Anda di halaman 1dari 15

DAFTAR ISI

I.

Pendahuluan..2

II.

Anatomi.2

III.

Fisiologi.6

IV.

Temporomandibular Joint Disorder...6

V.

Prognosis....14

VI.

Kesimpulan.14

VII. Daftar Pustaka...16

I.

Pendahuluan

Sendi temporomandibula (temporomandibular joint) yang juga dikenal sebagai sendi


rahang, merupakan sendi bi-arthroidal yang berfungsi untuk menggerakan rahang agar kita
dapat melakukan kegiatan seperti mengunyah, menelan, berbicara, dan menguap. Gangguan
dari sendi temporomandibula disebut sebagai temporomandibular joint disorder (TMD) dan
ditandai dengan nyeri hebat dan hilangnya fungsi sendi tersebut.
Secara epidemiologi prevalensi TMD di Asia melebihi 75.8%. Di Amerika Serikat
75% dari populasinya mempunyai setidaknya satu gejala TMD. Pada penelitian TMD pada
kaum lansia di Indonesia, hasil menunjukkan bahwa 68% mempunyai gejala-gejala TMD
(Himawan, Laura. 2007).

II.

Anatomi

Anatomi TMJ dapat dibagi menjadi prosesus kondiloideus, ligamen disekeliling


sendi, otot, dan persarafan sendi temporomandibula, dan suplai darah pada sendi
temporomandibula. (Drake, Richard., 2008)
Gambar 1. Anatomi Sendi Temporomandibula

i.

Prosesus kondiloideus
Prosesus kondiloideus adalah tonjolan dari tulang mandibula yang berarah ke
superior-posterior, berbentuk cembung, dengan panjang 20mm medio-lateralis.
Prosesus kondiloideus berartikulasi dengan tulang temporal tengkorak. Permukaan
artikulasi tulang temporal dibagi menjadi dua yaitu fossa mandibularis dan eminensia
artikularis. Fossa mandibularis adalah bagian cekung arah anterio-posterior medio-lateralis.
Eminensia artikularis adalah permukaan bawah tulang temporal dari anterior fosa
mandibularis dan meluas sampai posterior, dibatasi oleh eksternal akustikus meatus.
Diantara prosesus kondiloideus dan tempat artikulasi terdapat meniskus. Meniskus
adalah jaringan kolagen avaskuler yang berbentuk oval dan berfungsi untuk menstabilisasi
kondilus terhadap permukaan artikular, maka dari itu bentuk meniskus menyesuaikan
2

dengan bentuk permukaan tulang temporal dan mandibula. Keberadaan meniskus diantara
tulang juga menciptakan rongga sendi (joint space) pada superior dan inferior meniskus.
Disekeliling meniskus terdapat ligamen kapsular, tendon muskulus pterigoideus eksternus,
muskulus maseter, dan muskulus temporalis.
ii. Otot
Otot-otot yang berhubungan dengan sendi temporomandibula adalah otot-otot
mengunyah (muscles of mastication), yaitu masseter, pterygoid, dan temporalis.

Gambar 2. Otot Pterygoid


iii. Ligamen
Ligamen yang berfungsi untuk menstabilisasi sendi temporomandibula adalah
ligamen kapsular, ligamen temporomandibula, ligamen sfenomandibula, dan ligament
stylomandibula.
Ligamen kapsular, sesuai dengan namanya, membentuk kapsul menyelimuti
sendi temporomandibula dari pinggir fossa mandibularis sampai dibawah kolum mandibula.
Ligamen tersebut terbuat dari jaringan ikat berserat putih. Isi kapsul adalah cairan sinovial.
Ligamen temporomandibula berlekatan pada arkus zygomaticuz pada bagian
superior dan kolum mandibular pada bagian bawah. Pada bagian lateral ligament ini

berhubungan dengan kelenjar parotis sedangkan pada bagian medial berhubungan dengan
ligamen kapsular.
Ligamen sphenomandibula melekat pada spina angularis os sphenoidalis pada
bagian atas dan bagian lingual dari foramen mandibula pada bagian bawah. Bentuk ligamen
ini tipis dan pipih.
Ligamen stylomandibula berbentuk bulat dan panjang. Pada bagian atas
melekat ke prosesus stiloideus os temporalis dan bagian bawah melekat ke angulus
mandibula.

Gambar

3.

Anatomi
ligamen

Gambar 4. Ligamen
iv. Suplai Darah
Suplai darah sendi temporomandibula berasal dari arteri maxillaris interna
yang merupakan cabang dari arteri karotis eksterna. Pembuluh darah melewati jaringan ikat
longgar dibelakang meniskus. Arteri ini terbagi atas 3 bagian yaitu: Pars mandibularis yang
berjalan mulai dari bagian belakang kolum mandibula sampai ke fosa infratemporalis, Pars
pterigoideus yang berada di dalam fosa infratemporalis, Pars pterygopalatinus yang berada
di dalam fosa pterigopalatina.

Gambar 5.

Anatomi Suplai Darah

dan Percabangannya
v. Persarafan
Persarafan

sensorik

sendi

temporomandibula

dilakukan

oleh

nervus

aurikulotemporal yang merupakan percabangan dari nervus mandibularis (percabangan dari


nervus trigeminus). Saraf-saraf yang mempunyai fungsi proprioseptif pada sendi tersebut
adalah nervus aurikulotemporal dan nervus maseterikus.

Gambar 6. Anatomi Saraf

III. Fisiologi
Sendi temporomandibula berfungsi untuk membantu pergerakan mandibula. Ketika
kedua rahang tertutup, kondilus berada di tengah fossa glenoid. Ketika rahang terbuka,
kondilus akan berotasi di dalam fossa glenoid, dan akan translasi ketika rahang terbuka
secara maksimal. Normalnya jarak maksila dan mandibular ketika terbuka adalah 40mm
atau sama dengan jarak tiga jari (jari telunjuk sampai jari manis) pada garis pertengahan
5

diantara kedua incisor pertama di maksila dan mandibula. Hasil abnormal adalah ketika
rahang terbuka dengan jarak kurang dari dua jari.

IV. Temporomandibular Joint Disorder


i.
Etiologi
TMD adalah suatu kelainan sendi temporomandibular yang sebabnya dapat
diklasifikasikan lagi menjadi subkategori (Cawson. R.A., 2008), yaitu:
a.
Sebab pertama adalah terbatasnya pergerakan sendi temporomandibular untuk
sementara (trismus), yang dengan sendirinya mempunyai etiologi trauma, inflamasi, obatobatan, dan tetanus.
b.
Sebab kedua adalah dislokasi sendi, yang dapat disebabkan oleh EhlersDanlos Syndrome dan trauma.
c.
Sebab ketiga adalah terbatasnya pergerakan sendi temporomandibular yang
bersifat persisten. Hal tersebut mempunyai etiologi radiasi.
d.
Sebab keempat dan yang paling sering ditemukan adalah arthritis, terutama
rheumatoid arthritis dan kebiasaan-kebiasaan buruk pada rahang (bruxism, mengunyah pada
satu sisi, memakan makanan keras). Penyebab lain-lain adalah neoplasia dan condylar
hiperplasi.
ii.
Patofisiologi
Patofisiologi TMD berbeda-beda sesuai dengan etiologinya, maka dari itu penjelasan
patofisiologi akan dibagi sesuai dengan etiologinya. (Cawson, R.A., 2008)

Gambar 7. TMJ dan berbagai patologinya


ii.a. TMD yang Disebabkan Oleh Pergerakan Sendi
Temporomandibula yang Terbatas (Sementara)
6

Terbatasnya pergerakan sendi untuk sementara dapat disebabkan oleh infeksi dan
inflamasi, yang paling sering berupa perikoronitis akut yang terasosiasi dengan spasme otot
masseter, gondok (mumps), abses submaseter, dan injeksi blok submandibular. Perikoronitis
adalah inflamasi dari operkulum yang disebabkan oleh trauma seperti gigitan atau
terkumpulnya sisa-sisa makanan dibawah operculum. Infeksi dapat menyebar ke kelenjar
getah bening submandibular dan ke otot masseter sehingga menyebabkan spasme otot dan
trismus. Gondok (mumps) adalah inflamasi dari kelenjar parotis, sehingga menyebabkan
terhambatnya pergerakan rahang. Abses submaseter disebabkan oleh infeksi yang menyebar
dari daerah buccal ke ruangan submaseter, atau oleh fraktur mandibula. Injeksi blok
submandibular menyebabkan inflamasi otot di sekitar sendi disertai edema, karena efek
iritatif dari anestesi.
Terbatasnya pergerakan sendi untuk sementara juga dapat disebabkan oleh trauma,
yakni fraktur unilateral dari leher condylar, fraktur kepala condyle (bilateral), dan bilateral
atau unilateral dislokasi dari kepala condylar ke pertengahan fossa kranial. Fraktur unilateral
dari leher condylar menghasilkan terbatasnya pergerakan sendi disertai deviasi rahang ke
area yang sakit. Fraktur kepala condyle (bilateral) menghasilkan penampakan anterior open
bite. Bilateral atau unilateral dislokasi dari kepala condylar menghasilkan terhalangnya
seluruh pergerakan rahang. Fraktur mandibular juga dapat mengganggu pergerakan rahang.
Sebab ketiga adalah tetanus yang menyebabkan spasme otot mengunyah. Sebab
terakhir adalah obat-obatan. Contohnya adalah Metoclopramide.
ii.b. TMD yang Disebabkan oleh Dislokasi Sendi
Biasanya dislokasi anterior sendi temporomandibula disebabkan oleh pukulan ke
rahang. Dislokasi juga dapat disebabkan oleh kegiatan menguap yang terlalu lebar sehingga
ligamen tidak dapat memuat tarikan mandibular. Epilepsi juga dapat menyebabkan dislokasi
karena gerakan tubuh yang tak terkendali. Sindrom Ehlers-Danlos menyebabkan dislokasi
karena abnormalitas pembentukan kolagen, sehingga sendi akan longgar dari fossa
mandibularis.
ii.c. Terbatasnya Pergerakan Sendi Temporomandibula yang Bersifat Persisten
Persistensi tersebut disebabkan oleh radiasi yang menyebabkan rusaknya jaringanjaringan otot mengunyah, dan diakhiri oleh fibrosis otot (fibrous ankylosis) sehingga sendi
tidak dapat digerakkan.
ii.d. Arthritis
TMD dapat disebabkan oleh rheumatoid arthritis, yaitu inflamasi kapsul sendi yang
dicetuskan oleh proses autoimun. Proses tersebut menghasilkan adanya eksudat limfosit,
neutrophil, dan sel-sel plasma dalam cairan synovial. Sel-sel kondrosit dan matriks
7

intrseluler akan mati, mengakibatkan permukaan kondilus menjadi irreguler. Lamakelamaan meniskus akan hancur, inflamasi ligamen dan tendon menyebabkan fibrous
ankylosis sehingga sendi menjadi tidak stabil.
Selain itu, TMD juga dapat disebabkan oleh osteoarthritis, yang biasanya terjadi
pada lansia. Pada osteoarthritis seringkali terjadi kegagalan perbaikan tulang rawan (yang
disebabkan oleh trauma) atau karena proses degeneratif.
ii.e Penyebab Lain-Lainnya
Salah satu penyebab adalah condylar hyperplasia, yaitu pertumbuhan abnormal dari
tulang kondiloideus. Penyebab lainnya adalah neoplasia condyle atau sendi kapsul.
Neoplasia menghambat lancarnya gerakan sendi. Kebiasaan seperti bruxism dan mengunyah
hanya menggunakan satu sisi juga dapat mencetuskan TMD. Bruxism disebabkan oleh stress
dan terjadi ketika pasien tidur. Bruxism juga dapat disebabkan oleh gangguan sistem
dopaminergik di basal ganglia, yang dicetuskan oleh merokok atau amfetamine. (Shelpa,
Shetty., 2010)
iii. Tanda dan gejala
Tanda-tanda utama TMD adalah sebagai berikut:
a.
pembengkakan di daerah sendi temporomandibula
b.
eritema kulit di bagian rahang yang sakit
c.
rasa nyeri pada sendi ketika di palpasi
d.
hipertrofi, atrofi, atau paralisis otot-otot mengunyah
e.
suara popping atau crepitus ketika membuka rahang
f.
asimetri wajah
g.
abnormalitas oklusal (unilateral posterior open bite, crossbite, acquired
anterior open bite, dan perubahan garis pertengahan anterior)
h.
Deviasi ketika membuka mulut, yaitu kondisi dimana mandibula akan condong
ke kiri atau ke kanan ketika membuka mulut. Hal ini disebabkan oleh perubahan pergerakan
prosesus kondiloideus di fossa glenoid.
Unilateral posterior open bite, dikenal juga sebagai apertognathia, adalah kondisi
dimana terlihat pada oklusal gigi bagian distal atas dan bawah tidak dapat menyatu, biasanya
pada sisi yang sama seperti sisi TMJ yang bermasalah. Jika posterior open bite terlihat di
sisi yang berlawanan dengan TMJ yang bermasalah maka dinamakan contralateral
apertognathia.
Crossbite adalah ketika gigi di maksila dan mandibula tidak sejajar ketika dilihat
dalam posisi menggigit, ini dikarenakan adanya hemihipertrofi leher kondilus sehingga satu
sisi rahang mandibula lebih panjang dari yang lain. Hipertrofi juga dapat berupa neoplasma.
Anterior open bite adalah kondisi dimana gigi-gigi atas dan bawah bagian labial
tidak dapat menyatu, dapat disebabkan oleh bilateral fraktur dari condyle atau rheumatoid
arthritis yang menyebabkan hilangnya panjang condyle.
Gejala-gejala utama TMD adalah sebagai berikut:
8

a.

rasa nyeri bahkan ketika rahang dalam posisi netral/istirahat, ketika rahang

dibuka, atau ketika mengunyah


b.
suara berdengung di telinga
c.
rasa sakit telinga atau sakit kepala
d.
terbatasnya pembukaan rahang
e.
perubahan wajah (asimetri)
f.
tidak dapat mengunyah seperti biasanya (karena faktor nyeri atau hilangnya
lentur rahang)
g.
rahang tidak bisa ditutup secara maksimal
iv. Diagnosis
Diagnosis TMD dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
iv.a. Anamnesis
Anamnesis TMD meliputi identitas, keluhan utama, riwayat penyakit, riwayat
kesehatan dan riwayat kesehatan gigi dan mulutnya. Selain itu, perlu ditanyakan tentang
perawatan gigi yang pernah didapatkan, riwayat penggunaan gigi palsu dan gigi kawat, dan
kebiasaan (bruxism, mengunyah permen karet, mengunyah menggunakan satu sisi).
Anamnesis juga harus mencakup pertanyaan-pertanyaan spesifik untuk gejala-gejala TMD,
yakni:
a.

Nyeri pada daerah TMJ

b.

Nyeri yang dirasakan saat membuka mulut

c.

Adanya clicking sounds saat menggerakan rahang

d.

Kesulitan untuk membuka mulut secara maksimal

e.

Sakit kepala

f.

Nyeri pada bagian leher dan punggung

iv.b. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan

fisik

dimulai

dengan

inspeksi

adanya

kelainan

sendi

temporomandibular. Yang perlu diperhatikan adalah gigi, sendi rahang, dan otot pada wajah
dan kepala. Apakah pasien menggerakan mulutnya dengan nyaman selama berbicara atau
pasien seperti membatasi gerakan dari rahang bawahnya.
Setelah inspeksi dilakukan palpasi. Palpasi paling penting dilakukan ke otot-otot
mengunyah (masticatory muscles), dengan cara palpasi kanan dan kiri pada sendi dan otot
wajah dan kepala. Otot-otot mengunyah meliputi:
9

otot temporalis (anterior, media, dan posterior)

arkus zigomatikus

otot masseter

otot sternokleidomastoid

otot trapezius

otot pterygoid lateral dan medial

Tes yang lebih spesifik dalam mendeteksi sumber nyeri TMD adalah melalui
muscular resistance testing. Hasil dari tes tersebut terbagi menjadi lima bagian, yaitu:

Resistive opening (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada ruang inferior

m. pterigoideus lateral)

Resistive closing (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada m. temporalis, m.

masseter, dan m. pterigoideus medial)

Resistive lateral movement (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada m.

pterigoideus lateral dan medial yang kontralateral)

Resistive protrusion (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada m.

pterigoideus lateral)

Resistive retrusion (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada bagian

posterior m. temporalis)

Pemeriksaan fisik selanjutnya adalah auskultasi. Bunyi sendi TMJ terdiri dari

clicking dan krepitus. Clicking adalah bunyi singkat yang terjadi pada saat membuka
atau menutup mulut, bahkan keduanya. Krepitus adalah bersifat difus, yang biasanya
berupa suara yang dirasakan menyeluruh pada saat membuka atau menutup mulut bahkan
keduanya. Krepitus menandakan perubahan dari kontur tulang seperti pada osteoarthritis.
Clicking dapat terjadi pada awal, pertengahan, dan akhir membuka dan menutup mulut.
Bunyi klik yang terjadi pada akhir membuka mulut menandakan adanya suatu pergeseran
yang berat. TMJ clicking sulit didengar karena bunyinya halus, maka dapat didengar
dengan menggunakan stetoskop.
Setelah

itu

dapat

dilakukan

pemeriksaan

Range

of

Motion

dari

sendi

temporomandibula. Hal ini dilakukan dengan cara membuka mulut secara maksimal.
10

Normalnya pergerakan TMJ halus tanpa nyeri atau bunyi. Yang harus diperhatikan adalah
maximal interticisal opening (secara aktif dan pasif), lateral movement, dan protrusio
movement. (Julianti et al. 2008)
iv.c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis TMD adalah
sebagai berikut:
a.

Transkranial Radiografi

Pada transkranial radiografi, menggunakan sinar X, untuk dapat menilai kelainan,


yang harus diperhatikan antara lain:
0

- Condyle pada TMJ dan bagian pinggir kortex harus diperhatikan

- Garis kortex dari fossa mandibularis dan sendi harus dilihat.

- Struktur condyle mulus, rata, dan bulat, pinggiran kortex rata.

- Persendian tidak terlihat karena bersifat radiolusen.

- Perubahan patologis yang dapat terlihat pada condyle diantaranya flattening,


lipping.
0

Biasanya pada transkranial radiografi sangat khas ditemukan ciri-ciri

rheumatoid arthritis (ciri-ciri degeneratif), seperti flattening condyle dan penebalan dari
permukaan kepala condyle dan fossa mandibularis (eburnasi). Kombinasi tersebut
memberikan penampakan bird beak appearance. Neoplasma akan memberikan gambaran
adanya pertumbuhan abnormal, bukan degenerasi.

b. Panoramik Radiografi

Panoramik radiografi menggunakan sinar X, dapat digunakan untuk melihat

hampir seluruh regio maxilomandibular dan TMJ. Kelemahan dari pemeriksaan ini antara
lain :

1. Terdapatnya bayangan atau struktur lain pada foto X ray.

2. Fenomena distorsi, dimana terjadi penyimpangan bentuk yang sebenarnya


terjadi akibat goyang saat pengambilan gambar.

yang

11

3. Gambar yang kurang tajam.


Kelainan yang dapat dilihat antara lain fraktur, dislokasi, osteoatritis, neoplasma,
kelainan pertumbuhan pada TMJ.
c.

CT Scan

CT Scan menggunakan sinar X, merupakan pemeriksaan yang akurat untuk melihat


kelainan tulang pada TMJ.

v.
Tatalaksana dan Pencegahan
Penatalaksanaan TMD dibagi menjadi dua, yaitu tatalaksana bedah dan non-bedah.
Tatalaksana non-bedah meliputi terapi splint, terapi fisik, terapi elektro, dan
farmakoterapi. Terapi splint yang juga dikenal sebagai occlusal splint therapy (Boero RP,
1989) merupakan tindakan non infasif dimana splint yang terbuat dari silikon dibuat sesuai
dengan cetakan gigi bagian maksilaris. Ketika splint dipakai, otot-otot rahang akan rileks,
mengurangi sakit kepala dan leher, dan gigi-gigi akan terlindungi apabila pasien mempunyai
kebiasaan bruxism. Splint tersebut juga dapat membantu condyle kembali ke posisi
sebenarnya.
Terapi lainnya adalah terapi fisik, dimana pasien dapat diedukasi untuk melakukan
gerakan-gerakan tertentu yang dapat membantu rahang untuk bergerak lebih leluasa dan
bebas nyeri. Gerakan-gerakan adalah seperti berikut:
a.
Pasien meletakkan kompres hangat ke bagian kepala atau leher yang sakit
untuk melemaskan otot yang tegang (selama lima menit)
b.
Pasien meletakkan kepalan tangannya dibawah dagu. Mulut dibuka dan
kepalan tangan harus memberi resistensi. Gerakan ini diulang 30 kali.
c.
Pasien meletakkan kepalan tangannya didepan dagu. Mandibula digerakan
kedepan dan belakang dengan resistensi oleh kepalan tangan. Gerakan ini diulang 30 kali.
d. Pasien meletakkan kepalan tangan di dagu kiri. Rahang mandibular digerakkan
ke kiri dengan resistensi tangan. Gerakan diulangi ke arah kanan. Diulang sebanyak 30 kali.
Terapi lainnya adalah electrotherapy dimana stimulasi listrik diberikan ke saraf-saraf
yang bersangkutan, dalam hal ini nervus aurikulotemporal. Stimulasi listrik dapat
meredakan nyeri karena manipulasi saraf sensorik dan memicu pengeluaran endorfin
sehingga nyeri hilang secara alami. Namun menurut penelitian terapi ini tidak begitu efektif
dibandingkan dengan terapi lainnya. (Medlicott, Marega., 2006)
Pengobatan secara medikamentosa tergantung oleh etiologi TMD sendiri, tetapi
secara umum diberikan obat pereda nyeri golongan NSAID seperti ibuprofen atau natrium
diklofenac. Jika dicetuskan oleh stress maka dapat diberikan obat anti anxiety. Jika
12

disebabkan oleh rheumatoid arthritis maka dapat diberikan obat NSAID, DMARD
(methotrexate), atau steroid.
Tatalaksana bedah meliputi artroskopi, artrotomi, dan bedah ortognatik. Artroskopi
adalah tindakan bedah dimana sebuah kamera (artroskop) dimasukkan kedalam sendi agar
sumber masalah dapat diketahui. Biasanya dokter bedah akan memanipulasi sendi untuk
menyingkirkan penyebab TMD. Artrotomi juga dikenal sebagai artroplasti, adalah tindakan
bedah dimana dilakukan insisi pada rahang agar sendi dapat terlihat. Dokter bedah kemudian
akan memotong bone spur dan membersihkan fibrosis yang ada agar anatomi TMJ kembali
normal. Bedah ortognatik (corrective jaw surgery) adalah prosedur dimana rahang maksila
dan/atau mandibular akan dipotong sesuai kebutuhan dan akan direposisi agar bentuk rahang
ideal tercapai.
Pencegahan dapat dicapai melalui edukasi pasien. Pertama, pasien harus diedukasi
tentang cara mengunyah yang benar (tidak hanya di satu sisi). Kedua, apabila pasien
mengalami TJD karena bruxism, maka etiologinya harus ditangani (merokok, obstructive
sleep apnea, dan stress). Ketiga, pasien harus sadar kapan sedang dalam kondisi
mengencangkan rahang. Ketika sadar, maka pasien harus secara aktif melemaskan
rahangnya. Keempat, pasien tidak boleh menambah beban rahang dengan mengunyah
permen karet atau menggigit kuku. Kelima, pasien dianjurkan untuk makan makanan lunak.
Etiologi lainnya seperti infeksi dapat dicegah melalui vaksinasi (MMR) dan perawatan gigi
secara optimal.

V.

Prognosis
Prognosis pasien dengan TMD tergantung dari etiologinya. Etiologi seperti bruxism

atau kebiasaan-kebiasaan seperti mengencangkan rahang dan mengunyah permen karet,


maka prognosisnya baik. Jika TMD disebabkan oleh penyakit kronis seperti rheumatoid
arthritis, condylar hyperplasia, neoplasma, maka prognosisnya tidak baik.

VI.

Kesimpulan

Temporomandibular Joint Disorder (TMD) adalah suatu kelainan fungsi dari sendi
temporomandibular yang disebabkan oleh infeksi dan inflamasi, trauma, sindrom Ehlers
Danlos, radiasi, neoplasia, atau rheumatoid arthritis. TMD mempunyai tanda-tanda khas
yakni pembengkakan di TMJ, nyeri TMJ ketika di palpasi, asimetri wajah, maloklusi,
hipertrofi atau atrofi otot-otot mengunyah. Gejala-gejala TMD adalah nyeri di TMJ (terutama
saat membuka mulut), terdengar suara clicking saat membuka rahang, sakit kepala dan
leher, telinga berdengung, sulit membuka mulut secara lebar, dan kesulitan mengunyah.
TMD dapat di diagnosis melalui anamnesia, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang yang seksama. Pada bagian anamnesia, penting untuk ditanyakan riwayat penyakit
sekarang dan dahulu, riwayat perawatan gigi, kebiasaan-kebiasaan yang merupakan faktor
13

resiko TMD (bruxism, stress, makan makanan yang keras), dan gejala dan tanda TMD. Pada
bagian pemeriksaan fisik perlu dilakukan inspeksi gerakan rahang, palpasi otot-otot
mengunyah, auskultasi bunyi clicking pada pergerakan rahang, muscle resistance testing,
dan tes Range of Motion. Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu penegakkan
diagnosis TMD adalah panoramik radiografi, transkranial radiografi, dan CT Scan.
Tatalaksana TMD dibagi menjadi dua, yaitu non bedah dan bedah. Tatalaksana non
bedah meliputi penggunaan occlusal splint, terapi fisik, elektroterapi, dan farmakoterapi.
Tatalaksana bedah meliputi artrotomi, bedah ortognatik, dan artroskopi.
Pencegahan TMD dapat dilakukan melalui edukasi pasien agar kebiasaan-kebiasaan
yang merupakan faktor resiko dapat diberantas, seperti mengurangi stress, berhenti
mengencangkan rahang, berhenti makan-makanan yang terlalu keras atau hanya mengunyah
menggunakan satu sisi. Etiologi lainnya seperti infeksi dapat dicegah dengan vaksinasi
(MMR) atau perawatan gigi yang rutin. Sayangnya etiologi lainnya seperti rheumatoid
arthritis tidak dapat dicegah.

VII. Daftar Pustaka


1.

Himawan, Laura Susanti, Lindawati S. Kusdhani, and Nina Ariani.


"Temporomandibular Disorders in Elderly Patients." TMD in Elderly

2.

Patients 16.4 (2007): 237.


Drake, Richard L. Gray's Atlas of Anatomy. Philadelphia: Churchill

3.

Livingstone, 2008.
Cawson, R. A., and E. W. Odell. Cawson's Essentials of Oral Pathology

4.

and Oral Medicine. 8th ed. Edinburgh: Churchill Livingstone, 2008.


Julianti, Riri. et al. "Temporomandibular Joint Disorders." GIGI Dan

5.

MULUT. Pekanbaru, 2008


Boero RP. The physiology of splint therapy: a literature review. Angle
Orthod. 1989;59:165-180.

14

6.

"Temporomandibular Joint Surgery." Journal of Oral and Maxillofacial


Surgery 70.11 (2012): 204-31. Journal of Oral and Maxillofacial Surgery.

7.

AAOMS.
"Physical Therapy for TMD (Tempormandibular Disorder)." Physical
Therapy

for

TMD

(Tempormandibular

Disorder).

<http://www.taylorviewdentistry.com/Catalog/physical-therapy-for-tmd8.

tempormandibular-disorder.aspx>.
Medlicott, Marega S, and Susan R Harris. "A Systematic Review of the
Effectiveness of Exercise, Manual Therapy, Electrotherapy, Relaxation
Training, and Biofeedback in the Management of Temporomandibular

9.

Disorder." Physical Therapy 86.7 (2006): 955-73.


Barkin S, Weinberg S (2000). Internal derangements

of

the

temporomandibular joint: The role of arthroscopic surgery and


10.

arthrocentesis. Journal of the Canadian Dental Association, 66: 199203.


Shetty, Shilpa, Varun Pitti, C. L. Satish Babu, G. P. Surendra Kumar, and
B. C. Deepthi. "Bruxism: A Literature Review." The Journal of Indian
Prosthodontic Society (2010): 141-48. Print.

15

Anda mungkin juga menyukai