ODONTEKTOMI
Vertikal impaksi terjadi pada hampir 63% kasus, distoangular impaksi terjadi
25%, mesioangular impaksi terjadi pada 12% kasus. Posisi yang lain namun
terjadi hanya kurang dari 1% seperti : transverse, inverted, dan horizontal.
Impaksi vertikal dan distoangular lebih mudah diekstraksi sementara
mesioangular lebih sulit. Mesioangular impaksi lebih sulit karena tulang yang
diatas gigi imnpaksi yang harus dibuang atau diekspansi terletak di posterior dari
gigi (lebih sulit dibandingkan distoangular atau vertikal impaksi).
Posisi M3 maksila dalam arah bukopalatal juga menentukan tingkat
kesulitan ekstraksi. Kebanyakan M3 maksila menyudut ke bukal aspek dari
alveolar prosesus, yang membuat tulang diatas area tersebut tipis dan
menjadikannya mudah untuk diekstraksi atau diekspansi. Terkadang impaksi gigi
M3 maksila menyudut ke aspek palatal dari prosesus alveolar. Hal ini membuat
gigi lebih sulit untuk diekstraksi, karena sejumlah besar tulang harus dihilangkan
untuk mendapatkan akses ke gigi.
Langkah 2 :
Pengambilan Tulang Diatas Gigi Impaksi. Setelah soft tissue diangkat,
surgeon harus menentukan bagian tulang mana yang akan diambil. Pada
beberapa kasus, gigi bisa langsung dipotong dengan chisel tanpa harus
dilakukan pengambilan tulang. Pengamilan tulang dilakukan dengan
menggunakan drill. Alat yang biasa digunakan handpiece with adequate
speed, high torque, round bur no.8, dan telah disterilkan dengan steam
autoclave. Tulang yang diatas permukaan oklusal, bukal, dan distal
dibuang lebih dulu (gbr.9-45). Jarang dilakukan pada bagian lingual
karena membahayakan lingual nerve. Untuk gigi maksila, tulang yang
pertama diambil bagian bukal kebawah sampai servikal line dan terlihat
mahkota klinisnya. Karena tulang di maksila tipis, pengambilan tulang
bisa dengan chisel atau hand instrumen.
Langkah 3 :
Pemotongan Gigi. Dilakukan dengan bur atau chisel. Bur jangan
digunakan untuk memotong dalam arah lingual. (skali lg ad lingual nerve-
nya). Impaksi gigi maksila jarang dilakukan pemotongan gigi, karena
lapisan tulang biasanya tipis dan relative elastis. Secara umum impaksi
gigi dimanapun berada, pemotongan biasanya dilakukan pada servikal
line. Hal ini akan memudahkan pengambilan bagian mahkota, mendorong
bagian akar ke ruang yang ditempati bagian mahkota, kemudian
mengangkat bagian akar. Pada kasus mesioangular yang cenderung sulit,
pemotongan dilakukan pada bagian distal setengah mahkota gigi sampai
ke bawah cervical line dari aspek distal. Setelah bagian distal diangkat,
small straight elevator disisipkan ke purchase point pada mesial aspek M3,
dan gigi diangkat dengan gerakan rotasi dan lever dengan elevator (gbr 9-
46). Pada kasus horizontal impaksi setelah tulang yang diinginkan diambil,
gigi dipotong tepat di servikal line, kemudian pengangkatan bagian gigi
sama dengan pengambilan gigi secara umum (gbr 9-47). Pada kasus
vertical impaksi gigi dipotong menjadi bagian mesial dan distal (gbr 9-48).
Langkah 4 :
Pengambilan Potongan Gigi dengan Elevator. Setelah tulang dibersihkan
dan gigi dipotong, langkah selanjutnya adalah mengangkat potongan gigi
dengan dental elevator. Pada mandibula elevator yang biasa digunakan
adalah straight elevator, the paired Cryer elevator, dan Crane pick.
Perbedaan pengambilan gigi impaksi dengan ekstraksi biasa adalah pada
pengambilan gigi impaksi hampir tidak diperlukan luksasi gigi untuk
tujuan ekspansi bucal or linguocortical plate. Karena tulang telah dibuang
dan gigi telah dipotong. Pemberian tekanan yang eksesive malah akan
membahayakan gigi M2 sebelahnya dan keseluruhan mandibula. Elevator
didesain bukan untuk memberikan tekanan berlebih pada gigi akan tetapi
untuk mencungkil gigi atau akar gigi kearah yang diinginkan dengan
tekanan yang sesuai.
Langkah 5 :
Debridement of Wound and Wound Closure. Setelah gigi impaksi
diangkat, langkah berikutnya adalah pembersihan wound (soket) dari
semua debris yang mungkin ada dari pecahan tulang dan lainnya.
Pembersihan dengan irigasi salin sterile dan pembersihan mekanis dengan
periapikal kuretase. Tulang hasil kuretase harus halus dan pinggirannya
tidak tajam. Sebuah mosquito hemostat dapat digunakan untuk mengambil
sisa dental folikel.
Penutupan insisi adalah penutupan yang dilakukan pertama kali. Jika
disain flap baik dan tidak traumatized maka flap akan dengan mudah
dikembalikan ke tempat asalnya. Penjahitan awal dibuat melalui attach
tissue / perlekatan jaringan pada aspek posterior dari M2, jahitan tambahan
dilakukan ke belakang dari posisi tersebut dan kedepan melalui papila
pada sisi mesial dari M2. Biasanya 3-4 jahitan diperlukan untuk menutup
flap bedah.
Teknik Odontektomi
1. Pembuatan Mukoperiosteal Flap
Untuk kelas I dan kelas II posisi A dan B : insisi dimulai dari ¾
inci dari sisi distal M3 sebelah lingual linea oblique eksterna ke
pertengahan dari sisi distal M3 kemudian mengelilingi M3 bagian
bukal sampai interproksimal M3 dan M2 lalu turun ke arah
muccobukal fold dengan sudut 45 derajat ke arah mesial.
Untuk kelas I dan II posisi C dan kelas II posisi A, B, C : insisi ¾
inci dari distal M2 sebelah lingua oblique eksterna ke pertengahan
sisi distal M2 kemudian mengelilingi M2 bagian bukal ke
interproksimal M2 dan M1 lalu turun dengan sudut 45 derajat ke
arah mukobukal fold.
2. Pengambilan Tulang
Dapat dilakukan dengan : bor, pahat, atau kombinasi bor dan pahat.
Pengambilan tulang pada kelas I & II posisi A / B di bagian distal dan
bukal. Pada kelas I & II posisi C dan kelas III posisi A, B, C pengambilan
tulang pada bagian distal, bukal, dan korona.
3. pengeluaran Gigi
Dapat secara intoto atau dengan separasi.
Intoto (secara utuh) tulang merupakan fulcrum (titik tumpu)gigi
diangkat keatas lalu didorong ke distal.
Separasi gigi dipecah lebih dahulu, lalu diambil sebagian-
sebagian (splinting teknik)
Gambar II.9(a): Akar Gigi Wisdom Tooth Rahang Bawah yang Masih Pendek
.
Alat yang dibutuhkan
3. Bur bulat
5. Bone file
6. Pinsent chirurgi
7. Suction
8. Tang molar RB
9. Bein
10.Suture
Set Tambahan
Daftar pustaka
Pertiwi ASP, Sasmita IS. Penatalaksanaan kekurangan ruangan pada gigi
impaksi
1.1 secara pembedahan dan ortodontik. Indonesian Jurnal of Oral
and Maxillofacial Surgeon 2004:229-30
Beek GCV. Morfologi gigi 2nd ed. Editor: Andrianto P. Alih Bahasa:
Yuwono L.
Jakarta:EGC;1996,p.101