Anda di halaman 1dari 33

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum Wr.Wb.

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmatNya
sehingga Makalah GTC tentang “FIXED – FIXED BRIDGE” ini dapat di
selesaikan. Makalah ini terdiri dari beberapa pembahasan mengenai GTC yang
diambil dari beberapa referensi, setiap pembahasan akan di bahas dalam makalah ini,
terutama mengenai FIXED – FIXED BRIDGE.

Akhirnya ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu drg. Rahmy
Wardiningsih S.kg. selaku dosen sekaligus pendamping kami saat mengerjakan
makalah ini. Kritik dan saran yang membangun sangat kami nantikan untuk
perbaikan di masa yang akan datang.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Makassar, 30 november 2018

1|Page
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................1
DAFTAR ISI................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang..............................................................................................3

1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................4

1.3 Tujuan...........................................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Apa saja syarat pemakai gigi tiruan.........................................................6

2.2 Apa saja klasifikasi dan komponen Gigi Tiruan Cekat (GTC)...............6

2.3. Jelaskan pengertian,indikasi dan kontra indikasi,kekurangan dan


kelebihan pada fixed – fixed bridge ......................................................15

2.4. Jelaskan Tahap-Tahap Pembuatan GTC ...............................................17

2.5. Apa saja keuntungan dan kerugian Gigi Tiruan Cekat (GTC)...............30

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Pembahasan .....................................................................................................31

BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ....................................................................................................32
4.2 Saran ..............................................................................................................32

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................33

2|Page
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Berkurangnya jumlah gigi di dalam mulut dari jumlah yang seharusnya oleh karena
berbagai faktor, sehingga fungsi gigi hilang. Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh
beberapa faktor seperti lubang besar, traumatik, penyakit jaringan pendukung gigi.
Kehilangan gigi dalam jangka waktu yang lama, akan menyebabkan perubahan
susunan gigi, kontak gigi sehingga makanan akan sering menyangkut.Seiring
bertambahnya usia, semakin besar pula kerentanan seseorang untuk kehilangan gigi.
Hal itu berdampak pada meningkatnya kebutuhan akan gigi tiruan.

Dengan berkembangnya berbagai ilmu pengetahuan serta penelitian, ilmu dan cara
pembuatan gigi-geligi tiruan terus berkembang sampai mencapai tahap yang sekarang
kita saksikan (Gunadi, dkk, 1995). Protesa lengkap maupun sebagian, seperti yang
dijumpai pada masa kini tidak tercatat secara pasti dari zaman awalnya masing-
masing dan hanya diketahui secara lebih mendetail pada abad-abad akhir ini saja.
Begitu pula sejarah perkembangan geligi tiruan cekat (fixed) atau lepasan
(removable) dapat dikatakan berjalan sejajar dan amat sukar mengatakan dengan
tepat atau menarik garis pemisah yang jelas antara keduannya. Dari data-data yang
ada, ternyata bahwa penggantian - penggantian yang dahulu di buat sebenarnya lebih
tepat disebut sebagai macam-macam pekerjaan pembuatan mahkota jembatan
(Gunadi, dkk, 1995).

Gigi tiruan berfungsi untuk meningkatkan kemampuan dalam mengunyah, berbicara


dan memberikan dukungan untuk otot wajah. Meningkatkan penampilan wajah dan
senyum. Gigi tiruan secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
gigi tiruan penuh ( Full Crown) dan gigi tiruan sebagian (Partial Crown). Gigi tiruan
sebagian dapat dibagi lagi menjadi gigi tiruan lepasan /Removable (yang dapat
dilepas pasang sendiri oleh pasien) dan gigi tiruan cekat/ Fixed/ GTC (yang
disemenkan ke gigi pasien secara permanen). Gigi tiruan cekat atau disingkat dengan
GTC diklasifikasikan menjadi dua yaitu crown dan bridge.

3|Page
Secara keseluruhan gigi tiruan cekat dapat bertujuan untuk mencapai pemulihan
kembali keadaan-keadaan yang abnormal pada pengunyahan, pemugaran dari
sebagian atau seluruh alat pengunyahan termasuk bagian yang mengalami kerusakan,
pencegahan terjadinya kerusakan selanjutnya pada gigi-gigi lainnya dan jaringan
lunak sekitarnya, keadaan yang menjamin keutuhan alat pengunyahan untuk waktu
yang selama mungkin.

Pada pembuatan gigi tiruan, rencana perawatan dan perawatan pendahuluan harus
ditetapkan terlebih dahulu, karena beberapa keadaan dapat mempengaruhi keadaan
yang lain. Jika pada pasien terdapat keluhan rasa sakit sebelum pembuatan gigi
tiruan, mungkin yang diperlukan adalah pencabutan gigi geligi sesegera mungkin,
jika penambalan tidak dapat dilakukan, untuk mendapatkan kesehatan rongga mulut.
Selama proses pemeriksaan, rencana perawatan sementara telah ditentukan untuk
digunakan pada masing - masing gigi geligi yang tinggal, pembuatan gigi tiruan
dikatakan berhasil jika berbanding langsung pada gigi geligi yang tinggal,
pemeriksaan rontgen foto juga diperlukan pada keadaan seperti ini untuk melihat
keadaan gigi yang tinggal seperti karies interdental dan kualitas tulang alveolar.
Perawatan pendahuluan yang dilakukan sebelum pembuatan gigi tiruan bertujuan
untuk melihat keadaan seluruh perubahan-perubahan/ kelainan yang terjadi pada gigi
geligi, linggir alveolus yang mendukung gigi tiruan dan struktur rongga mulut yang
lain yang dapat menggagalkan dalam pembuatan gigi tiruan. Tujuan diagnosa dan
perawatan pendahuluan mempunyai arti yang penting terhadap suksesnya pembuatan
gigi tiruan untuk kebutuhan pasien.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja syarat pemakai gigi tiruan?

2. Apa saja klasifikasi dan komponen Gigi Tiruan Cekat (GTC)?

3. Jelaskan pengertian,indikasi dan kontra indikasi,kekurangan dan


kelebihan pada fixed – fixed bridge ?

4. Jelaskan Tahap-Tahap Pembuatan GTC ?

5. Apa saja keuntungan dan kerugian Gigi Tiruan Cekat (GTC)?

4|Page
1.3 Tujuan

Diharapkan dengan adanya makalah ini mahasiswa Stikes Mega Resky Makassar
khususnya Program studi Teknik Gigi dapat memahami tentang Gigi Tiruan Cekat
dan diharapkan mampu mengaplikasikan pembuatan gigi tiruan dengan baik dan
benar.

5|Page
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Syarat Gigi Tiruan yang Baik

1. material tidak berbau, berasa, halus, bersih, dan tidak mengiritasi, ukuran dan
bentuk harus sesuai, serta mempunyai retensi dan stabilisasi waktu dipakai
dan berfungsi sehingga enak dipakai,

2. dapat berfungsi untuk mengunyah makanan, mengucapkan kata dengan jelas,


gerakan seperti tertawa, menguap, batuk, minum dan lain-lain,

3. estetis dalam ukuran, bentuk, warna gigi dan gusi,

4. tidak menimbulkan gangguan atau kelainan dan rasa sakit, dan juga

5. cukup kuat terhadap tekanan pengunyahan dan pengaruh zat dalam makanan,
minuman, cairan ludah dan obat.

2.2 klasifikasi dan komponen Gigi Tiruan Cekat (GTC)

Akibat kehilangan gigi tanpa penggantian menurut Aryanto (dalam Rahmawan, 2008)
adalah :

1. Migrasi dan Rotasi Gigi

Hilangnya kesinambungan pada lengkung gigi dapat menyebabkan pergeseran,


miring atau berputarnya gigi. Karena gigi ini tidak lagi menempati posisi yang normal
untuk menerima beban yang terjadi pada saat pengunyahan, maka akan
mengakibatkan kerusakan struktur periodontal. Gigi yang miring lebih sulit
dibersihkan, sehingga aktivitas karies dapat meningkat.

2. Erupsi berlebih.

6|Page
Bila gigi sudah tidak memiliki antagonis lagi, maka akan terjadi erupsi berlebih (over
eruption). Erupsi berlebih dapat terjadi tanpa atau disertai pertumbuhan tulang
alveolar. Bila hal ini terjadi tanpa disertai pertumbuhan tulang alveolar, maka struktur
periodontal akan mengalami kemunduran sehingga gigi mulai extrusi. Bila terjadinya
hal ini disertai pertumbuhan tulang alveolar berlebih, maka akan menimbulkan
kesulitan jika pada suatu hari penderita perlu dibuatkan geligi tiruan lengkap.

3. Penurunan Efisiensi Kunyah

Mereka yang sudah kehilangan banyak gigi, apalagi yang belakang, akan merasakan
betapa efisiensi kunyahnya menurun. Pada kelompok orang yang dietnya cukup
lunak, hal ini mungkin tidak terlalu berpengaruh, maklum pada masa kini banyak
jenis makanan yang dapat dicerna hanya dengan sedikit proses pengunyahan saja.

4. Gangguan pada Sendi Temporo-mandibula.

Kebiasaan mengunyah yang buruk, penutupan berlebih (over closure), hubungan


rahang yang eksentrik akibat kehilangan gigi, dapat menyebabkan gangguan pada
struktur sendi rahang.

5. Beban Berlebih pada Jaringan Pendukung.

Bila penderita sudah kehilangan sebagian gigi aslinya, maka gigi yang masih ada
akan menerima tekanan mastikasi lebih besar sehingga terjadi pembebanan berlebih.
Hal ini mengakibatkan kerusakan membaran periodontal dan lama kelamaan gigi tadi
manjadi goyang dan akhirnya terpaksa dicabut.

6. Kelainan bicara

Kehilangan gigi depan atas dan bawah seringkali menyebabkan kelainan bicara,
karerna gigi ± khususnya yang depan ± termasuk bagian organ fonetik.

7. Memburuknya Penampilan

Menjadi buruknya penampilan karena kehilangan gigi depan akan megurangi daya
tarik wajah seseorang, apalagi dari segi pandang manusia modern.

8. Terganggunya Kebersihan Mulut

Migrasi dan rotasi gigi menyebabkan gigi kehilangan kontak dengan tetangganya,
demikian pula gigi yang kehilangan lawan gigitnya. Adanya ruang interproksimal
tidak wajar ini, mengakibatkan celah antar gigi mudah disisipi makanan. Dengan
7|Page
sendirinya kebersihan mulut jadi terganggu dan mudah terjadi plak. Tahap berikutnya
terjadi karies gigi. Pada tahap berikut terjadinya karies gigi dapat meningkat.

9. Atrisi

Pada kasus tertentu dimana membran periodontal gigi asli masih menerima beban
berlebihan, tidak akan mengalami kerusakan, malahan tetap sehat. Toleransi terhadap
beban ini bisa berwujud atrisi pada gigi- gigi tadi, sehingga dalam jangka waktu
panjang akan terjadi pengurangan dimensi vertikal wajah pada saat keadaan gigi
beroklusi sentrik.

10. Efek Terhadap Jaringan Lunak Mulut

Bila ada gigi yang hilang, ruang yang ditinggalkannya akan ditempati jaringan lunak
pipi dan lidah. Jika berlangsung lama, hal ini akan menyebabkan kesukaran adaptasi
terhadap geligi tiruan yang kemudian dibuat, karena terdesaknya kembali jaringan
lunak tadi daritempat yang ditempati protesis. Dalam hal pemakaian geligi tiruan
akan dirasakan sebagai suatu benda asing yang cukup mengganggu.

2.2.1 Komponen Gigi Tiruan Cekat (GTC)

Gigi tiruan cekat merupakan piranti prostetik permanen yang melekat pada gigi yang
masih tersisa, yang menggantikan satu atau lebih kehilangan gigi. Jenis restorasi ini
telah lama disebut dengan gigi tiruan jembatan (Arifin, 2000).

Gigi tiruan cekat terdiri dari beberapa komponen, yaitu pontik, retainer, konektor, dan
abutment, yang dapat diuraikan sebagai berikut :

A. Pontik, Merupakan bagian dari gigi tiruan jembatan yang menggantikan gigi asli
yang hilang dan berfungsi untuk mengembalikan:

v Fungsi kunyah dan bicara

v Estetis

v Comfort (rasa nyaman)

v Mempertahankan hubungan antar gigi tetanggaà mencegah migrasi / hubungan


dengan gigi lawan à ektrusi

8|Page
Berikut adalah klasifikasi pontik, antara lain:

a. Berdasarkan bahan

Berdasarkan bahan pembuatan pontik dapat diklasifikasikan atas beberapa bagian


yaitu :

1) Pontik logam

Logam yang digunakan untuk membuat pontik pada umumnya terdiri dari alloy, yang
setara dengan alloy emas tipe III. Alloy ini memiliki kekuatan dan kelenturan yang
cukup sehingga tidak mudah menjadi patah atau berubah bentuk (deformasi) akibat
tekanan pengunyahan. Pontik logam biasanya dibuat untuk daerah-daerah yang
kurang mementingkan faktor estetis, namun lebih mementingkan faktor fungsi dan
kekuatan seperti pada jembatan posterior.

2) Pontik porselen

Pontik jenis ini merupakan pontik dengan kerangka dari logam sedangkan seluruh
permukaannya dilapisi dengan porselen. Pontik ini biasanya diindikasikan untuk
jembatan anterior dimana faktor estetis menjadi hal yang utama. Pontik porselen
mudah beradaptasi dengan gingival dan memberikan nilai estetik yang baik untuk
jangka waktu yang lama.

3) Pontik akrilik

Pontik akrilik adalah pontik yang dibuat dengan memakai bahan resin akrilik.
Dibandingkan dengan pontik lainnya, pontik akrilik lebih lunak dan tidak kaku
sehingga membutuhkan bahan logam untuk kerangkanya agar mampu menahan daya
kunyah / gigit. Pontik ini biasanya diindikasikan untuk jembatan anterior dan
berfungsi hanya sebagai bahan pelapis estetis saja.

4) Kombinasi Logam dan Porselen

Pontik ini merupakan kombinasi logam dan porselen dimana logam akan memberikan
kekuatan sedangkan porselen pada jenis pontik ini memberikan estetis. Porselen pada

9|Page
bagian labial/bukal dapat dikombinasikan dengan logam yang bertitik lebur tinggi
(lebih tinggi dari temperature porselen). Tidak berubah warna jika dikombinasikan
dengan logam, sangat keras, kuat dan kaku dan mempunyai pemuaian yang sama
dengan porselen. Porselen ditempatkan pada bagian labial/bukal dan daerah yang
menghadap linggir, sedangkan logam ditempatkan pada oklusal dan lingual. Pontik
ini dapat digunakan pada jembatan anterior maupun posterior.

5) Kombinasi Logam dan Akrilik

Pada kombinasi logam dan akrilik ini, akrilik hanya berfungsi sebagai bahan estetika
sedangkan logam yang memberi kekuatan dan dianggap lebih dapat diterima oleh
gingival sehingga permukaan lingual/palatal dan daerah yang menghadap gusi dibuat
dari logam sedangkan daerah labial/bukal dilapisi dengan akrilik.

b. Berdasarkan hubungan dengan Jaringan Lunak yaitu :

1) Pontik Sanitary

Pada pontik ini, dasar pontik tidak berkontak sama sekali dengan linggir alveolus
sehingga terdapat ruangan/jarak antara dasar pontik dengan linggir alveolus (1-3
mm), dan permukaan dasar pontik cembung dalam segala aspek. Tujuan pembuatan
dasar pontik ini adalah agar sisa-sisa makanan dapat dengan mudah dibersihkan.
Adanya bentuk pontik yang demikian mengakibatkan kekurangan dalam hal estetis
sehingga hanya diindikasikan untuk pontik posterior rahang bawah.

2) Pontik Ridge Lap

Bagian labial/bukal dari dasar pontik berkontak dengan linggir alveolus sedangkan
bagian palatal menjauhi linggir ataupun sedikit menyentuh mukosa dari linggir. Hal
ini mengakibatkan estetis pada bagian labial/bukal lebih baik, dan mudah dibersihkan
pada bagian palatal. Walaupun demikian menurut beberapa hasil penelitian, sisa
makanan masih mudah masuk ke bawah dasar pontik dan sulit untuk dibersihkan.
Pontik jenis ini biasanya diindikasikan untuk jembatan anterior dan posterior.

3) Pontik Conical Root

Pontik conical root biasanya diindikasikan untuk jembatan imediat yang dibuatkan
atas permintaan pasien yang sangat mengutamakan estetis dalam kegiatan sehari-hari.
Pontik ini dibuat dengan cara bagian dasar pontik masuk ke dalam soket gigi yang

10 | P a g e
baru dicabut kira-kira 2 mm. pontik ini dipasang segera setelah dilakukannya
pencabutan dan pada pembuatan ini tidak menggunakan restorasi provisional.

B. Retainer, adalah restorasi tempat pontik dicekatkan. Retainer direkatkan dengan


semen pada gigi penyangga yang telah dipersiapkan dan berfungsi sebagai stabilisasi
dan retensi (Arifin, 2000).

· Retainer ekstrakorona : retainer yang retensinya berada dipermukaan luar mahkota


gigi penyangga

i. Full-veneer crown Retainer

Indikasi:

- Tekanan kunyah normal/ besar

- Gigi-gigi geligi yang pendek

- Intermediare abutment paska perawatan periodontal

- Untuk gigi tiruan jembatan yang pendek maupun panjang

Keuntungan:

- Indikasi luas

- Memberikan retensi dan resistensi yang terbaik

- Memberikan efek splinting yang terbaik

Kerugian:

- Jaringan gigi yang diasah lebih banyak

11 | P a g e
- Estetis kurang optimal (terutama bila terbuat dari all metal)

ii. Partial-veneer Crown Retainer

Indikasi:

- Gigi tiruan jembatan yang pendek

- Tekanan kunyah ringan / normal

- Bentuk dan besar gigi penyangga harus normal

- Salah satu gigi penyangga miring

Keuntungan:

- Pengambilan jaringan gigi lebih sedikit

- Estetis lebih baik daripada FVC retainer

Kerugian:

- Indikasi terbatas

- Kesejajaran preparasi antara gigi penyangga sulit

- Kemampuan dalam hal retensi dan resitensi kurang

- Pembuatannya sulit (dalam hal ketepatan)

Retainer intrakorona : retainer yang retensinya berada dibagian dalam mahkota gigi
penyangga.

Bentuk: Inlay MO/DO/MOD dan Onlay

12 | P a g e
Indikasi:

- Gigi tiruan jembatan yang pendek

- Tekanan kunyah ringan atau normal

- Gigi penyangga dengan karies klass II yang besar

- Gigi penyangga mempunyai bentuk/ besar yang normal

Keuntungan:

- Jaringan gigi yang diasah sedikit

- Preparasi lebih mudah

- Estetis cukup baik

Kerugian:

- Indikasi terbatas

- Kemampuan dalam hal retensi dan resistensi

- Mudah lepas/patah

· Retainer dowel crown : retainer yang retensinya berupa pasak yang telah
disemenkan ke saluran akar yang telah dirawat dengan sempurna.

Indikasi:

- Gigi penyangga yang telah mengalami perawatan syaraf

- Gigi tiruan jembatan yang pendek

- Tekanan kunyah ringan

- Gigi penyangga perlu perbaikan posisi/inklinasi

13 | P a g e
Keuntungan:

- Estetis baik

- Posisi dapat disesuaikan

Kerugian:

- Sering terjadi fraktur akar

C.Konektor, adalah bagian yang mencekatkan pontik ke retainer. Konektor harus


dapat mencegah distorsi atau fraktur selama gigi tiruan berfungsi (Arifin, 2000).

a. Konektor rigid : konektor yang tidak memungkinkan terjadinya pergerakan


pada komponen GTC. Merupakan konektor yang paling sering digunakan untuk
GTC. Konektor rigid dapat dibuat dengan cara:

· Pengecoran (casting) : penyatuan dua komponen GTC dengan satu kali proses
tuang

· Penyolderan (soldering) : penyatuan dua komponen GTC dengan penambahan


logam campur (metal alloy) yang dipanaskan.

· Pengelasan (welding) : penyatuan komponen GTC dengan pemanasan dan/atau


tekanan.

b. Konektor nonrigid : konektor yang memungkinkan pergerakan terbatas pada


komponen GTC. Diindikasikan bila terdapat pier/intermediate abutment untuk
penggangti beberapa gigi yang hilang. Konektor nonrigid bertujuan untuk
mempermudah pemasangan dan perbaikan (repair) GTC. Contohnya adalah dovetail
dan male and female.

14 | P a g e
D. Abutment, adalah gigi penyangga dapat bervariasi dalam kemampuan untuk
menahan gigi tiruan cekat dan tergantung pada faktor-faktor seperti daerah membran
periodontal, panjang serta jumlah akar.

· Single abutment : hanya mempergunakan satu gigi penyangga.

· Double abutment : bila memakai dua gigi penyangga.

· Multiple abutment : bila memakai lebih dari dua gigi penyangga.

· Terminal abutment : merupakan gigi penyangga paling ujung dari

diastema.

· Intermediate / pier abutment : gigi penyangga yang terletak

diantara dua diastema (pontics).

· Splinted abutment : penyatuan dua gigi penyangga pada satu sisi

diastema

· Double splinted abutment : splinted abutment pada kedua sisi

Diastema (Arifin, 2000).

2.3 Pengertian,indikasi dan kontra indikasi,kekurangan dan


kelebihan pada fixed – fixed bridge

a. pengertian Fixed-fixed bridge

Semua komponen digabungkan secara rigid, dengan cara penyolderan setiap unit
individual bersama atau menggunakan satu kali pengecoran. Memiliki dua atau lebih
gigi penyangga. GTC tipe ini menghasilkan kekuatan dan stabilitas yang sangat baik
dan juga mendistribusikan tekanan lebih merata pada restorasi. Serta memberikan
efek splinting yang sangat baik. Diindikasikan pada span pendek, atau untuk splinting
pada gigi goyang dengan kondisi periodontal kurang baik.

b. ∞ Indikasi → Penggantian 1 – 3 gigi yang saling bersebelahan; Pasien yang


punya tekanan kunyah normal – kuat; Gigi penyangga tidak terlalu besar.; Gigi
penyangga derajat goyangnya 1 (normal).

15 | P a g e
∞ Kontra-Indikasi → Pontics/span yang terlalu panjang; Gigi penyangga
memiliki kelainan periodontal atau karies esktensif; Pasien yang masih muda
dengan ruang pulpa besar.

c. ∞ Kekurangan → Memiliki indikasi terluas dari semua jenis GTJ; Punya efek
splinting terbaik dan karenanya sering digunakan sebagai perawatan penunjang
periodontal.

∞ Kelebihan → Jika span terlalu panjang terjadi resiko adanya gaya


ungkit/bent/efek flexural. Hal ini terjadi pada saat makan, bolus makanan
berada baik di gigi penyangga atau berada di tengah span/pontik.

Faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih Gigi tiruan cekat

Terdapat beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih tipe protesa
yang tepat. Faktor-faktor yang penting tersebut adalah faktor biomekanis, keadaan
periodontal, estetis, faktor financial, dan juga keinginan pasien.

a. Faktor Biomekanis

Persyaratan Biologis menuntut gigi penyangga dan jaringan yang mendukungdapat


dipelihara pada kondisi yang sehat. Restorasi harus dibuat dengan sedemikian rupa
sehingga tidak mudah terjadinya pengumpulan plaque yaitu dengan cara dipolished.
Selain itu, restorasi harus biokompatibel dan tidak mudah mengalami korosi.

Gigi-gigi penyangga harus mendekati kesejajaran dan dapat direstorasi tanpa


membahayakan pulpa. Preparasi gigi penyangga sebaiknya mencukupi untuk
menyediakan kekuatan restorasi. Selain itu, gigi-gigi penyangga sebaiknya
dipreparasi untuk menyediakan retensi yang adekuat untuk retainer, sehingga
mencegah terlepasnya restorasi. Penting untuk diketahui bahwa gigi tiruan harus
cukup kuat agar tidak mudah pecah, tidak mudah patah, dan mengalami distorsi.

b. Keadaan Periodontal

Harus dipastikan melalui hasil foto rontgen tidak ada kelainan pada jaringan
periodontal. Indikasi khusus pada gigi penyangga yang vital dan non vital dengan
perawatan saluran akar, aringan periodontal sehat, bentuk akar yang panjang, posisi
dan inklinasi yang baik dalam lengkung rahang, bentuk dan besar anatomis gigi
normal, mahkota gigi punya jaringan email dan dentin yang sehat.

16 | P a g e
c. Estetis

Pertimbangan estetis sebaiknya tidak mempengaruhi kekuatan Gigi Tiruan Cekat.


Bagaimanapun, tampilan emas yang tidak penting sebaiknya dihindari. Pontik
sebaiknya menggunakan warna, ukuran, dan bentuk yang tepat serta memiliki
susunan dan karakteristik yang tepat.

d. Faktor Finansial

Keadaan social-ekonomi serta tingkat pendidikan yang rendah membuat pengetahuan


mereka terbatas dalam hal pelayanan kesehatan gigi dan mulut sehingga mereka
cenderung menggunakan gigi tiruan lepasan yang harganya relative murah
dibandingkan dengan gigi tiruan cekat. Mereka beranggapan bahwa fungsi mastikasi
merupakan hal yang utama untuk penggantian gigi yang hilang.

2.4 Tahap-Tahap Pembuatan GTC

a) Tahapan Klinik I (Preparasi & Pembuatan GTJ)

v Pemeriksaan, diagnosis, rencana perawatan, prognosis

v Preparasi gigi abutment

Preparasi merupakan suatu tindakan pengerindaan atau pengasahan gigi untuk tujuan
menyediakan tempat bagi bahan restorasi mahkota tiruan atau sebagian pegangan gigi
tiruan jembatan (Smith dan Howe, 2007).

Persyaratan preparasi:

1. Kemiringan dinding-dinding aksial

Preparasi dinding aksial yang saling sejajar terhadap poros gigi sulit untuk
menentukan arah pemasangan. Disamping itu, semen juga sulit keluar dari tepi
retainer sehingga jembatan tidak bisa duduk sempurna pada tempatnya. Untuk itu,
dibuat kemiringan yang sedikit konus ke arah oklusal. Craige (1978) mengatakan
bahwa kemiringan dinding aksial optimal berkisar 10-15 derajat. Sementara menurut
Martanto (1981), menyatakan bahwa kemiringan maksimum dinding aksial preparasi
7 derajat. Sedangkan Prayitno HR (1991) memandang kemiiringan dinding aksial
preparasi 5-6 derajat sebagai kemiringan yang paling ideal. Kemiringan yang lebih

17 | P a g e
kecil sulit diperoleh karena dapat menyebabkan daerah gerong yang tidak terlihat dan
menyebabkan retainer tidak merapat ke permukaan gigi. Retensi sangat berkurang
jika derajat kemiringan dinding aksial preparasi meningkat. Kegagalan pembuatan
jembatan akibat hilangnya retensi sering terjadi bila kemiringan dinding aksial
preparasi melebihi 30 derajat. Preparasi gigi yang terlalu konus mengakibatkan terlalu
banyak jaringan gigi yang dibuang sehingga dapat menyebabkan terganggunya
vitalitas pulpa seperti hipersensitifitas, pulpitis, dan bahkan nekrose pulpa.
Kebanyakan literatur mengatakan kemiringan dinding aksial preparasi berkisar 5-7
derajat, namun kenyataaannya sulit dlicapai karena faktor keterbatasan secara intra
oral (Prajitno, 1994).

2. Ketebalan preparasi

Jaringan gigi hendaklah diambil seperlunya karena dalam melakukan preparasi kita
harus mengambil jaringan gigi seminimal mungkin. Ketebalan preparasi berbeda
sesuai dengan kebutuhan dan bahan yang digunakan sebagai retainer maka ketebalan
pengambilan jaringan gigi berkisar antara 1-1,5 mm sedangkan jika menggunakan
logam porselen pengambilan jaringan gigi berkisar antara 1,5 – 2 mm. Pengambilan
jaringan gigi yang terlaluy berlebihan dapat menyebakan terganggu vitalitas pulpa
seperti hipersensitivitas pulpa, pulpitis, dan nekrosis pulpa. Pengamnbilan jaringan
yang terlalu sedikit dapat mengurangi retensi retainer sehingga menyebabkan
perubahan bentuk akibat daya kunyah (Prajitno, 1994).

3. Kesejajaran preparasi

Preparsi harus membentuk arah pemasangan dan pelepasan yang sama antara satu
gigi penyangga dengan gigi penyangga lainnya. Arah pemasangan harus dipilih yang
paling sedikit mengorbankan jaringan keras gigi, tetapi dapat menyebabkan jembatan
duduk sempurna pada tempatnya (Prajitno, 1994).

Prinsip kesejajaran ini sangat memengaruhi kestabilan dari kedudukan GTJ nantinya,
kecuali pada GTJ yang sifatnya konektor non-rigid, cantilever bridge, atau telescopic
bridge. Sedangkan prinsip pengambilan jaringan berhubungan dengan kemampuan
memegang retainer dan kemampuan gigi dalam menerima beban kunyah tambahan
(distribusi tekanan dari pontik). Pada keadaan tertentu:

- Pada gigi yang pendek, untuk memperoleh retensi optimal dan mendapatkan
kekuatan untuk menahan beban, maka pengambilan oklusal pada daerah supporting

18 | P a g e
cusp lebih banyak. Bila perlu dengan tambahan groove sebagai penambah
kemampuan resistensi.

- Pada diasteme yang sempit, pengambilan proksimal harus lebih banyak, agar
konektor bisa lebih tebal dan kuat.

- Pada span yang panjang, preparasi servikal sebaiknya mempunyai ketebalan


optimal, misalnya minimal dengan bentuk chamfer.

Ada beberapa tindakan khusus berupa modifikasi preparasi abutment untuk


mendapatkan kesejajaran, antara lain:

a. Jika salah satu terminal abutment miring

Penyesuaian dengan kurva oklusal, mengharuskan pengambilan lebih banyak pada


distooklusal. Analisa arah pemasukan dengan dental suveyor atau garis khayal,
berupa garis sejajar dengan garis bagi sudut yang terbentuk yang terbentuk oleh
kedua sumbu kedua gigi penyangga.

b. Terminal abutment dan gigi tetangganya miring

Kemungkinan jaringan mahkota gigi tetangga bagian mesial harus diambil sedikit
agar tidak menghalangi insersi bridge.

c. Setiap terminal abutment miring dengan kedua sumbu konvergen

Sisi yang berhadapan dengan diastema dipreparasi sejajar garis bagi sudut yang
dibentuk oleh kedua sumbu gigi. Sedang disisi lain dipreparasi sesuai dengan sumbu
gigi masing-masing. Tetapi bila kedua sumbu gigi divergen tidak bisa ditolerir dengan
pengasahan, sehingga harus dilakukan dulu perbaikan posisi / inklinasinya atau dibuat
non-vital (merupakan terapi pendahuluan)

d. Posisi gigi diluar lengkung karena sedikit rotasi

Pada keadaan demikian perlu pengambilan jaringan yang lebih banyak. Daerah yang
keluar dari lengkung lebih banyak dipreparasi.

19 | P a g e
e. Salah satu abutment sedikit palatoversi/labioversi

Pada keadaan gigi penyangga miring ke lingual maka lebih banyak terjadi
pengambilan di daerah lingual, pada gigi penyangga yang protrusi maka lebih banyak
terjadi pengambilan di daerah labial.

4. Preparasi mengikuti anatomi gigi

Preparasi yang tidak mengikuti anatomi gigi dapat membahayakan vitalitas pulpa
juga dapat mengurangi retensi retainer gigi tiruan jembatan tersebut. Preparasi pada
oklusal harus disesuaikan dengan morfologi oklusal. Apabila preparasi tidak
mengukuti morfologi gigi maka pulpa dapat terkena sehingga menimbulkan reaksi
negatif pada pulpa (Prajitno, 1994).

5. Pembulatan sudut-sudut preparasi

Preparasi yang dilakukan akan menciptakan sudut-sudut yang merupakan pertemuan


dua bidang preparasi. Sudut-sudut ini harus dibulatkan karena sudut yang tajam dapat
menimbulkan tegangan atau stress pada restorasi dan sulit dalam pemasangan
jembatan (Prajitno, 1994).

Tahap-tahap preparasi gigi penyangga:

1. Pembuatan galur

Untuk gigi anterior, galur proksimal dapat dibuat dengan baik bila gigi bagian
labiopalatal cukup tebal. Galur berguna untuk mencegah pergeseran ke lingual atau
labial dan berguna untuk mendapatkan ketebalan preparasi di daerah tersebut. Galur
pada gigi anterior dapat dibuat dengan bur intan berbentuk silinder (Prajitno, 1994).

2. Preparasi bagian proksimal

Tujuannya untuk membuat bidang mesial dan distal preparasi sesuai dengan arah
pasang jembatannya. Selain itu untuk mengurangi kecembungan permukaan
proksimal yang menghalangi pemasangan jembatan. Preparasi bagian proksimal
dilakukan dengan menggunakan bur intan berbentuk kerucut. Pengurangan bagian
proksimal membentuk konus dengan kemiringan 5-10 derajat (Prajitno, 1994).

3. Preparasi permukaan insisal atau oklusal

20 | P a g e
Pengurangan permukaan oklusal harus disesuaikan dengan bentuk tonjolnya.
Preparasi permukaan oklusal untuk memberi tempat logam bagian oklusal
pemautnya, yang menyatu dengan bagian oklusal pemaut. Dengan demikian, gigi
terlindungi dari karies, iritasi, serta fraktur (Prajitno, 1994).

4. Preparasi permukaan bukal atau labial dan lingual

Pengurangan permukaan bukal menggunakan bur intan berbentuk silinder. Preparasi


permukaan bukal bertujuan untuk memperoleh ruangan yang cukup untuk logam
pemaut yang memberi kekuatan pada pemaut dan supaya beban kunyah dapat
disamaratakan (Prajitno, 1994).

5. Pembulatan sudut preparasi bidang aksial

6. Pembentukan tepi servikal

Batas servikal harus rapi dan jelas batasnya untuk memudahkan


pembuatan pola malamnya nanti. Ada beberapa bentuk servikal:

a.Tepi demarkasi (feater edge)

b.Tepi pisau (knife edge)

c.Tepi lereng (bevel)

d.Tepi bahu liku (chamfer )

e.Tepi bahu (shoulder) (Prajitno, 1994).

Dalam setiap preparasi, selalu ingat mengenai prinsip dan syarat preparasi seperti
yang sudah dibahas pada pemicu sebelumnya. Alat-alat seperti bur, handpiece, dan
alat standar secara umum sama seperti preparasi mahkota tiruan penuh, perbedaan
hanya terletak pada prinsip utama pembuatan GTJ, yaitu prinsip kesejajaran pada gigi
penyangganya. Berbeda dengan full crown, preparasi gigi abutment tetap harus
mengingat fungsi utamanya dalam GTJ, sehingga harus memenuhi prinsip:

§ Kesejajaran antar gigi penyangga dan arah insersi

§ Pengambilan jaringan seoptimal mungkin

v Retraksi gingiva

21 | P a g e
Tindakan ini merupakan tindakan yang mendahului tahap pencetakan gigi.
Merupakan tindakan penarikan/pemisahan sementara free gingiva dari gigi yang
dipreparasi dengan tujuan mendapatkan tepi preparasi servikal yang jelas saat
pencetakan serta menghindari luka pada gusi saat preparasi gigi di sulkus gingiva.
Sebelum diretraksi, dilakukan pemeriksaan gigi tetangga apakah karies atau drifting
sehingga harus diperbaiki serta dilanjutkan dengan pembersihan debris. Ada 4 cara
retraksi gingiva, yaitu:

§ Mekanis (benang surgical silk 0,3 mm atau copper band atau MTS)

§ Kimia (larutan kimia hemostatik dan tidak ada vasokonstriktor)

§ Kombinasi (Benang yang mengandung larutan kimia)

§ Bedah elektrosurgikal

Kesalahan pada retraksi gingiva dapat menyebabkan resesi gusi, atrofi gusi, ekspos
akar gigi, atau shock tekanan darah jika retraction cord mengandung vasokonstriktor
(e.g. adrenalin).

v Pencetakan dan pembuatan die model

Setelah dilakukan retraksi, maka pencetakan dan pembuatan die model dapat dimulai.
Pilih jenis (stock/individual) dan ukuran sendok cetak sesuai dengan ukuran rahang
dan material cetak apa yang akan digunakan. Untuk pembuatan GTJ umumnya
material yang digunakan bersifat elastomer dengan tujuan mendapatkan detail yang
akurat. Ingat selalu bahwa sebelum dicetak, gigi harus dalam keadaan kering dan
bebas dari cairan saliva.

v Pembuatan catatan gigit

Tahap ini ditujukan untuk mendapatkan hubungan dari model RA & RB sebagaimana
hubungan tersebut didapat di dalam mulut pasien, sehingga didapatkan GTC yang
stabil oklusinya (oklusi sentris). Umumnya catatan gigit dibuat menggunakan bite
registration paste/bitewax.

v Penentuan warna (shade)

Penentuan warna GTC dilakukan untuk mendapat warna gigi yang sesuai dengan
warna gigi-gigi tetangganya. Umumnya cara yang paling banyak dipakai saat ini
adalah dengan menggunakan shade guide dari pabrik yang mengeluarkan bahan GTC

22 | P a g e
yang kita gunakan. Kesamaan pabrik antara shade guide dengan material yang kita
gunakan di labroatorium sangat penting karena tiap-tiap pabrik memiliki warna yang
berbeda untuk satu kode yang sama (Contoh: untuk kode A1 antara pabrik A dan
pabrik B bisa ada perbedaan warna). Dalam penentuan warna gigi harus:

§ Dalam keadaan basah (sehari-hari gigi itu berada nantinya)

§ Pencahayaan terang dari lampu neon (bukan lampu DU) dan tidak boleh tertutupi
oleh bayangan.

v Pembuatan Mahkota Sementara gigi abutment dan pontik sementara

Ø Mahkota Sementara

Pembuatannya bisa secara direct atau indirect. Jika secara direct, maka saat sebelum
dipreparasi, jika gigi mengalami karies/fraktur, ditutupi dengan malam membentuk
kontur anatomis normal, kemudian dilakukan pencetakan. Setelah dipreparasi,
cetakan negatif (alginat) pada gigi itu diisi dengan resin akrilik kemudian
dipasangkan di gigi hasil preparasi yang sudah diberi vaselin agar tidak menempel di
gigi. Setelah mengeras sedikit, resin akrilik dirapikan seperlunya (dipotong bagian
yang berlebih) dan setelah full setting cetakan dilepas dan MTS dipoles. Jika secara
indirect, maka tahap-tahap tersebut dilakukan pada model gigi dan kemudian setelah
jadi MTS dicobakan di gigi pasien.Cara diatas merupakan pembuatan mahkota
sementara secara fabricated. Cara lain adalah dengan menggunakan mahkota
sementara prefabricated. Berbeda dengan cara fabricated, ada beberapa macam bahan
mahkota sementara digunakan, seperti aluminium, akrilik, dan seluloid. Prosedur
pemakaiannya: o Pemilihan mahkota sementara, untuk gigi depan harus diperhatikan
warna, bentuk dan besar yang sesuai. o Adaptasi bagian servikal dan bagian dalam
mahkota. Bagian servikal setiap mahkota sementara tidak boleh menekan bagian
gingival untuk mencegah resesi.

Ø Pontik Sementara

Pembuatan pontik sementara dilakukan sebelum pencetakan untuk pembuatan GTJS


pada retainernya. Disini pontik dibuat dengan menggunakan wax (biasanya inlay
wax) dan kemudian baru dilakukan pencetakan untuk pembuatan MTS di gigi
abutment.

b) Tahapan Klinik II (Evaluasi GTJ)

23 | P a g e
Setelah GTJ selesai difabrikasi dari laboratorium (belum jadi sepenuhnya baru
backing logam), sebelum dipasangkan pada pasien GTJ ini perlu dievaluasi terlebih
dahulu, terutama pada kualitas backing logam dan facing porcelainnya (pada tipe
PFM), namun jika tidak menggunakan bahan ini maka tidak perlu dievaluasi. Disini
dievaluasi kecekatan GTC, ketepatan marginal, kontak proksimal, ruang untuk facing,
kontak oklusal dan artikulasi. Jika evaluasinya baik, maka backing logam ini
dikembalikan lagi ke laboratorium untuk dibuatkan facing porselennya. Setelah jadi
sepenuhnya, kembali dilakukan evaluasi pemeriksaan di gigi pasien namun belum
disementasi secara permanen. Evaluasi ini meliputi:

v Kecekatan (fitness/self retention)

GTC harus memiliki kecekatan yang maksudnya saat dipasangkan bisa pas dan tidak
jatuh saat dipasang di gigi hasil preparasi dan mampu melawan gaya-gaya ringan
yang berlawanan dengan arah insersi tanpa sementasi.

v Marginal fitness & integrity

Diperiksa pada bagian tepi servikal restorasi menggunakan sonde halfmoon; apakah
ada bagian yang terlalu pendek atau terbuka serta dilakukan pemeriksaan
mengelilingi servikal. Kemudian dilihat juga kondisi gusi, apakah mengalami
kepucatan (menandakan tepi servikal yang terlalu panjang sehingga menekan gusi).
Disini perlu dilakukan pengurangan panjang namun jangan sampai terlalu pendek
yang dapat berakibat terbukanya tepi restorasi.

v Kontak proksimal

Kontak tidak boleh terlalu menekan, overhanging, atau overkontur (terlalu ke labial
atau lingual atau oklusal). Perhatikan juga efek dari ACF karena gaya ini sangat
berpengaruh terhadap kondisi inklinasi gigi. Pengecekan dilakukan dengan
menggunakan benang gigi dan dilewatkan di proksimal gigi tetangga ataupun antar
GTC. Disini benang harus mengalami hambatan ringan namun tidak sampai merobek
benang.

v Stabilitas dan adaptasi ke mukosa gingiva

Merupakan kedudukan pada gigi penyangga harus tetap dan tepat, sehingga tidak
goyang, memutar, ataupun terungkit meskipun tidak diberi gaya. Untuk masalah
faktor ungkit umumnya diperiksa dengan menekan salah satu gigi penyangga.
Adaptasi mukosa tentu perlu karena nantinya GTJ akan menekan gusi meskipun

24 | P a g e
ringan namun tetap tidak boleh membuat perubahan warna pada gusi yang dapat
berujung pada resesi serta untuk memaksimalkan efek self cleansing pada daerah
embrasurnya.

v Penyesuaian oklusal

Pemeriksaan dilakukan menggunakan kertas artikulasi dan diletakan di titik kontak


dan titi oklusi dan suruh pasien menggigit kertas tersebut dalam kondisi oklusi
sentris. Hasil yang baik adalah tidak adanya tanda pada hasil restorasi yang
menandakan bahwa oklusi sudah nyaman dan tidak ada yang mengganjal atau
ketidaknyamanan saat beroklusi. Hal ini perlu karena ketidaknyamanan ini dapat
berujung pada gangguan sistem mastikasi.

v Estetika

Syarat estetis selalu menjadi poin utama dalam setiap restorasi, khususnya pada masa
kini dimana pasien menginginkan restorasinya sewarna gigi dan seideal mungkin,
maka pada bagian yang terlihat saat tersenyum (anterior dan sebagian kecil posterior)
maka restorasi harus sewarna gigi tetangganya dan harus mengikuti kontur, anatomi,
dan bentuk normal gigi tersebut.

c) Tahapan Klinik III (Sementasi dan Insersi)

Tahap pemasangan dilakukan dengan cara melakukan sementasi dari retainer pada
GTJ ke gigi penyangga menggunakan semen permanen yang tidak larut dalam cairan
mulut sehingga GTJ dapat berfungsi penuh. Pemasangan dapat bersifat sementara
ataupun permanen namun umumnya bahan yang digunakan sama hanya berbeda
tujuannya. Pemilihan bahan sementasi didasarkan pada:

v Besar beban kunyah

Jika tekanan kunyah besar maka memerlukan bahan yang memiliki compressive
strength tinggi untuk mencegah terjadinya retak dikemudian hari dan dapat
menyebabkan lepasnya GTJ. Jika tekanan kunyah berisiko menimbulkan gaya ungkit
makan bond strength ke gigi juga harus baik.

25 | P a g e
v Jumlah gigi penyangga

Jika jumlah gigi penyangga cukup banyak (GTJ long span) maka bahan semennya
perlu memiliki working time panjang dan flow tinggi untuk mencegah terjadinya
pengerasan yang terlalu awal sebelum gigi dipasangkan mengingat jumlah retainer
yang akan disemen banyak.

v Keadaan gigi penyangga

Pada gigi penyangga yang mengalami hiperemia namun masih vital maka sementasi
dilakukan dengan bahan yang pH tinggi (basa). Jika gigi kurang retentif semen perlu
punya bond strength & film thickness tinggi. Apabila sifat gigi penyangga merupakan
MT pasak logam maka perlu menggunakan bahan semen yang dapat berikatan
dengan baik dengan logam.

v Desain dan bahan gigi tiruan

Desain dan bahan gigi tiruan berpengaruh pada estetika dan fungsional GTC
nantinya. Jika bahan gigi tiruan adalah akrilik yang translusen maka tentunya semen
harus memiliki warna yang sebisa mungkin mirip dengan warna gigi, sedangkan
untuk desain tertentu maka semen harus punya tingkat kelarutan yang rendah.

Penyemenan jembatan berarti melekatkan jembatan dengan semen pada gigi


penyangga di dalam mulut. Persiapan gigi penyangga sebelum penyemenan perlu
dilakukan dengan sebaik-baiknya untuk mencegah perubahan relasi oklusal dan tepi
gingiva, yang mungkin juga disebabkan tekanan hidrolik yang mengganggu pulpa.
Hal tersebut harus dihindari oleh operator (Smith dan Howe, 2007).

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas bahan semen yang umum digunakan


antara lain GIC, Semen Resin, Zinc-Polikarbonat, dan Zinc-Fosfat.

Ø Glass-Ionomer Cement

Merupakan bahan semen yang paling banyak dipakai karena kemampuan


biokompatibilitas ke jaringan dan restorasi yang baik melalui ikatan kimia. Terdiri
atas bubuk dan liquid yang mengandung fluor sebagai proteksi dari karies. Saat
pemasangan pastikan gigi tidak terkontaminasi oleh saliva karena sifat semen yang
water-based. Apabila material yang digunakan adalah logam logam tersebut dilapisi

26 | P a g e
dengan opaquer terlebih dahulu. Sayangnya karena daya larut yang rendah risiko
kebocoran tepi servikal tinggi.

Ø Resin Cement (Zinc Siloco Phosphate Cement)

Semen ini sudah tidak banyak dipakai karena sifatnya yang asam sehingga restorasi
tidak tahan lama dan mengiritasi jaringan. Namun semen ini karena memiliki
komposisi resin maka sifat translusensinya sangat baik. Biasanya semen ini
digunakan pada retainer yang menggunakan material akrilik atau porselen serta gigi
penyangga yang non-vital (dowell crown).

Ø Zinc Poly-Carboxylate Cement

Merupakan bahan semen jenis akrilik dengan paduan antara bubuk dan liquidnya
akan menurunkan pH serta meningkatkan bond strength karena reaksi dengan
kalsium gigi dan kandungan fluornya. Sifat adhesif ke logam tinggi sehingga banyak
dipakai untuk sementasi Pasak-Inti. Kekurangannya adalah setting time yang cepat
sehingga tidak cocok untuk GTJ dengan span panjang atau multiple abutment bridge.
Tingkat kekerasannya juga masih dibawah semen zinc-fosfat.

Ø Zinc Phosphate Cement

Merupakan bahan semen yang paling pertama dikeluarkan tetapi masih menjadi
pilihan utama karena memiliki tingkat kekerasan, film thickness dan setting time
yang memadai. Semen ini juga punya pilihan warna sehingga tidak terlalu mencolok.
Sayngnya pH semen ini rendah sehingga berisiko mengiritasi pulpa saat belum
mengeras. Oleh karena itu biasanya diberikan pelaps untuk proteksi pulpa dengan
cavity varnish.

Prosedur sementasi adalah sebagai berikut:

ü Pembersihan bagian dalam retainer dari debris atau lemak dengan alkohol lalu
keringkan dengan air spray. Lakukan hal yang sama pada gigi penyanggan namun
menggunakan larutan antiseptik (jika alkohol dapat dehidrasi jaringan). Jika semen
yang digunakan bersifat asam, gig penyangga dapat terlebih dahulu dilapisi dengan
cavity varnish di daerah dekat pulpa atau diaplikasikan kalsium hidroksida.

ü Blokir semua daerah insersi dengan gulungan kapas untuk mencegah terjadinya
kontaminasi oleh saliva serta gunakan saliva ejector. Berikan separator oil di dasar
pontik dan interdental untuk memudahkan pengambilan sisa semen yang berlebih.

27 | P a g e
ü Lakukan manipulasi semen sesuai petunjuk pabrik lalu oleskan semen di bagian
dalam retainer dan di gigi penyangga, lalu pasang sesuai dengan arah dan posisi yang
benar. Tekan secara bertahap masing-masing retainer untuk membuat semen mengalir
dengan baik dan mencegah adanya jebakan udara.

Lihat kondisi oklusi sentris dan fitnessnya, jika masih salah lepas segera dan ulangi
lagi. Jika sudah baik, GTJ ditekan dengan jari secara merata atau pasien dapat diminta
untuk menggigit dengan alat khusus sampai semen mencapai setting time. Buang sisa
kelebihan semen dengan sonde atau eksavator kecil dan menggunakan benang gigi di
bagian interdental.

Hukum Ante

Dalam Pembuatan Gigi Tiruan Jembatan sebaiknya berpatokan pada hukum Ante.
Hukum Ante adalah konsep yang dikemukakan pada tahun 1800an dan masih
digunakan sampai sekarang. Hukum ante menyatakan bahwa "Luas area permukaan
akar gigi penyangga harus sama atau lebih besar dari luas area permukaan akar gigi
yang hilang atau daerah anodonsia". Dalam keadaan tertentu, kita tidak perlu
mentaati hukum Ante, pada keadaan :

• Akar gigi penyangga (abutment teeth) panjang, kokoh dan tertanam baik dalam
proc. Alveolaris.

• Tekanan kunyah yang ringan atau tidak berkontak sama sekali, misal gigi lawan
merupakan removable denture, sehingga tekanan kunyah tidak akan sama dengan gigi
asli.

• Bentuk akar gigi penyangga yang tebal dan besar.

Syarat Pemakai Gigi Tiruan Cekat

1. Usia penderita : 20 s/d 50 tahun

a. < 20 Tahun

- Foramen apikal yang masih terbuka dan bisa fraktur

- Saluran akar masih lebar sehingga preparasi terbatas

28 | P a g e
- Proses pertumbuhan masih aktif dapat dilihat pertumbuhan gigi dengan rontgen
dapat menghambat pertumbuhan tulang

b. > 50 Tahun

- Sudah terjadi resesi gingiva dan terlihat servikal gigi

- Terjadi perubahan jaringan pendukung & resobsi tulang alveolar secara


fisiologis

- Kelainan jaringan yang bersifat patologis

2. Penyakit sistemik

Pada penderita dengan epilepsi sebaiknya direncanakan pembuatan


jembatan daripada gigi tiruan lepasan.

3. Kondisi Periondisium

a. Gigi penyangga:

- Jaringan periodontal sehat

- Bone support baik

- Bentuk akar yang panjang

- Posisi dan inklinasi yang baik dalam lengkung rahang

- Bentuk dan besar anatomis gigi normal

- Mahkota gigi punya jaringan email dan dentin yang sehat

2. Gigi antagonis:

Oklusi normal

3. Gigi tetangga :

Tidak mengalami rotasi, migrasi, miring

29 | P a g e
2.5 Keuntungan dan Kerugian GTC

1. Keuntungan

• Karena diletakkan pada gigi asli sehingga tidak mudah terlepas atau tertelan

• Dirasakan seperti gigi sendiri oleh pasien

• Tidak mempunyai clasp (pendekap) yang dapat menyebabkan keausan pada


enamel gigi

• Melindungi gig terhadap tekanan

• Dapat mempunyai efek spint (efek belat) yang melindungi gigi terhadap stress
(tegangan)

• Mendistribusikan stress (tegangan) fungsi ke seluruh gigi sehingga


menguntungkan jaringan pendukungnya (Abu Bakar, 2012).

2. Kerugian

• Ditempatkan permanen sehigga sulit untuk mengontrol plak

• Dapat menyebabkan peradangan mukosa dibawah pontik.

30 | P a g e
BAB III

PEMBAHASAN

Penentuan desain dari gigi tiruan cekat (GTC) merupakan salah satu faktor
penentu keberhasilan atau kegagalan gigi tiruan. Dari sini kita mendapatkan prognosa
yang baik untuk kedepannya Cara penentuan desain GTC dengan cara mengetahui
indikasi dan kontraindikasi, menentukan macam dukungan dari setiap sadel,
menentukan macam retainer, dan terakhir menentukan macam konektor yang akan
digunakan. Komponen-komponen gigi tiruan tetap terdiri dari pontik, retainer,
konektor dan abutment. Desainer harus didasarkan pada pengetahuan dan
keterampilan operator dan proses pembuatan desain harus memperhatikan faktor-
faktor estetis, stabilisasi, retensi, oklusi, kenyamanan, mudah dibersihkan dan factor
biaya.

Setelah proses pembuatan GTC selesai, tahap berikutnya adalah tahap pemasangan
GTC kedalam mulut pasien. Pemeliharaan kesehatan mulut untuk menunjang
kesehatan gingiva disekitar gigi tiruan dan giginya sendiri. Pemeliharaan yang harus
dilakukan oleh pasien terdiri dari 4 tindakan yang bertujuan untuk menghilangkan
plak dan sisa makanan berupa penghilangan plak, mengurangi makanan/minuman
yang asam dan kariogenik, penggunaan obat kumur dengan tujuan menghambat
pertumbuhan plak, misalnya dengan chlorhexidine dan pemeriksaan ulang rutin setiap
3 – 6 bulan ke dokter gigi.

31 | P a g e
BAB IV

PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Sebelum dilakukan pembuatan gigi tiruan perlu diperhatikan diagnosa, pemeriksaaan


pendahuluan, rencana perawatan dan perlu memperhatikan komponen serta desain
dan teknik preparasinya. Pemakaian gigi tiruan mempunyai tujuan bukan hanya
memperbaiki fungsi pengunyahan, fonetik, dan estetik saja, tetapi juga harus dapat
mempertahankan kesehatan jaringan tersisa. Untuk tujuan terakhir ini selain erat
kaitannya dengan pemeliharaan kebersihan mulut, juga bagaimana mengatur agar
gaya-gaya yang terjadi masih bersifat fungsional atau mengurangi besarnya gaya
yang kemungkinan akan merusak gigi tiruan.

4.2 Saran

Diharapkan mahasiswa TG STIKes Mega Resky Makassar untuk mampu memahami


Diagnosa teknik preparasinya yang tepat dapat mempengaruhi keberhasilan
perawatan pada pembuatan gigi tiruan cekat.

32 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Arifin M., Rahardjo W., Roselani. 2000. Diktat Prostodonsia: Ilmu Gigi
Tiruan Cekat (Teori dan Klinik). Departemen Prostodonsia Faklutas
Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.

Bakar, Abu. 2012. Kedokteran Gigi Klinis. Yogyakarta: Quan’um


Sinergis Media.

Barclay CW, Walmsley AD. 2001. Fixed and removable prosthodontics.


2nd ed. Tottenham: Churchill livingstone;

Damayanti, 2009. Overdenture Untuk Menunjang Perawatan Prostetik.


Bandung: Departemen Prostodontia Universitas Padjajaran

Jubhari EH. 2007. Upaya untuk mengurangi preparasi gigi : Fung shell
bridge. Jurnal Kedokteran Gigi Dentofasial

Riawan. 2003. Bedah Preprostetik. Bandung : Universitas Padjajaran.

Rosenstiel S.F., Land M.F., Fujimoto J. 2006. Contemporary Fixed


Prosthodontics. Mosby Inc. St. Louis,

Smith B.G.N. 1998. Planning and Making Crown and Bridges. Mosby.
St. Louis. 3rd ed.

Shillingburg, et al.,. 1998. Fundamentals of Fixed Prosthodontics 3rd ed.


Quimtessence Publ Co.

33 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai