cakradonya
DENTAL JOURNAL
SEKRETARIAT REDAKSI:
Cakradonya Dental Journal
Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Syiah Kuala
Darussalam Banda Aceh
Aceh-Indonesia
23211
TELEPHONE/ FAX:
0651 7555183
EMAIL:
cakradonyadentaljournal@gmail.com
WEBSITE:
cdj.fkg@unsyiah.ac.id
From Editor’s Desk
Cakradonya Dental Journal (CDJ) diterbitkan oleh Fakultas Kedokteran Gigi sebagai media
komunikasi ilmiah untuk pemajuan dan perkembangan intelektualitas civitas akademika antar
perguruan tinggi, peneliti dan stakeholder yang mengetengahkan tentang kesehatan gigi dan
mulut serta keilmuan lain yang terkait. CDJ telah terkoneksi dengan Open Journal System (OJS)
Unsyiah sehingga Anda dapat menikmati fasilitas online sekaligus versi paper dari jurnal
pertama FKG Unsyiah ini. Kesemuanya menarik dan memberikan kita informasi terkini yang
berpengaruh terhadap kesehatan rongga mulut dan tubuh secara sistemik.
Thank you for submit your manuscript and considering it for review. We appreciate your
time and look forward to your next publish. We are delighted welcome your precious
manuscript for publication in 2021 second edition.
Salam Sehat,
DAFTAR ISI
Kandungan Sodium Lauryl Sulfate Pada Pasta Gigi Serta Kaitannya Dengan
PH Saliva Dan Tingkat Kematangan Plak .....................................................................63-71
Yufitri Mayasari1, Lalu Rizad Indra
Abstrak
Bahan cetak alginat kedokteran gigi dapat menjadi media penularan infeksi dan mudah mengalami
perubahan dimensi. Metode disinfeksi alternatif perlu dilakukan dengan mencampurkan bahan alam kayu
manis (Cinnamomum burmannii) yang memiliki manfaat anti fungi dan anti bakteri serta bersifat
desinfektan sebagai pelarut bahan cetak alginat tanpa mempengaruhi dimensi. Tujuan penelitian untuk
mengetahui pengaruh ekstrak kayu manis (Cinnamomum burmannii) sebagai pelarut bahan cetak alginat
terhadap perubahan dimensi dan mengetahui pengaruh peningkatan konsentrasi ekstrak kayu manis
(Cinnamomum burmannii) sebagai pelarut bahan cetak alginat terhadap perubahan dimensi. Desain
penelitian posttest-only control group design dengan cara mengukur selisih volume akhir dengan volume
awal menggunakan jangka sorong ketelitian 0,01 mm. Kelompok perlakuan larutan ekstrak kayu manis
dibagi menjadi 5 konsentrasi yaitu kontrol, 5%, 10%, 20%, dan 40%. Hasil penelitian dengan uji One-Way
ANOVA menunjukkan nilai p=0,066 (p>0,05) yang berarti tidak terdapat pengaruh ekstrak kayu manis
sebagai pelarut bahan cetak alginat terhadap perubahan dimensi. Simpulan penelitian bahwa ekstrak kayu
manis (Cinnamomum burmannii) sebagai pelarut bahan cetak alginat tidak berpengaruh terhadap
perubahan dimensi. Peningkatan konsentrasi ekstrak kayu manis (Cinnamomum burmannii) hingga 40%
sebagai pelarut bahan cetak alginat juga tidak berpengaruh terhadap perubahan dimensi.
Kata Kunci: perubahan dimensi, alginat, kayu manis (Cinnamomum burmannii), pelarut, bahan cetak
Abstract
Dental alginate impression can be a medium for infection transmission and easy dimensional changes. An
alternative disinfection method needs to be done by mixing the natural material of cinnamon
(Cinnamomum burmannii) which has anti-fugal and anti-bacterial benefits as solvent disinfectant for
alginate impression without affecting the dimensions. This research aims to determine the effect of
cinnamon extract (Cinnamomum burmannii) as a solvent for alginate impression on dimensional changes
and to determine the effect of increasing the concentration of cinnamon extract (Cinnamomum burmannii)
as a solvent for alginate printing on dimensional changes. This research design was posttest-only control
group design by measuring the difference between the final volume and the initial volume using a calipers
with an accuracy of 0.01 mm. the treatment group of the cinnamon extract solution was divided into 5
concentrations: control, 5%, 10%, 20%, and 40%. The result of the study with the One-Way ANOVA test
showed p value = 0.066 (p>0.05) which means that there is no effect on ccinnamon extract of solven for
alginate printing materials on dimensional changes. The conclusion of this research is the extract of
cinnamon (Cinnamomum burmannii) as a solven for alginate printing material has no effect on
dimensional changes. Increasing the concentration of cinnamon extract (Cinnamomum burmannii) up to
40% as a solvent for alginate printing materials also has no effect on dimensional changes.
Keywords: dimensional changes, alginate, cinnamon (Cinnamomum burmannii), solvent, impession
bahan cetak alginat terhadap perubahan dimensi Hasil uji One Way ANOVA menunjukkan
telah dilakukan dan didapatkan hasil dengan nilai signifikasi 0,066 (p>0,05) yang berarti
rerata dan standar deviasi selisih volume akhir terdapat perbedaan yang tidak bermakna antar
dengan awal pada kelompok perlakuan sebagai kontrol dan kelompok perlakuan. Perbedaan
berikut: yang tidak bermakna menunjukkan tidak adanya
pengaruh ekstrak kayu manis (Cinnamomum
Tabel 1. Rerata dan standar deviasi hasil pengukuran burmannii) sebagai pelarut bahan cetak alginat
selisih volume perubahan dimensi pada kontrol dan terhadap perubahan dimensi. Peningkatan
perlakuan perubahan dimensi dapat dilihat dari gambar 1
Kelompok X ± SD yang menunjukkan tidak terdapat peningkatan
perubahan dimensi secara signifikan.
Kontrol 182,25 ± 13,76
Ekstrak kayu manis 5% 243,38 ± 12,26
Ekstrak kayu manis 10% 217,99 ± 37,00
Ekstrak kayu manis 20% 212,32 ± 37,11
Ekstrak kayu manis 40% 203,21 ± 40,77
Abstrak
Halitosis atau bau mulut merupakan suatu kondisi yang bisa berdampak terhadap sosial seseorang dan
sekitar 25% penduduk dunia mengalami halitosis. Penyebab halitosis 87% berasal dari rongga mulut
dan 13 % dari ekstra oral. Sinusitis merupakan salah satu penyebab halitosis karena pada sinusitis
terjadi aliran lendir melalui nasofaring serta merupakan media bagi bakteri untuk menghasilkan
Volatile Sulphur Compound (VSC). Keadaan penyakit hidung obstruktif seperti sinusitis dapat
menyebabkan bernafas melalui mulut sehingga menimbulkan serostomia yang dapat meningkatkan
jumlah plak pada gigi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi frekuensi halitosis pada
pasien sinusitis di RSUD Meuraxa Banda Aceh. Penelitian ini bersifat deskriptif cross sectional, yang
dilakukan terhadap 25 pasien sinusitis yang berobat di poli THT RSUD Meuraxa Banda Aceh.
Pemeriksaan halitosis dilakukan dengan Breath Checker. Metode pengambilan subjek dilakukan
dengan cara total sampling. Hasil penelitian menunjukkan 96% pasien sinusitis mengalami halitosis.
Pada pasien sinusitis akut, skor halitosis yang dominan adalah 1 dan 2 sedangkan pada sinusitis kronik
skor halitosis yang dominan adalah 3. Hasil penelitian ini juga menunjukkan 68% pasien sinusitis
memiliki tingkat kebersihan rongga mulut yang sedang dan 32% memiliki tingkat kebersihan rongga
mulut yang buruk. Kesimpulan dari penelitian ini adalah 96% pasien sinusitis mengalami halitosis dan
pada sinusitis kronik memiliki skor halitosis yang dominan lebih tinggi dibandingkan sinusitis akut.
Kata Kunci: Sinusitis, halitosis, kebersihan rongga mulut
Abstract
Halitosis or oral malodour is a condition that can affect a person's social and around 25% of the
world's population suffer from halitosis. The cause of halitosis 87% comes from the oral and 13%
from extraoral. Sinusitis is one of the causes of halitosis because on sinusitis occur mucus drains via
nasopharynx and becomes a medium for bacteria to produce Volatile Sulphur Compound (VSC). An
obstructive nasal condition such as sinusitis can cause mouth breathing, causing xerostomia which can
increase plaque on teeth. This study aims to determine the frequency distribution of halitosis in
sinusitis patients at Meuraxa Hospital in Banda Aceh. This research was a cross sectional descriptive
study, which was conducted on 25 sinusitis patients seeking treatment at the ENT poly Meuraxa
Regional Hospital in Banda Aceh. Halitosis examination was done by Breath Checker. The method of
subject selection was done by total sampling. The results showed 96% of sinusitis patients had
halitosis. In acute sinusitis patients, the dominant halitosis scores was 1 and 2 whereas in chronic
sinusitis the dominant halitosis score was 3. The results of this study also showed 68% of sinusitis
patients had fair oral hygiene and 32% had poor oral hygiene. The conclusion of this study was that
96% of sinusitis patients suffer halitosis and chronic sinusitis had a higher dominant halitosis score
than acute sinusitis.
Keyword: Sinusitis, halitosis, oral hygiene
Dalam penelitian ini penderita halitosis meningkatkan plak pada gigi.2 Hasil kuisioner
paling banyak diderita oleh perempuan yaitu juga menunjukkan hanya 16% subjek yang
sebanyak 68%. Hal ini hampir sama dengan melakukan pemeriksaaan rutin ke dokter gigi
penelitian Minquan et al. (dalam Du et al., setiap 6 bulan sekali.
2019)14 yang menunjukkan sebanyak 50,7% Pada penelitian ini terlihat dari 25
subjek perempuan mengalami halitosis. Minquan penderita sinusitis terdapat 96% yang mengalami
et al. menyatakan tidak ada hubungan antara halitosis. Skor halitosis yang paling dominan
jenis kelamin dengan halitosis (P<0,394). adalah 2. Pada penderita sinusitis, halitosis
Namun, berbeda dengan penelitian yang merupakan salah satu gejala minor yang terjadi.
dilakukan oleh Kim et al. (2015)15 yang Hasil ini berbanding terbalik dari penelitian oleh
menunjukkan adanya perbedaan halitosis pada Nova dkk 2016 yang menunjukkan 19,6%
laki-laki dan perempuan (P<0,001). Perbedaan subjek mengeluhkan halitosis.15 Dan penelitian
ini terjadi karena pada penelitian ini subjek oleh Jeanny dkk (2009) juga menunjukkan
perempuan lebih banyak dibandingkan dengan 24,5% mengeluhkan halitosis.19
laki-laki. Namun pada penelitian Nova dkk (2016)
Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa dan Jeanny dkk (2009) subjek hanya
kelompok usia pasien tertinggi terdapat pada mengeluhkan halitosis tanpa dilakukan
kelompok 21-30 tahun sebesar 32%. Hasil ini pemeriksaan halitosis secara objektif sedangkan
hampir sama dengan hasil penelitian yang pada penelitian ini, dilakukan pemeriksaan
dilakukan oleh Abdul et al. (dalam Dar and halitosis secara objektif menggunakan Breath
Lone, 2013)16 dengan kelompok usia terbanyak Checker. Halitosis pada pasien sinusitis terjadi
pada 21-30 tahun yaitu 28%. Penelitian Nova akibat adanya aliran lendir dari hidung ke
(dalam Sitinjak, 2016)17 menemukan usia dorsum lidah melalui nasofaring. Lendir yang
dominan penderita sinusitis adalah 18 tahun atau tersendat memberikan media berprotein untuk
lebih. Hal ini diperkirakan karena orang dengan bakteri melakukan pembusukan sehingga terjadi
usia ≥ 18 tahun cenderung sering terpapar bahan halitosis.4 Dari hasil kuisioner, 96% subjek
alergen dan mengalami pemaparan dengan penelitian mengeluhkan adanya hidung
polutan atau lingkungan berpolusi. Menurut tersumbat. Hal ini hampir sama dengan
Roxanne et al. (dalam Leung and Katial, 2008)18, penelitian yang dilakukan oleh Nova (2016)
alergi berkaitan dengan terjadinya sinusitis 92,6% subjek penelitian mengeluhkan hidung
kronik 40%-84%. tersumbat.15 Keadaan penyakit hidung obstruktif
Berdasarkan hasil penelitian ini, 76 % ini menyebabkan bernafas melalui mulut
subjek penelitian menderita sinusitis kronik. sehingga menimbulkan serostomia.9 Pasien
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan dengan xerostomia menunjukkan peningkatan
oleh Soetjipto (2006) yang menunjukkan data plak pada gigi dan lidah.2 Menurut Söder et al
dari divisi rinologi departemen THT RSCM (2005), halitosis berhubungan dengan jumlah
Januari-Agustus 2005 terdapat 69% menderita plak dan kalkulus di rongga mulut.20
rinosinusitis kronik.15 Hal ini diduga karena pada Halitosis berkaitan dengan tingkat
sinusitis akut tidak terdapat gejala eksternal yang kebersihan rongga mulut. Pada pasien sinusitis
muncul sehingga sinusitis yang awalnya akut terjadi kecenderungan untuk bernafas melului
menjadi kronik karena tidak dilakukan mulut akibat obstruksi nasal dan hidung
perawatan. tersumbat sehingga menimbulkan serostomia
Dari hasil penelitian ini, tidak ditemukan yang akan meningkatkan jumlah plak di rongga
adanya pasien sinusitis dengan tingkat mulut. Bakteri yang banyak ditemukan pada plak
kebersihan rongga mulut yang baik. Sebanyak subgingiva yaitu bakteri Porphyromonas
68% subjek memiliki tingkat kebersihan rongga gingivalis, Treponema denticolla, dan Prevotella
mulut yang sedang dan 32% subjek memiliki intermedia. Bakteri Porphyromonas gingivalis
tingkat kebersihan rongga mulut yang buruk. Hal menghasilkan methyl merchaptan dalam jumlah
ini dapat terjadi karena 96% subjek penelitian yang signifikan.20 Methyl merchaptan
mengalami bernafas melalui mulut. Bernafas merupakan salah satu Volatile Sulphur
melalui mulut menimbulkan xerostomia sehingga Compounds (VSC) yang menimbulkan halitosis.
11 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.
Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ
Cakradonya Dent J; 13(1): 7-13
Muhammad Garry Syahrizal Hanafi1, Andi Izham1, Harismanto1, Endang Winiarti Bahtiar2
1
Program Magister Departemen Biologi Oral, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia
2
Departemen Biologi Oral, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia
Corresponding Email: endang04@ui.ac.id
Abstrak
Bahan pelindung pulpa yang mampu untuk mempertahankan vitalitas pulpa diperlukan pada kasus-kasus
terbukanya pulpa, baik yang disebabkan oleh karena karies, trauma, atau faktor iatrogenik. Oleh karena
itu, diperlukan bahan pelindung pulpa yang mampu untuk mempertahankan vitalitas pulpa tersebut.
Bahan pelindung pulpa ini akan berkontak dengan jaringan hidup, yaitu pulpa, maka bahan yang
digunakan harus memiliki sifat biokompatibel terhadap jaringan tubuh manusia. Tujuan tulisan ini adalah
untuk mengkaji parameter yang digunakan sebagai penentu biokompatibilitas bahan kaping pulpa yang
sering digunakan di klinis, seperti Kalsium Hidroksida, Mineral Trioxide Aggregate, BioAggregate,
Biodentine dan Nano-Hidroksiapatit berdasarkan penelitian yang dilaporkan. Kesimpulan dari tulisan ini
adalah seluruh bahan kaping pulpa memiliki sifat biokompatibilitas yang baik, dengan tingkat
biokompatibilitas terbaik dimiliki oleh BioAggregate, Biodentine, MTA, diikuti Nano-HA dan Kalsium
Hidroksida.
Kata kunci: Biokompatibilitas, Kalsium Hidroksida, Kaping Pulpa, Mineral Trioxide Aggregate, Partikel
Nano
Abstract
Pulp protective material that is able to maintain pulp vitality is needed in cases of pulp exposure, whether
caused by caries, trauma, or iatrogenic factors. Therefore, we need a pulp protective material that is able
to maintain the vitality of the pulp. This pulp protective material will come into contact with living tissue,
that is the pulp, the material used must have biocompatible properties of human body tissue. The purpose
of this paper is to discuss the biocompatibility of pulp pulp materials which are often used clinically, such
as Calcium Hydroxide, Mineral Trioxide Aggregate, BioAggregate, Biodentine and Nano-Hydroxyapatite
based on previous research. The conclusion of this paper is that all pulp kaping materials have good
biocompatibility properties, with the best level being owned by BioAggregate, Biodentine, MTA,
followed by Nano-HA and Calcium Hydroxide.
Keywords: Biocompatibility, Calcium Hydroxide, Mineral Trioxide Aggregate, Nano Particle, Pulp
Capping
PENDAHULUAN
Karies, trauma dan faktor iatrogenik Terdapat beberapa pilihan bahan untuk
dapat menyebabkan terbukanya jaringan pulpa melakukan kaping pulpa. Bahan yang sering
gigi.1–3 Terbukanya jaringan pulpa dapat digunakan dewasa ini adalah Kalsium
menyebabkan terjadinya pulpitis mulai dari Hidroksida sebagai gold standard, Mineral
reversibel sampai menjadi irreversibel, sehingga Trioxide Aggregate (MTA) dan Semen
menyebabkan rasa nyeri yang hebat dan nekrosis Tricalcium Silicate (Biodentine).11 Material
pulpa. Apabila sudah terjadi kasus ini, maka kaping pulpa ini harus dikontakkan dengan
harus dilakukan perawatan saluran akar atau jaringan pulpa, sehingga syarat utama material
pencabutan gigi.3 Tantangan utama pada kasus ini adalah nontoksik, biokompatibel, menutup
terbukanya pulpa adalah pada saat jaringan pulpa area pulpa yang terekspos dengan baik, memiliki
terbuka secara tidak wajar, seperti pada kondisi daya larut yang rendah, dan memiliki tingkat
iatrogenik4, yang mana 40% kasus iatrogenik kesuksesan yang tinggi pada prosedur
terjadi karena pemilihan alat ekskavasi yang restoratif.6,7,9,12
kurang baik.5 Pada kasus ini, harus segera Kalsium Hidroksida merupakan gold
dilakukan perawatan pulpa kaping direk5, yaitu standard perawatan kaping pulpa5,8,11 dan bahan
pengaplikasian suatu bahan yang mampu yang paling seri dipakai10, karena bahan ini
menjadi pembatas6,7 dan melindungi jaringan memiliki sifat antibakterial yang kuat5,11, dan
pulpa dari kontaminasi area luar dan mampu dapat menginduksi pembentukan jembatan
merangsang penyembuhan oleh jaringan pulpa dentin yang terkalsifikasi7 pada area pulpa yang
itu sendiri agar tidak terjadi nekrosis.4 terbuka.2,5,9 Namun, kini perlahan Kalsium
Perlindungan jaringan pulpa atau kaping pulpa Hidroksida sudah mulai ditinggalkan, karena ada
adalah pemberian suatu material bioaktif di atas beberapa kerugian yang didapat jika
jaringan pulpa untuk mempertahankan vitalitas menggunakan bahan ini untuk kaping pulpa,
pulpa8 dan merangsang pembentukan dentin yaitu unsurnya yang merupakan basa kuat10,
reparatif.7,9,10 Dentin reparatif, yang menjadi dapat bersifat kaustik dan dapat menyebabkan
tujuan utama perawatan kaping pulpa6, terbentuk nekrosis koagulasi superficial pada jaringan
dari sel-sel odontoblas dan sel-sel pulpa lainnya pulpa6,7, pembentukan tunnel-tunnel di jembatan
yang mengindikasikan adanya respon reparatif dentin yang telah dibuatnya sehingga pulpa
dari jaringan pulpa.11 masih memiliki kemungkinan terbuka9,11, mudah
Perawatan kaping pulpa merupakan larut11 dan memiliki ikatan yang sangat rendah
alternatif bagi perawatan saluran akar2, dengan terhadap dentin, serta degradasi pasca
catatan jika kerusakan yang terjadi bersifat pengaplikasian etsa asam.9 Karena alasan inilah,
reversibel, asimtomatik10 dan tidak ada tanda- tingkat keberhasilan kaping pulpa direk dengan
tanda inflamasi pada jaringan pulpa.9 Pada menggunakan Kalsium Hidroksida mengalami
beberapa kasus terbukanya pulpa karena karies penurunan seiring bertambahnya tahun, mulai
atau faktor iatrogenik, kaping pulpa ini hanya dari 97,8% pada tahun ke-1, hingga hanya
bersifat sementara5, dikarenakan aktivitas bakteri tinggal 13% pada tahun ke-10.1 Namun beda
yang menginfeksi jaringan pulpa dapat halnya jika Kalsium Hidroksida digunakan
menghambat pertumbuhan dan perkembangan sebagai bahan kaping pulpa indirek.8 Kalsium
pulpa, menginvasi area periapikal, dan akhirnya Hidroksida masih menunjukkan tingkat
berakibat pada kegagalan perawatan kaping keberhasilan yang cukup tinggi, yaitu antara 73-
pulpa10, karena pulpa telah mengalami pulpitis 97% pasca 2 minggu hingga 11 tahun pasca
irreversibel atau nekrosis.5 Namun, beberapa pengaplikasian.8
kasus lain menyatakan tingkat keberhasilan yang Mineral Trioxide Aggregate (MTA)
tinggi pada perawatan ini, bahkan hingga 12 sudah mulai dikembangkan sejak akhir tahun
tahun. Hasil ini dilaporkan karena penggunaan 1990-an sebagai bahan pengganti Kalsium
material yang memiliki sifat bakterisidal10 dan Hidroksida untuk menangani kaping pulpa
bakteriostatik.8 direk.9 Penggunaan MTA pada kaping pulpa
direk ini memiliki tingkat kegagalan yang jauh
biomolekul, serta dapat menyebabkan proses Hidroksida; 80,5% berbanding 59%.1 Selain itu,
denaturasi protein dan kerusakan pada membran risiko terjadinya kegagalan dalam perawatan
sitoplasmik bakteri.6,10 kaping pulpa direk dengan menggunakan MTA
Kalsium Hidroksida memiliki tingkat jauh di bawah Kalsium Hidroksida. Namun,
absorbsi dan kelarutan yang tinggi, sebagaimana terdapat penurunan prognosis keberhasilan
Poggio C., dkk. mengemukakan fakta bahwa perawatan pada kasus penumpatan permanen
walaupun angka kelarutan Kalsium Hidroksida dilakukan di atas 2 hari. Dengan demikian,
termasuk rendah, tapi tetap berada di atas MTA. disarankan pasca dilakukan perawatan kaping
Hal ini berpotensi membuat rongga antara pulpa direk menggunakan MTA, langsung
restorasi permanen dengan atap kamar pulpa, dilakukan penumpatan permanen.1
ketika Kalsium Hidroksida sudah terlarut MTA merupakan bahan kaping pulpa
seluruhnya6. Pada penelitian yang dilakukan oleh direk yang biokompatibel dan mampu menutup
Swarup dkk., melakukan pengamatan defek pada atap kamar pulpa dengan maksimal,
pembentukan jembatan dentin pada karena sifat ekspansi pasca settingnya.13
pengaplikasian Kalsium Hidroksida. Meskipun Serangkaian tes untuk menilai biokompatibilitas
menurut Gurcan AT, Kalsium Hidroksida MTA telah dilakukan, mulai dari tes
mampu membentuk jembatan dentin yang mutagenesitas, neurotoksisitas, biokompatibilitas
kemudian akan menginduksi terbentuknya dentin terhadap sirkulasi darah, genotoksisitas, uji
reparatif15, namun jembatan dentin tidak subkutan, uji klinis hingga uji implantasi. Dan
terbentuk pada pengujian aplikasi Kalsium semua tes menyatakan bahwa MTA adalah bahan
Hidroksida selama periode 15 hari di mayoritas kaping pulpa yang memiliki sifat
sampel. Jembatan dentin baru terbentuk pada biokompatibilitas yang sangat baik.13 Tidak
hari ke-30.7 peduli gigi yang dirawat adalah gigi decidui atau
Penelitian oleh Chen dkk. menggunakan gigi permanen.2
jaringan subkutan tikus untuk melakukan uji MTA meningkatkan ekspresi dari
subkutan, menunjukkan bahwa Kalsium kolagen tipe 1 dan osteocalsin yang ada di
Hidroksida, dapat menyebabkan peradangan osteoblast, merangsang produksi protein
yang cukup masif, dimana reaksi dan nekrosis morfogenetik tulang 2 serta ekspresi alkaline
koagulatif terjadi sampai hari ke-7. Hal ini fosfatase.4 MTA memiliki kekuatan alkali yang
didukung pula oleh hasil penelitian yang merupakan sifat utamanya, yaitu memiliki pH
dilakukan oleh Gong V., dkk. dan Hirschman basa dan pelepasan ion hidroksil selama reaksi
dkk., dimana terdapat peradangan secara hidrasi, sehingga dapat menciptakan lingkungan
signifikan pada pengaplikasian Kalsium yang merusak bagi kelangsungan hidup dan
Hidroksida dan bahan ini menunjukkan sifat penyebaran bakteri, khususnya bakteri penyebab
sitotoksik pada sel fibroblas kulit manusia12,16, karies, seperti Streptococcus mutans. Namun
karena mampu menurunkan viabilitas sel demikian, ion hidroksil yang dilepaskan oleh
tersebut.16 Namun, proses inflamasinya MTA ini merupakan radikal bebas yang dapat
berkurang secara signifikan sampai hari ke-30. berbahaya bagi tubuh. Selain itu, pH basa dapat
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pelarut menyebabkan reaksi inflamasi pada pulpa.6
yang berbeda digunakan untuk membuat pasta Menurut Nowicka A., dkk., MTA
kalsium hidroksida (air atau polyethylene memiliki kemampuan pembentukan densitas
glycol), dan juga penambahan radiopacifiers jembatan dentin paling baik, ditunjukkan dengan
yang berbeda (barium sulfat, barium oksida, atau angka yang jauh lebih tinggi dibandingkan
zinc oxide) tidak berpengaruh dalam reaksi dengan Kalsium Hidroksida dan Biodentine.11
terhadap jaringan.3 Ditinjau dari sifat antibakterial, ternyata MTA
berada di bawah Kalsium Hidroksida. Hal ini
Biokompatibilitas Mineral Trioxide dibuktikan dengan pembentukan zona inhibisi
Aggregate (MTA) pertumbuhan bakteri oleh MTA lebih sempit
Angka keberhasilan kaping pulpa direk dibandingkan dengan Kalsium Hidroksida.10
dengan menggunakan MTA jauh di atas Kalsium Namun demikian, MTA tetap dipilih pada kasus
perawatan kaping pulpa indirek, karena sifatnya rata dan menunjukkan penyebaran yang lebih
yang tidak larut dan tidak teresorbsi, jadi lebih baik daripada HDPC yang melekat pada ekstrak
mampu melindungi pulpa dari tekanan mekanik MTA.9
dan fisik.8 Mori G., dkk. pada tahun 2014
Kundzina dkk. melakukan uji MTA melakukan penelitian untuk menguji
sebagai bahan kaping pulpa sekaligus sebagai biokompatibilitas material Biodentine. Tes
bahan restorasi pengganti dentin yang hilang. subkutan pada jaringan tikus dilakukan pada
Hasil studi histologis adanya pembentukan penelitian ini. Pada tes tersebut, tampak bahwa
dentin reparatif yang lebih baik jika sel mengalami inflamasi sejak saat
dibandingkan dengan Kalsium Hidroksida. pengaplikasian, hari ke-7, dan hari ke-14,
Kundzina dkk. dalam penelitiannya juga kemudian turun secara drastis di atas hari ke-14
melakukan uji acak untuk membandingkan tersebut.4 Hal ini menunjukkan sifat
efektifitas MTA dan Kalsium Hidroksida pada biokompatibilitas material Biodentine, karena
kaping pulpa direk pada gigi geraham manusia material yang menunjukkan penurunan tingkat
dengan rentang usia 18-55 tahun. Dari penelitian inflamasi seiring berjalannya waktu tergolong
ini didapatkan hasil bahwa MTA lebih efektif bahan yang biokompatibel.4 Selain itu,
dibandingkan Kalsium Hidroksida.17 biokompatibilitas Biodentine didukung oleh
fakta bahwa Biodentine tidak menunjukkan
Biokompatibilitas Partikel Nano aktivitas sitotoksik dan dapat menginduksi
Trikalsium silikat (komponen utama dari proliferasi HDPC serta sel fibroblas gingiva.4
MTA, BioAggregate dan Biodentine) memiliki Viabilitas dan proliferasi sel fibroblas ini mulai
potensi odontogenik yang lebih besar terjadi pada hari ke-3 hingga ke-7.19 Laurent et al
dibandingkan dengan Kalsium Hidroksida yang mengevaluasi sitotoksisitas Biodentine dan MTA
diamati melalui pola ekspresi penanda terhadap fibroblast pulpa manusia, dan mereka
odontogenik, seperti DSPP, DMP-1, osteocalcin, menyimpulkan bahwa bahan tersebut tidak
alkaline phosphatase dan kolagen tipe I.18 mempengaruhi fungsi seluler sehingga bahan
Namun, efek BioAggregate pada jaringan pulpa tersebut biokompatibel.20 Laurent, dkk. dalam
gigi belum sepenuhnya dipahami. Interaksi penelitiannya yang lain mengaplikasikan
antara bahan kaping pulpa dengan jaringan pulpa Biodentine terhadap HDPC, didalam penelitian
yang terekspos sangat kompleks, terutama pada ini diamati pembentukan osteodentin dan
saat rekrutmen sel mesenkhim gigi (perubahan perubahan growth factor Beta-1, yang mana ini
adhesi dan migrasi sel), perlekatan berikutnya menunjukkan bahwa mineralsasi Biodentine
pada biomaterial, dan mekanisme mineralisasi di mirip dengan MTA, dengan demikian
atas area pulpa.9 menunjukkan bahwa bahan ini memungkinkan
Pada tes viabilitas, Human Dental Pulp untuk perbaikan jaringan pulpa, sekaligus
Cells (HDPC) yang dikontakkan dengan menunjukkan sifat biokompatibilitas.21
BioAggregate, menunjukkan viabilitas tertinggi Selanjutnya, Clerc L., dkk. melaporkan bahwa
pada jam ke 24 dan 48.9 Perawatan dengan Biodentine dan MTA memungkinkan untuk
ekstrak BioAggregate menunjukkan peningkatan proliferasi berbagai jenis HDPC, yang
adhesi seluler dan migrasi HDPC yang menunjukkan bahwa kedua bahan ini dapat
tergantung konsentrasi ekstrak. Dimana pada tes digunakan untuk kaping pulpa direk. Hal ini juga
ini, BioAggregate menunjukkan keunggulan menunjukkan sifat biokompatibilitas kedua
dibandingkan dengan ekstrak MTA.9 Pewarnaan bahan.22 Menurut Nowicka A., dkk., volume
imunofluoresensi menunjukkan bahwa jembatan dentin paling tinggi terbentuk pada
BioAggregate dan MTA dapat mengoptimalkan jaringan yang dikontakkan dengan Biodentine,
pembentukan formasi adhesif dan menginduksi disusul oleh MTA dan Kalsium Hidroksida.11
munculnya jembatan dentin.9 Selanjutnya, Matsuura T. dkk. melakukan uji studi pada 74
pengamatan menggunakan Scanning Electron gigi permanen yang dirawat dengan Biodentine
Microscopy (SEM) mengungkapkan bahwa selama 14,3 bulan dan hasil evaluasinya
HDPC yang melekat pada BioAggregate lebih didapatkan tingkat keberhasilan penggunaan
bahan Biodentine sangat tinggi, yaitu berkisar Melalui tulisan ini, didapatkan fakta
antara 96,4% - 100%. bahwa material-material kaping pulpa tersebut
Nano-HA dan MTA sama-sama memiliki sifat biokompatibilitas yang baik bagi
menghasilkan jembatan dentin yang kontinu. jaringan tubuh, namun dengan tingkat yang
Namun, terdapat perbedaan antara dua jembatan berbeda-beda. Menurut parameter yang
yang terbentuk tersebut. Jembatan dentin yang digunakan sebagai penentu biokompatibilitas
terbentuk pada MTA sudah teratur dengan pola bahan kaping pulpa pada beberapa penelitian
tubulus dentinal. Lain halnya dengan Nano-HA, yang diangkat di tulisan ini, dapat disimpulkan
dimana pembentukan tubulus tidak terlihat pada bahwa MTA dan produk kalsium silikat lainnya
kelompok Nano-HA. Respon inflamasi awal dan seperti BioAggregate dan Biodentine memiliki
nekrosis koagulasi superficial lebih banyak tingkat biokompatibilitas paling baik diantara
diamati terjadi pada Nano-HA dan kalsium bahan lainnya, diikuti dengan Nano-HA dan
hidroksida, namun masing-masing semakin Kalsium Hidroksida. Disarankan perlu dilakukan
berkurang seiring berjalannya waktu.7 Nekrosis penelitian lebih lanjut atas perbedaan
koagulasi superficial ini paling sedikit diamati biokompatibilitas keduanya karena hasil yang
pada kelompok MTA diikuti berturut-turut oleh didapat masih belum cenderung kepada salah
Nano-HA dan Kalsium Hidroksida. Pada uji efek satunya.
material terhadap vaskularisasi, terlihat
peningkatan pada kelompok Nano-HA pada DAFTAR PUSTAKA
periode awal yang berkurang dengan 1. Mente J, Hufnagel S, Leo M, Michel A,
meningkatnya waktu. Namun, berdasarkan Gehrig H, Panagidis D, et al. Treatment
kemampuan nano-HA untuk menghasilkan outcome of mineral trioxide aggregate or
jembatan gigi, respon seluler dan vaskular yang calcium hydroxide direct pulp capping:
masih dalam kategori baik, bahan ini dapat Long-term results. J Endod.
dianggap sebagai bahan pengganti dan 2014;40(11):1746–51. Available from:
dipertimbangkan untuk digunakan sebagai bahan http://dx.doi.org/10.1016/j.joen.2014.07.01
kaping pulpa direk.7 9
2. Schwendicke F, Brouwer F, Schwendicke
KESIMPULAN A, Paris S. Different materials for direct
Perawatan kaping pulpa direk merupakan pulp capping: Systematic review and meta-
perawatan yang kompleks. Hal ini disebabkan analysis and trial sequential analysis. Clin
karena prognosis keberhasilan perawatan Oral Investig. 2016;20(6):1121–32.
memiliki variable yang sangat banyak dan Available from:
seringkali tidak dapat dikendalikan. Maka dari https://doi.org/10.1007/s00784-016-1802-7
itu, diperlukan suatu bahan yang mumpuni, 3. Chen L, Suh BI. Cytotoxicity and
dimana bahan tersebut harus memiliki sifat biocompatibility of resin-free and resin-
biokompatibilitas yang baik, dapat menutup modified direct pulp capping materials: A
defek pada atap kamar pulpa, memiliki kekuatan state-of-the-art review. Dent Mater J.
mekanis yang baik, hingga harus memiliki 2017;36(1):1–7. Available from:
kelarutan atau solubilitas yang rendah. https://doi.org/10.4012/dmj.2016-107
Kalsium Hidroksida sebagai Gold 4. Mori GG, Teixeira LM, de Oliveira DL,
standard memang masih banyak digunakan Jacomini LM, da Silva SR.
sebagai bahan kaping pulpa direk. Namun Biocompatibility evaluation of biodentine in
posisinya semakin terancam karena subcutaneous tissue of rats. J Endod.
perkembangan material-material lain yang 2014;40(9):1485–8. Available from:
berbasis Kalsium Silikat hingga teknologi nano https://doi.org/10.1016/j.joen.2014.02.027
seperti MTA, BioAggregate, Biodentine dan 5. Schwendicke F, Brouwer F, Stolpe M.
Nano-HA memiliki kemampuan yang diklaim Calcium hydroxide versus mineral trioxide
lebih baik dibanding Kalsium Hidroksida. aggregate for direct pulp capping: A cost-
effectiveness analysis. J Endod.
Abstrak
Staphylococcus aureus merupakan patogen yang menyebabkan berbagai infeksi sekunder seperti infeksi
pada kulit dan jaringan lunak di rongga mulut, dilaporkan bahwa S. aureus berperan dalam kegagalan
implan gigi, menginfeksi perawatan saluran akar dan juga dapat berkolonisasi pada mukosa pengguna gigi
tiruan. Daun Tin (Ficus carica) yang diekstrak dibuat dalam sedian hidrogel dan dapat dijadikan obat
karena memiliki kandungan senyawa aktif seperti alkaloid, flavonoid, kumarin, saponin, polifenol dan
tanin yang dapat menghambat dan membunuh bakteri dan berfungsi sebagai antibakteri. Tujuan penelitian
ini untuk mengetahui Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM)
formula hidrogel ekstrak daun Tin terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus. Daun Tin diekstraksi
dengan metode maserasi, selanjutnya dilakukan uji konsentrasi hambat dan bunuh minimum dengan
metode dilusi. Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis diperoleh nilai P = 0,76 (P>0,05) yang menunjukan
tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan terhadap pertumbuhan S. aureus.
Hasil perlakuan menunjukan nilai tertinggi sampai terendah yaitu kontrol negatif, 5%, 25%, 50% dan
kontrol positif. Kesimpulan penelitian ini didapatkan konsentrasi formula hidrogel ekstrak daun Tin dalam
menghambat S. aureus adalah pada konsentrasi 5%, dan pada konsentrasi 50% tidak menunjukan hasil uji
yang sama seperti kontrol positif.
Kata Kunci: Staphylococcus aureus, Hidrogel, Daun Tin (Ficus carica), Konsentrasi Hambat Minimum
(KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM)
Abstract
Staphylococcus aureus is pathogen that can cause various secondary infections such as infections of the
skin and mucosa, it is reported that S. aureus has a role in the failure of dental implants, root canal
treatment infection and also colonizes the mucosa of denture users. Tin’s (Ficus carica) leaves is made in
hydrogel and can be used as medicine because it contains active compounds such as alkaloids, flavonoids,
coumarin, saponins, polyphenols and tannins have antibacterial activity. The purpose of this study was to
determine the minimum inhibitory and bactericidal concentration of the hydrogel formula of Tin’s leaf
extract towards the growth of Staphylococcus aureus. Tin’s leaf was extracted by maceration method, next
do the minimum inhibitory and bactericidal concentration test was carried out by the dilution method.
Kruskal wallis test showed that P = 0,076 (P>0,05) the data was not significant which mean there was no
different result. Based on research the result from the highes to the lowest are negative control, 5%, 25%,
50% and positive control. Conclusion of the research showed the concentration from hydrogel of Tin’s
leaf extract inhibiting S. aureus in concentration of 5%, and in 50% concentration showed that the result
not same like control positive.
Keywords: Staphylococcus aureus, Hydrogel, Tin’s (Ficus carica) Leaf, Minimum Inhibitory
Concentration, Minimum Bactericidal Concentration
PENDAHULUAN
Rongga mulut adalah tempat tinggal biokompabilitas yang tinggi dan tegangan
berbagai macam elemen seperti gigi, gingiva, permukaan rendah terhadap cairan biologi.
lidah, palatum durum dan mole serta tonsil. Hidrogel juga dapat meminimalkan kekuatan
Rongga mulut menjadi tempat hidup adsorpsi dari protein dan daya lekat sel, serta
mikroorganisme seperti bakteri, jamur dan virus. memiliki sifat lunak/lembut sehingga
Bakteri adalah kelompok mikroorganisme meminimalkan iritasi.11
terbanyak yang hidup pada rongga mulut dengan Daun Tin (Ficus carica) terdapat senyawa
jumlah 500 hingga 700 spesies. Staphylococcus aktif alkaloid, flavonoid, kumarin, saponin,
adalah salah satu bakteri rongga mulut yang ada polifenol dan tanin yang dapat menghambat dan
sejak seseorang lahir.1 Staphylococcus membunuh bakteri dan berfungsi sebagai
merupakan bakteri Gram postif yang memiliki antibakteri.12,13 Penelitian Weli dkk tahun 2015
40 spesies yang salah satunya adalah menyebutkan bahwa kandungan antibakteri pada
Staphylococcus aureus.2 ekstrak daun tin dapat menghambat S. aureus
Staphylococcus aureus (S. aureus) dalam kategori sedang pada konsentrasi 1000
merupakan patogen penting yang dapat dan 2000 µg/ml yang diambil dari sampel
menyebabkan berbagai infeksi sekunder seperti makanan tersimpan.9 Berdasarkan hal tersebut,
infeksi yang terdapat di kulit dan jaringan lunak peneliti tertarik untuk melihat Konsentrasi
rongga mulut.3 S.aureus merupakan flora normal Hambat Minimum (KHM) dan Konsentrasi
pada kulit, orofaring, serta mukosa.4 Berdasarkan Bunuh Minimum (KBM) daun Tin dalam sedian
studi pustaka, dilaporkan bahwa S. aureus gel terhadap pertumbuhan S.aureus secara In
memiliki peran dalam kegagalan implan gigi, Vitro.
karena bakteri ini mampu melekat pada
permukaan material kedokteran gigi. Selain itu, SAMPEL PENELITIAN
S. aureus juga berperan menginfeksi dalam Daun Tin (Ficus carica) yang didapat dari
perawatan saluran akar dan juga dapat Aceh Farm School, Banda Aceh adalah sampel
berkolonisasi pada mukosa pengguna gigi dari penelitian ini. Daun yang dipilih merupakan
tiruan.5,6 daun segar, berwarna hijau, dan merupakan daun
Pengobatan infeksi akibat S. aureus dapat tua. Staphylococcus aureus ATCC 25932
digunakan biasanya antibiotik pada umumnya. diperoleh dari Laboratorium Pengujian
Antibiotik dapat digunakan dalam menghambat Mikrobiologi Fundamental Lab Sains, Aceh
dan membunuh bakteri tetapi penggunaan Besar.
antibiotik secara berlebihan akan menyebabkan
perubahan ekologi dan menimbulkan resistensi.7 PROSEDUR PENELITIAN
Dalam Al-quran telah disebutkan pada surat At- 1. Sterilisasi Alat
tin pada ayat pertama terdapat kata “At-tin”. Tin Sterilisasi alat dan media menggunakan
adalah sejenis tumbuhan yang memiliki banyak autoklaf pada suhu 121 °C selama 15 menit
khasiat yang dapat dijadikan obat-obatan.8 Tidak dengan tekanan 2 atm. Alat yang tidak tahan
hanya buahnya bahkan daunnya juga memiliki panas disterilkan menggunakan alkohol 70 %.
efek antiinflamasi, antidiabetik, antioksidan serta Dan jarum ose disterilkan langsung
sebagai antimikrobial yang dapat menghambat menggunakan spiritus dengan cara dibakar.14
dan membunuh bakteri.9
Hidrogel adalah sebuah sedian gel semi 2. Ekstraksi Daun Tin (Ficus carica)
padat yang dapat digunakan secara topikal atau Daun tin segar, berwarna hijau, dan
dioles dan dicampur dengan ekstrak yang merupakan daun tua sebanyak 1000 g dicuci dan
mengandung senyawa aktif antibakteri untuk diletakkan diatas kertas dan didiamkan pada
mendapatkan efek antimikrobial.10 Hidrogel suhu ruang. Setelah kering, daun dihaluskan
tersusun dari ikatan saling silang oleh monomer menggunakan blender sampai mendapatkan
hidrofilik melalui ikatan kimia atau gaya kohesi tekstur seperti serbuk. Lalu sampel bubuk daun
seperti interaksi ionik dan memiliki tin dimasukan pada beaker glass dan
ditambahkan etanol 96% sebanyak 1,5 L, vertikal selama 10 detik. Pembentukan busa
biarkan rendaman selama satu minggu dan setinggi 1-10 cm yang stabil selama tidak kurang
diganti pelarutnya setiap hari. Kemudian dari 10 menit menunjukkan adanya saponin.
pisahkan ampas dengan larutan menggunakan Pada penambahan 1 tetes HCl 2N, sehingga
kertas saring. Setelah itu etanol diuapkan pada didapatkan busa tidak hilang.18
tekanan rendah menggunakan rotary evaporator
untuk menguapkan etanol sehingga mendapatkan 4. Pembuatan Formulasi Hidrogel Daun
ekstrak kental daun tin.9 Tin (Ficus carica)
Formula hidrogel sebanyak 25 g dari setiap
3. Uji Fitokimia Ekstrak Daun Tin (Ficus konsentrasi memiliki kandungan Carboxy
carica) Methyl Celluose (CMC), propilen glikol, dan
Pengujian fitokimia dari ekstrak daun Tin gliserin. Bahan ditimbang sesuai dengan formula
bertujuan untuk mengkonfirmasi senyawa aktif yang diracik serta diperhitungkan seperti yang
ekstrak daun Tin yang mmiliki efek antimikroba, tertera pada Tabel 1. Kemudian dipanaskan
berikut cara untuk uji fitokimia ekstrak daun Tin akuades dan masukkan ke dalam mortal serta
:15 ditaburkan Na-CMC secara merata, kemudian
a. Uji Flavonoid ditunggu hingga mengembang, diaduk hingga
Uji flavonoid didapatkan dengan cara homogen dan terbentuk mucilago secara
menambahkan sedikit logam zink atau kontinyu selama kurang lebih 15 menit yang
magnesium pada 3 ml ekstrak murni daun Tin mengendap ke bawah dan tambahkan gliserin,
(Ficus carica) yang berada di tabung reaksi propilenglikol, nipagin dan Tri-Etanol-Amin
serta diberi lima tetes asam klorida 5N kemudian (TEA) yang berfungsi sebagai stabilitas dan
Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan diaduk hingga homogen.19
kontrol.16 Pada mortir lainnya, ekstrak daun tin (Ficus
b. Uji Alkaloid carica) untuk konsentrasi 5% dilarutkan dengan
Ekstrak daun tin 3 ml dilarutkan dengan sebagian akuades bersuhu 50°C ditambahkan
5 mL HCl 2N. Larutan yang didapat kemudian mucilago Na-CMC diaduk secara homogen
dibagi 3 tabung reaksi. Tabung 1 digunakan selama 15 menit sampai terbentuk gel. Lalu
sebagai blanko, tabung 2 ditambahkan pereaksi disimpan dalam botol vial. Dilakukan Prosedur
Dragendroff sebanyak 3 tetes, dan tabung ketiga yang sama terhadap ekstrak untuk konsentrasi
ditambahkan pereaksi Mayer sebanyak 3 tetes. 25% dan 50%, sedangkan pada konsentrasi
endapan jingga dapat terbentuk pada tabung 100% digunakan ekstrak murni dari daun tin
kedua dan endapan putih hingga kekuningan (Ficus carica).19
pada tabung ketiga yang menunjukkan adanya
alkaloid.15 Tabel 1. Formulasi Gel
c. Uji Polifenol dan Tanin Jumlah (g)
Warna biru tua atau hitam kehijauan Basis Gel Gel Gel
menunjukkan adanya tanin dan polifenol yang Bahan Gel Konsentra Konsentra Konsentra
didapatkan dari melarutkan ekstrak sebanyak 3 (Kontro si si si
l 5% 25 % 50 %
mL kemudian dibagi kedalam 3 bagian yaitu Negatif)
tabung 1, tabung 2, tabung 3. Tabung 1 Ekstrak - 1,25 6,25 12,5
digunakan sebagai blanko, tabung 2 direaksikan CMC-
dengan larutan besi (III) klorida 10%, sedangkan 0,3125 0,3125 0,3125 0,3125
Na
pada tabung 3 hanya ditambahkan garam gelatin. Gliserin 0,3125 0,3125 0,3125 0,3125
Apabila terbentuk endapan pada tabung 3 maka Propilen
0,3125 0,3125 0,3125 0,3125
larutan ekstrak positif mengandung tanin.17 glikol
d. Uji Saponin Nipagin 0,01 0,01 0,01 0,3125
Ekstrak daun Tin Sebanyak 3 ml TEA 0,3125 0,3125 0,3125 0,3125
ditambahkan dengan air hangat di dalam tabung 23,75
Aquades 22,5 ml 17,5 ml 11,25 ml
reaksi sebanyak 1 g, dikocok kuat-kuat secara ml
7. Pewarnaan Gram 10. Uji KHM Dan KBM Hidrogel Daun Tin
Pewarnaan Gram dilakukan dengan cara terhadap Staphylococcus aureus
mengambil bakteri uji dengan jarum ose, lalu Enam tabung reaksi disiapkan untuk uji
dioles pada kaca preparat dan difiksasi diatas KHM dan KBM. Ciprofloxacin 50 µg/ml
lampu spiritus. Preparat ditetesi dengan violet (kontrol positif) adalah Tabung 1 yang diisi 1 ml,
selama 2 menit lalu dibilas dengan air. Lalu tabung 2 diisi 1 ml akuades steril (kontrol
ditetesi lugol selama 1 menit, kemudian preparat negatif), selanjutnya tabung 3 diisi 1 ml hidrogel
apus dilunturkan dengan alkohol 95% selama 1 ekstrak daun tin konsentrasi 5%, tabung 4 diisi 1
menit. Selanjutnya alkohol dibersihkan, preparat ml hidrogel ekstrak daun tin konsentrasi 25%,
dicuci dengan akuades dan diberi pewarna kedua tabung 5 diisi 1ml hidrogel ekstrak daun tin
dengan larutan fuschine selama 2 menit. Warna konsentrasi 50%, Kemudian setiap tabung diisi
kemudian dibilas dengan akuades, dikeringkan 0,1 ml suspensi S. aureus dan dihomogenkan.
dan diamati morfologi sel, serta warnanya di Selanjutnya diambil 0,1 ml suspensi dari masing-
bawah mikroskop. Bakteri S. aureus akan masing tabung, dikultur dimedia MHA dengan
berwarna ungu, berbentuk bulat dan metode sebar (spread plate) dan diinkubasi
berkelompok seperti anggur. Pewarnaan Gram dalam inkubator selama 24 jam dengan suhu
bertujuan untuk mengamati morfologi sel 37oC. Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum
Staphylococcus dan mengetahui kemurnian sel (KHM) dari hidrogel ekstrak daun tin adalah
bakteri. 39 cawan petri yang memiliki jumlah koloni bakteri
yang lebih sedikit dibandingkan cawan petri
8. Suspensi Staphylococcus aureus kelompok kontrol negatif. Konsentrasi Bunuh
Biakan Staphylococcus aureus Minimum (KBM) dari hidrogel ekstrak daun tin
disuspensikan dengan NaCl 0.9 % sebanyak 5 dengan cawan petri yang tidak terdapat
ml, kemudian disetarakan kekeruhannya sama pertumbuhan koloni bakteri.24
dengan larutan McFarland 0,5 dan didapatkan
kekeruhan setara dengan 108CFU/ml.22
11. Cara Pengelolahan Limbah Aceh Farm School, Banda Aceh. Ekstraksi Daun
Limbah infeksi/limbah medis dapat diolah Tin (Ficus carica) dilakukan dengan cara
dengan cara disinfeksi, dekontaminasi, sterilisasi dipotong kecil-kecil dan dikering anginkan,
dan insenerasi. Limbah laboratorium (cair/padat) direndam dengan pelarut etanol 96 % sebanyak
dapat diolah dengan cara insenerasi, sebelum dan 1,5 L dan di diamkan selama semalaman
sesudah di autoklaf dengan membakar limbah kemudian disaring menggunakan kertas saring
tersebut dalam alat insenerator pada suhu 1000 dan diulangi selama 3 hari. Selanjutnya untuk
o
C, untuk limbah cair dialirkan masuk ke dalam mendapatkan ekstrak kental daun Tin (Ficus
septik tank. Limbah cair yang bersifat infeksius Carica) diuapkan menggunakan rotary
dipisahkan dengan non infeksius dan evaporator dan didapatkan hasil ekstrak daun tin
ditambahkan desinfektan sebelum dibuang ke (Ficus carica) sebanyak 52,6 g.
saluran pembuangan limbah.25
2. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Daun Tin
12. Analisa Data (Ficus carica)
Penelitian ini hasilnya dikumpulkan. Ekstrak daun Tin (Ficus carica) dilakukan
Kemudian dilakukan tabulasi data yang uji fitokimia untuk melihat senyawa yang
diperoleh. Selanjutnya hasil data yang ditabulasi terdapat didalamnya dan diharapkan memiliki
dan dianalisis dengan bantuan piranti lunak kandungan senyawa antibakteri. Hasil uji
SPSS untuk dilakukan uji Annova. menunjukan bahwa ekstrak ini mengandung
alkaloid, steroid, flavonoid, fenol dan tanin
HASIL PENELITIAN (Tabel 2.)
1. Ekstraksi Daun Tin (Ficus carica)
Daun Tin (Ficus carica) sebanyak 1 kg
yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari
3. Hasil Ekstrak daun Tin (Ficus carica) 0,3125 g, dan nipagin sebanyak 0,01 g.
sedian gel Selanjutnya kedalam lumpang masukan basis
Ekstrak kental daun Tin (Ficus carica) yang CMC-Na dan akuades yang telah dipanaskan
didapatkan dari proses ekstraksi kemudian sebanyak 22,5 ml untuk varian konsentrasi 5 %,
diproses menjadi sedian gel. Gel ekstrak daun 17,5 ml untuk varian konsentrasi 25 %, dan
Tin (Ficus carica) diproses menjadi sediaan 25 g 11,25 ml untuk varian konsentrasi 50 %,
gel dengan basis CMC-Na dalam varian diamkan selama 5 menit, aduk secara merata,
konsentrasi yang berbeda yaitu 5 %, 25 %, dan masukan gliserin 0,3125 g, TEA 0,3125 g,
50 %. propilengligol 0,3125 g, dan nipagin 0,01 g
Proses pembuatan sedian gel ini diawali (Gliserin, TEA, propilenglikol merupakan cairan
dengan menimbang ekstrak kental daun Tin yang dosisnya dikonversikan dalam tetes yang
(Ficus carica) sesuai dengan dosis pada Tabel 1, setara dengan 7 tetes), aduk secara merata.
kemudian menimbang basis CMC-Na sebanyak Setelah dibuatkan basis dalam sedian gel
26 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.
Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ
Cakradonya Dent J; 13(1): 22-31
6. Hasil Uji KHM dan KBM Formula yaitu kontrol negatif, 5%, 25%, 50% dan kontrol
Hidrogel Ekstrak Daun Tin (Ficus positif.
carica) Terhadap Staphylococcus aureus
Uji KHM dan KBM formula hidogel 50
ekstrak daun tin (Ficus carica) terhadap S.
aureus dibagi menjadi 3 kelompok. Kelompok 40
pertama yaitu kelompok perlakuan yang terdiri 30 Pengulanga
dari 4 konsentrasi yaitu 5%, 25%, dan 50% n1
masing-masing diambil 1 ml dan tambahkan 0,1 20
Pengulanga
ml suspensi S. aureus.. Kelompok kedua 10 n2
merupakan kontrol positif terdiri dari 1 ml
0
ciprofloxacin 50 µg/ml dan ditambahkan 0,1 ml
5% 25% 50% K+ K-
suspensi S. aureus. kelompok ketiga yaitu
kelompok kontrol negatif terdiri dari 1 ml basis Gambar 5. Grafik Hasil Uji KHM dan KBM
hidrogel CMC-Na dan ditambahkan 0,1 ml Formula Hidrogel ekstrakdaun Tin (Ficus
suspensi S. aureus. Langkah selanjutnya hasil uji carica) terhadap S. aureus
dikultur dimedia MHA dan dilakukan pengujian
sebanyak 2 kali (Tabel 4.) Tabel 4. Hasil Uji KHM dan KBM Formula
Hasil uji KHM dan KBM formula hidrogel Hidrogel ekstrak daun Tin (Ficus carica)
ekstrak daun Tin (Ficus carica) terhadap S. Terhadap S. aureus
aureus berdasarkan Tabel 4 menunjukan KHM Ekstrak Pengulan Pengulang
formula hidrogel ekstrak daun Tin (Ficus carica) dan gan I an II Rata-Rata
terdapat pada konsentrasi 5%, yang mana hasil Kontrol (CFU/ml) (CFU/ml)
pada konsentrasi 5% mendekati kontrol negatif. 5% 39 35 37 x 10-5
Berdasarkan Gambar 5 KBM formula hidrogel
ekstrak daun Tin (Ficus carica) tidak dapat 25% 34 28 31 x 10-5
ditentukan karena kosentrasi tertiggi pada
hidrogel ekstrak daun Tin di kedua hasil uji 50% 20 23 21,5 x 10-5
terhadap dua kali pengulangan menunjukan nilai
Kontrol
yang tidak sama seperti kontrol positif. 0 0 0 x 10-5
Positif
One Way ANNOVA digunakan untuk uji Kontrol
statistik dalam penelitian ini dengan syarat lebih 38 44 41 x 10-5
Negatif
dari dua kelompok, distribusi normal, dan varian
data normal. Penelitian ini menggunakan 3 PEMBAHASAN
kelompok dengan 2 kelompok perlakuan, yang Penelitian ini dimulai dengan membuat
mana 1 kelompok kontrol positif dan 1 ekstrak daun tin (Ficus carica). Daun tin
kelompok kontrol negatif. Hasil uji normalitas diperoleh dari Aceh Farm School Banda Aceh
menggunakan Kolmogorov Smirnov dinyatakan sebanyak 1 kg kemudian diekstrak menggunakan
bahwa data tidak normal. Uji Homogenity of metode maserasi.9 Prosesnya dengan mencuci
Variance terlihat bahwa hasil uji menunjukkan daun Tin (Ficus carica), dikering anginkan,
bahwa varian keenam kelompok tersebut (P- dipotong kecil-kecil dan dilarutkan dalam etanol
value = 0,00), sehingga uji Anova tidak valid 96%. Penyaringan menggunakan kertas saring
untuk menguji hubungan ini. Oleh karena itu, dan dipekatkan menggunakan alat rotary
digunakan uji alternatif Kruskal-Wallis. evaporator sampai diperoleh ekstrak kental.26
Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis Hasil uji fitokimia pada penelitian ini
diperoleh nilai P = 0,76 (P>0,05) yang terdapat alkaloid, steroid, flavonoid, fenol dan
menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang tanin. Hal ini berbeda dengan penelitian Hasan
bermakna antara kelompok perlakuan terhadap dkk pada tahun 2008 yang menyebutkan bahwa
pertumbuhan S.aureus. Jika dilihat dari nilai daun Tin (Ficus carica) mengandung alkaloid,
perbedaan peringkat rata-rata, bahwa hasil flavonoid, kumarin, saponin, polifenol dan
perlakuan dari nilai tertinggi sampai terendah tanin.12 Penelitian Refli tahun 2012 menyebutkan
28 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.
Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ
Cakradonya Dent J; 13(1): 22-31
kandungan fitokimia pada ekstrak daun Tin Penelitian ini menggunakan basis hidrogel
(Ficus carica) berupa flavonoid, tanin, alkaloid, CMC-Na sebagai kontrol negatif, hasil uji basis
terpenoid, dan steroid. Perbedaan ini disebabkan hidrogel terhadap pertumbuhan bakteri S.aureus
karena pengaruh tempat tumbuh daun tin yang menunjukan rata- rata sebesar 41 x 10-5 CFU/ml
berbeda.27Hasil penelitian mengandung steroid hal ini dinyatakan bahwa tidak ada senyawa
berbanding lurus dengan penelitian Refli tahun kimia pada hidrogel yang mampu menghambat
2012, steroid merupakan antibakteri dengan maupun membunuh S.aureus.
yang bekerja merusak membran lipid sehingga
akan mengalami kebocoran pada lisosom.28 SIMPULAN
Pembuatan hidrogel daun Tin (Ficus Konsentrasi Hambat Minimum formula
carica) menggunakan basis CMC-Na, dengan hidrogel ekstrak daun Tin (Ficus carica)
cara mencampurkan ekstrak dengan basis terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus
hidrogel. Berdasarkan penelitian Lena dkk pada terdapat pada konsentrasi 5%. Konsentrasi
tahun 2015 menyebutkan bahwa hidrogel dengan Bunuh Minimum formula hidrogel ekstrak daun
basis CMC-Na memiliki viskositas yang besar Tin (Ficus carica) terhadap pertumbuhan
dan sifat fisiknya lebih baik dari gel lainnya. Staphylococcus aureus tidak didapatkan karena
Selain itu adanya penambahan ekstrak dapat kosentrasi yang dibuat kurang variatif.
menurunkan gaya kohesi sehingga ikatan antar
molekul CMC-Na menjadi berkurang (Lena cit SARAN
Erawati 2013).29 1. Dilakukan penelitian untuk mengetahui
Tiga varian uji Konsentrasi Hambat pengaruh hidrogel ekstrak daun tin (Ficus
Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh carica) secara in vivo (mengamati proses
Minimum (KBM) formula hidrogel ekstrak daun penyembuhan luka yang terjadi dimulut
Tin (Ficus carica) dengan konsentrasi 5%, 25%, tikus wistar).
dan 50%. Konsentrasi Hambat Minimum dapat 2. Dilakukan penelitian menggunakan variasi
ditentukan dengan melihat hasil uji S. aureus konsentrasi hidrogel ekstrak daun tin (Ficus
yang mendekati kontrol negatif.30 Hasil carica) yang lebih rendah terhadap
penelitian menunjukkan nilai KHM terdapat pertumbuhan Staphylococcus aureus
pada konsentrasi 5%. Konsentrasi Bunuh dengan tiga kali pengulangan (triplo).
Minimum dapat ditentukan dengan melihat hasil
uji S. aureus yang sama dengan kontrol positif.31 DAFTAR PUSTAKA
Penelitian Weli dkk tahun 2015 juga 1. Samaranayake L, Matsubara VH. Normal
menyebutkan bahwa ekstrak daun Tin (Ficus oral flora and the oral ecosystem. Dent Clin
carica) mampu menghambat pertumbuhan North Am. 2017;61(2):199–215. Available
bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi from:
1000 dan 2000 µg/ml atau setara dengan 0,1 % https://doi.org/10.1016/j.cden.2016.11.002
dan 0,2%.9 Konsentrasi Bunuh Minimum tidak 2. Brooks G, Carroll KC, Butel J, Morse S.
dapat ditentukan karena butuh lebih banyak Jawetz, Melnick & Adelberg’s medical
varian konsentrasi agar bisa didapatkan nilai microbiology. 26th ed. NYC: The McGraw-
KBM pada penelitian ini. Hills Companies; 2013. 880 p.
Penelitian ini hanya dilakukan sebanyak 3. Rosalina D, Martodihardjo S, Listiawan
dua kali pengulangan (duplo) sehingga data yang MY. Staphylococcus aureus sebagai
didapatkan setiap perlakuan tidak bervariasi penyebab tersering infeksi sekunder pada
yang dapat menyebabkan hasil uji data tidak semua erosi kulit dermatosis vesikobulosa.
normal dan juga tidak homogen pada analisis Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin.
statistik. Hasil uji non parametrik Kruskal Wallis 2010;2(22):102–8.
didapatkan data tertinggi setelah kontrol negatif 4. Rieuwpassa IE, Rahmat, Karlina. Daya
pada konsentrasi 5% diikuti pada konsentrasi hambat ekstrak Aloe vera terhadap
25%, 50% dan data terendah didapatkan pada pertumbuhan Staphylococcus aureus (studi
kontrol positif. in vitro). Dentofasial. 2011;10(2):65–70.
5. Merghni A, Kammoun D, Hentati H, Janel
29 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.
Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ
Cakradonya Dent J; 13(1): 22-31
Siti Sopiatin, Ira Komara, Ina Hendiani, Indra Mustika Setia Pribadi
Abstrak
Pembesaran gingiva merupakan keadaan yang sering dijumpai pada pasien yang sedang menggunakan
piranti ortodonti cekat. Pada pasien tertentu, penggunaan piranti ortodonti cekat dapat memicu terjadinya
pembesaran gingiva yang dapat menyulitkan pemeliharaan kebersihan mulut sehingga menimbulkan
terjadinya inflamasi gingiva serta mengganggu fungsi estetik. Pasien wanita usia 18 tahun datang ke
Klinik Periodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Padjadjaran dengan keluhan utama gingiva
membesar pada seluruh regio rahang bawah sejak ± 1 tahun yang lalu, tidak ada riwayat mengecil, dan
tidak terasa sakit. Pada saat pemeriksaan intra oral, gusi rahang atas juga terlihat menutupi sebagian
permukaan gigi meskipun tidak tampak membengkak, tetapi menyebabkan gigi terlihat lebih pendek.
Pasien menggunakan piranti ortodonti cekat sejak ± 3 tahun yang lalu. Gingivektomi efektif dalam
mengatasi pembesaran gingiva pada pasien yang sedang menggunakan piranti ortodonti cekat. Terapi
tersebut bertujuan untuk menghilangkan poket gingiva, mencegah inflamasi dan penyakit periodontal
tahap lanjut, serta mengembalikan fungsi estetik.
Kata Kunci: Gingivektomi, Pembesaran gingiva, Piranti ortodonti cekat.
Abstract
Gingival enlargement is a common condition in patients who are using fixed orthodontic appliances. In
certain patients, the use of fixed orthodontic appliances can lead to enlargement of the gingiva which can
make it difficult to maintain oral hygiene, causing inflammation of the gingiva and disrupting aesthetic
function. A female patient aged 18 years came to the Periodontics Clinic of the Padjadjaran University
Dental Hospital with the main complaint of enlarged gingiva in all regions of the mandible since ± 1 year
ago, no history of shrinkage, and no pain. At the time of the intra oral examination, the maxillary gingiva
also appeared to cover part of the tooth surface although it did not appear to be swollen, but it caused the
teeth to appear shorter. Patient is using fixed orthodontic appliance since ± 3 years ago. Gingivectomy is
effective in treating gingival enlargement in patients who are using fixed orthodontic appliances. The
therapy aims to remove gingival pockets, prevent inflammation and advanced periodontal disease, and
restore aesthetic function.
Keywords: Gingivectomy, Gingival enlargement, Fixed orthodontic appliance.
PENDAHULUAN
Perawatan Ortodontik bertujuan untuk Kontraindikasi gingivektomi didasarkan pada
memperbaiki estetik gigi dengan mengoreksi kondisi lokal yang ada dan kesehatan fisik
posisi rahang dan deformitas susunan gigi pasien.5 Kontraindikasi gingivektomi yaitu pada
dengan tetap memperhatikan kesehatan gingiva. kondisi yang membutuhkan bedah tulang atau
Selama perawatan, dapat terjadi perubahan pada pemeriksaan morfologi tulang, situasi dimana
jaringan lunak dan jaringan keras. Namun, pada dasar poket lebih ke apikal dari lipatan
saat gigi digerakkan dapat menyebabkan mukogongiva, dan pertimbangan estetik.
perubahan pada jaringan yang kurang Gingivektomi dikaitkan dengan resiko dan
diharapkan. Perubahan yang paling banyak komplikasi berupa pendarahan, rasa nyeri,
ditemukan adalah pembesaran gingiva yang pembengkakan, dan infeksi gingiva, serta gigi
menghasilkan poket gingiva dengan atau tanpa sensitif.6 Tindakan gingivektomi dapat
kehilangan perlekatan.1 dilakukan dengan menggunakan pisau bedah,
Pembesaran gingiva merupakan gejala electrosurgery, laser, atau bahan kimia.2
umum dari penyakit pada gingiva. Pembesaran Penggunaan electrosurgery
gingiva dapat diklasifikasikan berdasarkan menghasilkan kontur gingiva yang lebih baik
faktor etiologis dan perubahan patologis, serta dan dapat mengurangi pendarahan. Untuk teknik
dapat diklasifikaskan berdasarkan lokasi dan ini dapat menghilangkan pembesaran gingiva,
distribusi. Derajat pembesaran gingiva dibagi tekniknya menggunakan tip elektroda yang
menjadi Grade 0 (tidak ada tanda pembesaran bentuknya bermacam-macam, mulai dari yang
gingiva), Grade I (pembesaran terbatas pada berbentuk jarum, loop ovoid dan diamond.
papila interdental), Grade II (pembesaran Kekurangan dari electrosurgery yaitu
melibatkan papilla dan margin gingiva), dan menimbulkan bau yang tidak enak, serta tidak
Grade III (pembesaran menutupi tiga per empat dapat digunakan pada pasien yang memiliki alat
mahkota atau lebih).2 pacu jantung. Saat tip elektroda menyentuh
Pembesaran gingiva pada pasien permukaan akar maka harus hati-hati supaya
ortodonti cekat dapat disebabkan oleh adanya tidak menimbulkan panas yang nantinya dapat
inflamasi. Inflamasi yang terjadi disebabkan merusak jaringan dan hilangnya jaringan
oleh akumulasi bakteri plak akibat pembersihan periodontal. Apabila tip electrosurgery
permukaan gigi yang terhalang oleh faktor lokal menyentuh tulang, maka kerusakan yang terjadi
berupa piranti ortodonti cekat.3 Gambaran klinis bersifat permanen. Penggunaan electrosurgery
pembesaran gingiva yang bersifat inflamatif hanya terbatas pada prosedur eliminasi
yaitu edema, eritema, kecenderungan adanya pembesaran gingiva, gingivoplasti, relokasi
perdarahan saat probing, perkembangannya frenum dan perlekatan otot, insisi abses
lambat, dan tidak menimbulkan rasa sakit. periodontal serta flap perikoronal.
Pembesaran inflamasi yang sudah berlangsung Electrosurgery tidak disarankan untuk
lama berwarna merah muda, bersifat fibrotik digunakan pada prosedur yang dekat dengan
serta konsistensinya kenyal.2 Adanya piranti tulang misalnya bedah flap atau bedah
ortodonti cekat dapat menyulitkan pemeliharaan mukogingival.6,7
kebersihan mulut sehingga menimbulkan Tujuan penulisan ini adalah untuk
pembesaran gingiva atau memperparahnya. memaparkan kasus mengenai pembesaran
Apabila pembesaran gingiva mengenai gigi gingiva pada pasien yang sedang dalam
anterior maka dapat berdampak terhadap perawatan ortodontik dan tindakan perawatan
kesehatan mulut yang terkait dengan kualitas pembesaran gingiva tersebut.
hidup.4
Gingivektomi adalah eksisi atau LAPORAN KASUS
pengambilan jaringan gingiva. Indikasi Seorang wanita usia 18 tahun, pasien
gingivektomi yaitu untuk eliminasi poket Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas
supraboni, eliminasi pembesaran gingiva, dan Padjadjaran, dirujuk dari Klinik Ortodonsia ke
eliminasi abses periodontal supraboni. Klinik Periodonsia dengan keluhan utama
gingiva membesar pada seluruh regio rahang Pasien menyetujui kasusnya untuk
bawah sejak ± 1 tahun yang lalu, tidak ada dipublikasikan. Pada kunjungan pertama,
riwayat mengecil, dan tidak terasa sakit. Pada dilakukan terapi fase I / terapi inisial termasuk
pemeriksaan intra oral ditemukan gingiva skeling RA dan RB serta instruksi kebersihan
rahang atas juga terlihat menutupi sebagian mulut. Pada kunjungan 1 minggu dan 1 bulan
permukaan gigi meskipun tidak tampak hasilnya dievaluasi. Kebersihan mulut menjadi
membengkak, tetapi menyebabkan gigi terlihat baik dengan nilai sebesar 9,2%. Pembesaran
lebih pendek. Nilai kebersihan mulut dihitung gingiva menjadi fibrotik, namun berkurang
menggunakan indeks plak O’Learry sebesar dibandingkan dengan sebelumnya, baik pada
52,22%. Pasien menggunakan piranti ortodonti regio rahang atas maupun rahang bawah
cekat sejak ± 3 tahun yang lalu (Gambar 1). (Gambar 2).
Gambar 1. Gambaran klinis saat kunjungan Gambar 2. Gambaran klinis setelah dilakukan
pertama. terapi inisial.
(i) (j)
(a) (b)
(a) (b)
(e) (f)
(e) (f)
Abstrak
Kandidiasis oral merupakan infeksi jamur oportunistik yang paling sering terjadi pada pasien
HIV/AIDS. Terdapat beberapa obat antijamur yang dapat digunakan dalam perawatan kandidiasis oral
pada pasien HIV/AIDS, namun pemilihannya tergantung beberapa faktor, seperti perluasan lesi,
keparahan penyakit, kondisi asam lambung, level supresi imun, farmakodinamik/farmakokinetik,
interaksi obat, resistensi, dan tingkat kepatuhan pasien. Namun, kandidiasis oral refractory dapat
terjadi yaitu kegagalan dalam merespon perawatan dengan antijamur. Pada kasus seperti ini,
identifikasi Candida dari daerah orofaring dapat membantu membedakan penyebab kegagalan lain
secara mikrobiologis. Pasien AIDS diketahui mengalami hypochlorhydria dan peningkatan pH
lambung, sehingga berpotensi terjadi penurunan absorpsi dan bioavailabilitas beberapa obat
antijamur. Pasien dengan kondisi ini dapat diberikan flukonazol oral karena tidak tergantung pada pH
lambung, dapat diabsorpsi dengan cepat, serta memiliki bioavailabilitas tinggi, sehingga flukonazol
lebih unggul dibandingkan golongan azol lain dan antijamur topikal seperti nistatin supsensi oral
maupun klotrimazol troches. Larutan itrakonazol dan posakonazol dapat dijadikan terapi second-line
yang dapat digunakan, selain itu peningkatan imunitas lokal dan sistemik merupakan hal yang penting
dalam melawan infeksi Candida. Dengan demikian, berdasarkan tinjauan pustaka flukonazol lebih
baik digunakan dalam perawatan kandidiasis oral pada pasien HIV/AIDS.
Kata Kunci: Perawatan, kandidiasis oral, antijamur, HIV/AIDS
Abstract
Oral candidiasis is the most frequent opportunistic fungal infection in HIV/AIDS patients. There are
numerous of antifungal agents that can be used in the oral candidiasis treatment in HIV/AIDS
patients, but the choice are depends on the lesion extention, severity of the disease, gastric acidity
condition, level of immune supression, pharmacodynamic/pharmacokinetic, drug’s interaction,
clinical drug resistance, and the patient adherence. However, failure to respond on appropriate
antifungal therapy, i.e refractory oral candidiasis also occurs. In this case, identification of Candida
isolates from oropharynges can help distinguish microbial failures from other causes. Patient with
AIDS known for their gastric hypochlorhydria and increased gastric pH which potentially decrease
drug absorption and bioavailability of some antifungal agents. Patients with this condition could be
managed with mainly oral fluconazole, which are not depend on gastric pH, rapidly absorbed and has
high bioavailabilty. This made fluconazole superior to other azole and topical therapies such as
nystatin oral suspension or clotrimazole troches. The second-line reasonable alternatives are
itraconazole solution and posaconazole. In addition, it is important to enhance the local and systemic
host immunity against oral Candida. Thus, arguably on literature findings, this review shows
fluconazole better for oral candidiasis management in HIV/AIDS patients.
Keyword: Management, oral candidiasis, antifungal, HIV/AIDS
menyebabkan disulfiram-like reaction.25 Aritmia adhesi C.albicans pada sel epitel bukal,
jantung bila digunakan bersama terfenadin, menghambat pembentukan germ tube serta
astemizol20 dan cisapride.24 membatasi aktivitas proteolitiknya.2 Absorpsi
Klotrimazol memiliki aktivitas melalui gastrointestinal kurang baik, tidak
2 2,20
fungistatik, fungisid dan anti terdeteksi pada darah setelah dosis terapi20 dan
Staphylococcus.2 Digunakan untuk perawatan memiliki efek samping minimal.8 Sangat
kandidiasis oral superfisial, terlokalisasi pada dianjurkan untuk melakukan perawatan
kulit perioral dan membran mukosa, tidak kandidiasis oral dengan nistatin minimal selama
diindikasikan untuk infeksi sistemik.17,25 Efektif 10-14 hari dan dilanjutkan sekurang-kurangnya
pada perawatan kandidiasis oral pasien HIV, 48-72 jam setelah perbaikan tanda klinis.17
namun memiliki tingkat rekurensi yang tinggi.28 Pasien diinstruksikan untuk mengaplikasikan
Flukonazol dan klotrimazol memiliki keefektifan suspensi 220,28,30 sampai 58,23,24 ml kemudian
yang sama pada perawatan thrush pasien ditahan di mulut minimal 224,28 sampai 5 menit.30
HIV/AIDS.2 Namun ada pula yang menyatakan Dapat dibuang24,25 ataupun ditelan17,24,25,28 untuk
kurang efektif bila dibandingkan dengan merawat daerah esofagus yang mungkin
flukonazol pada pasien imunokompromis.21 terlibat,29 dilakukan sebanyak 4 kali sehari.17,24,28
Ketika kandidiasis orofaring pasien HIV/AIDS HIV/AIDS dapat terjadi kasus refractory.
berkembang progresif, pemakaian klotrimazol Kandidiasis oral refractory didefinisikan sebagai
diganti dengan antijamur sitemik, seperti kegagalan merespon obat antijamur8 selama
flukonazol.11 durasi perawatan standar, yaitu 75 sampai 145,8
Bentuk sediaan klotrimazol berupa hari dengan dosis yang tepat.5 Infeksi refractory
troche/lozenge/tablet isap (10 mg),20,24 krim (10 ini dapat menyebabkan rasa sakit yang hebat,
mg/g)17 dan larutan.2 Sebuah tablet isap dehidrasi dan malnutrisi pada pasien
dilarutkan di mulut secara perlahan dilakukan HIV/AIDS.31
sebanyak 5 kali sehari.20,24 Setelah dilarutkan di Kandidiasis refractory cenderung terjadi
mulut secara perlahan, terdapat pada saliva pada pasien dengan penyakit HIV lanjutan
selama beberapa jam,29 selanjutnya berikatan (jumlah sel T limfosit CD4+<50 sel/mm3)8,32
dengan mukosa rongga mulut dan dilepaskan yang telah terpapar obat antijamur dosis rendah,8
perlahan,2,29 sehingga dapat mempertahankan pemakaian secara berulang4,31 dan terus-
konsentrasi fungistatik selama beberapa jam.2 menerus.5,8,32 Faktor yang turut berperan
Pasien diinstruksi tidak makan dan minum diantaranya keadaan imunosupresi yang semakin
selama 20 menit kemudian.24 Klotrimazol krim berkembang33 dengan penurunan jumlah sel T
1% pada komisura, 3 kali sehari selama 3-4 limfosit CD4+ 12, level paparan obat golongan
minggu2 dapat digunakan untuk merawat angular azol, sifat instrinsik jamur dan kepekaan
cheilitis.20 Pada pemakaian secara topikal, terhadap obat.33
absorpsi sistemik minimal.23 Klotrimazol larutan Candida albicans merupakan penyebab
sebanyak 5 ml dapat diaplikasikan pada daerah paling umum kandidiasis orofaring yang menjadi
yang terinfeksi, dilakukan 3-4 kali sehari selama resisten terhadap flukonazol dan antijamur
2 minggu.2 Pemakaian bersama dengan fentanil golongan azol lainnya.31 Pada dasarnya,
dapat meningkatkan efek opioid, yaitu depresi C.dubliniensis peka terhadap derivat azol, namun
sistem saraf pusat. Toksisitas takrolimus maupun beberapa penelitian terhadap pasien HIV dengan
trimitrexate meningkat. Konsentrasi serum kandidiasis orofaring yang sebelumnya telah
benzodiazepin ditingkatkan sehingga risiko terpapar flukonazol ditemukan bahwa strain
toksisitas meningkat.23 Candida tersebut resisten terhadap flukonazol.
Pemakaian nistatin untuk kandidiasis oral Pada penelitian in vitro, resistensi C.dubliniensis
pada pasien HIV/AIDS sering tidak efektif.28 terhadap flukonazol lebih mudah dibandingkan
Pemakaian nistatin sering menjadi terapi pilihan C.albicans. Oleh karena itu, pada kasus resistensi
untuk kandidiasis oral terlokalisasi18 dan terhadap obat antijamur golongan azol,
superfisial yang disebabkan oleh C. albicans.2 C.dubliniensis cenderung berperan lebih tinggi.34
Nistatin digunakan secara topikal,8 memiliki Selain itu terdapat strain Candida yang resisten
aktivitas fungisid dan fungistatik, menekan terhadap flukonazol, seperti C.glabrata5,35 dan
42 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.
Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ
Cakradonya Dent J; 13(1): 39-47
C.krusei. Spesies Candida tesebut dapat terlibat sehingga perhatian ditujukan pada efikasi obat
dalam kasus-kasus kegagalan perawatan dengan pilihan lain.38
flukonazol.35 Oleh karena itu, identifikasi spesies Pada kasus kandidiasis oral refractory
Candida hendaknya dipertimbangkan pada kasus terhadap flukonazol, dengan tingkat keparahan
kandidiasis oral refractory5,35 untuk mengetahui ringan sampai menengah, itrakonazol
penyebab kegagalan terletak pada faktor cyclodextrin, ataupun posakonazol merupakan
mikrobiologis atau hal lain seperti interaksi obat pilihan yang rasional.8
dan ketidakpatuhan pasien.36 Kandidiasis oral pada pasien HIV/AIDS
Faktor riwayat penyakit oportunistik yang sulit disembuhkan dengan flukonazol, akan
sebelumnya diperkirakan dapat menyebabkan memberikan respon sementara dengan
5,19
kandidiasis oral refractory, seperti itrakonazol larutan oral. Sekitar 64% - 80%
Mycobacterium avium complex. Pemakaian pasien dengan infeksi refractory terhadap
trimethoprim-sulfamethoxazole sebagai flukonazol memberikan respon klinis terhadap
profilaksis juga dapat berperan.8 Sebagian besar itrakonazol larutan.37 Obat ini dapat menjadi
tenaga kesehatan yang menangani HIV/AIDS terapi second-line, sebagai alternatif perawatan
tidak merekomendasikan profilaksis sekunder apabila terjadi kegagalan flukonazol.19
obat antijamur (terapi pemeliharaan secara terus- Kandidiasis oral yang disebabkan oleh
menerus) pada kandidiasis orofaring karena C.albicans, C.krusei serta C.glabrata efektif
dengan semakin efektif terapi pada penyakit dirawat dengan itrakonazol.2 Pasien
akut, maka semakin rendah mortalitas terkait imunokompromis dengan kandidiasis
kandidiasis mukosa. Profilaksis memiliki potensi pseudomembran ataupun eritematus yang sulit
berkembangnya resistensi Candida sehingga disembuhkan dengan flukonazol, dapat diberikan
diberikan bila rekurensi sangat sering terjadi atau itrakonazol 200mg30 sampai 400 mg perhari.39
berat. Faktor lain yang perlu dipertimbangkan Itrakonazol larutan memiliki profil
dalam pemberian profilaksis adalah pengaruh farmakokinetik yang lebih menguntungkan
rekurensi terhadap status kesehatan pasien, dibandingkan dengan kapsul terkait
kualitas hidup, kebutuhan untuk infeksi jamur bioavailabilitas dan absorpsi yang tidak
lainnya, harga, toksisitas, interaksi obat, status konsisten.19 Itrakonazol kapsul konvensional
nutrisi dan potensi resistensi obat terhadap tidak memiliki paparan topikal pada mukosa.
Candida dan fungi lainnya.5 Dewasa ini dikembangkan larutan itrakonazol
Kandidiasis refractory sangat menyulitkan hydroxypropyl-β-cyclodextrin.40
perawatan. Langkah pertama yang paling penting Itrakonazol cylcodextrin (CD-ITRA)
adalah mengetahui obat-obat serta dosis yang meningkatkan kelarutan, absorpi lambung dan
sudah diberikan serta memastikan kepatuhan memberikan konsentrasi tinggi obat topikal pada
pasien terhadap aturan pakai obat. Menghentikan rongga mulut dan esofagus. Pada penelitian yang
obat-obat yang memiliki interaksi atau membandingkan CD-ITRA larutan dengan
meningkatkan dosis obat antijamur dapat itrakonazol kapsul ditemukan bahwa
menyembuhkan pada beberapa pasien.8 Pada bioavailabilitas CD-ITRA lebih tinggi, memiliki
perawatan kandidiasis orofaring refractory efikasi klinis pada perawatan kandidiasis
diperlukan pemberian antijamur golongan azol, orofaring primer dan sekunder. Pemakaian CD-
amfoterisin B suspensi atau intra vena.37 ITRA pada pasien dengan resistensi terhadap
Pasien kandidiasis oral yang tidak flukonazol mampu memberikan respon klinis.
memberikan respon klinis terhadap perawatan CD-ITRA dapat diterima dengan baik dan
dengan klotrimazol, nistatin, ketokonazol atau memiliki efikasi dalam perawatan kandidiasis
itrakonazol tablet pada umumnya memberikan orofaring pasien HIV/AIDS usia ≥ 5 tahun,
respon dengan pemberian flukonazol.8 Sampai remaja dan dewasa.40
saat ini, flukonazol masih merupakan obat Amfoterisin B suspensi 100 mg/mL
pilihan pertama dalam perawatan kandidiasis terkadang efektif pada pasien kandidiasis oral
orofaring pada pasien HIV/AIDS,38 namun yang tidak memberikan respon terhadap
terjadi resistensi klinis flukonazol in vitro perawatan dengan intrakonazol.5 Suspensi
with reduced susceptibilities to fluconazole Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod.
among human immunodeficiency virus- 2001 Mar;91(3):317-21. Available from:
seropositive children and adults in a long- https://doi.org/10.1067/moe.2001.112155
term care facility. J Clin Microbiol. 23. Gage TW, Little JW. Mosby's 2007 dental
2003;41(5):1833-7. Availablle from: drug consult. St.Louis: Mosby Co; 2007. p.
https://doi.org/10.1128/JCM.41.5.1833- 70, 290-1, 498, 662-3, 896.
1837.2003 24. Zunt SL. Oral candidiasis: diagnosis and
15. Farah CS, Ashman RB, Challacombe SJ. treatment. J Pract Hyg. 2000;9:31-6.
Oral candidosis. Clin Dermatol. 25. Wynn RL, Meiller TF, Crossley HL. Drug
2000;18(5):553-62. Available from: information handbook for dentistry. 8th ed.
https://doi.org/10.1016/s0738- Ohio: Lexi-Comp; 2002. p.92, 312, 508,
081x(00)00145-0 667-8, 673-4, 880.
16. Patton LL, Bonito AJ, Shugars DC, Hill C. 26. Bennet JE. Antimicrobial agents antifungal
A systematic review of the effectiveness of agents. In: Brunton LL, Lazo JS, Parker
antifungal drugs for the prevention and KL, editors. Goodman & Gilman's The
treatment of oropharyngeal candidiasis in pharmacological basis of therapeutics. 11th
HIV-positive patients. Oral Surg Oral Med ed. New York: McGraw-Hill; 2006. p.
Oral Pathol Oral Radiol Endod. 2001 1225-41.
Aug;92(2):170-9. Available from: 27. Neville BW, Damm DD, Allen CM,
https://doi.org/10.1067/moe.2001.116600 Bouquot JE. Oral & maxillofacial
17. Sherman RG, Prusinski L, Ravenel MC, pathology. 4th ed. Philadelphia: Saunders;
Joralmin RA. Oral candidosis. Quintessence 2016. p. 191-201.
Int. 2002 Jul-Aug;33(7):521-32. 28. Little JW, Falace DA, Miller CS, Rhodus
18. Patil S, Majumdar B, Sarode SC, Sarode NL. AIDS, HIV infection, and related
GS, Awan KH. Oropharyngeal candidosis conditions. In: Punjabi AP, editor. Dental
in HIV-infected patients - An update. Front management of the medically compromised
Microbiol. 2018 May;9:980. Available patient. 8th ed. St.Louis: Mosby Co; 2013. p.
from: 284-303.
https://doi.org/10.3389/fmicb.2018.00980 29. Fleischmann CJ. Topical and systemic
19. Martin MV. The use of fluconazole and antifungal and antiviral agents. In: Newman
itraconazole in the treatment of Candida MG, Winkelhoff AJV, editors. Antibiotic
albicans infections: A review. JAC. 1999 and antimicrobial use in dental practice .2nd
Oct;44(4):429-37. Available from: ed. Chicago: Quintessence Publishing Co;
https://doi.org/10.1093/jac/44.4.429 2001. p. 69-76.
20. Muzyka BC, Glick M. A review of oral 30. Park NH, Kang MK. Antifungal and
fungal infections and appropriate therapy. antiviral agents. In: Yagiela JA, Dowd FJ,
JADA. 1995 Jan;126(1):63-72. Available Neidle EA, editors. Pharmacology and
from: therapeutics for dentistry. 5th ed. New
https://doi.org/10.14219/jada.archive.1995. Delhi: Mosby Co; 2004. p. 660-6.
0025 31. Walsh TJ, Gonzales CE, Piscitelli S, Bacher
21. Epstein JB, Gorsky M, Caldwell J. CD. Correlation between in vitro and in
Fluconazole mouthrinses for oral vivo antifungal activities in experimental
candidiasis in postradiation, transplant, and fluconazole-resistant oropharyngeal and
other patients. Oral Surg Oral Med Oral esophageal candidiasis. J Clin Microbiol.
Pathol Oral Radiol Endod. 2002 2000 Jun;38(6):2369-73.
Jun;93(6):671-5. Available from: 32. Akpan A, Morgan R. Oral candidiasis.
https://doi.org/10.1067/moe.2002.122728 Postgrad Med J. 2002 Aug;78(922):455-9.
22. Willis AM, Coulter WA, Fulton CR, Hayes Available from:
JR. The influence of antifungal drugs on https://doi.org/10.1136/pmj.78.922.455
virulence properties of Candida albicans in 33. Lyons C, White TC. Transcriptional
patients with diabetes mellitus. Oral Surg analyses of antifungal drug resistance in
46 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.
Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ
Cakradonya Dent J; 13(1): 39-47
Candida albicans. Antimicrob Agents 40. Groll AH, Wood L, Roden M, Mickiene D,
Chemother. 2000 Sept;44(9):2296-303. Chiou CC, Townley E, et al. Safety,
Available from: pharmacokinetics, and pharmacodynamics
https://doi.org/10.1128/aac.44.9.2296- of cyclodextrin itraconazole in pediatric
2303.2000 patients with oropharyngeal candidiasis.
34. Martinez M, Lopez-Ribot JL, Kirkpatrick Antimicrob. Agents Chemother. 2002
WR, Coco BJ, Bachmann SP, Petterson TF. Aug;46(8):2554-63. Available from:
Replacement of Candida albicans with C. https://doi.org/10.1128/aac.46.8.2554-
dubliniensis in human immunodeficiency 2563.2002
virus-infected patients with oropharyngeal 41. Kartsonis NA, Saah A, Lipka CJ, Taylor A,
candidiasis treated with fluconazole. J Clin Sable CA. Second-line therapy with
Microbiol. 2002;40(9):3135-9. Available caspofungin for mucosal or invasive
from: candidiasis: result from the caspofungin
https://doi.org/10.1128/jcm.40.9.3135- compassionate-use study. JAC. 2004
3139.2002 May;53(5):878-81. Available from:
35. Haberland-Carrodeguas C, Allen CM, Beck https://doi.org/10.1093/jac/dkh179
FM, Buesching WJ, Koletar SL, Sundstrom 42. Carrillo-Munoz A, Quindos G, Ruesga M,
P. Prevalence of fluconazole-resistant Alonso R. Antifungal activity of
strains of Candida albicans in otherwise posaconazole compared with fluconazole
healthy outpatients. J Oral Pathol Med. and amphotericin B against yeast from
2002 Feb;31(2):99-105. Available from: oropharyngeal candidiasis and other
https://doi.org/10.1034/j.1600- infections. JAC. 2005 Mar;55(3):317-9.
0714.2002.310207.x Available from:
36. Rex JH, Pfaller MA, Walsh TJ, Chaturvedi https://doi.org/10.1093/jac/dki022
V, Epinel-Ingroff A, Ghannoum MA, et al. 43. Manfredi M, Polonelli L, Giovati L,
Antifungal susceptibility testing: Practical Alnuami A, McCullough MJ. Oral and
aspects and current challenges. Clin maxillofacial fungal infection. In: Farah CS,
Microbiol Rev. 2001 Oct;14(4):643-58. Balasubramaniam R, McCullough MJ,
Available from: editors. Contemporary oral medicine a
https://doi.org/10.1128/CMR.14.4.643- comprehensive approach to clinical
658.2001 practice. 1st ed. Switzerland: Springer;
37. Pappas PG, Rex JH, Sobel JD, Filler FG, 2019. p. 967-973
Dismukes WE, Walsh TJ, Edwards JE. 44. Korting HC, Schaller M, Eder G. Hamm G,
Guidelines for treatment of candidiasis. Bohmer U, Hube B. Effects of the human
CID. 2004 Jan;38(2):161-89. Available immunodeficiency virus (HIV) proteinase
from: https://doi.org/10.1086/380796 inhibitors saquinavir and indinavir on in
38. Ruhnke M, Schmidt-Westhausen A, vitro activities of secreted aspartyl
Trautmann M. In vitro activities of proteinases of Candida albicans isolates
variconazole (UK-109,496) against from HIV infected patients. Antimicrob.
fluconazole-susceptible and-resistant Agents Chemother. 1999;43(8):2038-42.
Candida albicans isolates from oral cavities Available from:
of patients with human immunodeficiency https://doi.org/10.1128/AAC.43.8.2038
virus infection. Antimicrob. Agents 45. Nittayananta W. Oral fungi in HIV:
Chemother. 1997 Mar;41(3):575-7. Challenges in antifungal therapies. Oral
Available from: Diseases. 2016 Apr;22(suppl 1):107-13.
https://doi.org/10.1128/AAC.41.3.575 Available from:
39. Gandolfo S, Scully C, Carrozzo M. Oral https://doi.org/10.1111/odi.12394
medicine. 3th ed. Philadelphia: Elsevier;
2006. p. 148.
Staf pengajar Departemen Prostodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara
Corresponding Email: rohmah.fathur97@gmail.com
Abstrak
Edentulus penuh adalah kehilangan seluruh gigi pada rahang atas dan rahang bawah yang dapat di atasi
dengan gigi tiruan. Pembuatan gigi tiruan disarankan agar dapat membantu memroses makanan serta
mengembalikan fungsi bicara yang mengharuskan dokter gigi menggunakan kemampuan berbicara
sebagai pengetahuan klinis tentang peranan faktor fonetik dalam pembuatan gigi tiruan. Dimensi vertikal
merupakan salah satu faktor yang memengaruhi suara pada pasien pemakai gigi tiruan lengkap. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk melihat adanya hubungan dimensi vertikal pada pasien pemakai gigi tiruan
lengkap terhadap kualitas huruf bilabial. Rancangan penelitian ini adalah penelitian analitik dengan
menggunakan metode cross sectional. Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan teknik purposive
sampling pada pasien edentulous lengkap di klinik Prostodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas
Sumatera Utara tahun 2017-2019 yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 30 orang.
Data dianalisis dengan uji T berpasangan dan uji wilcoxon range test. Hasil menunjukkan bahwa adanya
hubungan signifikan antara dimensi vertikal terhadap kualitas huruf [b] dan tidak terdapat hubungan
signifikan antara dimensi vertikal terhadap kualitas huruf [m] pada pemakai gigi tiruan lengkap.
Kata Kunci: Dimensi vertikal, kualitas huruf, huruf bilabial, gigi tiruan lengkap
Abstract
Complete edentulous is the loss of all teeth in the maxilla and mandible. Complete dentures manufacturing is
recommended to help food processing and restoring speech function, which urge dentist to use the ability to
speak and use this ability as clinical knowledge on role of phonetic factors in dentures manufacturing. The
vertical dimension is one of the factors that affect in complete denture patient’s sound. The purpose of this
study was to evaluate the relationship between vertical dimensions in patients with complete denture on the
quality of bilabial letters. The design of this study was analytical research using cross sectional method.
Sampling was conducted using purposive sampling technique from Prosthodontics Clinic in the Dental and
Oral Hospital University of Sumatera Utara. 30 patients who met the inclusion and exclusion criteria were
obtained. Data were analyzed using paired T test and Wilcoxon range test. There is a relationship between
the vertical dimensions and the quality of the letter [b], but there is no relationship between the vertical
dimensions and the quality of the letter [m] in patients with complete denture.
Keywords: Vertical dimension, letter quality, bilabial letters, complete denture
suara subjek penelitian yang sebelumnya sudah palatina, ukuran lidah, dataran oklusal, posisi
dilatih terlebih dahulu untuk mengucapkan huruf postdam, lebar lengkung rahang dan keberadaan
[b] dan [m]. torus palatinus, faktor-faktor tersebut tidak
Setelah rekaman kelompok pertama dikendalikan dalam penelitian ini karena
selesai, selanjutnya dilakukan pengukuran dianggap sudah sesuai dengan aturan dalam
dimensi vertikal pada pasien pemakai gigi tiruan pembuatan gigi tiruan lengkap.4
lengkap dengan menginstruksikan pasien untuk
duduk santai dengan kepala tegak lurus dan HASIL
bidang Frankfurt sejajar lantai. Selanjutnya Pada grafik 1 terlihat nilai rerata freeway
pengukuran dimensi vertikal pasien pemakai space dimensi vertikal pasien pemakai gigi
gigi tiruan lengkap dan hasil pengukuran tiruan lengkap dianalisis dengan uji univarian.
freeway space pada dimensi vertikal dibagi Pada grafik menunjukkan nilai rerata freeway
menjadi 3 kelompok yaitu dimensi vertikal space dan standar deviasi sebesar 3,17 mm ±
normal (2-4 mm), dimensi vertikal tinggi (<2 0,54, 1,21 mm ± 0,20, dan 6,40 mm ± 1,91,
mm), dan dimensi vertikal rendah (>4 mm). dimana freeway space sebesar 3,17 mm
Selanjutnya dilakukan perekaman seperti termasuk kedalam kategori kelompok dimensi
langkah sebelumnya. Semua rekaman suara vertikal normal, freeway space sebesar 1,21 mm
disimpan, dianalisis dan ditabulasi. Hasil termasuk kedalam kategori kelompok dimensi
perekaman dianalisis dengan MATLAB® vertikal tinggi, dan freeway space sebesar 6,40
software untuk mendapatkan nilai kualitas suara mm termasuk kedalam kategori kelompok
setiap subjek. Penelitian ini tidak mengendalikan dimensi vertikal rendah dengan persentase
susunan anasir gigi tiruan, ada tidaknya rugae
Nilai Rerata Freeway Space Pada Pasien Pemakai Gigi Tiruan Lengkap
Persentase Freeway Space Pada Pasien
Pemakai Gigi Tiruan Lengkap (%)
40%
Pada grafik 2 terlihat kualitas huruf [b] pemakai gigi tiruan lengkap dengan kategori
pada kontrol sebesar 4,84 dan pada huruf [m] kelompok dimensi vertikal normal yaitu sebesar
sebesar 0,97. Nilai kualitas huruf [b] pada pasien 4,12, pada kategori kelompok dimensi vertikal
tinggi sebesar 2,62, dan pada kategori kelompok menunjukkan kualitas suara yang lebih rendah
dimensi vertikal rendah sebesar 1,78. Nilai dibandingkan kualitas suara pada kontrol. Huruf
kualitas huruf [m] pada pasien pemakai gigi [m] pada kelompok dimensi vertikal rendah
tiruan lengkap dengan kategori kelompok menunjukkan kualitas suara yang lebih rendah
dimensi vertikal normal yaitu sebesar 3,02, pada dibandingkan kualitas suara pada kontrol
kategori kelompok dimensi vertikal tinggi sementara pada kelompok dimensi vertikal
sebesar 1,67, dan pada kategori kelompok normal dan tinggi menunjukkan kualitas suara
dimensi vertikal rendah sebesar 0,93. yang lebih tinggi dibandingkan kualitas suara
Hal ini menunjukkan bahwa kualitas suara pada pada kontrol.
huruf [b] di semua kelompok dimensi vertikal
Grafik 2. Kualitas Huruf Bilabial Pada Setiap Kelompok Dimensi Vertikal Pasien Pemakai Gigi Tiruan Lengkap
Terhadap Kontrol
Huruf Bilabial a
b
a
a b
b a
DV NORMAL
DV TINGGI
Huruf yang sama memiliki[b]nilai hubungan kualitas suara
[m] yang signifikan terhadap
DV RENDAH
kontrol (a) Dimensi Vertikal (DV)
KONTROL
Grafik 3. Hubungan Dimensi Vertikal terhadap Kualitas Huruf Bilabial pada Pasien Pemakai
Gigi Tiruan Lengkap
Berdasarkan hasil uji t dan wilcoxon range tiruan lengkap yang tidak sesuai dengan rentang
test, grafik 3 menunjukkan bahwa pada huruf nilai yang normal.7 Hal ini dapat dikarenakan
bilabial hanya huruf [b] yang mendapat nilai karena peneliti tidak mengendalikan lamanya
signifikan pada semua kelompok dimensi pemakaian gigi tiruan lengkap oleh pasien yang
vertikal dibandingkan kontrol (p=0,034) pada dapat menyebabkan atrisi, abrasi, erosi, abfraksi
dimensi vertical normal, nilai p=0,046 pada yang ditemukan dalam sampel penelitian.10
dimensi vertikal tinggi, serta nilai p=0,008 pada Penelitian ini menggunakan parameter
dimensi vertikal rendah. Pada huruf [m] semua energy voice sebagai evaluasi kualitas suara pada
kelompok dimensi vertikal menunjukkan nilai pemakai gigi tiruan lengkap. Hasil penelitian
tidak signifikan dibandingkan kontrol. terhadap kualitas huruf latin menunjukkan nilai
kualitas suara pada huruf [b] di semua kelompok
PEMBAHASAN dimensi vertikal lebih rendah dibandingkan nilai
Pada penelitian ini dimensi vertikal pasien kualitas suara pada kontrol sedangkan pada
pemakai gigi tiruan lengkap dibagi menjadi 3 kelompok dimensi vertikal rendah huruf [m]
kelompok, yaitu kelompok dimensi vertikal menunjukkan nilai kualitas suara yang lebih
normal, dimensi vertikal tinggi, dimensi vertikal rendah dibandingkan nilai kualitas suara pada
rendah. Pembagian 3 kelompok dimensi vertikal kontrol.
tersebut diperoleh berdasarkan hasil pengukuran Perbedaan usia pasien pemakai gigi tiruan
dimensi vertikal istirahat dikurangi dimensi lengkap dengan kontrol dan dimensi vertikal
vertikal oklusi.7 pada pasien pemakai gigi tiruan lengkap
Nilai rerata dimensi vertikal pada diperkirakan sebagai penyebab nilai kualitas
penelitian ini menunjukkan adanya sampel huruf bilabial memiliki nilai yang berbeda
dengan rerata freeway space diatas dan dibawah karena dianggap pasien yang memiliki usia lebih
nilai standar, sehingga hasil penelitian ini muda belum memiliki kehilangan gigi. Seiring
menunjukkan bahwa masih terdapat kelompok bertambahnya usia, karakteristik akustik suara
dimensi vertikal pasien dengan pemakai gigi kita berubah. Otot dapat menurun kekuatannya
Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.
52 Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ
Cakradonya Dent J; 13(1): 48-55
dan elastisitasnya dapat hilang (atrofi otot terkait secara pasif. Walaupun secara statistik tidak
usia), ini dapat menyebabkan pita suara terdapat perbedaan yang bermakna, namun
membungkuk hingga menyebabkan perubahan masih terdapat perbedaan nilai rerata kualitas
pada suara. suara huruf-huruf tersebut.
Biasanya suara menjadi lebih lemah, sesak Pada penelitian ini menggunakan huruf
nafas, dan lebih bernada tinggi. Ketika pita suara bilabial yaitu huruf [b] dan [m]. Konsonan
sedikit meregang maka tegangan akan bilabial [b] digunakan untuk tes fonetik dan
meningkat, sehingga menghasilkan suara dihasilkan saat bibir atas dan bawah rapat
bernada tinggi. Begitu pula jika suara yang sehingga aliran udara ditutup. Konsonan [b]
dihasilkan bernada rendah, berarti pita suara disebut juga konsonan hambat oral dibunyikan
sedikit lebih pendek dan tegangan menurun.11 dengan membentuk ‘hambatan’ di mulut oleh
Ketebalan dari artifisial gigi tiruan serta dimensi alat bicara yang ada di mulut.15 Setelah beberapa
vertikal oklusi dan horizontal dapat saat, aliran udara dilepaskan dengan atau tanpa
menyebabkan perubahan suara yang tidak dapat suara dimana pelafalan yang salah dari huruf [b]
diprediksi.3 Pasien harus diberitahu tentang menunjukkan bahwa dimensi vertikal terlalu
kemungkinan perubahan suara sebagai efek gigi tinggi dan gigi anterior disusun terlalu ke
tiruan yang dimodifikasi atau gigi tiruan baru. depan.16
1,5,12
Pasien pengguna gigi tiruan lengkap
Pada penelitian ini digunakan sampel mengeluhkan adanya perubahan suara dan
pasien pemakai gigi tiruan lengkap berjenis mengalami hambatan bicara sekitar 18% setelah
kelamin wanita untuk menyamakan frekuensi pembuatan gigi tiruan dan secara klinis sekitar
dasar (pitch) yang dihasilkan, dimana hasil 25% pasien di kedokteran gigi mengalami
kualitas suara pasien wanita yang lebih tua perubahan artikulasi sementara atau permanen
mengalami penurunan.13 Namun, pada penelitian karena pemakaian gigi tiruan.12,17 Pada uji T
ini juga dijumpai nilai kualitas suara pasien berpasangan pengucapan huruf [m] tidak
pemakai gigi tiruan lengkap mengalami kenaikan menunjukkan hubungan yang signifikan
dan penurunan dibandingkan kontrol yang terhadap dimensi vertikal. Bunyi bilabial seperti
usianya jauh lebih muda. Hal ini dapat huruf [m] berguna dalam menentukan dimensi
disebabkan karena, perubahan organ artikulasi vertikal, ketika bunyi ini diucapkan akan ada
bervariasi dari orang ke orang melalui proses kontak pasif antara bibir atas dan bawah, yang
penuaan. Penurunan kualitas suara tergantung membantu dalam memperoleh dimensi vertikal
pada banyak faktor, seperti kebiasaan makan, yang benar.12,18 Konsonan [m] disebut juga
merokok, dan peminum alkohol. Faktor penting konsonan hambat nasal, dibunyikan dengan
lain dari penurunan kualitas suara adalah sifat membentuk ‘hambatan’ di nasal.17 Konsonan ini
turun menurun dari keluarga yang tidak dapat disebut juga huruf mati yang bersuara. Hal inilah
dihindarkan.14 yang menyebabkan bahwa meskipun huruf [b]
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dan [m] keduanya merupakan huruf bilabial,
pada pasien pemakai gigi tiruan lengkap dengan namun keduanya memiliki hasil yang berbeda
dimensi vertikal normal masih mengalami dikarenakan produksi huruf [b] dan [m]
gangguan terhadap kualitas suara, dimana membentuk hambatan yang berbeda.
kualitas suara huruf [b] masih terganggu pada Keterbatasan penelitian ini adalah usia
kelompok pasien dengan dimensi vertikal pasien kontrol yang cenderung jauh dari usia
normal, dimensi vertikal tinggi, dan dimensi pasien pemakai gigi tiruan lengkap karena terkait
vertikal rendah, hal ini memungkinkan karena dengan kualitas suara yang dihasilkan. Selain itu,
huruf [b] memerlukan kontak bibir secara aktif sebaran data pada penelitian ini tidak seimbang
sehingga menghasilkan bunyi suara eksplosif. pada ketiga kelompok dimensi vertikal pasien
Huruf [m] tidak ada hubungan yang signifikan pemakai gigi tiruan lengkap dimana jumlah
terhadap dimensi vertikal, hal ini memungkinkan sampel pada pasien dengan dimensi vertikal
karena huruf [m] memerlukan kontak bibir normal sebanyak 16 orang dan pasien dengan
dimensi vertikal rendah dan tinggi hanya dimension of occlusion during different
sebanyak 7 orang. Pada pasien dengan dimensi periods of complete denture wear - A
vertikal normal masih harus di teliti lebih lanjut comparative study. J IMAB.
memperhatikan segala faktor-faktor yang 2014;20(3):546–9. Available from:
memungkinkan terjadinya perubahan suara. https://doi.org/10.5272/jimab.2014203.54
6
SIMPULAN 8. Amiruddin M, Thalib B. Vertical
Berdasarkan hasil penelitian terdapat dimension measurement directly on the
hubungan dimensi vertikal terhadap kualitas face and inderictly by cephalometric.
huruf latin pada pasien pemakai gigi tiruan Makassar Dent J. 2019;8(1):27–32.
lengkap dimana adanya hubungan yang 9. Godbole S, Phakhan AJ, Kale S, Dahane
signifikan antara dimensi vertikal terhadap T. Prosthodontic onsiderations of speech
kualitas huruf [b] dan tidak terdapat hubungan in complete denture. IOSR J Dent Med
signifikan antara dimensi vertikal terhadap Sci. 2015;15(11):41–4.
kualitas huruf [m] pada pemakai gigi tiruan 10. Bachhav VC, Aras MA. Altering occlusal
lengkap. vertical dimension in functional and
esthetic rehabilitation of severely worn
DAFTAR PUSTAKA dentition. J Oral Heal Res. 2010;1(1):3–8.
1. Ferro KJ, Morgano SM, Driscoll CF, 11. Black MA, Samlan R. Elder Care: A
Freilich MA, Guckes AD, Knoernschild resource for interprofessional providers.
KL, et al. The glossary of prosthodontic Tucson: Arizona Center on Aging; 2016.
terms. 9th edition. J Prosthet Dent. 2017 12. Mahross HZ, Baroudi K. Spectrogram
May;117(5):e1–105. Available from: analysis of complete dentures with
https://doi.org/10.1016/j.prosdent.2016.12. different thickness and palatal rugae
001 materials on speech production. Int J Dent.
2. Sari M, Sumarsongo T. Penatalaksanaan 2015;2015:606834. Available from:
linggir datar pada pembuatan gigi tiruan https://doi.org/10.1155/2015/606834
penuh dengan teknik pencetakan 13. Kost K, Parham K. Presbyphonia: What
mukodinamik. In: Prosiding Bandung can be done? Ear Nose Throat J. 2017
Dentistry 2016 Conventional Vs Mar;96(3):108–10. Available from:
Digitalized Dentistry. 2016. p. 1–5. https://doi.org/10.1177/014556131709600
3. Kalra A, Kinra M, Fahim R. Speech 309
considerations with complete denture. 14. Das B, Mandal S, Mitra P, Basu A. Effect
Indian J Dent Sci. 2010;27:39–43. of aging on speech features and phoneme
4. Gupta R, Luthra RP, Gautam D. Phonetics recognition: a study on Bengali voicing
in complete denture - A review. Int J H vowels. Int J Speech Technol.
Scie. 2016;4(1):373–7. 2013;16(1):19–31. Available from:
5. Nurung M, Dharmautam M, Jubhari EH, https://doi.org/10.1007/s10772-012-9147-
Erwansya E. Perbandingan antara teknik 3
two dot dengan analisis sefalometri pada 15. Lele AAU. Upaya meningkatkan teknik
pengukuran dimensi vertikal oklusi. vokal pada paduan suara inovatif dengan
Dentofasiall. 2014;13(3):141–4. menggunakan metodeimitasi dandrill.
6. Wirahadikusumah A, Koesmaningati H, Universitas Negeri Yogyakarta; 2013.
Fardaniah S. Digital photo analysis as a 16. Broka K, Vidzis A, Grigorjevs J, Sokolovs
predictor of physiological vertical J, Zigurs G. The influence of the design of
dimension. J Dent Indones. removable dentures on patient’s voice
2011;18(2):38–44. quality. Stomatologija. 2013;15(1):20–5.
7. Hadjieva H, Dimova M, Hadjieva E, 17. Roessler DM. Complete denture success
Todorov S. Changes in the vertical for patients and dentists. Int Dent J.
2003;53(5 Suppl):340–5. Available from: 18. Chaturvedi S, Gupta NK, Verma AK,
https://doi.org/10.1111/j.1875- Tandan A. Speech comprehension
595X.2003.tb00908.x (Prosthetic contemplation). IOSR J Dent
Med Sci. 2015;14(7):34–6.
Abstrak
Kasus penyakit pulpa sering melibatkan kerusakan pada jaringan pendukung gigi atau jaringan
periodontal, khususnya di daerah furkasi. Penyebab kondisi ini karena adanya saluran lateral yang
menghubungkan jaringan pulpa dengan jaringan periodontal. Laporan kasus ini membahas
keterlibatan area furkasi setelah perawatan endodontik. Pasien pria usia 45 tahun datang ke RSGM
bagian Periodonsia dengan rujukan dari bagian Konservasi untuk dilakukan penata-laksanaan
keterlibatan furkasi dengan riwayat pasien telah dikukan perawatan endodontik sebelumnya. Pada
pemeriksaan klinis probing menggunakan probe nabers didapatkan keterlibatan furkasi kelas II
klasifikasi Glickman disertai dengan resesi kelas I Miller. Pemeriksaan penunjang radiografis
periapikal dan CBCT menunjukkan terdapat radiolusensi pada area furkasi. Pada kasus ini dilakukan
terapi bedah flap dengan penempatan bonegraft dan membran platelet rich fibrin (PRF) pada area
furkasi. Terapi bedah periodontal regeneratif dengan bonegraft dan PRF pada kasus telah banyak di
laporkan dalam beberapa literatur periodontal sebagai salah satu terapi penata-laksanaan keterlibatan
furkasi gigi molar. Evaluasi dilakukan pada minggu ke-2, bulan ke-1, dan bulan ke-3 pasca tindakan
bedah. Evaluasi pada bulan ke-3 secara radiografis menenunjukkan adanya pengisian substansi tulang
di daerah furkasi. Disimpulkan bahwa penata-laksanaan kasus keterlibatan furkasi dengan terapi
bedah regeneratif kombinasi bonegraft dan membran PRF dapat menunjukkan hasil yang memuaskan
baik pada difek vertikal maupun horizontal.
Kata kunci: Bedah periodontal regeneratif, Keterlibatan furkasi, Lesi endo-perio
Abstract
In the case of pulp disease can often involve toward supporting tissues of teeth or periodontal tissues,
especially the furcation area. This condition is due to the lateral connecting channels between the pulp
tissue with periodontal tissue. Case report, Patient man aged 45 years came to the Hospital
Periodonsia section with a referral from Conservation section to be done before the patient handling
furcation involvement has made the endodontic treatment. On clinical examination using a probe
probing Nabers obtained furcation involvement grade IIglickman classification accompanied by a
recession Miller class I. Investigations periapical radiology and CBCT are radiolucent on furcation
area. In this case surgical therapy flap done with the placement of bone graft and membrane PRF at
furcation area. Regenerative periodontal surgical therapy with bonegraft and PRF in this case has
been widely documented in the literature as a therapeutic treatment of periodontal furcation
involvement on molar teeth. This therapy evaluation performed on the 2nd week, 1 month and 3
month. In evaluation 3 month showed a substantial radiographic bone fill at the furcation area.In
concluted that the handling of furcation involvement using regenerative therapies and combination
bonegraft PRF membranes can provide a good improvement in vertical and horizontal defect.
Keyword: Regenerative periodontal surgery, furcation involvement, endo-perio lesions
A A B
A
Gambar 9. A. Pembuatan membran PRF dengan
PRF Box; B. Aplikasi membran PRF pada daerah
difek yang telah menggunakan bonegraft.
A
Gambar 7. A. Flap dipisahkan dari tulang alveolar; A B
B. Debridemen jaringan lunak pada furkasi 47
A
Gambar 10. A. Penjahitan dengan interrupted;
Pemberian bonegraft tipe alloplastik B. Pemasangan periodontal dressing
dan membran PRF yang berasal dari darah
pasien, diaplikasikan setelah daerah difek Evaluasi pada minggu ke 2 dan bulan ke
bersih dari jaringan granulasi yang menutupi 3 memperlihatkan penyembuhan dan
dan setelah penghalusan daerah marginal difek terjadinya regenerasi jaringan periodontal.
dari tulang sekitar furkasi dengan Secara klinis terlihat pengurangan kondisi
menggunakan bonefile. Bahan PRF difiksasi resesi pada minggu ke dua, serta secara
kemudian flap diadaptasikan ke posisi semula, radiografis terlihat terjadinya peningkatan
lalu dilakukan penjahitan dengan metode densitas tulang di daerah furkasi pada bulan
interupted. Selanjutnya dilakukan pemasangan ke-3.
periodontal dressing untuk menjaga daerah
operasi serta memberikan rasa nyaman pada
pasien.
A
B
A B
A
A
B
D
B C
C
A Gambar 11. A. Kondisi klinis sebelum perawatan;
C
Gambar 8. A. Penghalusan daerah difek; B. Daerah B. Evaluasi klinis kontrol minggu ke 2; C. Evaluasi
C
difek tulang harus bebas dari jaringan granulasi; C. bulan ke 3 telah terjadi pengurangan resesi dan
Aplikasi bonegraft pada daerah difek tidak terjadi edematous
DAFTAR PUSTAKA
1. Kumar R, Patil S, Hoshing U, Medha A,
Mahaparale R. Non-surgical endodontic
management of the combined Endo-
A B perio lesion. Int J Dent Clin. 2011
Jun;3(2):82–4.
Gambar 12 A. Rontgen periapikal sebelum 2. Rotstein I, Simon JH. The endo-perio
perawatan; B. Rontgen periapikal kontrol bulan ke lesion: A critical appraisal of the disease
3 setelah bedah regeneratif periodontal condition. Endod Top. 2006
A B
Mar;13(1):34–56. Available from:
PEMBAHASAN
https://doi.org/10.1111/j.1601-
Keterlibatan furkasi merupakan
1546.2006.00211.x
manifestasi dari kasus lesi endodontik-
3. Patil VA, Deshpande PS, Shivkumar
periodontik karena adanya inflamasi yang
PT. Endo-perio lesion: Interdiciplinary
terjadi dalam hubungan antara jaringan
approach. Int J Dent Clin. 2009;1(1):32–
periodontal dan pulpa. Menurut Rotstein dan
5.
Simon2, lesi endo-perio dapat dibagi menjadi
4. Sulistio I, Kristanti Y. Penatalaksanaan
(1) lesi endodontik primer, (2) lesi periodontal
lesi endo-perio dengan perawatan
primer, (3) lesi endodontik primer dengan
endodontik non bedah. Maj Kedokt Gigi
keterlibatan lesi periodontal sekunder, (4) lesi
Indones. 2014 Jun;21(1):56. Available
periodontal primer dengan keterlibatan lesi
from:
endodontik sekunder, dan (5) lesi kombinasi.
https://doi.org/10.22146/majkedgiind.85
Perawatan bedah flap regeneratif
21
dengan bonegraft dan membran PRF
5. Trabert KC, Kang KM. Diagnosis and
memberikan perbaikan yang signifikan ini
management of endodontic-periodontic
ditunjukkan dengan hasil klinis terjadi
lesions. In: Newman MG, Takei HH,
pengurangan resesi pada area bukal gigi 47
Klokkevold PR, Carranza FA, editors.
serta kondisi gingiva yang membaik pada
Carranza’s clinical periodontology. 12th
kontrol bulan ke 3. Secara radiografis, di
ed. Philadelphia: Saunders; 2012. p.
daerah furkasi terjadi peningkatan densitas
470–9.
tulang yang dilihat dari sebelum dan setelah
6. Oh SL, Fouad AF, Park SH. Treatment
terapi bedah regeneratif. Bahan dari bonegraft
strategy for guided tissue regeneration
dengan tipe alloplastik mempunyai sifat
in combined endodontic-periodontal
regeneratif osteokonduktif. Dengan
lesions: Case report and review. J
penggunaan membran PRF selain sifat dari
Endod. 2009;35(10):1331–6. Available
membran yang berfungsi sebagai barrier dari
from:
jaringan lunak dan diharapkan memberikan
https://doi.org/10.1016/j.joen.2009.06.0
faktor pendukung untuk pembentukan tulang,
04
dilihat dari kandungan PRF yang penuh akan
7. Schwartz SA, Koch MA, Deas DE,
growth factor.
Powell CA. Combined endodontic-
periodontic treatment of a palatal
SIMPULAN
groove: A case report. J Endod.
Penatalaksanaan kasus keterlibatan
2006;32(6):573–8. Available from:
furkasi yang disebabkan oleh lesi endodontik
https://doi.org/10.1016/j.joen.2005.08.0
dan periodontik memerlukan rencana terapi
03
kombinasi antara perawatan endodontik dan
8. Rankow HJ, Krasner PR. Endodontic
perawatan bedah regeneratif periodontal yaitu
applications of guided tissue
flap dengan bonegraft disertai penggunaan
regeneration in endodontic surgery. J
membran PRF. Riwayat pasien pernah
Endod. 1996;22(1):34–43. Available
ditambal mengindikasikan gigi tersebut pada
from: https://doi.org/10.1016/S0099-
awalnya mengalami lesi endodontik yang
2399(96)80234-2
9. Liu J, Kerns DG. Mechanisms of guided 11. Hafez WK, Seif SA, Shawky H, Hakam
bone regeneration: A review. Open Dent MM. Platelet rich fibrin as a membrane
J. 2014;8:56–65. Available from: for coverage of immediate implants:
https://doi.org/10.2174/1874210601408 Case-series study on eight patients.
010056 Tanta Dent J. 2015;12(3):203–10.
10. Tedyasihto B. Buku ajar implantologi Available from:
mulut: Teori & praktek. Jakarta: EGC; https://doi.org/10.1016/j.tdj.2015.05.009
2010.
Abstrak
Salah satu kandungan yang biasa ditemukan pada pasta gigi adalah Sodium Lauryl Sulfate. Sodium Lauryl
Sulfate (SLS) berperan sebagai detergen pembuat busa yang mempunyai efek dapat menurunkan ikatan
plak pada permukaan gigi. Penurunan ikatan plak pada permukaan gigi dapat mengakibatkan bakteri pada
plak gigi terlepas. Sifat antibakteri dan antimikroba pada kandungan SLS dapat membantu mengurangi
suasana asam yang diakibatkan produk toksin hasil fermentasi bakteri. pH saliva merupakan parameter
keseimbangan lingkungan rongga mulut. Penggunaan pasta gigi mengandung SLS juga mempengaruhi pH
saliva. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui kaitan kandungan Sodium Lauryl Sulfate pada pasta
gigi dengan pH saliva dan tingkat kematangan plak.
Kata Kunci: Sodium Lauryl Sulfate, Saliva, Plak.
Abstract
One of the ingredients commonly found in toothpaste is Sodium Lauryl Sulfate. Sodium Lauryl Sulfate
(SLS) acts as a foam-making detergent which has the effect of reducing plaque bonding on the tooth
surface. Decreasing plaque bonding on the tooth surface can cause bacteria on the dental plaque to be
detached. The antibacterial and antimicrobial properties in the SLS content can help reduce the acidic
atmosphere caused by the bacterial fermentation product of toxins. The pH of saliva is a parameter of the
balance of the oral environment. The use of toothpaste containing SLS also affects the pH of the saliva.
The purpose of this paper is to determine the relationship between the content of Sodium Lauryl Sulfate in
toothpaste with the pH of saliva and the level of plaque maturity.
Keywords : Sodium Lauryl Sulfate, Saliva, Plaque.
lisozim, laktoferin, myeloperoksidase dan sedang (medium) lebih besar dari pada
laktoperoksidase.11 Risiko karies akan penggunaan sikat gigi yang berbulu halus (soft).28
cenderung semakin tinggi apabila pH saliva di Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dalam rongga mulut semakin asam, dan dilakukan pada tahun 2019 oleh Ardian R.P et
sebaliknya apabila semakin basa pH saliva maka al. bahwa sikat gigi yang berbulu sedang
risiko karies cendrung semakin kecil.15 (medium) lebih efektif dalam menurunkan
Penggunan pasta gigi dalam membersihkan jumlah plak dibandingkan sikat gigi yang
rongga mulut dapat meningkatkan pH saliva di berbulu halus (soft) dan sikat gigi yang memiliki
lingkungan mulut. Hal ini didukung oleh tekstur sedang (medium) disarankan untuk
penelitian yang dilakukan pada tahun 2018 oleh digunakan agar mendapatkan kebersihan gigi
Mary D et al. bahwa nilai pH meningkat secara yang maksimal.27
signifikan setelah menggunakan pasta Pasta gigi ternyata memiliki pengaruh
gigi. Penelitian ini dilakukan pada anak usia 6-19 terhadap tingkat pertumbuhan plak yaitu pasta
tahun sebelum dan sesudah menyikat gigi gigi tanpa kandungan sodium lauryl sulfate lebih
menggunakan pasta gigi. Sebelum menggunakan efektif dalam menghambat plak pada rongga
pasta gigi didapatkan nilai rata- rata pH saliva mulut. Interaksi dari enzim glikolitik pada pasta
6,9 dan nilai pH setelah menggunakan pasta gigi gigi non SLS berfungsi sebagai antibakteri yang
meningkat menjadi 8,1.19 Peningkatan pH saliva mampu membunuh bakteri Streptococcus pada
ini disebabkan oleh kandungan pasta gigi yang plak gigi.5
bersifat basa.14 Hal ini diperkuat dengan penelitian yang
Umumnya sehari–hari masyarakat dilakukan pada tahun 2017 oleh Febrian et al.
menggunakan pasta gigi yang mengandung SLS yaitu sampel yang digunakan sebanyak 30 orang
(detergen) dari pada pasta gigi tanpa SLS yang terdiri dari 15 orang menggunakan pasta
padahal pasta gigi tanpa SLS lebih bagus karna gigi herbal (non SLS) dan 15 orang lainnya
mengandung Amiloglukosidase yang menggunakan pasta gigi non herbal (SLS). Hasil
menghambat pertumbuhan bakteri di dalam yang didapat adanya penurunan indeks plak pada
rongga mulut.5 penggunaan pasta gigi herbal (non SLS) sebesar
Selain menyikat dengan pasta gigi, 76,9% sedangkan penggunaan pasta gigi non
keberhasilan pemeliharaan kesehatan gigi dan herbal (SLS) 49,3%. Hasil yang didapat bahwa
mulut juga dipengaruhi oleh faktor penggunaan penurunan indeks plak pada penggunaan pasta
alat, metode penyikatan gigi, serta frekuensi dan gigi herbal (non SLS) lebih besar dibandingkan
waktu penyikatan yang tepat.22 Salah satu faktor penggunaan pasta gigi non herbal (SLS).29
yang memengaruhi jumlah plak yaitu Penelitian juga dilakukan pada tahun 2018
penggunaan sikat gigi yang berbulu sedang oleh Thioritz E et al. yaitu sampel yang
(medium).27 digunakan sebanyak 30 orang yang terdiri dari
Berdasarkan penelitian yang dilakukan 15 orang yang menggunakan pasta gigi SLS dan
pada tahun 2015 oleh Faisal M et al. dengan 15 orang lainnya menggunakan pasta gigi non
menggunakan metode one group pretest posttest, SLS. Pertumbuhan plak penggunaan pasta gigi
teknik pengambilan sampel dengan cara SLS berdasarkan data memiliki rata-rata
memakai proses seleksi bersyarat (judgement pertumbuhan skor plak sebanyak 12,06
sampling) yaitu subjek yang digunakan sebanyak sedangkan non SLS 10,60. Pasta gigi non SLS
32 sampel, diantaranya 16 sampel menggunakan terjadi penurunan skor plak secara signifikan
sikat gigi berbulu halus (soft) dan 16 sampel dikarenakan penggunaan pasta gigi yang
menggunakan sikat gigi berbulu sedang mengandung bahan enzim.5 Hasil yang didapat
(medium). Hasil yang didapat adanya penurunan pada penelitian ini yaitu pasta gigi non SLS
indeks plak menggunakan sikat gigi berbulu memiliki kemampuan penghambat plak lebih
sedang (medium) dengan nilai rata-rata 3,42 tinggi dibandingkan dengan pasta gigi yang
sedangkan nilai rata-rata indeks plak mengandung SLS.5,13 Pertumbuhan plak yang
menggunakan sikat gigi berbulu halus (soft) 3,16. lambat pada penggunaan pasta gigi non SLS
Penurunan indeks plak menggunaan sikat gigi dikarenakan kandungan enzim amiloglukosidase,
laktoperoksidase, dan gluko-oxidase yang Hal ini diperkuat dengan penelitian yang
berperan dalam menghasilkan hipotiosianat yang dilakukan pada tahun 2008 oleh Rochmawati M
berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri di et al. bahwa pH saliva yang diukur segera
dalam rongga mulut.25 Dari hasil penelitian setelah pemakaian pasta gigi SLS 5% lebih
tersebut disarankan untuk menggunakan pasta tinggi di bandingkan pasta gigi non SLS
gigi yang tidak mengandung SLS dalam dikarenakan sifat detergen yang digunakan pada
menjaga kebersihan gigi dan mulut karena pasta gigi SLS 5% bersifat basa sehingga
kemampuannya dalam menghambat plak lebih menyebabkan kenaikan pH saliva yang
tinggi dibandingkan dengan penggunaan pasta bermakna dibandingkan pasta gigi non SLS
gigi yang mengandung SLS.5 yang bersifat netral.11 Namun pada pemakaian
Hasil yang berbeda didapat pada jangka panjang penggunaan pasta gigi non SLS
penelitian pada tahun 2015 oleh Selzer et al. lebih efektif dalam meningkatkan pH saliva yang
bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam setiap pengukuran pH saliva menunjukkan
yang bisa diamati pada penggunaan pasta gigi angka yang lebih stabil dengan rata-rata pH
SLS dan non SLS terkait dengan plak dan skor saliva 7,1.11 Berbeda halnya dengan pH saliva
gingivitis.10 Penelitian ini diperkuat dengan pada pasta gigi SLS menunjukkan hasil yang
penelitian selanjutnya pada tahun 2016 oleh cenderung menurun dalam setiap 10 menit
Selzer et al. bahwa pasta gigi non SLS sama pengukuran pH dengan rata-rata pH saliva 6,9.11
efektifnya dengan pasta gigi yang mengandung Hal ini sejalan dengan penelitian tahun
SLS terhadap kesehatan gingiva dan skor indeks 2017 oleh Khairnar M.R. et al. bahwa pasta gigi
plak. Hal ini berdasarkan data statistik penelitian non SLS terbukti efektif dalam meningkatkan
penggunaan pasta gigi SLS dan non SLS terhadap pH saliva (p<0,05), dikarenakan kandungan
skor indeks plak tidak terdapat perbedaan yang dalam pasta gigi non SLS merangsang aliran
signifikan terhadap pemakaian kedua pasta gigi saliva dan membantu meningkatkan pH saliva.30
ini (p>0,05). Namun secara signifikan pasta gigi Penelitian ini diperkuat dengan penelitian
SLS lebih disukai karena memiliki efek busa yang dilakukan pada tahun 2018 oleh Thioritz E
serta terhadap persepsi rasa dan kesegarannya.7 et al. bahwa nilai kenaikan pH saliva
Berdasarkan penelitian Selzer et al. (2016) penggunaan pasta gigi non SLS lebih tinggi
dengan subjek yang dipilih berdasarkan tingkat dibandingkan dengan penggunaan pasta gigi
peradangan gingiva sedang (≥40%), kemudian SLS, penelitian dilakukan pada 30 sampel terdiri
dari total subjek dibagi secara acak dibagi dari 15 orang kelompok perlakuan dan 15 orang
menjadi tiga kelompok, satu kelompok kelompok kontrol dengan metode penelitian
menggunakan pasta gigi non SLS sedangkan dua eksperimental dengan desain pretest dan posttest
kelompok kontrol masing masing menggunakan design with control group, hasil rata-rata pH
pasta gigi SLS yang berbeda. Jadi pada penderita saliva sebelum perlakuan menggunakan pasta
dengan skor gingivitis sedang (≥40%) tidak ada gigi SLS sebesar 7,37 dan rata-rata pH saliva
pengaruh yang bermakna terhadap penggunaan setelah perlakuan sebesar 7,41 sedangkan rata-
pasta gigi SLS dan non SLS.8,11 Pasta gigi non rata pH saliva sebelum perlakuan menggunaan
SLS memiliki manfaat mengembalikan fungsi pasta gigi non SLS sebesar 7,52 dan rata-rata pH
sistem alamiah peroksidase didalam saliva saliva setelah perlakuan sebesar 7,74.5
sehingga lebih efektif penggunaannya dibanding
pasta gigi SLS.25
Ditty Mary, V. Vishnu Priya, Effect of toothpaste and mouthwas on Eksperimental 20 sampel. Usia 12-19 Pasta gigi dapat
R.Gayathry.2018. salivary pH in adolelescents (pre and posttest tahun, tidak merokok dan menyebabkan
with control minum alkohol, peningkatan pH yang
group kesehatan umum baik signifikan pada rongga
mulut.
Hubungan Kehilangan Gigi Sebagian Terhadap Status Gizi dan Kualitas Hidup di UPT
Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai Tahun 2020
The Correlation Between Partial Tooth Loss Towards Nutritional Status and Quality of
Life at UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai in 2020
Abstrak
Kehilangan gigi sebagian pada lansia dalam waktu yang lama dan tidak digantikan dengan gigi palsu
akan menyebabkan penurunan fungsi mastikasi yang akan menyebabkan penurunan pada status gizi dan
kualitas hidupnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kehilangan gigi sebagian
terhadap status gizi dan kualitas hidup lansia yang tinggal di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai
pada tahun 2020. Jenis penelitiannya adalah deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional. Sampel
penelitian adalah 67 lansia. Penelitian dilakukan dengan melakukan pemeriksaan rongga mulut,
pengukuran berat dan tinggi badan dan pengisian kuesioner GOHAI. Analisis data menggunakan uji Chi-
Square. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara kehilangan gigi sebagian terhadap status
gizi dan kualitas hidup lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai Tahun 2020 berdasarkan
jumlah gigi yang ada dan jumlah functional tooth units (FTUs) di rongga mulut p=0,0001 (p<0,05).
Jumlah gigi yang ada dan jumlah functional tooth units (FTUs) di rongga mulut berhubungan penurunan
kemampuan mastikasi dan menyebabkan status gizi dan kualitas hidup pada lansia.
Kata kunci: Status gizi, kualitas hidup, kehilangan gigi sebagian, FTUs.
Abstract
Tooth loss is a problem health that commonly found among elderly. Elderly who have a partial tooth loss
and not replaced with denture for a long time will affect the mastication function and decrease their
nutritional status and quality of life. The purpose of this study was to know relationship between partial
tooth loss towards nutritional status and quality of life elderly at UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia
Binjai at 2020. Study was performed by 67 elderly. The study was conducted by oral examined for tooth
loss data, measured weight and height, and filled out the questionneire of GOHAI. The study was tested
with Chi-Square. The results showed that there is relationship between number of teeth and number of
functional tooth units in the oral cavity towards nutritional status and quality of life p =0.000 (p <0.05).
Number of teeth and number of functional tooth units (FTUs) in oral cavity are associated with decreased
mastication ability and lead to nutritional status and quality of life in the elderly.
Keywords: Nutritional status, quality of life, partial tooth loss, FTUs.
yang digunakan diantaranya alat tulis, kaca mulut terdapat pada kelompok 1-9 gigi sebanyak 30
(Smic), pinset (Caredent), sonde (Caredent), responden (44,8%), pada kelompok 20-28 gigi
timbangan (Gea Medical Electonic Personal sebanyak 21 responden (31,3%) dan kelompok
Scale), meteran (Onemed Waist Ruller), sarung 10-19 gigi sebanyak 16 responden (23,9%).
tangan, faceshield dan masker. Berdasarkan jumlah functional tooth units
Data dikumpulkan dengan melakukan (FTUs) di rongga mulut, responden terbesar
pemeriksaan rongga mulut unuk mengetahui data terdapat pada kelompok 0-4 FTUs sebanyak 46
jumlah gigi yang ada dan jumlah functional tooth responden (68,7%), pada kelompok 5-7 FTUs
units (FTUs) di rongga mulut, pengukuran berat sebanyak 12 responden (17,9%) dan pada
badan dan tinggi lutut yang kemudian kelompok 8-12 FTUs sebanyak 9 responden
dikonversikan menjadi tinggi badan dalam cm (13,4%) (Tabel 8).
menggunakan rumus Chumlea untuk indeks Berdasarkan status gizi, responden
massa tubuh (IMT) dan pengisian kuisioner terbesar terdapat pada kelompok non
geriatric oral health assessment index (GOHAI) underweight sebanyak 39 responden terdapat
sebanyak 12 pertanyaan menggunakan skala likert (58,2%) dan pada kelompok non underweight
5 poin dengan kriteria baik (57-60), sedang (51- sebanyak 28 responden (41,8%) (Tabel 2).
56) dan buruk (≤50) untuk data kualitas hidup. Berdasarkan kualitas hidup, terdapat 44
Jumlah gigi yang ada di rongga mulut responden (65,7%) yang memiliki kualitas hidup
dikelompokkan menjadi 1-9 gigi, 10-19 gigi dan buruk, 13 responden (19,4%) memiliki kualitas
20-28 gigi. Untuk jumlah functional tooth units hidup sedang dan hanya 10 responden (14,9%)
(FTUs) di rongga mulut dikelompokkan menjadi yang memiliki kualitas hidup baik (Tabel 2).
0-4 FTUs, 5-7 FTUs, dan 8-12 FTUs. Data
dianalisis dengan menggunakan uji Chi-Square. Tabel 2. Distribusi kehilangan gigi sebagian
berdasarkan jumlah gigi yang ada dan jumlah
HASIL functional tooth units (FTUs) di rongga mulut, status
Karakteristik 67 responden lansia di UPT gizi dan kualitas hidup lansia di UPT Pelayanan
Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai tahun 2020. Sosial Lanjut Usia Binjai tahun 2020.
Berdasarkan jenis kelamin, responden terbesar Distribusi n %
Kehilangan Gigi Sebagian
adalah perempuan sebanyak 45 responden
Jumlah gigi yang ada di
(67,2%) dan laki-laki 22 responden (32,8%). rongga mulut
Berdasarkan kelompok usia, jumlah responden 1-9 Gigi 30 44.8
terbesar sebanyak 43 responden (64,2%) pada 10-19 Gigi 16 23.9
kelompok usia 60-69 , pada usia 70-79 tahun 20-28 Gigi 21 31.3
sebanyak 21 responden (31,3%) dan pada usia Jumlah fuctional tooth units
80-89 tahun sebanyak 3 responden (4,5%) (FTUs) di rongga mulut
(Tabel 1). 0-4 FTUs
5-7 FTUs 46 68.7
Tabel 1. Karakteristik responden di UPT Pelayanan 8-12 FTUs 12 17.9
Sosial Lanjut Usia Binjai tahun 2020. 9 13.4
Karakteristik n % Status Gizi
Jenis Kelamin Non Underweight 39 58.2
Perempuan 45 67,2 Underweight 28 41.8
Laki-laki 22 32,8 Kualitas Hidup
Usia Baik 10 14.9
60-69 Tahun 43 64.2 Sedang 13 19.4
70-79 Tahun 21 31.3 Buruk 44 65.7
80-89 Tahun 3 4.5
Berdasarkan tabel 3, pada kelompok 1-9
Berdasarkan tabel 2, distribusi kehilangan gigi terdapat 30 responden dengan status gizi
gigi sebagian lansia berdasarkan jumlah gigi underweight sebanyak 24 responden (80%) dan
yang ada di rongga mulut, responden terbanyak non underweight sebanyak 6 responden (10%),
kelompok 10-19 gigi berjumlah 16 responden Tabel 4. Hubungan kehilangan gigi sebagian terhadap
yang memiliki status gizi underweight sebanyak status gizi di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia
4 responden (25%) dan non underweight Binjai tahun 2020 berdasarkan jumlah functional
sebanyak 12 responden (75%) dan pada tooth units (ftus)
kelompok 20-28 gigi terdapat 21 responden Jumlah Status Gizi
Functional Non
dengan status gizi non underweight (100%). Tooth Units Underwei
Underw Jumlah
Hasil uji analisis statistik menunjukkan eight
(FTUs) di ght
ada hubungan yang signifikan antara kehilangan Rongga
gigi sebagian terhadap status gizi di UPT n % n % n %
Mulut
Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai tahun 2020 39.1 60
0-4 FTUs 18 28 46 100
berdasarkan jumlah gigi yang ada di rongga 3 .8
mulut p=0,0001 (p<0,05) (Tabel 3). 5-7 FTUs 12 100 0 0 12 100
8-12 FTUs 9 100 0 0 9 100
Tabel 3. Hubungan kehilangan gigi sebagian terhadap
status gizi di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pada penelitian diperoleh hasil bahwa
Binjai tahun 2020 berdasarkan jumlah gigi di rongga pada kelompok 1-9 gigi terdapat 30 responden
mulut dengan kualitas hidup buruk sebanyak 29
Jumlah Status Gizi responden (96,7%) dan sisanya memiliki
Gigi Non
Underweig Jumlah kualitas hidup sedang sebanyak 1 responden
yang Underweig
Ada ht (3,3%). Pada kelompok 10-19 gigi terdapat 16
ht
responden dengan kualitas hidup buruk 13
n % n % n %
responden (81,3%), sedang sebanyak 2
responden (12,5%) dan 1 responden dengan
1-9 kualitas hidup yang buruk (6,3%). Selanjutnya,
6 20 24 80 30 100 pada kelompok 20-28 gigi terdapat 21 responden
Gigi
10-19 dengan kualitas hidup sedang sebanyak 10
12 75 4 25 16 100
Gigi responden (47,6%), sebanyak 9 responden
20-28 (42,9%) memiliki kualitas hidup yang baik dan
21 100 0 0 21 100
Gigi sisanya, 2 responden (9,5%) memiliki kualitas
hidup buruk. Berdasarkan uji analisis statistik
Berdasarkan tabel 4 diperoleh bahwa pada diperoleh hasil yaitu terdapat hubungan
kelompok 0-4 FTUs terdapat 46 responden signifikan antara kehilangan gigi sebagian
memiliki status gizi underweight sebanyak 28 terhadap kualitas hidup di UPT Pelayanan Sosial
responden (60,8%) dan non underweight Lanjut Usia Binjai Tahun 2020 berdasarkan
sebanyak 18 responden (39,13%), kelompok 5-7 jumlah gigi yang ada di rongga mulut p=0,0001
FTUs berjumlah 12 responden dengan status gizi (p<0,05) (Tabel 5).
non underweight (100%) dan terdapat 9
responden yang memiliki status gizi non Tabel 5. Hubungan kehilangan gigi sebagian terhadap
underweight (100%) pada kelompok 8-12 FTUs. kualitas hidup di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia
Uji analisis statistik menunjukkan terdapat Binjai Tahun 2020 berdasarkan jumlah gigi di rongga
hubungan signifikan antara kehilangan gigi mulut
sebagian terhadap status gizi di UPT Pelayanan Jumlah Kualitas Hidup
Sosial Lanjut Usia Binjai tahun 2020 Gigi Jumlah
berdasarkan jumlah functional tooth units yang Buruk Sedang Baik
(FTUs) di rongga mulut p=0,0001 (p<0,05) Ada n % n % n % n %
(Tabel 4).
1-9 3 10
29 96.7 1 3.3 0 0
Gigi 0 0
10-19 1 10
13 81.3 2 12.5 1 6.3
Gigi 6 0
Kualitas Hidup
melaporkan bahwa 59,7% responden adalah
Jumlah perempuan.6 Ditinjau dari jenis kelamin, lanisa
Gigi Jumlah
yang Buruk Sedang Baik berjenis kelamin perempuan adalah yang
Ada tertinggi di Indonesia dengan persentase 8,2%
n % n % n % n % sedangkan laki-laki adalah 6,9% sehingga akan
20 -28 1 2 10 lebih mudah menemukan individu lansia
2 9.5 47.6 9 42.9
Gigi 0 1 0 berjenis kelamin perempuan daripada individu
lansia laki-laki.17
Jumlah responden pada kelompok 0-4 Kasus kehilangan gigi akan sangat
FTUs adalah 46 responden dengan kualitas berdampak pada seseorang yang sudah
hidup buruk sebanyak 39 responden (84,8%), menginjak usia dewasa dan lanjut usia.6 Lasia
sedang sebanyak 4 responden (8,7%) dan buruk adalah seseorang yang sudah menginjak usia 60
sebanyak 3 responden (6,5%). Pada kelompok 5- tahun ke atas.2 Hasil penelitian didapatkan
7 FTUs terdapat 12 responden dengan kualitas bahwa sebagian besar responden sebanyak 42
hidup sedang sebanyak 5 responden (41,7%), responden (64,2%) berada pada kelompok usia
buruk sebanyak 4 responden (33,3%) dan baik 60-69 tahun. Usia 60-69 tahun merupakan
sebanyak 3 responden (25%). Kelompok 8-14 kelompok lansia muda. Berdasarkan WHO, usia
FTUs dengan jumlah 9 responden dengan 60-69 tahun adalah golongan usia lanjut
kualitas hidup baik dan sedang masing-masing (elderly). Hasil yang sama ditemui pada
sebanyak 4 responden (44,4%) dan1 responden penelitian yang dilakukan oleh Wardhana dkk
(11,1%) dengan kualitas hidup yang buruk. (2015) yang melaporkan bahwa 70% lansia yang
Berdasarkan uji analisis statistik diperoleh hasil berasal dari Unit Rehabilitasi Sosial Pucang
yaitu terdapat hubungan signifikan antara Gading dan Panti Wredha Harapan Ibu
kehilangan gigi sebagian terhadap kualitas hidup Semarang berusia 60-75 tahun.18 Usia Harapan
di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai Hidup (UHH) yang menyebabkan proporsi
Tahun 2020 berdasarkan jumlah functional tooth populasi berusia lebih dari 60 tahun bertambah.
units (FTUs) di rongga mulut p=0,0001 (p<0,05) Hal ini sesuai dengan usia harapan hidup lansia
(Tabel 6). di Indonesia yang berada pada kisaran umur
70,2 tahun.19
Tabel 6. Hubungan kehilangan gigi sebagian terhadap Penelitian ini menunjukkan bahwa
kualitas hidup di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia
sebanyak 44,8% lansia memiliki 1-9 gigi.
Binjai Tahun 2020 berdasarkan jumlah functional
tooth units (ftus)
Persentase penelitian ini lebih tinggi bila
Kualitas Hidup
dibandingkan dengan penelitian Okamoto dkk di
Jumlah Jumlah
UK (2019) yang melaporkan sebanyak 24,9%
Functiona Buruk Sedang Baik lansia memiliki 1-9 gigi.20 Hal ini mungkin
l Tooth disebabkan oleh wilayah penelitian yang lebih
Units rendah bila dibandingkan dengan wilayah
(FTUs) n % n % n % n %
penelitian Okamoto dkk. Penelitian
menunjukkan sebanyak 68,7% lansia memiliki
0-4
FTUs 39 84.8 4 8.7 3 6.5 46 100 0-4 FTUs, 17,9% memiliki 5-7 FTUs dan
5-7 sebanyak 13,4% memiliki 8-12 FTUs di rongga
FTUs 4 33.3 5 41.7 3 25 12 100 mulutnya. Penelitian ini sama dengan penelitian
8-12 Adiatman dkk (2013) yang melaporkan bahwa
FTUs 1 11.1 4 44.4 4 44.4 9 100 sebanyak 68% lansia memiliki <6 FTUs.21
Jumlah gigi yang sedikit pada lansia mungkin
PEMBAHASAN disebabkan oleh adanya perubahan fisiologis
Hasil menunjukkan bahwa mayoritas pada proses penuaan jaringan yang
responden pada penelitian ini adalah perempuan mengakibatkan penyusutan tulang alveolar
sebanyak 45 responden (67,2%). Sesuai dengan sehingga gigi mudah tanggal dan buruknya
penelitian Rizkillah dkk (2019) yang kondisi kesehatan rongga mulut. Hal ini juga
dikaitkan dengan etiologi kehilangan gigi yaitu Lanjut Usia Binjai Tahun 2020 berdasarkan
karies, penyakit periodontal, trauma maupun jumlah gigi yang ada di rongga mulut p=0,0001
akibat kegagalan perawatan gigi. (p<0,05). Hasil penelitian Perera dkk (2012)
Berdasarkan status gizi, penelitian menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian
menunjukkan 58,2% lansia dengan status gizi ini, bahwa ada hubungan antara kehilangan gigi
non underweight. Hal ini sejalan dengan dengan status gizi pada lansia. Jumlah gigi yang
penelitian Sjahriani T dkk (2018) pada lansia tersisa berhubungan dengan berat badan yang
yang tinggal di UPTD Pelayanan Sosial Tresna kurang.16 Kondisi status gizi underweight pada
Werdha Natar Lampung, ia melaporkan bahwa lansia mungkin disebabkan oleh banyaknya gigi
sebanyak 58,2% lansia memiliki status gizi non yang hilang pada lansia. Penelitian menunjukkan
underweight.22 Hal ini mungkin disebabkan oleh bahwa sebanyak 80% lansia dengan 1-9 gigi di
responden yang berasal dari panti. Panti rongga mulutnya memiliki status gizi
memiliki pelayanan asuhan yang baik khususnya underweight dan 100% lansia dengan 20-28 gigi
mengenai pemenuhan kecukupan gizi lansia. di rongga mulutnya memiliki status gizi non
Para pengurus panti mempunyai cara pengaturan underweight. Jumlah gigi yang sedikit di rongga
konsumsi zat gizi dan pengadaan menu makanan mulut menyebabkan penurunan kemampuan
yang disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan mastikasi pada lansia. Penurunan kemampuan
masing-masing lansia sehingga lansia penghuni mastikasi ini akan memengaruhi selera makan
panti dapat mempunyai status gizi yang baik. dan kemampuan lansia dalam menghabiskan
Asupan energi berbanding lurus dengan massa makanan. Rendahnya asupan nutrisi
tubuh. Asupan gizi yang direkomendasikan oleh menyebabkan status gizi lansia menjadi buruk.
Kementerian Kesehatan RI untuk lansia yang Hal ini sesuai dengan penelitian Okamoto dkk
berusia 65–80 tahun adalah 1.900 kkal untuk (2019) yang menyatakan bahwa berkurangnya
lansia pria dan 1.550 kkal untuk lansia wanita. jumlah gigi di rongga mulut memiliki korelasi
Energi diperoleh dari lemak, karbohidrat dan signifikan dengan kemampuan mengunyah yang
protein.23 Menu makanan harian lansia di UPT juga berkurang. Lansia yang memiliki gigi
Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai sudah kurang dari 20 gigi mengalami gangguan,
cukup variatif dan sesuai dengan kebutuhan gizi keterbatasan dan rasa sakit pada saat berfungsi
lansia sebab diawasi oleh staf ahli gizi. Menu pada rongga mulut khususnya fungsi mastikasi.20
harian tersebut terdiri dari nasi lunak, lauk pauk Hsu dkk (2011) menyatakan bahwa jumlah gigi
dan sayur-sayuran yang berbeda setiap harinya. yang tersisa di rongga mulut berbanding lurus
Berdasarkan kualitas hidup, penelitian dengan kemampuan mastikasi lansia,
menunjukkan kelompok terbanyak adalah lansia kemampuan mastikasi yang buruk akan
memiliki kualitas hidup buruk sebesar 65,7%. mengakibatkan lansia hanya memilih makanan
Hal yang sama diperoleh dari penelitian tertentu yang akhirnya dapat memengaruhi
Adhiatman dkk (2018) yang melaporkan status gizinya.7
sebanyak 75,2% lansia memiliki kualitas hidup Penelitian ini menunjukkan bahwa ada
buruk.24 Namun, berbeda pada penelitian De hubungan yang signifikan antara kehilangan gigi
Andrade dkk (2012) melaporkan sebanyak sebagian terhadap status gizi di UPT Pelayanan
25,6% lansia memiliki kualitas hidup buruk.25 Sosial Lanjut Usia Binjai Tahun 2020
Hal ini mungkin dikarenakan subjek penelitian berdasarkan jumlah functional tooth units
memiliki rata-rata kehilangan gigi yang tinggi (FTUs) di rongga mulut p=0.0001 (p<0,05). Hal
namun tidak disertai dengan pemakaian gigi ini sesuai dengan penelitian Rizkillah dkk
tiruan sehingga menurunnya fungsi (2019) yang menyatakan bahwa ada hubungan
pengunyahan dan penelanan yang kemudian antara jumlah functional tooth units (FTUs)
dapat memengaruhi kualitas hidupnya. dengan status gizi.6 Penelitian menunjukkan
Secara garis besar, penelitian ini bahwa lansia dengan 0-4 FTUs dirongga
menunjukkan bahwa ada hubungan yang mulutnya memiliki status gizi underweight
signifikan antara kehilangan gigi sebagian (60,8%). Hilangnya kontak gigi posterior
terhadap status gizi di UPT Pelayanan Sosial berkontribusi pada pengurangan kekuatan
oklusal yang akan menghambat proses dengan gigi tiruan dalam waktu yang lama akan
penghalusan makanan dan mengganggu proses menyebabkan resorpsi tulang alveolar yang
mastikasi. Penurunan kemampuan mastikasi lama-kelamaan menyebabkan penurunan puncak
akan menyebabkan lansia memiliki status gizi tulang alveolar. Hal ini akan menimbulkan
yang buruk. Hal ini sesuai dengan penelitian ketidaknyamanan saat melakukan fungsi
Hsu dkk (2011) yang menyatakan bahwa mastikasi. Rasa sakit yang timbul akan
mempertahankan FTUs sangat penting untuk menyebabkan lansia sulit untuk menikmati
mempertahankan fungsi mastikasi.7 Indrasari waktu bersantap dengan keluarga dan rekan dan
dkk (2018) menyebutkan jumlah FTUs yang memengaruhi kehidupan sosial lansia dan
rendah berkaitan dengan gangguan kemampuan menyebabkan penurunan pada kualitas
mastikasi.9 Hal ini menunjukkan bahwa hidupnya. Rizkillah (2019) menyatakan bahwa
pemeliharaan FTUs sangat penting dalam terdapat hubungan yang kuat antara kehilangan
mempertahankan kemampuan mastikasi.8 gigi terhadap kualitas hidup. Semakin banyak
Kemampuan mastikasi yang buruk berhubungan jumlah gigi yang hilang maka kualitas hidup
dengan asupan nutrisi dan pemilihan makanan individu akan semakin menurun.6 Lansia harus
pada individu.Jumlah FTUs lebih akurat dalam memelihara giginya minimal memiliki 20 gigi
menggambarkan kemampuan mastikasi yang berfungsi agar kualitas hidupnya tetap
dibandingkan dengan jumlah gigi geligi karena baik.20
jumlah gigi asli dapat memberikan estimasi yang Penelitian ini menunjukkan bahwa ada
terlalu tinggi dari kemampuan pengunyahan hubungan yang signifikan antara kehilangan gigi
pada orang tertentu karena nilai tersebut tidak sebagian terhadap kualitas hidup di UPT
memperhitungkan fungsional dari gigi.9 Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai Tahun 2020
Penurunan kemampuan mastikasi akan berdasarkan jumlah functional tooth units
memengaruhi keinginan untuk menggigit, (FTUs) di rongga mulut p=0.0001 (p<0,05).
mengunyah dan menelan makanan yang akan Pernyataan tersebut senada dengan hasil
berakibat pada pola asupan nutrisi dan pemilihan penelitian Samnieng dkk (2016) memperoleh
makanan pada lansia. Lansia akan menghindari hasil bahwa FTUs memiliki hubungan dengan
mengonsumsi makanan yang berserat tinggi rendahnya kualitas hidup lansia. Banyaknya
seperti roti, buah-buahan, sayuran, daging dan jumlah FTUs berhubungan dengan kemampuan
kacang-kacangan. Situasi ini akan berujung pada mastikasi.11 Pada penelitian ini diperoleh hasil
kurangnya asupan nutrisi. Asupan nutrisi yang bahwa lansia dengan 0-4 FTUs di rongga
buruk dapat menyebabkan penurunan status gizi mulutnya sebagian besar memiliki kualitas hidup
pada lansia. yang buruk (84,8%). Hal ini dikarenakan
Secara garis besar, penelitian ini hilangnya kontak pada gigi posterior yang
menunjukkan bahwa ada hubungan yang berkontribusi pada pengurangan kekuatan
signifikan antara kehilangan gigi sebagian oklusal sehingga menurunkan kemampuan
terhadap kualitas hidup di UPT Pelayanan Sosial mastikasi. Keterbatasan saat mastikasi
Lanjut Usia Binjai Tahun 2020 berdasarkan menyebabkan lansia merasa hidupnya kurang
jumlah gigi yang ada di rongga mulut p=0,0001 memuaskan. Ketidakpuasan yang timbul akan
(p<0,05). Hal ini sejalan dengan penelitian berdampak pada ketidaknyamanan psikis dan
Rizkillah dkk (2019) yang menyatakan bahwa kecemasan pada lansia. Akibatnya, lansia
terdapat pengaruh kehilangan gigi terhadap cenderung menjadi sensitif dan terjadi
kualitas hidup pada pasien usia 45-65 tahun di penurunan pada kualitas hidupnya. Hsu dkk
Puskesmas wilayah Kota Cimahi. Banyaknya (2011) menyatakan bahwa mempertahankan 12
gigi yang tersisa berhubungan dengan kualitas FTUs sangat penting untuk mempertahankan
hidup.6 Penelitian menunjukkan sebanyak 96,7% fungsi mastikasi. Mempertahankan FTUs lebih
lansia dengan 1-9 gigi dirongga mulutnya penting daripada jumlah gigi geligi untuk
memiliki kualitas hidup yang buruk. Secara mempertahankan fungsi mastikasi.7
anatomis, kehilangan gigi yang tidak diganti
18. Wardhana GS, Baehaqi M, Amalina R. 22. Sjahriani T, Yulianti T. Hubungan pola
Pengaruh kehilangan gigi posterior makan dengan status gizi pada lansia di
terhadap kualitas hidup individu lanjut UPTD pelayanan Tresna Werdha Natar
usia: Studi terhadap individu lanjut usia di Lampung Selatan tahun 2018. J Ilmu
unit rehabilitasi sosial Pucang Gading dan Kedokt dan Kesehat. 2018;5(2):154–63.
Panti Wredha Harapan Ibu Semarang. 23. Supariasa. Penilaian status gizi. revisi.
Odonto Dent J. 2015;2(1):40–5. EGC, editor. Jakarta; 2014.
19. Setiawan GW, Wungouw HIS, 24. Adhiatman AAGW, Kusumadewi S,
Pangemanan DHC. Pengaruh senam Griadhi PA. Hubungan kehilangan gigi
bugar lanjut usia (lansia) terhadap kualitas dengan status gizi dan kualitas hidup
hidup penderita hipertensi. J e-biomedik. lansia di desa Penatahan Kecamatan
2014;1(2):760–4. Penebel Tabanan. ODONTO Dent J.
20. Okamoto N, Amano N, Nakamura T, 2018;5:145–51.
Yanagi M. Relationship between tooth 25. de Andrade FB, Lebrão ML, Santos JLF,
loss, low masticatory ability, and da Cruz Teixeira DS, de Oliveira Duarte
nutritional indices in the elderly: A cross- YA. Relationship between oral health-
sectional study. BMC Oral Health. related quality of life, oral health,
2019;19(1):110. Available from: socioeconomic, and general health factors
https://doi.org/10.1186/s12903-019-0778- in elderly Brazilians. J Am Geriatr Soc.
5 2012 Sep;60(9):1755–60. Available from:
21. Adiatman M, Ueno M, Ohnuki M, Hakuta https://doi.org/10.1111/j.1532-
C, Shinada K, Kawaguchi Y. Functional 5415.2012.04104.x
tooth units and nutritional status of older
people in care homes in Indonesia.
Gerodontology. 2013 Dec;30(4):262–9.
Available from:
https://doi.org/10.1111/j.1741-
2358.2012.00673.x
Cakradonya Dental Journal (CDJ) adalah jurnal ilmiah yang Pendahuluan (tanpa subjudul)
terbit dua kali setahun, Februari dan Agustus. Artikel yang Subjudul-subjudul sesuai kebutuhan
diterima CDJ akan dibahas para pakar dalam bidang keilmuan Penutup (kesimpulan dan saran)
yang sesuai (peer-review) bersama redaksi. Sekiranya peer- Daftar pustaka
review menyarankan adanya perubahan, maka penulis diberi 3. Laporan Kasus. Berisi artikel tentang kasus di klinik yang
kesempatan untuk memperbaikinya. cukup menarik, dan baik untuk disebarluaskan di kalangan
CDJ menerima artikel konseptual dari hasil penelitian original sejawat lainnya. Formatnya terdiri atas: Pendahuluan,
yang relevan dengan bidang kesehatan, kedokteran gigi dan Laporan kasus, Pembahasan dan Daftar pustaka.
kedokteran. CDJ juga menerima literature review, dan 4. Gambar dan tabel. Kirimkan gambar yang dibutuhkan
laporan kasus. bersama makalah. Tabel harus diketik 1 spasi.
5. Metode statistik. Jelaskan tentang metode statistik secara
Artikel yang dikirim adalah artikel yang belum pernah rinci pada bagian “metode”. Metode yang tidak lazim,
dipublikasi, untuk menghindari duplikasi CDJ tidak menerima ditulis secara rinci berikut rujukan metode tersebut.
artikel yang juga dikirim pada jurnal lain pada waktu 6. Judul ditulis dengan huruf besar 11 point, baik judul
singkat dengan jumlah maksimal 40 karakter termasuk
bersamaan untuk publikasi. Penulis memastikan bahwa seluruh
huruf dan spasi. Diletakkan di bagian tengah atas dari
penulis pembantu telah membaca dan menyetujui isi artikel.
halaman pertama. Subjudul dengan huruf 11 point dengan
huruf kapital.
1. Artikel Penelitian
7. Nama dan alamat penulis disertai pas photo. Nama penulis
Tatacara penulisan:
tanpa gelar dan alamat atau lembaga tempat bekerja ditulis
Judul dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
lengkap dan jelas. Alamat korespondensi, nomor telepon,
Abstrak dibuat dalam bahasa Indonesia & Inggris,
nomor facsimile, dan alamat e-mail. Pas photo terbaru
dalam bentuk tidak terstruktur dengan jumlah
ukuran 3x4.
maksimal 200 kata, harus mencerminkan isi artikel,
8. Ucapan terima kasih. Ucapan terima kasih hanya untuk
ringkas dan jelas, sehingga memungkinkan pembaca
para profesional yang membantu penyusunan naskah,
memahami tentang aspek baru atau penting tanpa
termasuk pemberi dukungan teknis, dana dan dukungan
harus membaca seluruh isi artikel. Diketik dengan
umum dari suatu institusi.
spasi tunggal satu kolom.
9. Daftar pustaka. Daftar pustaka ditulis sesuai dengan
Kata Kunci dicantumkan pada halaman yang sama
aturan penulisan Vancouver, yaitu diberi nomor urut
dengan abstrak. Pilih 3-5 buah kata yang dapat
sesuai dengan pemunculan dalam keseluruhan teks dan
membantu penyusunan indeks.
ditulis secara super script. Jumlah refernsi dalam Daftar
Artikel utama ditulis dengan huruf jenis Times New
pustaka minimal 10 referensi. Disebutkan 6 nama
Roman ukuran 11 poin, spasi satu. pengarang kemudian at al.
Artikel termasuk tabel, daftar pustaka, dan gambar
Contoh
harus diketik 1 spasi pada kertas dengan ukuran 21,5
- Jurnal: Hendarto H, Gray S. Surgical and non surgical
x 28 cm (kertas A4) dengan jarak dari tepi 2,5 cm,
intervation for speech rehabilitation in Parkinson
jumlah halaman maksimum 12. Setiap halaman diberi
nomor secara berurutan dimulai dari halaman judul disease. Med J Indonesia 2000; 9 (3): 168-74.
sampai halaman terakhir. - Buku: Lavelle CLB. Dental placque In Applied Oral
Laporan tentang penelitian pada manusia/hewan coba Physiology,2nd ed. London: Wright. 1988:93-5.
harus memperoleh persetujuan tertulis (signed - Book Section: Shklar G, Carranza FA. The Historical
informed consent) dan lolos etik (Ethical clearance) Background of Periodontology. In: Carranza's Clinical
Periodontology (Newman MG, Takei HH, Klokkevold
Sistematika penulisan artikel hasil penelitian, adalah
sebagai berikut: PR, Carranza FA, (Eds), 10th ed. St. Louis: Saunders
Judul Elsevier, 2006: 1-32.
Nama dan alamat penulis disertai pas photo - Website : Almas K. The antimicrobial effects of seven
Abstrak dalam bahasa Indonesia dan Inggris different types of Asian chewing sticks. Available in
Kata kunci http://www.santetropicale.com/resume/49604.pdf
Pendahuluan (tanpa subjudul, memuat latar Accessed on April, 2004.
belakang masalah dan sedikit tinjauan pustaka, dan 10. Artikel dikirim sebanyak 1 (satu) eksemplar, dalam
bentuk hard dan soft copy, tuliskan nama file dan program
masalah/tujuan penelitian).
yang digunakan, kirimkan paling lambat 2 (dua) bulan
Bahan dan Metode
sebelum bulan penerbitan kepada:
Hasil Ketua Dewan Penyunting
Pembahasan Cakradonya Dental Journal (CDJ)
Kesimpulan dan Saran Fakultas Kedokteran Gigi-Unsyiah
Daftar Pustaka. Darussalam Banda Aceh 23211
2. Tinjauan pustaka/artikel konseptual (setara hasil Telp/fax. 0651-7551843
penelitian) merupakan artikel review dari jurnal dan atau
11. Kepastian pemuatan atau penolakan artikel akan
buku mengenai ilmu kedokteran gigi, kedokteran dan
diberitahukan secara tertulis. Penulis yang artikelnya
kesehatan mutakhir memuat:
Judul dimuat mendapat imbalan berupa nomor bukti pemuatan
Nama penulis sebanyak 1 (satu) eksemplar. Artikel yang tidak dimuat
Abstrak dalam bahasa Indonesia dan Inggris tidak akan dikembalikan kecuali atas permintaan penulis.
Fakultas Kedokteran Gigi pISSN 2085.546X eISSN 2622-4720
Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh
Aceh-Indonesia
Telp.Fax/0651 7555183
E-mail: cdj.fkg@unsyiah.ac.id