Anda di halaman 1dari 114

Vol II. No 1.

Maret 2014 ISSN : 2337-5310


DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Terbit setiap Maret dan September

PENGELOLA JURNAL DENTINO

Pelindung :
Prof. Dr. dr. H. Ruslan Muhyi, Sp. A (K)
(Dekan Fakultas Kedokteran Unlam)

Pembina :
Dr. dr. H. Zairin NH, Sp.OT (K), MM, SPINE, FICS
(Pembantu Dekan I - Fakultas Kedokteran Unlam)
dr. H. Syamsul Arifin, M.Pd
(Pembantu Dekan II - Fakultas Kedokteran Unlam)
dr. H. Iwan Aflanie, Sp.F, M.Kes
(Pembantu Dekan III - Fakultas Kedokteran Unlam)

Penasehat :
Dr. drg. H. RosihanAdhani, S.Sos., MS
(Ketua Program Studi Kedokteran Gigi - Fakultas Kedokteran Unlam)

Ketua :
drg. Maharani Laillyza Apriasari, Sp.PM
(Program Studi Kedokteran Gigi - Fakultas Kedokteran Unlam)

Sekretaris :
drg. Nurdiana Dewi, M.D.Sc
(Program Studi Kedokteran Gigi - Fakultas Kedokteran Unlam)

Penyunting :
drg. Maharani L.A., Sp.PM (Oral Medicine - Fakultas Kedokteran Unlam); drg. Didit
Aspriyanto (Pedodonsia - Fakultas Kedokteran Unlam); drg. Amy Nindia C. (Biologi Oral -
Fakultas Kedokteran Unlam); drg. Nurdiana Dewi, M.D.Sc. (Biologi Oral - Fakultas
Kedokteran Unlam); drg. Deby Kania T.P. (Konservasi - Fakultas Kedokteran Unlam); drg.
M.Y. Ichrom N., Sp KG (Konservasi - Fakultas Kedokteran Unlam); drg. Bayu Indra
Sukmana (Bedah Mulut - Fakultas Kedokteran Unlam); drg. Widodo (Ortodonsia - Fakultas
Kedokteran Unlam); drg. Fajar D.K., Sp Orto (Ortodonsia - Fakultas Kedokteran Unlam);
Dr. drg. H. Rosihan Adhani, MS (Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat - Fakultas Kedokteran
Unlam); drg. Cholil, M.Kes.M.M (Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat - Fakultas Kedokteran
Unlam); drg. Debby Saputera, Sp. Prosto (Prostodonsia - Radiologi - Fakultas Kedokteran
Unlam); drg. I Wayan Arya K.F (Prostodonsia - Radiologi - Fakultas Kedokteran Unlam) ;
drg. Beta Widya Oktiani (Periodonsia - Fakultas Kedokteran Unlam)

Administratif :
Hastin Atas Asih, AMKg
(Program Studi Kedokteran Gigi - Fakultas Kedokteran Unlam)
Vol II. No 1. Maret 2014 ISSN : 2337-5310
DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI

DAFTAR ISI

1. Perbandingan Efek Bakterisidal Ekstrak Mengkudu (Morinda Citrifolia Liin)


100% Dan Povidone Iodine 1% Terhadap Streptococcus Mutans In Vitro
Nur Rifdayani, Lia Yulia Budiarti, Amy Nindia Carabelly ……………………. 1-6
2. Gambaran Klinis Kelainan Mukosa Rongga Mulut Pada Lansia Di Panti Sosial
Tresna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru
Ayu Asih P, Maharani L. Apriasari, Siti Kaidah ……………………………….. 7-12
3. Perbedaan Indeks Karies Antara Maloklusi Ringan Dan Berat Pada Remaja Di
Ponpes Darul Hijrah Martapura
Rizal Hendra Kusuma, Rosihan Adhani, Widodo, Sapta Rianta ……………… 13-17
4. Gambaran Indeks Kebersihan Mulut Berdasarkan Tingkat Pendidikan Masyarakat
di Desa Guntung Ujung Kabupaten Banjar
Basuni, Cholil, Deby Kania Tri Putri ………………………….…………….….. 18-23
5. Perbandingan Efektivitas Mengunyah Buah Pir dan Bengkuang Terhadap
Penurunan Indeks Plak Tinjauan Pada Siswa SDN Gambut 9 Kabupaten Banjar
Kasma Ernida Haida, Cholil, Didit Aspriyanto ………………………………… 24-28
6. Perbandingan Efektivitas Berkumur Larutan Teh Putih (Camellia Sinensis l.)
Seduh Konsentrasi 100 % Dengan 50 % Dalam Meningkatkan Ph Saliva
Nida Amalia, Siti Kaidah, Widodo …………………………………………..….. 29-33
7. Peranan Penyuluhan Demonstrasi Terhadap Rasa Takut Dan Cemas Anak Selama
Perawatan Gigi Di Puskesmas Cempaka Putih Banjarmasin
Noor Hamidah, Didit Aspriyanto, Cholil ………………….………………..…… 34-38
8. Perbedaan Ph Saliva Menggosok Gigi Sebelum Dan Sesudah Mengkonsumsi
Makanan Manis Dan Lengket
Shandy Hidayat, Rosihan Adhani, I Wayan Arya ……………………..……….. 39-45
9. Lebar Benih Gigi Anak Tikus Yang Dilahirkan Oleh Induk Tikus Pengidap
Diabetes Mellitus Gestasional
Nurdiana Dewi ………………………………….………………………………… 46-50
10. Efek Pengunyahan Permen Karet Yang Mengandung Xylitol Terhadap
Peningkatan Ph Saliva
Nina Annisa Hidayati, Siti Kaidah, Bayu Indra Sukmana ………….………… 51-55
11. Efektivitas Menyikat Gigi Disertai Dental Floss Terhadap Penurunan Indeks Plak
Azizah Magfirah, Widodo, Priyawan Rachmadi ………………………….……. 56-59
12. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Air Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus Sabdariffa l.)
Terhadap Pertumbuhan Streptococcusmutansin Vitro
Achmad Riwandy, Didit Aspriyanto, Lia Yulia Budiarti ..……………………. 60-64
13. Efek Penyemprotan Desinfektan Larutan Daun Sirih 80% Terhadap Stabilitas
Dimensi Cetakan Alginat
Nisa Yanuarti Hasanah, I Wayan Arya, Priyawan Rachmadi ……….……….. 65-69
14. Deskripsi Kasus Temporomandibular Disorder Pada Pasien Di Rsud Ulin
Banjarmasin Bulan Juni– Agustus 2013
Najma Shofi, Cholil, Bayu Indra Sukmana ……………………………………. 70-73
15. Stabilitas Dimensi Hasil Cetakan Alginat Setelah Dilakukan
Penyemprotan Infusa Daun Sirih Merah (Piper Crocatum Ruiz & Pav) 50%
Sebagai Desinfektan
Valdina Najifa Parimata, Priyawan Rachmadi, I Wayan Arya………………... 74-78
16. Indeks Kebersihan Rongga Mulut Pada Anak Retardasi Mental
Nadya Nuryati Azzahra, Siti Wasilah, Didit Aspriyanto ………………………. 79-82
17. Stabilitas Dimensi Hasil Cetakan Bahan Cetak Elastomer Setelah Disemprot
Menggunakan Sodium Hipoklorit
Tommy Agustinus Ongo, Priyawan Rachmadi, I Wayan Arya ………………... 83-88
18. Perbandingan Kuat Rekat Resin Komposit Pada Dentin Dengan Sistem Adhesif
Self Etch 1 Tahap (One Step) Dan 2 Tahap (Two Step)
Dewi Puspitasari ………………………………………………..………………… 89-94
19. Studi Deskripsi Kelainan Jaringan Periodontal Pada Wanita Hamil Trimester 3 di
RSUD Ulin Banjarmasin
Putri Dwi Andriyani, Maharani Lailyza Apriasari, Deby Kania Tri Putri …... 95-101
20. Hubungan Pelaksanaan Ukgs Dengan Status Kesehatan Gigi Dan Mulut Murid
Sekolah Dasar Dan Sederajat Di Wilayah Kerja Puskesmas Cempaka Putih Kota
Banjarmasin
Ringga Setiawan, Rosihan Adhani, Bayu Indra Sukmana,
Teguh Hadianto ………………………………………………………………….. 102-109
1

DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 1. Maret 2014

Laporan Penelitian

PERBANDINGAN EFEK BAKTERISIDAL EKSTRAK MENGKUDU (Morinda


citrifolia Liin) 100% DAN Povidone Iodine 1% TERHADAP Streptococcus mutans IN
VITRO

Nur Rifdayani, Lia Yulia Budiarti, Amy Nindia Carabelly


Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin

ABSTRACT

Background: Researches had shown that noni extract (Morinda citrifolia Liin) 100% b/v had antibacterial
effect against Streptococcus mutans because it contains flavonoid. These day, the therapies that have been given
to reduce the colonies of Streptococcus mutans in oral cavity, one of that is Povidone iodine 1%. Purpose: The
aim of this research was to prove the bactericidal effect of noni extract (Morinda citrifolia Liin) 100% b/v equal
to Povidone iodine 1% against Streptococcus mutans in vitro. Methods: This research was an experimental
method laboratory (true experimental), with a post-test only design, using a completely randomized design,
consisting of four treatments: noni extract (Morinda citrifolia Liin) 100% b/v, Povidone iodine 1%, positive
control (ethanol) and negative control (aquadest). Each treatment be repeated 7 times. The rated bactericidal
effect of the inhibition zone formed on Muller Hinton media with diffusion method. Results: One Way ANOVA
test showed that inhibition zone had a significant difference, noni extract (Morinda cirifolia Liin) 100% with a
mean inhibition zone of 13,71 mm and Povidone iodine 1% with a mean inhibition zone of 9,71 mm.
Conclusion: Noni extract (Morinda citrifolia Liin) 100% had bactericidal effect higher than Povidone iodine
1% against Streptococcus mutans in vitro.

Keywords: Bacterisidal effect, noni extract (Morinda citrifolia Liin) 100%, Povidone iodine 1%, Streptococcus
mutans.

ABSTRAK

Latar Belakang: Penelitian telah membuktikan bahwa ekstrak mengkudu (Morinda citrifolia Liin) 100%
berat/volume (b/v) memiliki efek bakterisidal terhadap Streptococcus mutans karena mengandung flavonoid.
Terapi yang selama ini diberikan untuk mengurangi koloni Streptococcus mutans dalam rongga mulut, salah
satunya adalah Povidone iodine 1%. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan efek bakterisidal
ekstrak mengkudu (Morinda citrifolia Liin) 100% b/v setara dengan Povidone iodine 1% dalam membunuh
pertumbuhan Streptococcus mutans in vitro. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental
laboratorik murni (true experimental), dengan post-test only design, menggunakan rancangan acak lengkap
terdiri dari 4 perlakuan, antara lain: ekstrak mengkudu (Morinda citrifolia Liin) 100% b/v, Povidone iodine 1%,
kontrol positif (etanol) dan kontrol negatif (akuades). Masing-masing perlakuan dilakukan pengulangan
sebanyak 7 kali. Efek bakterisidal dinilai dari zona hambat yang terbentuk pada media Muller Hinton dengan
metode difusi. Hasil: Uji One-Way ANOVA menunjukkan bahwa zona hambat memiliki perbedaan yang
bermakna, ekstrak mengkudu (Morinda citrifolia Liin) 100% memiliki efek bakterisidal terhadap Streptococcus
mutans dengan rata-rata zona hambat sebesar 13,71 mm dan Povidone iodine 1% dengan rata-rata zona
hambat sebesar 9,71 mm. Kesimpulan: Ekstrak mengkudu (Morinda citrifolia Liin) 100% memiliki efek
bakterisidal lebih tinggi dibandingkan Povidone iodine 1% terhadap Streptococcus mutans in vitro.

Kata kunci: efek bakterisidal, ekstrak mengkudu (Morinda citrifolia Liin) 100%, Povidone iodine 1%,
Streptococcus mutans.

Korespondensi: Nur Rifdayani, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung
Mangkurat, Jalan Veteran 128 B, Banjarmasin, KalSel, email: if_rifd@ymail.com
Rifdayani : Perbandingan Efek Bakterisidal Ekstrak Mengkudu 2

PENDAHULUAN tanaman obat yang banyak dimanfaatkan sebagai


obat herbal adalah mengkudu.11
Karies gigi merupakan salah satu masalah Berdasarkan hasil penelitian Sibi (2012),
kesehatan rongga mulut yang dapat menimbulkan dilaporkan bahwa aktivitas antimikroba ekstrak
rasa sakit dan mengganggu aktivitas serta mengkudu, mendukung penggunaan obat
mengurangi kualitas hidup penderita. Berdasarkan tradisional yang dihubungkan dengan kondisi
Riskesdas Provinsi Kalimantan Selatan pada tahun mikroorganisme pada manusia dan sebagai
2007, menunjukkan prevalensi karies aktif sebesar dampaknya dapat melawan mikroba multi
50,7% dan yang mempunyai pengalaman karies resisten.12 Menurut Rajarajan et al. (2009), ekstrak
sebesar 83,4%.1 Salah satu bakteri utama penyebab buah mengkudu matang memiliki aktivitas Minimal
karies gigi adalah Streptococcus mutans yang Inhibitory Concentration (MIC) dan Minimum
memproduksi enzim glucosyltransferase (GTF), Bactericidal Concentration (MBC) yaitu sebesar
sehingga bakteri ini dapat membentuk koloni yang 0,375 µg/ml hingga 24 µg/ml.13 Demikian pula,
melekat dengan erat pada permukaan gigi. dari hasil penelitian Dharmawati (2011) diketahui
Streptococcus mutans menghasilkan polisakarida efek ekstrak mengkudu terhadap pertumbuhan
ekstraseluler lengket dari karbohidrat makanan dan Streptococcus mutans in vitro, ektrak mengkudu
mampu memfermentasi karbohidrat menjadi asam. konsentrasi 100% b/v (berat/volume) mempunyai
Jika kadar keasaman pada suatu gigi berada di daya hambat lebih baik dari 50% b/v.14 Namun,
bawah pH 5,5 dapat menimbulkan proses belum diketahui apakah ekstrak mengkudu 100%
demineralisasi yaitu hilangnya sebagian atau b/v mempunyai efek bakterisidal setara dengan obat
seluruh mineral dari jaringan keras gigi yang diikuti kumur Povidone iodine 1% dalam membunuh
oleh kerusakan bahan organik gigi karena terlarut pertumbuhan Streptococcus mutans, sehingga perlu
dalam asam sehingga terjadi karies gigi.2,3 dilakukan penelitian mengenai perbandingan efek
Ada banyak cara untuk mencegah karies gigi, bakterisidal ekstrak mengkudu (Morinda citrifolia
salah satunya penggunaan obat kumur antiseptik. Liin) 100% b/v dan Povidone iodine 1% terhadap
Tujuan berkumur dengan antiseptik yaitu Streptococcus mutans in vitro.
menurunkan jumlah koloni bakteri patogen dalam Berdasarkan latar belakang di atas, dapat
rongga mulut, mengurangi terjadinya plak, dan diambil suatu permasalahan yaitu apakah ekstrak
karies gigi.4 Berbagai jenis obat kumur telah mengkudu (Morinda citrifolia Liin) 100% b/v
beredar di masyarakat, salah satu yang banyak mempunyai efek bakterisidal setara dengan
digunakan yaitu obat kumur dengan kandungan Povidone iodine 1% terhadap Streptococcus mutans
Povidone iodine 1%.5 Hasil penelitian terdahulu in vitro. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk
menyebutkan bahwa Povidone iodine memiliki membuktikan efek bakterisidal ekstrak mengkudu
kemampuan dalam membunuh mikroorganisme in (Morinda citrifolia Liin) 100% b/v setara dengan
vitro.6 Dilaporkan bahwa tingkat absorpsi yodium Povidone iodine 1% dalam membunuh
dari Povidone iodine 1% tidak baik untuk pertumbuhan Streptococcus mutans in vitro.
penggunaan jangka panjang dalam rongga mulut, Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk
karena dapat menyebabkan masalah sensitivitas mengukur zona hambat ekstrak mengkudu
yodium.7 Adapun efek samping yang dapat timbul (Morinda citrifolia Liin) 100% b/v dan zona
setelah pemberian Povidone iodine antara lain hambat Povidone iodine 1% terhadap Streptococcus
berupa sensitivitas, eritema lokal, nyeri, erosi mutans. Hasil penelitian ini diharapkan
mukosa, dan risiko utama yang terkait dengan memberikan bukti ilmiah tentang efek bakterisidal
fungsi tiroid.8 ekstrak mengkudu (Morinda citrifolia Liin) 100%
Berbagai efek samping yang ditimbulkan dari b/v setara dengan Povidone iodine 1% dalam
pemakaian bahan kimia dalam obat kumur cukup membunuh pertumbuhan Streptococcus mutans in
banyak dan signifikan, sehingga diperlukan vitro, yang selanjutnya dapat digunakan sebagai
alternatif lain sebagai bahan baku pembuatan obat salah satu dasar penelitian lebih lanjut untuk
kumur dengan efek samping seminimal mungkin, menghasilkan antiseptik oral dengan bahan herbal
ekonomis, dan berkhasiat. Alternatif yang mengkudu.
memenuhi syarat tersebut adalah bahan dari herbal.9
Sementara ini banyak orang beranggapan bahwa BAHAN DAN METODE
penggunaan tanaman obat herbal relatif lebih aman
dibandingkan obat sintesis. Pakar dari Universitas Penelitian ini adalah penelitian eksperimental
Gadjah Mada (UGM), Prof. Dr. Sudarsono Apt, laboratorik murni (true experimental), dengan
menyatakan bahwa obat-obatan dari herbal terbukti rancangan post-test only design berupa rancangan
berkhasiat. Kecenderungan peningkatan acak lengkap yang terdiri dari 4 perlakuan, meliputi
penggunaan herbal untuk pengobatan tidak lagi ekstrak mengkudu (Morinda citrifolia Liin) 100%
didasarkan atas pengalaman turun menurun tetapi b/v, Povidone iodine 1%, kontrol positif (etanol)
dengan dukungan dasar ilmiah.10 Salah satu dan kontrol negatif (akuades).
3 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 1- 6

Masing-masing perlakuan dilakukan berdiameter 1-2 µm. Koloni bakteri hasil


pengulangan sebanyak 7 kali pengulangan. Jumlah pertumbuhan selama 24 jam disuspensikan ke
pengulangan untuk setiap kelompok perlakuan, dalam 0,5 ml BHI cair dan dilakukan inkubasi
didapat dari hasil perhitungan rumus Federer. selama 5-8 jam pada suhu 37oC. Dilakukan
Alat penelitian yang digunakan dalam penambahan akuades steril pada suspensi bakteri
penelitian ini adalah neraca analitik, meja Laminary pada BHI, sehingga kekeruhan sesuai standar
flow, pisau (stainless), blender, cawan petri, lampu konsentrasi bakteri Mc Farland I sebesar 3x108
bunsen, ose steril, kapas lidi steril, kertas saring, cfu/ml. Setelah itu dilakukan Persiapan larutan
corong, gelas beker, gelas Erlenmeyer, tabung Povidone iodine. Larutan Povidone iodine 1% yang
reaksi kecil, rak tabung reaksi, pipet, pinset, rotary digunakan adalah obat kumur merek Betadine
evaporator, autoclave, inkubator anaerob, batang konsentrasi 1% dan diambil dengan menggunakan
pengaduk kaca dan calliper. Bahan penelitian yang pipet sebanyak 1cc.
digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak Uji efek bakterisidal ekstrak mengkudu
mengkudu 100% b/v, Povidone iodine 1%, (Morinda citrifolia Liin) 100% b/v dilakukan
akuades steril, etanol 96%, aluminium foil, kapas, dengan mengambil suspensi bakteri yang telah
isolat Streptococcus mutans, media agar Muller distandarkan dengan Mc Farland I sebesar 3x108
Hinton (MHA), media Brain Heart Infusion (BHI), cfu/ml dengan kapas lidi steril dan dioleskan pada
media agar darah, paper disk kosong, larutan media agar Muller Hinton. Kemudian meletakkan
standar Mc Farland I sebesar 3.108 cfu/ml. paper disk (kertas samir) yang telah direndam
Cara pembuatan ekstrak mengkudu 100% ekstrak mengkudu (Morinda citrifolia Liin) 100%
adalah menyiapkan buah mengkudu yang matang, b/v selama 3 jam sebagai perlakuan 1, meletakkan
putih, transparan, dan ukuran buahnya relatif besar. paper disk yang telah direndam Povidone iodine
Ekstrak mengkudu dibuat dengan metode maserasi. 1% selama 3 jam sebagai perlakuan 2, meletakkan
Buah mengkudu sebanyak ± 5 kg dicuci bersih paper disk yang telah direndam etanol selama 3 jam
kemudian ditiriskan dan dipotong-potong tipis. sebagai perlakuan 3 (kontrol positif) dan
Potongan buah selanjutnya dijemur di bawah sinar meletakkan paper disk yang telah direndam
matahari, dengan naungan kain hitam. Penjemuran akuades selama 3 jam sebagai perlakuan 4 (kontrol
dilakukan beberapa hari, sampai potongan buah negatif).
benar–benar kering, mudah dipatahkan dengan Proses selanjutnya, diinkubasi pada suhu 37oC
tangan. Potongan buah yang sudah kering, selama 24 jam. Pengujian efek bakterisidal
berbentuk kepingan, dipisahkan antara daging buah dilakukan dengan pengamatan yang dilakukan
dengan bijinya. Daging buah yang sudah kering setelah pengeraman 24 jam. Pengamatan efek
selanjutnya dibuat serbuk (simplisia) dengan cara bakterisidal dilakukan dengan mengukur diameter
dihancurkan dengan blender, simplisia yang zona hambat di sekitar paper disk. Zona hambat
dihasilkan ± 325 gram. Simplisia siap dimaserasi yang terbentuk diukur dengan calliper (mm).
dengan merendam ke dalam pelarut etanol 96%
sampai terendam seluruhnya selama ± 24 jam, HASIL PENELITIAN
kemudian disaring dengan kertas penyaring. Residu
kembali dimaserasi lagi dengan cara yang sama, Penelitian dengan judul “Perbandingan Efek
sampai tiga kali. Ekstrak atau filtrat hasil maserasi Bakterisidal Ekstrak Mengkudu (Morinda citrifolia
ditampung menjadi satu dan diuapkan untuk Liin) 100% dan Povidone iodine 1% terhadap
memisahkan pelarutnya. Penguapan dilakukan Streptococcus mutans in vitro” telah dilakukan
dengan menggunakan alat rotary evaporator pada dengan menggunakan 4 perlakuan, yaitu ekstrak
suhu 45-50oC, sampai pelarut habis menguap, mengkudu (Morinda citrifolia Liin) 100% b/v,
sehingga didapatkan ekstrak kental buah Povidone iodine 1%, kontrol positif (etanol), dan
mengkudu. Ekstrak kental buah mengkudu dibuat kontrol negatif (akuades).
konsentrasi 100% b/v dengan menggunakan etanol. Masing-masing perlakuan diuji secara difusi,
Konsentrasi 100% b/v dibuat dengan memasukkan menggunakan paper disk dan dilakukan dalam 7
100 gram ekstrak mengkudu dalam tabung kali pengulangan. Hasil pengukuran zona hambat
ditambahkan etanol sampai volume 100 ml. dari masing-masing perlakuan terhadap
Tahapan prosedur selanjutnya adalah Streptococcus mutans dapat dilihat pada Gambar 1.
sterilisasi alat. Alat-alat yang diperlukan dicuci
bersih kemudian dikeringkan dan disterilisasikan
dalam autoclave pada suhu 121oC selama 15 menit.
Melakukan persiapan bakteri dengan menggoreskan
Streptococcus mutans pada media agar darah
kemudian didiamkan dalam inkubator 37oC selama
24 jam.
Setelah diinkubasi, dideteksi Streptococcus
mutans akan berupa koloni bulat kecil dan
Rifdayani : Perbandingan Efek Bakterisidal Ekstrak Mengkudu 4

PEMBAHASAN
Zona Hambat (mm) dari Setiap
Perlakuan Ekstrak mengkudu (Morinda citrifolia Liin)
100% b/v memiliki efek bakterisidal terhadap
Ekstrak Streptococcus mutans dengan rata-rata zona hambat
Mengkudu 100% sebesar 13,71 mm, sedangkan Povidone iodine 1%
4,85 0 sebesar 9,71 mm. Zona hambat pada ekstrak
Povidone iodine mengkudu (Morinda citrifolia Liin) 100% lebih
13,71 1% tinggi dibandingkan Povidone iodine 1% secara
9,71 signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak
Kontrol (+) mengkudu (Morinda citrifolia Liin) 100% lebih
baik dibandingkan Povidone iodine 1% dalam
membunuh pertumbuhan Streptococcus mutans.
Kontrol (-) Perlakuan Povidone iodine 1% memberikan
efek rata-rata zona hambat sebesar 9,71 mm
terhadap Streptococcus mutans. Hal ini dapat
membuktikan bahwa Povidone iodine 1% sebagai
obat kumur mempunyai sifat bakterisidal terhadap
Gambar 1. Zona Hambat (mm) dari Streptococcus mutans sebagai salah satu bakteri
Setiap Perlakuan utama penyebab karies gigi. Povidone iodine dalam
kedokteran gigi biasanya digunakan sebagai obat
Gambar 1 menunjukkan bahwa terdapat kumur yang mampu mengurangi jumlah
variasi zona hambat yang terbentuk dari masing- mikroorganisme di dalam rongga mulut. Cara kerja
masing kelompok perlakuan. Perlakuan ekstrak Povidone iodine terkait dengan kandungan iodine
mengkudu (Morinda citrifolia Liin) 100% b/v yang mampu dengan cepat berkontak langsung
memperlihatkan rata-rata zona hambat sebesar terhadap permukaan sel bakteri yang
13,71 mm dan Povidone iodine 1% sebesar 9,71 mengakibatkan hilangnya materi sitoplasmik dan
mm. Kontrol positif (etanol) memiliki rata-rata deaktivasi enzim sehingga terjadi kerusakan
zona hambat sebesar 4,85 mm dan kontrol negatif struktur dan fungsi sel bakteri.27 Povidone iodine
(akuades) sebesar 0 mm. bereaksi kuat dengan ikatan rangkap dari asam
Masing-masing perlakuan dilakukan uji lemak tak jenuh dalam dinding sel bakteri dan
normalitas Shapiro-Wilk karena jumlah data kurang membran organel bakteri yang menyebabkan
dari 50 buah, untuk mengetahui sebaran data pembentukan pori permanen dan lisisnya sel
penelitian pada tingkat kepercayaan 95% (p > bakteri.24
0,05). Hasil uji normalitas memperlihatkan sebaran Perlakuan ekstrak mengkudu (Morinda
data yang normal, yaitu nilai signifikasi (p) pada citrifolia Liin) 100% b/v dalam penelitian ini
kelompok perlakuan ekstrak mengkudu (Morinda menunjukkan efek bakterisidal terhadap
citrifolia Liin) 100% b/v adalah 0,064 dan Povidone Streptococcus mutans dengan menghasilkan rata-
iodine 1% adalah 0,099. Sedangkan nilai signifikasi rata zona hambat sebesar 13,71 mm. Hasil
(p) kontrol positif (etanol) adalah 0,099 dan kontrol penelitian tersebut sesuai dengan hasil penelitian
negatif (akuades) adalah konstan. Data penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Dharmawati (2011),
selanjutnya diuji homogenitas data menggunakan yaitu ekstrak mengkudu (Morinda citrifolia Liin)
uji varians Levene’s test (α = 0,05). Hasil uji 100% memiliki daya hambat kuat terhadap
homogenitas menunjukkan varians data yang tidak pertumbuhan Streptococcus mutans.14
homogen dengan nilai signifikasi sebesar 0,003 Mengkudu dikenal sebagai anti bakteri, anti
(Sig. < 0,05), sehingga perlu dilakukan transformasi virus, anti jamur, anti tumor, anti inflamasi,
data. Hasil transformasi data menunjukkan varians anthelmintic, memiliki efek anti TBC, analgesik,
data homogen dengan nilai signifikasi sebesar hipotensif, dan aktivitas imunologinya dapat
0,249 (Sig. > 0,05). meningkatkan kekebalan tubuh.16 Beberapa jenis
Masing-masing perlakuan dilakukan uji One senyawa fitokimia dalam buah mengkudu adalah
Way ANOVA dengan tingkat kepercayaan 95% (α = acubin, alizarin, antraquinon. xeronine,
0,05) untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan proxeronine, saponin, minyak atsiri, dan alkaloid.
penyebaran data. Syarat digunakannya uji One Way Acubin, alizarin, dan antrakuinon terbukti
ANOVA adalah data yang terdistribusi normal dan mempunyai aktivitas anti bakteri terhadap P.
homogen.30 Hasil uji One Way ANOVA didapatkan aeruginosa, Proteus morgaii, Straphylococcus
nilai p = 0,000 (p < 0,05), yang berarti terdapat aerus, Bacillus subtilis, E. Coli, Salmonella, dan
perbedaan bermakna antara kelompok perlakuan. Shigela.15 Mengkudu terdiri dari berbagai zat
nutrisi seperti protein, vitamin, dan mineral penting.
Salah satunya adalah selenium yang memiliki efek
anti oksidan. Kandungan lainnya, terpenoid
5 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 1- 6

berguna untuk membantu proses sintesis organik Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
dan pemulihan sel-sel tubuh. Asam Karbonat mengetahui efek bakterisidal ekstrak mengkudu
merupakan sumber vitamin C dan anti oksidan, juga (Morinda citrifolia Liin) pada konsentrasi lain
berperan dalam mekanisme pertahanan terhadap terhadap Streptococcus mutans dibandingkan
mikroorganisme. Mengkudu juga mengandung dengan Povidone iodine 1%. Penelitian selanjutnya
scolopetin yang efektif sebagai unsur anti juga dapat diarahkan untuk mengetahui metode
peradangan dan anti alergi.14,15,31 ekstraksi lain yang lebih sederhana dan dapat
Mengkudu mengandung senyawa fenolik, menyaring lebih banyak komponen zat aktif dari
yaitu tannin dan flavonoid yang merupakan anti buah mengkudu untuk membunuh pertumbuhan
oksidan primer. Mekanisme tannin sebagai anti Streptococcus mutans. Perlu dilakukan penelitian
bakteri belum diketahui secara pasti, tapi mengenai efek samping dari penggunaan ekstrak
diperkirakan berkaitan dengan kemampuannya mengkudu (Morinda citrifolia Liin) 100% terhadap
menghentikan sintesis glukan oleh Streptococcus rongga mulut.
mutans.32 Ferrazano et al (2011), melaporkan
bahwa anti bakteri tannin berinteraksi secara DAFTAR PUSTAKA
langsung dengan membran protein bakteri sehingga
menghambat perlekatan sel bakteri pada permukaan 1. Badan Penelitian dan Pengembangan
gigi dan menghambat kerja enzim Kesehatan Republik Indonesia. Riset
glukosiltranferase dan amilase yang dihasilkan oleh kesehatan dasar 2007. Jakarta: Badan
Streptococcus mutans.33 Berdasarkan penelitian Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Dewi (2010), dilaporkan bahwa aktivitas antibakteri Republik Indonesia; 2008. p. 142.
flavonoid pada buah mengkudu cenderung lebih 2. Imaculata R, Tedjosasongko U, Cornelia S.
aktif membunuh bakteri Gram positif, seperti Pemberian minyak wijen (Sesamum
Streptococcus mutans. Kandungan senyawa aktif indicum, L) terhadap Streptococcus mutans
flavonoid pada ekstrak mengkudu bersifat polar (in vitro). Indonesian Pediatric Dental
sehingga lebih mudah menembus lapisan Journal 2010; 2(3): 2.
peptidoglikan yang juga bersifat polar pada bakteri 3. Dharsono VA, Mooduto L, Prasetyo EP.
Gram positif.18 Dinding sel bakteri Gram positif Perbedaan jumlah koloni Streptococcus
mengandung polisakarida (asam terikoat) mutans pada saliva penderita pria dan wanita
merupakan polimer yang larut dalam air berfungsi dengan karies tinggi. Conservative Dentistry
sebagai transfor ion positif. Sifat larut inilah yang Journal 2013; 3(1): 2.
menunjukkan bahwa dinding sel bakteri Gram 4. Sumono A, Wulan A. Kemampuan air
positif bersifat lebih polar. Mekanisme kerja rebusan daun salam (Eugenia polyantha W)
flavonoid sebagai bakterisidal terhadap dalam menurunkan jumlah koloni bakteri
pertumbuhan Streptococcus mutans yaitu Streptococcus sp. Majalah Farmasi
mengganggu fungsi dinding sel sebagai pelindung Indonesia 2009; 20(3): 112-113.
dari lisis osmotik sehingga berakibat pada kematian 5. Primalia DR, Yuliati A, Soebagio.
sel bakteri.18 Perlekatan Streptococcus mutans pada
Adapun keterbatasan penelitian ini, yaitu semen hibrid ionomer setelah direndam
peneliti hanya menggunakan ekstrak mengkudu dalam larutan antiseptik. Material Dental
(Morinda citrifolia Liin) 100% dan belum Journal 2009; 1(1): 1.
mengetahui konsentrasi optimum ekstrak 6. Apriasari ML. Uji bakteriosid ekstrak daun
mengkudu (Morinda citrifolia Liin) yang paling sirih 35% terhadap Streptococcus viridans
efektif membunuh Streptococcus mutans pada stomatitis aftosa rekuren dan patch test
dibandingkan dengan Povidone iodine 1%. Peneliti dengan ekstrak daun sirih 35%. Karya Tulis
menggunakan metode ekstraksi maserasi dengan Akhir. Surabaya: Program Pendidikan
pelarut etanol untuk menyaring zat aktif dari buah Dokter Gigi Spesialis Bidang Studi Ilmu
mengkudu dan belum mengetahui metode ektraksi Penyakit Mulut Universitas Airlangga; 2010.
lain yang dapat digunakan. Penelitian ini dilakukan p. 15.
secara in vitro, sehingga peneliti belum mengetahui 7. Kumar S, Babu R, Reddy J, Uttam.
efek samping dari penggunaan antiseptik oral Povidone iodine–revisited. Indian Journal of
dengan bahan herbal ekstrak mengkudu (Morinda Dental Advancements 2011; 3(3): 617-619.
citrifolia Liin) 100% terhadap rongga mulut. 8. Andini AR. Pengaruh pemberian Povidone
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan iodine 1% sebagai oral hygiene terhadap
dapat diambil kesimpulan bahwa ekstrak mengkudu jumlah bakteri orofaring pada penderita
(Morinda citrifolia Liin) 100% memiliki efek dengan ventilator mekanik. Jurnal Media
bakterisidal yang lebih tinggi dibandingkan Medika Muda 2012; 1(1): 13-14.
Povidone iodine 1% terhadap Streptococcus mutans 9. Victor BC, Indrawati R, Sidarningsih.
secara in vitro. Perbedaan daya hambat obat kumur ekstrak
teh hijau (Camellia sinensis) dan metil
Rifdayani : Perbandingan Efek Bakterisidal Ekstrak Mengkudu 6

salisilat terhadap pertumbuhan bakteri metal-dependent polysaccharide deacetylase


rongga mulut. Oral Biology Dental Journal that modulates interactions with salivary
2011; 3(2): 1. agglutinin. American Society for
10. Harsini W. Penggunaan herbal di bidang Microbiology 2009; 191(1): 394.
kedokteran gigi. Majalah Kedokteran Gigi 21. Lueckel HM, Paris S, Ekstrand KR. Caries
2008; 15(1): 61. management science and clinical practice.
11. Purbaya RJ. Mengenal dan memanfaatkan New York: Thieme Medical Publishers;
khasiat buah mengkudu. Bandung: Penerbit 2013. p. 32.
Pionir Jaya; 2002. p. 19-22, 40. 22. Putri MH, Herijulianti E, Nurjannah N. Ilmu
12. Sibi G, Chatly P, Adhikari S, Ravikumar pencegahan penyakit jaringan keras dan
KR. Phytoconstituents and their influence on jaringan pendukung gigi. Jakarta: EGC;
antimicrobial properties of Morinda 2010. p. 74.
citrifolia L. Research Journal of Medicinal 23. Farah CS, Mclntosh L, McCullough MJ.
Plant 2012; 6(6): 445. Mouthwash. Australian Prescriber 2009;
13. Rajarajan S, John NK, Shanthi S. In vitro 32(6): 163.
bacterisidal activities of extracts from ripe 24. Bathla S. Periodontics revisited. Jaypee
and unripe fruit of noni. P.G & Research Brothers. New Delhi: Medical Publishers;
Department of Microbiology & 2011. p. 284.
Biotechnology 2009; 1(1): 4. 25. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu kesehatan
14. Dharmawati IGA. Efek ekstrak mengkudu anak. Edisi 15. Jakarta: EGC; 1996. p. 859.
menghambat pertumbuhan Sreptococcus 26. Pratiwi, ST. Mikrobiologi farmasi. Jakarta:
mutans penyebab dental plak secara in vitro. Penerbit Erlangga; 2008. p. 188.
Tesis. Denpasar: Program Studi Ilmu 27. Sibbald RG, Leaoer DJ, Queen D. Iodine
Biomedik Universitas UDAYANA; 2011. p. made easy. Wounds International 2011;
12-16, 23-27, 38, 42-47. 2(2): 1-6.
15. Singh DR. Morinda citrifolia L. (Noni) a 28. Astawan M, Kasih AL. Khasiat warna-warni
review of the scientific validation for its makanan. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia
nutritional and therapeutic properties. Pustaka Utama; 2008. p. 31.
Journal of Diabetes and Endocrinology 29. Yunianita D, Carabelly AN, Apriasari ML.
2012; 3(6): 77-79. Perbandingan efek bakterisidal jus stroberi
16. Nagalingam S, Sasikumar CS, Cherian KM. (Fragaria x ananassa) 50% dan Povidone
Extraction and preliminary phytochemical iodine 1% terhadap Streptococcus mutans in
screening of active compounds in Morinda vitro. Dentino Jurnal Kedokteran Gigi 2013;
citrifolia fruit. Asian Journal of I(1): 40.
Pharmaceutical and Clinical Research 2012; 30. Dahlan MS. Statistik untuk kedokteran dan
5(2): 179. kesehatan. Jakarta: Penerbit Salemba
17. Soenanto H. 100 resep sembuhkan Medika; 2012. p. 89.
hipertensi, asam urat, dan obesitas. Jakarta: 31. Sholehah DN. Pengukuran kandungan
Penerbit PT. Alex Media Komputindo skopoletin pada beberapa tingkat
Kelompok Gramedia; 2009. p. 82. kematangan buah mengkudu (Morinda
18. Dewi FK. Aktivitas antibakteri ekstrak citrifolia Liin) dengan metode KLT
etanol buah mengkudu (Morinda citrifolia, densitometri. Agrovigor 2010; 3(1): 4.
L) terhadap bakteri pembusuk daging segar. 32. Goyal D, Sharma S, Mahmood A. Inhibition
Skripsi. Surakarta: Fakultas Matematika dan of dextransucrase activity in Streptococcus
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas mutans by plant phenolics. Indian Journal of
Maret; 2010. p. 26. Biochemistry and Biophysics 2013; 50(1):
19. Harvey RA, Champe PC, Fisher BD. 53.
Microbiology. 2nd Ed. Philadelphia: 33. Ferrazano GF, Amato I, Ingenito A, Zarrelli
Lippincott's Illustrated Reviews; 2007. p. 79. A, Pinto G, and Pollio A. Plant polyphenols
20. Deng DM, Urch JE, ten Cate JM, Rao VA, and their anti cariogenic properties : A
van Aalten DM, Crielaard W. Streptococcus Review. Multidisciplinary Digital Publishing
mutans SMU.623c codes for a functional, Institude 2011; 16: 1486.
7 8

DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 1. Maret 2014

Laporan Penelitian

GAMBARAN KLINIS KELAINAN MUKOSA RONGGA MULUT PADA LANSIA DI


PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI SEJAHTERA BANJARBARU

Ayu Asih P, Maharani L. Apriasari, Siti Kaidah


Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Indonesia

ABSTRACT

Background: The aging process decreased function of organs and other physical changes. One of the
changes that occur in the elderly as a result of the decline in organ function and decreased cell function is a
change in the oral mucosa such as the mucosa looks slick shiny (no stipling on the gingiva), pale, dry, easily
irritated, bleeding and swelling. Purpose: The purpose of this study was to determine the clinical features of
oral mucosal abnormalities in the elderly in Tresna Werdha Budi Sejahtera Nursing Home Banjarbaru.
Methods: This study was descriptive observational with descriptive analysis. Samples were taken by using
purposive sampling technique as many as 56 elderly. The data were obtained by direct interview and clinical
examination using a dental mirror. Results: The results showed that the clinical features of oral mucosal
abnormalities were found fissured tongue, coated tongue, xerostomia, geographic tongue, sublingual
varikositis, angular chelitis, and denture hyperplasia. The most commonly clinical features of oral mucosal
abnormalities were fissured tongue (51.78%) and coated tongue (48.21%). Conclusion: Based on the research
conducted, it was concluded that the clinical features of oral mucosal abnormalities most commonly found in the
elderly in Tresna Werdha Budi Sejahtera Nursing Home Banjarbaru was fissured tongue.

Key words: clinical features of mucosal abnormalities, elderly, Tresna Werdha Budi Sejahtera Nursing Home
Banjarbaru

ABSTRAK

Latar belakang : Pada proses penuaan terjadi penurunan fungsi organ tubuh dan berbagai perubahan
fisik lainnya. Salah satu perubahan yang terjadi pada lansia akibat dari penurunan fungsi organ tubuh dan
penurunan fungsi sel adalah perubahan pada rongga mulut seperti mukosa tampak licin mengkilap (tidak ada
stipling pada gingiva), pucat, kering, mudah mengalami iritasi, perdarahan dan pembengkakan. Tujuan:
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran klinis kelainan mukosa rongga mulut pada lansia di Panti
Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
observasional. Sampel diambil dengan menggunakan metode purposive sampling sebanyak 56 lansia. Data
diperoleh dengan cara melakukan wawancara langsung dan pemeriksaan klinis dengan menggunakan kaca
mulut. Data dianalisis menggunakan analisis deskriptif. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran
klinis kelainan mukosa rongga mulut yang ditemukan pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Sejahtera Banjarbaru adalah fissured tongue, coated tongue, xerostomia, geographic tongue, sublingual
varikositis, angular chelitis, and denture hiperplasia. Gambaran klinis kelainan mukosa rongga mulut yang
paling banyak ditemukan adalah fissured tongue (51,78%) dan coated tongue (48,21%). Kesimpulan:
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa gambaran klinis kelainan mukosa
rongga mulut yang paling banyak ditemukan pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera
Banjarbaru adalah fissured tongue.

Kata kunci: gambaran klinis kelainan mukosa, lansia, Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru

Korespondensi : Ayu Asih P., Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung
Mangkurat. Jalan Veteran Banjarmasinn 128 B Kalsel, ayu_pertiwi29@yahoo.co.id
Asih P : Gambaran Klinis Kelainan Mukosa Rongga Mulut Pada Lansia 8

PENDAHULUAN bawah naungan pemerintah Provinsi Kalimantan


Selatan. Sampai saat ini belum ada penelitian
Keberhasilan pembangunan di bidang tentang kelainan mukosa rongga mulut pada lansia
kesehatan telah meningkatkan kualitas kesehatan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera
masyarakat dan usia harapan hidup. Kondisi Banjarbaru. Berdasarkan survei lapangan, seminggu
demikian memungkinkan penduduk untuk sekali para lansia di Panti Sosial Tresna Werdha
menikmati usia lebih panjang.1 Indonesia adalah Budi Sejahtera Banjarbaru hanya diperiksa
salah satu negara berkembang yang berhasil dalam kesehatannya saja bukan kesehatan mulut, sehingga
pembangunan khususnya pembangunan bidang perlu dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui
kependudukan, keluarga berencana dan kesehatan. kelainan mukosa rongga mulut pada lansia di Panti
Salah satu yang menonjol adalah semakin Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru.
meningkatnya usia harapan hidup penduduk Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk
Indonesia.2 mengetahui gambaran klinis kelainan mukosa
Jumlah lansia pada tahun 1970 diperkirakan rongga mulut pada lansia di Panti Sosial Tresna
hanya sekitar 2 juta, sedangkan pada tahun 1990 Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru.
telah mengalami peningkatan hampir 6 kali lipat
atau berkisar 11,3 juta dari jumlah penduduk yang BAHAN DAN METODE
ada. Tahun 2000 jumlah lansia mengalami
peningkat lagi menjadi 15,3 juta, dan pada tahun Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif
2010 yang lalu jumlah lansia diperkirakan telah observasional yang diperoleh dari anamnesa dan
sama dengan jumlah anak balita, yaitu sekitar 24 pemeriksaan klinis pada rongga mulut lansia.
juta atau hampir 10 persen dari seluruh jumlah Populasi pada penelitian ini adalah semua lansia
penduduk Indonesia. Menurut perkiraan badan yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Budi
kesehatan dunia WHO, tahun 2020 jumlah Sejahtera Banjarbaru. Sampel pada penelitian ini
penduduk lansia di Indonesia akan mengalami diambil dengan purposive sampling. Sampel adalah
kenaikan yang sangat besar, sehingga pada tahun populasi di Panti Sosial Tresna Werdha Budi
tersebut jumlah lansia di Indonesia diperkirakan Sejahtera Banjarbaru yang memenuhi kriteria
mencapai 11,34 persen dari jumlah pendudukan inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi : Usia ( ≥ 60
yang ada, atau sekitar 28,8 juta (2). Populasi lansia tahun), bersedia menandatangani informed consent,
di Provinsi Kalimantan Selatan seluruhnya sehat berdasarkan anamnesis. Kriteria eksklusi :
mencapai 53.880 orang tersebar di 13 Lansia yang tidak kooperatif, mengalami kesulitan
kabupaten/kota.3 dalam membuka mulut, hanya bisa berbaring
Bersamaan dengan bertambahnya usia terjadi ditempat tidur.
pula penurunan fungsi organ tubuh dan berbagai Variabel yang diteliti pada penelitian ini
perubahan fisik. Penurunan ini terjadi pada semua adalah kelainan mukosa rongga mulut pada lansia.
tingkat seluler, organ, dan sistem. Hal ini Penelitian ini dilakukan di Panti Sosial Tresna
mengakibatkan terjadinya peningkatan kejadian Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru. Peneliti datang
penyakit pada lansia, baik akut maupun kronik. ke Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera
Meningkatnya gangguan penyakit pada lansia dapat Banjarbaru dan memberikan penjelasan tentang
menyebabkan perubahan pada kualitas hidup.4 manfaat dan prosedur penelitian yang akan
Penelitian yang dilakukan oleh Mozafari, dkk dilakukan. Peneliti memberikan lembar persetujuan
terhadap 237 lansia di Mashhad Iran menemukan (informed consent) sebagai tanda persetujuan
bahwa pada 98% lansia memiliki satu lesi mukosa, menjadi subyek penelitian. Kemudian dilakukan
yang paling umum terjadi adalah fissured tongue anamnesa dan pemeriksaan klinis pada rongga
66,5%, atrophic glossitis 48,8%, sublingual mulut lansia dengan menggunakan kaca mulut.
varicosity 42% dan xerostomia 38%. Xerostomia Kelainan mukosa rongga yang ditemukan di catat di
lebih banyak mengenai usia 70-79 tahun di formulir penilaian. Data yang sudah terkumpul
bandingkan usia 60-69 tahun.5 Penelitian Mayvira S kemudian ditabulasi dan analisis data dilakukan
terhadap 100 lansia di Medan menunjukan seluruh dengan cara perhitungan persentase setiap lesi-lesi
lansia mengalami lesi-lesi mukosa mulut. Lesi mukosa mulut yang terlihat pada lansia.
mukosa mulut yang terbanyak ditemukan pada
lansia adalah pigmentasi sebesar 77%, sublingual HASIL PENELITIAN
varikositis 76%, coated tongue 69%, fissured
tongue 55%, keratosis 17%, granula fordyce 14%, Hasil penelitian gambaran klinis kelainan
atropi papila lidah 10 %, traumatic ulcer 7 %, mukosa rongga mulut pada lansia di Panti Sosial
angular cheilitis 4 %, stomatitis 4 %, median Tresna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru, pada
rhomboid glossitis 1 %, black hairy tongue 1 % dan bulan Juni dan Juli 2013. Diperoleh subjek
fibroma 1 %.6 penelitian sebanyak 56 orang lansia, berdasarkan
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera jenis kelamin, subjek penelitian yang berjenis
adalah panti sosial untuk lansia yang berada di
9 Dentino (Jur.Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 7- 12

kelamin laki-laki berjumlah 24 orang dan


perempuan berjumlah 32 orang.
Kelompok usia berdasarkan WHO adalah
lansia (elderly) berjumlah 38 orang yaitu 20 orang
laki-laki dan 18 orang perempuan, kelompok usia 35 29
30 27

Jumlah
tua (old) 15 orang, 4 orang laki-laki dan 11 orang 25
perempuan, sedangkan untuk kelompok usia sangat 20
tua (very old) berjumlah 3 orang semuanya 15
perempuan. 10 6
3 3 3 1
Pada penelitian ini, didapatkan dari 56 orang 5
0
lansia yang diperiksa 47 orang diantaranya
(83,92%) memiliki kelainan mukosa rongga mulut.
Kelainan mukosa rongga mulut pada lansia yang
terbanyak terjadi pada lidah, yaitu fissured tongue
dialami 29 orang (51,78%), diikuti coated tongue
dialami 27 orang (48,21%) dan yang paling sedikit
ditemukan kelainan mukosa rongga mulut pada
lansia adalah denture hyperplasia dialami 1 orang Kelainan Mukosa Rongga Mulut
(1,78%).
Gambar 3. Diagram gambaran klinis kelainan
mukosa rongga mulut pada lansia di Panti Sosial
Tresna Werda Budi Sejahtera Banjarbaru

PEMBAHASAN

Seiring dengan menurunnya fungsi sistem


imun terjadi peningkatan respon autoimun tubuh.7
Berat dan ukuran kelenjar timus mengalami
penurunan dengan bertambahnya usia, seperti
halnya kemampuan diferensiasi sel T. Hilangnya
proses diferensiasi sel T menyebabkan tubuh salah
mengenali sel yang tua dan tidak beraturan sebagai
benda asing sehingga tubuh menyerang sel tersebut.
Penuaan menyebabkan sel limfosit T kurang
merespon terhadap adanya antigen sehingga jumlah
sel limfosit sitotoksik yang melawan suatu infeksi
Gambar 1. Gambaran klinis fissured tongue lebih sedikit.8,9
Pertahanan tubuh pada lansia terhadap
organisme asing akan mengalami penurunan,
seiring dengan bertambahnya usia baik dari fungsi
organ tubuh maupun dari perubahan fisik. Hal
tersebut mengakibatkan terjadinya peningkatan
kejadian penyakit yang dapat menyertai lansia.
Penyakit sistemik ini dapat menjadi salah satu
faktor predisposisi timbulnya kelainan mukosa
rongga mulut. 4,7
Mukosa mulut manusia dilapisi oleh sel epitel
yang memiliki fungsi utama sebagai barier terhadap
pengaruh-pengaruh lingkungan baik dalam maupun
luar mulut. Saliva pada orang tua mengandung total
protein dalam jumlah lebih sedikit dan protein
kualitatif serta elektrolit yang berbeda, dengan pH
dan kemampuan serta bufer yang lebih kecil
dibandingkan orang yang lebih muda. Pertambahan
usia menyebabkan sel epitel pada mukosa mulut
mulai mengalami penipisan, berkurangnya
keratinasi, berkurangnya kapiler dan suplai darah
Gambar 2. Gambaran klinis coated tongue serta penebalan serabut kolagen pada lamina
propia. Hal ini dapat menyebabkan perubahan
secara klinis pada mukosa dan dapat menyebabkan
Asih P : Gambaran Klinis Kelainan Mukosa Rongga Mulut Pada Lansia 10

penurunan senstivitas mukosa rongga mulut menyusui, persepsi sensasi rasa, termasuk
terhadap iritasi.10 perubahan termal, rangsangan rasa sakit, serta
Menurut Cebeci, dkk prevalensi kelainan membantu dalam perkembangan rahang.16
mukosa rongga mulut lebih banyak ditemukan pada Kelainan pada lidah memiliki proporsi yang
lansia dibandingkan dengan orang yang lebih muda, cukup besar dari kelainan mukosa yang lain.
meskipun usia bukan merupakan faktor utama Penelitian epidemiologi telah menunjukkan tingkat
penyebab terjadinya kelainan mukosa rongga prevalensi yang bervariasi di berbagai belahan
mulut.12 Adanya kebiasan seperti merokok, dan dunia. Diduga perbedaan dalam tingkat prevalensi
menyirih juga dapat berpengaruh dalam timbulnya berhubungan dengan etnis atau faktor ras,
kelainan mukosa rongga mulut. Kebiasaan merokok kebiasaan merokok dan perbedaan gender antara
yang sering dilakukan lansia dimasa lalunya dapat populasi yang diteliti, di samping status kesehatan
mempengaruhi fungsi aliran saliva sehingga umum dan kriteria diagnostik yang digunakan di
menyebabkan xerostomia, hal ini terjadi karena setiap penelitian. Lesi pada lidah dilaporkkan lebih
interaksi antara asap rokok dan aliran saliva umum terjadi pada orang yang memiliki penyakit
sehingga aliran saliva menjadi berkurang.13 hematologis, diabetes mellitus, dermatologis dan
Kelainan mukosa rongga mulut yang beberapa penyakit gastrointestinal.16,17
terbanyak ditemukan adalah fissured tongue Berdasarkan penelitian ini didapat bahwa
(51,78%) dan coated tongue (48,21%). Jumlah perempuan lebih banyak memiliki jumlah kelainan
kelainan mukosa rongga mulut yang banyak mukosa rongga mulut dibandingkan dengan laki-
ditemukan pada lansia berjumlah 1 kelainan laki, dan jenis kelainan mukosa rongga mulut yang
mukosa rongga mulut, ditemukan pada 27 orang banyak dialami oleh perempuan adalah fissured
lansia atau (48,21%). Hasil penelitian ini berbeda tongue. Hasil penelitian ini serupa dengan hasil
bila dibandingkan dengan hasil penelitian yang yang diperoleh Cebeci et al yang menyatakan
dilakukan oleh Mayvira S di Medan yang bahwa fissured tongue lebih banyak dialami oleh
menemukan bahwa dari 100 orang lansia yang perempuan dibandingkan laki-laki.12 Dari berbagai
diperiksa seluruhnya menunjukan adanya kelainan penelitian ada yang menyebutkan bahwa fissured
mukosa rongga mulut, dan kelainan mukosa tongue banyak di alami oleh laki-laki dan ada juga
rongga mulut yang paling banyak dijumpai pada yang menyebutkan bahwa perempuan lebih banyak
lansia adalah pigmentasi sebesar 77% dan mengalami kelainan tersebut. Contohnya penelitian
sublingual varikositis sebesar 76%.6 Diduga yang dilakukan oleh Jainkittivong tentang lesi pada
perbedaan ini karena kebiasaan dari lansia di panti lidah yang menyebutkan bahwa laki-laki lebih
jompo tersebut yang memiliki kebiasaan merokok banyak mengalami fissured tongue dan kelainan
cukup tinggi yang dapat menyebabkan persentase lidah lain nya di bandingkan perempuan, sedangkan
pigmentasi jauh lebih tinggi. penelitian yang dilakukan oleh Al Mobeeriek dan
Penyebab banyaknya fissured tongue yang di Aldosari menemukan bahwa fissured tongue lebih
alami oleh lansia selain di duga dikarenakan banyak pada wanita. Sebenarnya untuk kasus
pertambahnya usia, termasuk juga adanya faktor fissured tongue tidak ada perbedaan jenis kelamin
hiposalivasi, diabetes melitus, kandidiasis dan yang signifikan, untuk kemungkinan terjadi
kekurangan vitamin B, yang dapat berkontribusi kelainan tersebut.18,19,20
dalam perkembangan fissured tongue. Fissured Kasus keganasan tidak dijumpai dalam
tongue umumnya terjadi pada penderita sindrom penelitian ini, karena penelitian ini hanya dilakukan
down, acromegaly, psoriasis, sindrom sjögren dan dengan menggunakan pemeriksaan klinis saja.
sindrom Melkersson - Rosenthal yang ditandai oleh Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
fissuring parah, edema orofacial dan kelumpuhan Cebeci dan Mujica yang menemukan lesi-lesi
saraf wajah. Sebagian besar penderita fissured keganasan seperti squamous sel karsinoma,
tongue tidak mengalami gejala, namun gejala adenokarsinoma dan leukoplakia dengan prevalensi
seperti nyeri saat makan asam dan minum dapat yang cukup rendah.12,14 Hasil penelitian ini juga
terjadi jika celah fissured dalam. Celah tersebut menemukan bahwa pada 9 orang lansia atau
dapat berperan sebagai tempat penumpukan partikel (16,07%) tidak ditemukan adanya kelainan mukosa
makanan dan bakteri yang dapat menyebabkan rongga mulut. Hal ini disebabkan karena penuaan
peradangan di lidah.15,16 bukan merupakan satu-satunya faktor penyebab
Lokasi kelainan mukosa rongga mulut yang terjadinya kelainan mukosa rongga mulut, tetapi
terbanyak dijumpai adanya kelainan pada penelitian ada faktor lain yang dapat mempengaruhi
ini adalah di lidah sebesar 78,57%. Hasil ini sama timbulnya kelainan mukosa rongga mulut seperti
seperti penelitian yang dilakukan oleh Mayvira S di trauma, efek obat, kebersihan rongga mulut,
Medan yang menemukan bahwa lokasi terbanyak budaya, sosial ekonomi, dan tingkat pengetahuan.14
dari kelainan mukosa rongga mulut adalah pada Fissured tongue adalah suatu keadaan variasi
lidah.6 Pada dasarnya lidah adalah organ kompleks, dari anatomi lidah normal yang terdiri atas fisura
otot yang ditutupi oleh epitel dan melakukan garis tengah, fisura ganda atau multiple pada
banyak fungsi seperti berbicara, menelan, permukaan lidah yang membujur dari depan ke
11 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 7- 12

belakang dan memiliki berbagai pola. Adanya celah kualitas hidup pada lanjut usia. Jakarta: FK
fisur tersebut dapat menyebabkan peradangan Universitas Trisakti; 2007;26(4): 188.
sekunder dan halitosis sebagai akibat dari 5. Mozafari PM, Dalirsani Z, Delavarian Z,
penumpukan makanan, sehingga dianjurkan untuk Amirchaghmaghi M, Shakeri, Esfandyari A,
selalu menjaga kebersihan lidah.11 et al. Prevalence of oral mucosal lesion in
Coated tongue adalah suatu keadaan dimana institutionalized elderly people in Mashhad
permukaan lidah terlihat berwarna putih atau Northeast Iran. Gerodontology. 2011;1-3.
berwarna lain yang merupakan tumpukan dari 6. Mayvira S. Prevalensi dan distribusi lesi-lesi
debris, sisa-sisa makanan dan mikroorganisme yang mukosa mulut pada manusia lanjut usia di
terdapat pada permukaan dorsal lidah.12 Panti Jompo Abdi Darma Asih Binjai
Dari hasil penelitian ini ditemukan beberapa Sumatera Utara [skripsi]. Medan: FKG
kelainan rongga mulut yang persentasenya lebih Universitas Sumatera Utara; 2009.
tinggi dibandingkan dengan penelitian Cebeci di 7. Stanley M, Beare P G. Buku ajar
Turki terutama untuk kelainan pada lidah yaitu keperawatan gerontik. 2th ed. Jakarta: EGC;
coated tongue sebesar 2,1%, fissured tongue 1%, 2006. p. 11-17.
geographic tongue 0,3%.12 Dari perbandingan ini 8. Sue E M. Gerontologic nursing founth
dapat terlihat bahwa angka kejadian kelainan edition. 4th ed. America: Elseviar Mosby;
mukosa rongga mulut pada lansia di Panti Sosial 2011. p.19.
Tresna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru cukup 9. Arina YMD. Pengaruh aging terhadap
tinggi. Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya sistem imun. JKM. 2003;3(1): 54-56.
menjaga kebersihan rongga mulut dan kurangnya 10. Barnes IE, Angus W. Perawatan gigi terpadu
pengetahuan mengenai cara menjaga kesehatan untuk lansia. Jakarta: EGC; 2006. p. 43-53.
rongga mulut. 11. Pindborg J.J. Atlas penyakit mukosa mulut.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat Jakarta: Binarupa Aksara; 2009. p. 58 – 222.
disimpulkan bahwa gambaran klinis kelainan 12. Cebeci ARI, Gulsahi A, Kamburoglu K,
mukosa rongga mulut yang didapat di Panti Sosial Orhan BK, Oztas B. Prevalence and
Tresna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru adalah distribution of oral mucosal lesions in an
fissured tongue, coated tongue, xerostomia, adult Turkish population. Med Oral Pato.
geographic tongue, sublingual varikositis, angular 2009;1;14 (6):E272-7.
chelitis, dan denture hiperplasia. Kelainan mukosa 13. Thomson WM, Lawrence HP, Broadbent
rongga mulut yang paling banyak ditemukan adalah JM, Poulton R. The impact of xerostomia on
fissured tongue (51,78%) dan coated tongue oral health–related quality of life among
(48,21%). younger adults. Health Qual Life Outcomes.
Data penelitian ini hendaknya memotivasi 2006;4:86.
pengurus Panti Sosial Tresna Werdha Budi 14. Mujica V, Rivera H, Carrero M. Prevalence
Sejahtera Banjarbaru agar dapat menghimbau para of oral soft tissue lesion in an elderly
penghuni panti untuk lebih menjaga dan Venezuelan population. Med Oral Pato.
memperhatikan kesehatan gigi dan mulut, serta 2008;1;3(5):E270-4.
diharapkan dapat bekerjasama dengan dokter gigi 15. Patil S, Kaswan S, Rahman F, Doni B.
atau tenaga medis daerah setempat dalam rangka Prevalence of tongue lesions in the Indian
meningkatkan kesehatan rongga mulut lansia. Hal population. J Clin Exp Dent. 2013;5(3):E
ini diharapkan dapat menurunkan terjadinya 128-32.
kelainan mukosa rongga mulut pada lansia. 16. Byahati SM, Ingafou MS. The prevalence of
tongue lesions in Libyan adult patients. J
Clin Exp Dent. 2010;2(4):E 163-8.
DAFTAR PUSTAKA 17. Darwazeh AM, Almelaih AA. Tongue lesion
in a Jordanian population. Prevalence,
1. Hendrizal. Lansia dan agenda ke depan. symptoms, subject’s knowledge and
Harian umum pelita [internet]. 2008 [akses tretment provided. Med Oral Pato.
2013 Mar 8]; Available from: 2011;16(6):E 745-9.
http://www.pelita.or.id/baca.php/id=45106 18. Gaphor SM, Abdullah MJ. Prevalence sex
2. Prawirno MD. Usia harapan hidup distribution of oral lesions in patients
bertambah panjang. Ed 137. Jakarta: attending an oral diagnosis clinic in
Gemari; 2012. p. 56. Sulaimani University. J Bagh College Den.
3. Sumarno S, Naenggolan T, Gunawan, Mumi 2011;23(3):67-69.
R. Evaluasi program jaminan sosial lanjut 19. Jainkittivong A, Aneksuk V, Langlais RP.
usia (JSLU). Jakarta: P3KS Press (Anggota Tongue lesions: prevalence and association
IKAPI); 2011. p. 16 – 27. with gender, age and health-affected
4. Wangsarahardja K, Olly VD, Eddy K. behaviors. Cu Dent J. 2007;30:269-78.
Hubungan status kesehatan mulut dan
Asih P : Gambaran Klinis Kelainan Mukosa Rongga Mulut Pada Lansia 12

20. Al-Mobeeriek A, Aldosari AM. Prevalence


of oral lesions among Saudi dental patients.
Ann Saudi Med [internet]. 2009 [cited 2014
Feb 5]; 29(5);365-8. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/P
MC3290046/
13

DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 1. Maret 2014

Laporan Penelitian

PERBEDAAN INDEKS KARIES ANTARA MALOKLUSI RINGAN DAN BERAT


PADA REMAJA DI PONPES DARUL HIJRAH MARTAPURA

Rosihan Adhani, Rizal Hendra Kusuma, Widodo, Sapta Rianta


Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin

ABSTRACK

Background: Malocclusion is a big problem in oral health and taking of third position after dental
caries and periodontal disease. Malocclusion is deviation in dento-facial growth that may interfere chewing
process, swallowing, speech, and facial harmony. The data shows malocclusion prevalence at adolescences was
still high, which is in the age group 10-14 years by 29,9 % and the age group 15-24 years by 30,6 %. According
to some studies there is a relationship between dental caries and malocclusion especially in teeth crowding.
Purpose: The purpose of this study was to determine differences in caries index between mild malocclusion and
severe malocclusion. Methods: This research was descriptive study with cross sectional analytic. Samples were
adolescents (13-17 years old) in Ponpes Darul Hijrah Martapura and randomly selected. The sample were 100
students consisting of 50 adolescents with mild malocclusion and 50 adolescents with heavy malocclusion.
Results: The results showed that adolescents with mild malocclusionin in very low category of caries index had
the largest score 1,7 whereas adolescents with severe malocclusions in very high category of caries index had
the largest score 36. Conclusion: The conclusion, there was difference of caries index between mild
malocclusion and severe malocclusion in adolescents at Darul Hijrah Boarding School Martapura.

Keywords: malocclusion, dental caries, DMF-T index

ABSTRAK

Latar Belakang: Maloklusi merupakan masalah yang cukup besar dalam kesehatan gigi dan mulut,
maloklusi berada pada urutan ketiga setelah karies gigi, serta penyakit periodontal. Maloklusi adalah suatu
penyimpangan dalam pertumbuhan dento-fasial yang dapat mengganggu fungsi pengunyahan, penelanan,
bicara, dan keserasian wajah. Data menunjukan angka remaja yang bermasalah dengan gigi dan mulut masih
tinggi, yaitu pada kelompok umur 10-14 tahun sebanyak 29,9% dan 15-24 tahun sebanyak 30,6%. Menurut
beberapa penelitian terdapat hubungan antara karies gigi dengan maloklusi khususnya pada gigi berjejal.
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan indeks karies antara maloklusi ringan dan
maloklusi berat. Metode: Jenis penelitian adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel
adalah remaja dengan usia 13-17 tahun dari Ponpes Darul Hijrah Martapura yang diambil secara acak.
Sampel penelitian ini berjumlah 100 orang siswa-siswi yang terdiri dari 50 remaja dengan maloklusi ringan dan
50 remaja dengan maloklusi berat. Hasil: Hasil penelitian indeks karies terbanyak pada remaja dengan
maloklusi ringan adalah kategori sangat rendah 17 orang, sedangkan indeks karies terbanyak pada remaja
dengan maloklusi berat adalah kategori sangat tinggi 36 orang. Kesimpulan: Terdapat perbedaan indeks karies
gigi antara maloklusi ringan dan maloklusi berat pada remaja di Ponpes Darul Hijrah Martapura.

Kata-kata kunci: maloklusi, karies gigi, indeks DMF-T

Korespondensi: Rizal Hendra Kusuma, Program Studi Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat, Jl. Veteran 128B, Banjarmasin 70249, Kalimantan Selatan, e-mail:
swatagent21@yahoo.com
Kusuma : Perbedaan Indeks Karies Antara Maloklusi Ringan Dan Berat 14

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE

Ortodontik merupakan salah satu cabang ilmu Penelitian ini menggunakan metode penelitian
kedokteran gigi yang mempelajari pertumbuhan deskriptif analitik dengan pendekatan cross
wajah, perkembangan gigi, dan oklusi, serta sectional. Bahan yang digunakan adalah air
mempelajari diagnosis, pencegahan, dan perawatan mineral, pasta gigi, alginat dan gips stone/ gypsum
anomali oklusi1. Oklusi merupakan hubungan tipe III. Alat yang digunakan dalam penelitian ini,
antara permukaan oklusal gigi-geligi atas dan antara lain indeks HMAR, indeks DMF-T, kaca
bawah. Penyimpangan terhadap oklusi normal mulut, sonde, masker, sarung tangan, alat tulis,
disebut maloklusi2. Maloklusi merupakan suatu formulir, sliding caliver, sikat gigi, sendok cetak,
penyimpangan dalam pertumbuhan dento-fasial spatula, dan bowl.
yang dapat mengganggu fungsi pengunyahan, Populasi penelitian ini adalah semua remaja
penelanan, bicara, dan keserasian wajah3. Maloklusi yang berstatus pelajar di Ponpes Darul Hijrah
merupakan masalah yang cukup besar dalam Martapura dengan rentang usia 13 – 17 tahun.
kesehatan gigi dan mulut, maloklusi berada pada Teknik pengambilan sampel adalah purposive
urutan ke tiga setelah karies gigi, serta penyakit sampling. Jumlah sampel yang diambil pada
periodontal. Beberapa peneliti di bidang ortodonti penelitian ini adalah 100 dengan rincian 50 sampel
mengatakan bahwa maloklusi pada remaja pada kategori maloklusi ringan dan 50 sampel pada
Indonesia usia sekolah menunjukkan angka yang kategori maloklusi berat dengan kriteria inklusi:
tinggi3. Prevalensi maloklusi remaja Indonesia menyetujui informed consent, sehat, tidak terdapat
mulai tahun 1983 sebesar 90% dan pada tahun 2006 kelainan sistemik saat anamnesa, dan terdapat
sebesar 89%4. maloklusi ringan atau berat. Kriteria eksklusi dalam
Persentase penduduk bermasalah gigi dan penelitian ini adalah remaja yang masih terdapat
mulut di Kalimantan Selatan adalah sebesar 29,2%. gigi desidui atau gigi susu, remaja dengan oklusi
Kabupaten Banjar merupakan daerah yang normal, dan sedang menggunakan peranti ortodonti.
memiliki persentase cukup besar dalam kasus Variabel yang diteliti pada penelitian ini
kesehatan gigi dan mulut (31,6%). Data adalah indeks karies antara maloklusi ringan dan
menunjukan angka remaja bermasalah gigi-mulut berat remaja Ponpes Darul Hijrah Martapura.
pada kelompok umur 10-14 tahun sebanyak 29,9% Pengambilan sampel dari populasi dengan cara
dan 15-24 tahun sebanyak 30,6%, dengan penduduk acak. Sampel diperiksa maloklusinya secara
umur 12 tahun ke atas yang memiliki fungsi gigi observasi, kemudian dilakukan pencetakan rahang
tidak normal sebanyak 16,6%. Karies atau gigi atas dan bawah.
berlubang merupakan salah satu masalah kesehatan Selanjutnya dilakukan pengisian cetakan
gigi dan mulut yang cukup tinggi di Kalimantan dengan gips stone/stone tipe III dengan segera,
Selatan, hal ini dapat dilihat dengan tingginya untuk menentukan maloklusi ringan atau berat
angka karies aktif remaja di Kalimantan Selatan model gigi-geligi sampel di hitung menggunakan
pada umur 12 tahun (39,6%), 15 tahun (52,3%), dan indeks HMAR. Berikutnya dilakukan pemeriksaan
18 tahun (62,9%). Salah satu cara menentukan DMF-T untuk menentukan indeks karies. Hasil
angka pengalaman karies gigi seseorang adalah pemeriksaan dicatat dalam lembar perhitungan dan
dengan indeks Decayed Missing Filled-Tooth dilanjutkan pengumpulan data. Analisis data yang
(DMF-T). Angka indeks DMF-T Kabupaten Banjar digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan
cukup tinggi dibandingkan daerah lainnya di analisis deskriptif.
Kalimantan Selatan yaitu sebanyak 7,85.
Prevalensi maloklusi pada anak-anak pedesaan HASIL PENELITIAN
menurut penelitian Agusni (2007) sedikit lebih
tinggi dibandingkan anak-anak di kota. Tingginya Hasil penelitian perbedaan indeks karies
prevalensi maloklusi tersebut dikarenakan sulitnya antara maloklusi ringan dan berat pada remaja di
mendapatkan informasi mengenai kesehatan dan Ponpes Darul Hijrah Martapura dapat dilihat pada
kurangnya pengawasan dari orang tua atau Gambar 1., Gambar 2., dan Gambar 3.
pengasuh terhadap kesehatan anak asuhnya3.
Menurut Margherita (2009), karies gigi dapat
disebabkan oleh faktor internal dan eksternal.
Maloklusi merupakan salah satu faktor internal
yang dapat menyebabkan terjadinya karies gigi,
seperti pada hasil penelitian Gabris (2006),
beberapa anomali gigi seperti gigi berjejal
menyebabkan retensi plak dan memicu terjadinya
karies6.
15 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 13 - 17

60 Usia besar mengalami maloklusi ringan (56%). Hasil


Persentase (%)
13 Tahun
penelitian menunjukkan dari 100 sampel, remaja
laki-laki lebih sering mengalami maloklusi. Remaja
40 14 Tahun laki-laki yang mengalami maloklusi sebanyak 58
15 Tahun orang dan remaja perempuan sebanyak 42 orang.
20
16 Tahun Gambar 3 menunjukkan dari 100 sampel yang
diperiksa. Frekuensi untuk kelompok maloklusi
0 17 Tahun
ringan dengan kategori indeks karies sangat rendah
Mal Ringan Mal
Maloklusi Berat
Maloklusi sebanyak 17 orang, kategori rendah sebanyak 13
Ringan Berat
orang, kategori sedang sebanyak 11 orang, kategori
tinggi sebanyak 7 orang, dan kategori sangat tinggi
Gambar 1. Data Insidensi Maloklusi Ringan dan Berat sebanyak 2 orang. Frekuensi untuk kelompok
pada Remaja di Ponpes Darul Hijrah maloklusi berat dengan kategori indeks karies
Martapura Berdasarkan Usia sangat rendah sebanyak 2 orang, kategori rendah
sebanyak 2 orang, kategori sedang sebanyak 2
orang, kategori tinggi sebanyaak 10 orang, dan
80 Jenis Kelamin kategori sangat tinggi sebanyak 34.
60 Laki-laki
Persentase (%)

40 Perempuan

20

0
Maloklusi
Mal Maloklusi
Ringan Mal Berat
Ringan Berat

Gambar 2. Data Insidensi Maloklusi berdasarkan Jenis


Kelamin pada Remaja di Ponpes Darul Hijrah
Martapura
Gambar 4. Salah satu pemeriksaan maloklusi pada
sampel penelitian
40 Indeks DMF-T
Jumah (orang)

30 Sangat Rendah
Rendah
20
Moderat
10 Tinggi

0 Sangat Tinggi
Maloklusi
Mal Ringan Maloklusi
Mal Berat
Ringan Berat

Gambar 3. Hubungan Karies Gigi pada Remaja yang


Mengalami Maloklusi di Ponpes Darul Hijrah
Martapura
Gambar 5. Pemeriksaan indeks karies pada sampel
penelitian
Gambar 1 diketahui bahwa usia 13 tahun
merupakan usia dengan jumlah sampel paling PEMBAHASAN
banyak pada kelompok maloklusi ringan sebanyak
21 orang (42 %). Usia 14 tahun merupakan usia Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan
dengan jumlah sampel paling banyak pada laki-laki sedikit lebih banyak mengalami maloklusi.
kelompok maloklusi berat sebanyak 24 orang (48 Salah satu penyebabnya adalah remaja perempuan
%). Dari hasil penelitian didapatkan bahwa lebih memperhatikan penampilan mereka
maloklusi lebih banyak terjadi pada remaja dengan dibandingkan dengan remaja laki-laki. Hal ini
usia 13-14 tahun. berkaitan dengan pentingnya penampilan mereka
Data pada Gambar 2 menunjukkan remaja saat bersosialisasi dengan teman sebaya. Selain itu,
laki-laki lebih sering mengalami maloklusi berat anak laki-laki juga acuh atau kurang
(72%), sedangkan remaja perempuan sebagian memperhatikan penampilan mereka7.
Kusuma : Perbedaan Indeks Karies Antara Maloklusi Ringan Dan Berat 16

Seperti penelitian Ahangar (2007) yang rahang yang memicu terjadinya karies gigi di sisi
meneliti prevalensi maloklusi pada anak umur 6-18 yang tidak melakukan pengunyahan. Gigi geligi
tahun, prevalensi maloklusi pada usia 12-14 tahun pada sisi rahang yang tidak melakukan aktivitas
cukup tinggi yaitu 83,4 %. Remaja adalah usia yang pengunyahan makanan terjadi penurunan aliran
dalam tahapan perkembangan baik fisik maupun jumlah saliva yang akan menyebabkan gigi-geligi
psikologinya. Semakin dewasa seseorang, rentan terjadi karies11. Maloklusi juga berkaitan erat
kesadarannya terhadap kesehatan dan penampilan dengan penyakit periodontal. Kelainan hubungan
saat bersosialisasi akan bertambah8. Menurut vertikal dan horizontal gigi-geligi anterior rahang
Rochadi (2001), ada dua konsep yang mendasar atas dan bawah, pergeseran gigi, serta kelainan
dalam hal ini yaitu konsep kebutuhan yang oklusi gigi-geligi posterior dapat menyebabkan
dirasakan. Konsep ini menjelaskan bahwa kerusakan jaringan periodontal, sehingga dapat
seseorang melakukan perawatan karena adanya menyebabkan karies gigi pada daerah servikal gigi-
kesadaran dan perubahan psikososial pada diri geligi12.
remaja yang menginginkan penampilan yang lebih Berdasarkan hasil penelitian dapat
menarik. Konsep yang kedua adalah konsep disimpulkan terdapat perbedaan indeks karies
komparatif. Konsep ini menjelaskan perilaku antara maloklusi ringan dan berat. Indeks karies
kesehatan seseorang berdasarkan pernah tidaknya terbanyak pada maloklusi ringan termasuk dalam
mendapatkan promosi atau pengetahuan yang kategori sangat rendah. Indeks karies terbanyak
mendalam tentang kesehatan gigi secara umum9. pada maloklusi berat termasuk dalam kategori
Berdasarkan hasil penelitian Oktavia Dewi sangat tinggi.
(2007), diketahui terdapat hubungan antara jenis
kelamin dan kualitas hidup. Perbedaan ini DAFTAR PUSTAKA
disebabkan remaja perempuan lebih sensitif
terhadap perubahan hidupnya, mereka akan lebih 1. Dolce, C. Orthodontics: a review. Florida:
mudah mengeluh dibandingkan remaja laki-laki. American Dental Association Chemistry
Remaja perempuan lebih memperhatikan masalah Education Research and Practice. 2012. p. 2-3.
yang menyangkut estetis termasuk kesehatan gigi, 2. Koesoemahardja H, Indrawati A, Jenie I.
ini dibuktikan dengan banyaknya perempuan yang Tumbuh Kembang Kraniodentofasial. Jakarta:
melakukan perawatan keadaan maloklusinya, Fakutas Kedokteran Gigi Trisakti. 2009. p. 29-
dibandingkan laki-laki karena merasa tidak nyaman 39.
dengan bentuk wajahnya7. Salah satu faktor yang 3. Adzimah FS. Gambaran Derajat Keparahan
menyebabkan remaja perempuan lebih sedikit Maloklusi Menggunakan Handicapping
mengalami maloklusi adalah orang tua. Orang tua Malocclusion Assessment Record pada Siswa
cenderung lebih memperhatikan kesehatan gigi dan SMPN 1 Paciran Kabupaten Lamongan.
mulut anak perempuan mereka dibandingkan Orthodontic Dental Journal. 2011; 2(2): 19-24.
dengan laki-laki. Menurut Yaghma (2013), 4. Dinatal G, Djajasaputra W, Koesoemahardja H.
disebutkan bahwa orangtua lebih banyak mencari Studi Epidemiologis Tingkat Keparahan
perawatan ortodontik untuk anak perempuan Maloklusi pada Anak-Anak Sekolah Usia 12-15
mereka dibandingkan dengan anak laki-laki9. Tahun di DKI Jakarta. Majalah Kedokteran
Beberapa karakteristik maloklusi khususnya Gigi. 2002; 39: 381-387.
gigi berjejal berpengaruh dalam terjadinya karies 5. Tim Pelaksana Riskesdas Provinsi Kalimantan
gigi permanen. Kondisi gigi-geligi yang berjejal Selatan. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar
mengakibatkan makanan terselip disela-sela gigi Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2007.
dan menyebabkan kesulitan dalam pembersihan Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
gigi, hal ini terus berlanjut hingga sisa makan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. 2007. p
tersebut diakumulasikan oleh bakteri menjadi plak 119-133.
yang lebih sulit dibersihkan. Plak yang tidak 6. Stahl F, Grabowski R. Malocclusion and caries
dibersihkan pada permukaan gigi akan prevalence: is there a connection in the primary
menyebabkan terbentuknya karies atau gigi and mixed dentitions? Clinical Oral Investig.
berlubang10. 2004; 8(2): 86–90.
Beberapa kasus anterior open bite juga dapat 7. Dewi O. Analisis Hubungan Maloklusi dengan
menyebabkan karies gigi. Remaja dengan kondisi Kualitas Hidup pada Remaja SMU Kota Medan
ini cenderung bernafas lewat mulut dan Tahun 2007. Skripsi. Medan. Indonesia.
menyebabkan penurunan aliran saliva. Keadaan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera
mulut yang kering akibat penurunan aliran jumlah Utara. 2007. p.73.
saliva memudahkan mikroorganisme kariogenik 8. Ahangar A. Prevalence of Malocclusion in 13-
penyebab karies gigi berkembang biak9. 15 Year-old Adolescents in Tabriz. Iran: Journal
Beberapa sampel juga mengeluhkan gangguan of Dental Research. 2007. p. 14.
sendi rahang. Gangguan sendi rahang dapat 9. Sandhi A. Multidisciplinary Approach in
menyebabkan kelainan mengunyah pada satu sisi Treating Undiagnosed Severe Temporo
17 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 13 - 17

Mandibular Joint Ankylosis : A Case Report. In 3-5 Years Old Brazilian Children. Journal of
Jakarta. Jurnal Plastik Rekonstruksi. 2012. Orthodontics 2011; 38(1): 8-14.
p.315. 12. Mtaya M, Prongsi B. Prevalence of
10. Alexander, KN. Genetic and Phenotypic Malocclusion and Its Relationship With
Evaluation of The Class III Dentofacial Sociodemographic Factors, Dental Caries, and
Deformity: Comparisons of Three Populations. Oral Hygiene In 12-14 Years Old Tanzanian
Thesis. Carolina. Georgia. University of North Schoolchildren. European Journal of
Carolina. 2007; 14. Orthodontics. 2009; 31(5): 474-475.
11. Marquezan M, Feldens CA. Association
Between Occlusal Anomalies and Dental Caries
18

DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 1. Maret 2014

Laporan Penelitian

GAMBARAN INDEKS KEBERSIHAN MULUT


BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN MASYARAKAT
DI DESA GUNTUNG UJUNG KABUPATEN BANJAR

Basuni, Cholil, Deby Kania Tri Putri


Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin

ABSTRACT

Background: Education is the socio-economic factors that influence health status. The level of
education is very influential on the knowledge, attitudes and healthy behavior. A person with a higher education
degree would have good knowledge and attitudes about health that would affect behavior for a healthy life.
Purpose: This research aimed to determine the relationship of education level on oral hygiene index of
community at Guntung Ujung village in Banjar District. Methods: This study used a descriptive survey research
methods. To determine the level of education used interview method and oral hygene index performed by
measuring the level of oral hygiene and scoring. Results: Respondents who had good oral hygiene index
criterian were 30 peoples (33.3%). Respondents who had medium oral hygiene index criterian were 54 peoples
(60.0%). While respondents who had poor oral hygiene index criterian were only 6 peoples (6.7%). Conclusion:
Senior high school was level of education that had best criterian of oral hygiene index, while no school
education was level of education that had worst criterian of oral hygiene index, and medium criterian was the
most criterian of oral hygiene index in Guntung Ujung village in Banjar District.

Key words: Level of education, oral hygiene index, oral health

ABSTRAK

Latar belakang: Pendidikan adalah faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi status kesehatan.
Tingkat pendidikan seseorang sangat berpengaruh terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku hidup sehat.
Seseorang dengan tingkat pendidikan tinggi akan memiliki pengetahuan dan sikap yang baik tentang kesehatan
yang akan mempengaruhi perilakunya untuk hidup sehat. Tujuan: Penelitian ini untuk mengetahui hubungan
tingkat pendidikan terhadap indeks kebersihan mulut masyarakat di Desa Guntung Ujung Kabupaten Banjar.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode penelitian survei deskriptif. Untuk mengetahui tingkat pendidikan
menggunakan metode wawancara dan untuk indeks kebersihan mulut dilakukan dengan mengukur tingkat
kebersihan mulut dan dilakukan penilaian (scoring). Hasil: Responden yang memiliki kriteria indeks kebersihan
mulut yang baik yaitu sebanyak 30 orang (33,3%). Responden memiliki kriteria indeks kebersihan mulut yang
sedang yaitu sebanyak 54 orang (60,0%), sedangkan responden memiliki kriteria indeks kebersihan mulut yang
buruk hanya sebanyak 6 orang (6,7%). Kesimpulan: Tingkat pendidikan lulus SMA adalah tingkat pendidikan
yang memiliki kriteria indeks kebersihan mulut paling baik, sedangkan tingkat pendidikan tidak sekolah adalah
tingkat pendidikan yang memiliki kriteria indeks kebersihan mulut paling buruk, dan indeks kebersihan mulut
dengan kriteria sedang adalah indeks kebersihan mulut yang paling banyak di Desa Guntung Ujung Kabupaten
Banjar.

Kata-kata kunci : Tingkat pendidikan, indeks kebersihan mulut, kesehatan rongga mulut

Korespondensi : Basuni, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung
Mangkurat, Jalan Veteran 128 B, Banjarmasin, KalSel, email: basuni18@yahoo.com.
19 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 18 - 23

PENDAHULUAN DMF-T provinsi Kalimantan Selatan sebesar 6,83


meliputi komponen D-T 1,31, komponen M-T 5,52
Pengetahuan, kesadaran, dan perilaku dan komponen F-T 0,12. Hal ini berarti rerata
masyarakat terhadap pemeliharaan kesehatan gigi jumlah kerusakan gigi per orang (tingkat keparahan
masih kurang dan dipengaruhi oleh berbagai faktor- gigi per orang) adalah 6,83 gigi meliputi 1,31 gigi
faktor sosial demografi, antara lain faktor yang berlubang, 5,52 gigi yang dicabut dan 0,12
pendidikan, lingkungan, tingkat pendidikan, gigi yang ditumpat. Ada lima kabupaten di
ekonomi, tradisi, dan kehadiran sarana pelayanan Kalimantan Selatan dengan tingkat keparahan gigi
kesehatan gigi.1 Pendidikan seseorang dapat (indeks DMF-T) di atas rerata adalah Hulu Sungai
mempengaruhi tingkat kebersihan gigi dan Utara, Balangan, Hulu Sungai Tengah, Banjar, dan
mulutnya, seseorang yang pendidikannya rendah Hulu Sungai Selatan. Kabupaten Banjar adalah
mempunyai pengetahuan yang kurang dalam kabupaten yang termasuk memiliki tingkat
memelihara kebersihan gigi dan mulutnya. Orang keparahan gigi yang tinggi sebesar 7,80 meliputi
yang memiliki pendidikan tinggi akan mampu 5,88 gigi yang dicabut/indikasi pencabutan, 1,62
menjaga kebersihan gigi dan mulutnya lebih tinggi gigi karies/berlubang, dan 0,34 gigi ditumpat. 5
karena mereka lebih memperhatikan kondisi Kebersihan mulut yang tidak dipelihara
mulutnya. Pendidikan tidak menjadi faktor yang dengan baik akan menimbulkan penyakit di rongga
utama tetapi cukup mempengaruhi kebersihan gigi mulut. Penyakit periodontal (seperti gingivitis dan
dan mulut seseorang.1 Kebersihan mulut adalah periodontitis) dan karies gigi merupakan akibat
salah satu masalah penting yang perlu mendapat kebersihan mulut yang buruk. Penyakit periodontal
perhatian dalam rongga mulut selain masalah dan karies gigi merupakan penyakit di rongga
karies. Kebersihan mulut yang baik mulut yang dapat menyebabkan hilangnya gigi
menggambarkan keadaan kesehatan umum yang secara patologis.10 Kebersihan mulut mempunyai
baik, sebaliknya Kebersihan mulut yang buruk peran penting di bidang kesehatan gigi, karena
menggambarkan kondisi kesehatan yang buruk kebersihan mulut yang buruk dapat mengakibatkan
pula.2 timbulnya berbagai penyakit baik lokal maupun
Tingkat sosial ekonomi mempengaruhi sistemik.6 Pengukuran kebersihan gigi dan mulut
kemampuan keluarga untuk mencukupi kebutuhan merupakan upaya untuk menentukan keadaan
gizi, pemilihan macam makanan tambahan, kebersihan gigi dan mulut seseorang. Umumnya
kebiasaan hidup sehat, dan kualitas sanitasi untuk mengukur kebersihan gigi dan mulut
lingkungan, oleh karena itu gizi buruk merupakan digunakan suatu indeks. Indeks adalah suatu angka
masalah yang mengancam masyarakat berstatus yang menunjukan keadaan klinis yang didapat pada
ekonomi rendah.2 Pendidikan merupakan faktor ke waktu dilakukan pemeriksaan, dengan cara
dua terbesar dari faktor sosial ekonomi yang mengukur luas dari permukaan gigi yang ditutupi
mempengaruhi status kesehatan seseorang.3 Tingkat oleh plak maupun kalkulus.12 Secara klinis tingkat
pendidikan sangat berpengaruh terhadap kebersihan mulut dinilai dengan kriteria Oral
pengetahuan, sikap, dan perilaku hidup sehat. Hygiene Index Simplified (OHI-S). Kriteria ini
Seseorang dengan tingkat pendidikan tinggi akan dinilai berdasarkan keadaan endapan lunak atau
memiliki pengetahuan dan sikap yang lebih baik debris dan karang gigi atau kalkulus.6
tentang kesehatan yang akan mempengaruhi Kebanyakan debris makanan akan segera
perilakunya untuk hidup sehat. Perbedaan tingkat mengalami liquifikasi oleh enzim bakteri dan bersih
pendidikan berpengaruh terhadap kecenderungan 5-30 menit setelah makan, tetapi ada kemungkinan
orang menggunakan pelayanan kesehatan sebagian masih tertinggal pada permukaan gigi dan
sehubungan dengan variasi mereka dalam membran mukosa. Aliran saliva, aksi mekanisme
pengetahuan mengenai kesehatan gigi. Kurangnya lidah, pipi, dan bibir serta bentuk dan susunan gigi
pengetahuan mengenai kesehatan gigi dan dan rahang akan mempengaruhi kecepatan
ketidaktahuan akan bahaya penyakit gigi karena pembersihan sisa makanan. Pembersihan ini
rendahnya tingkat pendidikan akan dipercepat oleh proses pengunyahan dan viskositas
menyebabkan masyarakat tidak memanfaatkan ludah yang rendah.13
pelayanan kesehatan gigi yang ada. Rendahnya Kalkulus merupakan suatu masa yang
tingkat pemanfaatan terhadap pelayanan mengalami kalsifikasi yang terbentuk dan melekat
kesehatan gigi ini akan memberikan kontribusi erat pada permukaan gigi, misalnya restorasi dan
terhadap buruknya status kesehatan gigi gigi-geligi tiruan. Berdasarkan hubungannya
masyarakat.3 terhadap margin gingiva, kalkulus dikelompokkan
Hasil Riset Kesehatan Dasar/RISKESDAS menjadi supragingiva dan subgingiva.13 Kalkulus
tahun 2007, ada lima provinsi dengan prevalensi supragingiva adalah kalkulus yang melekat pada
masalah gigi-mulut tertinggi, yaitu Gorontalo permukaan mahkota gigi mulai puncak margin
(33,1%), Sulawesi Tengah (31,2%), Aceh (30,5%), gingiva dan dapat dilihat. Kalkulus ini berwarna
Sulawesi Utara (29,8%) dan Kalimantan Selatan putih kekuning-kuningan, konsentasinya keras
(29,2%).4 Riskesdas 2007 juga melaporkan indeks seperti batu tanah liat dan mudah dilepaskan dari
Basuni : Gambaran Indeks Kebersihan Mulut Berdasarkan Tingkat Pendidikan Masyarakat 20

permukaan gigi dengan skeler. Warna kalkulus peneliti. Tingkat pendidikan diketahui melalui
dapat dipengaruhi oleh pigmen sisa makanan atau wawancara. Index kebersihan mulut diketahui
dari merokok. Kalkulus subgingiva adalah kalkulus dengan mengukur tingkat kebersihan mulut dan
yang berada dibawah batas margin gingiva, dilakukan penilaian (scoring). Hasil penelitian
biasanya pada daerah saku gusi dan tidak dapat dicatat pada lembar pemeriksaan OHI-S. Tingkat
terlihat pada waktu pemeriksaan. Untuk kebersihan rongga mulut dinilai dalam suatu
menentukan lokasi dan perluasan yang harus kriteria penilaian khusus yaitu Oral Hygiene
dilakukan probing dengan eksplorer. Biasanya Indeks Simplified (OHI-S). Kriteria ini dinilai
padat dan keras, warnanya coklat tua atau hijau berdasarkan keadaan endapan lunak atau debris
kehitam-hitaman, konsistensinya seperti kepala dan karang gigi kalkulus (11). Pemeriksaan pada
korek api, dan melekat erat ke permukaan gigi.13 6 gigi yaitu gigi 16, 11, 26, 36, 31, dan 46. Pada
Penyakit jaringan pendukung gigi diawali dari gigi 16, 11, 26, 31 yang dilihat permukaan
rendahnya kualitas kebersihan gigi dan mulut yang bukalnya sedangkan gigi 36 dan 46 permukaan
dapat menyebabkan radang gusi pada bagian lingualnya. Indeks debris yang dipakai adalah
margin gingiva. Proses ini berlanjut ke dalam Debris Indeks (D.I) Greene dan Vermillion (1964)
jaringan penyangga gigi di bawahnya menjadi dengan kriteria
periodontitis marginalis.9
Desa Guntung Ujung Kabupaten Banjar 0= tidak ada debris lunak
mempunyai fasilitas pendidikan yang kurang 1= terdapat selapis debris lunak menutupi
memadai sehingga berdampak pada sosial ekonomi tidak lebih dari1/3 permukaan gigi
masyarakat termasuk tingkat pendidikan 2= terdapat selapis debris lunak menutupi
masyarakat di desa tersebut. Desa Guntung Ujung lebih dari 1/3 permukaan gigi tetapi tidak
dengan luas 1.231,130 Ha/m2 hanya mempunyai 2 lebih dari 2/3 permukaan gigi
buah fasilitas pendidikan SD dan 1 buah fasilitas 3= terdapat selapis debris lunak menutupi
pendidikan SMP. Pekerjaan yang paling dominan di lebih dari 2/3 permukaan gigi
desa ini adalah petani dan buruh. Angkatan kerja
usia 18-56 tahun pada tahun 2011 di Desa Guntung Kriteria penilaian debris mengikuti ketentuan
Ujung Kabupaten Banjar adalah buta aksara 75 sebagai berikut.
orang, tidak tamat SD 158 orang, tamat SD 162
orang, tamat SLTP 142 orang, tamat SLTA 61
orang, tamat Perguruan tinggi 20 orang.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu
dilakukan penelitian tentang gambaran indeks
kebersihan mulut berdasarkan tingkat pendidikan Penilaian debris indeks adalah sebagai berikut:
masyarakat di Desa Guntung Ujung Kabupaten Baik (good), apabila nilai berada diantara 0-0,6;
Banjar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Sedang (fair), apabila nilai berada diantara 0,7-1,8;
bagaimanakah gambaran indeks kebersihan mulut Buruk (poor), apabila nilai berada diantara 1,9-3,0.
berdasarkan tingkat pendidikan masyarakat di Desa Sedangkan indeks kalkulus yang digunakan
Guntung Ujung Kabupaten Banjar. adalah Calculus Indeks (C.I) Greene dan Vermillion
(1964) yaitu:
BAHAN DAN METODE
0= tidak ada kalkulus
Penelitian ini menggunakan metode penelitian 1= kalkulus supragingiva menutupi tidak
survei deskriptif dengan pendekatan Cross lebih dari ⅓ permukaan gigi
Sectional yaitu suatu penelitian dengan cara 2= kalkulus supragingiva menutupi lebih
pengamatan, observasi atau pengumpulan data dari ⅓ permukaan gigi tetapi tidak lebih
sekaligus pada suatu saat atau point time approach. dari ⅔ permukaan gigi atau kalkulus
Proses pengambilan sampel dilakukan dengan subgingival berupa bercak hitam di
teknik simple random sampling. Penelitian ini sekitar leher gigi atau terdapat keduanya
dilaksanakan di Desa Guntung Ujung Kabupaten
Banjar pada bulan Juli 2013. Alat yang digunakan 3= kalkulus supragingiva menutupi lebih
dalam penelitian ini adalah kaca mulut, sonde, dari ⅔ permukaan gigi atau kalkulus
pinset, ekskavator, probe periodontal, nierbeken, subgingiva berupa cincin hitam di
informed consent, tisu, kalkulator, alat tulis, lap sekitar leher gigi atau terdapat keduanya
putih, handuk kecil, alkohol 70%, kapas, aqua
gelas, cholorine, dan detergen.
Penelitian dilakukan dari rumah ke rumah.
Peneliti membagikan surat persetujuan menjadi
subjek penelitian (informed consent) yang akan
ditanda tangani subjek penelitian didampingi
21 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 18 - 23

Kriteria penilaian kalkulus mengikuti


60
ketentuan sebagai berikut.
50

40

Jumlah Responen
30
Penilaian kalkulus indeks adalah sebagai
berikut: Baik (good), apabila nilai berada diantara 20
0-0,6; Sedang (fair), apabila nilai berada diantara
0,7-1,8; Buruk (poor), apabila nilai berada diantara 10
1,9-3,0.
Kriteria penilaian OHI-S mengikuti ketentuan 0
sebagai berikut. Baik Sedang Buruk

Indeks Kebersihan Mulut (OHI-S)


OHI-S = Nilai D.I + Nilai C.I

Gambar 1.2 Distribusi Frekuensi Menurut Kriteria


Kriteria skor OHI-S adalah sebagai berikut: Indeks Kebersihan Mulut (OHI-S)
Baik (good), apabila nilai berada diantara 0-1,2;
Sedang (fair), apabila nilai berada diantara 1,3-3,0; Berdasarkan Gambar 1.2 didapatkan data
Buruk (poor), apabila nilai berada diantara 3,1–6,0. bahwa sebagian besar responden memiliki kriteria
indeks kebersihan mulut yang baik yaitu sebanyak
30 orang (33,3%). Responden memiliki kriteria
HASIL PENELITIAN indeks kebersihan mulut yang sedang yaitu
sebanyak 54 orang (60,0%). Sedangkan responden
Hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.1 memiliki kriteria indeks kebersihan mulut yang
buruk hanya sebanyak 6 orang (6,7%).
35
30 20

25 18
Jumlah Responden

16
Indeks Kebersihan Mulut

20 baik
14
15
12
10 10 sedang
5 8
0 6 buruk
Tidak Tidak SD SMP SMA 4
Sekolah Lulus
SD 2
0
Tingkat Pendidikan

Gambar 1.1 Distribusi Frekuensi Menurut Tingkat


Pendidikan.

Berdasarkan Gambar 1.1 didapatkan Tingkat Pendidikan


responden yang tidak sekolah yaitu sebanyak 6
orang (6,7%). Responden yang tidak lulus SD
sebanyak 16 orang (17,8%). Responden yang lulus Gambar 1.3 Indeks Kebersihan Mulut Berdasarkan
SD sebanyak 31 orang (34,4%) dan responden yang Tingkat Pendidikan.
lulus SMP sebanyak 26 orang (28,9%), serta
responden yang lulus SMA sebanyak 11 orang
(12,2%).
Basuni : Gambaran Indeks Kebersihan Mulut Berdasarkan Tingkat Pendidikan Masyarakat 22

Berdasarkan Gambar 1.3 didapatkan data bahaya penyakit gigi karena rendahnya tingkat
bahwa pada masyarakat dengan tingkat pendidikan pendidikan akan menyebabkan masyarakat tidak
tidak sekolah ada 6 orang (6,7%) yang terdiri dari 5 memanfaatkan pelayanan kesehatan gigi yang
orang memiliki indeks kebersihan mulut sedang dan ada.3 Menurut Sariningrum (2009) tingkat
1 orang memiliki indeks kebersihan mulut buruk. pendidikan merepresentasikan tingkat kemampuan
Masyarakat dengan tingkat pendidikan tidak lulus seseorang dalam memperoleh dan memahami
SD ada 16 orang (17,8%) yang terdiri dari 4 orang informasi kesehatan. Semakin tinggi tingkat
memiliki indeks kebersihan mulut baik, 11 orang pendidikan seseorang diasumsikan semakin baik
memiliki indeks kebersihan mulut sedang, dan 1 tingkat pemahamannya terhadap informasi
orang memiliki indeks kebersihan mulut buruk. kesehatan yang diperolehnya.8
Masyarakat dengan tingkat pendidikan lulus SD ada Menurut Said (2011), pendidikan seseorang
31 orang (34,4%) yang terdiri dari 9 orang memiliki dapat mempengaruhi tingkat kebersihan gigi dan
indeks kebersihan mulut baik, 19 orang memiliki mulutnya, seseorang yang pendidikannya rendah
indeks kebersihan mulut sedang, dan 3 orang mempunyai pengetahuan yang kurang dalam
memiliki indeks kebersihan mulut buruk. memelihara kebersihan gigi dan mulutnya. Berbeda
Masyarakat dengan tingkat pendidikan lulus SMP dengan orang yang lebih tinggi kemampuan dalam
ada 26 orang (28,9%) yang terdiri dari 10 orang menjaga kebersihan gigi dan mulutnya lebih tinggi
memiliki indeks kebersihan mulut baik dan 16 karena mereka lebih memperhatikan kondisi
orang memiliki indeks kebersihan mulut sedang. mulutnya. Pendidikan tidak menjadi faktor yang
Pada masyarakat dengan tingkat pendidikan lulus utama tetapi cukup mempengaruhi kebersihan gigi
SMA ada 11 orang (12,2%) yang terdiri dari 7 dan mulut seseorang.1 Menurut Sayuti (2010)
orang memiliki indeks kebersihan mulut baik, 3 kebersihan mulut sangat ditentukan oleh perilaku.
orang memiliki indeks kebersihan mulut sedang, Pemeliharaan kebersihan mulut yang tidak benar
dan 1 orang memiliki indeks kebersihan mulut akan menyebabkan mudahnya penumpukan plak,
buruk. material alba, dan kalkulus yang pada akhirnya
akan merugikan kesehatan periodontal.7 Kebersihan
PEMBAHASAN mulut yang jelek dapat menyebabkan terjadinya
komplikasi seperti tonsilitis, gingivitis, halitosis,
Pada hasil penelitian didapatkan tingkat xerostomia, pembentukan plak dan karies gigi.
pendidikan memiliki pengaruh terhadap indeks Beberapa penelitian terbaru menunjukkan bahwa
kebersihan mulut, karena pada penelitian ini terdapat hubungan antara infeksi pada rongga
diketahui indeks kebersihan mulut paling baik toraks dengan kebersihan mulut yang jelek.11
terdapat pada tingkat pendidikan SMA dan indeks Kesehatan rongga mulut memegang peranan
kebersihan mulut paling buruk terdapat pada tingkat yang penting untuk masalah satu komponen hidup
pendidikan tidak sekolah. Hal ini sesuai dengan sehat yang penting. Kebersihan mulut yang tidak
Penelitian Pintauli, yaitu seseorang yang memiliki dipelihara dengan baik akan menimbulkan penyakit
tingkat pendidikan rendah kemungkinan akan di rongga mulut. Penyakit periodontal (seperti
memiliki pengetahuan yang kurang mengenai gingivitis dan periodontitis) dan karies gigi
kesehatan gigi dan mulut. Pendidikan sebagai merupakan akibat dari kebersihan mulut yang
sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan buruk. Penyakit periodontal dan karies gigi
sikap dikarenakan keduanya meletakan dasar merupakan penyakit di rongga mulut yang dapat
pengertian dan konsep moral dalam diri menyebabkan hilangnya gigi secara patologis.10
individu, pemahaman yang baik dan buruk, boleh Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat
atau tidak boleh dilakukan. Semakin tinggi ditarik kesimpulan bahwa tingkat pendidikan
pendidikan seseorang, maka orang tersebut akan memiliki pengaruh terhadap indeks kebersihan
memiliki pemahaman yang lebih baik sehingga mulut. Tingkat pendidikan lulus SMA adalah
akan berpengaruh terhadap sikap.3 tingkat pendidikan yang memiliki kriteria indeks
Pendidikan adalah faktor sosial ekonomi kebersihan mulut paling baik, sedangkan tingkat
yang mempengaruhi status kesehatan. Tingkat pendidikan tidak sekolah adalah tingkat pendidikan
pendidikan sangat berpengaruh terhadap yang memiliki kriteria indeks kebersihan mulut
pengetahuan, sikap dan perilaku hidup sehat. paling buruk, dan indeks kebersihan mulut dengan
Seseorang dengan tingkat pendidikan tinggi akan kriteria sedang adalah indeks kebersihan mulut
memiliki pengetahuan dan sikap yang baik tentang yang paling banyak di Desa Guntung Ujung
kesehatan yang akan mempengaruhi perilakunya Kabupaten Banjar.
untuk hidup sehat. Perbedaan tingkat pendidikan
berpengaruh terhadap kecenderungan orang DAFTAR PUSTAKA
menggunakan pelayanan kesehatan sehubungan
dengan variasi mereka dalam pengetahuan 1. Said F, Ida R, Sri H, Rina H. Hubungan
mengenai kesehatan gigi. Kurangnya pengetahuan perilaku memelihara gigi dengan penyakit
mengenai kesehatan gigi dan ketidaktahuan akan pulpa pada pasien di poliklinik gigi puskesmas
23 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 18 - 23

Sungkai Kalimantan Selatan. Banjarmasin: Kesehatan Makassar Jurusan Kesehatan Gigi.


Kesehatan Gigi Poltekkes Kemenkes 2010; 1(1): 32-42.
Banjarmasin. 2011; 4(1): 5-7. 8. Sariningrum E, dan Irdawati. Hubungan tingkat
2. Nurlindah H dan Mughny R. Perbandingan pendidikan, sikap dan pengetahuan orang tua
status gizi dan karies pada murid SD Islam tentang kebersihan gigi dan mulut pada anak
Athirah dan SD Bangkala III Makassar. balita 3–5 tahun dengan tingkat kejadian karies
Skripsi. Makassar: Fakultas Kedokteran gigi. di Paud Jatipurno.Surakarta: Berita Ilmu
Universitas Hasanuddin. 2009; 8(1): 27-34. Keperawatan. 2009; 2(3): 119-124.
3. Pintauli S, Melur T. Hubungan tingkat 9. Mumpuni WP. Kebersihan rongga mulut dan
pendidikan dan skor DMF-T pada ibu-ibu gigi pasien stroke. Yogyakarta: Fakultas
rumah tangga berusia 20-45 tahun di Kedokteran Universitas Islam Indonesia.
Kecamatan Medan Tuntungan. Dentika dent J. 2011;182: 37-40.
2004; 9(2): 78-83. 10. Mitra M. Hubungan status karies dan gingivitis
4. Soendoro T. Riset kesehatan dasar 2007. dengan oral hygiene pada anak usia 6-12 tahun
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan di Desa Ujung Rambung Kecamatan Pantai
Kesehatan Departemen Kesehatan. 2009: 131- Cermin Kabupaten Serdang Bedagai. Skripsi.
132. Medan: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
5. Soendoro T. Riset kesehatan dasar 2007. Sumatera Utara. 2010: 7-15.
Banjarmasin: Badan Penelitian dan 11. Satku K. Nursing Management of Oral
Pengembangan Kesehatan Departemen Hygiene : Guidelines and Recommendations.
Kesehatan. 2009:116-118. MOH Nursing Clinical Practice Guidelines
6. Santoso O, Wildam ASR, Dwi R. Hubungan 1/2004. Singapura: Ministry of Health. 2004:
kebersihan mulut dan gingivitis ibu hamil 14 – 24.
terhadap kejadian bayi berat badan lahir rendah 12. Paavola M, Vartiainen, Erkki, and Haukkala,
kurang bulan di RSUP Dr. Kariadi Semarang Ari. Smoking From Adolescence to Adulthood,
dan Jejaringnya. Semarang: Media Medika the Effects of Parental and Own
Indosiana. 2009; 43(6): 288-290. Socioeconomic Status. Finland: European
7. Sayuti M. Hubungan faktor sosial ekonomi Journal of Public Health. 2004; 14(4): 417-420.
perilaku, dan oral hygiene terhadap karies gigi 13. Putri MH, Herijulianti E dan Nurjanah N. Ilmu
pada anak usia remaja umur 15-16 tahun di pencegahan penyakit jaringan keras dan
SMA Negeri 1 Galesong Utara. Jurnal ilmiah jaringan pendukung gigi. Jakarta: EGC. 2010:
media kesehatan gigi. Makassar: Politeknik 85-87.
24

DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 1. Maret 2014

Laporan Penelitian

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS MENGUNYAH BUAH PIR DAN BENGKUANG


TERHADAP PENURUNAN INDEKS PLAK
Tinjauan pada Siswa SDN Gambut 9 Kabupaten Banjar

Kasma Ernida Haida, Cholil, Didit Aspriyanto


Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin

ABSTRACT

Background: Oral health has been improved in the 21 st century, but the prevalence of dental caries in
children remains as significant clinical problem. Oral health goal is to remove plaque regularly. One of method
to clean plaque is chewing the fruits such as pear and jicama. Pear and jicama have a pulp which are rough,
dense, and hard, as well as fiber and high enough of water. Chewing these fruit will mechanically stimulate the
teeth to erode and destroy it, so it can clean the dental plaque naturally. Purpose: To find out the comparison of
chewing effectiveness of pear fruit and jicama to reduced dental plaque index at student of SDN Gambut 9 in
Banjar District. Methods: It was a quasi experimental study with pre and post-test group design and used
purposive sampling with 80 peoples sample and consisted of two treatment groups. Group 1 was given the
treatment to chewed pear and group 2 to chewed jicama. Each fruit weigths were 100 grams and it were chewed
with both sides of the jaw about 32 times. Results: An average of plaque index before and after chewing a pear
reduced by 1.3831 and chewing a jicama reduced by 1.1076. Paired T test analysis results showed the value of p
= 0.000 (p < 0.05) between before and after treatment in each treatment groups. Unpaired T test analysis results
showed the value of p = 0.104 (p > 0.05) between the treatment groups. Conclusion: Pear and jicama could
significantly reduce dental plaque index score, but there was no significant differences in effectiveness between
the two.

Keywords: pear, jicama, reduce of dental plaque index

ABSTRAK

Latar belakang: Kesehatan gigi dan mulut telah mengalami peningkatan pada abad ke-21, tetapi
prevalensi karies gigi pada anak tetap merupakan masalah klinis yang signifikan. Tujuan kesehatan gigi dan
mulut adalah menghilangkan plak secara teratur. Salah satu cara membersihkan plak adalah mengunyah buah
seperti pir dan bengkuang. Buah pir dan bengkuang memiliki daging buah yang kasar, padat, keras, serat dan
kadar air yang cukup tinggi. Mengunyah kedua buah ini secara mekanis akan merangsang geligi untuk
menggerus dan menghancurkannya, sehingga dapat membersihkan gigi dari plak secara alami. Tujuan:
Mengetahui perbandingan efektivitas mengunyah buah pir dan bengkuang terhadap penurunan indeks plak gigi
pada siswa SDN Gambut 9 Kabupaten Banjar. Metode: Penelitian ini merupakan quasi experiment dengan pre
and post-test group design yang menggunakan purposive sampling dengan jumlah sampel 80 orang dan terdiri
dari 2 kelompok perlakuan. Kelompok 1 diberikan perlakuan mengunyah buah pir dan kelompok 2 mengunyah
buah bengkuang. Masing-masing buah memiliki berat 100 gram dan dikunyah dengan kedua sisi rahang
sebanyak 32 kali. Hasil: Rata-rata indeks plak sebelum dan sesudah mengunyah buah pir mengalami penurunan
sebesar 1,3831 dan mengunyah buah bengkuang mengalami penurunan sebesar 1,1076. Hasil analisis uji T
berpasangan menunjukkan nilai p = 0,000 (p < 0,05) antara sebelum dan sesudah perlakuan pada masing-
masing kelompok perlakuan. Pada uji T tidak berpasangan menunjukkan nilai p = 0,104 (p > 0,05) antar
kelompok perlakuan. Kesimpulan: Buah pir dan bengkuang dapat menurunkan nilai indeks plak gigi secara
bermakna, tetapi tidak terdapat perbedaan efektivitas yang bermakna antara keduanya.

Kata-kata kunci: pir, bengkuang, penurunan indeks plak gigi

Korespondensi: Kasma Ernida Haida, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat, Jl. Veteran 128B, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, email: nida.haida@gmail.com
25 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 24 - 28

PENDAHULUAN Pir dan bengkuang merupakan buah yang


termasuk pembersih alami rongga mulut (self
Masalah kesehatan gigi dan mulut menjadi cleansing), namun belum banyak orang yang
perhatian yang sangat penting dalam pembangunan mengetahui hal tersebut. Sebagian besar
kesehatan, dan salah satunya disebabkan oleh masyarakat hanya mengetahui bahwa kedua buah
rentannya kelompok anak usia sekolah terhadap tersebut dapat bermanfaat untuk kesehatan tubuh
gangguan kesehatan gigi. Usia sekolah merupakan secara umum, tetapi tidak untuk kesehatan rongga
masa untuk meletakkan landasan kokoh bagi mulut. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
terwujudnya manusia yang berkualitas. Faktor Ramdhani pada tahun 2007 dan Budiati pada tahun
penting yang menentukan kualitas sumber daya 2008 diketahui bahwa ternyata buah pir maupun
manusia adalah kesehatan.1 bengkuang memiliki efek mekanis yang dapat
Kesehatan gigi dan mulut telah mengalami menurunkan indeks plak gigi.9,10
peningkatan pada abad ke-21, tetapi prevalensi Prevalensi masalah gigi dan mulut di pedesaan
terjadinya karies gigi pada anak tetap merupakan pada wilayah Kalimantan Selatan sebesar 28,9%
masalah klinis yang signifikan.1 World Health dengan pengalaman karies di Kabupaten Banjar
Organization (WHO) melaporkan prevalensi karies sebesar 86% pada usia 12 tahun ke atas.4 SDN
gigi pada anak usia sekolah sebesar 60% sampai Gambut 9 Kabupaten Banjar merupakan sekolah
90%.2 Hasil riset kesehatan dasar (RISKESDAS) dasar yang terletak di Jalan Selokan Raya, Irigasi,
2007 melaporkan bahwa di Indonesia prevalensi Kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar. Sekolah ini
karies gigi pada murid sekolah dasar sebesar dipilih menjadi lokasi penelitian karena
72,1%.3 Masalah gigi dan mulut di wilayah berdasarkan studi pendahuluan, hampir semua
Kalimantan Selatan pada anak berusia 5-9 tahun siswa-siswi sekolah ini memiliki pengalaman
sebesar 28,6% dan 10-14 tahun sebesar 29,9%. karies. Siswa-siswi di sekolah ini juga belum
Kabupaten Banjar menduduki peringkat ke empat mengetahui bahwa buah pir dan bengkuang
indeks DMF-T (Decay, Missing, Filling) di memiliki manfaat terhadap kesehatan rongga mulut,
Kalimantan Selatan, yaitu sebesar 7,8. Fakta ini meskipun pernah mengonsumsi kedua buah
menunjukkan untuk menurunkan angka tersebut tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
diperlukan juga upaya promotif dan preventif, tanpa perbandingan efektivitas mengunyah buah pir dan
mengabaikan kuratif dan rehabilitatif yang sesuai bengkuang terhadap penurunan indeks plak pada
dengan paradigma kesehatan.4 siswa SDN Gambut 9 Kabupaten Banjar.
Plak gigi merupakan salah satu faktor yang
dominan dalam perkembangan suatu karies. Plak BAHAN DAN METODE
adalah deposit lunak, tidak berwarna, mengandung
bakteri, dan melekat pada permukaan gigi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian
Pembersihan gigi yang kurang baik dapat quasi experiment dan rancangan pre and post-test
menyebabkan plak semakin melekat. Akumulasi group design. Perlakuan yang diberikan pada
plak yang terjadi ini dapat diukur dengan penelitian ini adalah sampel diminta mengunyah
menggunakan suatu metode, yaitu indeks plak.5 buah pir atau bengkuang. Pengukuran indeks plak
Tujuan kesehatan gigi dan mulut adalah dilakukan sebelum dan sesudah pemberian
menghilangkan plak secara teratur untuk mencegah perlakuan. Populasi pada penelitian ini adalah siswa
agar plak tidak tertimbun. Upaya pencegahan ini SDN Gambut 9 Kabupaten Banjar. Pengambilan
disebut kontrol plak. Kontrol plak dapat dilakukan sampel dilakukan dengan teknik purposive
secara mekanik, kimia dan biologik. Kontrol plak sampling dengan kriteria inklusi. Adapun kriteria
juga dapat dilakukan dengan mengombinasikan inklusi tersebut adalah siswa kelas 4, 5, dan 6 SDN
metode mekanik dan kimia, yaitu dengan Gambut 9 Kabupaten Banjar, bersedia untuk
mengunyah buah yang segar dan berserat. Buah dijadikan sampel, kooperatif, memiliki gigi insisif,
merupakan makanan yang baik untuk kesehatan premolar, dan molar yang tumbuh sempurna, tidak
gigi dan bisa digunakan untuk penyikatan gigi memiliki kalkulus yang menutupi lebih dari 2/3
secara alami.6,7 mahkota gigi, dan tidak menggunakan alat
Penduduk Kabupaten Banjar, Kalimantan orthodonti baik cekat atau lepasan. Jumlah sampel
Selatan, yang berusia 10 tahun ke atas yang kurang pada penelitian ini adalah 80 orang dengan tiap-tiap
mengonsumsi buah dan sayur sebesar 94,2%. kelompok masing-masing berjumlah 40 orang. Alat
Sebagian besar angka persentase tersebut yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alat
dipengaruhi oleh besarnya prevalensi mengenai hal diagnostik, dappen glass, masker, sarung tangan,
serupa pada daerah pedesaan, yaitu 96,1%.4 Hal ini gelas kumur, nierbeken, tempat buah, timbangan
sangat disayangkan mengingat bahwa digital, formulir penilaian indeks TQHPI, dan
memperbanyak konsumsi sayuran dan buah-buahan informed consent. Bahan yang digunakan dalam
yang berserat dan berair dapat membantu penelitian ini yaitu buah pir, buah bengkuang,
membersihkan rongga mulut dan merangsang disclosing agent, cotton bud, alkohol 70%, tisu, dan
sekresi saliva yang berguna untuk melindungi gigi.8 air mineral.
Haida : Perbandingan Efektivitas Mengunyah Buah Pir Dan Bengkuang 26

Sampel diidentifikasi sesuai dengan kriteria Tabel 1 menunjukkan rata-rata penurunan


inklusi yang telah ditentukan,. Sampel penelitian nilai indeks plak pada kedua kelompok perlakuan,
yang telah memenuhi kriteria kemudian dibagi yaitu kelompok pertama memiliki nilai rata-rata
menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah penurunan indeks plak sebesar 1,383 dan kelompok
kelompok yang mengunyah buah pir, sedangkan ke dua sebesar 1,108. Berdasarkan data tersebut
kelompok ke dua adalah kelompok yang dapat dilihat bahwa kelompok pertama memiliki
mengunyah buah bengkuang. Semua sampel nilai rata-rata penurunan indeks plak yang lebih
penelitian dilakukan pemeriksaan awal yaitu besar daripada kelompok ke dua. Besar selisih
pemeriksaan akumulasi plak menggunakan antara kelompok pertama dan ke dua yang terjadi
disclosing agent dengan indeks plak dari Quigley yaitu 0,275. Hasil yang diperoleh tersebut
dan Hein yang dimodifikasi oleh Turesky, Gilmore, selanjutnya dianalisis menggunakan uji T. Pada uji
dan Glickman (indeks plak TQHPI). Gigi yang T berpasangan didapatkan hasil p = 0,000 (p <
lebih bersih memiliki skor plak yang lebih banyak 0,05) yang menunjukkan terdapat perbedaan yang
mendapat skor 1 atau 2 daripada gigi yang memiliki bermakna antara sebelum dan sesudah perlakuan
skor plak yang lebih banyak mendapat skor 4 atau 5 pada masing-masing kelompok perlakuan, baik
pada saat pemeriksaan dilakukan. Sampel pada kelompok yang mengunyah buah pir ataupun
kemudian diinstruksikan agar mengunyah buah pir bengkuang. Pada uji T tidak berpasangan
atau bengkuang yang memiliki berat masing- didapatkan hasil p = 0,104 (p > 0,05) yang
masing 100 gram dengan kedua sisi rahang menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna
sebanyak 32 kali. Pemeriksaan akhir dilakukan antar kelompok perlakuan.
setelah perlakuan, yaitu pemeriksaan indeks plak
seperti pada pemeriksaan awal. Hasil pemeriksaan PEMBAHASAN
baik sebelum dan sesudah perlakuan dicatat dan
dihitung dalam formulir penilaian indeks TQHPI. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat
Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis adanya variasi penurunan indeks plak antara
menggunakan uji T dengan derajat kepercayaan sebelum dan sesudah mengunyah buah pada kedua
sebesar 95% untuk mengetahui perbandingan kelompok perlakuan. Variasi pada penelitian ini
efektivitas antara kelompok yang mengunyah buah dapat terjadi karena kondisi gigi yang berbeda-beda
pir dan bengkuang terhadap penurunan indeks plak. pada setiap subyek penelitian. Siswa dengan
kondisi gigi yang lebih bersih akan mengalami
HASIL PENELITIAN penurunan nilai indeks plak yang lebih sedikit
daripada kondisi gigi yang tidak bersih. Besar
Berikut ini adalah karakteristik sampel tekanan pengunyahan setiap subyek penelitian juga
penelitian berdasarkan jenis kelamin dan usia. dapat memengaruhi penurunan nilai indeks plak.
Berdasarkan jenis kelamin, sebagian besar sampel Menurut Van der Bilt A et al (2006) dalam Lemos
adalah laki-laki sebanyak 44 orang (55%) dan et al (2006) dan Koc et al (2010), tekanan kunyah
perempuan sebanyak 36 orang (45%). Berdasarkan dapat dipengaruhi oleh kekuatan otot pengunyahan,
usia, sampel yang berusia 9 tahun sebanyak 11 geligi, dan tekanan gigit yang bergantung faktor,
orang (13,75%), usia 10 tahun sebanyak 28 orang antara lain morfologi cranio-facial, umur, jenis
(35%), usia 11 tahun sebanyak 30 orang (37,5%), kelamin, jaringan periodontal yang mendukung
dan usia 12 tahun sebanyak 9 orang (11,25%), gigi, temporomandibular disorder, dan status gigi
sedangkan sampel yang berusia 13 dan 14 tahun seperti jumlah dan posisi gigi, serta ada tidaknya
masing-masing sebanyak 1 orang (1,25%). tambalan dan gigi tiruan.11,12 Cara mengunyah buah
Hasil perbandingan efektivitas dari penelitian (menggunakan kedua sisi rahang secara bersamaan)
yang telah dilakukan terdapat pada Tabel 1. dan jumlah kunyah yang dikendalikan (sebanyak 32
kali) seperti pada penelitian yang dilakukan juga
Tabel 1 Hasil Rata-Rata Nilai Penurunan Indeks Plak dapat mempengaruhi penurunan indeks plak gigi
Sebelum dan Sesudah Mengunyah Buah Pir yang terjadi.
dan Bengkuang Pada Siswa SDN Gambut 9 Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil
Kabupaten Banjar penelitian yang telah dilakukan Ramdhani (2007)
dan Budiati (2008) yang membuktikan bahwa
Rata-Rata Selisih mengunyah buah pir dan bengkuang memberikan
Indeks Plak Rata-
Rata- efek mekanis dalam menurunkan indeks plak
Kelom- Rata
Sebe- Sesu- Rata gigi.9,10 Menurut Meishi (2011), pir dan bengkuang
pok Penu-
lum dah Penu- adalah buah yang mempunyai sifat sebagai
runan
runan pembersih alami. Kedua buah ini dapat membantu
1 2,756 1,373 1,383 terjadinya self cleansing dalam rongga mulut,
0,275 sehingga dapat meningkatkan kebersihan gigi dan
2 2,415 1,307 1,108
mulut setiap individu.13
27 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 24 - 28

Menurut Firdaus et al (2008) dan Ehizele et al Banjar, Kalimantan Selatan dengan cara agar
(2009), penurunan indeks plak dapat terjadi karena kegiatan UKGS (Usaha Kesehatan Gigi Sekolah),
mengonsumsi makanan berserat dan padat UKGMD (Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat
mengakibatkan meningkatnya intensitas dan lama Desa), dan posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) baik
pengunyahan yang dilakukan. Gerakan mengunyah posyandu balita maupun posyandu lansia,
akan merangsang sekresi saliva yang mengandung menyampaikan penyuluhan tentang manfaat
agen antibakteri. Saliva juga dapat menghilangkan mengonsumsi buah-buahan untuk kesehatan rongga
sisa-sisa makanan atau membilas gigi, menetralisasi mulut, terutama buah-buahan yang berserat dan
zat-zat asam yang ada, dan melarutkan komponen berair sesudah makan, misalnya pir, bengkuang,
gula dari sisa makanan yang terperangkap dalam apel, dan jambu. Orang tua siswa dan ibu-ibu
sela-sela pit dan fisur permukaan gigi, namun saliva termasuk ibu hamil juga diharapkan mengenalkan
saja belum mampu menghilangkan plak pada gigi. anaknya pada buah dan sayur sejak kecil, sehingga
König et al (1995) dan Lingstrom et al (2003) anak terbiasa mengonsumsi jenis makanan ini.
dalam Schwartz et al (2012), menyatakan bahwa Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
sifat mekanis dari mengunyah makanan berserat manfaat lain dari buah pir dan bengkuang terhadap
membantu menimbulkan efek seperti sikat kebersihan rongga mulut selain ditinjau dari efek
(menggerus) yang dapat menghilangkan plak mekanis dan kimia.
(terutama plak supragingiva) dari permukaan gigi
sebelum mengeras menjadi kalkulus. 7,14,15
Salah satu cara pengontrolan plak adalah DAFTAR PUSTAKA
dengan mengunyah buah yang segar dan berserat.
Menurut Vaswani (2005) dalam Eka et al (2007), 1. Warni L. Hubungan perilaku murid SD kelas V
mengonsumsi makanan berserat tidak akan bersifat dan VI pada kesehatan gigi dan mulut terhadap
merangsang pembentukan plak, melainkan berperan status karies gigi di wilayah Kecamatan Deli
sebagai pengendali plak alamiah atau pembersih Tua Kabupaten Deli Serdang tahun 2009.
alamiah pada permukaan gigi. Pembersihan Tesis. Medan: Program Magister Ilmu
alamiah ini seperti membantu menyingkirkan Kesehatan Masyarakat FKM USU; 2009. p. 1,
partikel-partikel makanan dan gula selama proses 3.
pengunyahan terjadi.16 2. Gathecha G, Anselimo M, Peter W, Jared O,
Hasil uji statistik yang telah dilakukan Perry S. Dental caries and oral health practices
menunjukkan terjadinya penurunan indeks plak among 12 year old children in Nairobi West
yang bermakna pada masing-masing kelompok and Mathira West Districts, Kenya. Pan Afr
perlakuan. Hal ini juga terbukti secara klinis pada Med J. 2012; 12; 42.
saat penelitian, bahwa mengunyah buah pir dan 3. Darwita RR, Herry N, Budiharto, Puspa DP,
bengkuang memiliki efek mekanis dalam Rizky A, Sandy RA. Efektivitas program sikat
menurunkan indeks plak gigi. Penurunan ini terlihat gigi bersama terhadap risiko karies gigi pada
dari kondisi gigi siswa yang diperiksa sebelum dan murid sekolah dasar. J Indon Med Assoc.
sesudah perlakuan mengalami perubahan dari 2011; 61 (5); 204-209.
kondisi gigi yang tidak bersih (plak yang menempel 4. Tim Pelaksana Riskesdas Provinsi Kalimantan
lebih banyak mendapat skor 4 atau 5) menjadi Selatan. Hasil riset kesehatan dasar (riskesdas)
kondisi yang lebih bersih (plak yang menempel Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2007.
lebih banyak mendapat skor 1 atau 2). Badan Penelitian dan Pengembangan
Kelompok yang mengunyah buah pir dan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. 2007;
yang mengunyah buah bengkuang secara statistik 118-169.
terbukti memiliki keefektivitasan yang sama dalam 5. Putri MH, Eliza H, Neneng N. Ilmu
menurunkan indeks plak. Hal ini disebabkan kedua pencegahan penyakit jaringan keras dan
buah ini memiliki beberapa persamaan yang dapat jaringan pendukung gigi. Jakarta: Penerbit
membantu menghilangkan plak yang melekat pada Buku Kedokteran EGC. 2011. p. 56-60.
permukaan gigi. Persamaan tersebut adalah sama- 6. Sugano N. Biological plaque control: novel
sama memiliki kandungan serat dan air yang tinggi, therapeutic approach to periodontal disease. J
serta tekstur daging buah yang kasar, padat, dan Oral Sci. 2012; 54 (1); 1-5.
keras.13 Kesimpulan yang dapat diambil dari 7. Firdaus T, Eriska R, Dede H. Index plaque
penelitian ini adalah bahwa mengunyah buah pir differences between before and after chewing
dan bengkuang dapat menurunkan angka indeks apples. Proceeding Asian Oral Health Care and
plak gigi, tetapi tidak terdapat perbedaan efektivitas 2nd ASEAN Meeting on Dental Public Health.
jika dibandingkan antara mengunyah buah pir dan 2008; 13-9.
bengkuang. 8. Angela A. Pencegahan primer pada anak yang
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi beresiko karies tinggi. Majalah Kedokteran
salah satu upaya preventif dalam menurunkan Gigi. Dent J. 2005; 38 (3); 130-134.
prevalensi karies gigi, terutama di Kabupaten
Haida : Perbandingan Efektivitas Mengunyah Buah Pir Dan Bengkuang 28

9. Ramdhani AR. Efektivitas pengunyahan buah anak sekolah dasar swasta Muhammadiyah 08
apel (Pyrus malus) dan buah pir (Pyrus Medan tahun 2011. Skripsi. Medan: FKM
communis L.) terhadap penurunan plak. KTI. USU; 2011. p. 6.
Yogyakarta: FK UMY; 2007. 14. Ehizele AO, Ojehanon PI, Akhionbare O.
10. Budiati RE. Pengaruh konsumsi bengkoang Nutrition and oral health. J Postgrad Med.
terhadap penurunan debris serta plak indeks, 2009; 11 (1); 76-82.
perubahan pH saliva, pH plak dan penurunan 15. Schwartz N, Elizabeth KK, Martha EN, Avron
skor plak lama serta plak baru. Skripsi. S, Raul IG. High-fiber foods reduce
Semarang: FKM UNDIP; 2008. periodontal disease progression in men aged 65
11. Lemos AD, Flávia RG, Marcia DS, Rafael de and older the veterans affairs normative aging
LP, Maria BDG. Chewing performance and study/ dental longitudinal study. J Am Geriatr
bite force in children. Braz J Oral Sci. 2006; 5 Soc. 2012; 60 (4); 676-683.
(18); 1101-1108. 16. Eka C, Eriska R, Feny F. Perbedaan tingkat
12. Koc D, Arife D, Bulent B. Bite force and kebersihan gigi dan mulut antara anak
influential factors on bite force measurements: vegetarian dan non vegetarian di Vihara
a literature review. Eur J Dent. 2010; 4; 223- Maitreya Pusat Jakarta. Jurnal Kedokteran
232. Gigi Indonesia Edisi Khusus PIN IKGA II.
13. Meishi PRL. Hubungan tingkat konsumsi 2007; 79-84.
makanan kariogenik dengan karies gigi pada
29

DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 1. Maret 2014

Laporan Penelitian

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS BERKUMUR LARUTAN


TEH PUTIH (Camellia sinensis L.) SEDUH KONSENTRASI 100 %
DENGAN 50 % DALAM MENINGKATKAN pH SALIVA

Tinjauan pada Mahasiswa PGPAUD FKIP Angkatan 2010


Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin

Nida Amalia, Siti Kaidah, Widodo


Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin

ABSTRACT

Background: Synthetic mouthwash has many side effects, therefore, some research developed
mouthwash with natural ingredient, such as tea. Some research proved that cathechinand flavonoid ,the
contents of tea has antibacterial effects to some cariogenic bacteria. Cariogenic bacteria can ferment
carbohydrate that causes the decrease in salivary pH which leads to quicken demineralitation process of the
teeth . White tea has higher cathechin and flavonoid than green tea, black tea, and oolong tea. Purpose: This
study aimedto explore theeffectiveness comparison between gargling with 100% white tea solution and 50%
white tea solution to increase pH of saliva. Methods: This study was a quasi experimental with pretest –postest
group design. Sixty six subjects of this study were divided into two groups, one group were gargling with 100%
white tea and another group were gargling with 50% white tea. The salivarypH of both groups were measured
before and after treatment. Result: The statistical analysis showed a significant increase in salivary pH of both
groups, but there was no significant difference between the 100% white tea group and the 50% white tea group.
Conclusion: Based on the study results, it can be concluded that both 100% and 50% white tea increased
salivary pH, but there was no significant difference in the effectiveness of them.

Keywords: white tea, salivary pH, mouthwash

ABSTRAK

Latar Belakang: Penggunaan obat kumur sintesis yang tidak tepat dapat menimbulkan efek samping
sehingga beberapa penelitian telah mengembangkan obat kumur bahan alami seperti teh. Beberapa penelitian
membuktikan bahwa kandungan teh berupa cathechin dan flavonoid memiliki efek antibakteri terhadap
beberapa bakteri kariogenik yang dapat memfermentasi karbohidrat sehingga menurunkan pH saliva yang
mempercepat proses demineralisasi gigi. Teh putih memiliki kandungan cathehin dan flavonoid tertinggi
dibandingkan teh hijau, teh hitam dan teh oolong. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
perbandingan efektivitas teh putih seduh konsentrasi 100% dengan 50% sebagai obat kumur terhadap
peningkatan pH saliva. Metode: Penelitian ini menggunakan metode quasi experimental dengan pretest-postest
group design. Subjek penelitian 66 orang yang dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok yang berkumur teh
putih seduh konsentrasi 100% dan konsentrasi 50%. Dua kelompok tersebut diperiksa pH sebelum dan sesudah
diberi perlakuan.Hasil: Berdasarkan hasil uji T-berpasangan untuk teh putih 100% dan uji Wilcoxon pada teh
putih 50% sama-sama efektif dalam meningkatkan pH saliva. Hasil uji T-tidak berpasangan menunjukkan tidak
ada perbedaan bermakna antara kelompok yang berkumur teh putih seduh konsentrasi 100% dengan kelompok
teh putih seduh konsentrasi 50%.Kesimpulan: Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat diambil
kesimpulan bahwa teh putih seduh konsentrasi 100% maupun 50% dapat meningkatkan pH saliva, tetapi
tidakterdapat perbedaan efektivitas antarakeduanya.

Kata kunci: teh putih, pH saliva, obat kumur


Amalia : Perbandingan Efektivitas Berkumur Larutan Teh Putih 30

Korespondensi: Nida Amalia, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung
Mangkurat, Jalan Veteran 128 B, Banjarmasin, KalSel, email: nidulnduldul@gmail.com

PENDAHULUAN Katekin terutama EGCG dapat menghambat


bakteri (bakteriostatis) dan sebagai bakterisid
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga terhadap Streptococcus mutans, Streptococcus
(SKRT) Depkes tahun 2007 menunjukkan bahwa sobrinus dan laktobasillus, yang merupakan bakteri
secara umum prevalensi penyakit gigi dan mulut penyebab utama terjadinya karies.2,11,12 Hasil
tertinggi meliputi 72,1% penduduk, dan 46,6% penelitian Adrianto tentang antibakteri biji kakao
diantaranya merupakan karies aktif.1 Prevalensi yang mengandung polifenol dan didominasi oleh
karies yang tinggi ini menjadi bukti kurangnya katekin dan epigalokatekin, menunjukkan
kesadaran masyarakat Indonesia untuk menjaga kandungan polifenol dengan kadar 100% mampu
kesehatan gigi dan mulutnya.2Terdapat empat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus
faktor utama yang berperan dalam proses mutans lebih baik dibandingkan polifenol
terjadinya karies, yaitu host, mikroorganisme, konsentrasi 50%.11 Melalui peranannya ini, katekin
substrat, dan waktu. Faktor-faktor tersebut bekerja dapat menghambat proses fermentasi gula oleh
bersama dan saling mendukung satu sama lain.3 enzim glukosiltransferase yang dapat memproduksi
Saliva sebagai salah satu faktor primer risiko asam.12
karies memiliki peranan penting dalam kesehatan Teh putih memiliki jumlah flavonoid
rongga mulut. Saliva sebagai sistem penyangga terbanyak, disusul teh hijau, teh oolong, dan teh
untuk menjaga pH optimal mulut, yaitu pH yang hitam.13 Teh putih adalah tipe teh yang paling
cenderung basa. Jika tanpa saliva, maka setiap kita sedikit diproses dan memiliki kandungan katekin
makan akan terbentuk lingkungan yang asam yang yang paling tinggi, dibuat dari daun teh muda
akan mendukung pertumbuhan bakteri kariogenik. (pucuk) yang diuapkan segera setelah dipanen
Makanan yang kita konsumsi sehari-hari terutama untuk menonaktifkan oksidasi polifenol, yaitu
makanan yang bersifat asam dapat mempengaruhi enzim yang menghancur katekin. Proses ini
pH saliva di dalam rongga mulut, pH saliva menghasilkan teh putih yang lebih kaya
menjadi turun dan bersifat asam. Selain itu, hasil akankatekin dibanding teh hijau.14
metabolisme karbohidrat oleh mikroorganisme Penelitian ini peneliti bertujuan
dalam rongga mulut juga menghasilkan asam yang membandingkan efektifitas larutan teh putih seduh
akan memicu proses demineralisasi email dan konsentrasi 100% dan 50% terhadap peningkatan
dentin, sehingga terjadi karies.4,5 pH saliva sebagai obat kumur dalam usaha menjaga
Penggunaan larutan kumur adalah salah satu kebersihan rongga mulut dan mencegah karies.
cara yang cukup berhasil dalam menjaga
kebersihan mulut.6 Obat kumur yang sering BAHAN DAN METODE
digunakan adalah obat kumur antiseptik, akan
tetapi penggunaan antiseptik dalam obat kumur Rancangan penelitian yang digunakan adalah
dewasa ini diduga dapat berefek karsinogenik studi QuasiExperimental dengan Pretest-Posttest
terhadap penggunanya. Hal ini didukung oleh hasil Group Design. Penelitian dilakukan pada
penelitian McCullough dan Farah yang menyatakan mahasiswa Pendidikan Guru Pendidik Anak Usia
bahwa pemakaian mouthwash dengan kandungan Dini angkatan 2010 FKIP UNLAM Banjarmasin.
antiseptik berupa alkohol dapat memicu terjadinya Sebanyak 66 subjek dibagi menjadi 2
kanker mulut.7,8 Dewasa ini telah berkembang kelompok.Kelompok pertama berkumur dengan teh
penggunaan obat tradisional sebagai alternatif yang putih seduh konsentrasi 100% dan kelompok kedua
lebih aman dibandingkan zat kimia.9 berkumur dengan teh putih seduh konsentrasi 50%.
Teh merupakan minuman paling popular di Bahan yang digunakan adalah larutan teh
antara berbagai minuman.Selain nikmat, minum teh putih seduh konsentrasi 100%, larutan teh putih
dalam bentuk seduhan juga mempunyai banyak seduh konsentrasi 50%, air/akuades, dan kertas
manfaat yang baik untuk kesehatan termasuk label. Alat yang digunakan adalah, gelas kecil
kesehatan rongga mulut.Minuman dari pucuk daun untuk menampung saliva, gelas kumur, gelas ukur,
teh(Camellia sinensis) ini dapat memperkuat gigi, pH meter, termometer, heater, sarung tangan dan
melawan bakteri dalam mulut, dan mencegah masker.Cara pembuatan teh putih seduh
terbentuknya plak gigi.10Teh memiliki kandungan konsentrasi 100% dalam penelitian ini yaitu 100
kaya sumber polifenol (katekin) yang merupakan gram teh putih yang diseduh dengan 100 ml air.
bagian dari flavonoid. Empat katekin utama adalah Sebelumnya air dididihkan, kemudian didiamkan
epigalocathechin-3-gallate (EGCG) yang kira-kira sebentar, agar suhunya turun ke temperatur
59% dari total katekin, epigalocathecin (EGC) optimum.Temperatur optimum dalam penyeduhan
19%, epicatechin-3-gallate (ECG) 13,6%, teh adalah 70-80oC. Penggunaan temperatur
epicatechin (EC), dan 6,4% kafein.11 optimum bertujuan untuk menjaga agar kadar
31 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 29 - 33

polifenol dalam teh tidak berkurang. Pembuatan teh sesudah berkumur adalah 6,922 dan 7,053.Terdapat
putih seduh konsentrasi 50% dibuat dengan peningkatan rata-rata pH sebesar 0,131.Pada
caralarutan teh putih seduh konsentrasi 100% kelompok yang berkumur dengan teh putih seduh
dicampurkan dengan air pada temperatur optimum 50% rata-rata pH saliva sebelum dan sesudah
sebanyak 100 ml. berkumur adalah 6,991 dan 7,082.Terdapat
Tahapan prosedur kerja selanjutnya adalah peningkatan pH saliva sebesar 0,091.
subjek diinstruksikan agar tidak menyikat gigi, Hasil uji Shapiro Wilkmenunjukkan data
makan dan minum minimal 1 jam sebelum pada kelompok yang berkumur teh putih dengan
penelitian.Subjek masing-masing kelompok konsentrasi 100% terdistribusi normal. Analisis
dipersilahkan mengeluarkan saliva ke dalam data dilanjutkan dengan t - Test berpasangan.Pada t
sebuah gelas kecil penampung saliva yang sudah -Test berpasangan didapatkan hasil p = 0,043
diberi label, ± 2 ml per sampel.pH saliva diukur (p>0,05) yang menunjukkan peningkatan pH saliva
dengan menggunakan pH meter. Setelah yang signifikan sebelum dan sesudah berkumur teh
pengambilan data awal, subjek diinstruksikan putih seduh konsentrasi 100%.
tentang perlakuan yang akan diberikan sesuai Analisis dilanjutkan pada data pH saliva
kelompok. Kelompok pertama berkumur dengan kelompok berkumur teh putih konsentrasi 50%.
larutan teh putih seduh konsentrasi 100%, selama Pada uji normalitas, sebaran data kelompok
30 detik dan kelompok kedua berkumur dengan berkumur teh putih konsentrasi 50% tidak normal,
larutan teh putih seduh konsentrasi 50% selama 30 sehingga digunakan uji alternatifWilcoxon. Pada uji
detik. Wilcoxon didapatkan hasil p = 0,037 yang berarti
Subjek masing-masing kelompok kemudian terdapat peningkatan pH saliva yang signifikan.
dipersilahkan mengeluarkan saliva ke dalam Analisis dilanjutkan dengan Uji T tidak
sebuah gelas ukur yang sudah diberi label, ± 5 ml berpasangan berdasarkan selisih pengukuran pH
per sampel.pH saliva masing-masing kelompok sebelum dan sesudah berkumur setiap kelompok
diukur dengan pH meter. Data dikumpulkan dan untuk mengetahui apakah ada perbedaan perubahan
dilakukan analisis data serta penyimpulan hasil pH saliva antar kelompok yang berkumur teh putih
analisis data. konsentrasi 100% dengan 50%. Pada setiap
Data yang didapat dari tiap kelompok kelompok didapatkan sebaran data terdistribusi
dilakukan uji normalitas menggunakan uji Shapiro normal. Pada uji T tidak berpasangan didapatkan
Wilk.Data yang terdistribusi normal dilanjutkan hasil p = 0,661 (p>0,05) yang menunjukkan tidak
dengan t-Test berpasangan untuk mengetahui terdapat perbedaan signifikan antara kelompok
perbandingan pH saliva sebelum dan sesudah perlakuan.
perlakuan tiap kelompok.Data yang tidak
terdistribusi normal dilakukan uji Wilcoxon. Lalu PEMBAHASAN
dilanjutkan t-Test tidak berpasangan untuk
membandingkan antara kedua kelompok perlakuan Hasil analisis dalam penelitian ini
dengan tingkat kepercayaan 95% (p<0,05). menunjukkan terjadinya peningkatan pH saliva
yang signifikan setelah berkumur dengan teh putih
HASIL PENELITIAN seduh konsentrasi 100% maupun teh putih seduh
konsentrasi 50%. Peningkatan pH saliva setelah
Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. berkumur dengan teh putih kemungkinan terjadi
karena kandungan katekin dan polifenol yang
Tabel 1. Rata-rata pH Saliva Sebelum dan Sesudah terdapat pada teh putih. Teh putih mengandung
Berkumur Teh Putih Seduh Konsentrasi 100 katekin terutama EGCG yang berfungsi sebagai
% dan Teh Putih Seduh Konsentrasi 50%. bakteriostatis dan bakterisid terhadap bakteri
kariogenik salah satunya Streptococcus mutans.15
pH Saliva Rata-rata Katekin bekerja dengan cara mencegah terjadinya
Teh putih Teh putih adhesi Streptococus mutans menyebabkan
konsentrasi konsentrasi penghambatan aktivitas enzim glukosiltransferase
100% 50% sehingga pembentukan asam dihambat.16Katekin
Sebelum 6,922 6,991 juga dapat merusak dinding sel bakteri dan
berkumur membran sitoplasma serta menyebabkan denaturasi
Sesudah 7,053 7,082 protein.17
berkumur Aktivitas biologis senyawa flavonoid terhadap
Selisih 0,131 0,091 bakteri dilakukan dengan merusak sel bakteri. Sel
bakteri yang terdiri atas lipid dan asam amino akan
bereaksi dengan gugus alkohol pada senyawa
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa flavonoid sehingga dinding sel akan rusak dan
pada kelompok berkumur dengan teh putih senyawa tersebut dapat masuk ke dalam inti sel
konsentrasi 100%, rata-rata pH saliva sebelum dan bakteri. Senyawa ini juga akan kontak dengan
Amalia : Perbandingan Efektivitas Berkumur Larutan Teh Putih 32

DNA pada inti sel bakteri. Adanya perbedaan efektivitasnya tidak terlalu terlihat.19 Hal seperti ini
kepolaran antara lipid penyusun DNA dengan kemungkinan juga terjadi pada teh
gugus alkohol pada senyawa flavonoid putih.Konsentrasi maksimum katekin yang
menyebabkan terjadinya reaksi sehingga akan dibutuhkan untuk memicu peningkatan pH saliva
merusak struktur lipid DNA bakteri serta inti sel mungkin sudah dicapai atau dilampaui pada teh
bakteri akan lisis dan mati. Selain itu tannin yang seduh konsentrasi 50%, sehingga tidak ada
terkandung dalam teh putih dapat mengkerutkan perbedaan bermakna antara teh putih seduh
dinding sel atau membran sel sehingga konsentrasi 100% dan konsentrasi 50% terhadap
mengganggu permeabilitas sel itu sendiri. Sel tidak peningkatan pH saliva.
dapat melakukan aktivitas hidup sehingga Hasil penelitian Putri (2011) tentang pengaruh
pertumbuhannya terhambat atau bahkan mati.18 campuran madu dan teh hijau dalam perubahan
Peningkatan pH saliva terjadi akibat adanya derajat keasaman (pH) saliva anak terlihat bahwa
peningkatan sekresi saliva. Adanya peningkatan kenaikan pH saliva terjadi pada menit pertama
sekresi saliva menyebabkan peningkatan ion-ion sampai pada menit ke -15 dan turun pada menit ke-
bikarbonat sehingga pH saliva akan meningkat. 30 pada semua kelompok.19 Penelitian Afifah
Peningkatan sekresi saliva dapat terjadi karena (2010) tentang uji beda dalam pemberian teh hijau
adanya rangsangan mekanis dan kimiawi terhadap dan teh hitam terhadap pH saliva secara in vivo
kelenjar saliva.Peningkatan pH pada penelitian ini menunjukkan terjadi perbedaan waktu kenaikan pH
kemungkinan terjadi akibat peningkatan sekresi saliva.pH saliva turun pada menit ke-2 kemudian
saliva yang berasal dari rangsangan kandungan naik pada menit ke-6 dan kembali turun pada menit
seduhan teh putih yaitu tannin yang terasa ke-10. Adapula yang mengalami perlambatan,
pahit.Hal ini sesuai dengan penelitian Permatasari menurun sampai menit ke- 6 kemudian baru
(2011), yang menunjukkan adanya peningkatan meningkat pada menit ke-10.10 Pada penelitian ini
sekresi saliva pada kelompok kontrol karena hanya dilakukan pengukuran saliva langsung
rangsangan mekanis terhadap kelenjar saliva setelah berkumur dan tidak dilakukan perentang
(berkumur).Sekresi saliva yang dihasilkan pada waktu, sehingga efek teh putih seduh konsentrasi
kelompok perlakuan lebih banyak karena terjadi 100% dengan 50% tidak diketahui sampai kapan
dua rangsangan pada kelenjar saliva, yaitu efektifnya dalam merubah atau meningkatkan pH
rangsangan mekanik (berkumur) dan rangsangan saliva.
kimiawi (rasa pahit dari tannin) sehingga ion-ion Tidak adanya perbedaan peningkatan pH
bikarbonat yang dihasilkan lebih saliva antar kelompok kemungkinan disebabkan
banyak.Akibatnya, pH saliva pada kelompok oleh beberapa faktor yang tidak dapat peneliti
perlakuan meningkat secara signifikan kendalikan, seperti kepatuhan diet atau pola makan
dibandingkan kelompok kontrol.20Pada penelitian seseorang dan karies.Menurut Toda M yang dikutip
ini tidak dilakukan pengukuran volume saliva dari Nur Afifah orang yang memiliki kebiasaan
sehingga peningkatan sekresi saliva tidak bisa mengunyah makanan yang banyak mengandung
dinilai. serat seperti buah-buahan dan sayur-sayuran
Berdasarkan hasil analisis yang telah mempengaruhi pH saliva dengan secara tidak
dilakukan, dapat dilihat bahwa tidak terdapat langsung melalui peningkatan sekresi saliva.pH
perbedaan peningkatan pH saliva yang signifikan dan kapasitas buffer saliva juga akan berpengaruh
antara kelompok yang berkumur teh putih seduh setelah makan. pH saliva menjadi asam 10 menit
konsentrasi 100% dengan 50%. Penelitian setelah makan karbohidrat dan proses untuk
Sakanaka yang dikutip dari Wiria menyatakan menormalkan pH saliva setelah makan memerlukan
bahwa konsentrasi hambat minimum katekin yang waktu 30-60 menit.10 Pada penelitian ini responden
diperlukan untuk menghambat pembentukan diminta agar tidak mengkonsumsi makanan
glukan dengan bantuan enzim glukosiltransferase minimal 1 jam sebelum penelitian. Kemungkinan
adalah 0,025 – 0.030 mg/ml. Pada penelitian Wiria masih terdapat responden yang tidak mematuhi
(2008) yang membandingkan efektivitas berkumur instruksi untuk tidak makan sebelum perlakuan
larutan teh hijau seduh konsentrasi 100% dengan sehingga berpengaruh terhadap pH saliva setelah
50% terhadap pembentukan plak gigi menunjukkan pemberian seduhan teh putih untuk berkumur.
nilai KHM pada teh hijau konsentrasi seduh 100% Faktor lainyang dapat berpengaruh terhadap
kira-kira 1,3 – 2,533 mg/ml dan pada konsentrasi penelitian adalah karies. Pada hasil kuesioner
50% yaitu 0,65-1,265 mg/ml. Konsentrasi tersebut didapatkan faktor perancu yang bisa mempengaruhi
menunjukkan nilai yang lebih besar dari pada hasil seperti gigi berlubang. Gigi berlubang akan
KHM katekin. Hasil penelitian Wiria menunjukkan mempermudah makanan/minuman menempel
tidak adanya perbedaan bermakna. Hal tersebut sehingga terdapat banyak bakteri yang dapat hidup
dimungkinkan karena kadar atau konsentrasi dan dapat menghasilkan asam.Hal ini
katekin dalam kedua larutan teh seduh ini jauh menyebabkan potensi pembentukan asam lebih
lebih besar dari KHM (konsentrasi hambat tinggi.10 Pada penelitian ini faktor karies tidak
minimum) katekin, sehingga perbedaan dikendalikan, sehingga adanya gigi karies pada
33 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 29 - 33

responden dapat mempengaruhi pH 11. Adrianto, Kiki. Efek Antibakteri Polifenol Biji
saliva.Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik Kakao pada Streptococcus mutans. Skripsi.
kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan Jamber: Fakultas Kedokteran Gigi. 2012.
efektifitas antara teh putih (Camellia sinensis. L) 12. Ukra M. The Miracle of Tea. Bandung: Qanita,
seduh konsentrasi 100% dan 50% sebagai obat 2011. Hal:53.
kumur terhadap peningkatan pH saliva. 13. Jighisa A, Rai N, Kumar N, Gautam P. Green
Tea : A Magical Herb with Miraculous
DAFTAR PUSTAKA Outcomes. International Research Journal of
Pharmacy 2012; 3(5): 139-148.
1. Badan Penelitian dan Pengembangan 14. Bestbook.1001 Teh – Dari Asal Usul, Tradisi,
Kesehatan Kementerian Kesehatan. Riset Khasiat Hingga Racikan Teh. Yogyakarta:
Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Jakarta: Andi Publisher, 2010. Hal: 50-74.
Badan Penelitian dan Pengembangan 15. Wiria F. Perbandingan Efektvitas Berkumur
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2007. dengan Larutan Teh Hijau Seduh Konsentrasi
Hal: 141-142. 100% dan 50% dalam Menghambat
2. Simanjuntak CMK. Hubungan Keadaan Saliva Pembentukan Plak Gigi Secara Klinis pada
dengan Risiko Karies pada Siswa X SMK Enam Permukaan Gigi. Skripsi. Jakarta:
Negeri 9 Medan. Repository USU 2011. Hal: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
1, 16, 54-55. Indonesia, 2008. Hal: 43.
3. Soesilo D, Rinna ES, Indeswati D. Peranan 16. Suprastiwi E. Efek Antimikroba Polifenol dari
Sorbitol dalam Mempertahankan Kestabilan Teh Hijau Jepang terhadap Streptococcus
pH Saliva pada Proses Pencegahan Karies. mutans. Skripsi. Dep.I Konservasi Gigi
Majalah Kedokteran Gigi (Dental Journal) Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
2005; 38: 25-28. Indonesia, 2007. Hal: 7.
4. Mgowan K. The Biology of Saliva 17. Amelia R, Sudomo P, Widasari L.
2005;(online),(http://discovermagazine.com/20 Perlindungan Uji Efektivitas Ekstrak Teh
05/oct/ the - biology - of - saliva), diakses 24 Hijau (Camellia Sinensis) sebagai Alat Anti
Januari 2013). Bakteri terhadap Bakteri Staphylococcus
5. Stookey GK. The Effect of Saliva on Dental Aureus dan Escherichia coli Secara In Vitro.
Caries. JADA. 2008; 139(S):11-17. Jakarta: Universitas Pembangunan Nasional
6. Endarti, Fauzia, Eeli Z. Manfaat Berkumur Veteran Jakarta. Bina Widya: Majalah Ilmiah
dengan Larutan Ekstrak Siwak (Savadora 2013; 23(4); 177-182.
Persica). Majalah Kedokteran Nusantara 2007; 18. Noorhamdani, Yully E, Hendra PS. Ekstrak
40(1): 29-37. Daun Teh Putih (Camellia sinensis) sebagai
7. McCullough MJ, Farah CS. The Role of Antibakteri Terhadap Streptococcus mutans
Alcohol in Oral Carsinogenesis with Particular Secara In Vitro.Skripsi. Program Studi
Reference to Alcohol-containing Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
mouthwashes. AustDent J 2008; 53:302-305. Universitas Brawijaya, 2013. Hal: 9.
8. Rahmah N, Aditya RKN. Uji Fungistatik 19. Putri DKT. Pengaruh Campuran Madu dan
Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L.) terhadap Teh Hijau Terhadap Perubahan Derajat
Candida albicans. BIOSCIENTIAE 2010; Keasaman (pH) Saliva Anak (Kajian Secara In
7:17-24. vitro). Laporan Penelitian. Banjarmasin:
9. Sundari D, Budi N, M. Wien W. Toksisitas Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas
Akut (LD50) dan Uji Gelegat Ekstrak Daun Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat,
Teh Hijau (Camellia sinensis (Linn.) Kunze) 2011. Hal: 35-36.
pada Mencit. Media Penelitian dan 20. Permatasari N, Miftakhul C, Felix A.
Pengembangan Kesehatan 2009; XIX: 198- Efektivitas Berkumur Infusum Teh Hijau Pada
203. Perubahan pH Saliva pada Anak SD Berusia 9-
10. Afifah N. Uji Beda Pemberian Teh Hijau dan 11 Tahun di SDN Dinoyo II Malang. Skripsi.
Teh hitam terhadap Perubahan pH Saliva Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas
Secara In Vivo. Skripsi. Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, 2011. Hal:
Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 2010. 4.
Hal: 12-42.
34

DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 1. Maret 2014

Laporan Penelitian

PERANAN PENYULUHAN DEMONSTRASI TERHADAP RASA TAKUT DAN


CEMAS ANAK SELAMA PERAWATAN GIGI DI PUSKESMAS CEMPAKA PUTIH
BANJARMASIN

Noor Hamidah, Didit Aspriyanto, Cholil


Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin

ABSTRACT

Background : The fear and anxiety toward dental treatment was a barrier for dentists in improving
dental health, especially in children. It was important to treat children who feel scared and anxious toward
dental treatment, because the fear and anxiety were the cause of 15 % of dental treatment failure. One of the
efforts to prevent the fear and anxiety of children to dental treatment by given demonstration counseling.
Purpose : The purpose of this study was to determine the role of demonstrations counseling toward children
fear and anxiety during dental treatment at cempaka putih public health center in Banjarmasin. Methods : This
research was a quasi experimental with posttest-only with control group design, with one group given no
treatment as controls. Children fear and anxiety was measured with CFSS-DS (Children Fear Survey Schedule-
Dental subscale). Results : Chi-square test results showed that the children who were not given demonstrations
counseling had fear higher sense of fear and anxiety, while children who were given demonstrations counseling
had a lower sense of fear and anxiety (P<0,05). Conclusion : Based on the research can be concluded that
there was significant differences between children who were given demonstrations counseling and were not
given demonstrations counseling.

Keywords: fear, anxiety, demonstrations counseling

ABSTRAK

Latar Belakang : Rasa takut dan cemas terhadap perawatan gigi merupakan hambatan bagi dokter
gigi dalam usaha peningkatan kesehatan gigi, terutama pada anak-anak. Penting untuk merawat anak yang
merasa takut dan cemas terhadap perawatan gigi, karena takut dan cemas merupakan penyebab dari 15%
kegagalan perawatan gigi. Salah satu upaya untuk mencegah rasa takut dan cemas anak terhadap perawatan
gigi yaitu dengan memberikan penyuluhan demonstrasi. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui peranan penyuluhan demonstrasi terhadap rasa takut dan cemas anak selama perawatan gigi di
Puskesmas Cempaka Putih Banjarmasin. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian quasi experimental
dengan posttest-only with control group design, dengan satu kelompok yang tidak diberikan perlakuan sebagai
kontrol. Rasa takut dan cemas diukur dengan CFSS-DS (Children Fear Survey Schedule-Dental Subscale).
Hasil : Hasil uji chi-squere menunjukkan bahwa anak yang tidak diberikan penyuluhan demonstrasi memiliki
rasa takut dan cemas yang tinggi, sedangkan anak yang diberi penyuluhan memiliki rasa takut dan cemas
rendah (P<0,05). Kesimpulan : Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat
perbedaan yang bermakna antara anak yang diberikan penyuluhan demonstrasi dan tidak diberikan
penyuluhan demonstrasi.

Kata kunci: takut, cemas, penyuluhan demonstrasi

Korespondensi : Noor Hamidah, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung
Mangkurat, Jalan Veteran 128 B, Banjarmasin, Kalsel, email: Ananda_mieda@gmail.com
35 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 34 - 38

PENDAHULUAN seorang struktur atau tim menunjukkan,


memperlihatkan, suatu proses sehingga audience
Masalah kesehatan gigi anak di Indonesia
dapat melihat, mengamati, mendengar, dan
masih sangat memprihatinkan. Laporan hasil riset
kesehatan dasar (RISKESDAS) tahun 2007 memahami proses yang ditunjukkan.10 Manusia
menunjukkan bahwa prevalensi penduduk hanya memahami 20% dari apa yang mereka lihat,
Kalimantan Selatan usia 5-14 tahun yang memiliki dan 30% dari apa yang mereka dengar. Mereka
masalah gigi dan mulut sebanyak 58,5%. mampu mengingat informasi sebanyak 50% dari
Banjarmasin sendiri angka kerusakan gigi sebanyak apa yang mereka lihat dan dengar, dan sebanyak
1,11 gigi perorang yang mengalami karies.1 Hal ini 80% informasi yang mereka peroleh jika mereka
disebabkan masih banyak orang tua yang
melihat, mendengar, dan melakukan informasi
berpendapat bahwa gigi sulung tidak perlu dirawat,
karena mereka tidak tahu akibat yang akan terjadi tersebut secara bersama-sama.10
bila gigi sulung tidak dirawat dengan baik. Upaya
yang dapat dilakukan untuk mempertahankan gigi BAHAN DAN METODE
sulung adalah melakukan perawatan rutin ke dokter
gigi.2,3 Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-Juli
Kebanyakan anak memiliki rasa takut dan 2013 di Puskesmas Cempaka Putih Banjarmasin.
cemas terhadap perawatan gigi, sehingga hal Jenis penelitian yang digunakan adalah quasi
tersebut menjadi hambatan bagi dokter gigi dalam experimental, dengan rancangan penelitian
usaha meningkatkan kesehatan gigi masyarakat posttest-only with control group design, dengan
khususnya anak-anak, karena kecemasan pasien satu kelompok yang tidak diberikan perlakuan
memberikan efek negatif terhadap prosedur sebagai kontrol. Instrumen pada penelitian ini
perawatan yang akan dilakukan.3,4 Belladom (2009) menggunakan kuesioner yang di ukur dengan
menyatakan pasien anak yang memiliki rasa takut CFSS-DS (Children Fear Survey Schedule-Dental
dan cemas sulit untuk diatur dan diberi perlakuan Subscale) yang terdiri dari 15 pertanyaan masing-
sehingga penting merawat anak yang merasa takut masing mencakup aspek yang berbeda pada
dan cemas. Rasa takut dan cemas merupakan perawatan gigi.
penyebab dari 15% kegagalan perawatan gigi. Tingkat kecemasan dan rasa takut pada anak
Beberapa ahli juga melaporkan bahwa pada dibagi menjadi skala 5 poin yaitu, tidak takut sama
umumnya rasa takut dan cemas timbul akibat sekali dengan skor = 1, agak takut = 2, cukup takut
perawatan gigi semasa kanak-kanak. Oleh karena = 3, takut skor = 4 dan sangat takut skor = 5. Nilai
itu perlu diperhatikan bahwa pencegahan terhadap total CFSS-DS (Children Fear Survey Schedule-
timbulnya rasa takut dan cemas anak harus dimulai Dental Subscale) memiliki rentang skor antara 15-
pada usia dini, sehingga membuat seorang anak 75, tingkat kecemasan dan rasa takut yang rendah
menjadi lebih berani dan memperkuat kebiasaan mempunyai nilai 15-37, sedangkan tingkat
perawatan gigi yang baik untuk selanjutnya.5,6,7 kecemasan dan rasa takut yang tinggi mempunyai
Salah satu upaya untuk mencegah rasa takut nilai 38-75.
dan cemas anak terhadap perawatan gigi yaitu Alat yang digunakan dalam penelitian ini
dengan penyuluhan.6 Penyuluhan kesehatan yaitu, alat diagnosa, model pantom, lembar
penilaian rasa takut dan cemas, formulir informed
diartikan sebagai kegiatan pendidikan kesehatan
consent, dan alat tulis. Pertama yang dilakukan
yang dilakukan dengan cara menyebarluaskan adalah penetapan sampel yang diambil secara
pesan dan menanamkan keyakinan. Dengan accidental sampling. Sampel harus memenuhi
demikian masyarakat tidak hanya sadar, tahu, dan kriteria inklusi yang telah ditetapkan.
mengerti, tetapi juga dapat melakukan anjuran yang Sebelum dilakukan penyuluhan demonstrasi,
berhubungan dengan kesehatan.8 responden meminta izin pada orang tua untuk
Media penyuluhan yang digunakan untuk pengisian data diri anak, kemudian dilakukan
wawancara kepada anak tentang pengalaman ke
mencegah rasa takut dan cemas anak selama dokter gigi sebelumnya. Penyuluhan demonstrasi
perawatan gigi dalam penelitian ini adalah dengan diberikan dengan cara, pengenalan alat diagnostik
metode demonstrasi. Metode demonstrasi (kaca mulut, sonde, eskavator, pinset),
merupakan suatu penyajian pengertian atau ide memperlihatkan atau menunjukkan fungsi dan cara
yang dipersiapkan dengan teliti untuk menggunakan alat diagnostik dengan menggunakan
memperlihatkan bagaimana cara melaksanakan model pantom, memberikan kesempatan pada anak
untuk bertanya jika anak tersebut tidak mengerti
suatu tindakan, adegan, atau menggunakan suatu
dengan apa yang kita jelaskan, langkah selanjutnya
prosedur dengan alat bantu yang digunakan dalam adalah melakukan pemeriksaan dan perawatan gigi
menyampaikan bahan pendidikan.9 Metode pada anak. Observasi selama pemeriksaan dan
demonstrasi juga merupakan cara mengajar dimana perawatan gigi oleh dokter gigi. Setelah selesai
Hamidah : Peranan Penyuluhan Demonstrasi 36

dilakukan pemeriksaan dan perawatan gigi, Berdasarkan Tabel 2 responden usia 6 tahun
dilakukan wawancara terpimpin pada anak dengan dengan kategori tinggi sebanyak 5 orang (62,5%)
panduan kuesioner yang telah dibuat. Analisis data dan kategori rendah 3 orang (37,5%). Usia 7 tahun
dilakukan dengan pengujian statistik menggunakan dengan kategori tinggi sebanyak 6 orang (60%) dan
uji chi-square, dengan tingkat kepercayaan 95% kategori rendah 4 orang (40%). Usia 8 tahun
(α= 0,05). dengan kategori tinggi sebanyak 1 orang (20%) dan
kategori rendah 4 orang (80%). Usia 9 tahun
HASIL PENELITIAN dengan kategori tinggi tidak ada dan kategori
rendah sebanyak 7 orang (100%).
Hasil penelitian tentang peranan penyuluhan
demonstrasi terhadap rasa takut dan cemas anak Tabel 3 Perbedaan rasa takut dan cemas berdasarkan
selama perawatan gigi di puskesmas cempaka putih jenis kelamin.
Banjarmasin dapat dilihat pada Tabel 1.
Rasa takut dan cemas
Tabel 1 perbedaan rasa takut dan cemas pada anak yang Total
Jenis
diberikan penyuluhan demonstrasi dan tidak diberikan Tinggi Rendah
kelamin
penyuluhan demonstrasi.
f % f % f %
Rasa Takut dan Cemas
Total laki-laki 5 35,7 9 64,3 14 100
PD Tinggi Rendah
perempuan 7 43,8 9 56,3 16 100
f % F % f %
TP 11 73,3 4 26,7 15 100
DP 1 6,7 14 93,3 15 100 Berdasarkan Tabel 3 anak laki-laki yang
memiliki rasa takut dan cemas tinggi sebanyak 5
orang (35,7%), rasa takut dan cemas rendah 9
Keterangan orang (64%). Anak perempuan yang memiliki rasa
PD : Penyuluhan Demonstrasi takut dan cemas tinggi sebanyak 7 orang (43,8%),
TP : Tanpa Penyuluhan Demonstrasi rasa takut dan cemas rendah 9 orang (56,3%). Dari
data tersebut diketahui anak laki-laki memiliki
Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa anak tingkat rasa takut yang rendah dibandingkan anak
yang tidak diberikan penyuluhan demonstrasi perempuan.
memiliki rasa takut dan cemas tinggi sebanyak 11
orang (77,3%) dan rendah 4 orang (26,7%). Anak
yang diberi penyuluhan memiliki rasa takut dan PEMBAHASAN
cemas tinggi sebanyak 1 orang (6,7%) dan yang
memiliki rasa takut dan cemas rendah 14 orang Rasa takut adalah emosi pertama yang
(93,3%). diperoleh bayi setelah lahir. Rasa takut merupakan
Perbedaan rasa takut dan cemas anak pada uji suatu mekanisme protektif untuk melindungi
chi-square diperoleh nilai signifikansi 0,01 (P < seseorang dari bahaya dan pengrusakan diri.
0,05) yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan Definisi lain menyebutkan takut (fear) merupakan
bermakna antara anak yang diberikan penyuluhan suatu luapan emosi individu terhadap adanya
demonstrasi dan tanpa penyuluhan demonstrasi. perasaan bahaya atau ancaman yang merupakan
gabungan dari beberapa faktor antara lain, perilaku
Tabel 2 Perbedaan rasa takut dan cemas anak
yang tidak menyenangkan seperti ancaman yang
berdasarkan usia.
menakutkan yang akan terjadi.12
Rasa takut dan cemas Rasa takut pada anak yang hendak melakukan
Total perawatan ke dokter gigi merupakan suatu
Usia Tinggi Rendah kecemasan yang dapat juga diartikan suatu
kekhawatiran atau ketegangan yang berasal dari
f % f % f % sumber yang tidak diketahui.6 Rasa takut pada
anak seringkali diikuti dengan adanya perubahan
6 5 62,5 3 37,5 8 100 fisiologis, kognitif, dan tingkah laku. Bentuk
ekspresi ketakutan itu sendiri bisa bermacam-
7 6 60,0 4 40,0 10 100 macam, biasanya lewat tangisan, jeritan,
8 1 20,0 4 80,0 5 100 bersembunyi atau tidak mau berpisah dari orang
tuanya.13
9 0 0,0 7 100,0 7 100
Rasa takut dalam bidang perawatan gigi anak
merupakan salah satu sikap emosional yang paling
sering ditemukan dan merupakan salah satu
37 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 34 - 38

komponen dari tidak kooperatifnya anak terhadap berhubungan erat dengan masa depan dan sering
perawatan gigi, sehingga dapat menghalangi dapat diantisipasi. Sebaliknya rasa takut merupakan
keberhasilan perawatan gigi anak. Ketakutan respon terhadap sesuatu bahaya yang timbul pada
saat ini atau masa kini.4
terhadap perawatan gigi dinyatakan dengan adanya
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
penolakan terhadap perawatan gigi. Baik penolakan dapat disimpulkan bahwa anak yang diberikan
secara total terhadap dokter gigi yang bersangkutan penyuluhan demonstrasi memiliki tingkat rasa takut
ataupun menolak beberapa jenis prosedur dan cemas yang lebih rendah dibandingkan anak
perawatan gigi yang dilakukan.5,1 Rasa cemas yang tidak diberikan penyuluhan demonstrasi.
artinya khawatir, gelisah, dan takut. Rasa cemas Anak usia 6-7 tahun memiliki tingkat rasa takut
merupakan salah satu tipe gangguan emosi yang dan cemas yang tinggi, karena masih memerlukan
orang tua dan pada usia tersebut merupakan
berhubungan dengan situasi tak terduka atau
periode tidak kooperatifnya anak serta emosi yang
dianggap berbahaya. Kecemasan juga dapat belum terkontrol dengan baik, sedangkan anak usia
didefinisikan sebagai suatu kekhawatiran atau 8-9 tahun memiliki tigkat rasa takut dan cemas
ketegangan yang berasal dari sumber yang tidak rendah, karena sudah bisa menerima berbagai
diketahui. Kecemasan pada anak dapat situasi yang tidak menyenangkan dan
dimaksudkan sebagai rasa takut terhadap perawatan perkembangan emosinya sudah semakin baik.
gigi.2,13 Umumnya anak usia 8-9 tahun bersifat toleran, bisa
diajak kerja sama dan senang memperagakan
Rasa cemas banyak ditemukan pada anak sesuatu.16 Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
Amrullah (2012) yang menyebutkan bahwa anak
yang baru pertama kali ke dokter gigi, beberapa usia 9 tahun memiliki tingkat rasa takut yang lebih
diantaranya mengatakan cemas terhadap rendah, karena anak usia 9 tahun lebih bertanggung
pencabutan dan penambalan walaupun mereka jawab, mandiri, patuh, dan mudah bergaul dengan
tidak pernah mempunyai riwayat pencabutan dan orang lain.7
penambalan sebelumnya.7 Kecemasan merupakan
kondisi emosional yang tidak menyenangkan,
DAFTAR PUSTAKA
ditandai oleh perasaan-perasaan subjektif seperti
ketakutan, ketegangan serta kekhawatiran terhadap 1. Badan Penelitian dan Pengembangan
situasi yang dianggap berbahaya. Karena Kesehatan Depertemen Kesehatan Republik
kecemasan sering memicu anak menjadi tidak Indonesia. Laporan Hasil Riset Kesehatan
kooperatif terhadap perawatan gigi sehingga waktu Dasar (RISKESDAS) Provinsi Kalimantan
Selatan Tahun 2007. Jakarta: Depkes RI. 2009.
perawatannya lebih lama dan tidak memberikan
Hal: 119-120.
hasil yang memuaskan.14 2. Soeparmin S, Suarjaya, dan Melati PT.
Peranan Musik dalam Mengurangi Kecemasan
Rasa takut dan cemas menghadapi perawatan Anak Selama Perawatan Gigi. Interdental
gigi merupakan reaksi yang pada umumnya Jurnal Kedokteran Gigi 2008; 1: 1-5.
dirasakan pasien baik anak maupun dewasa. Rasa 3. Mappijah N. Rasa Takut dan Cemas Anak
takut pada pasien anak muncul akibat adanya Terhadap Perawatan Gigi di SDN 20 Panyula
perasaan cemas dan khawatir melihat peralatan dan Kab. Bone tahun 2010. Media Kesehatan Gigi
obat-obatan yang digunakan dalam perawatan gigi, 2010; 2: 28-36.
4. Pasetyo EP. Peran Musik Sebagai Fasilitas
seperti takut dan cemas melihat bor, jarum suntik
dalam Praktek Dokter Gigi untuk Mengurangi
dan tang gigi.3,16 Kecemasan dan rasa takut Kecemasan Pasien. Surabaya: Fakultas
terhadap perawatan gigi menyebabkan penderita Kedokteran Gigi Universitas Airlangga. 2005.
merasa enggan untuk berobat ke unit pelayanan Hal: 41-42.
kesehatan gigi.15 5. Soeparmin S. Distraksi Sebagai Salah Satu
Pendekatan yang Dilakukan dalam Mencapai
Rasa takut dan cemas sering berhubungan Keberhasilan Perawatan Gigi Anak. Journal
erat, saat orang merasa takut akan sesuatu, orang Dentika Dental 2010; 15(1): 91-95.
tersebut akan merasa cemas. Walaupun perasaan 6. Hariyani N, Setyo L, dan Soedjoko. Mengatasi
cemas dan takut keduanya berhubungan erat, tetapi Kegagalan Penyuluhan Kesehatan Gigi pada
keduanya berbeda. Rasa cemas merupakan suatu Anak dengan Pendekatan Psikologi. Journal
perasaan gelisah terhadap suatu yang diharapkan. Dentika Dental 2008; 1(3):80-84
Perasaan cemas berhubungan dengan harapan 7. Amrullah AA. Tingkat Kecemasan Anak
seseorang dalam menghadapi sesuatu yang Sekolah Dasar Usia 6, 9, dan 12 Tahun
mengerikan atau menakutkan. Rasa cemas sering Terhadap Perawatan Gigi. Fakultas
Hamidah : Peranan Penyuluhan Demonstrasi 38

Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Takut Anak Terhadap Perawatan Gigi.


2012. Hal: 1-10. Interdental Jurnal Kedokteran Gigi 2009; 6(1):
8. Maulana dan Heri. Promosi Kesehatan. 1-7.
Jakarta: EGC. 2009. Hal: 12-13. 13. Soeparmin S, Suarjaya K, dan Antara W. Rasa
9. Hastuti S dan Annisa A. Perbedaan Pengaruh Takut Anak dalam Perawatan Gigi. Jurnal
Pendidikan Kesehatan Gigi dalam Kedokteran Gigi Mahasaraswati 2004; 2(1):
Meningkatkan Pengetahuan Tentang 30-34.
Kesehatan Gigi pada Anak di SD Negeri 2 14. Belladonna NM, Supartinah A, dan Emut L.
Sambi Kesamba Kabupaten Boyolali. Gaster, Pengelolaan Rasa Cemas dengan Metode
Agustus 2010; 7(2): 624-632. Modeling pada Pencabutan Gigi Anak
10. Kumboyono. Perbedaan Efek Penyuluhan Perempuan Menggunakan Anatesi topical.
Kesehatan Menggunakan Media Cetak dengan Jurnal Kedokteran Gigi 2009; 1: Hal: 80-88.
Media Audio Visual Terhadap Peningkatan 15. Soeparmin S, I Ketut S, Putri MS. Midazolam
Pengetahuan Pasien Tuberculosis. Jurnal Sebagai Sedasi Secara Oral dalam Mengurangi
Ilmiah Kesehatan Keperawatan 2011; 7(1): 10. Kecemasan pada Perawatan Gigi Anak.
11. Wibawa C. Perbedaan Efektifitas Metode Denpasar: Fakultas Kedokteran Gigi
Demonstrasi dengan Pemutaran Video Tentang Universitas Mahasaraswati 2011. Hal: 4-5
Pemberantasan DBD Terhadap Peningkatan 16. Swastini IGAAP, Regina T, dan Maria MN.
Pengetahuan dan Sikap Anak SD di Gambaran Rasa Takut Terhadap Perawatan
Kecamatan Wedarijaksa Kabupaten Pati. Gigi Pada Anak Usia Sekolah yang Berobat ke
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia 2007; Puskesmas IV Denpasar Barat. Interdental
2(2): 117. Jurnal Kedokteran Gigi 2007; 5(1): 54-57.
12. Nugraha PY, I ketut S, dan Aya SA. Aplikasi
Komunikasi Terapeutik dalam Mengatasi Rasa
39

DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 1. Maret 2014

Laporan Penelitian

PERBEDAAN pH SALIVA MENGGOSOK GIGI SEBELUM DAN SESUDAH


MENGKONSUMSI MAKANAN MANIS DAN LENGKET
Pengukuran Menggunakan pH Meter pada Anak Usia 10-12 Tahun
di SDN Melayu 2 Banjarmasin

Rosihan Adhani, Shandy Hidayat,, I Wayan Arya


Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin

ABSTRACT

Background: Brushing teeth was the cheapest and the easiest preventive action to do. However, the
maximal result was difficult to obtain. The sweet and sticky food was cariogenic and the characteristic of South
Borneo’s food. Purpose: This research aims to determine the difference of salivary pH from brushing teeth
before and after eating the sweet and sticky food measured by pH meter at 10-12 years old children in SDN
Melayu 2 Banjarmasin. Methods: This study used a quasi experimental with pretest-posttest two group design.
The test of hypothesis was done by using a wilcoxon test. The sample was 60 children with purposive sampling
technique. Results: This study showed that the salivary pH average of group who brushed teeth before eating the
sweet and sticky food at 5th, 15th and 30th minute was 7,3. And the salivary pH average of group who brushed
teeth after eating the sweet and sticky food was 7,1. Conclusion: There was a significant difference of salivary
pH from brushing teeth before and after eating the sweet and sticky food measured by pH meter at 10-12 years
old children in SDN Melayu 2 Banjarmasin at 5th minute with p= 0,007, at 15th minute with p= 0,008 and at 30th
minute with p= 0,002 that used wilcoxon test.

Keywords: salivary pH, brushing teeth, sweet and sticky food, caries, cariogenic.

ABSTRAK

Latar belakang: Menggosok gigi adalah tindakan preventif yang paling mudah dan murah dilakukan.
Namun selama ini hasil yang maksimal sukar didapat. Makanan manis dan lengket merupakan makanan
kariogenik dan ciri khas makanan di Kalimantan Selatan. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
perbedaan pH saliva menggosok gigi sebelum dan sesudah mengonsumsi makanan manis dan lengket yang
diukur menggunakan pH meter pada anak usia 10-12 tahun di SDN Melayu 2 Banjarmasin. Metode: Metode
yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimental semu (quasi experimental) dengan pretest-posttest two
group design. Uji hipotesa menggunakan wilcoxon test. Sampel berjumlah 60 anak diambil dengan tekhnik
purposive sampling. Hasil: Hasil penelitian ini adalah rata-rata pH saliva pada kelompok menggosok gigi
sebelum mengkonsumsi makanan manis dan lengket pada menit ke-5, 15 dan 30 adalah 7,3. Dan Rata-rata pH
saliva pada kelompok menggosok gigi sesudah mengkonsumsi makanan manis dan lengket pada menit ke-5, 15
dan 30 adalah 7,1. Kesimpulan: Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa
terdapat perbedaan pH saliva menggosok gigi sebelum dan sesudah mengonsumsi makanan manis dan lengket
yang diukur menggunakan pH meter pada anak usia 10-12 tahun di SDN Melayu 2 Banjarmasin pada menit ke-
5 dengan nilai p= 0,007, pada menit ke-15 dengan nilai p=0,008, dan pada menit ke-30 dengan nilai p= 0,002
menggunakan wilcoxon test.

Kata-kata kunci: pH saliva, menggosok gigi, makanan manis dan lengket, karies, kariogenik.

Korespondensi: Shandy Hidayat, Program Studi Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Universitas Lambung
Mangkurat, Jl. Veteran 128B, Banjarmasin 70249, Kalimantan Selatan, e-mail: shandy865@gmail.com.
Hidayat : Perbedaan Ph Saliva Menggosok Gigi Sebelum Dan Sesudah 40

PENDAHULUAN minuman bersoda ataupun sebelum mengkonsumsi.


Hal ini dikarenakan, minuman bersoda
Kesehatan gigi dan mulut masih merupakan mengandung zat asam dan memiliki pH 3,0 atau
hal yang perlu diperhatikan, hal ini terlihat bahwa lebih rendah sehingga dapat menyebabkan
90% penduduk Indonesia menderita penyakit gigi demineralisasi pada jaringan keras gigi7,8.
dan mulut, adapun karies gigi merupakan masalah Setelah makan khususnya makanan karbo-
utamanya. Menurut hasil pemeriksaan RIKESDAS hidrat, akan terjadi fermentasi terhadap glukosa
tahun 2007, prevalensi DMF-T berdasarkan makanan. Hasilnya berupa senyawa bersifat asam
provinsi, yang memiliki nilai tertinggi adalah dan membuat lingkungan sekitar gigi bersuasana
provinsi Kalimantan Selatan sebesar 96,1%, asam. Dalam beberapa menit derajat keasaman tadi
dengan indeks DMF-T di provinsi Kalimantan akan meningkat atau pH-nya turun. Bila berlanjut,
Selatan sebesar 6,83 meliputi komponen D-T 1,31, penurunan nilai pH akan sampai ke nilai pH kritis,
komponen M-T 5,52 dan komponen F-T 0,12. Hal yaitu nilai pH yang dapat memicu dekalsifikasi
ini berarti rerata jumlah kerusakan gigi per orang (hilangnya garam kalsium) pada email gigi.
(tingkat keparahan gigi per orang) adalah 6,83 gigi, Keberadaan perubahan suasana pH setelah makan
meliputi 1,31 gigi yang berlubang, 5,52 gigi yang ini akan kembali normal setelah 20-30 menit
dicabut dan 0,12 gigi yang ditumpat. Hal tersebut kemudian. Selama 5-10 menit pertama setelah
masih sangat tinggi menurut WHO1,2,3. makan adalah saat-saat kritis pH (sekitar 5,2-5,5)5.
Makanan khas di Kalimantan Selatan Sayuti (2010) menyatakan bahwa adanya
khususnya kue dominan dengan rasa manis dan pengaruh makanan manis dan lengket terhadap
mengandung santan. Hal ini sesuai dengan hasil terjadinya karies pada gigi anak-anak. Makanan
penelitian RISKESDAS tahun 2007, prevalensi manis dan lengket yang digunakan pada penelitian
penduduk dengan umur 10 tahun ke atas di ini adalah coklat, karena termasuk jenis makanan
Provinsi Kalimantan Selatan dengan konsumsi manis dan lengket serta lebih lunak dibandingkan
makanan beresiko, tertinggi dalam mengkonsumsi dengan permen, biskuit, roti, dan wafer. Menurut
makanan yang manis 83,5% (rentang: 70,8-95,9%) penelitian Diana (2004), semakin besar kekuatan
dan penyedap (84,7%). Selain itu dilaporkan bahwa mastikasi maka semakin besar saliva yang
prevalensi penduduk yang berperilaku benar dihasilkan. Salah satu faktor yang mempengaruhi
menggosok gigi di Provinsi Kalimantan Selatan gerakan mastikasi yaitu konsistensi makanan. Saat
10,3% (3,7-18,9%)1,2,3. mengkonsumsi makanan dengan konsistensi cair
Menyikat gigi adalah tindakan preventif yang (lunak) organ mastikasi kurang menjalankan fungsi
paling mudah dan murah dilakukan. Walaupun pengunyahan. Namun sebaliknya, saat
kegiatan pembersihan gigi secara mekanik ini mengkonsumsi makanan dengan konsistensi padat
dipandang mudah tetapi selama ini hasil yang (keras) organ mastikasi bekerja sangat keras1,9.
maksimal sukar didapat, baik dari aspek kebersihan Penelitian mengenai makanan manis dan
gigi dan faktor kerusakan lainnya. Berdasarkan
lengket sebagai makanan kariogenik telah diketa-
penelitian Riyanti (2005), kemampuan menyikat
gigi secara baik dan benar merupakan faktor yang hui. Namun penelitian mengenai pH saliva jika
cukup penting untuk pemeliharaan kesehatan gigi menggosok gigi sebelum atau sesudah mengkon-
dan mulut. Keberhasilan pemeliharaan kesehatan sumsi makanan manis dan lengket belum diketahui
gigi dan mulut juga dipengaruhi oleh faktor maka peneliti ingin mengetahui perbedaan pH
penggunaan alat, metode penyikatan gigi, serta saliva menggosok gigi sebelum dan sesudah
frekuensi dan waktu penyikatan yang tepat4,5,6. mengkonsumsi makanan manis dan lengket yang
Waktu kegiatan menyikat gigi yang selama ini
diukur menggunakan pH meter pada anak usia 10-
sering dilakukan adalah setelah makan dan
sebelum tidur. Setelah dilakukan penelitian, 12 tahun di SDN Melayu 2 Banjarmasin. Tujuan
terdapat kerugian dari waktu tersebut karena penelitian ini adalah mengetahui perbedaan pH
ditemukan banyak keluhan nyeri secara primer saliva menggosok gigi sebelum dan sesudah
diawali dengan adanya nyeri karena abrasi atau mengonsumsi makanan manis dan lengket yang
erosi gigi. Hal ini tidak dapat diabaikan karena diukur menggunakan pH meter pada anak usia 10-
banyak pasien yang mengeluhkan keluhan tersebut 12 tahun di SDN Melayu 2 Banjarmasin.
sampai pada tahap perawatan jaringan pulpa5.
Berdasarkan hasil penelitian Thomas Attin,
BAHAN DAN METODE
menyikat gigi setelah mengkonsumsi minuman
bersoda (minuman ringan) tidak boleh, karena
Jenis penelitian yang digunakan adalah
dapat mengerosi gigi. Menyikat gigi sebaiknya
eksperimental semu (quasi experimental).
menunggu 30 menit setelah mengkonsumsi
Rancangan penelitian yang dipergunakan adalah
41 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 39 - 45

pretest-posttest two group design. Populasi Tabel 1 Rata-Rata pH Saliva Berdasarkan Umur pada
penelitian ini adalah semua siswa SD yang berusia Anak Usia 10-12 Tahun di SDN Melayu 2
10-12 tahun di SDN Melayu 2 Banjarmasin. Banjarmasin
Sampel pada penelitian ini diambil dengan Jumlah
No. Umur pH Rata-rata
Individu
purposive sampling. Sampel adalah semua siswa
1 10 Tahun 17 6.9
SD yang berusia 10-12 tahun di SDN Melayu 2
Banjarmasin dan memenuhi kriteria inklusi dan 2 11 tahun 23 6.9
eksklusi. Kriteria inklusi: bersedia menjadi 3 12 Tahun 20 6.8
responden, siswa yang berhadir di sekolah pada
saat pemeriksaan, siswa SD berusia 10-12 tahun di Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa pH
SDN Melayu 2 Banjarmasin yang memiliki pH saliva rata-rata pada umur 10 tahun adalah 6.9 dari
saliva asam (pH 5-6 dengan skala pH indikator), 17 orang anak. pH saliva rata-rata pada umur 11
dan responden belum mengkonsumsi makanan dan tahun adalah 6.9 dari 23 orang anak. pH saliva rata-
minuman perasa 1 jam sebelum pemeriksaan. rata pada umur 12 tahun adalah 6.8 dari 20 orang
Kriteria eksklusi: responden tidak bersedia (sakit), anak.
responden alergi coklat, siswa mempunyai penyakit Grafik 1 Rata-rata pH Saliva pada Kelompok
sistemik seperti diabetes, responden tidak sedang Menggosok Gigi Sebelum Mengkonsumsi
berpuasa. Makanan Manis dan Lengket.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pH indikator, pH meter, dan alat tulis.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
coklat, sikat gigi, pasta gigi, dan air mineral.
Variable bebas dalam penelitian ini adalah 29
makanan manis dan lengket, dan menggosok gigi. 27
Variabel terikatnya adalah pH saliva. Dan variable
penganggunya adalah perilaku dan usia. Penelitian 25
ini dilakukan di kelas IV-VI. SDN Melayu 2
23
Banjarmasin. Setelah itu dicatat nama, umur, jenis pH Sesudah
kelamin, dan alamat. Subjek diperiksa satu persatu 21 Perlakuan 30
pH salivanya menggunakan kertas lakmus. menit
Kemudian subjek yang diperiksa harus memenuhi 19
S
syarat yaitu satu jam sebelum pemeriksaan tidak pH Sesudah
i 17
boleh mengkonsumsi makanan dan minuman Perlakuan 15
perasa. Subjek yang pH salivanya asam s 15 menit
dikumpulkan kemudian diambil menjadi 60 orang w
13 pH Sesudah
menjadi sampel penelitian. Sampel penelitian harus a
Perlakuan 5
memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. pH saliva 11
subjek diukur sebelum diberikan perlakuan menit
9
menggunakan pH meter. Kemudian subjek dipisah pH Sebelum
menjadi 2 kelompok yang terdiri dari 30 orang 7 Perlakuan
perkelompok. Kelompok pertama diberikan
perlakuan menggosok gigi sebelum mengkonsumsi 5
coklat kemudian diukur pH salivanya 3
menggunakan pH meter pada menit ke 5, 15 dan
30. Kelompok kedua diberikan perlakuan 1
menggosok gigi setelah mengkonsumsi coklat 0 2 4 6 8 10
kemudian diukur pH salivanya menggunakan pH
meter pada menit ke 5, 15 dan 30. pH Saliva

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian perbedaan pH saliva Berdasarkan data pada Grafik 1 diketahui


bahwa rata-rata pH saliva pada kelompok
menggosok gigi sebelum dan sesudah
menggosok gigi sebelum mengkonsumsi makanan
mengkonsumsi makanan manis dan lengket yang manis dan lengket pada menit ke-5, 15, dan 30
diukur menggunakan pH meter pada anak usia 10- adalah 7,3. pH saliva tertinggi pada menit ke-5
12 tahun di SDN Melayu 2 Banjarmasin dapat adalah 8,2 sedangkan pH saliva terendah pada
dilihat pada Tabel 1, Tabel 2, dan Tabel 3. menit ke-5 adalah 6,5. pH saliva tertinggi pada
Hidayat : Perbedaan Ph Saliva Menggosok Gigi Sebelum Dan Sesudah 42

menit ke-15 adalah 8,2 sedangkan pH saliva sampel kecil (n < 50). Hasil uji normalitas
terendah pada menit ke-15 adalah 6,8. pH saliva didapatkan sebaran data yang tidak normal pada
tertinggi pada menit ke-30 adalah 7,9 sedangkan data perlakuan menggosok gigi sesudah
pH saliva terendah pada menit ke-30 adalah 6,5. mengkonsumsi makanan manis dan lengket pada
Berdasarkan data Grafik 2 diketahui bahwa menit ke-5, 15 dan 30, karena nilai signifikansi (p)
rata-rata pH saliva pada kelompok menggosok gigi pada data tersebut adalah 0,005, 0,005 dan 0,038.
sesudah mengkonsumsi makanan manis dan Nilai p pada perlakuan menggosok gigi sesudah
lengket pada menit ke-5, 15, dan 30 adalah 7,1. pH mengkonsumsi makanan manis pada menit ke-5, 15
saliva tertingi pada menit ke-5 adalah 7,8 dan 30 kurang dari 0,05 yang artinya data tidak
sedangkan pH saliva terendah pada menit ke-5 terdistribusi normal. Kemudian dilakukan
adalah 6,2. pH saliva tertinggi pada menit ke-15 transformasi data dengan Log dan Sqrt, tetapi
adalah 7,6 sedangkan pH saliva terendah pada hasilnya tetap menunjukkan data yang tidak
menit ke-15 adalah 6,5. pH saliva tertinggi pada terdistribusi normal. Karena data berasal dari
menit ke-30 adalah 7,7 sedangkan pH saliva kelompok yang berpasangan, maka tidak dilakukan
terendah pada menit ke-30 adalah 6,5. uji homogenitas data. Syarat digunakannya uji T
Grafik 2 Rata-rata pH Saliva pada Kelompok berpasangan adalah data yang digunakan harus
Menggosok Gigi Setelah Mengkonsumsi terdistribusi normal dan homogen. Sedangkan dari
Makanan Manis dan Lengket hasil perhitungan, didapatkan data tidak normal
sehingga uji T berpasangan tidak dapat digunakan
sehingga dilakukan uji alternatif yaitu uji
nonparametrik Wilcoxon dengan kepercayaan 95%.

29 Tabel 2 Hasil Uji Perbedaan dengan Uji Wilcoxon pada


Perbedaan pH Saliva antara Menggosok Gigi
27 Sebelum dan Sesudah Mengkonsumsi
Makanan Manis dan Lengket pada Menit ke-5,
25
15 dan 30.
23
pH Sesudah Nilai
No. Kategori
21 Perlakuan 30 Signifikansi
menit Perbandingan
19 pH saliva
S
pH Sesudah menggosok gigi
i 17 sebelum dan
Perlakuan 15
s 15 menit 1 sesudah 0,007
w mengkonsumsi
13 pH Sesudah makanan manis
a dan lengket pada
Perlakuan 5
11 menit ke-5
menit
Perbandingan
9 pH saliva
pH Sebelum
7 Perlakuan menggosok gigi
sebelum dan
5 2 sesudah 0,008
mengkonsumsi
3 makanan manis
dan lengket pada
1 menit ke-15
0 2 4 6 8 10 Perbandingan
pH saliva
pH saliva menggosok gigi
sebelum dan
3 sesudah 0,002
mengkonsumsi
Mengetahui ada tidaknya perbedaan pH makanan manis
saliva antara menggosok gigi sebelum dan sesudah dan lengket pada
mengkonsumsi makanan manis dan lengket pada menit ke-30
menit ke-5, 15 dan 30, maka dilakukan uji statistik
dengan SPSS 20 for Windows. Sebelum Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa hasil
menganalisis perbedaan statistik dari data yang uji statistic Wilcoxon pada perbandingan pH saliva
diperoleh, terlebih dahulu dilakukan pengujian menggosok gigi sebelum dan sesudah
normalitas dan homogenitas. Uji normalitas data mengkonsumsi makanan manis dan lengket pada
dilakukan dengan uji Saphiro-Wilk karena jumlah menit ke-5 menunjukkan nilai p = 0,007,
43 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 39 - 45

4,12
perbandingan pada menit ke-15 menunjukkan nilai .Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya
p = 0,008 dan perbandingan pada menit ke-30 perubahan pada pH saliva antara lain rata-rata
menunjukkan nilai p = 0,002, karena nilai p < 0.05 kecepatan aliran saliva, mikroorganisme rongga
mulut, dan kapasitas buffer saliva. Selain itu ada
maka H0 ditolak dan Ha diterima sehingga dapat
faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang asam, antara lain: jenis karbohidrat yang terdapat
bermakna antara pH saliva menggosok gigi dalam diet, konsentrasi karbohidrat dalam diet,
sebelum dan sesudah mengkonsumsi makanan jenis dan jumlah bakteri di dalam plak, keadaan
manis dan lengket pada menit ke-5, 15 dan 30 yang fisiologis bakteri tersebut dan pH di dalam plak12.
diukur menggunkan pH meter pada anak usia 10-12 Makanan manis dan lengket mengandung
tahun di SDN Melayu 2 Banjarmasin. karbohidrat yang merupakan sumber energi utama
bagi bakteri mulut dan secara langsung terlibat
dalam penurunan pH. Jenis karbohidrat yang paling
PEMBAHASAN cocok bagi produksi asam oleh bakteri di dalam
plak adalah gula-gula sederhana, seperti sukrosa,
Berdasarkan hasil uji Wilcoxon dan rata-rata glukosa, fruktosa, maltosa, dan lain-lain. Gula-gula
pH saliva setelah perlakuan pada kedua kelompok ini mempunyai molekul yang kecil sehingga mudah
maka dapat dipahami bahwa hasil penelitian ini berdifusi ke dalam plak dan dengan cepat akan
sesuai dengan hipotesis peneliti yang menunjukkan dipecah oleh bakteri menjadi asam. Karbohidrat
adanya perbedaan bermakna antara kedua jenis polisakarida (pati) mempunyai molekul lebih
besar akan sulit masuk ke dalam plak sehingga
kelompok yaitu kelompok menggosok gigi sebelum
lebih sulit dipecah oleh bakteri (13,14).
mengkonsumsi makanan manis dan lengket dan Makanan manis dan lengket yang digunakan
kelompok menggosok gigi sesudah mengkonsumsi pada penelitian ini adalah coklat karena termasuk
makanan manis dan lengket. Rata-rata pH saliva jenis makanan manis dan lengket serta lebih lunak
menggosok gigi sebelum mengkonsumsi makanan dibandingkan dengan permen biskuit, roti, dan
manis dan lengket lebih tinggi (basa) daripada rata- wafer. Menurut penelitian Diana (2004), semakin
rata pH saliva menggosok gigi sesudah besar kekuatan mastikasi maka semakin besar
mengkonsumsi makanan manis dan lengket. Hal ini saliva yang dihasilkan. Salah satu faktor yang
sesuai dengan saran dari hasil penelitian mempengaruhi gerakan mastikasi yaitu konsistensi
Praptiningsih dan Ningtyas yang menganjurkan makanan. Saat mengkonsumsi makanan dengan
agar menggosok gigi pada suasana rongga mulut konsistensi cair (lunak) organ mastikasi kurang
tidak dalam keadaan asam. Berdasarkan hasil menjalankan fungsi pengunyahan. Sebaliknya, saat
penelitian Thomas Attin tentang perbedaan pH mengkonsumsi makanan dengan konsistensi padat
saliva menyikat gigi sebelum dan sesudah (keras) organ mastikasi bekerja sangat keras1,9.
mengkonsumsi minuman bersoda menyatakan Kegiatan menggosok gigi adalah tindakan
menyikat gigi setelah mengkonsumsi minuman preventif yang paling mudah dan murah dilakukan.
bersoda (minuman ringan) tidak boleh, karena Menggosok gigi bertujuan untuk mencegah
dapat mengerosi gigi. Menyikat gigi sebaiknya terjadinya penyakit pada jaringan keras maupun
menunggu 30 menit setelah mengkonsumsi jaringan lunak dengan menghilangkan plak dan
minuman besoda ataupun sebelum mengkonsumsi. membersihkan gigi dan mulut dari sisa makanan
Hal ini dikarenakan, minuman bersoda dan debris. Hal ini dikarenakan dalam pasta gigi
mengandung zat asam dan memiliki pH 3,0 atau terkandung bahan-bahan abrasif, pembersih, bahan
lebih rendah sehingga dapat menyebabkan penambah rasa dan warna, serta pemanis. Dapat
demineralisasi pada jaringan keras gigi 4,7,8. juga ditambahkan bahan pengikat, pelembab,
Derajat keasaman pH dan kapasitas buffer pengawet, fluor, dan air. Bahan abrasif dapat
saliva ditentukan oleh susunan kuantitatif dan
membantu melepaskan plak dan pelikel tanpa
kualitatif elektrolit di dalam saliva terutama
ditentukan oleh susunan bikarbonat, karena menghilangkan lapisan email12.
susunan bikarbonat sangat konstan dalam saliva Pada kelompok menggosok gigi sebelum
dan berasal dari kelenjar saliva. Derajat keasaman mengkonsumsi makanan manis dan lengket
saliva dalam keadaan normal antara 5,6–7,0 dengan memiliki rata-rata pH saliva lebih tinggi (basa)
rata-rata pH 6,7. Derajat keasaman (pH) saliva daripada kelompok menggosok gigi sesudah
optimum untuk pertumbuhan bakteri 6,5–7,5 dan mengkonsumsi makanan manis dan lengket. Hal ini
apabila rongga mulut pH-nya rendah antara 4,5–5,5
dikarenakan, pada kelompok menggosok gigi
akan memudahkan pertumbuhan kuman asidogenik
seperti Streptococcus mutans dan Lactobacillus sebelum mengkonsumsi makanan manis dan
Hidayat : Perbedaan Ph Saliva Menggosok Gigi Sebelum Dan Sesudah 44

lengket lingkungan rongga mulut telah dibasakan penelitian Diana (2004), semakin besar kekuatan
dan akumulasi plak dan bakteri juga mengalami mastikasi maka semakin besar saliva yang
penurunan akibat menggosok gigi. Sehingga dihasilkan9.
kemampuan bakteri untuk metabolisme karbohidrat Berdasarkan teknik pengambilan sampel, pada
menjadi asam menurun. Di rongga mulut terdapat penelitian ini tekhnik yang digunakan dalam
terdapat bakteri Veillonella yang menggunakan pengambilan sampel adalah purposive sampling.
asam laktat sebagai bahan awal metabolisme yang Purposive sampling adalah pengambilan sampel
menghasilkan energi untuknya. Asam laktat ini secara purposive didasarkan pada suatu
akan diubah oleh bakteri tersebut menjadi CO2 pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti,
sehingga dalam hal ini Veillonella dapat dianggap berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang
sebagai organisme penghalang karies12. sudah diketahui sebelumnya. Pada penelitian ini
Sedangkan pada kelompok menggosok gigi mempunyai kreteria inklusi dan ekslusi yang
sesudah makan, rata-rata pH saliva lebih asam. Hal mempengaruhi besar atau kecilnya pH saliva
ini dikarenakan kondisi mulut saat makan lebih sampel. Adapun kreteria inklusi yang
asam dibandingkan dengan kelompok menggosok mengakibatkan tidak ada perbedaan yang bermakna
gigi sebelum makan dan jumlah akumulasi plak pada rata-rata pH saliva berdasarkan umur adalah
dan bakteri di rongga mulut lebih banyak siswa SD berusia 10-12 tahun di SDN Melayu 2
dibandingkan dengan kelompok menggosok gigi Banjarmasin yang memiliki pH saliva asam (pH 5-
sebelum makan. Kemampuan bakteri 6 dengan skala pH indikator).
memetabolisme makanan menjadi asam lebih besar Faktor yang menyebabkan terjadinya
dibanding kelompok yang menggosok gigi sebelum perubahan pada pH saliva antara lain rata-rata
makan karena kondisi lingkungan yang mendukung kecepatan aliran saliva, mikroorganisme rongga
dan total bakteri di rongga mulut jauh lebih mulut, dan kapasitas buffer saliva. Selain itu ada
banyak12. faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan
Berdasarkan penjelasan di atas dan hasil asam, antara lain: jenis karbohidrat yang terdapat
penelitian yang telah dilakukan bahwa pH saliva dalam diet, konsentrasi karbohidrat dalam diet,
kelompok menggosok gigi sebelum mengkonsumsi jenis dan jumlah bakteri di dalam plak, keadaan
makanan manis dan lengket dan kelompok fisiologis bakteri tersebut dan pH di dalam plak9.
menggosok gigi sesudah mengkonsumsi makanan Berdasarkan penjelasan di atas dan hasil
manis dan lengket menunjukan pH netral atau penelitian yang dilakukan bahwa umur dan jenis
sama-sama bagus yaitu rata-rata di atas 7. kelamin tidak berpengaruh terhadap besar atau
Dianjurkan untuk menggosok gigi sebelum dan kecilnya pH saliva. Hal ini sesuai penelitian yang
sesudah mengkonsumsi makanan manis dan telah dilakukan oleh Motoc dkk(2003) bahwa tidak
lengket. Hal ini dikarenakan menggosok gigi ada perbedaan rata-rata pH saliva berdasarkan
sebelum mengkonsumsi makanan manis dan umur dan jenis kelamin. pH saliva dapat
lengket dapat mempertahankan pH saliva dalam dipengaruhi oleh aliran saliva dan diet17.
keadaan normal (tidak dalam pH kritis) saat kita Berdasarkan hasil penelitian dapat
makan sampai 30 menit sesudah makan sehingga disimpulkan bahwa rata-rata pH saliva pada
gigi tidak mengalami demineralisasi. Perlu kelompok menggosok gigi sebelum mengkonsumsi
menggosok gigi sesudah mengkonsumsi makanan makanan manis dan lengket pada menit ke-5, 15
manis dan lengket agar dapat mencegah akumulasi dan 30 adalah 7,3 (netral), sedangkan rata-rata pH
plak sesudah makan, yang merupakan sumber saliva pada kelompok menggosok gigi sesudah
bahan makanan bagi bakteri kariogenik. mengkonsumsi makanan manis dan lengket pada
Berdasarkan data dari Tabel 5.3 tentang rata- menit ke-5, 15 dan 30 adalah 7,1 (netral). Selain itu
rata pH saliva berdasarkan umur menunjukkan tidak terdapat perbedaan rata-rata pH saliva
bahwa tidak ada perbedaan. Hal ini dikarenakan berdasarkan umur 10-12 tahun. Serta terdapat
anak usia 10-12 tahun tidak teralu memiliki perbedaan pH saliva menggosok gigi sebelum dan
perbedaan yang jauh, baik dari fisik maupun sesudah mengonsumsi makanan manis dan lengket
tingkah laku. Secara anatomi, muskuluskeletal yang diukur menggunakan pH meter pada anak
cranium anak usia 10-12 tahun tidak terdapat usia 10-12 tahun di SDN Melayu 2 Banjarmasin.
perbedaan yang signifikan. Sistem mastikasi sangat Melalui Dinas Kesehatan dan lembaga
berpengaruh dengan produksi saliva. Menurut pendidikan khususnya Fakultas Kedokteran
45 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 39 - 45

Program Studi Kedokteran Gigi Universitas 7. Alamsyah RM. Efek perbedaan cara
Lambung Mangkurat disarankan untuk merubaha meminum softdrink (minuman ringan)
pola waktu menggosok gigi, yaitu menggosok gigi terhadap penurunan pH saliva pada siswa
SMP Raksana Medan. Medan: FKG
sebelum dan sesudah mengkonsumsi makanan
Universitas Sumatera Utara; 2010. p1-2;9.
khususnya makanan manis dan lengket melalui 8. Ningsih DS. Pengaruh mastikasi terhadap
pelaksanaan UKGS dan pelaksanaan bakti sosial. kecepatan aliran saliva. Medan: FKG
Selain itu disarankan juga untuk menambahan label Universitas Sumatera Utara; 2004. p12;29.
menjaga kesehatan gigi dan mulut pada produk 9. Rahmawati I. Perilaku kesehatan gigi dan
makanan khususnya yang mengandung gula yang mulut pada anak sekolah dasar di kabupaten
tinggi, melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan Banjar. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada;
2012. p1.
(BPOM), agar meminta produsen makan dan
10. Riyanti E, Chemiawan E, Rizalda RA.
minuman khususnya makanan yang berkadar gula Hubungan pendidikan penyikatan gigi dengan
tinggi (manis) dan lengket seperti coklat tingkat kebersihan gigi dan mulut siswa dan
mencantumkan peringatan untuk “menggosok gigi siswi Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT)
sebelum dan sesudah mengkonsumsi makanan Imam Bukhari Desa Sayang Kecamatan
manis dan lengket” karena dapat menyebabkan Jatinangor Kabupaten Sumedang. Bandung:
karies serta pemerintah untuk menganjurkan juga FKG Universitas Padjadjaran; 2005. p4.
11. Soesilo D, Santoso RE, Diyatri I. Peranan
agar semua restoran dan rumah makan agar
sorbitol dalam mempertahankan kestabilan
menyediakan tempat dan poster untuk menggosok pH saliva pada proses pencegahan karies.
gigi sebelum dan sesudah makan. Majalah Kedokteran Gigi. Dent. J.
2005;38:1:25–8.
DAFTAR PUSTAKA 12. Putri MH, Herijulianti E, Nurjannah N. Ilmu
pencegahan penyakit jaringan keras dan
1. Suyuti M. Pengaruh makanan serba manis dan jaringan pendukung gigi. Jakarta: EGC; 2010.
lengket terhadap terjadinya karies gigi pada p64;168.
anak usia 9-10 tahun di SD Negeri 13. Warni L. Hubungan perilaku murid SD kelas
Monginsidi II Makassar. Media Kesehatan V dan VI pada kesehatan gigi dan mulut
Gigi. 2010;2:14. terhadap status karies gigi di wilayah
2. Jovina TA. Pengaruh kebiasaan menyikat gigi Kecamatan Delitua Kabupaten Deli Serdang
terhadap status pengalaman karies Riskesdas tahun 2009. Medan: FKM Universitas
2007. Jakarta: Universitas Indonesia; 2010. Sumatera Utara; 2009. p29.
p1-2. 14. Bajeng NRKR. Studi pengaruh penambahan
3. Anonimous. Laporan hasil riset kesehatan semi refined carageenan (Eucheuma cottonii)
dasar RIKESDAS provinsi Kalimantan dan bubuk bungkil kacang tanah terhadap
Selatan tahun 2007. Jakarta: Departemen mutu permen cokelat (chocolate). Makassar:
Kesehatan RI; 2009. p116-(7). Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin;
4. Praptiningsih RS, Ningtyas EAE. Pengaruh 2012. p9.
metode menggosok gigi sebelum makan 15. Putri IN. Efek penyuluhan kesehatan gigi dan
terhadap kuantitas bakteri dan pH saliva. mulut dengan demonstrasi cara menyikat gigi
Jurnal Ilmiah Sultan Agung. 2010;48:123:55- terhadap penurunan indeks plak pada murid
62. kelas VI Sekolah Dasar (penelitian dilakukan
5. Oktarianda B. Hubungan waktu, tekhnik di Desa Padang Loang Kecamatan
menggosok gigi dan jenis makanan yang Patampanua Kabupaten Pinrang). Makassar:
dikonsumsi dengan kejadian karies gigi pada FKG Universitas Hasanuddin; 2012. p33-44.
murid SDN 66 Payakumbuh di wilayah kerja 16. Kasjono HS, Yasril. Teknik sampling untuk
PUSKESMAS Lampasi Payakumbuh tahun penelitian kesehatan. Ed 1. Yogyakarta; 2009.
2011. Padang: FK Universitas Andalas; 2011. p129-130.
p4. 17. Motoc M, Samoila C, Sfrijan F, Ardelean L,
6. Lund AE. Wait to brush your teeth after Verdes D, Andrei M, Anghel M, Popescu A.
drinking soda. JADA. 2003;134:1176-8. The variation of some salivary components in
corelation wth sex and age at puberty. TMJ.
2003;53:3(4):255.
46

DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 1. Maret 2014

Laporan Penelitian

LEBAR BENIH GIGI ANAK TIKUS YANG DILAHIRKAN OLEH INDUK TIKUS
PENGIDAP DIABETES MELLITUS GESTASIONAL

Nurdiana Dewi
Bagian Biologi Oral, Program Studi Kedokteran Gigi Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin-Indonesia

ABSTRACT

Background : Gestational Diabetes mellitus ( DM ) is glucose intolerance that begins or first detected
during pregnancy. Gestational diabetes mellitus can cause complications to mother and offspring . The janin
are at risk for nutritional deficiency. Nutritional deficiencies can cause decrease in the size of the tooth tissue.
Purpose : This study aimed to determine the width of the first molar tooth germ in rat pups born to female rat
with DM. Methods : This study used a true experimental method with post -test only design and completely
randomized design. Sixteen female rats aged 2.5-3 months, body weight 150-200 g were mated and treated on
day 0 of pregnancy. Group A was the control group, injected intraperitoneally with citrate buffer. Group B was
DM group, injected intraperitoneally with streptozotocin (STZ) 40 mg / kg BW. Two rat pups born from each
female rat were decapitated on day 5 after birth and taken first mandibular molar tooth germ. Histopathology
procedure were performed with HE staining and tooth germ width were measured. Results: The average and
standard deviation of of width tooth germ in the control group was ( 921.97 ± 85.16 ) µm , while the average
and standard deviation of width of tooth germ in the DM group was ( 886.54 ± 92.76 ) µm. Student T - test
results showed p = 0.41 ( p < 0.05 ), which means there was no significant difference in the size of the
mandibular molar tooth germ offspring. Conclusion : There was no difference in the width of rat pups tooth
germ which born to diabetic and control female rat.

Keywords : Gestational diabetes mellitus , width of tooth germ , rat

ABSTRAK

Latar belakang: Diabetes mellitus (DM) gestasional merupakan intoleransi glukosa yang terjadi atau
baru terdeteksi selama kehamilan. Diabetes mellitus gestasional dapat menyebabkan berbagai komplikasi pada
ibu maupun janin. Janin yang dikandung oleh ibu pengidap diabetes mellitus beresiko mengalami kekurangan
nutrisi. Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan penurunan ketebalan jaringan gigi. Tujuan: Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui lebar gigi pada anak tikus yang dilahirkan oleh induk tikus pengidap diabetes DM.
Metode : Penelitian ini menggunakan metode true experimental dengan post test only design dan rancangan
acak lengkap. Enam belas ekor tikus betina usia 2,5-3 bulan, berat badan 150-200 g dikawinkan dan diberi
perlakuan pada hari ke-0 kehamilan. Kelompok A merupakan kelompok kontrol, diinjeksi buffer sitrat
intraperitoneal . Kelompok B merupakan kelompok DM diinjeksi streptozotocin 40 mg/kg BB intraperitoneal.
Tikus yang lahir diambil secara acak 2 ekor dari masing-masing induk tikus dan didekapitasi pada hari ke-5
setelah dilahirkan kemudian diambil benih gigi molar 1 rahang bawah. Dilakukan pembuatan sediaan
histopatologi, pewarnaan HE dan pengukuran lebar benih gigi. Hasil: Nilai rata-rata dan standar deviasi lebar
benih gigi pada kelompok kontrol adalah (921,97 ± 85,16) µm, sedangkan rata-rata dan standar deviasi lebar
gigi pada kelompok DM adalah (886,54 ± 92,76) µm. Hasil Student T-test menunjukkan p=0,41 (p <0,05), yang
berarti tidak terdapat perbedaan bermakna pada ukuran benih gigi molar rahang bawah anak tikus.
Kesimpulan :Tidak terdapat perbedaan pada lebar benih gigi anak tikus yang dilahirkan oleh induk tikus DM
dan kontrol.

Keyword: Diabetes mellitus gestasional, lebar benih gigi, tikus


47 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 46 - 50

Korespondensi: Nurdiana Dewi, Bagian Biologi Oral, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran
Universitas Lambung Mangkurat, Jl. Veteran No. 128 B, Banjarmasin, KalSel, email: nurdianadewi@gmail.com

PENDAHULUAN menunjukkan bahwa 1,3% wanita hamil mengidap


diabetes mellitus sejak sebelum hamil, dan 7,6%
Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit wanita hamil mengidap diabetes mellitus
metabolik ditandai dengan peningkatan kadar gestasional.12 Penelitian ini bertujuan untuk menge-
glukosa darah yang disebabkan gangguan sekresi tahui lebar gigi pada anak tikus yang dilahirkan
insulin, kerja insulin, maupun keduanya. oleh induk tikus pengidap diabetes mellitus.
Peningkatan kadar glukosa darah kronis dapat
menyebabkan berbagai kerusakan maupun BAHAN DAN METODE
disfungsi organ. Diabetes mellitus gestasional
merupakan intoleransi glukosa yang terjadi atau Penelitian ini merupakan penelitian ekspe-
baru terdeteksi selama kehamilan.1 Diabetes rimental murni dengan post test only design dan
mellitus gestasional dapat menyebabkan berbagi rancangan acak lengkap. Perlakuan terhadap hewan
komplikasi pada ibu maupun janin yang dilakukan di Lembaga Penelitian dan Pegujian
dikandungnya.2 Janin yang dikandung oleh ibu Terpadu Unit IV Universitas Gadjah Mada
pengidap diabetes mellitus beresiko untuk Yogyakarta dilanjutkan dengan pemeriksaan
kekurangan nutrisi. Janin akan beradaptasi terhadap histologis di Laboratorium Histologi dan Biologi
kekurangan nutrisi dengan cara merubah Sel Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, serta
metabolisme tubuh, sehingga mempengaruhi dinyatakan laik etik oleh Unit Etika dan Advokasi
produksi hormon dan sesitivitas jaringan, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah
meredistribusi aliran darah, serta memperlambat Mada melalui surat keterangan No. 415/KKEP/
pertumbuhannya. Adaptasi terhadap kekurangan FKG-UGM/EC/2013. Bahan yang digunakan
nutrisi yang terjadi pada saat perkembangan akan dalam penelitian ini antara lain benih gigi molar
mempengaruhi struktur dan fungsi tubuh secara satu rahang bawah anak tikus, streptozotocin
permanen.3 (Sigma, USA), buffer sitrat (0,05 M, pH 4,5), eter,
Perkembangan gigi merupakan proses ketamin (Ketamil Injection, Australia), Povidone
kompleks yang melibatkan berbagai mekanisme iodine (One Med, Indonesia), NaCl 0,09%,
antara lain induksi, morfodiferensiasi dan Phosphat Buffer Saline (PBS), Paraformaldehid
histodiferensiasi. Proliferasi, diferensiasi, 4%, EDTA 10%, Harrys haematoxylin, eosin dan
apoptosis, dan interaksi sel berhubungan dengan pakan tikus standar. Alat yang digunakan adalah
mekanisme-mekanisme tersebut.4 Pembentukan kandang tikus, spuit injeksi, gunting bedah, alat
dan mineralisasi gigi dimulai pada saat monitor gula darah (ACCU-CHECK, Germany),
perkembangan janin. Kondisi intrauterin termasuk strip tes gula darah (ACCU-CHECK, Germany),
status nutrisi berperan penting dalam pembentukan, pinset anatomis, pinset chirurgis, nierbekken,
perkembangan gigi, dan mineralisasi. Penelitian microwave (Sharp, UK), micropippete (Eppendorf,
sebelumnya menunjukkan adanya hubungan antara UK), tip micropippete (Eppendorf, UK), mikrotom,
malnutrisi dengan perkembangan dan erupsi gigi mukroskop cahaya (Olympus, America), dan
serta perkembangan karies selanjutnya.5,6 kamera yang dihubungkan dengan komputer
Kekurangan nutrisi juga dapat menyebabkan (Optilab, Indonesia).
penurunan ketebalan jaringan gigi. Hal ini Enam belas Tikus Wistar betina berumur 2,5-
kemungkinan disebabkan karena adanya perubahan 3 bulan dengan berat badan 150-200 g dipelihara
komposisi email dan dentin.7 Diabetes gestasional dalam kandang besi selama 1 minggu, dan
dapat menyebabkan terjadinya hipoplasia email, mendapat makanan serta minuman standar ad
keterlambatan erupsi gigi serta penurunan panjang libitum. Cahaya diatur supaya tikus berada dalam
tulang alveolar.8,9 kondisi 12 jam terang dan 12 jam gelap, dengan
Jumlah pengidap diabetes mellitus di Indo- suhu 22-24°C. Tikus kemudian dikandangkan
nesia tergolong tinggi. Berdasarkan RISKESDAS dengan tikus betina dengan perbandingan tikus
2013, jumlah penduduk Indonesia umur ≥ 15 tahun jantan : tikus betina yaitu 1:4. Pada hari saat
yang mengidap diabetes mellitus adalah sebesar ditemukan sperma pada vaginal smear (kehamilan
6,9%. Berdasarkan RISKESDAS 2007, penduduk hari 0), 8 tikus diinjeksi secara intraperitoneal 40
Kalimantan Selatan yang memiliki kadar glukosa mg streptozotocin (Sigma, USA) / kg BB yang
140-200 mg/dL adalah sebesar 14,7% dan memi- dilarutkan dalam 50 mM buffer sitrat pH 4,5.
liki kadar glukosa >200 mg/dL adalah sebesar Delapan ekor tikus kontrol diberi perlakuan yang
5%.10,11 Belum terdapat penelitian terhadap jumlah sama dengan injeksi medium (buffer sitrat). Tikus
pengidap diabetes mellitus gestasional di Indonesia ditimbang dan diukur kadar gukosa darahnya pada
dan Kalimantan Selatan. Penelitian yang dilakukan kehamilan hari ke 0, 7, 14, dan 19 serta dipuasakan
di Kalifornia Selatan pada tahun 1995-2005 minimal selama 8 jam sebelum diukur kadar
Dewi : Lebar Benih Gigi Anak Tikus Yang Dilahirkan 48

glukosanya. Tikus dinyatakan diabetes bila kadar Rata-rata berat badan induk tikus dapat dilihat
glukosa darah lebih dari 120 mg/dL dan pada Gambar 2. Berat badan badan induk tikus
menunjukkan tanda-tanda polidipsi, poliuri, meningkat baik pada kelompok kontrol maupun
polifagi, serta astenia. Dua ekor anak tikus diambil pada kelompok diabetes. Peningkatan berat badan
dari masing-masing induk tikus secara acak dan pada kelompok kontrol lebih besar dibandingkan
didekapitasi pada hari ke-5 setelah dilahirkan. kelompok diabetes.
Benih gigi molar diambil dan difiksasi dengan
PBS formalin 4 % (4% paraformaldehid yang 300
dilarutkan dalam phosphate-buffer saline) selama

Berat badan induk tikus


24 jam, didekalsifikasi dengan EDTA 10% pada
suhu 4°C selama 14 hari dan ditanam dalam 200
parafin. Blok parafin kemudian dipotong melintang

(g)
Kontrol
dengan ketebalan 6µm dan diletakkan dalam gelas 100
obyek. Potongan jaringan dalam gelas obyek DM
dideparafinisasi dengan xylol dan didehidrasi 0
dengan serial alkohol, dilanjutkan dengan 0 7 14 19
pewarnaan menggunakan hematoksilin eosin (HE).
Hari
Gelas obyek yang berisi potongan jaringan
dimasukkan dalam larutan hematoksilin, dicuci
dengan akuades, diberi acid alcohol, dicuci dengan
air mengalir dan akuades, diwarnai dengan eosin Gambar 2. Rata-rata berat badan induk tikus (g)
1%, dan dicuci kembali dengan akuades. Dehidrasi
dilakukan sampai jaringan terlihat jelas di bawah Hasil palpasi positif pada perut induk tikus
mikroskop, kemudian gelas obyek ditutup. pada hari ke-13 kehamilan menunjukkan adanya
Jaringan dilihat dengan mikroskop perbesaran pembesaran pada daerah rahim yang menandakan
40x, kemudian benih gigi difoto menggunakan tikus telah hamil. Induk tikus juga menunjukkan
kamera yang dihubungkan dengan mikroskop tanda klinis DM. Induk tikus mengalami polifagia,
(Optilab, Indonesia). Pengukuran lebar benih gigi polidipsia, poliuria, dan astenia.
dilakukan dari batas benih gigi sebelah bukal Gambar 3 menunjukkan rata-rata lebar benih
sampai mesial menggunakan ImageJ software. gigi anak tikus. Berdasarkan hasil pengukuran
Data yang didapat diuji normalitasnya didapatkan rata-rata dan standar deviasi lebar benih
menggunakan Shapiro Wilk dan dianalisa dengan gigi anak tikus kelompok kontrol adalah (921,97 ±
Student T-test. 85,16) µm, sedangkan rata-rata lebar benih gigi
anat tikus kelompok diabetes adalah (886,54 ±
HASIL PENELITIAN 92,76) µm. Rata-rata lebar benih gigi anak tikus
kelompok DM lebih kecil dibandingkan kelompok
Rata-rata kadar glukosa darah puasa induk kontrol. Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa
tikus dapat dilihat pada Gambar 1. Kadar glukosa kedua kelompok memiliki distribusi data yang
darah puasa pada kelompok diabetes meningkat di normal (p>0,05). Hasil Student T-test menunjukkan
atas 120 mg/kg BB setelah injeksi streptozotocin p=0,41 (p>0,05). Hal ini berarti tidak terdapat
(STZ). Terjadi penurunan rata-rata kadar glukosa perbedaan bermakna antara lebar benih gigi
darah pada hari ke 19, namun masih tetap di atas kelompok kontrol dan kelompok DM.
120 mg/kg BB. Tidak terdapat peningkatan kadar
glukosa darah pada kelompok kontrol. 1200
Lebar benih gigi (µm)

1000
500,000 800
Kadar Glukosa Darah (mg/dL)

600
400,000
400
300,000 200
Kontrol 0
200,000 DM Kontrol DM
100,000 Perlakuan

,000
0 7 14 19 Gambar 3. Rata-rata lebar benih gigi tikus (µm)
Hari

Gambar 1. Rata-rata kadar glukosa darah puasa


induk tikus (mg/dL)
49 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 49 - 50

PEMBAHASAN Hasil pengukuran lebar benih gigi tikus


menunjukkan bahwa lebar benih gigi tikus pada
Terdapat peningkatan kadar glukosa darah kelompok DM lebih kecil dibandingkan kelompok
pada kelompok DM menjadi di atas 120 mg/dL kontrol, namun hasil statistik dengan Student T test
pada pengamatan hari ke 7, 14, dan 19. Kadar tidak menunjukkan adanya perbedaan yang
glukosa darah pada kelompok kontrol tidak bermakna. Hal ini kemungkinan disebabkan karena
mengalami peningkatan. Peningkatan kadar peningkatan kadar glukosa darah pada kelompok
glukosa darah kemungkinan disebabkan kematian DM tidak terlalu tinggi, sehingga tidak terlalu
sel beta pankreas. Streptozotocin (STZ) berpengaruh terhadap proses pembentukan ukuran
menyebabkan kematian sel beta pankreas secara benih gigi tikus. Malnutrisi yang dialami tikus pada
selektif dengan metilasi DNA. Nitrosuria pada STZ penelitian ini tidak parah sehingga tidak
menyebabkan toksisitas sel dengan menurunkan mempengaruhi ukuran benih gigi. Anak tikus yang
jumlah. NAD+ dan produksi radikal bebas. Radikal dilahirkan oleh induk tikus DM pada penelitian ini
bebas yang dilepaskan oleh STZ menyebabkan mengalami malnutrisi terlihat dengan ukuran dan
kerusakan DNA. Streptozotocin juga dapat berat badan yang lebih kecil, namun anak tikus
memproduksi Reactive Oxygen Species dan yang mengalami malnutrisi parah sebagian besar
menyumbangkan Nitric Oxide (NO). Kematian sel mati setelah dilahirkan. Anak tikus yang hidup
beta pankreas menyebabkan menurunnya mengalami malnutrisi yang tidak parah.
kemampuin pankreas untuk memproduksi insulin, Semakin tinggi kadar glukosa dalam darah
sehingga terjadi penumpukan glukosa dalam darah akan menyebabkan malnutrisi yang semakin parah,
yang terdeteksi dengan peningkatan kadar glukosa karena peningkatan kadar glukosa darah
darah.13 menandakan kemampuan tubuh dalam
Pengamatan visual yang dilakukan pada memetabolisme karbohidrat, lemak, dan protein
tikus menunjukkan tikus mengalami tanda-tanda sebagai sumber energi semakin rendah. Gangguan
DM seperti penelitian Carvalho et al., yaitu metabolisme yang dialami induk tikus dapat
polidipsia (banyak minum), poliuria (banyak menyebabkan malnutrisi energi protein pada anak
kencing), polifagia (banyak makan) dan astenia tikus. Malnutrisi dapat mempengaruhi proses
(lemas).14 Jumlah makanan dan minuman tidak pembentukan gigi. Nutrisi diperlukan pada masa
dikur secara khusus dengan timbangan, namun pre erupsi dalam maturasi gigi, penentuan
dapat dilihat dari jumlah dan frekuensi makan pada komposisi gigi, serta penentuan bentuk dan ukuran
kelompok DM lebih banyak dibandingkan gigi.18 Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Garn
kelompok kontrol. Volume urin juga tidak diukur et al. yang menunjukkan adanya peningkatan
dengan alat ukur, namun dapat dilihat dari tempat ukuran gigi pada tikus yang dilahirkan oleh induk
kotoran tikus kelompok DM yang lebih banyak dan tikus DM. Pada penelitian Garn et al., anak tikus
lebih basah dibandingkan kelompok kontrol. yang dilahirkan memiliki berat dan ukuran badan
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa yang lebih besar, disebabkan karena banyaknya
terdapat peningkatan berat badan induk tikus baik glukosa yang ditransfer ke janin pada saat hamil.19
pada kelompok DM maupun pada kelompok Terjadi peningkatan GLUT-1 dalam plasenta pada
kontrol. Peningkatan berat badan tikus pada kasus diabetes mellitus gestasional. GLUT-1 juga
kelompok kontrol lebih besar dibandingkan berperan dalam pembentukan benih gigi, sehingga
kelompok DM. Hal ini kemungkinan disebabkan peningkatan GLUT-1 dapat meningkatkan ukuran
kondisi DM yang dialami tikus. Frekuensi dan benih gigi.20,21
jumlah konsumsi makan tikus DM lebih banyak Tidak adanya perbedaan bermakna pada
dibandingkan kelompok kotrol, namun adanya ukuran benih gigi kemungkinan disebabkan
gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan pengukuran dilakukan pada benih gigi pada tahap
protein menyebabkan tubuh tikus tidak dapat bell akhir. Pada tahap ini bentuk dan ukuran gigi
menggunakan makanan yang dikonsumsi menjadi belum sempurna. Pada tahap bell akhir terjadi
sumber nutrisi.15,16 Peningkatan berat badan pada pembentukan email dan dentin. Pembentukan benih
DM yang lebih rendah dibandingkan kontrol dapat gigi masih akan berlanjut sampai tahap aposisi
juga disebabkan karena jumlah janin yang lebih selesai dan gigi mulai erupsi.22,23 Kesimpulan yang
sedikit dibandingkan kontrol.13 Pada penelitian ini dapat diambil dari penelitian ini yaitu tidak terdapat
jumlah tikus yang dilahirkan oleh induk tikus perbedaan pada lebar benih gigi anak tikus yang
kelompok DM lebih sedikit dibandingkan yang dilahirkan oleh induk tikus DM. Perlu dilakukan
dilahirkan oleh induk tikus kelompok kontrol. penlitian lebih lanjut dengan kadar glukosa induk
Kehamilan pada induk tikus diketahui dengan tikus yang lebih tinggi dan pengukuran langsung
adanya peningkatan berat badan pada tiap pada gigi anak tikus yang telah erupsi.
pengamatan dan palpasi positif pada bagian perut
tikus pada kehamilan hari ke-13. Pembesaran pada
bagian perut tikus menandakan bahwa terdapat
sejumlah janin pada rahim tikus.17
Dewi : Lebar Benih Gigi Anak Tikus Yang Dilahirkan 50

DAFTAR PUSTAKA of pregnant women, 1999-2005. Diabetes Care


2008; 31:899-904
1. ADA. Diagnosis and classification of diabetes 13. Lenzen S. The mechanisms of alloxan- and
mellitus. Diabetes Care 2008 ; 21(1): s55-60 streptozotocin-induced diabetes. Diabetolgia
2. Vedavathi KJ, Swamy RM, Kanavi RS, 2008; 51:216-226
Venkatesh G, Veeranna HB. Influence of 14. Carvalho EN, Carvalho NAS, Ferreira LM.
gestational diabetes mellitus on fetal growth Experimental model of induction of diabetes
parameter. Int J Biol Med Res 2011; 2(3): 832- mellitus in rats. Acta Cir Braz 2003; 18:60-64
834 15. Kiss ACI, Lima PHO, Sinzato YK, Takaku M,
3. Barker DJP. The malnourished baby and Takeno MA, Rudge MVC, Damasceno DC.
infant. British Medical Buletin 2001; 60: 69-88 Animal Models for Clinical and Gestational
4. Grisaru D, Sternfeld M, Eldor A, Glick D, Diabetes : Maternal and Fetal Outcomes.
Soreq H. Structural roles of Diabetol Metab Syndr 2009; 1:21
acaetylcholinesterase variants in biology and 16. Hall JE. Insulin, Glucagon, and Diabetes
pathology. Eur J Biochem 1999; 264: 672-686 Mellitus. In: Guyton and Hall Text Book of
5. Tanaka K, Miyake Y, sasaki S, Hirota Y. Medical Physiology. 12th ed. Philadelphia :
Dairy products and calcium intake during Elseviers Saunders; 2011. p.939-954
pregnancy and dental caries in children. 17. Ypsilantis P, Deftereos S, Prassopoulos P,
Nutrition Journal 2012; 11: 33-40 Simopoulos C. Ultrasonographic Diagnosis of
6. Alvarez JO. Nutrition, tooth development, and Pregnancy in Rats. J Am Assoc Lab Anim Sci
dental caries. Am J Clin Nutr 1995; 61(suppl): 2009; 48(6):734-739
410s-6s 18. Goncalves LA, Boldrini SC, Capote TSO,
7. Rocha JS, Baldani MH, Lopes CMDL. Impact Binotti CB, Azeredo RA, Martini DT, et al.,
of prenatal ptotein-calorie malnutrition on the Structural and ultra-structural features of the
odontogenesis of wistar rats. Braz Dent Sci first mandibular molar of young rats submitted
2013; 16(3): 63-9 to pre and postnatal protein deficiencies. The
8. Dewi N. Pengaruh diabetes mellitus Open Dentistry Journal 2009; 3:125-131
gestasional terhadap ekspresi amelogenin dan 19. Garn SM, Osborne RH, Alvesalo L, Horowitz
histomorfologi benih gigi anak tikus. Tesis. SL. Maternal and gestational influences on
2013 deciduous and permanent tooth. J Dent Res
9. Villarino ME, Goya JA, De Lucca RC, Ubios 1980; 59(2): 142-143
AM. Alterations of tooth eruption and growth 20. Ida-Yonemochi H, Nakatomi M, Harada H,
in pup suckling from diabetic dams. Pediatr Takana H. Glucose uptake mediated by
Res 2005; 58(4): 695-9 glucose transporter 1 is essential for early
10. Badan Penelitian dan Pengembangan tooth morphogenesis and size determination of
Kesehatan Kementerian Kesehatan Kesehatan murine molars. Developmental Biology 2012;
RI. Riset kesehatan dasar 2013 363: 52-61
11. Badan Penelitian dan Pengembangan 21. Desoye G and Haugel-de Mouzon S. The
Kesehatan Departemen Kesehatan Republik human placenta in gestational diabetes
Indonesia. Riset kesehatan dasar mellitus. Diabetes Care 2007; 30(2): 120-6
(RISKESDAS) 2007. 2008 22. Bath-Balogh M and Fehrenbach MJ. Dental
12. Lawrence JM, Contreras R, Chen W, Sacks Embriology, Histology, and Anatomy. 2nd ed.
DA. Trends in the prevalence of preexisting St Louis: Elseviers Saunders. 2006. p.61-91
diabetes and gestasional diabetes mellitus 23. Nanci A. Ten Cate’s Oral histology. 7th ed. St
among a racially/ethnically diverse population Louis: Elseviers Saunders. 2008
51

DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 1. Maret 2014

Laporan Penelitian

EFEK PENGUNYAHAN PERMEN KARET YANG MENGANDUNG


XYLITOL TERHADAP PENINGKATAN pH SALIVA

Tinjauan pada Mahasiswa Program Studi Kedokteran Gigi


Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat
Banjarmasin Angkatan 2010-2012

Nina Annisa Hidayati, Siti Kaidah, Bayu Indra Sukmana


Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin

ABSTRACT

Backgroud: Xylitol is a simple alcohol sugar (polyols) which is non-asidogenik and non-cariogenic
that is added in the chewing gum as a sugar substitute. Previous study have shown that chewed the xylitol
chewing gum 3 to 5 times a day for 5 minutes after meals inhibited plaque accumulation and enamel
demineralization. Purpose: The purpose of this study was to evaluate the effect of chewing the xylitol chewing
gum on the increase of salivary pH. Methods: This study designed in a pre-experimental with one group pretest-
posttest used purposive sampling technique. Thirty-five subjects were given 3 x 2 pieces of chewing gum (3 x 2 x
1242mg) per day which were chewed after breakfast (at 08.00 am), at lunch (01.00 pm) and at dinner (07.00
pm) for 2 weeks. Each subject chewed the xylitol chewing gum with two chewing sides for a maximum of 5
minutes or until the taste of the gum lost. Result: The mean salivary pH before chewed the xylitol chewing gum
was 6.9086 and after chewed xylitol chewing for 2 weeks was 7.6571. Statistical analysis showed an increase
in salivary pH after chewed the gum which containing 7452 mg xylitol per day for two weeks (p = 0.000).
Conclutions: Chewed the xylitol chewing gum increased the salivary pH.

Keyword: xylitol, chewing gum, salivary pH

ABSTRAK

Latar Belakang: Xylitol adalah gula alkohol sederhana (polyol) yang bersifat non-asidogenik dan
non-kariogenik sebagai bahan pengganti gula yang disertakan dalam kandungan permen karet. Penelitian
terdahulu membuktikan bahwa pemberian permen karet xylitol 3 sampai 5 kali sehari selama 5 menit setelah
makan dapat menghambat akumulasi plak dan demineralisasi enamel. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui efek pengunyahan permen karet yang mengandung xylitol terhadap peningkatan pH saliva sebelum
dan sesudah mengunyah permen karet yang mengandung xylitol. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian
pre eksperimental dengan one group pretest-posttest design, menggunakan teknik purposive sampling.
Perlakuan yang diberikan adalah mengunyah permen karet yang mengandung xylitol dua sisi maksimal 5 menit
atau sampai rasanya hilang dengan cara pemberian 3 x 2 butir (3 x 2 x 1242mg) perhari setelah makan pagi
(jam 08.00), makan siang (13.00) dan makan malam (19.00) selama dua minggu. Hasil: Rerata pH saliva
sebelum perlakuan mengunyah permen karet yang mengandung xylitol adalah 6,9086 dan sesudah mengunyah
permen karet yang mengandung xylitol selama 2 minggu adalah 7,6571. Uji T berpasangan diperoleh hasil p =
0,000 (p<0,05) menunjukkan terjadi peningkatan pH saliva setelah mengunyah permen karet yang mengandung
7452 mg xylitol perhari selama dua minggu. Kesimpulan: Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat
diambil kesimpulan bahwa mengunyah permen karet yang mengandung xylitol dapat meningkatkan pH saliva.

Kata-kata kunci: xylitol, permen karet, pH saliva

Korespondensi: Nina Annisa Hidayati, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat, jalan Veteran 128B, Banjarmasin, KalSel, email: nina_annisacnt@yahoo.co.id
Hidayati : Efek Pengunyahan Permen Karet Yang Mengandung Xylitol 52

PENDAHULUAN Studi lain oleh Makinen et al dalam Adopted


(2006) menunjukkan bahwa asupan xylitol yang
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun konsisten menghasilkan hasil yang positif dengan
2007 yang dilakukan Depkes menunjukkan bahwa kisaran konsumsi 4-10 g perhari di bagi 3-7
secara umum prevalensi penyakit gigi dan mulut periode. Jumlah yang lebih besar tidak
tertinggi meliputi 72,1% penduduk, 46,6% menghasilkan reduksi yang lebih besar pada insiden
merupakan karies aktif.1 Laporan Hasil Riset karies dan dapat membawa ke berkurangnya hasil
Kesehatan Dasar Provinsi Kalimantan Selatan antikariogenik.11 Penelitian ini bertujuan untuk
tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi karies mengetahui efek pengunyahan permen karet yang
aktif di provinsi Kalimantan Selatan adalah 50,7%.2 mengandung xylitol terhadap peningkatan pH saliva
Etiologi karies gigi adalah multifaktor, terdiri dari sebelum dan sesudah mengunyah permen karet
akumulasi dan retensi plak, frekuensi konsumsi yang mengandung xylitol pada Mahasiswa Program
karbohidrat, frekuensi terhadap diet asam, faktor Studi Kedokteran Gigi Universitas Lambung
pelindung dari pelikel, saliva, dan fluoride serta Mengkurat Angkatan 2010-2012
elemen-elemen lain yang mengontrol
perkembangan karies. Saliva berperan penting pada BAHAN DAN METODE
proses pertahanan terhadap serangan karies.
Mekanisme fungsi perlindungan saliva meliputi: (1) Penelitian ini menggunakan metode pre-
aksi pembersihan bakteri, (2) aksi buffer, (3) aksi experimental design. Rancangan penelitian ini
antibakteri dan (4) remineralisasi. Saliva juga menggunakan one group pretest-posttest design.
mengandung urea dan buffer lain yang membantu Kontrol dalam penelitian ini adalah pH sebelum
melarutkan asam dalam plak.3,4 mengunyah permen karet xylitol. Alat-alat yang
Derajat keasaman (pH) saliva sangat digunakan dalam penelitian antara lain masker dan
dipengaruhi oleh irama sirkadian, diet dan stimulasi sarung tangan, nierbekken, diagnostic set, pH
sekresi saliva. Diet yang mengandung karbohidrat meter, gelas penampung saliva, alat tulis, form
akan menyebabkan turunnya pH saliva yang dapat penelitian, informed consent dan stopwatch. Bahan
mempercepat terjadinya demineralisasi email gigi. dalam penelitian ini yang digunakan adalah permen
Sepuluh menit setelah makan karbohidrat akan karet yang mengandung xylitol, tisu dan kapas.
menghasilkan asam melalui proses glikolisis dan Pengambilan data awal dimulai dengan
pH saliva akan menurun sampai mencapai pH kritis pemberian informed consent kepada responden.
(5,5-5,2) dan untuk kembali normal dibutuhkan Responden kemudian diinstruksikan untuk
waktu 30-60 menit.5 mengumpulkan saliva selama 30 detik pada dasar
Pencegahan penurunan pH saliva dapat mulut, lalu ditampung dalam gelas penampung
dilakukan dengan cara menggunakan bahan saliva. pH saliva diukur menggunakan pH meter
pengganti gula yang dapat meningkatkan pH saliva dan dicatat pada form penelitian. Selanjutnya
antara lain sorbitol, mannitol dan xylitol. Xylitol responden diinstruksikan untuk mengunyah permen
paling popular digunakan karena efeknya terhadap karet dua sisi yang mengandung xylitol dengan cara
kesehatan gigi dan rasanya yang manis hampir pemberian 3 x 2 butir perhari setelah makan pagi
sama dengan sukrosa, namun memiliki kalori yang (Jam 08.00), makan siang (jam 13.00) dan makan
lebih kecil (40% dari sukrosa). Xylitol merupakan malam (jam 19.00) selama 2 minggu. Permen karet
sejenis pemanis polyols yang bersifat non- xylitol dikunyah maksimal selama 5 menit atau
asidogenik dan non-kariogenik.4,6,7 Xylitol dewasa sampai rasa dari permen karet sudah tidak ada lagi.
ini sudah disertakan dalam kandungan permen Responden juga diinstruksikan untuk menjaga
karet. Permen karet bermanfaat untuk merangsang kebersihan mulut. Pengambilan data akhir
sekresi saliva, meningkatkan pH plak dan saliva, dilakukan setelah 2 minggu, dengan cara
sehingga sangat baik digunakan sebagai pembersih pemeriksaan pH saliva seperti pada pengambilan
rongga mulut.8 data awal.
Menurut Penelitian Burt (2006) pemberian
permen karet xylitol 3 sampai 5 kali sehari HASIL PENELITIAN
dikunyah minimal selama 5 menit setelah makan
dapat menghambat akumulasi plak dan Perbedaan rerata pH Saliva sebelum dan
demineralisasi enamel, meningkatkan sesudah perlakuan dapat dilihat pada Gambar 1.
remineralisasi pada karies awal dan mengurangi
jumlah Streptococcus mutan.9 Streptococcus
mutans menghasilkan asam yang dapat merusak
email gigi. Bakteri ini berkembang pada pH asam.
Xylitol menghambat pertumbuhan Streptococcus
mutans dengan meningkatkan pH mulut, membuat
keadaan rongga mulut kurang menguntungkan
untuk pertumbuhan Streptococcus mutan.10
53 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 51 - 55

dapat dimanfaatkan lebih lanjut dan bahkan dapat


10
9 menjadi racun bagi bakteri.13
8 Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian-
7 penelitian lain sebelumnya. Penelitian yang
6 dilakukan Soderling et al (1989) dalam Milgrom et
al (2006) menyebutkan bahwa konsumsi 10,9 g
pH saliva

5
4 xylitol/hari selama 14 hari pada pasien usia 19-35
3 tahun menghasilkan reduksi Streptococcus mutans
2 pada plak dan saliva, juga penurunan jumlah plak
1 hingga 29,4% dan meningkatkan resistensi terhadap
0 penurunan pH yang diinduksi oleh asupan sukrosa
Sebelum Sesudah (14). Penelitian lain oleh Kumar (2010)
menunjukkan terjadi peningkatan pH Saliva yang
Waktu Pengukuran signifikan pada anak usia 10-12 tahun setelah
mengkonsumsi permen karet xylitol.15
Tindakan pencegahan resiko karies lebih
Gambar 1 Rerata±SD pH Saliva Sebelum dan menekankan pada pengurangan konsumsi dan
Sesudah Mengunyah Permen Karet pengendalian frekuensi asupan gula yang tinggi.
yang Mengandung Xylitol. Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara nasehat diet
dan bahan pengganti gula. Nasehat diet yang
Gambar 1 menunjukkan adanya peningkatan dianjurkan adalah memakan makanan yang cukup
pH saliva sebelum dan sesudah mengunyah permen jumlah protein dan fosfat yang dapat menambah
karet yang mengandung xylitol. Pada penelitian ini sifat basa dari saliva, memperbanyak makan
didapatkan rata-rata pH saliva sebelum mengunyah sayuran dan buah-buahan yang berserat dan berair
permen karet yang mengandung xylitol sebesar yang akan bersifat membersihkan dan merangsang
6,9086±0,22928, sedangkan rata-rata pH saliva sekresi saliva, menghindari makanan yang manis
sesudah mengunyah permen karet yang dan lengket. Xylitol merupakan bahan pengganti
mengandung xylitol sebesar 7,6571±0,22789. Hasil gula yang sering digunakan, berasal dari bahan
normalitas data dengan Shapiro-Wilk menunjukkan alami serta mempunyai kalori yang sama dengan
data pH sebelum mengunyah permen karet xylitol glukosa dan sukrosa. Xylitol dapat dijumpai dalam
(p = 0,185) dan pH setelah mengunyah permen bentuk tablet, permen karet, pasta gigi, dan
karet xylitol (p = 0,130) berdistribusi normal (p > mouthwash.16, 17
0,05). Pemberian permen karet yang mengandung
Hasil uji T berpasangan diperoleh hasil p = xylitol mempunyai efek menstimulasi produksi
0,000 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan terdapatnya saliva, komposisi saliva berubah dan meningkatkan
peningkatan bermakna pH saliva setelah konsentrasi bikarbonat, fosfat dan kalsium.
mengunyah permen karet yang mengandung 7452 Perubahan komposisi ini menstimulasi peningkatan
mg xylitol per hari selama dua minggu pada kemampuan saliva untuk mencegah penurunan pH
mahasiswa Program Studi Kedokteran Gigi saliva. 8,18 Pengaruh pengganti gula pada perubahan
Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin angka terjadinya karies telah dievaluasi dalam
Angkatan 2010-2012. beberapa studi observasional serta uji klinis dengan
hasil konsisten menunjukkan adanya efek
PEMBAHASAN perlindungan dari xylitol pada insiden karies.19
Kandungan karbohidrat 75% dan kalori 40%
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam xylitol lebih rendah dibandingkan gula pasir.
permen karet yang mengandung xylitol dapat Xylitol dapat diaplikasikan dalam bentuk permen
meningkatkan pH saliva. Hal tersebut disebabkan karet mengandung furonan dan kalsium phosphate
sifat dan cara kerja xylitol yang tidak dapat di yang akan memberikan efek positif apabila
fermentasi oleh Streptococcus oral dan dikonsumsi setelah makan, sikat gigi, dan sebelum
mikroorganisme lainnya sehingga tidak dihasilkan tidur. Ketika dikonsumsi dalam bentuk solid
asam yang dapat menurunkan pH saliva.12 Xylitol (seperti permen karet) xylitol memberikan sensasi
dapat menetralkan pH saliva yang rendah dengan segar dan dingin karena high endhotermic heat
efek menguntungkan untuk kesehatan rongga solution yang dimilikinya.20,17 Sifat lain dari xylitol
mulut. Konsumi xylitol secara teratur, pada dosis yang menguntungkan adalah fermentasinya oleh
cukup dapat mengurangi tingkat Streptococcus mikroba plak gigi yang berlangsung lebih lambat
mutans pada plak dan saliva. Streptococcus mutans dari fermentasi sukrosa, sehingga menghasilkan
mengambil xylitol ke dalam sel melalui sistem produksi asam yang sangat sedikit atau tidak sama
fruktosa phosphotransferase (PTS) dan xylitol sekali. Hal ini dapat mendukung pengembalian
dimetabolisme menjadi xylitol-5-fosfat, yang tidak asam basa dalam mulut sehingga proses
demineralisasi gigi dapat dicegah.21
Hidayati : Efek Pengunyahan Permen Karet Yang Mengandung Xylitol 54

Xylitol terbukti dapat meningkatkan pH saliva, 5. Hartini E. Serba Serbi Ilmu Konservasi Gigi.
dengan demikian dapat membantu proses Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia,
remineralisasi. Remineralisasi dapat terjadi apabila 2005:69-59.
kondisi rongga mulut mendukung, yaitu tingkat 6. Amelda PD, Ana MT, Maria AN, Antonio AS,
kalsium dan fosfat cukup, pH yang tinggi, matriks Luciana RA. Saliva Composition and Function:
organik dan inorganik yang tepat untuk A Comprehensive Review. Journal
pembentukan kristal, faktor-faktor yang pendukung Contemporary Dental Practice 2008; 9(3) :5-2.
dalam saliva, serta adanya kontrol terhadap faktor- 7. Sulistiyani, Pradopo S. The Average Saliva pH
faktor penghambat pembentukan kristal.9,22 Salah Level After Comsuming Fresh Cow Milk,
satu faktor dalam xylitol yang mendukung Sweetened Condensed Milk, and Soyabean
remineralisasi adalah strukturnya yang dapat Milk. Dental Journal 2003; 36(1-37) :6-4.
membentuk ikatan kompleks dengan kalsium, yaitu 8. Resti, Auerkari EI, Sarwono AT. Pengaruh
C5H12O5Ca(OH)2.4H2O. Proses peningkatan Pasta Gigi yang Mengandung Xylitol terhadap
terbawanya kalsium ke gigi dan membantu proses Pertumbuhan Streptococcus Mutans Serotif E
remineralisasi. Kalsium dikelilingi oleh molekul air (In Vitro). Indonesian Journal of Dentistry
di dalam saliva. Ketika xylitol dikonsumsi, maka 2008; 15(1) :22-15.
akan terjadi kompetisi antara xylitol dan molekul air 9. Burt BA. The Use of Sorbitol and Xylitol-
sehingga terbentuk lapisan hidrasi yang baru. Hal Sweetened Chewing Gum in Caries Control.
ini dapat menyebabkan kalsium dapat bertahan American Dental Assosiation. JADA 2006;
lebih lama dalam mulut sehingga dapat digunakan 137 :190-196.
kemudian.9,22 10. Sari NN. Permen Karet Xylitol yang Dikunyah
Xylitol juga dapat menstabilkan kadar Selama 5 Menit Meningkatkan dan
kalsium dan fosfat dalam saliva, yang penting Mempertahankan pH Saliva Perokok Selama 3
dalam menciptakan kondisi ideal untuk Jam. Tesis. Denpasar: Program Studi Ilmu
remineralisasi.9,22 Konsumsi permen karet yang Biomedik Program Pascasarjana Universitas
mengandung xylitol 4-10 g perhari dengan Udayana, 2011. Hal 22-23.
frekuensi minimal 3 kali sehari selama 14 hari 11. Adopted. Policy on the Use of Xylitol in
menghasilkan penurunan Streptococcus mutans Caries Prevention. Oral Health Policies.
pada plak dan saliva, juga penurunan jumlah plak Council on Clinical Affairs 2006 ;31-32.
hingga 29,4 % dan meningkatkan resistensi 12. Moynihan P, Lingstrom P, Rung-Gunn AJ,
terhadap penurunan pH saliva yang diinduksi oleh Birkhed D. The Role of Dietary Control. In:
asupan sukrosa.11,23,24 iHasil penelitian ini telah Fejerskov Ole, A.M Kidd Edwina (ed). Dental
membuktikan bahwa mengunyah permen karet Caries The Disease and Its Clinical
yang mengandung 7452 mg xylitol dengan cara Management. Blackwell Munksgaard 2003;
pemberian 3 x 2 butir (3 x 2 x1242 mg) perhari 235-7.
selama 2 minggu menunjukkan adanya peningkatan 13. Bahador, Lesan, Kashi. Effect of Xylitol on
pH saliva. Cariogenic and Beneficial Oral Streptococci: a
randomized, double-blind crossover trial. IJM
DAFTAR PUSTAKA Iranian Journal of Microbiology 2012; 4:75-81.
14. Milgron P, Ly KA, Roberts MC, Rothen M,
1. Badan Penelitian dan Pengembangan Mueller G, Yamaguchi DK. Mutans
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Riset Streptococci Dose Response to Xylitol
Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Jakarta: Chewing Gum. J Dent Res 2006 February;
Badan Penelitian dan Pengembangan 85(2): 177-181.
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, 2007. 15. Kumar S. Estimation of Salivary pH and
2. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Dental Plaque pH In Children Before and after
(RISKESDAS) Provinsi Kalimantan Selatan consumtion of Sugared and Sugar-Free
Tahun 2007. Jakarta: Departemen Kesehatan (Xylitol) Chewing Gum An In Vivo Study.
RI, 2009. Nehru Nagar. Belgaum: Dissertation Submitted
3. Mcintyre JM. Dental Caries – The Major to The KLE University, 2010. p. 53.
Cause of Tooth Damages. In Graham J. Mount 16. Angela A. Pencegahan Primer pada Anak yang
& W. R. Mount (ed). Preservation and Berisiko Karies Tinggi (Primary Prevention in
Restoration of Tooth Structure 2nd ed. Children With High Caries Risk). Maj. Ked.
Queensland: Knowledge Book and Software, Gigi. (Dent. J.) 2005; 38(3) :130–134.
2005:21-33. 17. Soderling EM. Xylitol, Mutans Streptococci,
4. Putri H, Eliza H, Neneng N. Ilmu Pencegahan and Dental Plaque. Adv Dent Res 2009; 21
Penyakit Jaringan Keras dan Jaringan :74-78
Pendukung Gigi. Jakarta: EGC, 2008:56-77. 18. Holgeston PL. Xylitol And It’s Effect on Oral
Ecology. Umea: Dentistry Faculty of Medicine
2007; 16-20.
55 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 51 - 55

19. Hayes C. The Effect of Non-Cariogenic 22. Tapiainen T, Tero K, Laura S, Irma I, Markku
Sweeteners on the Prevention Of Dental K, Matti U. Effect of Xylitol on Growth of
Caries: A Review Of The Evidence. Boston: Streptococcus Pneumoniae in the Presence of
Department of Oral Health Policy and Fructose and Sorbitol. Antimicrobial Agents
Epidemiology, 2003. p. 9. and Chemotherapy 2001; 166-169.
20. Lukitaningsih A. Perbedaan Jumlah Bakteri 23. Milgrom P, Ly KA, Rothen M. Xylitol and Its
Streptococcus Viridians Sebelum dan Sesudah Vehicles for Public Health Needs. Adv Dent
Mengunyah Permen Karet yang Mengandung Res 2009; 21: 44-47.
Xylitol pada Penghuni Wisma Melati no. 101 24. Milgron P, Ly KA, Roberts MC, Rothen M,
Pedalangan Banyumanik Semarang Tahun Mueller G, Yamaguchi DK. Mutans
2009. Skripsi. Semarang: Politeknik Kesehatan Streptococci Dose Response to Xylitol
Depkes Semarang, 2009; 4. Chewing Gum. J Dent Res 2006; 85(2): 177-
21. Kidd, Edwina AM. Essential of Dental Caries 181.
The Disease and Its Management. New York:
Oxford, 2005.
56

DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 1. Maret 2014

Laporan Penelitian

EFEKTIVITAS MENYIKAT GIGI DISERTAI DENTAL FLOSS


TERHADAP PENURUNAN INDEKS PLAK

Tinjauan pada Siswa SMAN 1 Sungai Pandan Kecamatan Sungai Pandan

Azizah Magfirah, Widodo, Priyawan Rachmadi


Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin

ABSTRACT

Background : Toothbrushing is a common method used to removing plaque on the whole surface of the
tooth, but it is not completely clean the interproksimal sect. The removal of interproximal plaque is considered to
be important for the maintence of gingival health, caries prevention and periodontal disease. Dental floss is
made of nylon filaments yarn or plastic monofilament, waxed or unwaxed that used to remove debris and plaque
at the interproximal. Purpose: The purpose of this study uses to determine the effectiveness of toothbrushing
with dental floss to decrease plaque index. Methods: This study was a pre-experimental with one group pretest-
posttest design, used purposive sampling technique. The treatments were toothbrusing twice a day in the
morning and evening using toothbrush and toothpaste, and using dental floss once a day at night for two weeks.
Plaque index that used in this study was the Quigley and Hein plaque index modified by Tureskey, Gilmore, and
Glickman. Results:The mean of plaque index before treatment was 1.97 and after treatment of toothbrushing
with dental floss was 0.45. Paired t-test results obtained p = 0.000 (p <0.05) demonstrated a significant
reduction of plaque index after tootbrushing with dental floss for two weeks. Conclusion: It can be concluded
that toothbrushing followed by the use of dental floss effective to decrease plaque index.

Keywords: toothbrushing, dental floss, plaque index

ABSTRAK

Latar belakang: Menyikat gigi merupakan metode yang umum digunakan dalam membersihkan plak
pada seluruh permukaan gigi, tetapi tidak dapat sepenuhnya membersihkan bagian interproksimal. Pembersihan
plak pada bagian interproksimal dianggap penting untuk memelihara kesehatan gingiva, pencegahan karies dan
penyakit periodontal. Dental floss atau benang gigi adalah benang yang terbuat dari nilon filamin atau plastik
monofilament tipis, berlilin maupun tidak berlilin yang digunakan untuk menghilangkan sisa makanan dan plak
di bagian interproksimal. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas menyikat gigi disertai
dental floss terhadap penurunaan indeks plak. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian pre eksperimental
dengan one group pretest-posttest design, menggunakan teknik purposive sampling. Perlakuan yang diberikan
adalah menyikat gigi dua kali sehari pada pagi dan malam hari menggunakan sikat gigi dan pasta gigi, serta
menggunakan dental floss satu kali sehari sebelum menyikat gigi pada malam hari selama dua minggu. Indeks
plak yang dipakai adalah indeks plak Quigley dan Hein yang dimodifikasi oleh Tureskey, Gilmore, dan
Glickman. Hasil: Rerata indeks plak sebelum dilakukan perlakuan adalah 1,97 dan sesudah perlakuan menyikat
gigi disertai dental floss adalah 0,45. Uji t-berpasangan diperoleh hasil p = 0,000 (p < 0,05) menunjukkan
terjadinya penurunan indeks plak yang signifikan sesudah menyikat gigi disertai dental floss selama dua
minggu. Kesimpulan: Menyikat gigi disertai dental floss efektif terhadap penuruan indeks plak.

Kata kunci: menyikat gigi, dental floss, indeks plak

Korespondensi: Azizah Magfirah, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung
Mangkurat, Jl. Veteran 128 B, Banjarmasin, Kalsel, e-mail: magfirahazizah@gmail.com
57 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 56 - 59

PENDAHULUAN yang digunakan untuk menghilangkan sisa


makanan dan plak di bagian interproksimal.8
Kondisi kesehatan gigi dan mulut di Indonesia Dental floss mulai direkomendasikan untuk
masih sangat memprihatinkan, 90% penduduk pembersihan bagian interproksimal pada akhir
Indonesia masih menderita penyakit gigi dan tahun 1960.9
mulut.1,2 Karies gigi dan penyakit periodontal Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui
merupakan penyakit yang paling banyak dijumpai efektivitas menyikat gigi diserta dental floss
di rongga mulut sehingga penyakit ini merupakan terhadap penurunan indeks plak pada siswa SMAN
masalah utama kesehatan gigi dan mulut.2 1 Sungai Pandan.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2007, diperoleh BAHAN DAN METODE
data proporsi penduduk bermasalah gigi dan mulut
sebesar 29,2%, prevalensi karies aktif sebesar Penelitian ini menggunakan metode pre-
50,7%, dan indeks DMF-T sebesar 6,83. Hulu eksperimental dengan rancangan one group pretest-
Sungai Utara merupakan salah satu dari lima postest design. Penelitian ini dilakukan di SMAN 1
kabupaten yang memiliki prevalensi karies aktif Sungai Pandan pada bulan Juni – Juli 2013. Alat
diatas angka provinsi untuk penduduk umur 12 yang digunakan antara lain diagnostic set,
tahun ke atas yaitu sebesar 52,8%, dan indeks nierbekken, sikat gigi, dental floss, kain putih,
DMF-T tertinggi yaitu sebesar 8,97.3 formulir penilaian indeks plak. Bahan dalam
Faktor yang memegang peranan penting penelitian ini yang digunakan adalah pasta gigi,
dalam terjadinya penyakit karies dan periodontal disclosing agent, alkohol 70%, kapas, tisu, dan air
adalah plak (5). Plak merupakan suatu deposit mineral.
lunak berwarna keabu-abuan atau kuning yang Pertama yang dilakukan adalah penetapan
melekat erat pada permukaan gigi. Jika jumlah plak sampel penelitian yang diambil dari semua
sedikit maka plak tidak dapat terlihat, kecuali populasi. Semua sampel harus memenuhi kriteria-
diwarnai dengan larutan disclosing.4,5 kriteria inklusi yang telah ditetapkan. Setiap sampel
Data Riskesdas Provinsi Kalimantan Selatan yang memenuhi kriteria dikumpulkan di ruang
menunjukkan bahwa hanya sekitar 8,5% pemeriksaan, setelah itu dilakukan pemeriksaan
masyarakat berumur 10 tahun ke atas yang dan perhitungan indeks plak pada sampel penelitian
berperilaku benar dalam menyikat gigi di menyikat gigi tanpa disertai dental floss.
Kabupaten Hulu Sungai Utara. Data tersebut Pemeriksaan indeks plak dilakukan pada gigi
menunjukkan bahwa masih sedikit masyarakat 16, 21, 24, 36, 41, dan 44 dengan menggunakan
yang berperilaku benar dalam menyikat gigi indeks plak Quigley dan Hein yang dimodifikasi
termasuk masyarakat di Kecamatan Sungai Pandan, oleh Turesky, Gilmore, dan Glickman. Sampel
Hulu Sungai Utara. Hal ini akan menyebabkan diinstruksikan untuk menyikat gigi dengan
pembersihan plak yang tidak efektif pada menggunakan sikat gigi dan pasta gigi sebanyak 2
permukaan gigi, sehingga akan mempengaruhi kali sehari yaitu sesudah makan pada pagi hari dan
status oral hygiene yang dapat menyebabkan karies sebelum tidur pada malam hari, dan memakai
dan penyakit mulut lainnya. Plak gigi harus dental floss sekali sehari sebelum menyikat gigi
dibersihkan secara menyeluruh dan teratur untuk pada malam hari selama 2 minggu, kemudian
mencegah terjadinya karies dan penyakit mulut dilakukan pemeriksaan dan perhitungan indeks
lainnya.3 plak pada sampel penelitian menyikat gigi disertai
Metode yang umum digunakan dalam dental floss.
membersihkan plak adalah menyikat gigi. Sikat Hasil pemeriksaan dicatat pada formulir yang
gigi dapat membersihkan plak pada permukaan sudah tersedia. Analisis data yang digunakan dalam
bukal, lingual, dan oklusal, tetapi tidak dapat penelitian ini adalah uji normalitas dan uji T
sepenuhnya membersihkan bagian interproksimal.6 berpasangan dengan bantuan software komputer.
Pembersihan plak pada bagian interproksimal Tingkat kepercayaan yang digunakan sebesar 95%
dianggap penting untuk memelihara kesehatan dengan tingkat kesalahan 5%.
gingiva, pencegahan karies dan penyakit
periodontal.7 HASIL PENELITIAN
Salah satu cara untuk membersihkan bagian
interproksimal gigi adalah dengan menggunakan Hasil penelitian efektivitas menyikat gigi
alat yang dapat menembus sela-sela gigi yang disertai dental floss terhadap penurunan indeks
berdekatan. Banyak produk yang dirancang untuk plak pada siswa SMAN 1 Sungai Pandan adalah
membantu dalam membersihkan bagian sebagai berikut.
interproksimal gigi, salah satunya adalah dental
floss.6 Dental floss atau benang gigi adalah benang
yang terbuat dari nilon filamin atau plastik
monofilamen tipis, berlilin maupun tidak berlilin
Magfirah : Efektivitas Menyikat Gigi Disertai Dental Floss 58

Perlakuan Jumlah Rata-rata dicapai oleh sikat gigi karena dental floss berupa
(orang) indeks plak benang yang dapat disisipkan diantara gigi-gigi
Menyikat gigi tanpa yang berdekatan. Gerakan gergaji naik turun
44 1,97 sepanjang sisi gigi menyebabkan plak yang
disertai dental floss
Menyikat gigi diserta menempel pada bagian tersebut dapat dibersihkan
44 0,45 terutama bagian interproksimal.8,13
dental floss
Efektivitas dental floss dalam menghilangkan
Penurunan Indeks Plak 1,52 plak dipengaruhi oleh waktu dan teknik
penggunaan.9 Beberapa penelitian menunjukkan
penurunan plak yang signifikan terjadi pada
Tabel 1. Rata-rata indeks plak dan penurunan indeks pengguna dental floss secara teratur.14,15 Waktu
plak penggunaan dental floss yang dianjurkan adalah
sebelum menyikat gigi, karena daerah interdental
Berdasarkan Tabel 1, diketahui rata-rata yang tidak bisa dicapai oleh sikat gigi akan dapat
indeks plak menyikat gigi tanpa disertai dental dibersihkan dan fluor yang terkandung dalam pasta
floss sebesar 1,97, rata-rata indeks plak menyikat gigi yang digunakan pada saat menyikat gigi lebih
gigi disertai dental floss sebesar 0,45. Penurunan mudah mencapai bagian interproksimal sehingga
indeks plak antara menyikat gigi tanpa disertai dapat membantu melindungi permukaan gigi dari
dental floss dengan menyikat gigi disertai dental terbentuknya plak.7,8 Dental floss digunakan satu
floss sebesar 1,52 (77,2%). Data hasil penelitian kali sehari sesuai dengan rekomendasi American
yang diperoleh kemudian diolah menggunakan Dental Association (ADA). Penggunaan dental
analisis statistik. Data diuji normalitasnya terlebih floss tidak direkomendasikan lebih dari sekali
dahulu, kemudian dilakukan uji t berpasangan. Uji t sehari karena dapat menghilangkan efektivitas dan
berpasangan dilakukakan untuk mengetahui dapat menyimpan bakteri didalam mulut.8
penurunan indeks plak antara menyikat gigi tanpa Teknik penggunaan merupakan salah satu hal
disertai dental floss dengan menyikat gigi disertai yang mempengaruhi efektivitas dental floss dalam
dental floss. mereduksi plak. Terdapat dua teknik penggunaan
Diperoleh hasil penurunan indeks plak antara dental floss yaitu teknik manual (manual finger
menyikat gigi tanpa disertai dental floss dan flossing) dengan menggunakan dental floss tanpa
menyikat gigi disertai dental floss yaitu p = 0,000 pegangan dan teknik penggunaan dental floss
(p < 0,05). Secara statistik terjadi penurunan indeks dengan pegangan. Beberapa penelitian melaporkan
plak yang signifikan antara menyikat gigi tanpa bahwa penggunaan dental floss dengan teknik
disertai dental floss dengan menyikat gigi disertai manual maupun dental floss dengan menggunakan
dental floss. Hal ini berarti menyikat gigi disertai pegangan dapat menurunkan skor indeks plak.
dental floss efektif terhadap penurunan indeks plak Walaupun demikian, teknik penggunaan dental
pada siswa SMAN 1 Sungai Pandan. floss dengan pegangan lebih disukai daripada
teknik manual.16 Dental floss dengan pegangan
PEMBAHASAN khusus dianggap lebih praktis untuk digunakan
karena dapat langsung dimasukkan ke dalam
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata indeks daerah interproksimal melalui titik kontak.6
plak menyikat gigi disertai dental floss lebih rendah Berdasarkan data hasil penelitian, terlihat
dari indeks plak menyikat gigi tanpa disertai dental bahwa penurunan indeks plak sebesar 1,52 atau
floss. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil sebesar 77,2%. Penelitian ini sejalan dengan
penelitian Ramona dan Mindra (2006), dimana penelitian Ramona dan Mindra (2006) yang
sampel penelitian yang menyikat gigi disertai meneliti 58 orang, terjadi penurunan plak sekitar
dental floss, indeks plaknya lebih rendah 58,1% pada sampel yang menyikat gigi disertai
dibandingkan menyikat gigi tanpa disertai dental dental floss. Perbedaan hasil yang didapatkan
floss terutama indeks plak pada bagian disebabkan pada penelitian ini responden yang
interproksimalnya. Hal ini menunjukkan bahwa diteliti merupakan orang-orang yang tidak memiliki
dengan menyikat gigi saja pembersihan plak pada keluhan pada gigi dan mulut (normal). Penurunan
permukaan gigi masih kurang efektif termasuk indeks plak yang terjadi pada orang-orang yang
pembersihan plak pada bagian interproksimal.7 tidak memiliki keluhan (normal) lebih besar, hal ini
Menurut beberapa penelitian, penurunan plak disebabkan pada orang-orang yang tidak memiliki
pada permukaan gigi bagian interproksimal dengan keluhan (normal), penggunaan dental floss sebelum
menyikat gigi lebih sedikit dibandingkan dengan menyikat gigi mampu mencapai interdental
menyikat gigi disertai alat bantu pembersih bagian sulcular area. Hal ini sesuai dengan laporan ADA
interproksimal seperti dental floss.7,12 Dental floss yang menyatakan bahwa dengan menggunakan
dapat membersihkan bagian yang sulit dijangkau dental floss dapat membersihkan plak pada bagian
oleh sikat gigi, seperti daerah interproksimal.8 interproksimal hingga lebih dari 50%.7,17
Dental floss dapat membersihkan daerah yang sulit
59 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 56 - 59

Mekanisme penurunan indeks plak yang 6. Slot DE, Dorfer CE and Van der W. The
terjadi pada penelitian ini merupakan kombinasi efficacy of interdental brushes on plaque and
dari hasil tindakan menyikat gigi dan penggunaan parameters of periodontal inflammation: a
dental floss sebelum menyikat gigi. Menyikat gigi systematic review. Int J Hygiene 6, 2008;
dapat membersihkan bagian labial, bukal, lingual, 254.
palatal, dan oklusal. Dental floss mampu 7. Avram R and Badea ME. Efficacy of using
membantu membersihkan bagian interproksimal.8,13 dental floss to improve oral hygiene and
Berdasarkan hasil penelitian dan hasil uji gingival status. OHDMBSC 2006; 5(4): 3-6.
statistik, menyikat gigi disertai dental floss efektif 8. American Dental Association. Floss & other
dalam menurunkan indeks plak karena penurunan interdental cleaners. Available from URL;
indeks plak lebih dari 50%. Selain itu, berdasarkan http://www.ada.org/1318.aspx Accessed on
kriteria Greenee dan Vermillion yang terdiri dari Februari 2013.
kriteria baik dengan indeks plak 0-0,6, sedang 9. Sarner B. On approximal caries prevention
dengan indeks plak 0,7-1,8, dan buruk dengan using fluoridated toothpicks, dental floss and
indeks plak 1,9-3,0, indeks plak menyikat gigi interdental brushes. Thesis. Sweden:
disertai dental floss termasuk dalam kriteria baik, Department of Cariology Institute of
sedangkan indeks plak menyikat gigi tanpa disertai Odontology at Sahlgrenska Academy
dental floss termasuk dalam kriteria buruk. Hal ini University of Gothenburg. 2008.
menunjukkan bahwa dengan menyikat gigi disertai 10. Darwita RR, Novrinda H, Budiharto, Pratiwi
dental floss terjadi perubahan status kebersihan PD, Amalia R dan Asri SR. Efektivitas
mulut dari buruk menjadi baik.5,18 Tindakan program sikat gigi bersama terhadap risiko
menyikat gigi disertai dental floss merupakan salah karies pada murid sekolah dasar. J Indon Med
satu pilihan untuk dapat membersihkan plak pada Assoc 2011; 61(5): 204-209.
permukaan gigi secara lebih menyeluruh, sehingga 11. Eley BM and JD Manson. Periodontics. 5th
dapat dijadikan salah satu cara untuk mencegah Ed. UK : Elsevier. Ltd. 2004.p.138.
terjadinya karies dan penyakit periodontal. 12. Sambunjak D, Nickerson JW, Poklepovic T,
Johnson TM, Imai P, Tugwell P and
DAFTAR PUSTAKA Worthington HV. Weak, unreliabl evidence
suggests flossing floss toothbrushing may be
1. Anitasari S dan Liliwati. Pengaruh frekuensi associated with a small reduction in plaque.
menyikat gigi terhadap tingkat kebersihan Evidence-Based Dentistry 2012; (13): 5-6.
gigi dan mulut siswa-siswi sekolah dasar 13. American Dental Association. How to Floss.
negeri di Kecamatan Palaran Kotamadya Available from URL;
Samarinda Propinsi Kalimantan Timur. http://www.ada.org/sections/publicResources/
Majalah Kedokteran Gigi. Dentika Dent J pdfs/watch_materials_floss.pdf Accessed on
2005; 38(2):88. Februari 2013.
2. Rifki A. Perbedaan efektivitas menyikat gigi 14. Mohammed AH and Al-Bahadli BDS. Effect
dengan metode roll dan horizontal pada anak of super dental floss on oral hygiene in
usia 8 dan 10 tahun di Medan. Skripsi. patient with fixed orthodontic appliances. J
Medan: Universitas Sumatera Utara. 2010. Bagh College Dentistry 2011; 23(3).
3. Badan Penelitian dan Pengembangan 15. Genovesi A, Antonio B, Chiara L and Ugo C.
Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Experimentation in plaque control in the
Indonesia. Laporan hasil riset kesehatan dasar interproximal space using dental floss. Trial
provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2007. Report. Genoa: Genoa University.2004.p.1-5.
Jakarta: Balitbang Kesehatan Depkes RI. 16. Hiremath. Textbook of preventive and
2009. Hal: 116-125. community dentistry. India: Elsavier.
4. Carranza FA, MG Newman and HH Takei. 2007.p.128.
Clinical periodontology. 9th Ed. 17. Asadoorian J. Flossing. Canadian Journal of
Philadelphia:WB Saunders Company. Dental Hygiene 2006; 40(3): 2.
2002.p.110-112. 18. Asadoorian J. CDHA position paper on tooth
5. Putri MH, Herijulianti E dan Nurjanah N. brushing. Canadian Journal Of Dental
Ilmu pencegahan penyakit jaringan keras dan Hygiene 2006; 40(5): 232-248.
jaringan pendukung gigi. Jakarta: EGC. 2008.
Hal: 56-77.
60

DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 1. Maret 2014

Laporan Penelitian

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK AIR KELOPAK BUNGA ROSELLA


(Hibiscus sabdariffa L.) TERHADAP PERTUMBUHAN
Streptococcusmutans IN VITRO

Achmad Riwandy, Didit Aspriyanto, Lia Yulia Budiarti


Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin

ABSTRACT

Background: Dental caries is an infectious disease that localized attack the hard tissues of the oral
cavity that are dental, and involving Gram-positive bacteria, namely Streptococcus mutans. Water extract of
Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) flower petals has antibacterial power against gram-positive bacteria, namely
Staphylococcus aureus and Streptococcus pyogenes. Purpose:This study aims to determine whether there was
antibacterial activity of water extract of Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) flower petals against Streptococcus
mutans bacteria. Methods:This study was an experimental study with 11 treatment groups of water extract of
Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) flower petals (concentration with 1%, 5%, 10%, 15%, 20%, 25%, 30%, 35%,
40%, 45% and 50%); negative control; and positive control (Tetracycline hydrochloride 25 mg/ml). Each
treatment was done with 5 times repetition. Testing of antibacterial activity used the diffusion method by
measuring the inhibition zone around the growth of Streptococcus mutans on Muller Hinton media. Data were
analysed using One-Way ANOVA 95% (α = 0.05)continued with LSD.Result: LSD test results showed that the
water extract of Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) flower petals had antibacterial activity to Streptococcus
mutans. Minimum Inhibitory Concentration (MIC) on 1% concentration and hadeffective inhibitory
concentration on 15 % concentration. Conclusion: There was an antibacterial activity of the water extract of
Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) flower petals against Streptococcus mutans bacteria that caused caries in vitro.

Keywords: Antibacterial, Tetracycline Hydrochloride, water extract of Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) flower
petals, diffusion method,Streptococcus mutans

ABSTRAK

Latar belakang: Karies gigi merupakan penyakit infeksi terlokalisir yang menyerang jaringan keras
rongga mulut yaitu gigi, dan melibatkan bakteri Gram Positif yaitu Streptococcus mutans. Ekstrak air kelopak
bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) mempunyai daya antibakteri terhadap bakteri gram positif
yaituStaphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
aktivitas antibakteri ekstrak air kelopak bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap bakteri Streptococcus
mutans.Metode: Penelitian ini bersifat eksperimental terdiri dari 11 kelompok perlakuan yaitu kelompok ekstrak
air kelopak bunga Rosella (konsentrasi 1%, 5%, 10%, 15%, 20%, 25%, 30%, 35%, 40%, 45% dan 50%);
kontrol negatif; dan kontrol positif (Tetrasiklin hidroklorida25 µg/ml). Masing-masingperlakuan dilakukan 5
kali pengulangan. Pengujian aktivitas antibakteri menggunakan metode difusi dengan mengukur zona hambat
disekitar pertumbuhan Streptococcus mutans pada media Muller Hinton. Data dianalisis menggunakan One-Way
Anova 95% (α = 0,05) dilanjutkan dengan LSD. Hasil: Berdasarkan uji LSD didapatkan bahwa ekstrak
airkelopak bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) memiliki aktivitas antibakteri terhadap Streptococcus mutans.
Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) sebesar 1% dan konsentrasi efektifnya terdapat pada konsentrasi ekstrak
airkelopak bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) 15%.Kesimpulan: Ekstrak airkelopak bunga Rosella
(Hibiscus sabdariffa L.) memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri penyebab karies Streptococcus mutans in
vitro.
61 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 60 - 64

Kata-kata kunci: Antibakteri, tetrasiklin hidroklorida, ekstrak airkelopak bunga Rosella(Hibiscus sabdariffa L.),
metode difusi,Streptococcus mutans

Korespondensi: Achmad Riwandy, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas KedokteranUniversitas Lambung
Mangkurat, Jalan Veteran 128 B, Banjarmasin, KalSel, email: achmadriwandy7891@gmail.com

PENDAHULUAN rosella (Hibiscus sabdariffa L.). Penggunaan


kelopak bunga rosella di masyarakat yaitu sebagai
Masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di sediaan teh dengan cara diseduh dengan air
Indonesia adalah karies gigi. Berdasarkan hasil panas.Manfaat air seduhan kelopak Bunga Rosella
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) antara lain sebagai diuretik (melancarkan air seni),
Departemen Kesehatan RI tahun 2004, prevalensi memperlancar buang air besar (menstimulasi gerak
karies gigi mencapai 90,05%.Indeks karies peristaltik), juga dapatmenurunkan panas dan
Kalimantan Selatan mencapai 6,83%.1Karies gigi sebagai antibakteri.7
merupakan penyakit gigi terlokalisir yang merusak Bunga rossela memiliki beberapa kandungan
jaringan keras gigi, terbentuk dari akumulasi plak antibakteri terhadap bakteri penyebab plak.7
pada permukaan gigi dan aktifitas biomekanis Kandungan kimia kelopak bunga rosella terdiri dari
kumpulan mikro kompleks. Streptococcus mutans asam organik, senyawa fenol, flavonoid dan
(S. mutans) merupakan salah satu bakterigram antosianin.1Zat-zat tersebut mempunyai aktivitas
positif patogen penyebab karies yang menyebabkan antibakteri terhadap bakteri gram positif dan gram
korosi pada email gigi.2Penelitian Keyes dan negatif.8Hasil penelitian Limyati dan Soegianto
Fitzsgerald tahun 1960 pada binatang bebas kuman (2008) menyebutkan bahwa sediaan ekstrak air
memperlihatkan bahwa plak yang didominasi oleh kelopak bunga rosella pada konsentrasi 10%
kuman S.mutans dan Lactobacillus menyebabkan dengan metode difusimampu menghambat bakteri
terbentuknya karies.Streptococcus mutans akan gram positif Staphylococcus aureus dan
mengubah karbohidrat yang dikonsumsi dan terurai Streptococcus pyogenes.9
menjadi sukrosa yang merupakan media terbaik Belum ada informasi mengenai khasiat
bagi tumbuh kembang bakteri tersebut. tanaman obat ini sebagai antibakteri terhadap
Streptococcus mutans mempunyai kemampuan Streptoccocus mutans. Pada penelitian ini akan
memetabolisme sukrosa menjadi asam, yang dapat diteliti aktivitas antibakteri ekstrak air kelopak
mengakibatkan demineralisasi email sehingga dapat bunga rosella secara invitro sebagai antibakteri
menyebabkan awal terjadinya karies gigi.3 terhadap Streptococcus mutans. Penelitian ini
Pertumbuhan Streptococcus mutans harus bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya aktivitas
dihambat agar tidak menjadi patogen dan antibakteri ekstrakair kelopak bunga rosella
menyebabkan karies dengan pemberian bahan terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus
antibakteri.4 Pencegahan karies sangat penting mutans.
dilakukan sejak masa anak-anak.5Salah satu cara
pencegahan karies adalah mengusahakan agar BAHAN DAN METODE
pembentukan plak pada permukaan gigi dapat
dibatasibaik dengan cara mencegah Penelitian ini menggunakan rancangan acak
pembentukannya atau dengan pembersihan plak lengkap yang terdiri dari 13 perlakuan (11
secara teratur. Pengendalian plak dapat dilakukan konsentrasi ekstrak air kelopak bunga Rosella yaitu
dengan cara pembersihan plak secara mekanis dan 1%, 5%, 10%, 15%, 20%, 25%, 30%, 35%, 40%,
kimia yang mengandung bahan anti kuman dan 45%, 50%; Tetrasiklin hidroklorida (25µg/ml)
dapat menekan pertumbuhan S. mutans.3 sebagai kontrol (+); dan air suling steril (akuades)
Telah banyak dilakukan penelitian dengan sebagai kontrol (-). Masing-masing perlakuan
memanfaatkan bahan alam yang bertujuan untuk dilakukan 5 kali pengulangan.Alat-alat penelitian
menghasilkan obat-obatan dalam upaya mendukung yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan
program pelayanan kesehatan gigi, khususnya pentri, tabung reaksi (Pyrex, Jerman), ose bulat,
untuk mencegah dan mengatasi penyakit karies autoclave (All American, America), inkubator
gigi. Kembalinya perhatian ke bahan alam (back to anaerob (Carbolite, United Kingdom), gelas erlen-
nature), dianggap sebagai hal yang sangat meyer (Iwaki, Jerman), pipet tetes, caliper, kapas
bermanfaat karena selain sejak dahulu masyarakat lidi steril, neraca analitik, kertas saring, rak tabung
telah percaya bahwa bahan alam mampu mengobati reaksi, cotton bud steril, rotary evaporator,
berbagai macam penyakit, pemanfaatan bahan alam waterbath, aluminium foil 1 gulungan, tisu, alat
yang digunakan sebagai obat juga jarang pengaduk, dan meja laminary flow. Alat-alat yang
menimbulkan efek samping yang merugikan diperlukan dicuci bersih kemudian disterilisasi
dibandingkan obat yang terbuat dari bahan sintetis.6 dengan autoclave yang dipanaskan sampai suhu
Salah satu bahan alam yang banyak 121oC selama 15 menit.
dikonsumsi masyarakat adalah kelopak bunga
Riwandy : Aktivitas Antibakteri Ekstrak Air Kelopak Bunga Rosella 62

Bahan-bahan penelitian yang digunakan dalam Hasil pengujian menunjukkan bahwa


penelitian ini adalah ekstrak air kelopak bunga konsentrasi 5%, 10%, 15%, 20%, 25%, 30%, 35%,
rosella (Hibiscus sabdariffa. L) 1%, 5%, 10%, 15%, 40%, 45%, dan 50% ekstrak air kelopak bunga
20%, 25%, 30%, 35%, 40%, 45%, 50%, Tetrasiklin Rosella memiliki aktivitas antibakteri terhadap
hidroklorida (25 µg/ml), isolat Streptococcus pertumbuhan Streptococcus mutans. Aktivitas
mutans, media nutrienagar, media agar Muller penghambatan ini ditunjukkan dengan adanya zona
Hinton (MH), akuades steril, media Brain Heart hambat di sekitar cakram kertas. Gambar 1
Infusion (BHI), paper disc kosong, dan larutan menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi
standar Mc Farland I sebesar 3.108 CFU/ml. perlakuan dapat meningkatkan sensitivitas
Kelopak bunga rosella kering dibuat serbuk, Streptococcus mutans, yang ditunjukkan dengan
ditimbang ± 100 gram, ditambah 300 ml air 75 oC bertambahnya diameter zona hambat. Menurut
dan dikocok selama 1 jam, kemudian disaring Pratama, zona bening di sekitar paper disc
dengan kertas saring dan filtrat diambil. Residu menunjukkan adanya aktivitas antibakteri. Luas
ditambah lagi 300 ml air 75oC dan dikocok selama zona bening sangat dipengaruhi oleh daya
1 jam, kemudian filtratnya diambil. Filtrat pertama antibakteri fraksi tersebut.Hasil uji homogenitas
dan kedua dicampur, dipekatkan dengan rotary didapatkan nilai p=0,187 (p>0,05), yang
evaporationdengan suhu 100oC sampai menyatakan bahwa sebaran datapenelitian
memperoleh ekstrak yang kental.Suspensi bakteri homogen. Hasil uji normalitas diperoleh nilai
yang telah distandarkan dengan Mc Farland I p>0,05, yang menunjukan bahwa distribusi data
sebesar 3x108 CFU/ml diambil dengan kapas lidi normal.
steril dioleskan pada media agar Muller Hinton, Hasil analisis statistik dengan uji One-Way
kemudian diletakan paper disc(kertas samir) yang Anova dari 13 perlakuan didapatkan nilai p=0,000
telah direndam ke dalam perlakuan. Selanjutnya (p<0,05), berarti terdapat perbedaan bermakna pada
media pengujian diinkubasi pada suhu 37oC selama masing-masingkelompok perlakuan. Hal ini
24 jam. Pembacaan hasil dilakukan dengan memperlihatkan bahwa ekstrak air kelopak bunga
mengukur zona radikal pertumbuhan bakteri Rosella dapat menghambat pertumbuhan
dengan caliper. Streptococcus mutans secara in vitro.Berdasarkan
Data yang didapat dari penelitian ini hasil uji LSD dapat diketahui bahwa zona hambat
dikumpulkan berdasarkan pengamatan mengenai Ekstrak Air Kelopak Bunga Rosella (EAKBR) pada
hasil pengukuran zona hambat pertumbuhan bakteri konsentrasi 1%, 5% dan 10% tidak berbeda
setelah pemberian ekstrak air kelopak bunga bermakna secara statistik, konsentrasi 20% dengan
Rosella berbagai. Data kemudian dievaluasi secara 25% tidak berbeda bermakna secara statistik,
statistik dengan melakukanuji normalitas konsentrasi 25% dengan konsentrasi 20% dan 30%
Kolmogorov-Smirnovdan homogenitas varians tidak berbeda bermakna secara statistik, dan juga
dengan Levene’s test. Selanjutnya, dilakukan konsentrasi 30% terhadap konsentrasi 20% dan
analisis parametrik dengan One-Way Anova 95% (α 35% tidak berbeda bermakna secara statistik.
= 0,05) dan dilanjutkan dengan uji LSD.
PEMBAHASAN
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa
Hasil pengukuran zona hambat dari masing- ekstrak air kelopak bunga Rosella dapat
masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 1. menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans
secara in vitro. Zat aktif yang terkandung dalam
20 18 ekstrak air bunga Rosella pada berbagai konsentrasi
15
11 13 dapat menghasilkan efek antibakteri. Hal ini
Rerata Zona Hambat

15 9
8 disebabkan pelarut air dalam penelitian ini
10 5 7 6
5 0 1 2 0
berfungsi melarutkan zat aktif dalam kelopak bunga
0 Rosella yang berupa flavonoid dan antosianin. Zat
aktif antosianin yang menyebabkan warna merah
TCX(+)
Aq(-)
1%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
50%

pada tanaman ini mengandung delfinidin-3-


siloglukosida, delfinidin-3-glukosida, sianidin-3-
Perlakuan siloglukosida, sedangkan flavonoidnya
mengandung gosipetin dan mucilago
(rhamnogalakturonan, arabinogalaktan,
Gambar 1 Diagram Hasil Pengukuran Zona Hambat arabinan).11
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Air Menurut Somaatmadja (1963), antosianin
Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus
dapat menginhibisi oksidasi glukosa dan mengikat
Sabdariffa L.) terhadap Pertumbuhan
Streptococcus mutansIn Vitro zat besi yang dibutuhkan oleh bakteri sehingga
menghambat metabolisme bakteri.4 Mekanisme
antibakteri bekerja dengan mengganggu proses
63 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 60 - 64

respirasi sel, menghambat aktivitas enzim bakteri, DAFTAR PUSTAKA


menekan terjemahan dari regulasi produk gen
tertentu, dan menghalangi sintesis normal dinding 1. Hendrickson DA. Wound Care Management
sel bakteri. Sintesis yang tidak normal for The Equine Practitioner. New York:
menyebabkan tekanan osmotik dalam sel bakteri Teton New Media 2005; 34.
lebih tinggi daripada di luar sel, maka terjadi 2. Agustina A, Tjahajani A, Auerkari E.
kerusakan dinding sel bakteri yang akan Pengaruh Pasta Gigi Mengandung Xylitol
menyebabkan kebocoran sel bakteri.12Flavonoid terhadap Pertumbuhan Streptococcus mutans
dalam tumbuhan Rosella memiliki gugus hidroksil Serotip C In Vitro. J Dent 2007; 14 (3): 204-
yang dapat menyebabkan perubahan komponen 205.
organik dan transpor nutrisi yang akan 3. Pratiwi R. Perbedaan Daya Hambat
mengakibatkan timbulnya efek toksik terhadap Terhadap Streptococcus mutans dari
bakteri.6Tetrasiklin hidrokloridayang digunakan Beberapa Pasta Gigi yang Mengandung
sebagai kontrol positif dalam penelitian ini Herbal. (online),
memiliki diameter rerata zona hambat 6 mm (< 14 (http://asic.lib.unair.ac.id/journals/abstrack/
mm). Hal ini menunjukan bahwa aktivitas MKG%2038%202%202005%20;%20Rini%
antibakteri Tetrasiklin hidroklorida terhadap bakteri 20;%20Perbedaan%202.pdf), diakses
Streptococcus mutans dalam penelitian ini bersifat 28Februari 2013.
resisten.10 4. RhodesPL. Antimicrobial Factor from
PenelitianLimyati dan Soegianto (2008), Grapes. University of Auckland 2004;
menyebutkan bahwa sediaan ekstrak air kelopak (online),
bunga Rosella dengan metode difusi terhadap (http://researchspace.auckland.ac.nz/bitstrea
bakteri gram positif Staphylococcus aureus pada m/2292/335/8/01front.pdf), diakses 21
konsentrasi 30% lebih besar dari zona hambat Oktober 13.
Ampisilin (20 µg/ml),pada konsentrasi yang sama 5. Dewo AT, Sutadi H, Suharsini M. Koloni
terhadap bakteri Streptococcus pyogenes Streptococcus mutansdalam Saliva Anak
memperlihatkan zona hambat lebih yang Menggunakan Pasta Gigi Daun Sirih
kecildibandingkan dengan Ampisilin (20 dan Pasta Gigi Siwak. J PDGI 2007; 182.
µg/ml).13Pada hasil penelitian ini diketahui bahwa 6. Sabir A. Aktifitas Antibakteri Flavanoid
aktivitas antibakteri terendah dihasilkan oleh Propolis Trigona sp terhadap Bakteri
perlakuan ekstrak air 10% terhadap Streptococcus Streptococcus mutans (In Vitro). Dent J
pyogenes dengan zona hambat sebesar 7,79 mm.14 2005; 38 (3): 135.
Zona hambat dari masing-masing perlakuan 7. Maryani H. Khasiat dan Manfaat Rosella.
pada penelitian Limyati dan Soegianto (2008) Jakarta: Agromedia Pustaka 2005; 3-33.
relatif berbeda dengan hasil penelitian ini. 8. Sasmita IS, Pertiwi ASP, Halim M.
Penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak air Gambaran Efek Pasta Gigi yang
kelopak bunga Rosella sebagai antibakteri terhadap Mengandung Herbal terhadap Penurunan
Streptococcus mutans memiliki Kadar Hambat Indeks Plak. J PDGI 2007; 37.
Minimum (KHM) sebesar 5%. Hal ini ditunjukan 9. Limyati D, Soegianto L. Aktivitas
dengan zona hambat rata-rata berdiameter 1 mm Antibakteri Ekstrak Kelopak Rosella
dan tidak ada lagi konsentrasi dibawah kadar (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap
hambat minimum yang menunjukkan daya hambat Staphylococcus aureus dan Streptococcus
terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans. pyogenes. Jurnal Obat Bahan Alam 2008;
Konsentrasi efektif terdapat pada konsentrasi 7(1): 47-53.
ekstrak air Rosella 45% dan 50% yang memiliki 10. Rosyidah K, Nurmuhaimina SA, Komari N,
diameter sama dengan daya hambat Tetrasiklin dan Astuti MD. Aktivitas Antibakteri Fraksi
hidroklorida yang berukuran antara 15-18 mm Saponin dari Kulit Batang Tumbuhan
sesuai standar CLSI 2011. Kasturi (Mangifera casturi). Banjarbaru:
Dapat diambil kesimpulan bahwa ekstrak air FMIPA UNLAM 2010; 4-6.
kelopak bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) 11. Larasati L. Pengaruh Pemberian Seduhan
mempunyai efek antibakteri terhadap bakteri Kelopak Rosella (Hibiscus Sabdariffa L.)
penyebab karies (Streptococcus mutans) in Dosis Bertingkat Selama 30 Hari Terhadap
vitro.Ekstrak inimemiliki Konsentrasi Hambat Gambaran Histologik Gaster Tikus Wistar.
Minimum (KHM) sebesar 5% dan konsentrasi Skripsi. Semarang: Fakultas Kedokteran
efektifnya terdapat pada konsentrasi ekstrak air Universitas Diponegoro. 2010.
Rosella 45% dan 50%. Diharapkan dilakukan 12. Rostinawati T. Aktivitas Antibakteri Ekstrak
penelitian lanjut mengenai efektivitas antibakteri Etanol Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa
ekstrak air kelopak bunga Rosella (Hibiscus L.) terhadap Escherichia coli, Salmonella
sabdariffa L.) terhadap Streptococcus mutans in typhi dan Staphylococcus aureus dengan
vivo. Metode Difusi Agar. Skripsi. Jatinangor:
Riwandy : Aktivitas Antibakteri Ekstrak Air Kelopak Bunga Rosella 64

Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran. 14. Fani MM, Kohanteb J, Dayaghhi M.


2009. Inhibitory Activity of Garlic (Allium
13. Cawson EW, Odell. “Dental Caries” in sativum) Extract On Multidrug-Resistant
Cawson’s Essential of Oral Pathology and Streptococcus mutans. J Indian soc Pedod
Oral Medicine. 8th Ed. Philadelphia: Prevent Dent 2007; 164.
Churchill Livingstone Elsevier 2008; 40-59.
65

DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 1. Maret 2014

Laporan Penelitian

EFEK PENYEMPROTAN DESINFEKTAN LARUTAN DAUN SIRIH 80%


TERHADAP STABILITAS DIMENSI CETAKAN ALGINAT

Nisa Yanuarti Hasanah, I Wayan Arya, Priyawan Rachmadi


Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin

ABSTRACT
Background : Alginate is often use as an impression material and could be a transmission’s agent of
infection to dentist and dental technicians. Prevention of infection’s transmission to dental impressions,
disinfected by spray techniques Of Piper betle L. 80% solution for alginate impression. Purpose : This research
was to determine effects of spraying disinfectant Piper betle L. 80% solution of the change in the dimensional
stability of alginate impression on model. Methods : The experimental research study with a pretest-posttest
only with control design. Samples were 60 divided into 6 groups, 3 group without spraying and 3 treatment
groups spraying disinfectant Piper betle L. 80% solution for 5,10 and 15 minutes, each group of 10 impression.
Mould and disinfected with Piper betle L. 80% solution using spray techniques Impressions were cast in dental
stone and the cylinders’ diameters were measured with a caliper. The results were normality tested by Shapiro-
wilk and then homogeneity tested with the Levene’s test.The data were analyzed using Independent Sample T-
Test. Result : There was not statistic significant change in dimensions between 2 treatments, the mould without
spray and with Piper betle L. 80% solution using spray techniques for 5,10 and 15 minutes. Conclusion : The
conclusion of this research was disinfectant Piper betle L. 80% solution spray technique did notcause
dimensional stability changes in alginate impression.

Keywords : Disinfection, alginate impression, Piper betle L. solution, spraying techniques, dimensional stability

ABSTRAK

Latar Belakang : Alginat sering digunakan sebagai bahan cetak. Hasil cetakan gigi dari mulut pasien
dapat menjadi media penularan infeksi terhadap dokter gigi maupun teknisi laboratorium.Pencegahan penularan
infeksi dilakukan dengan pemberian disinfektan dengan cara disemprot. Larutan daun sirih 80% dapat digunakan
sebagai disinfektan pada cetakan alginat. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek penyemprotan
desinfektan dari larutan daun sirih 80% terhadap perubahan stabilitas dimensi cetakan alginat pada model.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan pretest-posstest only with control design.
Terdiri dari 60 sampel yang dibagi menjadi 6 kelompok yaitu 3 kelompok kontrol positif (tanpa dilakukan
penyemprotan) dan 3 kelompok perlakuan (dilakukan penyemprotan larutan daun sirih 80% selama 5, 10 dan 15
menit. ), masing-masing kelompok terdiri dari 10 cetakan. Cetakan alginat dicetakkan pada masterdie. Hasil
cetakan didesinfeksi dengan larutan daun sirih 80%, dengan cara disemprot. Cetakan alginat diisi gipsum,
kemudian dilakukan pengukuran diameter silinder menggunakan kaliper, data diuji normalitas dengan Shapiro-
wilk kemudian diuji homogenitas dengan levene’s test. Data penelitian dianalisis menggunakan T-Test tidak
berpasangan. Hasil : Tidak ada perubahan dimensi yang bermakna antara 2 perlakuan, yaitu pada bahan cetak
alginat tanpa penyemprotan dan yang dilakukan penyemprotan larutan daun sirih 80% dengan waktu
penyimpanan masing-masing 5, 10 dan 15 menit. Kesimpulan : Kesimpulan penelitian ini adalah desinfektan
larutan daun sirih 80% dengan teknik penyemprotan tidak menyebabkan perubahan stabilitas dimensi cetakan
alginat.

Kata kunci: Desinfeksi, cetakan alginat, larutan daun sirih, teknik penyemprotan, stabilitas dimensi

Korespondensi: Nisa Yanuarti Hasanah, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat, Jalan Veteran 128B Banjarmasin, Kalsel, email: niesa.pskg2010@gmail.com
Hasanah : Efek Penyemprotan Desinfektan Larutan Daun Sirih 80% 66

PENDAHULUAN bahan cetak tidak boleh menunjukkan perubahan


dimensi lebih dari 0,5 % .10 Tujuan penelitian ini
Lingkungan kerja dokter gigi terdapat banyak adalah mengetahui efek penyemprotan desinfektan
bakteri pathogen yang dapat menimbulkan dari larutan daun sirih 80% terhadap stabilitas
kontaminasi silang terhadap pasien, dokter gigi dan dimensi cetakan alginat pada model dan menilai
laboran. Tindakan untuk mencegah terjadinya stabilitas dimensi hasil cetakan pada model cetakan
hepatitis B, AIDS, dan juga herpes simplex dapat alginat dengan waktu penyimpanan 5, 10, dan 15
dimulai di praktek dokter gigi. Salah satu pekerjaan menit.
dibidang kedokteran gigi yang dapat menyebabkan
kontaminasi silang bakteri adalah pengambilan BAHAN DAN METODE
cetakan rahang. Perlu dilakukannya desinfeksi
segera setelah cetakan dikeluarkan dari mulut .1 Penelitian ini bersifat eksperimental
Pencetakan rahang sangat menentukan hasil laboratorik (experimental designs) dengan
tahap-tahap pekerjaan pada kedokteran gigi rancangan pretest-posttest with control group
berikutnya. Pemilihan bahan cetak harus benar design. Sampel berupa model hasil cetakan dari
karena mempengaruhi keakuratan dari hasil yang bahan cetak alginat yang tanpa dilakukan
didapat. Penggunaan bahan hidro koloidireversi penyemprotan diisi bahan gips stone dan model
belalginat telah dianjurkan berdasarkan beberapa hasil cetakan dari bahan cetak alginat yang
faktor seperti bahan digunakan secara luas dalam disemprot dengan larutan daun sirih 80% dengan
praktek kedokteran gigi, kemudahan penanganan variasi waktu penyemprotan berbeda, kemudian
dan manipulasi oleh dukungan personal, dan relatif diisi dengan gips stone. Jumlah 10 sampel hasil
murah serta tidak memerlukan peralatan khusus.2,3 cetakan alginat tiap kelompok dalam 6 kelompok
Penelitian terdahulu juga memberikan hasil perlakuan, yaitu 3 kelompok kontrol (+) dan 3
bahwa penggunaan disinfeksi metode perendaman kelompok perlakuan. Perhitungan besar sampel
oleh natrium hipoklorit 5,25% dan deconex serta untuk setiap perlakuan.Alat-alat yang digunakan
glutaraldehyde 2% tidak disarankan karena dalam penelitian ini meliputi vibrator, rubber bowl,
menyebabkan perubahan dimensi pada bahan cetak spatula, masterdie, kaliper, dan peralatan
alginat. Metode semprot tidak menunjukkan variasi pembuatan ekstrak. Bahan yang digunakan dalam
yang signifikan, sehingga lebih disarankan untuk penelitian ini adalah larutan daun sirih 80%, bahan
mendisinfeksi cetakan alginat.4,5 Penelitian cetak alginat, gips stone, dan akuades.
mengenai teknik penyemprotan pada bahan Pembuatan larutan daun sirih 80% yaitu
disinfektan, menunjukkan aktivitas antimikroba sampel daun sirih berwarna hijau. Daun sirih segar
yang sama dengan teknik perendaman, meskipun 800 gram dipotong-potong kemudian direbus ke
tidak terlalu mempengaruhi stabilitas dimensi dari dalam 1 Liter air hingga mendidih dan air yang
cetakan alginat.6 tersisa 800 ml. Setelah dingin, air yang tersaring
Menurut Intan (2008), infusum sirih dapat akan menghasilkan air sirih 80%.
menghambat pertumbuhan E. Coli, Staphylococus Pembuatan cetakan alginat sebagai kontrol
koagulase positif, Salmonela typhosa, bahkan yaitu masing-masing 10 buah sampel sebagai
pseudomonas aeruginosa yang resisten terhadap kontrol sesuai dengan waktu yang ditentukan.
antibiotik.8 Penelitian uji fungistatik ekstrak daun Bahan cetak alginat dan air dicampur dengan rasio
sirih menunjukkan bahwa konsentrasi 20%, 40%, sesuai petunjuk pabrik di aduk dengan bowl dan
dan 60% belum dapat mempengaruhi atau spatula secara ditekan ke tepi bowl dan membentuk
menghambat pertumbuhan massa sel. Sebaliknya angka 8. Setelah bahan cetak tercampur homogen,
pada konsentrasi 80% dan 100%, ekstrak daun sirih letakkan pada cetak khusus untuk master die,
sudah dapat menghambat pertambahan masa sel kemudian dilakukan pencetakan pada master die
Candida albicans.9 sebagai model. Setelah bahan cetak mengeras,
Penelitian Siswomiharjo W (1994) telah cetakan dilepaskan dari model dan ditunggu dulu
dilakukan perbandingan perubahan dimensi alginat selama 5, 10, dan 15 menit. Masing-masing sampel
yang direndam dalam larutan disinfektan air sirih dibungkus dengan menggunakan tisu basah sampai
25%, glutaraldehyde 2%, dan sodium hypochlorite waktu yang ditentukan. Pembuatan cetakan alginat
1%. Perubahan dimensi bahan cetak alginat setelah pada kelompok perlakuan sama seperti kelompok
direndam 10 menit dalam larutan disinfektan, yaitu kontrol, tetapi hasil cetakan di lakukan desinfeksi
sebesar 0,02 % dengan glutaraldehyde 2%; 0,06% dulu, dengan cara tehnik penyemprotan merata
dengan hypochlorite 1%; dan 0,01% dengan air pada seluruh permukaan. Cetakan dibungkus
sirih 25%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dengan handuk kertas atau tisu yang telah
didapatkan bahwa hasil perendaman dengan air dicelupkan dalam larutan desinfektan, dan
sirih 25% terdapat perubahan dimensi terkecil.15 dimasukkan segera ke dalam kantung plastik
Perubahan dimensi dianalisis sesuai dengan tertutup selama 5, 10, dan 15 menit.
American National Standards Institute/American Setelah proses desinfeksi dengan tehnik
Dental Association (ANSI/ADA) Spesifikasino. 18 penyemprotan selesai sesuai dengan waktu yang
67 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 65 - 69

telah ditentukan, hasil cetakan diisi dengan gips 45,500


stone. Pengisian gips stone dengan rasio P/W 1:1
ditunggu sampai setting. Dilakukan pengukuran 45,450
dengan menggunakan kaliper pada model stone 45,400

Diameter
yang telah diperoleh dari hasil pengisian hasil 45,350
cetakan.
45,300
HASIL PENELITIAN 45,250
45,200
Data yang diperoleh dari hasil penelitian yang 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
dilakukan dapat dilihat pada grafik berikut ini. Sampel ke-

15 Menit Air Biasa


45,500
45,450 15 Menit Larutan Sirih 80%
45,400
45,350 Grafik 3.Hasil Pengukuran Diameter Gypsum dari
Diameter

45,300 Alginat Tanpa Penyemprotan dan yang


45,250 Disemprot Larutan Daun Sirih 80% dengan
45,200 Waktu Penyimpanan 15 menit.
45,150
45,100 Berdasarkan Grafik 1, 2 dan 3 dapat diketahui
45,050 bahwa diameter model gypsum hasil cetakan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 alginat bervariasi. Rata-rata diameter model
gypsum hasil cetakan alginat air biasa dengan
Sampel ke-
waktu penyimpanan 5 menit adalah 45,30 mm dan
dengan larutan daun sirih 80% adalah 45,35
5 Menit Air Biasa 5 Menit Larutan Sirih 80 % mm.Untuk air biasa dengan waktu penyimpanan 10
menit memiliki rata-rata diameter 45,40 mm dan
Grafik 1.Hasil Pengukuran Diameter Gypsum dari dengan larutan daun sirih 80% 45,40 mm, untuk
Alginat Tanpa Penyemprotan dan yang waktu penyimpanan 15 menit air biasa rara-rata
Disemprot Larutan Daun Sirih 80% dengan diameter 45,38 mm dan dengan larutan daun sirih
Waktu Penyimpanan 5menit. 80% sebesar 45,39 mm.
Hasil uji normalitas Shapiro-Wilk pada
45,550 kelompok tanpa penyemprotan dengan waktu
penyimpanan 5 menit adalah 0,30, kelompok yang
45,500
dilakukan penyemprotan larutan daun sirih 80%
45,450 adalah 0,48. Pada kelompok tanpa penyemprotan
Diameter

45,400 dengan waktu 10 menit adalah 0,65 dan yang


dilakukan penyemprotan larutan daun sirih 80%
45,350
adalah 0,06. Kelompok tanpa penyemprotan
45,300 dengan waktu penyimpanan selama 15 menit
45,250 adalah 0,52 Kelompok yang dilakukan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 peyemprotan dengan larutan daun sirih 80%
Sampel ke- adalah 0,63 Hasil uji normalitas tersebut
menunjukkan nilai p > 0,05 pada semua kelompok,
10 Menit Air Biasa
artinya data terdistribusi normal. Hasil uji
homogenitas Levene’s Test pada waktu
10 Menit Larutan Sirih 80% penyimpanan 5 menit adalah 0,355 dan pada waktu
penyimpanan 10 menit adalah 0,256. Penyimpanan
Grafik 2.Hasil Pengukuran Diameter Gypsum dari 15 menit menunjukkan nilai sebesar 0,619, hasil
Alginat Tanpa Penyemprotan dan yang tersebut menunjukkan bahwa varians data yang
Disemprot Larutan Daun Sirih 80% dengan homogen karena menunjukkan nilai p> 0,05.
Waktu Penyimpanan 10 menit. Berdasarkan hasil analisis T-Test tidak
berpasangan pada kelompok penyimpanan 5 menit
diperoleh nilai p = 0,077. Pada kelompok
penyimpanan 10 menit diperoleh nilai p = 0,845.
Pada kelompok penyimpanan 15 menit diperoleh
nilai p = 0,478. Nilai p > 0,05 menunjukkan
stabilitas dimensi bahan cetak alginat antara yang
Hasanah : Efek Penyemprotan Desinfektan Larutan Daun Sirih 80% 68

dilakukan penyemprotan dan tanpa dilakukan kalsium akan bereaksi dengan potassium alginat
penyemprotan dengan waktu penyimpanan 5,10 menghasilkan potassium sulfat dan kalsium alginat
dan 15 menit, yang berarti tidak ada perubahan yang bersifat elastis.13
yang bermakna. Bahan cetak alginat terdapat kalsium sulfat
dihidrat,ion kalsium, soluble alginat, dan sodium
PEMBAHASAN fosfat terdapat dalam bubuk alginat. Saat air
ditambahkan pada bubuk alginat, ion kalsium dari
Berdasarkan data tersebut larutan daun sirih kalsium sulfat bereaksi dengan ion fosfat dari
80% dapat digunakan sebagai bahan desinfektan sodium fosfat dan pirofosfat dari kalsium fosfat
untuk bahan cetak alginat dengan metode yang tidak larut, selanjutnya kalsium fosfat akan
penyemprotan, karena perubahan stabilitas terbentuk lebih dahulu dibandingkan kalsium
dimensinya hanya sedikit sehingga perubahannya alginat, disebabkan karena tingkat kelarutan
tidak bermakna, tetapi pada masing-masing kalsium fosfat yang lebih rendah dibandingkan
perlakuan dengan penyimpanan 5, 10 dan 15 menit kalsium alginat. Setelah ion fosfat habis, ion
tetap terjadi sedikit perubahan dimensi karena kalsium akan bereaksi dengan soluble alginate
struktur alginat yang terbentuk serat dengan air untuk membentuk kalsium alginat yang tidak larut,
yang mengisi ruangan kaliper tersebut.11 Hasil yang selanjutnya akan bersama-sama dengan air
penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu membentuk kalsium alginat gel yang irreversible,
karena menggunakan metode penyemprotan tidak dan kalsium algint tidak dapat berubah menjadi
dengan perendaman. Pada penelitian terdahulu bentuk sol setelah terjadi pembentukkan gel.13
memberikan hasil bahwa penggunaan disinfeksi Menurut Phillips (2003) perubahan stabilitas
metode perendaman oleh natrium hipoklorit 5,25% dimensi dari bahan cetak hidrokoloid dipengaruhi
dan deconex serta glutaraldehyde 2% tidak oleh proses sinersis dan imbibisi yang diperoleh
disarankan karena menyebabkan perubahan dari pemeliharaan dan penanganan bahan cetak,
dimensi pada bahan cetak alginat.3,12 termasuk juga tehnik desinfektan dari bahan cetak.
Desinfeksi cetakan dengan tehnik perendaman Tekanan yang diterima oleh gel pada sendok cetak
dapat menimbulkan beberapa kerugian, antara lain saat proses gelasi juga menyebabkan terjadinya
dapat menghilangkan beberapa sifat dari cetakan perubahan stabilitas dimensi. Perubahan panas juga
alginat tersebut seperti keakuratan dimensi, menyebabkan perubahan dimensi, untuk bahan
stabilitas dan wettability.10,6 Tehnik perendaman cetak alginat, cetakan akan mengerut sedikit karena
cetakan alginat pada larutan desinfektan akan perbedaan panas antara temperature rongga mulut
menyebabkan terjadinya imbibisi karena cetakan (35o C) dan temperature ruangan (23oC), perubahan
alginat berkontak lebih banyak dengan larutan yang kecil ini dapat menyebabkan cetakan
desinfektan .6Tehnik penyemprotan lebih mengalami ekspansi dan distorsi.10Adanya
menguntungkan untuk dilakukan, karena tehnik ini perbedaan dimensi pada tiap sampel disebabkan
dapat mengurangi terpaparnya cetakan alginat berbagai faktor diantaranya adalah adanya
terhadap larutan desinfektan.10,6 Hal tersebut compressed stress yang tidak diimbangi oleh strain
merupakan alasan mengapa tidak terjadinya saat melepas sendok cetak yang kurang cepat,
perubahan stabilitas dimensi alginat setelah maka stress yang diterima akan lebih besar dari
dilakukan desinfeksi dengan larutan daun sirih strain-nya. Hal tersebut dapat mengakibatkan
80%. Kandungan kavikol dalam larutan daun sirih permanent deformation.14
tidak berpengaruh terhadap ikatan kalsium alginat,
sehingga kavikol tidak mempengaruhi terhadap DAFTAR PUSTAKA
dimensi alginat.6 Kekurangan tehnik penyemprotan
pada penelitian ini adalah kecepatan dan 1. American Dental Association. Infection
banyaknya larutan desinfektan yang di semprotkan Control Routine for Dental Office.
ke cetakan tidak sama karena alat semprot yang URL:http://www.healthmantra.com/hctrust/art
digunakan tidak dapat dikendalikan. 4.shtml. Akses pada 20 Januari 2013
Bahan cetak alginat adalah garam dari asam 2. John D.J dan Lily T.G. Removable Partial
alginat yang dapat larut seperti Na, K, atau Dentures, A Clinician’s Guide.
ammonium alginat. Garam alginat bereaksi dengan USA:Blackwell Publishing;2009.p.79-94
ion Ca dari CaSo4 , sehingga terbentuk Ca alginat 3. Syafiar, L. Dimensional Stability of Alginate’s
yang tidak larut. Pada pencampuran bubuk dan air Impression Material After Immersion In
terbentuklah sol, dan alginat, garam kalsium serta Mixed Disinfectan Solutions. Skripsi. Medan:
fosfat mulai larut. Hal tersebut sebenarnya tidak Department of Dental Material and
dikehendaki karena bahan seharusnya berubah Technology, Faculty of Dentistry University of
menjadi plastis dan bukan elastis. Pembentukan gel Sumatera Utara;2009.p.270-274
ini dihalangi oleh trisodium sulfat yang bereaksi 4. Rad FH, Ghaffari T and Safavi SH. In vitro
dengan kalsium sulfat menghasilkan endapan Evaluation of Dimensional Stability of
kalsium fosfat. Trisodium sulfat habis, maka ion Alginate Impression After Disinfectan by
69 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 65 - 69

Spray and Immersion Methods. J Dent Res Material). 10th ed. Alih bahasa. Budiman J.A
Dent Clin Dent Prospect 2010;4(4):130-135 dan Purwoko S. Jakarta: EGC; 2004.p.93-148
5. Saber FS, Ablfazli N and Kosoltani M. The 11. Imbery TA, Nehring J, Janus C and Moon PC.
Effect of Disinfection by Spray Atomization Accuracy and Dimensional Stability of
on Dimensional Accuracy of Condensation Extended-pour and Conventional Alginate
Silicone Impression. Journal of Dental Impression Materials. J Am Dent Assoc 2010;
research, adental Clinics, Dental Prospects 141(1):32-9
2010; 4(4):124-129 12. Hermawan A, Eliyani H dan Tyasningsih W.
6. Novitasari RD, Meiarini A and Soekartono Pengaruh Ekstrak Daun Sirih Terhadap
RH. Teknik Desinfeksi Cetakan Alginat Pertumbuhan Staphylococcus aureus dan
Dengan Infusa Daun Sirih 25% terhadap Escherichia coli dengan Metode Difusi
Perubahan Dimensi. Material Dental Journal Disk.Journal Of Aquaculture And Health
2013; 4(1):33-38 2007;7(2)1-7.
7. Affandi A. Penulisan Laporan Penelitian untuk 13. Febriana M. Bahan Cetak Alginat dan Bahan
jurnal,Stabilitas Dimensi Hasil Cetakan dari Cetak Alginat Plus Pati Ubi Kayu (Analisis
Bahan Cetak Elastomer setelah Direndam Gambaran Mikroskopik). The International
kedalam Larutan Daun Sirih 25%. Medan: Symposium on Oral and Dental Sciences :
Fakultas Kedokteran Gigi USU; 2009.p.1-30. Proceeding Book. Yogyakarta: Fakultas
8. Intan N. Dekok (Air Rebusan) Daun Sirih Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada;
(Piper Bitle Linn) Mampu Menghambat 2013.p.43-50
Pertumbuhan Candida albicans. Jurnal sains 14. McCabe JF and Walls AWG. Applied Dental
UMN 2008;6(5):1-2. Materials. 1st ed.Oxford. Blackwell Publishing;
9. Rahmah N dan Rahman A. Uji Fungistatik 2008.p.140-5
Ekstrak Daun Sirih( piper betleL.) Terhadap 15. Siswomiharjo W. Perendaman Dimensi
Candida albicans. Banjarbaru. Bioscientia Cetakan Alginat Setetlah Direndam Dalam Air
2010;7(4):17-24 Sirih 25%. Jurnal Kedoktran Gigi Indonesia
10. Anusavice KJ. Buku Ajar Ilmu Bahan 1994; 43(1):69-71
Kedokteran Gigi(Phillips Sciens of Dental
70

DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 1. Maret 2014

Laporan Penelitian

DESKRIPSI KASUS TEMPOROMANDIBULAR DISORDER PADA PASIEN


DI RSUD ULIN BANJARMASIN BULAN JUNI – AGUSTUS 2013
Tinjauan Berdasarkan Jenis Kelamin, Etiologi, dan Klasifikasi

Najma Shofi, Cholil, Bayu Indra Sukmana


Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin

ABSTRACT

Background : Temporomandibular disorder (TMD) is a disorder or dysfunction of the temporo-


mandibula joints with different signs and symptoms. Cause of temporomandibular disorder in general because
of functional disorders and structural variants. These disorders may included pain or clicking, and cause jaw
dislocation or locked. Purpose : This research aims to determine the description of temporomandibular disorder
based on gender, etiology, and patients classification who come to the dental poly in RSUD Ulin Banjarmasin.
Methods: This research was a descriptive study with cross sectional approach. Samples has been taken as many
as 100 people with the purposive sampling technique. The data was obtained by clinical examination based
Dysfunction index, each sample was being examined measured Range of motion (ROM) with a ruler, the sound
of the joints was examined using fingers, palpation of the masticatory muscles, palpation of the lateral and
posterior parts of the joints, and jaw was opening movement toward left and right. Results: Data was obtained
that the percentage incidence of TMD based on sex in male by 41% and female patients by 59%, the percentage
was based on the etiology of TMD incidence because of 100% functional impairment and structural
abnormalities at 0%, the percentage incidence suffering from TMD classification by 53% mild, 38% moderated
and weight by 9%. Conclusion : Based on the research has been conducted could be concluded that TMD was
been experiencing more women than in men, which was caused by a functional disorder, and more likely to had
mild TMD.

Keywords: Temporomandibular disorder, Range of motion, Dysfunction index

ABSTRAK

Latar belakang: Temporomandibular disorder (TMD) adalah suatu gangguan atau ketidakberfungsian
sendi temporomandibular dengan tanda dan gejala yang berbeda. Penyebab dari temporomandibular disorder
secara umum karena gangguan fungsional dan kelainan struktural. Gangguan ini dapat berupa rasa nyeri atau
clicking, dan dapat menyebabkan dislokasi atau rahang terkunci. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui deskripsi dari temporomandibular disorder berdasarkan jenis kelamin, etiologi, dan klasifikasi pada
pasien yang datang ke poli gigi di RSUD Ulin Banjarmasin. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Sampel diambil sebanyak 100 orang dengan tehnik purposive
sampling. Data yang diperoleh dengan pemeriksaan klinis berdasarkan Dysfunction index, setiap sampel yang
diperiksa diukur Range of motion (ROM) dengan penggaris, bunyi pada sendi diperiksa menggunakan jari,
palpasi pada otot pengunyahan, palpasi pada bagian lateral dan posterior sendi, dan pergerakan pembukaan
rahang ke arah kiri dan kanan. Hasil : Data yang didapat bahwa persentase insidensi TMD berdasarkan jenis
kelamin pada laki-laki sebesar 41% dan pasien perempuan sebesar 59%, persentase indensi TMD berdasarkan
etiologi karena gangguan fungsional sebesar 100% dan kelainan struktural sebesar 0%, persentase indensi
TMD berdasarkan klasifikasi yang menderita TMD ringan sebesar 53%, TMD sedang 38%, dan TMD berat
sebesar 9%. Kesimpulan : Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa yang
mengalami TMD lebih banyak perempuan dari pada laki-laki, yang disebabkan karena gangguan fungsional,
dan lebih banyak mengalami TMD ringan.

Kata-kata kunci : Temporomandibular disorder, Range of motion, Dysfunction index


71 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 70 - 73

Korespondensi: Najma Shofi, Program Studi Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Universitas Mangkurat, Jl.
Veteran 128B, Banjarmasin 70249, Kalimantan Selatan, e-mail: najmashofi21@gmail.com

PENDAHULUAN yang digunakan adalah alat diagnostik, nierbekken,


sarung tangan, masker, penggaris, alat tulis, dan
Temporomandibular disorder (TMD) adalah formulir informed consent. Pengambilan sampel
suatu gangguan sendi rahang yang sering dilakukan secara purposive sampling 100 orang.
ditemukan dalam praktek dokter gigi sehari-hari.1 Sampel adalah pasien yang datang ke poli gigi
Penyebab gangguan TMD masih belum jelas RSUD Ulin Banjarmasin yang memenuhi kriteria
diketahui kemungkinannya multifaktoral, karena inklusi dan ekslusi. Kriteria inklusinya adalah
gangguan fungsional dan kelainan struktural. pasien yang mengalami satu atau lebih dari gejala
Penyebab terbanyak seperti kehilangan gigi, TMD sesuai anamnesa dan pasien bersedia
kebiasaan buruk (bruxism, mengunyah satu sisi, dijadikan sampel. Kriteria ekslusinya adalah pasien
bertopang dagu sebelah sisi)2 yang mengalami satu atau lebih dari gejala TMD
Sepertiga orang dewasa melaporkan adanya sesuai anamnesa yang tidak bersedia dijadikan
satu atau lebih tanda-tanda gangguan sampel.
temporomandibular joint (TMJ).3 Penderita dengan Variabel yang diteliti pada penelitian ini
gangguan ini akan merasa tidak nyaman walaupun adalah pasien yang mengalami satu atau lebih
gangguan ini jarang disertai dengan rasa sakit yang gejala TMD sesuai anamnesa. Penelitian dilakukan
hebat. Gejalanya dapat berupa rasa nyeri, bunyi pada pasien yang datang ke RSUD Ulin
clicking pada sendi mandibula. Beberapa orang banjarmasin. Subjek penelitian dijelaskan tentang
yang memiliki tanda-tanda tersebut banyak yang manfaat dan prosedur penelitian yang akan
tidak menghiraukan. Komplikasi yang dapat terjadi dilakukan peneliti dan diberikan lembar informed
yaitu dislokasi atau rahang terkunci. Dislokasi consent sebagai tanda persetujuan menjadi subyek
dapat terjadi satu sisi atau dua sisi, dan dapat penelitian, kemudian dilakukan penilaian tanda
bersifat akut, kronis, dan rekuren sehingga gangguan sendi temporomandibula yang didapat
penderita akan mengalami kelemahan yang sifatnya dari pemeriksaan klinis berdasarkan Dysfunction
abnormal dari kapsula pendukung dan ligamen. index. Pemeriksaan klinis meliputi Range of
Prevalensi secara keseluruhan berkisar 1%-75%. motion (ROM) dari sendi temporomandibula
Prevalensi untuk laki-laki sekitar 3%-10% , diukur pada pembukaan maksimal rahang, dengan
perempuan 8%-15%. Prevalensi lanjut usia yang penggaris, dari tepi bawah gigi insisif yang terletak
kehilangan banyak gigi 68%.4,5,6 tepat di tengah maksila (rahang atas) sampai tepi
Etiologi gangguan sendi temporomandibula atas gigi insisif yang terletak tepat di tengah
multifaktoral. Secara umum dibagi menjadi mandibula (rahang bawah) pada gigi asli atau pada
kelainan struktural dan gangguan fungsional. gigi tiruan. Bunyi pada sendi temporomandibula
Kelainan struktural adalah kelainan yang diperiksa dengan jari untuk mendeteksi adanya
disebabkan perubahan struktur persendian akibat bunyi klik atau krepitasi. Bunyi tersebut diperiksa
gangguan pertumbuhan, trauma eksternal, dan saat pembukaan rahang dan penutupan rahang, serta
infeksi. Gangguan fungsional adalah masalah TMJ dicatat apakah terdapat satu kali bunyi atau bunyi
yang timbul akibat fungsi yang menyimpang karena yang berulang.
adanya kelainan pada posisi atau fungsi gigi geligi Deviasi didefinisikan sebagai displacement
dan otot kunyah. Makro trauma adalah tekanan mandibula dari garis vertikal imajiner saat
yang terjadi secara langsung, dapat menyebabkan mandibula membuka kurang lebih setengah dari
perubahan pada bagian discus articularis dan pembukaan maksimal. Garis vertikal imajiner ini
processus condylaris. Hal ini mengakibatkan teletak pada garis tengah rahang saat mulut
penurunan fungsi pada saat pergerakan, dan pada tertutup. Otot yang dipalpasi adalah musculus
gangguan fungsional posisi discus articularis dan masseter, tendon musculus temporalis, musculus
processus condylaris dapat berubah secara pterigoideus lateralis, musculus pterigoideus
perlahan–lahan yang dapat menimbulkan gejala medialis, dan musculus digastricus pars anterior
clicking.7,8 Tujuan penelitian ini adalah untuk dengan menggunakan satu jari. Bagian lateral
mengetahui deskripsi TMD berdasarkan jenis sendi temporomandibula dipalpasi extra oral 5
kelamin, etiologi, dan klasifikasi pada pasien yang mm dari meatus acusticus externus. Bagian
datang ke poli gigi RSUD Ulin Banjarmasin posterior sendi temporamandibula dipalpasi
periode Juni – Agustus 2013. dengan jari kelingking di ductus akustikus.
Pergerakan mandibula dilakukan dengan
BAHAN DAN METODE pembukaan rahang maksimal, pergerakan
rahang ke samping kanan dan kiri dan
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian pergerakan rahang ke depan. Nyeri yang ada
deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Alat dicatat. Seluruh poin pada hasil pemeriksaan fisik
Shofi : Deskripsi Kasus Temporomandibular Disorder Pada Pasien 72

berdasarkan Dysfunction index (Di) dijumlah dan


diklasifikasikan.
Analisis data yang digunakan pada penelitian
9% DiI 53%
ini menggunakan analisis deskriptif. Dihitung (Ringan)
persentase TMD berdasarkan jenis kelamin,
etiologi, dan klasifikasi DiII 38%
38% 53% (Sedang)
HASIL PENELITIAN DiIII 9%
(Berat)
Hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 3 Data Prosentase TMD Berdasarkan


Klasifikasi pada Pasien di Poli Gigi
RSUD Ulin Banjarmasin.
Laki laki 41%
41% Berdasarkan Gambar 3 diketahui prosentase
59% TMD berdasarkan klasifikasi pada pasien yang
datang ke Poli Gigi RSUD Ulin yang menderita
Perempuan 59%
TMD ringan sebesar 53 orang atau 53%, TMD
sedang 38 orang atau 38%, dan TMD berat sebesar
9 orang atau 9%.

PEMBAHASAN

Gambar 1 Data Prosentase TMD Berdasarkan Jenis TMD adalah suatu gangguan atau
Kelamin pada Pasien di Poli Gigi RSUD ketidakberfungsian sendi temporomandibula
Ulin Banjarmasin. dengan tanda dan gejala berbeda. Gejalanya berupa
gangguan fungsi seperti bunyi pada sendi,
Berdasarkan gambar 1 dapat diketahui kelelahan atau kekakuan pada rahang, nyeri serta
prosentase TMD berdasarkan jenis kelamin pada rahang terkunci. Etiologi gangguan sendi
pasien yang datang ke Poli Gigi RSUD Ulin pada temporomandibula secara umum dibagi menjadi
laki-laki sebesar 41 orang atau 41% dan pasien kelainan struktural dan gangguan fungsional.2,8
perempuan sebesar 59 orang atau 59%. Hal ini Gambar 1 menunjukan sampel yang
menunjukan bahwa insidensi TMD lebih banyak mengalami TMD lebih banyak perempuan sebesar
terjadi pada perempuan dari pada laki-laki. 59% dari pada laki-laki sebesar 41%. Hal ini
kemungkinan disebabkan perempuan lebih mudah
mengalami stres karena keadaan hormonal seperti
estrogen yang dapat meningkatkan stimulasi nyeri.
Menurut Rugh 1976, pasien dengan TMD
memberi respon terhadap tekanan emosi berupa
Gangguan kenaikan aktivitas m. masseter dan temporalis.
Fungsional 100% Stres emosional dapat menyebabkan peningkatan
aktifitas otot pada posisi istirahat yang dapat
100% menimbulkan kelelahan yang berakibat pada
Kelainan spasme otot. Spasme otot yang terjadi nantinya
Struktural 0% akan meningkatkan respon saraf simpatis yang
menyebabkan nyeri pada otot mastikasi. Menurut
Moore 1997, umumnya pada perempuan sekitar
usia 35 tahun dan laki-laki 45 tahun masa tulang
mencapai maksimum. Setelah titik itu, tulang lebih
Gambar 2 Data Prosentase TMD Berdasarkan banyak yang hilang daripada dibentuk, sehingga
Etiologi pada Pasien di Poli Gigi RSUD perempuan cenderung mengalami osteoporosis.9
Ulin Banjarmasin. Seluruh TMD terjadi karena gangguan
fungsional dan tidak ada TMD yang disebabkan
Berdasarkan gambar 2 dapat diketahui kelainan struktural. Gangguan fungsional pada
prosentase TMD berdasarkan etiologi pada pasien penelitian ini terjadi karena maloklusi gigi (77
yang datang ke Poli Gigi RSUD Ulin karena orang), karena kelainan otot kunyah / memiliki
gangguan fungsional sebesar 100% dan kelainan kebiasaan mengunyah satu sisi (59 orang), dan
struktural sebesar 0%. karena kelainan gigi disertai kelainan otot kunyah
73 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 70 - 73

(39 orang). Maloklusi dapat mengakibatkan kontak 2. Abubaker O, Kenneth JB. Oral and
gigi yang tidak harmonis dan tidak seimbang yang Maxillofacial Surgery Secrets. Michigan:
dapat menyebabkan tekanan tambahan untuk otot Hanley and Belfus. 2008. Hal.232-245.
pengunyahan dan kelainan posisi kondilus pada 3. Buescher JJ. Temporomandibular Joint
saat rahang tertutup, akibatnya rahang menjadi Disorder. American family physician. 2007;
terasa kaku. Pasien yang mengunyah dengan satu 76 (10): 1477-1482.
sisi menyebabkan tekanan tambahan untuk otot 4. Himawan LS, Kusdhany LS, Ariani N.
pengunyahan dan menyebabkan spasme pada otot Tempromandibular Disorders in Elderly
sehingga menyebabkan rasa nyeri dan gangguan Patients. Med J Indoness. 2007; 16(4): 237-
pada sendi. Hasil penelitian ini sesuai dengan 9.
penelitian Riana pada tahun 2009, etiologi TMD 5. Febby R. Perawatan Hipomobiliti Sendi
paling banyak disebabkan gangguan fungsional dan Temporomandibula. Skripsi. Medan: FKG
70% karena kebiasaan buruk, dari 136 anak yang USU. 2010; 35.
diperiksa didapatkan 49 anak TMD dan 36 anak 6. Nilsson H. Resilient Appliance Therapy of
memiliki kebiasaan mengunyah satu sisi.10 Temporomandibular Disorders
Gambar 5.3 didapatkan hasil Dysfunction Subdiagnoses. Swedish Dental Journal.
index (Di) yang menderita TMD ringan sebesar 2010; 28-32.
53%, TMD sedang 38%, dan TMD berat sebesar 7. Aryanti S. Penanggulangan Gangguan Sendi
9%. Sebagian besar penderita TMD ringan Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi
disebabkan banyak yang kehilangan 1 gigi di Secara Konservatif. Skripsi. Medan: FKG
posterior sehingga dimensi vertikal tidak hilang USU. 2009; 15-19
tetapi tetap terjadi penambahan beban yang terus 8. Hiltunen K. Temporomandibular Disorders
berlangsung, hal ini mengakibatkan posisi discus in The Elderly: A 5 Year Follow-Up of Sign
articularis dan processus condylaris berubah secara and Symptoms of TMD. University of
perlahan. TMD sedang berkaitan juga dengan Helsinki. 2004; p.11-32.
rentan waktu atau lamanya faktor penyebab yang 9. Asma. Human Bone Tissue Engineering
telah berlangsung, diawali dengan TMD ringan Using Coral and Differentiated Osteoblasts
dengan gejala yang masih ringan jika gejalanya From Derived-Mesenchymal Stem Cells.
terus dibiarkan dan faktor penyebabnya tidak Skripsi. Penang: Universiti Sains Malaysia.
dihilangkan akan terus berlanjut menjadi TMD 2008; 31.
sedang bahkan sampai berat. TMD berat paling 10. Laksitowati RH. Frequency of
sedikit diderita karena faktor usia. Proses penuaan Temporomandibular Joint Dysfunction With
dapat mengakibatkan kemunduran fungsi tubuh Clicking Symptom Due To Primary Molar
seperti fungsi TMJ dan karena kehilangan banyak Premature Loss in Children Aged 6-12 Years
gigi yang mengakibatkan hilangnya dimensi Old. Padjadjaran Journal of Dentistry.
vertikal dan terjadi penambahan beban sendi saat 2009;21(1): 51-56.
beroklusi. 11. Khasanah A. Pengaruh Gangguan Sendi
Hasil dari penelitian ini juga didukung oleh Temporomandibula Terhadap Kualitas
penelitian dari Ani tahun 2012, dari 150 sampel Hidup (Terkait Kesehatan Gigi Dan Mulut)
yang diteliti dengan menggunakan Dysfunction Pada Lansia. Skripsi. Semarang: Fakultas
index (Di) menunjukan hasil yang bebas TMD Kedokteran Universitas Diponegoro. 2012;
sebesar 10%, TMD ringan sebesar 36,7%, TMD 11-14.
sedang sebesar 27,3%, TMD berat sebesar 12. Wright EF. Manual of Temporomandibular
26%.8,11,12 Disorder. Lowa: Wiley-Blackwell. 2010.
Hal.54-73.
DAFTAR PUSTAKA

1. Gazali M, Alwin K. Dislokasi Mandibula Ke


arah Anterior. Jurnal kedokteran gigi edisi
khusus KOMIT KG. 2004; 120-123.
74

DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 1. Maret 2014

Laporan Penelitian

STABILITAS DIMENSI HASIL CETAKAN ALGINAT SETELAH DILAKUKAN


PENYEMPROTAN INFUSA DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz & Pav) 50%
SEBAGAI DESINFEKTAN

Valdina Najifa Parimata, Priyawan Rachmadi, I Wayan Arya


Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Indonesia

ABSTRACT

Background: The risk of cross infection between patients, dentists and technicians is caused when
saliva and blood during process of molding, it can be overcome with disinfection on material impression. Red
Betel Leaves Infuse 50% has the affective disinfectant for the impression material. Some disinfection process
expected can change dimension stability of that material. Purpose: The purpose of study was to determine the
dimention change on the alginate impression result after being sprayed with red betel leaves infuse (Piper
crocatum Ruiz & Pav) 50% for storage period of 5 and 10 minutes. Methods: This laboratory experimental
research method from 6 groups of experimental sample, 2 groups were sprayed with red betel leaves infuse 50%,
2 groups with sodium hypochlorite 0,5% and 2 groups without sprayed. The storage time were 5 and 10 minutes.
Each group were repeated 8 times. Alginate mold was filled with plaster and measured with calipers. Data was
analyzed with One Way Anova. Result: The result showed that the dimension stability of alginate impression
sprayed with red betel leaves infuse 50% had no significant changes. Conclusion: The conclusion there were no
significant changes on the dimension stability of alginate impression after spraying of red betel leaves infuse
(Piper crocatum Ruiz & Pav)50%. Thus, red betel leaves was recommended as one of alternative disinfectants
for alginate impression material.

Keywords: The dimension stability, red betel leaves infuse, alginate, disinfectant.

ABSTRAK

Latar belakang: Risiko infeksi silang antara pasien, dokter gigi, dan teknisi dapat terjadi yang
disebabkan saliva dan darah ketika proses pencetakan rahang, hal tersebut dapat diatasi dengan melakukan
desinfeksi pada bahan cetak. Pemanfaatan infusa daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) 50% yang
mempunyai efektivitas sebagai desinfektan dapat digunakan untuk desinfeksi bahan cetak. Beberapa proses
desinfeksi diduga dapat mengubah stabilitas dimensi bahan cetak. Tujuan: Untuk mengetahui adanya
perubahan stabilitas dimensi pada hasil cetakan dengan bahan alginat setelah dilakukan penyemprotan dengan
menggunakan infusa daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) 50% dengan variasi waktu penyimpanan 5
dan 10 menit. Metode: Penelitian ini bersifat eksperimental dengan 6 kelompok perlakuan yaitu 2 kelompok
yang dilakukan penyemprotan infusa daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) 50%, 2 kelompok
disemprot sodium hipoklorit 0,5% dan 2 kelompok yang tidak dilakukan penyemprotan. Waktu penyimpanan 5
dan 10 menit. Masing-masing dilakukan pengulang 8 kali. Cetakan diisi gips dan diukur menggunakan kaliper.
Data dianalisis menggunakan uji One Way Anova. Hasil: Stabilitas dimensi bahan cetak alginat yang disemprot
infusa daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) 50% tidak terdapat perubahan bermakna. Kesimpulan:
Stabilitas dimensi hasil cetakan alginat setelah dilakukan penyemprotan infusa daun sirih merah (Piper
crocatum Ruiz & Pav) 50% tidak mengalami perubahan bermakna sehingga dapat dijadikan alternatif
desinfektan pada bahan cetak alginat.

Kata-kata kunci: Stabilitas dimensi, infusa daun sirih merah, alginat, desinfektan.

Korespondensi : Valdina Najifa Parimata, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat. Jalan Veteran Banjarmasin 128 B Kalsel, vnajifap@gmail.com
75 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 74 - 78

PENDAHULUAN 25%.12 Penelitian yang dilakukan Paramita (2010)


efek air rebusan daun sirih merah memiliki efek
Bahan cetak digunakan untuk membuat antijamur pada konsentrasi 50% terhadap Candida
replika atau cetakan dari jaringan keras maupun albicans.13
jaringan lunak rongga mulut.1 Alginat merupakan Penelitian seperti ini pernah dilakukan oleh
salah satu bahan cetak yang paling sering Affandi (2009) menggunakan hasil cetakan dari
digunakan untuk mencetak rongga mulut pasien. bahan cetak elastomer yang direndam kedalam
Secara umum alginat digunakan untuk pembuatan larutan daun sirih 25% yang sebelumnya direbus
studi model rencana perawatan, monitor perubahan, diketahui bahwa rata-rata perubahan dimensi
serta restorasi gigi tiruan sebagian lepasan.2 Alginat terbesar adalah hasil cetakan yang direndam selama
dipilih sebagai bahan cetak karena harganya murah, 50 menit dan yang terkecil pada hasil cetakan yang
penggunaannya lebih mudah dan hasilnya cukup direndam selama 10 dan 30 menit, daun sirih yang
detail.3 digunakan adalah daun sirih hijau.14 Penelitian ini
Terdapat risiko penularan infeksi ke dokter secara umum bertujuan untuk mengetahui adanya
gigi maupun petugas laboratorium ketika perubahan stabilitas dimensi pada hasil cetakan
pencetakan rahang pasien, melalui saliva dan darah dengan bahan alginat setelah dilakukan
pasien. Beberapa penyebab infeksi penularan yaitu: penyemprotan menggunakan infusa daun sirih
Streptococcus dan Staphylococcus species, Bacillus merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) 50%. Tujuan
species, Enterobacter species, virus Hepatitis, virus khusus dari penelitian ini untuk mengukur stabilitas
Herpes simpleks, dan Human Immunodeficiency dimensi hasil cetakan alginat setelah dilakukan
Virus (HIV). Salah satu studi menemukan bahwa penyemprotan infusa daun sirih merah (Piper
67% dari bahan-bahan yang di kirim dokter gigi ke crocatum Ruiz & Pav) yang disimpan dalam waktu
laboratorium kedokteran gigi terkontaminasi oleh 5 dan 10 menit.
bakteri pathogen.4
Kontaminasi bakteri dapat dihindari dengan BAHAN DAN METODE
desinfeksi pada bahan cetak yang digunakan.4 The
American Dental Association (ADA) Metode yang digunakan dalam penelitian ini
merekomendasikan selama 10 menit perendaman adalah metode true experimental dengan rancangan
larutan sodium hipoklorit dengan konsentrasi penelitian Post Test-Only with Control Design
0,525% sebagai desinfektan pada bahan cetak menggunakan Simple Random Sampling dengan 6
irreversible hydrocolloid atau alginat.5 Berdasarkan perlakuan. Bahan yang digunakan dalam penelitian
penelitian yang dilakukan Rad dkk (2010) alginat ini adalah bahan cetak alginat, infusa daun sirih
yang direndam menggunakan sodium hipoklorit merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) 50%, sodium
mengalami perubahan stabilitas dimensi yang hipoklorit 0,5%, gips tipe III, dan air. Alat yang
besar, berbeda dengan alginat yang disemprot digunakan adalah bowl, spatula, master die sesuai
sodium hipoklorit yang mengalami perubahan yang spesifikasi ADA no.18, kaliper, tisu dan plastik.
kecil.6 Proses desinfeksi dengan cara penyemprotan Penelitian ini dimulai dengan penentuan kelompok
lebih dianjurkan.7 eksperimen, kemudian dilanjutkan dengan
Sodium hipoklorit bersifat bakterisid, tetapi pemberian intervensi terhadap kelompok yang telah
senyawanya bersifat korosif, mempunyai bau yang ditentukan. Jumlah minimal pengulangan untuk
kurang nyaman, dan terasa panas jika terkena setiap kelompok perlakuan adalah 8 kali.
kulit.8 Saat ini banyak bahan herbal yang mulai Pengulangan ditentukan dengan menggunakan
digunakan, salah satu tumbuhan yang bersifat rumus Federer.
bakterisid dan dapat menjadi desinfektan adalah Daun sirih merah dipilih yang besar dan
daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav). segar. Permukaan daun berwarna hijau tua dan
Bahan alami tersebut tidak bersifat korosif dan bagian belakangnya berwarna merah tua. Daun
tidak mengakibatkan rasa panas pada kulit. Air sirih tersebut kemudian dibersihkan, dicuci
rebusan daun sirih merah mengandung antiseptik dibawah air mengalir dan dikeringkan. Daun sirih
atau karvakrol yang bersifat desinfektan dan merah kemudian diiris kecil-kecil dan ditimbang.
antijamur.9 Daun sirih juga terkenal khasiatnya Infusa konsentrasi 50% dibuat dengan cara
sebagai disinfektan karena memiliki kandungan sebanyak 100g daun sirih merah direbus ke dalam
kavikol. Kavikol mempunyai khasiat bakterisid 200ml air, waktu dihitung 15 menit ketika suhu
lima kali lebih kuat dari pada fenol.10 Daun sirih 90°C, sambil sesekali diaduk. Setelah dingin,
merah mengandung flavonoid, alkaloid senyawa lakukan penyaringan. Jika volume berkurang,
polifenolat, saponin, tannin, dan minyak atsiri. ditambahkan air secukupnya melalui ampas hingga
Senyawa-senyawa tersebut diketahui memiliki sifat volume menjadi 200ml. Langkah selanjutnya
antibakteri.9,11 Penelitian yang dilakukan Saraswati adalah pembuatan sodium hipoklorit 0,5% dengan
(2012) infusa daun sirih merah mempunyai daya cara mengencerkan sodium hipoklorit 5,25% 10ml
antibakteri terhadap bakteri Enterococcus faecalis, ditambahkan air 90ml.
konsentrasi bunuh minimum yang didapat adalah
Parimata : Stabilitas Dimensi Hasil Cetakan Alginat 76

Pembuatan 16 cetakan alginat sebagai sampel 46


kontrol negatif (8 cetakan disimpan selama 5 menit

Diameter (mm)
dan 8 cetakan disimpan selama 10 menit). Bahan 45,8
cetak alginat dengan P/W rasio yang sesuai dengan 45,6
petunjuk pabrik, diaduk pada rubber bowl sampai 45,4
homogen, kemudian dituangkan ke dalam master
die. Setelah bahan cetakan setting sampel 45,2
dikeluarkan dari master die, dibilas dengan air dan 45
dikeringkan. Simpan dalam lingkungan basah 1 2 3 4 5 6 7 8
(dibungkus dengan tisu dan dimasukkan ke dalam
Sampel Ke-
kantung plastik) selama 5 dan 10 menit. Dilakukan
pengisian dengan gips tipe III, setelah setting tanpa penyemprotan
diukur stabilitas dimensi menggunakan kaliper.
sodium hipoklorit 0,5%
Pembuatan 16 sampel seperti cara di atas
untuk setiap perlakuan hasil cetakan dari bahan infusa daun sirih merah 50%
cetak alginat yang disemprot dengan sodium
hipoklorit 0,5% sebagai kontrol positif. Setelah
bahan cetakan setting, sampel dibilas dengan air, Gambar 1. Diameter gips dari alginat dengan waktu
dilakukan penyemprotan selama kurang lebih 15 penyimpanan 5 menit.
detik dengan sodium hipoklorit 0,5% secara merata
keseluruh permukaan alginat. Dibungkus dengan 46
tisu dan diletakkan di dalam kantung plastik selama
Diameter (mm)
45,8
5 dan 10 menit, sebelumnya tisu tersebut
dicelupkan dalam sodium hipoklorit 0,5%. 45,6
Pembuatan 16 sampel seperti cara sebelumnya 45,4
untuk setiap perlakuan hasil cetakan dari bahan 45,2
cetak alginat yang disemprot dengan infusa daun
sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) 50%. 45
Sampel dibilas dengan air dan dikeringkan. 1 2 3 4 5 6 7 8
Dilakukan penyemprotan dengan infusa daun sirih Sampel Ke-
merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) 50% selama
kurang lebih 15 detik secara merata keseluruh tanpa penyemprotan
permukaan alginat. Dibungkus dengan tisu dan sodium hipoklorit 0,5%
diletakkan di dalam kantung plastik selama 5 dan infusa daun sirih merah 50%
10 menit, sebelumnya tisu tersebut dicelupkan
dalam infusa daun sirih merah (Piper crocatum
Ruiz & Pav). Gambar 2. Diameter gips dari alginat dengan waktu
Setelah proses desinfeksi dengan teknik penyimpanan 10 menit.
penyemprotan selesai dengan masing-masing
waktu tertentu, hasil cetakan diisi dengan gips tipe Gambar 1 menunjukkan bahwa terdapat
III. Dilakukan pengukuran dengan menggunakan variasi besar diameter model die pada masing-
kaliper (milimeter) pada model stone yang telah masing perlakuan pada waktu penyimpanan 5
diperoleh dari hasil pengisian hasil cetakan. menit. Hasil pengukuran model die dengan waktu
Perubahan dimensi dianalisis sesuai dengan penyimpanan 5 menit dari kelompok yang tanpa
American National Standards Institute/ American penyemprotan memiliki rata-rata diameter 45,88 ±
Dental Association (ANSI/ ADA) spesifikasi no. 18 0,03 mm. Kelompok yang disemprotkan sodium
bahan cetak tidak boleh menunjukkan perubahan hipoklorit 0,5% memiliki rata-rata 45,88 ± 0,05
lebih 0,5% dari master die diukur menggunakan mm. Kelompok yang disemprotkan infusa daun
kaliper. Analisis data dilakukan dengan sirih merah 50% memiliki rata-rata 45,89 ± 0,04
menggunakan uji One-way Anova. Uji ini termasuk mm.
uji statistik parametrik dengan tingkat kepercayaan Gambar 2 menunjukkan bahwa terdapat
95% (α = 0,05). variasi besar diameter model die pada masing-
masing perlakuan pada waktu penyimpanan 10
HASIL PENELITIAN menit. Hasil pengukuran model die dengan waktu
penyimpanan 10 menit dari kelompok yang tanpa
Hasil penelitian tentang stabilitas dimensi penyemprotan memiliki rata-rata diameter 45,87 ±
hasil cetakan alginat setelah dilakukan 0,02 mm. Kelompok yang disemprotkan sodium
penyemprotan infusa daun sirih merah (Piper hipoklorit 0,5% memiliki rata-rata 45,86 ± 0,05
Crocatum Ruiz & Pav) 50% sebagai desinfektan mm. Kelompok yang disemprotkan infusa daun
seperti terlihat pada Gambar 1 : sirih merah 50% memiliki rata-rata 45,87 ± 0,03
77 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 74 - 78

mm. Hasil uji One-way Anova pada kelompok Infusa daun sirih merah 50% yang
dengan waktu penyimpanan 5 menit p = 0,816, mempunyai efek antibakteri digunakan sebagai
kelompok dengan waktu penyimpanan 10 menit p desinfektan. Penggunaan sodium hipoklorit dan
= 0,860 (p > 0,05). Hal ini berarti stabilitas dimensi infusa daun sirih merah sebagai desinfektan pada
bahan cetak alginat yang disemprot infusa daun cetakan alginat akan menyebabkan hasil cetakan
sirih merah tidak mengalami perubahan yang berkontak dengan cairan sehingga dapat ber-
berarti ketiga jenis perlakuan baik selama waktu pengaruh pada stabilitas dimensi hasil cetakan
penyimpanan 5 menit dan 10 menit, air biasa (tanpa alginat. Desinfektan infusa daun sirih merah 50%
penyemprotan), sodium hipoklorit 0,5%, dan sirih dapat diberikan pada hasil cetakan alginat dengan
merah 50% relatif sama. cara direndam maupun disemprot. Pada teknik
perendaman, cetakan alginat terendam semua
PEMBAHASAN dalam cairan desinfektan, sehingga cairan desin-
fektan banyak yang diabsorbsi. Adanya anyaman-
Bahan cetak alginat adalah bahan cetak anyaman pada alginat akan menahan cairan yang
hidrokoloid yang pengerasannya terjadi secara terabsorbsi, sehingga terjadi imbibisi dan
kimia. Bahan dasarnya adalah asam alginat yang menyebabkan perubahan dimensi.19 Sedangkan,
diperoleh dari ganggang laut. Asam alginat tidak pada teknik penyemprotan, cairan yang diabsrobsi
larut dalam air tetapi beberapa garamnya larut dan lebih sedikit. Imbibisi yang terjadi juga lebih
asam alginat ini mudah membentuk garam karena sedikit sehingga perubahan dimensi cetakan alginat
adanya gugus karboksil yang bebas. Bahan cetak lebih kecil.16 Penelitian mengenai teknik penyem-
alginat mengandung garam laut dalam air yaitu protan pada bahan disinfektan, menunjukkan
sodium alginate, potassium alginate dan triethano- aktivitas antimikroba yang sama dengan teknik
lamine alginate. Asam alginat adalah polimer linier perendaman, namun tidak terlalu mempengaruhi
dari garam sodium dari anhydro-β-d-mannuronic stabilitas dimensi dari cetakan alginat.20
acid yang mempunyai berat molekul yang tinggi. Novitasari dkk (2013) penggunaan kavikol
Bahan cetak alginat mengandung banyak cairan, sebagai desinfektan dalam infusa daun sirih 25%
hal ini sangat mempengaruhi sifat sineresis dan tidak berpengaruh terhadap ikatan kalsium alginat,
imbibisi bahan. Apabila hasil cetakan direndam sehingga kavikol tidak mempengaruhi dimensi
dalam air, akan terjadi penyerapan air dan cetakan alginat. Pengaruh cairan disinfektan terhadap
jadi mengembang, peristiwa ini disebut dengan dimensi cetakan alginat dapat dilihat dengan jelas,
imbibisi. Sebaliknya bila hasil cetakan dibiarkan di karena alginat memiliki sifat imbibisi. Sifat
udara terbuka, maka cairan dalam alginat akan imbibisi tersebut erat kaitannya dengan lama waktu
menguap sehingga hasil cetakan mengerut yang perendaman cetakan alginat saat proses desinfeksi.
disebut sebagai peristiwa sineresis.7 Imbery dkk Kavikol mempunyai khasiat bakterisid lima kali
(2010) mengatakan bahwa sineresis adalah hasil lebih kuat dari pada fenol biasa.20 Dalam hal
dari penyusunan kembali rantai silang polimer komposisi larutan desinfektan kandungan fenol
alginat untuk konfigurasi yang lebih stabil, dalam larutan desinfektan tersebut dapat menguap
sehingga terjadi pengeluaran air.15 sehingga berpengaruh terhadap zat antiseptik ini.
Bahan cetak alginat mengandung natrium atau Ketika dilakukan desinfeksi cairan desinfektan
kalium alginat. Pada natrium atau kalium alginat, tersebut menguap sehingga tidak mempengaruhi
kation terikat pada kelompok karboksil untuk ikatan kalsium alginat dan tidak terjadi absorbsi
membentuk garam. Bila garam tidak larut dibentuk cairan oleh alginat. Temperatur ruangan tempat
melalui reaksi natrium alginat dalam larutan penelitian yang tidak mampu dikendalikan ketika
dengan garam kalsium, ion kalsium akan meng- melakukan pencetakan dan desinfeksi juga
gantikan ion natrium dalam 2 molekul berdekatan mungkin menyebabkan perubahan larutan
untuk membentuk ikatan silang antara 2 molekul. desinfektan yang digunakan.14
Dengan berkembangnya reaksi, ikatan silang Sodium hipoklorit dapat mengurangi waktu
kompleks molekuler atau network polimer akan gelasi yang dapat bereaksi dengan sodium fosfat
terbentuk.16 dan meminimalkan ketersediaannya untuk
Muzaffar dkk (2011) mengemukakan bahwa melawan ion kalsium. Sediaan sodium fosfat untuk
perubahan bahan cetak alginat terjadi setelah bahan bereaksi dengan ion kalsium berkurang sehingga
cetak direndam desinfektan. Mereka menyim- tidak dapat melakukan ikatan silang alginat dan
pulkan bahwa adanya penyerapan pada bahan cetak kemampuan alginat menyerap air berkurang. Hal
alginat sehingga menyebabkan terjadinya ekspansi, ini mungkin yang mengakibatkan kurang terjadinya
dimana pada alginat terdapat ion-ion seperti Na, perubahan stabilitas dimensi pada cetakan.
SO42-, PO43- sebagai potensial osmotik.17 Saito dkk Pengaruh desinfektan terhadap bahan cetak pada
(1998) juga mengatakan bahwa tekanan osmotik dasarnya tergantung dari jenis dan konsentrasi
antara gel alginat dan larutan perendaman menye- desinfektan tersebut.21
babkan alginat mengalami ekspansi (mengembang) Perubahan dimensi terjadi disebabkan struktur
ketika direndam dengan larutan desinfektan.18 alginat yang berbentuk serat dengan air yang
Parimata : Stabilitas Dimensi Hasil Cetakan Alginat 78

mengisi ruangan kapiler tersebut. Jika terjadi hanya 9. Werdhany IW, Marton A, Setyorini W. Sirih
sedikit perubahan dimensi tampaknya berkaitan merah. Yogyakarta: Balai Pengkajian
dengan lamanya waktu penyimpanan dan Teknologi Pertanian; 2008. p. 2.
penyemprotan yang relatif singkat. Kesalahan yang 10. Parwata OA, Rita WS, Yoga R. Isolasi dan uji
bersifat random juga dapat menjadi penyebabnya antiradikal bebas minyak atsiri pada daun sirih
perubahan stabilitas dimensi, misalnya rasio bubuk (Piper betle Linn) secara spektroskopi ultra
dan air tidak tepat, alginat yang tidak terdukung violet-tampak. Jurnal Kimia. 2009; 3(1): 7-13.
alat cetak, besarnya tekanan selama pencetakan, 11. Juliantina F, Citra MDA, Nirwani B,
arah tekanan selama pencetakan atau gerakan Nurmasitoh T, Bowo ET. Manfaat sirih merah
melepas alginat dari cetakannya yang tidak tepat. (Piper crocatum) sebagai agen anti bakterial
Selain itu metode desinfeksi dan kelembaban bahan terhadap bakteri gram positif dan gram negatif.
cetak juga ikut berpengaruh.15 Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, 2009; 1(1): 532-543.
diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang 12. Saraswati RS. Daya antibakteri infusa daun
bermakna pada cetakan alginat yang dilakukan sirih merah (Piper crocatum) terhadap bakteri
penyemprotan infusa daun sirih merah 50%, Enterococcus faecalis (penelitian
penyemprotan sodium hipoklorit 0,5% & tanpa eksperimental laboratoris). Skripsi. Surabaya:
penyemprotan desinfeksi yang masing-masing Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
disimpan selama 5 dan 10 menit. Dapat Airlangga; 2012.
disimpulkan bahwa pemakaian desinfektan yang 13. Paramita AL. Efek air rebusan (dekok) daun
disemprot pada bahan cetak alginat selain mampu sirih (Piper crocatum Ruiz & Pav) terhadap
mencegah terjadinya infeksi silang. Bahan ini juga pertumbuhan Candida albicans. Tesis.
stabil terhadap bahan cetak sehingga dapat menjadi Malang: Universitas Muhammadiyah Malang;
salah satu alternatif pilihan untuk desinfeksi bahan 2010.
cetak yang digunakan. 14. Affandi A. Stabilitas dimensi hasil cetakan
dari bahan cetak elastomer setelah direndam
DAFTAR PUSTAKA kedalam larutan daun sirih 25%. Skripsi.
Medan: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
1. Gunadi HA, Margo A, Burhan LK, Sumatera Utara; 2009. p. 24.
Suryatenggara F, Setiabudi I. Buku ajar ilmu 15. Imbery TA, Nehring J, Janus C, Moon PC.
geligi tiruan sebagian lepasan. Jilid I. Jakarta: Accuracy and dimensional stability of
Hipokrates; 1995. p. 52-77. extended-pour and conventional alginate
2. Powers JM, Sakaguchi RL. Restorative dental impression material. Journal of the American
materials. 12th Ed. London: Elsevier; 2007. p. Dental Association. 2010; 141(1): 32-9.
271-275. 16. Anusavice KJ. Phillip’s buku ajar ilmu bahan
3. Nallaswamy D. Textbook of prosthodontics. kedokteran gigi. Edisi Ke-10. Jakarta: EGC;
New Delhi: Jaypee Brothers Medical 2004. p. 94-118.
Publishers; 2003. p. 293-420. 17. Muzaffar D, Ahsan SH, Afaq A. Dimensional
4. Bhat VS, Shetty MS, Shenoy KK. Infection changes in alginate impression during
control in the prosthodontic laboratory. The immersion in a disinfectant solution. Journal of
Journal of Indian Prosthodontic Society. 2007; the Pakistan Medical Association. 2011; 61:
7(2); 62-5. 756-59.
5. Qamruddin I, Siddiqui AZ, Butt S. 18. Saito S, Ichimaru T, Araki Y. Factors affecting
Disinfection of dental impressions: a survey of dimensional instability of alginate impression
private practices and dental universities in during immersion in the fixing and disinfectant
Karachi. Journal of The Pakistan Dental solutions. J Dent Material. 1998; 4: 294-300.
Association. 2011; 20(1):19-22. 19. Craig RG and Power JM. Restorative Dental
6. Rad FH, Ghaffari T, Safavi SH. In vitro Material. 11th ed. St. Louis: CV Mosby Co;
evaluation of dimensional stability of alginate 2002. p. 281.
impressions after disinfection by spray and 20. Novitasari RDA, Meizarini A, Soekartono RH.
immersion methods. Journal of Dental Teknik disinfeksi cetakan alginat dengan
Research, Dental Clinics, Dental Prospects. infusa daun sirih 25% terhadap perubahan
2010; 4(4): 130-5. dimensi. Material Dental Journal. 2013; 4(1):
7. Noort VR. Introduction to dental material. 3rd 33-38.
ed. London: Elsevier; 2007. p.186-207. 21. Amalan A, Ginjupalli K, Upadhya PN.
8. Mehdipour O, Kleir DJ, Averbach RE. Evaluation Of properties of irreversible
Anatomy of sodium hypochlorite accidents. hydrocolloid impression materials mixed with
Compendium of Continuing Education in disinfectant liquids. Dental Research Journal.
Dentistry. 2007; 28(10): 1-9. 2013; 10(1): 65-73.
79

DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 1. Maret 2014

Laporan Penelitian

INDEKS KEBERSIHAN RONGGA MULUT PADA ANAK RETARDASI MENTAL

Tinjauan pada Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) C Dharma Wanita Persatuan
Provinsi Kalimantan Selatan Banjarmasin

Nadya Nuryati Azzahra, Siti Wasilah, Didit Aspriyanto


Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin

ABSTRACT

Background: Mental retardation is a term commonly used when the intellectual development of
individuals who are significantly lower than average and resulted in limited adaptability to the environment
which causes health problems. Children with mental retardation because of limitations can not maintain good
oral hygiene. Mentally retarded population has a higher prevalence in terms of poor oral hygiene. Purpose:
This study aims to determine the index of oral hygiene in children with mental retardation in SDLB C Dharma
Wanita Persatuan South Kalimantan in general, by gender, and by age level. Methods: This study used
descriptive observational cross-sectional approach. Research data collection techniques used OHI-S index.
Examination of debris and calculus were performed on certain teeth and on certain surfaces of the teeth which
include dental examinations at the upper and lower jaw. After that, debris scores and calculus scores were
summed to obtain a score of OHIS. Results: The results showed that the index of oral hygiene in children with
mental retardation in SDLB C Dharma Wanita Persatuan Provinsi Kalimantan Selatan in general was
moderate (66.7%). By sex: men were good (57%) and women were moderate (76%). Based on the age level: 8-
11 years age group were moderate (85.7%) and 12-15 years age group were good (50%). Conclusion: It was
concluded that the index of oral hygiene in children with mental retardation in SDLB C Dharma Wanita
Persatuan Provinsi Kalimantan Selatan in general was moderate.

Keywords: children with mental retardation, oral hygiene index

ABSTRAK

Latar belakang: Retardasi mental adalah istilah umum yang digunakan ketika perkembangan intelektual
individu yang secara signifikan lebih rendah dari rata-rata dan mengakibatkan terbatasnya kemampuan adaptasi
dengan lingkungan yang dapat menyebabkan masalah kesehatan. Anak retardasi mental karena keterbatasannya
tidak dapat mempertahankan kebersihan mulutnya dengan baik. Populasi retardasi mental memiliki prevalensi
yang lebih tinggi dalam hal oral hygiene yang buruk. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui indeks
kebersihan rongga mulut pada anak retardasi mental di SDLB C Dharma Wanita Persatuan Provinsi Kalimantan
Selatan secara umum, berdasarkan jenis kelamin, dan berdasarkan tingkat usia. Metode: Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif observasional dengan pendekatan cross sectional. Teknik pengambilan data
penelitian menggunakan indeks OHI-S. Pemeriksaan debris dan kalkulus dilakukan pada gigi tertentu dan pada
permukaan tertentu dari gigi yang meliputi pemeriksaan gigi pada rahang atas dan bawah. Setelah itu skor debris
dan skor kalkulus dijumlahkan untuk mendapatkan skor OHIS. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa
indeks kebersihan rongga mulut pada anak retardasi mental di SDLB C Dharma Wanita Persatuan Provinsi
Kalimantan Selatan secara umum adalah sedang (66,7%). Berdasarkan jenis kelamin : laki-laki adalah baik
(57%) dan perempuan adalah sedang (76%). Berdasarkan tingkat usia : kelompok usia 8-11 tahun adalah sedang
(85,7%) dan kelompok usia 12-15 tahun adalah baik (50%). Kesimpulan: Dapat disimpulkan bahwa indeks
kebersihan rongga mulut pada anak retardasi mental di SDLB C Dharma Wanita Persatuan Provinsi Kalimantan
Selatan secara umum adalah sedang.

Kata Kunci: anak retardasi mental, indeks kebersihan rongga mulut


Azzahra : Indeks Kebersihan Rongga Mulut 80

Korespondensi: Nadya Nuryati Azzahra, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat, Jalan Veteran 128 B Banjarmasin, Kalimantan Selatan, email:
nadyanuryatiazzahra@yahoo.com

PENDAHULUAN Setelah tindakan informed consent, dilakukan


pengukuran indeks OHIS pada anak retardasi
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mental di SDLB C Dharma Wanita Persatuan
beresiko tinggi atau mempunyai kondisi kronis Provinsi Kalimantan Selatan Banjarmasin,
secara fisik, perkembangan, perilaku, atau emosi. sehingga diperoleh data primer dari hasil
Data dari Bank Dunia menunjukkan populasi anak pemeriksaan. Teknik pengukuran OHIS (Simplified
berkebutuhan khusus di seluruh dunia mencapai Oral Hygiene Index) yang digunakan adalah OHIS
10%. Diperkirakan 85% anak berkebutuhan khusus menurut Greene and Vermillion. Data yang
di seluruh dunia yang berusia di bawah 15 tahun didapatkan kemudian dideskripsikan menggunakan
terdapat di negara berkembang. Lebih dari dua tabel dan diagram.
pertiga populasi tersebut terdapat di Asia. 1,2
Salah satu contoh kategori anak berkebutuhan HASIL PENELITIAN
khusus adalah anak tunagrahita atau anak yang
mengalami retardasi mental yang memiliki
intelegensi signifikan berada di bawah rata-rata dan 4,200%
disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi
Baik
perilaku yang muncul dalam masa perkembangan.
Retardasi mental adalah istilah umum yang 29,100% Sedang
digunakan ketika perkembangan intelektual Buruk
66,700%
individu yang secara signifikan lebih rendah dari
rata-rata dan mengakibatkan terbatasnya
kemampuan adaptasi dengan lingkungan. Populasi
retardasi mental memiliki prevalensi yang lebih
tinggi dalam hal oral hygiene yang buruk. 2,3,4
Anak retardasi mental karena keterbatasannya
tidak dapat mempertahankan kebersihan mulutnya
Gambar 1. Diagram Lingkaran Indeks Kebersihan
dengan baik. Buruknya kebersihan mulut dan Rongga Mulut pada Anak Retardasi Mental
tingginya prevalensi penyakit periodontal dan di SDLB C Dharma Wanita Persatuan
karies gigi merupakan ciri-ciri umum yang dapat Provinsi Kalimantan Selatan Secara Umum
ditemukan pada penderita retardasi mental.
Kesehatan gigi anak retardasi mental sangat Berdasarkan Gambar 1 indeks kebersihan
penting karena anak retardasi mental biasanya rongga mulut pada anak retardasi mental di SDLB
memiliki keterkaitan dengan masalah medis selain C Dharma Wanita Persatuan Provinsi Kalimantan
dari kondisi utama mereka, dan masalah gigi atau Selatan secara umum adalah baik (29,1%), sedang
rongga mulut yang dapat membahayakan kesehatan (66,7%), dan buruk (4,2%).
umum mereka. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui indeks kebersihan rongga mulut pada 0%
anak retardasi mental di Sekolah Dasar Luar Biasa
C Dharma Wanita Persatuan Provinsii Kalimantan Baik
Selatan Banjarmasin secara umum, berdasarkan
43% Sedang
tingkat usia, dan berdasarkan jenis kelamin. 4,5
57%
Buruk
BAHAN DAN METODE

Metode penelitian ini adalah metode


deskriptif observasional dengan pendekatan cross
sectional. Penelitian ini dilakukan di SDLB C Gambar 2. Diagram Lingkaran Indeks Kebersihan
Dharma Wanita Persatuan Provinsi Kalimantan Rongga Mulut pada Anak Retardasi Mental
Selatan Banjarmasin pada bulan April – Oktober di SDLB C Dharma Wanita Persatuan
2013. Bahan yang digunakan adalah alkohol 70%. Provinsi Kalimantan Selatan Berdasarkan
Alat yang digunakan adalah lembar pemeriksaan Jenis Kelamin (Laki-laki)
OHIS, kaca mulut, sonde halfmoon, nier bekken,
kapas, handscoon, dan masker.
81 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 79 - 82

tahun adalah baik (14,3%), sedang (85,7%), dan


6% buruk (0%) serta kelompok usia 12-15 tahun adalah
baik (50%), sedang (40%), dan buruk (10%).
18% Baik
Sedang PEMBAHASAN
Buruk
76% Rata-rata indeks debris anak retardasi mental
di SDLB C Dharma Wanita Persatuan Provinsi
Kalimantan Selatan termasuk dalam kategori
sedang. Indeks debris yang cukup tinggi ini
disebabkan oleh kurang aktifnya otot mulut pada
Gambar 3. Diagram Lingkaran Indeks Kebersihan anak retardasi mental untuk mendapatkan
Rongga Mulut pada Anak Retardasi Mental pembersihan secara alamiah pada gigi. Kecepatan
di SDLB C Dharma Wanita Persatuan pembersihan sisa makanan atau debris akan
Provinsi Kalimantan Selatan Berdasarkan dipengaruhi oleh aksi mekanis dari otot lidah, pipi,
Jenis Kelamin (Perempuan) dan bibir. Indeks debris pada anak retardasi mental
cukup tinggi. Indeks kalkulus pada anak retardasi
Berdasarkan Gambar 2 dan Gambar 3 indeks mental cenderung lebih rendah daripada indeks
kebersihan rongga mulut pada anak retardasi debris, yaitu rata-rata termasuk dalam kategori
mental di SDLB C Dharma Wanita Persatuan baik-sedang. Hal ini disebabkan kalkulus jarang
Provinsi Kalimantan Selatan berdasarkan jenis ditemukan pada gigi susu dan tidak sering
kelamin : laki-laki adalah baik (57%), sedang ditemukan pada gigi permanen anak usia muda,
(43%), dan buruk (0%) serta anak perempuan karena itu akumulasi kalkulus hampir jarang
adalah baik (6%), sedang (76%), dan buruk (18%). ditemukan pada anak retardasi mental. 6,7
Indeks kebersihan rongga mulut pada anak
0% 14,300% retardasi mental berdasarkan jenis kelamin diduga
berkaitan dengan faktor hormonal. Anak perem-
Baik puan lebih cepat mengalami pendewasaan dan
Sedang sering mengalami gangguan kesetimbangan
85,700% Buruk hormonal sehingga mudah mengalami gangguan
emosional, stress, dan sering mengonsumsi
makanan dan minuman yang mengandung gula di
antara jam makan. Makanan dan minuman
mengandung gula yang lengket akan memper-
mudah perlekatan debris atau sisa makanan. 8,9
Gambar 4. Diagram Lingkaran Indeks Kebersihan Indeks kebersihan rongga mulut pada anak
Rongga Mulut pada Anak Retardasi Mental
retardasi mental berdasarkan tingkat usia diduga
di SDLB C Dharma Wanita Persatuan
Provinsi Kalimantan Selatan Berdasarkan berhubungan dengan teori kognitif menurut Piaget.
Tingkat Usia (8-11 Tahun) Menurut teori Piaget (1952) perkembangan kognitif
anak terjadi dalam empat tahapan. Masing-masing
tahap berhubungan dengan usia dan tersusun dari
10% jalan pikiran yang berbeda-beda. Tahapan Piaget
itu adalah fase sensorimotor, pra-operasional,
Baik operasional konkret, dan operasional formal.
50% Sedang Kelompok anak usia 8-11 tahun termasuk dalam
40% Buruk tahapan operasional konkret. Pada tahapan
operasional konkret, anak sudah mulai bisa menalar
secara logis tentang kejadian-kejadian nyata dan
mampu mengklasifikasikan suatu objek ke dalam
kelompok yang berbeda-beda. Kemampuan
Gambar 5. Diagram Lingkaran Indeks Kebersihan menggolong-golongkan sudah ada, tetapi si anak
Rongga Mulut pada Anak Retardasi Mental belum bisa memecahkan problem-problem secara
di SDLB C Dharma Wanita Persatuan abstrak. Kelompok anak usia 12-15 tahun termasuk
Provinsi Kalimantan Selatan Berdasarkan dalam tahapan operasional formal. Pada tahapan
Tingkat Usia (12-15 Tahun) operasional formal, anak remaja berpikir secara
lebih abstrak, idealistis, dan logis. Jadi dari segi
Berdasarkan Gambar 4 dan Gambar 5
kognitif, anak usia 8-15 tahun sebenarnya sudah
diketahui bahwa indeks kebersihan rongga mulut
mampu memahami dan bernalar tentang kebersihan
pada anak retardasi mental di SDLB C Dharma
rongga mulut, misalnya seperti menggolongkan
Wanita Persatuan Provinsi Kalimantan Selatan
menyikat gigi dua kali dalam sehari tetapi masih
berdasarkan tingkat usia : kelompok usia 8-11
Azzahra : Indeks Kebersihan Rongga Mulut 82

tidak bisa memecahkannya atau melakukannya DAFTAR PUSTAKA


secara ideal. Pedoman level kebersihan rongga
mulut dengan faktor usia yang biasa digunakan 1. Chamidah AN. Pendidikan inklusif untuk anak
pada anak normal tidak dapat disamakan dengan dengan kebutuhan khusus. Jurnal Pendidikan
anak retardasi mental. Pada anak normal usia Khusus 2010; 7 (2): 1-5.
mentalnya sama atau lebih tinggi dari usia 2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
kronologisnya. Pada anak retardasi mental, usia Pedoman untuk tenaga kesehatan : Usaha
mentalnya akan lebih rendah dari usia kronologis- kesehatan sekolah di tingkat sekolah lanjutan.
nya dan ini akan mempengaruhi perkembangan Jakarta, 2001.
kemampuan kognitif dan psikomotorik terutama 3. McDonald RE, Avery DR, Dean JA. Dentistry
dalam hal menjaga kebersihan rongga mulut. 9,10 for the child and adolescent. 8th Edition.
Berdasarkan teori Blum, status kebersihan Missouri: Mosby Elsevier, 2004. hal. 540.
rongga mulut seseorang atau masyarakat 4. Salim SA. Retardasi mental, hubungannya
dipengaruhi oleh empat faktor penting yaitu dengan praktek kedokteran gigi anak. Skripsi.
keturunan, lingkungan (fisik maupun sosial Indonesia. Medan. Fakultas Kedokteran Gigi
budaya), perilaku, dan pelayanan kesehatan. Dari Universitas Sumatera Utara. 2006.
keempat faktor tersebut, perilaku memegang 5. Al-Qahtani Z, Wyne AH. Caries experience and
peranan yang penting dalam mempengaruhi status oral hygiene status of blind, deaf, and mentally
kebersihan rongga mulut secara langsung. retarded female children in Riyadh, Saudi
Berkaitan dengan teori di atas, maka frekuensi Arabia. Odonto-Stomatologie Tropicale. Saudi
menyikat gigi sebagai bentuk perilaku akan Med Journal 2004; 23 (3): 77-81.
mempengaruhi baik atau buruknya kebersihan 6. Maulani C, Enterprise J. Kiat merawat gigi
rongga mulut. 11 anak : Panduan orang tua dalam merawat dan
Cara terbaik untuk mengeliminasi debris dan menjaga kesehatan gigi bagi anak-anaknya.
dental plak adalah dengan menyikat gigi dengan Jakarta: Elex Media Komputindo, 2005. hal.
sikat gigi manual ataupun sikat gigi elektrik. 59-60.
Frekuensi menyikat gigi yang kurang akan 7. Putri MH, Herijulianti E, Nurjannah N. Ilmu
menyebabkan tingginya kemungkinan oral pencegahan penyakit jaringan keras dan
hyigiene yang buruk. Dari hasil formulir penelitian jaringan pendukung gigi. Jakarta: Penerbit
diketahui bahwa rata-rata anak retardasi mental di Buku Kedokteran EGC, 2010. hal. 91-97.
SDLB C Dharma Wanita Persatuan Provinsi 8. Angela A. Pencegahan primer pada anak yang
Kalimantan Selatan menyikat gigi sebanyak 2 kali berisiko karies tinggi. Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.)
dalam sehari sehingga indeks kebersihan rongga 2005; 38 (3): 130-134.
mulutnya tidak buruk. Hal ini sudah sesuai dengan 9. Dewi SRP. Keadaan oral hygiene pada anak
rekomendasi penyikatan gigi yang optimal yaitu 2 cacat mental berdasarkan tingkat IQ. Skripsi.
kali dalam sehari. 12,13 Indonesia. Medan. Fakultas Kedokteran Gigi
Peranan orang tua juga sangat mempengaruhi Universitas Sumatera Utara. 2003
dan diperlukan dalam menjaga kebersihan rongga 10. Santrock JW. Psikologi pendidikan. Edisi 2.
mulut pada anak retardasi mental. Dari hasil Jakarta: Kencana, 2007. hal: 46-56.
formulir penelitian diketahui bahwa rata-rata orang 11. Anitasari S, Rahayu NE. Hubungan frekuensi
tua anak retardasi mental di SDLB C Dharma menyikat gigi dengan tingkat kebersihan gigi
Wanita mengajarkan dan mendampingi saat anak dan mulut siswa sekolah dasar negeri di
menyikat gigi. Orang tua harus menanamkan kecamatan Palaran kotamdya Samarinda
kedisiplinan dalam menjaga dan membersihkan provinsi Kalimantan Timur. Maj. Ked. Gigi.
rongga mulut mengingat adanya keterbatasan dari (Dent. J.) 2005; 38 (2): 88-90.
segi kognitif maupun psikomotorik pada anak 12. Jain M, Mathur A, Sawla L, et al. Oral health
retardasi mental. 8,14 status of mentally disabled subjects in India.
Berdasarkan hasil penelitian dapat Journal of Oral Sciences 2009; 51 (3): 333-340.
disimpulkan bahwa indeks kebersihan rongga 13. Rodelo JJV, Solis CEM, Maupome G, Sanchez
mulut pada anak retardasi mental di SDLB C AAV, Rojo LL, Viedas MVPL. Socioeconomic
Dharma Wanita Persatuan Provinsi Kalimantan and sociodemographic variables associated with
Selatan secara umum adalah sedang. Berdasarkan oral hygiene status in mexican schoolchildren
jenis kelamin, indeks kebersihan rongga mulut aged 6 to 12 years. J Periodontal 2007; 78 (5):
pada anak retardasi mental adalah baik untuk jenis 819.
kelamin laki-laki dan sedang untuk jenis kelamin 14. Anggraeni A, Soelarso H, Martina L. Research
perempuan. Berdasarkan tingkat usia, indeks Report : Peran orang tua/pengasuh terhadap
kebersihan rongga mulut pada anak retardasi prevalensi karies molar pertama rahang bawah
mental adalah sedang untuk tingkat usia 8-11 tahun permanen pada anak-anak retardasi mental.
dan baik untuk kelompok usia 12-15 tahun. Dental Public Health Journal 2010; 2 (2):
83

DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 1. Maret 2014

Laporan Penelitian

STABILITAS DIMENSI HASIL CETAKAN BAHAN CETAK ELASTOMER SETELAH


DISEMPROT MENGGUNAKAN SODIUM HIPOKLORIT

Tommy Agustinus Ongo, Priyawan Rachmadi, I Wayan Arya


Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin

ABSTRACT

Background: Elastomers often used to make impression. Impression procedures, making blood and
salivary attached to the impression, and could occur cross infection. Disinfect by spraying sodium hypochlorite
0,5% effectively killed microorganisms. Purpose: The purpose of this research was to determine dimension
stability changes that occur on a mold impression elastomer materials after sprayed using sodium hypochlorite
0,5% and mold impression elastomer without sprayed Methods: The method was an pure experimental study
with post test only with control group design, with simple random sampling consisted of 6 groups of treatment, 3
groups impression group elastomer were not sprayed for 5, 10, and 15 minutes as a positive control and
impression sprayed with sodium hypochlorite 0,5% after it left for 5, 10, and 15 minutes before cast filled with
gips stone. The obtain data were analyzed with one way anova test. Results: The results showed that
dimensional stability of each sample measured using digital caliper. Averaged diameter not sprayed 5 minute
45,93 mm, 10 minute 45,92 mm and 15 minute 45,92 mm while diameter sprayed sodium hypochlirte 0,5% 5
minute 46,18 mm, 10 minute 46,31 mm and 15 minutes 46,12 mm Conclusion: The conclusion from this
research showed significantly differences between dimension stability of the mold not sprayed and sprayed
sodium hypochlorite 0,5%.

Keywords: Dimension stability, elastomer, sodium hypoclorite, spray disinfect

ABSTRAK

Latar belakang: Elastomer merupakan bahan yang sering digunakan untuk pencetakan. prosedur
pencetakan ketika dilakukan, darah dan saliva menempel pada hasil cetakan. Melalui bahan cetak tersebut
dapat terjadi infeksi silang. Desinfeksi dengan penyemprotan sodium hypochlorite 0,5% efektif membunuh
bakteri Tujuan: Tujuan penelitian ini untuk mengetahui mengetahui perubahan stabilitas dimensi yang terjadi
pada hasil cetakan bahan cetak elastomer setelah disemprot larutan sodium hypochlorite 0,5% dan hasil
cetakan elastomer tanpa penyemprotan. Metode: Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni
dengan rancangan penelitian post test only with control group design, menggunakan rancangan acak
sederhana, terdiri dari 6 kelompok perlakuan, yaitu 3 kelompok hasil cetakan elastomer tidak disemprot dengan
waktu 5, 10, dan 15 menit sebagai kontrol positif dan hasil cetakan yang disemprot sodium hypochlorite 0,5%
setelah itu dibiarkan selama 5, 10, dan 15 menit sebelum diisi gips stone. Data hasil penelitian dianalisis
menggunakan uji one way anova. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan rata-rata ukuran diameter tidak
disemprot 5 menit 45,93 mm, 10 menit 45,92 mm dan 15 menit 45,92 sedangkan yang di semprot sodium
hypochlorite 0,5% 5 menit 46,15 mm, 10 menit 46,31 mm dan 15 menit 46,12 mm. Kesimpulan: Berdasarkan
hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara stabilitas dimensi cetakan
tidak disemprot dan disemprot sodium hypochlorite 0,5%.

Kata kunci: Stabilitas dimensi, elastomer, sodium hypoclorite, desinfeksi semprot

Korespondensi: Tommy Agustinus Ongo, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat, Jalan Veteran 128 B, Banjarmasin, Kalsel, email: tommy_agustinus@yahoo.com
Ongo : Stabilitas Dimensi Hasil Cetakan Bahan Cetak Elastomer 84

PENDAHULUAN desinfektan juga dapat mengakibatkan korosi dari


sendok cetak logam. 5
Bahan cetak elastomer merupakan bahan yang Pertimbangan yang harus tetap diperhatikan
sering digunakan di kedokteran gigi untuk dalam memilih teknik desinfeksi bahan cetak yang
membuat cetakan yang akurat dan mampu akan dilakukan adalah pengaruh larutan desinfektan
menghasilkan cetakan gigi, jaringan mulut serta terhadap stabilitas dimensi dan detail permukaan
anatomi mulut yang diinginkan serta memiliki bahan cetak, serta efek mematikan bakteri dan
dimensi yang stabil. 1 Elastomer adalah bahan cetak mengurangi jumlah pertumbuhan bakteri. Lamanya
yang bersifat elastis yang apabila digunakan dan desinfeksi pada bahan cetak juga hal yang
dikeluarkan dari rongga mulut, akan tetap bersifat berpengaruh pada saat dilakukan desinfeksi. Hal ini
elastis dan fleksibel. Bahan ini diklasifikasikan menjadi pertimbangan para dokter gigi dalam
sebagai nonaqueous elastomeric impression melakukan desinfeksi agar hasil cetakan yang
material oleh ANSI/ADA spesifikasi No. 19. dihasilkan dapat memiliki tingkat keakuratan yang
Biasanya digunakan untuk mencetak pembuatan tinggi.13
gigi tiruan sebagian lepasan, immediet denture, dan Cara efektif untuk mendesinfeksi bahan
crown, serta full denture yang diperlukan cetakan cetakan tersebut adalah menggunakan larutan
yang akurat dan detail.8 desinfeksi selama 10-15 menit. Desinfeksi hasil
Pada saat prosedur pengambilan cetakan cetakan dapat dilakukan dengan menggunakan
dilakukan, darah dan saliva akan menempel pada penyemprotan atau perendaman. Teknik penyem-
hasil cetakan hal ini memungkinkan terdapat protan dianggap sebagai metode yang efektif untuk
berbagai mikroorganisme patogen dari rongga mengurangi terjadinya resiko imbibisi pada cetakan
mulut. Dokter gigi, asisten, dan laboran beresiko dibandingkan dengan metode perendaman. Menurut
untuk mengalami transmisi mikroorganisme penelitian Cintia Iara (2011) terdapat perubahan
patogen tersebut yang dapat mengakibatkan dimensi signifkan ketika menggunakan metode
berbagai penyakit infeksi. Berdasarkan anjuran perendaman dalam melakukan desinfeksi bahan
ADA (American Dental Association), cetak elastomer. Berdasarkan aplikasi praktisnya,
membersihkan darah dan saliva dari hasil cetakan desinfeksi dengan teknik penyemprotan dengan
menggunakan larutan desinfektan sebelum menggunakan sprayer merupakan metode yang
dilakukan pengisian gips di laboratorium sangatlah paling efektif dan praktis. 4, 6, 8
penting. Infeksi penyakit seperti herpes, hepatitis, Penyemprotan menggunakan sodium
Tuberculosis (TBC), Acquired Immune Deficiency hypochlorite 0,5% terbukti efektif untuk mencegah
Syndrome (AIDS) dan lain-lain dapat menular infeksi silang yang disebabkan bakteri gram positif
melalui bahan cetak. Cetakan harus dicuci dengan dan negatif. Berdasarkan penelitian dari Santosh
air untuk menghapus debris, darah, dan saliva (2011) dalam waktu 1 menit penyemprotan sodium
karena berpotensi untuk infeksi dan penularan hypochlorite terjadi penurunan jumlah bakteri
mikroorganisme dari cetakan, sehingga harus 100% pada bakteri jenis S. aureus and S. viridans
dilakukan desinfektan dengan cara yang sesuai. 1, 2 yang terdapat pada cetakan yang dihitung dengan
Desinfeksi dapat dilakukan dengan tindakan colony counter desinfeksi menggunakan
fisik atau kimia. Tindakan fisik seperti dry heat glutaraldehyde 2% juga menunjukan penurunan
pada suhu 160° sampai 180°C selama 2 jam dan jumlah bakteri 100% tetapi glutaraldehyde
wet steam pada suhu 121°C selama 15 menit mempunyai bau yang tidak enak dan dapat
(autoclaving) dapat mengakibatkan kenaikan suhu mengakibatkan iritasi terhadap kulit, sodium
yang dapat menyebabkan kerusakan dalam cetakan. hypoclorite mudah didapat dibandingkan larutan
Bahan cetak didesinfeksi menggunakan bahan desinfektan yang lain serta memiliki efek
kimiawi sangat dianjurkan. Bahan kimiawi yang desinfektan bakterisidal, virusidal dan fungisdal.3
paling sering digunakan adalah glutaraldehyde, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
alkohol, solusi yodium, fenol sintetis, dan sodium besarnya perubahan stabilitas dimensi yang terjadi
hypochlorite. Proses desinfeksi harus tepat, tetapi pada hasil cetakan bahan cetak elastomer jenis
tidak memilik efek yang merugikan untuk silicon setelah disemprot larutan sodium
kestabilan dimensi atau detail permukaan dari hasil hypochlorite 0,5% dengan hasil cetakan elastomer
cetakan.3,4 jenis silicon yang segera diisi dengan gips stone.
Desinfeksi cetakan efektif dalam mengurangi
kemungkinan kontaminasi silang, pelaksanaan BAHAN DAN METODE
desinfeksi cetakan di klinik gigi saat ini tidaklah
selalu dilakukan. Beberapa alasan jarangnya Penelitian ini merupakan jenis penelitian
dilakukan penyemprotan dan perendaman bahan penelitian eksperimental murni dengan post test
cetak dengan desinfektan karena dapat only design dengan rancangan acak lengkap
menyebabkan hilangnya permukaan detail dan menggunakan 6 perlakuan.
akurasi dimensi cetakan, sebagian besar desinfektan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
dapat menyebabkan iritasi pada kulit, Racun dari adalah bahan cetak elastomer (exaflex-hidrophilic
85 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 83 - 88

vinyl polysiloxane), air, gips stone, dan larutan


sodium hypochlorite 0,5%. Alat penelitian yang
digunakan adalah master die (sesuai spesifikasi
ADA no. 19), rubber bowl dan spatula, glass plate,
spatula semen, kaliper digital, alat penyemprot,
sarung tangan, dan alat tulis.
Pertama yang dilakukan adalah menyediakan
die sebagai model untuk dicetak, bahan cetak
elastomer, larutan desinfektan sodium hypochlorite
0,5%. Bahan cetak diletakan pada glass plate
dengan rasio 1:1 base dan katalisnya. Pengadukan
dilakukan dengan gerakan memutar terlebih dahulu Gambar 2. Hasil Pengukuran Kelompok 10 Menit
menggunakan spatula semen. lanjutkan pengadukan
dilakukan dengan gerakan melipat sampai
warnanya menjadi homogen. bahan cetak diletakan
pada ring tube kemudian dilakukan pencetakan
pada master die sebagai model. Setelah bahan cetak
setting di bagi menjadi 2 kelompok, disemprot dan
tidak disemprot. Kelompok yang tidak di semprot
langsung dilakukan pengisian gips stone sedangkan
yang disemprot dlakukan penyemprotan sodium
hypochlorite 0,5% terlebih dahulu kemudian
dibiarkan selama 5, 10 dan 15 menit sebelum diisi
gips stone. Pengukuran dialakukan pada model die
hasil pencetakan.
Analisis data dilakukan secara statistik dengan
uji normalitas Shapiro-Wilk dan uji homogenitas Gambar 3. Hasil Pengukuran Kelompok 15 Menit
varians Levene. dilanjutkan analisis parametrik
secara uji statistik ANOVA satu arah dengan
tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05).

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian stabilitas dimensi hasil


cetakan bahan cetak elastomer jenis silicon
disemprot larutan sodium hypochlorite 0,5%
dengan hasil cetakan elastomer jenis silicon tidak
disemprot terlihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 4. Hasil Selisih Pengukuran Antara


Cetakan yang Tidak Disemprot dan
Cetakan yang Disemprot Mengunakan
Sodium Hypochlorite 0,5%

Keempat diagram menunjukan adanya variasi


diameter pada die pada perlakuan yang ada. Rata–
rata perubahan diameter die pada cetakan yang
Gambar 1. Hasil Pengukuran Kelompok 5 Menit tidak disemprot waktu 5 menit 45,93 mm, diameter
rata-rata ± SD (45,93 ± 0,03464), perubahan
diameter die pada cetakan yang tidak disemprot
waktu 10 menit 45,92 mm diameter rata-rata ± SD
(45,92 ± 0, 02683), perubahan diameter die pada
cetakan yang tidak disemprot waktu 15 menit 45,92
mm diameter rata-rata ± SD (45,92 ± 0, 02345).
Perubahan diameter die yang terjadi pada 5 menit
penyemprotan 46,15 mm diameter rata-rata ± SD
Ongo : Stabilitas Dimensi Hasil Cetakan Bahan Cetak Elastomer 86

(46,18 ± 0,08295), perubahan diameter die pada 10 hypoclorite lebih baik dibandingkan iodophor dan
menit penyemprotan 46,31 mm diameter rata-rata ± phenols karena tidak merusak permukaan bahan
SD (46,32 ± 0, 11675) dan penyemprotan diameter cetak serta lebih efektif untuk menghilangkan
die pada 15 menit penyemprotan 46,12 mm bakteri. Sodium hypoclorite mempunyai efek
diameter rata-rata ± SD (46,32 ± 0, 04278). Hasil bakterisidal yang efektif terhadap bakteri gram
selisih antara cetakan yang disemprot dan tidak positif dan bakteri gram negatif. Kelemahan sodium
disemprot menunjukan nilai rata-rata untuk hypoclorite tidak mampu berkontak dengan baik
kelompok 5 menit 0,2686 mm diameter rata-rata ± pada permukaan kulit.13,14
SD (0,2680 ± 0,09910) ,kelompok 10 menit 0,3860 Sodium hypoclorite termasuk golongan
mm diameter rata-rata ± SD (0,3860 ± 0,11238) dan halogenated yang oxygenating. Sodium hypoclorite
kelompok 15 menit 0,2020 mm diameter rata-rata ± dalam larutan membentuk hypochlorus acid
SD (0,2020 ± 0,5805). (HOCl) dan oxychloride (OCl). Desinfektan ini
Pengujian normalitas Shapiro-wilk dan adalah larutan yang berbahan dasar klorin (Cl 2).
homogenitas varians Levene’s test. Hasil uji Larutan ini merupakan desinfektan derajat tinggi
normalitas Shapiro-wilk (n < 50) diperoleh nilai p (high level desinfectants) karena sangat aktif pada
untuk ke 3 varian waktu 5 menit 0,542, 10 menit semua bakteri, virus, jamur, parasit, dan beberapa
0,069 dan 15 menit 0,256 menunjukan bahwa data spora. Bahan ini bekerja cepat atau fast acting,
terdistribusi normal karena nilai p > 0,05. Hasil uji sangat efektif melawan virus Hepatitis B (HBV)
homogenitas varians Levene menunjukkan varians dan Human Immunodeficiency Virus (HIV) (20).
data yang homogen dengan nilai p = 0,613 (p > Sodium hypoclorite mempunyai efek bakterisidal
0,05) menunjukan data homogen. yang efektif terhadap bakteri gram positif dan
Hasil uji One way anova diperoleh nilai p = bakteri gram negatif. Kelemahan sodium
0,026 (p < 0,05) yang berarti H1 diterima sehingga hypoclorite tidak mampu berkontak dengan baik
dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pada permukaan kulit.14
bermakna pada cetakan yang tidak disemprot dan Sodium hypoclorite juga digunakan untuk
disemprot menggunakan sodium hypochlorite bahan irigasi saluran akar. Pemakaian sodium
dengan waktu 5, 10 dan 15 menit. Hal ini artinya hypoclorite juga efektif sebagai desinfektan dengan
bahwa penyemprotan sodium hypochlorite terhadap konsentrasi 0,5% untuk merendam gigi tiruan
hasil cetakan elastomer menyebabkan terjadinya dianjurkan 10 menit setiap hari, walaupun pendapat
perubahan stabilitas dimensi hasil cetakan. lainnya menyatakan larutan menyebabkan korosi
pada metal. Selain itu menyebabkan perubahan
PEMBAHASAN dalam matriks interstitial pada struktur permukaan
sehingga terjadi efek pemutihan dan perubahan
Pertimbangan yang harus tetap diperhatikan warna lempeng akrilik.15
dalam memilih teknik desinfeksi bahan cetak yang Sebuah survei yang dilakukan di Hong Kong
akan dilakukan adalah pengaruh larutan desinfektan menunjukkan bahwa sodium hypoclorite
terhadap stabilitas dimensi dan detail permukaan merupakan larutan desinfeksi bahan cetak yang
bahan cetak, serta efek mematikan bakteri. paling banyak digunakan dokter gigi swasta (73%),
Lamanya desinfeksi pada bahan cetak juga hal yang diikuti oleh Glutaraldehyde (15%), alkohol (8%),
berpengaruh pada saat dilakukan desinfeksi. Hal ini hydrogen peroxide (4%), dan selebihnya
menjadi pertimbangan para dokter gigi dalam menggunakan produk bermerk (8%).16 Teknik
melakukan desinfeksi agar hasil cetakan yang penyemprotan dianggap sebagai metode yang
dihasilkan dapat memiliki tingkat keakuratan yang efektif untuk mengurangi terjadinya resiko imbibisi
tinggi.14 pada cetakan. Berdasarkan aplikasi praktisnya,
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat desinfeksi dengan teknik penyemprotan dengan
dibuktikan bahwa terdapat perubahan dimensi yang menggunakan sprayer merupakan metode yang
cukup besar pada penyemprotan bahan cetak paling efektif dan praktis bila jarak klinik dokter
elastomer menggunakan larutan desinfektan pada gigi dengan laboratorium dental cukup jauh.13
varian waktu 5 dan 10 menit dengan rata–rata Stabilitas dimensi bahan cetak elastomer juga
diameter die 46,18 mm dan 46,31 mm..10 dipengaruhi oleh polimerisasi bahan cetak, reaksi
Berdasarkan penelitian dari Santosh (2011) kimia yang terjadi pada bahan cetak, perubahan
dalam waktu 1 menit penyemprotan sodium suhu yang terjadi pada bahan cetak dan elastic
hypochlorite 0,5% terjadi penurunan jumlah bakteri recovery yang tidak sempurna dari deformasi,
100% pada bakteri jenis S. aureus dan S. viridans sementara faktor-faktor seperti desinfeksi bahan
yang terdapat pada cetakan yang dihitung dengan cetak, waktu pengecoran dan teknik pencetakan
colony counter.3 mempengaruhi keakuratan cetakan. Menurut
Sodium Hypoclorite, merupakan salah satu penelitian Farida dan Abolfazil salah satu alasan
desinfektan yang tidak terlalu mahal dan selama ini terjadinya perubahan dimensi pada hasil cetakan
dikenal sebagai pemutih. Menurut The American pada cetakan yang dilakukan desinfeksi terjadi
Dental Association (ADA) penggunaan sodium kontraksi ringan pada saat polimerisasi sehingga
87 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 83 - 88

terjadi perubahan volume pada hasil cetakan yang DAFTAR PUSTAKA


didesinfeksi.1, 9
Semua hal yang mempengaruhi stabilitas 1. Cintia I, Oda C and Jose AN. Dimensional
diemensi bahan cetak elastomer di atas saling Change of Elastomeric Materials after
berhubungan satu sama lain, tetapi hal ini hanya Immersion in Disinfectant Solutions for
terjadi pada condensastion silicone dimana terjadi Different Times. Journal Contemp Dent Pract.
penguapan alkohol pada hasil cetakan elastomer 2011;12(4): 252-258.
yang mana etil alkohol merupakan reaksi 2. Vidya BS, Mallika SS and Kamalakanth SK.
sampingan dari pengerasan condensation silicone Infection Control in the Prosthodontic
dan berat molekul alkohol lebih tinggi daripada air. Laboratory. Journal Indian Prosthodontic. 2001
Selain itu, alkohol memiliki tekanan uap tinggi ; 7(2): 62-5.
sehingga membuat alkohol mudah menguap 3. Rahma PA. Menyelenggarakan Prosedur
mempengaruhi konsentrasi campuran pada bahan Kontrol Infeksi Secara Sederhana. Dental &
cetak yang mempengaruhi stabilitas dimensi hasil Dental Jurnal. 2010; 2:17
cetakan.1 4. Richard VN. Introduction to Dental Material.
Pengecoran dengan stone gips harus segera 3rd edition. Mosby Elsevier. London. United
dilakukan untuk memastikan keakuratan hasil Kingdom. 2007. p. 196-207.
cetakan yang lebih tinggi. Elastic recovery pada 5. Santosh D, Raghunath AP and Gangadhar SA.
bahan cetak elastomer yang tidak sempurna juga Efficacy of Various Spray Disinfectants on
mempengaruhi perubahan dimensi sehingga Irreversible Hydrocolloid Impression
berbeda dengan yang tidak dilakukan desinfeksi.1, 11 Materials: An in vitro study. Indian Journal
Dentistry Res. 2011; 22 : 764-9
6. Abolfazli N and Kohsoltani M. The Effect Of
Disinfection by Spray Atomization on
Dimensional Accuray of Consideration
Silicone Impressions. Journal Dentiry Res
Clinnic Dentistry Prospect. 2010; 4(4): 124-
129.
7. Jian W, Qianbing W, Yonglie C and Yifan C.
A Self-Disinfecting Irreversible Hydrocolloid
Gambar 5.5 Reaksi Kimia Selama Pengerasan Impression Material Mixed with Chlorhexidine
Condensation Silicone Solution. Angle Orthodontist. 2007;77;5: 894-
899.
Bahan cetak yang digunakan dalam penelitian 8. Anusavice KJ. Philip’s Science of Dental
ini adalah jenis vinyl hydrophilic silicone yang Materials. 11th Edition. New York : Elsevier
mempunyai sifat wettability yang lebih tinggi dari Science. 2003. p. 210-229.
bahan cetak silikon jenis hidrofobik. Ini 9. Johnson GH, Lloyd AM, Ricardo S, Douglas
menjadikannya lebih mudah untuk berubah dimensi RV and Xavier Lepe. Clinical Trial
apabila disemprot dengan larutan disinfektan hal Investigating Success Rates for Polyether and
ini membuat bahan cetak tersebut menyerap larutan Vinyl Polysiloxane Impressions Made with
desinfektan karena sifat wettability yang tinggi. Full-arch and Dual-arch Plastic Trays. Journal
Wettability adalah satu sifat pergerakan air didalam of Prosthetic Dentistry. 2010; 103(1): 15-24.
bahan silikon itu sendiri yang berguna jika bahan 10. Jagger DC, Al Jabra O, Harrison A, Vowles
cetak ini digunakan untuk mencetak daerah yang RW, Davis F and O’Sullivan DJ. The Effect of
basah dan lembut di dalam rongga mulut.12 A Range of Disinfectants on the Dimensional
Penguapan alkohol dari proses reaksi Accuracy of Some Impression Materials.
sampingan dari elastomer jenis condesation silicone Europe Journal Prosthodontic Restoration
ini mempengaruhi konsentrasi campuran bahan Dentistry. 2004; 12 (4) :154-60.
cetak. Selain itu dengan adanya proses 11. Farida SS and Nader A. The Effect of
penyemprotan desinfektan pada bahan cetak vinyl Disinfection by Spray Atomization on
hydrophilic silicone dengan sifat wettability yang Dimensional Accuracy of Condensation
tinggi, membuat bahan cetak tersebut menyerap Silicone Impressions. African Journal of
larutan desinfektan sehingga terjadi perubahan Biotechnology. 2011;10(71): 16078-16083.
stabilitas dimensi pada bahan cetak. Disimpulkan 12. Powers JM and Wataha JC. Dental Materials
bahwa penyemprotan pada bahan cetak elastomer Properties and Manipulation. 9th Ed. St Louis.
dengan desinfektan sodium hipoklorit 0,5% Mosby Elsevier. 2008. p. 186-195.
berpengaruh terhadap hasil cetakan. 13. Febriani M dan Herda E. Pemakaian
Desinfektan pada Bahan Cetak Elastomer,
JITEKGI. 2009; 6(2): 41-4.
Ongo : Stabilitas Dimensi Hasil Cetakan Bahan Cetak Elastomer 88

14. Rhodes JS. Advanced Endodontics Clinical Klorhexidin. Dentistry Journal. 2005; 38(1):
Retreatment and Surgery. London. Taylor & 36-40.
Francis Group. 2006; p. 130. 16. Siu KP and Millar BJ. Cross Infection Control
15. David ME. Perubahan Warna Lempeng Resin of Impressions: A Questionnaire Survey of
Akrilik yang Direndam dalam Larutan Practice Among Private Dentists in Hong
Disinfektan Sodium Hipoklorit dan Kong. Hong Kong Dentistry Journal. 2006;
3(2): 89-93.
89

DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 1. Maret 2014

Laporan Penelitian

PERBANDINGAN KUAT REKAT RESIN KOMPOSIT PADA DENTIN DENGAN


SISTEM ADHESIF SELF ETCH
1 TAHAP (ONE STEP) DAN 2 TAHAP (TWO STEP)

Dewi Puspitasari
Bagian Dental Material, Program Studi Kedokteran Gigi Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin-
Indonesia

ABSTRACT

Background : Composite resin could bonded well with dental structure because of adhesive system.
The development of adhesive systems are increased and focused on a simpler application procedures, shorter
work time and does not cause dentin sensitivity during restorative treatment. Last adhesive systems that have
come to the sixth and seventh generation known as the self-etch adhesive systems. Self-etch adhesive system is
divided into two step and one step. Both are different in the application procedure. Purpose :The purpose of this
study was to compare the bond strength between1 step and 2 step self etch adhesive systems. Methods : 16
specimens of dentin premolars, divided into 2 groups. Group I : application of Clearfil SE Bond primer for 20
seconds then application of Clearfil SE Bond bonding for 10 seconds, and polymerization with light for 10
seconds. Composite resin was applied incrementally and polymerization for 20 seconds . Group II : application
of Clearfil S3 Bond ( primer and bonding in 1 bottle) for 20 seconds and then polymerization with light for 10
seconds. The bond strength was tested with Testing Machine and analyzed using the unpaired t test. Results:The
bond strength mean value of composite resin using 2 step self etch adhesive system is 10.93 MPa and 1 step self
etch adhesive system is 10.12 MPa. There is no significant difference between the bond strength of composite
resins using 2 step and 1 step self etch adhesive system. Conclusion : Self- etch adhesive systems can provide
good bond strength between composite resin to denti . There is no significant difference between the bond
strength of composite resins using 2 step and 1 step self etch adhesive system

Keyword : shear bond strength, self etch adhesive system, dentin

ABSTRAK

Latar belakang : Resin komposit dapat berikatan dengan struktur gigi melalui sistem adhesif.
Perkembangan sistem adhesif semakin pesat dan tertuju pada prosedur aplikasi yang lebih sederhana, waktu
kerja yang semakin singkat dan tidak menyebabkan sensitifitas dentin selama perawatan restorasi. Sistem adhesif
yang terakhir telah sampai pada generasi keenam dan ketujuh yang dikenal sebagai sistem adhesif self etch.
Sistem adhesif self etch terbagi menjadi dua tahap dan satu tahap, keduanya berbeda pada prosedur aplikasi.
Tujuan : Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan kuat rekat antara sistem adhesif self ech 1 tahap
dengan 2 tahap. Metode: 16 spesimen dentin dari mahkota gigi premolar, dibagi menjadi 2 kelompok.
Kelompok I: aplikasi primer Clearfil SE Bond selama 20 detik kemudian aplikasi bonding Clearfil SE Bond
selama 10 detik dan polimerisasi dengan sinar selama 10 detik. Resin komposit diaplikasikan secara inkremental
dan polimerisasi selama 20 detik. Kelompok II: aplikasi Clearfil S3 Bond (primer dan bonding bergabung dalam
1 botol) selama 20 detik kemudian polimerisasi dengan sinar selama 10 detik. Kuat rekat diuji menggunakan
Testing Machine dan dianalisa dengan uji T tidak berpasangan. Hasil : Nilai rerata kuat rekat komposit resin
yang menggunakan sistem adhesif self etch 1 tahap adalah 10,12 MPa dan sistem adhesif self etch 2 tahap adalah
10,93 MPa .Tidak ada perbedaan bermakna antara kuat rekat komposit resin yang menggunakan sistem adhesif
self etch 1 tahap dengan 2 tahap. Kesimpulan : Sistem adhesif self etch dapat menghasilkan kekuatan ikatan
antara resin komposit dengan dentin yang dapat diterima secara klinis. Tidak ada perbedaan bermakna antara
kuat rekat komposit resin yang menggunakan sistem adhesif self etch 1 tahap dengan 2 tahap.

Kata kunci : kuat rekat geser, sistem adhesif self etch, dentin.
Puspitasari : Perbandingan Kuat Rekat Resin Komposit 90

Korespondensi :
Dewi Puspitasari. Bagian Dental Material, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat, Jl. Veteran No. 128 B, Banjarmasin KalSel. Email : dewident@gmail.com

PENDAHULUAN selanjutnya tahapan aplikasi lebih disederhanakan


menjadi sistem 1 tahap (satu botol) yang disebut
Penggunaan restorasi komposit resin secara sebagai one step self etch, namun tetap
klinis semakin meningkat dan menjadi restorasi menggunakan kombinasi monomer resin hidrofobik
estetik yang paling banyak digunakan saat ini. 1 dan hidrofilik dan nilai kekuatan ikatan pada dentin
Resin komposit tidak dapat berikatan secara alami dalam kisaran yang dapat diterima secara klinis.6, 9-
11
dengan struktur gigi sehingga diperlukan suatu Sistem adhesif self etch makin diminati karena
bahan adhesif agar resin komposit dapat berikatan lebih banyak memberikan keuntungan
baik dengan struktur gigi, ikatan ini diperoleh dibandingkan total etch yaitu dapat mengurangi
melalui ikatan secara mikromekanik dengan sensitifitas gigi paska operatif, jumlah aplikasi yang
menggunakan sistem adhesif atau bonding system.2 lebih sederhana dan waktu yang lebih singkat. 12
Pemakaian bahan adhesif di bidang Sistem adhesif one step self etch merupakan
kedokteran gigi dimulai pada tahun 1955 oleh penemuan terakhir teknik aplikasi sistem adhesif
Buonocore yang melaporkan penggunaan asam pada penumpatan gigi menggunakan resin
fosfor 85% untuk meningkatkan retensi resin komposit. Sistem ini menggabungkan teknik etsa,
akrilik pada enamel.3, 4 Pada dasarnya prinsip pemberian monomer hidrofilik atau primer dan
adhesi resin komposit adalah keterpautan secara adhesif pada struktur gigi dalam 1 tahap prosedur
mikromekanik (mechanical interlocking), yaitu dari aplikasi sehingga tahapannya makin singkat.11
resin tags yang dihasilkan oleh infiltrasi monomer Adanya penggabungan komponen-komponen
resin pada mikroporositas dari permukaan email adhesif apakah akan mempengaruhi kekuatan
yang telah dietsa. Selanjutnya sistem adhesif ikatan resin komposit pada dentin. Penelitian ini
dikembangkan lebih jauh yaitu ke dentin yang bertujuan untuk membandingkan kekuatan ikatan
didalamnya terdapat serat-serat kolagen. Perbedaan (kuat rekat) resin komposit yang menggunakan
struktur pada email dan dentin berpengaruh sistem adhesif self etch 1 tahap (one step) dan 2
terhadap efektivitas sistem adhesif.5, 6 Keberhasilan tahap (two step).
adhesi pada enamel dengan nilai kuat rekat yang
tinggi tidak dapat dicapai setara pada dentin. Dentin BAHAN DAN METODE
memiliki kandungan air dan organik lebih tinggi
dibandingkan email, hal inilah yang membuat Jenis penelitian ini adalah eksperimental
dentin lebih sulit berikatan dengan sistem adhesif laboratoris. Subyek penelitian adalah gigi premolar
dibandingkan enamel.7 Berdasarkan prosentase yang berasal dari pasien berusia 20-30 tahun dan
berat, enamel mempunyai komposisi mineral yaitu telah dicabut karena indikasi perawatan ortodonti,
96% berupa hidroksi apatit dan sisanya adalah tidak terdapat karies, retak dan fraktur pada
bahan organik dan air. Dentin mempunyai mahkota. Jumlah spesimen yang digunakan adalah
komposisi 70 % mineral (kristal apatit), 18% 16 gigi yang dibagi menjadi 2 kelompok. Material
berupa komponen organik yaitu kolagen tipe 1 dan adhesif dan komposit resin yang digunakan,
protein non kolagen sedangkan 12% merupakan komposisi dan prosedur aplikasinya tertera pada
air.6, 8 komposisi ini menyebabkan email tabel 1.
mempunyai sifat umum yang kering, sedangkan
dentin bersifat lembab, sehingga material adhesif Tabel 1. Komposisi dan Prosedur Aplikasi dari
harus bersifat hidrofilik untuk dapat berikatan baik Material adhesif dan Komposit Resin
dengan dentin. Resin komposit mempunyai sifat Bahan Pabrik Komposisi Prosedur
menonjol yaitu hidrofobik, sehingga komposisi aplikasi
sistem adhesif harus terdiri dari monomer resin Clearfil Kuraray Primer+ Etsa : -Aplikasi
hidrofobik dengan hidrofilik.5, 6. SE 10-MDP, primer (20
Awalnya perkembangan sistem adhesif Bond HEMA, detik)
mengarah pada tindakan pengangkatan smear layer hydrophilic -Semprot
saat mengetsa dentin dan kemudian dilakukan dimethacrylate, udara
pembilasan, sistem ini disebut sebagai sistem photoinitiator, ringan (5
adhesif total etch. Kemudian berkembang lagi air (01225A) detik)
dengan cara mempertahankan atau memodifikasi Bonding: 10- -Aplikasi
smear layer dan tanpa pembilasan, sistem ini MDP, HEMA, bonding
disebut sebagai sistem adhesif self etch. Sistem Bis-GMA, (10 detik)
adhesif self etch pada generasi keenam disebut juga hydrophobic -Semprot
sistem adhesif two step self etch (2 tahap), dimethacrylate, udara
91 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 89 - 94

photoinitiator, ringan sebanding dengan tekanan kuas aplikator dengan


silanated selama 5 posisi kuas mendatar atau membentuk sudut 0º
colloidal silica detik pada permukaan dentin untuk menghasilkan kuat
- rekat maksimal.14 Komposit resin nanofiller Filtek
Polimerisa Z-350 warna A3 diaplikasikan secara inkremental,
si dengan ditutup dengan mylar strip dan polimerisasi
sinar menggunakan light curing LED MAX Hilux 450
selama 10 (Benlioglu) dengan intensitas 600 mW cm-2 selama
detik 20 detik. Selanjutnya spesimen direndam dalam
Clearfil Kuraray Primer +Etsa + -Aplikasi larutan saline dan disimpan dalam inkubator
S3 Bonding : selama 20 dengan temperatur 37⁰C selama 24 jam. Seluruh
Bond 10-MDP, Bis- detik spesimen kemudian diuji kuat rekat geser
GMA, HEMA, -Semprot menggunakan Universal Testing Machine (UTM)
hydrophobic udara dengan beban maksimal 50 KgF dan kecepatan 0,5
dimetacrylate, ringan mm/menit. Hasil yang diperoleh dihitung
champorquinon selama 5 menggunakan rumus SBS = F/ πr2 untuk
e, etil ethanol, detik mendapatkan nilai kuat rekat geser (Shear Bond
air, silanated - Strength). Data selanjutnya dilakukan uji
colloidal silica Polimerisa normalitas data, bila data normal maka dapat
si dengan dilanjutkan dengan analisa statistik menggunakan
sinar uji T tidak berpasangan.
selama 10
detik
-Aplikasi
komposit
resin
Filtek 3M Bis-GMA, Aplikasi
Z-350 ESPE UDMA, BIS- dan
EMA, polimerisa
nanosilica filler, si selama
zirconia/silica 20 detik Gambar 1. Bentuk spesimen dan pengujian
nanocluster
spesimen dengan uji kuat rekat geser.
Spesimen gigi premolar yang sesuai dengan
kriteria dan telah disetujui oleh komisi etik
HASIL
direndam dalam larutan salin hingga saat digunakan
Pada uji normalitas data menggunakan
untuk pengujian. Akar gigi dipotong kemudian
Saphiro Wilk didapatkan bahwa p > 0,05 maka
mahkota gigi ditanam dalam resin dekoratif dengan distribusi data adalah normal. Nilai kuat rekat
bagian bukal menghadap ke dasar mould, komposit resin pada dentin yang menggunakan
permukaan bukal diasah hingga didapatkan sistem adhesif self etch 1 tahap dan 2 tahap dapat
permukaan dentin dengan luas area diameter 3 mm dilihat pada tabel 2. Hasil penelitian menunjukkan
dengan menggunakan kertas silika karbida nomor
bahwa nilai rerata kuat rekat geser sistem adhesif
600 untuk menghasilkan ketebalan smear layer
self etch dua tahap tidak berbeda bermakna dengan
yang seragam.13 Daerah yang akan diperiksa self etch satu tahap.
ditandai dengan menggunakan matriks plastik yang
memiliki diameter sama dengan cetakan resin Tabel 2. Rerata kuat rekat geser (MPa) komposit
akrilik self cured berbentuk silinder berukuran 3
resin dengan sistem adhesif self etch 2 tahap dan 1
mm dan tinggi 3 mm sebagai mould komposit resin,
tahap
matriks plastik diletakkan pada daerah dentin
kemudian di sekelilingnya diulas dengan cat kuku Rerata
n ±SD Perbedaan p
berwarna merah untuk menandai daerah aplikasi (MPa) rerata
adhesif. (95%CI)
Kelompok I berjumlah 8 gigi merupakan Sistem 10,93±1,31
8 0.81(0,88- 0,32
kelompok sistem adhesif self etch dua tahap adhesif self 2,50)
Clearfil SE Bond Kelompok II: berjumlah 8 gigi etch 2
merupakan kelompok sistem adhesif self etch satu tahap
tahap Clearfil S3 Bond. Tahapannya adalah aplikasi Sistem 10,12±1,81
8
sistem adhesif sesuai petunjuk pabrik (tabel 1) adhesif self
menggunakan microbrush dengan tekanan yang etch 1
dikendalikan sebesar 3 gram. Tekanan 3 gram tahap
Puspitasari : Perbandingan Kuat Rekat Resin Komposit 92

Keterangan: Uji t tidak berpasangan; dentin akan membentuk garam MDP-kalsium.19


Interaksi inilah yang membuat kuat rekat komposit
p<0,05=bermakna resin ke dentin dianggap cukup tinggi mengingat
ikatan sistem adhesif dengan dentin lebih sulit
didapatkan bila dibandingkan dengan enamel. Oleh
PEMBAHASAN karena itu sistem adhesif pada permukaan dentin
membutuhkan monomer hidrofilik untuk
Sistem adhesif self-etch merupakan sistem menghasilkan kuat rekat yang tinggi.12
adhesif generasi keenam (terdiri dari dua tahap Pada penelitan ini kuat rekat resin komposit
aplikasi yang disebut two-step self-etching pada kelompok sistem adhesif self etch 2 tahap
adhesive) dan ketujuh (terdiri dari satu tahap sebesar 10,93 MPa. Nilai rerata ini tidak berbeda
aplikasi yang disebut one-step self-etching jauh dengan nilai rerata sistem adhesif self etch
adhesive).15 Perkembangan sistem adhesif yang Clearfil SE Bond pada penelitian Herenio dkk
terakhir lebih tertuju kepada aplikasi yang lebih (2011) sebesar 12,6 MPa.20 Nilai rerata kuat rekat
sederhana sehingga kemudian diperkenalkan sistem pada penelitian ini jauh lebih rendah bila
adhesif self etch. Jumlah tahapan atau langkah dibandingkan dengan penelitian Castro dkk (2003)
aplikasi yang berkurang dapat mengurangi periode dengan sistem adhesif yang sama yang diuji dengan
waktu manipulasi, kesalahan dalam aplikasi yaitu kuat rekat tarik mikro (39 MPa). Hal ini disebabkan
tidak sesuai dengan standar prosedur (contohnya oleh karena berbagai macam faktor salah satunya
seberapa basahkah dentin atau terlalu basah) dan luas area spesimen. Area permukaan
mengurangi terjadinya sensitifitas dentin setelah mempengaruhi secara signifikan kuat rekat pada
perawatan karena etsa dari primer asam sistem adhesif self etch. Kuat rekat dihitung
menghasilkan demineralisasi yang dangkal dan berdasarkan beban hingga patah dibagi dengan area
tanpa pembilasan.16 Sistem adhesif yang digunakan dari permukaan bonding. Terdapat hubungan yang
dalam penelitian ini adalah Clearfil SE Bond berbanding terbalik antara kuat rekat dan area
merupakan sistem adhesif generasi keenam yang permukaan. Kuat rekat spesimen dapat menjadi
terdiri dari dua tahap aplikasi sehingga disebut lebih rendah dengan area yang semakin besar oleh
sistem adhesif two-step self-etch, sedangkan karena jumlah defek yang dihasilkan lebih besar.21
Clearfil S3 bond merupakan sistem adhesif generasi Castro menggunakan spesimen dentin dengan luas
ketujuh yang hanya memerlukan cukup sekali area permukaan 1 mm dan rerata kuat rekat yang
aplikasi.7 Sistem adhesif self etch memiliki tahapan dihasilkan (39 MPa) lebih besar dari hasil
aplikasi yang lebih sederhana dengan penelitian ini. Nilai kuat rekat pada penelitian ini
menggabungkan bahan etsa dan primer dalam satu sebanding dengan penelitian Braga dkk (2010)
kemasan sehingga dapat mengurangi periode waktu yang menunjukkan bahwa nilai rerata kuat rekat
manipulasi. Bahan etsa pada sistem adhesif self geser sistem adhesif self etch adalah sekitar 5-12
etch menghasilkan demineralisasi yang superfisial MPa, sedangkan kuat rekat tarik mikro bisa
dan tidak perlu dibilas, hal ini menyebabkan smear mencapai 60 MPa. Meskipun uji kuat rekat mikro
layer tetap dipertahankan dan menjadi bagian dari dengan ukuran spesimen kurang dari 1 mm semakin
lapisan hibrida sehingga meminimalkan sensitifitas banyak diteliti tetapi uji kuat rekat makro masih
post operatif .16 Oleh karena tahap pembilasan tidak banyak digunakan dengan alasan mudah
dilakukan, proses etsa dapat berhenti karena proses dilaksanakan, membutuhkan peralatan yang
gugus asam berikatan dengan kalsium gigi sehingga minimal dan persiapan spesimen minimal. 22
asam tersebut menjadi netral bersamaan dengan Kuat rekat resin komposit dengan
infiltrasi monomer resin pada primer.17 Smear layer menggunakan sistem adhesif self etch 1 tahap
terdiri dari bakteri, hidroksiapatit dan kolagen yang Clearfil S3 Bond adalah sebesar 10,12 MPa, nilai
terdenaturasi yang dihasilkan selama prosedur ini tidak berbeda bermakna secara statistik dengan
preparasi. Smear layer yang dihilangkan oleh nilai kuat rekat Clearfil SE Bond sebesar 10,93
bahan etsa dapat menyebabkan aliran cairan tubuli MPa. Meskipun penelitian Knobloch dkk (2007)
dentin meningkat sehingga menyebabkan nyeri.18 melaporkan bahwa nilai kuat rekat sistem adhesif
Monomer asam yang bergabung dengan primer Clearfil S3 Bond (16,5 MPa) lebih rendah daripada
dapat menembus smear layer dan mencapai dentin Clearfil SE Bond (20,4 MPa) namun penelitian
yang kaya kalsium kemudian membentuk lapisan yang lain juga menyatakan bahwa nilai kuat rekat
hibrida yang terdiri dari fibril kolagen, smear layer keduanya tidak jauh berbeda seperti halnya
dan monomer resin adhesif. Clearfil SE Bond dan penelitian Chaharom dkk (2011) yaitu 22,86 MPa
Clearfil S3 Bond berbahan dasar monomer 10-MDP untuk Clearfil SE dan 22,13 MPa untuk Clearfil S3
(10-methacryloyloxy decyl dihydrogen phosphate).3 Bond. 12, 23 Menurut Chaharom dkk (2011) hal ini
Monomer ini dianggap sebagai monomer standar bisa dikaitkan dengan komposisi monomer yang
baku emas untuk bahan bonding self etch sehingga sama yaitu 10-methacryloyloxydecyl dihydrogen
menghasilkan interaksi kimia yang baik dengan phosphate (MDP).12 Secara klinis sistem 1 tahap
dentin.7, 19 Monomer MDP yang diaplikasikan pada merupakan teknik yang lebih sederhana daripada
93 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 89 - 94

sistem adhesif self etch 2 tahap, sistem adhesif self secara klinis. Tidak ada perbedaan bermakna antara
etch 1 tahap cenderung lebih hidrofilik, oleh karena kuat rekat komposit resin yang menggunakan
sifat hidrofiliknya adhesif ini dapat berperan sistem adhesif self etch 1 tahap dengan 2 tahap
sebagai membran permeabel, menyerap sejumlah
air saat dipolimerisasi sehingga dapat menciptakan
saluran-saluran berisi air pada lapisan hibrida pada DAFTAR PUSTAKA
jangka panjang, sehingga ketahanan jangka panjang
sistem adhesif ini perlu untuk diteliti lebih lanjut. 23 1. Karaarslan ES, Bulbul M, Yildiz E, Secilmis
Nilai rerata kuat rekat yang bervariasi antara A, Sari F, Usumez A. Effects of Different
peneliti menujukkan bahwa tidak hanya prosedur Polishing Methods on Color Stability of Resin
uji yang kompleks tetapi juga sensitifitas dalam Composites After Accelerated Aging. Dental
pengerjaan dan manipulasi sistem adhesif dan resin Materials Journal 2013;32(1):58-67.
komposit, karena prosedur pengerjaan yang manual 2. Saraswathi MV, Jacob G, Ballal NV.
maka harus lebih hati-hati dan dikendalikan. Begitu Evaluation of The Influence of Flowable Liner
pula juga spesimen gigi yang digunakan, faktor and Two Different Adhesive Systems on The
usia, media dan waktu penyimpanan, kedalaman Microleakage of Packable Composite Resin.
dentin, variasi morfologi, derajad mineralisasi, Journal of Interdisciplinary Dentistry
kekerasan mikro, ketebalan smear layer yang 2012;2(2):98-104.
dihasilkan dan modulus elastisitas dentin dapat 3. Perdigão J, Reis A, Loguercio AD. Dentin
mempengaruhi kuat rekat adhesif dentin.24 Media Adhesion and MMPs: A Comprehensive
penyimpanan gigi dalam penelitian ini Review. Journal of Esthetic and Restorative
menggunakan larutan saline, Jaffer dkk (2009) dan Dentistry 2013;25(4):219-41.
Scherrer dkk(2010) menyatakan bahwa larutan 4. Perdigão J, Swift JR. Fundamental Concept of
saline termasuk media yang efektif digunakan Enamel and Dentin Adhesion. In: Roberson
sebagai media penyimpanan gigi karena tidak TM, Heymann HO, Swift JR, editors.
mempengaruhi kuat rekat komposit resin.25, 26 Kuat Sturdevant’s Art and Science of Operatif
rekat dentin menurun dengan kedalaman dentin Dentistry. 4 ed. St Louis: Mosby Inc; 2002. p.
yang semakin meningkat oleh karena kepadatan 237 – 54.
tubuli dentin yang makin rendah, perbedaan 5. Hashimoto M, de Gee AJ, Felizer AJ.
diameter tubuli disebutkan juga dapat Polymerization contraction stress in dentin
mempengaruhi kuat rekat.24 adhesives bonded to dentin and enamel.
Kesuksesan secara klinis restorasi resin Dental Materials 2008;24:1304-10.
komposit juga bergantung pada polimerisasi yang 6. Perdigão J, Swift JR. Fundamental Concept of
sempurna. Polimerisasi yang tidak sempurna dapat Enamel and Dentin Adhesion. In: Roberson
menurunkan sifat fisik dan mekanik restorasi resin TM, Heymann HO, Swift JR, editors.
komposit dan sistem adhesif. Polimerisasi yang Sturdevant’s Art and Science of Operatif
optimal merupakan salah satu faktor penting untuk Dentistry. 4 ed. St Louis: Mosby Inc; 2002. p.
memperoleh sifat fisik, sifat mekanis dan performa 245 – 58.
klinis yang baik dari restorasi resin komposit. 7. Perdigão J. New Developments in Dental
polimerisasi paling efektif pad sistem adhesif dan Adhesion. Dent Clin N Am 2007;51:333-57.
resin komposit paling efektif jika panjang 8. Summit JB, Robins JW, Hilton TJ, Schwartz
gelombang berada pada 460-480 nm, hal ini sama RS. Fundamentals of Operative Dentistry: A
dengan serapan cahaya yang diharapkan pada Contemporary Approach. 3 ed. Chicago,
fotoinisiator yaitu champorquinone.27 Penelitian ini USA: Quintessence Publishing; 2006. p. 183-
menggunakan light curing tipe LED dengan 93.
panjang gelombang 440-490 nm dan intensitas 9. Kugel G, Ferrari M. The Science of Bonding:
sinar 600 mW cm-2 yang telah dikaliberasi. From First to Sixth Generation. J Am Dent
Meskipun nilai kuat rekat sistem adhesif self etch Assoc 2000;131(20S-25S).
tidak setinggi seperti pada sistem adhesif total etch, 10. Dunn JR. iBond™: The seventh generation,
sistem adhesif self etch menawarkan teknik aplikasi one-bottle dental bonding agent. Compendium
yang lebih sederhana dan mempunyai tujuan utama 2003;24(2):14-18.
untuk mengurangi sensitifitas paska operatif serta 11. Roberson TM, Heyman HO, Swift EJ. art and
mengurangi waktu kerja prosedur aplikasi.28 Nilai science of Operative Dentistry. 5 ed: Mosby
kuat rekat sistem adhesif self etch pada dentin Elsevier; 2006. p. 245-71.
dalam kisaran yang dapat diterima secara klinis.6, 10 12. Chaharom MEE, Ajami AA, Kimyai S,
Sistem adhesif self etch memiliki tahapan Abbasi A. Effect of Chlorhexidine on the
aplikasi yang lebih sederhana dengan Shear Bond Strength of Self-Etch Adhesives
menggabungkan bahan etsa dan primer dalam satu To Dentin. African Journal of Biotechnology
kemasan. Nilai kuat rekat sistem adhesif self etch 2011;10(49):10054-57.
pada dentin dalam kisaran yang dapat diterima
Puspitasari : Perbandingan Kuat Rekat Resin Komposit 94

13. Hiraishi N, Yiu CKY, King NM, Tay FR. bond strength durability of a self-etching
Effect of 2% Chlorhexidine on Dentin adhesive system. RSBO 2011;8(4):417-24.
Microtensile Bond Strengths and Nanoleakage 21. Vanajasan P P, Dhakshinamoorthy M, V.
of Luting Cements. Journal of Dentistry SRC. Factors affecting the bond strength of
2009;37:440–48. self-etch adhesives: A meta-analysis of
14. Jaya F, Triaminingsih S, Soufyan A, Eriwati literature. J Conserv Dent 2011;14:62-7.
YK. Shear bond strength of self-adhering 22. Braga RR, Meira JBC, Boaro LCC, Xavier
flowable composite on dentin surface as TA. Adhesion to tooth structure: A critical
aresult of scrubbing pressure and duration. review of “macro” test methods. dental
Media Dental Journal 2012;45(3):167-71. materials 2010;26:e38-e49.
15. Christensen GJ. Has the ‘Total Etch’ Concept 23. Knobloch LA, Gailey D, Azer S, Johnston
Disappeared? J Am Dent Assoc 2006;137:817- WM, Clelland N, Kerby RE. Bond strengths
20 of one- and two-step self-etch adhesive
16. Albaladejo A, Osorio R, Toledano M, Ferrari systems. J Prosthet dent 2007;97:216-22.
M. Hybrid Layers of Etch and Rinse versus 24. Tulunoglu O, Tulunoglu I. Resin-dentin
Self-Etching Adhesive Systems. Med Oral interfacial morphology and shear bond
Patol Oral Ci Bucal 2010;15(1):112-18. strengths to primary dentin after long-term
17. Prasad M, Mohamed S, Nayak K, Shetty SK, water storage: An in vitro study. Quintessence
Talapaneni AK. Effect of moisture, saliva, and International 2008;39(5):427-37.
blood contamination on the shear bond 25. Jaffer S, Oesterle LJ, Newman SM. Storage
strength of brackets bonded with a media effect on bond strength of orthodontic
conventional bonding system and self-etched brackets. Am J Orthod Dentofacial Orthop
bonding system J Nat Sc Biol Med 2009;136(1):83-6.
2014;5:123-9. 26. Scherrer SS, Cesar PF, Swain MV. Direct
18. Perdigão J. Dentin bonding-Variables related comparison of the bond strength results of the
to the clinical situation and the substrate different test methods: A critical literature
treatment. Dental Materials 2010;26:e24–e37. review. Dental Materials 2010;26:e78–e93.
19. Feitosa VP, Pomacóndor-Hernández C, 27. Malhotra N, Mala K. Light-curing
Ogliari FA, Leal F, Correr AB, Sauro S. considerations for resin-based composite
Chemical interaction of 10- materials: a review. Part I. Compend Contin
MDP(methacryloyloxi-decyl-dihydrogen- Dent Educ 2010;31(7):498-505.
phosphate) in zinc-doped self-etch adhesives. 28. Kerby RE, Knobloch LA, N C. Microtensile
Journal of Dentistry 2014;42:1-7. bond strength of one step and self etching
20. Herênio SS, Carvalho NMP, Lima DM. adhesive sistem. Operative Dentistry
Influence of chlorhexidine digluconate on 2005;30(2):195-200.
95

DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 1. Maret 2014

Laporan Penelitian

STUDI DESKRIPSI KELAINAN JARINGAN PERIODONTAL


PADA WANITA HAMIL TRIMESTER 3
DI RSUD ULIN BANJARMASIN

Putri Dwi Andriyani, Maharani Lailyza Apriasari, Deby Kania Tri Putri
Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin

ABSTRACT

Background: Women often experience hormon instability, one of the main causes of pregnancy. In the
period of pregnancy, the hormonal increasing of estrogen and progesterone occurs. Both of hormones are
reacting to periodontal system such as gingivitis or inflammatory gingival. Gingivitis of pregnancy usually
occurs in the second or third months of pregnancy. Purpose: This research aimed to know the clinical features
of pregnancy periodontal system disorder in third trimester. Methods: This research was using some descriptive
observations. The data had been taken by using purposive sampling from a whole of pregnancy third trimester
women in obstetric poly RSUD ULIN Banjarmasin who qualified the criteria of inclusion and exclusion. Patients
had been done anamnesis, clinical examination, and then clinically diagnosed by seeing periodontal system
disorder such as form of gingivitis pregnancy and epulis gravidarum. Result: All of 61 sample patients had been
found gingivitis, pregnancy system disorder as much as 10 patients or 16,4% as a housewife, 8 patients or
13,1% with as student of high school, 8 patients or 13,1% who had once partus, 11 patients or 18,9% with
history of never had miscarriage before, 15 patients or 24,6% with history of never had preterm birth, and 13
patients or 19,7% with most amount average income are 1,5 - 5 million. Conclusion: The result of descriptive
study of women's pregnancy in third trimester periodontal system disorder at RSUD ULIN Banjarmasin showed
16 patients or 26% experience periodontal system disorder such as gingivitis pregnancy.

Keywords: Gingivitis, pregnancy, periodontal, third trimester

ABSTRAK

Latar Belakang : Wanita sering mengalami ketidakstabilan hormon, salah satu pencatus kehamilan.
Pada masa kehamilan terjadi peningkatan hormon estrogen dan progesteron. Kedua hormon tersebut
berpengaruh terhadap jaringan periodontal seperti gingivitis atau inflamasi gingival. Gingivitis kehamilan atau
gingivitis gravidarum biasanya terjadi pada bulan ke-2 dan ke-3 kehamilan. Tujuan : tujuan penelitian ini
adalah mengertahui gambaran klinis kelainan jaringan periodontal pada wanita hamil trimester 3 di RSUD
Ulin Banjarmasin. Metode Penelitian : Penelitian ini menggunakan metode deskriftif observasi. Data diambil
secara purposive sampling dari seluruh wanita hamil trimester 3 di poli kandungan RSUD Ulin Banjarmasin
yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Pasien dilakukan anamnesa, pemeriksaan secara klinis, kemudian
didiagnosa klinis dengan melihat kelainan jaringan periodontal berupa gingivitis kehamilan dan epulis
gravidarum. Hasil Penelitian : Dari 61 pasien sampel penelitian maka hanya diperoleh kelainan gingivitis
kehamilan, yaitu 10 orang pasien (16,4%) dengan riwayat pekerjaan terbanyak adalah Ibu Rumah Tangga
(IRT). 8 orang pasien (13,1%) dengan riwayat pendidikan terbanyak adalah SMA, 8 orang pasien (13,1%)
dengan riwayat melahirkan terbanyak sebanyak 1 kali melahirkan. 11 orang pasien (18,9%) dengan riwayat
belum pernah mengalami keguguran sebelumnya, 15 orang pasien (24,6%) dengan riwayat belum pernah
melahirkan premature sebelumnya, dan 13 orang pasien (19,7%) dengan jumlah rata-rata penghasilan
terbanyak adalah 1,5-5juta rupiah. Kesimpulan : Hasil penelitian studi deskripsi kelainan jaringan periodontal
pada wanita hamil trimester 3 di RSUD Ulin Banjarmasin sebesar 16 orang pasien atau 26,2% yang mengalami
kelainan jaringan periodontal berupa gingivitis kehamilan.

Kata Kunci : Gingivitis, Ibu Hamil, Periodontal, Trimester 3.


Andriyani : Studi Deskripsi Kelainan Jaringan Periodontal 96

Korespondensi: Putri Dwi Andriyani, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat, Jalan Veteran 128 B, Banjarmasin, KalSel, email: putriandriyani19@yahoo.com

PENDAHULUAN Januari – Juni 2012 di RSUD Banjarbaru


didapatkan hasil total sampel 53 orang dengan
Dewasa ini perhatian masyarakat terhadap jumlah pasien tanpa penyakit periodontal 33 orang,
kesehatan wanita selama masa kehamilan semakin pasien dengan gingivitis gravidarum 16 orang dan
meningkat, tetapi kesehatan gigi dan mulut pasien dengan epulis gravidarum 4 orang.1
seringkali terlewat dari perhatian. Kurangnya Data penyakit periodontal khususnya wanita
perhatian terhadap kesehatan rongga mulut pada hamil di kota Banjarmasin belum ada. Oleh karena
saat kehamilan terkait adanya anggapan bahwa itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini.
kehamilan tidak ada hubungannya dengan keadaan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
rongga mulut.1 Wanita sering sekali mengalami angka kelainan jaringan periodontal khususnya
ketidakstabilan hormon. Salah satu faktor penyebab gingivitis gravidarum dan epulis gravidarum pada
ketidakstabilan hormon adalah kehamilan. wantita hamil trimester ke-3 di RSUD ULIN
Kehamilan menyebabkan peningkatan hormon Banjarmasin.
estrogen dan progesteron. Kedua hormon tersebut
dapat berpengaruh terhadap jaringan periodontal METODE PENELITIAN
seperti gingivitis atau inflamasi gingiva.2,3,4
Gingivitis merupakan salah satu kelainan Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif
periodontal yang sering ditemui. Gambaran klinis observasional. Data diambil dari anamnesa dan
gingivitis yang disebabkan oleh plak yaitu tepi pemeriksaan klinis yang dilakukan terhadap pasien
gingiva yang berwarna kemerahan sampai merah poli kandungan RSUD ULIN Banjarmasin yang
kebiruan, pembesaran kontur gingival\ karena datang untuk kontrol kehamilan rutin. Subjek pada
adema dan mudah berdarah saat ada stimulasi penelitian ini adalah para wanita hamil trimester ke-
seperti saat makan serta menyikat gigi.5 Gingivitis 3 di poli kandungan RSUD ULIN Banjarmasin
juga dapat disebabkan karena faktor sistemik seprti yang datang untuk kontrol kehamilan rutin pada
adanya ketidakstabilan hormon yang dialami wanita Mei – Agustus 2013 dan bersedia menjadi subjek
pada masa pubertas, menstruasi, dan kehamilan.6 penelitian. Kriteria inklusi yaitu wanita hamil
Gingivitis pada wanita hamil disebut gingivitis trimester ketiga di poli kandungan RSUD ULIN
gravidarum atau gingivitis kehamilan.4,6 Respon Banjarmasin dan kooperatif. Kriteria ekslusi antara
inflamasi gingivitis kehamilan menjadi berlebihan lain memiliki penyakit sistemik, memiliki kondisi
terhadap faktor iritasi lokal yang relativ sedikit.2,7 malnutrisi, dan mengkonsumsi obat tertentu.
Kehamilan bukan merupakan etiologi utama Populasi yang digunakan dalam penelitian
gingivitis, tetapi gingivitis akan terjadi jika terdapat adalah pasien wanita hamil trimester ke-3 yang
faktor iritasi lokal seperti bakteri plak dan faktor melakukan kontrol di poli kandungan RSUD ULIN
lainya seperti peningkatan hormon estrogen dan Banjarmasin. Subjek penelitian adalah seluruh
progesteron. Gingivitis tergantung pada tingkat wanita hamil trimester ke-3 di poli kandungan
kebersihan mulut pasien serta peran hormon RSUD ULIN Banjarmasin dating dengan keluhan
estrogen dan progesteron pada jaringan pada gingival pada Mei- Agustus 2013. Variabel
periodontal.2,6 penelitian adalah kelainan jaringan periodontal
Gingivitis kehamilan atau gingivitis pada wanita hamil trimester ketiga. Pengumpulan
gravidarum biasanya terjadi pada bulan ke-2 dan data diawali dengan pengisian informed consent,
ke-3 masa kehamilan, biasanya pada minggu 8. kemudian anamnesa dan pemeriksaan klinis intra
Puncak keparahan terdapat pada bulan ke-8 masa oral. Data kemudian dicatat dan dianalisa.
kehamilan atau kehamilan pada minggu 32,
kemudian menurun pada bulan ke-9 masa HASIL PENELITIAN
kehamilan seiring dengan menurunnya kadar
hormon dalam tubuh.2,6,8 Beberapa studi Hasil penelitian yang diperoleh didapat pasien
menyatakan bahwa efek perubahan hormonal akan yang normal sebesar 73.8% atau 45 orang,
mempengaruhi kesehatan gigi wanita hamil sebesar menderita gingivitis kehamilan (gingivitis
60% dengan 10-27% mengalami pembengkakan gravidarum) sebesar 26,2% atau 16 orang, dan
gusi.9 Persatuan Dokter Gigi Indonesia mencatat pasien yang menderita tumor kehamilan (epulis
radang gusi merupakan masalah mulut dan gigi gravidarum) sebesar 0% atau tidak ada. Hal ini
yang sering menimpa ibu hamil dimana 5-10% nya dapat dilihat pada Gambar 5.1. Hal ini
mengalami pembengkakan gusi.1 Penelitian menunjukkan bahwa angka kejadian gingivitis
Apriasari dan Irnamanda dilakukan selama bulan kehamilan (gingivitis gravidarum) di RSUD Ulin
97 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 95 - 101

Banjarmasin masih cukup rendah yaitu tidak jumlah 10 orang diperoleh 3 orang (30%) yang
dengan mencapai setengah dari total pasien menderita gingivitis kehamilan dan 7 orang (70%)
meskipun prosentase pasien yang normal masih lainnya normal dan tidak ada yang menderita
lebih tinggi. epulis gravidarum dari tiap-tiap penghasilan ibu
hamil trimester 3.
60
Jumlah Orang

40 10
8

Jumlah Orang
20
0 6
Normal Gingivitis Epulis 4
Gravidarum 2
0
Keadaan Jaringan Periodotal
SMP SMA D3 S1
.
Pendidikan
Gambar 5.1. Kelainan jaringan periodontal pada wanita
hamil trimester 3 di RSUD Ulin
Banjarmasin bulan Juni-Agustus 2013
Gambar 5.3. Pendidikan ibu hamil trimester 3 dengan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 5 resiko terjadinya kelainan jaringan periodontal.
pasien PNS diperoleh 2 orang (40%) yang
menderita gingivitis kehamilan (gingivitios Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien
gravidarum) dan 3 orang (60%) lainnya normal. dengan jumlah penghasilan keluarga 0-1,5 juta dari
Pasien yang bekerja dibidang swasta dari jumlah 15 jumlah 7 orang diperoleh 3 orang (42,9%) yang
orang diperoleh 4 orang (6.6%) yang menderita menderita gingivitis kehamilan dan 4 orang
gingivitis kehamilan (gingivitis gravidarum) dan 11 (57.1%) lainnya normal. Pasien dengan jumlah
orang (18%) lainnya normal. Pasien yang menjadi penghasilan keluarga 1,5-5 juta dari jumlah 49
ibu rumah tangga dari jumlah 41 orang diperoleh 10 orang diperoleh 12 orang (24,5%) yang menderita
orang (16,4%) yang menderita gingivitis kehamilan gingivitis kehamilan dan 37 orang (75,5%) lainnya
(gingivitis gravidarum) dan 31 orang (50,8%) normal. Pasien dengan jumlah penghasilan keluarga
lainnya normal. 5-10 juta dari jumlah 5 orang diperoleh 1 orang
(20%) yang menderita gingivitis kehamilan dan 4
orang (80%) lainnya normal dan tidak ada yang
12 menderita epulis gravidarum dari tiap-tiap
10
Jumlah Orang

penghasilan ibu hamil trimester 3.


8
6
4 15
2
Jumlah Orang

0 10
PNS Swasta Ibu Rumah
Tangga 5
Pekerjaan
0
Rp. 0-1.5 Rp. 1.5-5 Rp. 5-10
Gambar 5.2. Pekerjaan ibu hamil trimester 3 dengan juta juta juta
resiko terjadinya kelainan jaringan periodontal. Penghasilan Rata-rata

Hasil penelitian menujukkan pasien dengan


ststus pendidikan SMP dari jumlah 11 orang Gambar 5.4. Rata-rata jumlah penghasilan dengan resiko
diperoleh 5 orang (45,5%) yang menderita terjadinya kelainan jaringan periodontal pada
gingivitios kehamilan dan 6 orang (54,5%) lainnya wanita hamil trimester 3.
normal. Pasien dengan ststus pendidikan SMA dari
jumlah 38 orang diperoleh 8 orang (21,1%) yang Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien
menderita gingivitis kehamilan dan 30 orang yang belum pernah melahirkan dari jumlah 26
(78,9%) lainnya normal. Pasien dengan status orang diperoleh 2 orang (7,7%) yang menderita
pendidikan D3 dari jumlah 2 orang diperoleh (0%) gingivitis kehamilan dan 24 orang (92,3%) lainnya
atau tidak ada yang menderita gingivitis kehamilan normal. Pada pasien yang pernah melahirkan satu
atau normal. Pasien dengan ststu pendidikan S1 dari kali dari jumlah 24 orang diperoleh 8 orang
Andriyani : Studi Deskripsi Kelainan Jaringan Periodontal 98

(33,3%) yang menderita gingivitis kehamilan dan Gambar 5.6. Riwayat keguguran dengan resiko terjadinya
16 orang (66,7%) lainnya normal. Pada pasien yang kelainan jaringan periodontal pada wanita
pernah melahirkan dua kali dari jumlah 9 orang hamil trimester 3.
diperoleh (44,4%) atau 4 orang yang menderita
gingivitis kehamilan dan 5 orang (25,6%) lainnya Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah
normal. Pada pasien yang pernah melahirkan tiga pasien yang tidak pernah melahirkan bayi prematur
kali dari jumlah 1 orang diperoleh 1 orang (100%) dari jumlah 60 orang diperoleh 15 orang (25%)
yang menderita gingivitis kehamilan dan lainnya yang menderita gingivitis kehamilan dan 45 orang
normal. Pada pasien yang pernah melahirkan empat (75%) lainnya normal. Pada pasien yang pernah
kali dari jumlah 1 orang diperoleh 1 orang (100%) melahirkan bayi prematur satu kali dari jumlah 1
yang menderita gingivitis kehamilan dan tidak ada orang diperoleh 1 orang (100%) yang menderita
yang mengalami epulis gravidarum dari tiap-tiap gingivitis kehamilan dan tidak ada yang mengalami
wanita hamil trimester 3 yang pernah melahirkan epulis gravidarum berdasarkan tiap-tiap riwayat
dan maupun yang belum pernah melahirkan. pasien yang belum maupun pernah melahirkan
premature pada wanita hamil trimester 3.
10
20
8
Jumlah Orang

Jumlah Orang
6 15
4 10
2
5
0
Belum 1 Kali 2 Kali 3 Kali 4 Kali 0
Pernah Belum Pernah 1 Kali
Riwayat Melahirkan Riwayat Melahirkan Prematur

Gambar 5.5. Riwayat melahirkan dengan resiko Gambar 5.7. Riwayat melahirkan prematur dengan resiko
terjadinya kelainan jaringan periodontal pada terjadinya kelainan jaringan periodontal
wanita hamil trimester 3. pada wanita hamil trimester 3

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah PEMBAHASAN


pasien yang belum pernah keguguran dari jumlah
55 orang diperoleh 11 orang (20%) yang menderita Gingivitis kehamilan merupakan suatu
gingivitis kehamilan dan 44 orang (80%) lainnya keadaan klinis berupa pembengkakan gingiva yang
normal. Pasien yang pernah mengalami keguguran diakibatkan karena faktor hormonal yaitu
satu kali dari jumlah 5 orang diperoleh 4 orang peningkatan hormon estrogen dan progesteron yang
(80%) yang menderita gingivitis kehamilan dan 1 terjadi pada wanita yang berada pada masa
orang (20%) lainnya normal. Pasien yang pernah kehamilan.3,7 Adanya peningkatan hormon tersebut
mengalami keguguran dua kali atau lebih dari menyebabkan gingiva menjadi lebih rentan
jumlah 1 orang diperoleh 1 orang (100%) yang terhadap serangan bakteri yang terdapat dalam
menderita gingivitis kehamilan dan tidak ada yang akumulasi plak.1,6,8 Terdapat dua teori yang
mengalami epulis gravidarum dari tiap-tiap jumlah mengemukakan tentang pengaruh hormon terhadap
keguguran pada wanita hamil trimester 3. sel pada jaringan periodontal yaitu terjadinya
perubahan efektifitas ketahanan epitel terhadap
serangan bakteri dan terganggunya pembentukan
15 kolagen yang baru.1,3 Efek peningkatan hormon
Jumlah Orang

estrogen menyebabkan terjadinya peningkatan


10
proliferasi selular dalam pembuluh darah,
5 menurunkan proses keratinisasi dan meningkatkan
epitelial glikogen. Hormon progesteron
0 menyebabkan peningkatan vasodilatasi, dan
Belum 1 Kali 2 Kali permeabilitas pembuluh darah, peningkatkan
Pernah proliferasi pembuluh darah kapiler baru pada
gingiva, menghambat pembentukan kolagen dan
Riwayat Keguguran menurunkan plasminogen aktivator inhibitor tipe 2
sehingga terjadi peningkatan proteolitik jaringan.
Efek kombinasi kedua hormon tersebut dapat
99 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No1. Maret 2014 : 95 - 101

mempengaruhi substansi dasar jaringan ikat karena wanita hamil terhadap pemeliharaan kesehatan gigi
adanya peningkatan cairan serta meningkatnya dan mulut akan menyebabkan terjadinya penyakit
konsentrasi saliva dengan adanya peningkatan gigi dan mulut.17,18
konsentrasi serum.1 Berdasarkan penelitian yang Rata-rata jumlah penghasilan bukan
telah dilakukan di Amerika prevalensi terjadinya merupakan faktor penyebab terjadinya kelainan
gingivitis kehamilan bervariasi antara 67-100%.4 jaringan periodontal, apabila ibu hamil dalam
Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) mencatat keadaan sosial yang tinggi bukan berarti tidak
gingivitis (radang gusi) merupakan masalah gigi beresiko terkena gingivitis. Ibu hamil dengan
dan mulut yang sering menimpa ibu hamil dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah bukan berarti
5-10%-nya mengalami pembengkakan gingiva.5 beresiko terkena gingivitis lebih besar. Hal ini
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan angka disebabkan ada beberapa faktor lain yang
kejadian gingivitis di RSUD Ulin Banjarmasin berpengaruh, tergantung pola hidup, asupan gizi
bulan Juni-Agustus sebanyak 16 pasien atau sebesar yang diperlukan saat hamil.16,17,18
26,2%. Hal ini menunjukkan bahwa kejadian Ibu hamil yang pernah melahirkan cenderung
gingivitis kehamilan di RSUD Ulin Banjarmasin memiliki resiko terjadinya kelainan periodontal
adalah ‘sedang’ atau ‘rendah’ karena tidak melebihi seperti gingivitis gravidarum pada kehamilan
setengah dari total sampel. berikutnya dibandingkan dengan ibu hamil yang
Pekerjaan tidak mempengaruhi terjadinya belum pernah melahirkan apabila kesehatan rongga
kelainan jaringan gingiva karena faktor utama mulutnya tidak ditingkatkan. Hal ini karena ada
terjadinya gingivitis kehamilan bukan hanya karena beberapa faktor yang mendukung terjadinya
kehamilan. Hal ini didukung dengan faktor lainnya inflamasi di gingiva, pengaruh hormon, pola hidup,
seperti kesehatan ibu hamil itu sendiri dan keadaan dan usia yang semakin bertambah, wanita yang
rongga mulutnya. Pada wanita hamil trimester ke-3 hamil di atas usia 28 tahun resiko terjadinya
biasanya mereka sudah mengistirahatkan diri gingivitis kehamilan itu lebih besar, karena itu salah
mereka di rumah dan mempersiapkan diri untuk satu faktor pendukung terjadinya gingivitis
melakukan persalinan. Wanita hamil tetap dapat kehamilan di kehamilan berikutnya.16,18
bekerja namun aktivitas yang dijalaninya tidak Penelitian Offenbacher dkk menemukan
boleh terlalu berat. Istirahat untuk wanita hamil bahwa kadar PGE2 (prostaglandin E2) lebih tinggi
dianjurkan sesering mungkin. Seorang wanita hamil pada wanita yang melahirkan bayi dengan
disarankan untuk menghentikan aktivitasnya keguguran. Patogen periodontal yang ditemukan
apabila mereka merasakan gangguan dalam pada wanita hamil, yaitu B. forsythus, P. Gingivalis,
kehamilan seperti perdarahan dari kemaluan atau T. denticola dan A. Actinomyecetemcomitans. Hal
keram hebat di perut. Pekerjaan yang membutuhkan ini menunjukkan adanya hubungan antara penyakit
aktivitas fisik berat, berdiri dalam jangka waktu periodontal dengan keguguran. Penyakit
lama, pekerjaan dalam industri mesin, atau periodontal disebabkan oleh bakteri anaerob gram
pekerjaan yang memiliki efek samping lingkungan negatif. Toksin dari bakteri ini berupa endotoksin /
(misalkan limbah) harus dimodifikasi. Pada lipopolisakarida (LPS), yang akan mencapai uterus
minggu-minggu akhir kehamilan, tanda-tanda melalui aliran darah dan merangsang respon
permulaan persalinan harus diketahui oleh wanita inflamasi jaringan periodontal. Proses ini akan
hamil tersebut sehingga akan lebih waspada apabila menimbulkan bakterimia. LPS akan memicu
muncul tanda-tanda persalinan.15,16,17 mediator inflamatori pada organ sistemik dan
Pendidikan tidak ada hubungannya dengan jaringan periodontal, terutama sitokini, tumor
kelainan jaringan periodontal pada wanita hamil. nekrosis faktor (TNF-α), interleukin (IL-1ß), dan
Hal ini berdasarkan pengetahuan ibu hamil tentang prostaglandin (PGE2) yang dapat mempengaruhi
bagaimana cara menjaga rongga mulutnya pada saat kehamilan. Mediator ini dapat membahayakan unit
mengandung, semakin tinggi tingkat pendidikan fetoplasenta dengan menimbulkan kontraksi otot
seseorang maka semakin banyak pengetahuan yang rahim dan dilatasi leher rahim. Keadaan ini
mereka dapat sehingga, mereka bisa lebih waspada meningkatkan resiko keguguran.3,8,10,17
dan lebih bisa menjaga keadaan rongga mulut dan Menurut penelitian yang dilakukan di Padang
kandungannya. Ibu yang mempunyai tingkat tahun 2011 hubungan antara kehamilan dan
pendidikan yang tinggi tidak menjamin tidak penyakit di rongga mulut dapat terlihat dari
menderita gingivitis kehamilan.16,17 insidensi penyakit periodontal selain karena angka
Pada penelitian terhadap 320 wanita hamil di insiden yang cukup tinggi juga berkaitan dengan
Iran (2008) didapatkan hanya 5,6% sampel yang hasil beberapa penelitian mengenai efek penyakit
memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi, 30% periodontal pada kehamilan. Wanita yang memiliki
sampel yang bersikap baik terhadap kesehatan dan bayi prematur dan berat badan yang relatif rendah
34,4% sampel yang memiliki tindakan kesehatan biasanya memiliki kondisi kesehatan periodontal
yang baik. Hasil penelitian tersebut menunjukkan yang lebih buruk dibandingkan dengan bayi berat
bahwa kurangnya pengetahuan, sikap dan tindakan badan normal.9,14,17 Efek hormon pada masa
Andriyani : Studi Deskripsi Kelainan Jaringan Periodontal 100

kehamilan hanya bersifat sementara, karena kehamilan, terjadi perubahan pH saliva, pH cairan
gingivitis kehamilan ini dapat mereda pada akhir gingiva dan aktivitas hormon perempuan hamil
masa kehamilan.9 Gingivitis gravidarum sering dalam cairan gingiva yang akan mempengaruhi
terjadi pada bulan ke-2 dan ke-3 masa kehamilan, perkembangan plak dengan dominasi bakteri
dengan manifestasi awal terlihat pada minggu ke-8. anaerob.2
Puncak keparahan terdapat pada bulan ke-8 masa
kehamilan atau kehamilan pada minggu ke-32, DAFTAR PUSTAKA
kemudian menurun pada bulan ke-9 masa
kehamilan seiring dengan menurunnya kadar 1. Apriasari MA. dan Hasbullah DP. Prevalensi
hormon dalam tubuh.1,6,8,10 Hal tersebut yang Gingivitis dan Epulis Gravidarum pada Wanita
menyebabkan gejala klinis gingivitis gravidarum Hamil Trimester ke-tiga di RSUD Banjarbaru
lebih sering ditemukan pada pasien trimester ke-3 (Januari-Juni 2012). Departemen Penyakit
masa kehamilan daripada pasien trimester pertama.2 Mulut. Dentino Jurnal Kedokteran Gigi.
Radang pada jaringan periodontal jarang 2012;1(1):129-135
mendapat perhatian dari penderita karena gejalanya 2. Caranza FA. Newman MG. and Takei HA.
yang tidak terlalu mengganggu.1,15 Pada saat hamil, Clinical Periodontology. St. Louis Missouri :
terjadi peningkatan jumlah hormon estrogen dan Sauders. 10th ed. 2002. p16-67, 212-520
progesteron, dan peningkatan vaskularisasi 3. Pirie M. Linden G. and Irwin C. Dental
menyebabkan pembuluh darah gingiva lebih Manifestation of pregnancy. The obstetrician
permeabel dan sensitif dalam menerima respon and gynecologist. 2007;(9):21-26
terhadap iritan lokal seperti plak, kalkulus, dan 4. Kanotra SS. Pai KM. Dental Consideration in
karies.14 Jika ini terjadi, bakteri pada plak dapat Pregnancy : review. Rev. clin. Pesq. Odontal.
menembus aliran darah secara hematogen, 2010;6(2):161-162
menyerang plasenta, sehingga plasenta memberi 5. Lafaurie G.I. Gingival Tiddue dan Pregnancy.
mekanisme perlawanan dengan meningkatkan Directur Oral Basic Research Unit. University
kadar hormon prostaglandin yang mengakibatkan El-Basque. 2009;(10):101-112
kontraksi uterus meningkat dan menginduksi 6. Mercuschamer E, Hawley CE. and Speckman
kelahiran kurang bulan (prematur).13 Israel. A lifetime of normal hormonal event
Penelitian yang dilakukan oleh Jeffcoat di and their impact on periodontal health.
America (2001) menunjukkan bahwa ibu dengan Perinatol Repord Hum. 2009;23(2):53-64
periodontitis kehamilan memiliki risiko kelahiran 7. Jared H. and Boggess KA. Periodontal Disease
bayi prematur dengan berat badan lahir rendah and Adverse pregnancy Outcomes: a review of
sebesar 4,45-7,07 kali lebih tinggi dari ibu dengan the Evidence and implication for clinical
periodontal sehat.17 Ibu hamil dengan gingivitis practice. The journal of dental hygiene.
memiliki faktor resiko terjadinya bayi lahir dengan 2008;1(1):3-8
berat badan rendah. Hal ini seperti penelitian yang 8. Diana D. Pengetahuan, sikap, dan perilaku
dilakukan Retnoningrum pada tahun 2006 di rumah wanita hamil pengunjung poliklinik obstetry
sakit Dr. Kariadi Semarang, yang melaporkan dan ginekalogi RSU dr. pringadi medan
bahwa gingivitis pada ibu hamil mempunyai faktor terhadap kesehatan gigi dan mulut selama masa
resiko bayi lahir dengan berat badan lahir rendah kehamilan. Skripsi kedokteran gigi. Medan :
sebesar 8,75 kali dibanding ibu yang tidak Universitas Sumatera Utara. 2009. Hal6-15
mengalami gingivitis. Catatan PDGI yang 9. Santoso P. Mekanisme hubungan periodontitis
diterbitkan tahun 1996 menunjukkan 7 dari 10 dan bayi premature berat lahir rendah. Jurnal
perempuan hamil yang menderita radang gusi Kedokteran Gigi Indonesia. 2006:1(2):23-28
berpotensi besar memiliki anak yang lahir 10. Hartati N, Suratiah, Mayunilga O. Ibu Hamil
premature dengan berat badan lahir rendah. Data dan HIV AIDS. Jurnal Ilmiah Keperawatan.
tersebut diperkuat Survei Kesehatan Nasional tahun Jakarta. 2009;1(2):39-44
2002 yang menyebutkan bahwa 77% ibu hamil 11. Suresh L. and Radfar L. Pregnancy and
yang menderita radang gusi melahirkan bayi secara lactation. Oral Surg Oral Med Oral Patho
prematur.8,9 Radio Endod. 2004;97(6):672-680.
Infeksi bakteri pada jaringan periodontal 12. Langlais RP. and Miller CS. Atlas Berwarna
dengan kondisi rongga mulut yang buruk pada ibu kelainan rongga mulut yang lazim. Jakarta :
hamil dapat mempermudah proses patogenik dari Hipokrates. 2000. Hal26-27
bakteri dan produknya. Proses ini terjadi melalui 13. Agueda, A., Echeverria, A. and Manau, C.
jalur hematogen yang selanjutnya akan Association between periodontitis in pregnancy
mempengaruhi janin. Pada masa kehamilan akan and preterm or low birth weight. Journal Of
terjadi perubahan keseimbangan flora normal Clinical Periodontology, 2008;35(10);16-22.
rongga mulut dan perubahan hormonal yang dapat 14. Hasibuan, S. Perawatan dan pemeliharaan
mempengaruhi kondisi rongga mulut.10 Selama kesehatan gigi dan mulut pada masa
101 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 95 - 101

kehamilan. Skripsi Kedokteran Gigi. Medan : 17. Offenbacher S. Jared HL. O’Reilly PG. Wells
Universitas Sumatera Utara. 2004 hal10-14 SR. Salvi GE. Lawrence HP. Potential
15. Affandi, R. Perawatan gigi dan mulut pada pathogenic mechanism of periodontitis
keadaaan kehamilan. Bagian Gigi Mulut. associated pregnancy complication. Ann
Jurnal Kedokteran Gigi. 2006;11(2);9-15. Periodontol. 1998;l3(2):233-47.
16. Manter M. 2005. Pregnancy and oral health 18. Hajikazemi ES, Oskouie F, Mohseny S,
modules. Mid-Iowa Foundation: Delta Dental Nikpour S, Haghany H. The relationship
of Iowa. Pp.3-11Moeis,FE. PDGI Online : between knowledge, attitude, and practice of
Meneropong Penyakit melalui Gigi, (Online), pregnant women about oral and dental care.
http://www.pdgionline.com/v2/index.php?optio European Journal of Scientific Research. 2008;
n=com_content&task=view&id=800& 24(4): 556-62.
Itemid=1 (diakses 26 Desember 2011)
102

DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 1. Maret 2014

Laporan Penelitian

HUBUNGAN PELAKSANAAN UKGS DENGAN STATUS KESEHATAN GIGI DAN


MULUT MURID SEKOLAH DASAR DAN SEDERAJAT DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS CEMPAKA PUTIH KOTA BANJARMASIN

Rosihan Adhani, Ringga Setiawan, Bayu Indra Sukmana, Teguh Hadianto


Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin

ABSTRACK

Background: UKGS is a program of oral health services that provide promotive, preventive, curative,
and rehabilitative for school-age children in the target schools in order to get a healthy generation. UKGS
program running since 1951, but the dental health status at age 12 is still not satisfactory. Results of
RISKESDAS in 2007, the prevalence of caries in Indonesia is 67.2 %, the prevalence of active caries at age 12 is
29.8 %, 36.1 % caries experience, RTI is 62.3 %, and only 0.7% of PTI. Purpose: The purpose of this study was
to determine the relationship of implementation UKGS and the oral health status of pupils in Cempaka Putih
Local Health Clinic. Methods: This type of research was an analytic survey with cross sectional approach.
Samples totaling 121 students were taken by using purposive sampling, 10 teachers of UKGS Supervisors, and 1
dentist. Data obtained from interviews and analysis of index examination of DMF-T PUFA, OHIS, and CPITN.
Results: The results of this study for tooth defect was relatively at low levels, caries-free rate was low, the level
of oral hygiene is classified as good and the level of periodontal health is good.Conclusion: The results of the
analysis with the Fisher exact test with aconfidence level of 95% indicated there was no significant relationship
between UKGS program implementation and the oral health status of pupils (p >0.05).

Keywords: UKGS, DMF-T PUFA, OHIS, and CPITN.

ABSTRAK

Latar Belakang: UKGS adalah program pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang memberikan
pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif bagi anak usia sekolah di lingkungan sekolah binaan
agar mendapatkan generasi yang sehat. Program UKGS berjalan sejak 1951, tetapi status kesehatan gigi pada
usia 12 tahun masih belum memuaskan. Hasil RISKESDAS tahun 2007, prevalensi karies di Indonesia adalah
67,2%, prevalensi karies aktif umur 12 tahun 29,8%, pengalaman karies 36,1%, RTI 62,3%, dan PTI hanya
0,7%. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pelaksanaan program UKGS dengan
status kesehatan gigi dan mulut murid di wilayah kerja Puskesmas Cempaka Putih Banjarmasin.Metode:Jenis
penelitian yang digunakan adalah survey analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel berjumlah 121
murid diambil dengan teknik purposive sampling, 10 guru Pembina UKGS, dan 1 dokter gigi. Data yang
diperoleh dari hasil wawancara dan analisis pemeriksaan indeks DMF-T PUFA, OHIS, CPITN.Hasil: Hasil
penelitian untuk tingkat kerusakan gigi tergolong rendah, angka bebas karies masih rendah, tingkat kebersihan
mulut tergolong baik dan sedang dan tingkat kesehatan jaringan periodontal tergolong baik.Kesimpulan: Hasil
analisis dengan uji Fisher exact dengan tingkat kepercayaan 95% menunjukan tidak terdapat hubungan antara
pelaksanaan program UKGS dengan status kesehatan gigi dan mulut murid di wilayah kerja Puskesmas
Cempaka Putih Banjarmasin (p > 0,05).

Kata-kata kunci: UKGS, DMF-T PUFA, OHIS, dan CPITN.


103 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 102 - 109

Korespondensi: Ringga Setiawan, Program Studi Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Universitas Lambung
Mangkurat, Jl. Veteran 128B, Banjarmasin 70249, Kalimantan Selatan, e-mail: ringgasetiawan51@gmail.com

PENDAHULUAN Usaha untuk mengatasi masalah kesehatan


gigi pada anak adalah program Usaha Kesehatan
Kondisi kesehatan gigi dan mulut di Indonesia Gigi Sekolah (UKGS), yaitu salah satu program
saat ini masih sangat memprihatinkan, perlu pelayanan kesehatan gigi dan mulut di puskesmas
perhatian serius dari tenaga kesehatan. Hasil studi dan dibawahi oleh program Usaha Kesehatan
morbiditas Studi Kesehatan Rumah Tangga - Sekolah. UKGS memberikan pelayanan dalam
Survei Kesehatan Nasional 2001, dari prevalensi bentuk promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
sepuluh kelompok penyakit yang dikeluhkan yang ditujukan bagi anak usia sekolah di
masyarakat, penyakit gigi dan mulut di urutan lingkungan sekolah binaan agar mendapatkan
pertama dengan prevalensi 61%, diderita oleh 90% generasi yang sehat.9Program UKGS berjalan sejak
penduduk Indonesia dan 89% anak di bawah umur tahun 1951, tetapi status kesehatan gigi pada usia
12 tahun.1,2Sebesar 62,4% penduduk terganggu 12 tahun masih belum memuaskan.11Hasil Riset
sekolahnya karena sakit gigi selama rata-rata 3,86 Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007
hari per tahun.3Karies gigi dan penyakit periodontal (DepKes), prevalensi karies di Indonesia adalah
dapat dicegah melalui kebiasaan memelihara 67,2%. Prevalensi karies aktif umur 12 tahun
kesehatan gigi dan mulut sejak dini dan secara sebesar 29,8%, pengalaman karies sebesar 36,1%,
kontiniu.4Hasil National Oral Health Survey Required Treatment Index(RTI) 62,3%, dan
(NOHS) tahun 2006 di Filipina, 97,1% anak Performed Treatment Index(PTI) hanya sebesar
sekolah dasar umur 6 tahun dan 78,4% anak umur 0,7%. Standar Pelayanan Minimal bidang
12 tahun mengalami karies, dan hampir 50% Kesehatan Kabupaten/Kota Permenkes RI No.
menderita infeksi odontogenic dengan karies yang 741/Menkes/Per/VII/2008 menunjukkan bahwa
mencapai pulpa, ulserasi, fistula dan abses cakupan penjaringan kesehatan murid SD dan
(PUFA).5 sederajat sebesar 100% pada tahun 2010. Indeks
Status kesehatan gigi dan mulut usia 12 tahun Decay Missing Filling Tooth (DMF-T) di
merupakan indikator utama pengukuran Kalimantan Selatan umur 12 tahun sebesar 1,17.
pengalaman karies gigi yang dinyatakan dengan Prevalensi karies aktif sebesar 39, 6% dan
indeks Decay Missing Filling Tooth(DMF-T). pengalaman karies sebesar 49,2% dengan Required
World Health Organization dalam Treatment Index(RTI) sebesar 61,17% dan
HealthforAllbytheYear2000 menargetkan pada Performed Treatment Index(PTI) sebesar 1,66%.
tahun 2000 sebanyak 50% anak usia 5 - 6 tahun Banjarmasin merupakan kota yang menerima
bebas karies, hingga saat ini target tersebut belum perawatan atau pengobatan dari tenaga medis yang
tercapai.6World Health Organization tahun 2001 tinggi tetapi masalah gigi dan mulutnya juga masih
menetapkan Oral Health Global Indicator for year cukup tinggi.12,13Tujuandari penelitian ini adalah
2015, skor Decay Missing Filling Tooth (DMF-T) untuk menganalisa hubungan antara pelaksanaan
pada usia 12 tahun<3. Target nasional indeks program UKGS dengan status kesehatan gigi dan
Decay Missing Filling Tooth (DMF-T)rata-rata ≤ 2, mulut murid di wilayah kerja Puskesmas Cempaka
target Oral Higiene Index Simplify(OHI-S)rata-rata Putih Kota Banjarmasin tahun 2013.
adalah ≤ 1,2 dan indeks Community Periodontal
Index of Treatment Needs(CPITN) ≥ 3 BAHAN DAN METODE
sekstan.7Oleh karena itu, dibutuhkan upaya
pencegahan penyakit gigi melalui sekolah, pada Penelitian ini menggunakan jenis penelitian
jenjang yang lebih awal.7 Survey Analitik dengan pendekatan Cross
Agar target pencapaian gigi sehat WHO Sectional.Bahan yang digunakan adalah alkohol
tercapai, dibutuhkan perhatian dan penanganan 70%.Alat yang digunakan adalah kapas, tisu, alat
serius dari tenaga kesehatan, baik dokter gigi diagnostik,sarung tangan, masker, senter kecil,
maupun perawat gigi serta suatu tindakan probe WHO, formulir informed concent, lembar
pencegahan.8Pencegahan ditujukan kepada murid penilaian indeks (DMF-T PUFA, OHIS, dan
sekolah melalui suatu program kesehatan yang CPITN), alat tulis, lembar kuisioner. Populasi pada
terencana dan terpadu di sekolah dasar.9,12Langkah- penelitian ini adalah semua murid di sepuluh
langkah tindakan pencegahan menurut Leavel dan sekolah dasar negeri dan sederajat dalam wilayah
Clark terdiri atas lima tingkat pencegahan (five kerja Puskesmas Cempaka Putih Kota Banjarmasin
level of preventive) dalam melakukan pendidikan tahun ajaran 2013/2014. Pengambilan sampel
kesehatan yaitu health promotion, specific dilakukan secara purposive sampling, total sample
protection, early diagnosis and promp treatment, sebanyak 121 murid dengan kriteria inklusinya
disability limitation, and rehabilitation.10 adalahbersedia dijadikan sampel dalam penelitian,
murid kelas VI berusia 12 tahun, gigi permanen
Setiawan : Hubungan Pelaksanaan UKGS 104

lengkap (kecuali gigi molar ketiga),dan kriteria Usaha Kesehatan Gigi Sekolah
eksklusinya adalahmemiliki riwayat penyakit
sistemik, mamakai peranti orthodontik. Kategori UKGS dikelompokkan menjadi
Variabel yang diteliti pada penelitian ini UKGS sangat aktif, UKGS aktif, UKGS kurang
adalah pelaksanaan program Usaha Kesehatan Gigi aktif dan UKGS tidak aktif. Berdasarkan kategori
Sekolahdan status kesehatan gigi dan mulut yaitu tersebut, maka data hasil penelitian dapat
karies gigi, oral hygiene dan kesehatan periodontal dikelompokkan sebagai berikut:
murid sekolah dasar dan sederajat di wilayah kerja 100%
80%

Persentase
Puskesmas Cempaka Putih Kota Banjarmasin tahun UKGS
ajaran 2013 - 2014. Pengumpulan data kegiatan 60%
40%
UKGS dilakukan di Puskesmas yang diperoleh
20%
dengan melakukan wawancara terhadap dokter gigi
0%
dan di sekolah dengan melakukan wawancara UKGS UKGS Aktif UKGS UKGS
terhadap kepala sekolah, wali kelas, atau guru Sangat Aktif Kurang Tidak Aktif
olahraga.Data status kesehatan gigi dan mulut Aktif
diperoleh dengan memeriksa rongga mulut semua
sampel untuk melihat status kerusakan gigi, status Gambar 1 Kategori pengelompokkan sekolah
kebersihan mulut, status kesehatan jaringan dalam pelaksanaan UKGS di wilayah
periodontal.Dalam hal ini, indeks kerusakan gigi kerja Puskesmas Cempaka Putih
yang dipakai adalah indeks yang diperkenalkan Kota Banjarmasin tahun 2013-2014.
oleh Wim Van Palenstein yaitu indeks DMF-T
PUFA.Rumus menghitung DMF-T PUFA= jumlah
gigi decay + missing + filling + pulp involvmet + Tabel 1 Gambaran sekolah dalam
ulcerative + abscess. pelaksanaan UKGS di wilayah kerja
Puskesmas Cempaka Putih Kota
DMF-T rata-rata = ∑D + ∑M + ∑F +∑P + ∑U + ∑F + ∑A Banjarmasin tahun 2013-2014.
∑ orang yang diperiksa

Kategori Cakupan Frekuensi (Sekolah)


UKGS Persen
Kategori DMF-T menurut WHO yaitu sangat
rendah = 0,0 – 1,1, rendah = 1,2 – 2,6 , sedang = Sangat UKGS - SDN Kebun Bunga 1
Aktif tahap III - SDN Kebun Bunga 3
2,7 – 4,4 , tinggi = 4,5 – 6,5, sangat tinggi = > 6,6. - SDN Kebun Bunga 4
Indeks kebersihan mulut yang digunakan adalah - SDN Kebun Bunga 5
menurut Green dan Vermillion, yaitu indeks Oral - SDN Kebun Bunga 6
Hygiene Simplified (OHI-S) yang merupakan - SDN Kuripan 1
- SDN Kuripan 2
penjumlahan dari indeks debris dan indeks - SD Muhammadiyah 9
kalkulus. Baik apabila skor = 0-1,2, sedang = skor Aktif - SDN Kebun Bunga 9
1,3-3 , dan buruk = skor 3,1-6.Index resmi untuk - MI Sullamut Taufiq
mengukur kondisi jaringan periodontal serta Kurang - -
Aktif
perkiraan kebutuhan perawatan adalah Community
Tidak - -
Periodontal Index Treatment of Needs (CPITN) Aktif
dari WHO.Baik apabila sekstan gusi sehat >3, Jumlah 10
sedang 2,1-2,9, buruk < 2.Analisis data yang Sekolah
digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan
analisis bivariate dengan uji fisher exact. Prosentase berdasarkan distribusi data pada
Tabel1 untuk kelompok dengan kategori UKGS
HASIL PENELITIAN sangat aktif ada 8 sekolah (80%), kategori UKGS
aktif ada 2 sekolah (20%), dan tidak ada yang
Penelitian ini dilaksanakan pada sekolah dasar masuk dalam kategori UKGS kurang aktif dan
dan sederajat di wilayah kerja Puskesmas Cempaka UKGS tidak aktif (0%)
Putih Kota Banjarmasin pada bulan Agustus Hasil wawancara dengan dokter gigi
2013.Hasil penelitianhubungan pelaksanaan Puskesmas diperoleh cakupan sekolah yang
program UKGS dengan status kesehatan gigi dan mendapat pelayanan UKGS tahap III memiliki
mulut murid sekolah dasar dan sederajat di wilayah cakupan 100%.Wawancara dengan guru Pembina
kerja Puskesmas Cempaka Putih Kota Banjarmasin UKGS di sepuluh sekolah dasar dan sederajat di
tahun ajaran 2013 - 2014.Berikut ini merupakan wilayah kerja Puskesmas Cempaka Putih mengenai
hasil penelitian hubungan pelaksanaan UKGS kegiatan UKGS yang dilaksanakan adalah
dengan status kesehatan gigi dan mulut murid kunjungan petugas kesehatan ke sekolah (minimal
sekolah dasar dan sederajat di wilayah kerja 2 kali dalam satu tahun), pembinaan oleh lintas
Puskesmas Cempaka Putih Kota Banjarmasin tahun sektor melalui tim pembina UKS Kecamatan, guru
2013-2014. yang mengikuti pelatihan UKGS/UKS, murid yang
105 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 102 - 109

mengikuti pelatihan dokter kecil, penyuluhan, sikat Tabel 2 Angka kerusakan gigi murid sekolah
gigi masal, pelayanan medik gigi dasar atas dasar dasar dan sederajat di wilayah kerja
permintaan pada murid kelas I-VI (care on Puskesmas Cempaka Putih Kota
demand), pelayanan medik gigi dasar kelas terpilih Banjarmasin tahun 2013-2014.
sesuai kebutuhan untuk kelas I, III,dan IV, dan
Berdasarkan distribusi data pada Tabel
rujukan bagi siswa yang membutuhkan perawatan.
2diketahui bahwa rata-rata indeks kerusakan gigi
Frekuensi kegiatan UKGSdilakukan 1 kali dalam
(DMF-T PUFA) murid sekolah dasar untuk
sebulan untuk kegiatan pelayanan medik gigi dasar
kelompok UKGS sangat aktif adalah 2,44 termasuk
dan minimal 2x setahun untuk kegiatan lain.
dalam kategori WHO rendah dengan jumlah decay
sebanyak 169 (70%), missing 8 (3,5%), filling 13
Status Kesehatan Gigi dan Mulut
(5,5%), pulp involvment 32 (13,5%), fistula 18
(7,5%), tidak tedapat ulcerative dan abscess.Untuk
Status kesehatan gigi dan mulut dapat dilihat
kelompok UKGS aktif rata rata indeks DMF-T
dari angka bebas karies, tingkat kerusakan gigi
PUFA adalah 2,17 termasuk dalam kategori WHO
(DMF-T PUFA), tingkat kebersihan mulut (OHIS)
rendah dengan jumlah decay sebanyak 31 (62%),
dan tingkat kesehatan jaringan periodontal
missing 1 (2%), filling 1 (2%), pulp involvment 12
(CPITN).
100% UKGS (24%), fistula 5 (10%), tidak tedapat ulcerative dan
80%
Sangat abscess.
Persentase (%)

Aktif
60% UKGS 50% UKGS
Aktif

Persentase
40% 40% Sangat
UKGS Aktif

(%)
20% 30% UKGS
Kurang Aktif
0% Aktif 20%
Karies Bebas Karies UKGS 10% UKGS
Tidak Aktif Kurang
Gigi 0% Aktif
Sangat Rendah Sedang Tinggi Sangat UKGS
Rendah tinggi Tidak
Gambar 2 Angka karies dan bebas karies murid DMF-T PUFA Aktif
sekolah dasar dan sederajat di
wilayah kerja Puskesmas Cempaka Gambar 3 Tingkat kerusakan gigi murid sekolah
Putih Kota Banjarmasin tahun 2013- dasar dan sederajat di wilayah kerja
2014. Puskesmas Cempaka Putih Kota
Banjarmasin tahun 2013-2014.
Angka bebas karies anak usia 12 tahun
berdasarkan distribusi data pada gambar 2 untuk Berdasarkan distribusi data pada gambar 3
kategori UKGS sangat aktif ada 23 orang (23%) tingkat kerusakan gigi untuk kelompok UKGS
dan yang mengalami karies ada 75 orang (77%). sangat aktif dengan kategori sangat rendah ada 39
Anak laki laki yang mengalami karies ada 38 orang orang (40%), kategori rendah ada 16 orang (16%),
(39%) dan yang bebas karies ada 15 orang kategori sedang ada 24 orang (25%), kategori tinggi
(15%).Anak perempuan yang mengalami karies ada ada 14 orang (14%) dan kategori sangat tinggi ada
37 orang (38%) dan yang bebas karies ada 8 orang 5 orang (5%). Untuk kelompok UKGS aktif tingkat
(8%). Angka bebas karies anak 12 tahun untuk kerusakan gigi dengan kategori sangat rendah ada 9
kategori UKGS aktif ada 4 orang (17%) dan yang orang (40%), kategori rendah ada 6 orang (26%),
mengalami karies ada 19 orang (83%). Anak laki kategori sedang ada 6 orang (26%), kategori tinggi
laki yang mengalami karies ada 10 orang (43%) ada 1 orang (4%) dan kategori sangat tinggi ada 1
dan yang bebas karies ada 2 orang (9%).Anak orang (4%).
perempuan yang mengalami karies ada 9 orang Berdasarkan rata-rata indeks karies gigi
(39%) dan yang bebas karies ada 2 orang (9%). (DMF-T PUFA) sepuluh sekolah dan hasiluji fisher
(p = 0,359) maka dapat diketahuibahwatidak ada
Kategori UKGS Sangat UKGS Aktif hubungan antara pelaksanaan program UKGS
DMF-T Aktif dengan status kerusakan gigi murid sekolah dasar.
PUFA Jumlah Mean Jumlah Mean Kategori UKGS Sangat UKGS Aktif
(Gigi) (Gigi) OHI-S Aktif
N Mean N Mean
D 169 1.72 31 1.34
M 8 0.08 1 0.04 DI- S 98 0.87 23 1.17
F 13 0.13 1 0.04 CI- S 98 0.31 23 0.28
P 32 0.32 12 0.52
OHI- S 98 1.17 23 1.45
U - - - -
F 18 0.18 5 0.22 Tabel 3 Gambaran oral higiene murid sekolah
A - - - - dasar dan sederajat di wilayah kerja
Total 240 2.44 50 2.17 Puskesmas Cempaka Putih Kota
Banjarmasin tahun 2013-2014.
Setiawan : Hubungan Pelaksanaan UKGS 106

80% UKGS 150% UKGS


Persentase (%) Sangat Sangat

Persentase (%)
60% Aktif Aktif
UKGS 100% UKGS
40% Aktif Aktif
UKGS 50%
20% UKGS
Kurang Kurang
0% Aktif 0% Aktif
UKGS UKGS
Baik Sedang Buruk Tidak Aktif Baik Sedang Buruk
Tidak
OHI-S CPITN Aktif

Gambar 4 Tingkat oral higiene murid sekolah Gambar 5 Tingkat kesehatan jaringan
dasar dan sederajat di wilayah kerja periodontal murid sekolah dasar dan
Puskesmas Cempaka Putih Kota sederajat di wilayah kerja Puskesmas
Banjarmasin tahun 2013-2014. Cempaka Putih Kota Banjarmasin
Berdasarkan distribusi data pada Tabel 3 tahun 2013-2014.
diketahuibahwa rata-rata indeks kebersihan mulut Tingkat kesehatan jaringan periodontal
(OHI-S) pada murid sekolah kelompok UKGS berdasarkan distribusi data pada Gambar 5 untuk
sangat aktif adalah 1,17 termasuk dalam kategori kelompok UKGS sangat aktif dengan kategori baik
baik. Rata rata debris indeks adalah 0,87 dan rata ada 97 orang (99%), kategori sedang ada 1 orang
rata calculus indeks adalah 0,31. Rata-rata indeks (1%).Tingkat kesehatan jaringan periodontal untuk
kebersihan mulut (OHI-S) pada murid sekolah kelompok UKGS aktif dengan kategori baik ada 23
kelompok UKGS aktif adalah 1,45 termasuk dalam orang (100%), tidak ada yang masuk dalam
kategori sedang. Rata rata indeksdebris adalah 1,17 kategori sedang dan buruk (0%).
dan rata rata indekskalkulus adalah 0,28. Berdasarkan rata-rata indeks kesehatan
Tingkat OHI-S murid sekolah berdasarkan jaringan periodontal (CPITN) sepuluh sekolahdan
distribusi data pada Gambar 4 untuk kelompok hasil uji fisher (p = 1) maka dapat diketahuibahwa
UKGS sangat aktif dengan kategori baik ada 61 tidak ada hubungan antara pelaksanaan program
orang (62%), kategori sedang ada 34 orang (35%), UKGS dengan status kesehatan jaringan
kategori buruk ada 3 orang (3%). Tingkat OHI-S periodontal.
murid sekolah untukkelompok UKGS aktif dengan
kategori baik ada 8 orang (35%), kategori sedang PEMBAHASAN
ada 15 orang (65%), dan tidak ada yang masuk
dalam kategori buruk. Rendahnya angka bebas karies di sepuluh
Berdasarkan rata-rata indeks kebersihan mulut sekolah dasar mengindikasikan bahwa kegiatan
(OHIS) sepuluh sekolah dan hasiluji fisher (p = 1) UKGS yang dilakukan di sepuluh sekolah ini belum
maka dapat diketahuibahwa tidak ada hubungan optimal dalam upaya meningkatkan kesehatan gigi
antara pelaksanaan program UKGS dengan status dan mulut murid melalui UKGS, terlihat dari angka
kebersihan mulut murid sekolah dasar. bebas karies murid di sepuluh sekolah dasar adalah
23% untuk kategori UKGS sangat aktif dan 17%
Kategori UKGS Sangat Aktif UKGS Aktif untuk UKGS kategori aktif, masih jauh dari target
CPITN
N Mean N Mean tahun 2020 sebesar 70% dan DMF-T di sepuluh
CPITN 98 5.9 sekstan 23 6 sekstan sekolah dasar <1.35Beberapa hal yang
mempengaruhi status kerusakan gigi dalam
Tabel 4 Gambaran kesehatan jaringan pelaksanaan UKGS di wilayah kerja Puskesmas
periodontal murid sekolah dasar dan Cempaka Putih adalah pengetahuan murid,
sederajat di wilayah kerja Puskesmas motivasi dan kesadaran dalam memelihara
Cempaka Putih Kota Banjarmasin kesehatan gigi dan mulut yang kurang, pelayanan
tahun 2013-2014. medik gigi dasar yang diberikan oleh fasilitas
pelayanan yang belum optimal, kerusakan gigi yang
Berdasarkan distribusi data pada Tabel 4
cenderung tidak mau dirawat.
diketahui bahwa rata-rata indeks kesehatan jaringan
Menurut Schuurz (1992) menyebutkan bahwa
periodontal (CPITN) pada murid sekolah untuk
perawatan gigi sangat penting dilakukan agar anak
kelompok UKGS sangat aktif adalah 5,9 sekstan
terhindar dari kerusakan gigi dan penyakit gusi.14
termasuk dalam kategori WHO baik.Rata-rata
Rosdawati (2004) menjelaskan bahwa pengetahuan
indeks kesehatan jaringan periodontal (CPITN)
yang cenderung baik, kurang memotivasi untuk
pada murid sekolah untuk kelompok UKGS aktif
bersikap dan melalukan tindakan pemeliharaan
adalah 6 sekstan termasuk dalam kategori WHO
gigi.15 Hockenberry dan Wilson (2007) mengatakan
baik.
anak usia sekolah memiliki motivasi yang kurang
dalam melakukan perawatan gigi.16 Kawuryan
(2008) mengatakan bahwa 8 dari 10 anak Indonesia
pada kelompok usia 12 tahun mengalami gigi
107 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 102 - 109

berlubang.17 Sutarmi (2009) menyebutkan bahwa Potter dan Perry (2005) mengatakan bahwa
tingkat pengetahuan perawatan gigi berhubungan menggosok gigi merupakan dasar untuk program
dengan kejadian karies gigi dan angka kejadian oral hygiene yang efektif.22 Hal ini sesuai dengan
karies gigi didominasi oleh siswa yang tidak teori Notoadmodjo (2007) menyatakan bahwa
melakukan perawatan terhadap kerusakan gigi.18 pengetahuan mengenai kesehatan akan berpengaruh
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Nur terhadap perilaku sebagai hasil jangka panjang dari
Amaniah (2009) pada murid sekolah dasar di pendidikan kesehatan23.Hal ini didukung oleh
Kabupaten Aceh Tamiang yang menyebutkan penelitian Widyawati (2009) yang menyebutkan
bahwa tidak ada pengaruh antara UKGS dengan bahwa penyuluhan kesehatan gigi dan mulut
status DMFT.19 Didukung dengan hasil penelitian berpengaruh pada sikap untuk memelihara
Pratiwi (2008)yang memperoleh rata-rata kebersihan mulut.24Pernyataan tersebut diatas
pengalaman karies gigi (DMF-T) sebesar 2,77 pada mendukung hasil penelitian yang dilakukan Dara
siswa SD di wilayah kerja Puskesmas Kota Binjai (2011) pada anak usia 9 – 12 tahun di SDN Maccini
Medan masih jauh dari target kesehatan gigi I,II,III,IV dan SD Inpres Maccini I/I Makassar,
Indonesia tahun 2020, yaitu skor DMF-T anak usia dimana didapatkan hasil adanya hubungan yang
12 tahun adalah <1.20 Hal ini disebabkan pelayanan bermakna antara pengetahuan tentang kesehatan
medik gigi dasar atas permintaan dan pelayanan gigi dan mulut, sikap, dan tindakan pemeliharan
medik gigi dasar sesuai kebutuhan pada kelas kesehatan gigi dan mulut dengan status kebersihan
selektif (kelas VI) belum optimal dilaksanakan oleh mulut. Pengetahuan, sikap, dan tindakan
petugas UKGS untuk usia 12 tahun di kesepuluh merupakan bagian dari perilaku yang merupakan
sekolah tersebut dikarenakan program ART baru salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat
berjalan beberapa bulan. Decay (D) rata-rata, Pulp kebersihan mulut.25
Involvment (P) rata rata dan Fistula (F) rata rata Beberapa hal yang mempengaruhi status
masih lebih tinggi dibandingkan dengan filling (F). kesehatan gigi dan mulut dalam pelaksanaan UKGS
Hal ini mengindikasikan bahwa petugas UKGS di wilayah kerja Puskesmas Cempaka Putih adalah
perlu meningkatkan pelayanan medik gigi dasar kesadaran dan perilaku memelihara kesehatan gigi
berupa penambalan gigi kepada siswa yang dan mulut, kerusakan gigi yang cenderung tidak
mengalami gigi berlubang agar tidak dirawat, oral hygiene, pelayanan medik gigi dasar
mengakibatkan kerusakan yang lebih lanjut ataupun yang belum optimal.Menurut Schuurz (1992)
dicabut.Menurut laporan, kesepuluh sekolah ini menyebutkan bahwa perawatan gigi sangat penting
telah memperoleh pelayanan UKGS tahap III, dilakukan agar anak terhindar dari kerusakan gigi
seharusnya tidak ditemukan lagi adanya kerusakan dan penyakit gusi.14E.R Widi (2003) mengatakan
gigi pada siswa kelas selektif (kelas VI). bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi
Meskipun target indeks kebersihan mulut tingkat kesehatan jaringan periodontal adalahfaktor
tahun 2020 sudah tercapai dengan OHI-S kategori kesadaran dan perilaku pemeliharaan kesehatan gigi
baik, kegiatan penyuluhan dan pelaksanaan sikat dan mulut.26Hasil Penelitian ini sesuai dengan
gigi masal oleh petugas UKGS belum optimal penelitian Ramola (2006) pada siswa kelas 6 SD di
dengan frekuensi pelaksanaan penyuluhan dan sikat wilayah kerja puskesmas kota Matsum yang mana
gigi massal tidak sesuai dengan standar frekuensi rerata sekstan gusi sehat >3 sekstan.27 Levinus
pelaksanaan menurut Departemen Kesehatan (2013) mengatakan bahwa sehat atau tidaknya
Republik Indonesia tahun 2000 yaitu <8 kali dalam jaringan periodontal seseorang lebih dipengaruhi
setahun .12Beberapa hal yang mempengaruhi status oleh keadaan oral hygiene atau kebersihan rongga
kebersihan mulut dalam pelaksanaan UKGS di mulut dan cara memeliharanya, dikarenakan belum
wilayah kerja Puskesmas Cempaka Putih adalah optimalnya pelayanan medik gigi menyebabkan
kurangnya penyuluhan dan sikat gigi massal, tingkat kerusakan gigi sangat beresiko untuk
pengetahuan, sikap dan perilaku memelihara bermanifestasi pada kerusakan jaringan
kesehatan gigi dan mulut. periodontal.28
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Temuan pada penelitian ini adalah dari
yang telah dilakukan oleh Silvia Anitasari dan sepuluh sekolah dasar dan sederajat di wilayah
Liliwati (2005) tentang kesehatan gigi dan mulut kerja Puskesmas Cempaka Putih, delapan sekolah
pada murid-murid kelas I–VI SDN Kecamatan (80%) termasuk dalam kategori UKGS Sangat
Palaran Kotamadya Samarinda Propinsi Aktif, dan dua sekolah (20 %) sekolah termasuk
Kalimantan Timur yang menunjukkan bahwa kategori UKGS Aktif.Angka bebeas karies murid di
murid-murid yang mendapat penyuluhan dan wilayah kerja Puskesmas Cempaka Putih tergolong
pelatihan cara menyikat gigi yang baik dan benar, masih rendah dilihat dari angka bebas karies murid
berpengaruh terhadap tingkat kebersihan gigi dan pada kelompok UKGS Sangat Aktif sebesar 23%
mulut mereka. Hal ini berarti proses belajar yang dan angka bebas karies murid pada kelompok
mereka dapat melalui program penyuluhan dan UKGS Aktif sebesar 17%.Tingkat kerusakan gigi
pelatihan yang diberikan dapat dimengerti dan dan mulut (DMFT PUFA) murid di wilayah kerja
dipraktekkan dalam keseharian murid-murid ini.21 Puskesmas Cempaka Putih belum mencapai target
Setiawan : Hubungan Pelaksanaan UKGS 108

nasional yaitu skor DMFT PUFA>1, meski 8. Angela A. Pencegahan primer pada anak yang
termasuk dalam kategori rendah oleh WHO beresiko karies tinggi. Dentika Dent J. 2005;
(rentang skor 1,2-2,6), dilihat dari DMFT PUFA 38: (3): 130.
kelompok UKGS Sangat Aktif dengan skor sebesar 9. Herijulianti E, Indriani TS, Artini S.
2,44 dan DMFT PUFA kelompok UKGS Aktif Pendidikan kesehatan gigi. Jakarta: EGC.
dengan skor sebesar 2,17. Tingkat kebersihan mulut 2002. p. 119-132.
(OHIS) murid di wilayah kerja Puskesmas 10. Megananda HP, Eliza H, Neneng N. Ilmu
Cempaka Putih telah mencapai target nasional yaitu Pencegahan Penyakit Jaringan Keras dan
skor OHIS termasuk dalam kategori baik dilihat Jaringan Pendukung Gigi. Jakarta: EGC; 2012.
dari skor OHIS kelompok UKGS Sangat Aktif p. 6-7.
sebesar 1,17 dan skor OHIS kelompok UKGS Aktif 11. Zulkarnain RAA, Riyanti E, Sasmita IS. The
sebesar 1,45.Tingkat kesehatan jaringan periodontal differences of caries prevalence and caries
(CPITN) murid di wilayah kerja Puskesmas index of children in primary school with and
Cempaka Putih telah mencapai target nasional yaitu without Dental Health Care Programme
skor CPITN termasuk dalam kategori baik (>3 (UKGS) in Kota Batam. Padjajaran.Padjajaran
sekstan) dilihat dari skor CPITN kelompok UKGS Journal of Dentistry. 2009; 21(1): 36-40
Sangat Aktif sebesar 5,9 sekstan dan skor CPITN 12. Anonymous. Pedoman Usaha Kesehatan Gigi
kelompok UKGS Aktif sebesar 6 Sekolah (UKGS). Jakarta: Direktorat Bina
sekstan.Performed Treatment Index (PTI) murid di Upaya kesehatan Dasar Direktorat Jenderal
wilayah kerja Puskesmas Cempaka Putih belum Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan;
mencapai target nasional yaitu > 50%.Required 2012. p. 1-5; 7-12.
Treatment Index (RTI) murid di wilayah kerja 13. Anonymous. The National Institute of Health
Puskesmas Cempaka Putih tergolong sangat rendah Research and Development Ministry of Health
dilihat dari RTI<50%. Republic of Indonesia. Jakarta: National Basic
Health Research R.I; 2008. p. 128-146.
DAFTAR PUSTAKA 14. Shuurz AHB. Patologi gigi geligi: kelainan
kelainan jaringan keras gigi. Yogyakarta:
1. Hidayat AF, Kasim F, Suwendere W. Gajah Mada University press; 1992. p. 135.
Perbedaan Indeks Oral Higiene pada anak usia 15. Rosdawati L. Hubungan perilaku
sekolah dasar dengan dan tanpa program Usaha pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut
Kesehatan Gigi Sekolah wilayah Puskesmas dengan status kesehatan gigi dan mulut murid
Babakansari Kota Bandung tahun 2011. di Kabupaten Langkat tahun 2004. Ussu press.
Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas 2005; 121(11) :11-15.
Maranatha. 2011. p. 1-4. 16. Hockenberry MJ. Wilson D. Wong’s nursing
2. Hamrun N, Rathi M. Perbandingan status gizi care infant and children. St. Louis: Masby
dan karies gigi pada murid SD Islam Athirah Elsevier; 2007. p.1-5.
dan SD Bangkala III Makassar. Dentofasial 17. Kawuryan U. Hubungan pengetahuan tentang
2009; 8 (1): 27-31. kebersihan gigi dan mulut dengan kejadian
3. Sriyono NW. Pencegahan Penyakit Gigi dan karies gigi anak SDN Kleco II kelas V dan VI
Mulut Guna Meningkatkan Kualitas Hidup. Laweyan Surakarta: Universitas
Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Muhammadiyah Surakarta; 2008. p. 1-5.
Universitas Gajah Mada. 2009: p. 3-4. 18. Sutarmi. Hubungan tingkat pengetahuan
4. Riyanti E. Pengenalan dan perawatan tentang perawatan gigi dengan kejadian karies
kesehatan gigi anak sejak dini. Jakarta: EGC. gigi pada siswa kelas V dan VI SD
2005: p. 3-5. Kedungbulus Kecamatan Prembun Kabupaten
5. Anonymous. Promoting oral health in public Kebumen.Jurnal keperawatan Indonesia.
elementary schools.Department Education 2008: 5(1): 5-10.
Order Republic of the Philippines. 2007; 73 19. Nur Amaniah. Hubungan faktor manjemen
(19): p. 11-15. dan tenaga pelaksana UKGS dengan cakupan
6. Petersen PE, Bourgeois D, Brathall D, Ogawa pelayanan UKGS serta status kesehatan gigi
H. Oral health information systems-towards dan mulut murid sekolah dasar di Kabupaten
measuring progress in oral health promotion Aceh Tamiang. Medan: Fakultas Kedoteran
and disease prevention. Bulletin of the World Gigi Sumatera Utara; 2010. p. 78.
Health Organization. 2005; 83 (50) : 690. 20. Pratiwi, Netty. Hubungan karakteristik
7. Anonymous. Pedoman Pelaksanaan Kesehatan organisasi dengan kinerja program UKGS
Gigi Sekolah. Direktorat Jenderal Pelayanan kota Binjai. Medan: Fakultas Kedoteran Gigi
Medik. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; Sumatera Utara; 2008.p. 15.
1999. p. 5-10. 21. Anitasari S, Liliwati. Pengaruh Frekuensi
Menyikat Gigi Terhadap Tingkat Kebersihan
Gigi dan Mulut Siswa-Siswi Sekolah Dasar
109 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 1. Maret 2014 : 102 - 109

Negeri di Kecamatan Palaran Kotamadya 12 tahun di SDN Maccini I,II,III,IV dan SD


Samarinda Propinsi Kalimantan Timur. Inpres Maccini I/I Makassar. Makassar: FKG
Dentika Dent J. 2005; 10(1): 22. Unhas; 2011. p. 5.
22. Potter PA, Perry AG. Fundamental Nursing: 26. E.R Widi. Hubungan perilaku membersihkan
concept, process, and practice Ed 6. St. Louis: gigi terhadap tingkat kebersihan mulut siswa
Mosby year book; 2005. p. 151. sekolah dasar negeri wilayah kerja puskesmas
23. Notoadmojo S. Pendidikan dan perilaku gladak pakem kabupaten jember. JKGI 2003;
kesehatan. Jakarta: Rineka cipta; 2007. p. 15. 10 (3): 10;13.
24. Widyawati YR. Pengaruh penyuluhan 27. Ramola E. Faktor faktor yang berhubungan
kesehatan gigi dan mulut terhadap sikap anak dengan Need dan Demand kesehatan gigi
dalam memelihara kesehatan gigi dan mulut siswa kelas VI SD dalam memanfaatkan
pada siswa kelas IV dan V SDK Santa Maria pelayanan kesehatan gigi di wilayah kerja
Ponorogo. Jurnal keperawatan Indonesia. Puskesmas Kota Matsum tahun 2005. Medan:
2009; 5(1): 1-5. Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;
2006. p. 5-10.
25. Dara. Hubungan pengetahuan tentang 28. Levinus PS, Zuliari K, Eunike MS. Gambaran
kesehatan gigi dan mulut, sikap dan tindakan status jaringan periodontal pada pelajar di
pemeliharaan kesehatan gigi dengan status SMA 1 Manado. Manado: Fakultas kedokteran
kebersihan gigi dan mulut pada anak usia 9- Universitas Sam Ratulangi; 2013. p. 5.

Anda mungkin juga menyukai