Pelindung :
Prof. Dr. dr. H. Ruslan Muhyi, Sp. A (K)
(Dekan Fakultas Kedokteran Unlam)
Pembina :
Dr. dr. H. Zairin NH, Sp.OT (K), MM, SPINE, FICS
(Pembantu Dekan I - Fakultas Kedokteran Unlam)
dr. H. Syamsul Arifin, M.Pd
(Pembantu Dekan II - Fakultas Kedokteran Unlam)
dr. H. Iwan Aflanie, Sp.F, M.Kes
(Pembantu Dekan III - Fakultas Kedokteran Unlam)
Penasehat :
Dr. drg. H. RosihanAdhani, S.Sos., MS
(Ketua Program Studi Kedokteran Gigi - Fakultas Kedokteran Unlam)
Ketua :
drg. Maharani Laillyza Apriasari, Sp.PM
(Program Studi Kedokteran Gigi - Fakultas Kedokteran Unlam)
Sekretaris :
drg. Nurdiana Dewi, M.D.Sc
(Program Studi Kedokteran Gigi - Fakultas Kedokteran Unlam)
Penyunting :
drg. Maharani L.A., Sp.PM (Oral Medicine - Fakultas Kedokteran Unlam); drg. Didit
Aspriyanto (Pedodonsia - Fakultas Kedokteran Unlam); drg. Amy Nindia C. (Biologi Oral -
Fakultas Kedokteran Unlam); drg. Nurdiana Dewi, M.D.Sc. (Biologi Oral - Fakultas
Kedokteran Unlam); drg. Deby Kania T.P. (Konservasi - Fakultas Kedokteran Unlam); drg.
M.Y. Ichrom N., Sp KG (Konservasi - Fakultas Kedokteran Unlam); drg. Bayu Indra
Sukmana (Bedah Mulut - Fakultas Kedokteran Unlam); drg. Widodo (Ortodonsia - Fakultas
Kedokteran Unlam); drg. Fajar D.K., Sp Orto (Ortodonsia - Fakultas Kedokteran Unlam);
Dr. drg. H. Rosihan Adhani, MS (Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat - Fakultas Kedokteran
Unlam); drg. Cholil, M.Kes.M.M (Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat - Fakultas Kedokteran
Unlam); drg. Debby Saputera, Sp. Prosto (Prostodonsia - Radiologi - Fakultas Kedokteran
Unlam); drg. I Wayan Arya K.F (Prostodonsia - Radiologi - Fakultas Kedokteran Unlam) ;
drg. Beta Widya Oktiani (Periodonsia - Fakultas Kedokteran Unlam)
Administratif :
Hastin Atas Asih, AMKg
(Program Studi Kedokteran Gigi - Fakultas Kedokteran Unlam)
Vol II. No 1. Maret 2014 ISSN : 2337-5310
DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
DAFTAR ISI
DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 1. Maret 2014
Laporan Penelitian
ABSTRACT
Background: Researches had shown that noni extract (Morinda citrifolia Liin) 100% b/v had antibacterial
effect against Streptococcus mutans because it contains flavonoid. These day, the therapies that have been given
to reduce the colonies of Streptococcus mutans in oral cavity, one of that is Povidone iodine 1%. Purpose: The
aim of this research was to prove the bactericidal effect of noni extract (Morinda citrifolia Liin) 100% b/v equal
to Povidone iodine 1% against Streptococcus mutans in vitro. Methods: This research was an experimental
method laboratory (true experimental), with a post-test only design, using a completely randomized design,
consisting of four treatments: noni extract (Morinda citrifolia Liin) 100% b/v, Povidone iodine 1%, positive
control (ethanol) and negative control (aquadest). Each treatment be repeated 7 times. The rated bactericidal
effect of the inhibition zone formed on Muller Hinton media with diffusion method. Results: One Way ANOVA
test showed that inhibition zone had a significant difference, noni extract (Morinda cirifolia Liin) 100% with a
mean inhibition zone of 13,71 mm and Povidone iodine 1% with a mean inhibition zone of 9,71 mm.
Conclusion: Noni extract (Morinda citrifolia Liin) 100% had bactericidal effect higher than Povidone iodine
1% against Streptococcus mutans in vitro.
Keywords: Bacterisidal effect, noni extract (Morinda citrifolia Liin) 100%, Povidone iodine 1%, Streptococcus
mutans.
ABSTRAK
Latar Belakang: Penelitian telah membuktikan bahwa ekstrak mengkudu (Morinda citrifolia Liin) 100%
berat/volume (b/v) memiliki efek bakterisidal terhadap Streptococcus mutans karena mengandung flavonoid.
Terapi yang selama ini diberikan untuk mengurangi koloni Streptococcus mutans dalam rongga mulut, salah
satunya adalah Povidone iodine 1%. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan efek bakterisidal
ekstrak mengkudu (Morinda citrifolia Liin) 100% b/v setara dengan Povidone iodine 1% dalam membunuh
pertumbuhan Streptococcus mutans in vitro. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental
laboratorik murni (true experimental), dengan post-test only design, menggunakan rancangan acak lengkap
terdiri dari 4 perlakuan, antara lain: ekstrak mengkudu (Morinda citrifolia Liin) 100% b/v, Povidone iodine 1%,
kontrol positif (etanol) dan kontrol negatif (akuades). Masing-masing perlakuan dilakukan pengulangan
sebanyak 7 kali. Efek bakterisidal dinilai dari zona hambat yang terbentuk pada media Muller Hinton dengan
metode difusi. Hasil: Uji One-Way ANOVA menunjukkan bahwa zona hambat memiliki perbedaan yang
bermakna, ekstrak mengkudu (Morinda citrifolia Liin) 100% memiliki efek bakterisidal terhadap Streptococcus
mutans dengan rata-rata zona hambat sebesar 13,71 mm dan Povidone iodine 1% dengan rata-rata zona
hambat sebesar 9,71 mm. Kesimpulan: Ekstrak mengkudu (Morinda citrifolia Liin) 100% memiliki efek
bakterisidal lebih tinggi dibandingkan Povidone iodine 1% terhadap Streptococcus mutans in vitro.
Kata kunci: efek bakterisidal, ekstrak mengkudu (Morinda citrifolia Liin) 100%, Povidone iodine 1%,
Streptococcus mutans.
Korespondensi: Nur Rifdayani, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung
Mangkurat, Jalan Veteran 128 B, Banjarmasin, KalSel, email: if_rifd@ymail.com
Rifdayani : Perbandingan Efek Bakterisidal Ekstrak Mengkudu 2
PEMBAHASAN
Zona Hambat (mm) dari Setiap
Perlakuan Ekstrak mengkudu (Morinda citrifolia Liin)
100% b/v memiliki efek bakterisidal terhadap
Ekstrak Streptococcus mutans dengan rata-rata zona hambat
Mengkudu 100% sebesar 13,71 mm, sedangkan Povidone iodine 1%
4,85 0 sebesar 9,71 mm. Zona hambat pada ekstrak
Povidone iodine mengkudu (Morinda citrifolia Liin) 100% lebih
13,71 1% tinggi dibandingkan Povidone iodine 1% secara
9,71 signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak
Kontrol (+) mengkudu (Morinda citrifolia Liin) 100% lebih
baik dibandingkan Povidone iodine 1% dalam
membunuh pertumbuhan Streptococcus mutans.
Kontrol (-) Perlakuan Povidone iodine 1% memberikan
efek rata-rata zona hambat sebesar 9,71 mm
terhadap Streptococcus mutans. Hal ini dapat
membuktikan bahwa Povidone iodine 1% sebagai
obat kumur mempunyai sifat bakterisidal terhadap
Gambar 1. Zona Hambat (mm) dari Streptococcus mutans sebagai salah satu bakteri
Setiap Perlakuan utama penyebab karies gigi. Povidone iodine dalam
kedokteran gigi biasanya digunakan sebagai obat
Gambar 1 menunjukkan bahwa terdapat kumur yang mampu mengurangi jumlah
variasi zona hambat yang terbentuk dari masing- mikroorganisme di dalam rongga mulut. Cara kerja
masing kelompok perlakuan. Perlakuan ekstrak Povidone iodine terkait dengan kandungan iodine
mengkudu (Morinda citrifolia Liin) 100% b/v yang mampu dengan cepat berkontak langsung
memperlihatkan rata-rata zona hambat sebesar terhadap permukaan sel bakteri yang
13,71 mm dan Povidone iodine 1% sebesar 9,71 mengakibatkan hilangnya materi sitoplasmik dan
mm. Kontrol positif (etanol) memiliki rata-rata deaktivasi enzim sehingga terjadi kerusakan
zona hambat sebesar 4,85 mm dan kontrol negatif struktur dan fungsi sel bakteri.27 Povidone iodine
(akuades) sebesar 0 mm. bereaksi kuat dengan ikatan rangkap dari asam
Masing-masing perlakuan dilakukan uji lemak tak jenuh dalam dinding sel bakteri dan
normalitas Shapiro-Wilk karena jumlah data kurang membran organel bakteri yang menyebabkan
dari 50 buah, untuk mengetahui sebaran data pembentukan pori permanen dan lisisnya sel
penelitian pada tingkat kepercayaan 95% (p > bakteri.24
0,05). Hasil uji normalitas memperlihatkan sebaran Perlakuan ekstrak mengkudu (Morinda
data yang normal, yaitu nilai signifikasi (p) pada citrifolia Liin) 100% b/v dalam penelitian ini
kelompok perlakuan ekstrak mengkudu (Morinda menunjukkan efek bakterisidal terhadap
citrifolia Liin) 100% b/v adalah 0,064 dan Povidone Streptococcus mutans dengan menghasilkan rata-
iodine 1% adalah 0,099. Sedangkan nilai signifikasi rata zona hambat sebesar 13,71 mm. Hasil
(p) kontrol positif (etanol) adalah 0,099 dan kontrol penelitian tersebut sesuai dengan hasil penelitian
negatif (akuades) adalah konstan. Data penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Dharmawati (2011),
selanjutnya diuji homogenitas data menggunakan yaitu ekstrak mengkudu (Morinda citrifolia Liin)
uji varians Levene’s test (α = 0,05). Hasil uji 100% memiliki daya hambat kuat terhadap
homogenitas menunjukkan varians data yang tidak pertumbuhan Streptococcus mutans.14
homogen dengan nilai signifikasi sebesar 0,003 Mengkudu dikenal sebagai anti bakteri, anti
(Sig. < 0,05), sehingga perlu dilakukan transformasi virus, anti jamur, anti tumor, anti inflamasi,
data. Hasil transformasi data menunjukkan varians anthelmintic, memiliki efek anti TBC, analgesik,
data homogen dengan nilai signifikasi sebesar hipotensif, dan aktivitas imunologinya dapat
0,249 (Sig. > 0,05). meningkatkan kekebalan tubuh.16 Beberapa jenis
Masing-masing perlakuan dilakukan uji One senyawa fitokimia dalam buah mengkudu adalah
Way ANOVA dengan tingkat kepercayaan 95% (α = acubin, alizarin, antraquinon. xeronine,
0,05) untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan proxeronine, saponin, minyak atsiri, dan alkaloid.
penyebaran data. Syarat digunakannya uji One Way Acubin, alizarin, dan antrakuinon terbukti
ANOVA adalah data yang terdistribusi normal dan mempunyai aktivitas anti bakteri terhadap P.
homogen.30 Hasil uji One Way ANOVA didapatkan aeruginosa, Proteus morgaii, Straphylococcus
nilai p = 0,000 (p < 0,05), yang berarti terdapat aerus, Bacillus subtilis, E. Coli, Salmonella, dan
perbedaan bermakna antara kelompok perlakuan. Shigela.15 Mengkudu terdiri dari berbagai zat
nutrisi seperti protein, vitamin, dan mineral penting.
Salah satunya adalah selenium yang memiliki efek
anti oksidan. Kandungan lainnya, terpenoid
5 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 1- 6
berguna untuk membantu proses sintesis organik Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
dan pemulihan sel-sel tubuh. Asam Karbonat mengetahui efek bakterisidal ekstrak mengkudu
merupakan sumber vitamin C dan anti oksidan, juga (Morinda citrifolia Liin) pada konsentrasi lain
berperan dalam mekanisme pertahanan terhadap terhadap Streptococcus mutans dibandingkan
mikroorganisme. Mengkudu juga mengandung dengan Povidone iodine 1%. Penelitian selanjutnya
scolopetin yang efektif sebagai unsur anti juga dapat diarahkan untuk mengetahui metode
peradangan dan anti alergi.14,15,31 ekstraksi lain yang lebih sederhana dan dapat
Mengkudu mengandung senyawa fenolik, menyaring lebih banyak komponen zat aktif dari
yaitu tannin dan flavonoid yang merupakan anti buah mengkudu untuk membunuh pertumbuhan
oksidan primer. Mekanisme tannin sebagai anti Streptococcus mutans. Perlu dilakukan penelitian
bakteri belum diketahui secara pasti, tapi mengenai efek samping dari penggunaan ekstrak
diperkirakan berkaitan dengan kemampuannya mengkudu (Morinda citrifolia Liin) 100% terhadap
menghentikan sintesis glukan oleh Streptococcus rongga mulut.
mutans.32 Ferrazano et al (2011), melaporkan
bahwa anti bakteri tannin berinteraksi secara DAFTAR PUSTAKA
langsung dengan membran protein bakteri sehingga
menghambat perlekatan sel bakteri pada permukaan 1. Badan Penelitian dan Pengembangan
gigi dan menghambat kerja enzim Kesehatan Republik Indonesia. Riset
glukosiltranferase dan amilase yang dihasilkan oleh kesehatan dasar 2007. Jakarta: Badan
Streptococcus mutans.33 Berdasarkan penelitian Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Dewi (2010), dilaporkan bahwa aktivitas antibakteri Republik Indonesia; 2008. p. 142.
flavonoid pada buah mengkudu cenderung lebih 2. Imaculata R, Tedjosasongko U, Cornelia S.
aktif membunuh bakteri Gram positif, seperti Pemberian minyak wijen (Sesamum
Streptococcus mutans. Kandungan senyawa aktif indicum, L) terhadap Streptococcus mutans
flavonoid pada ekstrak mengkudu bersifat polar (in vitro). Indonesian Pediatric Dental
sehingga lebih mudah menembus lapisan Journal 2010; 2(3): 2.
peptidoglikan yang juga bersifat polar pada bakteri 3. Dharsono VA, Mooduto L, Prasetyo EP.
Gram positif.18 Dinding sel bakteri Gram positif Perbedaan jumlah koloni Streptococcus
mengandung polisakarida (asam terikoat) mutans pada saliva penderita pria dan wanita
merupakan polimer yang larut dalam air berfungsi dengan karies tinggi. Conservative Dentistry
sebagai transfor ion positif. Sifat larut inilah yang Journal 2013; 3(1): 2.
menunjukkan bahwa dinding sel bakteri Gram 4. Sumono A, Wulan A. Kemampuan air
positif bersifat lebih polar. Mekanisme kerja rebusan daun salam (Eugenia polyantha W)
flavonoid sebagai bakterisidal terhadap dalam menurunkan jumlah koloni bakteri
pertumbuhan Streptococcus mutans yaitu Streptococcus sp. Majalah Farmasi
mengganggu fungsi dinding sel sebagai pelindung Indonesia 2009; 20(3): 112-113.
dari lisis osmotik sehingga berakibat pada kematian 5. Primalia DR, Yuliati A, Soebagio.
sel bakteri.18 Perlekatan Streptococcus mutans pada
Adapun keterbatasan penelitian ini, yaitu semen hibrid ionomer setelah direndam
peneliti hanya menggunakan ekstrak mengkudu dalam larutan antiseptik. Material Dental
(Morinda citrifolia Liin) 100% dan belum Journal 2009; 1(1): 1.
mengetahui konsentrasi optimum ekstrak 6. Apriasari ML. Uji bakteriosid ekstrak daun
mengkudu (Morinda citrifolia Liin) yang paling sirih 35% terhadap Streptococcus viridans
efektif membunuh Streptococcus mutans pada stomatitis aftosa rekuren dan patch test
dibandingkan dengan Povidone iodine 1%. Peneliti dengan ekstrak daun sirih 35%. Karya Tulis
menggunakan metode ekstraksi maserasi dengan Akhir. Surabaya: Program Pendidikan
pelarut etanol untuk menyaring zat aktif dari buah Dokter Gigi Spesialis Bidang Studi Ilmu
mengkudu dan belum mengetahui metode ektraksi Penyakit Mulut Universitas Airlangga; 2010.
lain yang dapat digunakan. Penelitian ini dilakukan p. 15.
secara in vitro, sehingga peneliti belum mengetahui 7. Kumar S, Babu R, Reddy J, Uttam.
efek samping dari penggunaan antiseptik oral Povidone iodine–revisited. Indian Journal of
dengan bahan herbal ekstrak mengkudu (Morinda Dental Advancements 2011; 3(3): 617-619.
citrifolia Liin) 100% terhadap rongga mulut. 8. Andini AR. Pengaruh pemberian Povidone
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan iodine 1% sebagai oral hygiene terhadap
dapat diambil kesimpulan bahwa ekstrak mengkudu jumlah bakteri orofaring pada penderita
(Morinda citrifolia Liin) 100% memiliki efek dengan ventilator mekanik. Jurnal Media
bakterisidal yang lebih tinggi dibandingkan Medika Muda 2012; 1(1): 13-14.
Povidone iodine 1% terhadap Streptococcus mutans 9. Victor BC, Indrawati R, Sidarningsih.
secara in vitro. Perbedaan daya hambat obat kumur ekstrak
teh hijau (Camellia sinensis) dan metil
Rifdayani : Perbandingan Efek Bakterisidal Ekstrak Mengkudu 6
DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 1. Maret 2014
Laporan Penelitian
ABSTRACT
Background: The aging process decreased function of organs and other physical changes. One of the
changes that occur in the elderly as a result of the decline in organ function and decreased cell function is a
change in the oral mucosa such as the mucosa looks slick shiny (no stipling on the gingiva), pale, dry, easily
irritated, bleeding and swelling. Purpose: The purpose of this study was to determine the clinical features of
oral mucosal abnormalities in the elderly in Tresna Werdha Budi Sejahtera Nursing Home Banjarbaru.
Methods: This study was descriptive observational with descriptive analysis. Samples were taken by using
purposive sampling technique as many as 56 elderly. The data were obtained by direct interview and clinical
examination using a dental mirror. Results: The results showed that the clinical features of oral mucosal
abnormalities were found fissured tongue, coated tongue, xerostomia, geographic tongue, sublingual
varikositis, angular chelitis, and denture hyperplasia. The most commonly clinical features of oral mucosal
abnormalities were fissured tongue (51.78%) and coated tongue (48.21%). Conclusion: Based on the research
conducted, it was concluded that the clinical features of oral mucosal abnormalities most commonly found in the
elderly in Tresna Werdha Budi Sejahtera Nursing Home Banjarbaru was fissured tongue.
Key words: clinical features of mucosal abnormalities, elderly, Tresna Werdha Budi Sejahtera Nursing Home
Banjarbaru
ABSTRAK
Latar belakang : Pada proses penuaan terjadi penurunan fungsi organ tubuh dan berbagai perubahan
fisik lainnya. Salah satu perubahan yang terjadi pada lansia akibat dari penurunan fungsi organ tubuh dan
penurunan fungsi sel adalah perubahan pada rongga mulut seperti mukosa tampak licin mengkilap (tidak ada
stipling pada gingiva), pucat, kering, mudah mengalami iritasi, perdarahan dan pembengkakan. Tujuan:
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran klinis kelainan mukosa rongga mulut pada lansia di Panti
Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
observasional. Sampel diambil dengan menggunakan metode purposive sampling sebanyak 56 lansia. Data
diperoleh dengan cara melakukan wawancara langsung dan pemeriksaan klinis dengan menggunakan kaca
mulut. Data dianalisis menggunakan analisis deskriptif. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran
klinis kelainan mukosa rongga mulut yang ditemukan pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Sejahtera Banjarbaru adalah fissured tongue, coated tongue, xerostomia, geographic tongue, sublingual
varikositis, angular chelitis, and denture hiperplasia. Gambaran klinis kelainan mukosa rongga mulut yang
paling banyak ditemukan adalah fissured tongue (51,78%) dan coated tongue (48,21%). Kesimpulan:
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa gambaran klinis kelainan mukosa
rongga mulut yang paling banyak ditemukan pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera
Banjarbaru adalah fissured tongue.
Kata kunci: gambaran klinis kelainan mukosa, lansia, Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru
Korespondensi : Ayu Asih P., Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung
Mangkurat. Jalan Veteran Banjarmasinn 128 B Kalsel, ayu_pertiwi29@yahoo.co.id
Asih P : Gambaran Klinis Kelainan Mukosa Rongga Mulut Pada Lansia 8
Jumlah
tua (old) 15 orang, 4 orang laki-laki dan 11 orang 25
perempuan, sedangkan untuk kelompok usia sangat 20
tua (very old) berjumlah 3 orang semuanya 15
perempuan. 10 6
3 3 3 1
Pada penelitian ini, didapatkan dari 56 orang 5
0
lansia yang diperiksa 47 orang diantaranya
(83,92%) memiliki kelainan mukosa rongga mulut.
Kelainan mukosa rongga mulut pada lansia yang
terbanyak terjadi pada lidah, yaitu fissured tongue
dialami 29 orang (51,78%), diikuti coated tongue
dialami 27 orang (48,21%) dan yang paling sedikit
ditemukan kelainan mukosa rongga mulut pada
lansia adalah denture hyperplasia dialami 1 orang Kelainan Mukosa Rongga Mulut
(1,78%).
Gambar 3. Diagram gambaran klinis kelainan
mukosa rongga mulut pada lansia di Panti Sosial
Tresna Werda Budi Sejahtera Banjarbaru
PEMBAHASAN
penurunan senstivitas mukosa rongga mulut menyusui, persepsi sensasi rasa, termasuk
terhadap iritasi.10 perubahan termal, rangsangan rasa sakit, serta
Menurut Cebeci, dkk prevalensi kelainan membantu dalam perkembangan rahang.16
mukosa rongga mulut lebih banyak ditemukan pada Kelainan pada lidah memiliki proporsi yang
lansia dibandingkan dengan orang yang lebih muda, cukup besar dari kelainan mukosa yang lain.
meskipun usia bukan merupakan faktor utama Penelitian epidemiologi telah menunjukkan tingkat
penyebab terjadinya kelainan mukosa rongga prevalensi yang bervariasi di berbagai belahan
mulut.12 Adanya kebiasan seperti merokok, dan dunia. Diduga perbedaan dalam tingkat prevalensi
menyirih juga dapat berpengaruh dalam timbulnya berhubungan dengan etnis atau faktor ras,
kelainan mukosa rongga mulut. Kebiasaan merokok kebiasaan merokok dan perbedaan gender antara
yang sering dilakukan lansia dimasa lalunya dapat populasi yang diteliti, di samping status kesehatan
mempengaruhi fungsi aliran saliva sehingga umum dan kriteria diagnostik yang digunakan di
menyebabkan xerostomia, hal ini terjadi karena setiap penelitian. Lesi pada lidah dilaporkkan lebih
interaksi antara asap rokok dan aliran saliva umum terjadi pada orang yang memiliki penyakit
sehingga aliran saliva menjadi berkurang.13 hematologis, diabetes mellitus, dermatologis dan
Kelainan mukosa rongga mulut yang beberapa penyakit gastrointestinal.16,17
terbanyak ditemukan adalah fissured tongue Berdasarkan penelitian ini didapat bahwa
(51,78%) dan coated tongue (48,21%). Jumlah perempuan lebih banyak memiliki jumlah kelainan
kelainan mukosa rongga mulut yang banyak mukosa rongga mulut dibandingkan dengan laki-
ditemukan pada lansia berjumlah 1 kelainan laki, dan jenis kelainan mukosa rongga mulut yang
mukosa rongga mulut, ditemukan pada 27 orang banyak dialami oleh perempuan adalah fissured
lansia atau (48,21%). Hasil penelitian ini berbeda tongue. Hasil penelitian ini serupa dengan hasil
bila dibandingkan dengan hasil penelitian yang yang diperoleh Cebeci et al yang menyatakan
dilakukan oleh Mayvira S di Medan yang bahwa fissured tongue lebih banyak dialami oleh
menemukan bahwa dari 100 orang lansia yang perempuan dibandingkan laki-laki.12 Dari berbagai
diperiksa seluruhnya menunjukan adanya kelainan penelitian ada yang menyebutkan bahwa fissured
mukosa rongga mulut, dan kelainan mukosa tongue banyak di alami oleh laki-laki dan ada juga
rongga mulut yang paling banyak dijumpai pada yang menyebutkan bahwa perempuan lebih banyak
lansia adalah pigmentasi sebesar 77% dan mengalami kelainan tersebut. Contohnya penelitian
sublingual varikositis sebesar 76%.6 Diduga yang dilakukan oleh Jainkittivong tentang lesi pada
perbedaan ini karena kebiasaan dari lansia di panti lidah yang menyebutkan bahwa laki-laki lebih
jompo tersebut yang memiliki kebiasaan merokok banyak mengalami fissured tongue dan kelainan
cukup tinggi yang dapat menyebabkan persentase lidah lain nya di bandingkan perempuan, sedangkan
pigmentasi jauh lebih tinggi. penelitian yang dilakukan oleh Al Mobeeriek dan
Penyebab banyaknya fissured tongue yang di Aldosari menemukan bahwa fissured tongue lebih
alami oleh lansia selain di duga dikarenakan banyak pada wanita. Sebenarnya untuk kasus
pertambahnya usia, termasuk juga adanya faktor fissured tongue tidak ada perbedaan jenis kelamin
hiposalivasi, diabetes melitus, kandidiasis dan yang signifikan, untuk kemungkinan terjadi
kekurangan vitamin B, yang dapat berkontribusi kelainan tersebut.18,19,20
dalam perkembangan fissured tongue. Fissured Kasus keganasan tidak dijumpai dalam
tongue umumnya terjadi pada penderita sindrom penelitian ini, karena penelitian ini hanya dilakukan
down, acromegaly, psoriasis, sindrom sjögren dan dengan menggunakan pemeriksaan klinis saja.
sindrom Melkersson - Rosenthal yang ditandai oleh Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
fissuring parah, edema orofacial dan kelumpuhan Cebeci dan Mujica yang menemukan lesi-lesi
saraf wajah. Sebagian besar penderita fissured keganasan seperti squamous sel karsinoma,
tongue tidak mengalami gejala, namun gejala adenokarsinoma dan leukoplakia dengan prevalensi
seperti nyeri saat makan asam dan minum dapat yang cukup rendah.12,14 Hasil penelitian ini juga
terjadi jika celah fissured dalam. Celah tersebut menemukan bahwa pada 9 orang lansia atau
dapat berperan sebagai tempat penumpukan partikel (16,07%) tidak ditemukan adanya kelainan mukosa
makanan dan bakteri yang dapat menyebabkan rongga mulut. Hal ini disebabkan karena penuaan
peradangan di lidah.15,16 bukan merupakan satu-satunya faktor penyebab
Lokasi kelainan mukosa rongga mulut yang terjadinya kelainan mukosa rongga mulut, tetapi
terbanyak dijumpai adanya kelainan pada penelitian ada faktor lain yang dapat mempengaruhi
ini adalah di lidah sebesar 78,57%. Hasil ini sama timbulnya kelainan mukosa rongga mulut seperti
seperti penelitian yang dilakukan oleh Mayvira S di trauma, efek obat, kebersihan rongga mulut,
Medan yang menemukan bahwa lokasi terbanyak budaya, sosial ekonomi, dan tingkat pengetahuan.14
dari kelainan mukosa rongga mulut adalah pada Fissured tongue adalah suatu keadaan variasi
lidah.6 Pada dasarnya lidah adalah organ kompleks, dari anatomi lidah normal yang terdiri atas fisura
otot yang ditutupi oleh epitel dan melakukan garis tengah, fisura ganda atau multiple pada
banyak fungsi seperti berbicara, menelan, permukaan lidah yang membujur dari depan ke
11 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 7- 12
belakang dan memiliki berbagai pola. Adanya celah kualitas hidup pada lanjut usia. Jakarta: FK
fisur tersebut dapat menyebabkan peradangan Universitas Trisakti; 2007;26(4): 188.
sekunder dan halitosis sebagai akibat dari 5. Mozafari PM, Dalirsani Z, Delavarian Z,
penumpukan makanan, sehingga dianjurkan untuk Amirchaghmaghi M, Shakeri, Esfandyari A,
selalu menjaga kebersihan lidah.11 et al. Prevalence of oral mucosal lesion in
Coated tongue adalah suatu keadaan dimana institutionalized elderly people in Mashhad
permukaan lidah terlihat berwarna putih atau Northeast Iran. Gerodontology. 2011;1-3.
berwarna lain yang merupakan tumpukan dari 6. Mayvira S. Prevalensi dan distribusi lesi-lesi
debris, sisa-sisa makanan dan mikroorganisme yang mukosa mulut pada manusia lanjut usia di
terdapat pada permukaan dorsal lidah.12 Panti Jompo Abdi Darma Asih Binjai
Dari hasil penelitian ini ditemukan beberapa Sumatera Utara [skripsi]. Medan: FKG
kelainan rongga mulut yang persentasenya lebih Universitas Sumatera Utara; 2009.
tinggi dibandingkan dengan penelitian Cebeci di 7. Stanley M, Beare P G. Buku ajar
Turki terutama untuk kelainan pada lidah yaitu keperawatan gerontik. 2th ed. Jakarta: EGC;
coated tongue sebesar 2,1%, fissured tongue 1%, 2006. p. 11-17.
geographic tongue 0,3%.12 Dari perbandingan ini 8. Sue E M. Gerontologic nursing founth
dapat terlihat bahwa angka kejadian kelainan edition. 4th ed. America: Elseviar Mosby;
mukosa rongga mulut pada lansia di Panti Sosial 2011. p.19.
Tresna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru cukup 9. Arina YMD. Pengaruh aging terhadap
tinggi. Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya sistem imun. JKM. 2003;3(1): 54-56.
menjaga kebersihan rongga mulut dan kurangnya 10. Barnes IE, Angus W. Perawatan gigi terpadu
pengetahuan mengenai cara menjaga kesehatan untuk lansia. Jakarta: EGC; 2006. p. 43-53.
rongga mulut. 11. Pindborg J.J. Atlas penyakit mukosa mulut.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat Jakarta: Binarupa Aksara; 2009. p. 58 – 222.
disimpulkan bahwa gambaran klinis kelainan 12. Cebeci ARI, Gulsahi A, Kamburoglu K,
mukosa rongga mulut yang didapat di Panti Sosial Orhan BK, Oztas B. Prevalence and
Tresna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru adalah distribution of oral mucosal lesions in an
fissured tongue, coated tongue, xerostomia, adult Turkish population. Med Oral Pato.
geographic tongue, sublingual varikositis, angular 2009;1;14 (6):E272-7.
chelitis, dan denture hiperplasia. Kelainan mukosa 13. Thomson WM, Lawrence HP, Broadbent
rongga mulut yang paling banyak ditemukan adalah JM, Poulton R. The impact of xerostomia on
fissured tongue (51,78%) dan coated tongue oral health–related quality of life among
(48,21%). younger adults. Health Qual Life Outcomes.
Data penelitian ini hendaknya memotivasi 2006;4:86.
pengurus Panti Sosial Tresna Werdha Budi 14. Mujica V, Rivera H, Carrero M. Prevalence
Sejahtera Banjarbaru agar dapat menghimbau para of oral soft tissue lesion in an elderly
penghuni panti untuk lebih menjaga dan Venezuelan population. Med Oral Pato.
memperhatikan kesehatan gigi dan mulut, serta 2008;1;3(5):E270-4.
diharapkan dapat bekerjasama dengan dokter gigi 15. Patil S, Kaswan S, Rahman F, Doni B.
atau tenaga medis daerah setempat dalam rangka Prevalence of tongue lesions in the Indian
meningkatkan kesehatan rongga mulut lansia. Hal population. J Clin Exp Dent. 2013;5(3):E
ini diharapkan dapat menurunkan terjadinya 128-32.
kelainan mukosa rongga mulut pada lansia. 16. Byahati SM, Ingafou MS. The prevalence of
tongue lesions in Libyan adult patients. J
Clin Exp Dent. 2010;2(4):E 163-8.
DAFTAR PUSTAKA 17. Darwazeh AM, Almelaih AA. Tongue lesion
in a Jordanian population. Prevalence,
1. Hendrizal. Lansia dan agenda ke depan. symptoms, subject’s knowledge and
Harian umum pelita [internet]. 2008 [akses tretment provided. Med Oral Pato.
2013 Mar 8]; Available from: 2011;16(6):E 745-9.
http://www.pelita.or.id/baca.php/id=45106 18. Gaphor SM, Abdullah MJ. Prevalence sex
2. Prawirno MD. Usia harapan hidup distribution of oral lesions in patients
bertambah panjang. Ed 137. Jakarta: attending an oral diagnosis clinic in
Gemari; 2012. p. 56. Sulaimani University. J Bagh College Den.
3. Sumarno S, Naenggolan T, Gunawan, Mumi 2011;23(3):67-69.
R. Evaluasi program jaminan sosial lanjut 19. Jainkittivong A, Aneksuk V, Langlais RP.
usia (JSLU). Jakarta: P3KS Press (Anggota Tongue lesions: prevalence and association
IKAPI); 2011. p. 16 – 27. with gender, age and health-affected
4. Wangsarahardja K, Olly VD, Eddy K. behaviors. Cu Dent J. 2007;30:269-78.
Hubungan status kesehatan mulut dan
Asih P : Gambaran Klinis Kelainan Mukosa Rongga Mulut Pada Lansia 12
DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 1. Maret 2014
Laporan Penelitian
ABSTRACK
Background: Malocclusion is a big problem in oral health and taking of third position after dental
caries and periodontal disease. Malocclusion is deviation in dento-facial growth that may interfere chewing
process, swallowing, speech, and facial harmony. The data shows malocclusion prevalence at adolescences was
still high, which is in the age group 10-14 years by 29,9 % and the age group 15-24 years by 30,6 %. According
to some studies there is a relationship between dental caries and malocclusion especially in teeth crowding.
Purpose: The purpose of this study was to determine differences in caries index between mild malocclusion and
severe malocclusion. Methods: This research was descriptive study with cross sectional analytic. Samples were
adolescents (13-17 years old) in Ponpes Darul Hijrah Martapura and randomly selected. The sample were 100
students consisting of 50 adolescents with mild malocclusion and 50 adolescents with heavy malocclusion.
Results: The results showed that adolescents with mild malocclusionin in very low category of caries index had
the largest score 1,7 whereas adolescents with severe malocclusions in very high category of caries index had
the largest score 36. Conclusion: The conclusion, there was difference of caries index between mild
malocclusion and severe malocclusion in adolescents at Darul Hijrah Boarding School Martapura.
ABSTRAK
Latar Belakang: Maloklusi merupakan masalah yang cukup besar dalam kesehatan gigi dan mulut,
maloklusi berada pada urutan ketiga setelah karies gigi, serta penyakit periodontal. Maloklusi adalah suatu
penyimpangan dalam pertumbuhan dento-fasial yang dapat mengganggu fungsi pengunyahan, penelanan,
bicara, dan keserasian wajah. Data menunjukan angka remaja yang bermasalah dengan gigi dan mulut masih
tinggi, yaitu pada kelompok umur 10-14 tahun sebanyak 29,9% dan 15-24 tahun sebanyak 30,6%. Menurut
beberapa penelitian terdapat hubungan antara karies gigi dengan maloklusi khususnya pada gigi berjejal.
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan indeks karies antara maloklusi ringan dan
maloklusi berat. Metode: Jenis penelitian adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel
adalah remaja dengan usia 13-17 tahun dari Ponpes Darul Hijrah Martapura yang diambil secara acak.
Sampel penelitian ini berjumlah 100 orang siswa-siswi yang terdiri dari 50 remaja dengan maloklusi ringan dan
50 remaja dengan maloklusi berat. Hasil: Hasil penelitian indeks karies terbanyak pada remaja dengan
maloklusi ringan adalah kategori sangat rendah 17 orang, sedangkan indeks karies terbanyak pada remaja
dengan maloklusi berat adalah kategori sangat tinggi 36 orang. Kesimpulan: Terdapat perbedaan indeks karies
gigi antara maloklusi ringan dan maloklusi berat pada remaja di Ponpes Darul Hijrah Martapura.
Korespondensi: Rizal Hendra Kusuma, Program Studi Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat, Jl. Veteran 128B, Banjarmasin 70249, Kalimantan Selatan, e-mail:
swatagent21@yahoo.com
Kusuma : Perbedaan Indeks Karies Antara Maloklusi Ringan Dan Berat 14
Ortodontik merupakan salah satu cabang ilmu Penelitian ini menggunakan metode penelitian
kedokteran gigi yang mempelajari pertumbuhan deskriptif analitik dengan pendekatan cross
wajah, perkembangan gigi, dan oklusi, serta sectional. Bahan yang digunakan adalah air
mempelajari diagnosis, pencegahan, dan perawatan mineral, pasta gigi, alginat dan gips stone/ gypsum
anomali oklusi1. Oklusi merupakan hubungan tipe III. Alat yang digunakan dalam penelitian ini,
antara permukaan oklusal gigi-geligi atas dan antara lain indeks HMAR, indeks DMF-T, kaca
bawah. Penyimpangan terhadap oklusi normal mulut, sonde, masker, sarung tangan, alat tulis,
disebut maloklusi2. Maloklusi merupakan suatu formulir, sliding caliver, sikat gigi, sendok cetak,
penyimpangan dalam pertumbuhan dento-fasial spatula, dan bowl.
yang dapat mengganggu fungsi pengunyahan, Populasi penelitian ini adalah semua remaja
penelanan, bicara, dan keserasian wajah3. Maloklusi yang berstatus pelajar di Ponpes Darul Hijrah
merupakan masalah yang cukup besar dalam Martapura dengan rentang usia 13 – 17 tahun.
kesehatan gigi dan mulut, maloklusi berada pada Teknik pengambilan sampel adalah purposive
urutan ke tiga setelah karies gigi, serta penyakit sampling. Jumlah sampel yang diambil pada
periodontal. Beberapa peneliti di bidang ortodonti penelitian ini adalah 100 dengan rincian 50 sampel
mengatakan bahwa maloklusi pada remaja pada kategori maloklusi ringan dan 50 sampel pada
Indonesia usia sekolah menunjukkan angka yang kategori maloklusi berat dengan kriteria inklusi:
tinggi3. Prevalensi maloklusi remaja Indonesia menyetujui informed consent, sehat, tidak terdapat
mulai tahun 1983 sebesar 90% dan pada tahun 2006 kelainan sistemik saat anamnesa, dan terdapat
sebesar 89%4. maloklusi ringan atau berat. Kriteria eksklusi dalam
Persentase penduduk bermasalah gigi dan penelitian ini adalah remaja yang masih terdapat
mulut di Kalimantan Selatan adalah sebesar 29,2%. gigi desidui atau gigi susu, remaja dengan oklusi
Kabupaten Banjar merupakan daerah yang normal, dan sedang menggunakan peranti ortodonti.
memiliki persentase cukup besar dalam kasus Variabel yang diteliti pada penelitian ini
kesehatan gigi dan mulut (31,6%). Data adalah indeks karies antara maloklusi ringan dan
menunjukan angka remaja bermasalah gigi-mulut berat remaja Ponpes Darul Hijrah Martapura.
pada kelompok umur 10-14 tahun sebanyak 29,9% Pengambilan sampel dari populasi dengan cara
dan 15-24 tahun sebanyak 30,6%, dengan penduduk acak. Sampel diperiksa maloklusinya secara
umur 12 tahun ke atas yang memiliki fungsi gigi observasi, kemudian dilakukan pencetakan rahang
tidak normal sebanyak 16,6%. Karies atau gigi atas dan bawah.
berlubang merupakan salah satu masalah kesehatan Selanjutnya dilakukan pengisian cetakan
gigi dan mulut yang cukup tinggi di Kalimantan dengan gips stone/stone tipe III dengan segera,
Selatan, hal ini dapat dilihat dengan tingginya untuk menentukan maloklusi ringan atau berat
angka karies aktif remaja di Kalimantan Selatan model gigi-geligi sampel di hitung menggunakan
pada umur 12 tahun (39,6%), 15 tahun (52,3%), dan indeks HMAR. Berikutnya dilakukan pemeriksaan
18 tahun (62,9%). Salah satu cara menentukan DMF-T untuk menentukan indeks karies. Hasil
angka pengalaman karies gigi seseorang adalah pemeriksaan dicatat dalam lembar perhitungan dan
dengan indeks Decayed Missing Filled-Tooth dilanjutkan pengumpulan data. Analisis data yang
(DMF-T). Angka indeks DMF-T Kabupaten Banjar digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan
cukup tinggi dibandingkan daerah lainnya di analisis deskriptif.
Kalimantan Selatan yaitu sebanyak 7,85.
Prevalensi maloklusi pada anak-anak pedesaan HASIL PENELITIAN
menurut penelitian Agusni (2007) sedikit lebih
tinggi dibandingkan anak-anak di kota. Tingginya Hasil penelitian perbedaan indeks karies
prevalensi maloklusi tersebut dikarenakan sulitnya antara maloklusi ringan dan berat pada remaja di
mendapatkan informasi mengenai kesehatan dan Ponpes Darul Hijrah Martapura dapat dilihat pada
kurangnya pengawasan dari orang tua atau Gambar 1., Gambar 2., dan Gambar 3.
pengasuh terhadap kesehatan anak asuhnya3.
Menurut Margherita (2009), karies gigi dapat
disebabkan oleh faktor internal dan eksternal.
Maloklusi merupakan salah satu faktor internal
yang dapat menyebabkan terjadinya karies gigi,
seperti pada hasil penelitian Gabris (2006),
beberapa anomali gigi seperti gigi berjejal
menyebabkan retensi plak dan memicu terjadinya
karies6.
15 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 13 - 17
40 Perempuan
20
0
Maloklusi
Mal Maloklusi
Ringan Mal Berat
Ringan Berat
30 Sangat Rendah
Rendah
20
Moderat
10 Tinggi
0 Sangat Tinggi
Maloklusi
Mal Ringan Maloklusi
Mal Berat
Ringan Berat
Seperti penelitian Ahangar (2007) yang rahang yang memicu terjadinya karies gigi di sisi
meneliti prevalensi maloklusi pada anak umur 6-18 yang tidak melakukan pengunyahan. Gigi geligi
tahun, prevalensi maloklusi pada usia 12-14 tahun pada sisi rahang yang tidak melakukan aktivitas
cukup tinggi yaitu 83,4 %. Remaja adalah usia yang pengunyahan makanan terjadi penurunan aliran
dalam tahapan perkembangan baik fisik maupun jumlah saliva yang akan menyebabkan gigi-geligi
psikologinya. Semakin dewasa seseorang, rentan terjadi karies11. Maloklusi juga berkaitan erat
kesadarannya terhadap kesehatan dan penampilan dengan penyakit periodontal. Kelainan hubungan
saat bersosialisasi akan bertambah8. Menurut vertikal dan horizontal gigi-geligi anterior rahang
Rochadi (2001), ada dua konsep yang mendasar atas dan bawah, pergeseran gigi, serta kelainan
dalam hal ini yaitu konsep kebutuhan yang oklusi gigi-geligi posterior dapat menyebabkan
dirasakan. Konsep ini menjelaskan bahwa kerusakan jaringan periodontal, sehingga dapat
seseorang melakukan perawatan karena adanya menyebabkan karies gigi pada daerah servikal gigi-
kesadaran dan perubahan psikososial pada diri geligi12.
remaja yang menginginkan penampilan yang lebih Berdasarkan hasil penelitian dapat
menarik. Konsep yang kedua adalah konsep disimpulkan terdapat perbedaan indeks karies
komparatif. Konsep ini menjelaskan perilaku antara maloklusi ringan dan berat. Indeks karies
kesehatan seseorang berdasarkan pernah tidaknya terbanyak pada maloklusi ringan termasuk dalam
mendapatkan promosi atau pengetahuan yang kategori sangat rendah. Indeks karies terbanyak
mendalam tentang kesehatan gigi secara umum9. pada maloklusi berat termasuk dalam kategori
Berdasarkan hasil penelitian Oktavia Dewi sangat tinggi.
(2007), diketahui terdapat hubungan antara jenis
kelamin dan kualitas hidup. Perbedaan ini DAFTAR PUSTAKA
disebabkan remaja perempuan lebih sensitif
terhadap perubahan hidupnya, mereka akan lebih 1. Dolce, C. Orthodontics: a review. Florida:
mudah mengeluh dibandingkan remaja laki-laki. American Dental Association Chemistry
Remaja perempuan lebih memperhatikan masalah Education Research and Practice. 2012. p. 2-3.
yang menyangkut estetis termasuk kesehatan gigi, 2. Koesoemahardja H, Indrawati A, Jenie I.
ini dibuktikan dengan banyaknya perempuan yang Tumbuh Kembang Kraniodentofasial. Jakarta:
melakukan perawatan keadaan maloklusinya, Fakutas Kedokteran Gigi Trisakti. 2009. p. 29-
dibandingkan laki-laki karena merasa tidak nyaman 39.
dengan bentuk wajahnya7. Salah satu faktor yang 3. Adzimah FS. Gambaran Derajat Keparahan
menyebabkan remaja perempuan lebih sedikit Maloklusi Menggunakan Handicapping
mengalami maloklusi adalah orang tua. Orang tua Malocclusion Assessment Record pada Siswa
cenderung lebih memperhatikan kesehatan gigi dan SMPN 1 Paciran Kabupaten Lamongan.
mulut anak perempuan mereka dibandingkan Orthodontic Dental Journal. 2011; 2(2): 19-24.
dengan laki-laki. Menurut Yaghma (2013), 4. Dinatal G, Djajasaputra W, Koesoemahardja H.
disebutkan bahwa orangtua lebih banyak mencari Studi Epidemiologis Tingkat Keparahan
perawatan ortodontik untuk anak perempuan Maloklusi pada Anak-Anak Sekolah Usia 12-15
mereka dibandingkan dengan anak laki-laki9. Tahun di DKI Jakarta. Majalah Kedokteran
Beberapa karakteristik maloklusi khususnya Gigi. 2002; 39: 381-387.
gigi berjejal berpengaruh dalam terjadinya karies 5. Tim Pelaksana Riskesdas Provinsi Kalimantan
gigi permanen. Kondisi gigi-geligi yang berjejal Selatan. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar
mengakibatkan makanan terselip disela-sela gigi Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2007.
dan menyebabkan kesulitan dalam pembersihan Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
gigi, hal ini terus berlanjut hingga sisa makan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. 2007. p
tersebut diakumulasikan oleh bakteri menjadi plak 119-133.
yang lebih sulit dibersihkan. Plak yang tidak 6. Stahl F, Grabowski R. Malocclusion and caries
dibersihkan pada permukaan gigi akan prevalence: is there a connection in the primary
menyebabkan terbentuknya karies atau gigi and mixed dentitions? Clinical Oral Investig.
berlubang10. 2004; 8(2): 86–90.
Beberapa kasus anterior open bite juga dapat 7. Dewi O. Analisis Hubungan Maloklusi dengan
menyebabkan karies gigi. Remaja dengan kondisi Kualitas Hidup pada Remaja SMU Kota Medan
ini cenderung bernafas lewat mulut dan Tahun 2007. Skripsi. Medan. Indonesia.
menyebabkan penurunan aliran saliva. Keadaan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera
mulut yang kering akibat penurunan aliran jumlah Utara. 2007. p.73.
saliva memudahkan mikroorganisme kariogenik 8. Ahangar A. Prevalence of Malocclusion in 13-
penyebab karies gigi berkembang biak9. 15 Year-old Adolescents in Tabriz. Iran: Journal
Beberapa sampel juga mengeluhkan gangguan of Dental Research. 2007. p. 14.
sendi rahang. Gangguan sendi rahang dapat 9. Sandhi A. Multidisciplinary Approach in
menyebabkan kelainan mengunyah pada satu sisi Treating Undiagnosed Severe Temporo
17 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 13 - 17
Mandibular Joint Ankylosis : A Case Report. In 3-5 Years Old Brazilian Children. Journal of
Jakarta. Jurnal Plastik Rekonstruksi. 2012. Orthodontics 2011; 38(1): 8-14.
p.315. 12. Mtaya M, Prongsi B. Prevalence of
10. Alexander, KN. Genetic and Phenotypic Malocclusion and Its Relationship With
Evaluation of The Class III Dentofacial Sociodemographic Factors, Dental Caries, and
Deformity: Comparisons of Three Populations. Oral Hygiene In 12-14 Years Old Tanzanian
Thesis. Carolina. Georgia. University of North Schoolchildren. European Journal of
Carolina. 2007; 14. Orthodontics. 2009; 31(5): 474-475.
11. Marquezan M, Feldens CA. Association
Between Occlusal Anomalies and Dental Caries
18
DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 1. Maret 2014
Laporan Penelitian
ABSTRACT
Background: Education is the socio-economic factors that influence health status. The level of
education is very influential on the knowledge, attitudes and healthy behavior. A person with a higher education
degree would have good knowledge and attitudes about health that would affect behavior for a healthy life.
Purpose: This research aimed to determine the relationship of education level on oral hygiene index of
community at Guntung Ujung village in Banjar District. Methods: This study used a descriptive survey research
methods. To determine the level of education used interview method and oral hygene index performed by
measuring the level of oral hygiene and scoring. Results: Respondents who had good oral hygiene index
criterian were 30 peoples (33.3%). Respondents who had medium oral hygiene index criterian were 54 peoples
(60.0%). While respondents who had poor oral hygiene index criterian were only 6 peoples (6.7%). Conclusion:
Senior high school was level of education that had best criterian of oral hygiene index, while no school
education was level of education that had worst criterian of oral hygiene index, and medium criterian was the
most criterian of oral hygiene index in Guntung Ujung village in Banjar District.
ABSTRAK
Latar belakang: Pendidikan adalah faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi status kesehatan.
Tingkat pendidikan seseorang sangat berpengaruh terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku hidup sehat.
Seseorang dengan tingkat pendidikan tinggi akan memiliki pengetahuan dan sikap yang baik tentang kesehatan
yang akan mempengaruhi perilakunya untuk hidup sehat. Tujuan: Penelitian ini untuk mengetahui hubungan
tingkat pendidikan terhadap indeks kebersihan mulut masyarakat di Desa Guntung Ujung Kabupaten Banjar.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode penelitian survei deskriptif. Untuk mengetahui tingkat pendidikan
menggunakan metode wawancara dan untuk indeks kebersihan mulut dilakukan dengan mengukur tingkat
kebersihan mulut dan dilakukan penilaian (scoring). Hasil: Responden yang memiliki kriteria indeks kebersihan
mulut yang baik yaitu sebanyak 30 orang (33,3%). Responden memiliki kriteria indeks kebersihan mulut yang
sedang yaitu sebanyak 54 orang (60,0%), sedangkan responden memiliki kriteria indeks kebersihan mulut yang
buruk hanya sebanyak 6 orang (6,7%). Kesimpulan: Tingkat pendidikan lulus SMA adalah tingkat pendidikan
yang memiliki kriteria indeks kebersihan mulut paling baik, sedangkan tingkat pendidikan tidak sekolah adalah
tingkat pendidikan yang memiliki kriteria indeks kebersihan mulut paling buruk, dan indeks kebersihan mulut
dengan kriteria sedang adalah indeks kebersihan mulut yang paling banyak di Desa Guntung Ujung Kabupaten
Banjar.
Kata-kata kunci : Tingkat pendidikan, indeks kebersihan mulut, kesehatan rongga mulut
Korespondensi : Basuni, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung
Mangkurat, Jalan Veteran 128 B, Banjarmasin, KalSel, email: basuni18@yahoo.com.
19 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 18 - 23
permukaan gigi dengan skeler. Warna kalkulus peneliti. Tingkat pendidikan diketahui melalui
dapat dipengaruhi oleh pigmen sisa makanan atau wawancara. Index kebersihan mulut diketahui
dari merokok. Kalkulus subgingiva adalah kalkulus dengan mengukur tingkat kebersihan mulut dan
yang berada dibawah batas margin gingiva, dilakukan penilaian (scoring). Hasil penelitian
biasanya pada daerah saku gusi dan tidak dapat dicatat pada lembar pemeriksaan OHI-S. Tingkat
terlihat pada waktu pemeriksaan. Untuk kebersihan rongga mulut dinilai dalam suatu
menentukan lokasi dan perluasan yang harus kriteria penilaian khusus yaitu Oral Hygiene
dilakukan probing dengan eksplorer. Biasanya Indeks Simplified (OHI-S). Kriteria ini dinilai
padat dan keras, warnanya coklat tua atau hijau berdasarkan keadaan endapan lunak atau debris
kehitam-hitaman, konsistensinya seperti kepala dan karang gigi kalkulus (11). Pemeriksaan pada
korek api, dan melekat erat ke permukaan gigi.13 6 gigi yaitu gigi 16, 11, 26, 36, 31, dan 46. Pada
Penyakit jaringan pendukung gigi diawali dari gigi 16, 11, 26, 31 yang dilihat permukaan
rendahnya kualitas kebersihan gigi dan mulut yang bukalnya sedangkan gigi 36 dan 46 permukaan
dapat menyebabkan radang gusi pada bagian lingualnya. Indeks debris yang dipakai adalah
margin gingiva. Proses ini berlanjut ke dalam Debris Indeks (D.I) Greene dan Vermillion (1964)
jaringan penyangga gigi di bawahnya menjadi dengan kriteria
periodontitis marginalis.9
Desa Guntung Ujung Kabupaten Banjar 0= tidak ada debris lunak
mempunyai fasilitas pendidikan yang kurang 1= terdapat selapis debris lunak menutupi
memadai sehingga berdampak pada sosial ekonomi tidak lebih dari1/3 permukaan gigi
masyarakat termasuk tingkat pendidikan 2= terdapat selapis debris lunak menutupi
masyarakat di desa tersebut. Desa Guntung Ujung lebih dari 1/3 permukaan gigi tetapi tidak
dengan luas 1.231,130 Ha/m2 hanya mempunyai 2 lebih dari 2/3 permukaan gigi
buah fasilitas pendidikan SD dan 1 buah fasilitas 3= terdapat selapis debris lunak menutupi
pendidikan SMP. Pekerjaan yang paling dominan di lebih dari 2/3 permukaan gigi
desa ini adalah petani dan buruh. Angkatan kerja
usia 18-56 tahun pada tahun 2011 di Desa Guntung Kriteria penilaian debris mengikuti ketentuan
Ujung Kabupaten Banjar adalah buta aksara 75 sebagai berikut.
orang, tidak tamat SD 158 orang, tamat SD 162
orang, tamat SLTP 142 orang, tamat SLTA 61
orang, tamat Perguruan tinggi 20 orang.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu
dilakukan penelitian tentang gambaran indeks
kebersihan mulut berdasarkan tingkat pendidikan Penilaian debris indeks adalah sebagai berikut:
masyarakat di Desa Guntung Ujung Kabupaten Baik (good), apabila nilai berada diantara 0-0,6;
Banjar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Sedang (fair), apabila nilai berada diantara 0,7-1,8;
bagaimanakah gambaran indeks kebersihan mulut Buruk (poor), apabila nilai berada diantara 1,9-3,0.
berdasarkan tingkat pendidikan masyarakat di Desa Sedangkan indeks kalkulus yang digunakan
Guntung Ujung Kabupaten Banjar. adalah Calculus Indeks (C.I) Greene dan Vermillion
(1964) yaitu:
BAHAN DAN METODE
0= tidak ada kalkulus
Penelitian ini menggunakan metode penelitian 1= kalkulus supragingiva menutupi tidak
survei deskriptif dengan pendekatan Cross lebih dari ⅓ permukaan gigi
Sectional yaitu suatu penelitian dengan cara 2= kalkulus supragingiva menutupi lebih
pengamatan, observasi atau pengumpulan data dari ⅓ permukaan gigi tetapi tidak lebih
sekaligus pada suatu saat atau point time approach. dari ⅔ permukaan gigi atau kalkulus
Proses pengambilan sampel dilakukan dengan subgingival berupa bercak hitam di
teknik simple random sampling. Penelitian ini sekitar leher gigi atau terdapat keduanya
dilaksanakan di Desa Guntung Ujung Kabupaten
Banjar pada bulan Juli 2013. Alat yang digunakan 3= kalkulus supragingiva menutupi lebih
dalam penelitian ini adalah kaca mulut, sonde, dari ⅔ permukaan gigi atau kalkulus
pinset, ekskavator, probe periodontal, nierbeken, subgingiva berupa cincin hitam di
informed consent, tisu, kalkulator, alat tulis, lap sekitar leher gigi atau terdapat keduanya
putih, handuk kecil, alkohol 70%, kapas, aqua
gelas, cholorine, dan detergen.
Penelitian dilakukan dari rumah ke rumah.
Peneliti membagikan surat persetujuan menjadi
subjek penelitian (informed consent) yang akan
ditanda tangani subjek penelitian didampingi
21 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 18 - 23
40
Jumlah Responen
30
Penilaian kalkulus indeks adalah sebagai
berikut: Baik (good), apabila nilai berada diantara 20
0-0,6; Sedang (fair), apabila nilai berada diantara
0,7-1,8; Buruk (poor), apabila nilai berada diantara 10
1,9-3,0.
Kriteria penilaian OHI-S mengikuti ketentuan 0
sebagai berikut. Baik Sedang Buruk
25 18
Jumlah Responden
16
Indeks Kebersihan Mulut
20 baik
14
15
12
10 10 sedang
5 8
0 6 buruk
Tidak Tidak SD SMP SMA 4
Sekolah Lulus
SD 2
0
Tingkat Pendidikan
Berdasarkan Gambar 1.3 didapatkan data bahaya penyakit gigi karena rendahnya tingkat
bahwa pada masyarakat dengan tingkat pendidikan pendidikan akan menyebabkan masyarakat tidak
tidak sekolah ada 6 orang (6,7%) yang terdiri dari 5 memanfaatkan pelayanan kesehatan gigi yang
orang memiliki indeks kebersihan mulut sedang dan ada.3 Menurut Sariningrum (2009) tingkat
1 orang memiliki indeks kebersihan mulut buruk. pendidikan merepresentasikan tingkat kemampuan
Masyarakat dengan tingkat pendidikan tidak lulus seseorang dalam memperoleh dan memahami
SD ada 16 orang (17,8%) yang terdiri dari 4 orang informasi kesehatan. Semakin tinggi tingkat
memiliki indeks kebersihan mulut baik, 11 orang pendidikan seseorang diasumsikan semakin baik
memiliki indeks kebersihan mulut sedang, dan 1 tingkat pemahamannya terhadap informasi
orang memiliki indeks kebersihan mulut buruk. kesehatan yang diperolehnya.8
Masyarakat dengan tingkat pendidikan lulus SD ada Menurut Said (2011), pendidikan seseorang
31 orang (34,4%) yang terdiri dari 9 orang memiliki dapat mempengaruhi tingkat kebersihan gigi dan
indeks kebersihan mulut baik, 19 orang memiliki mulutnya, seseorang yang pendidikannya rendah
indeks kebersihan mulut sedang, dan 3 orang mempunyai pengetahuan yang kurang dalam
memiliki indeks kebersihan mulut buruk. memelihara kebersihan gigi dan mulutnya. Berbeda
Masyarakat dengan tingkat pendidikan lulus SMP dengan orang yang lebih tinggi kemampuan dalam
ada 26 orang (28,9%) yang terdiri dari 10 orang menjaga kebersihan gigi dan mulutnya lebih tinggi
memiliki indeks kebersihan mulut baik dan 16 karena mereka lebih memperhatikan kondisi
orang memiliki indeks kebersihan mulut sedang. mulutnya. Pendidikan tidak menjadi faktor yang
Pada masyarakat dengan tingkat pendidikan lulus utama tetapi cukup mempengaruhi kebersihan gigi
SMA ada 11 orang (12,2%) yang terdiri dari 7 dan mulut seseorang.1 Menurut Sayuti (2010)
orang memiliki indeks kebersihan mulut baik, 3 kebersihan mulut sangat ditentukan oleh perilaku.
orang memiliki indeks kebersihan mulut sedang, Pemeliharaan kebersihan mulut yang tidak benar
dan 1 orang memiliki indeks kebersihan mulut akan menyebabkan mudahnya penumpukan plak,
buruk. material alba, dan kalkulus yang pada akhirnya
akan merugikan kesehatan periodontal.7 Kebersihan
PEMBAHASAN mulut yang jelek dapat menyebabkan terjadinya
komplikasi seperti tonsilitis, gingivitis, halitosis,
Pada hasil penelitian didapatkan tingkat xerostomia, pembentukan plak dan karies gigi.
pendidikan memiliki pengaruh terhadap indeks Beberapa penelitian terbaru menunjukkan bahwa
kebersihan mulut, karena pada penelitian ini terdapat hubungan antara infeksi pada rongga
diketahui indeks kebersihan mulut paling baik toraks dengan kebersihan mulut yang jelek.11
terdapat pada tingkat pendidikan SMA dan indeks Kesehatan rongga mulut memegang peranan
kebersihan mulut paling buruk terdapat pada tingkat yang penting untuk masalah satu komponen hidup
pendidikan tidak sekolah. Hal ini sesuai dengan sehat yang penting. Kebersihan mulut yang tidak
Penelitian Pintauli, yaitu seseorang yang memiliki dipelihara dengan baik akan menimbulkan penyakit
tingkat pendidikan rendah kemungkinan akan di rongga mulut. Penyakit periodontal (seperti
memiliki pengetahuan yang kurang mengenai gingivitis dan periodontitis) dan karies gigi
kesehatan gigi dan mulut. Pendidikan sebagai merupakan akibat dari kebersihan mulut yang
sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan buruk. Penyakit periodontal dan karies gigi
sikap dikarenakan keduanya meletakan dasar merupakan penyakit di rongga mulut yang dapat
pengertian dan konsep moral dalam diri menyebabkan hilangnya gigi secara patologis.10
individu, pemahaman yang baik dan buruk, boleh Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat
atau tidak boleh dilakukan. Semakin tinggi ditarik kesimpulan bahwa tingkat pendidikan
pendidikan seseorang, maka orang tersebut akan memiliki pengaruh terhadap indeks kebersihan
memiliki pemahaman yang lebih baik sehingga mulut. Tingkat pendidikan lulus SMA adalah
akan berpengaruh terhadap sikap.3 tingkat pendidikan yang memiliki kriteria indeks
Pendidikan adalah faktor sosial ekonomi kebersihan mulut paling baik, sedangkan tingkat
yang mempengaruhi status kesehatan. Tingkat pendidikan tidak sekolah adalah tingkat pendidikan
pendidikan sangat berpengaruh terhadap yang memiliki kriteria indeks kebersihan mulut
pengetahuan, sikap dan perilaku hidup sehat. paling buruk, dan indeks kebersihan mulut dengan
Seseorang dengan tingkat pendidikan tinggi akan kriteria sedang adalah indeks kebersihan mulut
memiliki pengetahuan dan sikap yang baik tentang yang paling banyak di Desa Guntung Ujung
kesehatan yang akan mempengaruhi perilakunya Kabupaten Banjar.
untuk hidup sehat. Perbedaan tingkat pendidikan
berpengaruh terhadap kecenderungan orang DAFTAR PUSTAKA
menggunakan pelayanan kesehatan sehubungan
dengan variasi mereka dalam pengetahuan 1. Said F, Ida R, Sri H, Rina H. Hubungan
mengenai kesehatan gigi. Kurangnya pengetahuan perilaku memelihara gigi dengan penyakit
mengenai kesehatan gigi dan ketidaktahuan akan pulpa pada pasien di poliklinik gigi puskesmas
23 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 18 - 23
DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 1. Maret 2014
Laporan Penelitian
ABSTRACT
Background: Oral health has been improved in the 21 st century, but the prevalence of dental caries in
children remains as significant clinical problem. Oral health goal is to remove plaque regularly. One of method
to clean plaque is chewing the fruits such as pear and jicama. Pear and jicama have a pulp which are rough,
dense, and hard, as well as fiber and high enough of water. Chewing these fruit will mechanically stimulate the
teeth to erode and destroy it, so it can clean the dental plaque naturally. Purpose: To find out the comparison of
chewing effectiveness of pear fruit and jicama to reduced dental plaque index at student of SDN Gambut 9 in
Banjar District. Methods: It was a quasi experimental study with pre and post-test group design and used
purposive sampling with 80 peoples sample and consisted of two treatment groups. Group 1 was given the
treatment to chewed pear and group 2 to chewed jicama. Each fruit weigths were 100 grams and it were chewed
with both sides of the jaw about 32 times. Results: An average of plaque index before and after chewing a pear
reduced by 1.3831 and chewing a jicama reduced by 1.1076. Paired T test analysis results showed the value of p
= 0.000 (p < 0.05) between before and after treatment in each treatment groups. Unpaired T test analysis results
showed the value of p = 0.104 (p > 0.05) between the treatment groups. Conclusion: Pear and jicama could
significantly reduce dental plaque index score, but there was no significant differences in effectiveness between
the two.
ABSTRAK
Latar belakang: Kesehatan gigi dan mulut telah mengalami peningkatan pada abad ke-21, tetapi
prevalensi karies gigi pada anak tetap merupakan masalah klinis yang signifikan. Tujuan kesehatan gigi dan
mulut adalah menghilangkan plak secara teratur. Salah satu cara membersihkan plak adalah mengunyah buah
seperti pir dan bengkuang. Buah pir dan bengkuang memiliki daging buah yang kasar, padat, keras, serat dan
kadar air yang cukup tinggi. Mengunyah kedua buah ini secara mekanis akan merangsang geligi untuk
menggerus dan menghancurkannya, sehingga dapat membersihkan gigi dari plak secara alami. Tujuan:
Mengetahui perbandingan efektivitas mengunyah buah pir dan bengkuang terhadap penurunan indeks plak gigi
pada siswa SDN Gambut 9 Kabupaten Banjar. Metode: Penelitian ini merupakan quasi experiment dengan pre
and post-test group design yang menggunakan purposive sampling dengan jumlah sampel 80 orang dan terdiri
dari 2 kelompok perlakuan. Kelompok 1 diberikan perlakuan mengunyah buah pir dan kelompok 2 mengunyah
buah bengkuang. Masing-masing buah memiliki berat 100 gram dan dikunyah dengan kedua sisi rahang
sebanyak 32 kali. Hasil: Rata-rata indeks plak sebelum dan sesudah mengunyah buah pir mengalami penurunan
sebesar 1,3831 dan mengunyah buah bengkuang mengalami penurunan sebesar 1,1076. Hasil analisis uji T
berpasangan menunjukkan nilai p = 0,000 (p < 0,05) antara sebelum dan sesudah perlakuan pada masing-
masing kelompok perlakuan. Pada uji T tidak berpasangan menunjukkan nilai p = 0,104 (p > 0,05) antar
kelompok perlakuan. Kesimpulan: Buah pir dan bengkuang dapat menurunkan nilai indeks plak gigi secara
bermakna, tetapi tidak terdapat perbedaan efektivitas yang bermakna antara keduanya.
Korespondensi: Kasma Ernida Haida, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat, Jl. Veteran 128B, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, email: nida.haida@gmail.com
25 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 24 - 28
Menurut Firdaus et al (2008) dan Ehizele et al Banjar, Kalimantan Selatan dengan cara agar
(2009), penurunan indeks plak dapat terjadi karena kegiatan UKGS (Usaha Kesehatan Gigi Sekolah),
mengonsumsi makanan berserat dan padat UKGMD (Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat
mengakibatkan meningkatnya intensitas dan lama Desa), dan posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) baik
pengunyahan yang dilakukan. Gerakan mengunyah posyandu balita maupun posyandu lansia,
akan merangsang sekresi saliva yang mengandung menyampaikan penyuluhan tentang manfaat
agen antibakteri. Saliva juga dapat menghilangkan mengonsumsi buah-buahan untuk kesehatan rongga
sisa-sisa makanan atau membilas gigi, menetralisasi mulut, terutama buah-buahan yang berserat dan
zat-zat asam yang ada, dan melarutkan komponen berair sesudah makan, misalnya pir, bengkuang,
gula dari sisa makanan yang terperangkap dalam apel, dan jambu. Orang tua siswa dan ibu-ibu
sela-sela pit dan fisur permukaan gigi, namun saliva termasuk ibu hamil juga diharapkan mengenalkan
saja belum mampu menghilangkan plak pada gigi. anaknya pada buah dan sayur sejak kecil, sehingga
König et al (1995) dan Lingstrom et al (2003) anak terbiasa mengonsumsi jenis makanan ini.
dalam Schwartz et al (2012), menyatakan bahwa Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
sifat mekanis dari mengunyah makanan berserat manfaat lain dari buah pir dan bengkuang terhadap
membantu menimbulkan efek seperti sikat kebersihan rongga mulut selain ditinjau dari efek
(menggerus) yang dapat menghilangkan plak mekanis dan kimia.
(terutama plak supragingiva) dari permukaan gigi
sebelum mengeras menjadi kalkulus. 7,14,15
Salah satu cara pengontrolan plak adalah DAFTAR PUSTAKA
dengan mengunyah buah yang segar dan berserat.
Menurut Vaswani (2005) dalam Eka et al (2007), 1. Warni L. Hubungan perilaku murid SD kelas V
mengonsumsi makanan berserat tidak akan bersifat dan VI pada kesehatan gigi dan mulut terhadap
merangsang pembentukan plak, melainkan berperan status karies gigi di wilayah Kecamatan Deli
sebagai pengendali plak alamiah atau pembersih Tua Kabupaten Deli Serdang tahun 2009.
alamiah pada permukaan gigi. Pembersihan Tesis. Medan: Program Magister Ilmu
alamiah ini seperti membantu menyingkirkan Kesehatan Masyarakat FKM USU; 2009. p. 1,
partikel-partikel makanan dan gula selama proses 3.
pengunyahan terjadi.16 2. Gathecha G, Anselimo M, Peter W, Jared O,
Hasil uji statistik yang telah dilakukan Perry S. Dental caries and oral health practices
menunjukkan terjadinya penurunan indeks plak among 12 year old children in Nairobi West
yang bermakna pada masing-masing kelompok and Mathira West Districts, Kenya. Pan Afr
perlakuan. Hal ini juga terbukti secara klinis pada Med J. 2012; 12; 42.
saat penelitian, bahwa mengunyah buah pir dan 3. Darwita RR, Herry N, Budiharto, Puspa DP,
bengkuang memiliki efek mekanis dalam Rizky A, Sandy RA. Efektivitas program sikat
menurunkan indeks plak gigi. Penurunan ini terlihat gigi bersama terhadap risiko karies gigi pada
dari kondisi gigi siswa yang diperiksa sebelum dan murid sekolah dasar. J Indon Med Assoc.
sesudah perlakuan mengalami perubahan dari 2011; 61 (5); 204-209.
kondisi gigi yang tidak bersih (plak yang menempel 4. Tim Pelaksana Riskesdas Provinsi Kalimantan
lebih banyak mendapat skor 4 atau 5) menjadi Selatan. Hasil riset kesehatan dasar (riskesdas)
kondisi yang lebih bersih (plak yang menempel Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2007.
lebih banyak mendapat skor 1 atau 2). Badan Penelitian dan Pengembangan
Kelompok yang mengunyah buah pir dan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. 2007;
yang mengunyah buah bengkuang secara statistik 118-169.
terbukti memiliki keefektivitasan yang sama dalam 5. Putri MH, Eliza H, Neneng N. Ilmu
menurunkan indeks plak. Hal ini disebabkan kedua pencegahan penyakit jaringan keras dan
buah ini memiliki beberapa persamaan yang dapat jaringan pendukung gigi. Jakarta: Penerbit
membantu menghilangkan plak yang melekat pada Buku Kedokteran EGC. 2011. p. 56-60.
permukaan gigi. Persamaan tersebut adalah sama- 6. Sugano N. Biological plaque control: novel
sama memiliki kandungan serat dan air yang tinggi, therapeutic approach to periodontal disease. J
serta tekstur daging buah yang kasar, padat, dan Oral Sci. 2012; 54 (1); 1-5.
keras.13 Kesimpulan yang dapat diambil dari 7. Firdaus T, Eriska R, Dede H. Index plaque
penelitian ini adalah bahwa mengunyah buah pir differences between before and after chewing
dan bengkuang dapat menurunkan angka indeks apples. Proceeding Asian Oral Health Care and
plak gigi, tetapi tidak terdapat perbedaan efektivitas 2nd ASEAN Meeting on Dental Public Health.
jika dibandingkan antara mengunyah buah pir dan 2008; 13-9.
bengkuang. 8. Angela A. Pencegahan primer pada anak yang
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi beresiko karies tinggi. Majalah Kedokteran
salah satu upaya preventif dalam menurunkan Gigi. Dent J. 2005; 38 (3); 130-134.
prevalensi karies gigi, terutama di Kabupaten
Haida : Perbandingan Efektivitas Mengunyah Buah Pir Dan Bengkuang 28
9. Ramdhani AR. Efektivitas pengunyahan buah anak sekolah dasar swasta Muhammadiyah 08
apel (Pyrus malus) dan buah pir (Pyrus Medan tahun 2011. Skripsi. Medan: FKM
communis L.) terhadap penurunan plak. KTI. USU; 2011. p. 6.
Yogyakarta: FK UMY; 2007. 14. Ehizele AO, Ojehanon PI, Akhionbare O.
10. Budiati RE. Pengaruh konsumsi bengkoang Nutrition and oral health. J Postgrad Med.
terhadap penurunan debris serta plak indeks, 2009; 11 (1); 76-82.
perubahan pH saliva, pH plak dan penurunan 15. Schwartz N, Elizabeth KK, Martha EN, Avron
skor plak lama serta plak baru. Skripsi. S, Raul IG. High-fiber foods reduce
Semarang: FKM UNDIP; 2008. periodontal disease progression in men aged 65
11. Lemos AD, Flávia RG, Marcia DS, Rafael de and older the veterans affairs normative aging
LP, Maria BDG. Chewing performance and study/ dental longitudinal study. J Am Geriatr
bite force in children. Braz J Oral Sci. 2006; 5 Soc. 2012; 60 (4); 676-683.
(18); 1101-1108. 16. Eka C, Eriska R, Feny F. Perbedaan tingkat
12. Koc D, Arife D, Bulent B. Bite force and kebersihan gigi dan mulut antara anak
influential factors on bite force measurements: vegetarian dan non vegetarian di Vihara
a literature review. Eur J Dent. 2010; 4; 223- Maitreya Pusat Jakarta. Jurnal Kedokteran
232. Gigi Indonesia Edisi Khusus PIN IKGA II.
13. Meishi PRL. Hubungan tingkat konsumsi 2007; 79-84.
makanan kariogenik dengan karies gigi pada
29
DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 1. Maret 2014
Laporan Penelitian
ABSTRACT
Background: Synthetic mouthwash has many side effects, therefore, some research developed
mouthwash with natural ingredient, such as tea. Some research proved that cathechinand flavonoid ,the
contents of tea has antibacterial effects to some cariogenic bacteria. Cariogenic bacteria can ferment
carbohydrate that causes the decrease in salivary pH which leads to quicken demineralitation process of the
teeth . White tea has higher cathechin and flavonoid than green tea, black tea, and oolong tea. Purpose: This
study aimedto explore theeffectiveness comparison between gargling with 100% white tea solution and 50%
white tea solution to increase pH of saliva. Methods: This study was a quasi experimental with pretest –postest
group design. Sixty six subjects of this study were divided into two groups, one group were gargling with 100%
white tea and another group were gargling with 50% white tea. The salivarypH of both groups were measured
before and after treatment. Result: The statistical analysis showed a significant increase in salivary pH of both
groups, but there was no significant difference between the 100% white tea group and the 50% white tea group.
Conclusion: Based on the study results, it can be concluded that both 100% and 50% white tea increased
salivary pH, but there was no significant difference in the effectiveness of them.
ABSTRAK
Latar Belakang: Penggunaan obat kumur sintesis yang tidak tepat dapat menimbulkan efek samping
sehingga beberapa penelitian telah mengembangkan obat kumur bahan alami seperti teh. Beberapa penelitian
membuktikan bahwa kandungan teh berupa cathechin dan flavonoid memiliki efek antibakteri terhadap
beberapa bakteri kariogenik yang dapat memfermentasi karbohidrat sehingga menurunkan pH saliva yang
mempercepat proses demineralisasi gigi. Teh putih memiliki kandungan cathehin dan flavonoid tertinggi
dibandingkan teh hijau, teh hitam dan teh oolong. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
perbandingan efektivitas teh putih seduh konsentrasi 100% dengan 50% sebagai obat kumur terhadap
peningkatan pH saliva. Metode: Penelitian ini menggunakan metode quasi experimental dengan pretest-postest
group design. Subjek penelitian 66 orang yang dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok yang berkumur teh
putih seduh konsentrasi 100% dan konsentrasi 50%. Dua kelompok tersebut diperiksa pH sebelum dan sesudah
diberi perlakuan.Hasil: Berdasarkan hasil uji T-berpasangan untuk teh putih 100% dan uji Wilcoxon pada teh
putih 50% sama-sama efektif dalam meningkatkan pH saliva. Hasil uji T-tidak berpasangan menunjukkan tidak
ada perbedaan bermakna antara kelompok yang berkumur teh putih seduh konsentrasi 100% dengan kelompok
teh putih seduh konsentrasi 50%.Kesimpulan: Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat diambil
kesimpulan bahwa teh putih seduh konsentrasi 100% maupun 50% dapat meningkatkan pH saliva, tetapi
tidakterdapat perbedaan efektivitas antarakeduanya.
Korespondensi: Nida Amalia, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung
Mangkurat, Jalan Veteran 128 B, Banjarmasin, KalSel, email: nidulnduldul@gmail.com
polifenol dalam teh tidak berkurang. Pembuatan teh sesudah berkumur adalah 6,922 dan 7,053.Terdapat
putih seduh konsentrasi 50% dibuat dengan peningkatan rata-rata pH sebesar 0,131.Pada
caralarutan teh putih seduh konsentrasi 100% kelompok yang berkumur dengan teh putih seduh
dicampurkan dengan air pada temperatur optimum 50% rata-rata pH saliva sebelum dan sesudah
sebanyak 100 ml. berkumur adalah 6,991 dan 7,082.Terdapat
Tahapan prosedur kerja selanjutnya adalah peningkatan pH saliva sebesar 0,091.
subjek diinstruksikan agar tidak menyikat gigi, Hasil uji Shapiro Wilkmenunjukkan data
makan dan minum minimal 1 jam sebelum pada kelompok yang berkumur teh putih dengan
penelitian.Subjek masing-masing kelompok konsentrasi 100% terdistribusi normal. Analisis
dipersilahkan mengeluarkan saliva ke dalam data dilanjutkan dengan t - Test berpasangan.Pada t
sebuah gelas kecil penampung saliva yang sudah -Test berpasangan didapatkan hasil p = 0,043
diberi label, ± 2 ml per sampel.pH saliva diukur (p>0,05) yang menunjukkan peningkatan pH saliva
dengan menggunakan pH meter. Setelah yang signifikan sebelum dan sesudah berkumur teh
pengambilan data awal, subjek diinstruksikan putih seduh konsentrasi 100%.
tentang perlakuan yang akan diberikan sesuai Analisis dilanjutkan pada data pH saliva
kelompok. Kelompok pertama berkumur dengan kelompok berkumur teh putih konsentrasi 50%.
larutan teh putih seduh konsentrasi 100%, selama Pada uji normalitas, sebaran data kelompok
30 detik dan kelompok kedua berkumur dengan berkumur teh putih konsentrasi 50% tidak normal,
larutan teh putih seduh konsentrasi 50% selama 30 sehingga digunakan uji alternatifWilcoxon. Pada uji
detik. Wilcoxon didapatkan hasil p = 0,037 yang berarti
Subjek masing-masing kelompok kemudian terdapat peningkatan pH saliva yang signifikan.
dipersilahkan mengeluarkan saliva ke dalam Analisis dilanjutkan dengan Uji T tidak
sebuah gelas ukur yang sudah diberi label, ± 5 ml berpasangan berdasarkan selisih pengukuran pH
per sampel.pH saliva masing-masing kelompok sebelum dan sesudah berkumur setiap kelompok
diukur dengan pH meter. Data dikumpulkan dan untuk mengetahui apakah ada perbedaan perubahan
dilakukan analisis data serta penyimpulan hasil pH saliva antar kelompok yang berkumur teh putih
analisis data. konsentrasi 100% dengan 50%. Pada setiap
Data yang didapat dari tiap kelompok kelompok didapatkan sebaran data terdistribusi
dilakukan uji normalitas menggunakan uji Shapiro normal. Pada uji T tidak berpasangan didapatkan
Wilk.Data yang terdistribusi normal dilanjutkan hasil p = 0,661 (p>0,05) yang menunjukkan tidak
dengan t-Test berpasangan untuk mengetahui terdapat perbedaan signifikan antara kelompok
perbandingan pH saliva sebelum dan sesudah perlakuan.
perlakuan tiap kelompok.Data yang tidak
terdistribusi normal dilakukan uji Wilcoxon. Lalu PEMBAHASAN
dilanjutkan t-Test tidak berpasangan untuk
membandingkan antara kedua kelompok perlakuan Hasil analisis dalam penelitian ini
dengan tingkat kepercayaan 95% (p<0,05). menunjukkan terjadinya peningkatan pH saliva
yang signifikan setelah berkumur dengan teh putih
HASIL PENELITIAN seduh konsentrasi 100% maupun teh putih seduh
konsentrasi 50%. Peningkatan pH saliva setelah
Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. berkumur dengan teh putih kemungkinan terjadi
karena kandungan katekin dan polifenol yang
Tabel 1. Rata-rata pH Saliva Sebelum dan Sesudah terdapat pada teh putih. Teh putih mengandung
Berkumur Teh Putih Seduh Konsentrasi 100 katekin terutama EGCG yang berfungsi sebagai
% dan Teh Putih Seduh Konsentrasi 50%. bakteriostatis dan bakterisid terhadap bakteri
kariogenik salah satunya Streptococcus mutans.15
pH Saliva Rata-rata Katekin bekerja dengan cara mencegah terjadinya
Teh putih Teh putih adhesi Streptococus mutans menyebabkan
konsentrasi konsentrasi penghambatan aktivitas enzim glukosiltransferase
100% 50% sehingga pembentukan asam dihambat.16Katekin
Sebelum 6,922 6,991 juga dapat merusak dinding sel bakteri dan
berkumur membran sitoplasma serta menyebabkan denaturasi
Sesudah 7,053 7,082 protein.17
berkumur Aktivitas biologis senyawa flavonoid terhadap
Selisih 0,131 0,091 bakteri dilakukan dengan merusak sel bakteri. Sel
bakteri yang terdiri atas lipid dan asam amino akan
bereaksi dengan gugus alkohol pada senyawa
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa flavonoid sehingga dinding sel akan rusak dan
pada kelompok berkumur dengan teh putih senyawa tersebut dapat masuk ke dalam inti sel
konsentrasi 100%, rata-rata pH saliva sebelum dan bakteri. Senyawa ini juga akan kontak dengan
Amalia : Perbandingan Efektivitas Berkumur Larutan Teh Putih 32
DNA pada inti sel bakteri. Adanya perbedaan efektivitasnya tidak terlalu terlihat.19 Hal seperti ini
kepolaran antara lipid penyusun DNA dengan kemungkinan juga terjadi pada teh
gugus alkohol pada senyawa flavonoid putih.Konsentrasi maksimum katekin yang
menyebabkan terjadinya reaksi sehingga akan dibutuhkan untuk memicu peningkatan pH saliva
merusak struktur lipid DNA bakteri serta inti sel mungkin sudah dicapai atau dilampaui pada teh
bakteri akan lisis dan mati. Selain itu tannin yang seduh konsentrasi 50%, sehingga tidak ada
terkandung dalam teh putih dapat mengkerutkan perbedaan bermakna antara teh putih seduh
dinding sel atau membran sel sehingga konsentrasi 100% dan konsentrasi 50% terhadap
mengganggu permeabilitas sel itu sendiri. Sel tidak peningkatan pH saliva.
dapat melakukan aktivitas hidup sehingga Hasil penelitian Putri (2011) tentang pengaruh
pertumbuhannya terhambat atau bahkan mati.18 campuran madu dan teh hijau dalam perubahan
Peningkatan pH saliva terjadi akibat adanya derajat keasaman (pH) saliva anak terlihat bahwa
peningkatan sekresi saliva. Adanya peningkatan kenaikan pH saliva terjadi pada menit pertama
sekresi saliva menyebabkan peningkatan ion-ion sampai pada menit ke -15 dan turun pada menit ke-
bikarbonat sehingga pH saliva akan meningkat. 30 pada semua kelompok.19 Penelitian Afifah
Peningkatan sekresi saliva dapat terjadi karena (2010) tentang uji beda dalam pemberian teh hijau
adanya rangsangan mekanis dan kimiawi terhadap dan teh hitam terhadap pH saliva secara in vivo
kelenjar saliva.Peningkatan pH pada penelitian ini menunjukkan terjadi perbedaan waktu kenaikan pH
kemungkinan terjadi akibat peningkatan sekresi saliva.pH saliva turun pada menit ke-2 kemudian
saliva yang berasal dari rangsangan kandungan naik pada menit ke-6 dan kembali turun pada menit
seduhan teh putih yaitu tannin yang terasa ke-10. Adapula yang mengalami perlambatan,
pahit.Hal ini sesuai dengan penelitian Permatasari menurun sampai menit ke- 6 kemudian baru
(2011), yang menunjukkan adanya peningkatan meningkat pada menit ke-10.10 Pada penelitian ini
sekresi saliva pada kelompok kontrol karena hanya dilakukan pengukuran saliva langsung
rangsangan mekanis terhadap kelenjar saliva setelah berkumur dan tidak dilakukan perentang
(berkumur).Sekresi saliva yang dihasilkan pada waktu, sehingga efek teh putih seduh konsentrasi
kelompok perlakuan lebih banyak karena terjadi 100% dengan 50% tidak diketahui sampai kapan
dua rangsangan pada kelenjar saliva, yaitu efektifnya dalam merubah atau meningkatkan pH
rangsangan mekanik (berkumur) dan rangsangan saliva.
kimiawi (rasa pahit dari tannin) sehingga ion-ion Tidak adanya perbedaan peningkatan pH
bikarbonat yang dihasilkan lebih saliva antar kelompok kemungkinan disebabkan
banyak.Akibatnya, pH saliva pada kelompok oleh beberapa faktor yang tidak dapat peneliti
perlakuan meningkat secara signifikan kendalikan, seperti kepatuhan diet atau pola makan
dibandingkan kelompok kontrol.20Pada penelitian seseorang dan karies.Menurut Toda M yang dikutip
ini tidak dilakukan pengukuran volume saliva dari Nur Afifah orang yang memiliki kebiasaan
sehingga peningkatan sekresi saliva tidak bisa mengunyah makanan yang banyak mengandung
dinilai. serat seperti buah-buahan dan sayur-sayuran
Berdasarkan hasil analisis yang telah mempengaruhi pH saliva dengan secara tidak
dilakukan, dapat dilihat bahwa tidak terdapat langsung melalui peningkatan sekresi saliva.pH
perbedaan peningkatan pH saliva yang signifikan dan kapasitas buffer saliva juga akan berpengaruh
antara kelompok yang berkumur teh putih seduh setelah makan. pH saliva menjadi asam 10 menit
konsentrasi 100% dengan 50%. Penelitian setelah makan karbohidrat dan proses untuk
Sakanaka yang dikutip dari Wiria menyatakan menormalkan pH saliva setelah makan memerlukan
bahwa konsentrasi hambat minimum katekin yang waktu 30-60 menit.10 Pada penelitian ini responden
diperlukan untuk menghambat pembentukan diminta agar tidak mengkonsumsi makanan
glukan dengan bantuan enzim glukosiltransferase minimal 1 jam sebelum penelitian. Kemungkinan
adalah 0,025 – 0.030 mg/ml. Pada penelitian Wiria masih terdapat responden yang tidak mematuhi
(2008) yang membandingkan efektivitas berkumur instruksi untuk tidak makan sebelum perlakuan
larutan teh hijau seduh konsentrasi 100% dengan sehingga berpengaruh terhadap pH saliva setelah
50% terhadap pembentukan plak gigi menunjukkan pemberian seduhan teh putih untuk berkumur.
nilai KHM pada teh hijau konsentrasi seduh 100% Faktor lainyang dapat berpengaruh terhadap
kira-kira 1,3 – 2,533 mg/ml dan pada konsentrasi penelitian adalah karies. Pada hasil kuesioner
50% yaitu 0,65-1,265 mg/ml. Konsentrasi tersebut didapatkan faktor perancu yang bisa mempengaruhi
menunjukkan nilai yang lebih besar dari pada hasil seperti gigi berlubang. Gigi berlubang akan
KHM katekin. Hasil penelitian Wiria menunjukkan mempermudah makanan/minuman menempel
tidak adanya perbedaan bermakna. Hal tersebut sehingga terdapat banyak bakteri yang dapat hidup
dimungkinkan karena kadar atau konsentrasi dan dapat menghasilkan asam.Hal ini
katekin dalam kedua larutan teh seduh ini jauh menyebabkan potensi pembentukan asam lebih
lebih besar dari KHM (konsentrasi hambat tinggi.10 Pada penelitian ini faktor karies tidak
minimum) katekin, sehingga perbedaan dikendalikan, sehingga adanya gigi karies pada
33 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 29 - 33
responden dapat mempengaruhi pH 11. Adrianto, Kiki. Efek Antibakteri Polifenol Biji
saliva.Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik Kakao pada Streptococcus mutans. Skripsi.
kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan Jamber: Fakultas Kedokteran Gigi. 2012.
efektifitas antara teh putih (Camellia sinensis. L) 12. Ukra M. The Miracle of Tea. Bandung: Qanita,
seduh konsentrasi 100% dan 50% sebagai obat 2011. Hal:53.
kumur terhadap peningkatan pH saliva. 13. Jighisa A, Rai N, Kumar N, Gautam P. Green
Tea : A Magical Herb with Miraculous
DAFTAR PUSTAKA Outcomes. International Research Journal of
Pharmacy 2012; 3(5): 139-148.
1. Badan Penelitian dan Pengembangan 14. Bestbook.1001 Teh – Dari Asal Usul, Tradisi,
Kesehatan Kementerian Kesehatan. Riset Khasiat Hingga Racikan Teh. Yogyakarta:
Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Jakarta: Andi Publisher, 2010. Hal: 50-74.
Badan Penelitian dan Pengembangan 15. Wiria F. Perbandingan Efektvitas Berkumur
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2007. dengan Larutan Teh Hijau Seduh Konsentrasi
Hal: 141-142. 100% dan 50% dalam Menghambat
2. Simanjuntak CMK. Hubungan Keadaan Saliva Pembentukan Plak Gigi Secara Klinis pada
dengan Risiko Karies pada Siswa X SMK Enam Permukaan Gigi. Skripsi. Jakarta:
Negeri 9 Medan. Repository USU 2011. Hal: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
1, 16, 54-55. Indonesia, 2008. Hal: 43.
3. Soesilo D, Rinna ES, Indeswati D. Peranan 16. Suprastiwi E. Efek Antimikroba Polifenol dari
Sorbitol dalam Mempertahankan Kestabilan Teh Hijau Jepang terhadap Streptococcus
pH Saliva pada Proses Pencegahan Karies. mutans. Skripsi. Dep.I Konservasi Gigi
Majalah Kedokteran Gigi (Dental Journal) Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
2005; 38: 25-28. Indonesia, 2007. Hal: 7.
4. Mgowan K. The Biology of Saliva 17. Amelia R, Sudomo P, Widasari L.
2005;(online),(http://discovermagazine.com/20 Perlindungan Uji Efektivitas Ekstrak Teh
05/oct/ the - biology - of - saliva), diakses 24 Hijau (Camellia Sinensis) sebagai Alat Anti
Januari 2013). Bakteri terhadap Bakteri Staphylococcus
5. Stookey GK. The Effect of Saliva on Dental Aureus dan Escherichia coli Secara In Vitro.
Caries. JADA. 2008; 139(S):11-17. Jakarta: Universitas Pembangunan Nasional
6. Endarti, Fauzia, Eeli Z. Manfaat Berkumur Veteran Jakarta. Bina Widya: Majalah Ilmiah
dengan Larutan Ekstrak Siwak (Savadora 2013; 23(4); 177-182.
Persica). Majalah Kedokteran Nusantara 2007; 18. Noorhamdani, Yully E, Hendra PS. Ekstrak
40(1): 29-37. Daun Teh Putih (Camellia sinensis) sebagai
7. McCullough MJ, Farah CS. The Role of Antibakteri Terhadap Streptococcus mutans
Alcohol in Oral Carsinogenesis with Particular Secara In Vitro.Skripsi. Program Studi
Reference to Alcohol-containing Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
mouthwashes. AustDent J 2008; 53:302-305. Universitas Brawijaya, 2013. Hal: 9.
8. Rahmah N, Aditya RKN. Uji Fungistatik 19. Putri DKT. Pengaruh Campuran Madu dan
Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L.) terhadap Teh Hijau Terhadap Perubahan Derajat
Candida albicans. BIOSCIENTIAE 2010; Keasaman (pH) Saliva Anak (Kajian Secara In
7:17-24. vitro). Laporan Penelitian. Banjarmasin:
9. Sundari D, Budi N, M. Wien W. Toksisitas Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas
Akut (LD50) dan Uji Gelegat Ekstrak Daun Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat,
Teh Hijau (Camellia sinensis (Linn.) Kunze) 2011. Hal: 35-36.
pada Mencit. Media Penelitian dan 20. Permatasari N, Miftakhul C, Felix A.
Pengembangan Kesehatan 2009; XIX: 198- Efektivitas Berkumur Infusum Teh Hijau Pada
203. Perubahan pH Saliva pada Anak SD Berusia 9-
10. Afifah N. Uji Beda Pemberian Teh Hijau dan 11 Tahun di SDN Dinoyo II Malang. Skripsi.
Teh hitam terhadap Perubahan pH Saliva Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas
Secara In Vivo. Skripsi. Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, 2011. Hal:
Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 2010. 4.
Hal: 12-42.
34
DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 1. Maret 2014
Laporan Penelitian
ABSTRACT
Background : The fear and anxiety toward dental treatment was a barrier for dentists in improving
dental health, especially in children. It was important to treat children who feel scared and anxious toward
dental treatment, because the fear and anxiety were the cause of 15 % of dental treatment failure. One of the
efforts to prevent the fear and anxiety of children to dental treatment by given demonstration counseling.
Purpose : The purpose of this study was to determine the role of demonstrations counseling toward children
fear and anxiety during dental treatment at cempaka putih public health center in Banjarmasin. Methods : This
research was a quasi experimental with posttest-only with control group design, with one group given no
treatment as controls. Children fear and anxiety was measured with CFSS-DS (Children Fear Survey Schedule-
Dental subscale). Results : Chi-square test results showed that the children who were not given demonstrations
counseling had fear higher sense of fear and anxiety, while children who were given demonstrations counseling
had a lower sense of fear and anxiety (P<0,05). Conclusion : Based on the research can be concluded that
there was significant differences between children who were given demonstrations counseling and were not
given demonstrations counseling.
ABSTRAK
Latar Belakang : Rasa takut dan cemas terhadap perawatan gigi merupakan hambatan bagi dokter
gigi dalam usaha peningkatan kesehatan gigi, terutama pada anak-anak. Penting untuk merawat anak yang
merasa takut dan cemas terhadap perawatan gigi, karena takut dan cemas merupakan penyebab dari 15%
kegagalan perawatan gigi. Salah satu upaya untuk mencegah rasa takut dan cemas anak terhadap perawatan
gigi yaitu dengan memberikan penyuluhan demonstrasi. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui peranan penyuluhan demonstrasi terhadap rasa takut dan cemas anak selama perawatan gigi di
Puskesmas Cempaka Putih Banjarmasin. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian quasi experimental
dengan posttest-only with control group design, dengan satu kelompok yang tidak diberikan perlakuan sebagai
kontrol. Rasa takut dan cemas diukur dengan CFSS-DS (Children Fear Survey Schedule-Dental Subscale).
Hasil : Hasil uji chi-squere menunjukkan bahwa anak yang tidak diberikan penyuluhan demonstrasi memiliki
rasa takut dan cemas yang tinggi, sedangkan anak yang diberi penyuluhan memiliki rasa takut dan cemas
rendah (P<0,05). Kesimpulan : Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat
perbedaan yang bermakna antara anak yang diberikan penyuluhan demonstrasi dan tidak diberikan
penyuluhan demonstrasi.
Korespondensi : Noor Hamidah, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung
Mangkurat, Jalan Veteran 128 B, Banjarmasin, Kalsel, email: Ananda_mieda@gmail.com
35 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 34 - 38
dilakukan pemeriksaan dan perawatan gigi, Berdasarkan Tabel 2 responden usia 6 tahun
dilakukan wawancara terpimpin pada anak dengan dengan kategori tinggi sebanyak 5 orang (62,5%)
panduan kuesioner yang telah dibuat. Analisis data dan kategori rendah 3 orang (37,5%). Usia 7 tahun
dilakukan dengan pengujian statistik menggunakan dengan kategori tinggi sebanyak 6 orang (60%) dan
uji chi-square, dengan tingkat kepercayaan 95% kategori rendah 4 orang (40%). Usia 8 tahun
(α= 0,05). dengan kategori tinggi sebanyak 1 orang (20%) dan
kategori rendah 4 orang (80%). Usia 9 tahun
HASIL PENELITIAN dengan kategori tinggi tidak ada dan kategori
rendah sebanyak 7 orang (100%).
Hasil penelitian tentang peranan penyuluhan
demonstrasi terhadap rasa takut dan cemas anak Tabel 3 Perbedaan rasa takut dan cemas berdasarkan
selama perawatan gigi di puskesmas cempaka putih jenis kelamin.
Banjarmasin dapat dilihat pada Tabel 1.
Rasa takut dan cemas
Tabel 1 perbedaan rasa takut dan cemas pada anak yang Total
Jenis
diberikan penyuluhan demonstrasi dan tidak diberikan Tinggi Rendah
kelamin
penyuluhan demonstrasi.
f % f % f %
Rasa Takut dan Cemas
Total laki-laki 5 35,7 9 64,3 14 100
PD Tinggi Rendah
perempuan 7 43,8 9 56,3 16 100
f % F % f %
TP 11 73,3 4 26,7 15 100
DP 1 6,7 14 93,3 15 100 Berdasarkan Tabel 3 anak laki-laki yang
memiliki rasa takut dan cemas tinggi sebanyak 5
orang (35,7%), rasa takut dan cemas rendah 9
Keterangan orang (64%). Anak perempuan yang memiliki rasa
PD : Penyuluhan Demonstrasi takut dan cemas tinggi sebanyak 7 orang (43,8%),
TP : Tanpa Penyuluhan Demonstrasi rasa takut dan cemas rendah 9 orang (56,3%). Dari
data tersebut diketahui anak laki-laki memiliki
Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa anak tingkat rasa takut yang rendah dibandingkan anak
yang tidak diberikan penyuluhan demonstrasi perempuan.
memiliki rasa takut dan cemas tinggi sebanyak 11
orang (77,3%) dan rendah 4 orang (26,7%). Anak
yang diberi penyuluhan memiliki rasa takut dan PEMBAHASAN
cemas tinggi sebanyak 1 orang (6,7%) dan yang
memiliki rasa takut dan cemas rendah 14 orang Rasa takut adalah emosi pertama yang
(93,3%). diperoleh bayi setelah lahir. Rasa takut merupakan
Perbedaan rasa takut dan cemas anak pada uji suatu mekanisme protektif untuk melindungi
chi-square diperoleh nilai signifikansi 0,01 (P < seseorang dari bahaya dan pengrusakan diri.
0,05) yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan Definisi lain menyebutkan takut (fear) merupakan
bermakna antara anak yang diberikan penyuluhan suatu luapan emosi individu terhadap adanya
demonstrasi dan tanpa penyuluhan demonstrasi. perasaan bahaya atau ancaman yang merupakan
gabungan dari beberapa faktor antara lain, perilaku
Tabel 2 Perbedaan rasa takut dan cemas anak
yang tidak menyenangkan seperti ancaman yang
berdasarkan usia.
menakutkan yang akan terjadi.12
Rasa takut dan cemas Rasa takut pada anak yang hendak melakukan
Total perawatan ke dokter gigi merupakan suatu
Usia Tinggi Rendah kecemasan yang dapat juga diartikan suatu
kekhawatiran atau ketegangan yang berasal dari
f % f % f % sumber yang tidak diketahui.6 Rasa takut pada
anak seringkali diikuti dengan adanya perubahan
6 5 62,5 3 37,5 8 100 fisiologis, kognitif, dan tingkah laku. Bentuk
ekspresi ketakutan itu sendiri bisa bermacam-
7 6 60,0 4 40,0 10 100 macam, biasanya lewat tangisan, jeritan,
8 1 20,0 4 80,0 5 100 bersembunyi atau tidak mau berpisah dari orang
tuanya.13
9 0 0,0 7 100,0 7 100
Rasa takut dalam bidang perawatan gigi anak
merupakan salah satu sikap emosional yang paling
sering ditemukan dan merupakan salah satu
37 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 34 - 38
komponen dari tidak kooperatifnya anak terhadap berhubungan erat dengan masa depan dan sering
perawatan gigi, sehingga dapat menghalangi dapat diantisipasi. Sebaliknya rasa takut merupakan
keberhasilan perawatan gigi anak. Ketakutan respon terhadap sesuatu bahaya yang timbul pada
saat ini atau masa kini.4
terhadap perawatan gigi dinyatakan dengan adanya
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
penolakan terhadap perawatan gigi. Baik penolakan dapat disimpulkan bahwa anak yang diberikan
secara total terhadap dokter gigi yang bersangkutan penyuluhan demonstrasi memiliki tingkat rasa takut
ataupun menolak beberapa jenis prosedur dan cemas yang lebih rendah dibandingkan anak
perawatan gigi yang dilakukan.5,1 Rasa cemas yang tidak diberikan penyuluhan demonstrasi.
artinya khawatir, gelisah, dan takut. Rasa cemas Anak usia 6-7 tahun memiliki tingkat rasa takut
merupakan salah satu tipe gangguan emosi yang dan cemas yang tinggi, karena masih memerlukan
orang tua dan pada usia tersebut merupakan
berhubungan dengan situasi tak terduka atau
periode tidak kooperatifnya anak serta emosi yang
dianggap berbahaya. Kecemasan juga dapat belum terkontrol dengan baik, sedangkan anak usia
didefinisikan sebagai suatu kekhawatiran atau 8-9 tahun memiliki tigkat rasa takut dan cemas
ketegangan yang berasal dari sumber yang tidak rendah, karena sudah bisa menerima berbagai
diketahui. Kecemasan pada anak dapat situasi yang tidak menyenangkan dan
dimaksudkan sebagai rasa takut terhadap perawatan perkembangan emosinya sudah semakin baik.
gigi.2,13 Umumnya anak usia 8-9 tahun bersifat toleran, bisa
diajak kerja sama dan senang memperagakan
Rasa cemas banyak ditemukan pada anak sesuatu.16 Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
Amrullah (2012) yang menyebutkan bahwa anak
yang baru pertama kali ke dokter gigi, beberapa usia 9 tahun memiliki tingkat rasa takut yang lebih
diantaranya mengatakan cemas terhadap rendah, karena anak usia 9 tahun lebih bertanggung
pencabutan dan penambalan walaupun mereka jawab, mandiri, patuh, dan mudah bergaul dengan
tidak pernah mempunyai riwayat pencabutan dan orang lain.7
penambalan sebelumnya.7 Kecemasan merupakan
kondisi emosional yang tidak menyenangkan,
DAFTAR PUSTAKA
ditandai oleh perasaan-perasaan subjektif seperti
ketakutan, ketegangan serta kekhawatiran terhadap 1. Badan Penelitian dan Pengembangan
situasi yang dianggap berbahaya. Karena Kesehatan Depertemen Kesehatan Republik
kecemasan sering memicu anak menjadi tidak Indonesia. Laporan Hasil Riset Kesehatan
kooperatif terhadap perawatan gigi sehingga waktu Dasar (RISKESDAS) Provinsi Kalimantan
Selatan Tahun 2007. Jakarta: Depkes RI. 2009.
perawatannya lebih lama dan tidak memberikan
Hal: 119-120.
hasil yang memuaskan.14 2. Soeparmin S, Suarjaya, dan Melati PT.
Peranan Musik dalam Mengurangi Kecemasan
Rasa takut dan cemas menghadapi perawatan Anak Selama Perawatan Gigi. Interdental
gigi merupakan reaksi yang pada umumnya Jurnal Kedokteran Gigi 2008; 1: 1-5.
dirasakan pasien baik anak maupun dewasa. Rasa 3. Mappijah N. Rasa Takut dan Cemas Anak
takut pada pasien anak muncul akibat adanya Terhadap Perawatan Gigi di SDN 20 Panyula
perasaan cemas dan khawatir melihat peralatan dan Kab. Bone tahun 2010. Media Kesehatan Gigi
obat-obatan yang digunakan dalam perawatan gigi, 2010; 2: 28-36.
4. Pasetyo EP. Peran Musik Sebagai Fasilitas
seperti takut dan cemas melihat bor, jarum suntik
dalam Praktek Dokter Gigi untuk Mengurangi
dan tang gigi.3,16 Kecemasan dan rasa takut Kecemasan Pasien. Surabaya: Fakultas
terhadap perawatan gigi menyebabkan penderita Kedokteran Gigi Universitas Airlangga. 2005.
merasa enggan untuk berobat ke unit pelayanan Hal: 41-42.
kesehatan gigi.15 5. Soeparmin S. Distraksi Sebagai Salah Satu
Pendekatan yang Dilakukan dalam Mencapai
Rasa takut dan cemas sering berhubungan Keberhasilan Perawatan Gigi Anak. Journal
erat, saat orang merasa takut akan sesuatu, orang Dentika Dental 2010; 15(1): 91-95.
tersebut akan merasa cemas. Walaupun perasaan 6. Hariyani N, Setyo L, dan Soedjoko. Mengatasi
cemas dan takut keduanya berhubungan erat, tetapi Kegagalan Penyuluhan Kesehatan Gigi pada
keduanya berbeda. Rasa cemas merupakan suatu Anak dengan Pendekatan Psikologi. Journal
perasaan gelisah terhadap suatu yang diharapkan. Dentika Dental 2008; 1(3):80-84
Perasaan cemas berhubungan dengan harapan 7. Amrullah AA. Tingkat Kecemasan Anak
seseorang dalam menghadapi sesuatu yang Sekolah Dasar Usia 6, 9, dan 12 Tahun
mengerikan atau menakutkan. Rasa cemas sering Terhadap Perawatan Gigi. Fakultas
Hamidah : Peranan Penyuluhan Demonstrasi 38
DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 1. Maret 2014
Laporan Penelitian
ABSTRACT
Background: Brushing teeth was the cheapest and the easiest preventive action to do. However, the
maximal result was difficult to obtain. The sweet and sticky food was cariogenic and the characteristic of South
Borneo’s food. Purpose: This research aims to determine the difference of salivary pH from brushing teeth
before and after eating the sweet and sticky food measured by pH meter at 10-12 years old children in SDN
Melayu 2 Banjarmasin. Methods: This study used a quasi experimental with pretest-posttest two group design.
The test of hypothesis was done by using a wilcoxon test. The sample was 60 children with purposive sampling
technique. Results: This study showed that the salivary pH average of group who brushed teeth before eating the
sweet and sticky food at 5th, 15th and 30th minute was 7,3. And the salivary pH average of group who brushed
teeth after eating the sweet and sticky food was 7,1. Conclusion: There was a significant difference of salivary
pH from brushing teeth before and after eating the sweet and sticky food measured by pH meter at 10-12 years
old children in SDN Melayu 2 Banjarmasin at 5th minute with p= 0,007, at 15th minute with p= 0,008 and at 30th
minute with p= 0,002 that used wilcoxon test.
Keywords: salivary pH, brushing teeth, sweet and sticky food, caries, cariogenic.
ABSTRAK
Latar belakang: Menggosok gigi adalah tindakan preventif yang paling mudah dan murah dilakukan.
Namun selama ini hasil yang maksimal sukar didapat. Makanan manis dan lengket merupakan makanan
kariogenik dan ciri khas makanan di Kalimantan Selatan. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
perbedaan pH saliva menggosok gigi sebelum dan sesudah mengonsumsi makanan manis dan lengket yang
diukur menggunakan pH meter pada anak usia 10-12 tahun di SDN Melayu 2 Banjarmasin. Metode: Metode
yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimental semu (quasi experimental) dengan pretest-posttest two
group design. Uji hipotesa menggunakan wilcoxon test. Sampel berjumlah 60 anak diambil dengan tekhnik
purposive sampling. Hasil: Hasil penelitian ini adalah rata-rata pH saliva pada kelompok menggosok gigi
sebelum mengkonsumsi makanan manis dan lengket pada menit ke-5, 15 dan 30 adalah 7,3. Dan Rata-rata pH
saliva pada kelompok menggosok gigi sesudah mengkonsumsi makanan manis dan lengket pada menit ke-5, 15
dan 30 adalah 7,1. Kesimpulan: Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa
terdapat perbedaan pH saliva menggosok gigi sebelum dan sesudah mengonsumsi makanan manis dan lengket
yang diukur menggunakan pH meter pada anak usia 10-12 tahun di SDN Melayu 2 Banjarmasin pada menit ke-
5 dengan nilai p= 0,007, pada menit ke-15 dengan nilai p=0,008, dan pada menit ke-30 dengan nilai p= 0,002
menggunakan wilcoxon test.
Kata-kata kunci: pH saliva, menggosok gigi, makanan manis dan lengket, karies, kariogenik.
Korespondensi: Shandy Hidayat, Program Studi Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Universitas Lambung
Mangkurat, Jl. Veteran 128B, Banjarmasin 70249, Kalimantan Selatan, e-mail: shandy865@gmail.com.
Hidayat : Perbedaan Ph Saliva Menggosok Gigi Sebelum Dan Sesudah 40
pretest-posttest two group design. Populasi Tabel 1 Rata-Rata pH Saliva Berdasarkan Umur pada
penelitian ini adalah semua siswa SD yang berusia Anak Usia 10-12 Tahun di SDN Melayu 2
10-12 tahun di SDN Melayu 2 Banjarmasin. Banjarmasin
Sampel pada penelitian ini diambil dengan Jumlah
No. Umur pH Rata-rata
Individu
purposive sampling. Sampel adalah semua siswa
1 10 Tahun 17 6.9
SD yang berusia 10-12 tahun di SDN Melayu 2
Banjarmasin dan memenuhi kriteria inklusi dan 2 11 tahun 23 6.9
eksklusi. Kriteria inklusi: bersedia menjadi 3 12 Tahun 20 6.8
responden, siswa yang berhadir di sekolah pada
saat pemeriksaan, siswa SD berusia 10-12 tahun di Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa pH
SDN Melayu 2 Banjarmasin yang memiliki pH saliva rata-rata pada umur 10 tahun adalah 6.9 dari
saliva asam (pH 5-6 dengan skala pH indikator), 17 orang anak. pH saliva rata-rata pada umur 11
dan responden belum mengkonsumsi makanan dan tahun adalah 6.9 dari 23 orang anak. pH saliva rata-
minuman perasa 1 jam sebelum pemeriksaan. rata pada umur 12 tahun adalah 6.8 dari 20 orang
Kriteria eksklusi: responden tidak bersedia (sakit), anak.
responden alergi coklat, siswa mempunyai penyakit Grafik 1 Rata-rata pH Saliva pada Kelompok
sistemik seperti diabetes, responden tidak sedang Menggosok Gigi Sebelum Mengkonsumsi
berpuasa. Makanan Manis dan Lengket.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pH indikator, pH meter, dan alat tulis.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
coklat, sikat gigi, pasta gigi, dan air mineral.
Variable bebas dalam penelitian ini adalah 29
makanan manis dan lengket, dan menggosok gigi. 27
Variabel terikatnya adalah pH saliva. Dan variable
penganggunya adalah perilaku dan usia. Penelitian 25
ini dilakukan di kelas IV-VI. SDN Melayu 2
23
Banjarmasin. Setelah itu dicatat nama, umur, jenis pH Sesudah
kelamin, dan alamat. Subjek diperiksa satu persatu 21 Perlakuan 30
pH salivanya menggunakan kertas lakmus. menit
Kemudian subjek yang diperiksa harus memenuhi 19
S
syarat yaitu satu jam sebelum pemeriksaan tidak pH Sesudah
i 17
boleh mengkonsumsi makanan dan minuman Perlakuan 15
perasa. Subjek yang pH salivanya asam s 15 menit
dikumpulkan kemudian diambil menjadi 60 orang w
13 pH Sesudah
menjadi sampel penelitian. Sampel penelitian harus a
Perlakuan 5
memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. pH saliva 11
subjek diukur sebelum diberikan perlakuan menit
9
menggunakan pH meter. Kemudian subjek dipisah pH Sebelum
menjadi 2 kelompok yang terdiri dari 30 orang 7 Perlakuan
perkelompok. Kelompok pertama diberikan
perlakuan menggosok gigi sebelum mengkonsumsi 5
coklat kemudian diukur pH salivanya 3
menggunakan pH meter pada menit ke 5, 15 dan
30. Kelompok kedua diberikan perlakuan 1
menggosok gigi setelah mengkonsumsi coklat 0 2 4 6 8 10
kemudian diukur pH salivanya menggunakan pH
meter pada menit ke 5, 15 dan 30. pH Saliva
HASIL PENELITIAN
menit ke-15 adalah 8,2 sedangkan pH saliva sampel kecil (n < 50). Hasil uji normalitas
terendah pada menit ke-15 adalah 6,8. pH saliva didapatkan sebaran data yang tidak normal pada
tertinggi pada menit ke-30 adalah 7,9 sedangkan data perlakuan menggosok gigi sesudah
pH saliva terendah pada menit ke-30 adalah 6,5. mengkonsumsi makanan manis dan lengket pada
Berdasarkan data Grafik 2 diketahui bahwa menit ke-5, 15 dan 30, karena nilai signifikansi (p)
rata-rata pH saliva pada kelompok menggosok gigi pada data tersebut adalah 0,005, 0,005 dan 0,038.
sesudah mengkonsumsi makanan manis dan Nilai p pada perlakuan menggosok gigi sesudah
lengket pada menit ke-5, 15, dan 30 adalah 7,1. pH mengkonsumsi makanan manis pada menit ke-5, 15
saliva tertingi pada menit ke-5 adalah 7,8 dan 30 kurang dari 0,05 yang artinya data tidak
sedangkan pH saliva terendah pada menit ke-5 terdistribusi normal. Kemudian dilakukan
adalah 6,2. pH saliva tertinggi pada menit ke-15 transformasi data dengan Log dan Sqrt, tetapi
adalah 7,6 sedangkan pH saliva terendah pada hasilnya tetap menunjukkan data yang tidak
menit ke-15 adalah 6,5. pH saliva tertinggi pada terdistribusi normal. Karena data berasal dari
menit ke-30 adalah 7,7 sedangkan pH saliva kelompok yang berpasangan, maka tidak dilakukan
terendah pada menit ke-30 adalah 6,5. uji homogenitas data. Syarat digunakannya uji T
Grafik 2 Rata-rata pH Saliva pada Kelompok berpasangan adalah data yang digunakan harus
Menggosok Gigi Setelah Mengkonsumsi terdistribusi normal dan homogen. Sedangkan dari
Makanan Manis dan Lengket hasil perhitungan, didapatkan data tidak normal
sehingga uji T berpasangan tidak dapat digunakan
sehingga dilakukan uji alternatif yaitu uji
nonparametrik Wilcoxon dengan kepercayaan 95%.
4,12
perbandingan pada menit ke-15 menunjukkan nilai .Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya
p = 0,008 dan perbandingan pada menit ke-30 perubahan pada pH saliva antara lain rata-rata
menunjukkan nilai p = 0,002, karena nilai p < 0.05 kecepatan aliran saliva, mikroorganisme rongga
mulut, dan kapasitas buffer saliva. Selain itu ada
maka H0 ditolak dan Ha diterima sehingga dapat
faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang asam, antara lain: jenis karbohidrat yang terdapat
bermakna antara pH saliva menggosok gigi dalam diet, konsentrasi karbohidrat dalam diet,
sebelum dan sesudah mengkonsumsi makanan jenis dan jumlah bakteri di dalam plak, keadaan
manis dan lengket pada menit ke-5, 15 dan 30 yang fisiologis bakteri tersebut dan pH di dalam plak12.
diukur menggunkan pH meter pada anak usia 10-12 Makanan manis dan lengket mengandung
tahun di SDN Melayu 2 Banjarmasin. karbohidrat yang merupakan sumber energi utama
bagi bakteri mulut dan secara langsung terlibat
dalam penurunan pH. Jenis karbohidrat yang paling
PEMBAHASAN cocok bagi produksi asam oleh bakteri di dalam
plak adalah gula-gula sederhana, seperti sukrosa,
Berdasarkan hasil uji Wilcoxon dan rata-rata glukosa, fruktosa, maltosa, dan lain-lain. Gula-gula
pH saliva setelah perlakuan pada kedua kelompok ini mempunyai molekul yang kecil sehingga mudah
maka dapat dipahami bahwa hasil penelitian ini berdifusi ke dalam plak dan dengan cepat akan
sesuai dengan hipotesis peneliti yang menunjukkan dipecah oleh bakteri menjadi asam. Karbohidrat
adanya perbedaan bermakna antara kedua jenis polisakarida (pati) mempunyai molekul lebih
besar akan sulit masuk ke dalam plak sehingga
kelompok yaitu kelompok menggosok gigi sebelum
lebih sulit dipecah oleh bakteri (13,14).
mengkonsumsi makanan manis dan lengket dan Makanan manis dan lengket yang digunakan
kelompok menggosok gigi sesudah mengkonsumsi pada penelitian ini adalah coklat karena termasuk
makanan manis dan lengket. Rata-rata pH saliva jenis makanan manis dan lengket serta lebih lunak
menggosok gigi sebelum mengkonsumsi makanan dibandingkan dengan permen biskuit, roti, dan
manis dan lengket lebih tinggi (basa) daripada rata- wafer. Menurut penelitian Diana (2004), semakin
rata pH saliva menggosok gigi sesudah besar kekuatan mastikasi maka semakin besar
mengkonsumsi makanan manis dan lengket. Hal ini saliva yang dihasilkan. Salah satu faktor yang
sesuai dengan saran dari hasil penelitian mempengaruhi gerakan mastikasi yaitu konsistensi
Praptiningsih dan Ningtyas yang menganjurkan makanan. Saat mengkonsumsi makanan dengan
agar menggosok gigi pada suasana rongga mulut konsistensi cair (lunak) organ mastikasi kurang
tidak dalam keadaan asam. Berdasarkan hasil menjalankan fungsi pengunyahan. Sebaliknya, saat
penelitian Thomas Attin tentang perbedaan pH mengkonsumsi makanan dengan konsistensi padat
saliva menyikat gigi sebelum dan sesudah (keras) organ mastikasi bekerja sangat keras1,9.
mengkonsumsi minuman bersoda menyatakan Kegiatan menggosok gigi adalah tindakan
menyikat gigi setelah mengkonsumsi minuman preventif yang paling mudah dan murah dilakukan.
bersoda (minuman ringan) tidak boleh, karena Menggosok gigi bertujuan untuk mencegah
dapat mengerosi gigi. Menyikat gigi sebaiknya terjadinya penyakit pada jaringan keras maupun
menunggu 30 menit setelah mengkonsumsi jaringan lunak dengan menghilangkan plak dan
minuman besoda ataupun sebelum mengkonsumsi. membersihkan gigi dan mulut dari sisa makanan
Hal ini dikarenakan, minuman bersoda dan debris. Hal ini dikarenakan dalam pasta gigi
mengandung zat asam dan memiliki pH 3,0 atau terkandung bahan-bahan abrasif, pembersih, bahan
lebih rendah sehingga dapat menyebabkan penambah rasa dan warna, serta pemanis. Dapat
demineralisasi pada jaringan keras gigi 4,7,8. juga ditambahkan bahan pengikat, pelembab,
Derajat keasaman pH dan kapasitas buffer pengawet, fluor, dan air. Bahan abrasif dapat
saliva ditentukan oleh susunan kuantitatif dan
membantu melepaskan plak dan pelikel tanpa
kualitatif elektrolit di dalam saliva terutama
ditentukan oleh susunan bikarbonat, karena menghilangkan lapisan email12.
susunan bikarbonat sangat konstan dalam saliva Pada kelompok menggosok gigi sebelum
dan berasal dari kelenjar saliva. Derajat keasaman mengkonsumsi makanan manis dan lengket
saliva dalam keadaan normal antara 5,6–7,0 dengan memiliki rata-rata pH saliva lebih tinggi (basa)
rata-rata pH 6,7. Derajat keasaman (pH) saliva daripada kelompok menggosok gigi sesudah
optimum untuk pertumbuhan bakteri 6,5–7,5 dan mengkonsumsi makanan manis dan lengket. Hal ini
apabila rongga mulut pH-nya rendah antara 4,5–5,5
dikarenakan, pada kelompok menggosok gigi
akan memudahkan pertumbuhan kuman asidogenik
seperti Streptococcus mutans dan Lactobacillus sebelum mengkonsumsi makanan manis dan
Hidayat : Perbedaan Ph Saliva Menggosok Gigi Sebelum Dan Sesudah 44
lengket lingkungan rongga mulut telah dibasakan penelitian Diana (2004), semakin besar kekuatan
dan akumulasi plak dan bakteri juga mengalami mastikasi maka semakin besar saliva yang
penurunan akibat menggosok gigi. Sehingga dihasilkan9.
kemampuan bakteri untuk metabolisme karbohidrat Berdasarkan teknik pengambilan sampel, pada
menjadi asam menurun. Di rongga mulut terdapat penelitian ini tekhnik yang digunakan dalam
terdapat bakteri Veillonella yang menggunakan pengambilan sampel adalah purposive sampling.
asam laktat sebagai bahan awal metabolisme yang Purposive sampling adalah pengambilan sampel
menghasilkan energi untuknya. Asam laktat ini secara purposive didasarkan pada suatu
akan diubah oleh bakteri tersebut menjadi CO2 pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti,
sehingga dalam hal ini Veillonella dapat dianggap berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang
sebagai organisme penghalang karies12. sudah diketahui sebelumnya. Pada penelitian ini
Sedangkan pada kelompok menggosok gigi mempunyai kreteria inklusi dan ekslusi yang
sesudah makan, rata-rata pH saliva lebih asam. Hal mempengaruhi besar atau kecilnya pH saliva
ini dikarenakan kondisi mulut saat makan lebih sampel. Adapun kreteria inklusi yang
asam dibandingkan dengan kelompok menggosok mengakibatkan tidak ada perbedaan yang bermakna
gigi sebelum makan dan jumlah akumulasi plak pada rata-rata pH saliva berdasarkan umur adalah
dan bakteri di rongga mulut lebih banyak siswa SD berusia 10-12 tahun di SDN Melayu 2
dibandingkan dengan kelompok menggosok gigi Banjarmasin yang memiliki pH saliva asam (pH 5-
sebelum makan. Kemampuan bakteri 6 dengan skala pH indikator).
memetabolisme makanan menjadi asam lebih besar Faktor yang menyebabkan terjadinya
dibanding kelompok yang menggosok gigi sebelum perubahan pada pH saliva antara lain rata-rata
makan karena kondisi lingkungan yang mendukung kecepatan aliran saliva, mikroorganisme rongga
dan total bakteri di rongga mulut jauh lebih mulut, dan kapasitas buffer saliva. Selain itu ada
banyak12. faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan
Berdasarkan penjelasan di atas dan hasil asam, antara lain: jenis karbohidrat yang terdapat
penelitian yang telah dilakukan bahwa pH saliva dalam diet, konsentrasi karbohidrat dalam diet,
kelompok menggosok gigi sebelum mengkonsumsi jenis dan jumlah bakteri di dalam plak, keadaan
makanan manis dan lengket dan kelompok fisiologis bakteri tersebut dan pH di dalam plak9.
menggosok gigi sesudah mengkonsumsi makanan Berdasarkan penjelasan di atas dan hasil
manis dan lengket menunjukan pH netral atau penelitian yang dilakukan bahwa umur dan jenis
sama-sama bagus yaitu rata-rata di atas 7. kelamin tidak berpengaruh terhadap besar atau
Dianjurkan untuk menggosok gigi sebelum dan kecilnya pH saliva. Hal ini sesuai penelitian yang
sesudah mengkonsumsi makanan manis dan telah dilakukan oleh Motoc dkk(2003) bahwa tidak
lengket. Hal ini dikarenakan menggosok gigi ada perbedaan rata-rata pH saliva berdasarkan
sebelum mengkonsumsi makanan manis dan umur dan jenis kelamin. pH saliva dapat
lengket dapat mempertahankan pH saliva dalam dipengaruhi oleh aliran saliva dan diet17.
keadaan normal (tidak dalam pH kritis) saat kita Berdasarkan hasil penelitian dapat
makan sampai 30 menit sesudah makan sehingga disimpulkan bahwa rata-rata pH saliva pada
gigi tidak mengalami demineralisasi. Perlu kelompok menggosok gigi sebelum mengkonsumsi
menggosok gigi sesudah mengkonsumsi makanan makanan manis dan lengket pada menit ke-5, 15
manis dan lengket agar dapat mencegah akumulasi dan 30 adalah 7,3 (netral), sedangkan rata-rata pH
plak sesudah makan, yang merupakan sumber saliva pada kelompok menggosok gigi sesudah
bahan makanan bagi bakteri kariogenik. mengkonsumsi makanan manis dan lengket pada
Berdasarkan data dari Tabel 5.3 tentang rata- menit ke-5, 15 dan 30 adalah 7,1 (netral). Selain itu
rata pH saliva berdasarkan umur menunjukkan tidak terdapat perbedaan rata-rata pH saliva
bahwa tidak ada perbedaan. Hal ini dikarenakan berdasarkan umur 10-12 tahun. Serta terdapat
anak usia 10-12 tahun tidak teralu memiliki perbedaan pH saliva menggosok gigi sebelum dan
perbedaan yang jauh, baik dari fisik maupun sesudah mengonsumsi makanan manis dan lengket
tingkah laku. Secara anatomi, muskuluskeletal yang diukur menggunakan pH meter pada anak
cranium anak usia 10-12 tahun tidak terdapat usia 10-12 tahun di SDN Melayu 2 Banjarmasin.
perbedaan yang signifikan. Sistem mastikasi sangat Melalui Dinas Kesehatan dan lembaga
berpengaruh dengan produksi saliva. Menurut pendidikan khususnya Fakultas Kedokteran
45 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 39 - 45
Program Studi Kedokteran Gigi Universitas 7. Alamsyah RM. Efek perbedaan cara
Lambung Mangkurat disarankan untuk merubaha meminum softdrink (minuman ringan)
pola waktu menggosok gigi, yaitu menggosok gigi terhadap penurunan pH saliva pada siswa
SMP Raksana Medan. Medan: FKG
sebelum dan sesudah mengkonsumsi makanan
Universitas Sumatera Utara; 2010. p1-2;9.
khususnya makanan manis dan lengket melalui 8. Ningsih DS. Pengaruh mastikasi terhadap
pelaksanaan UKGS dan pelaksanaan bakti sosial. kecepatan aliran saliva. Medan: FKG
Selain itu disarankan juga untuk menambahan label Universitas Sumatera Utara; 2004. p12;29.
menjaga kesehatan gigi dan mulut pada produk 9. Rahmawati I. Perilaku kesehatan gigi dan
makanan khususnya yang mengandung gula yang mulut pada anak sekolah dasar di kabupaten
tinggi, melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan Banjar. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada;
2012. p1.
(BPOM), agar meminta produsen makan dan
10. Riyanti E, Chemiawan E, Rizalda RA.
minuman khususnya makanan yang berkadar gula Hubungan pendidikan penyikatan gigi dengan
tinggi (manis) dan lengket seperti coklat tingkat kebersihan gigi dan mulut siswa dan
mencantumkan peringatan untuk “menggosok gigi siswi Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT)
sebelum dan sesudah mengkonsumsi makanan Imam Bukhari Desa Sayang Kecamatan
manis dan lengket” karena dapat menyebabkan Jatinangor Kabupaten Sumedang. Bandung:
karies serta pemerintah untuk menganjurkan juga FKG Universitas Padjadjaran; 2005. p4.
11. Soesilo D, Santoso RE, Diyatri I. Peranan
agar semua restoran dan rumah makan agar
sorbitol dalam mempertahankan kestabilan
menyediakan tempat dan poster untuk menggosok pH saliva pada proses pencegahan karies.
gigi sebelum dan sesudah makan. Majalah Kedokteran Gigi. Dent. J.
2005;38:1:25–8.
DAFTAR PUSTAKA 12. Putri MH, Herijulianti E, Nurjannah N. Ilmu
pencegahan penyakit jaringan keras dan
1. Suyuti M. Pengaruh makanan serba manis dan jaringan pendukung gigi. Jakarta: EGC; 2010.
lengket terhadap terjadinya karies gigi pada p64;168.
anak usia 9-10 tahun di SD Negeri 13. Warni L. Hubungan perilaku murid SD kelas
Monginsidi II Makassar. Media Kesehatan V dan VI pada kesehatan gigi dan mulut
Gigi. 2010;2:14. terhadap status karies gigi di wilayah
2. Jovina TA. Pengaruh kebiasaan menyikat gigi Kecamatan Delitua Kabupaten Deli Serdang
terhadap status pengalaman karies Riskesdas tahun 2009. Medan: FKM Universitas
2007. Jakarta: Universitas Indonesia; 2010. Sumatera Utara; 2009. p29.
p1-2. 14. Bajeng NRKR. Studi pengaruh penambahan
3. Anonimous. Laporan hasil riset kesehatan semi refined carageenan (Eucheuma cottonii)
dasar RIKESDAS provinsi Kalimantan dan bubuk bungkil kacang tanah terhadap
Selatan tahun 2007. Jakarta: Departemen mutu permen cokelat (chocolate). Makassar:
Kesehatan RI; 2009. p116-(7). Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin;
4. Praptiningsih RS, Ningtyas EAE. Pengaruh 2012. p9.
metode menggosok gigi sebelum makan 15. Putri IN. Efek penyuluhan kesehatan gigi dan
terhadap kuantitas bakteri dan pH saliva. mulut dengan demonstrasi cara menyikat gigi
Jurnal Ilmiah Sultan Agung. 2010;48:123:55- terhadap penurunan indeks plak pada murid
62. kelas VI Sekolah Dasar (penelitian dilakukan
5. Oktarianda B. Hubungan waktu, tekhnik di Desa Padang Loang Kecamatan
menggosok gigi dan jenis makanan yang Patampanua Kabupaten Pinrang). Makassar:
dikonsumsi dengan kejadian karies gigi pada FKG Universitas Hasanuddin; 2012. p33-44.
murid SDN 66 Payakumbuh di wilayah kerja 16. Kasjono HS, Yasril. Teknik sampling untuk
PUSKESMAS Lampasi Payakumbuh tahun penelitian kesehatan. Ed 1. Yogyakarta; 2009.
2011. Padang: FK Universitas Andalas; 2011. p129-130.
p4. 17. Motoc M, Samoila C, Sfrijan F, Ardelean L,
6. Lund AE. Wait to brush your teeth after Verdes D, Andrei M, Anghel M, Popescu A.
drinking soda. JADA. 2003;134:1176-8. The variation of some salivary components in
corelation wth sex and age at puberty. TMJ.
2003;53:3(4):255.
46
DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 1. Maret 2014
Laporan Penelitian
LEBAR BENIH GIGI ANAK TIKUS YANG DILAHIRKAN OLEH INDUK TIKUS
PENGIDAP DIABETES MELLITUS GESTASIONAL
Nurdiana Dewi
Bagian Biologi Oral, Program Studi Kedokteran Gigi Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin-Indonesia
ABSTRACT
Background : Gestational Diabetes mellitus ( DM ) is glucose intolerance that begins or first detected
during pregnancy. Gestational diabetes mellitus can cause complications to mother and offspring . The janin
are at risk for nutritional deficiency. Nutritional deficiencies can cause decrease in the size of the tooth tissue.
Purpose : This study aimed to determine the width of the first molar tooth germ in rat pups born to female rat
with DM. Methods : This study used a true experimental method with post -test only design and completely
randomized design. Sixteen female rats aged 2.5-3 months, body weight 150-200 g were mated and treated on
day 0 of pregnancy. Group A was the control group, injected intraperitoneally with citrate buffer. Group B was
DM group, injected intraperitoneally with streptozotocin (STZ) 40 mg / kg BW. Two rat pups born from each
female rat were decapitated on day 5 after birth and taken first mandibular molar tooth germ. Histopathology
procedure were performed with HE staining and tooth germ width were measured. Results: The average and
standard deviation of of width tooth germ in the control group was ( 921.97 ± 85.16 ) µm , while the average
and standard deviation of width of tooth germ in the DM group was ( 886.54 ± 92.76 ) µm. Student T - test
results showed p = 0.41 ( p < 0.05 ), which means there was no significant difference in the size of the
mandibular molar tooth germ offspring. Conclusion : There was no difference in the width of rat pups tooth
germ which born to diabetic and control female rat.
ABSTRAK
Latar belakang: Diabetes mellitus (DM) gestasional merupakan intoleransi glukosa yang terjadi atau
baru terdeteksi selama kehamilan. Diabetes mellitus gestasional dapat menyebabkan berbagai komplikasi pada
ibu maupun janin. Janin yang dikandung oleh ibu pengidap diabetes mellitus beresiko mengalami kekurangan
nutrisi. Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan penurunan ketebalan jaringan gigi. Tujuan: Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui lebar gigi pada anak tikus yang dilahirkan oleh induk tikus pengidap diabetes DM.
Metode : Penelitian ini menggunakan metode true experimental dengan post test only design dan rancangan
acak lengkap. Enam belas ekor tikus betina usia 2,5-3 bulan, berat badan 150-200 g dikawinkan dan diberi
perlakuan pada hari ke-0 kehamilan. Kelompok A merupakan kelompok kontrol, diinjeksi buffer sitrat
intraperitoneal . Kelompok B merupakan kelompok DM diinjeksi streptozotocin 40 mg/kg BB intraperitoneal.
Tikus yang lahir diambil secara acak 2 ekor dari masing-masing induk tikus dan didekapitasi pada hari ke-5
setelah dilahirkan kemudian diambil benih gigi molar 1 rahang bawah. Dilakukan pembuatan sediaan
histopatologi, pewarnaan HE dan pengukuran lebar benih gigi. Hasil: Nilai rata-rata dan standar deviasi lebar
benih gigi pada kelompok kontrol adalah (921,97 ± 85,16) µm, sedangkan rata-rata dan standar deviasi lebar
gigi pada kelompok DM adalah (886,54 ± 92,76) µm. Hasil Student T-test menunjukkan p=0,41 (p <0,05), yang
berarti tidak terdapat perbedaan bermakna pada ukuran benih gigi molar rahang bawah anak tikus.
Kesimpulan :Tidak terdapat perbedaan pada lebar benih gigi anak tikus yang dilahirkan oleh induk tikus DM
dan kontrol.
Korespondensi: Nurdiana Dewi, Bagian Biologi Oral, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran
Universitas Lambung Mangkurat, Jl. Veteran No. 128 B, Banjarmasin, KalSel, email: nurdianadewi@gmail.com
glukosanya. Tikus dinyatakan diabetes bila kadar Rata-rata berat badan induk tikus dapat dilihat
glukosa darah lebih dari 120 mg/dL dan pada Gambar 2. Berat badan badan induk tikus
menunjukkan tanda-tanda polidipsi, poliuri, meningkat baik pada kelompok kontrol maupun
polifagi, serta astenia. Dua ekor anak tikus diambil pada kelompok diabetes. Peningkatan berat badan
dari masing-masing induk tikus secara acak dan pada kelompok kontrol lebih besar dibandingkan
didekapitasi pada hari ke-5 setelah dilahirkan. kelompok diabetes.
Benih gigi molar diambil dan difiksasi dengan
PBS formalin 4 % (4% paraformaldehid yang 300
dilarutkan dalam phosphate-buffer saline) selama
(g)
Kontrol
dengan ketebalan 6µm dan diletakkan dalam gelas 100
obyek. Potongan jaringan dalam gelas obyek DM
dideparafinisasi dengan xylol dan didehidrasi 0
dengan serial alkohol, dilanjutkan dengan 0 7 14 19
pewarnaan menggunakan hematoksilin eosin (HE).
Hari
Gelas obyek yang berisi potongan jaringan
dimasukkan dalam larutan hematoksilin, dicuci
dengan akuades, diberi acid alcohol, dicuci dengan
air mengalir dan akuades, diwarnai dengan eosin Gambar 2. Rata-rata berat badan induk tikus (g)
1%, dan dicuci kembali dengan akuades. Dehidrasi
dilakukan sampai jaringan terlihat jelas di bawah Hasil palpasi positif pada perut induk tikus
mikroskop, kemudian gelas obyek ditutup. pada hari ke-13 kehamilan menunjukkan adanya
Jaringan dilihat dengan mikroskop perbesaran pembesaran pada daerah rahim yang menandakan
40x, kemudian benih gigi difoto menggunakan tikus telah hamil. Induk tikus juga menunjukkan
kamera yang dihubungkan dengan mikroskop tanda klinis DM. Induk tikus mengalami polifagia,
(Optilab, Indonesia). Pengukuran lebar benih gigi polidipsia, poliuria, dan astenia.
dilakukan dari batas benih gigi sebelah bukal Gambar 3 menunjukkan rata-rata lebar benih
sampai mesial menggunakan ImageJ software. gigi anak tikus. Berdasarkan hasil pengukuran
Data yang didapat diuji normalitasnya didapatkan rata-rata dan standar deviasi lebar benih
menggunakan Shapiro Wilk dan dianalisa dengan gigi anak tikus kelompok kontrol adalah (921,97 ±
Student T-test. 85,16) µm, sedangkan rata-rata lebar benih gigi
anat tikus kelompok diabetes adalah (886,54 ±
HASIL PENELITIAN 92,76) µm. Rata-rata lebar benih gigi anak tikus
kelompok DM lebih kecil dibandingkan kelompok
Rata-rata kadar glukosa darah puasa induk kontrol. Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa
tikus dapat dilihat pada Gambar 1. Kadar glukosa kedua kelompok memiliki distribusi data yang
darah puasa pada kelompok diabetes meningkat di normal (p>0,05). Hasil Student T-test menunjukkan
atas 120 mg/kg BB setelah injeksi streptozotocin p=0,41 (p>0,05). Hal ini berarti tidak terdapat
(STZ). Terjadi penurunan rata-rata kadar glukosa perbedaan bermakna antara lebar benih gigi
darah pada hari ke 19, namun masih tetap di atas kelompok kontrol dan kelompok DM.
120 mg/kg BB. Tidak terdapat peningkatan kadar
glukosa darah pada kelompok kontrol. 1200
Lebar benih gigi (µm)
1000
500,000 800
Kadar Glukosa Darah (mg/dL)
600
400,000
400
300,000 200
Kontrol 0
200,000 DM Kontrol DM
100,000 Perlakuan
,000
0 7 14 19 Gambar 3. Rata-rata lebar benih gigi tikus (µm)
Hari
DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 1. Maret 2014
Laporan Penelitian
ABSTRACT
Backgroud: Xylitol is a simple alcohol sugar (polyols) which is non-asidogenik and non-cariogenic
that is added in the chewing gum as a sugar substitute. Previous study have shown that chewed the xylitol
chewing gum 3 to 5 times a day for 5 minutes after meals inhibited plaque accumulation and enamel
demineralization. Purpose: The purpose of this study was to evaluate the effect of chewing the xylitol chewing
gum on the increase of salivary pH. Methods: This study designed in a pre-experimental with one group pretest-
posttest used purposive sampling technique. Thirty-five subjects were given 3 x 2 pieces of chewing gum (3 x 2 x
1242mg) per day which were chewed after breakfast (at 08.00 am), at lunch (01.00 pm) and at dinner (07.00
pm) for 2 weeks. Each subject chewed the xylitol chewing gum with two chewing sides for a maximum of 5
minutes or until the taste of the gum lost. Result: The mean salivary pH before chewed the xylitol chewing gum
was 6.9086 and after chewed xylitol chewing for 2 weeks was 7.6571. Statistical analysis showed an increase
in salivary pH after chewed the gum which containing 7452 mg xylitol per day for two weeks (p = 0.000).
Conclutions: Chewed the xylitol chewing gum increased the salivary pH.
ABSTRAK
Latar Belakang: Xylitol adalah gula alkohol sederhana (polyol) yang bersifat non-asidogenik dan
non-kariogenik sebagai bahan pengganti gula yang disertakan dalam kandungan permen karet. Penelitian
terdahulu membuktikan bahwa pemberian permen karet xylitol 3 sampai 5 kali sehari selama 5 menit setelah
makan dapat menghambat akumulasi plak dan demineralisasi enamel. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui efek pengunyahan permen karet yang mengandung xylitol terhadap peningkatan pH saliva sebelum
dan sesudah mengunyah permen karet yang mengandung xylitol. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian
pre eksperimental dengan one group pretest-posttest design, menggunakan teknik purposive sampling.
Perlakuan yang diberikan adalah mengunyah permen karet yang mengandung xylitol dua sisi maksimal 5 menit
atau sampai rasanya hilang dengan cara pemberian 3 x 2 butir (3 x 2 x 1242mg) perhari setelah makan pagi
(jam 08.00), makan siang (13.00) dan makan malam (19.00) selama dua minggu. Hasil: Rerata pH saliva
sebelum perlakuan mengunyah permen karet yang mengandung xylitol adalah 6,9086 dan sesudah mengunyah
permen karet yang mengandung xylitol selama 2 minggu adalah 7,6571. Uji T berpasangan diperoleh hasil p =
0,000 (p<0,05) menunjukkan terjadi peningkatan pH saliva setelah mengunyah permen karet yang mengandung
7452 mg xylitol perhari selama dua minggu. Kesimpulan: Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat
diambil kesimpulan bahwa mengunyah permen karet yang mengandung xylitol dapat meningkatkan pH saliva.
Korespondensi: Nina Annisa Hidayati, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat, jalan Veteran 128B, Banjarmasin, KalSel, email: nina_annisacnt@yahoo.co.id
Hidayati : Efek Pengunyahan Permen Karet Yang Mengandung Xylitol 52
5
4 xylitol/hari selama 14 hari pada pasien usia 19-35
3 tahun menghasilkan reduksi Streptococcus mutans
2 pada plak dan saliva, juga penurunan jumlah plak
1 hingga 29,4% dan meningkatkan resistensi terhadap
0 penurunan pH yang diinduksi oleh asupan sukrosa
Sebelum Sesudah (14). Penelitian lain oleh Kumar (2010)
menunjukkan terjadi peningkatan pH Saliva yang
Waktu Pengukuran signifikan pada anak usia 10-12 tahun setelah
mengkonsumsi permen karet xylitol.15
Tindakan pencegahan resiko karies lebih
Gambar 1 Rerata±SD pH Saliva Sebelum dan menekankan pada pengurangan konsumsi dan
Sesudah Mengunyah Permen Karet pengendalian frekuensi asupan gula yang tinggi.
yang Mengandung Xylitol. Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara nasehat diet
dan bahan pengganti gula. Nasehat diet yang
Gambar 1 menunjukkan adanya peningkatan dianjurkan adalah memakan makanan yang cukup
pH saliva sebelum dan sesudah mengunyah permen jumlah protein dan fosfat yang dapat menambah
karet yang mengandung xylitol. Pada penelitian ini sifat basa dari saliva, memperbanyak makan
didapatkan rata-rata pH saliva sebelum mengunyah sayuran dan buah-buahan yang berserat dan berair
permen karet yang mengandung xylitol sebesar yang akan bersifat membersihkan dan merangsang
6,9086±0,22928, sedangkan rata-rata pH saliva sekresi saliva, menghindari makanan yang manis
sesudah mengunyah permen karet yang dan lengket. Xylitol merupakan bahan pengganti
mengandung xylitol sebesar 7,6571±0,22789. Hasil gula yang sering digunakan, berasal dari bahan
normalitas data dengan Shapiro-Wilk menunjukkan alami serta mempunyai kalori yang sama dengan
data pH sebelum mengunyah permen karet xylitol glukosa dan sukrosa. Xylitol dapat dijumpai dalam
(p = 0,185) dan pH setelah mengunyah permen bentuk tablet, permen karet, pasta gigi, dan
karet xylitol (p = 0,130) berdistribusi normal (p > mouthwash.16, 17
0,05). Pemberian permen karet yang mengandung
Hasil uji T berpasangan diperoleh hasil p = xylitol mempunyai efek menstimulasi produksi
0,000 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan terdapatnya saliva, komposisi saliva berubah dan meningkatkan
peningkatan bermakna pH saliva setelah konsentrasi bikarbonat, fosfat dan kalsium.
mengunyah permen karet yang mengandung 7452 Perubahan komposisi ini menstimulasi peningkatan
mg xylitol per hari selama dua minggu pada kemampuan saliva untuk mencegah penurunan pH
mahasiswa Program Studi Kedokteran Gigi saliva. 8,18 Pengaruh pengganti gula pada perubahan
Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin angka terjadinya karies telah dievaluasi dalam
Angkatan 2010-2012. beberapa studi observasional serta uji klinis dengan
hasil konsisten menunjukkan adanya efek
PEMBAHASAN perlindungan dari xylitol pada insiden karies.19
Kandungan karbohidrat 75% dan kalori 40%
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam xylitol lebih rendah dibandingkan gula pasir.
permen karet yang mengandung xylitol dapat Xylitol dapat diaplikasikan dalam bentuk permen
meningkatkan pH saliva. Hal tersebut disebabkan karet mengandung furonan dan kalsium phosphate
sifat dan cara kerja xylitol yang tidak dapat di yang akan memberikan efek positif apabila
fermentasi oleh Streptococcus oral dan dikonsumsi setelah makan, sikat gigi, dan sebelum
mikroorganisme lainnya sehingga tidak dihasilkan tidur. Ketika dikonsumsi dalam bentuk solid
asam yang dapat menurunkan pH saliva.12 Xylitol (seperti permen karet) xylitol memberikan sensasi
dapat menetralkan pH saliva yang rendah dengan segar dan dingin karena high endhotermic heat
efek menguntungkan untuk kesehatan rongga solution yang dimilikinya.20,17 Sifat lain dari xylitol
mulut. Konsumi xylitol secara teratur, pada dosis yang menguntungkan adalah fermentasinya oleh
cukup dapat mengurangi tingkat Streptococcus mikroba plak gigi yang berlangsung lebih lambat
mutans pada plak dan saliva. Streptococcus mutans dari fermentasi sukrosa, sehingga menghasilkan
mengambil xylitol ke dalam sel melalui sistem produksi asam yang sangat sedikit atau tidak sama
fruktosa phosphotransferase (PTS) dan xylitol sekali. Hal ini dapat mendukung pengembalian
dimetabolisme menjadi xylitol-5-fosfat, yang tidak asam basa dalam mulut sehingga proses
demineralisasi gigi dapat dicegah.21
Hidayati : Efek Pengunyahan Permen Karet Yang Mengandung Xylitol 54
Xylitol terbukti dapat meningkatkan pH saliva, 5. Hartini E. Serba Serbi Ilmu Konservasi Gigi.
dengan demikian dapat membantu proses Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia,
remineralisasi. Remineralisasi dapat terjadi apabila 2005:69-59.
kondisi rongga mulut mendukung, yaitu tingkat 6. Amelda PD, Ana MT, Maria AN, Antonio AS,
kalsium dan fosfat cukup, pH yang tinggi, matriks Luciana RA. Saliva Composition and Function:
organik dan inorganik yang tepat untuk A Comprehensive Review. Journal
pembentukan kristal, faktor-faktor yang pendukung Contemporary Dental Practice 2008; 9(3) :5-2.
dalam saliva, serta adanya kontrol terhadap faktor- 7. Sulistiyani, Pradopo S. The Average Saliva pH
faktor penghambat pembentukan kristal.9,22 Salah Level After Comsuming Fresh Cow Milk,
satu faktor dalam xylitol yang mendukung Sweetened Condensed Milk, and Soyabean
remineralisasi adalah strukturnya yang dapat Milk. Dental Journal 2003; 36(1-37) :6-4.
membentuk ikatan kompleks dengan kalsium, yaitu 8. Resti, Auerkari EI, Sarwono AT. Pengaruh
C5H12O5Ca(OH)2.4H2O. Proses peningkatan Pasta Gigi yang Mengandung Xylitol terhadap
terbawanya kalsium ke gigi dan membantu proses Pertumbuhan Streptococcus Mutans Serotif E
remineralisasi. Kalsium dikelilingi oleh molekul air (In Vitro). Indonesian Journal of Dentistry
di dalam saliva. Ketika xylitol dikonsumsi, maka 2008; 15(1) :22-15.
akan terjadi kompetisi antara xylitol dan molekul air 9. Burt BA. The Use of Sorbitol and Xylitol-
sehingga terbentuk lapisan hidrasi yang baru. Hal Sweetened Chewing Gum in Caries Control.
ini dapat menyebabkan kalsium dapat bertahan American Dental Assosiation. JADA 2006;
lebih lama dalam mulut sehingga dapat digunakan 137 :190-196.
kemudian.9,22 10. Sari NN. Permen Karet Xylitol yang Dikunyah
Xylitol juga dapat menstabilkan kadar Selama 5 Menit Meningkatkan dan
kalsium dan fosfat dalam saliva, yang penting Mempertahankan pH Saliva Perokok Selama 3
dalam menciptakan kondisi ideal untuk Jam. Tesis. Denpasar: Program Studi Ilmu
remineralisasi.9,22 Konsumsi permen karet yang Biomedik Program Pascasarjana Universitas
mengandung xylitol 4-10 g perhari dengan Udayana, 2011. Hal 22-23.
frekuensi minimal 3 kali sehari selama 14 hari 11. Adopted. Policy on the Use of Xylitol in
menghasilkan penurunan Streptococcus mutans Caries Prevention. Oral Health Policies.
pada plak dan saliva, juga penurunan jumlah plak Council on Clinical Affairs 2006 ;31-32.
hingga 29,4 % dan meningkatkan resistensi 12. Moynihan P, Lingstrom P, Rung-Gunn AJ,
terhadap penurunan pH saliva yang diinduksi oleh Birkhed D. The Role of Dietary Control. In:
asupan sukrosa.11,23,24 iHasil penelitian ini telah Fejerskov Ole, A.M Kidd Edwina (ed). Dental
membuktikan bahwa mengunyah permen karet Caries The Disease and Its Clinical
yang mengandung 7452 mg xylitol dengan cara Management. Blackwell Munksgaard 2003;
pemberian 3 x 2 butir (3 x 2 x1242 mg) perhari 235-7.
selama 2 minggu menunjukkan adanya peningkatan 13. Bahador, Lesan, Kashi. Effect of Xylitol on
pH saliva. Cariogenic and Beneficial Oral Streptococci: a
randomized, double-blind crossover trial. IJM
DAFTAR PUSTAKA Iranian Journal of Microbiology 2012; 4:75-81.
14. Milgron P, Ly KA, Roberts MC, Rothen M,
1. Badan Penelitian dan Pengembangan Mueller G, Yamaguchi DK. Mutans
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Riset Streptococci Dose Response to Xylitol
Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Jakarta: Chewing Gum. J Dent Res 2006 February;
Badan Penelitian dan Pengembangan 85(2): 177-181.
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, 2007. 15. Kumar S. Estimation of Salivary pH and
2. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Dental Plaque pH In Children Before and after
(RISKESDAS) Provinsi Kalimantan Selatan consumtion of Sugared and Sugar-Free
Tahun 2007. Jakarta: Departemen Kesehatan (Xylitol) Chewing Gum An In Vivo Study.
RI, 2009. Nehru Nagar. Belgaum: Dissertation Submitted
3. Mcintyre JM. Dental Caries – The Major to The KLE University, 2010. p. 53.
Cause of Tooth Damages. In Graham J. Mount 16. Angela A. Pencegahan Primer pada Anak yang
& W. R. Mount (ed). Preservation and Berisiko Karies Tinggi (Primary Prevention in
Restoration of Tooth Structure 2nd ed. Children With High Caries Risk). Maj. Ked.
Queensland: Knowledge Book and Software, Gigi. (Dent. J.) 2005; 38(3) :130–134.
2005:21-33. 17. Soderling EM. Xylitol, Mutans Streptococci,
4. Putri H, Eliza H, Neneng N. Ilmu Pencegahan and Dental Plaque. Adv Dent Res 2009; 21
Penyakit Jaringan Keras dan Jaringan :74-78
Pendukung Gigi. Jakarta: EGC, 2008:56-77. 18. Holgeston PL. Xylitol And It’s Effect on Oral
Ecology. Umea: Dentistry Faculty of Medicine
2007; 16-20.
55 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 51 - 55
19. Hayes C. The Effect of Non-Cariogenic 22. Tapiainen T, Tero K, Laura S, Irma I, Markku
Sweeteners on the Prevention Of Dental K, Matti U. Effect of Xylitol on Growth of
Caries: A Review Of The Evidence. Boston: Streptococcus Pneumoniae in the Presence of
Department of Oral Health Policy and Fructose and Sorbitol. Antimicrobial Agents
Epidemiology, 2003. p. 9. and Chemotherapy 2001; 166-169.
20. Lukitaningsih A. Perbedaan Jumlah Bakteri 23. Milgrom P, Ly KA, Rothen M. Xylitol and Its
Streptococcus Viridians Sebelum dan Sesudah Vehicles for Public Health Needs. Adv Dent
Mengunyah Permen Karet yang Mengandung Res 2009; 21: 44-47.
Xylitol pada Penghuni Wisma Melati no. 101 24. Milgron P, Ly KA, Roberts MC, Rothen M,
Pedalangan Banyumanik Semarang Tahun Mueller G, Yamaguchi DK. Mutans
2009. Skripsi. Semarang: Politeknik Kesehatan Streptococci Dose Response to Xylitol
Depkes Semarang, 2009; 4. Chewing Gum. J Dent Res 2006; 85(2): 177-
21. Kidd, Edwina AM. Essential of Dental Caries 181.
The Disease and Its Management. New York:
Oxford, 2005.
56
DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 1. Maret 2014
Laporan Penelitian
ABSTRACT
Background : Toothbrushing is a common method used to removing plaque on the whole surface of the
tooth, but it is not completely clean the interproksimal sect. The removal of interproximal plaque is considered to
be important for the maintence of gingival health, caries prevention and periodontal disease. Dental floss is
made of nylon filaments yarn or plastic monofilament, waxed or unwaxed that used to remove debris and plaque
at the interproximal. Purpose: The purpose of this study uses to determine the effectiveness of toothbrushing
with dental floss to decrease plaque index. Methods: This study was a pre-experimental with one group pretest-
posttest design, used purposive sampling technique. The treatments were toothbrusing twice a day in the
morning and evening using toothbrush and toothpaste, and using dental floss once a day at night for two weeks.
Plaque index that used in this study was the Quigley and Hein plaque index modified by Tureskey, Gilmore, and
Glickman. Results:The mean of plaque index before treatment was 1.97 and after treatment of toothbrushing
with dental floss was 0.45. Paired t-test results obtained p = 0.000 (p <0.05) demonstrated a significant
reduction of plaque index after tootbrushing with dental floss for two weeks. Conclusion: It can be concluded
that toothbrushing followed by the use of dental floss effective to decrease plaque index.
ABSTRAK
Latar belakang: Menyikat gigi merupakan metode yang umum digunakan dalam membersihkan plak
pada seluruh permukaan gigi, tetapi tidak dapat sepenuhnya membersihkan bagian interproksimal. Pembersihan
plak pada bagian interproksimal dianggap penting untuk memelihara kesehatan gingiva, pencegahan karies dan
penyakit periodontal. Dental floss atau benang gigi adalah benang yang terbuat dari nilon filamin atau plastik
monofilament tipis, berlilin maupun tidak berlilin yang digunakan untuk menghilangkan sisa makanan dan plak
di bagian interproksimal. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas menyikat gigi disertai
dental floss terhadap penurunaan indeks plak. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian pre eksperimental
dengan one group pretest-posttest design, menggunakan teknik purposive sampling. Perlakuan yang diberikan
adalah menyikat gigi dua kali sehari pada pagi dan malam hari menggunakan sikat gigi dan pasta gigi, serta
menggunakan dental floss satu kali sehari sebelum menyikat gigi pada malam hari selama dua minggu. Indeks
plak yang dipakai adalah indeks plak Quigley dan Hein yang dimodifikasi oleh Tureskey, Gilmore, dan
Glickman. Hasil: Rerata indeks plak sebelum dilakukan perlakuan adalah 1,97 dan sesudah perlakuan menyikat
gigi disertai dental floss adalah 0,45. Uji t-berpasangan diperoleh hasil p = 0,000 (p < 0,05) menunjukkan
terjadinya penurunan indeks plak yang signifikan sesudah menyikat gigi disertai dental floss selama dua
minggu. Kesimpulan: Menyikat gigi disertai dental floss efektif terhadap penuruan indeks plak.
Korespondensi: Azizah Magfirah, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung
Mangkurat, Jl. Veteran 128 B, Banjarmasin, Kalsel, e-mail: magfirahazizah@gmail.com
57 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 56 - 59
Perlakuan Jumlah Rata-rata dicapai oleh sikat gigi karena dental floss berupa
(orang) indeks plak benang yang dapat disisipkan diantara gigi-gigi
Menyikat gigi tanpa yang berdekatan. Gerakan gergaji naik turun
44 1,97 sepanjang sisi gigi menyebabkan plak yang
disertai dental floss
Menyikat gigi diserta menempel pada bagian tersebut dapat dibersihkan
44 0,45 terutama bagian interproksimal.8,13
dental floss
Efektivitas dental floss dalam menghilangkan
Penurunan Indeks Plak 1,52 plak dipengaruhi oleh waktu dan teknik
penggunaan.9 Beberapa penelitian menunjukkan
penurunan plak yang signifikan terjadi pada
Tabel 1. Rata-rata indeks plak dan penurunan indeks pengguna dental floss secara teratur.14,15 Waktu
plak penggunaan dental floss yang dianjurkan adalah
sebelum menyikat gigi, karena daerah interdental
Berdasarkan Tabel 1, diketahui rata-rata yang tidak bisa dicapai oleh sikat gigi akan dapat
indeks plak menyikat gigi tanpa disertai dental dibersihkan dan fluor yang terkandung dalam pasta
floss sebesar 1,97, rata-rata indeks plak menyikat gigi yang digunakan pada saat menyikat gigi lebih
gigi disertai dental floss sebesar 0,45. Penurunan mudah mencapai bagian interproksimal sehingga
indeks plak antara menyikat gigi tanpa disertai dapat membantu melindungi permukaan gigi dari
dental floss dengan menyikat gigi disertai dental terbentuknya plak.7,8 Dental floss digunakan satu
floss sebesar 1,52 (77,2%). Data hasil penelitian kali sehari sesuai dengan rekomendasi American
yang diperoleh kemudian diolah menggunakan Dental Association (ADA). Penggunaan dental
analisis statistik. Data diuji normalitasnya terlebih floss tidak direkomendasikan lebih dari sekali
dahulu, kemudian dilakukan uji t berpasangan. Uji t sehari karena dapat menghilangkan efektivitas dan
berpasangan dilakukakan untuk mengetahui dapat menyimpan bakteri didalam mulut.8
penurunan indeks plak antara menyikat gigi tanpa Teknik penggunaan merupakan salah satu hal
disertai dental floss dengan menyikat gigi disertai yang mempengaruhi efektivitas dental floss dalam
dental floss. mereduksi plak. Terdapat dua teknik penggunaan
Diperoleh hasil penurunan indeks plak antara dental floss yaitu teknik manual (manual finger
menyikat gigi tanpa disertai dental floss dan flossing) dengan menggunakan dental floss tanpa
menyikat gigi disertai dental floss yaitu p = 0,000 pegangan dan teknik penggunaan dental floss
(p < 0,05). Secara statistik terjadi penurunan indeks dengan pegangan. Beberapa penelitian melaporkan
plak yang signifikan antara menyikat gigi tanpa bahwa penggunaan dental floss dengan teknik
disertai dental floss dengan menyikat gigi disertai manual maupun dental floss dengan menggunakan
dental floss. Hal ini berarti menyikat gigi disertai pegangan dapat menurunkan skor indeks plak.
dental floss efektif terhadap penurunan indeks plak Walaupun demikian, teknik penggunaan dental
pada siswa SMAN 1 Sungai Pandan. floss dengan pegangan lebih disukai daripada
teknik manual.16 Dental floss dengan pegangan
PEMBAHASAN khusus dianggap lebih praktis untuk digunakan
karena dapat langsung dimasukkan ke dalam
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata indeks daerah interproksimal melalui titik kontak.6
plak menyikat gigi disertai dental floss lebih rendah Berdasarkan data hasil penelitian, terlihat
dari indeks plak menyikat gigi tanpa disertai dental bahwa penurunan indeks plak sebesar 1,52 atau
floss. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil sebesar 77,2%. Penelitian ini sejalan dengan
penelitian Ramona dan Mindra (2006), dimana penelitian Ramona dan Mindra (2006) yang
sampel penelitian yang menyikat gigi disertai meneliti 58 orang, terjadi penurunan plak sekitar
dental floss, indeks plaknya lebih rendah 58,1% pada sampel yang menyikat gigi disertai
dibandingkan menyikat gigi tanpa disertai dental dental floss. Perbedaan hasil yang didapatkan
floss terutama indeks plak pada bagian disebabkan pada penelitian ini responden yang
interproksimalnya. Hal ini menunjukkan bahwa diteliti merupakan orang-orang yang tidak memiliki
dengan menyikat gigi saja pembersihan plak pada keluhan pada gigi dan mulut (normal). Penurunan
permukaan gigi masih kurang efektif termasuk indeks plak yang terjadi pada orang-orang yang
pembersihan plak pada bagian interproksimal.7 tidak memiliki keluhan (normal) lebih besar, hal ini
Menurut beberapa penelitian, penurunan plak disebabkan pada orang-orang yang tidak memiliki
pada permukaan gigi bagian interproksimal dengan keluhan (normal), penggunaan dental floss sebelum
menyikat gigi lebih sedikit dibandingkan dengan menyikat gigi mampu mencapai interdental
menyikat gigi disertai alat bantu pembersih bagian sulcular area. Hal ini sesuai dengan laporan ADA
interproksimal seperti dental floss.7,12 Dental floss yang menyatakan bahwa dengan menggunakan
dapat membersihkan bagian yang sulit dijangkau dental floss dapat membersihkan plak pada bagian
oleh sikat gigi, seperti daerah interproksimal.8 interproksimal hingga lebih dari 50%.7,17
Dental floss dapat membersihkan daerah yang sulit
59 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 56 - 59
Mekanisme penurunan indeks plak yang 6. Slot DE, Dorfer CE and Van der W. The
terjadi pada penelitian ini merupakan kombinasi efficacy of interdental brushes on plaque and
dari hasil tindakan menyikat gigi dan penggunaan parameters of periodontal inflammation: a
dental floss sebelum menyikat gigi. Menyikat gigi systematic review. Int J Hygiene 6, 2008;
dapat membersihkan bagian labial, bukal, lingual, 254.
palatal, dan oklusal. Dental floss mampu 7. Avram R and Badea ME. Efficacy of using
membantu membersihkan bagian interproksimal.8,13 dental floss to improve oral hygiene and
Berdasarkan hasil penelitian dan hasil uji gingival status. OHDMBSC 2006; 5(4): 3-6.
statistik, menyikat gigi disertai dental floss efektif 8. American Dental Association. Floss & other
dalam menurunkan indeks plak karena penurunan interdental cleaners. Available from URL;
indeks plak lebih dari 50%. Selain itu, berdasarkan http://www.ada.org/1318.aspx Accessed on
kriteria Greenee dan Vermillion yang terdiri dari Februari 2013.
kriteria baik dengan indeks plak 0-0,6, sedang 9. Sarner B. On approximal caries prevention
dengan indeks plak 0,7-1,8, dan buruk dengan using fluoridated toothpicks, dental floss and
indeks plak 1,9-3,0, indeks plak menyikat gigi interdental brushes. Thesis. Sweden:
disertai dental floss termasuk dalam kriteria baik, Department of Cariology Institute of
sedangkan indeks plak menyikat gigi tanpa disertai Odontology at Sahlgrenska Academy
dental floss termasuk dalam kriteria buruk. Hal ini University of Gothenburg. 2008.
menunjukkan bahwa dengan menyikat gigi disertai 10. Darwita RR, Novrinda H, Budiharto, Pratiwi
dental floss terjadi perubahan status kebersihan PD, Amalia R dan Asri SR. Efektivitas
mulut dari buruk menjadi baik.5,18 Tindakan program sikat gigi bersama terhadap risiko
menyikat gigi disertai dental floss merupakan salah karies pada murid sekolah dasar. J Indon Med
satu pilihan untuk dapat membersihkan plak pada Assoc 2011; 61(5): 204-209.
permukaan gigi secara lebih menyeluruh, sehingga 11. Eley BM and JD Manson. Periodontics. 5th
dapat dijadikan salah satu cara untuk mencegah Ed. UK : Elsevier. Ltd. 2004.p.138.
terjadinya karies dan penyakit periodontal. 12. Sambunjak D, Nickerson JW, Poklepovic T,
Johnson TM, Imai P, Tugwell P and
DAFTAR PUSTAKA Worthington HV. Weak, unreliabl evidence
suggests flossing floss toothbrushing may be
1. Anitasari S dan Liliwati. Pengaruh frekuensi associated with a small reduction in plaque.
menyikat gigi terhadap tingkat kebersihan Evidence-Based Dentistry 2012; (13): 5-6.
gigi dan mulut siswa-siswi sekolah dasar 13. American Dental Association. How to Floss.
negeri di Kecamatan Palaran Kotamadya Available from URL;
Samarinda Propinsi Kalimantan Timur. http://www.ada.org/sections/publicResources/
Majalah Kedokteran Gigi. Dentika Dent J pdfs/watch_materials_floss.pdf Accessed on
2005; 38(2):88. Februari 2013.
2. Rifki A. Perbedaan efektivitas menyikat gigi 14. Mohammed AH and Al-Bahadli BDS. Effect
dengan metode roll dan horizontal pada anak of super dental floss on oral hygiene in
usia 8 dan 10 tahun di Medan. Skripsi. patient with fixed orthodontic appliances. J
Medan: Universitas Sumatera Utara. 2010. Bagh College Dentistry 2011; 23(3).
3. Badan Penelitian dan Pengembangan 15. Genovesi A, Antonio B, Chiara L and Ugo C.
Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Experimentation in plaque control in the
Indonesia. Laporan hasil riset kesehatan dasar interproximal space using dental floss. Trial
provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2007. Report. Genoa: Genoa University.2004.p.1-5.
Jakarta: Balitbang Kesehatan Depkes RI. 16. Hiremath. Textbook of preventive and
2009. Hal: 116-125. community dentistry. India: Elsavier.
4. Carranza FA, MG Newman and HH Takei. 2007.p.128.
Clinical periodontology. 9th Ed. 17. Asadoorian J. Flossing. Canadian Journal of
Philadelphia:WB Saunders Company. Dental Hygiene 2006; 40(3): 2.
2002.p.110-112. 18. Asadoorian J. CDHA position paper on tooth
5. Putri MH, Herijulianti E dan Nurjanah N. brushing. Canadian Journal Of Dental
Ilmu pencegahan penyakit jaringan keras dan Hygiene 2006; 40(5): 232-248.
jaringan pendukung gigi. Jakarta: EGC. 2008.
Hal: 56-77.
60
DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 1. Maret 2014
Laporan Penelitian
ABSTRACT
Background: Dental caries is an infectious disease that localized attack the hard tissues of the oral
cavity that are dental, and involving Gram-positive bacteria, namely Streptococcus mutans. Water extract of
Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) flower petals has antibacterial power against gram-positive bacteria, namely
Staphylococcus aureus and Streptococcus pyogenes. Purpose:This study aims to determine whether there was
antibacterial activity of water extract of Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) flower petals against Streptococcus
mutans bacteria. Methods:This study was an experimental study with 11 treatment groups of water extract of
Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) flower petals (concentration with 1%, 5%, 10%, 15%, 20%, 25%, 30%, 35%,
40%, 45% and 50%); negative control; and positive control (Tetracycline hydrochloride 25 mg/ml). Each
treatment was done with 5 times repetition. Testing of antibacterial activity used the diffusion method by
measuring the inhibition zone around the growth of Streptococcus mutans on Muller Hinton media. Data were
analysed using One-Way ANOVA 95% (α = 0.05)continued with LSD.Result: LSD test results showed that the
water extract of Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) flower petals had antibacterial activity to Streptococcus
mutans. Minimum Inhibitory Concentration (MIC) on 1% concentration and hadeffective inhibitory
concentration on 15 % concentration. Conclusion: There was an antibacterial activity of the water extract of
Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) flower petals against Streptococcus mutans bacteria that caused caries in vitro.
Keywords: Antibacterial, Tetracycline Hydrochloride, water extract of Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) flower
petals, diffusion method,Streptococcus mutans
ABSTRAK
Latar belakang: Karies gigi merupakan penyakit infeksi terlokalisir yang menyerang jaringan keras
rongga mulut yaitu gigi, dan melibatkan bakteri Gram Positif yaitu Streptococcus mutans. Ekstrak air kelopak
bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) mempunyai daya antibakteri terhadap bakteri gram positif
yaituStaphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
aktivitas antibakteri ekstrak air kelopak bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap bakteri Streptococcus
mutans.Metode: Penelitian ini bersifat eksperimental terdiri dari 11 kelompok perlakuan yaitu kelompok ekstrak
air kelopak bunga Rosella (konsentrasi 1%, 5%, 10%, 15%, 20%, 25%, 30%, 35%, 40%, 45% dan 50%);
kontrol negatif; dan kontrol positif (Tetrasiklin hidroklorida25 µg/ml). Masing-masingperlakuan dilakukan 5
kali pengulangan. Pengujian aktivitas antibakteri menggunakan metode difusi dengan mengukur zona hambat
disekitar pertumbuhan Streptococcus mutans pada media Muller Hinton. Data dianalisis menggunakan One-Way
Anova 95% (α = 0,05) dilanjutkan dengan LSD. Hasil: Berdasarkan uji LSD didapatkan bahwa ekstrak
airkelopak bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) memiliki aktivitas antibakteri terhadap Streptococcus mutans.
Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) sebesar 1% dan konsentrasi efektifnya terdapat pada konsentrasi ekstrak
airkelopak bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) 15%.Kesimpulan: Ekstrak airkelopak bunga Rosella
(Hibiscus sabdariffa L.) memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri penyebab karies Streptococcus mutans in
vitro.
61 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 60 - 64
Kata-kata kunci: Antibakteri, tetrasiklin hidroklorida, ekstrak airkelopak bunga Rosella(Hibiscus sabdariffa L.),
metode difusi,Streptococcus mutans
Korespondensi: Achmad Riwandy, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas KedokteranUniversitas Lambung
Mangkurat, Jalan Veteran 128 B, Banjarmasin, KalSel, email: achmadriwandy7891@gmail.com
15 9
8 disebabkan pelarut air dalam penelitian ini
10 5 7 6
5 0 1 2 0
berfungsi melarutkan zat aktif dalam kelopak bunga
0 Rosella yang berupa flavonoid dan antosianin. Zat
aktif antosianin yang menyebabkan warna merah
TCX(+)
Aq(-)
1%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
50%
DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 1. Maret 2014
Laporan Penelitian
ABSTRACT
Background : Alginate is often use as an impression material and could be a transmission’s agent of
infection to dentist and dental technicians. Prevention of infection’s transmission to dental impressions,
disinfected by spray techniques Of Piper betle L. 80% solution for alginate impression. Purpose : This research
was to determine effects of spraying disinfectant Piper betle L. 80% solution of the change in the dimensional
stability of alginate impression on model. Methods : The experimental research study with a pretest-posttest
only with control design. Samples were 60 divided into 6 groups, 3 group without spraying and 3 treatment
groups spraying disinfectant Piper betle L. 80% solution for 5,10 and 15 minutes, each group of 10 impression.
Mould and disinfected with Piper betle L. 80% solution using spray techniques Impressions were cast in dental
stone and the cylinders’ diameters were measured with a caliper. The results were normality tested by Shapiro-
wilk and then homogeneity tested with the Levene’s test.The data were analyzed using Independent Sample T-
Test. Result : There was not statistic significant change in dimensions between 2 treatments, the mould without
spray and with Piper betle L. 80% solution using spray techniques for 5,10 and 15 minutes. Conclusion : The
conclusion of this research was disinfectant Piper betle L. 80% solution spray technique did notcause
dimensional stability changes in alginate impression.
Keywords : Disinfection, alginate impression, Piper betle L. solution, spraying techniques, dimensional stability
ABSTRAK
Latar Belakang : Alginat sering digunakan sebagai bahan cetak. Hasil cetakan gigi dari mulut pasien
dapat menjadi media penularan infeksi terhadap dokter gigi maupun teknisi laboratorium.Pencegahan penularan
infeksi dilakukan dengan pemberian disinfektan dengan cara disemprot. Larutan daun sirih 80% dapat digunakan
sebagai disinfektan pada cetakan alginat. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek penyemprotan
desinfektan dari larutan daun sirih 80% terhadap perubahan stabilitas dimensi cetakan alginat pada model.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan pretest-posstest only with control design.
Terdiri dari 60 sampel yang dibagi menjadi 6 kelompok yaitu 3 kelompok kontrol positif (tanpa dilakukan
penyemprotan) dan 3 kelompok perlakuan (dilakukan penyemprotan larutan daun sirih 80% selama 5, 10 dan 15
menit. ), masing-masing kelompok terdiri dari 10 cetakan. Cetakan alginat dicetakkan pada masterdie. Hasil
cetakan didesinfeksi dengan larutan daun sirih 80%, dengan cara disemprot. Cetakan alginat diisi gipsum,
kemudian dilakukan pengukuran diameter silinder menggunakan kaliper, data diuji normalitas dengan Shapiro-
wilk kemudian diuji homogenitas dengan levene’s test. Data penelitian dianalisis menggunakan T-Test tidak
berpasangan. Hasil : Tidak ada perubahan dimensi yang bermakna antara 2 perlakuan, yaitu pada bahan cetak
alginat tanpa penyemprotan dan yang dilakukan penyemprotan larutan daun sirih 80% dengan waktu
penyimpanan masing-masing 5, 10 dan 15 menit. Kesimpulan : Kesimpulan penelitian ini adalah desinfektan
larutan daun sirih 80% dengan teknik penyemprotan tidak menyebabkan perubahan stabilitas dimensi cetakan
alginat.
Kata kunci: Desinfeksi, cetakan alginat, larutan daun sirih, teknik penyemprotan, stabilitas dimensi
Korespondensi: Nisa Yanuarti Hasanah, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat, Jalan Veteran 128B Banjarmasin, Kalsel, email: niesa.pskg2010@gmail.com
Hasanah : Efek Penyemprotan Desinfektan Larutan Daun Sirih 80% 66
Diameter
yang telah diperoleh dari hasil pengisian hasil 45,350
cetakan.
45,300
HASIL PENELITIAN 45,250
45,200
Data yang diperoleh dari hasil penelitian yang 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
dilakukan dapat dilihat pada grafik berikut ini. Sampel ke-
dilakukan penyemprotan dan tanpa dilakukan kalsium akan bereaksi dengan potassium alginat
penyemprotan dengan waktu penyimpanan 5,10 menghasilkan potassium sulfat dan kalsium alginat
dan 15 menit, yang berarti tidak ada perubahan yang bersifat elastis.13
yang bermakna. Bahan cetak alginat terdapat kalsium sulfat
dihidrat,ion kalsium, soluble alginat, dan sodium
PEMBAHASAN fosfat terdapat dalam bubuk alginat. Saat air
ditambahkan pada bubuk alginat, ion kalsium dari
Berdasarkan data tersebut larutan daun sirih kalsium sulfat bereaksi dengan ion fosfat dari
80% dapat digunakan sebagai bahan desinfektan sodium fosfat dan pirofosfat dari kalsium fosfat
untuk bahan cetak alginat dengan metode yang tidak larut, selanjutnya kalsium fosfat akan
penyemprotan, karena perubahan stabilitas terbentuk lebih dahulu dibandingkan kalsium
dimensinya hanya sedikit sehingga perubahannya alginat, disebabkan karena tingkat kelarutan
tidak bermakna, tetapi pada masing-masing kalsium fosfat yang lebih rendah dibandingkan
perlakuan dengan penyimpanan 5, 10 dan 15 menit kalsium alginat. Setelah ion fosfat habis, ion
tetap terjadi sedikit perubahan dimensi karena kalsium akan bereaksi dengan soluble alginate
struktur alginat yang terbentuk serat dengan air untuk membentuk kalsium alginat yang tidak larut,
yang mengisi ruangan kaliper tersebut.11 Hasil yang selanjutnya akan bersama-sama dengan air
penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu membentuk kalsium alginat gel yang irreversible,
karena menggunakan metode penyemprotan tidak dan kalsium algint tidak dapat berubah menjadi
dengan perendaman. Pada penelitian terdahulu bentuk sol setelah terjadi pembentukkan gel.13
memberikan hasil bahwa penggunaan disinfeksi Menurut Phillips (2003) perubahan stabilitas
metode perendaman oleh natrium hipoklorit 5,25% dimensi dari bahan cetak hidrokoloid dipengaruhi
dan deconex serta glutaraldehyde 2% tidak oleh proses sinersis dan imbibisi yang diperoleh
disarankan karena menyebabkan perubahan dari pemeliharaan dan penanganan bahan cetak,
dimensi pada bahan cetak alginat.3,12 termasuk juga tehnik desinfektan dari bahan cetak.
Desinfeksi cetakan dengan tehnik perendaman Tekanan yang diterima oleh gel pada sendok cetak
dapat menimbulkan beberapa kerugian, antara lain saat proses gelasi juga menyebabkan terjadinya
dapat menghilangkan beberapa sifat dari cetakan perubahan stabilitas dimensi. Perubahan panas juga
alginat tersebut seperti keakuratan dimensi, menyebabkan perubahan dimensi, untuk bahan
stabilitas dan wettability.10,6 Tehnik perendaman cetak alginat, cetakan akan mengerut sedikit karena
cetakan alginat pada larutan desinfektan akan perbedaan panas antara temperature rongga mulut
menyebabkan terjadinya imbibisi karena cetakan (35o C) dan temperature ruangan (23oC), perubahan
alginat berkontak lebih banyak dengan larutan yang kecil ini dapat menyebabkan cetakan
desinfektan .6Tehnik penyemprotan lebih mengalami ekspansi dan distorsi.10Adanya
menguntungkan untuk dilakukan, karena tehnik ini perbedaan dimensi pada tiap sampel disebabkan
dapat mengurangi terpaparnya cetakan alginat berbagai faktor diantaranya adalah adanya
terhadap larutan desinfektan.10,6 Hal tersebut compressed stress yang tidak diimbangi oleh strain
merupakan alasan mengapa tidak terjadinya saat melepas sendok cetak yang kurang cepat,
perubahan stabilitas dimensi alginat setelah maka stress yang diterima akan lebih besar dari
dilakukan desinfeksi dengan larutan daun sirih strain-nya. Hal tersebut dapat mengakibatkan
80%. Kandungan kavikol dalam larutan daun sirih permanent deformation.14
tidak berpengaruh terhadap ikatan kalsium alginat,
sehingga kavikol tidak mempengaruhi terhadap DAFTAR PUSTAKA
dimensi alginat.6 Kekurangan tehnik penyemprotan
pada penelitian ini adalah kecepatan dan 1. American Dental Association. Infection
banyaknya larutan desinfektan yang di semprotkan Control Routine for Dental Office.
ke cetakan tidak sama karena alat semprot yang URL:http://www.healthmantra.com/hctrust/art
digunakan tidak dapat dikendalikan. 4.shtml. Akses pada 20 Januari 2013
Bahan cetak alginat adalah garam dari asam 2. John D.J dan Lily T.G. Removable Partial
alginat yang dapat larut seperti Na, K, atau Dentures, A Clinician’s Guide.
ammonium alginat. Garam alginat bereaksi dengan USA:Blackwell Publishing;2009.p.79-94
ion Ca dari CaSo4 , sehingga terbentuk Ca alginat 3. Syafiar, L. Dimensional Stability of Alginate’s
yang tidak larut. Pada pencampuran bubuk dan air Impression Material After Immersion In
terbentuklah sol, dan alginat, garam kalsium serta Mixed Disinfectan Solutions. Skripsi. Medan:
fosfat mulai larut. Hal tersebut sebenarnya tidak Department of Dental Material and
dikehendaki karena bahan seharusnya berubah Technology, Faculty of Dentistry University of
menjadi plastis dan bukan elastis. Pembentukan gel Sumatera Utara;2009.p.270-274
ini dihalangi oleh trisodium sulfat yang bereaksi 4. Rad FH, Ghaffari T and Safavi SH. In vitro
dengan kalsium sulfat menghasilkan endapan Evaluation of Dimensional Stability of
kalsium fosfat. Trisodium sulfat habis, maka ion Alginate Impression After Disinfectan by
69 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 65 - 69
Spray and Immersion Methods. J Dent Res Material). 10th ed. Alih bahasa. Budiman J.A
Dent Clin Dent Prospect 2010;4(4):130-135 dan Purwoko S. Jakarta: EGC; 2004.p.93-148
5. Saber FS, Ablfazli N and Kosoltani M. The 11. Imbery TA, Nehring J, Janus C and Moon PC.
Effect of Disinfection by Spray Atomization Accuracy and Dimensional Stability of
on Dimensional Accuracy of Condensation Extended-pour and Conventional Alginate
Silicone Impression. Journal of Dental Impression Materials. J Am Dent Assoc 2010;
research, adental Clinics, Dental Prospects 141(1):32-9
2010; 4(4):124-129 12. Hermawan A, Eliyani H dan Tyasningsih W.
6. Novitasari RD, Meiarini A and Soekartono Pengaruh Ekstrak Daun Sirih Terhadap
RH. Teknik Desinfeksi Cetakan Alginat Pertumbuhan Staphylococcus aureus dan
Dengan Infusa Daun Sirih 25% terhadap Escherichia coli dengan Metode Difusi
Perubahan Dimensi. Material Dental Journal Disk.Journal Of Aquaculture And Health
2013; 4(1):33-38 2007;7(2)1-7.
7. Affandi A. Penulisan Laporan Penelitian untuk 13. Febriana M. Bahan Cetak Alginat dan Bahan
jurnal,Stabilitas Dimensi Hasil Cetakan dari Cetak Alginat Plus Pati Ubi Kayu (Analisis
Bahan Cetak Elastomer setelah Direndam Gambaran Mikroskopik). The International
kedalam Larutan Daun Sirih 25%. Medan: Symposium on Oral and Dental Sciences :
Fakultas Kedokteran Gigi USU; 2009.p.1-30. Proceeding Book. Yogyakarta: Fakultas
8. Intan N. Dekok (Air Rebusan) Daun Sirih Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada;
(Piper Bitle Linn) Mampu Menghambat 2013.p.43-50
Pertumbuhan Candida albicans. Jurnal sains 14. McCabe JF and Walls AWG. Applied Dental
UMN 2008;6(5):1-2. Materials. 1st ed.Oxford. Blackwell Publishing;
9. Rahmah N dan Rahman A. Uji Fungistatik 2008.p.140-5
Ekstrak Daun Sirih( piper betleL.) Terhadap 15. Siswomiharjo W. Perendaman Dimensi
Candida albicans. Banjarbaru. Bioscientia Cetakan Alginat Setetlah Direndam Dalam Air
2010;7(4):17-24 Sirih 25%. Jurnal Kedoktran Gigi Indonesia
10. Anusavice KJ. Buku Ajar Ilmu Bahan 1994; 43(1):69-71
Kedokteran Gigi(Phillips Sciens of Dental
70
DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 1. Maret 2014
Laporan Penelitian
ABSTRACT
ABSTRAK
Latar belakang: Temporomandibular disorder (TMD) adalah suatu gangguan atau ketidakberfungsian
sendi temporomandibular dengan tanda dan gejala yang berbeda. Penyebab dari temporomandibular disorder
secara umum karena gangguan fungsional dan kelainan struktural. Gangguan ini dapat berupa rasa nyeri atau
clicking, dan dapat menyebabkan dislokasi atau rahang terkunci. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui deskripsi dari temporomandibular disorder berdasarkan jenis kelamin, etiologi, dan klasifikasi pada
pasien yang datang ke poli gigi di RSUD Ulin Banjarmasin. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Sampel diambil sebanyak 100 orang dengan tehnik purposive
sampling. Data yang diperoleh dengan pemeriksaan klinis berdasarkan Dysfunction index, setiap sampel yang
diperiksa diukur Range of motion (ROM) dengan penggaris, bunyi pada sendi diperiksa menggunakan jari,
palpasi pada otot pengunyahan, palpasi pada bagian lateral dan posterior sendi, dan pergerakan pembukaan
rahang ke arah kiri dan kanan. Hasil : Data yang didapat bahwa persentase insidensi TMD berdasarkan jenis
kelamin pada laki-laki sebesar 41% dan pasien perempuan sebesar 59%, persentase indensi TMD berdasarkan
etiologi karena gangguan fungsional sebesar 100% dan kelainan struktural sebesar 0%, persentase indensi
TMD berdasarkan klasifikasi yang menderita TMD ringan sebesar 53%, TMD sedang 38%, dan TMD berat
sebesar 9%. Kesimpulan : Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa yang
mengalami TMD lebih banyak perempuan dari pada laki-laki, yang disebabkan karena gangguan fungsional,
dan lebih banyak mengalami TMD ringan.
Korespondensi: Najma Shofi, Program Studi Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Universitas Mangkurat, Jl.
Veteran 128B, Banjarmasin 70249, Kalimantan Selatan, e-mail: najmashofi21@gmail.com
PEMBAHASAN
Gambar 1 Data Prosentase TMD Berdasarkan Jenis TMD adalah suatu gangguan atau
Kelamin pada Pasien di Poli Gigi RSUD ketidakberfungsian sendi temporomandibula
Ulin Banjarmasin. dengan tanda dan gejala berbeda. Gejalanya berupa
gangguan fungsi seperti bunyi pada sendi,
Berdasarkan gambar 1 dapat diketahui kelelahan atau kekakuan pada rahang, nyeri serta
prosentase TMD berdasarkan jenis kelamin pada rahang terkunci. Etiologi gangguan sendi
pasien yang datang ke Poli Gigi RSUD Ulin pada temporomandibula secara umum dibagi menjadi
laki-laki sebesar 41 orang atau 41% dan pasien kelainan struktural dan gangguan fungsional.2,8
perempuan sebesar 59 orang atau 59%. Hal ini Gambar 1 menunjukan sampel yang
menunjukan bahwa insidensi TMD lebih banyak mengalami TMD lebih banyak perempuan sebesar
terjadi pada perempuan dari pada laki-laki. 59% dari pada laki-laki sebesar 41%. Hal ini
kemungkinan disebabkan perempuan lebih mudah
mengalami stres karena keadaan hormonal seperti
estrogen yang dapat meningkatkan stimulasi nyeri.
Menurut Rugh 1976, pasien dengan TMD
memberi respon terhadap tekanan emosi berupa
Gangguan kenaikan aktivitas m. masseter dan temporalis.
Fungsional 100% Stres emosional dapat menyebabkan peningkatan
aktifitas otot pada posisi istirahat yang dapat
100% menimbulkan kelelahan yang berakibat pada
Kelainan spasme otot. Spasme otot yang terjadi nantinya
Struktural 0% akan meningkatkan respon saraf simpatis yang
menyebabkan nyeri pada otot mastikasi. Menurut
Moore 1997, umumnya pada perempuan sekitar
usia 35 tahun dan laki-laki 45 tahun masa tulang
mencapai maksimum. Setelah titik itu, tulang lebih
Gambar 2 Data Prosentase TMD Berdasarkan banyak yang hilang daripada dibentuk, sehingga
Etiologi pada Pasien di Poli Gigi RSUD perempuan cenderung mengalami osteoporosis.9
Ulin Banjarmasin. Seluruh TMD terjadi karena gangguan
fungsional dan tidak ada TMD yang disebabkan
Berdasarkan gambar 2 dapat diketahui kelainan struktural. Gangguan fungsional pada
prosentase TMD berdasarkan etiologi pada pasien penelitian ini terjadi karena maloklusi gigi (77
yang datang ke Poli Gigi RSUD Ulin karena orang), karena kelainan otot kunyah / memiliki
gangguan fungsional sebesar 100% dan kelainan kebiasaan mengunyah satu sisi (59 orang), dan
struktural sebesar 0%. karena kelainan gigi disertai kelainan otot kunyah
73 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 70 - 73
(39 orang). Maloklusi dapat mengakibatkan kontak 2. Abubaker O, Kenneth JB. Oral and
gigi yang tidak harmonis dan tidak seimbang yang Maxillofacial Surgery Secrets. Michigan:
dapat menyebabkan tekanan tambahan untuk otot Hanley and Belfus. 2008. Hal.232-245.
pengunyahan dan kelainan posisi kondilus pada 3. Buescher JJ. Temporomandibular Joint
saat rahang tertutup, akibatnya rahang menjadi Disorder. American family physician. 2007;
terasa kaku. Pasien yang mengunyah dengan satu 76 (10): 1477-1482.
sisi menyebabkan tekanan tambahan untuk otot 4. Himawan LS, Kusdhany LS, Ariani N.
pengunyahan dan menyebabkan spasme pada otot Tempromandibular Disorders in Elderly
sehingga menyebabkan rasa nyeri dan gangguan Patients. Med J Indoness. 2007; 16(4): 237-
pada sendi. Hasil penelitian ini sesuai dengan 9.
penelitian Riana pada tahun 2009, etiologi TMD 5. Febby R. Perawatan Hipomobiliti Sendi
paling banyak disebabkan gangguan fungsional dan Temporomandibula. Skripsi. Medan: FKG
70% karena kebiasaan buruk, dari 136 anak yang USU. 2010; 35.
diperiksa didapatkan 49 anak TMD dan 36 anak 6. Nilsson H. Resilient Appliance Therapy of
memiliki kebiasaan mengunyah satu sisi.10 Temporomandibular Disorders
Gambar 5.3 didapatkan hasil Dysfunction Subdiagnoses. Swedish Dental Journal.
index (Di) yang menderita TMD ringan sebesar 2010; 28-32.
53%, TMD sedang 38%, dan TMD berat sebesar 7. Aryanti S. Penanggulangan Gangguan Sendi
9%. Sebagian besar penderita TMD ringan Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi
disebabkan banyak yang kehilangan 1 gigi di Secara Konservatif. Skripsi. Medan: FKG
posterior sehingga dimensi vertikal tidak hilang USU. 2009; 15-19
tetapi tetap terjadi penambahan beban yang terus 8. Hiltunen K. Temporomandibular Disorders
berlangsung, hal ini mengakibatkan posisi discus in The Elderly: A 5 Year Follow-Up of Sign
articularis dan processus condylaris berubah secara and Symptoms of TMD. University of
perlahan. TMD sedang berkaitan juga dengan Helsinki. 2004; p.11-32.
rentan waktu atau lamanya faktor penyebab yang 9. Asma. Human Bone Tissue Engineering
telah berlangsung, diawali dengan TMD ringan Using Coral and Differentiated Osteoblasts
dengan gejala yang masih ringan jika gejalanya From Derived-Mesenchymal Stem Cells.
terus dibiarkan dan faktor penyebabnya tidak Skripsi. Penang: Universiti Sains Malaysia.
dihilangkan akan terus berlanjut menjadi TMD 2008; 31.
sedang bahkan sampai berat. TMD berat paling 10. Laksitowati RH. Frequency of
sedikit diderita karena faktor usia. Proses penuaan Temporomandibular Joint Dysfunction With
dapat mengakibatkan kemunduran fungsi tubuh Clicking Symptom Due To Primary Molar
seperti fungsi TMJ dan karena kehilangan banyak Premature Loss in Children Aged 6-12 Years
gigi yang mengakibatkan hilangnya dimensi Old. Padjadjaran Journal of Dentistry.
vertikal dan terjadi penambahan beban sendi saat 2009;21(1): 51-56.
beroklusi. 11. Khasanah A. Pengaruh Gangguan Sendi
Hasil dari penelitian ini juga didukung oleh Temporomandibula Terhadap Kualitas
penelitian dari Ani tahun 2012, dari 150 sampel Hidup (Terkait Kesehatan Gigi Dan Mulut)
yang diteliti dengan menggunakan Dysfunction Pada Lansia. Skripsi. Semarang: Fakultas
index (Di) menunjukan hasil yang bebas TMD Kedokteran Universitas Diponegoro. 2012;
sebesar 10%, TMD ringan sebesar 36,7%, TMD 11-14.
sedang sebesar 27,3%, TMD berat sebesar 12. Wright EF. Manual of Temporomandibular
26%.8,11,12 Disorder. Lowa: Wiley-Blackwell. 2010.
Hal.54-73.
DAFTAR PUSTAKA
DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 1. Maret 2014
Laporan Penelitian
ABSTRACT
Background: The risk of cross infection between patients, dentists and technicians is caused when
saliva and blood during process of molding, it can be overcome with disinfection on material impression. Red
Betel Leaves Infuse 50% has the affective disinfectant for the impression material. Some disinfection process
expected can change dimension stability of that material. Purpose: The purpose of study was to determine the
dimention change on the alginate impression result after being sprayed with red betel leaves infuse (Piper
crocatum Ruiz & Pav) 50% for storage period of 5 and 10 minutes. Methods: This laboratory experimental
research method from 6 groups of experimental sample, 2 groups were sprayed with red betel leaves infuse 50%,
2 groups with sodium hypochlorite 0,5% and 2 groups without sprayed. The storage time were 5 and 10 minutes.
Each group were repeated 8 times. Alginate mold was filled with plaster and measured with calipers. Data was
analyzed with One Way Anova. Result: The result showed that the dimension stability of alginate impression
sprayed with red betel leaves infuse 50% had no significant changes. Conclusion: The conclusion there were no
significant changes on the dimension stability of alginate impression after spraying of red betel leaves infuse
(Piper crocatum Ruiz & Pav)50%. Thus, red betel leaves was recommended as one of alternative disinfectants
for alginate impression material.
Keywords: The dimension stability, red betel leaves infuse, alginate, disinfectant.
ABSTRAK
Latar belakang: Risiko infeksi silang antara pasien, dokter gigi, dan teknisi dapat terjadi yang
disebabkan saliva dan darah ketika proses pencetakan rahang, hal tersebut dapat diatasi dengan melakukan
desinfeksi pada bahan cetak. Pemanfaatan infusa daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) 50% yang
mempunyai efektivitas sebagai desinfektan dapat digunakan untuk desinfeksi bahan cetak. Beberapa proses
desinfeksi diduga dapat mengubah stabilitas dimensi bahan cetak. Tujuan: Untuk mengetahui adanya
perubahan stabilitas dimensi pada hasil cetakan dengan bahan alginat setelah dilakukan penyemprotan dengan
menggunakan infusa daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) 50% dengan variasi waktu penyimpanan 5
dan 10 menit. Metode: Penelitian ini bersifat eksperimental dengan 6 kelompok perlakuan yaitu 2 kelompok
yang dilakukan penyemprotan infusa daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) 50%, 2 kelompok
disemprot sodium hipoklorit 0,5% dan 2 kelompok yang tidak dilakukan penyemprotan. Waktu penyimpanan 5
dan 10 menit. Masing-masing dilakukan pengulang 8 kali. Cetakan diisi gips dan diukur menggunakan kaliper.
Data dianalisis menggunakan uji One Way Anova. Hasil: Stabilitas dimensi bahan cetak alginat yang disemprot
infusa daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) 50% tidak terdapat perubahan bermakna. Kesimpulan:
Stabilitas dimensi hasil cetakan alginat setelah dilakukan penyemprotan infusa daun sirih merah (Piper
crocatum Ruiz & Pav) 50% tidak mengalami perubahan bermakna sehingga dapat dijadikan alternatif
desinfektan pada bahan cetak alginat.
Kata-kata kunci: Stabilitas dimensi, infusa daun sirih merah, alginat, desinfektan.
Korespondensi : Valdina Najifa Parimata, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat. Jalan Veteran Banjarmasin 128 B Kalsel, vnajifap@gmail.com
75 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 74 - 78
Diameter (mm)
dan 8 cetakan disimpan selama 10 menit). Bahan 45,8
cetak alginat dengan P/W rasio yang sesuai dengan 45,6
petunjuk pabrik, diaduk pada rubber bowl sampai 45,4
homogen, kemudian dituangkan ke dalam master
die. Setelah bahan cetakan setting sampel 45,2
dikeluarkan dari master die, dibilas dengan air dan 45
dikeringkan. Simpan dalam lingkungan basah 1 2 3 4 5 6 7 8
(dibungkus dengan tisu dan dimasukkan ke dalam
Sampel Ke-
kantung plastik) selama 5 dan 10 menit. Dilakukan
pengisian dengan gips tipe III, setelah setting tanpa penyemprotan
diukur stabilitas dimensi menggunakan kaliper.
sodium hipoklorit 0,5%
Pembuatan 16 sampel seperti cara di atas
untuk setiap perlakuan hasil cetakan dari bahan infusa daun sirih merah 50%
cetak alginat yang disemprot dengan sodium
hipoklorit 0,5% sebagai kontrol positif. Setelah
bahan cetakan setting, sampel dibilas dengan air, Gambar 1. Diameter gips dari alginat dengan waktu
dilakukan penyemprotan selama kurang lebih 15 penyimpanan 5 menit.
detik dengan sodium hipoklorit 0,5% secara merata
keseluruh permukaan alginat. Dibungkus dengan 46
tisu dan diletakkan di dalam kantung plastik selama
Diameter (mm)
45,8
5 dan 10 menit, sebelumnya tisu tersebut
dicelupkan dalam sodium hipoklorit 0,5%. 45,6
Pembuatan 16 sampel seperti cara sebelumnya 45,4
untuk setiap perlakuan hasil cetakan dari bahan 45,2
cetak alginat yang disemprot dengan infusa daun
sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) 50%. 45
Sampel dibilas dengan air dan dikeringkan. 1 2 3 4 5 6 7 8
Dilakukan penyemprotan dengan infusa daun sirih Sampel Ke-
merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) 50% selama
kurang lebih 15 detik secara merata keseluruh tanpa penyemprotan
permukaan alginat. Dibungkus dengan tisu dan sodium hipoklorit 0,5%
diletakkan di dalam kantung plastik selama 5 dan infusa daun sirih merah 50%
10 menit, sebelumnya tisu tersebut dicelupkan
dalam infusa daun sirih merah (Piper crocatum
Ruiz & Pav). Gambar 2. Diameter gips dari alginat dengan waktu
Setelah proses desinfeksi dengan teknik penyimpanan 10 menit.
penyemprotan selesai dengan masing-masing
waktu tertentu, hasil cetakan diisi dengan gips tipe Gambar 1 menunjukkan bahwa terdapat
III. Dilakukan pengukuran dengan menggunakan variasi besar diameter model die pada masing-
kaliper (milimeter) pada model stone yang telah masing perlakuan pada waktu penyimpanan 5
diperoleh dari hasil pengisian hasil cetakan. menit. Hasil pengukuran model die dengan waktu
Perubahan dimensi dianalisis sesuai dengan penyimpanan 5 menit dari kelompok yang tanpa
American National Standards Institute/ American penyemprotan memiliki rata-rata diameter 45,88 ±
Dental Association (ANSI/ ADA) spesifikasi no. 18 0,03 mm. Kelompok yang disemprotkan sodium
bahan cetak tidak boleh menunjukkan perubahan hipoklorit 0,5% memiliki rata-rata 45,88 ± 0,05
lebih 0,5% dari master die diukur menggunakan mm. Kelompok yang disemprotkan infusa daun
kaliper. Analisis data dilakukan dengan sirih merah 50% memiliki rata-rata 45,89 ± 0,04
menggunakan uji One-way Anova. Uji ini termasuk mm.
uji statistik parametrik dengan tingkat kepercayaan Gambar 2 menunjukkan bahwa terdapat
95% (α = 0,05). variasi besar diameter model die pada masing-
masing perlakuan pada waktu penyimpanan 10
HASIL PENELITIAN menit. Hasil pengukuran model die dengan waktu
penyimpanan 10 menit dari kelompok yang tanpa
Hasil penelitian tentang stabilitas dimensi penyemprotan memiliki rata-rata diameter 45,87 ±
hasil cetakan alginat setelah dilakukan 0,02 mm. Kelompok yang disemprotkan sodium
penyemprotan infusa daun sirih merah (Piper hipoklorit 0,5% memiliki rata-rata 45,86 ± 0,05
Crocatum Ruiz & Pav) 50% sebagai desinfektan mm. Kelompok yang disemprotkan infusa daun
seperti terlihat pada Gambar 1 : sirih merah 50% memiliki rata-rata 45,87 ± 0,03
77 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 74 - 78
mm. Hasil uji One-way Anova pada kelompok Infusa daun sirih merah 50% yang
dengan waktu penyimpanan 5 menit p = 0,816, mempunyai efek antibakteri digunakan sebagai
kelompok dengan waktu penyimpanan 10 menit p desinfektan. Penggunaan sodium hipoklorit dan
= 0,860 (p > 0,05). Hal ini berarti stabilitas dimensi infusa daun sirih merah sebagai desinfektan pada
bahan cetak alginat yang disemprot infusa daun cetakan alginat akan menyebabkan hasil cetakan
sirih merah tidak mengalami perubahan yang berkontak dengan cairan sehingga dapat ber-
berarti ketiga jenis perlakuan baik selama waktu pengaruh pada stabilitas dimensi hasil cetakan
penyimpanan 5 menit dan 10 menit, air biasa (tanpa alginat. Desinfektan infusa daun sirih merah 50%
penyemprotan), sodium hipoklorit 0,5%, dan sirih dapat diberikan pada hasil cetakan alginat dengan
merah 50% relatif sama. cara direndam maupun disemprot. Pada teknik
perendaman, cetakan alginat terendam semua
PEMBAHASAN dalam cairan desinfektan, sehingga cairan desin-
fektan banyak yang diabsorbsi. Adanya anyaman-
Bahan cetak alginat adalah bahan cetak anyaman pada alginat akan menahan cairan yang
hidrokoloid yang pengerasannya terjadi secara terabsorbsi, sehingga terjadi imbibisi dan
kimia. Bahan dasarnya adalah asam alginat yang menyebabkan perubahan dimensi.19 Sedangkan,
diperoleh dari ganggang laut. Asam alginat tidak pada teknik penyemprotan, cairan yang diabsrobsi
larut dalam air tetapi beberapa garamnya larut dan lebih sedikit. Imbibisi yang terjadi juga lebih
asam alginat ini mudah membentuk garam karena sedikit sehingga perubahan dimensi cetakan alginat
adanya gugus karboksil yang bebas. Bahan cetak lebih kecil.16 Penelitian mengenai teknik penyem-
alginat mengandung garam laut dalam air yaitu protan pada bahan disinfektan, menunjukkan
sodium alginate, potassium alginate dan triethano- aktivitas antimikroba yang sama dengan teknik
lamine alginate. Asam alginat adalah polimer linier perendaman, namun tidak terlalu mempengaruhi
dari garam sodium dari anhydro-β-d-mannuronic stabilitas dimensi dari cetakan alginat.20
acid yang mempunyai berat molekul yang tinggi. Novitasari dkk (2013) penggunaan kavikol
Bahan cetak alginat mengandung banyak cairan, sebagai desinfektan dalam infusa daun sirih 25%
hal ini sangat mempengaruhi sifat sineresis dan tidak berpengaruh terhadap ikatan kalsium alginat,
imbibisi bahan. Apabila hasil cetakan direndam sehingga kavikol tidak mempengaruhi dimensi
dalam air, akan terjadi penyerapan air dan cetakan alginat. Pengaruh cairan disinfektan terhadap
jadi mengembang, peristiwa ini disebut dengan dimensi cetakan alginat dapat dilihat dengan jelas,
imbibisi. Sebaliknya bila hasil cetakan dibiarkan di karena alginat memiliki sifat imbibisi. Sifat
udara terbuka, maka cairan dalam alginat akan imbibisi tersebut erat kaitannya dengan lama waktu
menguap sehingga hasil cetakan mengerut yang perendaman cetakan alginat saat proses desinfeksi.
disebut sebagai peristiwa sineresis.7 Imbery dkk Kavikol mempunyai khasiat bakterisid lima kali
(2010) mengatakan bahwa sineresis adalah hasil lebih kuat dari pada fenol biasa.20 Dalam hal
dari penyusunan kembali rantai silang polimer komposisi larutan desinfektan kandungan fenol
alginat untuk konfigurasi yang lebih stabil, dalam larutan desinfektan tersebut dapat menguap
sehingga terjadi pengeluaran air.15 sehingga berpengaruh terhadap zat antiseptik ini.
Bahan cetak alginat mengandung natrium atau Ketika dilakukan desinfeksi cairan desinfektan
kalium alginat. Pada natrium atau kalium alginat, tersebut menguap sehingga tidak mempengaruhi
kation terikat pada kelompok karboksil untuk ikatan kalsium alginat dan tidak terjadi absorbsi
membentuk garam. Bila garam tidak larut dibentuk cairan oleh alginat. Temperatur ruangan tempat
melalui reaksi natrium alginat dalam larutan penelitian yang tidak mampu dikendalikan ketika
dengan garam kalsium, ion kalsium akan meng- melakukan pencetakan dan desinfeksi juga
gantikan ion natrium dalam 2 molekul berdekatan mungkin menyebabkan perubahan larutan
untuk membentuk ikatan silang antara 2 molekul. desinfektan yang digunakan.14
Dengan berkembangnya reaksi, ikatan silang Sodium hipoklorit dapat mengurangi waktu
kompleks molekuler atau network polimer akan gelasi yang dapat bereaksi dengan sodium fosfat
terbentuk.16 dan meminimalkan ketersediaannya untuk
Muzaffar dkk (2011) mengemukakan bahwa melawan ion kalsium. Sediaan sodium fosfat untuk
perubahan bahan cetak alginat terjadi setelah bahan bereaksi dengan ion kalsium berkurang sehingga
cetak direndam desinfektan. Mereka menyim- tidak dapat melakukan ikatan silang alginat dan
pulkan bahwa adanya penyerapan pada bahan cetak kemampuan alginat menyerap air berkurang. Hal
alginat sehingga menyebabkan terjadinya ekspansi, ini mungkin yang mengakibatkan kurang terjadinya
dimana pada alginat terdapat ion-ion seperti Na, perubahan stabilitas dimensi pada cetakan.
SO42-, PO43- sebagai potensial osmotik.17 Saito dkk Pengaruh desinfektan terhadap bahan cetak pada
(1998) juga mengatakan bahwa tekanan osmotik dasarnya tergantung dari jenis dan konsentrasi
antara gel alginat dan larutan perendaman menye- desinfektan tersebut.21
babkan alginat mengalami ekspansi (mengembang) Perubahan dimensi terjadi disebabkan struktur
ketika direndam dengan larutan desinfektan.18 alginat yang berbentuk serat dengan air yang
Parimata : Stabilitas Dimensi Hasil Cetakan Alginat 78
mengisi ruangan kapiler tersebut. Jika terjadi hanya 9. Werdhany IW, Marton A, Setyorini W. Sirih
sedikit perubahan dimensi tampaknya berkaitan merah. Yogyakarta: Balai Pengkajian
dengan lamanya waktu penyimpanan dan Teknologi Pertanian; 2008. p. 2.
penyemprotan yang relatif singkat. Kesalahan yang 10. Parwata OA, Rita WS, Yoga R. Isolasi dan uji
bersifat random juga dapat menjadi penyebabnya antiradikal bebas minyak atsiri pada daun sirih
perubahan stabilitas dimensi, misalnya rasio bubuk (Piper betle Linn) secara spektroskopi ultra
dan air tidak tepat, alginat yang tidak terdukung violet-tampak. Jurnal Kimia. 2009; 3(1): 7-13.
alat cetak, besarnya tekanan selama pencetakan, 11. Juliantina F, Citra MDA, Nirwani B,
arah tekanan selama pencetakan atau gerakan Nurmasitoh T, Bowo ET. Manfaat sirih merah
melepas alginat dari cetakannya yang tidak tepat. (Piper crocatum) sebagai agen anti bakterial
Selain itu metode desinfeksi dan kelembaban bahan terhadap bakteri gram positif dan gram negatif.
cetak juga ikut berpengaruh.15 Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, 2009; 1(1): 532-543.
diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang 12. Saraswati RS. Daya antibakteri infusa daun
bermakna pada cetakan alginat yang dilakukan sirih merah (Piper crocatum) terhadap bakteri
penyemprotan infusa daun sirih merah 50%, Enterococcus faecalis (penelitian
penyemprotan sodium hipoklorit 0,5% & tanpa eksperimental laboratoris). Skripsi. Surabaya:
penyemprotan desinfeksi yang masing-masing Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
disimpan selama 5 dan 10 menit. Dapat Airlangga; 2012.
disimpulkan bahwa pemakaian desinfektan yang 13. Paramita AL. Efek air rebusan (dekok) daun
disemprot pada bahan cetak alginat selain mampu sirih (Piper crocatum Ruiz & Pav) terhadap
mencegah terjadinya infeksi silang. Bahan ini juga pertumbuhan Candida albicans. Tesis.
stabil terhadap bahan cetak sehingga dapat menjadi Malang: Universitas Muhammadiyah Malang;
salah satu alternatif pilihan untuk desinfeksi bahan 2010.
cetak yang digunakan. 14. Affandi A. Stabilitas dimensi hasil cetakan
dari bahan cetak elastomer setelah direndam
DAFTAR PUSTAKA kedalam larutan daun sirih 25%. Skripsi.
Medan: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
1. Gunadi HA, Margo A, Burhan LK, Sumatera Utara; 2009. p. 24.
Suryatenggara F, Setiabudi I. Buku ajar ilmu 15. Imbery TA, Nehring J, Janus C, Moon PC.
geligi tiruan sebagian lepasan. Jilid I. Jakarta: Accuracy and dimensional stability of
Hipokrates; 1995. p. 52-77. extended-pour and conventional alginate
2. Powers JM, Sakaguchi RL. Restorative dental impression material. Journal of the American
materials. 12th Ed. London: Elsevier; 2007. p. Dental Association. 2010; 141(1): 32-9.
271-275. 16. Anusavice KJ. Phillip’s buku ajar ilmu bahan
3. Nallaswamy D. Textbook of prosthodontics. kedokteran gigi. Edisi Ke-10. Jakarta: EGC;
New Delhi: Jaypee Brothers Medical 2004. p. 94-118.
Publishers; 2003. p. 293-420. 17. Muzaffar D, Ahsan SH, Afaq A. Dimensional
4. Bhat VS, Shetty MS, Shenoy KK. Infection changes in alginate impression during
control in the prosthodontic laboratory. The immersion in a disinfectant solution. Journal of
Journal of Indian Prosthodontic Society. 2007; the Pakistan Medical Association. 2011; 61:
7(2); 62-5. 756-59.
5. Qamruddin I, Siddiqui AZ, Butt S. 18. Saito S, Ichimaru T, Araki Y. Factors affecting
Disinfection of dental impressions: a survey of dimensional instability of alginate impression
private practices and dental universities in during immersion in the fixing and disinfectant
Karachi. Journal of The Pakistan Dental solutions. J Dent Material. 1998; 4: 294-300.
Association. 2011; 20(1):19-22. 19. Craig RG and Power JM. Restorative Dental
6. Rad FH, Ghaffari T, Safavi SH. In vitro Material. 11th ed. St. Louis: CV Mosby Co;
evaluation of dimensional stability of alginate 2002. p. 281.
impressions after disinfection by spray and 20. Novitasari RDA, Meizarini A, Soekartono RH.
immersion methods. Journal of Dental Teknik disinfeksi cetakan alginat dengan
Research, Dental Clinics, Dental Prospects. infusa daun sirih 25% terhadap perubahan
2010; 4(4): 130-5. dimensi. Material Dental Journal. 2013; 4(1):
7. Noort VR. Introduction to dental material. 3rd 33-38.
ed. London: Elsevier; 2007. p.186-207. 21. Amalan A, Ginjupalli K, Upadhya PN.
8. Mehdipour O, Kleir DJ, Averbach RE. Evaluation Of properties of irreversible
Anatomy of sodium hypochlorite accidents. hydrocolloid impression materials mixed with
Compendium of Continuing Education in disinfectant liquids. Dental Research Journal.
Dentistry. 2007; 28(10): 1-9. 2013; 10(1): 65-73.
79
DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 1. Maret 2014
Laporan Penelitian
Tinjauan pada Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) C Dharma Wanita Persatuan
Provinsi Kalimantan Selatan Banjarmasin
ABSTRACT
Background: Mental retardation is a term commonly used when the intellectual development of
individuals who are significantly lower than average and resulted in limited adaptability to the environment
which causes health problems. Children with mental retardation because of limitations can not maintain good
oral hygiene. Mentally retarded population has a higher prevalence in terms of poor oral hygiene. Purpose:
This study aims to determine the index of oral hygiene in children with mental retardation in SDLB C Dharma
Wanita Persatuan South Kalimantan in general, by gender, and by age level. Methods: This study used
descriptive observational cross-sectional approach. Research data collection techniques used OHI-S index.
Examination of debris and calculus were performed on certain teeth and on certain surfaces of the teeth which
include dental examinations at the upper and lower jaw. After that, debris scores and calculus scores were
summed to obtain a score of OHIS. Results: The results showed that the index of oral hygiene in children with
mental retardation in SDLB C Dharma Wanita Persatuan Provinsi Kalimantan Selatan in general was
moderate (66.7%). By sex: men were good (57%) and women were moderate (76%). Based on the age level: 8-
11 years age group were moderate (85.7%) and 12-15 years age group were good (50%). Conclusion: It was
concluded that the index of oral hygiene in children with mental retardation in SDLB C Dharma Wanita
Persatuan Provinsi Kalimantan Selatan in general was moderate.
ABSTRAK
Latar belakang: Retardasi mental adalah istilah umum yang digunakan ketika perkembangan intelektual
individu yang secara signifikan lebih rendah dari rata-rata dan mengakibatkan terbatasnya kemampuan adaptasi
dengan lingkungan yang dapat menyebabkan masalah kesehatan. Anak retardasi mental karena keterbatasannya
tidak dapat mempertahankan kebersihan mulutnya dengan baik. Populasi retardasi mental memiliki prevalensi
yang lebih tinggi dalam hal oral hygiene yang buruk. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui indeks
kebersihan rongga mulut pada anak retardasi mental di SDLB C Dharma Wanita Persatuan Provinsi Kalimantan
Selatan secara umum, berdasarkan jenis kelamin, dan berdasarkan tingkat usia. Metode: Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif observasional dengan pendekatan cross sectional. Teknik pengambilan data
penelitian menggunakan indeks OHI-S. Pemeriksaan debris dan kalkulus dilakukan pada gigi tertentu dan pada
permukaan tertentu dari gigi yang meliputi pemeriksaan gigi pada rahang atas dan bawah. Setelah itu skor debris
dan skor kalkulus dijumlahkan untuk mendapatkan skor OHIS. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa
indeks kebersihan rongga mulut pada anak retardasi mental di SDLB C Dharma Wanita Persatuan Provinsi
Kalimantan Selatan secara umum adalah sedang (66,7%). Berdasarkan jenis kelamin : laki-laki adalah baik
(57%) dan perempuan adalah sedang (76%). Berdasarkan tingkat usia : kelompok usia 8-11 tahun adalah sedang
(85,7%) dan kelompok usia 12-15 tahun adalah baik (50%). Kesimpulan: Dapat disimpulkan bahwa indeks
kebersihan rongga mulut pada anak retardasi mental di SDLB C Dharma Wanita Persatuan Provinsi Kalimantan
Selatan secara umum adalah sedang.
Korespondensi: Nadya Nuryati Azzahra, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat, Jalan Veteran 128 B Banjarmasin, Kalimantan Selatan, email:
nadyanuryatiazzahra@yahoo.com
DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 1. Maret 2014
Laporan Penelitian
ABSTRACT
Background: Elastomers often used to make impression. Impression procedures, making blood and
salivary attached to the impression, and could occur cross infection. Disinfect by spraying sodium hypochlorite
0,5% effectively killed microorganisms. Purpose: The purpose of this research was to determine dimension
stability changes that occur on a mold impression elastomer materials after sprayed using sodium hypochlorite
0,5% and mold impression elastomer without sprayed Methods: The method was an pure experimental study
with post test only with control group design, with simple random sampling consisted of 6 groups of treatment, 3
groups impression group elastomer were not sprayed for 5, 10, and 15 minutes as a positive control and
impression sprayed with sodium hypochlorite 0,5% after it left for 5, 10, and 15 minutes before cast filled with
gips stone. The obtain data were analyzed with one way anova test. Results: The results showed that
dimensional stability of each sample measured using digital caliper. Averaged diameter not sprayed 5 minute
45,93 mm, 10 minute 45,92 mm and 15 minute 45,92 mm while diameter sprayed sodium hypochlirte 0,5% 5
minute 46,18 mm, 10 minute 46,31 mm and 15 minutes 46,12 mm Conclusion: The conclusion from this
research showed significantly differences between dimension stability of the mold not sprayed and sprayed
sodium hypochlorite 0,5%.
ABSTRAK
Latar belakang: Elastomer merupakan bahan yang sering digunakan untuk pencetakan. prosedur
pencetakan ketika dilakukan, darah dan saliva menempel pada hasil cetakan. Melalui bahan cetak tersebut
dapat terjadi infeksi silang. Desinfeksi dengan penyemprotan sodium hypochlorite 0,5% efektif membunuh
bakteri Tujuan: Tujuan penelitian ini untuk mengetahui mengetahui perubahan stabilitas dimensi yang terjadi
pada hasil cetakan bahan cetak elastomer setelah disemprot larutan sodium hypochlorite 0,5% dan hasil
cetakan elastomer tanpa penyemprotan. Metode: Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni
dengan rancangan penelitian post test only with control group design, menggunakan rancangan acak
sederhana, terdiri dari 6 kelompok perlakuan, yaitu 3 kelompok hasil cetakan elastomer tidak disemprot dengan
waktu 5, 10, dan 15 menit sebagai kontrol positif dan hasil cetakan yang disemprot sodium hypochlorite 0,5%
setelah itu dibiarkan selama 5, 10, dan 15 menit sebelum diisi gips stone. Data hasil penelitian dianalisis
menggunakan uji one way anova. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan rata-rata ukuran diameter tidak
disemprot 5 menit 45,93 mm, 10 menit 45,92 mm dan 15 menit 45,92 sedangkan yang di semprot sodium
hypochlorite 0,5% 5 menit 46,15 mm, 10 menit 46,31 mm dan 15 menit 46,12 mm. Kesimpulan: Berdasarkan
hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara stabilitas dimensi cetakan
tidak disemprot dan disemprot sodium hypochlorite 0,5%.
Korespondensi: Tommy Agustinus Ongo, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat, Jalan Veteran 128 B, Banjarmasin, Kalsel, email: tommy_agustinus@yahoo.com
Ongo : Stabilitas Dimensi Hasil Cetakan Bahan Cetak Elastomer 84
HASIL PENELITIAN
(46,18 ± 0,08295), perubahan diameter die pada 10 hypoclorite lebih baik dibandingkan iodophor dan
menit penyemprotan 46,31 mm diameter rata-rata ± phenols karena tidak merusak permukaan bahan
SD (46,32 ± 0, 11675) dan penyemprotan diameter cetak serta lebih efektif untuk menghilangkan
die pada 15 menit penyemprotan 46,12 mm bakteri. Sodium hypoclorite mempunyai efek
diameter rata-rata ± SD (46,32 ± 0, 04278). Hasil bakterisidal yang efektif terhadap bakteri gram
selisih antara cetakan yang disemprot dan tidak positif dan bakteri gram negatif. Kelemahan sodium
disemprot menunjukan nilai rata-rata untuk hypoclorite tidak mampu berkontak dengan baik
kelompok 5 menit 0,2686 mm diameter rata-rata ± pada permukaan kulit.13,14
SD (0,2680 ± 0,09910) ,kelompok 10 menit 0,3860 Sodium hypoclorite termasuk golongan
mm diameter rata-rata ± SD (0,3860 ± 0,11238) dan halogenated yang oxygenating. Sodium hypoclorite
kelompok 15 menit 0,2020 mm diameter rata-rata ± dalam larutan membentuk hypochlorus acid
SD (0,2020 ± 0,5805). (HOCl) dan oxychloride (OCl). Desinfektan ini
Pengujian normalitas Shapiro-wilk dan adalah larutan yang berbahan dasar klorin (Cl 2).
homogenitas varians Levene’s test. Hasil uji Larutan ini merupakan desinfektan derajat tinggi
normalitas Shapiro-wilk (n < 50) diperoleh nilai p (high level desinfectants) karena sangat aktif pada
untuk ke 3 varian waktu 5 menit 0,542, 10 menit semua bakteri, virus, jamur, parasit, dan beberapa
0,069 dan 15 menit 0,256 menunjukan bahwa data spora. Bahan ini bekerja cepat atau fast acting,
terdistribusi normal karena nilai p > 0,05. Hasil uji sangat efektif melawan virus Hepatitis B (HBV)
homogenitas varians Levene menunjukkan varians dan Human Immunodeficiency Virus (HIV) (20).
data yang homogen dengan nilai p = 0,613 (p > Sodium hypoclorite mempunyai efek bakterisidal
0,05) menunjukan data homogen. yang efektif terhadap bakteri gram positif dan
Hasil uji One way anova diperoleh nilai p = bakteri gram negatif. Kelemahan sodium
0,026 (p < 0,05) yang berarti H1 diterima sehingga hypoclorite tidak mampu berkontak dengan baik
dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pada permukaan kulit.14
bermakna pada cetakan yang tidak disemprot dan Sodium hypoclorite juga digunakan untuk
disemprot menggunakan sodium hypochlorite bahan irigasi saluran akar. Pemakaian sodium
dengan waktu 5, 10 dan 15 menit. Hal ini artinya hypoclorite juga efektif sebagai desinfektan dengan
bahwa penyemprotan sodium hypochlorite terhadap konsentrasi 0,5% untuk merendam gigi tiruan
hasil cetakan elastomer menyebabkan terjadinya dianjurkan 10 menit setiap hari, walaupun pendapat
perubahan stabilitas dimensi hasil cetakan. lainnya menyatakan larutan menyebabkan korosi
pada metal. Selain itu menyebabkan perubahan
PEMBAHASAN dalam matriks interstitial pada struktur permukaan
sehingga terjadi efek pemutihan dan perubahan
Pertimbangan yang harus tetap diperhatikan warna lempeng akrilik.15
dalam memilih teknik desinfeksi bahan cetak yang Sebuah survei yang dilakukan di Hong Kong
akan dilakukan adalah pengaruh larutan desinfektan menunjukkan bahwa sodium hypoclorite
terhadap stabilitas dimensi dan detail permukaan merupakan larutan desinfeksi bahan cetak yang
bahan cetak, serta efek mematikan bakteri. paling banyak digunakan dokter gigi swasta (73%),
Lamanya desinfeksi pada bahan cetak juga hal yang diikuti oleh Glutaraldehyde (15%), alkohol (8%),
berpengaruh pada saat dilakukan desinfeksi. Hal ini hydrogen peroxide (4%), dan selebihnya
menjadi pertimbangan para dokter gigi dalam menggunakan produk bermerk (8%).16 Teknik
melakukan desinfeksi agar hasil cetakan yang penyemprotan dianggap sebagai metode yang
dihasilkan dapat memiliki tingkat keakuratan yang efektif untuk mengurangi terjadinya resiko imbibisi
tinggi.14 pada cetakan. Berdasarkan aplikasi praktisnya,
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat desinfeksi dengan teknik penyemprotan dengan
dibuktikan bahwa terdapat perubahan dimensi yang menggunakan sprayer merupakan metode yang
cukup besar pada penyemprotan bahan cetak paling efektif dan praktis bila jarak klinik dokter
elastomer menggunakan larutan desinfektan pada gigi dengan laboratorium dental cukup jauh.13
varian waktu 5 dan 10 menit dengan rata–rata Stabilitas dimensi bahan cetak elastomer juga
diameter die 46,18 mm dan 46,31 mm..10 dipengaruhi oleh polimerisasi bahan cetak, reaksi
Berdasarkan penelitian dari Santosh (2011) kimia yang terjadi pada bahan cetak, perubahan
dalam waktu 1 menit penyemprotan sodium suhu yang terjadi pada bahan cetak dan elastic
hypochlorite 0,5% terjadi penurunan jumlah bakteri recovery yang tidak sempurna dari deformasi,
100% pada bakteri jenis S. aureus dan S. viridans sementara faktor-faktor seperti desinfeksi bahan
yang terdapat pada cetakan yang dihitung dengan cetak, waktu pengecoran dan teknik pencetakan
colony counter.3 mempengaruhi keakuratan cetakan. Menurut
Sodium Hypoclorite, merupakan salah satu penelitian Farida dan Abolfazil salah satu alasan
desinfektan yang tidak terlalu mahal dan selama ini terjadinya perubahan dimensi pada hasil cetakan
dikenal sebagai pemutih. Menurut The American pada cetakan yang dilakukan desinfeksi terjadi
Dental Association (ADA) penggunaan sodium kontraksi ringan pada saat polimerisasi sehingga
87 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 83 - 88
14. Rhodes JS. Advanced Endodontics Clinical Klorhexidin. Dentistry Journal. 2005; 38(1):
Retreatment and Surgery. London. Taylor & 36-40.
Francis Group. 2006; p. 130. 16. Siu KP and Millar BJ. Cross Infection Control
15. David ME. Perubahan Warna Lempeng Resin of Impressions: A Questionnaire Survey of
Akrilik yang Direndam dalam Larutan Practice Among Private Dentists in Hong
Disinfektan Sodium Hipoklorit dan Kong. Hong Kong Dentistry Journal. 2006;
3(2): 89-93.
89
DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 1. Maret 2014
Laporan Penelitian
Dewi Puspitasari
Bagian Dental Material, Program Studi Kedokteran Gigi Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin-
Indonesia
ABSTRACT
Background : Composite resin could bonded well with dental structure because of adhesive system.
The development of adhesive systems are increased and focused on a simpler application procedures, shorter
work time and does not cause dentin sensitivity during restorative treatment. Last adhesive systems that have
come to the sixth and seventh generation known as the self-etch adhesive systems. Self-etch adhesive system is
divided into two step and one step. Both are different in the application procedure. Purpose :The purpose of this
study was to compare the bond strength between1 step and 2 step self etch adhesive systems. Methods : 16
specimens of dentin premolars, divided into 2 groups. Group I : application of Clearfil SE Bond primer for 20
seconds then application of Clearfil SE Bond bonding for 10 seconds, and polymerization with light for 10
seconds. Composite resin was applied incrementally and polymerization for 20 seconds . Group II : application
of Clearfil S3 Bond ( primer and bonding in 1 bottle) for 20 seconds and then polymerization with light for 10
seconds. The bond strength was tested with Testing Machine and analyzed using the unpaired t test. Results:The
bond strength mean value of composite resin using 2 step self etch adhesive system is 10.93 MPa and 1 step self
etch adhesive system is 10.12 MPa. There is no significant difference between the bond strength of composite
resins using 2 step and 1 step self etch adhesive system. Conclusion : Self- etch adhesive systems can provide
good bond strength between composite resin to denti . There is no significant difference between the bond
strength of composite resins using 2 step and 1 step self etch adhesive system
ABSTRAK
Latar belakang : Resin komposit dapat berikatan dengan struktur gigi melalui sistem adhesif.
Perkembangan sistem adhesif semakin pesat dan tertuju pada prosedur aplikasi yang lebih sederhana, waktu
kerja yang semakin singkat dan tidak menyebabkan sensitifitas dentin selama perawatan restorasi. Sistem adhesif
yang terakhir telah sampai pada generasi keenam dan ketujuh yang dikenal sebagai sistem adhesif self etch.
Sistem adhesif self etch terbagi menjadi dua tahap dan satu tahap, keduanya berbeda pada prosedur aplikasi.
Tujuan : Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan kuat rekat antara sistem adhesif self ech 1 tahap
dengan 2 tahap. Metode: 16 spesimen dentin dari mahkota gigi premolar, dibagi menjadi 2 kelompok.
Kelompok I: aplikasi primer Clearfil SE Bond selama 20 detik kemudian aplikasi bonding Clearfil SE Bond
selama 10 detik dan polimerisasi dengan sinar selama 10 detik. Resin komposit diaplikasikan secara inkremental
dan polimerisasi selama 20 detik. Kelompok II: aplikasi Clearfil S3 Bond (primer dan bonding bergabung dalam
1 botol) selama 20 detik kemudian polimerisasi dengan sinar selama 10 detik. Kuat rekat diuji menggunakan
Testing Machine dan dianalisa dengan uji T tidak berpasangan. Hasil : Nilai rerata kuat rekat komposit resin
yang menggunakan sistem adhesif self etch 1 tahap adalah 10,12 MPa dan sistem adhesif self etch 2 tahap adalah
10,93 MPa .Tidak ada perbedaan bermakna antara kuat rekat komposit resin yang menggunakan sistem adhesif
self etch 1 tahap dengan 2 tahap. Kesimpulan : Sistem adhesif self etch dapat menghasilkan kekuatan ikatan
antara resin komposit dengan dentin yang dapat diterima secara klinis. Tidak ada perbedaan bermakna antara
kuat rekat komposit resin yang menggunakan sistem adhesif self etch 1 tahap dengan 2 tahap.
Kata kunci : kuat rekat geser, sistem adhesif self etch, dentin.
Puspitasari : Perbandingan Kuat Rekat Resin Komposit 90
Korespondensi :
Dewi Puspitasari. Bagian Dental Material, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat, Jl. Veteran No. 128 B, Banjarmasin KalSel. Email : dewident@gmail.com
sistem adhesif self etch 2 tahap, sistem adhesif self secara klinis. Tidak ada perbedaan bermakna antara
etch 1 tahap cenderung lebih hidrofilik, oleh karena kuat rekat komposit resin yang menggunakan
sifat hidrofiliknya adhesif ini dapat berperan sistem adhesif self etch 1 tahap dengan 2 tahap
sebagai membran permeabel, menyerap sejumlah
air saat dipolimerisasi sehingga dapat menciptakan
saluran-saluran berisi air pada lapisan hibrida pada DAFTAR PUSTAKA
jangka panjang, sehingga ketahanan jangka panjang
sistem adhesif ini perlu untuk diteliti lebih lanjut. 23 1. Karaarslan ES, Bulbul M, Yildiz E, Secilmis
Nilai rerata kuat rekat yang bervariasi antara A, Sari F, Usumez A. Effects of Different
peneliti menujukkan bahwa tidak hanya prosedur Polishing Methods on Color Stability of Resin
uji yang kompleks tetapi juga sensitifitas dalam Composites After Accelerated Aging. Dental
pengerjaan dan manipulasi sistem adhesif dan resin Materials Journal 2013;32(1):58-67.
komposit, karena prosedur pengerjaan yang manual 2. Saraswathi MV, Jacob G, Ballal NV.
maka harus lebih hati-hati dan dikendalikan. Begitu Evaluation of The Influence of Flowable Liner
pula juga spesimen gigi yang digunakan, faktor and Two Different Adhesive Systems on The
usia, media dan waktu penyimpanan, kedalaman Microleakage of Packable Composite Resin.
dentin, variasi morfologi, derajad mineralisasi, Journal of Interdisciplinary Dentistry
kekerasan mikro, ketebalan smear layer yang 2012;2(2):98-104.
dihasilkan dan modulus elastisitas dentin dapat 3. Perdigão J, Reis A, Loguercio AD. Dentin
mempengaruhi kuat rekat adhesif dentin.24 Media Adhesion and MMPs: A Comprehensive
penyimpanan gigi dalam penelitian ini Review. Journal of Esthetic and Restorative
menggunakan larutan saline, Jaffer dkk (2009) dan Dentistry 2013;25(4):219-41.
Scherrer dkk(2010) menyatakan bahwa larutan 4. Perdigão J, Swift JR. Fundamental Concept of
saline termasuk media yang efektif digunakan Enamel and Dentin Adhesion. In: Roberson
sebagai media penyimpanan gigi karena tidak TM, Heymann HO, Swift JR, editors.
mempengaruhi kuat rekat komposit resin.25, 26 Kuat Sturdevant’s Art and Science of Operatif
rekat dentin menurun dengan kedalaman dentin Dentistry. 4 ed. St Louis: Mosby Inc; 2002. p.
yang semakin meningkat oleh karena kepadatan 237 – 54.
tubuli dentin yang makin rendah, perbedaan 5. Hashimoto M, de Gee AJ, Felizer AJ.
diameter tubuli disebutkan juga dapat Polymerization contraction stress in dentin
mempengaruhi kuat rekat.24 adhesives bonded to dentin and enamel.
Kesuksesan secara klinis restorasi resin Dental Materials 2008;24:1304-10.
komposit juga bergantung pada polimerisasi yang 6. Perdigão J, Swift JR. Fundamental Concept of
sempurna. Polimerisasi yang tidak sempurna dapat Enamel and Dentin Adhesion. In: Roberson
menurunkan sifat fisik dan mekanik restorasi resin TM, Heymann HO, Swift JR, editors.
komposit dan sistem adhesif. Polimerisasi yang Sturdevant’s Art and Science of Operatif
optimal merupakan salah satu faktor penting untuk Dentistry. 4 ed. St Louis: Mosby Inc; 2002. p.
memperoleh sifat fisik, sifat mekanis dan performa 245 – 58.
klinis yang baik dari restorasi resin komposit. 7. Perdigão J. New Developments in Dental
polimerisasi paling efektif pad sistem adhesif dan Adhesion. Dent Clin N Am 2007;51:333-57.
resin komposit paling efektif jika panjang 8. Summit JB, Robins JW, Hilton TJ, Schwartz
gelombang berada pada 460-480 nm, hal ini sama RS. Fundamentals of Operative Dentistry: A
dengan serapan cahaya yang diharapkan pada Contemporary Approach. 3 ed. Chicago,
fotoinisiator yaitu champorquinone.27 Penelitian ini USA: Quintessence Publishing; 2006. p. 183-
menggunakan light curing tipe LED dengan 93.
panjang gelombang 440-490 nm dan intensitas 9. Kugel G, Ferrari M. The Science of Bonding:
sinar 600 mW cm-2 yang telah dikaliberasi. From First to Sixth Generation. J Am Dent
Meskipun nilai kuat rekat sistem adhesif self etch Assoc 2000;131(20S-25S).
tidak setinggi seperti pada sistem adhesif total etch, 10. Dunn JR. iBond™: The seventh generation,
sistem adhesif self etch menawarkan teknik aplikasi one-bottle dental bonding agent. Compendium
yang lebih sederhana dan mempunyai tujuan utama 2003;24(2):14-18.
untuk mengurangi sensitifitas paska operatif serta 11. Roberson TM, Heyman HO, Swift EJ. art and
mengurangi waktu kerja prosedur aplikasi.28 Nilai science of Operative Dentistry. 5 ed: Mosby
kuat rekat sistem adhesif self etch pada dentin Elsevier; 2006. p. 245-71.
dalam kisaran yang dapat diterima secara klinis.6, 10 12. Chaharom MEE, Ajami AA, Kimyai S,
Sistem adhesif self etch memiliki tahapan Abbasi A. Effect of Chlorhexidine on the
aplikasi yang lebih sederhana dengan Shear Bond Strength of Self-Etch Adhesives
menggabungkan bahan etsa dan primer dalam satu To Dentin. African Journal of Biotechnology
kemasan. Nilai kuat rekat sistem adhesif self etch 2011;10(49):10054-57.
pada dentin dalam kisaran yang dapat diterima
Puspitasari : Perbandingan Kuat Rekat Resin Komposit 94
13. Hiraishi N, Yiu CKY, King NM, Tay FR. bond strength durability of a self-etching
Effect of 2% Chlorhexidine on Dentin adhesive system. RSBO 2011;8(4):417-24.
Microtensile Bond Strengths and Nanoleakage 21. Vanajasan P P, Dhakshinamoorthy M, V.
of Luting Cements. Journal of Dentistry SRC. Factors affecting the bond strength of
2009;37:440–48. self-etch adhesives: A meta-analysis of
14. Jaya F, Triaminingsih S, Soufyan A, Eriwati literature. J Conserv Dent 2011;14:62-7.
YK. Shear bond strength of self-adhering 22. Braga RR, Meira JBC, Boaro LCC, Xavier
flowable composite on dentin surface as TA. Adhesion to tooth structure: A critical
aresult of scrubbing pressure and duration. review of “macro” test methods. dental
Media Dental Journal 2012;45(3):167-71. materials 2010;26:e38-e49.
15. Christensen GJ. Has the ‘Total Etch’ Concept 23. Knobloch LA, Gailey D, Azer S, Johnston
Disappeared? J Am Dent Assoc 2006;137:817- WM, Clelland N, Kerby RE. Bond strengths
20 of one- and two-step self-etch adhesive
16. Albaladejo A, Osorio R, Toledano M, Ferrari systems. J Prosthet dent 2007;97:216-22.
M. Hybrid Layers of Etch and Rinse versus 24. Tulunoglu O, Tulunoglu I. Resin-dentin
Self-Etching Adhesive Systems. Med Oral interfacial morphology and shear bond
Patol Oral Ci Bucal 2010;15(1):112-18. strengths to primary dentin after long-term
17. Prasad M, Mohamed S, Nayak K, Shetty SK, water storage: An in vitro study. Quintessence
Talapaneni AK. Effect of moisture, saliva, and International 2008;39(5):427-37.
blood contamination on the shear bond 25. Jaffer S, Oesterle LJ, Newman SM. Storage
strength of brackets bonded with a media effect on bond strength of orthodontic
conventional bonding system and self-etched brackets. Am J Orthod Dentofacial Orthop
bonding system J Nat Sc Biol Med 2009;136(1):83-6.
2014;5:123-9. 26. Scherrer SS, Cesar PF, Swain MV. Direct
18. Perdigão J. Dentin bonding-Variables related comparison of the bond strength results of the
to the clinical situation and the substrate different test methods: A critical literature
treatment. Dental Materials 2010;26:e24–e37. review. Dental Materials 2010;26:e78–e93.
19. Feitosa VP, Pomacóndor-Hernández C, 27. Malhotra N, Mala K. Light-curing
Ogliari FA, Leal F, Correr AB, Sauro S. considerations for resin-based composite
Chemical interaction of 10- materials: a review. Part I. Compend Contin
MDP(methacryloyloxi-decyl-dihydrogen- Dent Educ 2010;31(7):498-505.
phosphate) in zinc-doped self-etch adhesives. 28. Kerby RE, Knobloch LA, N C. Microtensile
Journal of Dentistry 2014;42:1-7. bond strength of one step and self etching
20. Herênio SS, Carvalho NMP, Lima DM. adhesive sistem. Operative Dentistry
Influence of chlorhexidine digluconate on 2005;30(2):195-200.
95
DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 1. Maret 2014
Laporan Penelitian
Putri Dwi Andriyani, Maharani Lailyza Apriasari, Deby Kania Tri Putri
Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin
ABSTRACT
Background: Women often experience hormon instability, one of the main causes of pregnancy. In the
period of pregnancy, the hormonal increasing of estrogen and progesterone occurs. Both of hormones are
reacting to periodontal system such as gingivitis or inflammatory gingival. Gingivitis of pregnancy usually
occurs in the second or third months of pregnancy. Purpose: This research aimed to know the clinical features
of pregnancy periodontal system disorder in third trimester. Methods: This research was using some descriptive
observations. The data had been taken by using purposive sampling from a whole of pregnancy third trimester
women in obstetric poly RSUD ULIN Banjarmasin who qualified the criteria of inclusion and exclusion. Patients
had been done anamnesis, clinical examination, and then clinically diagnosed by seeing periodontal system
disorder such as form of gingivitis pregnancy and epulis gravidarum. Result: All of 61 sample patients had been
found gingivitis, pregnancy system disorder as much as 10 patients or 16,4% as a housewife, 8 patients or
13,1% with as student of high school, 8 patients or 13,1% who had once partus, 11 patients or 18,9% with
history of never had miscarriage before, 15 patients or 24,6% with history of never had preterm birth, and 13
patients or 19,7% with most amount average income are 1,5 - 5 million. Conclusion: The result of descriptive
study of women's pregnancy in third trimester periodontal system disorder at RSUD ULIN Banjarmasin showed
16 patients or 26% experience periodontal system disorder such as gingivitis pregnancy.
ABSTRAK
Latar Belakang : Wanita sering mengalami ketidakstabilan hormon, salah satu pencatus kehamilan.
Pada masa kehamilan terjadi peningkatan hormon estrogen dan progesteron. Kedua hormon tersebut
berpengaruh terhadap jaringan periodontal seperti gingivitis atau inflamasi gingival. Gingivitis kehamilan atau
gingivitis gravidarum biasanya terjadi pada bulan ke-2 dan ke-3 kehamilan. Tujuan : tujuan penelitian ini
adalah mengertahui gambaran klinis kelainan jaringan periodontal pada wanita hamil trimester 3 di RSUD
Ulin Banjarmasin. Metode Penelitian : Penelitian ini menggunakan metode deskriftif observasi. Data diambil
secara purposive sampling dari seluruh wanita hamil trimester 3 di poli kandungan RSUD Ulin Banjarmasin
yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Pasien dilakukan anamnesa, pemeriksaan secara klinis, kemudian
didiagnosa klinis dengan melihat kelainan jaringan periodontal berupa gingivitis kehamilan dan epulis
gravidarum. Hasil Penelitian : Dari 61 pasien sampel penelitian maka hanya diperoleh kelainan gingivitis
kehamilan, yaitu 10 orang pasien (16,4%) dengan riwayat pekerjaan terbanyak adalah Ibu Rumah Tangga
(IRT). 8 orang pasien (13,1%) dengan riwayat pendidikan terbanyak adalah SMA, 8 orang pasien (13,1%)
dengan riwayat melahirkan terbanyak sebanyak 1 kali melahirkan. 11 orang pasien (18,9%) dengan riwayat
belum pernah mengalami keguguran sebelumnya, 15 orang pasien (24,6%) dengan riwayat belum pernah
melahirkan premature sebelumnya, dan 13 orang pasien (19,7%) dengan jumlah rata-rata penghasilan
terbanyak adalah 1,5-5juta rupiah. Kesimpulan : Hasil penelitian studi deskripsi kelainan jaringan periodontal
pada wanita hamil trimester 3 di RSUD Ulin Banjarmasin sebesar 16 orang pasien atau 26,2% yang mengalami
kelainan jaringan periodontal berupa gingivitis kehamilan.
Korespondensi: Putri Dwi Andriyani, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat, Jalan Veteran 128 B, Banjarmasin, KalSel, email: putriandriyani19@yahoo.com
Banjarmasin masih cukup rendah yaitu tidak jumlah 10 orang diperoleh 3 orang (30%) yang
dengan mencapai setengah dari total pasien menderita gingivitis kehamilan dan 7 orang (70%)
meskipun prosentase pasien yang normal masih lainnya normal dan tidak ada yang menderita
lebih tinggi. epulis gravidarum dari tiap-tiap penghasilan ibu
hamil trimester 3.
60
Jumlah Orang
40 10
8
Jumlah Orang
20
0 6
Normal Gingivitis Epulis 4
Gravidarum 2
0
Keadaan Jaringan Periodotal
SMP SMA D3 S1
.
Pendidikan
Gambar 5.1. Kelainan jaringan periodontal pada wanita
hamil trimester 3 di RSUD Ulin
Banjarmasin bulan Juni-Agustus 2013
Gambar 5.3. Pendidikan ibu hamil trimester 3 dengan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 5 resiko terjadinya kelainan jaringan periodontal.
pasien PNS diperoleh 2 orang (40%) yang
menderita gingivitis kehamilan (gingivitios Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien
gravidarum) dan 3 orang (60%) lainnya normal. dengan jumlah penghasilan keluarga 0-1,5 juta dari
Pasien yang bekerja dibidang swasta dari jumlah 15 jumlah 7 orang diperoleh 3 orang (42,9%) yang
orang diperoleh 4 orang (6.6%) yang menderita menderita gingivitis kehamilan dan 4 orang
gingivitis kehamilan (gingivitis gravidarum) dan 11 (57.1%) lainnya normal. Pasien dengan jumlah
orang (18%) lainnya normal. Pasien yang menjadi penghasilan keluarga 1,5-5 juta dari jumlah 49
ibu rumah tangga dari jumlah 41 orang diperoleh 10 orang diperoleh 12 orang (24,5%) yang menderita
orang (16,4%) yang menderita gingivitis kehamilan gingivitis kehamilan dan 37 orang (75,5%) lainnya
(gingivitis gravidarum) dan 31 orang (50,8%) normal. Pasien dengan jumlah penghasilan keluarga
lainnya normal. 5-10 juta dari jumlah 5 orang diperoleh 1 orang
(20%) yang menderita gingivitis kehamilan dan 4
orang (80%) lainnya normal dan tidak ada yang
12 menderita epulis gravidarum dari tiap-tiap
10
Jumlah Orang
0 10
PNS Swasta Ibu Rumah
Tangga 5
Pekerjaan
0
Rp. 0-1.5 Rp. 1.5-5 Rp. 5-10
Gambar 5.2. Pekerjaan ibu hamil trimester 3 dengan juta juta juta
resiko terjadinya kelainan jaringan periodontal. Penghasilan Rata-rata
(33,3%) yang menderita gingivitis kehamilan dan Gambar 5.6. Riwayat keguguran dengan resiko terjadinya
16 orang (66,7%) lainnya normal. Pada pasien yang kelainan jaringan periodontal pada wanita
pernah melahirkan dua kali dari jumlah 9 orang hamil trimester 3.
diperoleh (44,4%) atau 4 orang yang menderita
gingivitis kehamilan dan 5 orang (25,6%) lainnya Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah
normal. Pada pasien yang pernah melahirkan tiga pasien yang tidak pernah melahirkan bayi prematur
kali dari jumlah 1 orang diperoleh 1 orang (100%) dari jumlah 60 orang diperoleh 15 orang (25%)
yang menderita gingivitis kehamilan dan lainnya yang menderita gingivitis kehamilan dan 45 orang
normal. Pada pasien yang pernah melahirkan empat (75%) lainnya normal. Pada pasien yang pernah
kali dari jumlah 1 orang diperoleh 1 orang (100%) melahirkan bayi prematur satu kali dari jumlah 1
yang menderita gingivitis kehamilan dan tidak ada orang diperoleh 1 orang (100%) yang menderita
yang mengalami epulis gravidarum dari tiap-tiap gingivitis kehamilan dan tidak ada yang mengalami
wanita hamil trimester 3 yang pernah melahirkan epulis gravidarum berdasarkan tiap-tiap riwayat
dan maupun yang belum pernah melahirkan. pasien yang belum maupun pernah melahirkan
premature pada wanita hamil trimester 3.
10
20
8
Jumlah Orang
Jumlah Orang
6 15
4 10
2
5
0
Belum 1 Kali 2 Kali 3 Kali 4 Kali 0
Pernah Belum Pernah 1 Kali
Riwayat Melahirkan Riwayat Melahirkan Prematur
Gambar 5.5. Riwayat melahirkan dengan resiko Gambar 5.7. Riwayat melahirkan prematur dengan resiko
terjadinya kelainan jaringan periodontal pada terjadinya kelainan jaringan periodontal
wanita hamil trimester 3. pada wanita hamil trimester 3
mempengaruhi substansi dasar jaringan ikat karena wanita hamil terhadap pemeliharaan kesehatan gigi
adanya peningkatan cairan serta meningkatnya dan mulut akan menyebabkan terjadinya penyakit
konsentrasi saliva dengan adanya peningkatan gigi dan mulut.17,18
konsentrasi serum.1 Berdasarkan penelitian yang Rata-rata jumlah penghasilan bukan
telah dilakukan di Amerika prevalensi terjadinya merupakan faktor penyebab terjadinya kelainan
gingivitis kehamilan bervariasi antara 67-100%.4 jaringan periodontal, apabila ibu hamil dalam
Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) mencatat keadaan sosial yang tinggi bukan berarti tidak
gingivitis (radang gusi) merupakan masalah gigi beresiko terkena gingivitis. Ibu hamil dengan
dan mulut yang sering menimpa ibu hamil dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah bukan berarti
5-10%-nya mengalami pembengkakan gingiva.5 beresiko terkena gingivitis lebih besar. Hal ini
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan angka disebabkan ada beberapa faktor lain yang
kejadian gingivitis di RSUD Ulin Banjarmasin berpengaruh, tergantung pola hidup, asupan gizi
bulan Juni-Agustus sebanyak 16 pasien atau sebesar yang diperlukan saat hamil.16,17,18
26,2%. Hal ini menunjukkan bahwa kejadian Ibu hamil yang pernah melahirkan cenderung
gingivitis kehamilan di RSUD Ulin Banjarmasin memiliki resiko terjadinya kelainan periodontal
adalah ‘sedang’ atau ‘rendah’ karena tidak melebihi seperti gingivitis gravidarum pada kehamilan
setengah dari total sampel. berikutnya dibandingkan dengan ibu hamil yang
Pekerjaan tidak mempengaruhi terjadinya belum pernah melahirkan apabila kesehatan rongga
kelainan jaringan gingiva karena faktor utama mulutnya tidak ditingkatkan. Hal ini karena ada
terjadinya gingivitis kehamilan bukan hanya karena beberapa faktor yang mendukung terjadinya
kehamilan. Hal ini didukung dengan faktor lainnya inflamasi di gingiva, pengaruh hormon, pola hidup,
seperti kesehatan ibu hamil itu sendiri dan keadaan dan usia yang semakin bertambah, wanita yang
rongga mulutnya. Pada wanita hamil trimester ke-3 hamil di atas usia 28 tahun resiko terjadinya
biasanya mereka sudah mengistirahatkan diri gingivitis kehamilan itu lebih besar, karena itu salah
mereka di rumah dan mempersiapkan diri untuk satu faktor pendukung terjadinya gingivitis
melakukan persalinan. Wanita hamil tetap dapat kehamilan di kehamilan berikutnya.16,18
bekerja namun aktivitas yang dijalaninya tidak Penelitian Offenbacher dkk menemukan
boleh terlalu berat. Istirahat untuk wanita hamil bahwa kadar PGE2 (prostaglandin E2) lebih tinggi
dianjurkan sesering mungkin. Seorang wanita hamil pada wanita yang melahirkan bayi dengan
disarankan untuk menghentikan aktivitasnya keguguran. Patogen periodontal yang ditemukan
apabila mereka merasakan gangguan dalam pada wanita hamil, yaitu B. forsythus, P. Gingivalis,
kehamilan seperti perdarahan dari kemaluan atau T. denticola dan A. Actinomyecetemcomitans. Hal
keram hebat di perut. Pekerjaan yang membutuhkan ini menunjukkan adanya hubungan antara penyakit
aktivitas fisik berat, berdiri dalam jangka waktu periodontal dengan keguguran. Penyakit
lama, pekerjaan dalam industri mesin, atau periodontal disebabkan oleh bakteri anaerob gram
pekerjaan yang memiliki efek samping lingkungan negatif. Toksin dari bakteri ini berupa endotoksin /
(misalkan limbah) harus dimodifikasi. Pada lipopolisakarida (LPS), yang akan mencapai uterus
minggu-minggu akhir kehamilan, tanda-tanda melalui aliran darah dan merangsang respon
permulaan persalinan harus diketahui oleh wanita inflamasi jaringan periodontal. Proses ini akan
hamil tersebut sehingga akan lebih waspada apabila menimbulkan bakterimia. LPS akan memicu
muncul tanda-tanda persalinan.15,16,17 mediator inflamatori pada organ sistemik dan
Pendidikan tidak ada hubungannya dengan jaringan periodontal, terutama sitokini, tumor
kelainan jaringan periodontal pada wanita hamil. nekrosis faktor (TNF-α), interleukin (IL-1ß), dan
Hal ini berdasarkan pengetahuan ibu hamil tentang prostaglandin (PGE2) yang dapat mempengaruhi
bagaimana cara menjaga rongga mulutnya pada saat kehamilan. Mediator ini dapat membahayakan unit
mengandung, semakin tinggi tingkat pendidikan fetoplasenta dengan menimbulkan kontraksi otot
seseorang maka semakin banyak pengetahuan yang rahim dan dilatasi leher rahim. Keadaan ini
mereka dapat sehingga, mereka bisa lebih waspada meningkatkan resiko keguguran.3,8,10,17
dan lebih bisa menjaga keadaan rongga mulut dan Menurut penelitian yang dilakukan di Padang
kandungannya. Ibu yang mempunyai tingkat tahun 2011 hubungan antara kehamilan dan
pendidikan yang tinggi tidak menjamin tidak penyakit di rongga mulut dapat terlihat dari
menderita gingivitis kehamilan.16,17 insidensi penyakit periodontal selain karena angka
Pada penelitian terhadap 320 wanita hamil di insiden yang cukup tinggi juga berkaitan dengan
Iran (2008) didapatkan hanya 5,6% sampel yang hasil beberapa penelitian mengenai efek penyakit
memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi, 30% periodontal pada kehamilan. Wanita yang memiliki
sampel yang bersikap baik terhadap kesehatan dan bayi prematur dan berat badan yang relatif rendah
34,4% sampel yang memiliki tindakan kesehatan biasanya memiliki kondisi kesehatan periodontal
yang baik. Hasil penelitian tersebut menunjukkan yang lebih buruk dibandingkan dengan bayi berat
bahwa kurangnya pengetahuan, sikap dan tindakan badan normal.9,14,17 Efek hormon pada masa
Andriyani : Studi Deskripsi Kelainan Jaringan Periodontal 100
kehamilan hanya bersifat sementara, karena kehamilan, terjadi perubahan pH saliva, pH cairan
gingivitis kehamilan ini dapat mereda pada akhir gingiva dan aktivitas hormon perempuan hamil
masa kehamilan.9 Gingivitis gravidarum sering dalam cairan gingiva yang akan mempengaruhi
terjadi pada bulan ke-2 dan ke-3 masa kehamilan, perkembangan plak dengan dominasi bakteri
dengan manifestasi awal terlihat pada minggu ke-8. anaerob.2
Puncak keparahan terdapat pada bulan ke-8 masa
kehamilan atau kehamilan pada minggu ke-32, DAFTAR PUSTAKA
kemudian menurun pada bulan ke-9 masa
kehamilan seiring dengan menurunnya kadar 1. Apriasari MA. dan Hasbullah DP. Prevalensi
hormon dalam tubuh.1,6,8,10 Hal tersebut yang Gingivitis dan Epulis Gravidarum pada Wanita
menyebabkan gejala klinis gingivitis gravidarum Hamil Trimester ke-tiga di RSUD Banjarbaru
lebih sering ditemukan pada pasien trimester ke-3 (Januari-Juni 2012). Departemen Penyakit
masa kehamilan daripada pasien trimester pertama.2 Mulut. Dentino Jurnal Kedokteran Gigi.
Radang pada jaringan periodontal jarang 2012;1(1):129-135
mendapat perhatian dari penderita karena gejalanya 2. Caranza FA. Newman MG. and Takei HA.
yang tidak terlalu mengganggu.1,15 Pada saat hamil, Clinical Periodontology. St. Louis Missouri :
terjadi peningkatan jumlah hormon estrogen dan Sauders. 10th ed. 2002. p16-67, 212-520
progesteron, dan peningkatan vaskularisasi 3. Pirie M. Linden G. and Irwin C. Dental
menyebabkan pembuluh darah gingiva lebih Manifestation of pregnancy. The obstetrician
permeabel dan sensitif dalam menerima respon and gynecologist. 2007;(9):21-26
terhadap iritan lokal seperti plak, kalkulus, dan 4. Kanotra SS. Pai KM. Dental Consideration in
karies.14 Jika ini terjadi, bakteri pada plak dapat Pregnancy : review. Rev. clin. Pesq. Odontal.
menembus aliran darah secara hematogen, 2010;6(2):161-162
menyerang plasenta, sehingga plasenta memberi 5. Lafaurie G.I. Gingival Tiddue dan Pregnancy.
mekanisme perlawanan dengan meningkatkan Directur Oral Basic Research Unit. University
kadar hormon prostaglandin yang mengakibatkan El-Basque. 2009;(10):101-112
kontraksi uterus meningkat dan menginduksi 6. Mercuschamer E, Hawley CE. and Speckman
kelahiran kurang bulan (prematur).13 Israel. A lifetime of normal hormonal event
Penelitian yang dilakukan oleh Jeffcoat di and their impact on periodontal health.
America (2001) menunjukkan bahwa ibu dengan Perinatol Repord Hum. 2009;23(2):53-64
periodontitis kehamilan memiliki risiko kelahiran 7. Jared H. and Boggess KA. Periodontal Disease
bayi prematur dengan berat badan lahir rendah and Adverse pregnancy Outcomes: a review of
sebesar 4,45-7,07 kali lebih tinggi dari ibu dengan the Evidence and implication for clinical
periodontal sehat.17 Ibu hamil dengan gingivitis practice. The journal of dental hygiene.
memiliki faktor resiko terjadinya bayi lahir dengan 2008;1(1):3-8
berat badan rendah. Hal ini seperti penelitian yang 8. Diana D. Pengetahuan, sikap, dan perilaku
dilakukan Retnoningrum pada tahun 2006 di rumah wanita hamil pengunjung poliklinik obstetry
sakit Dr. Kariadi Semarang, yang melaporkan dan ginekalogi RSU dr. pringadi medan
bahwa gingivitis pada ibu hamil mempunyai faktor terhadap kesehatan gigi dan mulut selama masa
resiko bayi lahir dengan berat badan lahir rendah kehamilan. Skripsi kedokteran gigi. Medan :
sebesar 8,75 kali dibanding ibu yang tidak Universitas Sumatera Utara. 2009. Hal6-15
mengalami gingivitis. Catatan PDGI yang 9. Santoso P. Mekanisme hubungan periodontitis
diterbitkan tahun 1996 menunjukkan 7 dari 10 dan bayi premature berat lahir rendah. Jurnal
perempuan hamil yang menderita radang gusi Kedokteran Gigi Indonesia. 2006:1(2):23-28
berpotensi besar memiliki anak yang lahir 10. Hartati N, Suratiah, Mayunilga O. Ibu Hamil
premature dengan berat badan lahir rendah. Data dan HIV AIDS. Jurnal Ilmiah Keperawatan.
tersebut diperkuat Survei Kesehatan Nasional tahun Jakarta. 2009;1(2):39-44
2002 yang menyebutkan bahwa 77% ibu hamil 11. Suresh L. and Radfar L. Pregnancy and
yang menderita radang gusi melahirkan bayi secara lactation. Oral Surg Oral Med Oral Patho
prematur.8,9 Radio Endod. 2004;97(6):672-680.
Infeksi bakteri pada jaringan periodontal 12. Langlais RP. and Miller CS. Atlas Berwarna
dengan kondisi rongga mulut yang buruk pada ibu kelainan rongga mulut yang lazim. Jakarta :
hamil dapat mempermudah proses patogenik dari Hipokrates. 2000. Hal26-27
bakteri dan produknya. Proses ini terjadi melalui 13. Agueda, A., Echeverria, A. and Manau, C.
jalur hematogen yang selanjutnya akan Association between periodontitis in pregnancy
mempengaruhi janin. Pada masa kehamilan akan and preterm or low birth weight. Journal Of
terjadi perubahan keseimbangan flora normal Clinical Periodontology, 2008;35(10);16-22.
rongga mulut dan perubahan hormonal yang dapat 14. Hasibuan, S. Perawatan dan pemeliharaan
mempengaruhi kondisi rongga mulut.10 Selama kesehatan gigi dan mulut pada masa
101 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 95 - 101
kehamilan. Skripsi Kedokteran Gigi. Medan : 17. Offenbacher S. Jared HL. O’Reilly PG. Wells
Universitas Sumatera Utara. 2004 hal10-14 SR. Salvi GE. Lawrence HP. Potential
15. Affandi, R. Perawatan gigi dan mulut pada pathogenic mechanism of periodontitis
keadaaan kehamilan. Bagian Gigi Mulut. associated pregnancy complication. Ann
Jurnal Kedokteran Gigi. 2006;11(2);9-15. Periodontol. 1998;l3(2):233-47.
16. Manter M. 2005. Pregnancy and oral health 18. Hajikazemi ES, Oskouie F, Mohseny S,
modules. Mid-Iowa Foundation: Delta Dental Nikpour S, Haghany H. The relationship
of Iowa. Pp.3-11Moeis,FE. PDGI Online : between knowledge, attitude, and practice of
Meneropong Penyakit melalui Gigi, (Online), pregnant women about oral and dental care.
http://www.pdgionline.com/v2/index.php?optio European Journal of Scientific Research. 2008;
n=com_content&task=view&id=800& 24(4): 556-62.
Itemid=1 (diakses 26 Desember 2011)
102
DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 1. Maret 2014
Laporan Penelitian
ABSTRACK
Background: UKGS is a program of oral health services that provide promotive, preventive, curative,
and rehabilitative for school-age children in the target schools in order to get a healthy generation. UKGS
program running since 1951, but the dental health status at age 12 is still not satisfactory. Results of
RISKESDAS in 2007, the prevalence of caries in Indonesia is 67.2 %, the prevalence of active caries at age 12 is
29.8 %, 36.1 % caries experience, RTI is 62.3 %, and only 0.7% of PTI. Purpose: The purpose of this study was
to determine the relationship of implementation UKGS and the oral health status of pupils in Cempaka Putih
Local Health Clinic. Methods: This type of research was an analytic survey with cross sectional approach.
Samples totaling 121 students were taken by using purposive sampling, 10 teachers of UKGS Supervisors, and 1
dentist. Data obtained from interviews and analysis of index examination of DMF-T PUFA, OHIS, and CPITN.
Results: The results of this study for tooth defect was relatively at low levels, caries-free rate was low, the level
of oral hygiene is classified as good and the level of periodontal health is good.Conclusion: The results of the
analysis with the Fisher exact test with aconfidence level of 95% indicated there was no significant relationship
between UKGS program implementation and the oral health status of pupils (p >0.05).
ABSTRAK
Latar Belakang: UKGS adalah program pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang memberikan
pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif bagi anak usia sekolah di lingkungan sekolah binaan
agar mendapatkan generasi yang sehat. Program UKGS berjalan sejak 1951, tetapi status kesehatan gigi pada
usia 12 tahun masih belum memuaskan. Hasil RISKESDAS tahun 2007, prevalensi karies di Indonesia adalah
67,2%, prevalensi karies aktif umur 12 tahun 29,8%, pengalaman karies 36,1%, RTI 62,3%, dan PTI hanya
0,7%. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pelaksanaan program UKGS dengan
status kesehatan gigi dan mulut murid di wilayah kerja Puskesmas Cempaka Putih Banjarmasin.Metode:Jenis
penelitian yang digunakan adalah survey analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel berjumlah 121
murid diambil dengan teknik purposive sampling, 10 guru Pembina UKGS, dan 1 dokter gigi. Data yang
diperoleh dari hasil wawancara dan analisis pemeriksaan indeks DMF-T PUFA, OHIS, CPITN.Hasil: Hasil
penelitian untuk tingkat kerusakan gigi tergolong rendah, angka bebas karies masih rendah, tingkat kebersihan
mulut tergolong baik dan sedang dan tingkat kesehatan jaringan periodontal tergolong baik.Kesimpulan: Hasil
analisis dengan uji Fisher exact dengan tingkat kepercayaan 95% menunjukan tidak terdapat hubungan antara
pelaksanaan program UKGS dengan status kesehatan gigi dan mulut murid di wilayah kerja Puskesmas
Cempaka Putih Banjarmasin (p > 0,05).
Korespondensi: Ringga Setiawan, Program Studi Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Universitas Lambung
Mangkurat, Jl. Veteran 128B, Banjarmasin 70249, Kalimantan Selatan, e-mail: ringgasetiawan51@gmail.com
lengkap (kecuali gigi molar ketiga),dan kriteria Usaha Kesehatan Gigi Sekolah
eksklusinya adalahmemiliki riwayat penyakit
sistemik, mamakai peranti orthodontik. Kategori UKGS dikelompokkan menjadi
Variabel yang diteliti pada penelitian ini UKGS sangat aktif, UKGS aktif, UKGS kurang
adalah pelaksanaan program Usaha Kesehatan Gigi aktif dan UKGS tidak aktif. Berdasarkan kategori
Sekolahdan status kesehatan gigi dan mulut yaitu tersebut, maka data hasil penelitian dapat
karies gigi, oral hygiene dan kesehatan periodontal dikelompokkan sebagai berikut:
murid sekolah dasar dan sederajat di wilayah kerja 100%
80%
Persentase
Puskesmas Cempaka Putih Kota Banjarmasin tahun UKGS
ajaran 2013 - 2014. Pengumpulan data kegiatan 60%
40%
UKGS dilakukan di Puskesmas yang diperoleh
20%
dengan melakukan wawancara terhadap dokter gigi
0%
dan di sekolah dengan melakukan wawancara UKGS UKGS Aktif UKGS UKGS
terhadap kepala sekolah, wali kelas, atau guru Sangat Aktif Kurang Tidak Aktif
olahraga.Data status kesehatan gigi dan mulut Aktif
diperoleh dengan memeriksa rongga mulut semua
sampel untuk melihat status kerusakan gigi, status Gambar 1 Kategori pengelompokkan sekolah
kebersihan mulut, status kesehatan jaringan dalam pelaksanaan UKGS di wilayah
periodontal.Dalam hal ini, indeks kerusakan gigi kerja Puskesmas Cempaka Putih
yang dipakai adalah indeks yang diperkenalkan Kota Banjarmasin tahun 2013-2014.
oleh Wim Van Palenstein yaitu indeks DMF-T
PUFA.Rumus menghitung DMF-T PUFA= jumlah
gigi decay + missing + filling + pulp involvmet + Tabel 1 Gambaran sekolah dalam
ulcerative + abscess. pelaksanaan UKGS di wilayah kerja
Puskesmas Cempaka Putih Kota
DMF-T rata-rata = ∑D + ∑M + ∑F +∑P + ∑U + ∑F + ∑A Banjarmasin tahun 2013-2014.
∑ orang yang diperiksa
mengikuti pelatihan dokter kecil, penyuluhan, sikat Tabel 2 Angka kerusakan gigi murid sekolah
gigi masal, pelayanan medik gigi dasar atas dasar dasar dan sederajat di wilayah kerja
permintaan pada murid kelas I-VI (care on Puskesmas Cempaka Putih Kota
demand), pelayanan medik gigi dasar kelas terpilih Banjarmasin tahun 2013-2014.
sesuai kebutuhan untuk kelas I, III,dan IV, dan
Berdasarkan distribusi data pada Tabel
rujukan bagi siswa yang membutuhkan perawatan.
2diketahui bahwa rata-rata indeks kerusakan gigi
Frekuensi kegiatan UKGSdilakukan 1 kali dalam
(DMF-T PUFA) murid sekolah dasar untuk
sebulan untuk kegiatan pelayanan medik gigi dasar
kelompok UKGS sangat aktif adalah 2,44 termasuk
dan minimal 2x setahun untuk kegiatan lain.
dalam kategori WHO rendah dengan jumlah decay
sebanyak 169 (70%), missing 8 (3,5%), filling 13
Status Kesehatan Gigi dan Mulut
(5,5%), pulp involvment 32 (13,5%), fistula 18
(7,5%), tidak tedapat ulcerative dan abscess.Untuk
Status kesehatan gigi dan mulut dapat dilihat
kelompok UKGS aktif rata rata indeks DMF-T
dari angka bebas karies, tingkat kerusakan gigi
PUFA adalah 2,17 termasuk dalam kategori WHO
(DMF-T PUFA), tingkat kebersihan mulut (OHIS)
rendah dengan jumlah decay sebanyak 31 (62%),
dan tingkat kesehatan jaringan periodontal
missing 1 (2%), filling 1 (2%), pulp involvment 12
(CPITN).
100% UKGS (24%), fistula 5 (10%), tidak tedapat ulcerative dan
80%
Sangat abscess.
Persentase (%)
Aktif
60% UKGS 50% UKGS
Aktif
Persentase
40% 40% Sangat
UKGS Aktif
(%)
20% 30% UKGS
Kurang Aktif
0% Aktif 20%
Karies Bebas Karies UKGS 10% UKGS
Tidak Aktif Kurang
Gigi 0% Aktif
Sangat Rendah Sedang Tinggi Sangat UKGS
Rendah tinggi Tidak
Gambar 2 Angka karies dan bebas karies murid DMF-T PUFA Aktif
sekolah dasar dan sederajat di
wilayah kerja Puskesmas Cempaka Gambar 3 Tingkat kerusakan gigi murid sekolah
Putih Kota Banjarmasin tahun 2013- dasar dan sederajat di wilayah kerja
2014. Puskesmas Cempaka Putih Kota
Banjarmasin tahun 2013-2014.
Angka bebas karies anak usia 12 tahun
berdasarkan distribusi data pada gambar 2 untuk Berdasarkan distribusi data pada gambar 3
kategori UKGS sangat aktif ada 23 orang (23%) tingkat kerusakan gigi untuk kelompok UKGS
dan yang mengalami karies ada 75 orang (77%). sangat aktif dengan kategori sangat rendah ada 39
Anak laki laki yang mengalami karies ada 38 orang orang (40%), kategori rendah ada 16 orang (16%),
(39%) dan yang bebas karies ada 15 orang kategori sedang ada 24 orang (25%), kategori tinggi
(15%).Anak perempuan yang mengalami karies ada ada 14 orang (14%) dan kategori sangat tinggi ada
37 orang (38%) dan yang bebas karies ada 8 orang 5 orang (5%). Untuk kelompok UKGS aktif tingkat
(8%). Angka bebas karies anak 12 tahun untuk kerusakan gigi dengan kategori sangat rendah ada 9
kategori UKGS aktif ada 4 orang (17%) dan yang orang (40%), kategori rendah ada 6 orang (26%),
mengalami karies ada 19 orang (83%). Anak laki kategori sedang ada 6 orang (26%), kategori tinggi
laki yang mengalami karies ada 10 orang (43%) ada 1 orang (4%) dan kategori sangat tinggi ada 1
dan yang bebas karies ada 2 orang (9%).Anak orang (4%).
perempuan yang mengalami karies ada 9 orang Berdasarkan rata-rata indeks karies gigi
(39%) dan yang bebas karies ada 2 orang (9%). (DMF-T PUFA) sepuluh sekolah dan hasiluji fisher
(p = 0,359) maka dapat diketahuibahwatidak ada
Kategori UKGS Sangat UKGS Aktif hubungan antara pelaksanaan program UKGS
DMF-T Aktif dengan status kerusakan gigi murid sekolah dasar.
PUFA Jumlah Mean Jumlah Mean Kategori UKGS Sangat UKGS Aktif
(Gigi) (Gigi) OHI-S Aktif
N Mean N Mean
D 169 1.72 31 1.34
M 8 0.08 1 0.04 DI- S 98 0.87 23 1.17
F 13 0.13 1 0.04 CI- S 98 0.31 23 0.28
P 32 0.32 12 0.52
OHI- S 98 1.17 23 1.45
U - - - -
F 18 0.18 5 0.22 Tabel 3 Gambaran oral higiene murid sekolah
A - - - - dasar dan sederajat di wilayah kerja
Total 240 2.44 50 2.17 Puskesmas Cempaka Putih Kota
Banjarmasin tahun 2013-2014.
Setiawan : Hubungan Pelaksanaan UKGS 106
Persentase (%)
60% Aktif Aktif
UKGS 100% UKGS
40% Aktif Aktif
UKGS 50%
20% UKGS
Kurang Kurang
0% Aktif 0% Aktif
UKGS UKGS
Baik Sedang Buruk Tidak Aktif Baik Sedang Buruk
Tidak
OHI-S CPITN Aktif
Gambar 4 Tingkat oral higiene murid sekolah Gambar 5 Tingkat kesehatan jaringan
dasar dan sederajat di wilayah kerja periodontal murid sekolah dasar dan
Puskesmas Cempaka Putih Kota sederajat di wilayah kerja Puskesmas
Banjarmasin tahun 2013-2014. Cempaka Putih Kota Banjarmasin
Berdasarkan distribusi data pada Tabel 3 tahun 2013-2014.
diketahuibahwa rata-rata indeks kebersihan mulut Tingkat kesehatan jaringan periodontal
(OHI-S) pada murid sekolah kelompok UKGS berdasarkan distribusi data pada Gambar 5 untuk
sangat aktif adalah 1,17 termasuk dalam kategori kelompok UKGS sangat aktif dengan kategori baik
baik. Rata rata debris indeks adalah 0,87 dan rata ada 97 orang (99%), kategori sedang ada 1 orang
rata calculus indeks adalah 0,31. Rata-rata indeks (1%).Tingkat kesehatan jaringan periodontal untuk
kebersihan mulut (OHI-S) pada murid sekolah kelompok UKGS aktif dengan kategori baik ada 23
kelompok UKGS aktif adalah 1,45 termasuk dalam orang (100%), tidak ada yang masuk dalam
kategori sedang. Rata rata indeksdebris adalah 1,17 kategori sedang dan buruk (0%).
dan rata rata indekskalkulus adalah 0,28. Berdasarkan rata-rata indeks kesehatan
Tingkat OHI-S murid sekolah berdasarkan jaringan periodontal (CPITN) sepuluh sekolahdan
distribusi data pada Gambar 4 untuk kelompok hasil uji fisher (p = 1) maka dapat diketahuibahwa
UKGS sangat aktif dengan kategori baik ada 61 tidak ada hubungan antara pelaksanaan program
orang (62%), kategori sedang ada 34 orang (35%), UKGS dengan status kesehatan jaringan
kategori buruk ada 3 orang (3%). Tingkat OHI-S periodontal.
murid sekolah untukkelompok UKGS aktif dengan
kategori baik ada 8 orang (35%), kategori sedang PEMBAHASAN
ada 15 orang (65%), dan tidak ada yang masuk
dalam kategori buruk. Rendahnya angka bebas karies di sepuluh
Berdasarkan rata-rata indeks kebersihan mulut sekolah dasar mengindikasikan bahwa kegiatan
(OHIS) sepuluh sekolah dan hasiluji fisher (p = 1) UKGS yang dilakukan di sepuluh sekolah ini belum
maka dapat diketahuibahwa tidak ada hubungan optimal dalam upaya meningkatkan kesehatan gigi
antara pelaksanaan program UKGS dengan status dan mulut murid melalui UKGS, terlihat dari angka
kebersihan mulut murid sekolah dasar. bebas karies murid di sepuluh sekolah dasar adalah
23% untuk kategori UKGS sangat aktif dan 17%
Kategori UKGS Sangat Aktif UKGS Aktif untuk UKGS kategori aktif, masih jauh dari target
CPITN
N Mean N Mean tahun 2020 sebesar 70% dan DMF-T di sepuluh
CPITN 98 5.9 sekstan 23 6 sekstan sekolah dasar <1.35Beberapa hal yang
mempengaruhi status kerusakan gigi dalam
Tabel 4 Gambaran kesehatan jaringan pelaksanaan UKGS di wilayah kerja Puskesmas
periodontal murid sekolah dasar dan Cempaka Putih adalah pengetahuan murid,
sederajat di wilayah kerja Puskesmas motivasi dan kesadaran dalam memelihara
Cempaka Putih Kota Banjarmasin kesehatan gigi dan mulut yang kurang, pelayanan
tahun 2013-2014. medik gigi dasar yang diberikan oleh fasilitas
pelayanan yang belum optimal, kerusakan gigi yang
Berdasarkan distribusi data pada Tabel 4
cenderung tidak mau dirawat.
diketahui bahwa rata-rata indeks kesehatan jaringan
Menurut Schuurz (1992) menyebutkan bahwa
periodontal (CPITN) pada murid sekolah untuk
perawatan gigi sangat penting dilakukan agar anak
kelompok UKGS sangat aktif adalah 5,9 sekstan
terhindar dari kerusakan gigi dan penyakit gusi.14
termasuk dalam kategori WHO baik.Rata-rata
Rosdawati (2004) menjelaskan bahwa pengetahuan
indeks kesehatan jaringan periodontal (CPITN)
yang cenderung baik, kurang memotivasi untuk
pada murid sekolah untuk kelompok UKGS aktif
bersikap dan melalukan tindakan pemeliharaan
adalah 6 sekstan termasuk dalam kategori WHO
gigi.15 Hockenberry dan Wilson (2007) mengatakan
baik.
anak usia sekolah memiliki motivasi yang kurang
dalam melakukan perawatan gigi.16 Kawuryan
(2008) mengatakan bahwa 8 dari 10 anak Indonesia
pada kelompok usia 12 tahun mengalami gigi
107 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 102 - 109
berlubang.17 Sutarmi (2009) menyebutkan bahwa Potter dan Perry (2005) mengatakan bahwa
tingkat pengetahuan perawatan gigi berhubungan menggosok gigi merupakan dasar untuk program
dengan kejadian karies gigi dan angka kejadian oral hygiene yang efektif.22 Hal ini sesuai dengan
karies gigi didominasi oleh siswa yang tidak teori Notoadmodjo (2007) menyatakan bahwa
melakukan perawatan terhadap kerusakan gigi.18 pengetahuan mengenai kesehatan akan berpengaruh
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Nur terhadap perilaku sebagai hasil jangka panjang dari
Amaniah (2009) pada murid sekolah dasar di pendidikan kesehatan23.Hal ini didukung oleh
Kabupaten Aceh Tamiang yang menyebutkan penelitian Widyawati (2009) yang menyebutkan
bahwa tidak ada pengaruh antara UKGS dengan bahwa penyuluhan kesehatan gigi dan mulut
status DMFT.19 Didukung dengan hasil penelitian berpengaruh pada sikap untuk memelihara
Pratiwi (2008)yang memperoleh rata-rata kebersihan mulut.24Pernyataan tersebut diatas
pengalaman karies gigi (DMF-T) sebesar 2,77 pada mendukung hasil penelitian yang dilakukan Dara
siswa SD di wilayah kerja Puskesmas Kota Binjai (2011) pada anak usia 9 – 12 tahun di SDN Maccini
Medan masih jauh dari target kesehatan gigi I,II,III,IV dan SD Inpres Maccini I/I Makassar,
Indonesia tahun 2020, yaitu skor DMF-T anak usia dimana didapatkan hasil adanya hubungan yang
12 tahun adalah <1.20 Hal ini disebabkan pelayanan bermakna antara pengetahuan tentang kesehatan
medik gigi dasar atas permintaan dan pelayanan gigi dan mulut, sikap, dan tindakan pemeliharan
medik gigi dasar sesuai kebutuhan pada kelas kesehatan gigi dan mulut dengan status kebersihan
selektif (kelas VI) belum optimal dilaksanakan oleh mulut. Pengetahuan, sikap, dan tindakan
petugas UKGS untuk usia 12 tahun di kesepuluh merupakan bagian dari perilaku yang merupakan
sekolah tersebut dikarenakan program ART baru salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat
berjalan beberapa bulan. Decay (D) rata-rata, Pulp kebersihan mulut.25
Involvment (P) rata rata dan Fistula (F) rata rata Beberapa hal yang mempengaruhi status
masih lebih tinggi dibandingkan dengan filling (F). kesehatan gigi dan mulut dalam pelaksanaan UKGS
Hal ini mengindikasikan bahwa petugas UKGS di wilayah kerja Puskesmas Cempaka Putih adalah
perlu meningkatkan pelayanan medik gigi dasar kesadaran dan perilaku memelihara kesehatan gigi
berupa penambalan gigi kepada siswa yang dan mulut, kerusakan gigi yang cenderung tidak
mengalami gigi berlubang agar tidak dirawat, oral hygiene, pelayanan medik gigi dasar
mengakibatkan kerusakan yang lebih lanjut ataupun yang belum optimal.Menurut Schuurz (1992)
dicabut.Menurut laporan, kesepuluh sekolah ini menyebutkan bahwa perawatan gigi sangat penting
telah memperoleh pelayanan UKGS tahap III, dilakukan agar anak terhindar dari kerusakan gigi
seharusnya tidak ditemukan lagi adanya kerusakan dan penyakit gusi.14E.R Widi (2003) mengatakan
gigi pada siswa kelas selektif (kelas VI). bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi
Meskipun target indeks kebersihan mulut tingkat kesehatan jaringan periodontal adalahfaktor
tahun 2020 sudah tercapai dengan OHI-S kategori kesadaran dan perilaku pemeliharaan kesehatan gigi
baik, kegiatan penyuluhan dan pelaksanaan sikat dan mulut.26Hasil Penelitian ini sesuai dengan
gigi masal oleh petugas UKGS belum optimal penelitian Ramola (2006) pada siswa kelas 6 SD di
dengan frekuensi pelaksanaan penyuluhan dan sikat wilayah kerja puskesmas kota Matsum yang mana
gigi massal tidak sesuai dengan standar frekuensi rerata sekstan gusi sehat >3 sekstan.27 Levinus
pelaksanaan menurut Departemen Kesehatan (2013) mengatakan bahwa sehat atau tidaknya
Republik Indonesia tahun 2000 yaitu <8 kali dalam jaringan periodontal seseorang lebih dipengaruhi
setahun .12Beberapa hal yang mempengaruhi status oleh keadaan oral hygiene atau kebersihan rongga
kebersihan mulut dalam pelaksanaan UKGS di mulut dan cara memeliharanya, dikarenakan belum
wilayah kerja Puskesmas Cempaka Putih adalah optimalnya pelayanan medik gigi menyebabkan
kurangnya penyuluhan dan sikat gigi massal, tingkat kerusakan gigi sangat beresiko untuk
pengetahuan, sikap dan perilaku memelihara bermanifestasi pada kerusakan jaringan
kesehatan gigi dan mulut. periodontal.28
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Temuan pada penelitian ini adalah dari
yang telah dilakukan oleh Silvia Anitasari dan sepuluh sekolah dasar dan sederajat di wilayah
Liliwati (2005) tentang kesehatan gigi dan mulut kerja Puskesmas Cempaka Putih, delapan sekolah
pada murid-murid kelas I–VI SDN Kecamatan (80%) termasuk dalam kategori UKGS Sangat
Palaran Kotamadya Samarinda Propinsi Aktif, dan dua sekolah (20 %) sekolah termasuk
Kalimantan Timur yang menunjukkan bahwa kategori UKGS Aktif.Angka bebeas karies murid di
murid-murid yang mendapat penyuluhan dan wilayah kerja Puskesmas Cempaka Putih tergolong
pelatihan cara menyikat gigi yang baik dan benar, masih rendah dilihat dari angka bebas karies murid
berpengaruh terhadap tingkat kebersihan gigi dan pada kelompok UKGS Sangat Aktif sebesar 23%
mulut mereka. Hal ini berarti proses belajar yang dan angka bebas karies murid pada kelompok
mereka dapat melalui program penyuluhan dan UKGS Aktif sebesar 17%.Tingkat kerusakan gigi
pelatihan yang diberikan dapat dimengerti dan dan mulut (DMFT PUFA) murid di wilayah kerja
dipraktekkan dalam keseharian murid-murid ini.21 Puskesmas Cempaka Putih belum mencapai target
Setiawan : Hubungan Pelaksanaan UKGS 108
nasional yaitu skor DMFT PUFA>1, meski 8. Angela A. Pencegahan primer pada anak yang
termasuk dalam kategori rendah oleh WHO beresiko karies tinggi. Dentika Dent J. 2005;
(rentang skor 1,2-2,6), dilihat dari DMFT PUFA 38: (3): 130.
kelompok UKGS Sangat Aktif dengan skor sebesar 9. Herijulianti E, Indriani TS, Artini S.
2,44 dan DMFT PUFA kelompok UKGS Aktif Pendidikan kesehatan gigi. Jakarta: EGC.
dengan skor sebesar 2,17. Tingkat kebersihan mulut 2002. p. 119-132.
(OHIS) murid di wilayah kerja Puskesmas 10. Megananda HP, Eliza H, Neneng N. Ilmu
Cempaka Putih telah mencapai target nasional yaitu Pencegahan Penyakit Jaringan Keras dan
skor OHIS termasuk dalam kategori baik dilihat Jaringan Pendukung Gigi. Jakarta: EGC; 2012.
dari skor OHIS kelompok UKGS Sangat Aktif p. 6-7.
sebesar 1,17 dan skor OHIS kelompok UKGS Aktif 11. Zulkarnain RAA, Riyanti E, Sasmita IS. The
sebesar 1,45.Tingkat kesehatan jaringan periodontal differences of caries prevalence and caries
(CPITN) murid di wilayah kerja Puskesmas index of children in primary school with and
Cempaka Putih telah mencapai target nasional yaitu without Dental Health Care Programme
skor CPITN termasuk dalam kategori baik (>3 (UKGS) in Kota Batam. Padjajaran.Padjajaran
sekstan) dilihat dari skor CPITN kelompok UKGS Journal of Dentistry. 2009; 21(1): 36-40
Sangat Aktif sebesar 5,9 sekstan dan skor CPITN 12. Anonymous. Pedoman Usaha Kesehatan Gigi
kelompok UKGS Aktif sebesar 6 Sekolah (UKGS). Jakarta: Direktorat Bina
sekstan.Performed Treatment Index (PTI) murid di Upaya kesehatan Dasar Direktorat Jenderal
wilayah kerja Puskesmas Cempaka Putih belum Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan;
mencapai target nasional yaitu > 50%.Required 2012. p. 1-5; 7-12.
Treatment Index (RTI) murid di wilayah kerja 13. Anonymous. The National Institute of Health
Puskesmas Cempaka Putih tergolong sangat rendah Research and Development Ministry of Health
dilihat dari RTI<50%. Republic of Indonesia. Jakarta: National Basic
Health Research R.I; 2008. p. 128-146.
DAFTAR PUSTAKA 14. Shuurz AHB. Patologi gigi geligi: kelainan
kelainan jaringan keras gigi. Yogyakarta:
1. Hidayat AF, Kasim F, Suwendere W. Gajah Mada University press; 1992. p. 135.
Perbedaan Indeks Oral Higiene pada anak usia 15. Rosdawati L. Hubungan perilaku
sekolah dasar dengan dan tanpa program Usaha pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut
Kesehatan Gigi Sekolah wilayah Puskesmas dengan status kesehatan gigi dan mulut murid
Babakansari Kota Bandung tahun 2011. di Kabupaten Langkat tahun 2004. Ussu press.
Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas 2005; 121(11) :11-15.
Maranatha. 2011. p. 1-4. 16. Hockenberry MJ. Wilson D. Wong’s nursing
2. Hamrun N, Rathi M. Perbandingan status gizi care infant and children. St. Louis: Masby
dan karies gigi pada murid SD Islam Athirah Elsevier; 2007. p.1-5.
dan SD Bangkala III Makassar. Dentofasial 17. Kawuryan U. Hubungan pengetahuan tentang
2009; 8 (1): 27-31. kebersihan gigi dan mulut dengan kejadian
3. Sriyono NW. Pencegahan Penyakit Gigi dan karies gigi anak SDN Kleco II kelas V dan VI
Mulut Guna Meningkatkan Kualitas Hidup. Laweyan Surakarta: Universitas
Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Muhammadiyah Surakarta; 2008. p. 1-5.
Universitas Gajah Mada. 2009: p. 3-4. 18. Sutarmi. Hubungan tingkat pengetahuan
4. Riyanti E. Pengenalan dan perawatan tentang perawatan gigi dengan kejadian karies
kesehatan gigi anak sejak dini. Jakarta: EGC. gigi pada siswa kelas V dan VI SD
2005: p. 3-5. Kedungbulus Kecamatan Prembun Kabupaten
5. Anonymous. Promoting oral health in public Kebumen.Jurnal keperawatan Indonesia.
elementary schools.Department Education 2008: 5(1): 5-10.
Order Republic of the Philippines. 2007; 73 19. Nur Amaniah. Hubungan faktor manjemen
(19): p. 11-15. dan tenaga pelaksana UKGS dengan cakupan
6. Petersen PE, Bourgeois D, Brathall D, Ogawa pelayanan UKGS serta status kesehatan gigi
H. Oral health information systems-towards dan mulut murid sekolah dasar di Kabupaten
measuring progress in oral health promotion Aceh Tamiang. Medan: Fakultas Kedoteran
and disease prevention. Bulletin of the World Gigi Sumatera Utara; 2010. p. 78.
Health Organization. 2005; 83 (50) : 690. 20. Pratiwi, Netty. Hubungan karakteristik
7. Anonymous. Pedoman Pelaksanaan Kesehatan organisasi dengan kinerja program UKGS
Gigi Sekolah. Direktorat Jenderal Pelayanan kota Binjai. Medan: Fakultas Kedoteran Gigi
Medik. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; Sumatera Utara; 2008.p. 15.
1999. p. 5-10. 21. Anitasari S, Liliwati. Pengaruh Frekuensi
Menyikat Gigi Terhadap Tingkat Kebersihan
Gigi dan Mulut Siswa-Siswi Sekolah Dasar
109 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 102 - 109