Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Temporomandibular Joint
Definisi Temporomandibular joint
Temporomandibular joint (TMJ) adalah persendiaan dari kondilus mandibula dengan fossa
gleinodalis dari tulang temporal, merupakan satu-satunya sendi yang ada di kepala yang
bertanggung jawab terhadap pergerakan membuka dan menutup rahang, mengunyah serta
berbicara yang
letaknya
dibawah
depan
telinga. Apabila
terjadi
sesuatu
kelainan/disfungsi pada salah satu sendi ini, maka seseorang akan mengalami nyeri saat
membuka atau menutup mulut, makan, mengunyah, berbicara, bahkan dapat menyebabkan
mulut terkunci.
Adapun gejala-gejala yang ditimbulkan oleh gangguan TMJ ini biasanya lebih dari
satu, antara lain :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Nyeri di sekitar sendi rahang


Nyeri di kepala
Gangguan pengunyahan
Bunyi sendi ketika membuka/menutup mulut yang disertai dengan rasa nyeri
Terbatasnya membuka mulut
Nyeri otot utama leher dan bahu
Nyeri telinga
Telinga berdengung
Vertigo

Gejala Gangguan Sendi Rahang


Gejala kelainan sistem temporomandibular dapat dikelompokkan menjadi rasa nyeri, bunyi
dan disfungsi. Rasa nyeri adalah gejala yang bersifat subjektif dan sulit dievaluasi. Gejala
kelainan STM dapat dikelompokkan menjadi rasa nyeri, bunyi, dan disfungsi. Rasa nyeri adalah
gejala yang bersifat subjektif dan sulit dievaluasi. Dan setiap orang memiliki ambang batas yang
berbeda dan penerimaan yang berbeda terhadap rasa nyeri, dan mungkin juga terdapat faktor
psikogenik. Beberapa istilah yang digunakan untuk menunjukkan sifat rasa nyeri, berdenyut-denyut,
terbakar, dan samar-samar. Daerah penyebaran rasa nyeri yang paling sering dari sendi adalah telinga,
pipi, dan daerah temporal. Bunyi keletuk sendi terdengar sewaktu pasien membuka dan menutup
mulut.1 Ketidakmampuan untuk mengoklusikan gigi gigi dengan normal. Kekakuan sendi
merupakan keluhan yang paling sering terjadi. Kadangkala terdpat keterbatasan membuka dan
gerakan mandibula yang terbatas, saat mengunyah tidak terdapat koordinasi rahang sehingga
dirasakan tidak nyaman waktu mengunyah. Dan keluhan lain adalah sakit kepala.

Penyebab Kelainan TMJ

Kelainan sistem temporomandibular dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian yaitu : : gangguan


fungsi akibat adanya kelainan structural dan gangguan akibat adanya
penyimpangan dalam aktifitas salah satu komponen fungsi sistem mastikasi
(disfungsi). Kelainan sistem STM akibat kelainan structural jarang dijumpai dan
terbanyak dijumpai adalah disfungsi seperti kebiasaan mengunyah pada satu
sisi.
Kelainan Struktural
Kelainan structural adalah kelainan yang disebabkan oleh perubahan struktur
persendian akibat gangguan pertumbuhan, trauma eksternal, penyakit infeksi,
atau neoplasma, dan umumnya jarang dijumpai. Kelainan structural pada STM
dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan, kondilus, ataupun keduanya.
Konsekuensi yang mungkin terjadi adalah dislokasi, hemarthrosis, atau fraktur
kondilus. Pasien yang mengalami dislokasi tidak dapat menutup mulut dan
terdapat kelainan open bite anterior, serta dapat tekanan pada satu atau kedua
saluran pendengaran. Kelainan structural akibat traumapada STM dapat
menyebabkan suatu edema, atau hemorrhage didalam sendi. Kelainan structural
akibat penyakit infeksi dapat mempengaruhi sistem musculoskeletal yang
banyak melibatkan STM, penyakit penyakit tersebut antara lain osteoarthtritis /
osteoarthrosis dan rheumatoid arthritis.
Gangguan Fungsional
Gangguan fungsional adalah masalah masalah STM yang timbul akibat fungsi
yang menyimpang karena adanya kelainan pada posisi dan atau fungsi gigi
geligi , atau otot- otot kunyah. Dan pada keadaan menggunakan satu sisi dalam
mengunyah termasuk gangguan fungsional dari kelainan STM

Etiologi Gangguan Sendi Temporomandibula


Ditinjau dari segi penyebabnya kelainan STM multifactor, dapat bersumber pada
komponennya sendiri atau diluar STM seperti anatomi STM termasuk oklusi dan
neuromuscular dan latar belakang psikologis. Namun kelainan oklusal dan
tekanan psikologis paling erat hubungannya

Faktor Faktor Etiologi TMJ


Faktor faktor etiologi dari TMJ dapat berupa dari rasa nyeri yang merupakan
gangguan sendi yang dapat berasal dari struktur jaringan lunak intrakapsular
sendi atau struktur jaringan tulang itu sendiri. Rasa nyeri berasal dari struktur
tulang biasanya hanya muncul setelah hilangnya jaringan fibrosa permukaan
artikularis sendi. Bilamana hal ini terjadi kondisi yang diakibatkan disebut
arthritis.

Trauma pada TMJ dapat tejadi karena faktor internal (seperti otot kunyah)
ataupun karena faktor eksternal (seperti pukulan) menyebabkan kerusakan pada

jaringan dan kondilus sehingga terjadi dislokasi, hemarthrosis, atau fraktur


kondilus.

Myofacial pain dysfunction syndrome merupakan kelainan TMJ yang dapat


mengakibatkan kegoyangan gigi yang hebat (hypermobility), keausan
permukaan oklusal dan rasa nyeri pada otot-otot wajah. Pemicu dari sindroma
tersebut adalah spasme otot kunyah sebagai dampak gangguan psikologis.

Nyeri pada otot adalah suatu bentuk penyakit yang ada didalam tubuh dapat
terjadi karena stimulus seperti panas, tekanan, atau bahan kimia. Penyakit ini
mempunyai efek yang berhubungan dengan sensoris,motoris, atau autonom.
Nyeri yang berasal dari otot adalah penyebab nyeri yang sering terjadi pada
kepala dan leher. Rasa nyeri pada otot adalah suatu penyakit yang dirasakan
menyebar seperti adanya tekanan yang bervariasi, dapat dirasa sebagai
berbagai perubahan intensitas tekanan. Rasa nyeri tersebut tidak mudah
dilokalisir, dan sulit diidentifikasi oleh pasien. Dengan kata lain, sumber dan
lokasi dari nyeri dapat berbeda. Nyeri pada otot di daerah orofasial dipengaruhi
oleh kerja fungsional otot selama pengunyahan.

Dari faktor oklusi yang mana bila terjadi ketidakseimbangan oklusi dapat terjadi
disfungsi pada sendi temporomandibula. Pada hal ini gigi-geligi memegang
peranan penting untuk menjaga agar oklusi dapat berkontak dengan baik antara
gigi-gigi antagonisnya. Gigi gigi tetangga yang hilang secara betahap akan
mengalami perubahan posisi, dimana perubahan tersebut menyebabkan gerakan
artikulasi tidak lancar, dan pada gigi lawannya akan mengalami ekstrusi.
Kebiasaan mengunyah satu sisi atau unilateral juga mengakibatkan disfungsi
oklusal. Sehingga tidak jarang dijumpai pasien yang mengunyah satu sisi
mengalami gangguan sendi dan penyakit rongga mulut yang komplit. Dari
gangguan sendi rahang yang mengakibatkan bunyi ketika membuka dan
menutup mulut, sampai kejadian penyakit periodontal yang mengakibatkan
mobilisasi gigi karena timbulnya kalkulus pada sisi rahang yang digunakan untuk
mengunyah sehingga timbul kalkulus yang dapat membuat jaringan periodontal
dibawahnya menjadi tidak kuat dan pada akhirnya akan goyah.

ANATOMI
Komponen Tulang
Komponen tulang dari sendi temporomandibular terdiri dari kondilus mandibularis di bagian
inferior dan fosa glenoid serta tonjolan (eminence) artikular di bagian superior.

Kondilus mandibularis berbentuk elips dan terletak di puncak leher mandibula kiri
dan kanan. Fosa glenoid di bagian temporal berbentuk konkav dan tonjolan artikular
berbentuk konveks. Keduanya terbentuk dari bagian squamous tulang temporal. Bagian
medial fosa berbentuk agak sempit serta tertutup dengan plat tulang yang mencegah
terjadinya dislokasi kondilus ke bagian medial persendian.

Gambar 1 Anatomi Sendi temporomandibular


Komponen Jaringan Ikat
Diantara komponen tulang temporal dan mandibular terdapat meniskus yang
memisahkan kedua bagian tersebut. Meniskus ini berbentuk sadel, fleksibel tetapi juga kuat,
terbentuk dari jaringan kolagen dan terbungkus dengan kapsul. Bagian sentral cakram ini
lebih tipis dari perifer, dan bagian posterior dan anteriornya, yang dikenal dengan band
posterior dan band anterior, lebih tebal. Bagian inferior dari meniskus berbentuk konkav
sehingga cocok dengan kaput mandibularis.

Meniskus terhubung dengan jaringan ikat posterior yang disebut zona bilaminer. Zona
bilaminer merupakan jaringan ikat yang memiliki fungsi penting yang memungkinkan
kondilus bergerak ke depan.
Meniskus memisahkan persendian, sehingga terdapat ruangan sendi superior dan
ruangan sendi inferior. Hanya terdapat sedikit sekali cairan sendi pada kedua ruangan ini.

Vaskularisasi
Persendian ini di vaskularisasi oleh beberapa cabang pembuluh darah, diantranya
adalah: Percabangan arteri temporalis profunda, cabang masseter dari arteri maskilaris, dan
cabang superfisial dari artei temporalis yang muncul dari arteri karotis eksterna. Drainase
vena melalui plesksus venosus temporalis superfisial, maksilaris, dan pterigoid.
Inervasi
Kapsul persendian di inervasi oleh cabang besar nervus aurikulotemporalis. Bagian
anterior diinervasi oleh nervus masseter dan nervus temporalis profunda posterior. Inervasi
sensorik dari persendian ini adalah melalui nervus trigeminus. Bagian kartilago artikuler dan
meniskus bagian sentral tidak memiliki inervasi.
GERAKAN SENDI
Ketika mulut terbuka, kaput mandibula memutar pada sumbu horisontal serta
melakukan (gerak rotasi) gerakan meluncur pada permukaan bawah meniskus (gerak
translasi) ke arah depan dan bawah. Gerakan ini akan terhenti apabila jaringan ikat posterior
dari meniskus telah teregang maksimal.

Gerakan menutup mulut terjadi sebaliknya. Pada fase pertama, kaput mandibula akan
meluncur ke belakang disusul dengan gerakan meluncur dari meniskus ke belakang dan atas.
EPIDEMIOLOGI
Gangguan Sendi temporomandibular terjadi pada sekitar 28% populasi orang dewasa.
Pada umumnya wanita berusia 20-40 tahun, dan telah mengalami gejalanya sekitar 3-5 tahun.
Akibat keterlambatan diagnosa, sering terdapat perubahan degeneratif yang berat bahkan
pada anak-anak.
Tahun-tahun terakhir ini ada tendensi terjadi pada dewasa muda berusia kurang dari
15 tahun.
KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI
American Academy of Orofacial Pain (AAOP) mengklasifikasikan gangguan ini
menjadi (1) Gangguan Temporomandibular yang berhubungan dengan otot (muscle-related
TMD/ Myogenous TMD) dan (2) Gangguan temporomandibular yang berhubungan dengan
sendi atau yang sering disebut gangguan sendi temporomandibular sebenarnya (joint-related
TMD/ Arthrogenous TMD/ True TMD). Kedua tipe ini dapat terjadi bersamaan, sehingga
membuat diagnosa semakin sulit.
Etiologi dari gangguan ini antara lain, bruxism, kebiasaan mengatupkan mulut terlalu
kuat, kebiasaan menggigit kuku, maloklusi, tidak adanya gigi di bagian posterior, gangguan
struktur sendi, inflamasi, degenerasi, neoplasia, serta stres fisik maupun psikologis.
PATOFISIOLOGI
Sepanjang kehidupan, band posterior akan bermigrasi ke depan dan medial sebagai
proses normal penuaan. Hal ini menyebabkan terjadinya subluksasio meniskus. Perubahan
pada kontur tulang pada penuaan serta keadaan subluksasio mesniskus mengakibatkan band

posterior akan bergerak tiba-tiba baik pada keadaan membuka mulut maupun menutup mulut
menyebabkan bunyi klik atau pop yang khas pada gangguan sendi temporomandibular . Pada
penggunaan sendi yang berlebihan akan mengakibatkan degenerasi permukaan fibrikartilago
sendi sehingga meningkatkan gesekan dan tegangan pada insersio ligamentum sendi di
posterior meniskus. Keadaan ini dapat memperlemah tegangan ligamentum sehingga
subluksasio berlangsung progresif. Penggunaan yang berlebihan ini dapat terjadi pada
kebiasaan-kebiasaan seperti bruxism, dll.
Pada penggunaan sendi yang berlebihan juga dapat menyebabkan arthromyalgia.
Nyeri ini tersebar ke seluru sisi wajah dan kepala, namun penyebab pasti dari nyeri ini belum
diketahui.
Dental maloklusi mengakibatkan penderita mengunyah dengan cara yang tidak
normal sehingga menstimulasi bruxisme, demikian pula keadaan-keadaan intraoral yang tidak
normal. Ketiadaan gigi di bagian posterior serta kebiasaan menggigit kuku dan bibir
mengakibatkan terjadinya protrusi rahang bawah (menonjolkan rahang bawah ke depan) yang
mengakibatkan terjadinya penggunaan sendi yang berlebihan.
Keadaan stres psikologis pada orang-orang tertentu kadang mengakibatkan ia
melakukan kebiasaan-kebiasaan yang menyebabkan penggunaan sendi yang berlebihan,
termasuk gerakan mengatupkan gigi dengan kuat, dll.
Trauma langsung pada mandibula, dislokasi mandibula, dislokasi meniskus juga
merupakan beberapa hal yang dapat menyebabkan gangguan pada sendi temporomandibular.
ANAMNESA
Anamnesa yang komperhensif termasuk anamnesa dan pemeriksaan gigi sangat
penting untuk membantu proses diagnosa.

Pasien mungkin merupakan seorang pengguna komputer yang berlebihan karena bukti
empiris menunjukkan penggunaan komputer berlebihan berhubungan dengan
gangguan sendi temporomandibular.
Sekitar sepertiga dari pasien memiliki riwayat gangguan psikiatrik. Stres emosional
juga termasuk riwayat penting yang harus ditanyakan.
Pasien mungkin memiliki riwayat trauma pada wajah, perawatan gigi yang kurang baik,
gangguan makan yang kronik, juga riwayat nyerileher dan bahu.
Hal-hal yang biasanya dikeluhkan oleh pasien ialah:

Nyeri: nyeri biasnya disekitar telinga, berhubungan dengan gerakan mengunyah.


Nyeri dapat menyebar ke kepala tetapi berbeda dengan sakit kepala biasa. Dapat
unilateral maupun bilateral myogenous TMD, dan bisanya unilatreal pada
arthrogenous TMD kecuali pada rheumatoid arthritis. Nyeri biasanya bersifat tajam

dan intermiten sesuai dengan gerakan rahang.


Bunyi Klik, pop atau snap pada rahang: Bunyi ini biasanya berhubungan dengan nyeri
Keterbatasan dalam membuka mulut dan locking episode (episode terkuncinya
rahang): Rahang dapat terkunci pada keadaan mulut terbuka (open lock) maupun
tertutup (closed lock). Keadaan open lock diakibatkan oleh dislokasi mandibula

anterior, sedangkan closed lock diakibatkan karena nyeri atau dislokasi meniskus
Sakit Kepala: Nyeri kepala pada gangguan ini tidak sama dengan sakit kepala biasa.
Gangguan sendi temporomandibular juga dapat merupakan penyebab nyeri kepala
pada pasien yang rentan dengan nyeri kepala. Beberapa pasien memiliki riwayat nyeri
kepala yang tidak responsif dengan pengobatan, sehingga perlu dipikirkan gangguan
sendi temporomandibular pada pasien dengan keadaan tersebut.

Temporomandibular joint juga merupakan terjadinya tiga gerakan fungsi utama yaitu
membuka dan menutup, memajukan dan memundurkan, serta gerakan ke samping. TMJ
terdiri dari beberapa bagian yang terpenting, diantaranya :

1. Kondilus mandibula
Kondilus mandibula mempunyai letak dan posisi yang paling baik untuk bekerja
sebagai poros dari pergerakan mandibula. Kondilus orang dewasa berbentuk elips
serta kasar, dengan sumbu panjang yang bersudut ke belakang antara lima belas
sampai tiga puluh derajat terhadap bidang frontal. Diperkirakan kedua ukuran
kondilus dan angulasinya sangat individual dan sering ada perbedaan antara kanan
dan kiri. Kondilus mandibula ukuran dan bentuknya bervariasi.
2. Diskus Artikularis
Letak kondilus mandibula tidak berkontak langsung dengan permukaan tulang
temporal, tetapi dipisahkan oleh suatu diskus yang halus disebut dengan meniscus
atau discus artikularis. Discus srticularis terletak diantara kondilus mandibula dan
fossa glenoidalis. Discus articularis terbagi dalam tiga bagian berdasarkan
ketebalannya. Bagian tengah adalah bagian paling tipis yang disebut zona
intermediate. Zona intermediate memisahkan bagian yang lebih tebal yang disebut
anterior band dan posterior band.
3. Fossa Glenoidalis
Kondilus mandibula membentuk persendian dengan bagian tulang temporal pada
dasar cranium. Bagian dari tulang temporal ini berbentuk cekungan yang di tempati
kondilus mandibula. Bagian inilah yang dikenal sebagai fossa glenoidalis. Fossa
glenoidalis cekung disebelah latero-median dan antero-posterior. Pada bagian yang
paling dalam dari fossa ini , tulangnya sangat tipis dan tidak dapat mendukung
mandibula. Fossa glenoidalis padat tetapi tipis dan tertutup oleh jaringan lunak yang
tipis sehingga struktur ini tidak dapat menahan beban besar.
4. Kapsul sendi
Kapsul sendi menutupi discuss articularis. Kapsul ini pada bagian atas menempel
pada rim fossa glenoidalis dan eminensia articularis. Pada bagian bawah menempel
pada kondilus. Pada bagian posterior menempel pada zona bilaminer. Disebelah
anterior, kapsul berhubungan dengan insersi otot pterygoideus lateralis. Desebelah
medial, kapsul sendi tipis dan disebelah lateral lebih tebal dan diperkuat oleh ligament
temporomandibula.
5. Ligamen ligamen sendi
Ligament merupakan jaringan ikat fibrous avaskuler yang kuat. Ada tiga ligament
yang berkaitan dengan TMJ, yaitu ligament temporomandibula, ligament
sphenomandibula dan ligament stylomandibula.
6. Membran synovial
Membrane synovial adalah membran sekretori khusus yang menyediakan nutrient,
pelumasan dan pembersihan untuk permukaan sendi serta menanggung beban.
Permukaan articular dari sendi dilumasi dan mendapat makanan dari cairan synovial
yang dikeluarkan ke kompartemen sendi oleh membrane synovial. Cairan synovial
disekresikan dengan jumlah yang cukup untuk bekerja sebagai pelumas. Cairan itu
juga membersihkan potongan potongan yang sudah rusak dan sel-sel katabolis.

7. Otot otot mastikasi


TMJ juga dikontrol oleh otot , terutama otot pengunyahan yang terletak disekitar
rahang dan sendi temporomandibula. Walaupun banyak otot pada kepala dan leher,
tetapi istilah otot mastikasi biasanya menunjuk pada 4 pasang otot, yaitu otot masseter
, otot temporalis, otot pterygoideus lateralis dan pterygoideus medialis
Terdapat dua kategori umum untuk penanganan disfungsi Temporomandibular joint, yaitu:
perawatan konservatif dan perawatan bedah. Perawatan konservatif meliputi cara terapi
fisik, obat-obatan dan mekanis. Sedangkan penanganan secara bedah ditujukan untuk
rekonstruksi, kasus trauma dan patologi tertentu dan untuk kelainan susunan bagian
dalam. Penderita dewasa, rekonstruksi dapat dilakukan dengan graft tulang
autologus/alogenik atau dengan prosthesis (Pedersen Gordon.W., 1988)
Sendi Temporomandibular
TMJ dibentuk oleh kondilus yang terletak pada tulang mandibula dan fossa pada tulang
temporal. Kedua tulang ini dipisahkan oleh discus artikularis. Sendi kiri dan kanan pada
mandibula dihubungkan oleh ligamen dan otot yang menghasilkan hubungan bilateral antara
satu bagian mandibula dengan kranium yang disebut Craniomandibular Articulation .
Struktur sendi temporomandibula terdiri dari fossa glenoidales, processus kondilodeus,
eminentia artikularis, kapsula arikularis, diskus artikularis, dan membran sinovial.

Gambar 1. Struktur Sendi Temporomandibula


Kondilus mandibula merupakan tulang dengan struktur elipsoid melekat pada ramus
mandibula. Bentuknya cembung pada seluruh permukaan, walaupun sedikit terlihat datar
pada permukaan bagian posterior, dan berbentuk seperti tombol lebih lebar pada daerah
mediolateral daripada anteroposterior. Kondilus berbentuk lonjong dan mempunyai poros
yang berorientasi mediolateral. Permukaan tulang artikular terdiri atas cekungan fossa

artikular dan bagian dari eminensia artikular. Meniskus adalah suatu suatu jaringan fibrosa,
berbentuk pelana yang merupakan struktur yang memisahkan kondilus dan tulang temporal.

Gambar 2 . Tulang kranial dan Tulang Mandibula 3


Kapsula artikularis merupakan jaringan ikat fibrous tipis berada di sekeliling sendi
temporomandibula dan secara anatomi dan berfungsi membatasi pergerakan sendi
temporomandibula. Kapsula melekat di posterior pada tulang temporal dan di inferior pada
leher kondilus. Membran sinovial menghasilkan cairan sinovial yang masuk kedalam celah
sendi melalui permukaan dalam kapsula. Fungsi lain kapsula artikularis adalah membatasi
cairan sinovial yang masuk kedalam permukaan artikular. Kapsula diperkuat oleh ligamen
temporomandibula pada saat sendi bergerak ke arah lateral .
Diskus Artikularis disusun oleh jaringan ikat fibrous avaskuler dan di sekeliling diskus
terdapat sedikit persarafan. Bila diskus artikularis yang normal dipotong secara sagital maka
akan terlihat gambaran bikonkaf. Pada penampang sagital, diskus artikularis dapat dibagi
menjadi 3 bagian berdasarkan ketebalannya. Daerah tengah merupakan daerah paling tipis
dan disebut zona intermediat, yang berfungsi sebagai tempat perlekatan permukaan
artikularis dari kondilus

Gambar 3. Posisi Normal Diskus Artkularis Adalah Posisi jam 12, Posisi Diskus
Artikularis Berhimpit dengan Puncak Kondilus pd Satu Garis Lurus
Ketebalan diskus sesuai antara zona anterior dan posterior pada zona intermediat. Zona
posterior sedikit lebih tebal dibandingkan zona anterior. Diskus artikularis terletak di antara
kepala kondilus dan fossa artikularis. Pada keadaan normal, permukaan artikular kondilus
terletak pada zona intermediat diskus artikularis, dan dibatasi oleh ketebalan bagian anterior
dan posterior.
Perlekatan pada bagian posterior diskus artikularis terletak pada jaringan ikat longgar yang
memiliki lebih banyak pembuluh darah dan persarafan. Hal ini dikenal dengan retrodiskal
tissue atau perlekatan posterior. Bagian atas disebut juga lamina superior, mengandung lebih
banyak elastin. Lamina superior melekat pada plat timpani. Bagian bawah perlekatan
posterior ini juga disebut lamina inferior. Bagian lateral dan medial dari diskus artikularis
menempel pada sisi kondilus untuk membantu menahan gerakan pasif yang mungkin terjadi
pada kondilus dan diskus artikularis.

Gambaran Radiografi
Anatomi TMJ yang dapat terlihat secara radiografi meliputi komponen dasar dari sendi
temporomandibula yaitu :

Komponen mandibula, termasuk kepala kondilus

Potongan Sendi Temporomandibular

Komponen tulang temporal termasuk Fossa Glenoidalis dan Eminensia Artikularis

Kapsul di sekitar persendian

Gb.4.Komponen tulang pada persendian dilihat dari samping B.Kepala kondilus


dilihat dari aspek anterior C.Basis rahang dilihat dari bawah. Fossa glenoidalis
(yang ditunjukkan oleh anak panah) dan angulasinya terhadap bidang koronal.

Gb.5. Diagram potongan sagital kanan TMJ


yang menunjukkan komponen-komponennya

Klinisi juga perlu mengetahui jenis dan luasnya pergerakan sendi dan bagaimana gambaran
dari sendi yang berubah karena berbagai gerakan tersebut. Untuk mendapatkan gambaran
radiografi dapat dilakukan dalam beberapa teknik pemotretan yaitu : transkranial,
transfaringeal, panoramik, tomografi, computed tomography (CT).
Teknik Panoramik untuk Mendeteksi Kelainan TMJ
Secara radio-patologis, terdapat beberapa kondisi pada hasil radiografi panoramik yang
dapat digunakan untuk mendeteksi kemungkinan adanya TMD. Kondisi tersebut adalah :\
1) Asimetri Mandibula, apabila tingkat asimetri dari mandibula kiri dan kanan pada
sebuah radiograf panoramik melebihi angka 6 %, hal ini menunjukkan adanya
asimetri yang nyata pada daerah fasial. Pengukuran dapat dilakukan secara sederhana
dengan menarik garis vertikal mulai dari puncak kondilus sampai dengan titik sudut
angulus mandibula kiri dan kanan. Kemudian selisih keduanya dihitung secara
prosentase, apabila kurang dari 6% kemungkinan asimetri ini terjadi karena elongasi

atau tidak tepatnya posisi kepala pasien pada saat pemotretan. Sedangkan selisih yang
besar menunjukkan adanya asimetri yang nyata pada tinggi kepala kondilus, dan perlu
dianalisa lebih lanjut untuk mendapatkan data pendukung lainnya sehingga dapat
diketahui tingkat abnormalitas yang terjadi.

Gambar 6. Klasifikasi Bentuk Kepala Kondilus


2) Perubahan Bentuk Kepala Kondilus, dalam arah sagital bentuk kepala kondilus
dapat diklasifikasikan ke dalam empat jenis : (a) adalah bentuk yang normal
didasarkan pada bentuk tulang kortikal pada kepala kondilus tampak halus dan bersih.
(b) tampak terjadinya flattening, sehingga kepala kondilus tampak menyudut dan
tidak lagi berbetuk cembung. (c) tampak terjadinya erosi yang ditandai tergerusnya
sebagian daerah kepala kondilus disertai penurunan densitas pada daerah tersebut. (d)
adalah bentuk osteophyte, yaitu tampak adanya pertumbuhan atau penonjolan di
bagian anterior dan atau superior dari permukaan kepala kondilus. Perubahan bentuk
yang terjadi ini menunjukkan terjadinya tekanan berlebih di area tertentu dari kepala
kondilus pada saat gerakkan fungsional, sehingga apabila terjadi dalam jangka waktu
yang lama dapat berdampak pada perubahan bentuk kepala kondilus.
3)

Asimetri Posisi Kondilus. Berdasarkan penilaian tingkat akurasi yang rendah,


radiograf panoramik tidak diindikasikan sebagai bahan referensi untuk menganalisa
posisi kondilus. Walaupun demikian, gambaran yang dihasilkan dapat dijadikan
sebagai bahan pembanding untuk melihat posisi kondilus pada kedua sisi.

Gambar 7. Eminensia Artikularis pada Radiografi Panoramik 24

4)

Perubahan Bentuk Eminensia Artikularis, tekanan yang berlebihan pada


pergerakan sendi temporomandibula dapat menyebabkan keausan pada daerah
eminensia artikularis. Melalui radiograf panoramik, kondisi flattening pada eminensia
akan tampak jelas.

5)

Perubahan Bentuk Processus Styloideus, sangat berkaitan dengan pergerakan otototot mastikasi. Bentuk processus yang membesar dan memanjang. Selain itu
perbedaan yang terjadi pada kedua sisi dapat membantu menunjukkan tingkat
keparahan yang terjadi di antara kedua sendi.

PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik harus diperhatikan beberapa hal termasuk:

Gerakan rahang bawah. Perlu diperhatikan apakah terdapat deviasi gerakan ke

anterior, posterior, medial, ataupun lateral


Maloklusi rahang bawah, dan susunan gigi yang abnormal
Apakah ada spasme otot leher ipsilateral atau gerakan mengatupkan gigi dengan

berlebihan
Range of motion (batas pergerakan sendi). Batas pergerakan normal saat membuka
mulut adalah 5 cm pada dewasa, sedangakan gerakan ke lateral 1 cm. Beberapa ahli
mengatakan bahwa kurang dari 4 cm merupakan gangguan sendi pada dewasa,

sedangkan lainnya mengatakan bahwa kurang dari 3,5 cm baik pada dewasa maupun

anak-anak
Palpasi pada sendi untuk menentukan ada tidaknya spasme otot, gerakan sendi dan
otot yang kaku, krepitasi serta bunyi sendi. Apabila bunyi sendi tidak jelas dapat di
lakukan auskultasi.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah rutin dapat menunjukkan keadaan infeksi. Rheumatoid factor
(RF), Erythrocite Sedimentation Rate (ERF), antinuclear antibody (ANA), untuk
menunjukkan adanya Rheumatoid arthritis, temporal artheritis, atau gangguan jaringan ikat
yg lain. Pemeriksaan asam urat untuk melihat ada tidaknya Gouty arthritis atau pseudogout.
Pemeriksaan arthrocentesis dilakukan untuk melihat kristal spesifik dalam sendi.
Pemeriksaan radiologi yang sering dilakukan adalah radiografi konvensional untuk
melihat struktur tulang.
Dynamic high-resolution USG untuk melihat morfologi dan fungsi dari sendi,
meniskus, kondilus, serta muskulus ptrigoid lateral.
CT scan dapat melihat struktur tulang maupun jaringan lunak pada persendian.
MRI dapat mengidentifikasi meniskus dalam berbagai keadaan, baik morfologi,
lokasi, pergerakan, saat menutup maupun membuka mulut. Dislokasi meniskus selalu dapat
diidentifikasi dengan MRI. MRI juga dapat digunakan untuk membandingkan pergerakan
sendi kiri dan kanan sehingga dapat mendeteksi asimetris.

TERAPI

Terapi Medis
Kebanyakan Gangguan sendi temporomandibular dapat sembuh sendiri dan tidak
bertambah buruk. Perawatan yang sederhana termasuk perawatan gigi dan mulut sendiri,
rehabilitasi untuk menghilangkan spasme otot adalah yang dibutuhkan. Obat-obatan anti
inflamasi non steroid (AINS) juga dapat digunakan
Disisi yang lain Gangguan yang kronik memerlukan pendekatan multi disiplin
termasuk ahli bedah, dokter gigi, fisioterapis, psikolog, dll.
Obat-obatan yang sering digunakan antara lain:

AINS, Ibuprofen atau naproxen diberikan secara reguler 2-4 minggu dengan tapering

off),
pelemas otot, seperti diazepam diberikan dengan dosis minimal
dan antidepresan trisiklik, diberikan dosis rendah dalam jangka waktu yang panjang
pada keadaan nyeri yang kronik. Obat ini bekerja menghamba transmisi nyeri dan
mengurangi bruxisme. Amitriptilin dan nortriptilin adalah obat yang sering

digunakan.
Botulinum toxin digunakan sebagai pengobatan tunggal maupun sebagai adjuvant
pada arthsrocentesis.

Splint Oklusal
Splint Oklusal atau dikenal dengan nightguards/ bruxisme orthotics dapat dibagi 2
kelompok yakni splint reposisi anterior,dan splint anteroposisional. Meskipun mekanisme
kerjanya tidak dapat dijelaskan dengan pasti tapi diduga perubahan pada distribusi tenaga saat
menggigit, hubungan oklusi, serta perubahan pada struktur dan tenaga persendian memainkan
peranan untuk mengurangi nyeri.
Injeksi asam hyaluronid sering digunakan, namun perlu penelitian lebih lanjut untuk
terapi ini.

Terapi Bedah
Sasaran dari terapi bedah adalah merekontstruksi keadaan sendi. Penanganan bedah
konservatif memiliki angka kesuksesan sampai 90%.

Menikoplasty
Pembedahan dilakukan melalui insisi preaurikular dan dilakukan arthrotomi.
Dilakukan mobilisasi meniskus dengan melepaskan perlekatan, kemudian meniskus dijahit
lebih ke posterolateral. MRI post operasi memperlihatkan bahwa reposisi meniskus tidak
permanen, dan tingkat kesuksesan operasi ini kemungkinan berhubungan dengan melepaskan
perlekatan.
Menisektomi
Prosedur ini dilakukan jika mensikus tidak dapat di mobilisasi dengan baik, atau
terjadi kebocoran atau kerusakan pada meniskus. Pada prosedur ini dapat dilakukan flap
menggunakan otot temporal sebagai pengganti meniskus, meskipun dengen prosedur
menisektomi tanpa flap hasilnya memuaskan.

Materi artifisial
Penggunana materi artifisial untuk menggantikan meniskus, meskipun sudah mulai
ditinggalkan karena menimbulkan banyak komplikasi.

Pembedahan arthtroskopi
Saat ini telah dikembangkan teknik arthtroskopi. Dimana lavage dapat dilakukan
untuk mengeluarkan zat penyebab inflamasi, serta obat antiinflamasi dapat di suntikkan
lansgung ke persendian yang meradang, kemudian dapat dilakukan insisi pada perlekatan.

Penggantian sendi
Dilakukan penggantian seluruh material sendi dengan bahan artifisial.

Fisioterapi
Selain untuk edukasi pasien dan mengendalikan nyeri, tujuan utama dari fisioterapi adalah
menstabilkan sendi dan mengembalikan mobilitas, kekuatan, daya tahan, serta fungsi sendi.
Beberapa modalitas untuk tujuan ini adalah Latihan relaksasi menggunakan elektromiografi
(EMG) biofeedback, pemijatan friksi, penggunaan gelombang ultrasonik,
electronic nerve stimulation (TENS), hipnotis, dan terapi psikologis.

transcutaneus

Gambar 2 Fungsi Sendi temporomandibular

2.2 Temporomandibular Disorder (TMD)


TMJ disorder adalah suatu gangguan yang sering ditemukan dalam praktek dokter gigi
sehari- hari. Penderita dengan ganggua n ini akan merasa tidak nyaman walaupun gangguan
ini jarang disertai dengan rasa sakit yang hebat. Pada zaman modern ini dimana kita sudah
memasuki era globalisasi, semakin banyak penyakit yang dihadapi para dokter gigi salah satu
diantaranya yaitu TMJ disorder.
Penyakit ini sering dijumpai pada sebagian besar orang dewasa, sepertiga orang
dewasa melaporkan adanya satu atau lebih tanda- tanda dari gangguan pada daerah TMJ
yang meliputi rasa sakit pada rahang, leher, sakit kepala dan bunyi kliking pada sendi
mandibula. Beberapa dari orang yang memiliki tanda tanda tersebut tidak
menghiraukannya, tetapi beberapa pengobatan non invasive dapat mengurangi rasa sakit yang
mereka derita. Terapi psikologi, dan relaksasi dapat berguna sebagai pengobatan pada
penyakit ini. Tidak a da pengobatan secara khusus yang dilakukan kecuali jika penyakit yang

diderita sudah menunjukkan gejala- gejala yang membahayakan,


tindakan pembedahan.

maka harus dilakukan

Kelainan TMJ ada beberapa jenis yaitu diantaranya ankilosis, dislokasi mandibula,
hiperplasia kondilus, hipoplasia kondilus dan fraktur kondilus. Jika kita membandingkan
antara gejala yang ditimbulkan dengan perawatan sampai harus diambil tindakan
pembedahan maka seolah- olah penyakit ini terkesan sangatlah berbahaya. Untuk itu penulis
akan mencoba untuk menguraikan apa etiologi, perawatan dan seberapa bahayakah penyakit
ini sampai harus dilakukan tindakan pembedahan.
Istilah Temporomandibular Disorders (TMD) diusulkan oleh Bell pada tahun 1982,
yang dapat diterima oleh banyak pakar. Gangguan sendi rahang atau TMD adalah
sekumpulan gejala klinik yang melibatkan otot pengunyahan, sendi rahang, atau keduanya.
TMD adalah kejadian yang kompleks dan disebabkan oleh banyak faktor. Perawatan TMD dapat
mencapai keberhasilan bilafaktor-faktor penyebab tersebut dapat dikenali dan dikendalikan.Untuk itu seorang
dokter gigi harus melakukan anamnesa yang seksama untuk mencari penyebab utama terjadinya TMD,
sebelummelakukan perawatan
Kelainan sendi rahang ( Temporomandibular Joint Disorder melibatkan otot-otot pengunyahan ,
sendi rahang, atau keduanya. Hal ini dianggap sebagai penyebab utama dari nyeri wajah yang tidak
disebabkan oleh kelainan gigi di daerah mulut. Tanda tanda dan gejala kelainan ini dapat ditemukan pada
semua usia, dengan rentang 5-90 tahun. Penelitian terhadap populasi epidemik menunjukkan 75% penduduk
mengalami sekurang-kurangnya satu tanda kelainan sendi ini (suara sendi,nyeri,dll). Dapat dilihat bahwa
kelainan itu dapat terjadi pada usia muda dan makin tua kian parah.
Faktor-faktor etiologi Temporomandibular disorder (kelainan TMJ)
1. Kondisi oklusi.
Dulu oklusi selalu dianggap sebagai penyebab utama terjadinya TMD, namun akhir-akhir ini
banyak diperdebatkan
2. Trauma
Trauma dapat dibagi menjadi dua :

Macrotrauma : Trauma besar yang tiba-tiba dan mengakibatkan perubahan struktural,


seperti pukulan pada wajah atau kecelakaan.

Microtrauma : Trauma ringan tapi berulang dalam jangka waktu yang lama,
seperti bruxism dan clenching. Kedua hal tersebut dapat menyebabkan microtrauma pada
jaringan yang terlibat seperti gigi, sendi rahang, atau otot.
3. Stress emosional
Keadaan sistemik yang dapat mempengaruhi fungsi pengunyahan adalah peningkatan stres
emosional. Pusat emosi dari otak mempengaruhi fungsi otot. Hipotalamus, sistem retikula,
dan sistem limbik adalah yang paling bertanggung jawab terhadap tingkat emosional
individu. Stres sering memiliki peran yang sangat penting pada TMD.

Stres adalah suatu tipe energi. Bila terjadi stres, energi yang timbul akan disalurkan ke
seluruh tubuh. Pelepasan secara internal dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
psikotropik seperti hipertensi, asma, sakit jantung, dan/atau peningkatan tonus otot kepala
dan leher. Dapat juga terjadi peningkatan aktivitas otot nonfungsional seperti bruxism atau
clenching yang merupakan salah satu etiologi TMD.
4. Deep pain input

Aktivitas parafungsional
Aktivitas parafungsional adalah semua aktivitas di luar fungsi normal (seperti mengunyah,
bicara, dan menelan), dan tidak mempunyai tujuan fungsional. Contohnya adalah bruxism,
dan kebiasaan-kebiasaan lain seperti menggigit-gigit kuku, pensil, bibir, mengunyah satu sisi,
tongue thrust, dan bertopang dagu. Aktivitas yang paling berat dan sering menimbulkan
masalah adalah bruxism, termasuk clenching dan grinding. Beberapa literatur membedakan
antara bruxism dan clenching. Bruxism adalah mengerat gigi atau grinding terutama pada
malam hari, sedangkan clenching adalah mempertemukan gigi atas dan bawah dengan keras
yang
dapat
dilakukan
pada
siang
ataupun
malam
hari.
Pasien yang melakukan clenching atau grinding pada saat tidur sering melaporkan adanya
rasa nyeri pada sendi rahang dan kelelahan pada otot-otot wajah saat bangun tidur.
Tanda dan gejala TMD dapat ditemukan pada semua tingkatan usia, dari anak-anak hingga
lansia. Gejala TMD paling banyak diderita oleh populasi yang berusia antara 20-40 tahun,
dengan jumlah penderita wanita lebih banyak daripada pria.
Pada anak-anak bruxism bersifat self-limiting, yang ditunjukkan oleh suatu penelitian yang
dilakukan pada 126 anak bruxism berusia 6-9 tahun di mana 5 tahun kemudian hanya 17 anak
yang
masih
melakukan
bruxism namun
tanpa
disertai
keluhan
TMD.
Pada anak bruxism yang juga disertai keluhan nyeri kepala, perlu dilakukan pemeriksaan
fungsi mastikasi dan TMD-nya untuk mengetahui apakah ada hubungan antara keduanya.
Bila ternyata tidak ada hubungan, anak tersebut harus dirujuk ke spesialis lain.
Sehubungan dengan adanya rasa nyeri, beberapa peneliti menemukan bahwa 70-85 % pasien
TMD sering merasakan nyeri kepala dan 40 % melaporkan adanya nyeri wajah. Nyeri
tersebut bertambah pada saat membuka dan menutup mulut. 50 % pasien TMD
sering mengeluhkan nyeri telinga, namun pada saat diperiksa tidak ditemukan tanda infeksi.
Bunyi sendi juga sering dilaporkan oleh pasien TMD ,tanpa atau disertai rasa nyeri. Pening
(dizziness) juga dilaporkan oleh 40 % pasien, selain itu 33 % melaporkan telinga terasa
penuh dan berdengung.
Gejala-gejala tersebut lokasinya berada di daerah orofasial namun karena tidak berada dalam
rongga mulut seperti sakit gigi, maka pasien tidak mencari pengobatan ke dokter gigi
melainkan ke dokter umum atau spesialis lain seperti THT, neurologi, rehabilitasi medik
maupun chiropractor.

Nyeri kepala adalah masalah yang paling sering dijumpai. Nyeri kepala bukan suatu
gangguan, namun suatu gejala yang disebabkan oleh gangguan tersebut. Jadi sebelum
perawatan dilakukan, penyebab nyeri kepala harus diidentifikasi dahulu. Banyak penelitian
yang dilakukan untuk mengetahui apakah nyeri kepala merupakan salah satu gejala TMD.
Dari hasilnya didapati bahwa 70-85% pasien TMD menderita nyeri kepala, dan nyeri kepala
rekuren lebih sering terjadi pada pasien TMD. Salah seorang peneliti menyatakan bahwa
gejala nyeri kepala dan leher berkurang setelah pasien mendapat perawatan untuk sendi
rahangnya.
Studi di Finlandia menemukan bahwa banyak pasien TMD mengalami overdiagnosis dan
overtreatment karena tanda dan gejala TMD sering tidak betul-betul dipahami oleh para
praktisi. Namun karena TMD banyak berhubungan dengan mastikasi, dokter gigilah yang
merupakan tenaga medis pertama yang harus dapat mendiagnosa dan merawat pasien dengan
tanda dan gejala TMD

Anatomi

Pada sendi temporomandibular disorder, ada 6 komponen pembentuk utama, keenam komponen
tersebut adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Condylus mandibula
Permukaan articular di tulang temporal
Capsul
Articular disk
Ligamen
Lateral pterygoid

Tulang tengkorak disambung satu sama lain oleh sambungan yang tidak dapat bergerak atau sering disebut
dengan sutura. Kecuali sebuah tulang wajah yaitu mandibula atau rahang bawah. Mandibula ini membentuk
dengan tulang temporal sehingga disebut dengan sendi mandibula.

Penyebab
Kelainan pada sendi ini bisa mengenai sendi dan otot-otot yang berada disekitarnya. Sebagian besar
penyebab dari kelainan sendi temporomandibular adalah gabungan dari ketegangan otot dan kelainan
anatomis pada sendi, kadang disertai faktor psikis. Kelainan ini paling sering terjadi pada wanita berusia 20-50
tahun. Gejala gejalanya bisa berupa sakit kepala, nyeri tumpul pada otot-otot pengunyah dan sendi keceklik
atau terkunci. Kadang nyeri lebih dirasakan di dekat sendi daripada di dalamnya. Kelainan sendi
temporomandibuler bisa merupakan penyebab sakit kepala yang hilang timbul, yang tidak memberikan
respon terhadap pengobatan medis biasa.

Perjalanan penyakit
Selama mengunyah, pergerakan mandibula secara spesifik seperti pergerakan dua sendi temporal
mandibular. Sisi dari mandibular yang bergerak ke lateral mengarah pada pergerakan rotasi, sementara bagian
yang lain mengarah ke salah satu yang lain agar seimbang pada sisi yang lain. Setiap sendi didalam tubuh
memiliki gerakan yang terbatas. Jika rahang terbuka terlalu lebar pada waktu yang lama atau terbuka secara
tiba-tiba, ligamen bisa tersobek. Bahkan ketika rahang terbuka secara normal, ada dislokasi sebagian di sendi
temporal mandibular. Bagaimanapun juga , rahang terbuka di luar aromanya, dislokasi bisa terjadi.
Tanda dan gejalanya
-

Mengurangi kemampuan membuka rahang (hypomobility)


Nyeri saat diam atau istirahat atau rahang dibuka/ di tutup
Rahang berbunyi apabila di buka atau di tutup
Gigi sensitif
Gigitan tidak nyaman
Sakit kepala terus-menerus

Obat:
Obat yang umum digunakan termasuk NSAID, relaksan otot, dan antidepresan trisiklik. Baru-baru ini,
suntikan botulinum toksin telah digunakan, dalam beberapa kasus sebagai tambahan untuk arthrocentesis
Ibuprofen dan naproxen yang umum digunakan NSAID. Mereka bekerja dengan baik bila diberikan secara
teratur selama 2-4 minggu dengan lancip bertahap daripada dasar prn. Narkotika yang disediakan untuk pasien
dengan nyeri akut yang parah dan harus digunakan dengan hemat.
Perelaksasian otot yang umum digunakan adalah diazepam, Methocarbamol, dan cyclobenzaprine. Dosis
efektif terendah harus digunakan pada awalnya. Efek yang merugikan termasuk sedasi, depresi dan
kecanduan.
Antidepresan trisiklik, dalam dosis rendah, telah digunakan secara efektif untuk waktu yang lama dalam
kondisi yang menyakitkan kronis. Mereka bertindak dengan menghambat transmisi rasa sakit dan juga dapat
mengurangi bruxism di malam hari. Amitriptyline dan nortriptyline, dalam dosis kecil, antidepresan trisiklik
yang paling umum digunakan untuk kondisi yang menyakitkan kronis.
Toksin botulinum digunakan baik sebagai pengobatan tunggal dan dalam hubungannya dengan
arthrocentesis. Tidak ada studi terkontrol yang ada dari penggunaan obat ini di TMD. Seperti tercantum dalam
artikel oleh Schwartz dan Freund, perawatan harus dilakukan untuk mengisolasi otot dengan benar dan
menyuntikkan dosis yang tepat. Para penulis tidak tahu ada skala besar double-blind terkontrol mengenai hal
ini, namun beberapa studi open-label telah tampak menjanjikan. Sebuah studi terkontrol menjanjikan pada
nyeri wajah yang terkait dengan hiperaktif pengunyahan memang menunjukkan manfaat yang signifikan
untuk toksin botulinum. Namun, pasien tidak didiagnosis dengan TMD dan tidak mungkin untuk
membedakan mana pasien memenuhi kriteria diagnostik untuk TMD.

2.3 Bruxism
Bruxism atau yang lebih sering dikenal dengan istilah kerot (tooth grinding), adalah
mengatupkan rahang atas dan rahang bawah yang disertai dengan grinding (mengunyahkan)
gigi-gigi atas dengan gigi-gigi bawah. Bruxism adalah kebiasaan bawah sadar ( sering tidak
disadari ) walaupun ada juga yang melakukannya ketika tidak tidur. Bruxism dapat dilakukan
dengan tekanan keras sehingga menimbulkan suara yang keras, akan terjadi keausan gigi
yang parah dan berlangsung dalam waktu cepat.
Prevalensi bruxism di kalangan populasi yang normal belum banyak diketahui. Ada
yang melaporkan hingga 5-20% pada beberapa populasi, yang kejadiannya kurang lebih sama
antara laki-laki dan perempuan. Akan tetapi, beberapa menyatakan bruxism lebih banyak
dilakukan oleh perempuan.

Penyebab Bruxism
Pada beberapa individu agaknya bruxism bersifat herediter. Ada laporan yang menyatakan
bahwa anak-anak dari orang tuanya tidak mengerot.
Olkinuora mengklasifikasikan pada para pelaku bruksisme menjadi 2 kelompok, yaitu
: (1) kelompok yang kegiatan bruxismnya dikaitkan dengan kondisi stres yang dialami, dan
(2) kelompok yang kegiatan bruksismenya tidak berhubungan dengan kondisi stres. Dia
menyimpulkan bahwa bruksisme yang sifatnya herediter lebih sering terjadi pada kelompok
yang tidak berkaitan dengan kondisi stres. Namun, dari berbagai pemeriksaan psikometrik
tidak ada kenyataan yang membuktikan bahwa pasien yang melakukan bruksisme mengalami
gangguan kepribadian atau sakit mental atau semacamnya.
Hubungan antara kondisi emosional dan tegangan otot agaknya lebih mudah untuk dipahami.
Beberapa laporan menunjukkan bahwa peningkatan tegangan otot masseter berhubungan
langsung dengan kondisi stres harian. Ada satu penelitian yang membuktikan bahwa
meningkatnya stres (yang ditunjukkan dengan kandungan epinefrin di urin) berkolerasi
dengan meningkatnya aktivitas otot maseter pada malam hari. Penelitian-penelitian tersebut
secara konsisten menunjukkan kuatnya hubungan antara aktivitas otot masseter yang
nonfungsional (dikunyah tapi tidak untuk mengunyah makanan) dengan stres.
Pada penelitian lain , ada yang menghubungkan antara faktor predisposisi dalam rongga
mulut, yang berupa hubungan oklusal yang malrelasi atau adanya sangkutan oklusal atau
interferens, yang dapat memicu terjadinya bruksisme jika dikombinasikan dengan stres atau
kondisi cemas. Pada salah satu penelitian, terapi dengan menggunakan splin gigitan (night
guard) secara signifikan mengurangi tingkat bruksisme ketika splin tersebut dipakai, tapi jika
splin dilepas , bruksisme kembali terjadi. Penelitian penelitian selanjutnya membuktikan
bahwa respons pasien-pasien bruksisme terhadap terapi oklusal dengan alat splin sangat
bervariasi.

Akibat Bruksisme
Akibat bruksisme dapat berupa : (1) sakit pada otot pengunyahan, sakit kepala, dan sakit pada
telinga ; (2) gangguan bentuk gigi, karena bruksisme menyebabkan mahkota gigi menjadi
pendek dan hilang nilai estetikanya, gigi menjadi sensitif. Email menipis akibat aktivitas
grinding sehingga dentin menjadi terbuka; (3) gigi menjadi lebih sensitif terhadap dingin,
tekanan, dan stimulus lainnya; (4) fraktur gigi dan tambalan. Tekanan besar yang dihasilkan
oleh aktivitas bruksisme dapat menyebabkan patahnya gigi dan pecahnya tambalan, dan (5)
gangguan pada sendi TMJ. Gangguan ini biasanya dirasakan ketika mengunyah atau
berbicara.
Gambar...

Penanggulangan Bruksisme
Ada 3 macam pendekatan untuk menanggulangi pasien dengan bruksisme. Pendekatan
perilaku biasanya diawali oleh dokter giginya melalui penjelasan dan menyadarkan pasien
akan kebiasaan yang dilakukannya. Dapat pula dianjurkan pada pasien untuk mendapatkan
terapi perilaku yang spesifik, seperti hipnosis , biofeedback, dan semacamnya. Pendekatan
secara emosional dapat diawali dengan cara bimbingan psikologi. Hal ini bertujuan agar
pasien dapat mengelola stresnya. Pendekatan interseptif , meliputi menawarkan peralatan
night guard atau bite guard (splin stabilisasi maksila) untuk melindungi permukaan gigi dan
untuk mengurangi atau untuk menyebarkan tekanan yang terbentuk di sistem muskuloskeletal
akibat bruksisme. Ada beberapa kenyataan bahwa peralatan tersebut secara signifikan
menurunkan kebiasaan bruksisme pada beberapa individu. Pada penerapannya, night guard
dipakai lebih banyak untuk bruksisme yang dilakukan malam hari dibanding dengan
kebiasaan parafungsi siang hari. Dari hasil suatu penelitian disebutkan bahwa tekanan kunyah
pada saat tidur 6 kali lebih besar daripada tekanan kunyah saat terjaga.
Penyesuaian oklusal berperan penting dalam perawatan bruksisme jika terdapat
kontak prematur, khususnya jika oklusal prematur tersebut berkaitan dengan restorasi gigi
yang kurang baik.
Terapi oklusal, bahkan setelah digabungkan dengan bimbingan psikologis dan terapi perilaku,
mungkin tidak efektif pada sebagian pasien. Pada pasien yang tidak berrespons terhadap
perawatan diatas, pemakaian night guard hanya bermanfaat untuk menanggulangi efek
destruksi bruksisme.
Bruxism dapat menyebabkan beberapa komplikasi dental, oral, maupun fasial. Kondisi ini
sering merupakan sumber sakit kepala, kerusakan
restoratif , penyebab kegagalan

gigi yang membutuhkan perawatan

implan , dan bahkan rasa sakit pada leher dan TMJ

( Rosenthal, 2007; Herrera dkk ., 2006).

Berbagai studi memperlihatkan pula berbagai faktor resiko yang memperburuk


bruxism sperti merokok, kafein dan konsumsi alcohol. Telah diketahui bahwa bruxism terjadi
pula pada anak-anak dengan prevalensi sebesar 14% - 20%. Selama periode gigi campuran,
kemungkinan kerusakan akibat pengunyahan terjadi, tetapi gigi sulung memiliki ketebalan
email yang cukup besar dan keausan jarang terlihat sampai usia remaja dewasa. Sedang pada
orang dewasa prevalensi menurun menjadi 3%-5%. Prevalensi bruxism menurun sesuai
dengan meningkatnya usia. Bruxism selama tidur adalah suatu aktivitas mandibular dengan
mengerotkan gigi-gigi atau mengatupkan rahang dengan keras selama tidur yang dapat
mengarah ke komplikasi gigi, mulut

dan fasial. Penanganan awal bruxism sebaiknya

diarahkan pada identifikasi penyebab gangguan disfungsi tidur dan kerja untuk mengurangi
berbagai faktor yang dapat mempengaruhi pola tidur. Berbagai faktor tersebut seperti
konsumsi alkohol, kafein, merokok, stres, pergantian waktu kerja, sakit, kondisi medis,
kelainan psikiatrik dan lain-lain.
Bruxism merupakan respons kecemasan terhadap stres lingkungan, dan faktor
emosional seperti cemas, ketakutan, frustasi, semua ini telah dilaporkan berhubungan secara
jelas dengan hiperaktivitas otot malam hari.
Bruxism jika dilanjutkan dalam jangka waktu yang cukup lama maka dapat mengakibatkan
abrasi gigi permanen. Ketika kebiasaan tersebut berlangsung hingga masa dewasa maka
mengakibatkan penyakit periodontal dan atau gangguan temporomandibular joint. Pasien
yang mengalami bruxism, biasanya tidak menyadari kebiasaan buruk yang dimiliki tersebut,
walaupun bruxism kadang-kadang diikuti dengan suara yang mengganggu, namun pasien
yang bersangkutan seringkali baru mengetahui kebiasaan yang dimilikinya itu dari orang tua
atau teman tidurnya.

Pada saat tidur di malam hari, biasanya penderita akan mengeluarkan suara gigi- gigi
yang beradu. Bila dilihat secara klinis tampak adanya abrasi pada permukaan atas gigi
geligi rahang atas dan rahang bawah. Bila lapisan email yang hilang cukup banyak dapat
timbul rasa nyilu pada gigi gigi yang mengalami abrasi. Kadang terlihat adanya jejas atau
tanda yang tidak rata pada tepi lidah.
Berdasarkan tipe gerakannya , ada bruxism yang memperlihatkan gerakan grinding
dan ada juga yang memperlihatkan gerakan static clenching, lebih banyak pada perempuan
daripada laki-laki yang menggrinding giginya, tetapi lelaki dan perempuan yang melakukan
clenching jumlahnya sama. Clark menegaskan bahwa bruxism tipe clenching yang
berhubungan dengan kontraksi muskulus yang kuat dan berkelanjutan adalah lebih
berbahaya. Bruxism lebih sering dimiliki oleh kaum wanita dibandingkan pria.
Etiologi Bruxism
Pada beberapa individu kebiasaan bruxism bersifat herediter. Anak anak yang
memiliki orangtua dengan kebiasaan bruxism lebih cenderung melakukan kerot daripada
anak yang orang tuanya tidak mengerot.
Hubungan antara kondisi emosional dan tegangan otot sepertinya lebih mudah untuk
dipahami. Peningkatan tegangan otot masseter berhubungan langsung dengan kondisi stress
harian. Ada suatu penelitian yang menunjukkan bahwa meningkatnya stres ( yang
ditunjukkan dengan kandungan epinefrine di urin) berkolerasi dengan meningkatnya aktivitas
otot masseter pada malam hari. Penelitian penelitian tersebut secara konsisten menunjukkan
kuatnya hubungan antara aktivitas otot masseter yang nonfungsional (dikunyahkan tapi tidak
untuk mengunyah makanan) dengan stres. Pada penelitian lain, ada yang menghubungkan
antara faktor predisposisi dalam rongga mulut, yang berupa hubungan oklusal yang malrelasi
atau adanya sangkutan oklusal atau interferens , yang dapat memicu terjadinya bruxism jika
dikombinasikan stres atau kondisi cemas.
Pada anak anak, kadang kebiasaan ini timbul pada masa gigi-geligi sedang tumbuh.
Berikut ini adalah empat penyebab terjadinya bruxism, antara lain :
1. Faktor psikologis
Etiologi dari bruxism termasuk kebiasaan, stress emosional (misalnya respon
terhadap kecemasan, ketegangan, kemarahan, atau rasa sakit), parasomnia
(gangguan tidur yang muncul pada mbang batas antara saat terjaga dan tidur,
misalnya gangguan mimpi buruk dan gangguan berjalan sambil tidur). Menurut
beberapa penelitian yang dianggap berkaitan dengan manifestasi dari bruxism,
antara lain gangguan kepribadian, meningkatnya stress, adanya depresi, dan
kepekaan terhadap stress.

Anak- anak yang memiliki kebiasaan bruxism ternyata memiliki tingkat


kecemasan yang lebih pada anak-anak yang tidak memiliki kebiasaan bruxism.
Tanda- tanda bruxism seperti tingkat kecemasan yang tinggi, temporomandibular
disorders, dan kerusakan gigi sebaiknya dirawat pada masa kanak-kanak sebelum
menjadi masalah ketika anak telah tumbuh dewasa.
2. Faktor morfologi
Oklusi gigi geligi dan anatomi skletal orofasial dianggap terkait dalam penyebab
dari bruxism. Perbedaan oklusal,gangguan oklusal yang bentuknya dapat berupa
trauma oklusal ataupun tonjol yang tajam, gigi yang maloklusi secara historis
dianggapsebagai penyebab paling umum dari bruxism . Disharmoni lokal antara
bagian-bagian sistem alat kunyah yang berdampak pada peningkatan tonus otot di
region tersebut juga dipandang sebagai salah satu faktor neurokimia tertentu, yaitu
obat-obatan. Efek samping dari obat yang akan menimbulkan bruxism adalah
amfetamin yang digunakan dalam mengatasi gangguan attention
deficit/hyperactivity (ADHD) seperti methylphenidate dan pemakaian jangka
panjang serotonin.

Anda mungkin juga menyukai