Anda di halaman 1dari 70

Vol.10, No.1, Februari 2018 ISSN 2085.

546X

Diterbitkan Atas Kerjasama


Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala Dengan
Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia
ISSN 2085-546X
Pelindung
Dr. drg. Cut Soraya, Sp. KG
Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Unsyiah
Penanggung Jawab
drg. Sri Rezeki, Sp. PM
Wakil Dekan I Fakultas Kedokteran Gigi Unsyiah
Ketua Penyunting
Dr. drg. Munifah Abdat, MARS
Wakil Ketua Penyunting
drg. Rachmi Fanani Hakim, M.Si
Penyunting Ahli
Prof. drg. Bambang Irawan, Ph.D
Prof. Dr. drg. Narlan Sumawinata, Sp. KG
Prof. Boy M. Bachtiar, Ph.D
Prof. Dr. drg. Eki S. Soemantri, Sp. Ortho
Dr. drg. Rasmi Rikmasri, Sp. Pros (K)
Prof. Dr. Coen Pramono, Sp. BM
Prof. Dr. drg. Dewi Nurul, MS, Sp. Perio
drg. Gus Permana Subita, Ph.D, Sp. PM
Prof. Dr. drg. Hanna H. B. Iskandar, Sp. RKG
Prof . Dr. drg. Retno Hayati, Sp. KGA
Penyunting Pelaksana
drg. Sarinah Rambe
drg. Ahmad Fauzi Muharriri, Sp. KG
drg. Rizki Dumna
drg. Siti Coryniken
drg. Asmaul Husna
drg. Sartika
Desain Grafis
drg. Rizky Darmawan
Pelaksana Tata Usaha
Nurmalawati, ST
Muhammad Aulia Azmi

SEKRETARIAT REDAKSI:
Cakradonya Dental Journal
Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Syiah Kuala
Darussalam Banda Aceh
Aceh-Indonesia
23211
TELEPHONE/ FAX:
0651 7555183
EMAIL:
cdj.fkg@unsyiah.ac.id
WEBSITE:
Jurnal.unsyiah.ac.id/cdj
From Editor’s Desk

Cakradonya Dental Journal (CDJ) diterbitkan oleh Fakultas Kedokteran Gigi sebagai media
komunikasi ilmiah untuk pemajuan dan perkembangan intelektualitas civitas akademika antar
perguruan tinggi, peneliti dan stakeholder yang mengetengahkan tentang kesehatan gigi dan
mulut serta keilmuan lain yang terkait. CDJ telah terkoneksi dengan Open Journal System (OJS)
Unsyiah sehingga Anda dapat menikmati fasilitas online sekaligus versi paper dari jurnal
pertama FKG Unsyiah ini. Kesemuanya menarik dan memberikan kita informasi terkini yang
berpengaruh terhadap kesehatan rongga mulut dan tubuh secara sistemik.

Sebagaimana sebelumnya, volume 10 no 1 ini senantiasa menyuguhkan tentang penelitian


pengembangan kedokteran gigi dan korelasi ilmu kesehatan integrasi mencakup bidang;
Konservasi, Kesehatan Masyarakat, Biologi Oral, Ortodonsia, Prostodonsia, Dental Material,
Periodonsia dan Bedah Mulut. Semoga informasi yang CDJ ketengahkan pada edisi ini dapat
menambah hasanah pengetahuan Anda.

Thank you for submit your manuscript and considering it for review. We appreciate your
time and look forward to your next publish. We are delighted welcome your precious
manuscript for publication in 2018 second edition.

Salam Sehat,

Dr.drg Munifah Abdat, MARS


Editor In Chief
ISSN 2085-546X

Cakradonya Dental Journal


Volume 10 Februari 2018 Nomor 1

DAFTAR ISI

Pengaruh Perasan Bawang Putih (Allium Sativum L.) Sebagai Bahan Irigasi
Saluran Akar Dalam Menghambat Pertumbuhan
Enterococcus Faecalis Secara In Vitro ...................................................................................... 1-9
Cut Soraya, Santi Chismirina, Rizki Novita

Hubungan Penilaian Persepsi Estetika Oral Dengan Keadaan Maloklusi


Menggunakan Oral Subjective Index Scale (OASIS) dan Dental Aesthetic Index (DAI)
(Studi Pada Remaja Usia 16-17 Tahun di SMAN Kota Banda Aceh) ....................................... 10-17
Rafinus Arifin, Herwanda, Cut Rindi Tefani

Pengetahuan Dan Sikap Ibu Mengenai Gigi Sulung Anaknya Serta


Kemauan Melakukan Perawatan)............................................................................................. 18-26
Munifah Abdat

Gambaran Early Childhood Caries (ECC) di Posyandu Terintegrasi PAUD


(Pendidikan Anak Usia Dini) Kecamatan Sijunjung Kabupaten Sijunjung
Sumatera Barat (Preliminary Study Pengembangan Surveilans ECC
di Kabupaten Sijunjung Sumatera Barat Pada Bulan Juli 2013) .......................................... 27-30
Arymbi Pujiastuty

Topografi Dentin Setelah Penyikatan Dengan Sodium Lauryl Sulfate Pada


Berbagai Durasi Waktu Ditinjau Dengan Atomic Force Microscopy ................................... 31-37
Abdillah Imron Nasution, Basri A. Gani, Firda Asbarini

Penatalaksanaan Amelogenesis Imperfekta: Laporan Kasus .................................................. 38-43


Elin Hertiana

Perubahan pH Saliva Sebelum dan Sesudah Mengkonsumsi Buah Pisang Ayam


(Musa Acuminata Colla) Pada Mahasiswa FKG Unsyiah Angkatan 2014 ............................ 44-48
Afrina, Santi Chismirina, Nura Shara Amirza

Penggunaan Soft Liner Untuk Mengurangi Rasa Sakit Pada Mukosa


Akibat Pemakaian Protesa (Tinjauan Pustaka)....................................................................... 49-52
Fransiska Nuning Kusmawati

Gambaran Tingkat Pengetahuan Tentang Fluorida Pada Masyarakat


Kota Banda Aceh Pada Tahun 2015 ......................................................................................... 53-58
Cut Fera Novita, Herwanda, M. Fadhlul Auzan

Pengaruh Asap Rokok Terhadap Kekasaran Permukaan Basis Gigi Tiruan


Resin Akrilik Polimerisasi Panas dan Nilon Termoplastik)............................................. 59-64
Syafrinani, Saima Putri Hasibuan
Cakradonya Dent J; 10(1): 1-9

PENGARUH PERASAN BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) SEBAGAI


BAHAN IRIGASI SALURAN AKAR DALAM MENGHAMBAT
PERTUMBUHAN Enterococcus faecalis SECARA IN VITRO

INFLUENCE OF GARLIC JUICE (Allium sativum L.) AS ROOT CANAL


IRRIGATION MATERIAL TO INHIBIT THE GROWTH OF
Enterococcus faecalis IN VITRO

Cut Soraya, Santi Chismirina, Rizki Novita

Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala

Abstrak
Enterococcus faecalis (E. faecalis) adalah salah satu bakteri Gram positif fakultatif anaerob yang
termasuk flora normal dalam rongga mulut, namun bakteri ini dapat menjadi patogen dan memiliki
peran utama sebagai penyebab lesi periradikuler persisten setelah perawatan saluran akar. Perawatan
saluran akar, salah satu tahapannya adalah dengan irigasi. Bawang putih (Allium sativum L.)
merupakan salah satu tanaman umbi lapis yang mengandung senyawa-senyawa antimikroba.
Penelitian dengan desain eksperimental laboratories ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perasan
bawang putih terhadap pertumbuhan E. faecalis. Enterococcus. faecalis yang telah dikultur pada
media CHROM agar VRE dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37˚C dalam suasana anaerob,
dilakukan uji konfirmasi dengan pewarnaan Gram dan penentuan kekeruhan bakteri dengan
spektrofotometer. Uji pengaruh perasan bawang putih terhadap pertumbuhan E. faecalis dilakukan
dengan metode difusi agar pada media MHA. Data hasil pengukuran dianalisis dengan oneway
ANOVA dengan α=0,05 dan dilanjutkan dengan uji Least Significance Difference (LSD).
Disimpulkan bahwa perasan bawang putih memiliki pengaruh terhadap E. faecalis pada konsentrasi
25% dan 50% dengan kemampuan daya hambat lemah, sedangkan pada konsentrasi 75% dan 100%
dengan kemampuan daya hambat yang sedang.
Kata Kunci: Enterococcus faecalis, irigasi, bawang putih

Abstract
Enterococcus faecalis (E. faecalis) is one of Gram positive anaerobic facultative bacteria which also
acts as normal flora in the oral cavity, however these bacteria can be pathogenic and takes the main
role as causative agent of persistent periradicular lesion which occurred after root canal treatment.
Root canal treatment, which part of its stages is irrigation. Garlic (Allium sativum L.) is one of the
alliaceous plants which contains antimicrobial substrates.This research was using an experimental
laboratory design and aimed to determine the effect of garlic juice to inhibit growth of E. faecalis.
Pre-cultured E. faecalis on CHROM agar VRE media and incubated at 37˚C temperature for 24 hour
in an aerobic conducted, then confirmation test was to be done by Gram staining while bacterial
turbidity was determined by spectrophotometer. Effectiveness test of garlic juice to inhibit the growth
of E. faecalis was done using agar diffusin method on MHA media. The data collected were analyzed
by one-way ANOVA with α=0.05 and continued by Least Significance Difference test (LSD). The
conclusion was made that garlic juice with concentration 25% have weak inhibition effect to inhibit
the growth of E. faecalis, while concentration 50%, 75%, and 100% have intermediate effect.
Key words: Enterococcus faecalis, irrigation, garlic

1
Cakradonya Dent J; 10(1): 1-9

PENDAHULUAN Selain itu juga memiliki efek antibakteri


Pulpa adalah suatu jaringan lunak yang terhadap bakteri Gram negatif seperti
terletak dalam jaringan keras gigi yang terdiri Salmonella typhimurium dan Clostridium
dari kamar pulpa dan saluran akar.1,2 Bakteri sp.19,20
dapat masuk ke pulpa akibat proses lanjutan Efek antibakteri dari bawang putih
dari karies dan trauma melalui tubulus dentin, disebabkan oleh karena adanya allicin yang
kanal lateral atau foramen apikal, dan aliran merupakan derivat dari kandungan sulfur (cit.
darah.3 Interaksi dan produksi toksin oleh Lawson, 1990).19 Derivat sulfur lainnya yang
bakteri tersebut dapat menyebabkan terjadinya tekandung dalam bawang putih adalah ajoene,
infeksi saluran akar. Hal ini dapat berdampak alliin, allithiamin, s(allithio)sistein,
pada terjadinya difusi bakteri atau produk dimetilsulfida, dan dimetil trisulfida.21 Selain
sampingnya dari saluran akar ke arah itu kandungan senyawa aktif lainnya yang
periapeks sehingga timbul lesi inflamasi yang terkandung di dalam bawang putih adalah
parah atau inflamasi periradikuler.4 minyak atsiri, alkaloid, tanin, saponin, dan
Salah satu jenis bakteri yang sering flavonoid.20,22 Senyawa-senyawa aktif tesebut
ditemukan dalam infeksi saluran akar adalah bekerja secara sinergis sebagai antibakteri
Enterococcus faecalis (E. faecalis).5,6 dengan cara merusak dinding sel dan
Enterococcus faecalis merupakan bakteri melisiskan sel bakteri, serta menghambat
Gram positif fakultatif anaerob yang termasuk proteolitik.15,19,20
flora normal dalam rongga mulut, namun Penelitian-penelitian tentang efek bahan
bakteri ini dapat menjadi patogen dan herbal terhadap bakteri dilakukan melalui
memiliki peran utama sebagai penyebab lesi proses ekstraksi. Proses ekstraksi dilakukan
periradikuler persisten setelah perawatan dengan menggunakan pelarut dan pemanasan
saluran akar.7,8 Upaya perawatan yang baik untuk menguapkan pelarutnya tersebut. Proses
dilakukan untuk mengatasi terjadinya ini mengakibatkan senyawa-senyawa yang
kegagalan pada perawatan saluran akar, yang terkandung didalam bahan alamiah tersebut
salah satu tahapannya adalah dengan tindakan tidak terikat secara keseluruhan dan proses
irigasi.9,10 Bahan irigasi yang paling efektif pemanasan sendiri menyebabkan zat
dalam menghambat E. faecalis adalah antibakteri rusak sehingga mengakibatkan
Chlorhexidine Gluconate (CHX) dan Sodium berkurangnya daya antibakteri dari bahan
Hypochlorit (NaOCl) namun keduanya masih herbal.23 Berdasarkan informasi tersebut, perlu
memiliki kekurangan.11 Kekurangan CHX dilakukan penelitian mengenai pengaruh
yaitu apabila digunakan secara rutin dapat perasan bawang putih terhadap E. faecalis.
meninggalkan stain pada gigi dan bersifat
toksik, sedangkan NaOCl dapat menyebabkan BAHAN DAN METODE
iritasi bila terdorong ke jaringan periapikal, Penelitian ini merupakan eksperimental
bersifat toksik, dan tidak mampu melarutkan laboratoris dengan desain posttest only control
komponen anorganik.12,13,14 group.
Sampai saat ini upaya untuk mencari Sampel pada penelitian ini adalah
bahan irigasi yang memiliki kadar toksisitas bawang putih (Allium sativum L.) yang
rendah tetapi mempunyai daya antibakteri diimpor dari Cina dan Enterococcus faecalis
yang baik dan murah terus dilakukan oleh ahli- ATCC 29212 yang berasal dari Laboratorium
ahli di bidang kedokteran gigi.10 Salah satunya Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Gigi
adalah dengan mengkaji tentang bahan Universitas Indonesia.
alamiah yang berasal dari tanaman. Seluruh alat yang tahan panas dan
Bawang putih (Allium sativum L.) terbuat dari kaca yang akan digunakan
merupakan salah satu tanaman yang memiliki disterilisasi dalam oven sampai suhu mencapai
efek sebagai antibakteri, antifungi, antikanker, 150˚C, yang sebelumnya dicuci bersih,
antioksidan, imunomodulasi, dan anti- dikeringkan, dan dibungkus dengan kertas.
inflamasi.15,16 Dari berbagai hasil penelitian, Alat-alat tersebut adalah gelas ukur,
ekstrak bawang putih memiliki efek cawan petri, tabung reaksi, dan labu
antibakteri terhadap bakteri Gram positif erlenmeyer. Bahan yang digunakan seperti
seperti Streptococcus mutans, Staphylococcus media MHA, NaCl dan akuades disterilisasi di
aureus, Streptococcus sobrinus, Actinomyces dalam autoklaf pada suhu 121˚C selama 15
viscosus, dan Lactobacillus acidophilus.17,18 menit sedangkan alat-alat lain disterilisasi

2
Cakradonya Dent J; 10(1): 1-9

dengan menggunakan alkohol 70% dan api mendidih. Media yang telah masak, disterilkan
spiritus.24 di dalam autoklaf selama 15 menit dengan
Pengkulturan dilakukan dengan teknik tekanan udara 2 atm suhu 121˚C lalu
goresan T. Cawan dibagi menjadi 3 bagian dituangkan ke dalam cawan petri secara
menggunakan spidol marker. Kultur asepsis dan dibiarkan hingga dingin dan
Enterococcus faecalis dilakukan pada media mengeras.28
CHROM agar VRE.25 Cara mengkultur adalah Pada penelitian ini digunakan bentuk
dengan memanaskan jarum ose dan tunggu bahan uji berupa perasan dari bahan segar
dingin, kemudian mengambil 1 ose biakan dengan tujuan untuk melindungi semua zat
murni untuk diinokulasi di daerah 1 dengan yang terkandung pada bawang putih, terutama
goresan zig-zag. Setelah itu dilanjutkan zat-zat yang rentan terhadap proses
goresan zig-zag pada daerah 2, tegak lurus pemanasan. Bawang putih dikupas kulitnya,
dengan goresan pertama, kemudian kemudian ditimbang sebanyak 150 gram, di
dilanjutkan ke daerah 3, tegak lurus daerah 2. cuci bersih dan dikeringanginkan, lalu
Cawan petri yang telah digoreskan bakteri dimasukkan ke dalam juicer agar terpisah
kemudian ditutup rapat dan diinkubasi dalam ampas dan cairannya. Cairan perasan bawang
inkubator selama 24 jam pada suhu 370C.24,26 putih kemudian dilakukan pengenceran.29
Tahap selanjutnya E. faecalis diamati Cairan perasan bawang putih yang telah
dengan pewarnaan Gram. Cara melakukan didapat, diencerkan secara berseri sehingga
pewarnaan Gram adalah dengan membuat didapat konsentrasi perasan 12,5, 25, 50, dan
preparat ulas (smear) yang telah difiksasi 75%. Setelah itu dilakukan pengenceran
dengan E. faecalis, kemudian diteteskan kristal dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
violet sebagai pewarna utama dan ditunggu ±1
menit, lalu dicuci dengan akuades mengalir. C1.V1 = C2.V2
Selanjutnya preparat diteteskan dengan
mordant (lugol’s iodine) ditunggu selama ±1 Ket:
menit, lalu cuci dengan akuades mengalir, C1: konsentrasi awal
diteteskan etanol 96% setetes demi setetes C2: konsentrasi yang diinginkan
hingga etanol yang jatuh berwarna jernih, V1: volume awal
dicuci dengan akuades mengalir, lalu V2: volume yang diinginkan (2 ml)
diteteskan counterstain (safranin) dan
ditunggu ±45 detik, dan dicuci dengan akuades Berdasarkan rumus di atas, diambil 0,25
mengalir, terakhir preparat dikeringkan dengan ml perasan bawang putih dan ditambahkan
tisu yang ditempelkan di sisi ulasan. Preparat 1,75 ml akuades karena volume yang
yang telah kering diamati di bawah mikroskop diinginkan adalah 2 ml. Demikian seterusnya
cahaya untuk mengkonfirmasi warna E. sehingga didapat konsentrasi yang akan
faecalis. Bakteri Gram positif akan tampak digunakan yaitu 25, 50, dan 75%.30
berwarna ungu.24 Berikutnya dicelupkan sterile wooden
Koloni E. faecalis yang sudah cotton ke dalam suspensi bakteri lalu ditekan
dipastikan tumbuh pada media CHROM agar, kapas pada dinding bagian dalam tabung
diambil menggunakan jarum ose lalu sampai tidak ada cairan yang menetes.
dimasukkan ke dalam tabung yang berisi NaCl Kemudian dioles secara merata pada masing-
0,9%. Setelah itu suspensi E. faecalis diambil masing permukaan media MHA dengan teknik
sebanyak 850 µl menggunakan pipet swab dan dibiarkan 5 menit. Selanjutnya
Eppendorf. Kekeruhan bakteri kemudian kertas cakram dicelupkan ke dalam masing-
dihitung menggunakan spektrofotometer masing stok variabel yaitu perasan bawang
dengan panjang gelombang 625 nm dan nilai putih dengan konsentrasi 12,5, 25, 50, 75, dan
absorbansi 0,08-0,1 yang nilainya setara 100%, CHX 2% sebagai kontrol positif, dan
dengan larutan Mc Farland 0,5 (1,5 x 108 akuades sebagai kontrol negatif. Kertas
CFU/ml).27 cakram diangkat dan dibiarkan sampai
Uji daya hambat dilakukan pada media menyerap perasan dengan sempurna.24,28
Mueller Hinton Agar (MHA). Cara pembuatan Kertas cakram yang telah direndam ke
MHA adalah dengan melarutkan 2,28 gram dalam masing-masing konsentrasi perasan
bubuk media MHA ke dalam 60 ml akuades. bawang putih serta bahan kontrol diletakkan
Kemudian dipanaskan di atas hot plate sampai pada permukaan media MHA yang telah

3
Cakradonya Dent J; 10(1): 1-9

diolesi suspensi bakteri. Jarak antara kertas Hasil pewarnaan Gram terhadap E.
cakram harus cukup luas sehingga wilayah faecalis menunjukkan bahwa koloni bakteri
jernih tidak berhimpitan. Kertas cakram berwarna ungu dengan bentuk kokus dan
ditekan menggunakan pinset pada permukaan membentuk rantai pendek. Hasil pewarnaan
media sehingga terdapat kontak yang baik Gram pada E. faecalis dapat dilihat pada
antara cakram dan media agar. Selanjutnya Gambar 2.
media MHA diinkubasi dalam inkubator pada
suhu 37ºC selama 24 jam. Perlakuan dilakukan
pengulangan sebanyak 3 kali. Setelah 24 jam
dilakukan pengukuran luas wilayah jernih
untuk tiap konsentrasi perasan bawang putih
yang diuji menggunakan jangka sorong. Hasil
pengukuran yang diperoleh diinterpretasikan
berdasarkan klasifikasi tabel di bawah ini.24,28
Gambar 2. Hasil Pewarnaan Gram Enterococcus
Tabel 1. Klasifikasi Respon Hambat Pertumbuhan
faecalis. Koloni tampak berwarna ungu, kokus,
Bakteri Berdasarkan Ahn31
dan membentuk rantai pendek.
Diameter zona terang Respon hambat
pertumbuhan
Koloni E. faecalis dimasukkan ke dalam
>20 mm Kuat tabung berisi NaCl 0,9% yang kemudian
16-20 mm Sedang dihitung kekeruhannya menggunakan
spektrofotometer dengan panjang gelombang
10-15 mm Lemah
625 nm dan nilai absorbansi 0,08-0,1 yang
<10 mm Tidak ada nilainya setara dengan larutan Mc Farland 0,5
(1,5 x 108 CFU/ml). Pada Gambar 3.
Hasil penelitian ini dilakukan analisa menunjukkan nilai absorbansi 0,087 yang
dengan oneway ANOVA untuk mengetahui membuktikan bahwa kekeruhan E. faecalis
apakah ada pengaruh atau tidak pada tiap sudah setara dengan larutan Mc Farland 0,5.
kategori perlakuan. Jika menghasilkan p<0,05,
maka dilanjutkan dengan uji LSD untuk
mengetahui pada kelompok manakah terdapat
perbedaan yang bermakna.32

HASIL
Hasil kultur E. faecalis pada media
CHROM agar VRE dengan teknik goresan T
setelah diinkubasi 24 jam pada suhu 37˚C
Gambar 3. Hasil Suspensi Bakteri. Nilai
dalam kondisi anaerob terlihat koloni bakteri absorbansi menunjukkan angka 0,087.
berwarna hijau kebiruan, halus, dan licin
seperti terlihat pada Gambar 1. Bawang putih sebanyak 150 gram yang
dimasukkan ke dalam juicer diperoleh hasil
perasan sebanyak 50 ml (Gambar 4.)

Gambar 4. Hasil Perasan Bawang Putih

Gambar 1. Kultur Enterococcus faecalis pada Hasil uji perasan bawang putih pada
Media CHROMagar VRE. Koloni bakteri konsentrasi 25, 50, 75, dan 100%
berwarna hijau kebiruan. menunjukkan adanya pembentukan zona

4
Cakradonya Dent J; 10(1): 1-9

terang (zona hambat) di sekitar kertas cakram. p>0,05 yang menyatakan bahwa varians data
Selain itu, CHX yang digunakan sebagai sama.
kontrol positif juga menunjukkan adanya zona Hasil uji oneway ANOVA menunjukkan
terang, sedangkan akuades yang digunakan bahwa p=0,00 sehingga H0 ditolak dan Ha
sebagai kontrol negatif tidak menghasilkan diterima. Penolakan H0 menunjukkan adanya
zona terang di sekitar kertas cakram (Gambar kelompok yang berpengaruh atau berbeda
5.). Hasil rata-rata diameter zona hambat yang secara bermakna sehingga perlu dilakukan uji
terbentuk dapat dilihat pada Gambar 6. lanjut (post hoc) untuk melihat kelompok
mana yang memiliki perbedaan/pengaruh.
Hasil uji lanjut Least Significance Difference
(LSD) menunjukkan bahwa perbedaan zona
hambat berbeda secara bermakna pada semua
kelompok konsentrasi perasan bawang putih,
yaitu antara konsentrasi 12,5, 25, 50, 75, dan
100%.

PEMBAHASAN
Gambar 5. Hasil Uji Perasan Bawang Putih Pada penelitian ini tahap pertama yang
terhadap Pertumbuhan Enterococcus faecalis dan dilakukan adalah kultur Enterococcus faecalis.
Kelompok Kontrol Terlihat zona terang di sekitar
Enterococcus faecalis yang dikultur pada
kertas cakram.
media selektif yaitu media CHROM agar VRE
memperlihatkan koloni bakteri berwarna hijau
25 kebiruan. Warna ini terbentuk karena substrat
Besar Zona Hambat (mm)

19,7 18,5
20 17 pada CHROM agar VRE dapat mendegradasi
13,8 enzim spesifik yang terdapat pada setiap
15 spesies Enterococcus, sehingga menimbulkan
11
10 8,1 perbedaan warna pada masing-masing spesies.
6 Hal ini juga sesuai dengan pernyataan oleh
5 Ledeboer dkk (2007) yang menyatakan bahwa
0 E. faecalis yang dikultur pada media
CHROMagar VRE memperlihatkan koloni
bakteri yang berwarna hijau kebiruan.33
Konfirmasi E. faecalis dengan
Gambar 6. Diagram Batang Zona Hambat pewarnaan Gram menunjukkan bahwa bakteri
Berbagai Konsentrasi Perasan Bawang Putih dan yang dibiakkan adalah E. faecalis. Hal ini
Kelompok Kontrol terhadap Enterococcus sesuai dengan morfologi dan warna E. faecalis
faecalis. yang terlihat di bawah mikroskop yaitu
berbentuk kokus dan membentuk rantai
Data pada Gambar 6 menunjukkan rata- pendek dengan warna ungu. Terbentuknya
rata diameter zona terang terbesar terdapat warna ungu ini diakibatkan oleh ketebalan
pada konsentrasi 100% yaitu 19,7 mm, dan dinding sel yang dimiliki oleh E. faecalis,
rata-rata diameter zona terang terkecil pada sehingga pada saat diteteskan lugol’s iodine
konsentrasi 25% yaitu 11 mm, sedangkan pada menyebabkan terbentuknya ikatan antara
konsentrasi 12,5% rata-rata diameter zona kristal violet dan iodine. Ikatan ini dapat
terang yang terbentuk adalah 8,1 mm dan menyebabkan terjadinya peningkatan afinitas
kontrol negatif (akuades) rata-rata diameter pengikatan zat warna oleh bakteri sehingga zat
yang terbentuk adalah 6 mm yang artinya tidak warna violet terperangkap di dalam dinding sel
emiliki kemampuan dalam menghambat bakteri tersebut. Selain itu E. faecalis juga
pertumbuhan E. faecalis. hanya memiliki membran sel selapis yang
Berdasarkan hasil analisis dengan mengandung sedikit lapisan lemak, sehingga
menggunakan Statistical Package for the pada saat diteteskan alkohol, hanya terbentuk
Social Sciences (SPSS), hasil uji normalitas sedikit pori-pori pada dinding sel bakteri
menunjukkan sebaran data pada keseluruhan tersebut yang menyebabkan ikatan antara
konsentrasi perasan bawang putih normal. kristal violet dan iodine tetap menempel pada
Pada hasil uji homogenitas menghasilkan nilai dinding sel bakteri.24

5
Cakradonya Dent J; 10(1): 1-9

Hasil uji pengaruh perasan bawang 100% dengan rata-rata diameter zona hambat
putih menunjukkan adanya pembentukan zona masing-masing konsentrasi adalah 13,8 mm,
hambat di sekitar kertas cakram pada 17 mm, dan 19,7 mm.
konsentrasi 25, 50, 75, dan 100%. Hal ini Berdasarkan klasifikasi diameter rata-
menunjukkan bahwa perasan bawang putih rata zona hambat terlihat bahwa semakin
dapat menghambat pertumbuhan E. faecalis. tinggi konsentrasi perasan bawang putih, maka
Kemampuan ini disebabkan adanya senyawa nilai diameter rata-rata zona hambat juga
antibakteri yang meliputi allicin, minyak atsiri, semakin besar. Hal ini disebabkan oleh
flavonoid, saponin, alkaloid, dan tannin yang semakin tinggi konsentrasi, maka semakin
terkandung dalam bawang putih.22,34 banyak zat aktif yang terkandung di dalamnya
Senyawa antibakteri tersebut bekerja sehingga zona hambat pertumbuhan E. faecalis
dengan metode yang beragam. Allicin diduga yang terbentuk semakin besar pula.
dapat merusak dinding sel dan menghambat Penelitian yang dilakukan oleh Lingga
sintesis protein.19 Minyak atsiri, saponin, dan dan Rustama pada tahun 2005 mengenai uji
flavonoid yang terkandung dalam bawang antibakteri ekstrak air dan etanol bawang putih
putih juga dapat merusak membran sel bakteri. 25%, 50%, dan 75% juga membuktikan bahwa
Selain itu alkaloid juga dapat melisiskan sel ekstrak air dan etanol bawang putih dengan
bakteri, dan tanin dapat menghambat konsentrasi tertinggi yaitu 75% lebih
proteolitik yang berperan menguraikan protein memberikan pengaruh terhadap bakteri Gram
menjadi asam amino sehingga akan negatif dan positif.20 Selain itu penelitian yang
mengganggu sel bakteri dalam penyerapan dilakukan oleh Ramadanti pada tahun 2008
protein oleh cairan sel.20,22 juga membuktikan bahwa semakin besar
Hasil interpretasi zona hambat untuk konsentrasi maka semakin besar pula aktivitas
kelompok perlakuan, kontrol negatif, dan antibakteri yang dihasilkan.35 Akuades sebagai
kontrol positif secara total rata-rata dapat kontrol negatif tidak menunjukkan adanya
dilihat pada Tabel 2. zona hambat, sedangkan CHX 2% yang
digunakan sebagai kontrol positif
Tabel 2. Interpretasi Zona Hambat menghasilkan zona hambat sebesar 18,5 mm
Berdasarkan Ahn yang termasuk ke dalam klasifikasi zona
Konsentrasi Rata-rata Kemampuan hambat kategori sedang.
Perasan Diameter Hambat Hasil penelitian yang diperoleh
Bawang Putih Zona Berdasarkan menunjukkan bahwa perasan bawang putih
(%) Hambat Ahn memiliki daya hambat yang sedang terhadap
(mm) pertumbuhan E. faecalis. Hasil penelitian ini
12,5 8,1 Tidak Ada berbeda dengan penelitian sebelumnya yang
25 11 Lemah dilakukan oleh Heon-Jin pada tahun 2010,
50 13,8 Lemah yang mengungkapkan bahwa perasan bawang
75 17 Sedang putih memiliki efek antibakteri yang besar
100 19,7 Sedang terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans
CHX 2% 18,5 Sedang yang juga termasuk bakteri Gram positif
Akuades 6 Tidak Ada dengan zona hambat sebesar 40 ± 2,3.18
Perbedaan hasil di atas kemungkinan
Pada Tabel 2. dapat dilihat bahwa pada disebabkan karena E. faecalis memiliki faktor
25% sampai dengan konsentrasi 100% perasan virulensi yang lebih kompleks dibandingkan
bawang putih dapat menghambat pertumbuhan dengan S. mutans. Enterococcus faecalis
E. faecalis. Berdasarkan klasifikasi Ahn, memiliki faktor virulensi seperti
perasan bawang putih konsentrasi 12,5% tidak kemampuannya dalam pembentukan
memiliki kemampuan dalam menghambat kolonisasi pada host, dapat bersaing dengan
pertumbuhan E. faecalis karena zona hambat bakteri lain, resisten terhadap mekanisme
yang terbentuk adalah 8,1 mm. Selain itu pada pertahanan host, menghasilkan perubahan
konsentrasi perasan bawang putih 25% patogen baik secara langsung melalui produksi
menghasilkan rata-rata diameter zona hambat toksin atau secara tidak langsung melalui
11 mm yang termasuk dalam kategori lemah, rangsangan terhadap mediator inflamasi.36,37
sedangkan yang termasuk dalam kategori Saluran akar yang terinfeksi merupakan
sedang terdapat pada konsentrasi 50, 75, dan salah satu kondisi dimana nutrisi kurang

6
Cakradonya Dent J; 10(1): 1-9

memadai, ada toksin dari bakteri lain, dan DAFTAR PUSTAKA


invasi medikamen saluran akar. Kondisi yang
sulit ini dapat menyebabkan perubahan 1. Torneck CD, Torabinejad M. Biologi
fisiologi yang spesifik sebagai respon terhadap jaringan pulpa dan jaringan sekitar akar;
lingkungan tersebut dan bertindak sebagai alih bahasa, Juwono L; editor,
mekanisme pertahanan. Pada kondisi ini Sumawinata N. Prinsip dan praktik ilmu
bakteri kehilangan kemampuan untuk tumbuh endodonsia. ed 3. Jakarta: EGC; 2008. p.
dan berkembang tapi tetap hidup dan bersifat 11.
patogen. Kondisi ini dinamakan dengan fase 2. Walton RE, Vertucci, FJ. Anatomi
Viable but Nonculturable (VBNC). Biasanya interna; alih bahasa, Juwono L; editor,
hal ini hanya ditemukan pada bakteri Gram Sumawinata N. Prinsip dan praktik ilmu
negatif saja, namun belakangan diketahui endodonsia. ed 3. Jakarta: EGC; 2008. p.
bahwa E. faecalis sebagai bakteri Gram positif 194-195.
juga memiliki kemampuan ini.36 3. Narayanan LL, Vaishnavi C. Endodontic
Enterococcus faecalis pada kondisi microbiology. Invited Review. Journal of
VBNC dapat memanjang dan berbentuk Concervative Dentistry 2010; 13.
cocobacillary dengan permukaan yang tidak 4. Torabinejad M. Patosis pulpa dan
rata. Kuantitas LTA juga menjadi 2 kali lipat periradikuler; alih bahasa, Juwono L;
lebih tebal sehingga dinding sel lebih kuat dan editor, Sumawinata N. Prinsip dan
lebih tahan terhadap kerusakan mekanis. Tidak praktik ilmu endodonsia. ed 3. Jakarta:
hanya dapat melakukan fermentasi untuk EGC; 2008. p. 30-33.
menghasilkan asam laktat, bakteri ini dapat 5. Ozbek SM, Ozbek A, Erdogan AS.
mengkatabolisasi sumber energi dari Analysis of Enterococcus faecalis in
karbohidrat, gliserol, laktat, malat, dan sitrat. samples from Turkish patients with
Hal ini membantu ketika E. faecalis hidup di primary endodontic infections and failed
daerah yang minim nutrisi seperti saluran akar endodontic treatment by real time PCR
yang terinfeksi atau lambung.36 SYBR green method. Journal of Applied
Terbentuknya zona hambat oleh perasan Oral Science 2009; 17(5): 370-4.
bawang putih menunjukkan bahwa antibakteri 6. Rôças IN, Siqueira JF, Santos KRN.
bawang putih dapat mempengaruhi Association of Enterococcus faecalis with
pertumbuhan E. faecalis dengan kemampuan different forms of periradicular disease. J
daya hambat yang sedang. Hal tersebut Endod 2004; 30:315-20.
dikarenakan adanya senyawa antibakteri yaitu 7. Love RM. Enterococcus faecalis–a
allicin, minyak atsiri, saponin, flavonoid, mechanism for its role in endodontic
alkaloid, dan tannin yang terdapat pada failure. International Endodontic Journal
perasan bawang putih. 2001; 34: 399-405.
8. Stuart CH, Schwartz SA, Beeson TJ,
KESIMPULAN DAN SARAN Owatz CB. Enterococcus faecalis: its role
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat in root canal treatment failure and current
disimpulkan bahwa perasan bawang putih concepts in retreatment (review article).
dapat menghambat pertumbuhan Enterococcus Journal of Endodontic 2006; 32(2): 93-8.
faecalis. Perasan bawang putih dengan 9. Abidin T. Spesialis
konsentrasi 12,5% tidak mampu menghambat konservasi/endodontic. Access on:
pertumbuhan Enterococcus faecalis, http://spesialiskonservasiendodontik.html,
sedangkan pada konsentrasi 25 dan 50% 15 November 2009.
pertumbuhan bakteri tersebut dapat dihambat 10. Yanti N. Biokompabilitas larutan irigasi
dengan kategori lemah, dan pada konsentrasi saluran akar. Medan: Fakultas Kedokteran
75 dan 100% dengan kategori sedang. Perlu Gigi Universitas Sumatera Utara, 2004.
dilakukan uji fitokimia untuk mengetahui 11. Gomes BPFA, Ferraz CCR, Vianna ME,
senyawa antibakteri apa saja yang terkandung Berber VB, Teixeria FB, Souza-Filho FJ.
dalam perasan bawang putih (Allium sativum In vitro antimicrobial activity of several
L.), dan senyawa yang paling banyak concentrations of sodium hypochlorite
terkandung didalamnya. Perlu dilakukan uji and chlorhexidine gluconate in the
daya hambat bahan herbal lainnya terhadap elimination of Enterococcus faecalis.
pertumbuhan Enterococus faecalis.

7
Cakradonya Dent J; 10(1): 1-9

International Endodontic Journal 2001; 21. Sukandar EY, Sigit JI, Fitriyani N. Efek
34: 424-28. antiagregasi platelet ekstrak air bulbus
12. McIntyre JM. Preventive management of bawang putih (Allium sativum L.), ekstrak
dental caries. In: Mount GJ, Hume WR, etanol rimpang kunyit (Curcuma
editors. Preservation and restoration of domestica Val.) dan kombinasinya pada
tooth structure. 2nd ed. Queensland: mencit jantan galur Swiss Webster.
Knowledge Book and Software, 2005. p. Majalah Farmasi Indonesia 2008; 191: 1-
44-45. 11.
13. Lotfi M, Vasoughhosseini S, Ranjkesh B, 22. Ichsan BZ. Efek antibakteri ekstrak
Khani S, Saghiri M, Zand V. bawang putih (Allium sativum) terhadap
Antimicrobial efficacy of nanosilver, pertumbuhan Streptococcus mutans
sodium hypochlorite and chlorhexidine secara in vitro. Surakarta: Fakultas
gluconate against Enterococcus faecalis. Kedokteran Universitas Sebelas Maret,
Afr J Biotechnol 2011; 10(35): 6799- 2009. p. 16-19. Skripsi.
6803. 23. Handa SS. An overview of extraction
14. Tanumihardja M. Larutan irigasi saluran techniques for medicinal and aromatic
akar. Dentofasial 2010; 9(2): 108-111. plants. In: Handa SS, Khanuja SPS,
15. Rukmana. Budidaya bawang putih. Longo G, Rakesh DD, editors. Extraction
Yogyakarta: Kanisius, 2009. p. 11-17. technologies for medicinal and aromatic
16. Iwalokun BA, Ogunledun A, Ogbolu DO, plants. Italy: ICS-UNIDO; 2008. p. 41.
Bamiro SB, Omojola JJ. In vitro 24. Petunjuk praktikum mikrobiologi dasar.
antimicrobial properties of aqueous garlic Purwokerto: Laboratorium Mikrobiologi
extract against multidrug-resistent Universitas Jendral Sudirman, 2008.
bacteria and Candida species from 25. Samra Z. Evaluation of use of a new
Nigeria. Journal of Medicional Food chromogenic agar in detection of urinary
2004; 7(3): 327-333. tract pathogens. Journal of Clinical
17. Owhe-Ureghe UB, Ehwarieme DA, Eboh Microbiology 1998; 45(5): 990-994.
DO. Antibacterial activity of garlic and 26. Anonymous. CHROMagar VRE. Access
lime on isolates of extracted carious teeth. on:http://chromagar.com/fichiers/125976
Afr J Biotechnol 2010; 9(21). 3163-3166. 9034IFU_CHROMagar_VRE.pdf, 21
18. Heon-Jin L, Hyo-Sang P, Kyo-Han K, Desember 2011.
Tae-Yub K, Su-Hyung H. Effect of garlic 27. Tim Mikrobiologi. Penuntun praktikum
on bacterial biofilm formation on mikrobiologi. Fakultas Kedokteran
orthodontic wire. Angle Orthodontist Hewan Universitas Syiah Kuala, 2008. p.
2010; 00(3): 1-6. 9-27.
19. Sunanti. Aktivitas antibakteri ekstrak 28. Lay BW. Analisis mikroba di
tunggal bawang putih (Allium sativum L.) laboratorium. Jakarta: PT. Raja Grafindo
dan rimpang kunyit (Curcuma domestica Persada, 1994. p. 32; 67-79.
Val.) terhadap Salmonella typhimurium. 29. Utami A. Uji banding efektivitas perasan
Bogor: Program Studi Biokimia Fakultas umbi bawang putih (Allium sativum
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Linn.) 25% dengan ketokonazol 2%
Institut Pertanian Bogor, 2007. p. 1-3. secara in vitro terhadap pertumbuhan
Skripsi. Candida albicans pada kandidiasis
20. Lingga ME, Rustama MM. Uji aktivitas vaginalis. Semarang: Fakultas Kedokteran
antibakteri dari ekstrak air dan etanol Universitas Diponegoro, 2006. p. 4; 9.
bawang putih (Allium sativum L.) Skripsi.
terhadap bakteri gram positif daan gram 30. Chen Y.Y, Chiu H.C, Wang Y.B. Effect
negative yang diisolasi dari udang dogol of garlic extract on acid production ang
(Metapenaeus monoceros), udang lobster growth of Streptococcus mutans. Journal
(Panulirus sp), dan udang rebon (Mysis of Food and Drug Analysis 2009; 17: 59-
dan Acetes). Sumedang: Biologi FMIPA 63.
Universitas Padjajaran; 2005. p. 3-6.
Skripsi.

8
Cakradonya Dent J; 10(1): 1-9

31. Pratama MR. Pengaruh ekstrak serbuk 34. Bongiorno PB, Fratellone PM, LoGiudice
kayu siwak (Salvadora persica) terhadap P. Potential health benefits of garlic
pertumbuhan bakteri Streptococcus (Allium sativum). A Narrative Review.
mutans dan Staphylococcus aureus Journal of Complementary and
dengan metode difusi agar. Surabaya: Integrative Medicine 2008; 5.
Program Studi Biologi Fakultas 35. Ramadanti IA. Uji aktivitas antibakteri
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam ekstrak bawang putih (Allium sativum L.)
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, terhadap bakteri Escherichia coli In Vitro.
2005. Skripsi. Semarang: Fakultas Kedokteran, 2008. p.
32. Dahlan, MS. Statistika untuk kedokteran 5. Skripsi.
dan kesehatan, ed 4. Jakarta: Salemba 36. Marsa, RD. Efek antibakteri ekstrak lerak
Medika; 2009. p. 83-95. dalam pelarut etanol terhadap
33. Ledeboer NA, Das K, Eveland M, Dalbert Enterococcus faecalis (penelitian in
CR, Mailler S, Chatellier S, et al. vitro). Medan: Fakultas Kedokteran Gigi
Evaluation of a novel chromogenic agar Universitas Sumatera Utara, 2010. p. 19.
medium for isolation and differentiation Skripsi.
of vancomycin-resistant Enterococcus 37. Anonymous. Enterococcus faecalis.
faecium and Enterococcus faecalis Access on:
isolates. J. Clin. Microbiol 2007; 45(5): http://microbewiki.kenyon.edu/index.php/
1556-1560. Enterococcus_faecalis, Januari 2011.

9
Cakradonya Dent J; 10(1): 10-17

HUBUNGAN PENILAIAN PERSEPSI ESTETIKA ORAL DENGAN


KEADAAN MALOKLUSI MENGGUNAKAN ORAL SUBJECTIVE
INDEX SCALE (OASIS) DAN DENTAL AESTHETIC INDEX (DAI)
(STUDI PADA REMAJA USIA 16-17 TAHUN DI SMAN KOTA BANDA
ACEH)

A STUDY OF ORAL AESTHETIC SELF PERCEPTION AND


MALOCCLUSION USING OASIS (ORAL SUBJECTIVE INDEX SCALE)
AND DAI (DENTAL AESTHETIC INDEX)
( IN 16-17 YEAR-OLD HIGH SCHOOL STUDENT IN BANDA ACEH)

Rafinus Arifin, Herwanda, Cut Rindi Tefani

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala

Abstrak
Estetika pada wajah dapat menentukan persepsi pada diri sendiri dan dapat mempengaruhi kualitas
hidup. Pada remaja ketertarikan fisik merupakan faktor penting yang mempengaruhi hubungan sosial.
Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan penilaian persepsi estetika dan prevelensi tingkat
maloklusi pada usia 16-17 tahun di Sekolah Menengah Atas Negeri Kota Banda Aceh. Metode cross-
sectional yang digunakan dalam penelitian ini melibatkan 100 siswa-siswi di banda Aceh. Data yang
dikumpulkan berupa umur, jenis kelamin, status maloklusi berdasarkan Dental Aesthetic Index (DAI),
dan persepsi estetika oral berdasarkan Oral Aesthetic Subjective Index Scale (OASIS). Chi-Square tes
digunakan untuk melihat ada tidaknya hubungan antara DAI dan OASIS. Uji Chi Square
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara persepsi estetika dan keadaan maloklusi
p=0,037 (p<0,05). Terdapat hubungan yang signifikan antara penilaian persepsi estetika OASIS dan
keadaan maloklusi DAI. Hal ini menunjukkan hubungan signifikan antara kondisi maloklusi dan
tingkat kepedulian remaja terhadap keadaan estetikanya. Faktor usia pada penderita maloklusi tidak
mempengaruhi kondisi persepsi estetika yang dimilikinya. Sebaliknya faktor jenis kelamin terhadap
persepsi estetika menunjukkan remaja wanita cenderung lebih peduli terhadap keadaan gigi-giginya.
Kata Kunci: Persepsi Estetika, Maloklusi, OASIS, DAI.

Abstract
Aesthetic on the face can determine self perception and can affect quality of life. In adolescent,
physical attraction is an important factor that can affecting social relationship. This study was
conducted to examine the realationship of aesthetic perception assessment and the prevelance of
malocclusion at age 16-17 at Banda Aceh state High School. The cross-sectional method used in this
study involved 100 students in Banda Aceh. Data collected were age, sex, malocclusion status based
on Dental Aesthetic Index (DAI), and oral aesthetic perception based on Oral Aesthetic Subjective
Index Scale (OASIS). Chi-Square tests are used to see whether there is a relationship between DAI
dan OASIS. Chi Square test showed a significant correlation between aesthetic perception and
malocclusion p=0,037 (p<0,05). There is significant relationship between assestment aesthetic OASIS
and malocclusion using DAI. This shown there is a significant correlation between the level of
malocclusion and the awareness the teenagers to the state of aesthetic. Age factor in the malocclucion
condition does not have significant change on aesthetic perception. Meanwhile gender, have
significant role, and woman aldolescent have more concern to malocclusion condition.
Keyword: Aesthetic perception, Malocclusion, DAI, OASIS

10
Cakradonya Dent J; 10(1): 10-17

PENDAHULUAN Persepsi merupakan suatu proses


Estetika merupakan suatu filosofi menyeleksi, mengatur dan mengintrepesikan
mengenai konsep keindahan yang dinilai berbagai informasi sensorik yang diterima
melalui perasaan dan pikiran.1 Dalam beberapa untuk memperoleh suatu pemahaman. Persepsi
dekade terakhir konsep estetika menjadi suatu seseorang mengenai estetika keadaan giginya
aspek komersial yang memainkan peranan berbeda-beda.15 Sebagian remaja merasa tidak
penting di kalangan masyarakat.2 Majalah dan puas dengan keadaan gigi-giginya, walaupun
layar televisi menampilkan wajah-wajah yang ketidakteraturan dental yang dimilikinya
memiliki estetika dan penampilan yang minimal, namun sebagian lainnya tidak peduli
menarik, sehingga terbentuklah suatu terhadap maloklusi yang dialaminya
diskriminasi mengenai konsep‘cantik’ di mata disebabkan pada dasarnya dia merasa nyaman
masayarakat.3 Dalam masyarakat kelompok dengan keadaan estetika oralnya.
yang paling dipengaruhi oleh media elektronik Adanya perbedaan persepsi dalam
maupun cetak adalah kelompok remaja.4 menilai estetika pada remaja yang kemudian
World Health Organization (WHO) mendorong Mandall untuk mempublikasikan
mendefinisikan periode remaja sebagai periode suatu indeks yang dikenal dengan Oral
pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi Aesthetic Subjective Score (OASIS).15 Indeks
setelah periode kanak-kanak dan sebelum OASIS ini kemudian dihubungkan dengan
periode dewasa dimulai, dari usia 10-19 Dental Aesthetics Index (DAI) yang berfungsi
tahun.5 Remaja pertengahan antara rentang untuk mengevaluasi komponen estetika dan
usia 16-17 tahun yang telah mengalami anatomi maloklusi.16 Berdasarkan latar
perubahan fisik pada masa pubertas, lebih belakang di atas maka peneliti tertarik untuk
mempermasalahkan ketidakpuasan kondisi melakukan penelitian ini di sekolah menengah
fisik mereka yang tidak sesuai dengan kondisi atas negeri kota Banda Aceh.
fisik ideal yang mereka inginkan.6 Menurut
remaja, penampilan wajah merupakan bagian BAHAN DAN METODE
yang terpenting dari penampilan fisik.7 Penelitian ini dilaksanakan di sekolah
Penampilan wajah tidak terlepas dari menengah atas negeri kota Banda Aceh pada
konteks kecantikan dan ketampanan. Wajah bulan April hingga Mei 2014. Sampel yang
yang cantik dan tampan tentu saja memiliki digunakan adalah siswa-siswi usia 16-17 tahun
proporsi yang ideal dan senyuman yang di sekolah menengah negeri atas kota Banda
menarik. Untuk mendapatkan senyuman yang Aceh yang menderita maloklusi. Penentuan
menarik banyak faktor yang berperan seperti besar sempel dalam penelitian ini
bibir, gingiva, dan gigi-gigi.8,9 Gigi dengan menggunakan rumus Slovin sehingga
susunan yang rapi dan senyum yang menawan mendapatkan jumlah 98,59. Pengambilan
akan memberikan efek yang positif, sebaliknya sampel dalam penelitian ini kemudian
gigi yang tidak teratur akan memberikan menggunakan Cluster sampling. Dimana besar
sugesti yang negatif kepada seseorang sampel sebanyak 98,59 kemudian digenapkan
sehingga akan menimbulkan efek yang menjadi 100 dan dibagi dengan jumlah sekolah
merugikan dalam interaksi sosial.10 menengah atas negeri di Banda Aceh sebanyak
Maloklusi merupakan kondisi gigi-gigi 16 sekolah. Total pembagian tersebut
yang memiliki susunan tidak teratur.10 Seorang berjumlah 6-7 siswa tiap sekolah.
individu yang mengalami maloklusi maka Subjek penelitian sebanyak 100 orang
individu tersebut mengalami penurunan fungsi yang diambil dari kelas satu dan kelas dua,
rongga mulut dan penyimpangan secara terlebih dahulu diberi penjelasan mengenai
estetika dibandingkan dengan individu yang prosedur penelitian, jika subjek menyetujui
memiliki oklusi ideal.11 prosedur penelitian maka subjek dapat mengisi
Penelitian Shaw mengenai hubungan informed consent. Pengisian kuesioner oleh
maloklusi dengan efek sosial pada remaja subjek penelitian dilakukan untuk melihat
menunjukkan bahwa maloklusi menyebabkan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi
tingginya masalah dalam hubungan sosial.12 estetika dengan Oral Aesthetics Subjective
Maloklusi juga sangat mempengaruhi Index Scale (OASIS) sebagai alat ukur.
persepsi remaja terhadap estetika wajah yang Pengambilan data klinis menggunakan model
menyebabkan remaja tidak percaya diri dan studi dilakukan dengan cara pencetakan
merasa minder dalam berinteraksi sosial menggunakan bahan cetak Alginate normal
dengan teman-temannya.10 set, kemudian dilakukan pengecoran untuk
11
Cakradonya Dent J; 10(1): 10-17

mendapatkan model studi. Dental Aesthetic DAI dikembangkan di Amerika Serikat


Index (DAI) digunakan untuk mengukur model dan dikolaborasikan oleh WHO sebagai indeks
studi yang telah dikumpulkan. Kalibrasi internasional yang digunakan untuk
dilakukan antara peneliti dengan ahli sebanyak mengidentifikasi, membantu, dan menentukan
5% dari total sampel. Hasil kalibrasi tersebut apakah pasien perlu untuk dirujuk ke dokter
diolah dengan menggunakan Uji T dan spesialis. DAI digunakan untuk mengevaluasi
mendapatkan hasil sebesar 0.501 (p<0,05) komponen estetika dan anatomi maloklusi.16
yang menjelaskan tidak terdapat perbedaan DAI adalah suatu indeks ortodonti yang
yang bermakna. berasaskan definisi standar sosial yang
Penggunaan kuisioner baik dalam berguna dalam survei epidemiologi untuk
cakupan umum maupun khusus merupakan menemukan kebutuhan perawatan ortodonti di
salah satu cara pengukuran penetapan suatu kalangan masyarakat dan juga sebagai alat
kualitas hidup. Mandall mempublikasikan untuk menentukan prioritas subsidi perawatan
sebuah instrumen kuisioner untuk menilai ortodonti.16,19
presepsi anak-anak terhadap estetika mulut dan Hasil skor tiap kasus dikelompokkan
kelainan gigi geligi yang dapat mempengaruhi sesuai dengan keparahan maloklusi.
kehidupan dan hubungan sosial mereka. Pengelompokan maloklusi berdasarkan skor
Kuisioner tersebut dikenal dengan OASIS yang DAI :
berisikan beberapa pertanyaan yang membantu <25 : Maloklusi ringan
untuk menilai tingkat perhatian dan kerugian 26-30 : Malokulsi sedang
dari penampilan gigi geligi anak-anak dan 31-35 : Maluklusi parah
remaja. Remaja diminta untuk menunjukkan >36 : Maloklusi yang sangat parah16
tujuh poin dari skala Likert mengenai
penampilan gigi geligi mereka yang mereka Tabel 2. Standar DAI skor
sukai dan tidak sukai dari gigi geligi mereka, Komponen DAI Koefisien
ejekan mengenai gigi geligi mereka, Regresi
pengelakan untuk tersenyum dan 1. Jumlah gigi yang hilang (insisif,
memperlihatkan gigi geligi mereka. 17 kaninus, premolar pada lengkung 6
mandibula dan maksila).
Tabel 1. Oral Aesthetic Subjective Impact Scale 2. Gigi anterior berdesakan (0=tidak
(OASIS)18 berdesakan, 1=berdesakan pada satu
1
rahang saja, 2=berdesakan pada
Bagaimana perasaan anda mengenai kedua rahang.
penampilan gigi anda? 3. Diastema segmen insisal (0= tidak
1 2 3 4 5 6 7 terdapat diastema, 1= diastema pada
1
Tidak peduli sama sekali Sangat peduli satu rahang saja, 2= diastema pada
kedua rahang
Apakah pernah orang lain 4. Midline diastema dalam milimeter 3
mengomentari penampilan gigi anda? 5. Largest anterior Irregularity maksila
1
1 2 3 4 5 6 7 dalam milimeter
Tidak pernah sama sekali Setiap waktu 6. Largest anterior irregularity
1
mandibula dalam milimeter
Apakah anda pernah diejek oleh orang lain 7. Overjet anterior maksila dalam
2
mengenai penampilan gigi anda? milimeter
1 2 3 4 5 6 7 8. Overjet anterior mandibula dalam
4
Tidak pernah sama sekali Setiap waktu milimeter
9. Openbite pada bagian anterior
4
Apakah Anda menghindari untuk tersenyum vertikal dalam millimeter
karena penampilan gigi Anda? 10. Kondisi anteroposterior hubungan
1 2 3 4 5 6 7 molar, deviasi terbesar dilihat dari
Tidak sama sekali Setiap waktu kiri maupun kanan ( 0= normal, 1= 3
½ tonjol mesial atau distal, 2= 1
Pernahkah anda menutupi mulut karena atau lebih tonjol mesial atau distal
penampilan gigi Anda? 11. Konstanta 13
1 2 3 4 5 6 7 Total DAI score ( Cons et al. , 1987 ) reproduced with kind
Tidak pernah sama sekali Setiap waktu permission of Frank Kohout, Professor Emeritus, College of
Dentistry, University of Iowa.

12
Cakradonya Dent J; 10(1): 10-17

HASIL Maka didapatkan bahwa subjek pada


Keseluruhan subjek yang diperoleh usia 16 maupun 17 tahun sebagian besar (55%)
berjumlah 100 orang berasal dari 16 SMAN memiliki nilai OASIS yang tidak
Kota Banda Aceh. Karakteristik subjek mempengaruhi persepsi estetika.
penelitian dilihat berdasarkan sekolah yaitu:
Tabel 6. Penilaian Persepsi Estetika (OASIS) pada
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian Remaja Usia 16-17 Tahun.
Berdasarkan Umur. Usia OASIS Total
Variabel Frekuensi Persen Tidak mem- Mempe-
pengaruhi ngaruhi
16 tahun 76 76% 16 Jumlah (%) 40 36 76
17 tahun 24 24% umur (%) 52.6 47.4 100
Total 100 100% OASIS 72.7 80 76
18 Jumlah (%) 15 9 24
Tabel 3. diatas menunjukkan remaja umur (%) 62.5 37.5 100
usia 16 tahun (76 %) lebih besar frekuensinya OASIS 27.3 20 24
dibandingkan remaja usia 17 tahun (24%). TOTAL Jumlah 55 45 100
(%) umur (%) 55 45 100
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian OASIS 100 100 100
Berdasarkan Jenis Kelamin
Variabel Frekuensi Persen
Tabel 7. Penilaian Persepsi Estetika (OASIS)
Laki-laki 40 40% Berdasarkan Jenis Kelamin.
Perempuan 60 60%
OASIS Total
Total 100 100%
Tidak Mempeng
Jenis Kelamin
mempeng aruhi
Dari tabel 4. diatas didapatkan subjek aruhi
wanita (60%) lebih besar dibandingkan subjek LK Jumlah 21 19 40
laki-laki (40%) untuk berpartisipasi dalam (%) JK 52.5 47.5 100
penelitian ini. (%) OASIS 38.2 42.2 40
PR Jumlah 34 26 60
Tabel 5. Frekuensi Hasil Pengukuran Persepsi (%) JK 56.7 43.3 100
Estetika Menggunakan OASIS (%) OASIS 61.8 57.8 60
Variabel Frekuensi Persen TOTAL Jumlah 55 45 100
Tidak mempengaruhi 55 55% (%) JK 55 45 100
estetika (%) OASIS 100 100 100
Mempengaruhi estetika 45 45%
Tabel 7. menunjukkan sebagian besar
Tabel 5. menunjukkan sebanyak 55
subjek baik laki-laki maupun perempuan,
siswa penderita maloklusi (55%) tidak memiliki persentase yang lebih tinggi pada
mempengaruhi persepsi estetika terhadap penilaian OASIS yang tidak mempengaruhi
dirinya sedangkan sebanyak 45 siswa (45%) estetika. Jenis kelamin laki-laki sejumlah 21
lainnya maloklusi mempengaruhi persepsi orang (52.5%) memiliki nilai OASIS yang
estetika terhadap dirinya. tidak mempengaruhi persepsi estetika (38.2%)
Berdasarkan tabel 6. didapatkan dan sebesar 19 subjek (47.5%) mempengaruhi
sebanyak 40 (52.6%) siswa usia 16 tahun persepsi estetika (42.2%). Pada subjek wanita
memiliki nilai OASIS yang tidak terdapat 34 subjek (56.7%) dengan nilai
mempengaruhi persepsi estetika (72.7%) dan OASIS yang tidak mempengaruhi persepsi
sebesar 36 subjek (47.4%) mempengaruhi estetika (61.8%) dan 26 subjek (43.3%) yang
persepsi estetika (80%). Sebanyak 15 subjek memiliki nilai OASIS mempengaruhi persepsi
(62.5%) pada usia 17 tahun memiliki nilai estetika (57.8%). Analisis ini disimpulkan dari
OASIS yang tidak mempengaruhi persepsi perbandingan antara laki-laki dan perempuan.
estetika (27.3%) dan sebesar 9 subjek (37.5%) Tabel berikut menunjukkan distribusi
memiliki nilai OASIS yang mempengaruhi frekuensi pengukuran model studi
persepsi estetika (24%). menggunakan DAI:

13
Cakradonya Dent J; 10(1): 10-17

Tabel 8. Frekuensi hasil pengukuran model studi Hasil penelitian menggunakan indeks
menggunakan DAI OASIS diperlihatkan pada Tabel 5.4 yang
Variabel Frekuensi Persen menunjukkan 45% remaja di Sekolah
Ringan 64 64% Menengah Atas Negeri (SMAN) Banda Aceh
Sedang 20 20% usia 16-17 tahun yang menderita maloklusi
Parah memiliki pengaruh terhadap persepsi estetika
8 8%
Sangat dan sebanyak 55% tidak memiliki pengaruh
Parah 8 8%
terhadap persepsi estetika. Hasil tersebut
terlihat berbeda jika dibandingkan pada
Total penelitian Marques (2009) yang mendapatkan
100 100%
hanya sebesar 24% dari 183 total sampel yang
Berdasarkan Tabel 8. dapat dilihat memiliki pengaruh terhadap persepsi estetika.
bahwa dari pengukuran model studi Peneliti berasumsi Perbedaan frekuensi
menggunakan DAI diperoleh subjek dengan distribusi dari subjek yang mengalami
maloklusi ringan berjumlah 64 siswa, pengaruh terhadap estetikanya disebabkan
maloklusi sedang berjumlah 20 siswa, oleh perbedaan etnis, budaya setempat dan
maloklusi parah dan sangat parah keduanya faktor sosial ekonomi. Asumsi tersebut
berjumlah 8 siswa, sehingga penjumlahan dari didukung oleh pernyataan Marques (2009)
keempat variabel dihasilkan 100 siswa. yang menjelaskan rendahnya prevelensi subjek
Dalam penelitian ini digunakan uji Chi- yang mengalami pengaruh terhadap estetika
Square. Berdasarkan hasil uji Chi-Square yang diakibatkan oleh faktor budaya, dan sosial
menganalisis hubungan keadaan maloklusi ekonomi yang buruk pada daerah yang diteliti
(DAI) dengan penilaian persepsi estetika sehingga menurunnya tingkat keingintahuan
(OASIS), diperoleh nilai p=0,037 (p<0,05) mereka dalam mencari dan menangani kasus
yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan maloklusi.10
yang signifikan antara keadaan maloklusi dan Pada Tabel 6., didapatkan sebanyak
persepsi estetika. 52.6% siswa usia 16 tahun memiliki nilai
OASIS yang tidak mempengaruhi persepsi
PEMBAHASAN estetika dan sebesar 47.4% mempengaruhi
Penilaian persepsi estetika pada setiap persepsi estetika. Sebanyak 62.5% pada usia
orang berbeda-beda, dikarenakan penilaian 17 tahun memiliki nilai OASIS yang tidak
tersebut bersifat subjektif. Beberapa peneliti mempengaruhi persepsi estetika dan sebesar
membuat standarisasi nilai persepsi sehingga 37.5% memiliki nilai OASIS yang
penilaian itu dapat terukur. Seperti pada mempengaruhi persepsi estetika. Hal ini
penelitian ini, digunakan Oral Aesthetic menjelaskan tidak terdapatnya perbedaan yang
Subjective Index Scale (OASIS) oleh Mendell signifikan mengenai perbandingan pengaruh
(2000) untuk menilai area 1/3 wajah bawah OASIS dari kedua usia. Pendapat ini tidak
biasanya berkaitan dengan gigi geligi dan sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
senyum pada saat tersenyum.17 Indeks ini Hamamci (2009), yang menyatakan usia
memberikan 5 pertanyaan yang mempermudah memiliki pengaruh yang signifikan dalam
remaja untuk menentukan jawaban dengan persepsi dan ketertarikan perawatan ortodonti.
menggunakan skala Likert sebagai alat Penelitian Hamamci mengambil subjek
ukur.15,18 mahasiswa di Universitas Turki pada usia 17-
Kondisi gigi-gigi yang beraneka ragam 26 tahun, mengambil kesimpulan semakin
pada setiap orang menuntut suatu klasifikasi tinggi usia seseorang maka semakin
khusus untuk menentukan tingkat keparahan berkurangnya kepeduliannya terhadap persepsi
dari setiap maloklusi.16 Dental Aesthetic Index estetika.19 Edler (2001) ikut mendukung
(DAI) yang diciptakan oleh Frank Kohout pernyataan Hamamci dengan menyatakan
(1987) dan dikolaborasikan oleh World Health faktor usia dan jenis kelamin ikut
Organization (WHO) merupakan suatu indeks mempengaruhi persepsi estetika seseorang.20,21
untuk menentukan tingkat keparahan Akan tetapi, pada penelitian Marques (2009)
perawatan ortodonti. Indeks ini menyatakan tidak terdapatnya pengaruh
menghubungkan kondisi klinis dan komponen perbedaan umur terhadap persepsi estetika
estetika melalui hitungan angka sehingga secara signifikan. Pernyataan tersebut ikut
didapatkan skor yang mengkombinasikan didukung oleh Kiyak (1981) yang menyatakan
kondisi klinis dan aspek oklusi.16,19 sejak usia 8 tahun, anak sudah memiliki
14
Cakradonya Dent J; 10(1): 10-17

persepsi estetika yang sama dengan persepsi tersebutlah yang menyebabkan remaja yang
estetika yang dimiliki oleh orang dewasa.10,22 memiliki skor maloklusi lebih dari 31 segera
Hal ini disebabkan dampak dari media yang mencari perawatan dan penanganan ortodonti,
menggambarkan pria dan wanita dalam segala sehingga remaja yang mengalami maloklusi
usia tetap membutuhkan wajah yang cantik parah dan sangat parah memiliki distribusi
dan menarik.23 Pendapat ini didukung oleh frekuensi lebih kecil dibandingkan maloklusi
penelitian Odioso (2000) dengan total subjek ringan dan sedang (<30).
sebanyak 180 orang dengan strata usia yang Berdasarkan hasil uji chi-square,
berbeda 16-64 tahun menunjukkan masing- didapatkan nilai p=0,037 atau p<0,05 yang
masing strata memiliki pemahaman konsep berarti terdapat hubungan yang signifikan
estetika yang sama.24 Pendapat Odiso dan antara penilaian persepsi estetika dan keadaan
Kiyak membuktikan bahwa tidak terdapat maloklusi. Hal ini sejalan dengan penelitian
perbedaan yang nyata antara persepsi estetika Claudino dan Treabert (2013) yang
dan keterkaitannya terhadap faktor usia.10,22,24 menggunakan penellitian cross sectional pada
Penilaian persepsi estetika berdasarkan subjek berusia 18-21 tahun yang mendapatkan
jenis kelamin pada Tabel 7. menunjukkan hasil sebanyak 26,8% remaja memiliki
persentase laki-laki dan perempuan memiliki maloklusi parah dan sangat parah cenderung
nilai OASIS yang tidak mempengaruhi estetika memiliki nilai OASIS yang mempengaruhi
keduanya lebih tinggi (52,5%) dan (56,7%) persepsi estetika.25 Hasil ini juga didukung
dibandingkan dengan laki-laki dan perempuan oleh penelitian Hamanci (2009) yang
yang memiliki nilai OASIS mempengaruhi menyimpulkan bahwa sebanyak 21,5% subjek
persepsi estetika (47,5%) dan (43,3%). Hasil yang menderita maloklusi parah atau sangat
tersebut sejalan dengan penelitian Hamamci parah secara statistik ikut mempengaruhi
(2009) yang menyatakan bahwa jenis kelamin kepuasan penampilan gigi-giginya.19
tidak memiliki perbedaan yang signifikan Abnormalitas pada gigi-gigi anterior dapat
terhadap persepsi estetika. Hamamci meneliti mempengaruhi persepsi estetika seseorang. Hal
dari total 841 sampel yang diambil sebesar 522 ini dikarenakan daya tarik wajah dan gigi
berjenis kelamin laki-laki, dan sebesar 319 merupakan salah satu elemen penting dari
berjenis kelamin perempuan. Pernyataan kualitas hidup seseorang.20 Pengaruh estetika
Hamamci tidak sejalan dengan penelitian yang dari maloklusi secara signifikan
dilakukan oleh Marques dan kawan-kawan mempengaruhi kualitas hidup. Faktor-faktor
(2006) yang menyatakan, remaja wanita lebih Biopsikososial yang ikut berperan dalam
kritis dan peduli dengan kondisi gigi giginya, mempengaruhi estetika terhadap maloklusi
remaja dengan tingkat kepercayaan diri yang berupa jenis kelamin, tingkat kepercayaan diri
buruk lebih sensitif terhadap akibat yang rendah, dan lingkungan sosial ekonomi.10
maloklusi.10 Perbedaan antara Hamamci dan Keterbatasan penelitian dari kuisioner
Marques peneliti simpulkan disebabkan oleh OASIS yang menggunakan skala Likert
perbedaan pengukuran, usia, populasi dan sebagai alat bantu ukur yang mencapai 7 poin
daerah penelitian yang dilakukan keduanya.10 yaitu, Tidak peduli sama sekali, Tidak peduli,
Tingkat keparahan maloklusi yang Agak tidak peduli, Netral, Agak peduli,
diukur dengan menggunakan indeks DAI pada peduli, sangat peduli. Skala Likert yang
Tabel 8., didapatkan sebanyak 64% siswa menggunakan 7 poin sebagai alat bantu
SMAN usia 16-17 tahun menderita maloklusi merupakan sistem ganjil yang memiliki poin
ringan, 20% mengalami maloklusi sedang, tengah. Dinyatakan oleh Klopfer (1980),
16% maloklusi parah dan sangat parah (DAI > jumlah skor Likert yang berjumlah genap akan
31). Hasil tersebut sejalan dengan penelitian memaksa responden untuk memilih sikap
Hamanci (2009) yang mendapatkan 21,5% yang jelas terhadap pertanyaan sedangkan
dari keseluruhan subjek yang diteliti jumlah skor yang ganjil atau memiliki poin
mengalami maloklusi parah dan sangat parah tengah (netral) akan memfasilitasi subjek yang
(>31).19 Kondisi maloklusi parah dan sangat belum memiliki sikap yang jelas. Akan tetapi,
parah dapat lebih mempengaruhi estetika penyediaan alternatif respon tengah akan
dibandingkan dengan individu yang memiliki meningkatkan proporsi subjek yang
kondisi maloklusi ringan dan sedang menyatakan pandangan netral maupun
dikarenakan subjek dapat mengenalinya pernyataan sebelum atau sesudah netral (poin
dengan lebih mudah karena maloklusi parah 3 dan poin 5) secara substansial.26
menyebabkan gangguan pada estetika. Kondisi
15
Cakradonya Dent J; 10(1): 10-17

KESIMPULAN DAN SARAN SM, Pordeus IA. Malocclusion: esthetic


Berdasarkan penelitian yang telah impact and quality of life among
dilakukan dapat disimpulkan bahwa, Terdapat brazilian schoolchildren Am J
hubungan yang signifikan antara penilaian OrthodDentofacialOrthop2006; 129(3):
persepsi estetika menggunakan OASIS dengan 424–7.
keadaan maloklusi menggunakan DAI 11. Peter H. Master dentistry 2: restorative
sebanyak p=0,037 atau p<0,05. dentistry, pediatric dentistry, and
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut orthodontic. London: Churchill
mengenai efek budaya setempat, etnik, dan livingstone. 2008. p. 227.
sosial ekonomi terhadap kecendrungan 12. Shaw WC, Richmond S, Kenealy PM,
penilaian persepsi estetika yang rendah. Dalam Worthington H. A 20-year cohort study
penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan of health gain from orthodontic
penyempitan pilihan jawaban sehingga hanya treatment: psychological outcomeAJ
terdapat 5 poin skala Likert. Orthod 2007; 132: 146-57.
13. Seehra J, NewtonJ T, Dibiase AT.
DAFTAR PUSTAKA Bullying in schoolchildren – its
1. Naini FB, Moss JP, Gill DS. The relationship to dental appearance and
enigma of facial beauty: esthetics, psychosocial implication: an update for
proportions, deformity and controversy GDPs. Br DentJ 2011; 210: 411–5.
Am J Orthod Dentofacial Orthop 2006; 14. Diffey TJ. Tolstoy on aesthetics: what is
130: 277-82. art?Brit J Aesthetics2003; 43(3): 324-6.
2. Musskopf ML, Rocha JM, Rösing CK. 15. Mandall NA, Mc Crod JF, Worthington,
Perception of smile esthetics varies O‟Brien KD. Perceived aesthetic impact
between patients and dental of malocclusion and oral self-perception
professionals when recession defects are in 14-15-year-old Asian and Caucasian
present Brazilian Dent J2013; children in greater manchester Euro J
24(4):385-90. Orthod 2000; 22: 175-83.
3. Reginald BA, Nalini A Jr, Ken N, 16. Jenny J, Cons NC. Establishing
Shinosuke S. The science of social malocclusion severity levels on
vision. 1sted. New York: Oxford thedental aesthetic index (dai) scale Aust
University Press, Inc. 2011.p. 164-72. Dent J 1996;41 : 43–6.
4. Klages U, Aladar B, Yvette G, Andrej 17. Pimenta WV, Treabert J. Adaptation of
Z. Dental esthetics,orthodontic the oral aesthetic subjective index score
treatment, and oral-health attitudes in (oasis) quistionnaire for perception of
young adultsAm oral aesthetic in brazil QuintJ
JOrthodDentofacialOrthop 2010;8:133-7.
2005;128:442-9. 18. Flores-MC, Major PW, Salazar FR. Self
5. WHO | Adolescent Health. WHO. perceived orthodontic treatment need
Accessed December 5, 2013. evaluated through 3 Scales in a
http://www.who.int/topics/adolescent_h university population J Orthod 2004:
ealth/en/. 329– 34.
6. Desmita. Psikologiperkembangan. 19. Nihal H, Güvenç B, and Ersin U. Dental
Bandung: Remaja Rosdakarya. 2007. p. aesthetic index scores and perception of
25. personal dental appearance among
7. Klages U, Aladar B, Yvette G, Andrej turkish university students EurJ
Z. Dental esthetics,orthodontic Orthod2009; 31: 168–73.
treatment, and oral-health attitudes in 20. Kolawole KA, Ayeni OO, Osiatuma
young adults. AmJOrtho Dentofacial VI. Evaluation of self-perception dental
Ortho p.2005;128:442-9. aesthetic and orthodontic treatment
8. Camara CA. Aesthetics in orthodontics: need among young adults Arcg Oral
six horizontal smile lines Dent Press J Res 2012; 8(2): 111-9.
Orthod2010;15(1):118-31. 21. Edler RJ. Background considerations to
9. Sabri R. The eight components of facial aesthetics J Orthod 2001; 28(2):
balanced smile J ClinOrthod 2005; 159-68.
39:155- 67. 22. Kiyak HA. Comparison of aesthetic
10. Marques LS, Ramos-Jorge ML, Paiva values among caucasian and pacific-
16
Cakradonya Dent J; 10(1): 10-17

asians Community Dent Oral Epidemiol 25. Claudino D, Treabert J. Malocclusion


1981; 9: 219-23. dental aesthetic self-perception and
23. Tin-Oo M, Saddki N, Hassan N. quality of life in a 18 to 21 year-old
Factors influencing patient satisfaction population: a cross section study Oral
with dental appearance and treatments Health 2013; 13: 3-6.
they desire to improve aestheticsBMC 26. Pimenta WV, Treabert J. Adaptation of
oral health 2011; 11: 1-8. the oral aesthetic subjective impact
24. Odioso L, Gibb R, Gerlach R. Impact of score (oasis) questionnaire for
demographic, behavioral, and dental perception of oral aesthetics in brazil
care utilization parameters on tooth Oral Health Prev Dent 2010; 8: 133-7
color and personal satisfaction
Compendium of Continuing Education
in Dentistry 2000; 29:35- 41.

17
Cakradonya Dent J; 10(1): 18-26

PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU MENGENAI GIGI SULUNG


ANAKNYA SERTA KEMAUAN MELAKUKAN PERAWATAN

KNOWLEDGE AND ATTITUDE OF MOTHERS REGARDING


CHILDREN'S PRIMARY TEETH & WILLINGNESS FOR TREATMENT

Munifah Abdat

Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala

Abstrak
Angka kejadian karies gigi pada anak terus meningkat. Timbulnya karies anak dipengaruhi oleh
pengetahuan ibu dalam merawat kesehatan gigi. Peran gigi sulung adalah sebagai penunjuk jalan bagi
pertumbuhan gigi permanen penggantinya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengetahuan dan sikap ibu tentang kesehatan gigi dan mulut anaknya serta kemauan melakukan
perawatan. Subyek penelitiannya adalah ibu dari murid SD kelas satu Banda Aceh yang terdapat
karies gigi pada anaknya, menggunakan Total Sampling. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan 64%
subyek berpendidikan sarjana dan paska sarjana, namun pengetahuan ibu tentang kesehatan gigi dan
mulut anaknya dengan kategori kurang sebesar 35,5% dan sikap ibu serta kemauan untuk melakukan
perawatan didapatkan dengan kategori kurang sebesar 58,1%. Ketika anak mengeluhkan sakit gigi
hanya 64% ibu yang merawatkan anaknya ke dokter gigi, 6% ibu justru membiarkan, 6% ibu
meningkatkan konsumsi susu dan 24% ibu membawa ke dokter umum untuk diberikan antibiotik.
Disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap ibu mengenai kondisi gigi sulung anaknya belum baik,
kemauan untuk melakukan perawatan gigi anaknya juga belum ada dibuktikan frekuensi ke dokter
gigi hanya ketika anaknya mengeluh sakit gigi.
Kata Kunci: Ibu dan gigi sulung anak, perawatan

Abstract
Prevalence of dental caries in children continues to increase. Incidence of childhood caries is
influenced by the mother's knowledge in taking care of dental health. The role of deciduous teeth is as
guide for the eruption of permanent teeth successor. Aims of study to determine the knowledge and
attitude of mother about children’s primery teeth and the willingness for treatment. The subject of
study was the mothers of a primary school student of Banda Aceh who had dental caries in her child,
using Total Sampling. Based on the results of study, 64% of undergraduate and postgraduate subjects
were educated, but the mother's knowledge about dental and mouth hygiene was less category 35.5%,
mother's attitude and willingness to care was less category 58,1%. When a child complains of
toothache only 64% of mothers takes care their children to the dentist, 6% of mothers just leave alone,
6% of mothers increase milk consumption and 24% of mothers take general doctor for antibiotics. It
was concluded that mother's knowledge and attitude about her child's primery teeth is not good, the
willingness to do dental care of her child also has not been proven frequency to dentist only when her
child complained of toothache.
Keywords: mother and children’s primery teeth, treatment

18
Cakradonya Dent J; 10(1): 18-26

PENDAHULUAN penting untuk menghindari kerusakan gigi dan


Gigi merupakan satu kesatuan dengan dampak infeksi odontogenik yang dapat
seluruh organ tubuh sehingga kerusakan pada ditimbulkan.
gigi dapat mempengaruhi kesehatan anggota Merujuk pada uraian diatas, peneliti
tubuh lain serta mengganggu aktivitas sehari- tertarik untuk mengetahui lebih lanjut
hari.1 Kesehatan gigi dan mulut penting untuk mengenai pengetahuan dan sikap ibu tentang
diperhatikan sebagai bagian integral dari kesehatan gigi dan mulut anaknya serta
kesehatan secara keseluruhan yang kemauan melakukan perawatan di Banda
memerlukan penanganan segera. Bahkan Aceh.
dikatakan bahwa kebersihan rongga mulut
yang baik mampu menggambarkan kondisi METODE
kesehatan umum yang baik, sebaliknya Penelitian ini menggunakan jenis
buruknya kebersihan rongga mulut dapat penelitian deskriptif dengan pendekatan cross
menggambarkan kondisi kesehatan yang buruk sectional menggunakan data primer dan
pula.2 sekunder. Lokasi penelitian ini di SD IT Al-
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Azhar yang meliputi wilayah kerja UPTD
tahun 2007 dalam Suciari (2015) menyatakan Puskesmas Kopelma Darussalam pada bulan
bahwa angka kejadian karies gigi pada anak November 2017.
melonjak hingga 60-90% sedangkan menurut Pengambilan sampel dalam penelitian
data dari PDGI (Persatuan Dokter Gigi ini secara Total Sampling yakni teknik
Indonesia) sedikitnya 89% penderita karies sampling dengan mengambil seluruh sampel
adalah anak-anak. Berdasarkan hasil pada waktu yang telah ditentukan. Subjek
karakteristik penelitian kesehatan, prevalensi penelitian adalah ibu yang menjemput anaknya
karies gigi pada balita usia 3-5 tahun sebesar pada saat jam pulang sekolah pada hari
81,7%. Sedangkan prevalensi karies gigi dilakukannya penelitian. Populasi pada
menurut kelompok usia adalah sebesar 60% penelitian ini adalah ibu dari murid SD IT Al-
pada usia 3 tahun, 85% pada usia 4 tahun dan Azhar kelas I Banda Aceh dari jumlah 141
86,4% pada usia 5 tahun. Namun orangtua orang murid. Pengambilan sampel dari 141
masih menganggap kerusakan pada gigi murid di ambil 91 murid yang terdapat karies
sulung bukan suatu masalah karena gigi sulung pada giginya sesuai data sekunder hasil
hanya sementara, akan digantikan oleh gigi penjaringan Puskesmas Kopelma Darussalam.
permanen.3 Penentuan subyek memperhatikan kriteria
Timbulnya karies anak dipengaruhi oleh inklusi, adapun kriteria inklusinya adalah
pengetahuan orang tua dalam merawat anaknya terdapat karies gigi, ibu menjemput
kesehatan gigi. Lingkungan keluarga anaknya pada jam pulang sekolah, menyatakan
khususnya ibu sangat besar peranannya dalam bersedia sebagai subjek penelitian dengan
mengembangkan perilaku positif terhadap menandatangani lembar persetujuan dan
kesehatan gigi dan mulut. Keterlibatan ibu diperoleh subyek penelitian sejumlah 33
dalam mengembangkan pola perilaku positif orang.
dalam pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut Setelah melalui proses perizinan kepada
diimplementasikan pada anaknya dalam pihak yang terkait lalu peneliti membagikan
kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah lembaran kuisioner untuk kepentingan
dengan memperhatikan perilaku anak dalam penelitian. Berikutnya peneliti menentukan
menjaga kesehatan gigi dan mulut serta pola subjek penelitian yang sesuai dengan kriteria
konsumsi anak terhadap makanan kariogenik.3 sampel inklusi dan meminta kesedian subjek
Penelitan sebelumnya oleh Priyanto A, mengisi lembaran informed consent terlebih
menyatakan bahwa pengetahuan, sikap dan dahulu. Setelah subjek menyetujui, kemudian
perilaku ibu yang positif terhadap kesehatan diberikan kuisioner untuk diisi dalam jangka
gigi dan mulut anak memberi pengaruh waktu lebih kurang 15 menit. Setelah data
terhadap status kesehatan gigi dan mulut yang terkumpul, dilakukan analisis univariat dan
baik. Tanpa adanya pengetahuan dasar dari bivariat terhadap variabel dari hasil penelitian.
orang tua khususnya ibu tentang kesehatan Analisis data yang digunakan dalam
gigi dan mulut akan sulit dalam upaya penelitian ini adalah analisis deskriptif yaitu
pencegahan terhadap penyakit gigi dan mulut.3 untuk mendeskripsikan atau memberi
Sementara perawatan gigi sejak dini sangat gambaran terhadap objek yang diteliti melalui

19
Cakradonya Dent J; 10(1): 18-26

data sampel atau populasi. Analisa deskriptif 4 Frekuensi anak menyikat gigi
dalam sehari.
dilakukan dengan menggunakan bantuan a. 1 kali sehari 15 33 45%
aplikasi Microsoft Excel versi 2010, data akan b. 2 kali sehari 18 55%
ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi c. 1 kali sehari tetapi jarang 0 0%
5 Saat menyikat gigi anak
frekuensi dilengkapi dengan persentase dan didampingi oleh orang tua.
diagram. a. Ya 24 33 73%
b. Tidak 9 27%
6 Gigi anak mudah berlubang.
HASIL a. Ya 27 33 82%
Berdasarkan analisa data didapatkan b. Tidak 6 18%
perbedaan pengetahuan tiap-tiap subjek 7 Frekuensi kunjungan ibu
dokter gigi.
penelitian, menunjukkan sebesar 3 orang ibu a. Tidak pernah 5 15%
saja (9%) dari seluruh subjek memiliki tingkat 33
b. 6 bulan sekali 6 18%
pengetahuan yang baik, 20 orang ibu (61%) c. 1 tahun sekali 5 15%
d. Hanya ketika sakit 17 52%
memiliki tingkat pengetahuan yang cukup dan 8 Frekuensi anak mengunjungi
10 orang ibu (30%) memiliki tingkat dokter gigi.
pengetahuan yang kurang (tabel 1). a. Tidak pernah 5 15%
33
b. 6 bulan sekali 7 21%
c. 1 tahun sekali 5 15%
Tabel 1. Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Ibu d. Hanya ketika sakit 16 49%
Mengenai Kondisi Gigi Sulung Anak Pada Murid 9 Hal yang dilakukan saat anak
mengeluhkan sakit gigi.
SD IT Al-Azhar Banda Aceh. a. Konsultasi ke dokter
Tingkat umum dan memberikan 8 24%
Persentase
Pengetahuan dan Jumlah antibiotik
(%) b. Meningkatkan konsumsi 2 6%
Sikap Ibu
susu 33
Baik 3 orang 9% c. Membiarkan saja hingga 2 6%
sakit reda
Cukup 20 orang 61% d. Mengunjungi dokter gigi 21 64%
e. Gigi susu akan 0 0%
Kurang 10 orang 30% digantikan dengan gigi
permanen, jadi tidak
dibutuhkan perawatan
Total 33 orang 100 10 Kunjungan pertama anak ke
dokter gigi.
a. Usia 6-12 bulan 1 3%
Selanjutnya terdapat beberapa kriteria dalam b. Usia 3 tahun 14 33 42%
penentuan pengetahuan, sikap dan kemauan ibu c. Usia 6 tahun 15 46%
dalam melakukan perawatan pada gigi sulung d. Setelah gigi permanen 3 9%
anaknya sebagaimana ditunjukkan pada tabel 2. tumbuh
11 Makanan yang diberikan pada
anak berpengaruh terhadap
Tabel 2. Distribusi Kriteria Pengetahuan Dan Sikap terjadinya lubang gigi.
Ibu Mengenai Kondisi Gigi Sulung Anak Pada a. Ya 28 33 85%
Murid SD IT Al-Azhar Banda Aceh. b. Tidak 5 15%
No Kriteria Jumlah Total % 12 Kebiasaan menghisap jempol
bernafas menggunakan mulut,
1 Usia anak saat tumbuh gigi
atau mendorong lidah dapat
pertamanya.
mempengaruhi pertumbuhan 33
a. Saat baru lahir 0 33 0%
gigi.
b. Sekitar usia 6 bulan 1 3%
a. Ya 23 70%
c. Setelah usia 1 tahun 32 97%
b. Tidak 10 30%
2 Usia anak saat gigi susu
pertama kalinya tanggal.
a. Usia 3-5 tahun 6 33 18% Untuk kriteria pengetahuan dan sikap
b. Usia 5-7 tahun 17 52%
c. Usia 10-12 tahun 10 30%
ibu mengenai gigi sulung anak, salah satunya
3 Frekuensi ibu menyikat gigi dilihat dari pengetahuan ibu mengenai usia
dalam sehari. anak saat tumbuh gigi pertama, ibu menjawab
a. 1 kali sehari 3 33 9%
b. 2 kali sehari 30 91%
setelah usia 1 tahun sebanyak 32 orang (97%)
c. 1 kali sehari tetapi jarang 0 0% dan sekitar usia 6 bulan hanya 1 orang (3%).

20
Cakradonya Dent J; 10(1): 18-26

Usia anak saat tumbuh Frekuensi anak menyikat


gigi pertamanya gigi dalam sehari
0% 3% 0% 9% 1 kali sehari
Saat baru lahir

2 kali sehari
Sekitar usia 6 91%
97%
bulan
Setelah usia 1 1 hari sekali
tahun tetapi jarang
Gambar 1. Pie Chart 1 Gambar 4. Pie Chart 4

Distribusi kriteria pengetahuan dan Pengetahuan dan sikap ibu mengenai


sikap ibu mengenai kondisi gigi sulung anak kondisi gigi sulung anak pada murid SD IT Al-
pada murid SD IT Al-Azhar Banda Aceh Azhar Banda Aceh dilihat dari sikap ibu yang
dilihat dari usia anak saat gigi susu pertama mendampingi anaknya saat menyikat gigi,
kalinya tanggal dari 33 subjek ibu yang 73% ibu ikut mendampingi anaknya saat
menjawab pada usia 3-5 tahun sebesar 18%, mnyikat gigi sedangkan sisanya 27% ibu tidak
usia 5-7 tahun sebesar 52%, dan usia 10-12 mendampingi anaknya saat sedang menyikat
tahun sebesar 30%. (Gambar 1.) gigi. (Gambar 5.)

Usia anak saat gigi susu Saat menyikat gigi anak


pertama kali tanggal didampingi oleh orang tua
30% 18% usia 3-5 27%
tahun
Sekitar usia ya
52% 5-7 tahun 73%
usia 10-12 tidak
tahun
Gambar 2. Pie Chart 2 Gambar 5. Pie Chart 5

Distribusi kriteria pengetahuan dan Distribusi kriteria pengetahuan dan


sikap ibu mengenai kondisi gigi sulung anak sikap ibu mengenai kondisi gigi sulung
pada murid SD IT Al-Azhar Banda Aceh anaknya murid SD IT Al-Azhar Banda Aceh
dilihat dari kriteria frekuensi ibu dan anak dilihat dari kriteria pengetahuan ibu tentang
menyikat gigi dalam sehari dari 33 subjek ibu gigi anak yang mudah berlubang, dari 33
yang menjawab 1 kali sehari sebesar 9% dan 2 subjek 27 ibu (sebesar 82%) menjawab
kali sehari sebesar 91%. (Gambar 3.) Untuk mengetahui bahwa gigi anak-anak mudah
frekuensi menyikat gigi anaknya dalam sehari berlubang dan 6 ibu (sebesar 18%) tidak
ibu yang menjawab 1 kali sehari sebesar 45% mengetahui bahwa gigi anak mudah
dan 2 kali sehari sebesar 55%. (Gambar 4) berlubang. (Gambar 6.)

Frekuensi ibu menyikat Gigi anak mudah


gigi dalam sehari berlubang
0% 9%
1 kali sehari
18%
2 kali sehari ya
91%
82%
tidak
1 hari sekali
tetapi jarang

Gambar 3. Pie Chart 3 Gambar 6. Pie Chart 6

21
Cakradonya Dent J; 10(1): 18-26

Pengetahuan dan sikap ibu mengenai hingga reda, dan 64% ibu membawa anak
kondisi gigi sulung anak pada murid SD IT Al- mengunjungi dokter gigi. (Gambar 9.)
Azhar Banda Aceh dilihat dari frekuensi Hal yang dilakukan saat
kunjungan ibu ke dokter gigi, dari 33 subjek
15% ibu menjawab tidak pernah kedokter gigi, anak mengeluhkan sakit
18% ibu mengunjungi doker gigi setiap 6 gigi
bulan sekali, 15% ibu mengunjungi dokter gigi ke dokter umum dan
setahun sekali, dan 52% ibu mengunjungi memberikan
dokter gigi hanya ketika giginya sakit. antibiotik
(Gambar 7.) Sedangkan untuk frekuensi 0% meningkatkan
kunjungan anak ke dokter gigi, 15% anak tidak 24% konsumsi susu
pernah ke dokter gigi, 21% anak mengunjungi 6%
64% membiarkan hingga
dokter gigi 6 bulan sekali, 15% anak
6% sakit reda
mengunjungi dokter gigi 1 tahun sekali, dan
49% anak mengunjungi dokter gigi ketika
mengunjungi dokter
giginya sakit. (Gambar 8.)
gigi

Frekuensi kunjungan ibu


Gambar 9. Pie Chart 9
ke dokter gigi
Distribusi kriteria pengetahuan dan
sikap ibu mengenai kondisi gigi sulung anak
15% Tidak pernah pada murid SD IT Al-Azhar Banda Aceh
dilihat dari pengetahuan ibu tentang kunjungan
52% 18% 6 bulan sekali
pertama kalinya anak kedokter gigi, dari 33
1 tahun sekali subjek 3% ibu menjawab usia 6-12bulan, 42%
pada usia 3 tahun, 46% pada usia 6 tahun, dan
15%
hanya ketika 9% ibu menjawab kunjungan pertama kali
sakit anaknya kedokter gigi setelah gigi permanen
tumbuh. (Gambar 10.)
Gambar 7. Pie Chart 7

Frekuensi kunjungan Kunjungan pertama kali


anak ke dokter gigi anak ke dokter gigi
Usia 6-12 bulan
15% Tidak pernah 9% 3%

49% Usia 3 tahun


21% 6 bulan sekali 42%
46%
1 tahun sekali Usia 6 tahun
15%
hanya ketika Setelah gigi
sakit permanen tumbuh
Gambar 8. Pie Chart 8 Gambar 10. Pie Chart 10
Pengetahuan dan sikap ibu mengenai Distribusi kriteria pengetahuan dan
kondisi gigi sulung anak pada murid SD IT Al- sikap ibu mengenai kondisi gigi sulung anak
Azhar Banda Aceh dilihat dari sikap ibu saat pada murid SD IT Al-Azhar Banda Aceh
anak mengeluhkan sakit gigi, dari 33 subjek dilihat dari pengetahuan ibu terhadap makanan
ibu 24% melakukan konsultasi ke dokter yang diberikan pada anak akan berpengaruh
umum dan memberikan antibiotik, 6% terhadap terjadinya perlubangan pada gigi, dari
meningkatkan konsumsi susu untuk anaknya, 33 subjek 85% menjawab ya, dan 15%
6% ibu membiarkan saja sakit gigi anaknya menjawab tidak. (Gambar 11.)

22
Cakradonya Dent J; 10(1): 18-26

Makanan yang diberikan pada 20


anak berpengaruh terhadap

Sikap Ibu
15
terjadinya lubang gigi
10 kurang
15% 5 cukup
Ya 0 baik
menengah tinggi
Tidak
Pendidikan Ibu
85%
Gambar 11. Pie Chart 11 Gambar 14. Diagram Batang Pendidikan
Terhadap Sikap.
Pengetahuan dan sikap subjek penelitian
mengenai kondisi gigi sulung anak pada murid Hasil penelitian menunjukkan hubungan
SD IT Al-Azhar Banda Aceh dilihat dari antara pendidikan subjek dengan sikap subjek
pengetahuan tentang kebiasaan menghisap yang berkebalikan, bahwa subjek penelitian
jempol, bernafas menggunakan mulut, atau yang pendidikannya tinggi kebanyakan
mendorong lidah dapat mempengaruhi termasuk dalam kategori bersikap kurang yaitu
pertumbuhan gigi anak, dari 33 subjek sebanyak 18 subjek (58,1%) dan 5 subjek saja
penelitian yang menjawab ya ada 23 orang (16,1%) yang sikapnya terhadap kesehatan
atau sebesar 70%, dan ibu yang menjawab gigi anaknya berkategori baik. (Gambar 14.)
tidak 10 orang atau sebesar 30%. (Gambar 12.)
PEMBAHASAN
Kebiasaan menghisap jempol, Penelitian telah dilaksanakan pada
bernafas menggunakan mulut, tanggal 4 November 2017 dengan memberikan
atau mendorong lidah, dapat kuisioner kepada ibu dari murid kelas I SD IT
mempengaruhi pertumbuhan gigi Al-Azhar Banda Aceh. Diperoleh jumlah
subjek penelitian sebanyak 33 orang, 9 orang
30% diantaranya (3%) dari total subjek memiliki
Ya
tingkat pengetahuan baik, 20 orang subjek atau
Tidak 61% memiliki tingkat pengetahuan cukup dan
70%
10 orang subjek atau 30% memiliki tingkat
Gambar 12. Pie Chart 12 pengetahuan kurang. Hal ini menunjukkan
bahwa tingkat pengetahuan subjek mengenai
20 kesehatan gigi sulung anak pada ibu murid
Pengetahuan Ibu

15 kelas I SD IT Al-Azhar Banda Aceh masih


belum baik. Dapat disebabkan kurangnya
10 kurang
informasi ibu mengenai pentingnya
5 cukup mengetahui periode pergantian gigi anak.
0 baik Padahal pengetahuan ibu tentang kesehatan
Menengah Tinggi gigi merupakan faktor penting dalam upaya
Pendidikan ibu preventif terhadap penyakit gigi anak.4
Orang tua sangat berpengaruh dalam
Gambar 13. Diagram Batang Pendidikan pembentukan perilaku anak. Menurut
Terhadap Pengetahuan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI),
dalam pemeliharaan kesehatan gigi anak
Hasil penelitian menunjukkan hubungan melibatkan interaksi antara anak, orang tua
antara pendidikan subjek dengan pengetahuan dan dokter gigi. Sikap dan perilaku orang tua,
subjek bahwa subjek penelitian yang terutama ibu, dalam pemeliharaan kesehatan
pendidikannya tinggi memiliki pengetahuan gigi memberikan pengaruh yang cukup
yang baik sebanyak 16 subjek (51,6%), namun signifikan terhadap perilaku anak. Pada tahap
masih banyak subjek penelitian yang termasuk gigi sulung, orang tua perlu memberikan
dalam kategori berpengetahuan kurang yaitu perhatian serius pada anak karena rtumbuhan
sebanyak 11 subjek (35,5%) sebagaimana gigi permanen pengganti ditentukan oleh
terlihat pada Gambar 13. kondisi gigi sulung anak. Sayangnya, masih

23
Cakradonya Dent J; 10(1): 18-26

banyak orang tua yang beranggapan bahwa tumbuh, tetapi karena disebabkan oleh gigi
gigi sulung hanya sementara dan akan sulung karies berpengaruh terhadap
digantikan oleh gigi permanen, sehingga perkembangan oklusi dan penutupan ruang
kerusakan pada gigi sulung dianggap bukanlah sehingga dapat menyebabkan gigi berjejal.7,8
suatu masalah.5 Gigi sulung merupakan penunjuk jalan
Tingkat pendidikan ibu tidak terlalu bagi erupsi atau tumbuhnya gigi tetap
berhubungan kuat pada penelitian ini, penggantinya, sehingga bila gigi sulung sudah
dikarenakan di zaman modern ini informasi dicabut sebelum waktunya maka dapat
yang didapatkan tidak hanya melalui memperlambat tumbuhnya gigi tetap. Gigi
pendidikan formal, namun bisa didapatkan berjejal dapat terjadi karena pertumbuhan gigi
melalui media elektronik, media cetak dan geligi akan diikuti dengan terjadinya
bahkan media sosial yang saat ini telah sangat penambahan ukuran lebar lengkung rahang
berkembang. Informasi mengenai kesehatan dan juga ketidakseimbangan antara lengkung
gigi yang disampaikan oleh iklan pasta gigi rahang dengan ukuran gigi tetap.8
atau sikat gigi, maupun iklan layanan Kebanyakan dari ibu (91%) menyikat
masyarakat tentang pemeliharaan gigi gigi dua kali sehari, namun hanya 55% anak
merupakan salah satu sumber informasi dari 91% ibu yang menyikat gigi dua kali
tentang kesehatan gigi anak yang diterima ibu. sehari. Hal ini diduga karena ibu kurang
Informasi yang diterima tersebut secara tidak berperan aktif terhadap oral hygiene anak,
sadar dapat meningkatkan pengetahuan ibu serta kesehatan gigi anak belum menjadi
tentang kesehatan gigi anak.11 Pada penelitian prioritas utama disebabkan kurangnya
yang telah dilakukan, hampir semua ibu (97%) sosialisasi juga pemahaman tentang betapa
dari total subjek tidak mengetahui usia erupsi pentingnya menjaga kesehatan gigi anak yang
gigi sulung pertama dan hanya 52% ibu sangat berpengaruh pada masa pertumbuhan
mengetahui kapan usia pertama kali gigi susu dan perkembangan anak. Anak yang
tanggal. Hal ini menunjukkan bahwa mempunyai kebiasaan menyikat gigi yang baik
kepedulian ibu terhadap usia tumbuh gigi dipengaruhi peran orang tua. Peranan orangtua
pertama anak dan juga usia tanggal sangat hendaknya ditingkatkan dalam membiasakan
rendah, padahal orang tua (ibu) dan anak menyikat gigi anak secara teratur guna
merupakan satu kesatuan ikatan dimana ibu menghindarkan kerusakan gigi anak Untuk
merupakan anggota tim kesehatan yang baik mendapatkan hasil yang optimal harus
untuk melakukan pengawasan kesehatan.6 Hal diperhatikan frekuensi penyikatan gigi.
ini di dukung oleh penelitian yang dilakukan Frekuensi menyikat gigi yang baik adalah dua
oleh Manohar yang mengatakan bahwa hampir kali sehari, pagi 30 menit setelah sarapan pagi
semua orang tua tidak mengetahui dengan dan malam hari sebelum tidur.9
benar kapan gigi anak pertama kali erupsi.7 Kunjungan orang tua dengan membawa
Gigi sulung adalah gigi yang tumbuh anaknya ke dokter gigi juga berdampak positif
pada masa kanak-kanak. Keberadaan gigi terhadap pengenalan awal anak beserta fungsi
sulung dalam rongga mulut merupakan faktor kontrol guna mengetahui perkembangan
penting dalam menjaga integritas lengkung kesehatan gigi dan mulut anaknya.10 Hasil
rahang selama perkembangan benih gigi tetap. penelitian ini menunjukkan hanya sekitar 18%
Fungsi gigi sulung didalam rongga mulut ibu yang mengunjungi dokter gigi 6 bulan
antara lain sebagai organ pengunyahan yang sekali dan hanya 21% ibu yang membawa
berperan penting dalam sistem pencernaan anaknya mengunjungi dokter gigi secara
untuk menunjang nutrisi terhadap tumbuh berkala, 49% ibu lainnya hanya mengunjungi
kembang anak. Selain itu fungsinya juga dan membawa anaknya ke dokter gigi pada
menjaga estetik, fungsi bicara, penyedia ruang saat telah timbulnya rasa sakit. Kondisi ini
untuk gigi permanen dan sebagai penuntun dapat disebabkan oleh orang tua yang enggan
gigi permanen yang akan erupsi. Secara mengeluarkan biaya untuk perawatan gigi
langsung gigi sulung turut berperan anaknya. Hanya 64% dari total subjek
merangsang pertumbuhan dan perkembangan membawa anaknya ke dokter gigi saat anak
rahang. Pada masa anak-anak perlu mengeluhkan sakit gigi, terdapat opini negatif
diperhatikan waktu tanggalnya gigi sulung dan dari 6 % subjek yang justru meningkatkan
waktu erupsi gigi tetap. Secara alami gigi konsumsi susu jika anak mengeluhkan sakit
sulung akan tanggal sebelum gigi tetap gigi. Walaupun susu mengandung banyak

24
Cakradonya Dent J; 10(1): 18-26

sekali nutrisi, susu juga mengandung glukosa pengetahuan ibu selaku orang tua yang paling
yang dapat melekat pada gigi, mengkonsumsi terdekat dengan anak.7 Selain pengetahuan,
susu pada malam hari saat laju alir saliva yang berpengaruh terhadap kesehatan gigi
lambat mengakibatkan susu yang melekat pada anak yaitu sikap dan kesadaran orangtua.
permukaan gigi tidak dibersihkan oleh saliva Inisiatif orang tua merupakan hal penting
dan melekat pada gigi dalam waktu yang lama dalam upaya kesehatan gigi anak. Inisiatif
dan menyebankan terjadinya karies.7 orang tua dalam hal ini berperan penting guna
Sikap dan pengetahuan ibu yang kurang upaya pencegahan penyakit gigi pada anak
juga terlihat dari hanya sekitar 3% yang juga sebagai promotif terhadap masalah
mengetahui usia 6-12 bulan merupakan usia kesehatan gigi yang ada.11
yang tepat anak pertama kali mengunjungi
dokter gigi, selebihnya menganggap usia 6 KESIMPULAN DAN SARAN
tahun merupakan usia pertama kali ke dokter Berdasarkan hasil penelitian yang telah
gigi dikarenakan gigi pada masa tersebut mulai dilakukan dapat disimpulkan bahwa
goyang dan ibu membawanya ke dokter gigi pengetahuan dan sikap ibu mengenai kondisi
untuk mencabutnya, tidak adanya upaya gigi sulung anaknya adalah masih belum bisa
preventif dari ibu untuk menanggulangi dikatakan baik. Meskipun pendidikan rata-rata
masalah gigi sejak usia dini. Seharusnya yang ibu tergolong cukup baik tetapi tidak
dilakukan oleh ibu adalah segera mengunjungi menunjang pengetahuan dan sikap ibu dalam
dokter gigi dan mengkonsultasikan mengenai menjaga kesehatan gigi dan mulut anaknya.
gigi anak saat gigi pertama anak erupsi hingga Kebanyakan ibu tidak mengetahui usia tumbuh
usia 1 tahun, hal ini dilakukan untuk dan tanggal gigi anaknya. Rata-rata ibu juga
mengantisipasi dan mendapatkan pelajaran tidak memperhatikan frekuensi anak dalam
mengenai perkembangan gigi dan mulut, status menyikat gigi. Ibu juga akan berkunjung ke
fluoride, instruksi mengenai kesehatan rongga dokter gigi hanya ketika gigi anaknya sakit.
mulut, dan pengaruh diet pada gigi geligi yang Sikap dan perilaku ibu dalam pemeliharaan
merupakan komponen yang sangat penting kesehatan gigi memberikan pengaruh yang
pada kunjungan awal.7 signifikan terhadap kesehatan gigi dan mulut
Ibu selaku orang terdekat anak anaknya agar anak terbebas dari permasalahan
sebaiknya mensupervisi serta memandu anak gigi seperti karies dan persistensi yang dapat
saat menyikat gigi. Hal ini dikarenakan oleh menyebabkan pengaruh dalam pertumbuhan
kurangnya pemahaman dan keterampilan anak gigi permanen anak.
dalam menyikat gigi, sehingga membiarkan Dengan pengetahuan dan sikap ibu yang
anak menyikat gigi sendirian adalah cara yang belum terlalu peduli dengan kondisi gigi
tidak efektif.6 Pada penelitian ini, 73% ibu sulung anaknya pada penelitian ini maka perlu
menemani sang anak saat menyikat gigi. 82% dilakukan pemberian edukasi dan informasi
ibu mengetahui gigi anak mudah berlubang, secara intensif kepada ibu-ibu mengenai
kebanyakan ibu atau 85% dari total subjek kondisi gigi anak sejak dini oleh petugas
setuju bahwa pola makan berperan terhadap kesehatan puskesmas dan ada keterlibatan
terjadinya lubang gigi dan 70% ibu kebiasaan dokter gigi swasta.
buruk mempengaruhi pertumbuhan gigi. Hal
ini menunjukkan sebagian besar ibu memiliki DAFTAR PUSTAKA
pengetahuan yang cukup mengenai pentingnya
gigi sulung anak walaupun nantinya akan 1. Oki N, Eram TP, Bambang W. 2012.
digantikan dengan gigi permanen. Perbandingan Media Power Point
Dari hasil ini terlihat jelas bahwa tingkat Dengan Flip Chart Dalam Meningkatkan
pengetahuan ibu perlu ditingkatkan lagi terkait Pengetahuan Kesehatan Gigi Dan Mulut.
periode pergantian gigi anak dan kesehatan Unnes Journal Of Public Health. 1(1).
gigi dan mulut. Tingkat pengetahuan ibu Hal. 1-5.
dalam penelitian ini bisa berasal dari informasi 2. Norfai, Rahman E. Hubungan
yang didapatkan oleh ibu seputar kesehatan Pengetahuan Dan Kebiasaan Menggosok
gigi dan mulut bukan hanya didapatkan dalam Gigi Dengan Kejadian Karies Gigi Di
pendidikan formal, melainkan informasi dari Sdi Darul Mu’minin Kota Banjarmasin
penyuluhan, media elektronik, media cetak Tahun 2017. Dinamika Kesehatan. 2017.
dan media sosial bisa saja meningkatkan 1(8)

25
Cakradonya Dent J; 10(1): 18-26

3. Basuni, Cholil, Deby K.2014.Gambaran Banten Tahun 2014. Jakarta. Media


Indeks Kebersihan Mulut Berdasarkan Litbangkes. 26 (2). 2016.
Tingkat Pendidikan MasyarakatDi Desa 8. Manohar J, Mani G. Knowledge and
Guntung Ujung Kabupaten Banjar. Attitude of Parents Regarding Children's
Dentino L Kedokteran Gigi. 2(1). Hal. Primary Teeth & their Willingness for
18-23 Treatment. Journal of Pharmaceutical
4. Rompis C, Pangemanan D, Gunawan P. Sciences and Research. 9 (2). 2017.
Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu 9. Maulani C, Enterprise J. Kiat Merawat
Tentang Kesehatan Gigi Anak dengan Gigi Anak Panduan Orang Tua dalam
Tingkat Keparahan Karies Anak TK di Merawat dan Menjaga Kesehatan Gigi
Kota Tahuna. Manado. Jurnal e-Gigi. bagi Anak-Anaknya: Jakarta: PT Elex
4(1). 2016. Media Komputindo; 2005. p. 35-37.
5. Natamiharja L, Dwi NS. Hubungan 10. Suarniti Luh Putu. Pencabutan Dini
pendidikan, pengetahuan, dan perilaku Gigisulung Akibat Caries Gigi Dapat
ibu terhadap status karies gigi balitanya. Menyebabkan Gigi Crowding. Jurusan
Dentika dental journal 2010;15(1):37-41 Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes
6. Eddy E, Mutiara H. Peranan Ibu Dalam Denpasar. Jurnal Kesehatan Gigi. 2014:
Pemeliharaan Kesehatan Gigi Anak 2(2).
Dengan Status Karies Anak Usia Sekolah 11. Meinarly G. Pengetahuan, sikap dan
Dasar.Fakultas Kedokteran, Universitas tindakan ibu-ibu rumah tangga terhadap
Lampung. Majority. 2015. 4(7):1-6. pemeliharaab kesehatan gigi dan mulut
7. Suratri MAL, Sintawati FX, Andayasari anak balitanya, di Kecamatan Balige,
L. Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Kabupaten Toba Samosir, Sumatera
Orang Tua tentang Kesehatan Gigi dan Utara tahun 2009, Medan: Universitas
Mulut pada Anak Usia Taman Kanak- Sumatera Utara, 2009.
kanak di Provinsi DIY dan Provinsi

26
Cakradonya Dent J; 10(1): 27-30

GAMBARAN EARLY CHILDHOOD CARIES (ECC) DI POSYANDU


TERINTEGRASI PAUD (PENDIDIKAN ANAK USIA DINI)
KECAMATAN SIJUNJUNG KABUPATEN SIJUNJUNG
SUMATERA BARAT
(Preliminary Study Pengembangan Surveilans ECC di Kabupaten
Sijunjung Sumatera Barat pada bulan Juli 2013)

EARLY CHILDHOOD CARIES (ECC) FINDINGS AT POSYANDU-


PAUD (MOTHER-CHILD COMMUNITY HEALTH CENTER
INTEGRATED WITH PRE-SCHOOL EDUCATION CENTER) IN
SIJUNJUNG, WEST SUMATERA
(Preliminary Study for ECC Surveillance Model Development In
Sijunjung West Sumatera in July 2013)

Arymbi Pujiastuty

Department Preventive and Public Health of Dentistry, Universitas Andalas

Abstrak
Early Childhood Caries (ECC) atau karies pada anak usia dini merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang besar dan menjadi penyakit infeksi yang kronis pada anak yang sulit dikontrol.
Belum ada data yang dapat mewakili gambaran beban penyakit ECC khususnya di Sumatera
Barat lebih khusus lagi di Kabupaten Sijunjung yang dapat digunakan untuk perencanaan
program dalam memecahkan masalah ECC. Studi Deskriptif cross sectional ini bertujuan untuk
mendapat gambaran prevalensi, pengalaman dan tingkat keparahan Early Childhood Caries
(ECC) pada anak usia 3 - 6 tahun yang akan digunakan sebagai preliminary study
pengembangan surveilans ECC di Kabupaten Sijunjung Sumatera Barat. Metode yang dipakai
yaitu pemeriksaan klinis dengan menggunakan indeks DMFT/dmft untuk mengukur
pengalaman ECC. Indeks PUFA/pufa digunakan untuk menilai adanya kondisi oral dan infeksi
akibat ECC tidak terawat. Kesimpulannya adalah prevalensi ECC dan infeksi odontogenik yang
didapat menunjukkan bahwa sebagian besar kondisi kesehatan gigi dan mulut anak usia pra
sekolah masih belum menjadi perhatian serius dan sebagian besar kasus karies pada anak usia
dini (ECC) didapati belum dilakukan perawatan.
Kata kunci : ECC, Penilaian Karies

Abstract
Early Childhood Caries (ECC) is a chronic infectious disease in children that are difficult to
controll, hence it is a significant public health problem. There is no data available on the
prevalance of ECC which can be used for programme planning in solving the ECC problem and
burden for Sijunjung area in West Sumatera. Objectives is to investigate the prevalance,
experience and severity of Early Childhood Caries (ECC) on pre-school children (3-6 years old)
at an integrated Posyandu-Paud which can be used as a preliminary study for ECC surveilance
model development for Sijunjung area West Sumatera. The design of this study was descriptive
Cross Sectional, DMFT/dmft index was used to score the experience of ECC. PUFA/pufa Index
was used to assess the presence of oral conditions and infections resulting from untreated ECC.
The index is recorded separate from DMFT/dmft, and the presence of either a visible pulp (P/p),
ulceration of the oral mucosa due to root fragment (U/u), a fistula (F/f), or an abscess (A/a) was
recorded. The prevalance of ECC and odontogenic infections reflect that most of the pre-school
children’s oral health are neglected and most of ECC cases are untreated.
Keywords : ECC, Caries Assessment, untreated ECC

27
PENDAHULUAN Sijunjung, Sumatera Barat. Tujuan
Masa anak-anak merupakan periode dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
penting dalam menentukan status kesehatan prevalensi, pengalaman dan tingkat
gigi anak pada periode selanjutnya.1 Gigi keparahan Early Childhood Caries (ECC)
anak akan rentan berlubang sesaat setelah atau karies anak usia dini pada anak-anak
giginya erupsi.2 pra-sekolah (usia 3-6 tahun) di Posyandu
Penyakit Early Childhood Caries terintegrasi PAUD, yang akan digunakan
(ECC) atau karies pada anak usia dini sebagai preliminary study pengembangan
adalah penyakit yang ditandai satu atau surveilans ECC di Kabupaten Sijunjung
lebih lesi karies (baik lesi tanpa kavitas Sumatera Barat.
maupun lesi dengan kavitas), gigi
hilang/sudah dicabut (yang disebabkan oleh BAHAN DAN METODE
karies), atau gigi yang sudah ditambal pada Desain penelitian ini adalah
gigi susu anak usia di bawah 71 bulan.3 Deskriptif Cross Sectional, dengan
Early Childhood Caries (ECC) merupakan melakukan pemeriksaan klinis intra oral
penyakit infeksi kronis pada anak yang sulit pada 29 anak usia 3-6 tahun yang datang di
dikontrol, oleh karena itu ECC sudah hari buka posyandu pada 3 posyandu
menjadi masalah kesehatan masyarakat terintegrasi PAUD antara lain Posyandu
yang besar. Terdapat banyak aspek pada Ganting, Posyandu Anggrek dan Posyandu
penyakit Early Childhood Caries (ECC), Dahlia di Kecamatan Sijunjung, Kabupaten
gigi berlubang pada anak yang disebabkan Sijunjung Sumatera Barat. Pemeriksaan
kebiasaan minum susu dengan botol atau intra oral dilakukan dengan menggunakan
dikenal dengan Nursing Bottle Caries kaca mulut dan dibantu penerangan lampu
diakui sebagai salah satu manifestasi senter, dalam penelitian ini peneliti
sindrom ECC yang lebih parah. 2 langsung bertiindak sebagai examiner.
Early Childhood Caries (ECC) Alat ukur pemeriksaan klinis yang
merupakan pengalaman pertama karies gigi digunakan adalah indeks DMFT/dmft untuk
pada anak-anak, meskipun tidak mengukur pengalaman ECC anak. Indeks
mengancam jiwa, pengaruhnya terhadap PUFA/pufa digunakan untuk menilai
individu dan masyarakat cukup besar yaitu adanya kondisi oral dan infeksi akibat ECC
mengakibatkan rasa sakit, penurunan fungsi tidak terawat. Indeks PUFA/pufa dicatat
pengunyahan, berpengaruh buruk pada terpisah dari DMFT/dmft dengan penilaian
pertumbuhan, berat badan dan kemampuan P/p untuk karies dengan pulpa terbuka, U/u
anak untuk berkembang, sehingga akan untuk ulserasi mukosa mulut karena
mengurangi kualitas hidup anak.1 fragmen akar, F/f untuk fistula dan A/a
Gambaran besarnya masalah ECC untuk abses, penghitungan angka
yang didapat dari data yang sudah ada PUFA/pufa sama dengan penghitungan
antara lain ; Prevalensi ECC anak usia 3-6 pada indeks DMFT/dmft.7
tahun di DKI Jakarta tahun 1988 adalah
85,17% dengan tingkat keparahan 6 gigi HASIL
tiap anak4, Prevalensi ECC pada anak usia Prevalensi ECC (dmf-t > 0)pada anak
kurang dari 1 tahun di DKI Jakarta pada usia 3-6 tahun di 3 (tiga) Posyandu
tahun 2007 adalah 52,7% dengan angka terintegrasi PAUD Sijunjung Sumatera
def-t 2,855, prevalensi ECC pada anak usia Barat pada bulan Juli 2013 adalah 82,7%
12-36 bulan di Medan Barat, Sumatera dengan pengalaman ECC atau angka dmf-t
Utara tahun 2012 adalah 79,4% dengan sebesar 6,76 artinya tiap anak menderita
angka def-t 4,556. Untuk wilayah sekitar 6 atau 7 gigi karies dalam rongga
Sumatera Barat, belum tersedia data mulutnya. Angka gigi yang sudah ditambal
mengenai Penyakit ECC yang dapat (f-t) adalah 0 (nol) dari semua anak yang
digunakan untuk perencanaan program diperiksa artinya tidak ada gigi karies yang
penanggulangan masalah penyakit sudah ditambal, angka gigi hilang/sudah
ECC,khususnya untuk daerah kabupaten dicabut karena karies (m-t) mendekati 0.

28
Cakradonya Dent J; 10(1): 27-30

Prevalensi Infeksi Odontogenik (pufa


> 0) adalah 37,9% dengan angka pufa
sebesar 1,4 artinya tiap anak memiliki
pengalaman infeksi odontogenik pada 1-2
giginya.Angka Incidence Assumed ECC
antara anak usia 3-4 tahun dan anak usia 4-
5 tahun adalah 1,2 artinya selama
pertambahan usia anak dari 3 tahun sampai
anak berusia 5 tahun diasumsikan ada
pertambahan kasus ECC pada giginya
sebanyak 1 gigi dan angka Incidence
Assumed ECC antara anak usia 4-5 tahun
dan anak usia 5-6 tahun adalah 3,3 artinya
selama pertambahan usia anak 4 tahun
sampai berusia 6 tahun diasumsikan ada
pertambahan kasus ECC pada giginya
sebanyak 3 gigi.

Table 1. Prevalensi ECC (%) dan Prevalensi


pufa (%) Anak Usia 3-6 tahun pada Tiga
Posyandu-Paud di Sijunjung, Sumatera Barat
(Juli 2013)
n = 29
Prevalence dmf-t > 0 82.7
Prevalance of d-t 79.3
Prevalance of m-t 3.4 Gambar 1. Kondisi Rongga Mulut Anak Usia
Pra- sekolah
Prevalance of f-t 0
Prevalance pufa > 0 37.9
PEMBAHASAN
Prevalance of p 37.9
Prevalensi ECC sebesar 82,7 %
Prevalance of u 0 dengan beban 6-7 gigi tiap anak
menunjukkan bahwa sebagian besar
Table 2. Mean Pengalaman Karies (dmf-t) dan kesehatan gigi dan mulut anak usia pra-
Mean Infeksi Odontogenik (pufa) Anak Usia 3- sekolah masih terbengkalai, dan prevalensi
6 tahun pada Tiga Posyandu-Paud di Sijunjung,
Infeksi Odontogenik sebesar 37,9 % dengan
Sumatera Barat (Juli 2013)
beban 1-2 gigi tiap anak menggambarkan
n = 29
bahwa masih banyak kasus ECC yang tidak
Mean dmf-t 6,76 terawat sehingga berkembang menjadi ECC
Mean d-t 6,7 yang lebih parah dan menyebabkan infeksi
Mean m-t 0,07 odontogenik. Tidak adanya gigi yang
Mean f-t 0
ditambal juga menunjukkan bahwa semua
kasus ECC pada anak yang diperiksa belum
Mean pufa 1,4
mendapat pengobatan dan akses masyarakat
Mean p 1,24 untuk mendapatkan pelayanan pengobatan
Mean u 0 gigi masih sangat rendah. Data juga
Mean f 0.07 menunjukkan bahwa insiden atau
Mean a 0,5 bertambahnya kasus baru ECC meningkat
seiring bertambahnya usia.
Early Chilhood Caries (ECC)
merupakan penyakit yang dapat dicegah,
konsekuensi ECC terhadap fisik, psikologis
dan ekonomi dapat dihindari dengan
mengedukasi para calon orang tua baru

29
Cakradonya Dent J; 10(1): 27-30

tentang praktik kebersihan gigi mulut dan tua menerima edukasi kesehatan gigi dan
pola makan yang baik seperti penggunaan mulut anak berdasarkan kebutuhan tumbuh
pasta berfluoride dan pemanis non kembang anak sebagai panduan upaya
kariogenik. Pencegahan ECC harus dimulai pencegahan. Dokter gigi harus
sejak periode pre dan perinatal. Sikap dan mengedukasi orang tua termasuk ibu hamil
kesadaran para ibu hamil dalam upaya tentang cara mengurangi risiko karies pada
pencegahan penyakit gigi dan mulut juga anak usia dini.2
dinilai masih kurang, sehingga sangat - Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk
penting memperhatikan perawatan gigi dan mengetahui hubungan antara Oral Habits
mulut para ibu hamil dan wanita usia subur dan berbagai faktor sosial dengan kejadian
yang bermanfaat untuk kesehatan diri ECC terutama di Kabupaten Sijunjung
mereka sendiri maupun membantu Sumatera Barat , sehingga perencanaan
mencegah initial transmission atau tindakan promotif dan preventif ECC dapat
penularan karies gigi yang diderita ibu disusun secara tepat.
kepada gigi anaknya.1
ECC juga merupakan hasil dari pola DAFTAR PUSTAKA
asuh orang tua yang keliru dalam 1. Zafar S, Harnekar SY, Siddiqi A.
pemberian makanan dan minuman tinggi Early Childhood Caries : Etiology,
gula seperti pemberian minuman manis Clinical Considerations,
dalam botol, biskuit dan permen. Maka Consequences and Management.
pencegahan ECC harus difokuskan pada International Dentistry SA;11
pendidikan orang tua mengenai pola 2. ADA. Statement of Early
pemberian makan anak untuk mengurangi Childhood Caries. Trans. 2000:454
tingkat infeksi Streptococcus Mutans. 2000.
Pencegahan lain yang dapat dilakukan yaitu 3. AAPD. Definition of Early
dengan penggunaan sediaan Fluor baik Childhood Caries (ECC). American
secara topikal maupun sistemik untuk Academy of Pediatric Dentistry
menekan peningkatan kasus ECC.1 2003.
4. Suwelo I. Karies Gigi pada Anak
KESIMPULAN DAN SARAN dengan Pelbagai Faktor Etiologi.
Prevalensi Early Childhood Caries 1st ed: Penerbit Buku Kedokteran
(ECC) dan Infeksi Odontogenik anak usia EGC; 1992.
3-6 tahun pada tiga Posyandu terintegrasi 5. Setiawati F. Peran Pola Pemberian
PAUD di Sijunjung Sumatera Barat Air Susu Ibu (ASI) dalam
menunjukkan bahwa sebagian besar Pencegahan Early Childhood
kesehatan gigi dan mulut anak usia pra- Caries (ECC) di DKI Jakarta
sekolah masih terabaikan dan kasus ECC [Jakarta: Universitas Indonesia;
masih banyak yang belum mendapat 2012.
pengobatan. Data juga menunjukkan bahwa 6. Tanjung D. Hubungan antara Sosial
insiden ECC meningkat seiring Ekonomi Orang Tua, Perilaku Diet,
bertambahnya usia anak. Perilaku Membersihkan Gigi, dan
- Early Childhood Caries (ECC) Indeks Kebersihan Rongga Mulut
merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan Early Childhood Caries
dan upaya pencegahan ECC harus dimulai pada Anak 12-36 Bulan di
sejak periode pre dan perinatal. Kecamatan Medan Barat [Medan:
- Sejak gigi anak pertama kali tumbuh, Universitas Sumatera Utara; 2012.
sebaiknya orang tua menjadualkan 7. Monse, Heinrich-Weltzien,
kunjungan pertama anak ke dokter gigi Benzian, Holmgren, palenstein v,
untuk selanjutnya secara periodik Helderman. PUFA - An Index of
memeriksakan gigi anak. Hal tersebut bisa Clinical Consequences of Untreated
dilakukan 6 bulan setelah gigi pertama Dental Caries Community Dent
tumbuh atau selambat-lambatnya 12 bulan. Oral Epidemiol 2010 2009;38:77-
Pada kunjungan tersebut diharapkan orang 82

30
Cakradonya Dent J; 10(1): 31-37

TOPOGRAFI DENTIN SETELAH PENYIKATAN DENGAN


SODIUM LAURYL SULFATE PADA BERBAGAI DURASI WAKTU
DITINJAU DENGAN ATOMIC FORCE MICROSCOPY

DENTIN TOPOGRAPHY AFTER BRUSHED WITHIN SODIUM


LAURYL SULFATE IN SEVERAL DURATIONS ASSESSED BY
ATOMIC FORCE MICROSCOPY

Abdillah Imron Nasution, Basri A. Gani, Firda Asbarini


Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala

Abstrak
Menyikat gigi menggunakan pasta gigi berfluoride adalah kebiasaan yang sering dilakukan
masyarakat di negara berkembang. Pasta gigi yang dijual di pasaran biasanya mengandung deterjen
dengan kadar yang rendah. Sodium lauryl sulfate (SLS) adalah salah satu deterjen dalam pasta gigi
dengan kadar rata-rata 0,5-2% dari berat keseluruhan pasta gigi. SLS dapat merusak struktur dentin
dengan berpenetrasi ke dalam kristal hidroksiapatit (HA) yang merupakan penyusun dentin. Penelitian
ini bertujuan menganalisis topografi dentin setelah penyikatan dengan sodium lauryl sulfate 1% pada
berbagai durasi waktu ditinjau dengan Atomic Force Microscopy (AFM). Enam gigi premolar
digunakan sebagai spesimen dan dipotong pada area mahkota dekat CEJ kemudian dihaluskan.
Spesimen dikelompokkan ke dalam enam kelompok yaitu kelompok kontrol negatif, kontrol positif,
dan kelompok yang disikat dengan SLS 1% dengan durasi 3 menit, 5 menit, 8 menit dan 10 menit.
Perlakuan diulang selama 7 hari. Hasil pengamatan AFM memperlihatkan perbedaan antara kelompok
kontrol dengan kelompok perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyikatan menggunakan
SLS dapat menurunkan kekasaran permukaan, memperkecil diameter tubulus dentin, menurunkan
tinggi dentin intertubuler dan memperlebar jarak dentin intertubuler. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa SLS dapat menyebabkan abrasi pada struktur hidroksiapatit dan merusak kolagen
pada dentin.
Kata kunci: Sodium lauryl sulfate, topografi dentin

Abstract
Tooth-brushing with toothpastes is the common habit practiced by people in developing country.
Toothpaste usually contains low concentration of detergent. Sodium Lauryl Sulfate (SLS) is a
commonly used detergent in toothpastes with approximately 0,5-2% of concentration. SLS could
damaged dentinal structure by its ability to penetrate into hydroxy apatite (HA) which form dentin
complex. This study aimed to analyze dentin topography after brushed within Sodium Lauryl Sulfate
1% in several durations assessed by Atomic Force Microscopy (AFM). Six healthy permanent
premolars were used as specimens and divides on crown area near cemento-enamel junction and
polished afterwards. Specimens were classified into six groups as follows; negative control group,
positive control group, and experimental groups which brushed within sodium lauryl sulfate 1% for 3
minutes, 5 minutes, 8 minutes and 10 minutes. This treatment was repeated until 7 days. AFM images
showed the differences between control groups and experimental groups. The result showed that
tooth-brushing within SLS could decrease roughness averages, dentinal tubules diameter and height of
intertubular dentin and could increase dentin intertubular distance. Hence, it can be concluded that
SLS could abraded hidroxyapatite structure and collagen of dentin.
Keywords: Sodium lauryl sulfate, dentin topography

31
Cakradonya Dent J; 10(1): 31-37

PENDAHULUAN Moore dan Addy menyimpulkan bahwa


Dentin adalah salah satu struktur yang detergen dapat menyebabkan kehilangan
menyusun gigi dan berada di antara email dan dentin. West dkk menyatakan bahwa SLS atau
pulpa. Dentin dapat terekspos karena berbagai pasta gigi pada fase liquid hanya
cara. Salah satu penyebabnya adalah email menghilangkan smear layer sehingga tubulus
atau sementum yang secara normal melindungi dentin terbuka. Pada penelitian lebih lanjut,
permukaan dentin hilang atau tipis akibat diketahui bahwa bukan hanya smear layer
atrisi, abrasi atau erosi gigi. Dentin yang yang terbuka, tetapi juga terjadi kerusakan
terekspos dapat mengacu pada tubulus dentin. Mekanisme detergen
hipersensitivitas dentin. Hipersensitivitas menyebabkan kehilangan dentin masih belum
dentin didefinisikan sebagai rasa nyeri yang dapat dijelaskan namun diduga email dan
muncul sebagai respon terhadap stimulus dentin mengalami abrasi dan erosi karena pH
termal, evaporatif, kimiawi, taktil dan stimulus detergen berada di bawah pH netral. Barkvoll
osmotik.1,2 dkk menyatakan bahwa SLS merupakan
Frandsen menyimpulkan bahwa detergen anionik paling agresif dan dapat
menyikat gigi dengan menggunakan pasta gigi terserap dengan cepat ke dalam hidroksiapatit.3
adalah kebiasaan oral hygiene paling umum Masyarakat pada umumnya menyikat
dilakukan oleh masyarakat di negara maju dan gigi dengan pasta gigi yang mengandung
berkembang.3 Menyikat gigi dengan tekanan sodium lauryl sulfate dan durasi penyikatan
yang besar dan frekuensi yang tinggi dapat gigi per hari yang bervariasi. American Dental
menyebabkan lesi traumatik subklinis pada Association (ADA) menyatakan bahwa
area servikal gigi, termasuk diantaranya seorang individu sebaiknya menyikat gigi
jaringan lunak dan keras. Aksi mekanis pada secara teratur, minimal 2 kali sehari yaitu pagi
penyikatan gigi tidak memiliki efek yang hari setelah sarapan dan sebelum tidur malam.
signifikan pada kerusakan jaringan keras gigi. Rata-rata durasi seorang individu menyikat
Namun demikian, aksi mekanis penyikatan gigi adalah kurang lebih 1 menit. Adapula
gigi yang didukung oleh bahan abrasif pada yang menyebutkan 2-2,5 menit. ADA
pasta gigi dapat menurunkan pH rongga mulut menganjurkan durasi penyikatan gigi yang
dan menyebabkan abrasi dan erosi pada email paling efektif mengangkat plak adalah 3
dan dentin menyebabkan hipersensitivitas menit.5 Berdasarkan data tersebut, rata-rata
dentin.3 individu menyikat gigi lebih dari 3 menit dan
Pasta gigi yang mengandung berbagai kurang dari 10 menit per hari.
bahan aktif atau aditif yang memiliki fungsi Oleh karena itu, perlu dilakukan
yang spesifik. Bahan aktif pada pasta gigi penelitian mengenai topografi dentin setelah
terdiri atas bahan abrasif, flouride, agen penyikatan dengan Sodium lauryl sulfate 1%
desensitasi, agen antiplak dan antitartar. Pasta pada berbagai durasi waktu ditinjau dengan
gigi juga mengandung detergen, agen Atomic Force Microscopy (AFM).
preservatif, agen perisa, pemanis dan agen
pewarna.4 BAHAN DAN METODE
Pasta gigi pada umumnya mengandung Penelitian ini merupakan penelitian
detergen. Kandungan detergen dalam pasta eksperimental dengan desain post test only
gigi berkisar dari 0,5-2% dari berat control group. Penelitian dilakukan di
keseluruhan pasta gigi. Detergen dalam pasta Laboratorium Program Studi Kedokteran Gigi
gigi memiliki beberapa fungsi, termasuk Fakultas Kedokteran dan Laboratorium Fisika
menghilangkan material organik pada Material dan Kimia Fakultas MIPA
permukaan gigi. Sodium lauryl sulfate (SLS) Universitas Syiah Kuala Banda Aceh pada
adalah detergen yang paling umum digunakan bulan April 2013. Spesimen yang digunakan
dalam pasta gigi di seluruh dunia. Sodium adalah gigi premolar permanen sebanyak 6
lauryl sulfate memiliki efek antimikroba yang buah. Gigi yang dipakai adalah gigi vital yang
dapat bertahan sampai beberapa jam di dalam diekstraksi untuk perawatan ortodontik, bebas
mulut dan aksi penghambat pembentukan plak. dari karies, tidak terdapat abrasi, atrisi dan
Menurut Pader dan Barkvoll, SLS berikatan erosi, serta tidak memiliki defek pertumbuhan
dengan protein bakteri, menyebabkan dan perkembangan. Spesimen dipilih secara
perlekatan bakteri ke gigi terhambat, sehingga acak sederhana dan dikelompokkan ke dalam 6
pembentukan plak menurun.3 kelompok, yang terdiri dari 2 kelompok

32
Cakradonya Dent J; 10(1): 31-37

kontrol (kontrol positif dan negatif) dan 4 Sebelum asam fosfor diaplikasikan, gigi
kelompok yang akan diberikan perlakuan. diisolasi dengan cotton roll. Asam fosfor 37%
Alat yang digunakan yaitu timbangan diaplikasikan pada email dan dentin mahkota
analitik, gelas ukur, mikromotor, carborundum gigi dengan menggunakan sikat halus atau
disc, bulu sikat, bowl, chip blower, stopwatch, kuas selama 15 detik. Email dan dentin dibilas
wadah untuk meletakkan spesimen, dan dengan air bertekanan (syringe) agar jaringan
Atomic Force Microscopy (AFM). Bahan yang mineral gigi larut dan sisa asam mengalir
digunakan yaitu gigi premolar 1 atas sebanyak bersama air. Waktu pencucian dilakukan
6 buah, bubuk sodium lauryl sulfate, aquades, selama 15 detik. Email dan dentin dikeringkan
plastisin, tisu kering, kapas gulung, dan dengan semprot angin (chip blower) selama 15
alumunium oxide abrasive paper. detik. Permukaan email yang telah dietsa
Gigi yang dipakai adalah gigi permanen terlihat kusam kekuningan. Kelompok yang
vital yang diekstraksi untuk keperluan diaplikasikan asam fosfor adalah kelompok
perawatan ortodontik, bebas dari karies, tidak kontrol positif dan kelompok perlakuan I, II,
terdapat abrasi, atrisi dan erosi, serta tidak III, IV. Kelompok kontrol negatif hanya
memiliki defek pertumbuhan dan direndam di aquades dan tidak diaplikasikan
perkembangan dari kedua jenis kelamin. asam fosfor.
Sebelum dipreparasi, gigi dihilangkan jaringan Konsentrasi SLS yang digunakan adalah
lunak yang masih melekat terlebih dahulu. 1%. SLS dalam bentuk bubuk dilarutkan
Gigi dipotong tegak lurus dengan sumbu menggunakan aquades. Dalam 100 ml air
panjang gigi di CEJ (cemento-enamel dilarutkan 1 gr SLS. Konsentrasi ini
junction) menggunakan carborundum disc diharapkan dapat merepresentasi konsentrasi
menjadi dua bagian, bagian mahkota dan akar SLS di dalam pasta gigi yang hanya berkisar
gigi. Pada saat preparasi, gigi harus tetap 0,5-2%.
dalam keadaan basah atau lembab. Spesimen Dentin gigi yang telah dipersiapkan
diratakan menggunakan bur silindris.3 Hal ini dikelompokkan ke dalam 6 kelompok.
bertujuan untuk menghilangkan bagian pulpa Kelompok pertama (kontrol negatif) direndam
yang tertinggal pada mahkota hasil dalam aquades tanpa direndam di asam fosfor
pemotongan dan mendapatkan permukaan dan tidak disikat dengan SLS. Hal ini
yang rata. bertujuan untuk melihat perbedaan antara
Bagian email yang di sekeliling gigi kelompok kontrol positif yang dibuka tubulus
tidak perlu dibuang karena pada permukaan dentinnya dengan kelompok kontrol.
mahkota yang terpotong tersebut terdapat Kelompok kontrol positif diaplikasikan gel
dentin yang akan diamati. Bagian dentin dan asam fosfor tetapi tidak disikat menggunakan
email dapat dibedakan dari warnanya dimana SLS. Sedangkan kelompok perlakuan I, II, III,
warna dentin lebih gelap dan kekuningan dan IV masing-masing disikat menggunakan
dibandingkan dengan email gigi. Setelah SLS selama 3 menit, 5 menit, 8 menit dan 10
permukaan mahkota yang dipotong tersebut menit selama 7 hari berturut-turut.
rata, spesimen gigi tersebut dihaluskan Penyikatan menggunakan teknik roll
kembali menggunakan kertas pasir dengan menggunakan mikromotor dengan bulu sikat
ukuran 600, 800, 1000 dan 1200 grit secara terbuat dari serat nilon. Setelah kelompok
bertahap untuk menghaluskan permukaan. tersebut diberikan perlakuan masing-masing
Selama penghalusan, spesimen dibasahi (termasuk kelompok kontrol), dentin disimpan
dengan air. dalam wadah tertutup dan dibalut dengan kasa
Dalam beberapa kasus smear layer yang steril yang telah dibasahi larutan salin. Hal ini
mengandung partikel kecil dentin yang bertujuan agar lingkungan di dalam wadah
melindungi permukaan dentin dapat mirip dengan lingkungan di rongga mulut,
membiaskan hasil pengamatan. Smear layer terhindar dari dehidrasi (tetap moist) dan tidak
merupakan lapisan debris organik yang terjadi perkembangbiakan bakteri yang dapat
terdapat pada permukaan dentin akibat membiaskan hasil pengamatan. Penyikatan
preparasi. dilakukan selama 7 hari.
Oleh karena itu, smear layer Spesimen yang akan diamati
dihilangkan menggunakan gel etsa asam yang menggunakan AFM dibilas dengan aquades
dijual di pasaran berupa asam ortofosforik kemudian dikeringkan menggunakan tisu
37% untuk membuka tubulus dentin. kering dan chip blower. Spesimen tidak boleh

33
Cakradonya Dent J; 10(1): 31-37

terlalu basah, tetapi harus moist. Spesimen dan dentin intertubuler melebar dengan nilai
diletakkan pada meja spesimen dan difiksasi kekasaran permukaan lebih rendah daripada
menggunakan plastisin, kemudian ujung kelompok kontrol yaitu 522.0 nm. Kelompok
kantilever diposisikan persis menyentuh perlakuan 5 menit memperlihatkan tubulus
bagian yang akan diperiksa. Penyesuaian dentin yang kecil dan dentin intertubuler yang
ujung kantilever dilakukan dengan cara lebar dengan nilai Ra 428.2 nm. Kelompok
manual (makro) dan komputerisasi (mikro) perlakuan 8 menit memperlihatkan gambaran
kemudian masukkan scan range dan klik start yang berbeda daripada kelompok perlakuan
scanning. Setiap spesimen diperiksa sebanyak lainnya. Nilai Ra kelompok ini yaitu 429.0 nm.
tiga kali dengan scan range 20x20, 40x40 dan Tubulus dentin tidak terlihat jelas dan terlihat
60x60 µm sehingga akan memberikan puncak-puncak dentin intertubular yang
gambaran yang jelas dari tubulus dentin, ruang tumpul. Kelompok perlakuan 10 menit
intertubular dan topografi dentin. AFM dapat memperlihatkan gambaran yang mirip dengan
menggambarkan topografi spesimen dari kelompok perlakuan 8 menit tetapi nilai
warna gambar. Semakin gelap warna yang kekasarannya lebih tinggi yaitu 456.5 nm.
dihasilkan pada gambar, semakin dalam Kekasaran permukaan (Ra) paling
jaraknya. Metode yang digunakan pada rendah adalah kelompok kontrol negatif. Nilai
penelitian ini adalah metode kontak. Ra paling tinggi adalah kelompok kontrol
Gambaran topografi dentin dianalis positif. Penurunan nilai Ra terjadi pada
menggunakan software Gwyddion versi 2.30. kelompok durasi 3 menit, 5 menit, dan 8 menit
Analisis data menggunakan uji statistik SPSS dan meningkat pada kelompok durasi 10 menit
metode one way ANOVA. dibandingkan kelompok durasi 8 menit.
Diameter tubulus dentin diukur
HASIL menggunakan peranti lunak Gwyddion v.2.30.
Spesimen gigi premolar 1 atas sejumlah Peranti lunak ini berguna untuk melakukan
6 buah yang dibagi atas 2 kelompok kontrol analisis dan visualisasi pada hasil pindai
dan 4 kelompok telah disikat dengan sodium Scanning Probe Microscopy (SPM), salah
lauryl sulfate 1 % dengan durasi 3, 5, 8 dan 10 satunya Atomic Force Microscopy (AFM).
menit selama 7 hari berturut-turut kemudian Tools yang digunakan adalah extract profiles
dipindai menggunakan Atomic Force dan measure distance. Tubulus dentin yang
Microscopy (AFM). Scan range yang diukur harus memenuhi persyaratan yaitu
digunakan pada pemindaian ini adalah berbatas jelas atau tidak terpotong. Setiap
20x20µm, 40x40µm dan 60x60µm dengan gambaran AFM ditemukan 6 tubulus yang
area yang tercakup berturut-turut 402.4pm², representatif. Tubulus-tubulus tersebut diukur
1,61nm² dan 3,622nm². Lokasi area yang akan dengan menarik 4 garis diagonal sehingga
diamati dengan AFM dipilih secara acak pada didapatkan 24 data pada setiap kelompok.
permukaan spesimen dentin. Kelompok kontrol negatif tidak diukur karena
Gambaran AFM menunjukkan adanya tidak terdapat tubulus dentin yang terbuka.
perbedaan antara kelompok kontrol dengan Hasil pengukuran diameter tubulus dentin
kelompok perlakuan. Kelompok kontrol menunjukkan diameter tubulus yang paling
negatif memperlihatkan permukaan dentin besar terdapat pada kelompok kontrol positif.
yang ditutupi oleh smear layer dan smear plug.
Hal ini menunjukkan belum terjadi kerusakan Tabel 1. Ukuran diameter tubulus dentin
pada struktur dentin dan nilai kekasaran Kelompok Diameter (nm)
permukaan rata-rata (Ra) yaitu 428.4 nm. Nilai
Ra kelompok ini lebih rendah daripada Kontrol (+) 4.503 ± (1.21)
kelompok kontrol positif.
Kelompok kontrol positif 3 menit 2.049 ± (0.34)
memperlihatkan tubulus dentin yang utuh dan
seragam. Berbeda dengan kelompok kontrol 5 menit 2.123 ± (0.60)
negatif, pada kelompok ini tubulus dentin
terbuka lebar menyebabkan peningkatan Ra. 8 menit 2.614 ± (0.69)
Nilai Ra kelompok ini yaitu 550.7 nm.
Kelompok perlakuan 3 menit 10 menit 2.755 ± (0.90)
memperlihatkan tubulus dentin yang mengecil

34
Cakradonya Dent J; 10(1): 31-37

Diameter tubulus dentin paling besar


terdapat pada kelompok kontrol positif. Semua
kelompok perlakuan menunjukkan penurunan
ukuran diameter tubulus dentin dibandingkan
kelompok kontrol positif. Diameter tubulus
dentin meningkat seiring peningkatan durasi
penyikatan.
Hasil uji normalitas data menggunakan
Saphiro-Wilk menunjukkan sebaran data yang
normal (p>0.05) pada semua kelompok
spesimen. Uji homogenitas varian juga
menunjukkan data yang homogen (p>0.05).
Data dianalisis menggunakan oneway Gambar 1. Spesimen Dentin Pada Kelompok
ANOVA dan disimpulkan bahwa terdapat Kontrol Dan Kelompok Perlakuan
perbedaan yang signifikan. Uji Post-Hoc LSD
juga menunjukkan bahwa kelompok kontrol PEMBAHASAN
berbeda secara signifikan dengan seluruh Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kelompok perlakuan. Perbedaan yang sodium lauryl sulfate (SLS) dapat menurunkan
signifikan terdapat di antara kelompok durasi kekasaran permukaan, menurunkan ukuran
yang memiliki selisih lebih dari 3 menit yaitu diameter tubulus dentin dan memperlebar
kelompok kontrol positif dengan kelompok 3 dentin intertubular. Kekasaran permukaan dan
menit dan kelompok 5 menit dengan kelompok ukuran diameter tubulus dentin paling tinggi
8 menit sedangkan kelompok durasi dengan terdapat pada kelompok kontrol positif yang
selisih 2 menit tidak memiliki perbedaan yang merupakan kelompok yang dietsa. Prosedur
signifikan yaitu kelompok durasi 3 menit pengetsaan terbukti dapat meningkatkan
dengan 5 menit dan kelompok durasi 8 menit kekasaran permukaan karena penetrasi asam
dengan 10 menit. ke dalam tubulus dentin dapat melarutkan
dinding tubulus dentin dan meningkatkan
Tabel 2. Perbandingan nilai kemaknaan antar ukuran diameter tubulus dentin.6,7
kelompok
Kekasaran permukaan dan ukuran
Kelompok Pembanding Sig.* diameter tubulus dentin menurun pada semua
kelompok perlakuan dibandingkan dengan
Kontrol + 3 menit 0.000*
kelompok kontrol positif. Kekasaran
5 menit 0.000* permukaan semakin menurun pada kelompok
8 menit 0.000* durasi 3, 5 dan 8 menit kemudian meningkat
kembali pada kelompok durasi 10 menit.
10 menit 0.000* Diameter tubulus dentin pada semua kelompok
3 menit 5 menit 0.751 perlakuan menunjukkan penurunan yang
8 menit 0.017*
signifikan dibandingkan kelompok kontrol
positif. Kelompok dengan selisih durasi lebih
10 menit 0.003* dari 3 menit menunjukkan perbedaan yang
5 menit 8 menit 0.038* signifikan sedangkan kelompok dengan selisih
durasi 2 menit tidak menunjukkan perbedaan
10 menit 0.008*
yang signifikan.
8 menit 10 menit 0.546 SLS memiliki struktur formula CH3-
(CH2)11-O-SO3-Na+.8 SLS terdiri atas rantai
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa hidrokarbon hidropobik yang mengandung 12
penyikatan menggunakan sodium lauryl karbon lipofilik (memiliki kecenderungan
sulfate dapat menurunkan kekasaran mengikat lemak), satu grup sulfat (SO4)
permukaan dan menurunkan ukuran diameter hidrofilik nonpolar dan satu ion natrium akan
tubulus dentin pada kelompok 3, 5, 8 dan 10 terlepas dari ikatan molekulnya apabila
menit dibandingkan kelompok kontrol. Dentin dilarutkan dalam air.9,10
intertubuler melebar dan tidak seperti keadaan Dentin disusun atas material organik (kolagen
awal. tipe I) dan inorganik yaitu kristal hidroksi

35
Cakradonya Dent J; 10(1): 31-37

apatit (HA) dengan rumus kimia dengan bahan-bahan lain yang dapat
Ca10(PO4)6(OH)2.11 SLS dapat merusak memperbaiki struktur dentin, namun
struktur dentin dan matriks dentin dengan diperlukan perhatian lebih mengenai efek SLS
berpenetrasi ke dalam kristal hidroksi terhadap gigi dan jaringan lunak di dalam
apatit.12,13 Gugusan hidroksi apatit yang rongga mulut.
bereaksi dengan natrium pada SLS akan
membentuk senyawa natrium hidroksi apatit KESIMPULAN DAN SARAN
(NaHA). Natrium akan bersubstitusi Berdasarkan hasil penelitian tersebut
menggantikan ion kalsium dan menyebabkan maka dapat disimpulkan bahwa sodium lauryl
gugus hidroksi apatit terlepas. Seiring sulfate mampu mengubah topografi
bertambahnya natrium, ion OH- pada hidroksi permukaan dentin. Dentin yang disikat dengan
apatit juga menurun sampai hilang dan akan menggunakan SLS terbukti mengalami
terbentuk air.11 Substitusi ionik pada umumnya penurunan kekasaran permukaan, pengecilan
mempengaruhi lattice parameter di dalam ukuran diameter tubulus dentin, penurunan
kristal hidroksi apatit berdasarkan ukuran ion. tinggi dentin intertubular dan pelebaran jarak
Natrium memiliki ukuran ion yang lebih besar dentin intertubular. Penyebab perubahan
daripada ion kalsium. Proses ini struktur dentin secara kimiawi dan biologis
memungkinkan terjadinya peningkatan lattice setelah dipaparkan dengan SLS. Selain itu juga
parameter dan ukuran volume unit sel diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai
heksagonal seiring dengan masuknya ion pengaruh sodium lauryl sulfate terhadap dentin
natrium ke dalam HA.11 Interaksi kalsium menggunakan alat yang berbeda, misalnya X-
polipospat dengan ion natrium ditunjukkan ray Diffraction (XRD) dan Scanning Electron
oleh Gambar 1. Microscopy (SEM).

DAFTAR PUSTAKA
1. Addy M, Mostafa P, Absi EG, Adams D.
Cervical dentin hypersensitivity. Etiology
and management with particular reference
to dentifrices. In: Rowe NH, ed.
Proceedings of Symposium on
Hypersensitive Dentin Origin and
Management. Michigan: University of
Michigan, 1985:147-167.
2. Addy M. Etiology and clinical
Gambar 2. Interaksi Kalsium Polipospat dengan ion implications of dentine hypersensitivity.
Natrium Dent Clin North Am 1990 34:503-14.
3. Moore C, Addy M. Wear of dentine in
Kekasaran dihitung oleh deviasi vertikal vitro by toothpaste abrasives and
permukaan riil dari nilai normal. Apabila nilai detergents alone and combined. J Clin
deviasinya besar, maka permukaannya kasar Periodontol 2005; 32; 1242-1246.
dan sebaliknya. Kekasaran berperan penting 4. Drisko CL. Dentine Hipersensitivity and
dalam menentukan bagaimana objek Gingival Recession. Georgia
berinteraksi dengan lingkungan. Zavala 5. Strassler, Howard E. Toothpaste
Alonso dkk meneliti bahwa kekasaran dentin ingredients Make a difference: patient-
yang dietsa menggunakan asam ortofosforik specific recommendations. ADA CERP.
dan diperiksa menggunakan AFM adalah 440 2009:102-103.
nm14 tidak jauh berbeda dengan nilai 6. Bray KK. Toothbrushing behavior
kekasaran kelompok kontrol positif dan change. American Dental Hygienist
perlakuan yaitu 428-550 nm. Assosiation 2010.p.2.
SLS termasuk senyawa yang tidak 7. Mjor IA. Ole Feejerskov. Human Oral
berbahaya yang dapat digunakan sehari-hari. Embriology and Histology. Alih bahasa:
Penelitian ini menunjukkan bahwa SLS tidak Siregar F. Jakarta: Widya Medika,
dapat menyebabkan erosi pada dentin, tetapi 1991.p.81-92
dapat menyebabkan abrasi pada dentin. 8. Asadoorian J. Tooth Brushing. CJDH.
Penggunaan SLS dalam pasta gigi disertai 2006; 40(5): 232-248.

36
Cakradonya Dent J; 10(1): 31-37

9. Shanebrook, Adam C. Formulation and 13. Parkinson, CR. Smear-layer Integrity and
Use of Surfactants in Toothpastes. 2004 The Role of Surfactants. GlaxosmithKline
10. Sodium lauryl sulfate. EUROPEAN Consumer Health Care Research and
PHARMACOPOEIA. 01/2005:0098: 2440 Development, Surreym United Kingdom.
11. Adzila, Sharifah et al. Mechanochemical 2004.
Synthesis of Sodium Doped 14. Zavala Alonso V. Nanostructure
Hydroxyapatite Powder. Indian Journal evaluation of healthy and fluorotic dentin
of Chemistry. 2013. Pg: 739-734 by atomic force microscopy before and
12. Parkinson CVR., Marshall SJ., Marshall after phosporic acid etching. San Luis
GW. Dentine Integrity and the Role of Potosi University. Mexico. 2011. Pg: 546-
Surfactant. GlaxoSmithKline Consumer 553
Healthcare Research and Development,
Surrey, United Kingdom.

37
Cakradonya Dent J; 10(1): 38-43

PENATALAKSANAAN AMELOGENESIS IMPERFEKTA:


LAPORAN KASUS

AMELOGENESIS IMPERFECTA TREATMENT:


A CASE REPORT

Elin Hertiana

Laboratorium Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi


Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama)

Abstrak
Amelogenesis imperfekta (AI) adalah penyakit keturunan berupa gangguan pembentukan email gigi
tanpa adanya manifestasi sistemik. Amelogenesis imperfekta dapat terjadi pada gigi sulung maupun
gigi permanen. Amelogenesis imperfekta memiliki 4 tipe, yaitu hipoplasia, hipomaturasi,
hipokalsifikasi, dan hipomaturasi-hipoplasia disertai taurodontisme. Dalam laporan kasus ini akan
dibahas mengenai penatalaksanaan amelogenesis imperfekta tipe hipokalsifikasi pada pasien pria
berusia 40 tahun. Perawatan dilakukan dengan penggunaan pasak fiber dan pembuatan mahkota tiruan
penuh logam porselen. Penggunaan mahkota tiruan penuh merupakan pilihan terbaik untuk mengatasi
kerusakan email pada penderita amelogenesis imperfekta tipe hipokalsifikasi.
Kata Kunci: amelogenesis imperfekta, mahkota tiruan penuh logam porselen.

Abstract
Amelogenesis imperfecta (AI) is an inherited condition that disturbs the developing enamel structure
and presents independently of any related systemic disorder. It involves both primary and permanent
dentitions. Amelogeneis imperfecta has 4 types: hypoplastic AI, hypomaturation AI, hypocalcified AI,
and hypomaturation-hypoplastic with taurodontism. This case report will present hypocalcified
amenogenesis imperfecta treatment in 40 years old man. The treatment is using fiber post and
porcelain fused to metal crowns. The use of full crowns is the best option to treat enamel defect in
patient with hypocalcified amelogenesis imperfecta.
Key Words: amelogenesis imperfecta, PFM crown

38
Cakradonya Dent J; 10(1): 38-43

PENDAHULUAN Gambaran radiografis: Gambaran radiografis:


Amelogenesis imperfekta (AI) adalah Email terlihat Radiodenstitas email
penyakit keturunan berupa gangguan kontras menyerupai dentin
pembentukan email gigi tanpa adanya dibandingkan
manifestasi sistemik. Amelogenesis imperfekta dengan dentin
dapat terjadi pada gigi sulung maupun gigi Tipe Hipokalsifikasi Hipomaturasi -
permanen.1-4 Witkop dan Sauk (1976) Hipoplasia disertai
membagi tipe AI berdasarkan apakah Taurodontism
gangguan diakibatkan oleh berkurangnya Gangguan kualitas Berkurangnya jumlah
proses mineralisasi matriks email disertai
jumlah email (hipoplasia), gangguan proses
dengan kuantitas gangguan proses
mineralisasi email (hipomaturasi), gangguan pembentukan matriks mineralisasi
proses kalsifikasi (hipokalsifikasi), serta juga yang normal
gabungan hipomaturasi-hipokalsifikasi disertai Gambaran Klinis: Gambaran Klinis:
taurodontism. Amelogenesis imperfekta tipe Ketebalan email Gabungan gambaran
hipoplasia terjadi pada 60-73 % kasus, tipe normal tetapi disertai klinis hipomaturasi
hipomaturasi 20-40 % kasus, dan tipe hilangnya translusensi dengan hipoplasia
hipokalsifikasi sekitar 7% kasus. 5,6,7 AI dapat Email mengalami
diturunkan melalui kromosom X. Manifestasi hipomineralisasi dan
klinis dari AI memiliki anomali gen yang memiliki konsistensi
spesifik berhubungan dengan masing-masing lunak. Sangat rapuh
fenotip. Mutasi spesifik yang terbukti dan mudah aus
Warna dapat
mengakibatkan AI adalah amelogenin
dipengaruhi oleh
(AMELX), enamelin (ENAM), kallikrein4 faktor lokal setelah
(KLK4), enamelysis (MMP-20) dan erupsi dan derajat
FAM83H.2,3 kerusakannya serta
terlihatnya dentin.
Tabel 1. Perbedaan amelogenesis imperfekta tipe Gigi cenderung
hipoplasia, hipomaturasi, hipokalsifikasi, berwarna lebih gelap
hipomaturasi-hipokalsifikasi disertai dibanding tipe AI lain
taurodontism.2,3
Gambaran radiografis: Gambaran radiografis:
Tipe Hipoplasia Tipe Hipomaturasi
Email kurang Kamar pulpa
Berkurangnya jumlah Gangguan kualitas
radiopak dibanding membesar, dasar kamar
matriks email, tetapi mineralisasi dengan
dentin pulpa dan furkasi
proses mineralisasinya kuantitas pembentukan
memanjang ke apikal
normal matriks yang normal
Gambaran Klinis: Gambaran Klinis:
Berkurangnya Ketebalan email normal
Tingkat keparahan AI bervariasi antar
ketebalan email pasien dan kadang sulit untuk membuat
Email teremineralisasi Email mengalami diagnosis tipe AI hanya dari pemeriksaan
dengan baik, tidak hipomineralisasi dan klinis saja. Pada beberapa kasus, fenotip yang
serapuh jenis AI lain cenderung rapuh berbeda ini dapat terlihat pada pasien yang
Warna bervariasi dari Warna dipengaruhi sama maupun pada gigi yang sama.1
normal dan translusen oleh faktor lokal AI yang terjadi pada anak-anak dapat
hingga kuning setelah erupsi dan mempercepat ataupun memperlambat erupsi
kecoklatan tergantung derajat kerusakannya, gigi. Implikasi klinis dari AI meliputi
ketebalan email dan bervariasi dari putih kerentanan karies yang rendah, atrisi yang
derajat translusensi susu sampai kuning
cepat, deposit kalkulus yang besar dan
melalui dentin atau merah kecoklatan
hiperplasia gingiva. Keadaan patologis yang
Adanya celah antar
gigi akibat email yang berhubungan dengan AI adalah pembesaran
tipis mempengaruhi folikel, impaksi gigi permanen, erupsi ektopik,
ukuran gigi kehilangan gigi kongenital, resorpsi
Email terlihat kasar, mahkota/akar, dan kalsifikasi pulpa.4
tidak beraturan,
berlubang-lubang LAPORAN KASUS
disertai dengan/tanpa Seorang pasien pria berusia 40 tahun
groove vertikal datang ke RSGM FKG UI dengan keluhan gigi

39
Cakradonya Dent J; 10(1): 38-43

anteriornya rusak. Pemeriksaan klinis rusak, serta pembuatan gigi tiruan kerangka
menunjukkan gigi 34, 32, 42, 43, 44 non vital, logam untuk menggantikan kehilangan gigi.
email sangat lunak bahkan pada gigi 34 sudah Pasien masih cukup puas dengan penampilan
tidak ada, dan gigi berwarna coklat kehitaman gigi anterior atasnya.
(Gambar 1). Gigi 12, 11, 21, 22, 34, 32,
terdapat tambalan komposit di bagian labial. TAHAP PERAWATAN
Gigi 36 dan 37 missing. Dari anamnesis Seluruh gigi rahang bawah yang non
diketahui bahwa gigi pasien sudah rusak sejak vital dilakukan perawatan saluran akar terlebih
kecil sehingga seluruh gigi belakangnya sudah dahulu. Setelah itu dilakukan prepasi sisa
dipasangkan mahkota tiruan penuh. Gigi mahkota dan preparasi saluran akar,
anterior atasnya juga sudah beberapa kali pemasangan pasak fiber serta pembentukan
ditambal komposit. Tidak ada keluarga pasien core dari bahan komposit (Gambar 2).
yang menderita kerusakan gigi yang sama. Pencetakan dilakukan dengan bahan rubber
base heavy dan light body.

Gambar 1. Keadaan Intra Oral

Berdasarkan keadaan klinis, pasien


didiagnosa menderita amelogenesis imperfekta
tipe hipokalsifikasi. Rencana perawatan untuk
pasien ini adalah pembuatan mahkota tiruan Gambar 2. Preparasi sisa mahkota, preparasi
pasak logam porselen dengan pasak fiber dan saluran akar, pemasangan pasak fiber dan
core komposit untuk gigi anterior bawah yang pembentukan core komposit.

40
Cakradonya Dent J; 10(1): 38-43

Sebelum pemasangan mahkota tiruan bawahnya. Keempat gigi anterior atas


penuh, terlebih dahulu dilakukan try-in logam dipreparasi, lalu dicetak menggunakan rubber
untuk melihat kecekatan, tepi servikal, dan base heavy dan light body. Dilakukan try-in
ruangan untuk porselennya. Sementasi logam terlebih dahulu, kemudian diproses, dan
mahkota tiruan penuh (MTP) logam porselen mahkota tiruan penuh logam porselen disemen
dilakukan dengan menggunakan GIC type I. menggunakan GIC tipe I (Gambar 5).
Gigi tiruan kerangka logam dibuat untuk
menggantikan kehilangan gigi 37 dan 36
(Gambar 3).

Gambar 4. Tambalan di gigi atas yang pecah

Gambar 3. Try-in logam, sementasi MTP logam


porselen, dan GTSKL

Setelah 1 bulan, pasien kembali datang


ke RSGM FKG UI karena tambalan gigi
atasnya pecah (Gambar 4). Pasien
menginginkan seluruh gigi anterior atasnya Gambar 5. Try-in logam dan sementasi
dibuatkan mahkota tiruan penuh seperti gigi MTP logam porselen.

41
Cakradonya Dent J; 10(1): 38-43

DISKUSI Aplikasi fluor dan bahan desensitisasi dapat


Penderita amelogenesis imperfekta mengurangi sensitifitas pada gigi 2,9,10
umumnya pergi ke dokter gigi karena malu Pada laporan kasus ini, pasien merasa
dengan penampilannya, terganggunya fungsi malu dengan penampilannya karena giginya
pengunyahan, atau merasa ngilu pada giginya. rusak dan berwarna coklat kehitaman. Email
Terjadinya perubahan bidang oklusal, yang masih tersisa konsistensinya lunak dan
kehilangan gigi kongenital, gigi sensitif, rapuh. Hal ini sesuai dengan gambaran klinis
estetik yang buruk, penyakit periodontal, dan dari AI tipe hipokalsifikasi. Karena kerusakan
penurunan dimensi vertikal menjadi tantangan mahkota sudah sangat parah di regio anterior
bagi dokter gigi.8 bawah sehingga retensinya kurang, maka
Penatalaksanaan AI difokuskan pada diputuskan untuk membuat mahkota tiruan
tiga aspek, yaitu pencegahan, restorasi, dan pasak logam porselen. Sedangkan untuk regio
estetik. Tujuan dari perawatan AI adalah anterior atas dibuatkan mahkota tiruan penuh
diagnosis dini, manajemen nyeri, pencegahan, logam porselen. Pasien merasa sangat puas
stabilisasi, restorasi, dan kontrol berkala. dengan penampilannya sekarang. Sayangnya
Penatalaksanaan AI sebaiknya dilakukan pasien memiliki kebiasaan merokok yang kuat
sedini mungkin. Identifikasi dan tindakan sehingga menyebabkan stain pada gigi dan
pencegahan terutama pada anak-anak sangat mahkota tiruannya. Pasien kemudian diedukasi
penting untuk menghindari terjadinya untuk mengurangi merokok dan selalu
gangguan estetik dan fungsional. Pemeriksaan menjaga kebersihan rongga mulutnya.
berkala dapat mengidentifikasi gigi yang
membutuhkan perawatan segera setelah erupsi. KESIMPULAN
Pada gigi sulung, perawatan dibagi menjadi Penderita amelogenensis imperfekta
fase sementara diikuti dengan fase transisi. umumnya mengalami masalah dengan estetik
Restorasi untuk gigi posterior dilakukan dan fungsi pengunyahan. Pemilihan perawatan
dengan menggunakan preformed metal crow, pada penderita ini tergantung dari penampilan
sementara untuk gigi anterior dapat serta kualitas dan jumlah email dan dentin
menggunakan mahkota polycarbonate atau yang rusak. Perawatan amelogenesis
penambalan dengan komposit. Anak-anak imperfekta dengan menggunakan mahkota
dengan AI umumnya disertai terjadinya tiruan penuh pada pasien dalam laporan kasus
maloklusi. Oleh sebab itu perlu kerjasama ini memberikan hasil estetik yang memuaskan.
antara dokter gigi spesialis konservasi dan
orthodontis dengan dokter spesialis gigi anak DAFTAR PUSTAKA
untuk membuat rencana dan melakukan 1. Patel M., McDonnell ST, Iram S, Chan
perawatan pasien ini sedini mungkin.4,9,10,11 MFW-Y. Amelogenesis imperfecta -
Penampilan serta kualitas dan jumlah lifelong management. Restorative
email dan dentin yang rusak akan menentukan management of the adult patient. British
jenis restorasi yang dibutuhkan untuk Dent J 2013;215(9):449-57.
mengembalikan estetik dan fungsi 2. American Academy of Pedriatic
pengunyahan. Jika email masih baik tetapi Dentistry. Guideline on Dental
berubah warna, maka dapat dilakukan Management of Heritable Dental
bleaching dan/atau microabrasi. Jika email Developmental Anomalies. Reference
rapuh tetapi masih dapat di bonding, maka Manual 2013;37(6):266-71.
penambalan dengan resin komposit atau 3. Ergun G, Egilmez F, Kaya BM, Cekic-
veneer porselen dapat dilakukan. Jika email Nagas I. Functional and Esthetic
sudah tidak dapat di bonding, maka Rehabilitation of a Patient with
dibutuhkan pembuatan mahkota tiruan penuh. Amelogenesis Imperfecta. J Can Dent
Apabila kerusakan sudah sangat parah Assoc 2013;79:38.
sehingga terjadi penurunan dimensi vertikal, 4. Gadhia K, McDonald S, Arkutu N,
maka terlebih dahulu dilakukan pembuatan Malik K. Amelogenesis imperfecta : an
splint oklusal untuk mengembalikan dimensi introduction. BDJ 2012;212:377-9.
vertikal. Pembersihan karang gigi, sikat gigi 5. Witkop CJ Jr. Amelogenesis
dengan teratur serta penggunaan obat kumur imperfecta, dentinogenesis imperfecta
dapat meningkatkan kesehatan periodontal. and dentin dysplasia revisited: Problems

42
Cakradonya Dent J; 10(1): 38-43

in classification. J Oral Pathol 1988; 9. Sapir S, Shapira J. Clinical solutions for


17:547-53. developmental defects of enamel and
6. Neville BW, Damm DD, Allen CM, dentin in children. Pediatr Dent
Bouquot JE. Oral & Maxillofacial 2007;29(4):330-6.
Pathology. 4th ed. St. Louis : Elsevier; 10. Khokhar V, Gupta B. Amelogenesis
2016. P.49-69. imperfecta : review of literature with
7. Rajendran R, Sivaparthasundaram B. case report. JOADMS 2016;2(1):84-91.
Shafer’s Textbook of Oral Pathology. 7th 11. Hemagaran G, Harvind M.
ed. New Delhi : Thomson Press Ltd ; Amelogenesis imperfecta : literature
2012. P.46-9. review. IOSR-JDMS 2014;13(1):48-51.
8. Paula LM, Melo NS, Silva Guerra EN,
Mestrinho DH, Acevedo AC. Case
report of rare syndrome associating
amelogenesis imperfecta and
nephroncalcinosis in a consanguineous
family. Arch Oral Biol 2005;50(2):37-
42.

43
Cakradonya Dent J; 10(1): 44-48

PERUBAHAN pH SALIVA SEBELUM DAN SESUDAH MENGKONSUMSI


BUAH PISANG AYAM (Musa acuminata Colla) PADA MAHASISWA FKG
UNSYIAH ANGKATAN 2014

CHANGE IN SALIVA PH BEFORE AND AFTER CONSUMING BANANA


“BUAH PISANG AYAM” ON UNSYIAH DENTAL STUDENT GRADE 2014

Afrina*, Santi Chismirina*, Nura Shara Amirza**


*
Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Syiah Kuala
**
Program Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Syiah Kuala

ABSTRAK
Saliva adalah cairan mulut yang kompleks yang merupakan gabungan dari berbagai cairan dan
komponen yang diekskresikan ke dalam mulut. Potensial of hydrogen (pH) saliva merupakan derajat
asam atau basanya suatu cairan tubuh yang dapat berubah karena kecepatan aliran saliva,
mikroorganisme rongga mulut, dan kapasitas buffer saliva. Buah pisang ayam (Musa acuminata
Colla) merupakan buah dengan kandungan karbohidrat tinggi yang dapat meningkatkan produksi
asam oleh bakteri-bakteri rongga mulut sehingga rongga mulut menjadi asam. Keadaan ini
menyebabkan demineralisasi permukaan gigi sehingga dapat terjadi proses pembentukan karies.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat perubahan pH saliva sebelum dan sesudah
mengkonsumsi buah pisang ayam pada mahasiswa FKG Unsyiah angkatan 2014. Subjek penelitian ini
berjumlah 39 orang yang diambil dengan metode purposive sampling dengan desain one-group
pretest-posttest desaign. Pengambilan saliva dilakukan dengan metode spitting yang dilakukan
sebelum dan sesudah mengkonsumsi buah pisang ayam. Pengukuran pH saliva mengunakan pH meter
digital. Berdasarkan hasil uji T-test berpasangan, terbukti adanya penurunan pH saliva yang bermakna
(p<0,05) antara pH saliva sebelum dan sesudah mengkonsumsi buah pisang ayam, yang menunjukkan
adanya penurunan pH saliva sesudah mengkonsumsi buah pisang ayam. Kesimpulan penelitian ini
adalah adanya perubahan pH saliva sebelum dan pH saliva sesudah mengkonsumsi buah pisang ayam.
Kata kunci: pH saliva, Musa acuminata Colla

ABSTRACT
Saliva is a complex mouth fluid consists of a combination of various fluids and components which are
excreted into the mouth. Potential of Hydrogen (pH) is degree of acid or base of a body fluid which
changes due to salivary flow rate, oral cavity microorganisms, and salivary buffer capacity. “buah
pisang ayam” (Musa acuminata Colla) is a fruit with a high carbohydrate content, it can increase acid
production by oral bacteria so which makes the oral cavity becomes acid. The condition cause
demineralization of the tooth surface which leads to carries formation. The aim of this study is to
observe the change of saliva pH before and after consuming “buah pisang ayam” on dental student of
Unsyiah grade 2014. The subjects of this study are 39 people taken by purposive sampling method
with one-group pretest-posttest design. Taking saliva is done by spitting method before and after
consuming “buah pisang ayam”. Measurement of pH saliva use digital pH meter. Based on paired t-
test results, proved to a decrease in salivary pH (p<0.05) between saliva pH before and after
consuming banana, indicating a decrease in salivary pH after consuming banana. The conclusion of
this study is the change of saliva pH before and after consuming “buah pisang ayam”.
Keywords: saliva pH, Musa acuminata Colla

44
Cakradonya Dent J; 10(1): 44-48

PENDAHULUAN Faktor yang menyebabkan terjadinya


Buah pisang (Musa paradisiaca) perubahan pada pH saliva yaitu kecepatan
merupakan buah yang kaya akan manfaat bagi aliran saliva, mikroorganisme rongga mulut,
tubuh manusia karena dapat menyehatkan dan dan kapasitas buffer saliva.11 Penelitian Ida
meregenerasi jaringan tubuh. Salah satu Rahmawati, dkk (2015), mengatakan bahwa
manfaat dari buah pisang adalah dapat diet yang kaya karbohidrat akan menaikkan
mengurangi diare, sembelit, disentri, metabolisme produksi asam oleh bakteri-
menurunkan kolestrol serta tekanan darah bakteri.6 Perubahan pH saliva tergantung pada
tinggi, meningkatkan daya ingat, perbandingan asam dan basa, pH normal saliva
meningkatkan kekebalan tubuh, memperbaiki berkisar antara 6,7 – 7,3 dan pH kritis berkisar
suasana hati (mood) dan merupakan makanan antara 5,5 – 6,5.12
yang sangat baik bagi bayi karena memiliki Berdasarkan hal di atas peneliti merasa perlu
kandungan gizi yang tinggi.1 melakukan penelitian untuk mengetahui
Jenis pisang sangatlah beragam, salah perbedaan pH saliva sebelum dan sesudah
satunya adalah pisang ayam (Musa acuminata mengkonsumsi pisang ayam (Musa acuminata
Colla) juga dikenal dengan nama pisang Colla) pada mahasiswa angkatan 2014
barangan.2 Pisang ayam mengandung Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah
karbohidrat sebanyak 22,48 g/100g pisang Kuala
sebagai penghasil energi yang cukup tinggi
dibanding buah lain.3,4 Selama proses BAHAN DAN METODE
pematangan, karbohidrat buah pisang ayam Penelitian ini merupakan penelitian
diubah menjadi sukrosa, glukosa, dan eksperimental dengan desain one-group
fruktosa.3 Penelitian Sampath Kumar (2012), pretest-posttest design. Penelitian ini
mengatakan bahwa dua pisang memberikan dilakukan di ruang Skill’s laboratory Fakultas
energi yang cukup untuk latihan berat selama Kedokteran Gigi ( FKG ) Universitas Syiah
90 menit, sehingga pisang dikatakan sebagai Kuala. Subjek pada penelitian ini adalah
buah yang baik bagi atlet.1 Pisang ayam juga mahasiswa FKG unsyiah angkatan 2014 yang
mengandung protein, magnesium, fhosfhor, diambil dengan metode Purposive Sampling.
sodium dan potassium. Pisang ayam juga Buah pisang yang digunakan pada
merupakan buah pisang yang memiliki penelitian ini adalah jenis buah pisang ayam
vitamin C sebanyak 8,7 mg/100 gram serta (Musa acuminata Colla) yang diperoleh dari
asam folat sebanyak 20 µg/100 g.3 desa Saree Aceh, Kecamatan Lembah
Potential of hydrogen(pH) saliva Seulawah Aaceh Besar dengan karakteristik
merupakan salah satu cara untuk mengukur kulit berwarna kuning kemerahan dengan
derajat asam atau basa dari cairan tubuh.5 bintik-bintik cokelat dan daging buah
Penurunan pH saliva dapat meningkatkan berwarna sedikit orange dengan berat 100
resiko karies yang tinggi, sedangkan kenaikan gram per mahasiswa.
pH saliva dapat meningkatkan pembentukan Sebelum dilakukan pengumpulan saliva,
kalkulus.6 Makanan yang kaya akan subjek penelitian sudah diinstrusikan untuk
karbohidrat dapat menurunkan pH saliva tidak makan dan minum selama 1 jam sebelum
karena dapat meningkatkan metabolisme dilakukan penelitian. Pengumpulan saliva
produksi asam oleh bakteri-bakteri, sehingga dilakukan pada pukul 09.00-11.00 WIB
dapat mengakibatkan pH saliva di rongga dengan metode spitting yaitu saliva
mulut menjadi menurun (asam).6,7 Penurunan dikumpulkan di dasar mulut lalu dikeluarkan
pH saliva dapat memudahkan pertumbuhan ke dalam wadah penampung saliva setiap 1
bakteri seperti Streptococcus mutans menit.13
(S.mutans) dan Lactobacillus yang akan Subjek diinstruksikan untuk duduk
mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi dengan tenang dengan kepala sedikit
sehingga dapat terjadi proses pembentukan ditundukkan. Kemudian, subjek diinstruksikan
karies.8,9 Penelitian Sri Ramayanti,dkk (2013), untuk mengumpulkan saliva di dalam rongga
mengatakan bahwa pisang merupakan mulut selama 1 menit lalu meludahkannya ke
makanan yang mengandung karbohidrat dalam wadah penampungan saliva, hal ini
terfermentasi.10 dilakukan sebanyak 5 menit.1

45
Cakradonya Dent J; 10(1): 44-48

Kemudian subjek diinstruksikan 21 P 6.8 6.6


mengkonsumsi buah pisang ayam sebanyak 22 P 6.5 6.3
100 gram dengan cara mengunyah buah pisang 23 P 6.8 6.5
ayam sampai hancur atau lumat selama 1 24 P 7 6.4
menit kemudian menelannya.5 Setelah itu 25 P 6.9 6.5
subjek diminta untuk mengkumpulkan saliva
dengan metode spitting Kemudian saliva yang
terkumpul diukur dengan mengunakan pH Setelah didapatkan nilai pH saliva
meter digital.5 sebelum dan sesudah mengkonsumsi buah
Data yang diperoleh dianalisis pisang ayam maka buah pisang ayam maka
menggunakan SPSS, dengan uji normalitas, uji dilakukan uji normalitas dan uji t-berpasangan.
korelasi, dan perubahan pH saliva diketahui
Tabel 2. Uji Normalitas pH Saliva
menggunakan uji paired sample t-test.
Lolmo Shapir
Jumlah
gorov- o-Wilk
HASIL Subjek
pH Saliva Smirno
Subjek pada penelitian ini adalah Penelitia Nilai
v Nilai
mahasiswa angkatan 2014 Fakultas n (n) p*
p*
Kedokteran Gigi Universitas Syah Kuala yang
berjumlah 39 orang dari total 45 orang. pH saliva 39 0,004 0,064
Subjek diseleksi dengan teknik Purposive sebelum
Sampling. Subjek yang memenuhi kriteria mengkonsums
mengisi informed consent, kemudian i buah pisang
dilakukan pengumpulan saliva sebelum dan ayam
setelah mengkonsumsi buah pisang ayam
(Musa acuminata Colla) serta dilakukan pH saliva 39 0,011 0,092
pengukuran pH saliva. sesudah
mengkonsums
Tabel 1. Hasil Pengukuran pH Saliva i buah pisang
Jenis pH pH ayam
No.
Subjek Kelamin Saliva Saliva
Sebelum Sesudah
*sig (p>0,05)
1 P 6.6 6.5
Hasil dari kedua uji normalitas pada
2 P 6.8 6.4
Tabel 2 diperoleh nilai p>0,05 yang
3 P 7 6.6
menunjukkan bahwa data tersebut
4 P 6.8 6.5 berdistribusi normal.
5 P 7.1 6.6
6 P 6.6 6.4 Tabel 3. Uji t-Berpasangan
7 P 6.9 6.7 Jumlah
Standa
Subjek Signifikasi
8 P 7 6.5 pH Saliva r
Penelitian (p)
9 P 6.9 6.6 Deviasi
(n)
10 P 6.9 6.7
pH saliva 39 0,1479
11 P 6.5 6.4
sebelum
12 P 6.6 6.2 mengkonsumsi
13 L 6.8 6.6 buah pisang
14 P 6.8 6.5 ayam
15 P 6.7 6.3 0,000
pH saliva 39 0,1472
16 P 7.1 6.5 sesudah
17 P 6.9 6.6 mengkonsumsi
18 P 6.8 6.5 buah pisang
ayam
19 L 6.9 6.4
20 L 6.9 6.7 *sig (p>0,05)

46
Cakradonya Dent J; 10(1): 44-48

Berdasarkan hasil uji t-Berpasangan Berdasarkan hasil penelitian terjadi


pada Tabel 3, diperoleh nilai p<0,05 yang penurunan nilai rata-rata antara pH saliva
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sebelum dan pH saliva sesudah mengkonsumsi
bermakna antara pH saliva sebelum dan buah pisang ayam (Musa acuminata Colla).
sesudah mengkonsumsi buah pisang ayam Rata-rata nilai pH saliva sebelum
(Musa acuminata Colla). mengkonsumsi buah pisang ayam (Musa
acuminata Colla) adalah 6,81 ± 0,1479,
PEMBAHASAN kemudian setelah mengkonsumsi buah pisang
Penelitian ini dilakukan untuk melihat ayam (Musa acuminata Colla) terjadi
perubahan pH saliva sebelum dan sesudah penurunan rata-rata nilai pH saliva yaitu 6,52
mengkonsumsi buah pisang ayam (Musa ± 0,1472, dengan perubahan pH saliva yang
acuminata Colla). Buah pisang ayam (Musa signifikan (Tabel 3).
acuminata Colla) memiliki kandung gizi yang Saliva adalah cairan mulut yang
tinggi sehingga memiliki beragam manfaat kompleks yang merupakan gabungan dari
bagi tubuh.3,14 Pisang ayam (Musa acuminata berbagai cairan dan komponen yang
Colla) merupakan buah dengan kandungan disekresikan kedalam mulut.8Potensial of
karbohidrat yang cukup tinggi dibanding hydrogen (pH) merupakan salah satu cara
dengan buah yang lain, karbohidrat pada buah untuk mengukur derajat asam atau basanya
pisang ayam merupakan karbohidrat suatu cairan tubuh.5Potensial of hydrogen (pH)
terfermentasi.3,10 karbohidrat terfermentasi dapat berubah yang disebabkan oleh kecepatan
diketahui dapat menurunkan pH saliva karena aliran saliva, mikroorganisme rongga mulut,
dapat meningkatkan metabolisme produksi dan kapasitas buffer saliva.11 Buah pisang
asam oleh bakteri-bakteri.10 ayam (Musa acuminata Colla) merupakan
Hasil penelitian ini menunjukkan salah satu buah dengan kandungan karbohidrat
adanya perbedaan yang bermakna (nilai yang tinggi dibanding dengan buah lain, yaitu
p<0,05) antara pH saliva sebelum diberikan 22,48 g/100g buah pisang.3,4 Makanan yang
stimulasi dengan pH saliva sesudah diberikan kaya karbohidrat dapat meningkatkan produksi
stimulasi. Stimulasi yang diberikan adalah asam oleh bakteri-bakteri rongga mulut
mengkonsumsi buah pisang ayam (Musa sehingga rongga mulut menjadi asam.8,9 Hal
acuminata Colla). Hasil dari perlakuan yang ini yang menyebabkan hasil pengukuran pH
diberikan terhadap subjek menunjukkan saliva sesudah stumulasi lebih rendah
adanya penurunan pH saliva sesudah dibanding dengan pH saliva sebelum stimulasi
mengkonsumsi buah pisang ayam, tetapi mengkonsumsi buah pisang ayam (Musa
penurunan pH saliva masih dalam batas acuminata Colla).
normal yaitu dengan pH 6,2-6,7 (Tabel 1).6 Keadaan rongga mulut yang asam dapat
Nilai pH saliva diukur mengunakan alat memudahkan pertumbuhan bakteri seperti
pengukur pH yaitu pH meter digital.15 Streptococcus mutans dan Lactobacillus yang
Hasil perhitungan nilai rata-rata pH akan mengakibatkan demineralisasi
saliva sebelum stimulasi dan setelah stimulasi permukaan gigi sehingga dapat terjadi proses
mengkonsumsi buah pisang ayam (Musa pembentukan karies.8,9 Saliva memiliki
acuminata Colla) menunjukkan adanya kemampuan untuk mengatur keseimbangan
penurunan nilai rata-rata yang bermakna (nilai buffer saliva, sehingga dapat meminimalisir
p<0,05) (Tabel 2). Hasil penelitian ini sejalan asam basa serta membersihkan asam yang
dengan apa yang dikatakan pada penelitian Sri diproduksi oleh mikroorganisme sehingga
Ramayanti, dkk (2013) yang mengatakan dapat mencegah demineralisasi email gigi.16
bahwa kandungan karbohidrat terfermentasi
yang terdapat dalam buah pisang dapat KESIMPULAN DAN SARAN
menurunkan pH saliva, karena dapat Berdasarkan hasil penelitian ini rata-rata
meningkatkan metabolisme produksi asam nilai pH saliva sebelum mengkonsumsi buah
oleh bakteri-bakteri, sehingga mengakibatkan pisang ayam (Musa acuminata Colla) adalah
pH saliva di rongga mulut manjadi menurun 6,81 ± 0,1479, kemudian setelah
(asam).10,6 mengkonsumsi buah pisang ayam (Musa

47
Cakradonya Dent J; 10(1): 44-48

acuminata Colla) terjadi penurunan rata-rata 6. Hidayati S, Said F, Rahmawati I.


nilai pH saliva yaitu 6,52 ± 0,1472, dengan Perbedaan pH Saliva Sebelum dan
perubahan pH saliva yang signifikan p=0,000. Sesudah Mengkonsumsi Minuman
Adanya perubahan pH saliva sebelum dan pH Ringan. Jurnal Skala Kesehatan
saliva sesudah mengkonsumsi buah pisang 2015;6(1):1.
ayam (Musa acuminata Colla). 7. Indriana T. Perbedaan Laju Aliran
Setelah melakukan penelitian ini, ada Saliva dan pH Karena Pengaruh
beberapa hal yang dapat disarankan untuk Stimulus Kimiawi dan Mekanis. Jurnal
melakukan penelitian lebih lanjut mengenai Kedokteran Meditek 2011;17(44):4.
perubahan pH saliva sebelum dan setelah 8. Seosilo D, Santoso RE, Diyatri I. The
mengkonsumsi buah pisang ayam (Musa Role of Sorbitol in Maintaining Saliva’s
acuminata Colla) berdasarkan perbedaan pH to Prevent Caries Process. Dent J
durasi waktu mengingat pada rongga mulut 2005;38(1):26.
terdapat aktifitas buffer saliva, dan 9. Hadnyanawati H. Pengaruh Pola Jajan
berdasarkan jenis kelamin mengingat jenis Di Sekolah Terhadap Karies Gigi pada
kelamin dapat mempengaruhi pH saliva. Siswa Sekolah Dasar Di Kabupaten
Jember. Jurnal Kedokteran Gigi
DAFTAR PUSTAKA Universitas Indonesia 2002;9(3):25.
1. Kumar KPS, Bhowmik D, Duraivel S, 10. Purnakarta I, Ramayanti S. Peran
Umadevi M. Traditional and Medicinal Makanan Terhadap Terjadinya Karies
Uses of Banana. Journal of Gigi. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Pharmacognosy and Phytochemistry 2013;9(2):90-1.
2012;1(3):51-5. 11. Ryan A. Ward. A Brief History of Fruit
2. Wahyuningshi D. Analisis Kandungan and Vegetable Juice Regulation in the
Inulin pada Pisang Barangan (Musa Unites States. Journal Harvard
acuminata Colla), Pisang Awak (Musa University 2011:1.
paradisiacal var. Awak), Dan Pisang 12. Dawes C. What is the critical pH and
Kepok (Musa acuminata balbisiana why does a tooth dissolve in acid. J can
Colla). 2014:1-5.[SKRIPSI] Dent Asoc 2003;69(1):72-4.
3. Moniue S, Preedy VR. Nutritional 13. Kusuma N, Biomod M. Fisiologi dan
Composition of Fruit Cultivars. Patologi Saliva. Padang. 2015. p.22-5.
Academi Press. 2015. p.56. 14. Selby A. Makanan Berkhasiat. Jakarta:
4. Triyono A. Pengaruh Konsentrasi Ragi Erlangga, 2007. p.26.
Terhadap Karakteristik Sari Buah dari 15. Donnersberger AB. A Laboratory
Beberapa Varietas Pisang (Musa Textbook of Anatomy and Physiology:
Paradisiaca L). Prosidang Seminar Cat Version. 9th ed. London: Jones and
Nasional Teknik Kimia 2010:1. Bartlett. 2011. p. 463.
5. Haryani W, Siregar I, Ratnaningtyas 16. Almeida PDV, Gregio AMT, Machoda
LA. Buah Mentimun dan Toman MAN, De Lima ADS, Azevedo LR.
Meningkatkan Derajat Keasaman (pH) Saliva Composition and Function: A
saliva dalam Rongga Mulut. Jurnal Comprehensive Review. Journal of
Riset Kesehatan 2016;5(1):22-3. Contemporary Dental Practice
2008;9(3):5-2.

48
Cakradonya Dent J; 10(1): 49-52

PENGGUNAAN SOFT LINER UNTUK MENGURANGI RASA SAKIT


PADA MUKOSA AKIBAT PEMAKAIAN PROTESA
(TINJAUAN PUSTAKA)

SOFT LINER TO PAINLESS ON MUCOUS BECAUSE USING THE


DENTURE (LITERATURE REVIEW)

Fransiska Nuning Kusmawati

Staf Pengajar Bagian Prostodonti FKG


Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama)

Abstrak
Penggunaan gigi tiruan pada waktu yang lama seringkali menyebabkan perubahan keadaan mukosa
mulut, seperti perubahan bentuk alveolar ridge. Keadaan ini menyebabkan berkurangnya retensi gigi
tiruan terhadap permukaan mukosa mulut. Hal ini dapat mengakibatkan adanya ulcer, peradangan
mukosa serta rasa sakit pada pasien. Rasa sakit yang timbul dapat diatasi sementara waktu dengan
pemakaian soft liner dalam proses relining. Soft liner diaplikasikan ke permukaan yang menghadap
gigi tiruan sampai keadaan membaik. Bahan ini bersifat lunak, serta mempunyai efek pemijatan pada
mukosa, sehingga tekanan yang berlebih dapat didistribusikan secara meluas.
Kata kunci: alveolar ridge, relining, soft liner

ABSTRACT
The use of dentures for a long time often causes changes in the oral mucosal, such as alveolar ridge
alteration. This leads to reduced denture retention of the oral mucosal surfaces. This can lead to
ulcers, mucosal inflammation and pain in patients. The pain that arises can be overcome temporarily
with the use of soft liner in the relining process. Soft liner is applied to the surface of the denture until
the better condition. This material is soft, and has a massage effect on the mucosa, so that excess
pressure can be widely distributed.
Keywords: alveolar ridge, relining, soft liner

49
Cakradonya Dent J; 10(1): 49-52

PENDAHULUAN keausan berlebihan yang dalam terjadi dalam


Kasus kehilangan gigi semakin banyak rongga mulut. Harus stabil dimensinya di
terjadi pada seseorang seiring bertambahnya bawah semua keadaan, termasuk perubahan
usia. Hilangnya gigi akan mengakibatkan termal serta variasi-variasi dalam beban.
perubahan-perubahan anatomis, fisiologis, Apabila digunakan sebagai basis gigi tiruan
fungsional, serta trauma psikologis. lepas untuk protesa rahang atas, gaya
Kehilangan gigi dapat diatasi dengan grafitasinya harus rendah.
pembuatan gigi tiruan. Gigi tiruan terutama (3) Sifat estetik : harus menunjukkan
pada penderita dengan alveolar ridge yang translusensi atau transparansi yang cukup
tajam kadang-kadang menimbulkan rasa sakit sehingga cocok dengan penampilan jaringan
selama fungsi penguyahan. Gigi tiruan mulut yang digantikannya. Harus dapat
sebagian lepas yang telah berlangsung lama diwarnai atau dipigmentasi, dan harus tidak
dapat menimbulkan perubahan pada jaringan berubah warna atau penampilan setelah
mulut seperti resorbsi alveolar ridge dan dapat pembentukan.
menimbulkan rasa sakit atau kerusakan pada (4) Karakteristik penanganan : tidak boleh
jaringan pendukung. Resorbsi alveolar ridge menghasilkan uap atau debu toksik selama
dapat mempengaruhi bentuk dan ukuran ridge, penanganan dan manipulasi. Harus mudah
salah satunya alveolar ridge yang tajam. diaduk, dimasukkan, dibentuk, dan diproses,
Permukaan alveolar ini ditutupi oleh mukosa serta tidak sensitive terhadap variasi prosedur
yang tipis, atrofi, dan terasa sakit bila penanganan ini. Produk akhir haruslah mudah
dipalpasi. Pemasangan gigi tiruan lepas resin dipoles, dan pada keadaan patah yang tidak
akrilik akan menimbulkan masalah yaitu rasa disengaja, resin harus dapat diperbaiki dengan
sakit, karena mukosa diatas alveolar ridge mudah dan efisien.
dengan permukaan antomis basis gigi tiruan (5) Pertimbangan ekonomis : biaya resin dan
ketika berfungsi saat pengunyahan.1 Mengatasi metode pemrosesannya haruslah rendah, dan
permasalahan diatas dapat digunakan soft proses tersebut tidak memerlukan peralatan
liner. Soft Liner biasa digunakan pada gigi kompleks serta mahal.
tiruan lengkap dan gigi tiruan sebagian lepasan (6) Penampilan metakrilat keseluruhan :
dengan cara mendistribusikan tekanan pada keadaan dalam mulut sangat menuntut, dan
permukaan kunyah secara merata ke seluruh hanya bahan yang secara kimia paling stabil
permukaan gigi tiruan 2. serta kaku dapat tahan terhadap kondisi
. tersebut tanpa kerusakan.
TINJAUAN PUSTAKA
Gigi Tiruan Soft liner
Gigi Tiruan adalah piranti tiruan yang Soft liner adalah bahan pelapis lunak
menggantikan satu atau beberapa gigi yang gigi tiruan memberikan permukaan yang
hilang dan didukung oleh gigi yang masih ada spongy dan empuk antar basis gigi tiruan dan
dan jaringan di bawahnya,1 Salah satu mukosa mulut. Bahan ini digunakan untuk
komponen gigi tiruan adalah basis. Basis gigi melapisi kembali permukaan gigitiruan yang
tiruan disebut juga dasar atau sadel, dapat dilepas dengan bahan dasar baru,
merupakan bagian yang menggantikan tulang sehingga menghasilkan adaptasi yang akurat
alveolar yang sudah hilang, dan berfungsi ke area basis gigi tiruan. Bahan ini sering
mendukung elemen gigi tiruan.3 Bahan dasar dipakai pada pasien dengan kondisi gigi tiruan
basis yang sering dipakai adalah resin akrilik. yang longgar, gigi tiruan yang sudah tidak
Resin akrilik yang dipergunakan dalam bidang tepat kedudukannya, atau gigi tiruan yang
kedokteran gigi sebagai basis gigi tiruan lepas dapat menyebababkan sakit saat dipakai. Ada
disebut polymetyl metacrylate (PMMA).3,4 dua kategori soft liner yaitu: yang digunakan
Syarat-syarat resin akrilik yang dapat dalam situasi sementara atau transisi, dan yang
dipakai sebagai gigi tiruan3,4 ; digunakan secara lebih permanen. 2 Tulisan ini
(1) Pertimbangan biologis : tidak memilik hanya membahas soft liner yag digunakan
rasa, tidak berbau, dan tidak mengiritasi dalam situasi sementara.
jaringan mulut Soft liner sementara (Soft liner jangka
(2) Sifat fisik harus memiliki kekuatan dan pendek) adalah yang digunakan secara
kepegasan serta tahan terhadap tekanan gigi intraoral sampai 30 hari, menurut International
dan pengunyahan, tekanan benturan, serta Organization for Standardization (ISO).

50
Cakradonya Dent J; 10(1): 49-52

termasuk tissue conditioner dan bahan soft jumlah, aliran, atau viskositas bahan yang
liner sementara. Bahannya viskoelastis dan dibutuhkan. Monomer cair ditempatkan dalam
mampu mengalir di bawah tekanan dan pada mangkuk atau cangkir pencampur. Serbuk
saat yang sama tahan terhadap kekuatan dituang ke dalam cairan dalam jumlah
dinamis seperti mengunyah.5,6 Energi diserap inkremental, berhati-hatilah untuk tidak
oleh soft liner saat mengalami deformasi dan memasukkan gelembung ke dalam campuran.
bukan oleh jaringan pendukung yang dibawah Bubuk ditambahkan ke cairan sampai
protesa, sehingga memungkinkan distribusi menyerupai cairan madu kental (gambar 2).
tegangan menyeluruh pada permukaan Pada tahap ini, campuran tersebut
mukosa/ lapisan.2,5,6 diaplikasikan pada permukaan gigi tiruan
Penggunaan soft liner pada umumnya (gambar 3).
tahan sobek, biokompatibel, tidak berbau serta Gigi tiruan lalu dimasukkan ke dalam
tidak berasa, tahan terhadap abrasi, stabil mulut dengan interoklusal yang tepat selama
berkenaan dengan warna dan dimensi. Bahan kurang lebih 2 menit (gambar 4). Untuk
ini mudah menyesuaikan serta dibersihkan, membantu kenyamanan pasien, pasien
tidak larut dan tidak dapat teruji dalam air liur, kemudian kembali diminta untuk menggigit
serta memiliki kekuatan ikatan perekat dengan gulungan kapas selama 2 menit. Pemijatan otot
sedikit efek pada bahan dasar gigi tiruan.2,6 dilakukan secara bersamaan. Bahan umumnya
Reaksi pengaturan adalah zat fisik, bukan zat dipasang setelah kira-kira 6 menit, lalu bahan
kimia dimana cairan yang mengandung ester yang berlebih dapat dilepas dengan instrumen,
aromatik dan etil alkohol menembus partikel pisau bedah, atau gunting yang panas (gambar
serbuk, biasanya terdiri dari poli (etil 5). Permukaan gigi tiruan dapat dipoles dan
metakrilat), untuk membentuk gel. Seiring dibersihkan dengan kasa yang mengandung
waktu, karena beberapa komponen seperti alkohol7,8
pelepasan etil alkohol menguap, gel mengeras,
yang mungkin memerlukan penggantian
lapisan.7
Tissue Conditioner ini adalah bahan
lunak yang diterapkan secara sementara pada
permukaan gigi tiruan pada situasi di mana
mukosa mulut telah mengalami trauma2,5,6.
Distribusi beban yang lebih merata dicapai di
daerah bantalan gigi tiruan, yang mendorong
penyembuhan jaringan trauma. Perlu dicatat
bahwa sebelum menggunakan tissue
conditioner, gigi tiruan harus terbebas dari
tekanan, kesalahan oklusi, atau perluasan basis
gigi tiruan yang salah.2
Penggunaan tissue conditioner dapat
dihentikan bila kebersihan mulut sudah
membaik yang dapat ditunjukkan sebelum
pembuatan prostesa baru. Bahan tissue
conditionerharus diganti setiap 3-5 hari selama
2 minggu atau lebih sampai mukosa oral yang
rusak kembali ke kondisi sehat.2

Metode Penggunaan
Sebelum tissue konditioner atau bahan
pelapis lunak diaplikasikan, jaringan intraoral
serta permukaan gigi tiruan dikurangi serta
harus bersih dan kering (gambar 1). Meskipun
monomer dan serbuk cair dapat dicampur
sesuai dengan petunjuk pabriknya, terdapat
situasi dimana jumlahnya dapat bervariasi
sesuai dengan praktisi, tergantung pada

51
Cakradonya Dent J; 10(1): 49-52

anatomis gigi tiruan guna mengurangi taruma


pada mukosa seperti xerostomia, bruxism,
atrofi ridge, kerusakan tulang, serta
mengurangi rasa tidak nyaman pasien karena
kurangnya retensi. Soft Liner biasanya
digunakan untuk mengurangi tekanan pada
mukosa dengan mendistribusikan secara
merata ke seluruh permukaan gigi tiruan.
Penggunaan soft liner hanya bersifat
sementara, sehingga sedapat mungkin bila
trauma sudah dapat diatasi makan dibuatkan
gigi tiruan baru.

DAFTAR PUSTAKA
1. Wurangian,I. 2013. Penggunaan Pelapis
Lunak untuk Mengurangi Rasa Sakit
Pada Alveolar Ridge Yang Tajam. E-
Gambar 1,2,3,4,5 Jurnal Widya Kesehatan dan
Penggunaan bahan soft liner Lingkungan :Vol 1 No 1: 18 -23
2. Hashem,MI, Advances in Soft Denture
Bila tidak digunakan, pasien harus Liners : An Update. The journal of
melepas gigi tiruannya dan direndam dengan Contemporary Dental Practice. April
air. Gigi tiruan harus dibilas dalam air setiap 2015: 16(4): 314 -318
habis makan, tapi jangan menyikat permukaan 3. Gunadi,HA.1991.Buku Ajar Ilmu Geligi
gigi tiruan. Teknik pembersihan yang tidak Tiruaan Sebagian Lepasan jilid I,
tepat mungkin memiliki efek merusak yang Jakarta, Hipokrates. 12-13, 16,33, 88,
menyebabkan perubahan warna, malodour, 153,155-158.
pengerasan bahan relining yang lebih cepat, 4. Anusavice, KJ, 1996. Phillips Sience’s
mengakibatkan kerusakan pada jaringan of Dental Material.11th. Saunder’s
pendukung intraoral dibawah gigi tiruan.6. Company Philadelphia.750 – 751.
5. T., Jones, J.D. Soft liners. Dent Clin N
Keterbatasan bahan soft liner sementara Major Am 2004;48:709-720.
Penambahan bahan relining pada 6. Jagger, D.C., Harrison, A. Complete
permukaan gigi tiruan yang menghadap dentures – the soft option. An update for
mukosa akan menyebabkan perubahan dimensi general dental practice. Br Dent J
vertikal. Bahan yang berlebihan juga dapat 1997;182(8):313-317.
menyebabkan basis gigi tiruan bergeser selama 7. Braden M, Wright PS, Parker S. Soft
prosedur relining. Penting diperhatikan bahwa lining materials – a review. Eur J
ketinggian bahan soft liner yang diplikasikan ProsthodontRestor Dent 1995;3(4):163-
berlebihan dapat menyebabkan ruang 174.
interoklusal menjadi berkurang sehingga 8. Qudah S, Harrison A, Huggett R. Soft
perubahan terjadi pada oklusi dan estetika juga lining materials in prosthetic dentisty. A
ketidaknyamanan. Soft liner juga terbukti review. Int J Prosthodont1990;3:477-
dapat mendorong pertumbuhan C. Albicans. 483.
Menjaga kebersihan gigi tiruan amat 9. Nikawa H, Yamamoto T, Hamada T.
ditekankan untuk mencegah pertumbuhan Effect of components of resilient
jamur, pewarnaan dan malodour2,5 denture-lining materials on the growth,
acid production and colonization of
KESIMPULAN Candida albicans. J Oral Rehabil
Menurut ISO 1999, soft liner adalah 1995;22:817-824.
suatu bahan yang diaplikasikan ke permukaan

52
Cakradonya Dent J; 10(1): 53-58

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG FLUORIDA PADA


MASYARAKAT KOTA BANDA ACEH PADA TAHUN 2015
DESCRIPTION OF KNOWLEDGE LEVEL ABOUT FLUORIDE AT THE
COMMUNITY OF BANDA ACEH CITY IN 2015
Cut Fera Novita, Herwanda, M. Fadhlul Auzan

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala

ABSTRAK
Fluorida adalah salah satu tindakan pencegahan kerusakan gigi. Sumber fluorida tersedia pada alam
bebas seperti pada air, udara, makanan dan minuman, umumnya fluorida diketahui terkandung dalam
pasta gigi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan tentang fluorida
pada masyarakat kota Banda Aceh pada tahun 2015. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif
dan pengambilan subjek dilakukan dengan menggunakan teknik cluster random sampling. Penelitian
ini melibatkan 400 orang di 90 desa dari 9 kecamatan kota Banda Aceh. Kecamatan yang termasuk
dalam penelitian ini yaitu Kecamatan Baiturrahman, Kuta Alam, Meuraxa, Syiah Kuala, Lueng Bata,
Kutaraja, Banda Raya, Jaya Baru, dan Ulee Kareng. Data yang diambil pada penelitian ini adalah data
primer, yaitu data yang langsung diambil dari sampel penelitian melalui pengisian kuisioner secara
langsung. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gambaran tingkat pengetahuan tentang fluorida
pada masyarakat kota Banda Aceh pada tahun 2015 adalah 8,75% baik, 91,30% cukup, dan 41,25%
kurang.
Kata kunci : fluorida, pengetahuan, pasta gigi

ABSTRACT
Fluoride is one of the act in prevention tooth decay. The source of fluoride there freely in the nature
like water, air, food and drink, in general known there is fluoride in toothpaste. This research aim is to
understand the knowledge level of fluoride at the community of banda aceh city in 2015. Type of this
study is descriptive research and the sample taken by using cluster random sampling techniques. This
research involving 400 people in 90 villages out of the 9 district of banda aceh city. The district which
included in this research namely Baiturrahman, Kuta alam, Meuraxa, Syiah kuala, Lueng bata,
Kutaraja, Banda raya, Jaya baru, and Ulee kareng. The data which used in this research is the primary
data, taken from the sample through the answer kuisioner directly. This research result indicates that
the level of public knowledge about fluoride at Banda Aceh in 2015 are 8.75% good, 91,30 % enough,
and 41.25 % less.
Keywords: fluoride, knowledge, tooth paste

53
Cakradonya Dent J; 10(1): 53-58

PENDAHULUAN meningkatkan remineralisasi, dan mengurangi


Menyikat gigi adalah salah satu demineralisasi.2 Penelitian yang melibatkan
tindakan preventif untuk mencegah terjadinya negara-negara berkembang pada masyarakat
kerusakan pada enamel gigi.1 Tujuan utama dikategorikan rendah dalam mengetahui
menyikat gigi adalah untuk menghilangkan manfaat yang dihasilkan oleh penggunaan
plak dan mencegah penumpukan plak yang fluoride dan hal ini memicu menjadi salah satu
akan menyebabkan kerusakan pada jaringan
faktor kurangnya frekuensi menyikat gigi
keras gigi.2 Plak adalah lapisan tipis, tidak
dalam suatu individu.3
bewarna, dan mengandung bakteri.2 Plak
melekat pada permukaan gigi, dapat terbentuk Banyaknya pemakaian fluoride yang
kapan saja dan jika bercampur dengan gula digunakan dalam kehidupan sehari-hari, akan
akan menghasilkan keadaan asam di sekitar tetapi masyarakat masih banyak yang belum
gigi. Asam inilah yang akan merusak jaringan mengetahui manfaat yang dihasilkan oleh
enamel gigi.2 Salah satu kerusakan gigi yang fluoride. Berdasarkan uraian di atas, penelitian
paling sering ditemukan adalah karies gigi. ingin mengetahui gambaran tingkat
Karies adalah proses demineralisasi email gigi pengetahuan masyarakat terhadap penggunaan
yang disebabkan oleh interaksi antara fluoride. Serta peneliti ingin memberikan
mikroorganisme, saliva, bagian dari makanan, informasi atau berbagi informasi mengenai
dan juga email gigi.2 Beberapa penelitian telah manfaat fluoride kepada masyarakat.
menemukan bahan kimia yang dapat
mencegah kerusakan enamel dan membantu
BAHAN DAN METODE
pemulihan enamel gigi yaitu fluoride.1,3
Fluoride adalah salah satu komponen Jenis penelitian yang digunakan berupa
utama yang terkandung dalam pasta gigi.1 penelitian deskriptif (descriptive research).
Terdapat berbagai metode pemakai fluoride Penelitian dilakukan di wilayah kota Banda
baik secara topikal maupun secara sistemik. Aceh pada Februari 2015. Populasi pada
Fluoride menjadi bahan yang paling banyak penelitian ini adalah seluruh masyarakat kota
digunakan sebagai sarana pencegahan karies Banda Aceh.
gigi karena beberapa penelitian telah Subjek yang digunakan dalam penelitian
membuktikan bahwa fluoride dapat ini adalah masyarakat yang memenuhi kriteria
melindungi email gigi dan mencegah inklusi yang dibutuhkan oleh peneliti.
terjadinya demineralisasi pada gigi.2 Pengambilan sampel penelitian dilakukan
Berdasarkan hal tersebut hampir semua produk dengan menggunakan teknik cluster random
pasta gigi mengandung fluoride. Fluoride sampling yaitu cara pengambilan sampel
dapat meremineralisai enamel gigi sehingga dengan diambil secara random (acak) dan
dapat mencegah terjadinya karies.2 Fluoride dikelompokkan.
tidak selamanya memiliki dampak yang baik, Penentuan jumlah sampel dengan
beberapa penelitian telah menemukan dampak menggunakan rumus Slovin, penggunaan
buruk yang dihasilkan oleh fluoride jika rumus tersebut karena jumlah populasi yang
dikonsumsi atau digunakan secara ingin diteliti telah diketahui. Berikut ini adalah
berlebihan.1,4,5,6,7 rumus Slovin dan hasil yang didapatkan untuk
Menurut Graham J. Mount W.R Hume menjadi subjek
(2005), aspek yang paling penting dalam
penambahan fluoride tersebut adalah mampu =
mengkontrol karies hingga mencapai 50-80% 1+ ( )
meskipun tidak mengubah pola dietnya. Hal
ini juga didukung oleh kemampuan fluoride Keterangan :
yang sangat beragam dan baik untuk menjaga n = jumlah sampel
kesehatan gigi seperti dapat mengubah N = populasi
hidroxyapatite menjadi fluorapaptite, e = toleransi tingkat kesalahan

54
Cakradonya Dent J; 10(1): 53-58

Kriteria Inklusi orang dan yang tidak bekerja berjumlah 150


1. Masyarakat kota Banda Aceh yang bersedia orang.
menjadi subjek penelitian.
2. Berusia 15-49 tahun (dewasa berdasarkan Tabel 2. Gambaran Tingkat Pengetahuan Tentang
WHO). fluoride pada Masyarakat Kota Banda Aceh
Berdasarkan Umur, Pendidikan, dan Pekerjaan
Kriteria Eksklusi pengetahuan tentang
1. Masyarakat yang tidak kooperatif. fluoride Total
Karakteristik
Kurang Cukup Baik (%)
Berdasarkan rumus dan kriteria subjek (%) (%) (%)
diatas didapatkan jumlah subjek pada Umur
penelitian ini adalah 400 orang, terlebih 50 93 163
dahulu diberi penjelasan mengenai prosedur 15-24 tahun (12,5) (23,5) 20 (5) (40,75)
penelitian, jika subjek menyetujui prosedur 115 107 15 237
penelitian maka subjek dapat mengisi 25-49 tahun (28,75) (26,75) (3,75) (59,25)
informed consent dan melanjutkan pengisian Pendidikan
data diri beserta soal-soal yang telah tersedia. 6 1 7
Analisis data yang digunakan dalam penelitian SD (1,5) 0 (0) (1,25) (1,75)
ini adalah descriptive statistics dengan 2 2
menggunakan bantuan aplikasi microsoft excel SMP (0,5) 0 (0) 0 (0) (0,5)
versi 2010. 79 46 13 138
SMA (19,75) (11,5) (3,25) (34,5)
Perguruan 78 154 21 253
HASIL PENELITIAN Tinggi (19,5) (38,5) (5,25) (63,25)
Pekerjaan
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian
Berdasarkan Umur, Pendidikan, dan Pekerjaan 96 128 26 250
Bekerja (24,5) (32) (6,5) (62,5)
Jumlah Persentase Tidak 69 72 9 150
Variabel
Subjek (%) Bekerja (17,25) (18) (2,25) (37,5)
Umur 165 200 35 400
15-24 tahun 163 41,2% Total
(41,25) (50) (8,75) (100)
25-49 tahun 237 58,8%
Pendidikan
Pada Tabel 2 mayoritas masyarakat
SD 7 1,75%
SMP 2 0,5%
memiliki tingkat pengetahuan kurang
SMA 138 34,5% berdasarkan umur berada pada umur 25-49
Perguruan tahun. Berdasarkan pendidikan, mayoritas
253 63,25% subjek memiliki tingkat pengetahuan cukup
Tinggi
Pekerjaan berada pada subjek yang berpendidikan akhir
Bekerja 250 62,5% perguruan tinggi. Serta berdasarkan pekerjaan
Tidak Bekerja 150 37,5% mayoritas subjek memiliki tingkat
Total 400 100% pengetahuan cukup berada pada subjek yang
mempunyai pekerjaan.
Dari Tabel 1 di atas menunjukkan
bahwa subjek yang berumur 15-24 tahun PEMBAHASAN
berjumlah 163 orang dan 25-49 tahun Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa
berjumlah 237 orang. Subjek yang pendidikan subjek yang memiliki tingkat pengetahuan
terakhir SD berjumlah 7 orang, SMP baik, cukup, dan kurang tentang fluoride
berjumlah 2 orang, SMA berjumlah 138 orang, berturut-turut adalah sebanyak 35 orang, 200
dan Perguruan Tinggi berjumlah 253. Serta orang, dan 165 orang, maka dapat disimpulkan
subjek yang memiliki pekerjaan berjumlah 250 bahwa mayoritas pengetahuan tentang fluoride

55
Cakradonya Dent J; 10(1): 53-58

pada masyarakat kota Banda Aceh adalah tingkatan pendidikan seseorang maka semakin
cukup, hal tersebut bukan karena masyarakat tinggi juga tingkat pengetahuan seseorang.
belum mengerti fluoride, akan tetapi Dalam teori tersebut dikatakan bahwa adanya
masyarakat mayoritasnya tidak mengetahui peningkatan dalam pengetahuan seseorang
hal-hal lain yang berkaitan dengan fluoride apabila memiliki pendidikan yang lebih baik.
pada kehidupan sehari-hari seperti terdapat Hal tersebut dikarenakan dalam pendidikan
kandungan fluoride pada makanan dan akan mempengaruhi informasi yang
minuman yang mereka konsumsi. didapatkan seseorang dimana pendidikan yang
Pengetahuan masyarakat yang masih kurang lebih tinggi akan diberikan informasi yang
tentang fluoride juga bisa terjadi akibat masih lebih luas sehingga dengan informasi tersebut
kurangnya sumber informasi mengenai dapat mengubah tingkat pengetahuan
manfaat hingga dampak buruk yang seseorang lebih baik.8,30
ditimbulkan apabila mengkonsumsi atau Tabel 2 menunjukkan tingkat
menggunakan fluoride secara berlebihan. Hasil pengetahuan masyarakat kota Banda Aceh
penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian berdasarkan yang memiliki pekerjaan adalah
masyarakat tidak mengetahui bahwa terdapat cukup dengan persentase 32% sedangkan
begitu banyak manfaat lain yang didapatkan subjek yang tidak memiliki pekerjaan adalah
dengan penggunaan fluoride dan juga adanya cukup dengan persentase 18%. Hal tersebut
dampak buruk dari penggunaan fluoride jika sesuai dengan teori yang dikatakan oleh
digunakan secara berlebihan. Rutherford dalam penelitiannya yang
Tabel 2 menunjukkan tingkat dilakukan di Scotlandia dengan hasil bahwa
pengetahuan masyarakat kota Banda Aceh subjek yang memiliki pekerjaan memiliki
berdasarkan umur 15-24 tahun adalah cukup pengetahuan yang lebih baik jika
sedangkan umur 25-49 tahun adalah kurang. dibandingkan dengan subjek yang tidak
Hal tersebut tidak sesuai dengan teori yang memiliki pekerjaan. Dengan bekerja akan
ditunjukkan oleh Notoadmodjo bahwa memudahkan seseorang untuk mengakses
semakin bertambahnya umur seseorang maka sumber informasi sehingga orang yang bekerja
semakin bertambah juga tingkat kematangan akan memiliki tingkat pengetahuan yang lebih
dan pola pikir seseorang akan tetapi hal baik dibandingkan orang yang tidak bekerja,
tersebut juga dapat terhambat dikarenakan memiliki pekerjaan akan mempengaruhi pola
oleh teori Verner dan Davidson yang dikutip pikir seseorang khususnya dalam interaksi
oleh Lunardi bahwa terdapat 6 faktor fisik sosial sehingga semakin baik interaksi sosial
yang mempengaruhi terhambatnya proses seseorang maka akan semakin mudah
pembelajaran pada orang dewasa salah satunya seseorang menerima hal-hal baru yang akan
adalah bertambahnya umur dan juga berbagai mempengaruhi pengetahuan seseorang ke arah
keterbatasan pada orang dewasa seperti yang lebih baik.31
penginderaan yang semakin terbatas sehingga Berdasarkan hasil penelitian ini dapat
memicu terhambatnya proses pembelajaran disimpulkan bahwa sosialisasi masyarakat
atau pengetahuan pada orang yang memiliki tentang fluoride cukup baik namun masih
umur yang lebih tua.8,28,29 terbatas hanya dalam bentuk informasi
Menurut Hidayat bahwa pendidikan mengenai pasta gigi saja, masyarakat masih
merupakan penuntun manusia untuk berbuat kekurangan informasi lain mengenai fluoride
dan mengisi kehidupan yang dapat digunakan seperti sumber fluoride (makanan, minuman,
untuk mendapatkan informasi, sehingga dapat air, dan udara), dampak buruk dari
meningkatkan kualitas hidup seseorang. Tabel penggunaan fluoride yang digunakan secara
2 menunjukkan tingkat pengetahuan berlebihan dan lain-lain.
masyarakat kota Banda Aceh berdasarkan
pendidikan SD adalah kurang, pendidikan KESIMPULAN DAN SARAN
SMP adalah kurang, pendidikan SMA adalah Berdasarkan penelitian yang telah
kurang, dan pendidikan Perguruan Tinggi dilakukan dapat disimpulkan bahwa persentase
adalah cukup. Hal ini sesuai dengan teori tingkat pengetahuan masyarakat tentang
Nursalam yang menyatakan semakin tinggi fluoride kota Banda Aceh adalah baik 35

56
Cakradonya Dent J; 10(1): 53-58

orang (8,75%), cukup 200 orang (50%), dan 8. Notoadmodjo S. Kesehatan masyarakat
kurang 165 (41,25%). ilmu & seni. Jakarta. Rineka cipta. 2007.
Diharapkan dengan penelitian ini dapat hal. 143-50
dijadikan sebagai landasan untuk 9. Notoadmodjo S. Metodologi penelitian
meningkatkan pengetahuan masyarakat kota kesehatan. Jakarta. Rineka cipta. 2010.
Banda Aceh khususnya pengetahuan dalam hal. 45-8.
kesehatan gigi dan mulut. 10. Arikunto S. Prosedur penelitian. Jakarta.
Rineka Cipta. 2010. hal. 60-2.
DAFTAR PUSTAKA 11. Ramadhan GA. Serba serbi kesehatan
gigi dan mulut. Jakarta. Bukune. 2010.
1. Tschoppe P, Meyer-lueckel H. Effect of hal. 25-7.
regular and highly fluoridated toothpastes 12. Raharjo A, Karina, Fadhilah A, Eriwati
in combination with saliva subtitutes on KY, Triaminingsih S, Maharani DA.
artificial enamel caries lession differing in Caries-preventive Effect of 1300ppm
mineral content. Elsevier. 2012; 57. p. Fluoride and Carrageenan Containing
931-9. Toothpaste. Journal of Dentistry
2. Hamsar A. Perbandingan sikat gigi yang Indonesia 2013, vol. 20, No. 1 hal. 1-4
Berbulu halus (soft) dengan Sikat gigi 13. Hatrick CD, Eakle WS, Bird WF. Dental
yang berbulu Sedang (medium) Terhadap Materials clinical application for dental
Manfaatnya menghilangkan plak pada assistant and dental hygenists. Saunders
anak Usia 9-12 tahun di Sd negeri an imprint of Elsevier. 2003
060830. 2006; jurnal ilmiah PANNED 14. Yuliarti RT, Suwelo SI, Soemartono SH.
Vol. 1 No. 1 hal. 1-6. Kandungan unsur flour pada email gigi
3. Fauziah E, Suwelo IS, Soenawan H. tetap muda dengan tumpatan semen
Kandungan Unsur Florida Pada Email ionomer kaca viskositas tinggi.
Gigi Tetap Muda Yang Ditumpat Semen Indonesian Journal of Dentistry 2008; 15
Ionomer Kaca dan Kompomer. 2008; 15 (2) : hal. 163-8.
hal. 205-11. 15. Hornby K, Evans M, Long M, Bebington
4. Yungpeng Ding, YanhuiGao, Huixin Sun, AJ. Enamel benefit of new hydroxyapatite
Hepeng Han, Wei Gang, Xiaohong Ji, et containing fluoride toothpaste.
al. The relationships between low level of International Dental Journal 2009; 59.
urine fluoride on children’s intelligence, 325-31.
dental fluorosis in edemic fluorosis areas 16. Marinho VCC, Higgins JPT, Logan S,
in Hulunbuir, Inner Mongolia, China. Sheiham A. Fluoride toothpaste for
Journal of Hazardous Materials. 2011; preventing caries in children and
186: p. 1942-6. adolescent. The cochrane collaboration
5. Pratusha NG, Banji OJF, Banji D, Ragini 2009.p. 1-5.
M, Pavani B. Fluoride toxicity – A Harsh 17. Marya CM. Fluoride Varnish: A useful
Reality. International Research Journal Dental Public Health Tool. The Internet
of Pharmacy. 2011; 2 (4). p. 79-85. Journal of Dental Science 2007; vol.4 .p.
6. Dey S, Swarup D, Saxena A, Dan A. In 1-5.
vivo efficacy of tamarind (Tamaridus 18. Mount GJ, Hume WR. Preservation and
indica) fruit extract on experimental Restoration of Tooth Structure. Rob watts
fluoride exposure in rats. Research in 2005.p. 39-44.
Veterinary Science. 2011; 91.p. 422-5. 19. Suci A. 151 Konspirasi Dunia. Wahyu
7. Barbier O, Mendoza LA, Del Razo LM. media 2011. Hal 408-13.
Molecular mechanism of fluoride 20. Gray GD. Deadly Mist upaya amerika
toxicity. Chemico-Biological Interaction. merusak kesehatan manusia. Jakarta.
2010; 158. p. 319-33. Gema insani 2009. Hal 150-65.

57
Cakradonya Dent J; 10(1): 53-58

21. WHO. Fluorides and Oral Health. WHO 27. Higgins C. Health Impact of Education.
Tecnical Report Series 846. Geneva; Institute of Public Ireland. IPH.p. 20-38.
2006.P. 1-35. 28. Lunardi, A, G. Pendidikan orang dewasa.
22. Stiffler DF, Young WO, Burt BA. The (1987). Jakarta: Gramedia.hal. 40-3.
Prevention and Control of Dental Caries 29. Word Health Orgnization, 2004.
: Fluoridation. In Dentistry, Dental Adherence to Long Term Theropies
Practice and the Community. 3rd Ed. Policy For Action Meeting Report 4-5
Philadelphia: W.B. Saunders Company.P. June Geneva. 2004.
155-200. 30. Nursalam. Konsep Dan Penerapan
23. Nizel A and Athena S. Nutritionin Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan
Clinical Dentistry. 3rd ed. W.B Saunders Jakarta: Salemba Medika. 2008. hal 32-
Company.P. 167. 44.
24. Thylstrup A, Fejerkov O. Textbook of 31. Rutherford L and Reid S. Knowledge,
Clinical Cariology. 2nd ED. Copenhagen Attitudes, and Motivation to Health.
Munksgaard; 2006. P. 13-6, 211-15. Edinburg. NHS Scotland.p. 30-66.
25. Burt BA and Stephen A. Dentistry,
Dental Practice, and the Community. 5th
Ed. W.B Saunders Company.P. 260-61,
297-314.
26. Badar S and Channar S. Dental Caries:
Frequency and Determinant Among
Patient Attending Dental Out Patient
Departement In Bahawal Victoria
Hospital Bahawapur. Professional Med
J.2012 .P. 117-22.

58
Cakradonya Dent J; 10(1): 59-64

PENGARUH ASAP ROKOK TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN


BASIS GIGI TIRUAN RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS DAN
NILON TERMOPLASTIK

THE EFFECT OF CIGARETTE SMOKE ON SURFACE ROUGHNESS OF


HEAT POLYMERIZED ACRYLIC RESIN AND NYLON
TERMOPLASTIC DENTURE BASE

Syafrinani, Saima Putri Hasibuan

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

Abstrak
Resin akrilik polimerisasi panas banyak digunakan sebagai bahan pembuat basis gigi tiruan, karena
memiliki sejumlah keunggulan diantaranya kualitas estetis yang cukup memuaskan, mudah diproses
dan direparasi tanpa membutuhkan tenaga ahli laboratorium. Beberapa tahun terakhir nilon telah
menarik perhatian sebagai bahan basis gigi tiruan. Salah satu sifat fisik bahan ini yang perlu
diperhatikan adalah kekasaran permukaan, permukaan yang kasar dapat mempengaruhi kesehatan
jaringan akibat akumulasi mikroorganisme. Peningkatan kekasaran permukaan pada basis dipengaruhi
oleh asap rokok. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh asap rokok terhadap
kekasaran permukaan basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas dan nilon termoplastik.
Rancangan penelitiannya adalah eksperimental laboratoris dengan menggunakan desain post test only
control group. Sebanyak 60 sampel yang terdiri dari dua bahan basis gigi tiruan yang berbeda secara
kimia; resin akrilik polimerisasi panas berbentuk batang berukuran 50x20x3 mm dan berbentuk
silinder berdiameter 50 mm dengan ketebalan 2 mm. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya
pengaruh asap rokok terhadap kekasaran permukaan basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas
dengan nilai p =0,0001 (p<0,05) dan nilon termoplastik dengan nilai p=0,0001 (p<0,05). Disimpulkan
terpaparnya asap rokok pada permukaan basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas dan nilon
termoplastik mengalami peningkatan nilai kekasaran permukaan.
Kata kunci: akrilik polimerisasi panas, nilon termoplastik, gigi tiruan,

Abstract
Heat polymerized acrylic resin has been widely used as a denture base material due to its desirable
properties of excellent aesthetics, ability to repair, and simple processing techniques. In recent years,
nylon polymer has attracted attention as a denture base material. Either one of physical properties on
this material must be concern is surface roughness, rough surface may affect tissue health due to
microorganism accumulation. Increased roughness on a denture base can be affected by cigarette
smoke. The aim of this research is to determine the effect of cigarette smoke on surface roughness of
heat polymerized acrylic resin and nylon termoplastic denture base. The design research in this study
is laboratory experimental by using post test only control group design. A total number 60 specimens
were constructed from two commercially available denture base materials; heat polymerized acrylic
resin with rectangle sample with size 50x20x3 mm and nylon thermoplastic with cylindrical diameter
50 mm with thickness 2 mm. The result of this research shows a there is effect of cigarette smoke on
surface roughness heat polymerized acrylic resin with p value = 0,0001 (p<0,05) and nylon
thermoplastic with p value = 0,0001 (p < 0,05). This value show that the denture exposed by the
smoke of heat polymerized acrylic resin and thermoplastic nylon causing an increase surface
roughness.
Key words: Heat polymerized acrylic, nylon thermoplastic, denture base

59
Cakradonya Dent J; 10(1): 59-64

PENDAHULUAN tertinggi di dunia.6,7 Merokok menghasilkan


Sejak pertama kali diperkenalkan oleh suatu pembakaran yang tidak sempurna dan
Walter Wright pada tahun 1937 resin akrilik terdiri dari gas dan bahan yang diendapkan
polimerisasi panas disebut sebagai bahan basis saat diisap. Saat pembakaran, asap yang
gigi tiruan konvensional dan dianggap dihasilkan mengandung beberapa substansi,
dianggap sebagai bahan yang paling populer seperti karbon monoksida, formaldehid,
untuk pembuatan bahan basis gigi tiruan non radioaktif polonium, ammonia, nikel, arsenik,
logam.1,2 Resin akrilik polimerisasi panas nikotin, tar dan cadmium.7,8 Menurut Mathias
diminati sebagai bahan pembuat basis gigi P dkk (2010) tar pada rokok mengandung
tiruan karena bahan ini memiliki keunggulan hidrokarbon aromatik yang dapat melarutkan
yaitu, memenuhi syarat estetik, penyerapan air permukaan bahan polimer. Hal tersebut
rendah, teknik pengelolahan sederhana, mudah menjadi faktor penyebab dari kekasaran
direparasi tanpa membutuhkan tenaga permukaan.8
laboratorium, dan lebih murah.2 Berdasarkan uraian diatas, maka penulis
Selain itu, ada berbagai macam bahan tertarik untuk meneliti pengaruh asap rokok
alternatif yang dapat digunakan sebagai bahan terhadap kekasaran permukaan basis gigi
basis gigi tiruan dan salah satunya adalah nilon tiruan resin akrilik polimerisasi panas dan
termoplastik. Nilon diperkenalkan sebagai nilon termoplastik.
bahan basis gigi tiruan pada tahun 1950.
Beberapa tahun terakhir ini nilon termoplastik BAHAN DAN METODE
telah menarik perhatian sebagai bahan basis Penelitian ini merupakan penelitian
gigi tiruan karena memiliki keunggulan seperti eksperimental laboratoris dengan
hasil estetik yang bagus karena tidak menggunakan desain post test only control
menggunakan cangkolan, terhindar dari respon group. Sampel terbuat dari dua bahan basis
alergi untuk pasien yang alergi terhadap logam gigi tiruan yang berbeda yaitu resin akrilik
dan resin, elastisitas yang tinggi dibandingkan polimerisasi panas dan nilon termoplastik.
resin polimerisasi panas dan kekuatan yang Sampel dibuat berbentuk batang dengan
cukup untuk digunakan sebagai basis gigi ukuran 50x20x3 mm berdasarkan spesifikasi
tiruan. International Organization For
Salah satu sifat fisik dari resin akrilik Standardization 20795-1 untuk resin akriliki
polimerisasi panas dan nilon termoplastik yang polimerisasi panas.9 Sampel berbentuk silinder
perlu diperhatikan adalah kekasaran berdiameter 50 mm dengan ketebalan 2 mm
permukaan yang dianggap sebagai salah satu berdasarkan spesifikasi ADA no.12 untuk
faktor penentu ketahanan klinis dari basis gigi nilon termoplastik.10 Jumlah keseluruhan
tiruan. Oleh karena itu, kekasaran permukaan sampel adalah 60 yang terdiri dari dua bahan
adalah sifat yang penting dari basis gigi tiruan basis gigi tiruan yang berbeda secara kimia,
karena berada dalam kontak dengan jaringan dan dibagi atas 3 kelompok untuk setiap bahan
dan kekasaran permukaan dapat basis gigi tiruan. Kelompok A yaitu sampel
mempengaruhi kesehatan jaringan akibat berbahan resin akrilik polimerisasi panas yang
akumulasi mikroorganisme. Mikroorganisme dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok
ini akan meningkatkan prevalensi denture A1: 10 sampel resin akrilik polimerisasi panas
stomatitis, halitosis, discomfort, dan tingkat yang tidak dipapar asap rokok; kelompok A2:
stain pada basis gigi tiruan. Selain itu, 10 sampel resin akrilik polimerisasi panas
permukaan yang kasar dapat mengakibatkan yang dipaparkan asap rokok sebanyak 20
ketidaknyamanan pada pasien dan kesulitan batang dan kelompok A3: 10 sampel resin
menjaga oral hygiene. Bollen dkk. (1997) akrilik polimerisasi panas yang dipaparkan
menyarankan basis gigi tiruan dan restorasi asap rokok sebanyak 20 batang.
gigi tidak boleh memiliki kekasaran Kelompok B yaitu sampel berbahan
permukaan lebih dari 0,2 µm.4,5 nilon termoplastik yang dibagi menjadi 3
World Health Organization (WHO) kelompok, yaitu kelompok B1:10 sampel nilon
dalam Global Tobacco Epidemic (2008) termoplastik yang tidak dipapar asap rokok;
melaporkan bahwa Indonesia menempati kelompok B2:10 sampel nilon termoplastik
urutan ketiga dari sepuluh negara yang yang dipaparkan asap rokok sebanyak 10
merupakan negara dengan proporsi perokok batang; dan kelompok B3: 10 sampel nilon

60
Cakradonya Dent J; 10(1): 59-64

termoplastik yang dipaparkan asap rokok HASIL


sebanyak 20 batang. Sebelumnya dilakukan Hasil penelitian menunjukkan nilai
proses pembuatan sampel dari bahan resin rerata kekasaran permukaan basis gigi tiruan
akrilik polimerisasi panas dan nilon resin akrilik polimerisasi panas yang dianalisis
termoplastik. Kuvet yang berisi mold berasal dengan menggunakan uji Univariat. Diperoleh
dari model induk yang ditanam pada gips, nilai yaitu pada kelompok A1 dengan nilai
Mold di isi dengan adonan resin akrilik rerata 0,121 µm dengan standar deviasi 0,008.
polimerisasi panas maupun nilon termoplastik Nilai rerata kelompok A2 adalah 0,114 µm
kemudian kuvet ditutup dan dilakukan kuring dengan standar deviasi 0,012. Nilai rerata
di dalam waterbath untuk resin akrilik kelompok A3 adalah 0,199 µm dengan standar
polimerisasi panas serta nilon dilelehkan deviasi 0,014 (Tabel 1).
terlebih dahulu dalam satu cartdrige dengan
suhu 248,8-265,50C dengan furnace kemudian Tabel 1. Nilai Kekasaran Permukaan Basis Gigi
diinjeksikan ke dalam kuvet di bawah tekanan Tiruan Resin Akrilik Polimerisasi Panas Yang
(injection moulding). Tidak Terpapar Dan Terpapar Asap Rokok
Selanjutnya sampel dikeluarkan dari Kekasaran Permukaan (µm)
kuvet dan dirapikan dengan bur fraser,
dihaluskan dengan kertas pasir waterproof No Kelompok Kelompok Kelompok
ukuran 600, 800, 1200 yang dipasangkan pada A1 A2 A3
rotary grinder dengan air mengalir masing-
masing selama 5 menit dan dilanjutkan dengan 1 0,120 0,135 0,209
Scotch-Brite brush yang dipasangkan pada
2 0,116 0,155 0,189
polishing motor. Dengan kecepatan 500 rpm
dan menggunakan coarse pumice selama 5 3 0,127 0,129** 0,225*
menit hingga mengkilat.
Setelah dilakukan proses akhir dan 4 0,110** 0,149 0,202
pemolesan, setiap sampel di rendam dalam
saliva buatan sekitar 5 menit dan dilanjutkan 5 0,128 0,132 0,195
dengan pemberian paparan asap rokok di
6 0,118 0,170* 0,192
ruang pengasapan buatan yang
mensimulasikan proses merokok secara in 7 0,139* 0,134 0,173**
vivo.
Sampel ditempatkan di tabung yang 8 0,124 0,151 0,208
telah disesuaikan dengan template sehingga
9 0,123 0,145 0,194
permukaan yang telah dipoles berkontak
langsung dengan asap rokok. Tutup tabung 10 0,110 0,141 0,205
sampai rapat dengan tutupnya kemudian rokok
dipasang di tabung. Alat pengasapan X= 0,121 X= 0,144 X= 0,199
disambung dengan alat pompa vacum yang SD= 0,008 SD= 0,012 SD= 0,014
menyebabkan tekanan negatif untuk aspirasi Keterangan: * nilai terbesar
asap yang dikeluarkan oleh rokok. Setiap ** nilai terkecil
rokok dibakar dalam waktu standar 10 menit.
Waktu aspirasi tekanan dikontrol dan Setelah itu hasil nilai rerata kekasaran
diprogram dengan pressure, switch dan timer. permukaan basis gigi tiruan nilon termoplastik
Sampel dikeluarkan dari tabung, spesimen yang dianalisis dengan menggunakan uji
dibersihkan dengan sikat gigi di permukaan Univarian yaitu pada kelompok B1 dengan
sampel dan dikeringkan dengan udara. nilai rerata 0,136 µm dengan standar deviasi
Pengujian kekasaran permukaan 0,013. Nilai rerata kelompok B2 adalah 0,174
dilakukan dengan menggunakan alat ukur µm dengan standar deviasi 0,008. Nilai rerata
profilometer. Analisis data dilakukan dengan kelompok A3 adalah 0,222 µm dengan standar
uji Univariat dan uji ANOVA satu arah. deviasi 0,010 (Tabel 2).

61
Cakradonya Dent J; 10(1): 59-64

Tabel 2. Nilai Kekasaran Permukaan Basis Gigi Kekasaran Permukaan (µm)


Kelompok
Tiruan Nilon Termoplastik Yang Tidak Terpapar n X ± SD P
Dan Terpapar Asap Rokok. 0,136 ±
B1 10
Kekasaran Permukaan (µm) 0,013
0,174 ±
No B2 10 0,0001*
Kelompok Kelompok Kelompok 0,008
B1 B2 B3 0,222 ±
B3 10
0,010
1 0,132 0,178 0,214
Keterangan : * signifikan
2 0,124 0,167 0,210**
3 0,138 0,172 0,217 PEMBAHASAN
4 0,144 0,163** 0,247* Hasil penelitian menunjukkan nilai
kekasaran permukaan yang bervariasi pada
5 0,153* 0,175 0,220
setiap sampel pada kelompok yang sama. Hal
6 0,146 0,184 0,213 ini dapat disebabkan beberapa faktor, salah
7 0,107** 0,171 0,226 satunya karena porositas pada permukaan
8 0,145 0,192* 0,221 basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi
9 0,135 0,179 0,231 panas. Porositas dapat berasal dari pengadukan
10 0,137 0,168 0,223
antara bubuk dan cairan yang tidak tepat.11
Selain itu, perbedaan tekanan yang diberikan
X= 0,136 X= 0,174 X= 0,222 pada setiap sampel saat dilakukan pemolesan
SD= 0,013 SD= 0,008 SD= 0,010 pada alat rotary grinder. Adanya tekanan yang
Keterangan : * nilai terbesar diberikan tidak terkontrol sehingga
** nilai terkecil mengakibatkan perbedaan tinggi puncak alur
yang terbentuk. Apabila tekanan sedikit
Selanjutnya dilakukan uji ANOVA satu diberikan, maka akan mengakibatkan
arah, didapatkan perbedaan nilai kekasaran pengikisan pada permukaan bahan tidak terjadi
permukaan yang signifikan pada ketiga secara menyeluruh, akan tetapi apabila
kelompok basis gigi tiruan resin akrilik tekanan yang diberikan terlalu besar, maka
polimerisasi panas dengan nilai p= 0,0001 (p < semakin banyak bagian dari puncak dan
0,05) (Tabel 3). lembah alur yang terbuang sehingga rata-rata
kekasaran permukaan yang dihasilkan akan
Tabel 3. Hasil Uji ANOVA Terhadap Nilai semakin kecil bahkan dapat menyebabkan
Kekasaran Permukaan Basis Gigi Tiruan Resin
pengikisan yang terlalu berlebihan pada
Akrilik Polimerisasi Panas
permukaan bahan.
Kekasaran Permukaan (µm)
Berdasarkan data yang diperoleh pada
Kelompok
n X ± SD P tabel 1, nilai kekasaran permukaan pada
kelompok A1 yaitu sebesar (0,121 ±
0,121 ± 0,008µm), kelompok A2 yaitu sebesar (0,144
A1 10
0,008
± 0,012µm), dan kelompok A3 yaitu sebesar
0,144 ± 0,0001* (0,199 ± 0,014 µm). Hasil yang diperoleh dari
A2 10
0,012 kelompok A1 didapatkan nilai rerata
0,199 ± kekasaran permukaan yang tidak jauh berbeda
A3 10 dengan penelitian yang dilakukan oleh Abuzar
0,014
Keterangan : * signifikan dkk (2010) dengan nilai rerata kekasaran
permukaan resin akrilik polimerisasi panas
Setelah itu dengan uji ANOVA satu setelah dilakukan pemolesan adalah 0,046 ±
arah didapatkan adanya perbedaan nilai 0,007 µm.4 Pada kelompok A2 dan A3 yang
kekasaran permukaan yang signifikan pada diberi perlakuan asap rokok memiliki nilai
ketiga kelompok basis gigi tiruan nilon rerata kekasaran yang lebih tinggi dibanding
termoplastik dengan nilai p = 0,0001 (p < kelompok A1, hal ini sesuai dengan penelitian
0,05) (Tabel 4). yang dilakukan Mahross H dkk (2015) bahwa
Tabel 4. Hasil Uji ANOVA Terhadap Nilai nilai rerata kekasaran permukaan untuk
Kekasaran Permukaan Basis Gigi Tiruan Nilon kelompok resin akrilik polimerisasi panas
Termoplastik. yang terpapar asap rokok lebih tinggi daripada

62
Cakradonya Dent J; 10(1): 59-64

kelompok resin akrilik polimerisasi panas pada pasien dan kesulitan menjaga oral
yang tidak terpapar asap rokok.7 hygiene.15,16
Berdasarkan data yang diperoleh pada
tabel 2, nilai kekasaran permukaan pada KESIMPULAN DAN SARAN
kelompok B1 yaitu sebesar (0,136 ± Basis gigi tiruan yang dibuat dari bahan
0,013µm), kelompok B2 yaitu sebesar (0,174 resin akrilik polimerisasi panas dan nilon
± 0,008µm), dan kelompok B3 yaitu sebesar termoplastik memiliki peningkatan kekasaran
(0,222 ± 0,010µm). Hal ini dikarenakan pada permukaan setelah terpapar asap rokok baik
kelompok B2 dan B3 diberi perlakuan asap itu 10 batang maupun 20 batang rokok. Pada
rokok sedangkan B1 tidak diberi perlakuan basis resin akrilik polimerisasi panas
asap rokok. Efek merokok yang timbul peningkatan kekasaran belum melebihi nilai
dipengaruhi oleh banyaknya jumlah rokok ambang batas kekasaran permukaan secara
yang diisap, lamanya merokok, dan jenis klinis dari ketiga kelompok tersebut.
rokok yang diisap. Berdasarkan hal tersebut, Sedangkan pada basis gigi tiruan nilon
semakin banyak jumlah rokok yang diisap termoplastik pada kelompok ketiga dengan
maka semakin lama waktu merokok sehingga pemberian 20 batang rokok dapat mengalami
substansi berupa tar semakin banyak peningkatan kekasaran melebihi ambang batas,
mengendap maka kekasaran permukaan dikarenakan nilon memiliki kekasaran
semakin besar.6,7 permukaan yang lebih tinggi daripada resin
Penelitian ini menunjukkan bahwa akrilik polimerisasi panas, sehingga pada saat
paparan asap rokok terhadap spesimen resin sampel terus menerus dipaparkan asap rokok
akrilik polimerisasi panas dan nilon maka substansi rokok berupa tar lebih mudah
termoplastik meningkatkan nilai kekasaran melekat pada permukaan yang kasar.
permukaan, ini disebabkan oleh pengendapan Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
zat rokok pada permukaan spesimen resin tentang pengaruh asap rokok terhadap
akrilik. Sewaktu rokok dibakar, asap yang stabilitas warna basis gigi tiruan resin akrilik
dihasilkan mengandung beberapa komponen, polimerisasi panas dan nilon termoplastik,
seperti karbonmonoksida, karbondioksida, serta penelitian lebih lanjut tentang pengaruh
nikotin, amonia, nikel, arsenik, tar dan logam asap rokok terhadap kekasaran permukaan
berat seperti timbal dan cadmium.7,12 Menurut basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi
Mathias P dkk (2010) tar pada rokok panas dan nilon termoplastik secara in vivo.
mengandung hidrokarbon aromatik yang dapat
melarutkan permukaan bahan polimer. Bahan DAFTAR PUSTAKA
polimer tidak dapat larut dalam cairan rongga 1. McCabe JF, Walls AWG. Applied dental
mulut tetapi larut dalam beberapa tingkatan materials. 9th ed. London: Blackwell
aromatik hidrokarbon. Selain itu, asap rokok Munksgaard, 2008: 109-21.
yang bercampur dengan saliva menghasilkan 2. Anusavice KJ. Phillip’s Science of dental
pH asam yang dapat merusak keutuhan materials. 11th ed. Florida: Elsevier 2003:
permukaan bahan, bisa juga karena efek termal 143-5
dari merokok.8,13 3. Kohli S, Bhatia S. Polyamides in
Berdasarkan hasil beberapa penelitian in dentistry. Int J of Scientific Study 2013;
vitro bahwa jika suatu bahan basis gigi tiruan 1(1): 20-5.
dengan kekasaran permukaan yang melebihi 4. Abuzar MA, Bellur S, Duong N, et al.
0,2 µm dapat meningkatkan level perlekatan Evaluating surface roughness of a
kolonisasi bakteri. Radford dkk (1998) dan polyamide denture base material in
Taylor dkk (1998) menyatakan perlekatan comparison with poly (methyl
bakteri lebih banyak terdapat permukaan yang methacrylate). Journal of Oral Science
kasar. Perlekatan bakteri pada basis gigi tiruan 2010; 52(4): 577-81.
dapat mengakibatkan bau mulut, denture 5. Vojdani M,Giti R. Polyamide as a
stomatitis, dan berbagai penyakit yang denture base material: A Literature
berhubungan dengan pemakaian gigi tiruan. Review.J Dent Shiraz Univ Med Sci 2015;
Selain itu, permukaan yang kasar dari suatu 16 (l): 1-9.
restorasi dapat mengakibatkan perubahan
warna pada basis gigi tiruan, ketidaknyamanan

63
Cakradonya Dent J; 10(1): 59-64

6. Global Adult Tobacco Survey. GATS: 12. Patil SS, Dhakshaini MR, Gujjari AK.
Indonesia Report 2011. Jakarta: Effect of cigarette smoke on acrylic
World Health Organization, 2012: 16-7. resin teeth. J Clin Diagn Res 2013; 7(9):
7. Mahross HZ, Mohamed MD, Hassan AM, 2056-9.
Baroudi K. Effect of cigarette 13. Sakaguchi RL, Powers JM. Craig's
smoke on surface roughness of different Restorative dental materials 13th ed.
denture base materials. J Clin Diagn Philadelphia, PA: Elsevier mosby 2012:
Res 2015; 9(9): 39-42. 171,192.
8. Mathias P, Costa L, Saraiva TA, 14. Gungor H, Gundogdu M, Duymus ZY.
Cavalcanti AN, da Rocha Nogueira-Filho Investigating of the effect of different
G. Morphologic texture characterization polishing techniques on the surface
allied to cigarette smoke increase roughness of denture base and repair
pigmentation in composite resin material. J Prosthet Dent 2014; 112:1272-
restoration. J Esthet Restor Dent 2010; 7.
22(4): 252-58. 15. Hilgenberg SP, Orellana-Jimenez EE,
9. International Organization for Sepȗlveda-Navarro WF, Arana-Correa
Standardization 2008, Dentistry - Base BE, Alves DCT, Campanha NH.
Polymers - part 1: denture base polymers, Evaluation of surface physical properties
ISO 20795-1: 2008, International of acrylic resins for provisional
Organization for Standardization, prosthesis. Material Research 2008;
Geneva. 11(3): 257-60
10. Onwubu SC, Vahed A, Singh S, Kanny 16. Al-Kheraif AAA. The effect of
KM. Reducing the surface roughness of mechanical and chemical polishing
dental acrylic resins by using an eggshell techniques on the surface roughnes of
abrasive material. J Prosthet Dent 2016; heat-polymerized and visible light
117(2): 310-4. polymerized acrylic denture base resin.
11. Manappalil JJ. Basic dental material 3th Saudi Dent J 2014; 26: 5
ed. India :Jaypee Brothers Medical
Publisher 2010: 381-384, 391-9, 404-8.

64
ISSN: 2085-546X

Petunjuk Penulisan

Cakradonya Dental Journal (CDJ) adalah jurnal ilmiah yang ▪ Nama Penulis
terbit dua kali setahun, Februari dan Agustus. Artikel yang ▪ Abstrak dalam bahasa Indonesia dan Inggris
diterima CDJ akan dibahas para pakar dalam bidang keilmuan ▪ Pendahuluan (tanpa subjudul)
yang sesuai (peer-review) bersama redaksi. Sekiranya peer- ▪ Subjudul-subjudul sesuai kebutuhan
review menyarankan adanya perubahan, maka penulis diberi ▪ Penutup (kesimpulan dan saran)
kesempatan untuk memperbaikinya. ▪ Daftar pustaka
3. Laporan Kasus. Berisi artikel tentang kasus di klinik yang
cukup menarik, dan baik untuk disebarluaskan dikalangan
CDJ menerima artikel konseptual dari hasil penelitian original
sejawat lainnya. Format terdiri atas: Pendahuluan,
yang relevan dengan bidang kesehatan, kedokteran gigi dan
Laporan kasus, Pembahasan dan Daftar pustaka.
kedokteran. CDJ juga menerima literature review, dan
4. Gambar dan tabel. Kirimkan gambar yang dibutuhkan
laporan kasus.
bersama makalah. Tabel harus diketik 1 spasi.
5. Metode statistik. Jelaskan tentang metode statistik secara
Artikel yang dikirim adalah artikel yang belum pernah rinci pada bagian “metode”. Metode yang tidak lazim,
dipublikasi, untuk menghindari duplikasi CDJ tidak menerima ditulis secara rinci berikut rujukan metode tersebut.
artikel yang juga dikirim pada jurnal lain pada waktu bersamaan 6. Judul ditulis dengan huruf besar 11 point, baik judul
untuk publikasi. Penulis memastikan bahwa seluruh penulis singkat dengan jumlah maksimal 40 karakter termasuk
pembantu telah membaca dan menyetujui isi artikel. huruf dan spasi. Diletakkan di bagian tengah atas dari
halaman pertama. Subjudul dengan huruf 11 point.
1. Artikel Penelitian 7. Nama dan alamat penulis disertai pas photo. Nama penulis
Tatacara penulisan: tanpa gelar dan alamat atau lembaga tempat bekerja ditulis
✓ Judul dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. lengkap dan jelas. Alamat korespondensi, nomor telepon,
✓ Abstrak dibuat dalam bahasa Indonesia & Inggris, nomor facsimile, dan alamat e-mail. Pas photo terbaru
dalam bentuk tidak terstruktur dengan jumlah ukuran 3x4.
maksimal 200 kata, harus mencerminkan isi artikel,
8. Ucapan terima kasih. Ucapan terima kasih hanya untuk
ringkas dan jelas, sehingga memungkinkan pembaca
para profesional yang membantu penyusunan naskah,
memahami tentang aspek baru atau penting tanpa harus
termasuk pemberi dukungan teknis, dana dan dukungan
membaca seluruh isi artikel. Diketik dengan spasi
umum dari suatu institusi.
tunggal satu kolom. 9. Daftar pustaka. Daftar pustaka ditulis sesuai dengan
✓ Kata Kunci dicantumkan pada halaman yang sama aturan penulisan Vancouver, diberi nomor urut sesuai
dengan abstrak. Pilih 3-5 buah kata yang dapat dengan pemunculan dalam keseluruhan teks ditulis secara
membantu penyusunan indek. super script. Jumlah daftar pustaka minimal 10 referensi.
✓ Artikel utama ditulis dengan huruf jenis Times New Disebutkan 5 nama pengarang kemudian at al.
Roman ukuran 11 point, spasi satu. - Jurnal: Hendarto H, Gray S. Surgical and non surgical
✓ Artikel termasuk tabel, daftar pustaka dan gambar intervation for speech rehabilitation in Parkinson
harus diketik 1 spasi pada kertas dengan ukuran 21,5 disease. Med J Indonesia 2000; 9 (3): 168-74.
x 28 cm (kertas A4) dengan jarak dari tepi 2,5 cm, - Buku: Lavelle CLB. Dental plaque. In: Applied Oral
jumlah halaman maksimum 12. Setiap halaman diberi Physiology, 2nd ed. London: Wright. 1988:93-5.
nomor secara berurutan dimulai dari halaman judul - Book Section: Shklar G, Carranza FA. The Historical
sampai halaman terakhir. Background of Periodontology. In: Carranza's Clinical
✓ Laporan tentang penelitian pada manusia harus Periodontology (Newman MG, Takei HH, Klokkevold
memperoleh persetujuan tertulis (signed informed PR, Carranza FA, eds), 10th ed. St. Louis: Saunders
consent).
Elsevier, 2006: 1-32.
✓ Sistematika penulisan artikel hasil penelitian, adalah
- Website : Almas K. The antimicrobial effects of seven
sebagai berikut:
different types of Asian chewing sticks. Available in
▪ Judul
▪ Nama dan alamat penulis disertai pas photo http://www.santetropicale.com/resume/49604.pdf
▪ Abstrak dalam bahasa Indonesia dan Inggris Accessed on April, 2004.
▪ Kata kunci 10. Artikel dikirim sebanyak 1 (satu) eksemplar, dalam
▪ Pendahuluan (tanpa subjudul, memuat latar bentuk hard dan soft copy, tuliskan nama file dan program
belakang masalah dan sedikit tinjauan pustaka, dan yang digunakan, kirimkan paling lambat 2 (dua) bulan
masalah/tujuan penelitian). sebelum bulan penerbitan kepada:
▪ Bahan dan Metode Ketua Dewan Penyunting
▪ Hasil Cakradonya Dental Journal (CDJ)
▪ Pembahasan Fakultas Kedokteran Gigi-Unsyiah
▪ Kesimpulan dan Saran Darussalam Banda Aceh 23211
▪ Ucapan terima kasih Telp/fax. 0651-7551843
▪ Daftar Pustaka. 11. Kepastian pemuatan atau penolakan artikel akan
2. Tinjauan pustaka/artikel konseptual (setara hasil diberitahukan secara tertulis. Penulis yang artikelnya
penelitian) merupakan artikel review dari jurnal dan atau dimuat akan mendapat imbalan berupa nomor bukti
buku mengenai ilmu kedokteran gigi, kedokteran dan pemuatan sebanyak 1 (satu) eksemplar. Artikel yang tidak
kesehatan mutakhir memuat: dimuat tidak akan dikembalikan kecuali atas permintaan
▪ Judul penulis.
Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh
Aceh-Indonesia
Telp.Fax/0651 7555183
E-mail: cakradonya@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai