Anda di halaman 1dari 30

Gerakan pengunyahan merupakan

interaksi dari beberapa komponen yang


terdiri dari gigi geligi, otot-otot pengunyahan
dan sendi rahang (temporomandibular joint/
TMJ). TMJ merupakan persendian yang
menghubungkan antara rahang bawah
(mandibula) dengan rahang atas (maksila).

Menurut jurnal American Dental


Association pada tahun 1990, trauma
merupakan penyebab utama kelainan TMJ.
Didapatkan 40% dari 90% kasus kelainan TMJ
merupakan akibat trauma. Trauma yang
sedehana seperti pukulan pada rahang atau
sesuatu yang lebih kompleks seperti yang
mengenai kepala, leher, dan rahang.
Faktor lainnya yang mendukung antara
lain tekanan psikologik, sering kali sulit
diidentifikasi karena penderita bukan suatu
kelompok homogen dalam segi
karakteristiknya, adanya kebiasaan
parafungsional seperti bruxism. Semua itu
dapat menyebabkan spasme otot kunyah
yang memicu terjadinya kelainan TMJ.4,5

Gerak mandibula melalui TMJ meliputi:6


a. Menarik ke atas/menutup mulut oleh m.
maseter, m. pterigoideus medialis, dan m.
temporalis (serabut vertikal).
b. Menekan ke bawah/membuka mulut
oleh gaya berat, m. milohioideus, m.
digastrikus venter anterior, dan m.
pterigoideus lateralis (ketika otot ini
menarik kepala mandibula di atas
dataran menurun tuberkulum artikularis).
c. Protusi/proyeksi ke anterior oleh m.
pterigoideus lateralis (serabut
pterigoideus dapat juga membantu
karena otot ini mempunyai arah anterosuperior).
d. Retraksi/gerakan ke posterior oleh m.
temporalis (serabut horizontal
Saat proses membuka mulut, diskus
artikularis dan kondil bersama-sama meluncur
ke bawah sepanjang eminensia artikularis dan
diskus artikularis berputar pada kepala kondil
ke arah posterior. Kemudian pada saat mulut
terbuka lebar, serabut elastis yang disebut
lamina retrodiskal superior akan menahan
gerak meluncur ke arah posterior. Pada
proses menutup mulut, otot maseter akan
berkontraksi dan kontraksi ini akan
meluncurkan kondilus ke posterior
OTOT
sakit yang dirasakan pada jaringan otot
disebut myalgia. Myalgia dapat diakibatkan
oleh meningkatnya penggunaan otot. Gejala
sering berkaitan dengan perasaan lelah otot
dan ketegangan otot, yang dikaitkan dengan
vasokontriksi arteri nutrien yang relevan dan
akumulasi produk-produk limbah metabolik
dalam jaringan otot (muscle). Di daerah
iscemik otot melepaskan zat algogenic
(bradykinin, prostaglandin) yang
menyebabkan sakit pada otot.
Jika jaringan otot digunakan secara
berlebihan, maka kontraksi akan
meningkatkan rasa sakit
TMJ
Pada kebanyakan kasus
suara kliking pada TMJ 70-80 % disebabkan
oleh disk displacement dengan berbagai
tingkatan dan arah, tetapi sebagian besar
pada arah anteromedia
Perubahan pola oklusi adalah salah
satu penyebab terjadinya kliking. Penyebab
lainnya adalah gerak mandibula yang
berlebihan dan mendadak yang
mengakibatkan pergerseran diskus atau
clenching pada gigi yang berkepanjangan
sehingga pembukaan berubah akibat
kelelahan otot. Kliking juga bisa terjadi secara
intermiten pada remaja akibat gerak
adaptasi waktu pertumbuhan sedang
berlangsung
GIGI
Melalui pemeriksaan pada
pasien ditemukan bahwa kebanyakan tooth
wear berasal dari kontak eksentrik gigi yang
dihasilkan oleh tipe bruxing.
Gangguan fungsional gigi adalah tooth wear. Ditandai
dengan area mendatar yang mengkilat pada
gigi yang tidak sesuai dengan bentuk alami
oklusal gig
Latar Belakang

Nyeri pada disfungsi TMJ dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya antara
lain: adanya hiperfungsi atau disfungsi dari system musculoskeletal (otot, ligamen) yang berkaitan dengan
TMJ, hiperfungsi ini dapat diakibatkan dari kebiasaan-kebiasaan buruk yang dilakukan seseorang seperti
mengerat gigi, sering menguap, mengunyah pada satu sisi, faktor degenerasi pada TMJ dapat
menimbulkan gangguan fungsi TMJ disebabkan adanya pembebanan yang terus menerus, faktor
maloklusi gigi terutama pertumbuhan gigi geraham belakang yang tidak normal dapat menyebabkan
desakan yang terus menerus serta adanya kelainan anatomi rahang dapat berakibat menimbulkan rasa
nyeri pada TMJ.

Pada diskus artikularis dapat terjadi aktifitas pergeseran yang meningkat sehingga diskus
mengalami over use menyebabkan fleksibilitas diskus menurun , bila hal ini berlanjut dapat
menyebabkan terjadinya ruptur atau inflamasi discus yang menyebabkan timbulnya nyeri.

Pada otot terjadi hipertonus sebagai reaksi dari hiperfungsi system musculoskeletal tersebut yang
dapat menyebabkan hipertonus / spasme otot atau hipotonus yang dapat menyebabkan terjadinya
kelemahan otot dan inflamasi yang dapat menyebabkan timbulnya nyeri.

Ligamen-ligamen yang berhubungan dengan TMJ juga akan mengalami kekakuan sebagai
akibat penekanan-penekanan dari kontraksi otot yang menyebabkan fleksibilitas dari ligamen-ligamen
tersebut akan berkurang atau menurun dapat menimbulkan kekakuan hipomobile yang berakibat terjadi
kontraktur serta menimbulkan laxity hipermobile yang berakibat terjadi ruptur dan dapat menimbulkan
rasa nyeri.

Pada saraf sensasi nyeri ditimbulkan karena adanya iskhemia lokal sebagai akibat dari adanya
hiperfungsi kontraksi otot yang kuat dan terus menerus atau mikrosirkulasi yang tidak adekuat sebagai
akibat dari disregulasi sistem simpatik dimana dengan adanya aktifasi berlebihan pada sistem saraf
simpatis akan menimbulkan mikrosirkulasi yang berakibat nutrisi pada jaringan berkurang sehingga
menyebabkan iskhemik pada jaringan tersebut maka akan terjadi nyeri.
B. Struktur Anatomis yang Bekerja Saat Membuka Mulut

Dalam proses membuka dan menutup mulut, terdapat beberapa struktur anatomi yang
berperan yaitu otot membuka dan menutup mulut, sendi temporomandibula (temporomandibula
joint/TMJ). Otot membuka mulut terdiri dari otot pterygoideus lateralis, dan otot suprahioid.
Sedangkan otot yang berfungsi menutup mulut adalah otot master, otot temporalis,
ototpterigoideus medialis. Seperti yang terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur anatomi saat membuka mulut

Temporomandibular joint ( TMJ ) adalah persendiaan dari kondilus mandibula dengan


fossa gleinodalis dari tulang temporal. Temporomandibula merupakan sendi yang bertanggung
jawab terhadap pergerakan membuka dan menutup rahang mengunyah dan berbicara yang
letaknya dibawah depan telinga (Gambar 2).
Gambar 2. Temporomandibular Joint

Membuka dan menutup mulut merupakan gerakan disadari. Sebagaimana diketahui


bersama bahwa terjadinya gerakan merupakan kerja motorik dari otot. Dalam hal ini, yang
berfungsi untuk mengatur pergerakan TMJ dan musculus sekitar TMJ ialah sistem saraf. Inervasi
pada daerah temporomandibula ialah N.Trigeminus (N.V)

C. Gangguan TMJ

Sendi temporomandibula merupakan satu-satunya sendi di kepala, sehingga bila terjadi


sesuatu pada salah satu sendi ini, maka seseorang mengalami masalah yang serius. Masalah
tersebut berupa nyeri saat membuka, menutup mulut, makan, mengunyah, berbicara, bahkan dapat
menyebabkan mulut terkunci. Kelainan sendi temporomandibula disebut dengan disfungsi
temporomandibular. Salah satu gejala kelainan ini munculnya bunyi saat rahang membuka dan
menutup. Bunyi ini disebut dengan clicking yang seringkali, tidak disertai nyeri sehingga pasien
tidak menyadari adanya kelainan sendi temporomandibular.
Gangguan temporomandibular (temporomandibular disorder; TMD) adalah istilah yang
luas, dengan dibagi menjadi penyakit sendi yang sesungguhnya (true joint disease; TMJ) dan
sindroma nyeri / disfungsi miofasial (myofascial pain/ dysfunction syndrome; MPD).
Istilah gangguan sendi temporomandibular (temporomandibular joint; TMJ) secara salah
untuk menggambarkan keadaan sendi sendiri bukan merupakan sumber utama disfungsi.
Gangguan musculoskeletal, dibandingkan dengan penyakit sendi, lebih sering merupakan sumber
gejala dan keluhan di rahang atau daerah pembiasan di kepala dan leher. Keluhan ini dapat berupa
nyeri di wajah, leher, bahu, dan punggung; nyeri kepala; ketidakmampuan menemukan posisi
istirahat bagi rahang; kesulitan membuka mulut; dan nyeri pada pengunyahan.
Etiologi disfungsi temporomandibula sampai saat ini masih banyak diperdebatkan dan
multifaktorial, beberapa penulis menyatakan sebagai berikut.
Stress emosional merupakan penyebab utama disfungsi temporomandibula. Factor factor
etiologi disfungsi sendi dibagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu :
1. Faktor predisposisi
Merupakan factor yang meningkatkan resiko terjadinya dsifungsi sendi. Terdiri dari :
a. Keadaan sistemik. Penyakit sistemik yang sering menimbulkan gangguan sendi
temporomandibula adalah rematik
b. Keadaan structural. Keadaan structural yang mempengaruhi sendi temporomandibular adalah
oklusi dan anatomi sendi, meliputi :
1) Hilangnya gigi posterior openbite anterior
2) Impaksi molar 3
3) Overbite yang lebih dari 6-7 mm, dll
2. Faktor inisiasi (presipitasi)
Merupakan factor yang memicu terjadinya gejala-gejala disfungsi sendi temporomandibula
misalnya kebiasaan parafungsi oral dan trauma yang diterima sendi temporomandibula. Trauma
pada dagu dapat menimbulkan traumatic atritis sendi temporomandibula.
Beberapa tipe parafungsi oral seperti kebiasaan menggigit pipi, bibir, dan kuku dapat
menimbulkan kelelahan otot, nyeri wajah, dan keausan pada gigi-gigi.
Kebiasaan menerima telepon dengan gagang telepon disimpan antara telinga dan bahu,
posisi duduk atau berdiri/berjalan dengan kepala lebih ke depan dapat mengakibatkan kelainan
fungsi fascia otot, karena seluruh fascia dalam tubuh saling memiliki keterkaitan maka adanya
kelainan pada salah satu organ tubuh mengakibatkan kelainan pada organ lainnya
3. Factor Perpetuasi
Merupakan factor etiologi dalam gangguan sendi temporomandibula yang menyebabkan
terhambatnya proses penyembuhan sehingga gangguan ini bersifat menetap, meliputi tingkah laku
sosial, kondisi emosional, dan pengaruh lingkungan sekitar.
Adapun tanda dan gejala dari gangguan TMJ adalah sebagai berikut :
1. Sakit atau gangguan yang terasa di rahang
2. Rasa sakit di sekitar telinga
3. Kesulitan menelan atau perasaan tidak nyaman ketika menelan
4. Rasa sakit di sekitar wajah
5. Suara clicking atau perasaan tidak mulus ketika mengunyah atau membuka mulut
6. Rahang terkunci, sehingga mulut sulit dibuka atau ditutup.
7. Sakit kepala
8. Gigitan yang tidak pas
9. Gigi-gigi tidak mengalami perlekatan yang sama karena ada sebagian gigi yang mengalami kontak
prematur (lebih awal dari yang lain)

D. Pemeriksaan Klinis dan Diagnosis Gangguan TMJ

Pemeriksaan klinis untuk pasien dengan kemungkinan gangguan fungsi/penyakit TMJ


sebagian besar didasarkan atas pengamatan/ pemanfaatan, palpasi dan auskultasi.
1. Oklusi.
Gangguan oklusi secara umum bisa langsung diperiksa, yaitu misalnya gigitan silang
(crossbite), gigitan dalam (deep overbite), gigi supra erupsi dan daerah tak bergigi yang tidak
direstorasi, adanya bruxism.
2. Pembukaan antar insisal
Pembukaan antar insisal bervariasi lebarnnya, tetapi biasanya pada orang dewasa sekitar 40
hingga 50 mm.
3. Pergerakan lain
Pergeseran lateral juga diukur, biasanya pada titik atau garis tengah, dan dibandingkan
kesimetrisannya (angka yang didapat biasanya 8 hingga 10 mm). gangguan internal misalnya
dislokasi discus, akan membatasi pergeseran ke sisi yang berlawanan.
4. Palpasi
Palpasi otot pengunyahan secara bimanual, terutama otot maseter dan temporalis serta otot
leher dan bahu.

Dalam mendiagnosis pasien diperlukan riwayat yang menyeluruh. Keluhan utama yang
paling sering dirasakan pada penyakit/gangguan fungsi sendi temporomandibula adalah rasa nyeri
dan rasa tidak enak, yang disertai dengan kliking atau keluhan sendi lainnya.
1. Rasa sakit/nyeri. Bila pasien merasakan adanya rasa nyeri, maka yang paling penting untuk
diketahui adalah lokasi, sifat, dan lama terjadinya rasa nyeri/sakit tersebut.
2. Bunyi sendi. Jika pasien mengeluh adanya bunyi sendi atau kliking (suara berkeretak), maka saat
timbulnya dan perubahan pada suara sendi tersebut merupakan informasi yang perlu diketahui.
3. Perubahan luas pergerakan. Penyembuhan kliking seringkali diikuti oleh keluhan baru, yaitu nyeri
akut dan berkurangnya luas pergerakan yang nyata, khususnya pada jarak antar insisal, dimana
penemuan inimerupakan petunjuk utama terjadinya closed lock.
4. Perubahan oklusi. Beberapa penderita mengeluhkan perubahan gigitan. Keluhan ini dapat
merupakan tanda terjadinya perubahan degenerative tingkat lanjut atau spasme otot akut.
5. Informasi keadaan kolateral. Setelah riwayat utama diperiksa secara menyeluruh, selanjutnya
dapat dikumpulkan informasi keadaan kolateral. Kondisi-kondisi lain yang mengenai kepala dan
leher, seperti sinusitis akut atau kronis, sakit pada telinga, dll.
6. Perawatan sebelumnya. Kronologi perawatan sebelumnya baik pemberian obat, mekanis, maupun
secara bedah juga dicatat.
7. Stress. Untuk menentukan dengan tepat keadaan emosional pasien biasanya dibutuhkan beberapa
kunjungan dengan kemungkinan pengiriman/rujukan untuk evaluasi psikologis, dan terapi control
stress selanjutnya.

E. Dampak Gangguan TMJ

1. Permasalahan dalam proses makan


Berkurangnya kemampuan membuka mulut menyebabkan berkurangnya asupan nutrisi
penderita trismus. Penderita tidak sanggup memakan makanan dalam porsi yang biasa. Penderita
biasanya akan mengalami penurunan berat badan dan mengalami kekurangan gizi. Hal ini perlu
diperhatikan bila penderita tersebut membutuhkan suatu proses penyembuhan setelah menjalani
proses pembedahan, khemoterapi, atau radiasi. Kehilangan berat badan sebesar 10 % dari berat
badan awal memiliki indikasi terjadi intake gizi dan kalori yang kurang pada penderita.
Masalah di atas juga timbul akibat gangguan menelan pada penderita trismus, hal tersebut
berhubungan dengan pembentukan bolus makanan yang terganggu akibat proses salivasi dan
pergerakan lidah yang tidak sempurna. Selain itu akan banyak ditemukan sisa makanan yang tidak
seluruhnya ditelan. Kombinasi dari gangguan pada otot mastikasi, pembentukan bolus yang tidak
sempurna dan peningkatan dari sisa makanan akan menyebabkan aspirasi dari sisa makanan
tersebut.

2. Permasalahan dalam kesehatan gigi dan mulut


Gangguan dalam membuka mulut akan dapat menimbulkan gangguan pada kesehatan gigi
dan mulut. Kesehatan gigi dan mulut yang jelek akan dapat menimbulkan karies yang dapat
menyebabkan terjadinya infeksi. Infeksi yang lebih lanjut terutama pada mandibula akan
menyebabkan terjadinya osteoradionekrosis. Osteoradionekrosis ini terdapat pada penderita
kanker yang menjalani terapi pada mandibula. Meskipun jarang terjadi, gangguan ini dapat
mengganggu fungsi rahang dan menjadi fatal. Hal ini terjadi akibat matinya jaringan tulang
mandibula oleh radiasi. Pada keadaan ini terapi yang dibutuhkan adalah oksigen hiperbarik.

3. Permasalahan dalam proses menelan dan berbicara.


Kebanyakan dari penderita trismus akan mengalami gangguan menelan dan berbicara.
Berbicara akan terganggu jika mulut tidak dapat terbuka secara normal sehingga bunyi yang
dihasilkan tidak akan sempurna. Proses menelan akan terganggu jika otot mengalami kerusakan,
laring tidak akan sanggup dielevasikan secara sempurna saat bolus makanan melaluinya.

4. Permasalahan akibat immobilasi sambungan rahang


Meskipun gejala utama trismus adalah ketidakmampuan dalam membuka mulut, hal lain
yang sangat perlu mendapat perhatian adalah permasalahan pada temporomadibular joint. Saat
temporomadibular joint mengalami immobilisasi, proses degeneratif akan timbul pada sambungan
tersebut, perubahan ini hampir mirip dengan perubahan yang terjadi pada proses artritis, dan
biasanya akan diikuti oleh nyeri dan proses inflamasi. Jika tidak ditangani segera proses ini akan
terus berlanjut dan kerusakan akan menjadi permanen. Dan juga akan dapat timbul proses
degenarasi pada otot-otot pengunyah sehingga jika terus berlanjut akan menimbulkan atropi pada
otot tersebut.

F. Respon Imunitas Rongga Mulut

Saat terjadi trismus yang salah satunya disebabkan oleh inflamasi bakteri, tubuh akan
merespon dengan respon inflamasi salah satunya edema yang ditunjukkan oleh adanya bengkak.
Dimana, edema ini kemungkinan berada pada M.Pterygoideus medialis sehingga menyebabkan
trismus.

G. Pencegahan dan Penanganan Gangguan TMJ

Dalam melakukan perawatan terhadap gangguan TMJ sangatlah rumit. Namun perawatan
tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara. Perawatan sendiri/fisioterapi/terapi fisik:Pasien
dapat melakukan sendiri kompres dengan lap panas. Caranya : di atas lap diletakkan botol berisi
air panas, lama terapi 10-15 menit dilakukan terus-menerus sekurang-kurangnya 3 minggu.
Pemijatan sekitar sendi, sebelumnya dengan krim mengandung metal salisilat. Latihan membuka
dan menutup mulut secara perlahan tenpa terjadi deviasi, dilakukan di depan cermin. Caranya:
garis median pasien ditandai, lalu pasien disuruh membuka-menutup mulut di depan cermin tanpa
terjadi penyimpangan garis median. Fisioterapi dengan alat seperti Infrared yang berguna untuk
menghilangkan nyeri, relaksasi otot superficial, menaikan aliran dara superficial, dll.
Perawatan dengan Obat Analgetik seperti Aspirin, Asetaminophen, Ibuprofen ; Anti
inflamasi seperti Naproxen dan Ibuprofen ; dll.
Memakai alat di dalam mulut Splin oklusal atau Michigan splin. Fungsi splin oklusal
adalah menghilangkan gangguan oklusi, mensatbilkan hubungan gigi dan sendi, merlaksasi otot,
menghilangkan kebiasaan parafungsi, melindungi abrasi terhadap gigi, mengurangi beban sendi
temporomandibula, menghilangkan rasa nyeri akibat disfungsi sendi temporomandibula berikut
otot-ototnya, sebagai alat diagnostic untuk memastikan bahwa oklusi lah yang menyebabkan rasa
nyeri dan gejala-gejala yang sulit diketahui sumbernya.
Bila gejala-gejala gangguan sendi temporomandibula sudah hilang pada pasien dan posisi
kondilus sudah stabil pada tempatnya, otot-otot pengunyahan sudah normal, kondisi psikologik
pasien sudah stabil, postur tubuh sudah normal maka dapat dilakukan perawatan berikutnya yaitu
perawatan ortodontik, pembuatan gigi tiruan cekat, pembuatan gigi tiruan lepasan (jika memang
dibutuhkan).

DAFTAR PUSTAKA

Jubhari, Eri.H (2002) Proses Menua Sendi Temporomandibula pada Pemakai Gigitiruan Lengkap. Cermin
Dunia Kedokteran 137, 42-45.
Shulman DH, Shipman B, Willis FB (2009) Treating trismus with dynamic splinting: a case report. Journal
of Oral Science 51, 141-144.
Dhanrajani PJ, Jonaidel O (2002) Trismus: Aetiology, Differential Diagnosis and Treatment. Dental Update
29, 88-94.
Pedersen, Gordon W. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta: EGC. 1996. p. 306-309.
Kurnikasari, Erna, Perawatan Disfungsi Sendi Temporomandibula Secara Paripurna. FKG Unpad.
Louhenapessy J, Kaelani Y. Analisa Kelelahan Material Condylar Prosthesis dari Groningen
Temporomandibular Joint Prosthesis Menggunakan Metode Elemen Hingga. ITS Surabaya.
Schwartz, MW. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC.2004.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Temporo Mandibular Joint.
2.2.1 Definisi Temporomandibular Joint (TMJ).
Sendi rahang atau Temporomandibular Joint (TMJ) belum banyak dikenal orang awam, padahal
bila sendi ini terganggu dapat memberi dampak yang cukup besar terhadap kualitas hidup (Pedersen,
1996).
TMJ adalah sendi yang kompleks, yang dapat melakukan gerakan meluncur dan rotasi pada saat
mandibula berfungsi. Mekanismenya unik karena sendi kiri dan kanan harus bergerak secara sinkron pada
saat berfungsi. Tidak seperti sendi pada bagian tubuh lain seperti bahu, tangan atau kaki yang dapat
berfungsi sendiri-sendiri. Gerakan yang terjadi secara simultan ini dapat terjadi bila otot-otot yang
mengendalikannya dalam keadaan sehat dan berfungsi dengan baik (Pedersen, 1996).
Istilah Temporomandibular Disorders (TMD) diusulkan oleh Bell pada tahun 1982, yang dapat
diterima oleh banyak pakar. Gangguan sendi rahang atau TMD adalah sekumpulan gejala klinik yang
melibatkan otot pengunyahan, sendi rahang, atau keduanya (Pedersen, 1996).
2.2.2 Anatomi Temporo Mandibulae Joint (TMJ).
Sendi temporomandibular (sendi rahang) merupakan salah satu organ yang berperan penting
dalam sistem stomatognatik (Pedersen, 1996).

Temporomandibula merupakan sendi yang bertanggung jawab terhadap pergerakan membuka


dan menutup rahang mengunyah dan berbicara yang letaknya dibawah depan telinga.Sendi
temporomandibula merupakan satu-satunya sendi di kepala, sehingga bila terjadi sesuatu pada salah satu
sendi ini, maka seseorang mengalami masalah yang serius. Masalah tersebut brupa nyeri saat membuka,
menutup mulut, makan, mengunyah, berbicara, bahkan dapat menyebabkan mulut terkunci . Lokasi sendi
temporomandibular (TMJ) berada tepat dibawah telinga yang menghubungkan rahang bawah
(mandibula) dengan maksila (pada tulang temporal). Sendi temporomandibular ini unik karena bilateral
dan merupakan sendi yang paling banyak digunakan serta paling kompleks (Pedersen, 1996).

Kondil tidak berkontak langsung dengan permukaan tulang temporal, tetapi dipisahkan oleh diskus
yang halus, disebut meniskus atau diskus artikulare. Diskus ini tidak hanya perperan sebagai pembatas
tulang keras tetapi juga sebagai bantalan yang menyerap getaran dan tekanan yang ditransmisikan melalui
sendi. Permukaan artikular tulang temporal terdiri dari fossa articulare dan eminensia artikulare. Seperti
yang lain, sendi temporomandibular juga dikontrol oleh otot, terutama otot penguyahan, yang terletak
disekitar rahang dan sendi temporomandibular. Otot-otot ini termasuk otot pterygoid interna, pterygoid
externa, mylomyoid, geniohyoid dan otot digastrikus. Otot-otot lain dapat juga memberikan pengaruh
terhadap fungsi sendi temporomandibular, seperti otot leher, bahu, dan otot punggung (Pedersen, 1996).

Ligamen dan tendon berfungsi sebagai pelekat tulang dengan otot dan dengan tulang lain.
Kerusakan pada ligamen dan tendon dapat mengubah kerja sendi temporomandibular, yaitu
mempengaruhi gerak membuka dan menutup mulut (Pedersen, 1996).

Sendi temporomandibular, atau TMJ, adalah artikulasi antara kondilus mandibula dan bagian
skuamosa tulang temporal (Pedersen, 1996).

kondilus ini berbentuk eliptik dengan sumbu panjang berorientasi mediolaterally (Pedersen, 1996).
Permukaan artikular tulang temporal terdiri dari fosa artikular cekung dan cembung eminensia
artikularis (Pedersen, 1996).

Meniskus adalah pelana, struktur berserat yang memisahkan kondilus dan tulang temporal. meniskus
bervariasi dalam ketebalan: pusat, zona antara tipis tebal memisahkan bagian-bagian yang disebut
band anterior dan posterior band. Posterior, meniskus yang berdekatan dengan jaringan lampiran
posterior disebut zona bilaminar. Zona bilaminar adalah diinervasi, jaringan pembuluh darah yang
memainkan peran penting dalam memungkinkan kondilus untuk memindahkan foreward. Para
meniskus dan lampirannya membagi bersama ke dalam ruang superior dan inferior. Ruang bersama
superior dibatasi di atas oleh fosa artikular dan eminensia artikularis. Ruang bersama inferior
dibatasi di bawah oleh kondilus tersebut. Kedua ruang bersama memiliki kapasitas kecil, umumnya
1cc atau kurang (Pedersen, 1996).
The BONES

A Cul-de-sac Notice the mandible has two prongs. Mandibula memiliki dua cabang.
1. Cabang posterior (tersembunyi pada gambar di atas belakang beberapa ligamen yang
memegang tulang rahang kuat di tempat) sesuai snuggly menjadi berongga pada tulang
Temporal, tepat di depan telinga.
2. Cabang anterior adalah untuk lampiran dari otot temporalis (Pedersen, 1996).
2.2.3 Otot-otot yang berperan di Temporo Mandibulae Joint
 M. Masseter
 M. Pterygoideus Externa et Interna
 M. Mylohyoid
 M. Temporalis
 M. Geniohyoid
 M. Digastricus Venter anterior et posterior (Pedersen, 1996).
2.2.4 Nervus yang mempersarafi Temporo Mandibulae Joint
 Nervus Mandibularis.

 Nervus Aurikutemporal.

 Nervus maseterikus.
 Nervus Fascialis (Pedersen, 1996).
Persyarafan sensorik pada sendi temporomandibula yang terpenting dilakukanj oleh nervus
aurikutemporal yang merupakan cabang pertama posterior dari nervus mandibularis. Saraf lain yang
berperan adalah nervus maseterikus dan nervus temporal. Nervus maseterikus bercabang lagi di depan
kapsul dan meniskus. Nervus aurikutemporal dan nervus maseterikus merupakan serabut – serabut
properioseptif dari implus sakit nervus temporal anterior dan posterior melelwati bagian lateral muskulus
pterigoideus, yang selanjutnya masuk ke permukaan dari muskulus temporalis, saluran spinal dari nervus
trigeminus. Permukaan fibrous artikular, fibrokartilago, daertrah sentral meniskus dan membran sinovial
tidak ada persyarafannya (Pedersen, 1996).
2.2.5 Fisiologi Pergerakan Sendi Temporo Maandibula
Berdasarkan hasil penelitian elektromiografi, gerak mandibula dalam hubungannya dengan rahang
atas dapat diklasifikasikan sebagai berikut yaitu :

1. Gerak membuka
Seperti sudah diperkirakan, gerak membuka maksimal umumnya lebih kecil daripada kekuatan
gigitan maksimal (menutup). Muskulus pterygoideus lateralis berfungsi menarik prosessus kondiloideus ke
depan menuju eminensia artikularis. Pada saat bersamaan, serabut posterior muskulus temporalis harus
relaks dan keadaan ini akan diikuti dengan relaksasi muskulus masseter, serabut anterior muskulus
temporalis dan muskulus pterygoideus medialis yang berlangsung cepat dan lancar. Keadaan ini akan
memungkinkan mandibula berotasi di sekitar sumbu horizontal, sehingga prosessus kondilus akan
bergerak ke depan sedangkan angulus mandibula bergerak ke belakang. Dagu akan terdepresi, keadaan
ini berlangsung dengan dibantu gerak membuka yang kuat dari muskulus digastricus, muskulus
geniohyoideus dan muskulus mylohyoideus yang berkontraksi terhadap os hyoideum yang relatif stabil,
ditahan pada tempatnya oleh muskulus infrahyoidei. Sumbu tempat berotasinya (Pedersen, 1996).
a. Gerak membuka
b. Gerak menutup
c. Protrusi
d. Retusi
e. Gerak lateral
mandibula tidak dapat tetap stabil selama gerak membuka, namun akan bergerak ke bawah
dan ke depan di sepanjang garis yang ditarik (pada keadaan istirahat) dari prosessus kondiloideus ke
orifisum canalis mandibularis (Pedersen, 1996).
3. Gerak menutup
Penggerak utama adalah muskulus masseter, muskulus temporalis, dan muskulus
pterygoideus medialis. Rahang dapat menutup pada berbagai posisi, dari menutup pada posisi protrusi
penuh sampai menutup pada keadaan prosesus kondiloideus berada pada posisi paling posterior dalam
fosa glenoidalis. Gerak menutup pada posisi protrusi memerlukan kontraksi muskulus pterygoideus
lateralis, yang dibantu oleh muskulus pterygoideus medialis. Caput mandibula akan tetap pada posisi ke
depan pada eminensia artikularis. Pada gerak menutup retrusi, serabut posterior muskulus temporalis akan
bekerja bersama dengan muskulus masseter untuk mengembalikan prosesus kondiloideus ke dalam fosa
glenoidalis, sehingga gigi geligi dapat saling berkontak pada oklusi normal (Pedersen, 1996).
Pada gerak menutup cavum oris, kekuatan yang dikeluarkan otot pengunyahan akan diteruskan
terutama melalui gigi geligi ke rangka wajah bagian atas. Muskulus pterygoideus lateralis dan serabut
posterior muskulus temporalis cenderung menghilangkan tekanan dari caput mandibula pada saat otot-
otot ini berkontraksi, yaitu dengan sedikit mendepresi caput selama gigi geligi menggeretak. Keadaan ini
berhubungan dengan fakta bahwa sumbu rotasi mandibula akan melintas di sekitar ramus, di daerah
manapun di dekat orifisum canalis mandibular. Walaupun demikian masih diperdebatkan tentang apakah
articulatio temporomandibula merupakan sendi yang tahan terhadap stres atau tidak. Hasil-hasil penelitian
mutakhir dengan menggunakan model fotoelastik dan dengan cahaya polarisasi pada berbagai kondisi
beban menunjukkan bahwa artikulasio ini langsung berperan dalam mekanisme stress (Pedersen, 1996).
4. Protrusi
Pada kasus protrusi bilateral, kedua prosesus kondiloideus bergerak ke depan dan ke bawah
pada eminensia artikularis dan gigi geligi akan tetap pada kontak meluncur yang tertutup. Penggerak utama
pada keadaan ini adalah muskulus pterygoideus lateralis dibantu oleh muskulus pterygoideus medialis.
Serabut posterior muskulus temporalis merupakan antagonis dari kontraksi muskulus pterygoideus
lateralis. Muskulus masseter, muskulus pterygoideus medialis dan serabut anterior muskulus temporalis
akan berupaya mempertahankan tonus kontraksi untuk mencegah gerak rotasi dari mandibula yang akan
memisahkan gigi geligi. Kontraksi muskulus pterygoideus lateralis juga akan menarik discus artikularis ke
bawah dan ke depan menuju eminensia artikularis. Daerah perlekatan fibroelastik posterior dari diskus ke
fissura tympanosquamosa dan ligamen capsularis akan berfungsi membatasi kisaran gerak protrusi ini
(Pedersen, 1996).
5. Retrusi
Selama pergerakan, kaput mandibula bersama dengan discus artikularisnya akan meluncur ke
arah fosa mandibularis melalui kontraksi serabut posterior muskulus temporalis. Muskulus pterygoideus
lateralis adalah otot antagonis dan akan relaks pada keadaan tersebut (Pedersen, 1996).
Otot-otot pengunyahan lainnya akan berfungsi mempertahankan tonus kontraksi dan menjaga
agar gigi geligi tetap pada kontak meluncur. Elastisitas bagian posterior discus articularis dan capsula
articulatio temporomandibularis akan dapat menahan agar diskus tetap berada pada hubungan yang tepat
terhadap caput mandibula ketika prosesus kondiloideus bergerak ke belakang (Pedersen, 1996).
6. Gerak lateral
Pada saat rahang digerakkan dari sisi yang satu ke sisi lainya untuk mendapat gerak
pengunyahan antara permukaan oklusal premolar dan molar, prosesus kondiloideus pada sisi tujuan arah
mandibula yang bergerak akan ditahan tetap pada posisi istirahat oleh serabut posterior muskulus
temporalis sedangkan tonus kontraksinya akan tetap dipertahankan oleh otot-otot pengunyahan lain yang
terdapat pada sisi tersebut. Pada sisi berlawanan prosesus kondiloideus dan diskus artikularis akan
terdorong ke depan ke eminensia artikularis melalui kontraksi muskulus pterygoideus lateralis dan medialis,
dalam hubungannya dengan relaksasi serabut posterior muskulus temporalis. Jadi, gerak mandibula dari
sisi satu ke sisi lain terbentuk melalui kontraksi dan relaksasi otot-otot pengunyahan berlangsung
bergantian, yang juga berperan dalam gerak protrusi dan retrusi Pada gerak lateral, caput mandibula pada
sisi ipsilateral, ke arah sisi gerakan, akan tetap ditahan dalam fosa mandibularis. Pada saat bersamaan,
caput mandibula dari sisi kontralateral akan bergerak translasional ke depan. Mandibula akan berotasi
pada bidang horizontal di sekitar sumbu vertikal yang tidak melintas melalui caput yang ‘cekat’, tetapi
melintas sedikit di belakangnya. Akibatnya, caput ipsilateral akan bergerak sedikit ke lateral, dalam gerakan
yang dikenal sebagai gerak Bennett (Pedersen, 1996).
Selain menimbulkan pergerakan aktif, otot-otot pengunyahan juga mempunyai aksi postural
yang penting dalam mempertahankan posisi mandibula terhadap gaya gravitasi. Bila mandibula berada
pada posisi istirahat, gigi geligi tidak beroklusi dan akan terlihat adanya celah atau freeway space diantara
arkus dentalis superior dan inferior (Pedersen, 1996).
2.2.6 Keabnormala pada proses TMJ diantara:
1. Dislokasi misalnya luksasi terjadi bila kapsul dan ligamen temporomandibula mengalami gangguan
sehingga memungkinkan processus condylaris untuk bergerak lebih kedepan dari eminentia articularis dan
ke superior pada saat membuka mulut. Kontriksi otot dan spasme yang terjadi selanjutnya akan mengunci
processus condylaris dalam posisi ini, sehingga mengakibatkan gerakan menutup. Dislokasi dapat terjadi
satu sisi atau dua sisi, dan kadang terjadi secara sepontan bila mulut dubuka lebar, misalnya pada saat
makan atau mengunyah. Dislokasi dapat juga ditimbulkan oleh trauma saat penahanan mandibula waktu
dilakukan anestesi umum atau akibat pukulan. Dislokasi dapat bersifat kronis dan kambuh, dimana pasien
akan mengalami serangkaian serangan yang menyebabkan kelemahan abnormal kapsul pendukung dan
ligamen(subluksasi kronis) (Pedersen, 1996).
2. Kelainan internal ini jika perlekatan meniscus pada kutub processus condylaris lateral mengendur atau
terputus, atau jika zona bilaminar mengalami kerusakan atau degenerasi akibat trauma atau penyakit sendi
ataupun keduanya, maka stabilitas sendi akan terganggu. Akibatnya akan terjadi pergeseran discus kearah
anteromedial akibat tidak adanya penahanan terhadap pergerakan musculus pterygoideus laterralis
superior. Berkurangnya pergeseran kearah anterior yang spontan dari discus ini akan menimbulkan
”kliking” yang khas, yang akan terjadi bila jarak antara insisal meningkat. Sumber ”kliking”sendi ini
berhubungan dengan pergeseran prosescus condylaris melewati pita posterior meniscus yang tebal.
Dengan memendeknya pergeseran anterior dari meniscus, terjadi ”kliking” berikutnya. Pada tahap inilah
discus akan bersifat fibrokartilagenus, yang mendorong terbentuknya konfirgurasi cembung-cembung
(Pedersen, 1996).
Closed lock merupakan akibat dari pergeseran discus ke anterior yang terus bertahan. Bila
pita posterior dari discus yang mengalami deformasi tertahan di anterior processus condylaris, akan
terbentuk barier mekanis untuk pergeseran processus condylaris yang normal. Jarak antar insisial jarang
melebihi 25 mm, tidak terjadi translasi, dan fenomena “clicking” hilang. Closed lock dapat terjadi sebentar-
sebentar dengan disela oleh “clicking” dan “locking”, atau bisa juga bersifat permanen. Pada kondisi
parsisten, jarak antar insisal secara bertahap akan meningkat akibat peregangan dari perlekatan posterior
discus, dan bukannya oleh karena pengurangan pergeseran yang terjadi. Keadaan ini dapat berkembang
ke arah perforasi discus yang disertai dengan osteoarthritis pada processus condylaris dan eminentia
articularis (Pedersen, 1996).
3. Closed lock akut Keadaan closed lock yang akut biasanya diakibatkan oleh trauma yang menyebabkan
processus condylaris terdorong ke posterior dan akibat terjadi cedera pada perlekatan posterior. Rasa sakit
atau tidak enak yang ditimbulkan dapat sangat parah, dan keadaan ini kadang disebut sebagai discitis.
Discitis ini lebih menggambarkan keradangan pada perlekatan discus daripada keadaan discus yang
avaskular/aneural (Pedersen, 1996).
4. Artritis. Keradanga sendi temporomandibula yang disebabkan oleh trauma, atritis tertentu, dan infeksi
disebut sebagai artritis. Trauma, baik akut atau pun kronis, menyebabkan suatu keadaan progresif yang
ditandai dengan pembekaan, rasa sakit yang timbul hilang dan keterbatasan luas pergerakan sendi yang
terlibat (Pedersen, 1996).
5. Spasme otot. Miospasme atau kekejangan otot, yaitu kontraksi tak sadar dari satu atau kelompok otot
yang terjadi secara tiba-tiba, biasanya nyeri dan sering kali dapat menimbulkan gangguan fungsi. Devisiasi
mandibula saat membuka mulut dan berbagai macam gangguan/keterbatasan pergerakan merupakan
tanda obyektif dari miospasme. Bila musculus maseter dan temporalis mengalami kekejangan satu sisi,
maka pergerakan membuka dari mandibula akan tertahan, dan akan terjadi deviasi mandibula ke arah sisi
yang kejang. Pada saat membuka mulut mengunyah dan menutupkan gerakan akan timbul rasa nyeri
ekstraartikular. Bil;a musculus pterygoideus lateralis inferior mengalami spasme akan terjadi maloklusi
akut, yang ditunjukkan dengan tidak beroklusinya gigi-gigi posterior pada sisi yang sama dengan musculus
tersebut, dan terjadi kontak prematur gigi-gigi anterior pada sisi yang berlawanan. Nyeri akibat spasme
pterygoideus lateralis kadang terasa pada sendi itu sendiri. Bila terjadi kekejangan pada musculus
masseter, temporalis, dan musculus pterygoideus lateralis inferior terjadi secara berurutan, baik unilateral
ataupun bilateral, maka dapat timbul maloklusi akut (Pedersen, 1996).
6. Oklusi. Pemeriksan gigi secara menyeluruh dengan memperhatikan khususnya faktor oklusi, merupakan
awal yamg tepat. Gangguan oklusi secara umum bisa langsung diperiksa, yaitu misalnya gigitan silang,
gigitan dalam, gigi supraerupsi dan daerah tak bergigi yang tidak direstorasi. Abrasi ekstrem dan aus
karena pemakain seringakali merupakan tanda khas penderita bruxism, yang bisa langsung dikenali.
Protesa yang digunakan diperiksa stabilitas, fungsi dan abrasi/aus pada oklusal (Pedersen, 1996).
7. Sters. Walaupu sters dikatakan memiliki peranan etiologis yang penting dalam dialami penderita atau
reaksi penderita dalam menghadapinya. Beberapa penderita akan mengalami kualitas tidurnya menjadi
rendah dengan mulai timbulnya bruxism dengan keadaan sters (Pedersen, 1996).
2.3. Kelainan sendi temporomandibula
Kelainan STM dapat dikelompokkan dalam 2 bagian yaitu : gangguan fnsi akibat adanya
kelainan struktural dan dangguan fungsi akibat adanya penyimpangan dalam aktifitas salah satu komponen
fungsi sistem mastikasi (disfungsi). Kelainan STM akibat kelainan struktural jarang dijumpai dan terbanyak
dijumpai adalah disfungsi.
STM yang diberikan beban berlebihan akan menyebabkan kerusakan pada strukturnya ataun
mengganggu hubungan fungsional yang normal antara kondilus, diskus dan eminensia yang akan
menimbulkan rasa sakit, kelainan fungsi tubuh, atau kedua-keduanya. Idealnya, semua pergerakan STM
harus dipenuhi tanpa rasa sakit dan bunyi pada sendi.
2.3.1. kelainan struktural
Kelainan struktural adalah kelainan yang disebabkan oleh perubahan struktur persendiana
akibat gangguan pertumbuhan, trauma eksternal, penyakit infeksi atau neoplasma dan umumnya jarang
dijumpai.
Gangguan pertumbuhan konginetal berkaitan dengan hal-hal yang terjadi sebelum kelahiran
yang menyebabkan kelainan perkembangan yang muncul setelah kelahiran. Umumnya gangguan tersebut
terjadi pada kondilus yang menyebabkan kelainan selain pada bentuk wajah yang menimbulkan masalah
estetika juga masalah fungsional
Cacat juga dapat terjadi pada permukaan artikular, yang maana cacat ini dapat menyebabkan
masalah pada saat sendi berputar yang dapat pula melibatkan permukaan diskus. Cacat dapat disebabkan
karena trauma pada rahang bawah, peradangan, dan kelainan struktural. Perubahan di dalam artikular
juga dapat terjadi kerena variasi dari tekanan emosional. Oleh karena itu, ketika tekanan emosional
meningkat, maka tekanan pada artikular berlebihan, menyebabkan terjadinya perubahan pergerakan.
Tekanan yang berlebihan pada sendi dapat mengakibatkan penipisan pada diskus.
Tekanan berlebihan yang terus menrus pada akhirnya menyebabkan perforasi dan keausan sampai terjadi
fraktur pada diskus yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada permukaan artikular
Kelainan trauma akibat perubahan pada STM dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan,
kondilus ataupun keduanya. Konsekuensi yang mungkin terjadi adlah dislokasi, hemartrosisi dan fraktur
kondilus. Pasien yang mengalami dislokasi tidak dapat menutup mulut dan terjadi open bite anterior, serta
dapat tekanan pada satu atau dua saluran pendengaran.
Kelainan struktural akibat trauma STM juga dapat menyebabkan edema atau hemorage di
dalam sendi. Jika trauma belum menyebabkan fraktur mandibula, pada umumnya pasien mengalami
pembengkakan pada daerah STM , sakit bila digerakaan dan pergerakan sendi berkurang. Kondisi ini
kadang kadang dikenal sebagai radang sendi traumatis.
Kelainan struktural yang dipengaruhi penyakit infeksi akan melibatkan sistem muskuluskeletal
yang banyak terdapat pada STM, penyakit-penyakit tersebut antara lain yaitu osteoarthritis dan reumatoid
arthritis adalah suatu penyakit peradangan sistemik yang melibatkan sekililing STM
2.3.2. Gangguan Fungsional
Gangguan fungsional adalah masalah-masalah STM yang timbul akibat fungsi yang
menyimpang kerena adanya kelainan pada posisi dan fungsi gigi-geligi, atau otot-otot kunyah.
Suatu keadaan fisiologis atau yang biasa disebut orthofunction yakni batas toleransi tiap
individu saat melakukan pergeseran mandibula saat melakukan pergeseran mmandibula tanpa
menimbulakan keluhan otot ditandai dengan adanya keserasian antara morfologi oklusi dan fungsi
neuromuskular. Istilah keadaan ini dikenal dengan zona toleransi fisiologik. Apabila ada rangsangan yang
menyimpang dari biasanya akibat oklusi gigi yang menimbulkan kontak prematur, respon yang timbul
berfariasi akibat biologis yang umumnya merupakan respon adaptif atau periode adaptasi. Disini terjadi
perubahan-perubahan adaptif pada jaringan yang terlibat sebagai upaya menerima rangsangan yang
menyimpang tersebut contoh dari perubahan adaptif adalah ausnya permukaan oklusal gigi, timbulnya
perubahan membran periodontal, resorbsi alveolar setempat. Periode oklusi ini akan jalan terus menerus
sampai batas toleransi fisiologis otoy-otot atau jaringan sekitar telah terlampaui. Berapa lama adatasi ini
akan berlangsung berbeda antara individu yang satu dengan yang lain, dan dipengaruhi oleh keadaan
patologi. Setelah batas psikologis ini terlampaui respon jaringan mengalami perubahann yang bersifat lebih
patologis. Keluhan dirasakan pada otot-otot pergerakan mandibula, atau dapat pula pada sendi temporo
mandibula.
2.3.3. Tanda dan gejala gangguan sendi rahang
A. Tanda-tanda dan gejala gangguan TMJ adalah :
1. Sakit atau perih di sekitar sendi rahang
2. Rasa sakit di sekitar telinga
3. Kesulitan menelan atau perasaan tidak nyaman ketika menelan
4. Rasa sakit di wajah
5. Suara clicking atau perasaan tidak mulus ketika mengunyah atau membuka mulut anda.
6. Rahang terkunci, kaku, sehingga mulut sulit dibuka atau ditutup.
7. Sakit kepala
8. Gigitan yang rasanya tidak pas
9. Gigi-gigi tidak mengalami perlekatan yang sama karena ada sebagian gigi yang mengalami kontak
prematur (lebih awal dari yang lain.
Bisa saja anda merasakan sakit ketika tidak menggerakkan rahang anda sekalipun. Tapi
pada kebanyakan kasus, rasa sakit baru terasa ketika rahang mulai digerakkan.
Clicking rahang sering juga terjadi pada rahang normal dan belum tentu menandakan
sebuah masalah. Jika tidak ada nyeri atau kekakuan yang membatasi pergerakan rahang, bisa jadi anda
memang tidak mengalami gangguan TMJ.
B. Penyebab
Beberapa kasus TMJ ditelusuri lewat trauma yang dialami rahang, degenerasi jaringan di
sekitar sendi rahang, osteoartritis, reumatoid artritis atau inflamasi. Kebanyakan kasus gangguan TMJ,
belum jelas penyebabnya. Beberapa ahli percaya respon terhadap stress dan kecemasan adalah hal utama
yang berkontribusi terhadap terjadinya gangguan TMJ.
Jika anda sering menggemertakkan rahang anda ketika stress, merasa sakit atau sedang
berkonsentrasi, otot-otot TMJ tetap dalam keadaan berkontraksi. Hal ini membuat otot mulut terganggu.
Kebiasaan lain yang mungkin juga mengganggu kondisi otot rahang adalah suka menggigit-
gigit pulpen atau permen karet.
Posisi kepala, leher dan bahu yang tidak bagus, misalnya mendorong badan ke depan saat
di depan komputer atau membaca sambil tiduran, akan memberi tekanan yang tidak ideal pada otot dan
rangka tubuh yang percaya atau tidak juga berkaitan erat dengan otot rahang dan sendi rahang.
C. Diagnosis
Beberapa tes yang dilakukan untuk menetapkan bahwa anda mengalami gangguan TMJ
adalah :
1. Riwayat kesehatan anda. Seperti berapa lama anda merasakan sakit pada rahang, apakah anda
pernah mengalami cedera di rahang, atau apakah anda pernah mendapatkan perawatan gigi baru-
baru ini.
2. Mendengarkan pergerakan rahang anda dan merasakan pergerakannya saat membuka atau
menutup mulut.
3. Mengamati seberapa besar pergerakan rahang anda.
4. Menguji pengunyahan anda untuk melihat apakah ada sesuatu yang abnormal.
5. Memeriksa kondisi tambalan gigi apakah terlalu tinggi, gigi yang miring, gigi yang tanggal
sebelum waktunya dan lain-lain yang bisa menimbulkan gangguan pergerakan rahang.
6. Memeriksa tanda-tanda bruxism pada gigi anda
7. Menekan-nekan daerah sekitar rahang anda untuk menemukan lokasi ketidaknyamanan.
8. Menanyakan apakah anda sedang stress atau mengalami anxietas (kecemasan)
Dokter anda juga akan memerintahkan foto rontgen kepala anda untuk mengetahui kondisi
yang sebenarnya terjadi di rahang.
2.3. ETIOLOGI
1. Kondisi oklusi.
Dulu oklusi selalu dianggap sebagai penyebab utama terjadinya TMD, namun akhir-akhir ini banyak
diperdebatkan
2. Trauma
Trauma dapat dibagi menjadi dua :
1. Macrotrauma : Trauma besar yang tiba-tiba dan mengakibatkan perubahan struktural, seperti pukulan pada
wajah atau kecelakaan.
2. Microtrauma : Trauma ringan tapi berulang dalam jangka waktu yang lama, seperti bruxism dan clenching.
Kedua hal tersebut dapat menyebabkan microtrauma pada jaringan yang terlibat seperti gigi, sendi rahang,
atau otot.
3. Stress emosional
Keadaan sistemik yang dapat mempengaruhi fungsi pengunyahan adalah peningkatan stres
emosional. Pusat emosi dari otak mempengaruhi fungsi otot. Hipotalamus, sistem retikula, dan sistem
limbic adalah yang paling bertanggung jawab terhadap tingkat emosional individu. Stres sering memiliki
peran yang sangat penting pada TMD.
Stres adalah suatu tipe energi. Bila terjadi stres, energi yang timbul akan disalurkan ke
seluruh tubuh. Pelepasan secara internal dapat mengakibatkan terjadinya gangguan psikotropik seperti
hipertensi, asma, sakit jantung, dan/atau peningkatan tonus otot kepala dan leher. Dapat juga terjadi
peningkatan aktivitas otot nonfungsional seperti bruxism atau clenching yang merupakan salah satu etiologi
TMD

4. Deep pain input (Aktivitas parafungsional)


Aktivitas parafungsional adalah semua aktivitas di luar fungsi normal (seperti mengunyah,
bicara, dan menelan), dan tidak mempunyai tujuan fungsional. Contohnya adalah bruxism, dan
kebiasaankebiasaan lain seperti menggigit-gigit kuku, pensil, bibir, mengunyah satu sisi, tongue thrust, dan
bertopang dagu. Aktivitas yang paling berat dan sering menimbulkan masalah adalah bruxism, termasuk
clenching dan grinding. Beberapa literatur membedakan antara bruxism dan clenching. Bruxism adalah
mengerat gigi atau grinding terutama pada malam hari, sedangkan clenching adalah mempertemukan gigi
atas dan bawah dengan keras yang dapat dilakukan pada siang ataupun malam hari.
2.4. gejala Gangguan Sendi Rahang
Kelainan-kelainan sakit sendi rahang umumnya terjadi karena aktivitas yang tidak
berimbang dari otot-otot rahang dan/atau spasme otot rahang dan pemakaian berlebihan. Gejala-gejala
bertendensi menjadi kronis dan perawatan ditujukan pada eliminasi faktor-faktor yang mempercepatnya.
Banyak gejala-gejala mungkin terlihat tidak berhubungan dengan TMJ sendiri. Berikut adalah gejala-gejala
yang umum:
1. Sakit Telinga: Kira-kira 50% pasien dengan gangguan sendi rahang merasakan sakit telinga namun tidak
ada tanda-tanda infeksi. Sakit telinganya umumnya digambarkan sepertinya berada di muka atau bawah
telinga. Seringkali, pasien-pasien dirawat berulangkali untuk penyakit yang dikirakan infeksi telinga, yang
seringkali dapat dibedakan dari TMJ oleh suatu yang berhubungan dengan kehilangan pendengaran
(hearing loss) atau drainase telinga (yang dapat diharapkan jika memang ada infeksi telinga). Karena sakit
telinga terjadi begitu umum, spesialis-spesialis kuping sering diminta bantuannya untuk membuat diagnosis
dari gangguan sendi rahang.
2. Kepenuhan Telinga: Kira-kira 30% pasien dengan gangguan sendi rahang menggambarkan telinga-
telinga yang teredam (muffled), tersumbat (clogged) atau penuh (full). Mereka dapat merasakan
kepenuhan telinga dan sakit sewaktu pesawat terbang berangkat (takeoffs) dan mendarat (landings).
Gejala-gejala ini umumnya disebabkan oleh kelainan fungsi dari tabung Eustachian (Eustachian tube),
struktur yang bertanggung jawab untuk pengaturan tekanan ditelinga tengah. Diperkirakan pasien dengan
gangguan sendi rahang mempunyai aktivitas hiper (spasme) dari otot-otot yang bertanggung jawab untuk
pengaturan pembukaan dan penutupan tabung eustachian.
3. Dengung Dalam Telinga (Tinnitus): Untuk penyebab-penyebab yang tidak diketahui, 33% pasien dengan
gangguan sendi rahang mengalami suara bising (noise) atau dengung (tinnitus). Dari pasien-pasien itu,
separuhnya akan hilang tinnitusnya setelah perawatan TMJnya yang sukses.
4. Bunyi-Bunyi: Bunyi-bunyi kertakan (grinding), klik ( clicking) dan meletus (popping), secara medis
diistilahkan crepitus, adalah umum pada pasien-pasien dengan gangguan sendi rahang. Bunyi-bunyi ini
dapat atau tidak disertai dengan sakit yang meningkat.
5. Sakit Kepala: Hampir 80% pasien dengan gangguan sendi rahang mengeluh tentang sakit kepala, dan
40% melaporkan sakit muka. Sakitnya seringkal menjadi lebih ketika membuka dan menutup rahang.
Paparan kepada udara dingin atau udara AC dapat meningkatkan kontraksi otot dan sakit muka.
6. Pusing: Dari pasien-pasien dengan gangguan sendi rahang, 40% melaporkan pusing yang samar atau
ketidakseimbangan (umumnya bukan suatu spinning type vertigo). Penyebab dari tipe pusing ini belum
diketahui.
7. Penelanan : Kesulitan menelan atau perasaan tidak nyaman ketika menelan
8. Rahang Terkunci : Rahang terasa terkunci atau kaku, sehingga sulit membuka atau menutup mulut
9. Gigi: Gigi-gigi tidak mengalami perlekatan yang sama karena ada sebagian gigi yang mengalami kontak
prematur dan bisa d sebabkan karena maloklusi atau merasa gigitan tidak pas

2.5. pemeriksaan

2.5.1.Pemeriksaan klinis
1. Inspeksi
Untuk melihat adanya kelainan sendi temporomandibular perlu diperhatikan gigi, sendi rahang
dan otot pada wajah serta kepala dan wajah. Apakah pasien menggerakan mulutnya dengan nyaman
selama berbicara atau pasien seperti menjaga gerakan dari rahang bawahnya. Terkadang pasien
memperlihatkan kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik selama interview seperti bruxism.
2. Palpasi :
a. Masticatory muscle examination: Pemeriksaan dengan cara palpasi sisi kanan dan kiri pada
dilakukan pada sendi dan otot pada wajah dan daerah kepala.
b. Temporalis muscle, yang terbagi atas 3 segmen yaitu anterior, media, dan posterior.
c. Zygomatic arch (arkus zigomatikus).
d. Masseter muscle
e. Digastric muscle
f. Sternocleidomastoid muscle
g. Cervical spine
h. Trapezeus muscle, merupakan Muscular trigger point serta menjalarkan nyeri ke dasar tengkorang
dan bagian temporal
i. Lateral pterygoid muscle
j. Medial pterygoid muscle
k. Coronoid process
l. Muscular Resistance Testing: Tes ini penting dalam membantu mencari lokasi nyeri dan tes
terbagi atas 5, yaitu :
1. Resistive opening (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada ruang inferior m.pterigoideus
lateral)
2. Resistive closing (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada m. temporalis, m. masseter, dan m.
pterigoideus medial)
3. Resistive lateral movement (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada m. pterigoideus lateral dan
medial yang kontralateral)
4. Resistive protrusion (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada m. pterigoideus lateral)
5. Resistive retrusion (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada bagian posterior m. temporalis)
3. Pemeriksaan tulang belakang dan cervical : Dornan dkk memperkirakan bahwa pasien dengan
masalah TMJ juga memperlihatkan gejala pada cervikal. Pada kecelakaan kendaraan bermotor
kenyataannya menunjukkan kelainan pada cervikal maupun TMJ. Evaluasi pada cervikal
dilakukan dengan cara :
a. Menyuruh pasien berdiri pada posisi yang relaks, kemudian dokter menilai apakah terdapat
asimetris kedua bahu atau deviasi leher
b. Menyuruh pasien untuk menghadap kesamping untuk melihat postur leher yang terlalu ke depan
c. Menyuruh pasien untuk memutar (rotasi) kepalanya ke setiap sisi, dimana pasien seharusnya
mampu untuk memutar kepala sekitar 80 derajat ke setiap sisi.
d. Menyuruh pasien mengangkat kepala ke atas (ekstensi) dan ke bawah (fleksi), normalnya
pergerakan ini sekitar 60 derajat
e. Menyuruh pasien menekuk kepala kesamping kiri dan kanan, normalnya pergerakan ini 45 derajat
4. Auskultasi : Joint sounds
Bunyi sendi TMJ terdiri dari “clicking” dan ‘krepitus’. “Clicking” adalah bunyi singkat
yang terjadi pada saat membuka atau menutup mulut, bahkan keduanya. “Krepitus” adalah bersifat
difus, yang biasanya berupa suara yang dirasakan menyeluruh pada saat membuka atau menutup
mulut bahkan keduanya. “Krepitus” menandakan perubahan dari kontur tulang seperti pada
osteoartrosis. “Clicking” dapat terjadi pada awal, pertengahan, dan akhir membuka dan menutup
mulut. Bunyi “click” yang terjadi pada akhir membuka mulut menandakan adanya suatu
pergeseran yang berat. TMJ ‘clicking’ sulit didengar karena bunyinya halus, maka dapat didengar
dengan menggunakan stetoskop.
5. Range of motion:
Pemeriksaan pergerakan ”Range of Motion” dilakukan dengan pembukaan mulut secara
maksimal, pergerakan dari TMJ normalnya lembut tanpa bunyi atau nyeri. Mandibular range of
motion diukur dengan :
a. Maximal interticisal opening (active and passive range of motion)
b. Lateral movement
c. Protrusio movement
2.5.2. pemeriksaan penunjang
1. Transcranial radiografi : Menggunakan sinar X, untuk dapat menilai kelainan, yang harus
diperhatikan antara lain:
a. Condyle pada TMJ dan bagian pinggir kortex harus diperhatikan
b. Garis kortex dari fossa glenoid dan sendi harus dilihat.
c. Struktur condyle mulus, rata, dan bulat, pinggiran kortex rata.
d. Persendian tidak terlihat karena bersifat radiolusen.
e. Perubahan patologis yang dapat terlihat pada condyle diantaranya flattening, lipping.
2. Panoramik Radiografi : Menggunakan sinar X, dapat digunakan untuk melihat hampir seluruh
regio maxilomandibular dan TMJ. Kelemahan dari pemeriksaan ini antara lain :
a. Terdapatnya bayangan atau struktur lain pada foto X ray.
b. Fenomena distorsi, dimana terjadi penyimpangan bentuk yang sebenarnya yang terjadi akibat
goyang saat pengambilan gambar.
c. Gambar yang kurang tajam. Kelainan yang dapat dilihat antara lain fraktur, dislokasi, osteoatritis,
neoplasma, kelainan pertumbuhan pada TMJ.
3. CT Scan : Menggunakan sinar X, merupakan pemeriksaan yang akurat untuk melihat kelainan
tulang pada TMJ.
2.6. Perawatan Ganggguan Sendi Rahang
Dukungan utama dari perawatan untuk sakit sendi rahang akut adalah panas dan es, makanan
lunak (soft diet) dan obat-obatan anti peradangan ( Suryonegoro H, 2009 ).
1. Jaw Rest (Istirahat Rahang)
Sangat menguntungkan jika membiarkan gigi-gigi terpisah sebanyak mungkin. Adalah juga sangat
penting mengenali jika kertak gigi (grinding) terjadi dan menggunakan metode-metode untuk mengakhiri
aktivitas-aktivitas ini. Pasien dianjurkan untuk menghindari mengunyah permen karet atau makan makanan
yang keras, kenyal (chewy) dan garing (crunchy), seperti sayuran mentah, permen-permen atau kacang-
kacangan. Makanan-makanan yang memerlukan pembukaan mulut yang lebar, seperti hamburger, tidak
dianjurkan ( Suryonegoro H, 2009 ).
2. Terapi Panas dan Dingin
Terapi ini membantu mengurangi tegangan dan spasme otot-otot. Bagaimanapun, segera setelah
suatu luka pada sendi rahang, perawatan dengan penggunaan dingin adalah yang terbaik. Bungkusan
dingin (cold packs) dapat membantu meringankan sakit (Suryonegoro H, 2009 ).
3. Obat-obatan
Obat-obatan anti peradangan seperti aspirin, ibuprofen (Advil dan lainnya), naproxen (Aleve dan
lainnya), atau steroids dapat membantu mengontrol peradangan. Perelaksasi otot seperti diazepam
(Valium), membantu dalam mengurangi spasme-spasme otot ( Suryonegoro H, 2009 ).
4. Terapi Fisik
Pembukaan dan penutupan rahang secara pasiv, urut (massage) dan stimulasi listrik membantu
mengurangi sakit dan meningkatkan batasan pergerakan dan kekuatan dari rahang ( Suryonegoro H, 2009
).
5. Managemen stres
Kelompok-kelompok penunjang stres, konsultasi psikologi, dan obat-obatan juga dapat membantu
mengurangi tegangan otot. Umpanbalikbio (biofeedback) membantu pasien mengenali waktu-waktu dari
aktivitas otot yang meningkat dan spasme dan menyediakan metode-metode untuk membantu mengontrol
mereka ( Suryonegoro H, 2009 ).
6. Terapi Occlusal
Pada umumnya suatu alat acrylic yang dibuat sesuai pesanan dipasang pada gigi-gigi, ditetapkan
untuk malam hari namun mungkin diperlukan sepanjang hari. Ia bertindak untuk mengimbangi gigitan dan
mengurangi atau mengeliminasi kertakan gigi (grinding) atau bruxism ( Suryonegoro H, 2009 ).
7. Koreksi Kelainan Gigitan
Terapi koreksi gigi, seperti orthodontics, mungkin diperlukan untuk mengkoreksi gigitan yang
abnormal. Restorasi gigi membantu menciptakan suatu gigitan yang lebih stabil. Penyesuaian dari bridges
atau crowns bertindak untuk memastikan kesejajaran yang tepat dari gigi-gigi ( Suryonegoro H, 2009 ).
8. Operasi
Operasi diindikasikan pada kasus-kasus dimana terapi medis gagal. Ini dilakukan sebagai
jalan terakhir. TMJ arthroscopy, ligament tightening, restrukturisasi rahang (joint restructuring),
dan penggantian rahang (joint replacement) dipertimbangkan pada kebanyakan kasus yang berat
dari kerusakan rahang atau perburukan rahang (Suryonegoro H, 2009 ).
9. Perawatan Tanpa bedah
Beberapa kasus gangguan TMJ akan berakhir dengan perawatan biasa yang bahkan mungkin
tidak membutuhkan kehadiran dokter gigi di samping anda. Di antaranya :
a. Mengubah kebiasaan buruk. Dokter gigi anda akan mengingatkan anda untuk lebih
memperhatikan kebiasaan-kebiasaan anda sehari-hari. Misalnya kebiasaan menggemertakkan
gigi, bruxism, atau menggigit-gigit sesuatu. Kebiasaan ini harus digantikan dengan kebiasaan baik
seperti membiarkan otot mulut dalam kondisi rilex dengan gigi atas dan bawah tidak terlalu rapat,
lidah menyentuh langit-langit dan berada tepat di belakang gigi atas anda.
b. Mengurangi kelelahan otot rahang. Dokter gigi anda akan meminta anda tidak membuka mulut
terlalu lebar dalam berbagai kesempatan. Contohnya jangan tertawa berlebihan.
c. Peregangan dan pijatan. Dokter gigi akan memberikan latihan bagaimana caranya meregangkan
atau memijat otot rahang anda. Sebagai tambahan juga mungkin akan diberikan petunjuk
bagaimana posisi kepala, leher, dan bahu yang tepat dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
d. Kompres panas atau dingin. Dengan mengompress kedua sisi wajah anda baik dengan kompres
panas atau dingin akan membantu relaksasi otot rahang.
e. Obat anti inflamasi. Untuk mengurangi inflamasi (peradangan) dan rasa sakit, dokter gigi anda
mungkin akan menyarankan aspirin atau obat anti inflamasi nonsteroid lainnya, misalkan
ibuprofen (Advil, Motrin, dll)
f. Biteplate. Jika TMJ anda mengalami kelainan pada posisi mengunyah, sebuah biteplate (pemandu
gigitan) akan diberikan. Biteplate dipasang di gigi untuk menyesuaikan rahang atas dengan rahang
bawah. Dengan posisi mengunyah yang benar tentunya akan membantu mengurangi tekanan di
struktur sendi.
g. Penggunaan night guard. Alat ini berguna untuk mengatasi kebiasaan bruxism di malam hari.
h. Terapi kognitif. Jika TMJ anda mengalami gangguan karena stress atau anxietas, dokter gigi anda
akan menyarankan untuk menemui psikiater untuk mengatasinya.
10. Perawatan lanjutan
Jika perawatan non bedah tidak berhasil mengurangi gejala gangguan TMJ, dokter gigi
anda akan merekomendasikan perawatan berikut :
a. Perawatan gigi. Dokter gigi anda akan memperbaiki gigitan dengan menyeimbangkan permukaan
gigi anda. Caranya bisa dengan mengganti gigi yang hilang atau tanggal, memperbaiki tambalan
atau membuat mahkota tiruan baru.
b. Obat kortikosteroid. Untuk sakit dan peradangan pada sendi, obat kortikosteroid akan
diinjeksikan ke dalam sendi.
c. Arthrocentesis. Prosedur ini dilakukan dengan jalan menyuntikan cairan ke dalam sendi untuk
membuang kotoran atau sisa peradangan yang mengganggu rahang.
d. Pembedahan. Jika semua perawatan tidak berhasil juga, dokter gigi akan merujuk anda ke dokter
gigi spesialis bedah mulut.

Anda mungkin juga menyukai