah kelainan yang
disebabkan perubahan struktur persendian akibat gangguan pertumbuhan, trauma eksternal,
dan infeksi. Gangguan fungsional adalah masalah TMJ yang timbul akibat fungsi yang
menyimpang karena adanya kelainan pada posisi atau fungsi gigi geligi dan otot
kunyah. Makro trauma adalah tekanan yang terjadi secara langsung, dapat menyebabkan
perubahan pada bagian discus articularis dan processus condylaris. Hal ini mengakibatkan
penurunan fungsi pada saat pergerakan, dan pada gangguan fungsional posisi discus articularis
dan processus condylaris dapat berubah secara perlahan–lahan yang dapat menimbulkan gejala
clicking.4
Trauma yang dihasilkan dari pencabutan gigi dilaporkan merupakan salah satu faktor
yang dapat memperparah gejala TMD. Tindakan pencabutan gigi posterior melibatkan
pembukaan mulut yang lebar, terutama jika gigi yang sulit untuk dilakukan pencabutan, maka
waktu pembukaan mulut akan semakin lama. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
terdapat prevalensi cedera TMJ yang tinggi (50-63%) setelah tindakan pencabutan gigi
mandibula. Sekitar 60% pasien mengalami rasa nyeri, clicking, keterbatasan membuka mulut
setelah tindakan pencabutan gigi molar. Maka dari itu sangat penting untuk mengidentifikasi
pasien yang sebelumnya memiliki tanda atau gejala disfungsi pada sendi temporomandibular
dan struktur mastikasi saat sebelum tindakan pencabutan gigi.5

LAPORAN KASUS
Seorang wanita berusia 21 tahun datang ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas
Sumatera Utara dengan keluhan merasa nyeri pada sisa akar sebelah kiri rahang atas dan gusi
nya juga bengkak. Gigi berlubang sejak 2 tahun lalu dan pasien tidak pernah merawatnya
kedokter gigi sehingga pecah dan tersisa akar. Pada pemeriksaan tanda vital diperoleh tekanan
darah pasien 120/70 mmHg, denyut nadi 80x/menit, pernafasan 12x/menit dan suhu 36,5℃.
Berdasarkan pengakuan pasien, pasien tidak memiliki riwayat penyakit alergi obat atau
makanan.
Pemeriksaan ekstraoral pasien terdapat kliking, pasien mengaku sering mengunyah
sebelah sisi dan letih apabila mengunyah makanan terlalu lama. Pemeriksaan intraoral terdapat
radiks 26 yang akan dicabut (Gambar 1). Pada hari perawatan, setelah dilakukannya
pencabutan pasien sulit menutup mulut sehingga harus dibantu operator. 10 hari setelah
dilakukannya pencabutan, pasien mengeluh rahang sebelah kiri nya sakit dan tidak bisa
membuka mulut lebar. Pasien hanya bisa membuka mulut selebar 2 jari saja. Pasien
mengatakan ketika makan terdengar bunyi dari rahangnya, sejak itu pasien merasakan nyeri
dan sulit membuka mulut. Pasien didiagnosis dengan gangguan sendi temporomandibular yang
diakibatkan oleh cedera pada TMJ. Penatalaksanaan yang didapatkan pasien yaitu pasien
diinstruksikan untuk diet lunak selama dua minggu, melakukan kompres air hangat
dilanjutkan dengan latihan membuka-menutup rahang saat bangun tidur. Pasien diberikan resep
obat muscle relaxant Eperisone HCL 50 mg (2 kali sehari) selama lima hari, analgesik
Ibuprofen 400 mg (3 kali sehari) selama empat hari, Methylprednisolon 4 mg (3 kali sehari)
selama empat hari, dan omeprazole 20 mg (2 kali sehari) selama empat hari.

Gambar 1. Rahang atas dan rahang bawah pasien

PEMBAHASAN

Gangguan fungsional sistem pengunyahan diidentifikasi dengan istilah gangguan


temporomandibular. Istilah ini tidak hanya menunjukkan masalah yang terbatas pada sendi
tetapi mencakup semua gangguan yang terkait dengan fungsi sistem pengunyahan.6 Gejala
utama TMD termasuk nyeri di daerah TMJ, nyeri di telinga, nyeri otot pengunyahan setelah
atau selama mengunyah, bunyi klik di TMJ, dan keterbatasan fungsi mandibula.7 Nyeri
biasanya terjadi pada area temporal dan pipi sampai preauricular. Rasa sakit ini diperparah jika
adanya rangsangan seperti; mengunyah, menguap, dan berbicara.
Etiologi TMD dapat multifaktorial dan beberapa faktor resiko tampaknya menjadi
predisposisi yang dapat menyebabkan TMD. Lima faktor utama yang terkait dengan TMD
yaitu kondisi oklusal, trauma, stres emosional, masukan nyeri yang dalam, dan aktivitas
parafungsional. Faktor Trauma terbagi menjadi makrotrauma dan mikrotrauma. Makrotrauma
dapat terjadi setelah cedera atau adanya pembukaan mulut dalam waktu yang lama, seperti
selama perawatan gigi. Studi OPPERA menemukan bahwa trauma setelah pembukaan mulut
yang lama dapat menimbulkan nyeri TMD. Pembukaan mulut dalam waktu yang lama selama
pencabutan gigi menyebabkan otot pengunyahan dan articular ligamen renggang dalam waktu
yang lama, yang dapat menyebabkan kejang otot, nyeri dan ketidaknyamanan
saat membuka mulut dan mengunyah, serta terbatasnya pembukaan mulut.6,8 Rasa nyeri dan
terbatasnya pembukaan mulut diakibatkan oleh peningkatan jumlah sel makrofag yang
menginfiltrasi otot masseter dan membrane synovial TMJ. Makrofag meningkatkan produksi
sitokin pro-inflamasi yang berdampak langsung pada nosiseptor di sekitar dan menghasilkan
hipersensitivitas neural. Cedera saraf secara lansgung mengurangi fungsi mandibula dan
menimbulkan rasa nyeri, sehingga pasien mengalami keterbatasan dalam membuka mulut.9
Mikrotrauma dapat terjadi ketika adanya kebiasaan parafungsional seperti bruxism dan
mengunyah satu sisi. Kebiasaan mengunyah satu sisi akan menyebabkan otot masseter pada
sisi yang bekerja meningkat akibat kelebihan beban dalam proses mastikasinya sehingga
lambat laun akan menyebabkan gangguan pada temporomandibula.8
Perawatan TMD bertujuan untuk meredakan tanda dan gejala utamanya. Pada
umumnya 95% kasus TMD dapat dilakukan perawatan secara non-bedah, sedangkan 5% kasus
TMD jangka panjang dengan kondisi kronis membutuhkan terapi secara bedah. perawatan non-
bedah dapat berupa medikasi, fisioterapi, splint oklusal, dan terapi kognitif. Rasa nyeri
merupakan gejala utama yang menyebabkan pasien mencari perawatan. Terapi obat yang
paling sering digunakan dalam perawatan TMD adalah nonsteroidal anti- inflammatory drugs
(NSAID), kortikosteroid, dan muscle relaxant.10
Ibuprofen merupakan obat golongan NSAID yang bekerja dengan cara menghambat
siklooksigenase (COX), yang bertujuan untuk mencegah pembentukan prostaglandin. NSAID
diindikasikan untuk kondisi inflamasi akut TMJ dan umumnya bermanfaat pada pasien TMD
yang disebabkan oleh trauma akut. Namun, NSAID memiliki efek samping pada system
pencernaan. NSAID dapat menyebabkan erosi dan tukak lambung, sehingga pada kasus ini
pasien juga diresepkan omeprazole. Obat analgesic golongan steroid seperti Methylprednisolon
merupakan obat antiinflamasi yang poten dan digunakan pada kasus TMD yang ringan hingga
parah. Obat ini bekerja dengan cara menghambat Phospolipase A2, mengurangi produksi
prostaglandin dan leukotrin. Muscle relaxant umumnya digunakan dalam perawatan TMD
berfungsi dalam mengurangi spasme otot dan meredakan peningkatan aktivitas otot yang
menjadi gejala TMD. Eperisone HCL bekerja secara sentral pada pusat nyeri dan meningkatkan
sirkulasi darah sehingga kekakuan otot berkurang.10
Latihan rahang dilaporkan baik dilakukan pada pasien nyeri TMD. Latihan rahang
terapeutik dapat merelaksasi otot serta peregangan pasif dapat meningkatkan mobilitas otot dan
rentang pergerakan TMJ. Di samping itu, juga dapat membantu pasien mengatasi rasa takut
dalam menggerakkan rahang.8 Pada kasus, pasien dianjurkan untuk melakukan latihan rahang
dengan membuka mulut. Latihan rahang dijadikan sebagai terapi tunggal pada kasus-
kasus yang bersifat ringan sampai sedang.11,12 Untuk mendapatkan manfaat hendaknya Latihan
rahang dilakukan selama 2-3 menit dengan frekuensi Latihan 2-3 kali sehari. Terdapat 4 tipe
latihan rahang yaitu Latihan otot pasif, berupa Latihan buka mulut maksimum yang dilakukan
di depan cermin untuk memastikan gerak buka mulut memiliki alur yang lurus, gerak lateral
serta gerak protrusive. Latihan ini dimaksudkan untuk mengatasi keterbatasan gerak rahang,
meningkatkan koordinasi otot, relaksasi otot yang tegang serta mengembalikan Panjang dan
fungsi normal otot.12
Perawatan dental pada pasien TMD sebaiknya dilakukan dengan singkat, juga
membiarkan pasien beristirahat dan mengendurkan otot selama perawatan untuk mencegah
kerusakan iatrogenik pada TMJ.5

SESI TANYA – JAWAB

1. Kenapa harus ketika bangun tidur dilakukan latihan membuka dan menutup rahang??
Penderita TMD dilaporkan 71% mengalami nyeri dan kaku pada wajah pada pagi hari
saat bangun tidur dibandingkan yang tidak mengalmi TMD. Untuk mengurangi kekakuan dan
rasa nyeri pada wajah, diperlukan kompres air hangat pada bagian TMJ lalu latihan buka
tutup mulut untuk menghilangkan rasa kaku pada tmj tersebut selepas bangun tidur

2. Lalu, kenapa bisa nyeri pada pagi hari pada pasien TMD?
Pada malam hari sewaktu tidur kita akan membiarkan mulut tertutup dalam waktu yang
lama dan dapat menyebabkan otot-otot wajah kaku selama tidur. Selain itu, dilaporkan juga
sebagian besar penderita TMD memiliki kebiasaan parafungsional seperti bruxism ataupun
kebiasaan membuka mulut saat tertidur yang mungkin tanpa di sadari pasien sehingga hal-
hal ini lah yang dapat menyebabkan kekakuan dan nyeri bagian wajah pada penderita TMD
di pagi hari. Untuk itu, diperlukannya pendekatan anamesis pada keluarga pasien untuk
mengetahui kebiasaan yang mungkin mendukung terjadinya TMD pada pasien sehingga
kebiasaan ini dapat dihentikan.

3. Kenapa pada kasus ini pasien diberikan omeprazole ?


Pada saat anamnesis, pasien memiliki riwayat penyakit gastritis, dan pada peresepan obat
diberikan NSAID. NSAID memiliki efek samping yang dapat menyebabkan dinding lambung
mudah teriritasi oleh asam lambung dan menyebabkan ulcer pada lambung, sehingga untuk
mengatasi efek samping tersebut, diberikan omeprazole.
4. Apakah semua NSAID meningkatkan asam lambung?
Tidak semua NSAID meningkatkan asam lambung. Terdapat 2 jenis NSAID:
 Non-selective NSAID, bekerja pada COX 1 dan COX 2. Nsaid jenis ini yang dapat
menyebabkan asam lambung
 Selective NSAID. Hanya bekerja pada COX 2. Nsaid jenis ini tidak menyebabkan asam
lambung.

5. Termasuk jenis apa ibuprofen ?


Ibuprofen merupakan golongan nsaid jenis non selective, dapat bekerja menghambat COX
1 dan COX 2.

6. Kenapa diberikan kombinasi NSAID dan Steroid ?


Berdasarkan hasil penelitian, kombinasi nsaid dan steroid dapat memberikan efek
analgesik dan antiinflamai yang lebih baik dibandingkan dengan hanya pemberian nsaid
sendiri. Selain itu, kombinasi nsaid dan steroid juga dapat menurunkan efek samping dari nsaid
terhadap sistem gastrointestinal.

7. Apakah semua pasien diberikan omeprazole ?


Tidak, hanya pasien yang memiliki riwayat gastritis saja yang diberikan omeprazole.

8. Pada kasus dijelaskan bahwa gangguan sendi temporomandibular terjadi setelah 10 hari
setelah pencabutan. Apa saja faktor yang menyebabkan pasien mengalami gangguan seperti
itu ?
Berdasarkan kasus sudah dijelaskan bahwa pasien sebelumnya sudah memiliki gejala-
gejala TMD, seperti kliking pada rahang sebelah kiri, kebiasaan mengunyah sebelah sisi, dan
sering merasa pegal/lelah ketika terlalu lama mengunyah. Pada saat dilakukannya pencabutan
pasien membuka mulut terlalu lama, sehingga ketika selesai dilakukannya pencabutan pasien
sulit untuk menutup mulut, kemudian pasien juga tidak menjalankan instruksi yang dianjurkan
untuk diet lunak, cair terlebih dahulu sehingga pada hari ke 10 setelah pencabutan pasien
mengkonsumsi makanan yang keras dan menimbulkan bunyi pada rahang pasien, sejak saat
itu pasien merasakan nyeri pada rahang sebelah kiri dan tidak bisa membuka mulut dengan
lebar. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa sejak hari pencabutan pasien sudah memiliki
trauma kemudian terjadi proses inflamasi ketika pasien mengunyah makanan yang keras. Oleh
karena itu, pasien baru merasakan keluhan setelah 10 hari pencabutan.
9. Pada kasus pasien sulit untuk membuka mulut dan hanya bisa membuka mulut selebar 2
jari, bagaimanakah cara atau alternatif pemberian obat pada pasien karena kan obatnya
dikonsumsi peroral?
Pemberian obat dapat dilakukan dengan cara pulvis (di gerus). Obat diletakkan disendok
lalu di campurkan dengan air sehingga memudahkan pasien untuk mengkonsumsinya tanpa
harus adanya pembukaaan rahang.

10. Kenapa pada kasus pencabutan ini bisa menyebabkan TMD? Apa faktor penyulit di kasus
pencabutan ini ?
Pada kasus ini dilakukan pencabutan pada gigi Molar 1 rahang atas dimana aksesnya sulit,
sehingga dibutuhkan waktu yang lama untuk dilakukannya pencabutan, sedangkan pasien
sudah memiliki gejala-gejala TMD sebelumnya sehingga mudah merasa lelah ketika membuka
mulut yang lama dan sulit menutup mulut kembali. Pasien juga merasa takut dan tegang ketika
pencabutan yang dapat menyebabkan sendi temporomandibular kaku dan Pasien tidak
menjalankan intruksi yang dianjurkan pasca pencabutan. Hal tersebut yang menyebabkan
pasien pada kasus ini mengalami gangguan temporomandibular.

11. Apakah ketika dilakukan pencabutan pasien tidak diberika waktu istirahat?
Operator sudah memberikan waktu untuk pasien istirahat namun tidak sering karena pasien
menolak untuk istirahat, oleh karena itu untuk kedepannya sebaiknya pasien diinstruksikan
untuk istirahat dengan menutup mulut dan merelaksasikan otot selama perawatan berlangsung,
sehingga hal seperti ini dapat dihindari.

12. Mengapa pada kasus muscle relaxant diberikan selama 5 hari sedangkan obat yg lainnya
diberikan selama 4 hari?
Karena kasus ini merupakan kategori ringan-sedang jadi pemberian obatnya sesuai kasus
dan dosis nya. kasus ini perlu observasi apakah dosis nya ditambah atau obat nya diganti.
DAFTAR PUSTAKA

1. Murphy MK, MacBarb RF, Wong ME, Athanasiou KA. Temporomandibular Joint
Disorders: A Review of Etiology, Clinical Management, and Tissue Engineering
Strategies. Int J Oral Maxillofac Implants. 2013; 28 (6): e393-414.
2. Gray, Robin. Ani Ziad. Temporomandibular Disorders A Problem-Based Approach.
Wiley-Blackwell Dental Update. 2011; p. 1-2.
3. Hiltunen K. Temporomandibular Disorders in The Elderly: A 5 Year Follow-Up of Sign
and Symptoms of TMD. University of Helsinki. 2004; p.11-32.
4. The American Academy of Orofacial Pain. In: De Leeuw, editor. Orofacialpain:
guidelines for assessment, and management. 4th Ed. Chicago: Quintessence Publication
Co.;2008. p. 25- 8,129-75.
5. Dolatabadi MA, Lassemi E. Trauma to the temporomandibular joint following tooth
extraction via dental students. Trauma Mon 2012; 16(4): 205.
6. Hawkins J, Durham P. Prolonged Jaw Opening Promotes Nociception and Enhanced
Cytokine Expression. Oral & Facial Pain and Headache J 2016; 30(1): 34–41.
7. Sahebi S, Moazami F, Afsa M. Effect of Lengthy Root Canal Therapy Sessions on
Temporomandibular Joint and Masticatory Muscles. JODDD 2010; 4(3): 95-7.
8. List T, Riqmor HJ. Temporomandibular Disorder: Old Ideas And New Conceps.
Ceohalalgia 2017; 37(7):695-700.
9. Fouda AAH. Correlation between prolonged mouth opening and tmd first onset
sympyoms-cross-sectional study. J Dental Oral Health 2021; 3(1): 1-5.
10. Ouanounou A, Goldberg, Haas DA. Pharmacotherapy in temporomandibular disorders:
A review. J Can Dent Assoc 2017; 83(7): 1-8.
11. Mora US, Jose LC, Maria JM, Xose LO,Urbana SP. Temporomandibular Disorder
Habitual Chewing Side Syndrome. Plosone J 2013;4:4.
12. Kartika L, Himawan LS. Penatalaksanaan Kasus Gangguan Sendi Temporomandibula
dengan Latihan Rahang. Indonesian J of Dentistry 2007; 14(1): 12-17.

Anda mungkin juga menyukai