Anda di halaman 1dari 113

Vol II. No 2.

September 2014 ISSN : 2337-5310


DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Terbit setiap Maret dan September

PENGELOLA JURNAL DENTINO

Pelindung :
Prof. Dr. dr. H. Ruslan Muhyi, Sp. A (K)
(Dekan Fakultas Kedokteran Unlam)

Pembina :
Dr. dr. H. Zairin NH, Sp.OT (K), MM, SPINE, FICS
(Pembantu Dekan I - Fakultas Kedokteran Unlam)
dr. H. Syamsul Arifin, M.Pd
(Pembantu Dekan II - Fakultas Kedokteran Unlam)
dr. H. Iwan Aflanie, Sp.F, M.Kes
(Pembantu Dekan III - Fakultas Kedokteran Unlam)

Penasehat :
Dr. drg. H. RosihanAdhani, S.Sos., MS
(Ketua Program Studi Kedokteran Gigi - Fakultas Kedokteran Unlam)

Ketua :
drg. Maharani Laillyza Apriasari, Sp.PM
(Program Studi Kedokteran Gigi - Fakultas Kedokteran Unlam)

Sekretaris :
drg. Nurdiana Dewi, M.D.Sc
(Program Studi Kedokteran Gigi - Fakultas Kedokteran Unlam)

Penyunting :
drg. Maharani L.A., Sp.PM (Oral Medicine - Fakultas Kedokteran Unlam); drg. Didit
Aspriyanto (Pedodonsia - Fakultas Kedokteran Unlam); drg. Amy Nindia C. (Biologi Oral -
Fakultas Kedokteran Unlam); drg. Nurdiana Dewi, M.D.Sc. (Biologi Oral - Fakultas
Kedokteran Unlam); drg. Deby Kania T.P. (Konservasi - Fakultas Kedokteran Unlam); drg.
M.Y. Ichrom N., Sp KG (Konservasi - Fakultas Kedokteran Unlam); drg. Bayu Indra
Sukmana (Bedah Mulut - Fakultas Kedokteran Unlam); drg. Widodo (Ortodonsia - Fakultas
Kedokteran Unlam); drg. Fajar D.K., Sp Orto (Ortodonsia - Fakultas Kedokteran Unlam);
Dr. drg. H. Rosihan Adhani, MS (Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat - Fakultas Kedokteran
Unlam); drg. Cholil, M.Kes.M.M (Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat - Fakultas Kedokteran
Unlam); drg. Debby Saputera, Sp. Prosto (Prostodonsia - Radiologi - Fakultas Kedokteran
Unlam); drg. I Wayan Arya K.F (Prostodonsia - Radiologi - Fakultas Kedokteran Unlam) ;
drg. Beta Widya Oktiani (Periodonsia - Fakultas Kedokteran Unlam)

Administratif :
Hastin Atas Asih, AMKg
(Program Studi Kedokteran Gigi - Fakultas Kedokteran Unlam)
Vol II. No 2. September 2014 ISSN : 2337-5310
DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI

DAFTAR ISI

1. Hubungan Tingkat Pengetahuan Wanita Hamil Dengan Perilaku Kesehatan Gigi


Dan Mulut Di Poli Kandungan RSUD Banjarbaru
Muhsinah, Emma Yuniarrahmah, Bayu Indra Sukmana ….…………………. 110-114
2. Prevalensi Penyakit Periodontal Pada Perokok Di Lingkungan Batalyon Infanteri
621/Manuntung Barabai Hulu Sungai Tengah
Zuhda Febrina Ramadhani, Deby Kania Tri Putri, Cholil …………………… 115-119
3. Perbandingan efektivitas pasta gigi herbal dengan Pasta gigi non herbal terhadap
penurunan indeks plak Pada siswa SDN angsau 4 pelaihari
Rizki Yulita Rahmah, Priyawan Rachmadi, Widodo …………………..……… 120-124
4. Perbandingan Aktivitas Antijamur Ekstrak Etanol Jahe Putih Kecil (Zingiber
Officinale Var. Amarum) 30% Dengan Chlorhexidine Glukonat 0,2% Terhadap
Candida Albicans In Vitro
Haluanry Doane Santoso, Lia Yulia Budiarti, Amy Nindya Carabelly ………. 125-129
5. Frekuensi Susunan Gigi Tidak Berjejal Dan Berjejal Rahang Bawah Pada Bentuk
Lengkung Narrow Rahang Bawah
Puteri Islami Savitri, Priyawan Rachmadi, Widodo …………………………… 130-133
6. Deskripsi Gigi Impaksi Molar ke tiga Rahang Bawah Di RSUD Ulin Banjarmasin
Tinjauan pada bulan juni-agustus 2013
Nida Amalia, Siti Kaidah, Widodo …………………………………………..….. 134-137
7. Gambaran Pola Kehilangan Gigi Sebagian Pada Masyarakat
Desa Guntung Ujung Kabupaten Banjar
Muhammad Fauzan Anshary, Cholil, I Wayan Arya ………………….……… 138-143
8. Efektivitas Metode Peragaan Dan Metode Video Terhadap Pengetahuan
Penyikatan Gigi Pada Anak Usia 9-12 Tahun di SDN Keraton 7 Martapura
Amelia Nurfalah, Emma Yuniarrahmah, Didit Aspriyanto …..……..……….. 144-149
9. Efektivitas Menyikat Gigi Metode Horizontal, Vertical Dan Roll Terhadap
Penurunan Plak Pada Anak Usia 9-11 Tahun
Destiya Dewi Haryanti, Rosihan Adhani, Didit Aspriyanto, Ike Ratna Dewi … 150-154
10. Tingkat nursing mouth caries anak 2-5 tahun Di puskesmas cempaka banjarmasin
Nadya Novia Sari, Rosihan Adhani, Didit Aspriyanto, Teguh Hadiyanto …… 155-161
11. Efektivitas Ekstrak Etanol Daun Pepaya (Carica Papaya) 100% Terhadap Waktu
Penyembuhan Luka
Eka Oktavia Ruswanti, Cholil, Bayu Indra Sukmana…………………….……. 162-166
12. Efektivitas Penggunaan Infusum Daun Sirih (Piper Betle Linn) 50% dan 100%
Sebagai Obat Kumur Terhadap Peningkatan Ph Dan Volume Saliva
Dea Raissa Pratiwi, Deby Kania Tri Putri, Siti Kaidah ..………………………. 167-173
13. Gambaran Perawatan Saluran Akar Gigi Di Poli Gigi RSUD Ulin Banjarmasin
Maya Sagita, Cholil, Deby Kania Tri Putri………………………….….……….. 174-178
14. Perbandingan Efektifitas Obat Kumur Bebas Alkohol Yang Mengandung
Cetylpyridinium Chloride Dengan Chlorhexidine Terhadap Penurunan Plak
Dian Novita Sari, Cholil, Bayu Indra Sukmana ………………..………………. 179-183
15. Gambaran Klinis Xerostomia Pada Wanita Menopause Di Kelurahan Sungai
Paring Kecamatan Martapura
Raudah, Maharani Laillyza Apriasari, Siti Kaidah ………………….………... 184-188
16. Tingkat Kebutuhan Perawatan Periodontal Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru
Rona Permata Sari Y. H. Zein, Priyawan Rachmadi, Deby Kania Tri Putri … 189-195
17. Hubungan Tingkat Pengetahuan Pemakaian Protesa Dengan Pemakaian Protesa
Di RSUD Ulin Banjarmasin
Nadya Pramasanti, Rosihan Adhani, Bayu Indra Sukmana …...……………... 196-199
18. Insidensi Karies Gigi Pada Anak Usia Prasekolah Di TK Merah Mandiangin
Martapura Periode 2012-2013
Mirna Dara Mustika, Amy N. Carabelly, Cholil ……………………………… 200-204
19. Perbandingan Perubahan Warna Heat Cured Acrylic Basis Gigi Tiruan Yang
Direndam Dalam Klorheksidin Dan Effervescent (Alkaline Peroxide)
Yordan Kangsudarmanto, Priyawan Rachmadi, I Wayan Arya KF ………..... 205-209
20. Uji Sitotoksisitas Ekstrak Metanol Batang Pisang Mauli (Musa Sp) Terhadap Sel
Fibroblas BHK (Baby Hamster Kidney) 21
Maharani Laillyza Apriasari, Rosihan Adhani, Diah Savitri......................
210-214
110

DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 2. September 2014

Laporan Penelitian

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN WANITA HAMIL DENGAN PERILAKU


KESEHATAN GIGI DAN MULUT
DI POLI KANDUNGAN RSUD BANJARBARU

Muhsinah, Emma Yuniarrahmah, Bayu Indra Sukmana


Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin

ABSTRACT

Background: Pregnant women are one of the group whose oral health vulnerable to oral disease. The
research have claimed that level of knowledge, attitudes, and behavior of pregnant women can affect their dental
oral health. Some dental oral problem that can occur in pregnant women are pregnancy gingivitis, periodontitis
pregnancy, pregnancy tumor, dental erosion, dental caries and teeth mobility. Purpose: The purpose of this
research was to determine the correlation between knowledge level of pregnant women with dental oral health
behaviors in obstetric and gynecology polyclinic of RSUD Banjarbaru. Methods: This study used quantitative
methods. Samples were taken by purposive sampling method with total 60 pregnant women. Results: The
categorization result of dental oral health knowledge in obstetric and gynecology polyclinic of RSUD
Banjarbaru were obtained that there was no subject (0%) that in low category, 53 person subject (88,33%) in
moderate category and 7 person subject (11,67%) in high category. The categorization result of dental oral
health behavior in obstetric and gynecology polyclinic of RSUD Banjarbaru were obtained that there was no
subject (0%) that in bad category, 44 person subject (73,33%) in moderate category and 16 person subject
(26,67%) in good category. The correlation knowledge level of pregnant women with dental and oral health
behaviors with Spearman statistical test were obtained p value = 0.029 (p <0.05). Conclusion: Based on the
results of this study concluded that there was a significant correlation between knowledge level of pregnant
women and dental oral health behavior.

Keywords : pregnant women, knowledge, behavior, dental and oral disease

ABSTRAK

Latar Belakang: Wanita hamil merupakan salah satu kelompok yang rentan akan penyakit gigi dan
mulut. Beberapa penelitian menyatakan bahwa tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku wanita hamil dapat
mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut. Adapun efek kehamilan pada kesehatan rongga mulut, antara lain:
gingivitis kehamilan, periodontitis kehamilan, tumor kehamilan, erosi gigi, karies gigi, dan mobilitas gigi.
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan tingkat pengetahuan wanita hamil dengan perilaku
kesehatan gigi dan mulut di poli kandungan RSUD Banjarbaru. Metode: Penelitian ini menggunakan metode
kuantitatif. Sampel diambil dengan metode purposive sampling sebanyak 60 orang wanita hamil. Hasil: Hasil
kategorisasi pengetahuan kesehatan gigi dan mulut wanita hamil di poli kandungan RSUD Banjarbaru
didapatkan tidak ada subjek (0%) berada pada kategori rendah, 53 orang subjek (88,33%) kategori sedang dan
7 orang subjek (11,67%) berada pada kategori tinggi. Hasil kategorisasi perilaku kesehatan gigi dan mulut
wanita hamil di poli kandungan RSUD Banjarbaru didapatkan tidak ada subjek (0%) berada pada kategori
buruk, 44 orang subjek (73,33%) kategori sedang dan 16 orang subjek (26,67%) berada pada kategori baik.
Hubungan tingkat pengetahuan wanita hamil dengan perilaku kesehatan gigi dan mulut diperoleh nilai p=0,029
(p<0,05). Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara tingkat pengetahuan wanita hamil dengan perilaku kesehatan gigi dan mulut.
Kata-kata kunci: wanita hamil, pengetahuan, perilaku, penyakit gigi dan mulut

Korespondensasi: Muhsinah, Program Studi Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Universitas Lambung
Mangkurat, Jl. Veteran 128B, Banjarmasin 70249, Kalimantan Selatan, e-mail: muhsinah.m3s2@yahoo.co.id
Muhsinah : Hubungan Tingkat Pengetahuan Wanita Hamil 111

PENDAHULUAN dengan kesehatan gigi dan mulut. Seluruh wanita


hamil pada penelitian ini, semuanya tidak ada yang
Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga mengubah cara membersihkan dan memelihara
(SKRT) tahun 2001, 60% penduduk Indonesia kesehatan gigi dan mulut.9 Hasil penelitian tersebut
menderita penyakit gigi dan mulut, dan salah menunjukkan bahwa kurangnya pengetahuan dan
satunya adalah penyakit periodontal sebesar perilaku wanita hamil terhadap pemeliharaan
87,84%.1 Menurut Riskesdas tahun 2007, penduduk kesehatan gigi dan mulut. Kurangnya pemeliharaan
bermasalah gigi dan mulut di Provinsi Kalimantan kesehatan gigi dan mulut akan menyebabkan
Selatan 29,2% dan khusus untuk kota Banjarbaru terjadinya penyakit gigi dan mulut.3Penelitian ini
yang mengalami masalah gigi dan mulut sebesar bertujuan untuk mengetahui pengetahuan wanita
15,9%.2 Peningkatan prevalensi ini terjadi seiring hamil mengenai kesehatan gigi dan mulut,
dengan meningkatnya usia dan gejala yang mengetahui perilaku kesehatan gigi dan mulut dan
dijumpai pada seluruh populasi, dan salah satu mengetahui hubungan tingkat pengetahuan wanita
kelompok yang rentan terhadap masalah ini adalah hamil dengan perilaku kesehatan gigi dan mulut.
kelompok wanita hamil. Kehamilan adalah suatu
proses alamiah, yang melibatkan perubahan BAHAN DAN METODE
fisiologi, anatomi dan hormonal. Efek perubahan
hormonal pada wanita hamil akan mempengaruhi Penelitian ini dilaksanakan di Poli
hampir semua sistem organ, termasuk rongga Kandungan RSUD Banjarbaru pada bulan Juli-
mulut.1,3 Agustus 2013. Penelitian ini menggunakan metode
Beberapa studi menyatakan bahwa efek penelitian kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini
perubahan hormonal akan mempengaruhi kesehatan adalah seluruh wanita hamil yang datang ke poli
gigi dan mulut wanita hamil, 27-100% wanita kandungan RSUD Banjarbaru pada bulan Juli-
hamil mengalami gingivitis dan 10% mengalami Agustus 2013. Pengambilan sampel dilakukan
granuloma piogenik. Lesi mukosa oral lebih sering secara Purposive Sampling. Sampel yang
terjadi pada wanita hamil daripada wanita yang digunakan adalah 60 orang wanita hamil yang
tidak hamil.4 Penelitian yang dilakukan Apriasari berkunjung pada periode Juli-Agustus 2013.
dan Hasbullah. di poli kebidanan RSUD Banjarbaru Kriteria inklusi dalam penelitan ini adalah wanita
tahun 2012, melaporkan wanita hamil dengan hamil pengunjung Poli Kandungan RSUD
gingivitis gravidarum 30,2 % dan epulis Banjarbaru dan wanita hamil yang bersedia mengisi
gravidarum 7,5 % dari 53 wanita hamil.5 Pada kuesioner.
penelitian Wirawan pada tahun 2012 di RSUD Instrumen (alat ukur) yang digunakan pada
Banjarbaru, dilaporkan prevalensi gingivitis pada penelitian ini adalah kuesioner. Jumlah item yang
wanita hamil sebesar 40,5% dari total 42 wanita telah dinyatakan valid dan reliabel untuk tingkat
hamil.6 Hal ini disebabkan karena perubahan pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut
hormonal dan vaskular yang menyertai dengan wanita hamil sebanyak 20 item dan jumlah item
kehamilan akan memperberat respon gingiva untuk perilaku kesehatan gigi dan mulut wanita
terhadap plak bakteri. Pemeliharaan kesehatan gigi hamil 24 item. Penilaian skala pengetahuan dan
dan mulut akan mengurangi insidensi gingivitis perilaku menggunakan pengukuran skala Likert,
selama kehamilan.4,7 Menurut penelitian yang yang dimodifikasi menjadi empat alternatif
dilakukan Santoso dkk. tahun 2009, penyakit jawaban. Skor untuk pernyataan positif adalah
periodontal seperti gingivitis yang tidak dirawat SS=3, S=2, TS=1, STS=0, sedangkan skor
pada wanita hamil merupakan salah satu faktor pernyataan negatif SS=0, S=1, TS=2, STS=3.
resiko bayi berat badan lahir rendah (BBLR) Alat ukur diuji validitas dan reliabilitas
kurang bulan. Hasil analisis data menunjukkan sebelum penelitian. Uji validitas alat ukur skala
bahwa responden dengan kebersihan mulut kurang, pengetahuan kesehatan gigi dan mulut dan perilaku
mempunyai risiko 2,55 kali melahirkan bayi BBLR kesehatan gigi dan mulut pada penelitian ini
kurang bulan dibandingkan dengan responden menggunakan Corrected Item- Total Correlation
dengan kebersihan mulut baik.8 dan uji reliabilitas skala pengetahuan kesehatan gigi
Pada penelitian terhadap 320 wanita hamil dan mulut dan perilaku kesehatan gigi dan mulut
di Iran tahun 2008 didapatkan hanya 5,6% sampel menggunakan Alpha Cronbach. Uji validitas dan
yang memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi, reliabilitas kuesioner dilakukan dengan bantuan
30% sampel yang bersikap baik terhadap kesehatan program komputer. Subjek penelitian mengisi
dan 34,4% sampel yang memiliki perilaku informed concent sebelum mengisi kuesioner.
kesehatan yang baik (3). Hasil penelitian Diana di Pengisian kuesioner oleh subjek didampingi oleh
Indonesia tahun 2009 menyebutkan bahwa hanya peneliti. Kuesioner yang terkumpul kemudian
sedikit (38%) wanita hamil yang mengetahui dilakukan pengolahan dan analisis data. Analisis
hubungan antara kehamilan dengan kesehatan gigi data yang digunakan untuk mengetahui hubungan
dan mulut. Selebihnya (43%) wanita hamil tingkat pengetahuan wanita hamil dengan perilaku
menjawab tidak ada hubungan antara kehamilan
112 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 110 - 114

kesehatan gigi dan mulut di poli kandungan RSUD sebesar 0,001 (p<0.05) dan perilaku 0,033 (p<0,05).
Banjarbaru menggunakan uji kolerasi Spearman. Disimpulkan bahwa data pada variabel pengetahuan
kesehatan gigi dan mulut dan perilaku kesehatan
HASIL PENELITIAN gigi dan mulut tidak berdistribusi normal.
Pengujian hipotesis dilakukan dengan
Hasil kategorisasi data variabel menggunakan uji korelasi Spearman karena data
pengetahuan kesehatan gigi dan mulut dan variabel tidak berdistribusi normal. Hasil analisis Spearman
perilaku kesehatan gigi dan mulut dapat dilihat (r) menunjukkan bahwa hubungan antara tingkat
pada Gambar 1 dan 2. pengetahuan wanita hamil dengan perilaku
kesehatan gigi dan mulut sebesar r = 0,283 dengan
p = 0,029 (p<0,05). Data menunjukan adanya arah
yang positif (nilai r positif) yang berarti semakin
tinggi pengetahuan wanita hamil maka semakin
baik perilaku kesehatan gigi dan mulut. rendahnya
pengetahuan wanita hamil akan diikuti perilaku
kesehatan gigi dan mulut yang buruk pula.

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini didapatkan bahwa


Gambar 1. Kategorisasi Data Variabel terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat
Pengetahuan Kesehatan Gigi dan pengetahuan wanita hamil dengan perilaku
Mulut kesehatan gigi dan mulut di Poli Kandungan RSUD
Banjarbaru. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori
Berdasarkan kategorisasi pada Gambar 1, yang dipaparkan oleh Notoatmodjo tahun 2007
maka didapatkan tidak ada subjek (0%) yang yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara
memiliki pengetahuan kesehatan gigi dan mulut pengetahuan dan perilaku seseorang. Penelitian
berada pada kategori rendah, 53 orang subjek Hajikazemi pada tahun 2008, juga menunjukan
(88,33%) memiliki pengetahuan kesehatan gigi dan adanya kolerasi antara pengetahuan dengan
mulut kategori sedang dan 7 orang subjek (11,67%) perilaku kesehatan gigi dan mulut. Perilaku mulai
memiliki pengetahuan kesehatan gigi dan mulut dibentuk dari pengetahuan atau ranah (domain)
berada pada kategori tinggi. Pengetahuan kognitif. Subjek atau individu mengetahui
dikategorikan rendah jika skor (x ≤ 24,95), sedang rangsangan yang berupa materi atau objek dari luar
jika skor (24,95< x ≤47,97), dan tinggi jika skor dirinya, kemudian terbentuk pengetahuan baru.
nilainya (35,05≤ x). Pengetahuan baru ini akan menimbulkan tanggapan
batin dalam bentuk sikap subjek terhadap objek
yang diketahuinya. Setelah rangsangan diketahui
dan disadari sepenuhnya, akan timbul tanggapan
lebih jauh lagi yaitu berupa tindakan terhadap
rangsangan. Pada kenyataannya, rangsangan yang
diterima subjek dapat langsung menimbulkan
tindakan terhadap rangsangan. Artinya seseorang
tidak harus mengetahui makna dari rangsangan
terlebih dahulu, dengan kata lain untuk bertindak
tidak harus dilandasi dengan pengetahuan dan sikap
terlebih dahulu. Hal itu didukung oleh beberapa
Gambar 2. Kategorisasi Data Variabel Perilaku
penelitian mengenai pengetahuan dan perilaku.3,10,11
Kesehatan Gigi dan Mulut
Perilaku yang dilandasi oleh pengetahuan
lebih langgeng dibandingkan yang tanpa dilandasi
Berdasarkan kategorisasi pada Gambar 2,
pengetahuan. Pengetahuan kesehatan gigi dan
maka didapatkan tidak ada subjek (0%) memiliki
mulut diperoleh secara alami maupun secara
perilaku kesehatan gigi dan mulut berada pada
terencana yaitu melalui pendidikan kesehatan gigi
kategori buruk, 44 orang subjek (73,33%) memiliki
dan mulut. Beberapa faktor yang mempengaruhi
perilaku kesehatan gigi dan mulut kategori sedang
pengetahuan antara lain: usia, intelegensi,
dan 16 orang subjek (26,67%) memiliki perilaku
lingkungan, sosial budaya, pendidikan, informasi
kesehatan gigi dan mulut berada pada kategori baik.
dan pengalaman. Seseorang yang memiliki tingkat
Perilaku dikategorikan buruk jika skor (x ≤ 25,03),
pendidikan yang tinggi akan memiliki pengetahuan
sedang jika skor (25,03< x ≤47,97), dan tinggi jika
dan sikap yang baik tentang kesehatan sehingga
skor nilainya (47,97≤ x).
akan mempengaruhi perilakunya untuk hidup
Hasil uji normalitas menggunakan
sehat.11
Kolmogorov-Smirnov Test untuk pengetahuan
Muhsinah : Hubungan Tingkat Pengetahuan Wanita Hamil 113

Banyak orang yang keliru memilih cara DAFTAR PUSTAKA


pengobatan yang tepat, disebabkan mereka tidak
tahu tentang penyebab penyakit dan upaya 1. Ekaputri N dan Sjahruddin FLD. Hubungan
pencegahannya. Pengetahuan yang rendah terhadap perilaku wanita hamil dalam membersihkan
kesehatan gigi dan mulut dapat menjadi faktor gigi dan mulut dengan kedalaman poket
predisposisi timbulnya penyakit gigi dan mulut. periodontal selama masa kehamilan. M I
Pada kenyataannya, informasi yang diterima subjek Kedokteran Gigi. 2005; 62: 90-2.
dapat langsung menimbulkan tindakan terhadap 2. Badan Penelitian dan Pengembangan
rangsangan itu. Artinya wanita hamil tidak harus Kesehatan Departemen Kesehatan Republik
mengetahui makna dari rangsangan itu terlebih Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar
dahulu untuk melakukan suatu tindakan. Perilaku Provinsi Kalimantan Selatan. Badan Penelitian
kesehatan gigi dan mulut wanita hamil merupakan dan Pengembangan Kesehatan Departemen
respon terhadap stimulus yang berhubungan dengan Kesehatan Republik Indonesia. 2007. p.
konsep sehat, sakit dan penyakit.11,12 116,119.
Hubungan perilaku yang berupa tindakan 3. Hajikazemi E, Fateme O, Shoaleh HM, Soghra
dengan pengetahuan, kepercayaan dan persepsi N, and Hamid H. The relationship between
dijelaskan oleh Rosenstock pada tahun 1974 dalam knowledge, attitude, and practice of pregnant
Health Belief Model bahwa kepercayaan seseorang women about oral and dental care. Euro J,
terhadap timbulnya penyakit dan potensi penyakit, 2008; 24 (4): 556-61.
akan menjadi dasar seseorang melakukan tindakan 4. Sarifakioglu E, Gunduz C, and Gorpelioglu.
pencegahan atau pengobatan terhadap penyakit Oral mucosa manifestations in 100 pregnant
tersebut. Pada saat hamil gigi menjadi mudah versus non-pregnant patients: an
mengalami kerusakan, ibu hamil dapat melakukan epidemiological observational study (abstract).
pencegahan dengan mengosok gigi minimal 2 kali EDJ. 2006; 16 (6): 674.
sehari, berkumur-kumur sehabis muntah dan 5. Apriasari, ML dan Irnamanda DH. Prevalensi
kontrol ke dokter gigi minimal 1 kali selama masa gingivitis dan epulis gravidarum pada wanita
kehamilan.11 Upaya agar masyarakat berperilaku hamil trimester ke tiga di RSUD Banjarbaru
atau mengadopsi perilaku kesehatan dengan cara (Januari-Juni 2012). Dentino. 2013;1(3): 129-
persuasi, bujukan, himbauan ajakan, pemberian 125
informasi, memberikan kesadaran dan sebagainya. 6. Wirawan, P. Prevalensi gingivitis pada wanita
Dampak yang timbul dari cara ini terhadap hamil di rumah sakit umum daerah Banjarbaru
perubahan perilaku masyarakat terutama wanita bulan Juni-Agustus 2012. Skripsi.
hamil akan memakan waktu lama, namun bila Banjarmasin: FK Unlam.2012. p.26
perilaku tersebut berhasil diadopsi masyarakat 7. Habashneh, Guthmiller JM, Levy S, Jonhson
maka perilaku sehat selama hidup dilakukan.13 GK, Sequier C, Dawson DV, and Fang Q.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Factors related to utilization of dental services
dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat hubungan during pregnancy. J Clin Periodontal, 2005;
yang bermakna antara tingkat pengetahuan wanita 32(7): 815-6.
hamil dengan perilaku kesehatan rongga mulut di 8. Santoso O, Wildam ASR dan Dwi
Poli Kandungan RSUD Banjarbaru. Hasil Retroningrum. Hubungan kebersihan mulut
penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan dan gingivitis ibu hamil terhadap kejadiaan
kesadaran masyarakat dan tenaga kesehatan bayi berat badan lahir rendah kurang bulan di
mengenai pentingnya kesehatan gigi dan mulut RSUP Dr. Kariadi Semarang dan jejaringanya.
pada masa kehamilan, supaya wanita hamil tidak Media Medika Indonesiana. 2009; 43: 288-
hanya memperhatikan janin yang ada pada 293.
kandungannya tetapi juga memperhatikan 9. Diana, D. Pengetahuan, sikap, dan perilaku
kesehatan tubuh termasuk kesehatan gigi dan wanita hamil pengunjung poli ibu hamil (PIH)
mulut. Pada umumnya kehamilan berhubungan RSUD dr. Pirngadi Medan terhadap kesehatan
dengan rongga mulut, karena apabila kesehatan gigi dan mulut selama masa kehamilan periode
rongga mulut tidak diperhatikaan pada masa November-Desember 2009. Skripsi. Medan:
kehamilan maka akan terjadi kelainan-kelainan FKG USU. 2009. p: 42-47.
rongga mulut seperti gingivitis kehamilan, 10. Kholid, A. Promosi kesehatan: dengan
periodontitis, epulis gravidarum, karies, dan bayi pendekatan teori perilaku, media dan
lahir BBLR akibat terjadinya ketidakseimbangan aplikasinya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
hormon wanita dan adanya faktor-faktor iritasi 2012. p. 17-26.
lokal dalam rongga mulut. 11. Notoatmodjo S,1900 dalam Budiharto.
Pengantar ilmu perilaku kesehatan dan
pendidikan kesehatan gigi. Jakarta: EGC.
2010. p. 1-2,6,7,24.
114 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 110 - 114

12. Hasibuan, S. Perawatan dan pemeliharaan


kesehatan gigi-mulut pada masa kehamilan.
Medan: USU digital library. 2004. p.1-6.
13. Notoatmodjo S. Pendidikan dan Perilaku
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. 2003.p.13.
115

DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 2. September 2014

Laporan Penelitian

PREVALENSI PENYAKIT PERIODONTAL PADA PEROKOK DI LINGKUNGAN


BATALYON INFANTERI 621/MANUNTUNG BARABAI HULU SUNGAI TENGAH

Zuhda Febrina Ramadhani, Deby Kania Tri Putri, Cholil


Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin

ABSTRACT

Background: Periodontal disease is a periodontal tissues disease of the teeth characterized by the
presence of inflammatory gingival, periodontal pockets, and gingival recession. Plaque, calculus and bacteria
accumulation is a major cause of periodontal disease, while the predisposing factors are smoking, stress, and
alcohol. Smoking can cause damage of periodontal tissues and affect to the salivary antibodies (IgA) against the
bacteria causing neutralize disruption the bacteria in the mouth. The heat from the burning cigarette can cause
vascularization disruption and secretion of salivary. Cigarettes contain danger toxic that interfere with health.
Purpose: This study was to determine the prevalence of periodontal disease of smokers in the infantry battalion
621/manuntung Barabai, Hulu Sungai Tengah. Methods: This study was an observational descriptive study
obtained from the history and clinical examination of the teeth 16, 21, 24, 36, 41, 44 and account with
Periodontal disease index method. Screening was done to 45 samples that have been adapted to the inclusion
criteria. Results: The results were obtained as 16 people or 35,6% were normal, 27 people or 60% with
gingivitis, and 2 people or 4,4% with periodontitis. Based on the group of age at 20-30 years old was high
gingivitis which is 46,7% (21 people), while the condition periodontitis in the group of age at 30-40 years old
4,4% (2 people). Conclusion: The research concluded the prevalence of periodontal disease of smoker in the
infantry batalyon 621/Manuntung Barabai, Hulu Sungai Tengah more gingivitis than periodontitis.

Keywords: prevalence, periodontal disease, smoking, periodontal disease index

ABSTRAK

Latar Belakang: Penyakit periodontal adalah suatu penyakit pada jaringan pendukung gigi yang
ditandai dengan adanya inflamasi gingiva, poket periodontal, dan resesi gingival. Plak, akumulasi kalkulus dan
bakteri merupakan penyebab utama terjadinya penyakit periodontal, sedangkan faktor predisposisinya yaitu
merokok, stres, dan mengkonsumsi alkohol. Merokok dapat menyebabkan kerusakan periodontal. merokok dapat
mempengaruhi antibodi dalam saliva (IgA) terhadap bakteri sehingga terjadi gangguan dalam menetralisir
bakteri di dalam mulut. Panas yang ditimbulkan dari pembakaran rokok dapat menyebabkan gangguan
vaskularisasi dan sekresi saliva. Kandungan yang terdapat di dalam rokok mengandung toksik yang berbahaya
yang mengganggu kesehatan. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi penyakit
periodontal pada perokok di lingkungan batalyon infanteri 621/Manuntung Barabai, Hulu Sungai Tengah.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional yang diperoleh dari hasil anamnesa dan
pemeriksaan klinis pada gigi 16, 21, 24, 36, 41, 44 dan dihitung dengan indeks penyakit periodontal.
Pemeriksaan ini dilakukan pada 45 sampel yang sudah disesuaikan dengan kriteria inklusi. Hasil: Hasil
penelitian diperoleh sebanyak 16 orang atau 35,6% normal, 27 orang atau 60% mengalami gingivitis, dan 2
orang atau 4,4% mengalami periodontitis. Berdasarkan kelompok umur, pada golongan usia 20-30 tahun lebih
banyak mengalami gingivitis yaitu 46,7% (21 orang), sedangkan kondisi periodontitis ada di golongan usia 30-
40 tahun yaitu 4,4% (2 orang). Kesimpulan: Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa prevalensi
penyakit periodontal pada perokok di lingkungan batalyon infanteri 621/Manuntung Barabai, Hulu Sungai
Tengah lebih banyak mengalami gingivitis dibandingkan periodontitis.
116 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 115 - 119

Kata-kata kunci: prevalensi, penyakit periodontal, merokok, indeks penyakit periodontal

Korespondensi: Zuhda Febrina Ramadhani, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat, Jalan Veteran 128 B, Banjarmasin, KalSel, email: Febe_Bebbe@yahoo.com

PENDAHULUAN mengakibatkan terjadinya gingivitis yang dapat


berlanjut menjadi periodontitis. Kondisi
Jaringan periodontal adalah suatu jaringan periodontitis yang parah ditandai dengan hilangnya
yang mengelilingi dan mendukung gigi. Struktur perlekatan gingiva dengan gigi sehingga terjadi
jaringan periodontal terdiri dari gingiva, ligamen resesi gingiva serta kehilangan tulang alveolar dan
periodontal, tulang alveolar dan sementum. Gingiva gigi yang diakibatkan akumulasi sel-sel inflamasi
adalah bagian mukosa rongga mulut yang menutupi kronis.9
tulang alveolar dan berfungsi melindungi jaringan Berbagai jenis rokok dan seringnya
di bawahnya. Gingiva normal memiliki warna frekuensi merokok telah terbukti mempunyai
merah muda, konsistensi yang kenyal dan tekstur hubungan kuat dengan status jaringan gingiva,
stippling atau seperti kulit jeruk. Ligamen kerusakan jaringan periodonsium serta tingkat
periodontal adalah jaringan konektif yang keparahan periodontitis.9 Hasil penelitian
mengelilingi gigi dan mengikatnya ke tulang. sebelumnya menyatakan bahwa perokok lebih
Ligamen periodontal berfungsi melindungi rentan mengalami gingivitis dan periodontitis atau
pembuluh darah dan saraf, perlekatan gigi terhadap kerusakan jaringan periodonsium 2-7 kali lebih
tulang dan pertahanan benturan keras akibat besar dibanding yang bukan perokok. Risiko ini
tekanan oklusal. Tulang alveolar adalah jaringan ditemukan lebih tinggi terjadi pada kelompok
keras yang tersusun dari lapisan-lapisan tulang perokok dewasa muda berusia 20-33 tahun.6
yang berfungsi sebagai penyangga gigi. Sementum Berdasarkan Riset Kesehatan di Kalimantan Selatan
adalah bagian yang menyelimuti akar gigi, bersifat (RISKESDAS,2007) menyatakan bahwa perokok
keras, tidak memiliki pembuluh darah dan lebih banyak ditemukan pada pekerja dan jumlah
berfungsi sebagai perlekatan ligamen periodontal.1,2 rokok yang dikonsumsi lebih tinggi di perdesaan
Gingivitis dan periodontitis merupakan dibandingkan di perkotaan.10
penyakit periodontal yang sering ditemui. Tomar dan Asma (1999) dari National
Gambaran klinis dari gingivitis atau inflamasi Health and Nutrition Examination Survey III
gingiva yaitu gingiva berwarna merah sampai (NHANES) menyatakan bahwa perokok yang
kebiruan dengan pembesaran kontur gingiva karena mengisap lebih dari 9 batang rokok per hari
edema dan mudah berdarah jika diberikan stimulasi kemungkinan untuk menderita periodontitis lebih
seperti saat makan dan menyikat gigi.3 Periodontitis besar 2,8 kali dibandingkan bukan perokok.
adalah suatu infeksi campuran dari mikroorganisme Menurut Sitepoe (2000) berdasarkan dari jumlah
yang menyebabkan infeksi dan peradangan jaringan rokok yang dikonsumsi setiap hari, perokok dibagi
pendukung gigi, biasanya menyebabkan kehilangan menjadi empat bagian7:
tulang dan ligamen periodontal. 4 1) Perokok ringan adalah seseorang yang
Plak dan akumulasi kalkulus serta bakteri mengkonsumsi rokok antara 1-10 batang per
merupakan penyebab utama terjadinya penyakit hari
periodontal. Faktor predisposisi penyakit 2) Perokok sedang adalah seseorang yang
periodontal yaitu merokok, sering mengkonsumsi mengkonsumsi rokok antara 11-20 batang per
alkohol, dan stres.5,6 Penelitian sebelumnya hari
menyatakan bahwa peradangan pada peridodontal 3) Perokok berat adalah seseorang yang
akan semakin parah jika kondisi oral hygiene mengkonsumsi rokok lebih dari 20 batang per
buruk, dan mempunyai riwayat penyakit sistemik hari
seperti diabetes mellitus.7,8 4) Perokok sangat berat adalah perokok yang
Kebiasaan merokok menyebabkan mengkonsumsi lebih dari 30 batang per hari
perubahan vaskularisasi dan sekresi saliva akibat
panas yang dihasilkan oleh asap rokok. Perubahan Ketergantungan terhadap tembakau menjadi
vaskularisasi akibat merokok menyebabkan dilatasi epidemiologi secara global yang dapat
pembuluh darah kapiler dan infiltrasi agen-agen menyebabkan penyakit dan kematian. Menurut
inflamasi sehingga dapat terjadi pembesaran pada World Health Organization (WHO) sepertiga dari
gingiva. Kondisi ini diikuti dengan bertambahnya 1,3 milyar perokok di dunia berasal dari populasi
jumlah limfosit dan makrofag. Tar yang terkandung berusia 15 tahun ke atas. Konsumsi rokok di
dalam rokok dapat mengendap pada gigi dan Indonesia dalam 30 tahun terakhir meningkat tajam,
menyebabkan permukaan gigi menjadi kasar, pada tahun 1970 pemakaian rokok berkisar 33
sehingga mudah dilekati plak dan bakteri. Invasi miliar batang per tahun dan menjadi 230 miliar
kronis bakteri plak di bawah margin gingival batang pada 2006. Tingkat konsumsi rokok di
Ramadhani : Prevalensi Penyakit Periodontal Pada Perokok 117

Indonesia menempati urutan lima besar dunia.12,13 diperiksa. Jika hasil akhir menunjukkan berada
Berdasarkan Riset kesehatan (RISKESDAS) tahun pada 1-3 maka dikategorikan gingivitis dan jika
2007 laki-laki perokok di Kalimantan Selatan berada pada 4-6 maka dikategorikan periodontitis.
mencapai 54,5% dengan jumlah konsumsi rokok Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, alat
yang lebih tinggi pada kalangan pekerja dan daerah diagnostik (kaca mulut, sonde half moon,
perdesaan. 10 ekskavator, dan pinset), probe periodontal (WHO)
Sampai sekarang belum terdapat data yang memiliki kalibrasi dalam millimeter,
mengenai angka kejadian penyakit periodontal nierbekken, alkohol, tisu, dan larutan klorin.
akibat merokok pada usia dewasa muda di daerah Sebelum penelitian dilaksanakan terlebih
Kalimantan Selatan. Berdasarkan beberapa dahulu dilakukan studi pendahuluan di Batalyon
penelitian sebelumnya maka peneliti merasa tertarik Infanteri 621/Manuntung Barabai, Hulu Sungai
untuk melakukan penelitian di kalangan pekerja Tengah, kemudian dilakukan proses perizinan.
usia muda. Penelitian ini diharapkan dapat Prosedur selanjutnya subyek penelitian akan
memberikan gambaran angka kejadian penyakit berkumpul di tempat yang telah disediakan. Peneliti
periodontal akibat merokok di kalangan pekerja memberikan penjelasan tentang manfaat dan
usia dewasa muda. Menurut hasil dari studi prosedur penelitian dan melakukan anamnesa serta
pendahuluan yang telah dilakukan diketahui memberikan lembar informed consenst sebagai
beberapa prajurit dengan rentang usia 20-40 tahun tanda persetujuan menjadi subjek penelitian.
di Batalyon Infanteri 621/Manuntung Barabai, Hulu Kemudian dilakukan pemeriksaan menggunakan
Sungai Tengah memiliki kebiasaan merokok. periodontal disease index. Data yang didapat dari
Beberapa diantaranya pernah ada yang hasil pemeriksaan menggunakan periodontal
mengeluhkan gingivanya terkadang bengkak. disease index kemudian dicatat. Data yang telah
Kondisi tersebut mungkin ada kaitannya dengan didapatkan kemudian ditabulasi atau dimasukkan
kebiasaan merokok yang sering dilakukan. ke dalam tabel serta disajikan dalam persentase.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
prevalensi penyakit periodontal pada perokok di HASIL PENELITIAN
Lingkungan Batalyon Infanteri 621/Manuntung
Barabai, Hulu Sungai Tengah. Hasil penelitian tentang prevalensi penyakit
periodontal pada perokok di Lingkungan Batalyon
BAHAN DAN METODE Infanteri 621/Manuntung Barabai, Hulu Sungai
Tengah dapat dilihat pada Tabel 1.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif
observasional. Data diperoleh dari hasil anamnesa Tabel 1 Persentase penyakit periodontal pada
dan pemeriksaan klinis pada rongga mulut perokok perokok di lingkungan batalyon infanteri
di lingkungan Batalyon Infanteri 621/ Manuntung 621/Manuntung Barabai, Hulu Sungai Tengah
Barabai, Hulu Sungai Tengah. Populasi dalam
penelitian adalah laki-laki perokok di lingkungan No Kondisi Klinis Frekuensi Persentase
Batalyon Infanteri 621/Manuntung Barabai, Hulu (orang) (%)
Sungai Tengah. Sampel pada penelitian ini diambil
dengan purposive sampling. Sampel adalah 1 Normal 16 35,6
sebagian laki-laki perokok di lingkungan Batalyon
Infanteri 621/Manuntung Barabai, Hulu Sungai 2 Gingivitis 27 60,0
Tengah. Kriteria inklusi : Laki-laki perokok berusia
20-40 tahun, perokok ringan (dengan ketentuan 3 Periodontitis 2 4,4
merokok lebih dari 9 batang per hari) – Perokok
sedang, merokok selama ≥ 2 tahun, merokok jenis
filter dan menggosok gigi minimal 2 kali sehari. Jumlah 45 100
Kriteria ekslusi: menggunakan gigi tiruan,
mengkonsumsi minuman beralkohol,
mengkonsumsi obat tertentu (phenytoin, Berdasarkan Tabel 1 diketahui angka
cyclosporine A) dan memiliki penyakit sistemik. kejadian penyakit periodontal pada perokok di
Penelitian ini menggunakan perhitungan lingkungan batalyon infanteri 621/Manuntung
dengan periodontal disease index. Indeks ini Barabai, Hulu Sungai Tengah berupa gingivitis
digunakan untuk memeriksa keparahan inflamasi yaitu 27 orang atau sebesar 60%. Jumlah yang
gingiva dan hilangnya perlekatan jaringan mengalami periodontitis yaitu 2 orang atau sebesar
pendukung gigi. Penilaian menggunakan enam gigi 4,4% dan jumlah yang normal yaitu 16 orang atau
yang disebut Ramfjord’s teeth yaitu, 16, 21, 24, 36, sebesar 35,6%. Hal ini menunjukkan dari sejumlah
sampel yang diperiksa lebih dari setengahnya
41, dan 44. Skor indeks periodontal tiap individu
masuk dalam kategori gingivitis setelah dilakukan
didapat dengan menambah semua skor gigi
pemeriksaan dan perhitungan skor akhir.
kemudian dibagi dengan jumlah gigi yang
118 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 115 - 119

Tabel 2 Persentase penyakit periodontal terhadap rokok dapat merubah vaskularisasi gingiva yang
usia di lingkungan Batalyon Infanteri pada akhirnya menyebabkan inflamasi, ternyata
621/Manuntung Barabai, Hulu Sungai Tengah merokok juga dapat menyebabkan perlekatan plak
lebih mudah sehingga memicu terjadinya inflamasi
Kondisi Usia Total gingiva. Pada penelitiannya, Mullaly (2004)
periodontal 20-30 31-40 menemukan perokok muda lebih banyak
tahun tahun mengalami gingival bleeding dibanding bukan
perokok, selain karena faktor merokok hal ini juga
n % n % N %
disebabkan oleh tingginya level kalkulus dan plak
Normal 16 35.6 0 0 16 35.6 yang ditemukan pada perokok. Penelitian terdahulu
Gingivitis 21 46.7 6 13.3 27 60 oleh Mullaly di Northen Ireland menemukan dari
Periodontitis 0 0 2 4.4 2 4.4 82 responden perokok di kisaran usia 21 sampai 33
Total 37 82.2 8 17.8 45 100 tahun, 41% diantaranya mengalami gingivitis, hal
ini dikaitkan dengan penumpukan akumulasi plak
dan kalkulus akibat kebiasaan merokok.16
Berdasarkan Tabel 2 diketahui pada usia 20 Hasil yang serupa juga terdapat dalam
sampai 30 tahun terdapat besar sampel sebanyak penelitian prevalensi penyakit periodontal di
82,2% (37 orang) dengan persentase normal yaitu lingkungan Batalyon Infanteri 621/manuntung
35,6% (16 orang) dan persentase gingivitis 46,67% Barabai, Hulu Sungai Tengah untuk kasus
(21 orang). Pada usia 31 sampai 40 tahun terdapat gingivitis didapatkan sebanyak 46,7% atau 21
besar sampel sebanyak 17,8% (8 orang). Penyakit orang di kisaran usia 20 sampai 30 tahun dan
periodontal pada kelompok umur tersebut terdiri 13,3% atau 8 orang di kisaran usia 31 sampai 40
dari gingivitis dengan persentase 13,3% (6 orang) tahun. Responden yang mengalami gingivitis
dan periodontitis dengan persentase 4,4% (2 orang). mengkonsumsi rokok antara 10 hingga 16 batang
per hari atau kira-kira satu kotak per hari dan dalam
jangka waktu 2-3 tahun. Pada beberapa responden
PEMBAHASAN lainnya gejala klinis gingivitis tampak pada satu
atau dua daerah gingiva saja sementara ada daerah
Menurut Tomar dan Asma (2000) dan Eddie gingiva lain respon peradangannya hilang dan
Kasim (2001) hubungan antara merokok dengan mulai terjadi resesi gingiva.
terjadinya penyakit periodontal tergantung pada Mullaly menyatakan periodontitis karena
dosis dan selang waktu merokok. Perokok yang merokok dapat terjadi akibat konsumsi rokok
merokok 9 batang per hari beresiko 3 kali lebih dengan dosis tinggi dan dalam jangka waktu yang
besar untuk terjadinya penyakit periodontal di lama. Tidak ditemukan kasus periodontitis pada
banding yang bukan merokok. Pada perokok yang perokok yang mengkonsumsi rokok kurang dari 5
merokok lebih dari 30 batang per hari beresiko 6 batang per hari dan memiliki kebiasaan merokok
kali lebih besar dibanding bukan perokok, sehingga kurang dari 3 tahun. Periodontitis mungkin terjadi
dapat dikatakan efek negatif dari merokok terhadap jika konsumsi rokok lebih dari 15 batang per hari
jaringan periodontal dipengaruhi jumlah rokok dan dalam jangka waktu lebih dari 10 tahun.16
yang dikonsumsi.15 Pada 16 orang lainnya atau sebesar 35,6% di
Dalam penelitian ini yang mengalami Batalyon Infanteri 621/Manuntung tidak termasuk
periodontitis terdapat pada kisaran usia 31 sampai dalam kategori gingivitis dan periodontitis.
40 tahun yakni sebanyak 4,4% atau 2 orang. Hal ini Berdasarkan hasil anamnesa yang dilakukan hal ini
dapat dihubungkan dengan lama dan jumlah dapat dihubungkan dengan jumlah atau dosis dari
merokok yang lebih besar.15 Berdasarkan hasil rokok yang dikonsumsi tidak melebihi 10 batang
anamnesa responden yang mengalami periodontitis per hari. Faktor lain yang mungkin berpengaruh
mengkonsumsi rokok lebih dari satu kotak per hari adalah penjagaan oral hygiene seperti
atau kira-kira berkisar antara 16 hingga 20 batang menggunakan obat kumur. Beberapa responden
per hari dan merokok dalam jangka waktu lebih lainnya juga menyatakan pernah beberapa kali
dari 5 tahun. memeriksakan giginya ke dokter. Menurut
Dalam jurnal Mullaly (2004) memuat Gunsolley obat kumur atau mouthwash dapat
tentang penelitian yang dilakukan oleh Hujoel digunakan untuk meningkatkan kebersihan rongga
menyatakan bahwa terjadinya kasus penyakit mulut. Juga mampu membunuh bakteri penyebab
periodontal akibat merokok di Amerika lebih sering karies, gingivitis, dan bau mulut.17
terjadi pada kisaran usia 30 sampai 39 tahun. Selain faktor penjagaan oral hygiene yang
Arowojolu dan Nwokorie menemukan prevalensi baik, ada kemungkinan faktor dari jenis rokok
terjadinya penyakit periodontal di Nigeria berupa berpengaruh dalam kondisi jaringan periodontal.
periodontitis adalah sebanyak 1,6% pada usia 34 Berdasarkan dari hasil anamnesa masing-masing
tahun. Mullaly juga menyatakan pada kasus responden menyatakan mengkonsumsi rokok
inflamasi gingiva karena merokok selain karena dengan merek yang berbeda. Dalam penelitiannya
Ramadhani : Prevalensi Penyakit Periodontal Pada Perokok 119

berkaitan dengan studi kadar nikotin dan tar oleh 7. Alamsyah R.M. Faktor-Faktor yang
Kusuma Ali dkk (2012) menemukan kadar nikotin Mempengaruhi Kebiasaan Merokok dan
dan tar yang berbeda pada setiap merek rokok jenis Hubungannya Dengan Status Penyakit
filter.25 Menurut Kusuma (2010) menyebutkan Periodontal di Kota Medan. Skripsi. Medan:
bahwa nikotin adalah salah satu bahan dari rokok Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
yang berkaitan dengan jaringan periodontal.14 Sumatera Utara. 2007.
Menurut Tirtosastro S dan Murdiyati (2010) dalam 8. Mealey L.B and Ocampo L.G. Diabetes
penelitiannya mengenai kandungan kimia dan Mellitus and Periodontal Disease. Journal
tembakau dan rokok juga menyatakan bahwa jenis Compilation 2007; 44:127-153.
tembakau yang digunakan juga mempengaruhi 9. Pejcic A, Obradovic R, Kesic L and Kojovic
kadar nikotin yang terkandung di dalamnya.19 D. Smoking and Periodontal Disease: A
Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan review. Medicine and Biology 2007. 14(2): 53
bahwa prevalensi penyakit periodontal pada – 9.
perokok di lingkungan batalyon infanteri 10. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS).
621/Manuntung Barabai, Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan: Laporan Hasil Kesehatan
paling banyak mengalami gingivitis yakni 60% (27 Dasar Provinsi Kalimantan Selatan. 2007.
orang), kemudian diikuti periodontitis yakni 4,4% 11. Eley B.M and Manson J.D. Periodontics.
(2 orang), sedangkan yang tidak mengalami USA: Philadelphia. 2004. p10-11,124-5.
penyakit periodontal yakni 35,6% (16 orang). 12. Gondodiputo S. Bahaya Tembakau dan
Berdasarkan kelompok umur, pada golongan usia Bentuk-Bentuk Sediaan Tembakau. Bandung:
20-30 tahun yang tidak mengalami penyakit Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
periodontal atau normal yakni 35,6% (16 orang), kedokteran Universitas Padjajaran Bandung.
gingivitis sebanyak 46,7% (21 orang) dan tidak ada 2007.
yang mengalami periodontitis atau 0 %. Pada 13. Curry C.M. Tobacco Use and Periodontal
golongan usia 30-40 tahun kondisi periodontal Disease. JCCC Honours Journal 2010; 1: 4-6.
normal adalah 0% atau tidak ada, gingivitis 14. Kusuma A.R.P. Pengaruh Merokok Terhadap
sebanyak 13,3% (6 orang) dan periodontitis Kesehatan Gigi dan Mulut. Jurnal Sultan
sebanyak 4,4% (2 orang). Agung Unissula 2010; (online), jilid 1, 1-6,
(http// www.unissula.ac.id, diakses 25
Februari 2013).
DAFTAR PUSTAKA 15. Kasim E. Merokok Sebagai Faktor Risiko
Terjadinya Penyakit periodontal. Skripsi.
1. Newman M.G, Takei H.H, Klokkevoid P.R Bagian Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut.
and Carranza F.A. Carranza’s Clinical Jakarta: Fakultas Trisakti. 2001.
Periodontology, 10th. St.Louis Missouri: 16. Mullaly BH. The Influence of Tobacco
Saunders Elsevier, 2006: p 46-7, 68, 72-75, Smoking on the Onset of Periodontitis in
116-120. Young Person. Divisi of Periodontics.
2. Campbell N.A, Reece J.B and Mitchell L.G. Queen’s University of Belfast. North Ireland.
Biology 5th ed vol.3. Jakarta: Erlangga. 2004 . 2004.
p81-2. 17. Gunsolley. A Meta Analysis of Six Month
3. Marcuschamer E, Hawley C.E, Israel S, Studies of Antiplaque and Antigingivitis
Romero D.M.R and Molina M.J. A Lifetime Agent. American Dental Association Journal
of Normal Hormonal Events and Their 2006; 137:1-4.
Impact on Periodontal Health. Perinatol 18. Kusuma Ali D, Yuwono S.S dan Wulan N.S.
Reprord Hum. 2009; 23:53. Studi Kadar Nikotin dan Tar Sembilan Merk
4. Carranza F.A, Newman M.G and Takkei H.H. Rokok Kretek Filter yang Beredar di Nganjuk.
Carranza’s Clinical Peridontology. 10th ed. Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian.
Philadelphia: Saunders. 2008. p495-9. Malang: Fakultas Teknologi Pertanian
5. Sham A, Cheung L, Jin L and Corbet E. The Universitas Brawijaya. 2012.
Effects of Tobacco Use on Oral Health. 19. Tirtosastro S dan Murdiyati A.S. Kandungan
Hongkong Med J. 2003; 9:271-77. Kimia Tembakau dan Rokok. Skripsi.
6. Dewi N.M. Peran Stres Terhadap Kesehatan Malang: Universitas Tribuana Tunggadewi
Jaringan Periodontal. Jakarta: EGC. 2010. p3- Malang. 2010.
4.
120

DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 2. September 2014

Laporan Penelitian

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PASTA GIGI HERBAL DENGAN


PASTA GIGI NON HERBAL TERHADAP PENURUNAN INDEKS PLAK
PADA SISWA SDN ANGSAU 4 PELAIHARI

Rizki Yulita Rahmah, Priyawan Rachmadi, Widodo


Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin

ABSTRACT

Background: Plaque control is an attempt to remove and prevent the plaque accumulation on the tooth
surface. Brushing teeth is an effective method in controlling plaque. Plaque control is equipped by additional
active ingredients in toothpaste form. The addition of herbal ingredients in toothpaste expected to inhibit the
growth of plaque because it has the ability to inhibit the growth of microbes Purpose: The purpose of this study
was to compare the effectiveness of herbal toothpaste and non herbal toothpaste in reducing plaque index.
Methods: This study was a quasi experimental design and used a nonrandomized control group pretest-posttest
design. Sampling was conducted by purposive sampling. Treatment was conducted by subject brushed their teeth
with non-herbal toothpaste twice a day for 5 days, then underwent washing periods for 7 weeks, and re-treated
brushed with herbal toothpaste for 5 days. Index plaque in each treatment was recorded by Patient Hygiene
Performance (PHP) methods. Results: The mean plaque index before treatment was 2.78 and the mean plaque
index after brushing the teeth with non-herbal toothpaste and herbal toothpaste respectively 2.19 and 1.47.
Mann-Whitney statistical test showed p=0.000 (p<0.05) that indicated a significant difference between the
reduction of plaque index after brushing with non herbal toothpaste and after brushing with herbal toothpaste.
Conclusion: Based on the research it can be concluded that there was differences in the effectiveness between
herbal toothpaste and non herbal toothpaste. Herbal toothpaste was more effective to reduce plaque index.

Key words: toothpaste, herbal, non-herbal, plaque index

ABSTRAK
Latar belakang: Pengendalian plak adalah upaya membuang dan mencegah penumpukan plak pada
permukaan gigi. Menyikat gigi merupakan metode yang efektif dalam mengendalikan plak. Kontrol plak
dilengkapi dengan penambahan jenis bahan aktif dalam bentuk pasta gigi. Penambahan herbal pada pasta gigi
diharapkan dapat menghambat pertumbuhan plak karena memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan
mikroba. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan efektivitas pasta gigi herbal dengan
pasta gigi non herbal terhadap penurunan indeks plak. Metode: Penelitian ini merupakan quasi experimental
dan menggunakan rancangan nonrandomized control group pretest posttest design. Pengambilan sampel
dilakukan dengan purposive sampling. Perlakuan yang diberikan adalah menyikat gigi menggunakan pasta gigi
non herbal dua kali sehari selama 5 hari, kemudian subjek penelitian menjalani washing periode selama 7
minggu, dan kembali diberi perlakuan menyikat gigi dengan pasta gigi herbal selama 5 hari. Indeks plak
masing-masing perlakuan dicatat dengan metode Patient Hygiene Performance (PHP). Hasil: Rerata indeks
plak sebelum perlakuan adalah 2,78 dan rerata indeks plak sesudah diberi perlakuan menyikat gigi dengan
pasta gigi non herbal dan pasta gigi herbal masing-masing 2,19 dan 1,47. Pada uji Mann-Whitney didapatkan
hasil p=0,000 (p<0,05) yang menunjukkan perbedaan yang bermakna antara penurunan indeks plak sesudah
menyikat gigi dengan pasta gigi non herbal dan sesudah menyikat gigi dengan pasta gigi herbal. Kesimpulan:
Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan efektivitas pasta gigi herbal dengan pasta gigi non
herbal, yaitu pasta gigi herbal lebih efektif menurunkan indeks plak

Kata Kunci : pasta gigi, herbal, non herbal, indeks plak


Rahmah : Perbandingan Efektivitas Pasta Gigi Herbal 121

Korespondensi: Rizki Yulita Rahmah, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat, Jalan Veteran 128B, Banjarmasin, KalSel, email: yulitarizki@gmail.com

PENDAHULUAN gigi terhadap karies, membersihkan dan memoles


permukaan gigi, menghilangkan atau mengurangi
Tingkat kebersihan rongga mulut merupakan bau mulut, memberikan rasa segar pada mulut serta
salah satu indikator kesehatan gigi dan mulut. memelihara kesehatan gusi.13
Kebersihan rongga mulut dapat dilihat dari ada Pasta gigi yang beredar di pasaran umumnya
tidaknya deposit-deposit organik, seperti pelikel, mengandung fluor yang efektif dalam mencegah
materi alba, sisa makanan, kalkulus, dan plak gigi.1 dan mengendalikan karies gigi.14 Fluor dapat
Saat ini prevalensi tertinggi penyakit gigi dan mulut menghambat demineralisasi email dan
adalah karies dan penyakit periodontal yang meningkatkan remineralisasi. Flour sangat berperan
disebabkan adanya plak gigi.2 Plak merupakan penting terhadap peningkatan kesehatan gigi.15
deposit lunak yang membentuk lapisan biofilm dan Pasta gigi pada umumnya mengandung bahan
melekat erat pada permukaan gigi dan gusi serta abrasif, air, pelembab, bahan perekat, bahan
permukaan keras lainnya dalam rongga mulut.3 penambah rasa, bahan terapeutik, bahan
Angka kejadian masalah kesehatan gigi dan desensitisasi, bahan anti-tartar, bahan pemutih,
mulut di Indonesia tergolong tinggi. Berdasarkan bahan pengawet, serta bahan antimikroba seperti
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional Tahun triklosan dan klorheksidin yang berperan sebagai
2007, prevalensi nasional masalah gigi-mulut bahan aktif yang dapat memberikan efek inhibisi
adalah 23,4%. Terdapat 1,6% penduduk yang telah secara langsung pada pembentukan plak.16
kehilangan seluruh gigi aslinya. Penduduk yang Estafan et al (1998) melaporkan bahwa
menerima perawatan atau pengobatan dari tenaga pasta gigi herbal lebih unggul dibandingkan pasta
kesehatan gigi hanya 29,6% dari total penduduk gigi konvensional dalam pengurangan plak.17
dengan masalah gigi-mulut.4 Penambahan herbal pada pasta gigi dapat
Penelitian Kazemnejad et al (2008) menghambat pertumbuhan plak, karena beberapa
menunjukkan 88,7% siswa di Tehran, Iran memiliki jenis herbal memiliki kemampuan menghambat
tingkat kesehatan periodontal yang buruk.5 pertumbuhan mikroba. Bahan antimikroba pada
Penelitian Chuckpaiwong et al (2000) di Laos ekstrak daun sirih dan siwak berperan sebagai
menunjukkan dari 2453 responden, hanya 0,5% bahan aktif dan mampu membunuh bakteri yang
yang memiliki gingiva yang sehat, dan ditemukan menjadi penyebab terbentuknya plak. Selain itu,
deposit kalkulus pada 90% responden sejak karena herbal berasal dari tumbuh-tumbuhan, maka
berumur 12 tahun.6 Carneiro et al (2012) bahan tersebut aman dan alami.18,19
melaporkan bahwa dari 785 siswa pada suatu Berdasarkan latar belakang di atas, maka
sekolah di Tanzania, 74% memiliki plak peneliti melakukan penelitian mengenai
supraginggival dan 56,9% memiliki kalkulus.7 perbandingan efektivitas pasta gigi herbal dengan
Prevalensi penyakit periodontal menurut kelompok pasta gigi non herbal terhadap penurunan indeks
umur pada tahun 2004 di dua kecamatan di kota plak pada siswa SDN Angsau 4 Pelaihari. Tempat
medan yakni 97,62% pada usia 15-24 tahun, penelitian dipilih karena rendahnya persentase
93,88% pada usia 23-34 tahun, 94,64% pada usia berperilaku benar dalam menyikat gigi di daerah
34-44 tahun, dan 100% pada usia 45-65 tahun.8 tersebut, serta pelaksanaan kegiatan UKGS yang
Pengendalian plak adalah upaya membuang tidak sesuai dengan semestinya. Penelitian ini
dan mencegah penumpukan plak pada permukaan diharapkan dapat berfungsi sebagai pendataan
gigi. Upaya tersebut dapat dilakukan secara status indeks plak pada siswa di sekolah tersebut,
mekanis maupun kimiawi. Penyingkiran secara sehingga plak yang merupakan salah satu sumber
mekanis merupakan metode yang efektif dalam permasalahan pada gigi dapat dicegah sedini
mengendalikan plak dan gingivitis. Penyingkiran mungkin. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mekanis dapat meliputi penyikatan gigi dan membandingkan efektivitas pasta gigi herbal
penggunaan benang gigi. Saat ini kontrol plak dengan pasta gigi non herbal terhadap penurunan
dilengkapi dengan penambahan jenis bahan aktif indeks plak
yang mengandung bahan dasar alami ataupun
bahan sintetik sebagai bahan anti mikroba. Bahan BAHAN DAN METODE PENELITIAN
anti mikroba tersebut tersedia dalam bentuk larutan
kumur dan pasta gigi.9,10,11 Jenis penelitian ini menggunakan metode
Penelitian Almajed (1994) menunjukkan quasi eksperimental dengan rancangan penelitian
pembersihan plak dengan menyikat gigi nonrandomized control group pretest posttest
menggunakan pasta gigi lebih efektif dibandingkan design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa
dengan menyikat gigi tanpa pasta gigi.12 Pasta gigi kelas V dan VI di SDN Angsau 4 Pelaihari. Sampel
yang digunakan pada saat menyikat gigi berfungsi diambil dengan teknik purposive sampling. Besar
untuk mengurangi pembentukan plak, memperkuat sampel yang diambil sebanyak 30 orang dan
122 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 120 - 124

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria menyikat gigi dengan pasta gigi herbal
inklusinya antara lain siswa kelas V dan VI SDN dibandingkan dengan pasta gigi non herbal.
Angsau 4 Pelaihari Kalimantan Selatan Tahun
Ajaran 2013/2014, bersedia untuk berpartisipasi HASIL PENELITIAN
dan dijadikan responden penelitian, minimal
memiliki seluruh gigi yang diperlukan dalam Hasil pemeriksaan indeks plak dengan
pemeriksaan, yaitu gigi 16, 11, 26, 36, 31 dan 46. menggunakan PHP (Patient Hygiene Performance)
Kriteria eksklusinya antara lain terdapat karies pada dapat dilihat pada Tabel 1.
gigi yang diperlukan dalam pemeriksaan dan
memakai alat ortodonti. Tabel 1. Rata-rata indeks plak sebelum diberi
Penelitian ini dilakukan di SDN Angsau 4 perlakuan, sesudah penggunaan pasta gigi
Pelaihari Kalimantan Selatan dengan prosedur non herbal, dan sesudah penggunaan
pasien dijelaskan tentang manfaat dan prosedur pasta gigi herbal.
penelitian dan diberikan lembar informed consent.
Peneliti menyiapkan alat dan bahan yang meliputi Rata-rata
kaca mulut (dental mirror), pinset, nierbeken, sikat Penggunaan Penggunaan
Indeks Plak
gigi, alat tulis, masker, sarung tangan, handuk putih Pasta Gigi Pasta Gigi
dan model peraga rahang atas dan rahang bawah. Non Herbal Herbal
Bahan penelitian yang digunakan antara lain Sebelum
disclosing solution, alkohol 70%, air mineral, pasta diberi 2.78 2.78
gigi herbal, pasta gigi non herbal, dan kapas. perlakuan
Pengukuran indeks plak indeks pertama pada Sesudah
responden dengan menggunakan larutan pewarna diberi 2.19 1.47
plak/disclosing solution. Penggunaannya dengan perlakuan
cara mengoleskan kapas yang telah ditetesi Penurunan 0.59 1.31
disclosing solution pada permukaan gigi-gigi yang
menjadi indeks penelitian, yaitu permukaan labial Penurunan indeks plak pada kelompok
pada gigi anterior atas dan bawah, permukaan bukal kontrol dan kelompok perlakuan diuji dengan
gigi posterior rahang atas, dan permukaan lingual menggunakan uji T berpasangan. Hasil penurunan
gigi posterior rahang bawah. Responden diminta indeks plak pada penggunaan kedua pasta gigi yaitu
berkumur dengan air mineral. Pemeriksaan Indeks 0,000 (p<0,05), sehingga dapat dikatakan terjadi
plak menggunakan metode PHP (Patient Hygiene penurunan indeks plak yang signifikan pada
Performance) yang dilakukan pada permukaan penggunaan pasta gigi herbal dan pasta gigi non
mahkota gigi bagian fasial atau lingual dengan herbal. Perbedaan efektivitas pasta gigi herbal
membagi tiap permukaan mahkota gigi menjadi dengan pasta gigi non herbal terhadap penurunan
lima subdivisi, yaitu distal, 1/3 servikal (gingival), indeks plak diuji dengan Mann Whitney dan
mesial, 1/3 tengah, 1/3 insisal/oklusal. Gigi yang didapatkan hasil 0,000 (p<0,05) yang menunjukkan
diperiksa adalah gigi 16, 11, 26, 36, 31, dan 46. terdapat perbedaan signifikan antara penggunaan
Dicatat indeks plak dari setiap sampel yang pasta gigi herbal dan pasta gigi non herbal terhadap
diperiksa. penurunan indeks plak.
Langkah selanjutnya adalah penyuluhan
mengenai cara menyikat gigi yang baik dan benar, PEMBAHASAN
kemudian dilakukan pengukuran indeks plak kedua
pada seluruh responden setelah 5 hari. Hal ini Lingkungan fisik meliputi anatomi dan
dilakukan untuk mengidentifikasi adanya posisi gigi, dan anatomi jaringan sekitarnya, serta
penurunan indeks plak setelah menyikat gigi friksi atau gesekan oleh makanan yang dikunyah
dengan pasta gigi non herbal. Indeks plak pada dapat mempengaruhi proses pembentukan plak
setiap sampel yang diperiksa dicatat. Seluruh gigi. Pemeliharaan kebersihan mulut dapat
responden diinstruksikan menyikat gigi dua kali mencegah atau mengurangi penumpukan plak pada
sehari dengan pasta gigi yang biasa digunakan di permukaan gigi.16 Pengaruh diet terhadap
rumah. Responden kemudian diistirahatkan dari pembentukan plak telah diteliti dalam dua aspek,
pemakaian pasta gigi non herbal (washing periode) yaitu pengaruhnya secara fisik dan pengaruhnya
selama 7 minggu.20 Responden diinstruksikan untuk sebagai sumber makanan bagi bakteri di dalam
menyikat gigi 2 kali sehari dengan menggunakan plak. Jenis makanan, yaitu keras dan lunak,
pasta gigi herbal. Pemeriksaan dan perhitungan mempengaruhi pembentukan plak pada permukaan
indeks plak dilakukan kembali pada responden gigi. Plak banyak terbentuk jika kita lebih banyak
setelah 5 hari. Hasil pemeriksaan dicatat dalam mengkonsumsi makanan lunak, terutama makanan
formulir penilaian indeks plak. Hasil penilaian yang mengandung karbohidrat jenis sukrosa, karena
indeks plak pada responden sebelum dan setelah akan menghasilkan dekstran dan levan yang
memegang peranan penting dalam pembentukan
Rahmah : Perbandingan Efektivitas Pasta Gigi Herbal 123

matriks plak. Kariogenitas makanan tergantung membersihkan gigi, memutihkan dan menyehatkan
pada beberapa faktor, misalnya konsentrasi sukrosa, gigi dan gusi. Bahan-bahan ini sering diekstrak
sifat perlekatan makanan pada permukaan gigi, sebagai bahan penyusun pasta gigi. Minyak aroma
kecepatan pembersihan rongga mulut dan kualitas alami yang memiliki rasa dan bau yang segar, yang
pembersihan.16 dapat menyegarkan mulut dan menghilangkan bau
Penyikatan gigi dengan menggunakan pasta tidak sedap. Enzim dapat mencegah pembentukan
gigi non herbal dapat menurunkan indeks plak plak yang merupakan penyebab radang gusi dan
secara bermakna. Hal tersebut disebabkan terdapat penyebab utama tanggalnya gigi secara prematur.
bahan abrasif yang dapat membersihkan dan Anti Decay Agent (zat anti pembusukan) dan
memoles permukaan gigi tanpa merusak email. Antigermal System bertindak seperti Penicilin yang
Pasta gigi juga mengandung bahan pembersih menurunkan jumlah bakteri di mulut dan mencegah
(detergent) yang fungsinya menurunkan tegangan terjadinya proses pembusukan. Siwak juga turut
permukaan dan melonggarkan ikatan debris dengan merangsang produksi saliva. Saliva merupakan
gigi yang akan membantu gerakan pembersihan organik mulut yang melindungi dan membersihkan
sikat gigi. Adanya kandungan bahan abrasif dan mulut.23
detergent menyebabkan pembuangan plak, debris, Siwak dapat menghambat pertumbuhan dan
material alba, dan sisa makanan menjadi lebih perkembangan bakteri rongga mulut terutama
mudah.16,21 spesies Streptococcus. Tannin (asam tanan) yang
Komposisi pasta gigi non herbal pada terkandung di dalam siwak dapat mengurangi
penelitian ini antara lain: Calcium Carbonate perlekatan bakteri pada permukaan gigi.
sebagai bahan abrasif, water sebagai bahan pelarut, Mekanisme tannin dalam menghambat dan
sorbitol sebagai bahan pelembab, Sodium Lauryl mengurangi terbentuknya plak adalah dengan cara
Sulfate sebagai bahan deterjen, Flavor, Cellulose menghambat enzim glukosil transferase yang
Gum, Pottasium Citrate, Sodium Silicate, Sodium diproduksi oleh Streptococcus mutans.
Saccobarin, serta Sodium Monofluorophosphate Streptococcus mutans dapat membuat polisakarida
sebagai bahan fluoride yang dapat mencegah ekstraseluler dari sukrosa salah satunya glukan
demineralisasi pada gigi sekaligus sebagai bahan (dekstran) yang tidak larut dalam air yaitu perekat
aktif dalam pasta gigi tersebut. Pasta gigi dengan pelikel yang disintesis oleh glukosil transferase.
kandungan herbal dapat digunakan sebagai terapi Glukan ini berperan dalam menimbulkan koloni
tambahan untuk penyakit periodontal dan bakteri pada permukaan gigi. Terhambatnya enzim
pencegahannya yang dapat digunakan secara rutin, glukosil transferase akan menghambat proses
terutama untuk pasien yang menginginkan produk perlekatan bakteri ke pelikel gigi, sehingga
alami.22 mencegah proses kolonisasi awal pada
Penelitian ini menggunakan pasta gigi herbal pembentukan plak gigi.19
dengan komposisi utama siwak dengan berbagai Penelitian lain dengan menjadikan serbuk
bahan tambahan lain seperti Calcium Carbonate siwak sebagai bahan tambahan pada pasta gigi
sebagai bahan abrasif yang dapat membersihkan menunjukkan prosentase hasil terbaik bagi
permukaan gigi tanpa merusak email, water sebagai kesehatan gigi secara sempurna, karena mampu
bahan pelarut, sorbitol sebagai bahan pelembab, menjangkau sela-sela gigi secara sempurna dan
Sodium Lauryl Sulfate sebagai bahan deterjen yang mengeluarkan sisa-sisa makanan yang masih
dapat melonggarkan ikatan debris dengan gigi dan berkumpul pada sela-sela gigi. Hal ini yang
akan membantu gerakan pembersihan sikat gigi, mendorong perusahaan-perusahaan pasta gigi di
Sodium Carboxyl Methyl Cellulose, Fumed Silicium dunia menyertakan serbuk siwak ke dalam produk
Dioxide, flavor peppermint, Sodium pasta gigi mereka. World Health Organization
Monofluorophosphate, Salvadora persica powder (WHO) turut menjadikan siwak sebagai salah satu
yang dapat membantu pembersihan sisa makanan komoditas kesehatan yang perlu dipelihara dan
pada sela-sela gigi, sodium saccharine, titanium dibudidayakan.23
dioxide, clove oil (Eugenia Caryophyllus), dan Hasil penelitian menyatakan terdapat
metyl paraben. Efek terapeutik dan profilaktik perbedaan efektivitas pasta gigi herbal dengan pasta
siwak diakibatkan adanya pembersihan mekanis gigi non herbal terhadap penurunan indeks plak.
dan pelepasan zat kimia aktif yang terdapat Penggunaan pasta gigi herbal dapat menurunkan
didalamnya. Substansi silica pada Salvadora indeks plak lebih besar. Penggunaan pasta gigi
persica (siwak) diduga membantu aksi mekanis yang mengandung herbal disarankan untuk
siwak terhadap pembersihan plak.10,23 disebarluaskan sebagai alternatif dalam
Penelitian ini menggunakan pasta gigi menurunkan akumulasi plak, serta dapat dijadikan
dengan komposisi utama siwak dengan kandungan alternatif formulasi konvensional untuk individu
kimiawi seperti Klorida, Pottasium, Sodium yang tertarik pada produk alami.
Bikarbonat, Fluor, Silika, Sulfur, Vitamin C,
Trimetilamin, Salvadorin, Tannin dan beberapa
mineral lainnya yang berfungsi untuk
124 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 120 - 124

DAFTAR PUSTAKA 13. Pannuti CM, Mattos JP, Ranoya PN, Jesus
AM, Lotufo RFM and Romito GA. Clinical
1. Ambarwati FE, Utami DF dan Pramono D. effect of a herbal dentifrice on the control of
Pengaruh pemberian larutan ekstrak jeruk nipis plaque and gingivitis: a double-blind study.
(Citrus aurantifolia) terhadap pembentukan Pesqui Odontol Bras 2003; 17 :1517-1522.
plak gigi. Jurnal Media Medika muda 2012; 3- 14. Damle SG, Deoyani D, Bhattal H, Yadav R
18. and Lomba A. Comparative efficacy of
2. Fontana M and Zero DT. Assessing patients’ dentifrice containing sodium
caries risk. J Am Dent Assoc 2006; 137(9) monofluorophosphate + calcium
:1231-1239. glycerophosphate and non-fluoridated
3. Haake SK: Periodontal microbiology. Dalam dentifrice: A randomized, double-blind,
F.A.Carranza dan M.G.Newman. Clinical prospective study. Dental Research Journal
Periodontology. 9th Ed. Philadelphia: W.B. 2012; 9(1) :68-73.
Saunders. 2002. Hal. 96-113. 15. Davies R, Scully C and Preston AJ. Dentifrices
4. Badan Penelitian dan Pengembangan - an update. Med Oral Patol Oral Cir Bucal
Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar 2010; 15(6) :976-982.
(RISKESDAS) 2007. Jakarta: Departemen 16. Putri MH, Herijulianti E dan Nurjannah N.
Kesehatan RI, 2008. Hal.176 Ilmu pencegahan penyakit jaringan keras dan
5. Kazemnejad A, Zayeri F, Rokn AR and jaringan pendukung gigi. Jakarta: EGC, 2010.
Kharazifard MJ. Prevalence and risk indicators Hal.56-77, 98-121.
of periodontal disease among highschool 17. Wright AA, Agbelusi GA, Dayo AF and
students in Tehran. Eastern Mediterranean Olunuga OJ. Oral and peri-oral signs and
Health Journal 2008; 14(1) :119-125. symptoms of herbal dentifrices in patients in
6. Chuckpaiwong S, Ngonephady S, two oral medicine clinics in Lagos—A
Dharmbhibhit J, Kasetsuwan J and Sirirat M. preliminary study. Open Journal of
The Prevalence of Periodontal Disease and Stomatology 2012; 2 :27-32.
Oral Hygiene Care in Savannakhet Province, 18. Nalina T and Rahim ZHA. Effect of Piper
Lao People’s Democratic Republic. Southeast betle L. Leaf Extract on the Virulence
Asian J Trop Med Public Health 2000; 31(4) Streptococcus mutans-An in vitro Study.
:775-779. Pakistan Journal of Biological Sciences 2006;
7. Carneiro LC and Kabulwa MN. Dental Caries, 9(8) :1470-1475.
and Supragingival Plaque and Calculus among 19. Adriyati P dan Santoso O. Pengaruh Pemberian
Students, Tanga, Tanzania. International Larutan Ekstrak Siwak (Salvadora persica)
Scholarly Research Network ISRN Dentistry terhadap Pembentukan Plak Gigi [Karya Tulis
2012; 1-6. Ilmiah]. Semarang. Fakultas Kedokteran
8. Tampubolon NS. Dampak Karies Gigi dan Universitas Diponegoro 2011, 1-12.
Penyakit Periodontal terhadap Kualitas Hidup. 20. Senn S. Cross-over trials in clinical research.
Pidato pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap 2nd Ed. England: Wiley, 2002. P.13-14.
dalam Bidang Ilmu Kedokteran Gigi 21. Storehagen S and Shilpi Midha OS. Dentifrices
Pencehagan/Kesehatan Gigi Masyarakat pada and Mouthwashes Ingredients and Their Use.
Fakultas Kedokteran Gigi 2005; 1-30. Oslo University of andidatus/candidate Odonto
9. George J, Shashikant Hegde, KS Rajesh and degree quide to Clinic. 2003; 1-44.
Arun Kumar. The efficacy of a herbal-based 22. Maldupa I, Brinkmane A, Rendeniece I and
toothpaste in the control of plaque and Mihailova I. Evidence based toothpaste classifi
gingivitis: A clinico-biochemical study. Indian cation, according to certain characteristics of
J Med Res 2009; 20 :480-482. their chemical composition. Stomatologija,
10. Pratiwi R. Perbedaan daya hambat terhadap Baltic Dental and Maxillofacial Journal 2012;
Streptococcus mutans dari beberapa pasta gigi 14(1) :12-22.
yang mengandung herbal. J Dent 2005; 38 :64– 23. Ahmad H and Ahamed N. Therapeutic
67. properties of meswak chewing sticks: A
11. Morgana S, Carneiro T, Silva SL, Morais O review. African Journal of Biotechnology
and Ximenes M. Effect of a dentifrice 2012; 11(83) :14850-7.
containing aloe vera on plaque and gingivitis
control: a double-blind clinical study in
humans. J Appl Oral Sci 2008; 16(4) :293-296.
12. Zanatta FB, Antoniazzi RP, Pinto TM and
RÖsing CK. Supragingival Plaque Removal
with and without Dentifrice: A Randomized
Controlled Clinical Trial. Braz Dent J 2012;
23(3) :235-240.
125

DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 2. September 2014

Laporan Penelitian

PERBANDINGAN AKTIVITAS ANTIJAMUR EKSTRAK ETANOL


JAHE PUTIH KECIL (Zingiber officinale Var. AMARUM) 30%
DENGAN Chlorhexidine glukonat 0,2% TERHADAP Candida albicans IN VITRO

Haluanry Doane Santoso, Lia Yulia Budiarti, Amy Nindya Carabelly


Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin

ABSTRACT

Background: One of many medicinal plants used by the Indonesian people and has been known long time
ago that is small white ginger ( Zingiber officinale var. Amarum), a small white ginger has antifungal activity,
one of them is Candida albicans. The chemical composition of small white ginger acts as the other antifungal
compounds such as phenol; gingerol, shogaol, and zingeron. Purpose: The Purpose of this research was to
determine differences in the antifungal activity of ethanol extract of small white ginger ( Zingiber officinale var.
Amarum ) 30% and Chlorhexidine gluconate 0.2% to the growth of Candida albicans. Method: The method of
this research was a true experimental design and completely randomized post-test-only design using 2
treatments, the treatment group was given a small white ethanol extract of ginger ( Zingiber officinale Var.
amarum ) 30% and a positive control group Chlorhexidine gluconate 0.2%. Antifungal activity of each group
was tested on cultures of Candida albicans using by a diffusion method and assessed from the diameter of the
radical zone or clear zone around the paper disk. Result: The result is average of radical zone in a given culture
treated with ethanol extract small white ginger was 12 mm, while Chlorhexidine gluconate given 0.2% was
14.875 mm. Conclusion: The results of research was showed the antifungal activity of 0.2% Chlorhexidine
gluconate greater than the antifungal activity of ethanol extract of white small ginger 30%, but the antifungal
activity of white small ginger extract good enough to inhibit the growth of Candida albicans.

Key words: Candida albicans, 0.2% Chlorhexidine gluconate, ethanol extract small white ginger ( Zingiber
officinale var. Amarum ) 30% , antifungal activity

ABSTRAK

Latar Belakang: Salah satu tanaman obat yang banyak dipergunakan oleh masyarakat Indonesia dan telah
lama dikenal adalah rimpang jahe putih kecil (Zingiber officinale var. amarum), jahe putih kecil ini memiliki
aktivitas sebagai antijamur, salah satunya pada Candida albicans. Kandungan kimia jahe putih kecil yang
berperan sebagai antijamur antara lain senyawa fenol seperti; gingerol, shogaol, dan zingeron. Tujuan: Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan aktivitas antijamur ekstrak etanol jahe putih kecil (Zingiber
officinale var. amarum) 30% dan Chlorhexidine gluconate 0,2% terhadap pertumbuhan Candida albicans.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode true experimental dengan rancangan penelitian post test-only
design dengan rancangan acak lengkap menggunakan 2 perlakuan, yaitu kelompok yang diberikan perlakuan
berupa ekstrak etanol jahe putih kecil (Zingiber officinale Var amarum) 30% dan kelompok control positif
Chlorhexidine gluconate 0,2%. Aktivitas antijamur dari masing-masing kelompok pada biakan Candida albicans
diuji dengan menggunakan metode difusi dan dinilai dari diameter zona radikal atau zona bening disekitar paper
disk. Hasil: Rata-rata zona radikal pada biakan yang diberikan perlakuan dengan ekstrak etanol jahe putih kecil
adalah 12 mm, sedangkan yang diberikan Chlorhexidine gluconate 0,2% adalah 14,875 mm. Kesimpulan: Hasil
penelitian menujukan aktivitas antijamur Chlorhexidine gluconate 0,2% lebih besar daripada aktivitas antijamur
ekstrak etanol jahe putih kecil 30%, namun aktivitas antijamur ektrak jahe kecil cukup tinggi menghambat
pertumbuhan Candida albicans.

Kata kunci : Candida albicans, Chlorhexidine gluconate 0,2%, ekstrak etanol jahe putih kecil (Zingiber
officinale Var. amarum) 30%, aktivitas antijamur
126 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 125 - 129

Korespondensi: Haluanry Doane Santoso, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat, Jalan Veteran 128B, Banjarmasin, KalSel, email: Haluanry16@gmail.com

dipergunakan oleh masyarakat Indonesia dan telah


PENDAHULUAN lama dikenal adalah rimpang jahe putih kecil
(Zingiber officinale var. amarum).11
Candida albicans merupakan mikroflora Rimpang jahe selain berkhasiat sebagai obat
normal rongga mulut yang seringkali menyebabkan batuk, penawar racun, antitusif, laksatif, antasida,
infeksi opurtunistik pada pasien yang mengalami dan sebagai antioksidan serta dilaporkan rimpang
penurunan pertahanan tubuh akibat penuaan, jahe memiliki aktivitas sebagai antijamur pada
penyakit diabetes dan AIDS, serta faktor Candida albicans, sebagai agen penyebab
iatrogenik.1,2,3 Spesies tersebut seringkali Kandidiasis oral.11,12,13 Pada penelitian terdahulu
berkolonisasi dalam rongga mulut yaitu sebesar didapatkan efektivitas antijamur dari ekstrak etanol
30% - 60% dan permukaan gigi tiruan yang tidak jahe putih kecil 30% terhadap T. mentagrophytes
pas sebesar 60% - 100%.4,5 Invasi C. albicans pada dan C. neoforrmans lebih efektif dibandingkan
jaringan lunak rongga mulut, dapat menyebabkan dengan ekstrak etanol jahe putih kecil 25%, 20%,
terjadinya Kandidiasis oral. 15%, dan 10%.11 Hasil penelitian tersebut menjadi
Prevalensi kandidiasis oral di Indonesia pada salah satu alasan peneliti menggunakan ekstrak
pasien yang dirawat di RSCM sebesar 84% sampai etanol jahe putih kecil konsentrasi 30%. Pada
tahun 2009.5 Terapi yang diberikan pada lesi penelitian lain juga disebutkan ekstrak etanol jahe
rongga mulut akibat infeksi tersebut adalah berupa besar (Zingiber officinale) efektif melawan C.
pemberian obat – obatan antijamur, tetapi saat ini albicans pada konsentrasi 2mg ml-1 dengan
banyak dilaporkan beberapa jamur yang resisten konsentrasi dilusi 1:5.14
terhadap obat – obatan antijamur tersebut, sehingga Berdasarkan penelitian terdahulu diketahui
perlu dilakukan penelitian mengenai terapi ekstrak etanol jahe putih kecil 30% memiliki
antijamur alternatif. Salah satu obat topikal umum aktivitas antijamur terhadap C. neoforrmans, tetapi
yang digunakan sebagai terapi antijamur alternatif belum diketahui apakah aktivitas antijamur ekstrak
dalam rongga mulut adalah Chlorhexidine etanol jahe putih kecil 30% sama dengan
gluconate.6 Chlorhexidine gluconate 0,2% terhadap Candida
Chlorhexidine gluconate 0,2% adalah albicans. Mengingat hal tersebut, perlu dilakukan
antiseptik bisbiguanida yang aktif melawan bakteri penelitian mengenai perbandingan aktivitas
dan jamur.7,8 Obat ini digunakan untuk antijamur ekstrak etanol jahe putih kecil 30% dan
meningkatkan kebersihan mulut dan penyembuhan Chlorhexidine gluconate 0,2% terhadap Candida
luka secara topikal dalam rongga mulut. albicans. Aktivitas perlakuan terhadap Candida
Chlorhexidine gluconate 0,2% terbukti dapat albicans, dapat diketahui melalui uji difusi, dengan
mengurangi pertumbuhan mikroorganisme secara menghitung zona hambat yang terbentuk,
signifikan serta mempunyai daya hambat yang menunjukan efek dari aktivitas masing – masing
sama dengan nistatin terhadap beberapa spesies perlakuan yang diuji.
jamur terutama terhadap Candida albicans.6,9
Penggunaan Chlorhexidine dapat menimbulkan BAHAN DAN METODE PENELITIAN
rasa tidak nyaman pada pemakainya. Rasa tidak
nyaman tersebut diakibatkan karena iritasi mukosa, Rancangan penelitian yang digunakan dalam
ulserasi, perubahan indra perasa, dan perubahan penelitian ini adalah metode eksperimental
warna gigi dan lidah.10, karena penggunaan laboratoris murni (true exsperimental) dengan post
Chlorhexidine menimbulkan rasa yang tidak test only with control group design rancangan acak
nyaman pada pemakainya maka dilakukan lengkap menggunakan 2 perlakuan perlakuan 1:
penelitian tanaman obat tradisional yang mampu Ekstrak etanol jahe putih kecil 30%, perlakuan 2:
melawan pertumbuhan C. albicans yang nantinya Chlorhexidine gluconate 0,2%. Jumlah
dapat menjadi obat alternatif yang lebih murah, pengulangan setiap perlakuan adalah 16 kali yang
mudah didapat, dan banyak terdapat di masyarakat. diperoleh dari hasil perhitungan menggunakan
Tanaman obat dapat menghasilkan metabolit rumus Federer. Alat-alat penelitian yang digunakan
sekunder dengan struktur molekul dan aktivitas dalam penelitian ini adalah neraca analitik, mortir
biologik yang beraneka ragam, memiliki potensi dan stamper, autoclave, inkubator, tabung reaksi,
yang sangat baik untuk dikembangkan menjadi obat cawan petri, ose bulat, lampu bunsen, kapas lidi
berbagai penyakit. Menurut perkiraan badan steril, pipet tetes, caliper (skala millimeter), gelas
kesehatan dunia WHO 80% penduduk dunia masih beker, labu erlenmeyer, alat pengaduk, kertas
menggantungkan kesehatan pada pengobatan saring, aluminium foil, laminary flow. Bahan-bahan
tradisional termasuk penggunaan obat yang berasal penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
dari tanaman. Salah satu tanaman obat yang banyak adalah ekstrak etanol jahe putih kecil (Zingiber
Santoso : Perbandingan Aktifitas Antijamur 127

officinale var. amarum) 30%, Chlorhexidine ukuran zona hambat setelah masa inkubasi. Zona
gluconate 0,2%, isolat Candida albicans, media hambat diukur dari sekeliling disk. Pengukuran
agar darah, Sabouraud Dextrose Agar, aquades dilakukan dengan menggunakan calliper (dalam
steril, media Brain Heart Infusion (BHI), paper disk satuan milimeter).
kosong - steril, CMC-Na dan deretan larutan
McFarland. HASIL PENELITIAN
Rimpang jahe putih kecil dicuci bersih lalu
setelah dikeringkan kemudian ditimbang. Jahe Hasil penelitian zona hambat esktrak jahe
putih kecil kemudian diiris kecil-kecil dan putih kecil dan Chlorhexidine gluconate dapat
dikeringkan dengan pengeringan alamiah yaitu dilihat pada Gambar 1.
diangin-angin dan tidak dipanaskan di bawah sinar
matahari langsung (ditutup dengan kain hitam)
serta ditimbang. Dihaluskan dengan blender hingga
berupa serbuk halus dan ditimbang lagi.
Pembuatan Ekstrak etanol jahe putih kecil
30%. Pada penelitian ini, metode ekstraksi yang
digunakan ialah maserasi. Sebanyak 500 g sampel
serbuk dimasukkan dalam alat maserasi. Kemudian
larutan etanol 70% dituangkan secara perlahan-
lahan ke dalam alat maserasi yang berisi sampel,
lalu diaduk-aduk hingga merata. Larutan penyari
dituangkan hingga 1 cm di atas permukaan sampel.
Diaduk sekali-sekali, setiap 1x24 jam filtrat
disaring dan pelarut diganti dengan yang baru
Gambar 1. Rata-rata zona hambat antijamur pada
sambil sekali-sekali diaduk. Penggantian pelarut
setiap perlakuan.
dilakukan hingga cairan berwarna bening. Setelah
itu ekstrak dikumpulkan dan diuapkan dengan
Hasil uji indepedent t-Test diperoleh nilai p
rotary evaporator pada tekanan rendah dengan
= 0,000 (p < 0,05) yang berarti ekstrak etanol jahe
temperatur 40oC sampai didapatkan ekstrak etanol
putih kecil 30% mempunyai aktivitas antijamur
yang kental kemudian diuapkan di waterbath
yang sama dengan Chlorhexidine gluconate 0,2%
sehingga didapatkan bobot tetap. Ekstrak kental
terhadap Candida albicans (H0) ditolak, sehingga
kemudian dilarutkan dalam CMC-Na sehingga
dari hasil uji dapat disimpulkan bahwa terdapat
didapat konsentrasi 300 mg ekstrak per ml.
perbedaan bermakna pada kedua perlakuan tersebut
Isolat Candida albicans (ATCC 10231)
dengan tingkat kepercayaan 95%.
ditumbuhkan pada media cair BHI selama 5-8 jam
sesuai dengan standar McFarland 0,5. Selanjutnya
PEMBAHASAN
dilakukan seri pengenceran suspensi dengan
ditambahkan akuades sampai kekeruhan suspensi
Dari hasil penelitian ini dapat diketahui
sebanding dengan standar McFarland 0,5 yaitu
bahwa konsentrasi 30% ekstrak etanol jahe putih
setara dengan jumlah jamur atau ragi sebanyak 5 x
kecil memiliki efek antijamur terhadap Candida
106 cfu/ml. Dilakukan kultur Candida albicans
albicans. Menurut Atai, ekstrak etanol jahe pada
menggunakan kapas lidi steril yang dimasukan
konsentrasi 2mg ml-1 efektif terhadap jamur
dalam suspense jamur dan diusapkan pada
Candida albicans metode uji dilusi 1:5.14
permukaan perbenihan agar Sabouraud (SDA+,
Selanjutya penelitian Gholib, mengatakan bahwa
SDA yang telah diberikan kloramfenikol) hingga
ekstrak etanol jahe putih kecil pada konsentrasi
rata. Kultur diinkubasi pada suhu 37oC selama 24
30% mempunyai aktivitas antijamur terhadap C.
jam.
neoformans.11 Candida albicans dan C. neoformans
Paper disk dengan diameter 5 mm disaturasi
termasuk ragi dengan struktur membran sel yang
dengan filter kemudian diambil dengan
sama yaitu memiliki dinding sel khamir
menggunakan pinset dan direndam selama 3 jam
(Blastospora) dengan komponen utama kapsula
dalam suspensi ekstrak etanol jahe putih kecil 30%
polisakarida berupa glukan, khitin, mannan.15
dan Chlorhexidine gluconate 0,2%. Masing-masing
Efek antijamur dari perlakuan ekstrak etanol
Paper disk kemudian diletakkan pada permukaan
jahe putih kecil disebabkan adanya kandungan
media SDA+. Candida albicans yang telah
minyak atsiri yang terdiri dari senyawa aktif yaitu
diinkubasi pada media SDA+ kemudian diberi
gingerol, shogaol, zingeron, dan zingiberen.
paper disk yang telah diletakkan dalam suspensi
Gingerol, shogaol, dan zingeron termasuk dalam
ekstrak etanol jahe putih kecil 30% dan
senyawa fenol, yang diketahui dapat mendenaturasi
Chlorhexidine gluconate 0,2%. Selanjutnya media
ikatan protein membran sel Candida albicans,
pengujian diinkubasi selama 24 jam pada suhu
sehingga membran sel menjadi lisis dan fenol dapat
37oC. Kemudian dilakukan pembacaan hasil dengan
128 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 125 - 129

menembus ke dalam inti sel, menyebabkan jamur kutub negatif dengan kuat, termasuk sel-sel
Candida albicans tidak dapat berkembang.16,17,18 epithelial dan dapat digunakan dalam konsetrasi
Letak dan jumlah kelompok hidroksil pada yang bervariasi. Chlorhexidine pada dosis yang
kelompok fenol diduga berhubungan dengan sifat rendah akan menganggu transport seluler, sehingga
toksiknya terhadap mikroorganisme, yang dapat sel bakteri atau sel ragi mengalami kerusakan
meningkatkan hasil hidroksilasi dan peningkatan dengan terbentuknya pori–pori pada membran
toksisitas. Hal tersebut menyebabkan terjadinya seluler. Pada penggunaan Chlorhexidine
inhibisi enzim oleh senyawa teroksidasi atau konsentrasi yang lebih tinggi, larutan merembes ke
interaksi nonspesifik dengan protein dalam sel bakteri dan menyebabkan terjadinya
mikroorganisme.19 Mekanisme kerja lain yang kerusakan mikroorganisme tersebut.23 Pada
dipercaya bahwa ekstrak jahe menghambat penelitian ini digunakan Chlorhexidine dengan
pertumbuhan Candida albicans dengan berlakunya dosis rendah.
efek apoptosis pada kandungan sel Candida Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya
albicans. Sel mengalami penghambatan proliferasi, tetang penggunaan Chlorhexidine terhadap
terjadi pengerutan sel dan kondensasi pada Candida spp. Menyebutkan bahwa Chlorhexidine
kromosom. Efek ini merupakan penelitian dari dapat mengkoagulasi nucleoprotein dan merubah
ekstrak jahe terhadap Cell-line Hep-2. Oleh karena, dinding sel ragi, sehingga menyebabkan keluarnya
sel jamur termasuk sel eukaryote dan tidak berbeda komponen sitoplasma ke plasmalemma.
dengan sel tersebut sehingga dianalogikan untuk Mekanisme antimikroba dari Chlorhexidine
mekanisme kerja terhadap sel Candida albicans.20 tersebut dapat mencegah pertumbuhan Candida
Senyawa antijamur lain yang terkandung albicans yang berlebih, tetapi tidak dapat
dalam ekstrak jahe diduga berasal dari komponen menghentikan germinasi spora sel ragi tersebut,
minyak atsiri rimpang jahe yang mengandung terdapat reduksi yang cukup besar pada sel biofilm
senyawa metabolit sekunder yang termasuk ke Candida spp. Pada level makroskopis, dapat dilihat
dalam golongan seskuiterpen. Senyawa turunan bahwa adesi permukaan substrat dan sel juga
yang termasuk ke dalam turunan seskuiterpen yaitu mengalami kerusakan.6,24
: a-zingiberen, b-zingiberen, b-bisabolen, belemen, Hasil penelitian menujukan aktivitas
b-parnesen, d-salinen, dan b-seskuiphelandren dan antijamur Chlorhexidine gluconate 0,2% lebih
senyawa turunan minyak atsiri lainnya diduga besar daripada aktivitas antijamur ekstrak etanol
mempunyai sifat antijamur.21 Senyawa jahe putih kecil 30%. Aktivitas antijamur ektrak
seskuiterpene ini diduga dapat mengganggu jahe kecil cukup tinggi menghambat pertumbuhan
metabolisme energi dalam mitokondria yaitu dalam Candida albicans. Agar dapat digunakan sebagai
tahap transfer elektron dan fosforilasi. obat alteranatif di masyarakat perlu dilakukan
Terhambatnya transfer elektron akan mengurangi penelitian lanjutan dengan konsentrasi optimum
oksigen dan mengganggu fungsi dalam siklus sel dari sediaan ekstrak dan uji klinik untuk
pada mitokondria. Akibat tidak terjadinya tahap menentukan dosis terapi, dosis toksik, efek
fosforilasi menyebabkan terhambatnya samping, dan efek toksik.
pembentukan ATP dan ADP. Terhambatnya
pertumbuhan Candida albicans dalam penelitian DAFTAR PUSTAKA
ini, karena adanya penurunan pengambilan oksigen
oleh mitokondria yang mengalami kerusakan 1. Kumar BV, Padshetty NS, Bai KY, Rao MS.
membran dan kerusakan krista akibat adanya Prevalance of Candida in the Oral Cavity of
aktivitas senyawa antijamur, sehingga Diabetic Subjects. JAPI 2005; 99: 39-47.
menyebabkan energi ATP yang dihasilkan untuk 2. Chattopadhyay A, Journ D, Caplan DJ, Slade
proses pertumbuhan dan perkembangan sel menjadi GD, Shugars DC, Tien H, Patton L. Incidence
berkurang, sehingga pertumbuhannya terhambat of Oral Candidiasis and Oral Hairy
secara normal.21 Leukoplakia in HIV- infected adults in North
Pada penelitian ini didapatkan bahwa Carolina. Oral Surg Oral Med Oral Pathol
perlakuan Chlorhexidine glukonate 0,2% terhadap Oral Radiol Endod 2005; 99: 39-47.
Candida albicans memiliki zona hambat rata-rata 3. Nejad BS, Rafiei A & Moosanejad F.
sebesar 14,875 mm. Hasil ini hampir mendekati Prevalence of Candida Species in the Oral
dengan hasil Pramitha yang meniliti tentang Cavity of Patients with Periodontitis. African
efektifitas fungisidal ekstrak daun jambu mente Journal of Biotechnology 2011; 10 (15): 2987-
terhadap Candida albicans dengan menggunakan 2990.
Chlorhexidine glukonate 0,2% sebagai kontrol 4. Loster BW, Loster J, Wieczorek A, Ryniewicz
positif. Pramitha menyebutkan bahwa zona hambat W. Mycological Analysis of the Oral Cavity
rata-rata Chlorhexidien glukonate terhadap of Patients Using Acrylic Removable
Candida albicans sebesar 16,25 mm.22 Dentures. Gastroenterology Research and
Molekul Chlorhexidine merupakan Practice 2012; Hal: 1-9.
biguanidakationik tinggi dan mengikat permukaan
Santoso : Perbandingan Aktifitas Antijamur 129

5. Hidayat R. Efek Penambahan Glukosa pada 15. Brooks GF, Carroll KC, Butel JS, Morse SA.
Sabouraud Dextrose Broth terhadap Jawetz, Melnick, Adelberg's Medical
Pertumbuhan Candida albicans (Uji In Vitro). Microbiology 24th Edition.. Kentucky. USA:
Jakarta. Indonesia. 2008; Hal: 1. McGraw-Hill. 2007; Hal: 691, 357.
6. Machado FC, Portela MB, Cunha AC, Souza 16. Ali WM. et al. Evaluation of Antibacterial
IPR, Soares RM, Castro GF. Antifungal Effect of Ginger Extract When Used as One
Activity of Chlorhexidine on Candida spp. Component of the Root Canal Sealer. 2012.
biofilm. Rev Odontol 2010; 39 (5): 271-275. 8(2)
7. Sikka G, Dodwad V & Chandrashekar KT. 17. Arif T, Bhosale JD, Kumar N, Mandal TK,
Comparative Anti-plaque and Anti-gingivitis Bendre RS, Lavekar GS, Dabur R. Natural
Efficacy of Two Commercially Available Products - Antifungal Agents Derived from
Mouthwashes - 4 Weeks Clinical Study. Plants. Journal of Asian Natural Products
Journal of Oral Health and Community Research 2009; 11(7): 621-638.
Dentistry 2011; 5(3): hal. 111. 18. Sulistiyawati D, Mulyati S. Uji Aktivitas
8. Erdemir EO, Tekin US, Erdemir A. Effects of Antijamur Ekstrak Daun Jambu Mete
0.2% Chlorhexidine gluconate to the Plaque (Anacardium occidantale Linn.) terhadap
Accumulation on Silk Suture Materials in Oral Candida albicans. Biomedika 2009; 2(1): 47-
Mucosa: A Scaning Electron Microscope 51.
Study. Arastirma 2007; 31(1): 12-18. 19. Hernawan UE, Setyawan AD. Review:
9. Mohammadi Z, Abbott PV. The Properties Ellagitanin; Biosintesis, isolasi, dan Aktivitas
and Applications of Chlorhexidine in Biologi. Biofarmasi 2003; 1(1): 25.
Endodontics. International Endodontic Journal 20. Vadma V, A.D Cristie S, K.M Rankumar.
2009; Hal: 4. Journal : Induction of Apoptosis by Ginger in
10. Meechan JG, Seymour RA. Drug Dictionary Hep 2 Cell-line is Mediated by Reactive
for Dentistry. USA: New York: Oxford Oxygen Species. Basic Clinical Pharmacoloy
University Press; 2002. Hal: 77. Toxicology. India. 2007. 100(5): 302-307.
11. Gholib D. Uji Daya Hambat Ekstrak Etanol 21. Griffin H.D. Fungal Physiology. New York:
Jahe Merah (Zingiber officinale Var. Rubrum) John Wiley and Son, Inc. 1994.
Dan Jahe putih (Zingiber officinale Var. 22. Pramitha SR. Perbandingan Efek Fungisidal
Amarum) terhadap Trichophyton Ekstrak Daun Jambu Mete (Anacardium
mentagrophytes Dan Cryptococcus occidentale L.) 12,5% dan Chlorhexidine
neoformans. Seminar Nasional Teknologi gluconate 0,2% terhadap Candida albicans.
Peternakan dan Veteriner. Bogor; 2008. 2012.
23. Mathur S, Mathur T, Srivastava R, Khatri R.
12. Supreetha S. Sharadadevi M. Simon SP, Jain Chlorhexidine: The Gold Standard in
J, Tikare S. Antifungal Activity of Ginger Chemical Plaque Control. National Journal of
Extract on Candida albicans An In-vitro Physiology, Pharmacy & Pharmacology 2011;
Study. 2011. 1(2): 45-50.
13. Ficker CE, Arnason JT, Vindas PS, Alvares 24. Lorian V. Antibiotics in Laboratory Medicine,
LP, Akpagana K, Gbeassor M, De Souza C, 5th Edition. Lippincott Williams & Wilkins.
Smith ML. Inhibition of Human Pathogenic Canada. USA 2005. Hal: 622.
Fungi by Ethnobotanically Selected Plant
Extract. National Center for Biotechnology
Information. 2003.
14. Atai Z, Atapour M, Mohseni M. Inhibitory
Effect of Ginger Extract on Candida albicans.
American Journal of Applied Sciences. 2009;
6 (6): 1067-69
130

DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 2. September 2014

Laporan Penelitian

FREKUENSI SUSUNAN GIGI TIDAK BERJEJAL DAN BERJEJAL RAHANG


BAWAH PADA BENTUK LENGKUNG NARROW RAHANG BAWAH
Tinjauan pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin Angkatan 2010-2012

Puteri Islami Savitri, Priyawan Rachmadi, Widodo


Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin

ABSTRACK

Background: The size and shape of the arch is important for diagnose determine of treatment plan on
ortodontic cases, it could affect available space, aesthetics, and stability of teeth. Arch dimension is a genetic
factor that can induced crowded teeth condition. Crowded teeth is an disharmony teeth formation of the arch.
Arch dimension aspect have a big role in the occurance of crowded teeth, people with crowded teeth has bigger
width of dimension arch than uncrowded group. Purpose: The purpose of this study was to know the distribution
of teeth formation on narrow form lower jaw. Methods: It was an observational study with cross sectional
approximation. Sample were taken from Lambung Mangkurat Medical Faculty students of 2010-2012 with total
30 samples whose narrow form lower jaw. Results: The result showed that 24 samples (80%) had crowded teeth
and 6 samples (20%) had uncrowded teeth.Conclusion: It can concluded that people with narrow form lower
jaw had more crowded teeth condition than uncrowded teeth.

Keywords: arch dimension, teeth formation, crowded teeth

ABSTRAK

Latar Belakang: Ukuran dan bentuk lengkung rahang memiliki pengaruh penting dalam diagnosis dan
rencana perawatan kasus ortodontik, karena dapat mempengaruhi tempat yang tersedia, estetik, serta stabilisasi
dari geligi. Dimensi lengkung merupakan factor herediter yang berperan pada terjadinya gigi berjejal. Gigi
berjejal adalah tidak rapi atau tidak harmonisnya susunan gigi pada suatu lengkung rahang. Aspek dimensi
lengkung lebih berperan dalam menyebabkan gigi berjejal, dimana lebar lengkung rahang pada susunan gigi
tidak berjejal lebih besar dibandingkan susunan gigi berjejal. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui distribusi frekuensi susunan gigi pada bentuk lengkung narrow rahang bawah. Metode: Jenis
penelitian ini adalah observasional dengan pendekatan cross sectional. Subjek penelitian terdiri dari satu
kelompok rahang bawah berbentuk narrow yang diambil dari mahasiswa FK UNLAM Banjarmasin angkatan
2010-2012. Sampel penelitian ini adalah model studi gigi rahang bawah lengkung narrow yang berasal dari
mahasiswa berjumlah 30 orang. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada sampel dengan bentuk
lengkung narrow rahang bawah yang memiliki susunan gigi berjejal sebanyak 24 orang (80%) sedangkan yang
memiliki susunan gigi tidak berjejal sebanyak 6 orang (20%). Kesimpulan: Dapat disimpulkan bahwa kelompok
rahang bawah berbentuk narrow lebih banyak memiliki susunan gigi berjejal dibandingkan dengan susunan gigi
tidak berjejal.

Kata-kata kunci: bentuk lengkung, susunan gigi, gigi berjejal

Korespondensi: Puteri Islami Savitri, Program Studi Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat, Jl. Veteran 128B, Banjarmasin 70249, Kalimantan Selatan, e-mail:
savitriislamiputeri@gmail.com
Savitri : Frekuensi Susunan Gigi Tidak Berjejal 131

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE


Ukuran dan bentuk lengkung rahang Penelitian ini menggunakan jenis penelitian
memiliki pengaruh penting dalam diagnosis dan deskriptif observasional. Bahan yang digunakan
rencana perawatan kasus ortodontik, estetik, serta adalah alginat dan gips stone/gips tipe III. Alat
stabilisasi dari geligi. Kegagalan dalam yang digunakan adalah sendok cetak rahang bawah
menyesuaikan bentuk kawat lengkung dengan bergigi no.2 dan no.3, rubber bowl, spatula, sliding
bentuk lengkung pasien dapat meningkatkan resiko caliper merk Krisbow, sarung tangan, masker,
terjadinya relaps dan menyebabkan senyuman yang kapas, tisu, formulir informed consent, dan alat
tidak natural.1 Bentuk lengkung rahang merupakan tulis. Populasi penelitian ini adalah mahasiswa
refleksi dari morfologi tulang di bawahnya. Fakultas Kedokteran Universitas Lambung
Kestabilan bentuk lengkung adalah salah satu Mangkurat Banjarmasin Tahun 2010-2012.
tujuan dari perawatan ortodontik. Bentuk lengkung Pengambilan sampel dilakukan secara purposive
cenderung kembali ke bentuk awalnya sehingga sampling sebanyak 30 hasil cetakan rahang bawah
bentuk lengkung pasien ketika datang pertama kali dengan kriteria inklusi yaitu gigi permanen lengkap
menjadi acuan paling baik dan stabilitas bentuk (kecuali gigi 38 dan 48), tidak ada karies proksimal,
lengkung yang baru.2 tidak ada gigi yang mengalami atrisi pada bagian
Raberin (1993) melakukan penelitian pada insisal dan oklusal, tidak ada gigi yang berlebih
bangsa Perancis dan melaporkan bahwa ras (supernumerary teeth), belum pernah dirawat
kaukasoid memiliki lima bentuk lengkung rahang ortodonti, memiliki bentuk lengkung rahang bawah
bawah, yaitu narrow, mid, wide, pointed, dan flat, narrow, berumur ≥ 18 tahun, dan bersedia dijadikan
dengan presentase terbesar adalah bentuk lengkung sampel dalam penelitian. Kriteria eksklusi antara
narrow sebanyak 23,7%.3 Novrida (2007) lain adanya kelainan bentuk dan ukuran gigi
membuktikan bahwa suku Melayu pada mahasiswa (makrodontia, peg shape, fusion), memiliki riwayat
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara eksodontia pada masa gigi permanen.
memiliki kelima bentukan rahang berdasarkan Variabel yang diteliti pada penelitian ini
klasifikasi Raberin tersebut, dengan bentukan adalah susunan gigi tidak berjejal dan berjejal
narrow juga memiliki presentase kedua terbanyak rahang bawah pada bentuk lengkung narrow rahang
yaitu 20,93%, setelah wide sebagai bentuk bawah mahasiswa Fakultas Kedokteran UNLAM
terbanyak dengan presentase 37,21%.4 Banjarmasin Tahun 2010-2012. Pengambilan
Gigi berdesakan ditandai adanya tumpang sampel dilakukan dengan cara pencetakan gigi
tindih (overlapping) gigi-gigi yang berdekatan.5 rahang bawah, kemudian segera dilakukan
Gigi berjejal merupakan keluhan yang sering pengisian cetakan dengan gips stone/stone tipe III.
dijumpai pada pasien-pasien ortodonti dan keadaan Pengukuran lengkung rahang bawah dilakukan
ini bisa menimbulkan gangguan pada penampilan dalam arah transversal dan sagital untuk
seseorang, pengunyahan, serta membersihkan gigi.6 mengetahui bentuk lengkungnya hingga didapatkan
Gigi berdesakan atau berjejal berakibat mudahnya 30 sampel hasil cetakan rahang bawah berbentuk
terjadi karies, lesi epitel interdental, lesi narrow. Dilanjutkan pengukuran mesiodistal
periodontium dan gangguan oklusi, yang semuanya masing-masing gigi rahang bawah dan perimeter
ini saling berkaitan.7 lengkung untuk mengetahui susunan gigi rahang
Beberapa teori telah dicoba untuk bawah. Hasil pemeriksaan dicatat dalam lembar
menjelaskan etiologi dari gigi berjejal termasuk di perhitungan dan dilanjutkan pengumpulan data.
dalamnya faktor herediter dan faktor lingkungan. Analisis data yang digunakan pada penelitian ini
Ukuran gigi dan dimensi lengkung termasuk di adalah analisis deskriptif.
dalam faktor herediter yang berperan di dalam
terjadinya gigi berjejal. Howe dkk. (1983) HASIL PENELITIAN
menunjukan bahwa dimensi lengkung lebih
Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas
berpengaruh terhadap gigi berjejal dibandingkan
Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat pada
dengan ukuran gigi.6 Hamid (2005) melaporkan jika
bulan September-November 2013. Hasil penelitian
lebar lengkung rahang kelompok gigi tidak berjejal
frekuensi susunan gigi tidak berjejal dan berjejal
lebih besar dibandingkan dengan kelompok gigi
pada bentuk lengkung narrow rahang bawah
berjejal.8 Pada penelitian Raiq dkk. (2007),
mahasiswa FK UNLAM Banjarmasin Tahun 2010-
lengkung rahang bawah berbentuk narrow menjadi
2012 dengan jumlah sampel sebanyak 30 hasil
bentuk lengkung kedua terbanyak setelah flat yang
cetakan rahang bawah berbentuk narrow. Berikut
memiliki gigi berjejal ringan (0-3mm) pada regio
ini merupakan diagram hasil penelitian frekuensi
anterior rahang bawah.9 Tujuan penelitian ini
susunan gigi tidak berjejal dan berjejal pada bentuk
adalah untuk mengetahui distribusi frekuensi
lengkung narrow rahang bawah mahasiswa FK
susunan gigi tidak berjejal dan berjejal rahang
UNLAM Banjarmasin Tahun 2010-2012.
bawah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat tahun 2010-2012 yang
memiliki bentuk lengkung narrow rahang bawah.
132 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 130 - 133

Gambar 1 Data persentase susunan gigi tidak berjejal Gambar 3 Salah satu subjek penelitian
dan berjejal rahang bawah berbentuk
narrow pada mahasiswa Fakultas
Kedokteran UNLAM tahun 2010-2012.

Gambar 4 Hasil cetakan rahang bawah berbentuk


narrow

PEMBAHASAN
Gambar 2 Data persentase susunan gigi rahang bawah
berbentuk narrow pada mahasiswa Fakultas Gigi berjejal itu sendiri diartikan sebagai
Kedokteran UNLAM angkatan 2010-2012 sebuah ketidakharmonisan antara panjang lengkung
dibagi sesuai klasifikasi berdasarkan basal yang tersedia dengan panjang lengkung yang
diskrepansi ukuran lengkung dengan diharapkan untuk letak atau barisan gigi yang
ukuran mesiodistal gigi. baik.10 Etiologi gigi berjejal masih belum diketahui
secara pasti. Peneliti menyatakan bahwa penyebab
gigi berjejal adalah faktor herediter (keturunan).
Berdasarkan Gambar 1 dapat diketahui Peneliti lain mengatakan bahwa faktor lingkungan
bahwa presentase susunan gigi rahang bawah (misalnya makanan lunak dan kehilangan panjang
berbentuk narrow pada mahasiswa Fakultas lengkung yang disebabkan karies) lebih
Kedokteran UNLAM angkatan 2010-2012 yaitu 24 berpengaruh daripada faktor herediter.6 Ukuran
orang atau 80% memiliki susunan gigi berjejal dan gigi, panjang lengkung, lebar dimensi merupakan
yang memiliki susunan gigi tidak berjejal sebesar beberapa dari sekian banyak faktor herediter yang
20% atau 6 orang. Hal ini menunjukkan bahwa berkontribusi terjadinya gigi berjejal.11 Hamid
rahang bawah berbentuk narrow lebih banyak (2005) menyatakan dari hasil penelitiannya bahwa
memiliki susunan gigi berjejal dibandingkan tidak panjang lengkung yang ditemukan antara kelompok
berjejal yaitu mencapai lebih dari setengah total gigi berjejal dan tidak berjejal memiliki
sampel. Pada Gambar 2 dapat diketahui apabila perbedaan.12
dibagi berdasarkan klasifikasi yang ada bahwa dari Hasil penelitian Olmez (2011) menyatakan
24 lengkung rahang bawah berbentuk narrow yang bahwa bentuk lengkung yang memiliki frekuensi
memiliki susunan gigi berjejal ringan yaitu paling tinggi terjadinya makloklusi Angle adalah
sebanyak 23 orang atau 76,66% dan yang memiliki tapered atau bisa disamakan dengan bentukan
susunan gigi berjejal sedang yaitu sebanyak 1 orang narrow13. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
atau 3,33%. Sampel dengan bentuk lengkung yang ada bahwa lebih dari separuh (80%) dari
rahang bawah narrow, yang memiliki susunan gigi jumlah sampel dengan bentukan lengkung rahang
berjejal berjumlah lebih dari setengah dari total bawah narrow memiliki susunan gigi berjejal.
sampel. Berdasarkan Gambar 2, sesuai klasifikasi
berdasarkan diskrepansi ukuran lengkung, 23
Savitri : Frekuensi Susunan Gigi Tidak Berjejal 133

sampel (76,66%) dengan lengkung rahang bawah 4. Novrida Z. Ukuran dan bentuk lengkung gigi
berbentuk narrow memiliki susunan gigi berjejal rahang bawah pada mahasiswa fakultas
ringan (-0,1 mm hingga 5 mm). Hal ini sesuai kedokteran gigi universitas sumatera utara.
penelitian Raiq (2007) yang menyatakan bahwa Skripsi. Medan: Fakultas Kedokeran Gigi
bentuk lengkung rahang narrow menduduki Universitas Sumatera Utara. 2007, hal.26.
peringkat kedua (22%) setelah bentukan flat (33%) 5. Rahardjo P. Ortodonti dasar. Surabaya:
yang memiliki gigi berjejal ringan atau mild Airlangga University Press, 2009; hal.65.
irregularity (1-3mm) pada susunan gigi anterior 6. Wijaya S. Perbandingan ukuran gigi dan
rahang bawah.9 dimensi lengkung antara gigi tanpa berjejal
Berdasarkan hasil penelitian dapat dengan gigi berjejal. Skripsi. Medan: Fakultas
disimpulkan bahwa susunan gigi berjejal lebih Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
banyak dimiliki oleh kelompok bentuk lengkung 2011, hal.2,33.
narrow rahang bawah dibandingkan dengan 7. Widyanto MR dan Shinta P. Piranti lunak
susunan gigi tidak berjejal dengan persentase 80% untuk analisis bentuk lengkung gigi dengan
(24 dari 30 hasil cetakan rahang bawah). Apabila jaringan saraf tiruan. Jurnal Informatika Mei
dibagi berdasarkan klasifikasi, maka persentase 2008; 9(1): 8-14.
susunan gigi terbanyak adalah berjejal ringan (0,1 8. Kuswardani D, Muhammad RW dan Putu WH.
mm hingga 5 mm) sebesar 76,67%. Para praktisi Desain template pada klasifikasi bentuk
sebaiknya mengetahui setiap bentuk lengkung lengkung deretan gigi manusia dengan regresi
rahang pasiennya agara dapat lebih kuadratik. Fakultas Ilmu Komputer Ilmu
memperhitungkan segala tindakan khususnya yang Universitas Indonesia Juli-Desember 2010;
berhubungan dengan cukup atau tidaknya tempat 34(2): 96-103.
yang tersedia sehingga hasil pewatan ortodonti 9. Raiq TT, Issac AYA and Dheaa HAA.
yang dapat lebih stabil. Mandibular arch form and late anterior
crowding. J Baghdad Coll Dentistry 2007;
19(1): 95-100.
DAFTAR PUSTAKA 10. Sun MK, Jae-Hyung K, Jin-Hyoung C, Jeong-
Moon K and Hyeon-Shik H. What determines
1. Thakur G, Anil S, Vivek M, HS Jaj and Vishal dental protrusion or crowding while both
S. Intercompany comparison of prefabricated malocclusions are caused by large tooth size?
arch forms in different malocclusion groups in Korean J Orthod 2009; 39(5); 330-336.
Himachali population. Indian Journal of Dental 11. Groves MS. A comparative analysis of
Sciences. 2012; 4(3): 012-016. crowding in class I and II malocclusions.
2. Anwar N and Mubassar F. Clinical Thesis. Faculty of Saint Louis University,
applicability of variations in arch dimensions 2010, p.57.
and arch forms among various vertical facial 12. Hamid MWU and Muhammad IR. Dental
patterns. Journal of the Collage of Physicians crowding and its relationship to tooth size and
and Surgeons Pakistan 2011; 21(11): 685-690. arch dimensions. Pakistan Oral and Dent. Jr.
3. Liang LR. Bentuk dan ukuran lengkung gigi 2005; 25(1): 47-52.
rahang bawah pada mahasiswa malaysia 13. Olmez S and Dogan S. Comparison of the arch
fakultas kedokteran gigi universitas forms and dimensions in various malocclusions
sumaterautara. Skripsi. Fakultas Kedokteran of the turkish population. Open Journal of Sto
Gigi Universitas Sumatera Utara. Medan:
2010, hal.5.
134

DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 2. September 2014

Laporan Penelitian

DESKRIPSI GIGI IMPAKSI MOLAR KE TIGA RAHANG BAWAH


DI RSUD ULIN BANJARMASIN
Tinjauan Pada Bulan Juni-Agustus 2013

Erlinda Amaliyana, Cholil, Bayu Indra Sukmana


Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin

ABSTRACT

Background: Impaction tooth is a tooth that is preventing from its normal path of eruption in the dental
arch due to lack of space in the arch or obstruction in the eruptive pathway of the tooth. The most frequent teeth
become impacted is mandibular third molar. Banjar ethnic is the result of the mixing of the various ethnics
which can cause jaw size and teeth size is unharmonious. Those things lead to lack of space for third molar
eruption that causing impacted teeth. Purpose: The purpose of this study was to determine the characteristics of
patients with impacted mandibular third molar on Banjar ethnic at Regional General Hospital of Ulin in
Banjarmasin, June-August 2013. Methods: This research was an observational study with a descriptive cross-
sectional study design, in which every patient who came to Regional General Hospital of Ulin in Banjarmasin
with complaints of impacted mandibular third molar would been selected by interview. Results: The results from
this study showed that 23 people were found with impacted mandibular third molar. On Banjar ethnic, there
were 13 women and 10 men with impacted mandibular third molar. At age ≤ 25 years there were 10 people,
aged 26-35 years by 7 people and aged ≥ 36 years as many as 6 people. Conclusion: The conclusion was the
description of impacted mandibular third molar showed that the frequency was more common in women and age
≤ 25 year was high frequent suffer from impacted.

Keywords: impacted tooth, banjar ethnic, mandibular third molar

ABSTRAK

Latar belakang: Gigi impaksi merupakan gigi yang menghalangi jalan dari normalnya erupsi pada
lengkung gigi karena kurangnya ruang pada lengkung atau obstruksi pada jalannya erupsi dari gigi. Gigi yang
paling sering mengalami impaksi adalah molar ke tiga rahang bawah. Suku Banjar merupakan hasil pembauran
dari berbagai suku yang bisa menyebabkan ukuran rahang dan ukuran gigi yang tidak harmonis. Hal-hal
tersebut menyebabkan molar ke tiga kekurangan ruang untuk erupsi sehingga terjadi gigi impaksi. Tujuan:
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik penderita gigi impaksi molar ke tiga rahang
bawah pada suku banjar di RSUD Ulin Banjarmasin pada bulan Juni-Agustus 2013. Metode: Penelitian ini
menggunakan metode observasional deskriptif dengan rancangan cross-sectional study. Setiap pasien yang
datang ke RSUD Ulin Banjarmasin dengan keluhan gigi impaksi molar ke tiga rahang bawah akan diseleksi
dengan wawancara. Hasil: Hasil dari penelitian ini didapat 23 orang dengan gigi impaksi molar ke tiga rahang
bawah. Pada suku Banjar, terdapat penderita perempuan sebanyak 13 orang dan laki-laki sebanyak 10 orang.
Pada usia ≤25 tahun terdapat 10 orang, usia 26-35 tahun sebanyak 7 orang dan usia ≥36 tahun sebanyak 6
orang. Kesimpulan: Berdasarkan penelitian ini diambil kesimpulan deskripsi dari gigi impaksi molar ke tiga
rahang bawah terlihat frekuensi lebih banyak terjadi pada perempuan dan usia ≤25 tahun paling sering terjadi
gigi impaksi.

Kata-kata kunci: gigi impaksi, suku banjar, molar ke tiga rahang bawah

Korespondensi: Erlinda Amaliyana, Program Studi Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Universitas
Mangkurat, Jl. Veteran 128B, Banjarmasin 70249, Kalimantan Selatan, e-mail: erlindaamaliyana@gmail.com
Amaliyana : Deskripsi Gigi Impaksi 135

PENDAHULUAN pembauran dari berbagai suku yang mana bisa


menyebabkan ukuran rahang dan ukuran gigi yang
Gigi impaksi merupakan gigi yang tidak harmonis. Hal-hal tersebut menyebabkan
menghalangi jalan normalnya erupsi pada molar ke tiga kekurangan ruang untuk erupsi
lengkung gigi karena kurangnya ruang pada sehingga terjadi gigi impaksi. Mengingat hal
lengkung atau obstruksi pada jalannya erupsi gigi. tersebut dan belum ada data yang pasti tentang gigi
Gigi molar ke tiga maksila dan mandibula, kaninus impaksi molar ke tiga, perlu dilakukan penelitian
maksila dan insisif sentral maksila merupakan gigi mengenai deskripsi gigi impaksi molar ke tiga
yang paling sering terjadi impaksi. Kebanyakan rahang bawah. Tujuan penelitian ini adalah untuk
gigi molar ke tiga yang impaksi atau tidak erupsi menggambarkan keadaaan gigi impaksi molar ke
dapat erupsi dengan normal dan tidak menyebabkan tiga rahang bawah di RSUD Ulin Banjarmasin pada
masalah secara klinis.1 Gigi molar ke tiga rahang bulan Juni-Agustus 2013.
bawah impaksi dapat mengganggu fungsi kunyah
dan sering menyebabkan berbagai komplikasi. BAHAN DAN METODE
Komplikasi yang terjadi dapat berupa resorbsi
patologi gigi yang berdekatan, terbentuknya kista Penelitian ini menggunakan jenis penelitian
folikular, rasa sakit neuralgik, perikoronitis, bahaya deskriptif observasional. Alat yang digunakan
fraktur rahang akibat lemahnya rahang dan adalah lembar pertanyaan interview, alat tulis,
berdesakan gigi anterior akibat tekanan gigi masker, sarung tangan dan alat diagnostik seperti
impaksi ke anterior. Akibat lainnya adalah terjadi kaca mulut. Populasi pada penelitian ini adalah
periostitis, neoplasma dan komplikasi lainnya.2 pasien yang datang ke Poli Gigi di Rumah Sakit
Menurut penelitian Naosherwan dkk. yang Umum Daerah (RSUD) Ulin di Banjarmasin
dilakukan di Poli Gigi Rumah Sakit Penang di Kalimantan Selatan yang mengalami gigi impaksi
Malaysia pada tahun 2000 sampai 2005 dengan pada molar ke tiga rahang bawah. Pengambilan
jumlah pasien yang dirawat sebanyak 15.076 orang, sampel dilakukan secara purposive sampling
terdapat 261 kasus impaksi molar ke tiga mandibula sebanyak 23 orang. Pengambilan sampel dilakukan
sedangkan pada kasus impaksi molar ke tiga atas dasar kriteria yang telah ditentukan oleh
maksila hanya ditemukan 11 kasus. Pada kasus peneliti berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.
yang didapat, impaksi gigi lebih banyak terjadi Kriteria inklusi yaitu pasien suku Banjar yang
pada laki-laki daripada perempuan. Sebanyak 137 datang ke Poli Gigi di Rumah Sakit Umum Daerah
kasus terdapat pada usia dibawah 25 tahun, 102 (RSUD) Ulin yang mengalami gigi impaksi pada
kasus terdapat diantara usia 25 tahun sampai 35 molar ke tiga rahang bawah serta bersedia menjadi
tahun, dan 25 kasus terdapat pada usia diatas 35 responden dalam penelitian. Kriteria ekslusi yaitu
tahun. Kebanyakan kasus impaksi molar ke tiga pasien yang datang ke Poli Gigi di Rumah Sakit
yang datang ke rumah sakit mengeluhkan adanya Umum Daerah (RSUD) Ulin yang tidak mengalami
sakit serta bengkak, dan lainnya datang dengan gigi impaksi pada molar ke tiga rahang bawah yang
tujuan orthodonti.1 bukan suku Banjar serta tidak bersedia menjadi
Chandha dkk melakukan penelitian pada responden dalam penelitian.
suku Bugis dan suku Toraja, menyimpulkan bahwa Variabel yang diteliti pada penelitian ini
impaksi yang terjadi dilihat secara genetik adalah gigi impaksi molar ke tiga rahang bawah
disebabkan faktor lingkungan dan faktor keturunan. pada Suku Banjar berdasarkan jenis kelamin dan
Yang dimaksud dengan faktor lingkungan itu
usia. Penelitian ini dilakukan di Poli Gigi RSUD
sendiri adalah jenis makanan. Secara umum,
makanan suku Toraja memerlukan kekuatan Ulin Banjarmasin pada bulan Juni-Agustus 2013.
kunyah yang lebih besar. Proses evolusi sejalan Setiap pasien yang didiagnosa memiliki gigi
dengan berkembangannya peradaban manusia impaksi molar ke tiga rahang bawah oleh dokter
sehingga ukuran rahang berkurang, sehingga gigi di Poli Gigi RSUD Ulin akan diseleksi apakah
impaksi gigi lebih mudah terjadi. Secara faktor pasien tersebut Suku Banjar dengan melakukan
keturunan, Suku Toraja yang menikah dengan suku wawancara pada pasien tersebut. Apabila dari
lain yang secara genetik memiliki rahang yang
wawancara pasien tersebut merupakan suku Banjar
kecil, sehingga menghasilkan keturunan yang
mengalami impaksi gigi.3 maka pasien tersebut dinyatakan sebagai sampel.
Suku Banjar memiliki kebiasaan memakan Analisis data yang digunakan pada penelitian ini
makanan yang tidak keras dan memasak adalah menggunakan analisis deskriptif.
makanannya dengan cara merebus dan berkuah
seperti gangan, dan cara yang paling khas seperti HASIL PENELITIAN
memais dan menuup.4 Suku Banjar itu sendiri
memiliki kebiasaan memakan makanan yang tidak Hasil penelitian deskripsi gigi impaksi molar
keras sehingga lengkung rahang tidak berkembang ke tiga rahang bawah di RSUD Ulin Banjarmasin
secara maksimal. Suku Banjar merupakan hasil didapatkan 23 sampel. Hasil penelitian deskripsi
136 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 134 - 137

gigi impaksi molar ketiga rahang bawah di RSUD usia yang sering muncul pada penelitian adalah
Ulin Banjarmasin pada bulan Juni-Agustus 2013 pasien yang berada pada usia ≤25 tahun dengan
dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. jumlah sebesar 10 orang (39,1%).

PEMBAHASAN

Hassan (2010) menjelaskan bahwa molar ke


tiga merupakan gigi yang paling sering impaksi.
Prevalensi impaksi molar ke tiga terjadi antara
16,7% sampai 68,6%. Banyak penelitian yang
menyebutkan tidak ada predileksi jenis kelamin
pada impaksi molar ke tiga. Meskipun beberapa
penelitian menyebutkan bahwa frekuensi lebih
tinggi terjadi pada perempuan Eropa dan
perempuan Singapore-Chinese daripada laki-laki.5
Data penelitian ini menunjukan bahwa pasien
perempuan suku Banjar yang mengalami gigi
impaksi molar ke tiga rahang bawah lebih tinggi
dibanding laki-laki yaitu sebanyak 13 orang atau
sebesar 56,5%. Pasien laki-laki suku Banjar yang
Tabel 1 Data Prosentase berdasarkan jenis kelamin mengalami gigi impaksi molar ke tiga rahang
deskripsi gigi impaksi molar ke tiga rahang bawah sebanyak 10 orang atau sebesar 43,5%.
bawah di RSUD Ulin Banjarmasin pada Hassan (2010) juga menjelaskan bahwa
bulan Juni-Agustus 2013 tingginya frekuensi yang terjadi pada perempuan
dikarenakan perbedaan masa pertumbuhan antara
perempuan dan laki-laki. Perempuan biasanya
berhenti pertumbuhannya ketika molar ke tiga baru
mulai erupsi. Pada laki-laki pertumbuhan dari
rahang mereka masih berlangsung selama masa
erupsi molar ke tiga, sehingga memberikan ruang
yang lebih untuk erupsi molar ke tiga.5 Menurut
Miloro (2004) dan ADA (2005), usia pertumbuhan
molar ke tiga bervariasi, gigi molar ke tiga biasanya
mulai tumbuh pada usia antara 17 dan 21 tahun dan
erupsi molar ke tiga akan selesai antara usia 20 dan
24 tahun.1,6,7 Menurut penelitian Syed dkk. (2012)
dari 713 kasus gigi impaksi molar ke tiga sebanyak
430 kasus terdapat pada usia dibawah 25 tahun atau
sebesar 64,5% dari total sampel.8
Hal tersebut mendukung hasil dari penelitian
ini yang menunjukan bahwa pasien yang menderita
Tabel 2 Data Prosentase berdasarkan kelompok gigi impaksi molar ke tiga lebih banyak terdapat di
usia deskripsi gigi impaksi molar ke tiga usia ≤25 tahun yaitu sebanyak 10 orang atau
rahang bawah di RSUD Ulin sebesar 43,5%. Semakin tinggi usia maka lebih
Banjarmasin pada bulan Juni-Agustus sedikit pula angka kejadian gigi impaksi molar ke
2013 tiganya. Hal ini dilihat dari pasien dengan
kelompok usia 26-35 tahun sebanyak 7 orang atau
sebesar 30,4% dan pasien dengan kelompok usia
Data dari Tabel 1 menunjukan pasien ≥36 tahun sebanyak 6 orang atau sebesar 26,1%.
perempuan yang mengalami gigi impaksi molar ke Belum ada teori yang menjelaskan mengapa usia
tiga rahang bawah berjumlah 13 orang atau sebesar ≤25 tahun paling sering mengalami gigi impaksi
56,5% dari keseluruhan pasien. Pasien laki-laki molar ke tiga. Beberapa penelitian hanya
yang mengalami gigi impaksi molar ke tiga rahang menjelaskan mungkin ini dikarenakan
bawah sebanyak 10 orang atau sebesar 43,5%. Data meningkatnya kesadaran tentang kesehatan gigi dan
dari Tabel 2 menunjukan pasien kelompok usia ≤25 mulut.9 Untuk penderita usia 26-35 dan usia ≥36
tahun berjumlah 10 orang atau sebesar 43,5% dari yang mengalami gigi impaksi molar ke tiga, erupsi
keseluruhan pasien. Dilihat dari pasien kelompok molar ke tiga ditemukan pada rentang usia yang
usia 26-35 tahun terdapat sebanyak 7 orang atau luas dikarenakan perubahan posisi yang terjadi
sebesar 30,4%, sedangkan pasien kelompok usia setelah erupsi yang mana bisa menyebabkan gigi
≥36 tahun sebanyak 6 orang atau sebesar 26,1%. impaksi. Hal ini bisa disebabkan kebiasaan makan,
Hasil yang terdapat di tabel menunjukan bahwa
Amaliyana : Deskripsi Gigi Impaksi 137

intensitas mastikasi dan mungkin karena latar 4. Sam’ani M, Rachman H AA, Sjarifuddin
belakang genetik.10 H,Kusmartono VPR, Hadijah S, Kawi HD,
Berdasarkan penelitian ini diambil Anis MZA. Sejarah Banjar. Banjarmasin:
kesimpulan bahwa deskripsi gigi impaksi molar ke BALITBANGDA Provinsi Kalimantan
tiga rahang bawah memperlihat frekuensi lebih Selatan, 2007, hal 1-10
banyak terjadi pada perempuan dan usia ≤25 tahun 5. Hassan AH. Pattern of Molar Impaction in a
yang paling sering mengalami gigi impaksi. Saran Saudi Population. Clinical, Cosmetic and
penelitian ini yaitu perlu dilakukan penelitian yang Investigational Dentistry, 2010: 2; hal 109-
lebih lanjut mengenai gigi impaksi molar ke tiga 113
rahang bawah dengan sampel yang lebih variatif 6. Miloro M, Ghali GE, Larsen PE, Waite PD.
dan lebih banyak. Perlu dilakukan penelitian Peterson’s Principle of Oral and Maxillofacial
tentang hubungan gigi impaksi dengan lengkung Surgery. 2nd Ed. Ontario: BC Decker Inc.
rahang dan hubungan gigi impaksi dengan 2004, hal 132
kebiasaan makan dan jenis makanan. 7. American Dental Association. Tooth
Eruption: The Permanent Teeth. JADA, 2006:
137. hal 127
DAFTAR PUSTAKA 8. Syed KB, Kota Z, Ibrahim M, Bagi MA,
Assiri MA. Prevalence of Impacted Molar
1. Anwar N, Khan AR, Narayan KA, Ab Manan Teeth among Saudi Population in Asir
A Hj. A Six-year Review of The Third Molar Region, Saudi Arabia: A Retrospective Study
Cases Treated in the Dental Department of of 3 Years. Journal of International Oral
Penang Hospital in Malaysia. Dental Health, 2013:5(1). hal 43-47
Research Journal, 2008; 5(2): hal 53-60 9. Ayaz A, Rehman AU. Pattern of Impacted
2. Dwipayanti A, Adriatnoko W, Rochim A. Mandibular Third Molar in Patients Reporting
Komplikasi Post Odontektomi Gigi Molar To Department of Oral and Maxillofacial
Ketiga Rahang Bawah Impaksi. Journal of the Surgery, Khyber College of Dentistry,
Indonesian Dental, 2009; 58(2): hal 20 Peshawar. JKCD, 2012:2(2). hal 50-53
3. Chanda MH, Zahbia ZN. Pengaruh bentuk 10. Qirreish E J. Radiographic Profile of
gigi geligi terhadap terjadinya impaksi gigi Symptomatic Impacted Mandibular Third
molar ketiga rahang bawah. Dentofasial Molars in the Western Cape, South Africa.
Jurnal Kedokteran Gigi, 2007; 6(2): hal 65-6 Masters degree dissertation. Western Cape:
University of Western Cape. 2005.
138

DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 2. September 2014

Laporan Penelitian

GAMBARAN POLA KEHILANGAN GIGI SEBAGIAN PADA MASYARAKAT


DESA GUNTUNG UJUNG KABUPATEN BANJAR

Muhammad Fauzan Anshary, Cholil, I Wayan Arya


Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin

ABSTRACT

Background: The pattern of tooth loss was structure of tooth loss that divided into two i.e partial tooth
loss and the loss of the entire tooth. Partial tooth loss accorded to the Kennedy Classification, the classification
that be used to classify partially edentulous. Increasing age was often associated with the increasing number of
missing teeth. Low levels of education allowed more tooth loss than the higher education level, this is due to
routine of dental care to the dentist. Purpose: This study aimed to determine the pattern of tooth loss by age and
education. Methods: This study was a descriptive with cross-sectional design. The population in this study were
residents on Guntung Ujung Village of Banjar District. Total sample were 60 respondents, each group were 30
respondents in the age group of 25-65 years and >65 years which examined to record the edentulous on
respondents and then classified based on the Kennedy Classification. Results: The pattern of partial tooth loss
on community of guntung ujung village in banjar district was Class I 17 people (28,33%), Class II 17 people
(28,33%), Class III 15 people (25%) and Class IV total of 11 people (18,33%). Conclusion: Based on research,
the most common of Kennedy classification at age 25-65 years were Class III 13 people (21.67%) and at age>
65 years were Class I 15 people (25%). The most common of Kennedy classification on elementary education
were the Class I 13 people (21.67%) and on secondary education were Class III 10 people (16.67%).

Keyword: Pattern of tooth loss, Kennedy Classification, edentulous

ABSTRAK

Latar Belakang: Pola kehilangan gigi adalah struktur kehilangan gigi yang terbagi dua yaitu kehilangan
gigi sebagian dan kehilangan seluruh gigi. Kehilangan gigi sebagian sesuai dengan klasifikasi Kennedy, yaitu
klasifikasi yang digunakan untuk mengklasifikasikan edentulous sebagian. Meningkatnya usia sering
dihubungkan dengan meningkatnya jumlah kehilangan gigi. Tingkat pendidikan yang rendah memungkinkan
terjadinya kehilangan gigi lebih banyak dibandingkan dengan tingkat pendidikan tinggi, hal ini disebabkan
dengan rutinnya melakukan perawatan gigi dan mulut ke dokter gigi. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pola kehilangan gigi berdasarkan umur dan tingkat pendidikan. Metode: Penelitian ini merupakan
penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah penduduk Desa
Guntung Ujung Kabupaten Banjar. Sampel penelitian ini berjumlah 60 responden, masing-masing kelompok
berjumlah 30 responden pada kelompok umur 25–65 tahun dan >65 tahun dilakukan pemeriksaan untuk
mencatat kondisi edentulous pada responden kemudian diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi Kennedy. Hasil:
Pola kehilangan gigi sebagian sebagai berikut Kelas I berjumlah 17 orang (28,33%), Kelas II berjumlah 17 orang
(28,33%), Kelas III berjumlah 15 orang (25%), dan Kelas IV berjumlah 11 orang (18,33%). Kesimpulan:
Berdasarkan hasil penelitian, Klasifikasi Kennedy yang paling banyak terjadi pada umur 25-65 tahun adalah
Kelas III berjumlah 13 orang (21,67%) dan pada umur >65 tahun adalah Kelas I berjumlah 15 orang (25%).
Klasifikasi Kennedy yang paling banyak terjadi pada pendidikan dasar adalah Kelas I berjumlah 13 orang
(21,67%) dan pada pendidikan menengah adalah Kelas III berjumlah 10 orang (16,67%).

Kata-kata kunci: Pola kehilangan gigi, Klasifikasi Kennedy, edentulous


Anshary : Gambaran Pola kehilangan Gigi Sebagian 139

Korespondensi: Muhammad Fauzan Anshary, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat, Jalan Veteran 128 B, Banjarmasin, KalSel, email: fauzanshary@gmail.com

PENDAHULUAN faktor tersebut (5). Karies gigi adalah salah satu


penyebab kehilangan gigi yang paling sering terjadi
Edentulous (kehilangan gigi sebagian atau pada dewasa muda dan dewasa tua (6).
seluruhnya) merupakan indikator kesehatan mulut Karies merupakan penyakit infeksi pada gigi
dari suatu populasi. Hal ini merupakan cerminan Karies pada gigi yang tidak dirawat dapat
keberhasilan berbagai pencegahan dan pengobatan bertambah buruk, sehingga akan menimbulkan rasa
yang diberlakukan oleh suatu pelayanan kesehatan. sakit dan berpotensi menyebabkan kehilangan gigi.
Banyak pasien menganggap edentulous sebagai Walaupun secara keseluruhan karies menurun di
sebuah alasan untuk mendapat perawatan gigi (1). Amerika, tetapi penurunan ini tidak terjadi pada
Weintraub dan Burt menyatakan bahwa kelompok kelompok usia tua (6). Penelitian sebelumnya yang
sosio-ekonomi yang lebih rendah mengalami dilakukan oleh peneliti Amerika telah
edentulous dalam tingkat yang lebih tinggi daripada mengemukakan bahwa karies gigi merupakan
kelompok sosio-ekonomi yang lebih tinggi (2). alasan utama ekstraksi gigi, dan studi lainnya yang
Kehilangan gigi merupakan suatu keadaan dilakukan di Selandia Baru, Swedia, dan bahkan di
lepasnya satu atau lebih gigi dari soketnya atau Brasil menegaskan bahwa karies dapat
tempatnya. Kejadian hilangnya gigi, biasa terjadi menyebabkan kehilangan gigi (7).
pada anak-anak mulai usia 6 tahun yang mengalami Penyakit periodontal banyak diderita oleh
hilangnya gigi sulung dan kemudian digantikan manusia hampir di seluruh dunia dan mencapai
oleh gigi permanen. Kehilangan gigi permanen 50% dari jumlah populasi dewasa. Menurut hasil
pada orang dewasa sangatlah tidak diinginkan survei kesehatan gigi dan mulut di Jatim tahun
terjadi, biasanya kehilangan gigi terjadi akibat 1995, penyakit periodontal terjadi pada 459 orang
penyakit periodontal, trauma, dan karies (3). dari 1000 penduduk dan lebih banyak di pedesaan
Sebagian besar penelitian menyatakan daripada perkotaan. Prevalensi dan intensitas
bahwa karies dan penyakit periodontal merupakan penyakit periodontal di Asia dan Afrika terlihat
penyebab utama terjadinya kehilangan gigi. lebih tinggi dibandingkan di Eropa, Amerika, dan
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun Australia. Penyakit periodontal di Indonesia
2007 pengalaman karies di Kalimantan Selatan menduduki urutan ke dua utama yang masih
adalah 83,4% (4). Kehilangan gigi dapat merupakan masalah di masyarakat. Penyakit yang
disebabkan oleh karies, penyakit periodontal, menyerang pada gingiva dan jaringan pendukung
trauma, dan atrisi yang berat. Sebagian besar gigi ini merupakan penyakit infeksi yang serius dan
penelitian menyatakan bahwa karies dan penyakit apabila tidak dilakukan perawatan yang tepat dapat
periodontal merupakan penyebab utama terjadinya mengakibatkan kehilangan gigi (8).
kehilangan gigi. Faktor penyakit seperti karies dan Faktor sosio–demografi seperti umur, jenis
penyakit periodontal yang menyebabkan kelamin, tingkat pendidikan, dan tingkat
kehilangan gigi berhubungan dengan meningkatnya penghasilan merupakan faktor utama yang
usia. Beberapa penelitian sebelumnya menyatakan mempengaruhi jumlah kehilangan gigi (1).
faktor bukan penyakit seperti faktor sosio– Prevalensi kehilangan seluruh gigi pada dewasa
demografi, perilaku dan gaya hidup juga muda di Meksiko sekitar 2,4% dan pada dewasa tua
berpengaruh terhadap kehilangan gigi (1). yang berumur 65 tahun keatas sekitar 30,6% (9).
Kehilangan gigi biasanya disebabkan oleh Kehilangan gigi di Brazil sangat terkait dengan
karies dan penyakit periodontal yang dipengaruhi tempat tinggal di daerah pedesaan, jenis kelamin
oleh beberapa faktor. Persentase keterlibatan perempuan, status sosial ekonomi yang kurang
kehilangan gigi akibat karies dan penyakit baik, tingkat pendidikan yang kurang baik, dan
periodontal tergantung pada usia di mana pada usia tua (10).
kehilangan gigi pada usia lanjut kebanyakan Menurut Prof. Dr. Koesmanto Setyonegoro
disebabkan oleh penyakit periodontal sedangkan dalam jurnal Rusli (2012) pengelompokan usia
kehilangan gigi pada usia muda biasanya sebagai berikut: usia dewasa muda 18 atau 29-25
disebabkan oleh karies. Kehilangan gigi juga tahun, usia dewasa penuh (middle years) atau
dipengaruhi oleh merokok yang berpengaruh maturitas, 25-60 tahun atau 65 tahun, lanjut usia
terhadap terjadinya periodontitis dan karies gigi (3). (geriatric age) lebih dari 65 tahun atau 70 tahun
Karies gigi berasal dari bahasa latin yang (11). Meningkatnya usia sering dihubungkan
artinya lubang gigi dan ditandai oleh rusaknya dengan jumlah kehilangan gigi yang semakin
email dan dentin secara progresif yang disebabkan tinggi. Marcus dkk (1996) dalam skripsi Fauza
oleh aktivitas metabolisme bakteri dan plak. Karies (2011) menyatakan bahwa prevalensi kehilangan
gigi timbul karena empat faktor yaitu host yang gigi tidak berkaitan dengan jenis kelamin (6). Lain
meliputi gigi dan saliva, mikroorganisme, substrat, halnya dengan Prabhu dkk (2009) menyatakan
serta waktu atau lamanya proses interaksi antar kehilangan gigi sebagian paling tinggi dialami oleh
140 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 138 - 143

perempuan dibandingkan laki–laki, sedangkan Desa Guntung Ujung merupakan salah satu
kehilangan seluruh gigi paling tinggi dijumpai pada desa di Kecamatan Gambut Kabupaten Banjar yang
laki–laki dibandingkan perempuan (12). Esan dkk memiliki batas wilayah sebelah utara berbatasan
(2004) mengatakan apabila tingkat pendidikan dan dengan Desa Guntung Papuyu, sebelah selatan
penghasilan rendah maka memungkinkan berbatasan dengan Desa Beruntung Baru, sebelah
terjadinya kehilangan gigi akan lebih banyak barat berbatasan dengan Desa Keladan Baru dan
dibandingkan dengan tingkat pendidikan dan sebelah timur berbatasan dengan Landasan Ulin
penghasilan tinggi, hal ini disebabkan dengan Barat. Sarana pendidikan di desa ini masih kurang
pendidikan dan penghasilan tinggi, seseorang yaitu SD, SMP dan Pesantren saja. Menurut
mengetahui serta rutin melakukan perawatan gigi Riskesdas tahun 2007, pengalaman karies di
dan mulut ke dokter gigi (1). daerah pedesaan adalah 67,6%. Berdasarkan data
Data dari BRFSS pada tahun 2004–2006 Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan tahun
menunjukkan populasi yang mengalami kehilangan 2006, jumlah kasus karies gigi adalah sebesar 5242
lebih dari 6 gigi sebanyak 23% pada kelompok kasus dan untuk jumlah pelayanan dasar
pendidikan SMA atau SMP, SD dan tidak sekolah, pencabutan gigi permanen di daerah Kabupaten
15% pada pendidikan Perguruan Tinggi. Menurut Banjar adalah 3125 kasus. Penelitian ini bertujuan
penelitian Fauza (2011) didapatkan kehilangan gigi untuk mengetahui gambaran pola kehilangan gigi
di rahang atas paling tinggi terjadi pada tingkat sebagian pada masyarakat Desa Guntung Ujung
pendidikan SD kehilangan gigi sebagian Kelas III Kabupaten Banjar berdasarkan umur dan tingkat
Kennedy yaitu 7 orang (3,5%). Kehilangan gigi di pendidikan.
rahang bawah paling tinggi terjadi pada tingkat
pendidikan SD adalah kehilangan gigi sebagian BAHAN DAN METODE
Kelas III Kennedy yaitu 13 orang (6,5%) (6).
Terdapat hubungan antara kehilangan gigi dengan Penelitian ini adalah penelitian deskriptif
tingkat pendidikan. Masyarakat dengan pendidikan yakni suatu penelitian yang bertujuan untuk
tinggi cenderung memiliki kesadaran untuk memberikan gambaran tentang realitas pada obyek
memperbaiki kesehatan rongga mulut, yang diteliti secara obyektif. Dalam penelitian ini
menggunakan fasilitas kesehatan gigi dan mulut menggunakan rancangan cross sectional yaitu
serta gaya hidup yang lebih baik untuk peneliti melakukan pengukuran sesaat terhadap
memperhatikan kesehatan rongga mulut (1). variabel penelitian. Populasi dalam penelitian ini
Pola kehilangan gigi adalah struktur adalah penduduk Desa Guntung Ujung Kabupaten
kehilangan gigi yang diklasifikasikan atas Banjar. Penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok
kehilangan gigi sebagian berdasarkan Klasifikasi sampel yang masing-masing berjumlah 30
Kennedy dan kehilangan seluruh gigi (1). responden pada setiap kelompok sampel, sehingga
Kehilangan gigi sebagian terjadi lebih banyak pada total sampel yang diambil ada 60 orang yang atas 2
dewasa muda, agar tercapai fungsi maksimal gigi– kelompok umur yaitu 25–65 tahun dan >65 tahun.
geligi, pada usia dewasa harus mempunyai minimal Pertama sampel diambil menggunakan teknik
21 gigi di dalam rongga mulut. Penelitian di simple random sampling yaitu dengan cara
Washington tahun 2004 dan 2006 didapatkan 5% melakukan pengundian anggota populasi
dewasa umur 35–44 tahun serta 38% populasi berdasarkan nomor rumahnya yang kemudian
berumur 65 tahun keatas mengalami kehilangan 6 disesuaikan dengan kriteria inklusinya. Hal ini
elemen gigi atau lebih. Kehilangan seluruh gigi dilakukan sampai jumlah sampel memenuhi setiap
terjadi lebih banyak pada usia lanjut (6). kelompok.
Dr Edward Kennedy (1923) menyatakan Kriteria Inklusinya adalah umur ≥25 tahun,
sebuah metode klasifikasi berdasarkan pada memiliki kehilangan gigi pada rahang atas dan atau
hubungan ruang edentulous ke gigi penopang. rahang bawah, bersedia untuk dijadikan sampel.
Kennedy mengklasifikasikan edentulous menjadi 4 Kriteria Eksklusinya adalah responden mengalami
kategori dalam urutan menurut frekuensi kejadian. kehilangan seluruh gigi di rahang atas, rahang
Kelas-I: Edentulous terletak di bagian posterior dari bawah serta rahang atas dan rahang bawah Alat
gigi yang masih ada dan berada pada kedua sisi yang digunakan pada penelitian ini adalah alat tulis,
rahang atau bilateral, mempunyai insiden tertinggi alat pengolah data (komputer dan kalkulator), alat
pada mandibula (72%). diagnostik, nierbekken, sarung tangan, masker,
Kelas-II: Edentulous terletak di bagian posterior baskom untuk sterilisasi alat, handuk. Bahan yang
dari gigi yang masih ada, pada 1 sisi rahang atau digunakan pada penelitian ini adalah surat
unilateral (72%). pernyataan kesediaan untuk menjadi subjek
Kelas-III: Edentulous terletak di antara gigi-gigi penelitian, detergen untuk sterilisasi, air.
yang masih ada di bagian posterior maupun Penelitian dilakukan di Desa Guntung Ujung
anteriornya unilateral (14%). Kabupaten Banjar. Pertama yang dilakukan adalah
Kelas-IV: Edentulous terletak pada bagian anterior penetapan responden secara random. Semua
dan melewati garis median (8,5%) (14). responden harus memenuhi kriteria inklusi yang
Anshary : Gambaran Pola kehilangan Gigi Sebagian 141

telah ditetapkan. Responden yang memenuhi Kelas III 13 2 15


kriteria diberikan lembar persetujuan untuk menjadi
responden dan dibagi menjadi 2 kelompok umur. Kelas IV 5 6 11
Kelompok tersebut dibagi atas kelompok umur 25- Jumlah 30 30 60
65 tahun dan >65 tahun. Peneliti melakukan
pengisian lembar formulir penelitian. Peneliti Tabel 2 Hasil pemeriksaan pola kehilangan gigi
melakukan pemeriksaan kondisi rongga mulut di sebagian berdasarkan Klasifikasi
bagian rahang atas dan rahang bawah responden Kennedy berdasarkan kelompok umur
dan mencatat kondisi edentulous yang terdapat di
rongga mulut responden. Hasil penelitian kemudian Tabel 2 didapatkan hasil pola kehilangan
diklasifikasikan berdasarkan kehilangan gigi gigi sebagian yang terjadi pada kelompok umur 25-
sebagian menurut Kennedy. 65 tahun adalah Klasifikasi Kennedy Kelas I
berjumlah 2 orang (3,33%), Kelas II berjumlah 10
HASIL PENELITIAN orang (16,67%), Kelas III berjumlah 13 orang
(21,67%) dan Kelas IV
Hasil penelitian gambaran pola kehilangan berjumlah 5 orang (8,33%).
gigi sebagian pada masyarakat Desa Guntung
Ujung Kabupaten Banjar dijelaskan pada Tabel 1.
Tingkat Pendidikan
Pola Kehilangan Pola
Jumlah Kehilangan Pendidikan
Gigi Sebagian Pendidikan Jumlah
Gigi Dasar
Kelas I 17 Menengah
Sebagian (Tidak
(SMP dan
Kelas II 17 Sekolah
SMA)
dan SD)
Kelas III 15 Kelas I 13 4 17
Kelas IV 11 Kelas II 11 6 17
Jumlah 60 Kelas III 5 10 15
Kelas IV 9 2 11
Tabel 1 Hasil pemeriksaan pola kehilangan gigi
sebagian berdasarkan Klasifikasi Jumlah 38 22 60
Kennedy pada masyarakat Desa Guntung
Ujung Kabupaten Banjar
Tabel 3 Hasil pemeriksaan pola kehilangan gigi
Tabel 1 menunjukkan bahwa pola sebagian berdasarkan Klasifikasi
kehilangan gigi sebagian pada masyarakat Desa Kennedy berdasarkan tingkat pendidikan
Guntung Ujung Kabupaten Banjar adalah Kelas I
berjumlah 17 orang (28,33%), Kelas II berjumlah Tabel 3 menunjukkan bahwa pola
17 orang (28,33%), Kelas III berjumlah 15 orang kehilangan gigi sebagian yang terjadi pada tingkat
(25%), dan Kelas IV berjumlah 11 orang (18,33%). pendidikan dasar adalah pada Klasifikasi Kennedy
Berdasarkan kuesioner didapatkan sebanyak 49 Kelas I yang berjumlah 13 orang (21,67%), Kelas II
responden mengaku tidak pernah ke dokter gigi. berjumlah 11 orang (18,33%), Kelas III berjumlah
Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa dari 11 5 orang (8,33%) dan Kelas IV berjumlah 9 orang
orang yang mengaku pernah ke dokter gigi (15%).
didapatkan 4 orang mengalami kehilangan gigi
Kelas I, 2 orang Kelas II, dan 5 orang Kelas III. PEMBAHASAN
Sebagian besar responden yaitu berjumlah 58 orang
mengatakan 141las an hilangnya gigi mereka Hasil kuesioner menunjukkan bahwa
karena gigi yang berlubang dan 2 orang sisanya sebanyak 49 responden mengaku tidak pernah ke
kehilangan dokter gigi. Sebanyak 11 orang yang mengaku
gigi karena mengalami kecelakaan. pernah ke dokter gigi didapatkan 4 orang
mengalami kehilangan gigi Kelas I, 2 orang Kelas
II, dan 5 orang Kelas III. Sebagian besar responden
Pola Umur
yaitu berjumlah 58 orang mengatakan alasan
Kehilangan 25-65 >65 Jumlah
hilangnya gigi mereka karena gigi yang berlubang
Gigi Sebagian Tahun Tahun dan 2 orang sisanya kehilangan gigi karena
Kelas I 2 15 17 mengalami kecelakaan.
Hasil penelitian pada kelompok umur 25-65
Kelas II 10 7 17 tahun, Klasifikasi Kennedy yang paling banyak
142 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 138 - 143

terjadi adalah Kelas III dan yang paling sedikit berjumlah 10 orang (16,67%) karena Klasifikasi
terjadi adalah Kelas I. Penelitian pada kelompok Kennedy Kelas III merupakan kehilangan gigi di
umur >65 tahun, Klasifikasi Kennedy yang paling satu sisi rahang antar gigi anterior dan posterior
banyak terjadi adalah Kelas I dan yang paling saja. Hasil penelitian ini sesuai dengan data dari
sedikit terjadi adalah Kelas III. Hasil tersebut sesuai BRFSS pada tahun 2004–2006 menunjukkan
dengan penelitian Fauza (2011) dan Medina – Solis populasi yang mengalami kehilangan lebih dari 6
dkk (2006) yang menyatakan terdapat hubungan gigi sebanyak 23% pada kelompok pendidikan
antara umur dan pola kehilangan gigi sebagian SMA atau SMP, SD dan tidak sekolah, 15% pada
karena semakin meningkat umur, maka kehilangan pendidikan Perguruan Tinggi (6). Penelitian ini
gigi akan semakin banyak pada rongga mulut. Hal menunjukkan bahwa rendahnya tingkat pendidikan
ini disebabkan adanya karies gigi dan penyakit menyebabkan sebagian responden tidak mau
periodontal yang merupakan alasan hilangnya gigi, memeriksakan giginya ke dokter gigi karena
kedua faktor tersebut akan bertambah parah dengan kurangnya pengetahuan responden tentang
meningkatnya umur (6,9). Penelitian kesehatan gigi pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut
di Australia melaporkan bahwa pada populasi sehingga tingkat pendidikan memiliki kaitan erat
penduduk yang berusia 15 tahun ke atas, 11,4% terhadap tuntutan masyarakat untuk memperoleh
penduduk memiliki jumlah gigi kurang dari 21 pelayanan kesehatan.
elemen gigi. Prevalensi kehilangan gigi berkaitan Responden yang pernah ke dokter gigi yang
erat dengan usia, hampir tidak ada pada usia 15 – berjumlah 11 orang merupakan responden yang
34 tahun, namun sangat berpengaruh pada usia 75 memiliki tingkat pendidikan menengah. Hasil
tahun ke atas (15). Data yang didapat dari WHO penelitian ini sesuai dengan penelitian mengatakan
pada tahun 2000 menunjukkan prevalensi bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, maka
kehilangan gigi pada orang yang berusia 65 sampai makin tinggi pula tuntutannya untuk memperoleh
75 tahun di Prancis adalah sebesar 16,9%, di pelayanan kesehatan yang bermutu (17). Selain itu,
Jerman sebesar 24,8%, dan di Amerika Serikat menurut Green dan Pincus yang dikutip oleh
sebesar 26-31% (16). Situmorang (2003), ditemukan korelasi kuat antara
Hasil penelitian pada kelompok pendidikan pendidikan dengan kesehatan serta pendidikan
dasar, Klasifikasi Kennedy yang paling banyak dengan perilaku sehat (18).
terjadi adalah Kelas I dan yang paling sedikit Kesimpulannya adalah hasil penelitian
terjadi adalah Kelas III. Hasil penelitian pada menunjukkan bahwa umur mempengaruhi terhadap
kelompok pendidikan menengah, Klasifikasi tingkat keparahan hilangnya gigi karena semakin
Kennedy yang paling banyak terjadi adalah Kelas meningkatnya umur maka resiko terkena karies dan
III dan yang paling sedikit terjadi adalah Kelas IV. penyakit periodontal yang menyebabkan hilangnya
Hal ini sesuai dengan penelitian Esan (2004), yaitu gigi akan meningkat. Penelitian menunjukkan
terdapat hubungan antara tingkat pendidikan bahwa pada pendidikan dasar banyak mengalami
dengan pola kehilangan gigi sebagian. Seiring kehilangan gigi Kelas I yang merupakan kehilangan
meningkatnya tingkat pendidikan maka gigi yang sudah parah, hal ini disebabkan karena
kemungkinan mempertahankan gigi di dalam mulut kurangnya pengetahuan masyarakat tentang
menjadi lebih tinggi. Hubungan antara edentulous pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut dan
dan status pendidikan mungkin sebagai pengaruh mereka mengatakan bahwa ke dokter gigi bukan
dari meningkatnya kesadaran kesehatan gigi, merupakan suatu kewajiban. Sebanyak 11
peningkatan fasilitas kesehatan mulut, kebiasaan responden (18,33%) yang mengaku pernah ke
membersihkan mulut yang diperoleh selama proses dokter gigi berasal dari tingkat pendidikan
pembelajaran dan pengaruh kelompok sebaya (1). menengah, hal ini menunjukkan bahwa semakin
Seperti di negara lain, juga ditemukan bahwa tinggi tingkat pendidikan, maka semakin tinggi pula
edentulous sangat erat kaitannya dengan tingkat tuntutannya untuk memperoleh pelayanan
pendidikan. Studi epidemiologis menunjukkan kesehatan yang bermutu.
bahwa orang-orang dengan tingkat pendidikan yang
rendah lebih rentan mengalami edentulous yang DAFTAR PUSTAKA
lebih parah daripada orang-orang dengan
pendidikan yang lebih tinggi (9). 1. Esan TA, Olusile AO, Akeredolu PA, Esan
Pola kehilangan gigi sebagian yang paling AO. Socio-demographic Factors and
banyak terjadi pada kelompok pendidikan dasar Edentulism the Nigerian Experience. BMC
adalah pada Klasifikasi Kennedy Kelas I yang Oral Health 2004; 4(3): 1-6.
berjumlah 13 orang (21,67%) karena Klasifikasi 2. Sari K. Klasifikasi Pasien Edentolous
Kennedy Kelas I merupakan kehilangan gigi di Sebagian pada Masyarakat Pulau Kodingareng
bagian posterior yang terjadi pada kedua sisi rahang Menggunakan Prosthodontic Diagnostic
dan pada kelompok pendidikan menengah pola Index. Makassar: Universitas Hasanuddin,
kehilangan gigi sebagian yang paling banyak terjadi 2011.
adalah pada Klasifikasi Kennedy Kelas III yang
Anshary : Gambaran Pola kehilangan Gigi Sebagian 143

3. Setyadi DA. Analisis Pengaruh Faktor 10. Silva HD, Filho PM, Piva M. Denture-related
Hilangnya Gigi Pasien Menggunakan Metode Oral Mucosal Lesions among Farmers in A
Regresi Logistik Berbasis Komputer. Jakarta: Semi-Arid Northeastern Region Of Brazil.
Universitas Bina Nusantara, 2011. Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 2011 Sep 1;16
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (6):e740-4.
Riskesdas Laporan Hasil Riset Kesehatan 11. Rusli. Olahraga Lanjut Usia. Jurnal ILARA
Dasar Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2012; 3(1): 11 – 19.
2007. Departemen Kesehatan Republik 12. Prabhu N, Kumar S, D’souza M, Hegde V.
Indonesia. Jakarta. 2009. Hal: 142. Partial Edentulousness in a Rural Population
5. Kusumawati R. Hubungan Tingkat Keparahan Based on Kennedy’s Classification: An
Karies Gigi dengan Status Gizi Siswa Kelas Epidemiological Study. J Prosthodont 2009; 9:
Dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana 18-23.
Kabupaten Bogor Tahun 2010. Jakarta: 13. Galagali G, Mahoorkar S. Critical Evaluation
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, of Classification Systems of Partially
2010. Hal: 2. Edentulous Arches. International Journal of
6. Fauza R. Pola Kehilangan Gigi dan Dental Clinics 2010; 2(3): 45-52.
Kebutuhan Jenis Gigi Tiruan Masyarakat Desa 14. Islas-Granillo H, Borges-Yanez SA, Lucas-
Binaan Ujung Rambung Kecamatan Pantai Rincon SE, dkk. Edentulism Risk Indicators
Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Januari- among Mexican Elders 60-Year-Old and
Februari 2010. Medan: Universitas Sumatera Older. Archives of Gerontology and Geriatrics
Utara, 2011. Hal: 8-13. 53 (2011) 258–262.
7. Montandon AAB, Zuza EP, de Toledo EC. 15. Khazae S, Firouzei MS, Sadeghpour S, dkk.
Prevalence and Reasons for Tooth Loss in a Edentulism and Tooth Loss in Iran: Sepahan.
Sample from a Dental Clinic in Brazil. International Journal of Preventive Medicine,
International Journal of Dentistry 2012; 2012: Special Issue, 2012; 6: 42-47.
1-5. 16. Fabiola I. Faktor-faktor yang Berhubungan
8. Wahyukundari MA. Perbedaan Kadar Matrix dengan Angka Kunjungan Masyarakat ke
Metalloproteinase-8 Setelah Scaling dan Kinik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Pemberian Tetrasiklin pada Penderita Gajah Mada. Jurnal PDGI 2006; 56(1): 37-8.
Periodontitis Kronis. Jurnal PDGI 2009; 58 17. Situmorang N. Perilaku Sakit: Suatu Tinjauan
(1): 1-6. Sosial Kultural. Dentika Dent J 2003; 2(8):
9. Medina-Solis CE, Perez-Nunez R, Maupome 265.
G, Casanova-Rosado JF. Edentulism among
Mexican Adults Aged 35 Years and Older and
Associated Factors. American Journal of
Public Health 2006; 96(9): 1578-1581.
144

DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 2. September 2014

Laporan Penelitian

EFEKTIVITAS METODE PERAGAAN DAN METODE VIDEO


TERHADAP PENGETAHUAN PENYIKATAN GIGI
PADA ANAK USIA 9-12 TAHUN DI SDN KERATON 7 MARTAPURA

Amelia Nurfalah, Emma Yuniarrahmah, Didit Aspriyanto


Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin

ABSTRACT

Background: Knowledge of tooth brushing is very important to give to the children. Counseling is a
frequently used way to provide knowledge about tooth brushing. There are two types of methods in dental health
education, the first is a method in one direction (One Way Method) which focuses on active educator and the
second is method of two-way (Two Way Method) which guarantees the existence of two-way communication
between educators and the target. Purpose: The purpose of this study was to determine whether the differences
in effectiveness between demonstration method and videos method to the brushing teeth knowledges in children
aged 9-12 years in SDN Keraton 7 Martapura. Methods: This study was a quasi experimental design and using
a randomized design matched two groups. The sample were 60 children aged 9-12 years from in SDN Keraton 7
Martapura. Sampling was done by purposive sampling. Research procedure begins with giving pre-test, then do
counseling with demonstration methods and video methods in different groups, then finally giving a post-test.
Results: Demonstration method and video method could provided significant results in improving the knowledge
brushing teeth assessed from the mean pre-test and post-test and paired T test results. In the unpaired t test
results showed that there was no significant differences between the demonstration methods and video method in
improving knowledge of brushing teeth. Conclusion: The conclusion of this study showed that there was no
differences in effectiveness between demonstration methods and videos method to the brushing teeth knowledges
of children aged 9-12 years SDN Keraton 7 Martapura.

Keywords: demonstration method, the video method, knowledge, brushing teeth

ABSTRAK

Latar belakang: Pengetahuan penyikatan gigi sangat penting untuk diberikan kepada anak-anak.
Penyuluhan adalah cara yang sering digunakan untuk memberikan pengetahuan mengenai penyikatan gigi. Ada
dua jenis metode dalam penyuluhan kesehatan gigi, yaitu metode satu arah (One Way Method) yang
menitikberatkan pada pendidik yang aktif dan metode dua arah (Two Way Method) yang menjamin adanya
komunikasi dua arah antara pendidik dan sasaran. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah
ada perbedaan efektivitas antara metode peragaan dan metode video terhadap pengetahuan penyikatan gigi
pada anak usia 9-12 tahun di SDN Keraton 7 Martapura. Metode: Penelitian ini merupakan quasi experimental
dan menggunakan rancangan randomized matched two groups design. Sampel penelitian ini adalah anak usia
9-12 tahun dari SDN Keraton 7 Martapura sebanyak 60 anak dan pengambilan sampel dilakukan dengan
purposive sampling. Prosedur penelitian dimulai dengan memberikan pre test, kemudian melakukan penyuluhan
dengan metode peragaan dan metode video pada kelompok yang berbeda, selanjutnya diakhiri dengan post test.
Hasil: Metode peragaan dan metode video dapat memberikan hasil yang signifikan dalam meningkatkan
pengetahuan penyikatan gigi yang dinilai dari hasil rerata pre test dan post test dan hasil uji T berpasangan.
Pada hasil uji T tidak berpasangan didapatkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara metode
peragaan dan metode video dalam peningkatan pengetahuan penyikatan gigi. Kesimpulan: Kesimpulan dari
penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan efektivitas antara metode peragaan dan metode video
terhadap pengetahuan penyikatan gigi pada anak usia 9-12 tahun di SDN Keraton 7 Martapura.

Kata-kata kunci: metode peragaan, metode video, pengetahuan, penyikatan gigi


Nurfalah : Efektivitas Metode Peragaan dan Metode Video 145

Korespondensi: Amelia Nurfalah, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung
Mangkurat, Jl. Veteran 128B, Banjarmasin 70249, Kalimantan Selatan, e-mail: amelianurfalah@yahoo.co.id

PENDAHULUAN membutuhkan alat bantu terutama untuk anak,


pemakaian alat bantu dalam merubah perilaku anak
Masalah kesehatan gigi dan mulut sudah merupakan hal yang sangat penting.6
menjadi perhatian yang sangat penting dalam Pendidikan kesehatan gigi biasanya
lingkungan kesehatan. Salah satu sebabnya adalah berisikan pengetahuan mengenai cara menjaga
rentannya kelompok anak usia sekolah terhadap kesehatan gigi dan mulut. Salah satu contohnya
gangguan kesehatan gigi.1 Menurut Survei adalah pengetahuan menenai penyikatan gigi.
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) yang dilakukan Pengetahuan penyikatan gigi adalah hasil tahu
oleh Departemen Kesehatan (Depkes) tahun 2001 manusia mengenai penyikatan gigi.11 Anak
terdapat 76,2% anak Indonesia pada kelompok usia diharapkan dapat mengetahui jenis sikat dan pasta
12 tahun (kira-kira 8 dari 10 anak) mengalami gigi gigi yang baik, metode menyikat gigi yang benar,
berlubang. SKRT tahun 2004 menyatakan bahwa serta waktu dan frekuensi menyikat gigi yang tepat.
prevalensi karies gigi di Indonesia berkisar antara Penyuluhan kesehatan gigi ternyata dapat
85%-99%.2 Prevalensi karies aktif di Kalimantan memberikan hasil yang positif dalam menurunkan
Selatan sendiri memiliki persentase 49,3%.3 indeks plak. Hasil penelitian Warni pada siswa-
Salah satu penyebab timbulnya masalah siswi kelas IV dan V di dua Sekolah Dasar (SD)
kesehatan gigi dan mulut dalam masyarakat adalah Negeri Medan menunjukkan bahwa penyuluhan
faktor perilaku atau sikap mengabaikan kebersihan dan pelatihan menyikat gigi yang dilakukan cukup
gigi dan mulut. Hal tersebut dilandasi dengan efektif untuk menurunkan indeks plak gigi-geligi.
kurangnya pengetahuan tentang kesehatan gigi dan Hal ini menunjukkan proses belajar yang mereka
mulut serta perawatannya. Kesadaran seseorang dapat melalui program penyuluhan dan pelatihan
akan pentingnya kesehatan gigi dapat dilihat dari dapat dimengerti dan dipraktekkan oleh siswa-siswi
pengetahuan yang dimiliki. Ketika seseorang SD tersebut.7 Begitupun dengan penelitian Leal SC
memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi maka dkk. pada tahun 2002 di Brazil mengenai
perhatian untuk melakukan perawatan terhadap gigi perbandingan efektifitas metode pengajaran cara
dan mulutnya juga tinggi.4 menyikat gigi pada anak 3-6 tahun, pengajaran
Tingginya tingkat karies di Indonesia dengan menggunakan metode audiovisual ternyata
membuat pemerintah bekerja sama dengan dapat menurunkan indeks plak dengan baik, ini
Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) untuk menunjukkan bahwa penyuluhan tersebut
mengantisipasi masalah kesehatan gigi di Indonesia merupakan metode pengajaran cara menyikat gigi
dengan mengupayakan penanganannya melalui yang cukup efektif.8
program pemeriksaan gratis enam bulan sekali. Usia 9-12 tahun adalah usia efektif untuk
Pemerintah juga membuat program kegiatan Usaha memberikan segala informasi yang mengarah pada
Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) di setiap sekolah perkembangan kognitif dan motorik anak,
untuk mengatasi permasalahan kesehatan gigi. contohnya menyikat gigi. Menurut teori Piaget
Salah satu pengajaran yang diberikan oleh UKGS tentang perkembangan kognitif, anak usia 9-12
adalah teknik menyikat gigi yang baik dan benar tahun yang masuk ke dalam tahap operasional
serta memberikan penyuluhan mengenai kesehatan konkret dan operasional formal sudah dapat
gigi dan mulut di sekolah-sekolah.5 mengelompokkan setiap informasi yang diterima
Penyuluhan atau Pendidikan Kesehatan Gigi dan dapat berpikir dengan logis. Perkembangan
(PKG) adalah suatu proses belajar yang ditujukan motorik sendiri sesuai dengan perkembangan fisik
kepada individu dan kelompok masyarakat untuk anak, pada usia 9-12 tahun fisik anak sedang
mencapai derajat kesehatan gigi yang setinggi- berkembang maka motoriknya pun ikut
tingginya. Pemilihan metode yang tepat dalam berkembang, jadi sangat baik ketika diberikan
proses penyampaian materi penyuluhan sangat pengajaran seputar penyikatan gigi pada usia
membantu pencapaian usaha mengubah tingkah tersebut.9,10
laku sasaran. Secara garis besar, hanya ada dua Penelitian yang membandingkan efektivitas
jenis metode dalam penyuluhan kesehatan gigi, penyuluhan dengan metode peragaan (demonstrasi
yaitu metode satu arah (One Way Method) yang langsung) dengan metode video pada anak sekolah
menitikberatkan pendidik yang aktif sedangkan usia 9-12 tahun belum pernah dilakukan
pihak sasaran tidak diberi kesempatan untuk aktif sebelumnya di SDN Keraton 7 Martapura.
dan metode dua arah (Two Way Method) yang Berdasarkan studi pendahuluan diketahui bahwa
menjamin adanya komunikasi dua arah antara pendidikan kesehatan gigi di sekolah kurang karena
pendidik dan sasaran. Pada penyuluhan UKGS tidak aktif, sehingga kegiatan yang
146 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 144 147
- 149

mengarah pada pendidikan kesehatan gigi dirasakan program statistik komputer. Uji hipotesis yang
kurang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui digunakan adalah uji hipotesis T untuk melihat
metode penyuluhan mana yang lebih efektif antara apakah ada perbedaan antara metode peragaan dan
metode peragaan dan metode video terhadap metode video terhadap peningkatan pengetahuan
peningkatan pengetahuan penyikatan gigi pada penyikatan gigi dengan tingkat kepercayaan 95%
anak usia 9-12 tahun di SDN Keraton 7 Martapura. (α=0,05).

BAHAN DAN METODE


HASIL PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian quasi
experimental dengan rancangan randomized Penelitian dilakukan pada siswa kelas 4, 5,
matched two groups design.11 Populasi penelitian dan 6 sebanyak 60 anak. Masing-masing kelompok
adalah anak usia 9-12 tahun di SDN Keraton 7 perlakuan terdiri atas 30 anak. Karakteristik subjek
Martapura. Sampel penelitian dipilih dengan
penelitian dilihat pada Gambar 1, 2, 3.
menggunakan purposive sampling dengan kriteria
inklusi yaitu usia 9-12 tahun, dapat membaca dan
menulis, keadaan umum anak baik, kooperatif, dan
memiliki skor tes IQ sesuai ketetapan peneliti untuk
penyetaraan kedua kelompok penyuluhan.
Berdasarkan kriteria inklusi tersebut diambil 60
anak yang dibagi dalam dua kelompok penyuluhan,
masing-masing 30 anak setiap kelompok dan
memiliki skor hasil tes IQ yang setara.
Instrumen penelitian yang digunakan adalah
kuesioner yang berisi seperangkat pertanyaan
mencakup indikator pertanyaan pengetahuan
penyikatan gigi yang telah dirancang sebelumnya. Gambar 1. Deskripsi subjek penelitian berdasarkan
Kuesioner pre test dan post test seputar penyikatan jenis kelamin
gigi dibuat dengan menggunakan pendekatan
bentuk paralel, yaitu dengan memberikan dua
bentuk kuesioner paralel kepada kelompok subjek
penelitian. Kemudian dilakukan uji validitas
dengan menggunakan validitas isi yaitu validitas
yang diuji dari bentuk isi kuesioner melalui
professional judgment. Validitas isi terdiri dari dua
bentuk uji validitas, validitas muka dan validitas
logik. Validitas muka yaitu validitas yang
didasarkan pada penilaian terhadap format
penampilan kuesioner, dan validitas logik adalah
validitas yang dilihat dari sejauhmana isi kuesioner
merupakan representasi indikator yang hendak
diukur dengan memanfaatkan suatu blue-print yang
memuat cakupan isi dan cakupan kompetensi yang
hendak diungkap.11,12 Alat dan bahan penelitian
yang digunakan adalah model gigi (phantom),
video penyikatan gigi, laptop, monitor, sikat gigi,
pasta gigi, tisu, air, gelas kumur, dan alat tulis. Gambar 2. Deskripsi subjek penelitian berdasarkan
Pada pelaksanaan penelitian kedua hasil tes IQ
kelompok penyuluhan dimasukkan ke dalam
ruangan kelas yang berbeda, pre test seputar
penyikatan gigi diberikan pada anak kelompok
peragaan maupun kelompok video. Penyuluhan
dilakukan setelah diberikan pre test pada kedua
kelompok dengan menggunakan metode sesuai
kelompok penyuluhannya. Post test seputar
penyikatan gigi diberikan setelahnya. Nilai pre test
dan post test setiap anak dicatat dihitung selisih
reratanya antar kelompok penyuluhan baik metode
peragaan maupun metode video. Analisis hasil
penelitian dilakukan dengan menggunakan bantuan Gambar 3. Deskripsi subjek penelitian berdasarkan
jumlah siswa setiap kelas
148
Nurfalah : Efektivitas Metode Peragaan dan Metode Video 147

Hasil pre test dan post test dihitung rerata private nursery di Brazil, pengajaran dengan
skoringnya untuk melihat peningkatan pengetahuan menggunakan metode audiovisual ternyata juga
penyikatan gigi yang terjadi. Hasil rerata skoring dapat meningkatkan pengetahuan anak karena
indeks plak giginya pun turun.8
nilai pre test dan post test dapat dilihat pada Tabel
Hasil penelitian ini menunjukkan kedua
1. metode penyuluhan dapat meningkatkan
pengetahuan kepada anak yang menghasilkan nilai
Tabel 1 Rerata Nilai Skoring Kuesioner post test yang lebih tinggi dari nilai pre test. Hal ini
Pengetahuan Penyikatan Gigi Sebelum dan kemungkinan berhubungan dengan otak dan
Sesudah Diberikan Penyuluhan Dengan memorinya. Otak menyimpan informasi dengan
Metode Peragaan dan Video Pada Anak cara masukan yang diterima oleh sensor diteruskan
Usia 9-12 Tahun di SDN Keraton 7 ke otak dan disimpan di memori jangka pendek,
Martapura beberapa informasi akan diteruskan ke memori
jangka panjang yang ditentukan oleh perhatian
terhadap masukan informasi tersebut. Perhatian,
Skoring Peningkatan
motivasi, dan kaitan suatu informasi terhadap
Metode Kuesioner Pengetahuan
pengetahuan yang sudah ada sebelumnya di otak
Penyuluhan Pre Post (Post-Pre)
adalah faktor paling berpengaruh terhadap
Test Test
penyimpanan informasi di memori jangka
panjang.13 Dalam prinsip pembuatan alat peraga
Metode 16,27 22,37 6,1 dan media penyuluhan menyatakan bahwa
Peragaan pengetahuan yang ada pada setiap orang diterima
Metode 16,67 21,97 5,3 atau ditangkap oleh panca indra. Semakin banyak
Video panca indra yang digunakan semakin banyak dan
semakin jelas pula pengertian atau pengetahuan
Tabel 1 menunjukkan terjadinya yang diperoleh.14 Metode peragaan dan metode
peningkatan pengetahuan pada kedua kelompok video membuat anak menggunakan panca indranya
penyuluhan. Pada kelompok metode peragaan lebih dari satu, sehingga pengetahuan yang
terjadi peningkatan pengetahuan sebesar 6,1 dan diberikan dalam metode penyuluhan baik peragaan
pada metode video terjadi peningkatan pengetahuan maupun video dapat diterima dengan baik.
sebesar 5,3. Uji T berpasangan dilakukan untuk Menurut Piaget, proses kognitif anak
mengetahui apakah ada perbedaan antara pre test terbentuk dari skema yang dibuat oleh anak itu
dan post test dalam peningkatan pengetahuan pada sendiri. Skema adalah konsep atau kerangka yang
kedua metode penyuluhan. Hasil uji T berpasangan eksis di dalam pemikiran individu yang dipakai
pada metode peragaan diperoleh nilai p = 0,001 untuk mengorganisasikan dan menginterpretasikan
(p<0,05) dan metode video diperoleh nilai p = informasi. Ada dua proses yang bertanggung jawab
0,001 (p<0,05) yang menunjukkan bahwa terdapat atas cara anak menggunakan dan mengadaptasi
perbedaan antara hasil pre test dan hasil post test skema mereka yaitu asimilasi dan akomodasi.
pada metode peragaan dan metode video. Hasil uji Asimilasi terjadi ketika anak memasukkan
T tidak berpasangan yang didapatkan nilai p= 0,365 pengetahuan baru ke dalam pengetahuan yang
(p>0,05), dapat disimpulkan bahwa tidak ada sudah ada, sedangkan akomodasi terjadi ketika
perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok anak menyesuaikan diri dengan informasi yang
penyuluhan. baru.10 Pada pemberian pengetahuan penyikatan
gigi baik dengan metode peragaan maupun metode
PEMBAHASAN video terjadi proses asimilasi pada anak. Anak
sudah dikenalkan dan diajarkan orang tuanya
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tentang penyikatan gigi, sehingga anak sudah
metode peragaan dan metode video dapat memiliki pengetahuan tentang penyikatan gigi
meningkatkan pengetahuan penyikatan gigi pada sebelumnya. Pemberian pengetahuan penyikatan
anak usia 9-12 tahun di SDN Keraton 7 Martapura. gigi yang baik dan benar, akan memacu anak untuk
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian memasukkan pengetahuan baru tersebut ke dalam
Warni pada siswa-siswi kelas IV dan V di dua pengetahuan yang sudah ada, dan saat itulah proses
Sekolah Dasar (SD) Negeri Medan yang kognitif berlangsung kemudian terjadi peningkatan
menunjukkan bahwa penyuluhan dan pelatihan pengetahuan pada anak. Proses akomodasi pun
menyikat gigi seperti metode peragaan dapat terjadi ketika anak menyesuaikan diri dengan
meningkatkan pengetahuan siswa-siswi tersebut pengetahuan penyikatan gigi yang baru.
dengan berkurangnya indeks plak gigi.1 Begitu juga Pengetahuan yang didapatkan anak sebelum
dengan penelitian Leal SC dan Bezzera pada tahun diberikan penyuluhan kemungkinan belum atau
2002 mengenai perbandingan efektifitas metode kurang tepat, dengan diberikannya penyuluhan
pengajaran cara menyikat gigi pada anak usia 3-6
tahun yang diambil dari 50 anak dalam sebuah
148 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 144 - 149
149

yang benar maka anak dapat menyesuaikan diri pengaruh terhadap meningkatnya pengetahuan,
dengan pengetahuan yang lebih baik. dimana warna berpengaruh kuat pada memori
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini jangka pendek dan perhatian visual.18
ditolak. Metode peragaan dan metode video Rangkaian gambar kartun yang disajikan
ternyata tidak mempunyai perbedaan yang dalam bentuk video juga dapat menarik perhatian
anak saat penyuluhan. Hal ini sesuai dengan
bermakna untuk meningkatkan pengetahuan
penelitian Reny Dwy Rahayu yang menyatakan
penyikatan gigi pada anak usia 9-12 tahun. Hal ini bahwa video yang berisikan kartun dapat
tidak sesuai dengan penelitian Hermina dan Vera, membantu meningkatkan perkembangan kognitif
Tan Xiao Chuan yang pada penelitiannya anak yang dilihat dari nilai tes sebelum dan tes
menyatakan bahwa metode peragaan lebih efektif sesudah diberikan video. Media pengajaran yang
diberikan untuk penyuluhan penyikatan gigi anak dapat memotivasi minat dan tindakan anak adalah
dengan rentang usia 3-11 tahun.15,16 Hal ini juga media pengajaran yang direalisasikan dengan
teknik hiburan seperti metode video, oleh karena itu
tidak sesuai dengan penelitian dari Rani AW. yang
metode video dapat meningkatkan pengetahuan
menyatakan bahwa metode audio-visual seperti anak karena mampu meningkatkan motivasi minat
video, film, merupakan metode yang lebih efektif dan tindakan anak ketika penyuluhan
untuk diberikan dibandingkan metode berlangsung.19
konvensional. 17 Menurut Piaget, tahap perkembangan
Metode peragaan dan metode video yang kognitif anak usia 9-12 memasuki tahap
berisikan pengetahuan penyikatan gigi sama-sama operasional konkret dan tahap operasional formal
yang dimulai sekitar umur tujuh tahun sampai lima
menarik dan dapat diterima oleh anak. Seperti
belas tahun. Pada tahap ini anak sudah dapat
penelitian yang dilakukan Mey Linda, metode melakukan penalaran logika, memiliki kemampuan
peragaan dan metode video memiliki efektivitas untuk menggolong-golongkan sesuatu serta sudah
yang sama dalam menurunkan indeks plak sampai mulai memikirkan pengalaman di luar pengalaman
hari ketujuh setelah penyuluhan diberikan pada konkret dan memikirkannya secara lebih abstrak,
anak Keberadaan penyuluh yang langsung memberi idealis, dan logis. Hal ini boleh jadi membuat
metode peragaan dan metode video dapat diterima
penyuluhan dan pengajaran juga mempengaruhi
dengan baik oleh anak sehingga dapat
daya tangkap anak karena adanya kesempatan pada meningkatkan pengetahuan penyikatan giginya.
anak untuk terlibat di dalam proses pengajaran. Bila Dengan berkembanganya aspek kognitif, anak
ada suatu hal yang anak belum mengerti, anak menunjukkan proses belajar yang mereka terima
dapat bertanya kepada penyuluh.20 melalui penyuluhan dan pengajaran cara menyikat
Metode video dikatakan menarik karena gigi yang diberikan.10,20 Dapat disimpulkan bahwa
dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang tidak ada perbedaan efektivitas antara metode
dimiliki siswa. Metode video dapat menyajikan apa peragaan dan metode video terhadap pengetahuan
yang tidak dapat dialami langsung oleh siswa dan penyikatan gigi pada anak usia 9-12 tahun di SDN
memungkinkan terjadinya interaksi langsung antara Keraton 7 Martapura, kedua metode dapat
anak dengan lingkungannya, hal ini karena media meningkatkan pengetahuan penyikatan gigi anak.
audio visual menghadirkan situasi nyata dari Diharapkan hasil penelitian ini dapat
informasi yang disampaikan untuk menimbulkan menjadi referensi bahan penyuluhan penyikatan
kesan yang mendalam. Selain mempercepat proses gigi untuk anak usia sekolah dasar dan dapat
belajar dengan bantuan media audio visual mampu meningkatkan pengetahuan penyikatan gigi anak
meningkatkan taraf kecerdasan dan mengubah baik dengan menggunakan metode peragaan
sikap pasif dan statis ke arah sikap aktif dan maupun dengan metode video. Diharapkan pula
dinamis.17 agar perencanaan UKGS (Usaha Kesehatan Gigi
Video penyikatan gigi pada penelitian ini Sekolah) dapat dilakukan dengan matang untuk
dibuat dengan menyajikan gabungan gambar dan setiap sekolah agar dapat memberikan motivasi
kata-kata yang dapat dipahami oleh anak. terhadap anak dalam menjaga kesehatan gigi dan
Rangkaian gambar dan kata-kata yang apabila mulut. Bagi peneliti selanjutnya dapat dilakukan
digabungkan ternyata lebih efektif untuk penelitian lanjut dengan membandingkan
mempertahankan ingatan daripada hanya efektivitas metode peragaan dan metode video
menggunakan gambar atau kata-kata saja, menurut terhadap pengetahuan penyikatan gigi pada anak
Mills dan Mc Mullan tahun 2009 dalam usia pra sekolah, mengikutsertakan peran orang tua,
penelitiannya tentang memori jangka pendek yang atau dapat membandingkan metode penyuluhan
didapat dari gambar, kata, dan gabungan gambar lainnya terhadap peningkatan pengetahuan
dan kata. Penyajian gambar dan kata-kata yang penyikatan gigi.
berwarna-warni dalam video penyikatan gigi yang
diberikan pada anak ternyata juga memiliki
150
Nurfalah : Efektivitas Metode Peragaan dan Metode Video 149

DAFTAR PUSTAKA 10. Santrock, JW. Psikologi pendidikan. . Jakarta:


Kencana, 2007. Hal 46-55.
1. Warni L. Hubungan perilaku murid SD kelas 11. Seniati L, Aries Y, Bernadette NS. Psikologi
V dan VI pada kesehatan gigi dan mulut eksperimen. Jakarta: PT Indeks, 2005. Hal 37-
terhadap kesehatan gigi dan mulut terhadap 118.
status karies gigi di wilayah Kecamatan Deli 12. Azwar S. Reliabilitas dan validitas.
Tua Kabupaten Deli Serdang tahun 2009. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011. Hal 39-47.
Tesis. Medan: Program Magister Ilmu 13. Yuriadi K. Visualisasi dan memori. Jakarta:
Kesehatan Masyarakat FKM USU, 2009. Hal Pusat Perkembangan Bahan Ajar UMB, 2011.
1-3. Hal 5.
2. F.X. Sintawati, Indirawati TN. Faktor-faktor 14. Maulana HDJ. Promosi kesehatan. Penerbit
yang mempengaruhi kebersihan gigi dan mu- Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 2009. Hal
lut masyarakat DKI Jakarta tahun 2007. 47-49.
Jurnal Ekologi Kesehatan. 2009; 8(1): 860- 15. Hermina V. Efektifitas metode pengajaran
873. cara menyikat gigi terhadap penurunan indeks
3. Badan Penelitian dan Pengembangan plak anak usia 3-5 tahun. Dentika Dent J.
Kesehatan Departemen Kesehatan Republik 2010; 15(1): 42-45.
Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar 16. Chuan TX. Perbandingan efektifitas metode
Provinsi Kalimantan Selatan. Badan pengajaran cara menyikat gigi terhadap
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan penurunan indeks plak pada anak usia 6-11
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. tahun di sekolah Bodhicitta Medan. Skripsi.
2007. Hal 117. Medan: Jurusan Kedokteran Gigi Universitas
4. Kawuryan U. Hubungan pengetahuan tentang Sumatera Utara, 2010. Hal 38.
kebersihan gigi dan mulut dengan kejadian 17. Wahyuningsih RA. Efektivitas penggunaan
karies anak SDN Kleco II kelas V dan VI media audio-visual dalam pembelajaran
Laweyan Surakarta. Skripsi. Surakarta: keterampilan menulis bahasa Prancis pada
Jurusan Keperawatan Universitas siswa kelas X MAN 1 Yogyakarta. Skripsi.
Muhammadiyah Surakarta, 2008. Hal 4. Yogyakarta. Jurusan Pendidikan Bahasa
5. Dewanti. Hubungan tingkat pengetahuan Prancis Fakultas Bahasa dan Seni Universitas
tentang kesehatan gigi dengan perilaku Negeri, 2011. Hal 36.
perawatan gigi pada anak usia sekolah di 18. Susanto R. Pengaruh paparan warna terhadap
SDN Pondok Cina 4 Depok. Skripsi. Jakarta: retensi short term memory penderita
Jurusan Keperawatan Universitas Indonesia, hipertensi primer. Jurnal Keperawatan
2012. Hal 2. Soedirman. 2012; 7(1): 47.
6. Herijulianti E, Indriani TS, Artini S. 19. Rahayu RD. Pengaruh penggunaan video
Pendidikan Kesehatan Gigi. Jakarta: Penerbit kartun mencampur warna terhadap
Buku Kedokteran EGC, 2001. Hal 4-66. kemampuan kognitif pada anak kelompok B
7. Eley BM, Manson JD. Periodontics 5th ed. di TK terpadu Al-Hidayah II DS. Bakung
Philadelphia: Elsevier Ltd, 2004. Hal 21-143. Kec. Udanawu Kab. Blitar 2012. Available
8. Leal SC, Bezerra ACB. Effectiveness of from
teaching methods for tooth brushing in (http://ejournal.unesa.ac.id/article/4320/19/art
preschool children. Braz Dent J. 2002; 13(2): icle.pdf, diakses 18 November 2013).
133-136. 20. Linda M. Penurunan indeks plak antara
9. Hurlock EB. Psikologi perkembangan : suatu metode peragaan dan video pada penyuluhan
pendekatan sepanjang rentan kehidupan. Edisi kesehatan gigi anak usia 8-9 tahun. Skripsi.
5. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 1999. Medan: Jurusan Kedokteran Gigi Universitas
Hal 146. Sumatera Utara, 2011. Hal 28-41.
150 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 144 151
- 149

DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 2. September 2014

Laporan Penelitian

EFEKTIVITAS MENYIKAT GIGI METODE HORIZONTAL, VERTICAL


DAN ROLL TERHADAP PENURUNAN PLAK PADA ANAK USIA 9-11 TAHUN
Tinjauan pada Siswa Siswi Kelas 4-6 SD di SDN Pemurus Dalam 6 Banjarmasin
Tahun Ajaran 2012/2013

Destiya Dewi Haryanti, Rosihan Adhani, Didit Aspriyanto, Ike Ratna Dewi
Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin

ABSTRACT

Background: Oral health of Indonesian people still be things that must have serious attention from the
health service, including dentist or dental nurse. Based on the report basic health research (RISKESDAS) 2007
The Department of health released in 2009 revealed that proportion of people with problems with the teeth and
mouth in South Borneo province as much 29.2%. Plaque have an important role to the formation caries and
plaque cannot removed by simply gargle but needs to be done by mechanical cleaning is brushing teeth. In
general population in various district province south kalimantan brush teeth every day 94,4 %. The prevalence
of the population who behaves true rubbing teeth in the province of South Borneo as many 10.3 %. Purpose:
This research aimed to find out effectivity brushing method horizontal, vertical and roll to decrease plaque
children ages 9-11 years SDN Pemurus Dalam 6 Banjarmasin. Methods: The type of this research was a Quasi
Experimental with Pre-Post Test One Group Design. Using disclosing agent to identify plaque on the teeth
before and after treatment and used index measurement personal hygiene performance of modified (phpm).
Results: There was significant difference between the effectiveness brushing method of horizontal, roll and
vertical. Conclusion: Horizontal brushing method was more effective clean plaque.

Keywords: Brushing effectiveness, Plaque, Method Horizontal, Method Vertical, Method Roll.

ABSTRAK

Latar belakang: Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang perlu
mendapat perhatian serius dari tenaga kesehatan, baik dokter gigi maupun perawat gigi. Berdasarkan hasil
laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 Departemen Kesehatan yang dirilis pada 2009
mengungkapkan bahwa proporsi penduduk yang bermasalah dengan gigi dan mulut di Provinsi Kalimantan
Selatan sebanyak 29,2%. Plak sangat berperan terhadap terbentuknya karies, dan plak tidak dapat dihilangkan
hanya dengan berkumur tetapi perlu dilakukan pembersihan secara mekanik yaitu menyikat gigi. Pada
umumnya penduduk di berbagai kabupaten/kota provinsi Kalimantan Selatan yang menggosok gigi setiap hari
94,4%. Prevalensi penduduk yang berperilaku benar menggosok gigi di provinsi Kalimantan Selatan sebanyak
10,3%. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas menyikat gigi mengunakan metode
horizontal, vertikal dan roll pada anak usia 9-11 tahun di SDN Pemurus Dalam 6 Banjarmasin. Metode: Jenis
penelitian ini merupakan penelitian Quasi Experimental dengan rancangan Pre-Post Test One Group Design.
Penelitian ini menggunakan metode Quasi Experimental dengan rancangan Pre-Post Test One Group Design.
Menggunakan disclosing agent untuk mengidentifikasi plak pada gigi sebelum dan sesudah perlakuan dan
menggunakan indeks pengukuran Personal Hygniene Performance Modified (PHPM). Hasil: Terdapat
perbedaan bermakna antara menyikat gigi metode horizontal, vertikal, dan roll. Kesimpulan: Berdasarkan
penelitian tersebut metode menyikat gigi horizontal lebih efektif menghilangkan plak.

Kata-kata kunci: Efektivitas menyikat gigi, Plak, Metode horizontal, Metode vertikal, Metode roll.
152
Haryanti : Efektivitas Menyikat Gigi 151

Korespondesi: Destiya Dewi Haryanti, Program Studi Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat, Jl. Veteran 128B, Banjarmasin 70249, Kalimantan Selatan, email:
destiya_dewi@yahoo.com

PENDAHULUAN sederhana sehingga dapat membersihkan plak yang


terdapat di sekitar sulkus interdental dan
sekitarnya.8
Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Metode vertical dilakukan untuk menyikat
Indonesia masih merupakan hal yang perlu bagian depan gigi, kedua rahang tertutup lalu gigi
mendapat perhatian serius dari tenaga kesehatan, disikat dengan gerakan keatas dan kebawah. Untuk
baik dokter gigi maupun perawat gigi, hal ini permukaan gigi belakang gerakan dilakukan dengan
terlihat bahwa penyakit gigi dan mulut masih keadaan mulut terbuka.10 Metode ini sederhana dan
diderita oleh 90% penduduk Indonesia.1 dapat membersihkan plak, tetapi tidak dapat
Berdasarkan teori Blum, status kesehatan gigi dan menjangkau semua bagian gigi seperti metode
mulut seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh horizontal dengan sempurna sehingga apabila
empat faktor yaitu keturunan, lingkungan, perilaku, penyikatan tidak benar maka pembersihan plak
dan pelayanan kesehatan. Perilaku memegang tidak maksimal.10
peranan yang penting dalam mempengaruhi status Metode roll adalah cara menyikat gigi
kesehatan gigi dan mulut.2 dengan ujung bulu sikat diletakkan dengan posisi
Karies merupakan penyakit jaringan gigi mengarah ke akar gigi sehingga sebagian bulu sikat
yang ditandai dengan kerusakan jaringan, mulai menekan gusi.3 Ujung bulu sikat digerakkan
dari permukaan gigi hingga meluas ke arah pulpa. 3 perlahan-lahan sehingga kepala sikat gigi bergerak
Menurut penelitian di negara-negara Eropa, membentuk lengkungan melalui permukaan gigi.
Amerika, dan Asia, termasuk Indonesia, 80%-90% Yang perlu diperhatikan pada penyikatan ini adalah
anak-anak dibawah umur 18 tahun terserang karies sikat harus digunakan seperti sapu, bukan seperti
gigi.4 Berdasarkan hasil laporan Riset Kesehatan sikat untuk menggosok. Metode roll
Dasar (RISKESDAS) 2007 Departemen Kesehatan mengutamakan gerakan memutar pada permukaan
yang dirilis pada 2009 mengungkapkan bahwa interproksimal tetapi bagian sulkus tidak
proporsi penduduk yang bermasalah dengan gigi terbersihkan secara sempurna. Metode roll
dan mulut di Provinsi Kalimantan Selatan sebanyak merupakan metode yang danggap dapat
29,2%, hasil ini tertinggi di Kabupaten Barito membersihkan plak dengan baik dan dapat
Kuala dan Banjarmasin.5 Prevalensi menggosok menjaga kesehatan gusi dengan baik, teknik ini
gigi terendah ada di Hulu Sungai Selatan. dapat diterapkan pada anak umur 6-12 tahun.10
Prevalensi penduduk yang berperilaku benar Metode penyikatan gigi horizontal, vertical
menggosok gigi di Provinsi Kalimantan Selatan dan roll adalah metode yang paling sering
sebanyak 10,3%.5 digunakan dalam penyikatan gigi. Pada anak
Menyikat gigi dengan menggunakan sikat sekolah dasar belum didapatkan teknik menyikat
gigi adalah bentuk penyingkiran plak secara gigi yang efektif terhadap penurunan plak.
mekanis. Saat ini telah banyak tersedia sikat gigi Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan
dengan berbagai ukuran, bentuk, tekstur, dan desain penelitian untuk mengetahui efektivitas menyikat
dengan berbagai derajat kekerasan dari bulu sikat. gigi metode horizontal, vertical dan roll pada anak
Salah satu penyebab banyaknya bentuk sikat gigi usia 9-11 tahun di SDN Pemurus Dalam 6
yang tersedia adalah adanya variasi waktu menyikat Banjarmasin. Tujuan penelitian ini adalah untuk
gigi, gerakan menyikat gigi, tekanan, bentuk dan mengetahui efektivitas menyikat gigi mengunakan
jumlah gigi pada setiap orang.6 metode horizontal, vertical dan roll pada anak usia
Terdapat 5 metode menyikat gigi yaitu, 9-11 tahun di SDN Pemurus Dalam 6 Banjarmasin.
Bass, S Stillman, Horizontal, Vertical, dan Roll. Penelitian ini adalah penelitian pendahuluan yang
Metode Bass dan Roll yang paling sering nantinya diharapkan metode menyikat gigi lainnya
direkomendasikan.7 Metode yang umum digunakan dapat diterapkan pada anak-anak usia sekolah
adalah meode horizontal, metode roll, dan metode dasar.
vertical. Metode horizontal dilakukan dengan cara
semua permukaan gigi disikat dengan gerakan ke BAHAN DAN METODE
kiri dan ke kanan. Permukaan bukal dan lingual
disikat dengan gerakan ke depan dan ke belakang.8 Alat yang di perlukan untuk penelitian ini
Metode horizontal terbukti merupakan cara yang antara lain alat diagnosis (kaca mulut, sonde,
sesuai dengan bentuk anatomis permukaan oklusal. pinset, eksavator), nierbeken, baskom, air, kapas,
Metode ini lebih dapat masuk ke sulkus interdental handuk putih kecil, stopwatch, model gigi, dan
dibanding dengan metode lain.9 Metode ini cukup senter. Bahan yang diperlukan untuk penelitian ini
antara lain disclosing agent, pasta gigi, sikat gigi
152 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 150 153
- 154

berbulu halus (soft), alkohol 70% (untuk sterilisasi Selanjutnya dilakukan lagi perhitungan rata-rata
alat), penelitian ini juga menggunakan lembar penurunan indeks plak.
pengukuran Personal Hygiene Performance
Modified (PHPM). Tabel 2 Hubungan Metode Menyikat Gigi dengan
Metode yang dipakai Quasi Experimental, Penurunan Jumlah Plak Pada Anak Usia 9-
dengan rancangan Pre-Post Test one group design. 11 Tahun di SDN Pemurus Dalam 6
Pengumpulan data dilakukan pada pelajar kelas 4-6 Banjarmasin.
SD di SDN Pemurus Dalam 6 Banjarmasin yang
sudah memiliki gigi kaninus, premolar, dan molar Metode Rata- rata Std. Jumlah
dalam keadaan baik (tidak ada karies) sebanyak 30 Menyikat penurunan Deviasi Sampel
orang tiap kelompok. Pelajar diberi penyuluhan Gigi plak gigi
cara menyikat gigi selama 10 menit dan Horizontal 1,46 0,63436 30
didemonstrasikan dengan model gigi, materi Vertical 0,99 0,55781 30
penyuluhan tentang cara memegang sikat gigi, Roll 1,17 0,65217 30
posisi meletakkan sikat gigi, dan metode menyikat Jumlah 0,63462 90
gigi. Setiap 10 orang anak dalam tiap kelompok
dioleskan disclosing agent pada seluruh
permukaan gigi secara merata lalu diinstruksikan Tabel 2 menunjukkan rata-rata penurunan
untuk kumur-kumur, dengan menggunakan kaca plak gigi pada setiap metode. Menyikat gigi metode
mulut dan sonde diperiksa indeks plak, dengan horizontal rata-rata penurunan plak sebesar 1,46.
indeks ukur PHPM (Personal Hygiene Menyikat gigi metode vertical rata-rata penurunan
Performance Modified). plak sebesar 0,99. Menyikat gigi metode roll rata-
Analisis data yang dilakukan adalah analisis rata penurunan plak sebesar 1,17. Penurunan plak
data parametrik. Uji normalitas dilakukan dengan terjadi pada setiap metode yang dilakukan.
menggunakan uji Kolmogorov Smirnov dan uji Penurunan plak pada metode horizontal lebih besar
homogenitas menggunakan Levene Test. Analisis dibandingkan metode vertical dan roll.
parametrik dengan menggunakan uji hipotesis One Analisis data dilakukan menggunakan uji
Way Annova. statistik. Uji normalitas pada setiap kelompok
didapatkan hasil kelompok horizontal 0,200,
vertikal 0,200 dan roll 0,050. Berdasarkan hasil
HASIL PENELITIAN tersebut diketahui bahwa data terdistribusi normal
(p>0,05). Uji homogenitas didapatkan hasil 0,792
Penelitian dengan judul “Efektivitas (p>0,05) yang menunjukkan data homogen.
Menyikat Gigi Metode Horizontal, Vertical dan Selanjutnya dilakukan uji One Way Anova
Roll terhadap Penurunan Plak pada Anak Usia 9-11 untuk mengetahui apakah ada perbedaan bermakna
Tahun di SDN Pemurus Dalam 6 Banjarmasin” antar variabel yaitu horizontal, vertical, dan roll
telah dilakukan perlakuan terhadap 90 sampel yang didapatkan nilai 0,028 (p<0,05). Hal ini
terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang
menyikat gigi metode horizontal, kelompok bermakna antar variabel yaitu menyikat gigi
menyikat gigi metode vertical dan kelompok metode horizontal, vertical, dan roll. Selanjutnya
menyikat gigi metode roll. dilakukan uji lanjut dengan menggunakan LSD
untuk melihat kemaknaan antar variabel.
Tabel 1 Hasil Pengukuran Rata-Rata Indeks Plak
Sebelum dan Sesudah Perlakuan Tabel 3 Hasil Uji LSD

Metode Sebelum Sesudah Jumlah Metode Horizontal Vertical Roll


menyikat menyikat siswa Menyikat
gigi gigi (orang) Gigi
Horizontal 70,83 26,82 30 Horizontal - 0,40833* 0,7867
Vertical 60,08 30,86 30 Vertical 0,40833* 0.32967*
Roll 65,54 31,27 30 Roll 0,7867 0.32967*
Ket: * = terdapat perbedaan yang bermakna
Pada tabel 1 menunjukkan hasil indeks plak (p<0,05)
sebelum dan sesudah menyikat gigi dengan
menggunakan metode horizontal, vertical dan roll. Hasil LSD menunjukkan bahwa terdapat
Berdasarkan dari hasil tabel dapat dilihat bahwa perbedaan bermakna antara menyikat gigi
pada semua metode menyikat gigi dapat terjadi horizontal dengan metode menyikat gigi vertical
penuranan indeks plak. Penuruan plak tertinggi didapatkan nilai 0.40833 (p<0,05). Tidak terdapat
terjadi pada menyikat gigi metode horizontal. perbedaan bermakna antara metode menyikat gigi
horizontal dibandingkan dengan metode menyikat
gigi roll dengan nilai 0,7867 (p<0,05). Berdasarkan
154
Haryanti : Efektivitas Menyikat Gigi 153

hasil tersebut didapatkan kesimpulan bahwa metode Piaget (1952) mengatakan bahwa ada dua
menyikat gigi horizontal lebih efektif menurunkan proses yang bertanggungjawab atas cara anak
plak dibangdingkan dengan metode yang lain. menggunakan dan mengadaptasi skema mereka;
asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi ketika
PEMBAHASAN seseorang anak memasukkan pengetahuan baru
kedalam penetahuan yang sudah ada. Dalam
Menyikat gigi sebagai salah satu kebiasaan asimilasi, anak mengasimilasikan lingkungan
dalam upaya menjaga kesehatan gigi dan mulut. kedalam suatu skema. Akomodasi terjadi ketika
Berbagai teknik atau metode menyikat gigi yang anak menyesuaikan diri pada informasi baru.
pernah dianjurkan, antara lain horizontal, vertical, Yakni, anak menjesuaikan skema mereka dengan
dan roll. Ketiga metode ini dianggap dapat lingkungannya.13
membersihkan plak dengan baik terutama pada Melalui observasinya, Piaget juga meyakini
anak-anak pada masa sekolah. bahwa perkembangan kognitif terjadi dalam empat
Menyikat gigi dengan menggunkan sikat tahap. Masing-masing tahap berhubungan dengan
gigi adalah bentuk penyingkiran plak secara usia dan tersusun dari jalan pikiran yang berbeda-
mekanis.10 Banyak metode atau teknik menyikat beda. Tahapan Piaget terbagi menjadi empat
gigi yang diperkenalkan para ahli, dan kebanyakan tahapan yaitu, fase sensorimotor, praoperasional,
metodenya dikenal dengan namanya sendiri seperti operasional konkret, dan operasional formal.13
metode Bass, Stillman, Charters, atau disesuaikan Tahap sensorimotor. Tahap ini yang
dengan gerakannya. Pada prinsipnya terdapat empat berlangsung sejak kelahiran sampai usia dua tahun.
pola dasar gerakan, yaitu metode vertical, Dalam tahap ini, bayi menyusun pemahaman dunia
horizontal, roll, dan bergetar (vibrasi). Tujuan dengan mengkoordinasikan pengalaman indera
menyikat gigi untuk menyingkirkan plak atau (sensory) mereka seperti melihat dan mendengar
mencegah terjadinya pembentukan plak, dengan gerakan motor (otot) mereka, dari sanalah
membersihkan sisa-sisa makanan, debris atau stein. diistilahkan sebagai sensorimotor.13
Metode menyikat gigi yang dipakai dalam Tahap praoperasional. Tahap ini adalah
penelitian ini yaitu, horizontal, vertical dan roll.11 tahap kedua pada teori Piaget. Tahap ini
Hasil penelitian tentang efektivitas menyikat gigi berlangsung kurang lebih mulai dari usia dua tahun
metode horizontal, vertical dan roll terhadap samapai tujuh tahun. Ini adalah tahap pemikiran
penurunan plak pada anak usia 9-11 tahun di SDN yang lebih simbolis daripada tahap sensorimotor
Pemurus Dalam 6 Banjarmasin menunjukkan tetapi tidak melibatkan pemikiran operasional. Pada
bahwa penyikatan gigi dengan metode horizontal tahap ini anak mulai mempresentasikan dunia
dapat menurunkan indeks plak lebih besar dengan kata dan gambar.13
dibandingkan metode vertical dan roll. Dari Tahap operasional konkret. Ini adalah
penelitian ini ditemukan bahwa metode menyikat tahap perkembangan kognitif ketiga dari teori
gigi horizontal lebih efektif menurunkan plak Piaget, dimulai dari sekitar umur tujuh tahun
dibandingkan dengan metode yang lain. Hasil sampai sekitar sebelas tahun. Pemikiran operasional
penelitian ini didukung dengan hasil penelitian konkret mencakup penggunaan operasi. Penalaran
yang dilakukan oleh Anaise dan pendapat dari Tan logika, kemampuan untuk menggolong-golongkan
HH yang menyatakan bahwa teknik horizontal sudah ada, tetapi tidak bisa memecahkan problem-
dianggap sebagai teknik terbaik untuk problem abstrak.pada tahap ini anak kini bisa
menghilangkan plak dan mudah ditiru atau menalar secara logis tentang kejadian-kejadian dan
dipelajari oleh anak.3 Menurut penelitian dari Sarika mampu mengklasifikasikan objek dalam kelompok
Sarma (2012) menyatakan bahwa metode menyikat yang berbeda-beda.13
gigi horizontal cocok digunakan pada anak-anak.12 Tahap operasional formal. Tahap ini yang
Penelitian dari Natalia Ekaputri dan Sri Lestari muncul antara usia sebelas tahun sampai lima belas
tentang perbedaan efektifitas penyikatan gigi antara tahun, adalah tahap keempat menurut teori Piaget
metode roll dan horizontal terhadap penyingkiran dan tahap kognitif terakhir. Pada tahap ini, individu
plak pada anak menunjukkan penurunan indeks sudah mulai memikirkan pengalaman dan remaja
plak pada metode roll lebih besar dari teknik sudah mulai berpikir secara lebih abstrak, idealistis,
horizontal.11 Metode vertical dan roll tidak dapat dan logis.13
menurunkan indeks plak lebih besar dibandingkan Penelitian ini rata-rata murid di SDN
dengan metode horizontal karena dipengaruhi oleh Pemurus Dalam 6 Banjarmasin yang diteliti berada
beberapa faktor yaitu kemampuan untuk melakukan pada tahap operasional konkret dengan umur 9-11
teknik menyikat gigi secara baik dan benar sesuai tahun. Anak sudah dapat menalar dengan
yang di ajarkan pada setiap anak berbeda-beda, logikanya. Anak mulai dapat beradaptasi dan
tekanan yang diberikan pada saat menyikat gigi mengerti pada setiap metode yang diajarkan. Jenis
berbeda-beda,dan kebiasaan menyikat gigi yang kelamin pada penelitian ini tidak berpengaruh
berbeda.10 karena pada tahap ini anak baru bisa menalar secara
logis dan masih rendahnya kesadaran akan
154 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 150 -155
154

pentingnya kesahatan gigi sehingga jenis kelamin 5. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar
tidak memiliki pengaruh. (RISKESDAS) Provinsi Kalimantan Selatan
Faktor lain yang terkait disebabkan anak Tahun 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan
lebih cepat mengerti dan cenderung lebih mudah Pengembangan Kesehatan Departemen
menyikat gigi dengan metode horizontal Kesehatan RI, 2009. hal:116-117.
dibandingkan menyikat gigi dengan metode yang 6. Warni L. Hubungan Perilaku Murid SD Kelas
lain. Hal ini juga terkait dengan kebiasaan anak V dan VI pada Kesehatan Gigi Dan Mulut
menyikat gigi di rumah, dimana seringkali secara Terhadap Status Karies Gigi di Wilayah
tidak sadar anak-anak lebih cenderung Kecamatan Delitua Kabupaten Deli Tahun
menggunakan metode horizontal sehingga anak- 2009. Tesis. Medan : USU, 2009. hal 14-20.
anak lebih mengerti ketika diajarkan cara menyikat 7. Asadoorian J. Tooth Brushing. Canada:
gigi metode horizontal. Canadian Journal of Dental Hygiene (CJDH),
2006;5:1-4.
8. Putri MH, Herijulianti E dan Nurjannah N.
DAFTAR PUSTAKA Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan Keras dan
Jaringan Pendukung Gigi. Jakarta: EGC,
1. Anitasari S dan Rahayu NE. Hubungan 2010: 56-76, 107-118.
Frekuensi Menyikat Gigi Dengan Tingkat 9. McDonal, Avery and Dean. Dentistry for The
Kebersihan Gigi dan Mulut Siswa Sekolah Child and Adolescent 8th ed. St.Louis: Mosby,
Dasar Negeri di Kecamatan Palaran 2000.p.237-245.
Kotamadya Samarinda Provinsi Kalimantan 10. Pintauli S dan Hamada T. Menuju Gigi dan
Timur. Maj. Ked. Gigi, 2005. hal 88. Mulut Sehat. Skripsi. Medan: USU, 2008: 4-6,
2. Notoatmodjo S. Pendidikan dan Perilaku 30-1, 74-81.
Kesehatan. Edisi 1. Jakarta: Rineka Cipta, 11. Ekaputri N dan Lestari S. Perbedaan
2003. hal 5-8. Efektivitas Penyikatan Gigi antara Teknik Roll
3. Rifki A. Perbedan Efektivitas Menyikat Gigi dan Horizintal Scrubbing terhadap
dengan Metode Roll dan Horizontal pada Penyingkiran Plak. Scientific Journal in
Anak Usia 8 dan 10 Tahun di Medan. Tesis. Dentistry 2003; 53: 93-7.
Medan. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas 12. Sharma Sarika, Ramakrishna Yeluri, Amit A.
Sumatera Utara, 2010. hal 1-9. Jain and Autar K. Munshi. Effect of
4. Utami NK. Indeks DMF-T pada Murid-Murid toothbrush grip on plaque removal during
Madrasah Ibtidaiyah (MI) Muhammadiyah manual toothbrushing in children. J Oral Sci.
Martapura 2010. Dentino Jurnal Kedokteran 2012;2(54):187.
Gigi 2010; 2(1) :1-2. 13. Santrock, JK. Psikologi Pendidikan. Jakarta:
Kencana. 2007.hal:55-60.
156
Haryanti : Efektivitas Menyikat Gigi 155

DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 2. September 2014

Laporan Penelitian

TINGKAT NURSING MOUTH CARIES ANAK 2-5 TAHUN


DI PUSKESMAS CEMPAKA BANJARMASIN

Nadya Novia Sari, Rosihan Adhani, Didit Aspriyanto, Teguh Hadiyanto


Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin

ABSTRACT

Background: Nursing Mouth Caries (NMC) is a caries lesion with unique pattern in infants, toddlers,
and preschool children which caused by the provision of formula milk, breastmilk or other sweet liquid in a long
period. Dental caries is still one of the most frequent problems occur in Indonesia society, not only in adults but
also in children. Purpose: The aims of this research are to investigate how the NMC level which is seen from the
age of the child, the habits of child's feeding and toothbrushing, and also their mother's level of education and
knowledge. Methods: This research used a purely descriptive method. Data taken by purposive sampling of 100
children aged 2-5 years old with interview procedures on the child's mother and child clinical examination of the
oral cavity. Results: The results of this research was high level NMC which reached 96%, seen from the age of
the child, the habits of child's feeding and toothbrushing, and mother's level of education and knowledge.
Conclusion: Based on conducted research, it can be concluded that lacking of mother's knowledge of children's
oral health was causing high rates of NMC. The higher the age of the child, tend to be higher rates of NMC
expansion that occurs in children. The children who drank formula milk have the greater risk on NMC than
children only drank breast milk exclusively. Children brushing habits were also contribute in the formation of
the NMC, while the level of education of the mother allegedly did not much contribute in the occurrence of NMC
in children.

Keywords: NMC, breastmilk, formula milk, rate of accidence.

ABSTRAK

Latar Belakang: Nursing Mouth Caries (NMC) merupakan karies dengan pola lesi yang unik pada
bayi, balita, dan anak prasekolah yang disebabkan oleh pemberian susu formula, ASI ataupun cairan manis
lainnya dalam jangka waktu yang panjang. Karies gigi masih menjadi salah satu masalah yang paling sering
terjadi pada masyarakat Indonesia, bukan hanya pada orang dewasa tetapi juga pada anak-anak. Tujuan:
Penelitian ini bertujuan untuk melihat terjadinya NMC yang dilihat dari usia anak, kebiasaan pemberian susu
pada anak, kebiasaan menyikat gigi anak, serta tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu. Metode: Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif murni. Data diambil secara purposive sampling pada 100 orang anak usia 2-5
tahun dengan prosedur wawancara pada ibu anak dan pemeriksaan klinis rongga mulut anak. Hasil: Hasil
penelitian menunjukkan tingginya NMC pada anak mencapai 96% dari 100 orang anak, yang dikelompokkan
lagi tingkat perluasan NMC berdasarkan usia anak, kebiasaan pemberian susu pada anak, kebiasaan menyikat
gigi pada anak, serta tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu. Kesimpulan: Berdasarkan penelitian yang
dilakukan dapat disimpulkan masih kurangnya tingkat pengetahuan ibu terhadap kesehatan gigi dan mulut anak
yang menyebabkan tingginya tingkat NMC yang terjadi. Semakin tinggi usia anak, cenderung makin tinggi juga
tingkat perluasan NMC yang terjadi pada anak. Serta anak yang meminum susu formula memiliki resiko lebih
besar terkena NMC dibandingkan anak yang hanya meminum ASI eksklusif. Kebiasaan menyikat gigi anak juga
berperan dalam pembentukan NMC, sedangkan tingkat pendidikan ibu tidak berperan banyak dalam terjadinya
NMC pada anak.

Kata-kata kunci: NMC, ASI, susu formula, tingkat kejadian.


156 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 155 157
- 161

Korespondensi: Rosihan Adhani, Nadya Novia Sari, Program Studi Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran
Universitas Mangkurat, Jl. Veteran 128B, Banjarmasin 70249, Kalimantan Selatan, e-mail:
rosihan_adhani@yahoo.co.id nadnovia@yahoo.com

PENDAHULUAN tingginya angka kariogenik dari mikroorganisme


Karies gigi masih menjadi salah satu seperti Streptococcus mutans, Lactobacillus, serta
masalah yang paling sering terjadi pada masyarakat waktu. Nursing Mouth Caries merupakan masalah
Indonesia, bukan hanya pada orang dewasa tetapi kesehatan masyarakat yang serius pada anak yang
juga pada anak-anak. Proses perkembangan karies masih berusia sangat muda, meskipun tidak
dapat terjadi dimulai pada saat gigi anak pertama mengancam terhadap kehidupan anak NMC yang
erupsi. Karies sangat berhubungan erat dengan dibiarkan dan tidak diobati dapat menyebabkan
kebersihan rongga mulut, terlebih pada anak-anak. rasa sakit pada anak, bakteremia, berkuranganya
Anak yang tidak dibiasakan melakukan penyikatan kemampuan mengunyah anak, maloklusi pada gigi
gigi sejak dini dari orang tua dapat mengakibatkan permanen, masalah fonetik, dan kurangnya rasa
kesadaran dan motivasi anak kurang dalam percaya diri pada anak. Selain itu karies gigi juga
menjaga kesehatan dan kebersihan rongga dilaporkan dapat mengurangi kemampuan seorang
mulutnya. Keadaan ini memudahkan anak terkena anak untuk menambah berat badan.7
resiko penyakit gigi dan mulut, khususnya pada
Data statistik mengenai status NMC pada
anak usia di bawah 6 tahun .1 anak usia 2-5 tahun sampai saat ini belum
ditemukan di daerah Banjarmasin Kalimantan
Karies dengan pola yang khas dan sering Selatan. Berdasarkan RISKESDAS tahun 2007,
terjadi pada anak usia di bawah 6 tahun biasa proporsi penduduk bermasalah gigi mulut di
disebut Nursing Mouth Caries (NMC). Definisi Provinsi Kalimantan Selatan 29,2% (rentang 15,9-
NMC menurut The American Academy of Pediatric 35,2%), dan kota Banjarmasin menjadi salah satu
Dentistry (AAPD) adalah adanya satu atau lebih yang memiliki tingkat karies tertinggi, padahal
karies (kavitas atau non kavitas), adanya gigi yang Banjarmasin merupakan kota yang bermasalah gigi
mulut tertinggi yang menerima perawatan atau
hilang karena karies pada gigi desidui anak usia 0-
pengobatan dari tenaga medis yang tinggi,
71 bulan. Biasanya anak dengan NMC mempunyai sedangkan prevalensi penduduk yang berprilaku
kebiasaan minum Air Susu Ibu (ASI) ataupun susu benar dalam menggosok gigi di Provinsi
botol setiap hari dalam waktu yang lama dan Kalimantan Selatan ini hanya sekitar 10,3%
kadang dibiarkan sampai anak tertidur sepanjang (rentang 3,7-19,9%).8 Hal inilah yang membuat
malam. NMC biasanya membutuhkan perawatan peneliti ingin mengetahui dan menggambarkan
keadaan tersebut. Tujuan umum penelitian ini
yang lama dan apabila tidak diobati dapat merusak
adalah mengetahui tingkat NMC pada anak usia 2-5
gigi anak dan berpengaruh pada kesehatan umum tahun di Puskesmas Cempaka Banjarmasin.
anak.1,2 Gambaran klinis NMC adalah khas, Penelitian ini dilakukan di Puskemas
kerusakan yang paling parah pada jenis karies ini Cempaka Banjarmasin dengan sasaran anak usia 2-
biasanya terjadi pada keempat gigi insisivus atas 5 tahun. Alasan penelitian dilakukan di Puskesmas
maksila karena posisi lidah pada saat anak Cempaka Banjarmasin karena puskesmas ini
menghisap susu meluas menutupi gigi anterior merupakan salah satu puskesmas terbesar di
mandibula sehingga pada regio insisivus mandibula wilayah Banjarmasin, sehingga sangat banyak
karies ini jarang terjadi. 3 pasien anak yang datang berobat ke puskesmas ini.
Penelitian ini dilakukan pada anak 2-5 tahun karena
Prevalensi NMC di beberapa negara masih
diasumsikan pada usia ini umumnya gigi susu anak
cukup tinggi. Jose dan lainnya4 melaporkan di
telah tumbuh seluruhnya, sehingga NMC yang
Karala, India 44% anak usia 8-48 bulan menderita
terjadi dapat dikelompokkan berdasarkan kriteria
NMC. Martens et al5 melaporkan prevalensi anak di
tingkat perluasannya.
pedesaan Cina dengan NMC mencapai 85,5%,
sedangkan Kumar6 melaporkan 11-53% anak di
USA menderita NMC, dan 6,8-12% di UK. BAHAN DAN METODE

Nursing Mouth Caries merupakan penyakit Penelitian ini menggunakan jenis penelitian
multi faktorial. Faktor-faktor penyebab NMC deskriptif yang diperoleh dari wawancara dan
termasuk faktor host yang rentan, plak gigi, pemeriksaan klinis pada rongga mulut anak usia 2-5
tahun pengunjung Puskesmas Cempaka
158: Tingkat Nursing Mouth Caries
Sari 157

Banjarmasin. Bahan yang digunakan adalah alkohol benar apabila anak menyikat gigi setelah sarapan
70%, kapas dan tisu. Alat yang digunakan adalah dan sebelum tidur. Waktu menyikat gigi yang salah
alat diagnostik, nierbekken, sarung tangan, masker, apabila anak menyikat gigi saat mandi, sebelum
senter, alat tulis, formulir informed consent dan
makan, atau tidak tentu kapan waktu anak menyikat
lembar pemeriksaan untuk karies serta lembar
kuesioner untuk wawancara. gigi.
Populasi pada penelitian ini adalah ibu beserta
anaknya yang berusia 2-5 tahun pengunjung HASIL PENELITIAN
Puskesmas Cempaka Banjarmasin. Sampel pada Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas
penelitian ini diambil dengan purposive sampling. Cempaka Banjarmasin pada bulan Juni-Agustus
Sampel adalah anak berusia 2-5 tahun yang masih 2013. Hasil penelitian gambaran Nursing Mouth
mengkonsumsi ASI maupun susu formula di Caries (NMC) pada anak usia 2-5 tahun di
Puskesmas Cempaka Banjarmasin dan memenuhi Puskesmas Cempaka Banjarmasin dengan jumlah
kriteria inklusi. Kriteria inklusinya adalah anak sampel sebanyak 100 orang. Jumlah subjek
penelitian yang mengalami NMC sebanyak 96
berusia 2-5 tahun, anak masih mengkonsumsi ASI
orang dan 4 orang tidak mengalami NMC. Berikut
ataupun susu formula, bersedia menjadi responden ini merupakan tabel hasil penelitian tingkat Nursing
(kooperatif) dan menandatangani informed consent. Mouth Caries pada anak usia 2-5 tahun di
Puskesmas Cempaka Banjarmasin.
Nursing Mouth
Caries Jumlah Presentase Tabel 1 Data Prosentase Nursing Mouth Caries
Ada 96 96% Pada Anak Usia 2-5 Tahun di Puskesmas
Tidak 4 4% Cempaka Banjarmasin (n=100)
Jumlah 100 100%
Kriteria eksklusinya adalah pasien yang tidak
bersedia menjadi responden (tidak kooperatif). Tabel 1 menunjukkan dari 100 orang anak
usia 2-5 tahun di Puskesmas Cempaka
Variabel bebas yang diteliti pada penelitian Banjarmasin, ditemukan prosentase NMC mencapai
ini umur anak, kebiasaan menyikat gigi anak, 96% atau 96 orang anak terkena NMC, dan hanya 4
kebiasaan anak meminum susu, dan tingkat orang anak yang ditemukan bebas karies. Hal ini
pendidikan serta pengetahuan orang tua (ibu). menunjukkan prosentase anak yang mengalami
Variabel terikat pada penelitian ini adalah NMC. NMC sangat tinggi, hampir mencapai 100%.
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Cempaka
Banjarmasin dengan prosedur ibu dan anak yang
berusia 2-5 tahun didatangi oleh peneliti. Pasien
dijelaskan tentang manfaat dan prosedur penelitian
yang akan dilakukan peneliti dan diberikan lembar
informed consent sebagai tanda persetujuan
menjadi subyek penelitian, kemudian dilakukan
wawancara terhadap ibu anak terkait dengan
kebiasaan menyikat gigi anak, kebiasaan anak
meminum susu, dan pertanyaan yang akan melihat

tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan ibu


serta dilakukan pemeriksaan klinis secara langsung
pada rongga mulut anak untuk melihat tingkat
Gambar 1. Data Prosentase Tingkat Perluasan
perluasan NMC yang terjadi pada anak. Kebiasaan
Nursing Mouth Caries Berdasarkan Usia
menyikat gigi pada anak dibagi menjadi 2 Pada Anak 2-5 Tahun di Puskesmas
kelompok yaitu yaitu frekuensi benar dan salah, Cempaka Banjarmasin (n=100)
serta waktu menyikat gigi yang benar dan salah.
Frekuensi menyikat gigi yang benar apabila anak
menyikat gigi setiap hari sebanyak 2 atau 3 kali
sehari, frekuensi menyikat gigi yang salah apabila
anak tidak menyikat gigi setiap hari, atau menyikat
gigi hanya 1 kali sehari. Waktu menyikat gigi yang
158 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 155 159
- 161

Gambar 4 Data Prosentase Tingkat


Perluasan Nursing Mouth Caries
Berdasarkan Kebiasaan Pemberian Susu
Dilihat Dari Frekuensi Anak Meminum
Susu dalam Sehari pada Anak Usia 2-5
Tahun di Puskesmas Cempaka
Banjarmasin (n=100)

Gambar 2 Data Prosentase Tingkat


Perluasan Nursing Mouth Caries
Berdasarkan Kebiasaan Pemberian Susu
Dilihat Dari Jenis Susu yang Dikonsumsi
Anak Usia 2-5 Tahun di Puskesmas
Cempaka Banjarmasin (n=100)

Gambar 5 Data Prosentase Tingkat Perluasan


Nursing Mouth Caries Berdasarkan
Kebiasaan Menyikat Gigi pada Anak
Usia 2-5 Tahun di Puskesmas Cempaka
Banjarmasin (n=100)

Gambar 3 Data Prosentase Tingkat


Perluasan Nursing Mouth Caries
Berdasarkan Kebiasaan Pemberian Susu
Dilihat Dari Kebiasaan Anak Meminum
Susu Sebagai Pengantar Tidur pada Anak
Usia 2-5 Tahun di Puskesmas Cempaka
Banjarmasin (n=100)

Gambar 6 Data Prosentase Tingkat


Perluasan Nursing Mouth Caries
Berdasarkan Tingkat Pendidikan Ibu Pada
Anak Usia 2-5 Tahun di Puskesmas
Cempaka Banjarmasin (n=100)
160 : Tingkat Nursing Mouth Caries
Sari 159

mengunyah anak, maloklusi pada gigi permanen,


masalah fonetik, dan kurangnya rasa percaya diri
pada anak. Selain itu karies gigi juga dilaporkan
dapat mengurangi kemampuan seorang anak untuk
menambah berat badan.11 Banyak faktor lain yang
mempengaruhi terjadinya NMC seperti usia anak,
kebiasaan meminum susu anak, kebiasaan menyikat
gigi anak, serta tingkat pendidikan dan pengetahuan
orang tua khususnya ibu anak.
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat
dari Gambar 1, persentase NMC yang dilihat
berdasarkan usia anak menunjukkan semakin
bertambah usia anak cenderung semakin tinggi pula
tingkat perluasan NMC yang terjadi. Hal ini sesuai
dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh
Gambar 7 Data Prosentase Tingkat Febriana Setiawati pada tahun 2012 di DKI Jakarta
Perluasan Nursing Mouth Caries yang menyatakan peningkatan usia anak
Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Ibu meningkatkan resiko kejadian NMC. Pada anak
Pada Anak Usia 2-5 Tahun di Puskesmas yang diberikan susu lebih dini, kemungkinan
Cempaka Banjarmasin (n=100) akumulasi karbohidrat dalam susu yang diberikan
akan lebih tinggi sehingga menyebabkan gigi
PEMBAHASAN menjadi lebih rentan terserang karies. Makin
bertambah usia anak, makin tinggi resiko kejadian
Berdasarkan hasil penelitian yang telah NMC.10
dilakukan pada 100 subjek penelitian anak usia 2-5 Pada Gambar 2, 3 dan 4 didapatkan data
tahun di Puskesmas Cempaka Banrmasin, sebesar persentase NMC yang dilihat dari kebiasaan
96% (96 orang anak) mengalami NMC. Persentase meminum susu pada anak, dijumpai anak yang
ini sangat tinggi karena hampir mencapai meminum susu formula sebagian besar telah
keseluruhan dari total subjek penelitian. Tingginya menderita NMC, dan hanya 1 orang anak yang
tingkat kejadian NMC ini bisa disebabkan oleh ditemukan bebas karies. Begitu pula pada anak
banyak sekali faktor. Faktor utama penyebab karies yang meminum kombinasi ASI dan susu formula,
seperti host, bakteri, substrat dan waktu sudah pasti 100% menderita NMC. Pada anak yang hanya
berperan besar dalam penyebab terjadinya karies mengkonsumi ASI eksklusif, ditemukan 3 orang
pada anak ini. Faktor-faktor lain seperti tingkat bebas karies dan tingkat perluasan tertinggi masih
pendidikan dan pengetahuan ibu, kebiasaan berada pada tipe II. Anak yang mengkonsumsi susu
pemberian susu pada anak, kebiasaan sebagai pengantar tidur, 100% telah menderita
membersihkan gigi anak dan usia anak pun juga NMC. Dilihat dari frekuensi anak meminum susu
dapat berperan dalam menyebabkan tingginya dalam sehari, pada anak yang mengkonsumsi susu
angka kejadian NMC disini. Hal ini sesuai dengan lebih dari 9 kali sehari tingkat perluasan karies
data mengenai angka karies gigi berdasarkan tertinggi sudah berada pada tipe III dan tipe IV.
RISKESDAS8 tahun 2007 yang menyatakan angka Hal ini didukung oleh teori dari American
karies gigi di Kalimantan Selatan sangat tinggi Academy of Pediatric Dentistry14 yang menyatakan
yaitu 50,7% karies aktif dan 83,4% pengalaman bahwa pemberian ASI sebenarnya merupakan
karies. Selain itu data mengenai angka kejadian nutrisi yang ideal untuk anak. Pemberian ASI yang
karies juga dapat dilihat pada hasil Studi Kesehatan berkepanjangan juga dapat menjadi resiko potensial
Rumah Tangga (SKRT)8 pada tahun 2001 yang terjadinya NMC. Apabila ASI dan susu formula
diperoleh hasil sebanyak 81,3% anak berusia 5 beresiko besar terhadap kejadian NMC, maka hal
tahun memiliki gigi yang berlubang. Hal ini juga itu juga dapat terjadi pada anak yang
bisa terjadi karena kurangnya kesadaran masyarakat mengkonsumsi kombinasi ASI dan susu formula.
untuk menjaga kebersihan gigi dan mulutnya, Kebiasaan pemberian susu pada anak yang
karena kesehatan gigi dan mulut masih menjadi hal dikaitkan dengan kebiasaan anak meminum susu
yang dianggap kurang penting bagi masyarakat sebagai pengantar tidur, dapat terlihat tingkat NMC
sekarang ini. 9 yang tinggi pada anak yang mengkonsumsi susu
Nursing Mouth Caries merupakan sebagai pengantar tidur yang mana tingkat
penyakit multi faktorial. Faktor-faktor penyebab perluasan NMC sudah berada pada tipe III
NMC termasuk faktor host yang rentan, plak gigi, (moderate) dan tipe IV (severe), dan dari 83 anak
tingginya angka kariogenik dari mikroorganisme yang mengkonsumsi susu sebagai pengantar tidur
seperti Streptococcus mutans, Lactobacillus, serta tidak ada anak yang bebas karies. Pada anak yang
waktu. Nursing Mouth Caries yang dibiarkan dan tidak mengkonsumsi susu sebagai pengantar tidur
tidak diobati dapat menyebabkan rasa sakit pada ditemukan 4 orang anak bebas karies, 5 orang
anak, bakteremia, berkuranganya kemampuan
160 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 155 161
- 161

berada pada tipe I, dan 8 orang berada pada tipe II. sebagian besar responden tidak mengetahui atau
Menurut Berkowitz3, hal ini dapat disebabkan jarang memperoleh informasi tentang cara
karena cairan yang mengandung karbohidrat akan pemeliharaan kesehatan rongga mulut. Dapat
mengalami stagnasi cukup lama pada permukaan disimpulkan bahwa tingkat pendidikan yang baik
gigi, terutama apabila anak dibiarkan mengedot tidak mengindikasikan seseorang juga mempunyai
selama anak tertidur. Selama anak tertidur, terjadi tingkat pengetahuan yang baik. Hal ini dapat dilihat
penurunan aktifitas penelanan dan penurunan aliran dari hasil penelitian, ibu dengan tingkat pendidikan
saliva, hal inilah yang menyebabkan cairan yang yang tinggi tetapi angka kejadian NMC pada
mengandung karbohidrat stagnasi cukup lama pada anaknya juga tergolong tinggi. Penelitian terdahulu
permukaan gigi dan menjadi awal terjadinya proses oleh Angela16 pada tahun 2005 di DKI Jakarta
karies.12 Apabila dikaitkan dengan frekuensi menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara
pemberian susu dalam sehari, terlihat pendidikan ibu dengan kejadian karies pada anak
kecenderungan meningkatnya distribusi NMC usia 4-5 tahun. Pada penelitian terdahulu oleh
seiring dengan seringnya anak meminum susu. Hal Suryaningrum17 juga didapatkan hasil tidak ada
ini didukung dengan penelitian dari Widyastuti di hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan
Bandung pada tahun 2010 yang menyatakan karies ibu dengan angka kejadian karies pada balita di
yang dipengaruhi oleh pemberian air susu PAUD Jatipurno Kartasura. Hal ini tidak sesuai
berhubungan dengan frekuensi meminum susu dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh
setiap harinya, lama menyusui dan terutama Kerrod B, Hallet dan Peter K.O pada tahun 2006
seberapa sering anak meminum susu pada malam yang didapatkan hasil pendidikan ibu memiliki
hari.12 hubungan bermakna dengan tingkat keparahan
Pada Gambar 5, diperoleh gambaran NMC. Makin tinggi pendidikan ibu, makin rendah
perilaku mengenai frekuensi penyikatan gigi yang rata-rata skor def-t.10
dibagi ke dalam 2 kelompok yaitu frekuensi benar Hasil penelitian pada Gambar 7 diperoleh
dan salah, serta waktu menyikat gigi yang benar data prosentase NMC yang dilihat dari tingkat
dan salah. Frekuensi menyikat gigi yang benar pengetahuan ibu anak. Terlihat kecenderungan
apabila anak menyikat gigi setiap hari sebanyak 2 peningkatan keparahan NMC pada ibu dengan
atau 3 kali sehari, frekuensi menyikat gigi yang tingkat pengetahuan buruk/kurang. Chesnut18
salah apabila anak tidak menyikat gigi setiap hari, menunjukkan bahwa sebenarnya banyak ibu tahu
atau menyikat gigi hanya 1 kali sehari. Sedangkan bahwa anak-anak tidur dengan botol berisi cairan
waktu menyikat gigi yang benar apabila anak gula itu berbahaya, namun karena mereka tidak
menyikat gigi setelah sarapan dan sebelum tidur. mengerti mengapa hal itu berbahaya mereka terus
Waktu menyikat gigi yang salah apabila anak memberikan minuman manis di malam hari.
menyikat gigi saat mandi, sebelum makan, atau Pendidikan maupun pengetahuan tentang karies
tidak tentu kapan waktu anak menyikat gigi. gigi sangat penting dalam pencegahan NMC.18
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa Berdasarkan hasil penelitian dapat
frekuensi menyikat gigi yang dilakukan anak disimpulkan bahwa terdapat tingkat NMC yang
sekalipun itu benar, tetapi apabila dilakukan pada sangat tinggi pada anak yaitu 96%. Anak dengan
waktu yang tidak tepat juga dapat menyebabkan NMC yang dilihat berdasarkan usia, menunjukkan
tingginya resiko karies pada anak. Hal ini sesuai hasil tingkat NMC tertinggi terdapat pada anak di
dengan penelitian yang dilakukan oleh Anitasari15 kelompok usia 4-5 tahun. NMC yang dilihat
di Samarinda (2004) yang menyatakan bahwa tidak berdasarkan kebiasaan pemberian susu pada anak
terdapat hubungan antara frekuensi menyikat gigi juga dapat dilihat tingkat NMC tertinggi terjadi
dengan kebersihan gigi dan mulut. Ini dapat terjadi pada anak yang mengonsumsi susu formula dan
akibat terdapat faktor lain yang berperan dalam dikonsumsi sebelum tidur, tetapi dalam penelitian
menentukan kebersihan rongga mulut seperti waktu ini juga ditemukan hasil bahwa anak yang
salah dalam penyikatan gigi serta metode yang mengonsumsi ASI eksklusif pun tidak menutup
digunakan dalam menyikat gigi. Faktor waktu kemungkinan anak menderita NMC meskipun tidak
merupakan faktor pokok yang mempengaruhi separah pada anak yang mengonsumsi susu
perkembangan karies dan akan memperparah karies formula. Berdasarkan kebiasaan menyikat gigi
apabila pemberian susu dilakukan pada waktu anak, ditemukan bahwa frekuensi penyikatan gigi
malam hari, oleh karena anak tidak menyikat gigi tidak berpengaruh besar terhadap terjadinya NMC,
sebelum tidur maka akan mempercepat dan hanya saja waktu anak menyikat gigi akan
memperparah tingkat NMC.13 berpengaruh terhadap tingginya NMC yang dapat
Pada Gambar 6, didapatkan data persentase terjadi pada anak. NMC yang dilihat berdasarkan
NMC yang dilihat dari tingkat pendidikan ibu anak. tingkat pendidikan ibu menunjukkan hasil ibu yang
Tidak terlihat kecenderungan meningkatnya memiliki tingkat pendidikan rendah sangat besar
keparahan NMC pada ibu yang memiliki tingkat kemungkinan anak memiliki resiko NMC yang
pendidikan rendah. Pemantauan peneliti selama tinggi, sedangkan tingkat pengetahuan ibu juga
proses penelitian diperoleh keterangan bahwa berperan sangat penting terhadap resiko karies pada
162 : Tingkat Nursing Mouth Caries
Sari 161

anak, ibu dengan tingkat pengetahuan yang rendah Jakarta: Universitas Indonesia: 2012; hal 73-
hampir 100% anaknya ditemukan menderita NMC. 121
Hal ini membuktikan bahwa tingkat pengetahuan 11. Soesilo D, Santoso RE dan Diyatri I. Peranan
ibu terhadap kesehatan gigi dan mulut anak sangat Sorbitol dalam Mempertahankan Kestabilan
perlu ditingkatkan agar ibu mengerti dampak pH Saliva pada Proses Pencegahan Karies.
apabila tidak menjaga kesehatan gigi dan mulut Surabaya: Majalah Kedokteran Gigi Dental
anak. Journal Universitas Airlangga, 2005;(38). hal
21-25.
DAFTAR PUSTAKA 12. Avianty RS, Tedjosasongko U dan Irmawati.
Akitvitas Karies Anak Usia Prasekolah
1. McDonald RE, Avery DR and Dean JA. Berdasarkan Pola Nursing Bottle Feeding.
Dentistry for The Child and Adolescent. 8th ed. Surabaya: Dental Journal of Airlangga
New Delhi: Elsevier, 2008. hal. 209-210. University. 2011; hal 1-7.
2. Dye BA, Shenkin JD, Ogden CL, Marshall TA, 13. Widyastuti T. Kejadian Karies Aktif Pada
Levy SM and Kanellis MJ. The Relationship Anak Usia 3-5 Tahun Yang Tercatat di
Between Healthful Eating Practices and Dental Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas
Caries in Children Aged 2-5 Years in the Mohammad Ramdan Kota Bandung Tahun
United States 1988-1994. Journal of the 2010 dan Faktor-Faktor Yang
American Dental Association. 2004;135(1):55- Mempengaruhinya. [Tesis] Depok: Universitas
66. Indonesia: 2010; hal 20-30.
3. Hallas D, Fernandez J, Lim L and Carobene M. 14. American Academy of Pediatric Dentistry.
Nursing Strategies to Reduce the Incidence of Symposium on The Prevention of Oral Disease
Early Childhood Caries in Culturally Diverse in Children and Adolescents. Chicago, Ill;
Populations. Journal of Pediatric Nursing. November 11-12, 2005: Conference papers.
2011:26:248-256 Pediatr Dent 2006;28(2):96-198.
4. Kramer MS, McGill J, Matush L, Vanilofich I, 15. Anitasari S dan Rahayu NE. Hubungan
Platt R, Bogdanovich N, Sevkosvskaya Z, Frekuensi Menyikat Gigi dengan Tingkat
Dzikovich I, Shisko G and Mazer B. Effect of Kebersihan Gigi dan Mulut Siswa Sekolah
Prolonged and Exclusive Breast-Feeding On Dasar Negeri di Kecamatan Palaran
Risk Of Allergy and Asthma: Cluster Kotamadya Samarinda Provinsi Kalimantan
Randomised Trial. Caries Res. 2007;41:484-8. Timur. Maj. Ked. Gigi. (Dent. J). 2005:
5. Martens L, Vanobbergen J, Williems S,Aps J (38):88–90.
and De Massener JD. Determinants of Early 16. Angela A. Pencegahan Primer Pada Anak
Childhood Caries in a Group of Inner-City Berisiko Karies Tinggi. Dent J 2005 : 38 (3):
Children. Quintessence International. Belgia. 130-134.
2006;37(75):27-36 17. Sariningrum E. Hubungan Tingkat Pendidikan,
6. Kumar VD. Early Childhood Caries-an Insight. Pengetahuan dan Sikap Orangtua Tentang
Journal International Oral Health. 2010;2:1-9. Kebersihan Gigi dan Mulut Pada Anak Balita
7. Prakash P, Subramaniam P, Durgesh BH and Usia 3-5 tahun dengan Tingkat Kejadian
Konde S. Prevalence of Early Childhood Karies di Paud Jatipurno. [Skripsi]. Surakarta:
Caries And Associated Risk-Factors in Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Preschool Children of Urban Bangalore,India: Muhammadiyah Surakarta. 2009.
A Cross Sectional Study. Bangalore: Europan 18. Chestnut IG, Murdoch C, and Robson KF.
Journal of Dentistry; 2012;Vol 6: Hal 141-150. Parents and Carers:Choices of Drinks for
8. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Infants and Toddlers in Areas of Social And
(RISKESDAS) provinsi Kalimantan Selatan Economic Disadvantages. Community Dental
Tahun 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Health. 2004: (20): 139−14
Pengembangan Kesehatan Departemen
Kesehatan R.I. 2008; Hal 116-134.
9. Brodeur JM and Galarneau C. The High
Incidence of Early Childhood Caries in
Kindergarten-age Children. Journal De’L
Ordre Des Dentistes Du Quebec. Supplement,
2006:3-5
10. Setiawati F. Peran Pola Pemberian Air Susu
Ibu (ASI) dalam Pencegahan Early Childhood
Caries (ECC) di DKI Jakarta: Kajian Kadar
IgA Pada ASI Dan Saliva Anak Serta Aktifitas
Karies Gigi Dalam Upaya Membangun Model
Pencegahan Karies Secara Dini Bagi Anak
Usia Di Bawah Dua Tahun. [Disertasi]
162 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 155 163
- 159

DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 2. September 2014

Laporan Penelitian

EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN PEPAYA (Carica papaya) 100% TERHADAP WAKTU
PENYEMBUHAN LUKA
Tinjauan Studi pada Mukosa Mulut Mencit (Mus musculus)

Eka Oktavia Ruswanti, Cholil, Bayu Indra Sukmana


Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin

ABSTRACT

Background: Leaves of papaya (Carica papaya) are parts of one of the plants that can be used as a herbal
medicine that can accelerate wound healing. Papaya leaves contain saponins which are useful to trigger the
formation of collagen which plays a role in the wound healing process, papain which is useful as an anti-
inflammatory and antiedema, and the leaves also contain flavonoids and fenol which have activity as an
antiseptic, prevent the formation of free radicals and minimize injury due to oxidation reactions. Purpose: This
research aimed to find out whether the ethanol extract 100% papaya leaves could accelerate wound healing
period in the oral mucosa of mice. Methods: The type of this research was a pure experimental study which used
posttest-only with control design. This research used 27 mice as the samples and they were divided into 3
groups, treatment group was given ethanol extract 100% papaya leaves, negative control group was not given
any treatment, and positive control group was given povidone iodine. Results: The average of wound healing
period in the experimental, negative, and positive group were 7,6 days, 12,3 days and 9,5 days respectively. The
results of Kruskal Wallis and Mann-Whitney test showed significant difference among the treated, negative, and
control groups. Conclusion: Based on the results, it was concluded that ethanol extract 100% papaya leaves
was effective to accelerate the wound healing period in the oral mucosa of mice.

Keywords: ethanol extract 100 % papaya leaves, wound healing, oral mucosa.

ABSTRAK

Latar belakang: Daun pepaya (Carica papaya) merupakan salah satu tanaman yang bisa dijadikan
tumbuhan obat yang dapat mempercepat penyembuhan luka. Daun pepaya mengandung saponin yang berguna
untuk memicu pembentukan kolagen yang berperan dalam proses penyembuhan luka, papain berguna sebagai
antiinflamasi dan antiedema, serta mengandung flavonoid dan fenol yang mempunyai aktivitas sebagai
antiseptik, mencegah pembentukan radikal bebas serta meminimalisir luka akibat reaksi oksidasi. Tujuan:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pemberian ekstrak etanol daun pepaya 100% dapat
mempercepat waktu penyembuhan luka pada mukosa mulut mencit. Metode: Jenis penelitian ini merupakan
penelitian eksperimental murni dengan rancangan posttest-only with control design. Penelitian ini
menggunakan hewan coba mencit sebanyak 27 ekor yang dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok perlakuan
yang diberi ekstrak etanol daun pepaya 100%, kelompok kontrol negatif yang tidak diberikan perlakuan apapun,
dan kelompok kontrol positif yang diberi povidone iodine. Hasil: Rata-rata penyembuhan luka secara berturut-
turut pada kelompok perlakuan, negatif, dan positif adalah 7,6 hari, 12,3 hari, dan 9,5 hari. Hasil uji Kruskal
Wallis dan Mann-Whitney menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol negatif. Kesimpulan: Berdasarkan penelitian tersebut ekstrak etanol daun pepaya 100% efektif
mempercepat lama penyembuhan luka pada mukosa mulut mencit.

Kata-kata kunci: ekstrak etanol daun pepaya 100%, penyembuhan luka, mukosa mulut.
164
Ruswanti : Efektivitas Ekstrak Etanol Daun Pepaya 163

Korespondesi: Eka Oktavia Ruswanti, Program Studi Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat, Jl. Veteran 128B, Banjarmasin 70249, Kalimantan Selatan, email:
oktavia_eka88@yahoo.com

PENDAHULUAN pengobatan gangguan lambung seperti maag dan


masalah pada saluran pencernaan. Hal ini karena
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian kandungan flavonoid dan fenol yang terdapat dalam
jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh daun pepaya dapat meningkatkan sekresi
benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat prostaglandin di lambung, serta mencegah
kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan pembentukan radikal bebas dan meminimalisir luka
hewan.1 Luka akibat trauma dalam rongga mulut akibat reaksi oksidasi. Jenis fitokimia lain yang
merupakan hal yang sering terjadi. Trauma ini terkandung dalam daun pepaya yaitu saponin yang
dapat terjadi secara disengaja maupun tidak, yang berguna untuk memicu pembentukan kolagen yang
pada akhirnya akan menimbulkan luka pada berperan dalam proses penyembuhan luka, papain
mukosa mulut.2 Penyembuhan luka yang normal berguna sebagai antiinflamasi dan antiedema. Daun
merupakan suatu proses yang kompleks dan pepaya juga mempunyai daya kerja sebagai
dinamis, tetapi mempunyai pola yang dapat antimikroba. Menurut penelitian Januarsih Iwan
diprediksi. Proses penyembuhan luka dapat dibagi dan Nur Atik tahun 2010, pemberian ekstrak daun
menjadi 3 fase, yaitu : hemostasis dan inflamasi, pepaya dapat mempercepat regenerasi epidermis
proliferasi, serta maturasi dan remodeling. Fase- dan granulasi jaringan pada luka sayat kulit mencit
fase ini akan terjadi saling tumpang tindih (Mus musculus).3,7
(overlapping), dan berlangsung sejak terjadi luka Pepaya banyak mengandung substansi penting
sampai tercapainya resolusi luka. Semua luka harus untuk tubuh, diantaranya vitamin C dan E, serta
melewati proses selular dan biokimia yang beta karoten yang berfungsi sebagai antioksidan
berkelanjutan ini, agar tercapai pengembalian yang dapat menetralisir radikal bebas hasil
intergritas jaringan yang sempurna.3 fagositosis neutrofil terhadap debris dan bakteri
Penyembuhan luka dipengaruhi oleh banyak pada proses penyembuhan luka (proses respiratory
faktor termasuk jenis obat-obatan yang digunakan. burst).3 Daun pepaya yang dilarutkan dengan etanol
Penggunaan obat-obatan untuk penyembuhan luka efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif
dapat dilakukan dengan berbagai macam dan jenis, yang optimal sebagai obat penyembuh luka, serta
salah satunya adalah penggunaan obat tradisional. tidak mudah ditumbuhi jamur. Ekstrak etanol daun
Penggunaan atau pengobatan secara tradisional pepaya sebagai obat luka dibuat dalam bentuk gel
semakin disukai karena pada umumnya kurang akan mempermudah dalam pemakaiannya sehingga
menimbulkan efek samping seperti halnya pada pengobatan lebih efektif.8 Berdasarkan latar
obat-obatan dari bahan kimia.4,5 belakang diatas, maka dilakukan penelitian untuk
Salah satu tanaman yang bisa dijadikan mengetahui efektivitas ekstrak etanol daun pepaya
tumbuhan obat adalah daun pepaya. Tanaman (Carica papaya) 100% dalam mempercepat
pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman yang penyembuhan luka pada mukosa mulut mencit.
mudah tumbuh di dataran rendah maupun dataran Penelitian ini adalah penelitian pendahuluan yang
tinggi, banyak dijumpai di Indonesia sebagai nantinya diharapkan ekstrak etanol daun pepaya
tanaman kaya manfaat. Tanaman pepaya memiliki 100% dapat menjadi obat topikal untuk
banyak manfaat mulai dari bagian akar, batang, menyembuhkan luka pada mukosa mulut.
daun, bunga dan buahnya, yaitu sebagai sumber
vitamin, mineral dan senyawa lainnya untuk
kebugaran tubuh dan berkhasiat obat dalam bidang BAHAN DAN METODE
kesehatan. Daun yang dimakan langsung setelah
dimasak diyakini memperkuat sekresi empedu, obat Penelitian ini merupakan eksperimental
mulas, sariawan, beri-beri, asma, jerawat, obat murni (true experimental) dengan rancangan post
cacing kremi, memperbaiki pencernaan serta test-only with control design. Penelitian ini
menambah nafsu makan.6 menggunakan daun pepaya, etanol 70 %, bahan
Secara tradisional ekstrak daun pepaya anastesi (eter), povidone idodine dan hewan coba
digunakan sebagai pengobatan untuk sakit perut. mencit jantan galur Balb-C sebanyak 27 ekor
Daun muda dapat digunakan untuk pengobatan mencit berumur 2-2,5 bulan dengan berat badan 20-
demam, penambah nafsu makan, keputihan, 35 gram, yang dibagi menjadi 3 kelompok yaitu
jerawat, menambah air susu, serta mengobati sakit kelompok kontrol positif, kontrol negatif, dan
gigi. Ekstrak pepaya digunakan untuk memerangi kelompok perlakuan. Setiap perlakuan terdiri dari 9
penyakit kanker dalam beberapa dekade terakhir.6 mencit.
Menurut Indrawati tahun 2008 diketahui Prosedur penelitian diawali dengan
bahwa daun pepaya dapat digunakan untuk pengambilan daun pepaya dan pembuatan simplisia.
164 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 162 165
- 166

Daun pepaya dicuci hingga bersih, kemudian Gambar 2 Diagram Waktu Penyembuhan Luka pada
diangin-anginkan sampai kering, dan dihaluskan Mukosa Mulut Mencit (Mus musculus)
dengan mesin penggiling. Tahap selanjutnya adalah Diberikan Ekstrak Etanol Daun Pepaya 100%
pembuatan ekstrak daun pepaya. Serbuk daun
pepaya sebanyak 100 gram dimasukkan wadah Berdasarkan Gambar di atas terlihat bahwa
berwarna gelap, ditambah etanol 70% sebanyak 750 rata-rata waktu penyembuhan luka pada kelompok
ml aduk hingga homogen, tutup segera kemudian kontrol negatif 12,3 hari, kelompok perlakuan 7,6
disimpan dalam ruangan yang terhindar dari cahaya hari, dan kelompok kontrol positif 9,5 hari. Data
matahari selama 5 hari dan sering kali dikocok. tersebut selanjutnya diolah menggunakan uji
Rendaman tersebut disaring dengan kain flanel, statistik. Data yang diperoleh diuji normalitas
ampas dicuci dengan pelarut sampai volume 750
ml. Hasil dipekatkan dengan vakum evaporator
sampai didapat ekstrak kental.
Setelah pembuatan ekstrak selesai, hewan
coba diadaptasikan selama 1 minggu dalam suasana
laboratorium. Mencit dikumpulkan dalam satu
kandang dan di ambil secara random menjadi 3
kelompok kemudian diberi nomor sesuai
kelompoknya. Anastesi dilakukan menggunakan
eter. Bulu di sekitar mukosa mulut mencit dicukur,
kemudian dilakukan insisi sepanjang 5 mm dan Mencit
Mencitke-
ke-
dalam 1 mm pada bagian mukosa mencit dengan Mencit ke-
menggunakan scalpel steril. Setiap kelompok diberi
Gambar 2 Diagram Rata-rata Waktu Penyembuhan
perlakuan sebagai berikut: Luka pada
Gambar Mukosa Mulut
1 Diagram WaktuMencit (Mus musculus)
Penyembuhan Luka yang
pada
Kelompok 1 : Kelompok kontrol negatif, luka sayat DiberikanMukosa
Ekstrak Mulut
Etanol Mencit
Daun Pepaya 100%
(Mus musculus) yang
pada mukosa tidak diberikan apapun. Tidak Diberikan Perlakuan (Kontrol Negatif)
Kelompok 2 : Kelompok perlakuan, luka sayat pada
mukosa diberi ekstrak etanol daun pepaya 100%.
Kelompok 3: Kelompok kontrol positif, luka sayat Mencit ke-
pada mukosa diberi povidone iodine. Perawatan
luka dan pemberian perlakuan dilakukan setiap hari
satu kali, sekitar jam 10.00 WITA sampai luka menggunakan uji Shapiro Wilk didapatkan nilai
sembuh. untuk kelompok kontrol negatif (tidak diberikan
apapun) p=0,004, kelompok perlakuan (diberikan
ekstrak etanol daun pepaya 100%) p=0,364, dan
HASIL PENELITIAN

Diagram hasil penelitian tentang efektivitas


ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya) 100%
terhadap waktu penyembuhan luka dapat dilihat
pada Gambar.

kelompok kontrol positif (diberikan povidone


iodine) p=0,100. Nilai homogenitas menggunakan
Levene’s test dari semua kelompok p=0,029. Dapat
disimpulkan bahwa data pada kelompok kontrol
negatif tidak normal dan data pada semua
166
Ruswanti : Efektivitas Ekstrak Etanol Daun Pepaya 165

yang disebut proteoglikan kira-kira 5 hari setelah


kelompok tidak homogen (p<0,05). Dilakukan uji terjadinya luka. Kolagen dapat menambah kekuatan
non parametrik Kruskal Wallis untuk mengetahui permukaan luka sehingga kecil kemungkinan luka
apakah data tersebut terdapat perbedaan, dan terbuka.9
dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney untuk Mekanisme saponin dalam menyembuhkan
mengetahui kelompok mana yang menunjukkan luka adalah memacu pembentukan kolagen, yaitu
perbedaan bermakna dengan tingkat kepercayaan struktur protein yang berperan dalam proses
95%. Hasil uji Kruskal Wallis terdapat perbedaan penyembuhan luka. Flavonoid merupakan
yang bermakna dengan nilai signifikansi 0,001 antimikroba yang mampu membentuk senyawa
(p<0,05). kompleks dengan protein ekstraseluler terlarut serta
Pada uji Mann Whitney kelompok perlakuan dinding sel mikroba. Flavonoid bersifat anti
dan kontrol negatif terdapat perbedaan bermakna inflamasi sehingga dapat mengurangi peradangan
dengan nilai p=0,000 (p<0,05) yang artinya ekstrak serta membantu mengurangi rasa sakit, bila terjadi
etanol daun pepaya 100% dapat mempercepat pendarahan atau pembengkakan pada luka. Selain
penyembuhan luka pada mukosa mulut mencit itu, flavonoid bersifat antibakteri dan antioksidan
secara in vivo. Hasil uji statistik kelompok serta mampu meningkatkan kerja sistem imun
perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol karena leukosit sebagai pemakan antigen lebih
positif tidak terdapat perbedaan yang bermakna cepat dihasilkan dan sistem limfoid lebih cepat
dengan nilai p=0,135 (p>0,05) yang artinya ekstrak diaktifkan. Senyawa fenol memiliki kemampuan
etanol daun pepaya 100% sebanding dengan untuk membentuk senyawa kompleks dengan
povidone iodine yaitu obat yang dapat mempercapat protein melalui ikatan hidrogen, sehingga dapat
penyembuhan luka yang beredar di masyarakat. merusak membran sel bakteri. Enzim papain
Hasil uji statistik kelompok kontrol negatif memiliki efek antiinflamasi dan analgetik dengan
dibandingkan dengan kelompok kontrol positif nilai cara menetralisir mediator inflamasi seperti kinin
p=0,000 (p<0,05) sehingga dapat disimpulkan dan prostaglandin sehingga menghambat secara
povidone iodine dapat pula mempercepat langsung pada reseptor nyeri.3,10
penyembuhan luka pada mukosa mulut mencit. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Erna
Septiningsih (2008) menyatakan bahwa gel ekstrak
etanol daun pepaya efektif menyembuhkan luka
PEMBAHASAN bakar pada kulit punggung kelinci New Zealand.
Penelitian lain dilakukan oleh Januarsih Iwan dan
Penyembuhan luka pada kelompok kontrol Nur Atik (2010) yang menyatakan bahwa
negatif berlangsung lebih lama daripada kelompok pemberian ekstrak daun pepaya dapat mempercepat
perlakuan (diberikan ekstrak etanol daun pepaya regenerasi epidermis dan granulasi jaringan pada
100%) dan kelompok kontrol positif (diberikan luka sayat kulit mencit (Mus musculus).
povidone iodine). Hal ini terjadi karena proses Penyembuhan luka pada kelompok positif lebih
penyembuhan pada kelompok kontrol negatif cepat dibandingkan kelompok kontrol negatif dan
berlangsung secara alami. Penyembuhan pada hampir sama dengan kelompok perlakuan.
kelompok kelompok perlakuan (diberikan ekstrak Penelitian ini menggunakan kelompok kontrol
etanol daun pepaya 100%) lebih cepat positif (luka insisi diobati dengan povidone iodine)
dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif. dimaksudkan untuk menunjukan hasil kesembuhan
Hal ini kemungkinan disebabkan karena daun yang positif dengan menggunakan produk paten
pepaya mengandung saponin, flavonoid, fenol, dan yang umum digunakan sebagai obat luka. Povidone
papain. iodine merupakan penggabungan senyawa yodium
Penyembuhan luka secara fisiologis terbagi ke dengan polivinil pirolidon (PVP) untuk
dalam tiga fase, yakni fase respon inflamasi, menghasilkan povidon-yodium yang digunakan
proliferasi, dan maturasi. Penyembuhan luka pada secara luas untuk antiseptik. Persenyawaan ini
kelompok kontrol negatif berawal dari fase merupakan zat antibakteri lokal yang efektif tidak
inflamasi yang terjadi segera setelah luka dan hanya untuk bakteri tetapi juga spora dan dapat
berakhir 3-4 hari, daerah luka tampak merah dan digunakan pada perawatan topikal dan sistemik.
sedikit bengkak. Ada dua proses utama yang terjadi Penggunaan zat povidone iodine sangat efektif
pada fase ini yaitu hematom (penghentian untuk mematikan mikroba, akan tetapi di sisi lain
perdarahan) dan fagositosis (makrofag menelan akan menimbulkan iritasi pada luka karena zat-zat
mikroorganisme dan sel debris). Fase berikutnya yang terkandung dalam bahan antiseptik akan
adalah fase proliferasi (regenerasi) yang dianggap sebagai benda asing oleh tubuh karena
berlangsung dari hari ke-3 atau 4 sampai hari ke-21 komponen dan susunannya berbeda dengan sel-sel
setelah pembedahan. Fibroblas (menghubungkan tubuh.11
sel-sel jaringan) yang berpindah ke daerah luka Kesimpulan dari penelitian ini adalah ekstrak
mulai 24 jam pertama setelah pembedahan. Diawali etanol daun pepaya 100% efektif mempercepat
dengan mensintesis kolagen dan substansi dasar penyembuhan luka pada mukosa mulut mencit.
166 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 162 167
- 166

Perlu adanya penelitian lebih lanjut dari ekstrak 6. Sudjatinah, Wibowo CH dan Widiyaningrum
etanol daun pepaya untuk melihat penyembuhan P. Pengaruh pemberian ekstrak daun pepaya
lukanya secara histopatologi dan penelitian lain terhadap tampilan produksi ayam broiler (the
perlu dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya effect of papain extract on the broiler
efek toksik dari daun pepaya. performance). J.Indon. Trop. Anim. Agric
2005; 30 (4): 225.
7. Indrawati Y dan Kosasih P. Telaah fitokimia
DAFTAR PUSTAKA bunga pepaya gantung (Carica Papaya L) dan
uji aktivitas antioksidannya. Tesis. Bandung:
1. Sjamsuhidayat R dan Wim DJ. Buku ajar ilmu Institut Teknologi Bandung. 2002. Hal. 49.
bedah. Ed 3. Jakarta : EGC, 2010. hal : 95-120. 8. Septiningsih E. Efek penyembuhan luka bakar
2. Ismardianita E, Soebijanto dan Sutrisno. ekstrak etanol 70% daun pepaya (Carica
Pengaruh kuretase terhadap penyembuhan luka papaya) dalam sediaan gel pada kulit
pasca pencabutan gigi kajian histologi pada punggung kelinci New Zealand. Skripsi.
tikus galur wistar. Dentika Dental Jurnal 2003; Surakarta: Universitas Muhammadiyah, 2008.
8 (2):75-80. hal. 7-9.
3. Iwan J dan Nur A. Perbandingan pemberian 9. Morison MJ. Manajemen luka. Jakarta : EGC,
topikal aqueous leaf extract of Carica papaya 2003. hal. 131.
(ALEC) dan madu khaula terhadap percepatan 10. Haryani A, Roffi G, Ibnu DB dan Ayi S. Uji
penyembuhan luka sayat pada kulit mencit efektivitas daun pepaya (Carica papaya) untuk
(Mus musculus). Majalah Kedokteran Bandung pengobatan infeksi bakteri Aeromonas
2010; 42 (2): 77. hydrophila pada ikan mas koki (Carassius
4. Priosoeryono BP, Nalia P, Adinda RL, auratus). Jurnal Perikanan dan Kelautan 2012;
Vetnizah J, Ietje W, Bayu FR and Risa T. The 3 (3); 218.
effect of Ambon banana stem sap (Musa 11. Sunil KP, Raja BP, Jagadish RG, and Uttam A.
paradisiacal forma typical) on the acceleration Povidone Iodine-Revisited. IJDA 2011; 3(3);
of wound healing process in mice (Mus 617-620.
musculus albinus). Journal of Agriculture and
Rural Development in the Tropics and
Subtropics 2008: 36-39.
5. Haryanto D, Rosye HRT dan Konstantina
MBK. Pemanfaatan tumbuhan obat masyarakat
Marind yang bermukim di Taman Nasional
Wasur, Merauke. Jurnal Biologi Papua 2009; 1
(2): 59.
168
Ruswanti : Efektivitas Ekstrak Etanol Daun Pepaya 167

DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 2. September 2014

Laporan Penelitian

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN INFUSUM DAUN SIRIH (Piper betle Linn) 50% DAN 100%
SEBAGAI OBAT KUMUR TERHADAP PENINGKATAN
pH DAN VOLUME SALIVA

Tinjauan pada Mahasiswa PSKG FK Unlam Banjarmasin Angkatan 2011-2012

Dea Raissa Pratiwi, Deby Kania Tri Putri, Siti Kaidah


Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin

ABSTRACT

Background: Betel leaves infusion has antibacterial contents such chavichol, fatty acids, and fatty acid
hydroxyl, so it can increase the pH of saliva. It can also increase the volume of saliva because it has a bitter
taste that will chemically stimulate salivary secretion. Purpose: The purpose of this study was to know the
differences of the effectiveness of using betel leaves infusion 50% and 100% as a mouthwash of increase in the
pH and volume of saliva. Methods: This study used a quasi-experimental method with pre-post test control
group design and statistical test Kruskal-Wallis and Mann Whitney. The treatment was given to 3 groups, the
group that rinsing with betel leaves infusion 50%, the group that rinsing with betel leaf infusion 100%, and the
control group. Saliva was collected before and after treatment in a container pot for 5 minutes. Results: The
results showed no significant differences between 3 treatment groups in increasing the pH of saliva (p=0,200),
but there were significant differences between 3 treatment groups in increasing the volume of saliva (p=0,042).
The results of Mann Whitney test showed betel leaves infusion 50% was increasing the volume of saliva
(p=0,025), and betel leaves infusion 100% was increasing the volume of saliva (p=0,405). Conclusion: It can be
concluded that there was not an increase in the pH of saliva in the group that rinsing with betel leaves infusion
50% and 100% in the fifth minute, and there was an increase in the volume of saliva in the group that rinsing
with betel leaves infusion 50%.

Keywords: Betel leaves infusion (Piper betle Linn) 50%, betel leaves infusion (Piper betle Linn) 100%,
mouthwash, pH of saliva, volume of saliva

ABSTRAK

Latar Belakang: Infusum daun sirih memiliki kandungan yang bersifat antibakteri seperti chavichol,
asam lemak, dan asam lemak hidroksil, sehingga dapat meningkatkan pH saliva. Infusum daun sirih juga dapat
meningkatkan volume saliva karena meliliki rasa pahit yang secara kimiawi akan merangsang sekresi saliva.
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan efektivitas penggunaan air rebusan daun
sirih 50% dan 100% sebagai obat kumur terhadap peningkatan pH dan volume saliva. Metode: Penelitian ini
menggunakan metode quasi experimental dengan pre-post test control group design dan uji statistik Kruskal
Wallis yang dilanjutkan dengan uji Mann Whitney. Perlakuan diberikan pada 3 kelompok, yaitu kelompok yang
berkumur dengan infusum daun sirih 50%, kelompok yang berkumur dengan infusum daun sirih 100%, dan
kelompok kontrol. Saliva dikumpulkan sebelum dan sesudah perlakuan pada pot penampung selama 5 menit.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna antara 3 kelompok perlakuan dalam
meningkatkan pH saliva (p=0,200), tetapi terdapat perbedaan bermakna antara 3 kelompok perlakuan dalam
meningkatkan volume saliva (p=0,042). Hasil uji Mann Whitney menunjukkan infusum daun sirih 50% dapat
meningkatkan volume saliva (p=0,025), sedangkan infusum daun sirih 100% tidak dapat meningkatkan volume
saliva (p=0,405). Kesimpulan: Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat peningkatan pH saliva pada kelompok
yang berkumur dengan infusum daun sirih 50% maupun 100% pada menit kelima, dan terdapat peningkatan
volume saliva pada kelompok yang berkumur dengan infusum daun sirih 50%.
168 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 167 169
- 173

Kata kunci: Infusum daun sirih (Piper betle Linn) 50%, infusum daun sirih (Piper betle Linn) 100%, obat
kumur, pH saliva, volume saliva

Korespondensi: Dea Raissa Pratiwi, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung
Mangkurat, Jl. Veteran 128B Banjarmasin, Kalsel, email: raissadea12@gmail.com

PENDAHULUAN Peningkatan dan pengurangan aliran saliva


dapat memberi efek pada kesehatan rongga mulut
Masalah kesehatan gigi dan mulut di dan kesehatan organ tubuh yang lain. Aliran saliva
Indonesia sampai saat ini merupakan masalah dapat menurunkan akumulasi plak pada permukaan
klasik, ini ditandai dengan angka prevalensi karies gigi dan juga menaikkan tingkat pembersihan
gigi dan penyakit periodontal yang masih tetap karbohidrat dari rongga mulut. Pengurangan
tinggi.1 Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar volume saliva dapat menyebabkan xerostomia,
tahun 2007 di bidang kesehatan gigi dan mulut, susah menelan, iritasi, dan kekeringan pada mukosa
prevalensi penduduk yang mempunyai masalah mulut serta angular cheilitis.7,8
gigi-mulut adalah 23,4%, prevalensi nasional karies Berkumur dengan zat tertentu dapat
aktif 43,4%, dan prevalensi pengalaman karies merangsang laju aliran saliva secara mekanis dan
67,2%. Dari penduduk yang mempunyai masalah kimiawi sehingga mampu mencegah karies melalui
gigi dan mulut terdapat 29,6% yang menerima efek buffer saliva dan proses remineralisasi, yaitu
perawatan atau pengobatan dari tenaga kesehatan proses alami ketika mineral inorganik dalam saliva
gigi. Jenis perawatan yang paling banyak diterima terakumulasi pada daerah yang mengalami disolusi
penduduk yang mengalami masalah gigi dan mulut enamel dan menggantikan mineral yang hilang dari
yaitu pengobatan (87,6%), disusul penambalan, gigi.9,10 Daun sirih (Piper betle Linn) adalah salah
pencabutan, dan bedah gigi (38,5%).2 satu jenis tanaman obat yang sering digunakan
Saliva merupakan salah satu komponen yang untuk berkumur. Rasa pahit yang dimiliki daun
memiliki arti yang penting bagi kesehatan gigi dan sirih merupakan salah satu rangsang kimiawi yang
mulut. Saliva tidak hanya membantu proses akan merangsang sekresi saliva.11 Berkumur
pengunyahan, tetapi juga berperan sebagai dengan daun sirih dapat meningkatkan volume
pelindung multidimensional dan saliva dapat saliva karena adanya stimulasi mekanis dan kimia
dijadikan bahan informasi untuk tingkat cairan yang terjadi. Stimulasi mekanis didapat dari
jaringan sesudah minum obat, status emosional, gerakan berkumur dan stimulasi kimia berupa rasa
status hormon, status immunologi, status neurologi, pahit.13 Belum ada penelitian tentang berkumur
status nutrisi, dan pengaruh metabolisme. Saliva dengan air rebusan daun sirih terhadap perubahan
dapat dijadikan suatu media dalam mendiagnostik volume saliva.
dalam bidang kedokteran gigi.3,4
Saliva adalah cairan eksokrin yang terdiri Ekstrak daun sirih melalui beberapa
dari 99% air, berbagai elektrolit yaitu sodium, penelitian terdahulu terbukti dapat bersifat
potasium, kalsium, kloride, magnesium, bikarbonat, antibakteri, antioksidan, dan antifungi.12,14
fosfat, dan terdiri dari protein yang berperan Beberapa literatur juga menyebutkan bahwa daun
sebagai enzim, immunoglobulin, antimikroba, sirih dapat menahan perdarahan, menyembuhkan
glikoprotein mukosa, albumin, polipeptida, dan luka, menguatkan gigi, dan membersihkan
oligopeptida yang berperan dalam menjaga tenggorokan.15 Hidayaningtias (2008) dalam
kesehatan rongga mulut.4,5 Saliva sebagai penjaga penelitiannya, pada konsentrasi 100% dan waktu
keseimbangan ekosistem rongga mulut, memiliki kontak 30 detik, sirih memberi efek antibakteri
beberapa peranan diantaranya sebagai protektor, yang optimal terhadap S. mutans, bakteri penyebab
menjaga keseimbangan buffer, memelihara karies.16 Pada penelitian lain yang dilakukan oleh
integritas gigi, sebagai antimikroba, memelihara Firdausi (2011), penggunaan infusum daun sirih
mukosa, membantu sistem pencernaan, menjaga konsentrasi 50% sebagai obat kumur dapat
oral hygiene, membantu proses bicara, membantu mempercepat terjadinya peningkatan pH saliva
keseimbangan cairan, dan sebagai pengecap rasa.6 setelah mengkonsumsi karbohidrat.17 Tujuan
Salah satu peran saliva adalah menjaga penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan
keseimbangan buffer di dalam rongga mulut. efektivitas penggunaan infusum daun sirih 50% dan
Kapasitas buffer saliva membantu melindungi gigi 100% sebagai obat kumur terhadap peningkatan pH
dari terjadinya proses demineralisasi enamel yang dan volume saliva.
dapat disebabkan karena pH saliva yang rendah
akibat produksi asam bakteri selama metabolisme
karbohidrat berlangsung.7
170 : Efektivitas Penggunaan Infusum Daun Sirih
Pratiwi 169

BAHAN DAN METODE penampung bertutup dan dibiarkan dingin dalam


suhu ruangan.17
Penelitian ini menggunakan metode quasi Subjek diinstruksikan untuk tidak menyikat
eksperimental dengan rancangan pre-post test gigi dan makan atau minum selama 1 jam sebelum
control group design. Sampel diambil dengan penelitian. Metode pengumpulan saliva yang
teknik purposive sampling. Populasi dalam digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi passive drool, yaitu dengan cara mengalirkan saliva
Kedokteran Gigi Unlam angkatan 2011-2012 secara pasif dari mulut ke dalam pot penampung
Banjarmasin yang memenuhi kriteria inklusi dan saliva. Metode ini adalah metode yang paling
eksklusi yaitu keadaan umum dan mulut relatif efektif, sering digunakan dan sangat
baik, bersedia menjadi sampel penelitian, tidak ada direkomendasikan karena telah diterima oleh
gigi yang karies, tidak ada kalkulus, tidak merokok, banyak peneliti. Responden diminta untuk berdiri
tidak menggunakan alat protesa atau ortodontik, tegak lurus dengan lantai dan tenang. Kepala harus
tidak mengkonsumsi alkohol, tidak mengkonsumsi sedikit menunduk, condong ke depan dan mulut
obat-obatan, bukan penderita sjogren syndrome, harus tetap terbuka dan biarkan saliva mengalir
tidak menerima terapi radiasi kanker kepala-leher, pada pot penampung selama 5 menit. Pada akhir
dan tidak menderita penyakit sistemik atau pengumpulan saliva, sisa saliva pada mulut harus
periodontal yang dapat mempengaruhi hasil diludahkan ke dalam pot penampung. Dari pot
penelitian. Besar sampel diambil menurut pakar penampung, saliva dipindahkan ke gelas ukur yang
metodologi Gay dan Diehl (1992) dalam Kasjono telah diberi label (nama subjek) untuk diukur
dan Yasril (2009) yang menyatakan bahwa sampel volume dan pH-nya dan dicatat pada form
untuk penelitian eksperimental adalah 15 orang penelitian. Volume saliva diukur dalam satuan mL.
setiap kelompok. Pada penelitian ini terdapat 3 Pengukuran pH saliva dilakukan secara langsung
kelompok sehingga jumlah sampel adalah 45 (tanpa pengenceran) dengan pH meter dengan
orang.18 ketelitian 1 angka di belakang koma.17
Alat yang digunakan dalam penelitian ini Setelah pengambilan data awal, responden
antara lain pot penampung infusum daun sirih diberikan instruksi tentang perlakuan yang akan
(Piper betle Linn), set penangas air, kompor, diberikan sesuai kelompok. Kelompok 1 berkumur
saringan, timbangan, gelas ukur, wadah untuk dengan infusum daun sirih 50%, kelompok 2
berkumur, tissue, pH meter, kertas label, jam berkumur dengan infusum daun sirih 100%, dan
tangan/stopwatch, alat tulis, form penelitian, kelompok kontrol (-) berkumur dengan aquades,
informed consent, masker, sarung tangan, masing-masing sebanyak 10 mL selama 30 detik.
diagnostic set, dan nierbekken. Bahan yang Setelah berkumur, responden diinstruksikan untuk
digunakan adalah saliva sebagai bahan mengumpulkan saliva kembali dengan metode
pemeriksaan, infusum daun sirih konsentrasi 50% passive drool dan dilakukan pengukuran pH dan
dan 100%, dan aquades. Infusum daun Sirih yang volume saliva seperti pada pengambilan data awal.
digunakan pada penelitian ini merupakan
modifikasi dari metode Firdausi (2011), dibuat
dengan metode dan takaran yang sama dan HASIL PENELITIAN
diaplikasikan sesegera mungkin setelah pembuatan
agar tidak teroksidasi.17 Hasil penelitian Efektivitas Penggunaan
Cara pembuatan infusum daun sirih yaitu Infusum Daun Sirih (Piper betle Linn) 50% dan
sebanyak 150 gram daun sirih yang sudah dicuci 100% sebagai Obat Kumur Terhadap Peningkatan
bersih dirajang dan dimasukkan ke dalam wadah pH Saliva dapat dilihat pada Gambar 1.
bertutup berupa kaca, porselen, atau panci yang
dicat dan ditambahkan air sebanyak 150 mL.
Wadah ini kemudian dimasukkan ke dalam
penangas air berupa wadah yang lebih besar yang
berisi air yang sedang mendidih di atas kompor.
Waktu 15 menit dihitung sejak panci kecil
dimasukkan ke dalam air mendidih. Cara ini
digunakan untuk mendapatkan infusum dengan
konsentrasi 100% dengan volume 150 mL. Cara
tersebut diulang kembali dengan 75 gram daun sirih
dan air sebanyak 150 mL untuk mendapatkan
infusum dengan konsentrasi 50% dengan volume
150 mL. Jika volume yang didapat setelah Gambar 1 Rata-rata pH Saliva Sebelum dan
pemanasan kurang dari 150 mL, dapat ditambahkan Sesudah Berkumur dengan Infusum
air panas. Sediaan kemudian diletakkan dalam pot Daun Sirih 50%, Infusum Daun Sirih
100%, dan pada Kelompok Kontrol
170 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 167 171
- 173

rata volume saliva sebelum berkumur adalah 2,093


Berdasarkan data pada Gambar 1 diketahui mL dan sesudah berkumur adalah 3,126 mL,
bahwa pada kelompok yang berkumur dengan sedangkan pada kelompok kontrol rata-rata volume
infusum daun sirih 50% rata-rata pH saliva sebelum saliva sebelum berkumur adalah 2,060 dan sesudah
berkumur adalah 6,966 dan sesudah berkumur berkumur adalah 2,220 mL. Berdasarkan data
adalah 6,680, pada kelompok infusum daun sirih tersebut diketahui bahwa terdapat peningkatan rata-
100% rata-rata pH saliva sebelum berkumur adalah rata volume pada masing-masing kelompok.
6,855 dan sesudah berkumur adalah 6,700, Hasil perhitungan analisis statistik,
sedangkan pada kelompok kontrol rata-rata pH menunjukkan data tidak terdistribusi normal dan
saliva sebelum berkumur adalah 6,960 dan sesudah tidak homogen, sehingga uji statistik One Way
berkumur adalah 6,926. Berdasarkan data tersebut Anova tidak dapat digunakan, sehingga digunakan
diketahui bahwa terdapat penurunan rata-rata pH uji alternatif Kruskal-Wallis dengan derajat
saliva di setiap kelompok. kepercayaan 95%. Pada uji Kruskal-Wallis,
Data pH saliva semua kelompok perlakuan didapatkan hasil p = 0,042 (p < 0,05) yang berarti
dianalisis dengan uji statistik dengan menggunakan bahwa terdapat salah satu perlakuan yang berbeda
SPSS 16.0 for Windows. Berdasarkan hasil di antara dua kelompok perlakuan. Untuk
perhitungan didapatkan data tidak terdistribusi mengetahui perlakuan mana yang memiliki
normal dan tidak homogen, sehingga uji statistik perbedaan, maka dilakukan analisis Mann Whitney.
One Way Anova tidak dapat digunakan, sehingga Berdasarkan hasil uji Mann Whitney,
digunakan uji alternatif Kruskal-Wallis dengan didapatkan bahwa terdapat perbedaan yang
derajat kepercayaan 95%. Pada uji Kruskal-Wallis bermakna antara kelompok kontrol dengan
didapatkan hasil p = 0,200 (p > 0,05) yang kelompok yang berkumur dengan infusum daun
menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna sirih 50% dengan p = 0,025 (p < 0,05). Tidak
antar kelompok perlakuan. Berarti tidak terdapat terdapat perbedaan yang bermakna antara
perbedaan penurunan pH pada masing-masing kelompok kontrol dengan kelompok yang berkumur
kelompok yang berkumur dengan infusum daun dengan infusum daun sirih 100% (p = 0,053),
sirih 50%, kelompok yang berkumur dengan 100%, demikian juga antara kelompok yang berkumur
maupun dengan kelompok kontrol. Dapat dengan infusum daun sirih 50% dengan kelompok
disimpulkan bahwa infusum daun sirih 50%, yang berkumur dengan infusum daun sirih 100% (p
infusum daun sirih 100%, dan kelompok kontrol = 0,405). Dapat disimpulkan bahwa berkumur
memiliki efek yang tidak berbeda dalam dengan infusum daun sirih 50% dapat
menurunkan pH saliva. meningkatkan volume saliva secara signifikan jika
Hasil penelitian efektivitas penggunaan dibandingkan dengan kelompok kontrol, sedangkan
infusum daun sirih (Piper betle Linn) 50% dan berkumur dengan infusum daun sirih 100% tidak
100% sebagai obat kumur terhadap peningkatan dapat meningkatkan volume saliva secara
volume Saliva dapat dilihat pada Gambar 2. signifikan jika dibandingkan dengan kelompok
kontrol, meskipun jika dilihat dari nilai rerata
sebelum dan sesudah berkumur terdapat
peningkatan sebanyak 1,0333 mL, namun tidak
terdapat perbedaan peningkatan volume saliva
antara berkumur dengan infusum daun sirih 50%
dengan infusum daun sirih 100%.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil uji yang telah dilakukan,


maka dapat dipahami bahwa hasil penelitian ini
tidak sesuai dengan hipotesis peneliti karena tidak
Gambar 2 Rata-rata Volume Saliva Sebelum dan terdapat perbedaan bermakna antara ketiga
Sesudah Berkumur dengan Infusum kelompok yaitu kelompok yang berkumur dengan
Daun Sirih 50%, Infusum Daun Sirih infusum daun sirih 50%, kelompok yang berkumur
100%, dan pada Kelompok Kontrol dengan infusum daun sirih 100%, dan kelompok
kontrol. Dapat dipahami juga bahwa infusum daun
Berdasarkan data pada Gambar 2 diketahui sirih 50% maupun infusum daun sirih 100% belum
bahwa pada kelompok yang berkumur dengan terlihat berpengaruh dalam meningkatkan pH saliva
infusum daun sirih 50% rata-rata volume saliva pada saat dilakukan pengukuran pada menit ke-5.
sebelum berkumur adalah 0,993 mL dan sesudah Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa infusum
berkumur adalah 2,246 mL, pada kelompok yang daun sirih 50% maupun infusum daun sirih 100%
berkumur dengan infusum daun sirih 100% rata-
172
Pratiwi : Efektivitas Penggunaan Infusum Daun Sirih 171

tidak berpengaruh dalam meningkatkan pH saliva kalsium, hal ini dapat menyebabkan pH saliva
pada menit ke-5. meningkat.21 Dalam kondisi fisiologis, kapasitas
Berdasarkan hasil penelitian Firdausi (2011), buffer saliva akan bekerja dengan ion kalsium dan
penggunaan air rebusan daun sirih konsentrasi 50% fosfat untuk mempertahankan kejenuhan dengan
sebagai obat kumur dapat mempercepat terjadinya menjaga pH agar mendekati netral di dalam
peningkatan pH saliva setelah mengkonsumsi lingkungan rongga mulut.11
karbohidrat.17 Pada hasil penelitian tersebut, pH Setelah mengasup gula yang terkandung
saliva mengalami penurunan pada menit ke-2 dalam makanan, pH pada plak akan turun dan terus
setelah perlakuan, kemudian mulai meningkat turun hingga gula dibersihkan dari mulut dan
kembali pada menit ke-6 hingga menit ke-10. Pada bakteri yang memproduksi asam ter-buffer.
hasil penelitian Putri (2011) tentang pengaruh Besarnya penurunan pH ditentukan oleh jumlah
campuran madu dan teh hijau tehadap perubahan asam yang diproduksi oleh bakteri dan kapasitas
pH saliva anak, pH saliva yang mulai diukur pada buffer saliva. Berikut adalah kurva Stephan yang
menit ke-1 lebih rendah daripada menit ke 5, 15, menunjukkan pengaruh berkumur dengan sukrosa
atau ke 30, hal ini menunjukkan bahwa waktu terhadap pH plak.11
berperan dalam menentukan besarnya perubahan
pH saliva yang terjadi. pH saliva relatif stabil pada
menit ke-15 karena kapasitas buffer saliva mampu
menetralisir keadaan asam sebagai proses
pemecahan karbohidrat oleh mikroorganisme
maupun asam-asam organik, sedangkan pada menit
ke-30 tampak penurunan pH saliva karena reaksi
kimiawi yang lebih dominan ke arah asam sudah
dapat mempengaruhi aksi buffer saliva.19 Pada
penelitian ini, peneliti hanya mengukur pH saliva
setelah menit ke-5 yaitu setelah pengumpulan
saliva, dan peneliti tidak mengukur pada menit-
menit selanjutnya hingga menit ke-10 dimana pada
periode tersebut terjadi peningkatan pH saliva. Pada
penelitian ini pH saliva yang terukur hanya di menit
ke-5 dimana pada periode tersebut pH saliva belum Gambar 3 Kurva Stephan
meningkat secara maksimal. Hal ini dapat terjadi
karena proses kimiawi terkadang memerlukan Berdasarkan kurva Stephan (Gambar 3),
waktu yang berbeda-beda dan bervariasi karena terlepas dari kapasitas buffer saliva, pH plak akan
suatu reaksi kimia bisa cepat atau lambat. turun segera setelah berkumur sukrosa hingga di
Terjadinya penurunan maupun peningkatan pH bawah pH kritis, setelah itu perlahan kembali ke
saliva yang tergantung pada waktu pengukuran garis dasar. Penurunan ini terjadi karena plak dapat
berkaitan dengan buffer saliva dan perbedaan membentuk penghalang difusi (diffusion barrier)
kecepatan proses denaturasi serta fermentasi yang mencegah difusi sistem buffer saliva kepada
komponen-komponen dalam saliva.19 plak. Sistem buffer saliva kemudian dapat
Buffer saliva berperan dalam mengatur mengatasinya dan pH plak ternetralisir sehingga
keasaman pH rongga mulut. Sistem buffer pada dapat meningkat.11 Begitu juga dengan hasil
saliva manusia terdiri dari sistem buffer fosfat, penelitian ini, berkumur dengan infusum daun sirih
bikarbonat, dan protein.11 Kapasitas buffer saliva 50% dan 100% belum meningkatkan pH saliva
merupakan faktor penting yang memainkan peran karena waktu pengukurannya hanya di menit ke-5.
dalam pemeliharaan pH saliva dan remineralisasi Seharusnya dilakukan pengukuran hingga menit ke-
gigi. Kapasitas buffer berkorelasi dengan laju aliran 10 atau lebih agar peningkatan pH saliva dapat
saliva, pada saat laju aliran saliva menurun diketahui.
cenderung untuk menurunkan kapasitas buffer dan Sedangkan terhadap volume saliva, pada
meningkatkan resiko perkembangan karies.20 saat berkumur dengan infusum daun sirih, laju
Konsentrasi bikarbonat yang merupakan buffer aliran saliva akan meningkat dengan adanya
penting dalam saliva, tidak konstan tapi bervariasi stimulus mekanis dan kimiawi. Laju aliran saliva
menurut laju aliran saliva, seperti pada saliva yang diatur oleh mekanisme yang kompleks. Saraf
tidak distimulasi mengandung sedikit bikarbonat, otonom parasimpatis dan simpatis merupakan
sedangkan saliva yang distimulasi mengandung faktor primer yang mempengaruhinya, faktor
lebih banyak bikarbonat tergantung intensitas lainnya adalah stimulus rasa dan taktil pada lidah
stimulus yang diberikan. Hal ini menyebabkan pH dan mukosa mulut. Stimulus pada saraf
saliva sangat bergantung pada laju sekresi.11 parasimpatis akan menyebabkan pelepasan ion-ion
Peningkatan kecepatan aliran saliva akan dan air. Sedangkan stimulus pada saraf simpatis
meningkatkan konsentrasi bikarbonat, fosfat, dan akan menyebabkan pelepasan protein-protein yang
terdapat di dalam sel-sel asinar. Stimulus
172 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 167 -173
173

propriseptif dari otot-otot mastikasi dan ligamen penelitian ini, faktor emosi tidak dikendalikan,
periodontal akan mengeksitasi nuklei saliva inferior sehingga adanya gangguan seperti stres pada
dan superior pada otak yang juga dipengaruhi oleh responden kemungkinan dapat mempengaruhi
korteks serebri, sehingga sekresi saliva dapat volume saliva.
meningkat.22 Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,
Peningkatan volume saliva yang terjadi dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
sesuai dengan pernyataan Nirmaladewi (2011), peningkatan pH saliva antara sebelum dan setelah
yaitu berkumur dengan zat yang memiliki rasa pahit berkumur dengan infusum daun sirih 50% maupun
dan sepat seperti yang dimiliki daun sirih dapat dengan infusum daun sirih 100%, terdapat
meningkatkan volume saliva. Hal ini disebabkan peningkatan volume saliva antara sebelum dan
karena stimulasi mekanis dan stimulasi kimia yang setelah berkumur dengan infusum daun sirih 50%,
terjadi. Stimulasi mekanis didapat dari gerakan dan tidak terdapat peningkatan volume saliva antara
berkumur dan stimulasi kimia berupa rasa pahit dari sebelum dan setelah berkumur dengan infusum
infusum daun sirih yang merangsang sistem saraf daun sirih 100% jika dibandingkan dengan
pusat sehingga laju aliran saliva meningkat.13 kelompok kontrol. Perlu dilakukan penelitian lebih
Hartoyo (2003) menyatakan bahwa infusum lanjut tentang pengaruh penggunaan infusum daun
daun sirih memiliki kandungan senyawa polifenol sirih terhadap pH saliva dengan variasi waktu
yang membawa sifat pahit dan sepat, sehingga pengukuran dari menit ke menit dengan rentang
semakin tinggi konsentrasi sirih maka semakin tertentu, agar dapat diketahui peningkatan pH saliva
pahit dan sepat.23 Berdasarkan hasil uji Mann secara maksimal, serta perlu dilakukan penelitian
Whitney pada penelitian ini, volume saliva pada lebih lanjut dengan tingkat konsentrasi infusum
kelompok yang berkumur dengan infusum daun daun sirih <50%, 50%, dan antara 50-100%,
sirih 100% tidak meningkat secara signifikan jika sehingga dapat diketahui konsentrasi infusum daun
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini sirih yang optimal terhadap peningkatan pH dan
kemungkinan dapat disebabkan karena adanya volume saliva.
hubungan antara dosis dengan intensitas efek yang
terlihat sebagai kurva sigmoid dimana pada DAFTAR PUSTAKA
pemberian dosis rendah memberikan perubahan
efek yang cepat sedangkan pada pemberian dosis 1. Badan Penelitian dan Pengembangan
yang lebih tinggi menyebabkan perubahan efek Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar
yang lambat terhadap peningkatan volume saliva (RISKESDAS) 2007. Jakarta: Departemen
karena reseptor sirih sudah terikat sebagian besar, Kesehatan Republik Indonesia Desember,
selain itu mungkin karena adanya variasi biologis 2008.
yang besar dimana pemberian dosis tertentu 2. Soelarso H, Roesanto HS, Achmad M. Peran
menimbulkan suatu intensitas efek tertentu.24 Komunikasi Interpersonal dalam Pelayanan
Keadaan ini juga dapat diakibatkan karena Kesehatan Gigi. Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.)
banyaknya faktor yang dapat mempengaruhi Juli–September 2005; 38(3): 124–129.
kecepatan sekresi saliva. Selain pengecapan sebagai
faktor kimia dan berkumur sebagai faktor mekanis,
3. Rantonen P. Salivary Flow and Composition
in Healthy and Diseased Adult [Dissertation].
kecepatan sekresi saliva dapat juga dipengaruhi
Kuopio, Firland: University of Helsinki, 2003.
oleh faktor emosi.13 Pusat saliva mengontrol derajat
p.12.
pengeluaran saliva melalui saraf-saraf otonom yang
mempersarafi kelenjar saliva. Respon simpatis dan 4. Hartini E. Serba-serbi ilmu konservasi gigi.
parasimpatis di kelenjar saliva tidak saling Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 2005.
bertentangan. Baik stimulasi simpatis maupun p.69-59.
parasimpatis, keduanya meningkatkan sekresi 5. Del P, Maria A, Angela M, Adilson A, Reis L.
saliva, tetapi jumlah, karakteristik, dan mekanisme Saliva Composition and Function: A
yang berperan berbeda. Rangsangan parasimpatis, Comprehensive Review. J Contemp Dent
yang berperan dominan dalam sekresi saliva, Pract 2008; 9(3): 5-2.
menyebabkan pengeluaran saliva encer dalam 6. Nanci A. Oral Histology Development,
jumlah besar dan kaya enzim. Stimulasi simpatis, di Structure, and Function. St. Louis: Mosby
pihak lain, menghasilkan volume saliva yang jauh Elsevier 2008; 294-290: 316-313.
lebih sedikit dengan konsistensi kental dan kaya 7. Pink R, Simek J, Vondrakova J. Saliva As A
mukus. Karena rangsangan simpatis menyebabkan Diagnostic Medium. Biomed Pap Med Fac
sekresi saliva dalam jumlah sedikit, mulut terasa Univ Palacky Olomouc Czech Repub 2009;
lebih kering daripada biasanya selama keadaan saat 153(2): 103-110.
sistem simpatis dominan, misalnya pada keadaan 8. Soesilo D, Rinna ES, Indeswati D. Peranan
stres.22 Nirmaladewi (2011) menambahkan bahwa Sorbitol dalam Mempertahankan Kestabilan
pada saat seseorang mengalami stres maka pH Saliva pada Proses Pencegahan Karies.
kecepatan sekresi saliva akan menurun.13 Pada
174
Pratiwi : Efektivitas Penggunaan Infusum Daun Sirih 173

Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.) Januari 2005; 38(1):


25–28. 17. Firdausi U. Pengaruh Penggunaan Air
9. Dawes C. Salivary Flow Patterns and The Rebusan Daun Sirih (Piper Betle Linn)
Health of Hard and Soft Oral Tissues. JADA sebagai Obat Kumur terhadap Perubahan pH
2008; 139(suppl 2): 18S-24S. Saliva. Skripsi. Surakarta: FK UNS, 2011.
10. Malav PN. Dissolution of Teeth Enamel as a 18. Kasjono HS, Yasril. Teknik Sampling untuk
Result of Oral Microbial Growth. Choose, Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Graha
Focus, Analyze (CFA) Exercise. Chennai, Ilmu, 2009. p.129-130.
India: Department of Biotechnology Indian 19. Putri DKT. Pengaruh Campuran Madu dan
Institute of Technology Madras, 2004. p.1-10. Teh Hijau terhadap Perubahan Derajat
11. Fejerskov O, Kidd E. Dental Caries: The Keasaman (pH) Saliva Anak (Kajian Secara In
Disease and its Clinical Management. 2nd ed. Vitro). Laporan Penelitian. Banjarmasin:
Carlton: Blackwell Munksgaard, 2003. Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas
12. Datta A, Ghoshdastidar S, Singh M. Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat,
Antimicrobial Property of Piper betel Leaf 2011. p.35.
against Clinical Isolates of Bacteria. IJPSR 20. Fenoll-Palomares C, Muñoz-Montagud JV,
2011; 2(3): 104-109. Sanchiz V, Herreros B, Hernandez V,
13. Nirmaladewi A, Juni H, Regina T. Status Minguez M, et al. Unstimulated Salivary Flow
Saliva dan Gingivitis pada Penderita Rate, pH and Buffer Capacity of Saliva in
Gingivitis Setelah Kumur Healthy Volunteers. REV ESP ENFERM DIG
Epigalocatechingallate (EGCG) dari Ekstrak (Madrid) 2004; 96: 773-783.
The Hijau (Camellia sinensis). Traditional 21. Haroen ER. Pengaruh Stimulus Pengunyahan
Medicine Journal 2011; 12(Issue 40): 1-7. dan Pengecapan terhadap Kecepatan Aliran
14. Rahmah N, Aditya RKN. Uji Fungistatik dan pH saliva. Jurnal Kedokteran Gigi UI
Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L.) terhadap 2002; 9: 29-34.
Candida albicans. BIOSCIENTIAE Juli 2010; 22. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke
7(2): 17-24. Sistem. Ed.2. Jakarta: EGC, 2001. p.601 –
15. Jenie BSL. Antimicrobial Activity of Piper 606.
betle Linn Extract Towards Food Borne 23. Hartoyo A. Teh dan Khasiatnya Bagi
Pathogens and Food Spoilage Kesehatan. Yogyakarta: Kanisius, 2003. p.15-
Microorganisms. FT Annual Meeting. New 19.
Orleans: Louisiana, 2001. 24. Ganiswara SG, Setiabudy, Frans DS,
16. Hidayaningtias P. Perbandingan Efek Purwantyastuti. Farmakologi dan Terapi. Ed.4.
Antibakteri Air Seduhan Daun Sirih (Piper Jakarta: UI Press, 2005. p.207-222.
betle Linn) terhadap Streptococcus mutans
pada Waktu Kontak dan Konsentrasi yang
Berbeda. Karya Tulis Ilmiah. Semarang: FK
Undip, 2008.
174 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 167 175
- 173

DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 2. September 2014

Laporan Penelitian

GAMBARAN PERAWATAN SALURAN AKAR GIGI


DI POLI GIGI RSUD ULIN BANJARMASIN

Maya Sagita, Cholil, Deby Kania Tri Putri,


Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin

ABSTRACT

Background: Root canal treatment (RCT) is a mechanical and chemical treatment procedures that are
biologically acceptable in root canal to eliminate pulp and periradicular disease and also improve health and
repair of periradicular tissues. Purpose: This study aimed to obtain information about RCT based on the
characteristics of age, gender, socioeconomic status and which tooth were often done RCT also the most
respondents reasons who did RCT at dental poly of Regional Public Hospital of Ulin in Banjarmasin. Methods:
This was an observational descriptive study with 100 samples, with purposive sampling method. Data was
collected by interviews and direct observation to patients who did RCT. Results: The results showed the age
group 20-40 years was the most respondents did RCT (67%). Women were more frequently done RCT (65%)
than men (35%). Respondents with lower socioeconomic status was the most respondents who did RCT (41%).
Toothache was the most respondents reason who did RCT (42%). Dental elements which most often performed
RCT were first molar permanent right and left mandibular teeth (13%). Conclusion: Root canal treatment was
most often performed on women in the age group 25-34 years, lower socio-economic status, with toothache
excused at first molar permanent mandibular teeth.

Keywords: root canal treatment, age, gender, socio-economic status

ABSTRAK
Latar belakang: Perawatan saluran akar gigi (PSA) adalah suatu prosedur perawatan mekanis dan
kimiawi yang secara biologis diterima di dalam saluran akar untuk mengeliminasi penyakit pulpa dan
periradikuler serta meningkatkan kesehatan dan perbaikan dari jaringan periradikuler. Tujuan: Penelitian ini
bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang gambaran PSA berdasarkan karakteristik umur, jenis kelamin,
status sosial ekonomi dan jenis gigi yang sering dilakukan PSA serta alasan responden melakukan PSA di poli
gigi RSUD Ulin Banjarmasin. Metode: Penelitian ini merupakan deskriptif observasional dengan jumlah sampel
100 orang, dengan metode purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan observasi
langsung pada pasien yang melakukan PSA. Hasil: menunjukkan kelompok umur 20-40 tahun merupakan
responden yang paling banyak melakukan PSA (67%). Perempuan lebih sering melakukan PSA (65%) daripada
laki-laki (35%). Responden dengan status sosial ekonomi agak rendah paling banyak melakukan PSA (41%).
Sakit gigi merupakan alasan terbanyak responden melakukan PSA (42%). Elemen gigi yang paling sering
dilakukan PSA adalah gigi molar 1 permanen kanan dan kiri rahang bawah sebagai elemen gigi yang paling
sering dilakukan PSA (13%). Kesimpulan: Perawatan saluran akar paling sering dilakukan pada perempuan
dengan kelompok umur 20-40 tahun, status sosial ekonomi agak rendah, dengan keluhan sakit gigi pada molar 1
permanen rahang bawah.

Kata Kunci: perawatan saluran akar gigi, umur, jenis kelamin, status sosial ekonomi

Korespondensi: Maya Sagita, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung
Mangkurat, Banjarmasin, Jalan Veteran 128 B, Banjarmasin, KalSel, email: maya.aya.sagita@gmail.com
176 : Gambaran Perawatan Saluran Akar Gigi
Sagita 175

PENDAHULUAN merupakan deskriptif observasional dengan jumlah


sampel 100 orang, dengan metode purposive
Karies merupakan kerusakan jaringan sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan
keras gigi yang disebabkan oleh asam yang ada wawancara dan observasi langsung pada pasien
dalam karbohidrat melalui perantara yang melakukan PSA. Penelitian ini dilakukan di
mikroorganisme yang ada dalam saliva.1 Karies poli gigi RSUD Ulin Banjarmasin. Bahan yang
dapat diklasifikasikan berdasarkan kedalaman digunakan dalam penelitian ini adalah alkolhol.
permukaan, yaitu karies email (karies superfisial), Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
karies dentin (karies media) dan karies akar (karies inform consent, questioner, alat tulis, nier bekken,
profunda).2 Menurut Branstrom dan Lind (1965) kaca mulut, handscoon dan masker.
serta Langeland (1996), reaksi pulpa dapat terjadi Penelitian ini diawali dengan meminta
pada lesi dini karies dentin. Meskipun pulpa belum kesediaan pasien yang dilakukan perawatan saluran
terbuka, sel-sel peradangan dapat mengadakan akar (PSA) di RSUD Ulin Banjarmasin untuk
penetrasi ke pulpa melalui tubulus dentin yang menjadi sampel penelitian dengan memberikan
terbuka sehingga jika karies sudah meluas lembar persetujuan (informed consent). Kemudian
mengenai pulpa, itu berarti peradangan sudah subjek penelitian diwawancara oleh peneliti. Tahap
kronis. Penyakit pulpa dapat diklasifikasikan selanjutnya peneliti melakukan observasi secara
sebagai pulpitis reversibel dan irreversibel, pulpitis langsung gigi yang telah dilakukan PSA.Data yang
hiperplastik dan nekrosis.3 didapat dari penelitian ini dikumpulkan dan
Respon iritasi pulpa adalah peradangan dikelompokkan berdasarkan tujuan, yaitu
dan jika tidak dirawat akan berkembang menjadi karakteristik umur, jenis kelamin, status sosial
nekrosis pulpa. Peradangan bisa menyebar ke ekonomi dan jenis gigi yang sering dilakukan PSA
tulang alveolar sekitarnya dan menyebabkan serta alasan responden melakukan PSA di poli gigi
penyakit periapikal. Besarnya masalah yang RSUD Ulin Banjarmasin. Data tersebut kemudian
berhubungan dengan pulpa tidak boleh dianggap dianalisis dengan statistik deskriptif.
remeh. Konsekuensi paling serius dari penyakit
pulpa adalah sepsis oral. Jika infeksi menyebar dari HASIL PENELITIAN
gigi maksilaris, dapat menyebabkan sinusitis
purulen, meningitis, abses otak, selulitis orbital dan Hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 1
cavernous sinus thrombosis, sebaliknya, jika infeksi berikut.
berasal dari gigi mandibula dapat menyebabkan
ludwig’s angina, abses parapharyngeal,
mediastinitis, pericarditis, emphysema dan jugular
thrombophlebitis.4
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional
menunjukkan bahwa tahun 2007, Kalimantan
Selatan merupakan provinsi ke-dua dengan
persentase pengalaman karies tertinggi, yaitu
84,7%. Kalimantan Selatan juga merupakan
provinsi dengan indeks kesehatan gigi (DMF-T)
tertinggi yaitu sebesar 6,83 meliputi gigi karies atau
decay (D-T) 1,31, gigi dicabut atau missing (M-T)
5,52 dan gigi ditumpat atau filling (F-T) 0,12.5
Dapat disimpulkan bahwa banyaknya gigi yang
ditumpat lebih sedikit daripada gigi yang missing
atau diindikasi pencabutan. Hal ini membuktikan Gambar 1. Gambaran Perawatan Saluran
bahwa masyarakat Kalimantan Selatan masih Akar Gigi (PSA) berdasarkan kelompok
kurang menyadari pentingnya merawat dan umur
mempertahankan gigi di dalam rongga mulut.6
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Gambar 1 menunjukkan sampel yang
gambaran melakukan PSA di Poli Gigi RSUD Ulin
perawatan saluran akar gigi di poli gigi Banjarmasin paling banyak pada kelompok umur
RSUD Ulin Banjarmasin. 20-40 tahun (67%), kemudian diikuti kelompok
umur 40-65 tahun (25%), kelompok umur 10-20
BAHAN DAN METODE tahun (8%) dan lebih dari 65 tahun (0%).
Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa yang
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif paling banyak melakukan PSA adalah kelompok
observasional yang diperoleh dari wawancara dan umur 20-40 tahun (67%), sedangkan yang paling
observasi langsung pada pasien yang melakukan sedikit adalah kelompok umur lebih dari 65 tahun
perawatan saluran akar gigi. Penelitian ini (0%).
176 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 174 -177
178

Gambar 2. Gambaran PSA berdasarkan jenis


kelamin

Gambar 2 menunjukkan bahwa responden


yang mendapatkan PSA paling banyak adalah
perempuan sebanyak 65 responden (65%). Gambar 4. Gambaran PSA berdasarkan Alasan
Responden laki-laki mendapatkan PSA yaitu 35 Melakukan PSA
responden (35%).
Gambar 4 menunjukkan bahwa alasan
terbanyak responden melakukan PSA karena sakit
gigi sebanyak 42 responden (42%). Kemudian
diikuti dengan alasan gigi berlubang (17%), estetik
(11 %), retreatment perawatan saluran akar (9 %),
fraktur (5%), anjuran dokter gigi karena gigi masih
bisa dirawat (5%), takut cabut gigi (4%), penyakit
sistemik (3%), karies sekunder (3%), dan tambalan
lepas (1%).

Gambar 3. Gambaran PSA berdasarkan Status


Sosial Ekonomi

Gambar 2. menunjukkan bahwa responden


yang melakukan PSA dengan sosial ekonomi tinggi
adalah 0 responden (0%), menengah ke atas adalah
17 responden (17%), menengah ke bawah 36
responden (36%), agak rendah 41 responden (41%)
dan rendah 6 responden (6%). Berdasarkan data
tersebut diketahui bahwa bahwa responden dengan
sosial ekonomi yang agak rendah merupakan
responden yang paling banyak melakukan PSA
(41%). Tidak ada responden dengan sosial ekonomi
tinggi yang melakukan PSA (0%).

Gambar 5. Elemen Gigi yang dilakukan PSA


Gambar 5 menunjukkan bahwa elemen
gigi terbanyak yang dilakukan PSA adalah gigi
molar 1 kiri bawah dan molar 1 kanan bawah
dengan persentasi 13%, kemudian diikuti gigi
178 : Gambaran Perawatan Saluran Akar Gigi
Sagita 177

molar 2 permanen kiri bawah (11%), molar 1 melakukan PSA (41%). Tidak ada responden
permanen kiri atas (9%), insisif sentral permanen dengan sosial ekonomi tinggi yang melakukan PSA
kanan atas (7%), insisif sentral permanen kiri atas (0%) di poli gigi RSUD Ulin. Hal ini didukung oleh
(6%), premolar 2 permanen kanan atas, molar 1 hasil penelitian Budisuari et al (2010) bahwa status
permanen kanan atas dan molar 2 permanen kanan sosial ekonomi rendah cenderung terkena karies
bawah (5%), premolar 1 permanen kanan atas, lebih tinggi yaitu sebesar 1.116 kali dibanding
molar 2 permanen kanan atas, premolar 1 permanen sosial ekonomi yang lebih tinggi.14
kiri bawah, dan premolar 2 permanen kanan bawah Berdasarkan Gambar 4 diketahui bahwa
(4%), premolar 2 permanen kiri atas (3%), premolar alasan terbanyak melakukan PSA adalah sakit gigi
1 permanen kiri atas (2%), serta insisif lateral (42%) sedangkan yang paling sedikit adalah
permanen kanan, insisif lateral permanen kiri atas, tambalan lepas (1%). Hal ini mungkin terjadi
molar 2 permanen kiri atas, insisif lateral permanen karena umumnya pulpitis irreversibel dan nekrosis
kanan bawah, dan kaninus lateral permanen kanan diawali dengan karies gigi. Umumnya karies pada
bawah (1%). Kaninus permanen atas, insisif sentral tahap awal belum menimbulkan rasa sakit, sehingga
permanen bawah, insisif lateral permanen kiri pasien tidak merasa perlu untuk ditambal. Bila
bawah, kaninus permanen kiri bawah dan premolar dibiarkan terus-menerus tanpa ditambal, proses
2 permanen kanan bawah merupakan elemen gigi dapat berlanjut dan mengenai pulpa sehingga
yang tidak dilakukan PSA selama penelitian (0%). menyebabkan sakit gigi yang berulang.15
Berdasarkan pernyataan Darwita et al (2010), sakit
PEMBAHASAN gigi menurunkan produktivitas kerja seseorang.
Oleh karena hal tersebut, seseorang dengan sakit
Berdasarkan Gambar 1, diketahui bahwa gigi paling banyak melakukan PSA.16
yang paling banyak melakukan PSA adalah Berdasarkan Gambar 5 diketahui bahwa
kelompok umur 20-40 tahun (67%), sedangkan elemen gigi yang paling banyak dilakukan PSA
yang paling sedikit adalah kelompok umur lebih adalah gigi molar 1 permanen kanan rahang bawah
dari 65 tahun (0%). Hal ini mungkin disebabkan dan molar 1 permanen kiri rahang bawah dengan
karena berdasarkan RISKESDAS Provinsi persentasi masing-masing 13%, sedangkan elemen
Kalimantan Selatan (2007) pada kelompok umur gigi yang selama penelitian tidak ditemukan
35-44 tahun rata-rata kehilangan 5,09 gigi dan pada dilakukan PSA adalah gigi kaninus permanen
kelompok umur 65 tahun ke atas rata-rata memiliki kanan rahang atas, kaninus kiri permanen rahang
kehilangan 22,73 gigi. Dapat disimpulkan bahwa atas, kaninus kiri permanen rahang bawah, insisif
pada usia 35 tahun ke atas banyak masyarakat di sentral permanen kiri rahang bawah, insisif lateral
Kalimantan Selatan yang mencabut giginya dan permanen kiri rahang bawah, insisif sentral
semakin bertambahnya umur, semakin banyak gigi permanen kanan rahang bawah, dan premolar 1
yang telah dicabut.6 Selain itu, Kalimantan Selatan permanen kanan rahang bawah (0%). Hal ini
merupakan salah satu wilayah yang memiliki sejalan dengan hasil penelitian terdahulu oleh
potensi endapan gambut terluas.7 Daerah dengan Ahmed et al (2009) yang menyatakan bahwa molar
potensi endapan gambut memiliki pH air tanah merupakan yang paling banyak dilakukan PSA
yang secara umum cenderung asam, yaitu 3-4,5.8 (54%) dengan persentasi molar 1 permanen rahang
air gambut memiliki pH yang asam yang dapat bawah yang paling banyak (21.2%). 11 Demikian
meningkatkan demineralisasi, yang nantinya akan pula hasil penelitian Oglah et al (2011) yang
menyebabkan gigi mudah terkena karies karena menyatakan bahwa molar permanen rahang bawah
tidak seimbangnya proses demineralisasi dan merupakan gigi yang paling sering dilakukan PSA
remineralisasi.9 (23.01%).17 Berbeda dengan hasil penelitian
Berdasarkan Gambar 2 diketahui bahwa Hollanda et al (2008) dan bahwa PSA paling
wanita lebih banyak melakukan PSA (65%) banyak dilakukan pada gigi premolar dan molar
daripada laki-laki (35%). Hal ini sejalan dengan permanen rahang atas, demikian pula dengan hasil
hasil penelitian terdahulu oleh Hollanda et al penelitian Marza dan Ranj (2009) yang menyatakan
(2008) di Brazil dan Ahmed et al (2009) di Pakistan bahwa insisif sentral dan premolar 1 permanen
bahwa perempuan lebih banyak melakukan PSA rahang atas yang paling banyak dilakukan PSA.10,18
daripada laki-laki.10,11 Hal ini mungkin terjadi Hal ini mungkin terjadi karena gigi molar 1
karena perempuan lebih peduli dengan kesehatan permanen merupakan gigi permanen pertama yang
oral.12 Hal ini didukung juga dengan pernyataan erupsi sehingga paling lama terpapar dengan
dari Ambarwati (2012) bahwa perempuan lebih etiologi karies.19 Hal ini didukung dengan
mengutamakan estetik dibanding laki-laki, sehingga pernyataan bahwa gigi molar merupakan gigi yang
perempuan sangat memperhatikan kesehatan beresiko mengalami karies, terutama fissure dan
giginya.13 permukaan proksimal, dari aspek mesial molar
Berdasarkan Gambar 3 diketahui bahwa kedua sampai aspek distal premolar pertama.20
bahwa responden dengan sosial ekonomi yang agak Berdasarkan penelitian yang dilakukan, PSA di Poli
rendah merupakan responden yang paling banyak Gigi RSUD Ulin Banjarmasin paling sering
178 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 174 179
- 178

dilakukan pada perempuan (65%) dengan tahun). Skripsi. Makassar: FK UNHAS, 2012.
kelompok umur 20-40 tahun (67%), status sosial P.35.
ekonomi agak rendah (41%), dengan keluhan sakit 14. Budisuari MA, Oktarina, dan Mikrajab MA.
gigi (42%) pada molar 1 permanen rahang bawah Hubungan Pola Makan dan Kebiasaan
(26%). Menyikat Gigi dengan Kesehatan Gigi dan
Mulut (Karies) di Indonesia. Bulletin
DAFTAR PUSTAKA Penelitian Sistem Kesehatan. 2010; 13(1): 83-
91.
1. Samad F. Karies Gigi. Skripsi. Pekanbaru: 15. Agtini MD, Sintawati dan Murwanto T. Status
FK-UNRI, 2008. P.3. Kesehatan Gigi, Performed Treatment Index
2. Bakar A. Kedokteran Gigi Klinis. Yogyakarta: dan Required Treatment Index Anak Sekolah
Quantum Sinergis Media, 2012. P.27. Dasar di Kabupaten Cianjur, Karawang dan
3. Tarigan R. Perawatan Pulpa Gigi (Endodonti). Serang. Media Litbang Kesehatan. 2005;
Edisi 2 revisi. Jakarta: EGC, 2006. P.23-27, 15(4): 26-33.
35. 16. Darwita RR, Rahardjo A dan Amalia R.
4. Yu C and Abbott PV. An Overview of Dental Penerimaan Guru SDN 03 Senen terhadap
Pulp: Its Functions and Responses to Injury. Program Sikat Gigi Bersama di Dalam Kelas
Australian Dental Journal Endodontic pada Murid Kelas 1 dan 2. Cakradonya Dent
Supplement 2007; 52 (1 Suppl): S4-S16. J. 2010; 2(2): 159-250.
5. Depkes RI. Riset Kesehatan Dasar 17. Oglah FS, Baidda MZ and Gholam MK.
(RISKESDAS) 2007. Jakarta: Badan Evaluation of Endodontic Treatment in Three
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Specialized Private Clinics in Baghdad
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, (Retrospective Study). Mustansiria Dental
2008. P.191. Jounal. 2011; 8(3): 233-236.
6. Depkes RI. Laporan Hasil Riset Kesehatan 18. Marza RSA and Ranj AB. Prevalence and
Dasar (RISKESDAS) Provinsi Kalimantan Technical Quality of Root Canal Treatment in
Selatan Tahun 2007. Jakarta: Badan Penelitian Sulaimani Patiens (A Radiographic
dan Pengembangan Kesehatan Departemen Evaluation). J Bagh College Dentistry. 2009;
Kesehatan Republik Indonesia, 2009. P: 114. 21(2): 54.
7. Tjahjono JAE. Kajian Potensi Endapan 19. Demiburga S, Tuncay O, Cantekin K,
Gambut Indonesia berdasarkan Aspek Cayabatmaz M, Dincer AN, Kilinc HI and
Lingkungan. Jakarta: Pusat Sumber Daya Sekerci AE. Frequency and Distribution of
Geologi, 2006. P.4. Early Tooth Loss and Endodontics Treatments
8. Hartatik W, Idris K, Sabiham S, Djuniwati Need of Permanent First Molars in a Turkish
dan Adiningsih JS. Pengaruh Pemberian Pediatric Population. Eur J Dent. 2013; 7(1):
Fosfat Alam dan SP-36 pada Tanah Gambut S99-104.
yang Diberi Bahan Amelioran Tanah Mineral 20. Axelsson Per. Diagnosis and Risk Prediction
terhadap Serapan P dan Efisiensi Pemupukan. of Dental Caries. London: Quintessence
Padang: Universitas Padang, 2004. P. 13. Publishing Co. Inc, 2000. P.23.
9. Prasetyo A. Keasaman Minuman Ringan
Menurunkan Kekerasan Permukaan Gigi. Maj.
Kedokteran Gigi 2005; 38: 2.
10. Hollanda ACB, Alencar AHG, Esterela CRA,
Bueno MR, and Estrela C. Prevalence of
Endodontically Treated Teeth in a Brazilian
Adult Population. Braz Dent J. 2008; 19(4):
313-317.
11. Ahmed H, Durr-e-S, and Munawar R.
Frequency and Distribution of Endodontically
Treated Teeth. Journal of the College of
Physicians and Surgeons Pakistan. 2009;
19(10): 605-8.
12. Nield-Gehrig JS, and Willmann DE.
Foundation of Periodontics for The Dental
Hygienist. Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins, 2003. P.78.
13. Ambarwati AW. Persepsi Mengenai Tampilan
Susunan Gigi Anterior dan Kebutuhan
Perawatan Ortodonti (Pada anak usia 9-12
180
Sagita : Gambaran Perawatan Saluran Akar Gigi 179

DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 2. September 2014

Laporan Penelitian

PERBANDINGAN EFEKTIFITAS OBAT KUMUR BEBAS ALKOHOL YANG MENGANDUNG


CETYLPYRIDINIUM CHLORIDE DENGAN CHLORHEXIDINE TERHADAP PENURUNAN PLAK

Tinjauan pada Mahasiswa Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung
Mangkurat Banjarmasin Angkatan 2010-2012

Dian Novita Sari, Cholil, Bayu Indra Sukmana


Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin

ABSTRACT

Background: Mouthwash is solution used to clean the mouth, prevent dental caries and periodontal
diseases. Chlorhexidine (CHX) is potential material in inhibiting plaque, buts long-term use may be harmful
because it contains alcohol and can cause discoloration of teeth and restorations. Cetylpyridinium chloride
(CPC) is materials that inhibit plaque effectively without alcohol and has lower side effect. Purpose: This study
aimed to determine differences on the effectiveness of the use of mouthwash containing CPC compared with
CHX to decrease plaque. Methods: This study used a quasi-experimental with pretest-posttest control group
design with 60 subjects. The study on plaque index was conducted twice, initial check up and two weeks after the
treatment. This study used a disclosing agent with Quigley and Hein method by Turkesky, Gilmore, and
Glickman.Results: The study results indicated that the average reduction in plaque index of the group taking
CPC mouthwash before and after treatment was 1.25 and down to 0.63 respectively, and the group taking the
CHX mouthwash was 1.22 and down to 0.44 respectively. The result of effectiveness test in each group before
and after treatment with paired t-test was p=0,000. The test of plaque reduction between the groups with the
Mann-Whitney test showed that p=0.129. Conclusion: It could be concluded that both mouthwashes were
effective in reducing plaque index after used for 2 weeks twice a day and there was no significant difference.
Cetylpyridinium Chloride mouthwash could be used as an alternative of Chlorhexidine mouthwash to inhibit
plaque.

Keywords: Mouthwash, Cetylpyridinium Chloride (CPC), Chlorhexidine (CHX), dental plaque.

ABSTRAK

Latar belakang: Obat kumur adalah larutan yang digunakan untuk membersihkan rongga mulut,
mencegah karies gigi dan penyakit periodontal. Chlorhexidine (CHX) merupakan bahan yang potensial dalam
menghambat plak, namun penggunaan jangka panjang dapat berdampak buruk karena mengandung alkohol
dan dapat mewarnai gigi dan restorasi. Cetylpyridinium Chloride (CPC) bahan yang efektif menghambat plak
tanpa alkohol dan efek samping lebih rendah. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan
efektifitas penggunaan obat kumur yang mengandung CPC dibandingkan dengan CHX terhadap penurunan
plak. Metode: Penelitian ini menggunakan metode quasi eksperimental dengan rancangan pretest-posttest
control group design dengan jumlah sampel 60 orang. Penelitian terhadap indeks plak dilakukan sebanyak 2
kali, yaitu pemeriksaan awal dan 2 minggu setelah perlakuan. Penelitian ini menggunakan disclosing agent
dengan metode Quigley dan Hein yang modifikasi oleh Turkesky, Gilmore, dan Glickman untuk mengukur
indeks plak. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan rata-rata penurunan indeks plak kelompok yang mengonsumsi
obat kumur CPC sebelum sebesar 1,25 dan setelah perlakuan turun menjadi 0,63. Pada kelompok mengonsumsi
obat kumur CHX sebelum sebesar 1,22 dan setelah perlakuan turun menjadi 0,44. Uji efektivitas setiap
kelompok sebelum sesudah dengan menggunakan t-test berpasangan dengan nilai p sebesar 0,000. Uji
penurunan plak antar kelompok menggunakan uji Mann-Whitney dengan nilai p sebesar 0,129. Kesimpulan:
180 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 179 181
- 183

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa kedua obat kumur tersebut efektif dalam
menurunkan indeks plak setelah pengguunaan selama 2 minggu 2 kali sehari dan tidak ada perbedaan yang
bermakna, serta obat kumur CPC dapat dijadikan alternatif dari obat kumur CHX untuk menghambat plak.

Kata-kata kunci: Obat kumur, Cetylpyridinium Chloride (CPC), Chlorhexidine (CHX), plak gigi.

Korespondensi: Dian Novita Sari, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung
Mangkurat, Jl. Veteran 128B, Banjarmasin, Kalsel, email : dian_nv@ymail.com

PENDAHULUAN alkohol, kloroform, benzena dan eter.11 Sifat


kelarutanya tersebut menyebabkan CPC dapat
Karies merupakan suatu penyakit yang dibuat dalam sediaan bebas alkohol, sehingga lebih
disebabkan oleh interaksi antara bakteri plak, diet, menguntungkan dan cocok untuk semua individu.7,8
keadaan gigi-geligi dan waktu. Plak merupakan Cetylpyridinium chloride pada obat kumur
salah satu penyebab dari karies gigi dan penyakit mempunyai kemampuan untuk mengontrol plak
periodontal. Plak didominasi oleh bakteri dan gingivitis. Cetylpyridinium chloride
Streptococcus Mutans dan Lactobacillus.1 Upaya mempunyai kemampuan anti bakteri, anti plak dan
pencegahan karies dan penyakit periodontal dapat mengobati gingivitis, setelah pemakaian selama 2
dilakukan dengan peningkatan kesehatan gigi dan minggu secara terus-menerus.12
mulut, salah satu caranya dengan mencegah Chlorhexidine (CHX) merupakan bahan
pembentukan plak dan pembersihan plak secara kemoterapi yang paling potensial sebagai
teratur.2 antikariogenik, sehingga CHX sering digunakan
Plak merupakan salah satu deposit lunak sebagai kontrol positif untuk penilaian potensi
berwarna putih keabu-abuan atau kuning yang antikariogenik lainnya yang dapat menghambat
melekat erat pada permukaan gigi.3,4 Plak dapat pembentukan plak (13). Chlorhexidine 0,2%
terbentuk setelah satu atau dua hari tanpa tindakan efektif sebagai anti plak dan anti gingivitis.14
kebersihan mulut.3 Plak biasanya mulai terbentuk Chlorhexidine tidak bersifat toksik, tetapi dapat
pada sepertiga permukaan gingiva dan pada perubahan sensasi sementara dan meninggalkan
permukaan gigi yang cacat dan kasar.5 noda kecoklatan pada gigi, restorasi, membran
Pengendalian plak dapat dilakukan dengan cara mucosa dan lidah yang sulit untuk dibersihkan.14
mekanis yaitu menyikat gigi dan penggunaan obat Proporsi penduduk Kalimantan Selatan
kumur.1 yang mengalami masalah gigi dan mulut adalah
Penggunaan obat kumur dalam kontrol sekitar (29,2%), tertinggi di Kabupaten Barito
plak sehari-hari ditujukan sebagai tambahan dalam Kuala dan Banjarmasin. Pada daerah Banjarmasin
penyingkiran plak secara mekanis tersebut. Hal ini adalah sekitar (38,2%).15 Tujuan penelitian ini
disebabkan berkumur dengan obat kumur dapat adalah untuk mengetahui perbedaan efektifitas
mencapai lebih banyak permukaan-permukaan dari penggunaan obat kumur bebas alkohol yang
rongga mulut.6 Pada umumnya obat kumur mengandung CPC dibandingkan dengan CHX
mengandung 5-25% alkohol. Alkohol dimasukkan terhadap terhadap penurunan plak di dalam rongga
dalam obat kumur untuk beberapa kegunaan, antara mulut mahasiswa Program Studi Kedokteran Gigi
lain sebagai antiseptik, memperpanjang masa Fakultas Kedokteran Universitas Lambung
simpan obat kumur, mencegah pencemaran Mangkurat Banjarmasin angkatan 2010-2012.
mikroorganisme, dan pelarut.6 Namun kandungan
alkohol dalam obat kumur ini menyebabkan
individu-individu tertentu tidak dapat menggunakan BAHAN DAN METODE
obat kumur yang mengandung alkohol, seperti
anak-anak, ibu hamil/ menyusui, pecandu alkohol, Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas
pasien-pasien yang menggunakan metronidazole, Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat
dan pasien dengan xerostomia.7 Kandungan alkohol Banjarmasin pada bulan Mei dan Juni 2013.
yang terdapat dalam obat kumur juga dapat Penelitian ini merupakan jenis penelitian quasi
meningkatkan risiko kanker rongga mulut, terutama eksperimental, dengan rancangan pretest-posttest
bila pemakaian terus-menerus.8 control group design. Populasi dalam penelitian ini
Cetylpyridinium chloride (CPC) adalah adalah mahasiswa Program Studi Kedokteran Gigi
senyawa amonium kuartenari yang merupakan Fakultas Kedoteran Universitas Lambung
bakterisid monokationik.9,10,11 Cetylpyridinium Mangkurat Banjarmasin angkatan 2010-2012.
chloride biasanya digunakan untuk terapi infeksi Sampel di ambil dengan teknik purposive
superfisial rongga mulut dan kerongkongan. sampling. Penelitian ini menggunakan 60 sampel
Cetylpyridinium chloride dapat larut dalam air, yang dibagi menjadi dua kelompok yang masing-
182
Sari : Perbandingan Efektivitas Obat Kumur Bebas Alkohol 181

masing kelompok berjumlah 30 responden. Bahan CPC. Pada pemeriksaan sebelum pemakaian obat
yang digunakan pada penelitian ini adalah obat kumur yang mengandung CPC didapatkan indeks
kumur yang mengandung Cetylpiridinium Chloride, plak rata-rata adalah sebesar 1,25 dan setelah
obat kumur Chlorhexidine, kapas, alkohol 70%, pemakaian obat kumur yang mengandung CPC
disclosing agent, tisu, dan air putih. Alat yang indeks plak rata-rata turun menjadi sebesar 0,63.
digunakan adalah diagnostic set, gelas kumur, Gambar 2 menunjukkan adanya penurunan nilai
nierbekken, masker, dan sarung tangan. rata-rata indeks plak dari pemeriksaan sebelum
Informed consent diberikan kepada pemakaian dan setelah 2 minggu pemakaian obat
responden sebelum pemeriksaan awal. Pemeriksaan kumur yang mengandung CHX. Indeks plak rata-
plak menggunakan perhitungan indeks plak dari rata sebelum pemakaian obat kumur yang
Quigley dan Hein yang dimodifikasi oleh Turkesky, mengandung CHX adalah sebesar 1,22 dan setelah
Gilmore, dan Glickman, yaitu dengan bahan pemakaian obat kumur yang mengandung CHX
pewarna yang berwarna merah (disclosing agent) sebesar 0,44.
untuk memeriksa plak yang terbentuk pada
permukaan mahkota gigi. Gigi yang diperiksa
dipilih berdasarkan pemilihan gigi menurut
Ramford’s Periodontal Disease Indeks (PDI), gigi-
gigi 16, 21, 24, 36, 41,44. Jika gigi-gigi tersebut
tidak ada, maka dapat diganti gigi dengan bentuk
anatomi serupa dalam satu sekstan. Permukaan
gigi yang diamati meliputi enam permukaan yaitu
mesiofasial, midfasial, distofasial, mesiolingual/
mesiopalatal, midlingual/midpalatal dan
distolingual/distopalatal. Perhitungannya dengan
skala pengukuran sebagai berikut :
0 = tidak ada
1 = terdapat bercak-bercak plak yang terpisah
pada daerah leher gigi dan bagian lain di atas Gambar 1. Diagram penurunan rata-rata indeks plak
servikal gigi sebelum dan sesudah penggunaan obat kumur yang
2 = lapisan tipis plak yang kontinyu (kira-kira mengandung Cetylpiridinium Chloride
1mm) pada daerah leher gigi
3 = lapisan plak dengan lebar lebih dari 1mm
dan menutupi kurang dari 1/3 mahkota gigi
4 = plak menutupi antara 1/3-2/3 bagian
mahkota gigi
5 = plak menutupi lebih dari 2/3 bagian mahkota
gigi.
Responden tiap kelompok kemudian
diberikan perlakuan obat kumur yang mengandung
Cetylpiridinium Chloride dan obat kumur yang
mengandung Chlorhexidine. Responden diberikan
intruksi untuk menggunakan obat kumur yang
diberikan 2 kali sehari setelah sikat gigi pagi dan
setelah sikat gigi malam sebelum tidur selama 2
minggu. Setelah 2 minggu perlakuan dilakukan
pemeriksaan indeks plak dengan menggunakan
perhitungan indeks plak dari Quigley dan Hein
yang modifikasi oleh Turkesky, Gilmore, dan Gambar 2. Diagram penurunan rata-rata indeks plak
Glickman seperti pemeriksaan sebelum pelakuan. sebelum dan sesudah penggunaan obat kumur yang
mengandung Chlorhexidine

HASIL PENELITIAN Data yang didapat kemudian dianalisia


secara statistik. Hasil uji normalitas Kolomogorov
Hasil penelitian yang telah dilakukan Smirnov menunjukkan p > 0,05 pada semua
menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan plak kelompok. Analisis data dilanjutkan dengan t-test
setelah pemakaian kedua obat kumur selama 2 berpasangan. Hasil t-test berpasangan pada
minggu. Hasil penelitian dapat dapat dilihat pada kelompok yang menggunakan obat kumur CPC
gambar 1 dan gambar 2. Gambar 1 menunjukan didapatkan nilai p = 0,000 (p < 0,05). Hal ini
adanya penurunan nilai rata-rata indeks plak setelah menunjukkan bahwa obat kumur yang mengandung
2 minggu pemakaian obat kumur yang mengandung CPC efektif menurunkan plak setelah pemakaian 2
182 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 179 -183
183

kali sehari selama 2 minggu berturut-turut. Hasil t- tapi juga efektif terhadap bakteri gram positif
test berpasangan pada kelompok yang seperti Streptococcus mutans. Chlorhexidine telah
menggunakan obat kumur CHX didapatkan nilai p diteliti sebagai bahan kemoterapi yang paling
= 0,000 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa potensial dalam menghambat Streptococcus mutans
obat kumur yang mengandung CHX efektif dan karies gigi, sehingga CHX sering digunakan
menurunkan plak setelah pemakaian 2 kali sehari sebagai kontrol positif untuk penilaian potensi
selama 2 minggu berturut-turut. antikariogenik bahan lainnya. Chlorhexidine telah
Hasil uji normalitas Kolomogorov Smirnov terbukti dapat mengikat bakteri, hal ini
pada data penurunan indeks plak kedua kelompok dimungkinkan karena adanya interaksi antara
menunjukkan nilai p < 0,05. Analisis data muatan-muatan positif dari molekul-molekul CHX
dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney. Hasil uji dan dinding sel yang bermuatan negatif. Interaksi
Mann-Whitney didapatkan nilai p = 0,129 (p > ini akan meningkatkan permeabilitas dinding sel
0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada bakteri yang menyebabkan penetrasi ke dalam
perbedaan yang bermakna penurunan indeks plak sitoplasma, dan pada akhirnya menyebabkan
kedua kelompok tersebut. kematian pada mikroorganisme. Penurunanan
populasi bakteri pada plak tersebut yang dapat
PEMBAHASAN menurunkan indeks plak.18
Hasil uji statistik antar kelompok
Berdasarkan penelitian yang telah menunjukan bahwa tidak ada perbedaan yang
dilakukan, didapatkan hasil bahwa telah terjadi bermakna penurunan indeks plak kelompok yang
penurunan plak sebelum dan sesudah pemakaian menggunakan obat kumur CPC dan CHX. Dalam
obat kumur CPC dan CHX selama 2 minggu. Pada jurnal Depaola LG dan Spolarich AE tahun 2007,
penelitian sebelumnya juga sudah diteliti tentang pada perbandingan kedua kelompok tidak terdapat
efektivitas dari obat kumur yang mengandung CPC perbedaan yang bermakna tersebut kemungkinan
seperti hasil percobaan klinis yang dilakukan oleh disebabkan efek kedua obat kumur yang
Rawlinson dkk (2008), menunjukkan bahwa dua mengandung CPC dan obat kumur yang
obat kumur yang mengandung CPC 0,05% dan mengandung CHX mempunyai efek yang hampir
0,1% memperlihatkan penghambatan plak secara sama terhadap bakteri gram positif. Kedua obat
klinis dan statistik serta tidak menunjukan kumur tersebut sama-sama bersifat bakterisid
perbedaan yang signifikan pada kedua konsentrasi dengan membocorkan sel bakteri dan akhirnya
tersebut.6 Penelitian lain juga menunjukkan obat bakteri tersebut mati.17
kumur yang mengandung CPC efektif secara Berdasarkan hasil penelitian ini bisa
signifikan menurunkan plak secara in vivo setelah dipertimbangkan agar obat kumur yang
penggunaan CPC setiap 12 jam atau 2 kali sehari mengandung CPC dapat dijadikan sebagai alternatif
secara terus menerus selama 14 hari.12,16 penggunaan obat kumur yang mengandung CHX
Penelitian Depaola LG dan Spolarich AE dalam menurunkan indeks plak dengan efek
tahun 2007 menjelaskan cara kerja obat kumur samping yang lebih kecil dibandingkan dengan
yang mengandung CPC dalam menghambat plak penggunaan CHX. Banyak efek samping
dengan menghambat bakteri Streptococcus mutans. penggunaan CHX dalam jangka waktu yang
Cetylpyridinium Chloride adalah senyawa panjang seperti dapat menyebabkan perubahan
amonium kuartenari yang bersifat antiseptik dan sensasi rasa sementara, pewarnaan terhadap gigi,
dapat membunuh bakteri dan mikroorganisme. mukosa oral, dan bahan restorasi.19 Ditambah lagi
Cetylpyridinium Chloride merupakan antimikrobial pada jurnal Rawlinson (dkk) tahun 2008
yang berspektrum luas dan bersifat bakterisid yang menyatakan efek samping yang ditimbulkan oleh
mirip dengan CHX. Cetylpyridinium Chloride kandungan alkohol yang terdapat dalam larutan
efektif terhadap bakteri gram positif seperti obat kumur CHX. Cetylpyridinium chloride seperti
Streptococcus mutans. Cetylpyridinium Chloride CHX juga menimbulkan efek pewarnaan ekstrinsik
mempunyai efek bakterisid dengan mengganggu namun hanya sedikit jika dibandingkan dengan obat
fungsi membran bakteri pada sitoplasma dan kumur CHX, karena efek samping CPC terhadap
gangguan metabolisme bakteri yang menyebabkan mukosa dan perwarnaan gigi itu lebih kecil, serta
terhambatnya pertumbuhan sel dan akhirnya CPC dapat dibuat dalam sediaan bebas alkohol
menyebabkan kematian pada sel. Penurunanan maka obat kumur yang mengandung CPC dapat
populasi bakteri pada plak tersebut yang dapat dijadikan sebagai alternatif dari obat kumur yang
menurunkan indeks plak.17 mengandung CHX.6,7,8
Berdasarkan penelitian Fitriastuti tahun Kendala dalam penelitian ini adalah pola
2008 dinyatakan CHX dapat menghambat makan setiap responden tersebut berbeda-beda, hal
pembentukan plak setelah pemakaian larutan 0.2% itu dapat mempengaruhi self cleansing pada setiap
sebagai obat kumur 2 kali sehari. Chlorhexidine responden. Pola makan struktur gigi setiap
efektif dalam menghambat bakteri karena CHX responden juga berbeda yang menyebabkan
tidak hanya efektif terhadap bakteri gram negative, pembersihan plak setiap responden berbeda-beda.
184
Sari : Perbandingan Efektivitas Obat Kumur Bebas Alkohol 183

Ada beberapa responden yang kurang menyukai initial periodontal therapy. J Clin Periodontol
rasa dari Chlorhexidine yang agak pahit dan 2005; 32:391–2.
menimbulkan sensasi sementara yang kurang 9. Herrera D, santos S, Barbieri G, Trombelli L
nyaman pada lidah responden tersebut. and Sans M. Efficacy of 0.15% benzydamine
Berdasarkan penelitian yang telah hydrochloride and 0.05% cetylpyridinium
dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa obat chloride mouth rinse on 4 – day de novo
kumur yang mengandung cetylpyridinium chloride plaque formation. J Clin Periodontol
(CPC) dan obat kumur yang mengandung 2005;32:595-6
chlorhexidine (CHX) efektif dalam menurunkan 10. Watanabe E, Tanomaru JMG, Nascimento AP,
indeks plak setelah penggunaan 2 kali sehari secara Matoba-Junior F, Tanomaru-Filho M and Ito
berturut-turut selama 2 minggu. Perbandingan IY. Determination of the maximum inhibitory
penurunan plak kedua kelompok tersebut di dilution of cetylpyridinium chloride-based
dapatkan hasil tidak ada perbedaan yang bermakna mouthwashes againts Staphylococcus aureus
pada mahasiswa Program Studi Kedokteran Gigi an in vitro study, J Appl Oral Sci. 2008; 16(4):
Fakultas Kedokteran Universitas Lambung 275
Mangkurat Banjarmasin angkatan 2010-2012. Hal 11. RA Regina NS. The effect of mouthwash
ini menunjukkan bahwa obat kumur yang containing cetylpyridinium chloride on salivary
mengandung cetylpyridinium chloride dapat level of streptococcus mutans. 2007 Jurnal
dijadikan alternatif dari obat kumur yang PDGI; 57(1): 19-24.
mengandung chlorhexidine yang memiliki efek 12. Williams MI. The antibacterial and plaque
samping yang lebih rendah dibandingkan effectiveness of mouthwashes containing
chlorhexidine. cetylpyridinium chloride with and without
alcohol in improving gingival health. The
Journal of Clinical Dentistry. 2011; 22: 179-
DAFTAR PUSTAKA 182.
13. Bakar A. Kedoteran gigi klinis. Yogyakarta:
1. Pratiwi R. Perbedaan daya hambat terhadap Quantum Sinmergis Media. 2012. h. 134-135.
Streptococcus mutans dari beberapa pasta gigi 14. Eley BM and Manson JD. Periodontics. 5th Ed.
yang mengandung herbal. Majalah Kedokteran London: Wright. 2004. p. 209-222.
Gigi (Dent. J.) 2005; 38(2): 64–67. 15. Anonimous. Riskesdas. Laporan hasil riset
2. Rao D. Efficacy of an alcohol-free CPC- kesehatan dasar provinsi kalimantan selatan
containing mouthwash against oral multispecies tahun 2007. Jakarta: Dapartemen Kesehatan
biofilms. The Journal of Clinical Dentistry Republik Indonesia. 2009.
2011; 22: 187-194. 16. He S, Yin W, Xu F, Deyu H and Sreenivasan
3. Carranza FA, Newman MG and Takei HH. PK. A clinical study ti asses the 12-hour
Clinical periodontology. 9th Ed. Philadelphia: antimicrobial effects of cetylpyridinium
WB Saunders Company. 2002. p. 110-112. chloride mouthwashes on supragingival plaque
4. Cawson RA, Odell EW and Porter S. Cawson’s bacteria. J Clin Dent 2011; 22: 195-199.
essential of oral pathology and oral medicine. 17. DePaola LG, Spolarich AE. Safety and
7th Ed. Spain: Churchill Livingstone. 2002. p. efficacy of antimicrobial mouthrinse in clinical
43-47. practice. Journal of Dental Hygiene 2007: 13-
5. Putri MH, Eliza H dan Neneng N. Ilmu 22.
pencegahan penyakit jaringan keras dan 18. Fitriastuti P. Kegunaan efek chlorhexidine
jaringan pendukung gigi. Jakarta: EGC. 2010. h. terhadap resiko karies ditinjau dari ph plak dan
56-77. ph saliva pada pasien yang menggunakan alat
6. Rawlinson A, Pollington S, Walsh TF, Lamb ortodontik cekat. Jakarta: Fakultas Kedokteran
DJ, Marlow I, Haywood S and Wright P. Gigi Universitas Indonesia. 2008. h. 5-18.
Efficacy of two alcohol free cetylpyridinium 19. Putri NSE. perbandingan efektifitas obat
chloride mouthwashes a randomized double- kumur bebas alkohol yang mengandung
blind crossover study. J Clin Periodontol 2008; cetylpiridinium chloride (CPC) dengan
35: 230-5 chlorhexidine (CHX) terhadap streptococcous
7. Witt J, Ramji N, Gibb R, Dunavent J, Flood J mutans. Skipsi. Medan: Fakultas Kedokteran
and Barnes J. Antibacterial and antiplaque Gigi Universitas Sumatera Utara. 2009. h. 5-
effects of a novel, alcohol- free oral rinse with 17.
cetylpyridinium chloride. Journal Contemporary
Dental Practice 2005 ; 6(1) : 2-8.
8. Quirynen M, Soers C, Desnyder M, Dekeyser
C, Pauwels M and Steenberghe D. A 0.05%
cetylpyridinium chloride 0.05% chlorhexidine
mouth rinse during maintenance phase after
184 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 179 185
- 183

DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 2. September 2014

Laporan Penelitian

GAMBARAN KLINIS XEROSTOMIA PADA WANITA MENOPAUSE


DI KELURAHAN SUNGAI PARING
KECAMATAN MARTAPURA

Raudah, Maharani Laillyza Apriasari, Siti Kaidah


Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin

ABSTRACT

Background: Menopause is a phase in woman's life that is signed by the end of menstruation period and
reproductive function. One of the changes in the physical aspects that can occur during menopause is the oral
cavity changes. The changes in oral cavity such as burning sensation, redness, swelling and bleeding gingival,
changes in sense of taste, and xerostomia. The xerostomia in menopausal women were affected by hormonal
changes that occur during menopause. Purpose: The purpose of this research was to know the clinical features
of xerostomia in women who had menopause in Sungai Paring Distric Martapura. Methods: This research was
an observational study with descriptive analysis. Samples were taken by using purposive sampling technique
with 86 menopausal women. The data were obtained by direct interview and clinical examination using a dental
mirror. Results: The results showed that loss of saliva in the base of mouth were found in 36 of menopausal
women with xerostomia 45,3% (39 women), 4,6% (4 women) were existing erythema of the oral mucosa, and
1,2% (1 woman) was presenting the tongue lobulated. The loss of saliva in the base of mouth occurred in all
respondents with xerostomia. Conclusion: Based on the research it could be concluded that the most commonly
clinical features of xerostomia in menopausal women was loss of saliva in the base of mouth.

Keywords: clinical features, xerostomia, menopause

ABSTRAK

Latar belakang: Menopause merupakan suatu fase dari kehidupan wanita yang ditandai dengan
berakhirnya menstruasi dan berhentinya fungsi reproduksi. Salah satu perubahan aspek fisik yang dapat terjadi
selama masa menopause adalah perubahan pada rongga mulut antara lain rasa terbakar, gingiva bengkak,
merah dan berdarah, perubahan indra perasa serta xerostomia. Xerostomia pada wanita menopause
dipengaruhi oleh perubahan hormonal yang terjadi pada masa menopause. Tujuan: Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui gambaran klinis xerostomia pada wanita yang telah mengalami menopause di
Kelurahan Sungai Paring Kecamatan Martapura. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif
deskriptif observasional. Sampel diambil dengan menggunakan metode purposive sampling sebanyak 86 wanita
menopause. Data yang diperoleh dengan cara melakukan wawancara langsung dan pemeriksaan klinis dengan
menggunakan kaca mulut dianalisis menggunakan analisis deskriptif. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan
bahwa gambaran klinis xerostomia pada wanita menopause di Kelurahan Sungai Paring Kecamatan Martapura
adalah hilangnya genangan saliva di dasar mulut sebanyak 45,3% (39 orang), eritema pada mukosa mulut
sebanyak 4,6% (4 orang) dan lidah berlobul-lobul sebanyak 1,2% (1 orang). Hilangnya genangan saliva di
dasar mulut terjadi pada semua subjek penelitian yang mengalami xerostomia. Kesimpulan: Berdasarkan
penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa gambaran klinis xerostomia pada wanita
menopause yang paling banyak ditemukan adalah hilangnya genangan saliva di dasar mulut.

Kata-kata kunci: gambaran klinis, xerostomia, menopause

Korespondensi: Raudah, Program Studi Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Universitas Mangkurat, Jl.
Veteran 128B, Banjarmasin 70249, Kalimantan Selatan, e-mail: odahsiodah88@gmail.com
186
Raudah : Gambaran Klinis Xerostomia 185

PENDAHULUAN menopause di Kelurahan Sungai Paring Kecamatan


Martapura.
Menopause merupakan kejadian yang
normal pada seorang wanita dan setiap wanita pasti BAHAN DAN METODE
akan mengalami masa menopause.1 Menurut World
Population Ageing (WPA), diperkirakan jumlah Penelitian ini merupakan jenis penelitian
penduduk lanjut usia di negara maju dan deskriptif observasional. Bahan yang digunakan
berkembang akan terus meningkat dari 737 juta adalah alkohol 70%, kapas dan tisu. Alat yang
pada tahun 2009 menjadi lebih dari 2 milyar pada digunakan adalah alat diagnostik, nierbekken,
tahun 2050 yang sebagian besar merupakan wanita sarung tangan, masker, senter, alat tulis, formulir
menopause.2 Usia terjadinya menopause pada informed consent dan lembar checklist untuk
wanita di seluruh dunia antara 40-60 tahun dengan anamnesis. Populasi pada penelitian ini adalah
rata-rata usia 51 tahun.3 World Health Organization wanita usia ≥ 50 tahun yang tinggal di Kelurahan
(WHO), juga memperkirakan jumlah wanita usia 60 Sungai Paring Kecamatan Martapura. Pengambilan
tahun ke atas akan meningkat dari 336 juta pada sampel dilakukan secara purposive sampling.
tahun 2000 menjadi lebih dari 1 milyar pada tahun Sampel adalah wanita usia ≥ 50 tahun yang tinggal
2050.4 di Kelurahan Sungai Paring Kecamatan Martapura
Prevalensi wanita menopause di Asia serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
sebanyak 60% dari seluruh dunia.5 Menurut Depkes Kriteria inklusinya adalah wanita usia ≥ 50 yang
RI pada tahun 2005, diperkirakan penduduk telah mengalami menopause di Kelurahan Sungai
Indonesia pada tahun 2020 akan mencapai 262,6 Paring Kecamatan Martapura, bersedia menjadi
juta jiwa dengan jumlah wanita yang hidup dalam subjek penelitian dengan menandatangani informed
usia menopause sekitar 30,3 juta jiwa dan usia rata- consent dan sehat berdasarkan anamnesis. Kriteria
rata menopause 49 tahun.6 Badan Pusat Statistik ekslusinya adalah memiliki penyakit sistemik yang
(BPS) pada tahun 2005 memperkirakan jumlah menyebabkan xerostomia secara langsung,
wanita menopause di Kalimantan Selatan sebanyak mengkonsumsi obat-obatan tertentu yang
34.063 orang dengan jumlah terbanyak pada usia menyebabkan xerostomia serta pernah menjalani
50-54 tahun yaitu 18.388 orang.7 Berdasarkan BPS radioterapi daerah kepala dan leher.
Kabupaten Banjar pada tahun 2010, diketahui Variabel yang diteliti pada penelitian ini
jumlah wanita usia 50 tahun ke atas di Kelurahan adalah xerostomia pada wanita menopause.
Sungai Paring Kecamatan Martapura sebanyak 628 Penelitian ini dilakukan pada wanita menopause di
orang.8
Kelurahan Sungai Paring Kecamatan Martapura
Menopause merupakan suatu fase kehidupan
wanita yang ditandai dengan berakhirnya dengan mengunjungi rumah subjek penelitian.
menstruasi dan berhentinya fungsi reproduksi. Subjek penelitian dijelaskan tentang manfaat dan
Perempuan dinyatakan menopause bila sudah tidak prosedur penelitian yang akan dilakukan peneliti
mengalami siklus menstruasi berturut-turut minimal dan diberikan lembar informed consent sebagai
selama 12 bulan.9 Usia terjadinya menopause antara tanda persetujuan menjadi subyek penelitian.
45 sampai 55 tahun, dengan usia rata-rata 52,5 Wawancara dilakukan secara langsung terhadap
tahun.10 Salah satu perubahan aspek fisik yang
wanita yang mengalami menopause terkait dengan
dapat terjadi selama masa menopause adalah
perubahan pada mulut antara lain rasa terbakar, riwayat penyakit dan keluhan yang berhubungan
gingiva bengkak, merah dan berdarah, perubahan dengan xerostomia. Pemeriksaan klinis dilakukan
indra perasa serta mulut kering (xerostomia).11 pada rongga mulut menggunakan kaca mulut.
Xerostomia pada wanita menopause Subjek penelitian yang mengalami xerostomia
dipengaruhi oleh perubahan hormonal yang terjadi ditandai dengan melekatnya kaca mulut pada
pada masa menopause. Prevalensi xerostomia dinding mukosa bukal yang menunjukkan keadaan
berkisar antara 14-46%, yang secara konsisten lebih
hiposalivasi, adanya manifestasi klinis seperti
tinggi pada wanita. Prevalensi xerostomia pada
wanita adalah 8,1% dan pada laki-laki 3,1%.12 kemerahan pada mukosa, lidah yang berlobul-lobul,
Xerostomia merupakan keluhan subjektif berupa dan hilangnya genangan saliva di dasar mulut.
kekeringan di dalam mulut yang ditandai dengan Analisis data yang digunakan pada penelitian ini
menurunnya jumlah aliran saliva dari normal akibat adalah menggunakan analisis deskriptif.
penurunan produksi saliva dari kedua kelenjar
mayor dan minor. Manifestasi berkurangnya aliran
saliva dapat ringan, tanpa keluhan atau parah
dengan banyak keluhan.13 Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui gambaran klinis
xerostomia pada wanita yang telah mengalami
186 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 184 -187
188

HASIL PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Sungai


Paring Kecamatan Martapura. Hasil penelitian
menunjukkan 86 orang wanita menopause serta
memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Dua puluh
tujuh orang berusia 50-54 tahun, 33 orang berusia
55-59 tahun, 12 orang berusia 60-64 tahun dan 14
orang berusia >64 tahun. Wanita menopause yang
mengalami xerostomia sebanyak 39 orang (45,3%)
dan 47 orang (54,7%) tidak mengalami xerostomia
(Gambar 1).

47
50 Gambar 3 Lidah berlobul-lobul pada pasien
39 xerostomia
40
Jumlah (orang)

30

20 Xerostomia
Normal (tidak xerostomia)
10

0
Xerostomia Normal
Kelainan

Gambar 1 Diagram frekuensi xerostomia pada


wanita menopause
45 39
40
35
Jumlah (orang)

30
25 Gambar 4 Kondisi rongga mulut pasien yang
20 mengalami
15 xerostomia
10 4
5 1
0 PEMBAHASAN
Eritema mukosa Lidah berlobul- Hilangnya
mulut lobul genangan saliva di
dasar mulut Menopause merupakan fase penghentian
Manifestasi Klinis
siklus menstruasi secara permanen minimal selama
Gambar 2 Diagram distribusi manifestasi klinis 12 bulan akibat berkurangnya sekresi hormon
xerostomia pada wanita menopause ovarium.14 Usia terjadinya menopause dipengaruhi
oleh keturunan, kesehatan umum, pola kehidupan,
sosial-ekonomi, kebiasaan merokok, dan konsumsi
Gambar 2 menunjukkan bahwa manifestasi alkohol.15,16 Menopause disebabkan oleh penuaan
klinis / gambaran klinis xerostomia pada wanita ovarium yang mengakibatkan penurunan produksi
menopause di Kelurahan Sungai Paring Kecamatan estrogen, gonadotropin ovarium, dan progesteron.17
Secara fisiologis menurunnya kadar estrogen darah
Martapura yang paling banyak ditemukan adalah
pada wanita menopause mengakibatkan terjadinya
hilangnya genangan saliva di dasar mulut sebanyak perubahan kondisi rongga mulut seperti hipofungsi
39 orang (45,3%) sedangkan eritema pada mukosa kelenjar saliva dan atrofi mukosa mulut.18
mulut sebanyak 4 orang (4,6%) dan lidah berlobul- Xerostomia pada wanita menopause
lobul sebanyak 1 orang (1,2%). Hilangnya dipengaruhi oleh perubahan hormonal.10 Estrogen
genangan saliva di dasar mulut terjadi pada semua adalah suatu hormon steroid yang mempunyai
subjek penelitian yang mengalami xerostomia. reseptor di kelenjar saliva dan mukosa mulut,
sehingga estrogen dapat berfungsi secara biologis
pada mulut dan kelenjar saliva. Keberadaan
reseptor estrogen di kelenjar saliva sangat berperan
terhadap komposisi dan kecepatan sekresi saliva.18
Penurunan sekresi saliva pada wanita menopause
dapat meningkatkan kejadian karies, periodontitis
dan risiko timbulnya lesi pada mukosa mulut
seperti infeksi kandidiasis.9
188 : Gambaran Klinis Xerostomia
Raudah 187

Berdasarkan hasil penelitian yang telah epitel.22 Secara klinis, mukosa rongga mulut wanita
dilakukan pada 86 subjek penelitian wanita yang mengalami kekurangan kadar estrogen dalam
menopause, 45,3% (39 orang) mengalami darah akan mengalami atropi, kering, mudah terjadi
xerostomia. Persentase ini cukup tinggi karena iritasi serta warna mukosa mulut akan menjadi
hampir mencapai setengah dari total subjek pucat sampai terjadi eritema sedangkan pada epitel
penelitian meskipun persentase yang normal atau berkeratin akan terjadi gingivostomatitis
tidak mengalami xerostomia masih lebih tinggi menopause yang ditandai dengan gingiva menjadi
yaitu 54,7% (47 orang). Hasil penelitian Zoraida kering, mengkilap dan mudah berdarah pada
tahun 2011 juga menunjukkan bahwa terdapat probing dan saat menyikat gigi.11,23
hubungan yang signifikan antara menopause Berdasarkan hasil penelitian dapat
dengan terjadinya xerostomia. Pada penelitian disimpulkan bahwa manifestasi klinis atau
tersebut, Zoraida membandingkan wanita gambaran klinis dari xerostomia pada wanita
menopause dengan wanita yang tidak menopause.19 menopause di Kelurahan Sungai Paring Kecamatan
Wanita menopause yang mengalami xerostomia Martapura yang paling banyak ditemukan adalah
hampir semua wanita tersebut mengeluhkan mulut hilangnya genangan saliva di dasar mulut
kering, membutuhkan cairan untuk mengunyah dan dibandingkan dengan eritema pada mukosa mulut
menelan makanan, serta merasa haus terutama pada dan lidah berlobul-lobul. Pada pasien yang masih
malam hari. Banyak faktor yang mempengaruhi bergigi tetapi mengalami penurunan aliran saliva
terjadinya xerostomia seperti faktor psikologis cukup banyak sebaiknya diberi penanganan
seseorang dan riwayat penyakit sistemik seperti pencegahan yang ketat untuk membatasi
hipertensi.9 perkembangan lesi karies. Pasien sebaiknya
Manifestasi klinis xerostomia antara lain melakukan aplikasi flour secara profesional dan
eritema pada mukosa bukal, lidah berlobul-lobul, topikal, menggunakan pasta gigi yang mengandung
dan hilangnya genangan saliva di dasar mulut.20 flour dan obat kumur klorheksidin glukonat serta
Berdasarkan hasil penelitian (Gambar 2) frekuensi kontrol kebersihan mulut.24
manifestasi klinis dari xerostomia yang paling
banyak adalah hilangnya genangan saliva di dasar DAFTAR PUSTAKA
mulut. Lidah berlobul-lobul merupakan manifestasi
klinis xerostomia yang ditemukan pada 1 orang 1. Yuniwati C. Pengaruh Peran Tenaga
(paling sedikit) dan eritema mukosa mulut terjadi Kesehatan terhadap Kesiapan Wanita
sebanyak 4 orang. Hasil penilitian ini sesuai dengan Menopause dalam Menghadapi Keluhan
teori bahwa manifestasi xerostomia pada wanita Menopause di Rumah Sakit Umum Daerah
menopause muncul secara bertahap dari ringan Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Provinsi
sampai berat. Pada xerostomia ringan kondisi Aceh. Tesis. Medan: Program Studi S2 Ilmu
mukosa masih normal, terjadi hilangnya genangan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan
saliva di dasar mulut dan pasien sering Masyarakat Universitas Sumatera Utara,
mengeluhkan mulutnya terasa kering, sedangkan 2011. p.1.
pada kasus xerostomia berat akan terjadi perubahan 2. Zlotnik H. World Population Ageing 2009.
pada mukosa rongga mulut seperti eritema bahkan New York: Department of Economic and
lidah menjadi berlobul-lobul.21 Social Affairs Polpulation Division, 2009.
Hormon seks steroid khususnya estrogen p.10.
berperan penting dalam fisiologi rongga mulut 3. Kok HS, Asselt KM, Schouw YT, Peeters
manusia. Efek estrogen dimediasi oleh reseptor PHM, and Wijmenga C. Genetic Studies to
estrogen, yang terdiri dari dua subtipe yaitu Identify Genes Underlying Menopausal Age.
reseptor estrogen α dan reseptor estrogen β.22,23 Human Reproduction Update. 2005; 11(5):
Hanya reseptor estrogen β yang berperan mengatur 483-484.
pertumbuhan sel pada epitel mukosa mulut, 4. World Health Organization. Women, Ageing
kelenjar saliva dan gingiva.22 Menurunnya kadar and Health: A Framework for Action.
reseptor estrogen β pada wanita menopause Ottawa: Department of Ageing and Life
mengakibatkan penurunan fungsi (hipofungsi) Course (ALC), 2007. p.3.
kelenjar saliva. Wanita menopause akan mengalami 5. Palacios S, Henderson VW, Siseles N, Tan
mulut terasa kering karena volume saliva berkurang D, and Villaseca P. Age of Menopause and
(hiposalivasi) yang biasanya sering ditandai dengan Impact of Climacteric Symptoms By
hilangnya genangan saliva di dasar mulut.18 Geographical Region. Climacteric,
Mukosa rongga mulut sangat sensitif International Menopause Society. 2010; 13:
terhadap perubahan kadar hormon dalam darah 419–428.
pada perempuan. Penurunan kadar estrogen pada 6. Departemen Kesehatan RI 2005. Terjadi
wanita yang telah menopause mempengaruhi proses Pergeseran Umur Menopause. Available
maturisasi atau pematangan sel epitel pada mukosa from
yang dapat menyebabkan penipisan dan atropi (http://www.depkes.go.id/index.php?option=
188 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 184 -189
188

article&task+vieawticle&&artid=280, 15. Prawirohardjo S. Ilmu Kandungan. Jakarta:


diakses 9 Januari 2013). PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
7. Statistik Indonesia 2005. Wanita Berumur 2009. p.92-130.
10-54 Tahun yang Berstatus Kawin Menurut 16. Szwejser E and Szwostek K. The Influence
Alasan Utama Tidak Menggunakan of Selected Environmental Factors on The
Alat/Cara KB dan Golongan Umur, Time of Natural Menopause in Women
Kalimantan Selatan 2005. Available from Living in The Malopolskie Voivodeship.
(http://www.datastatistikindonesia.com/porta Anthropological Review. 2012; 75(2): 118.
l/index.php?option=com_supas&task=&Item 17. Elsabagh EEM and Allah ESA. Menopausal
id=954, diakses 15 Januari 2013). Symptoms and The Quality of Life Among
8. BAPPEDA-BPS Kabupaten Banjar. Profil Pre/Post Menopausal Women from Rural
dan Analisa Penduduk Kecamatan Martapura Area in Zagazig City. Life Science Journal.
Hasil Sensus Penduduk 2010 (Penjabaran 2012; 9(2): 283.
Data Sensus Tahun 2010). Martapura: Badan 18. Joenoes H, Fatma D, dan Gultom F. Aktifitas
Pusat Statistik Kabupaten Banjar, 2010. Enzim Peroksidase Saliva pada Wanita
p.62. Sebelum dan Sesudah Menopause. Dentika
9. Mutneja P, Dhawan P, Raina A, and Sharma Dental Journal. 2007; 12(1): 10-13.
G. Menopause and The Oral Cavity. Indian 19. Lubis ZS. Hubungan Menopause dengan
Journal of Endocrynology and Metabolism. Terjadinya Xerostomia pada Anggota
2012; 16(4): 548. Perwiritan Nurul Ihsan Kelurahan Payaroba
10. Agha-Hosseini F and Mirzaii-dizgah I. Kecamatan Binjai Barat. Skripsi. Medan:
Unstimulated Whole Saliva Parathyroid Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Hormone in Postmenopausal Women with Sumatera Utara. 2011. p.28-36.
Xerostomia. The Journal of Contemporary 20. Scully C, Almeida OPD, Bagan J, Dios PD,
Dental Practice. 2011; 12(3): 196. and Taylor AM. Oral Medicine and
11. Guncu GN, Tozum TF, and Caglayan F. Pathology at a Glance. 1st Ed. England:
Effects of Endogenous Sex Hormones on Wiley-Blackwell, 2010. p.74-75.
The Periodontium Review of Literature. 21. Carpenter W, Glick M, Nelson SR, Roser
Australian Dental Journal. 2005; 50(3) :142. SM, and Patton LL. Oral Health Care Series:
12. Gomez BR, Vallejo GH, Fuenta LA, Cantor Women’s Oral Health Issues. San Francisco:
ML, Diaz M, and Lopez-Pintor RM. The American Dental Association Council on
Relationship Between The Levels of Access, Prevention and Interprofessional
Salivary Cortisol and The Presence of Relations, 2006. p.14-15.
Xerostomia in Menopausal Women A 22. Hosseini FA, Dizgah IM, Mansourian A, and
Preliminary Study. Med Oral Patol Oral Cir Khayamzadeh M. Relationship of Stimulated
Bucal. 2006; 11: 408. Saliva 17β-estradiol and Oral Dryness
13. Bhayana R, Sanadhya S, Bhayana D, and Feeling in Menopause. Elsevier Ireland Ltd.
Padiyar B. Review Article Xerostomia (an 2008;62:197-199.
ECR) – Effects, Causes, Remedies. Journal 23. Haskin C and Mobley C. Women and
of Dentofacial Sciences. 2013; 2(1): 7-8. Health: The Impact of Women’s Oral Health
14. Rahman SASA, Zainudin SR, and Mun on Systemic Health. 2nd Ed. UK: Elsevier
VLK. Assessment of Menopausal Symptoms Inc, 2013. p.1476.
Using Modified Menopause Rating Scale 24. Barnes IE dan Walls A. Perawatan Gigi
(MRS) Among Middle Age Women in Terpadu untuk Lansia. Jakarta: EGC, 2006.
Kuching, Sarawak, Malaysia. Asia Pacific p.33-69
Family Medicine Bio Med Central. 2010;
9(5): 1-6.
190 : Gambaran Klinis Xerostomia
Raudah 189

DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 2. September 2014

Laporan Penelitian

TINGKAT KEBUTUHAN PERAWATAN PERIODONTAL PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL


TRESNA WERDHA BUDI SEJAHTERA BANJARBARU

Rona Permata Sari Y. H. Zein, Priyawan Rachmadi, Deby Kania Tri Putri
Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin

ABSTRACT
Background: Periodontal diseases are the case in all ages, but the severity is more seen in elderly individuals.
Purpose: Purpose of this study was to determine the periodontal treatment needs of elderly in Tresna Werdha
Budi Sejahtera Banjarbaru Nursing Home. Methods: Type of research was observational descriptive. Samples
consisted of 53 subjects, age range between 58-100 years old, consisted 24 males and 29 females. Samples were
selected though simple random sampling. Periodontal condition was evaluated using Community Periodontal
Index of Treatment Need (CPITN). The severity and prevalence of periodontal disease, as well as it frequency
distribution were evaluated and reported according to gender and age. Results: Result of this study based on
periodontal status were 13,2% of subjects demonstrated a healthy periodontal status, bleeding on probing were
noted in 5,7% of subjects, 37,7% of subjects showed supra or subgingival calculus, 11,3 % of subjects had
shallow and 32,1% of subjects had deep pockets. Periodontal treatment needs of elderly population in Tresna
Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru Nursing Home were 13,2% of subjects didn’t need periodontal treatment,
5,7 of subjects needed demonstration and instruction, 37,7% of subjects needed scaling and oral hygiene
instruction, 11,3% of subjects needed scaling and oral hygiene care, then 32,1% needed oral hygiene
instruction, scaling, root planning, and treatment for every case. Conclusion: Scaling and oral hygiene
instruction were the most needed periodontal treatment of elderly in Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru Nursing
Home.

Keywords: Community Periodontal Index of Treatment Need, elderly, periodontal treatment

ABSTRAK

Latar belakang: Penyakit periodontal merupakan kasus pada berbagai kalangan usia, tetapi bentuk keparahan
lebih terlihat pada individu usia lanjut. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan perawatan
periodontal pada lansia di Panti Sosial Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru. Metode: Jenis penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif observasional. Sampel terdiri dari 53 lansia berusia 58-100 tahun, terdiri atas 24
laki-laki dan 29 perempuan. Pemilihan sampel berdasarkan metode simple random sampling. Keparahan dan
prevalensi penyakit periodontal serta distribusi frekuensinya dievaluasi dengan Community Periodontal Index of
Treatment Needs (CPITN) serta dilaporkan berdasarkan jenis kelamin dan usia. Hasil: Hasil penelitian
berdasarkan keadaan jaringan periodontal yaitu 13,2% jaringan periodontal sehat, 5,7% perdarahan setelah
probing, 37,7% kalkulus supra dan atau subgingiva, 11,3% poket dangkal dan 32,1 % poket dalam. Kebutuhan
perawatan periodontal lansia di Panti Sosial Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru adalah 13,2% tidak memerlukan
perawatan, 5,7% memerlukan peningkatan kebersihan mulut melalui penyuluhan dan demonstrasi, 37,7%
memerlukan scaling dan peningkatan kebersihan mulut, 11,3% memerlukan scaling yang lebih komprehensif
dan perawatan kebersihan mulut, serta 32,1% memerlukan peningkatan kebersihan mulut, scaling, root planning,
dan perawatan yang tepat untuk setiap kasus. Kesimpulan: Scaling dan peningkatan kebersihan mulut
merupakan jenis perawatan periodontal yang paling banyak dibutuhkan oleh lansia di Panti Sosial Werdha Budi
Sejahtera Banjarbaru.

Kata kunci: Community Periodontal Index of Treatment Need, lansia, perawatan periodontal.
190 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 189 191
- 195

Korespondensi: Rona Permata Sari Y. H. Zein, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran
Universitas Lambung Mangkurat, Jalan Veteran 128 B, Banjarmasin, Kalsel, email: ronapermata@gmail.com

PENDAHULUAN akan mengakibatkan terjadinya perubahan pada


tulang alveolar dan gigi akan terlepas dari
Proporsi penduduk lanjut usia (lansia) soketnya.10 Lansia dengan kelompok umur 65 tahun
bertambah lebih cepat dibandingkan kelompok usia ke atas mengalami kehilangan seluruh gigi
lain.1 Pada tahun 2011 yang lalu United Nations mencapai 17,6%, jauh diatas target WHO 2010
Development Programme (UNDP) telah mencatat yaitu 5%.4
bahwa usia harapan hidup penduduk Indonesia Usia merupakan salah satu faktor
telah mencapai 69,4 tahun, sedangkan menurut CIA predisposisi terjadinya penyakit periodontal.
World Factbook telah mencapai 70,7 tahun. WHO Penelitian terhadap kelompok lansia berusia lebih
menyatakan bahwa pada tahun 2020 jumlah dari 70 tahun di India, 86% diantaranya mengalami
penduduk lansia Indonesia akan terus mengalami moderate periodontitis dan 25% di antaranya
kenaikan yang sangat besar, sehingga pada tahun mengalami kehilangan gigi.11 Pada kelompok usia
tersebut jumlah lansia Indonesia diperkirakan akan yang lebih tua (65 sampai 80 tahun), terjadi
mencapai 11,34% dari jumlah penduduk yang ada, peningkatan aliran gingival crevicular fluid (GCF)
atau sekitar 28,8 juta jiwa.2 Seiring dengan dan indeks gingiva.6 Prevalensi dan tingkat
meningkatnya usia harapan hidup penduduk keparahan penyakit periodontal meningkat seiring
Indonesia, maka populasi penduduk lansia juga dengan bertambahnya usia. Perubahan degeneratif
akan meningkat. Angka ini akan menjadikan terkait proses penuaan dapat meningkatkan
Indonesia menempati urutan ke-4 terbanyak negara kerentanan terhadap penyakit periodontal.
berpopulasi lansia setelah Cina, India dan Amerika. Attachment loss dan bone loss terjadi akibat
Hal ini merupakan tantangan kepada para seringnya terpapar faktor resiko lainnya selama
perencana kebijakan kesehatan dan sosial, karena hidup. Perubahan-perubahan terkait proses penuaan
penyakit-penyakit kronis seperti penyakit seperti pemakaian obat, penurunan fungsi imun,
kardiovaskular, hipertensi, kanker dan diabetes dan perubahan status nutrisi serta faktor-faktor
banyak dijumpai pada lansia. Penyakit kronik dan resiko lainnya juga meningkatkan kerentanan
ketidakmampuan (disability) pada lansia banyak terhadap penyakit periodontal.1 Penelitian ini
terjadi di negara berkembang dan dapat dikurangi bertujuan untuk mengetahui tingkat kebutuhan
dengan upaya health promotion untuk perawatan periodontal pada lansia di Panti Sosial
meningkatkan kualitas hidup.1 Tresna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru.
Penuaan adalah suatu fenomena alami
yang terjadi di seluruh dunia.2 Proses penuaan akan BAHAN DAN METODE
menimbulkan berbagai masalah fisik-biologik,
psikologik dan sosial. Secara biologis lansia Penelitian dilakukan secara deskriptif
mengalami proses penuaan terus menerus, ditandai observasional dan pengumpulan data dilakukan
dengan menurunnya daya tahan fisik dan semakin dengan pemeriksaan langsung kepada subjek
rentan terhadap penyakit yang dapat menyebabkan penelitian, kemudian diperoleh skor indeks CPITN
kematian.3 Hal ini disebabkan terjadinya perubahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alat
dalam struktur dan fungsi sel, jaringan serta sistem diagnostik kedokteran gigi, probe periodontal
organ termasuk terjadi perubahan anatomi, standar WHO, nierbekken, sarung tangan, masker,
morfologi dan fungsional pada rongga mulut 3,4,5,6,7 head lamp, ceklist observasi CPITN, formulir
Sekitar 40% lansia mengeluh tentang mulut kering, informed consent, dan alat tulis. Bahan yang
massa otot-otot mastikasi mengecil, yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol 70%,
berpengaruh pada kekuatan mengunyah, banyaknya sodium hypochlorite, dan kapas.
gigi yang hilang mengakibatkan gangguan proses Subjek penelitian diminta untuk mengisi
komunikasi dan gangguan estetik.8 Peningkatan surat persetujuan untuk menjadi sampel penelitian
persentase pasien lansia menyebabkan pentingnya kemudian jaringan periodontal subjek penelitian
menilai jumlah perawatan yang diperlukan sebagai dievaluasi dengan Indeks Kebutuhan Perawatan
strategi pencegahan dan interseptif untuk Periodontal Komunitas (CPITN – Community
mengurangi beban penyakit.2 Periodontal Index Treatment of Needs). Pada
Penyakit periodontal adalah salah satu indeks ini rongga mulut dibagi menjadi 6 sektan.
penyakit kronis yang paling umum lebih jelas Sektan 1 meliputi gigi 14, 15, 16, dan 17. Sektan 2
terlihat pada orang tua, terutama karena kontak meliputi gigi 11, 12, 13, 21,22, dan 23. Sektan 3
yang terlalu lama dengan faktor resiko.9,10 meliputi gigi 24, 25, 26, dan 27. Sektan 4 meliputi
Periodontitis (peradangan jaringan periodontal) gigi 34, 35, 36, dan 37. Sektan 5 meliputi gigi 31,
192 : Tingkat Kebutuhan Perawatan Periodontal
Sari 191

32, 33, 41, 42, dan 43. Sektan 6 meliputi gigi 44, Perdarahan setelah dilakukan probing (skor 1)
45, 46, dan 47. terjadi pada 3 orang (5,7%). Frekuensi tertinggi
Skor CPITN tertinggi di setiap sektan pada penelitian ini adalah skor 2, yaitu sebanyak 20
setelah pemeriksaan empat sisi (labial, orang (37,7%) memilki kalkulus supra maupun
lingual/palatal, mesial, dan distal) dipakai sebagai subgingiva. Poket sedalam 4-5 mm (skor 3) terjadi
nilai dari tiap sektan. Skor 0 berarti kondisi jaringan pada 6 orang (11,3%), sedangkan poket sedalam 6
periodontal sehat. Skor 1 berarti terjadi perdarahan mm atau lebih (skor 4) terjadi pada 17 orang
setelah dilakukan probing. Skor 2 terdapat kalkulus (32,1%). Data hasil penelitian di atas menunjukkan
supra atau subgingiva. Skor 3 berarti terdapat poket banyaknya kalkulus supra maupun subgingiva (skor
periodontal dengan kedalaman 4-5 mm, dan skor 4 2) serta poket yang dalam (skor 4) banyak terjadi
berarti terdapat poket periodontal dengan pada lansia, sedangkan untuk persentase lansia
kedalaman lebih dari 6 mm. yang memiki jaringan periodontal sehat (skor 0)
Kategori kebutuhan perawatan ditentukan masih sangat sedikit yaitu hanya ada 7 orang
berdasarkan skor masing-masing sampel. Skor 0 (13,2%).
artinya tidak membutuhkan perawatan periodontal. Hasil penelitian menunjukkan kebutuhan
Skor 1 artinya membutuhkan peningkatan perawatan periodontal pada lansia di Panti Sosial
kebersihan mulut (melalui penyuluhan, Tresna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru adalah
demonstrasi, dan sebagainya). Skor 2 memerlukan sebanyak 7 orang (13,2%) tidak memerlukan
scaling dan peningkatan kebersihan mulut. Skor 3 perawatan periodontal. Sebanyak 3 orang (5,7%)
artinya memerlukan scaling dan perawatan memerlukan peningkatan kebersihan mulut antara
kebersihan mulut dan skor 4 artinya memerlukan lain melalui penyuluhan dan demonstrasi. Sebanyak
peningkatan kebersihan mulut, scaling, dan root 20 orang (37,7%) memerlukan scaling untuk
planning. menghilangkan kalkulus supra maupun subgingiva
serta instruksi peningkatan kebersihan mulut.
HASIL PENELITIAN Perawatan untuk menghilangkan kalkulus
subgingiva yang lebih komperehensif disertai
Penelitian telah dilakukan pada lansia di instruksi peningkatan kebersihan mulut diperlukan
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera lansia sebanyak 6 orang (11,3%) dan selebihnya 17
Banjarbaru. Pengambilan sampel berdasarkan orang (32,1%) memerlukan perawatan periodontal
metode simple random sampling dengan jumlah yang lebih kompleks, meliputi pemeriksaan
sampel yang didapat sebanyak 53 orang yang terdiri periodontal menyeluruh dan rencana perawatan
dari 24 lansia laki-laki dan 29 lansia perempuan. yang tepat untuk tiap kasus. Hal ini menunjukkan
Berdasarkan kelompok usia, subjek penelitian bahwa perawatan periodontal pada lansia di Panti
terdiri atas kelompok usia pertengahan (middle age) Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru
sebanyak 1 orang, lansia (elderly) sebanyak 40 masih sangat dibutuhkan.
orang, lansia tua (old) sebanyak 10 orang, dan
lansia sangat tua (very old ) sebanyak 2 orang.

Gambar 2. Nilai Skor CPITN (Indeks Kebutuhan


Gambar 1. Nilai Skor CPITN (Indeks Kebutuhan Perawatan Periodontal Komunitas)
Perawatan Periodontal Komunitas) menurut Jenis Kelamin

Gambar 1 menunjukkan bahwa ada 7 Gambar 2 menunjukkan distribusi sampel


orang (13,2%) yang memiliki jaringan periodontal berdasarkan jenis kelamin. Gambar 2 menunjukkan
sehat (skor 0) pada saat dilakukan pemeriksaan. bahwa jaringan periodontal sehat (skor 0) pada
lansia laki-laki sebanyak 2 orang (3,7%) dan 5
192 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 189 193
- 195

orang (9,4%) pada lansia perempuan. Perdarahan Gambar 3. Nilai Skor CPITN (Indeks Kebutuhan
setelah probing (skor 1) tidak terjadi pada lansia Perawatan Periodontal Komunitas)
berjenis kelamin laki-laki, tetapi terjadi pada lansia menurut Kelompok Usia
perempuan yaitu sebanyak 3 orang (5,7%). Adanya
kalkulus supra maupun subgingiva (skor 2) Gambar 3 menunjukkan skor indeks
merupakan frekuensi tertinggi pada penelitian ini sCPITN berdasarkan kelompok usia. Kondisi
dan tidak terdapat perbedaan antara lansia laki-laki jaringan periodontal sehat (skor 0) tidak terdapat
dan perempuan, yaitu masing-masing sebanyak 10 pada kelompok usia middle age, tetapi terdapat
orang (18,9%). Poket sedalam 4-5 mm (skor 3) juga pada kelompok usia lain yaitu sebanyak 4 orang
memiliki frekuensi yang sama antara lansia laki- (7,5%) pada kelompok usia elderly, 2 orang (3,8%)
laki dan perempuan, yaitu masing-masing sebanyak pada kelompok usia old, dan 1 orang (1,9%) pada
3 orang (5,7%), sedangkan untuk poket sedalam 6 kelompok usia very old. Perdarahan setelah probing
mm atau lebih (skor 4) terjadi lebih banyak pada (skor 1) juga tidak terdapat pada kelompok usia
lansia laki-laki sebanyak 9 orang (17,0%) middle age, tetapi ditemukan sebanyak 1 orang
dibandingkan lansia perempuan sebanyak 8 orang (1,9%) masing-masing pada kelompok usia elderly,
(15,0%) memerlukan perawatan periodontal yang old, dan, very old. Kalkulus supra maupun
lebih kompleks, meliputi pemeriksaan periodontal subgingiva (skor 2) merupakan frekuensi tertinggi
menyeluruh dan rencana perawatan yang tepat dengan jumlah sebanyak 16 orang (30,2%) pada
untuk setiap kasus. kelompok usia elderly, 4 orang (7,5%) pada
Kebutuhan perawatan periodontal kelompok usia old, dan tidak ditemukan pada
berdasarkan gambar 2 yaitu sebanyak 2 orang laki- kelompok usia middle age dan very old. Poket
laki (3,7%) dan 5 orang perempuan (9,4%) tidak sedalam 4-5 mm (skor 3) terdapat pada 1 orang
memerlukan perawatan periodontal. Sebanyak 3 (1,9%) pada kelompok usia middle age, 4 orang
orang perempuan (5,7%) memerlukan peningkatan (7,5%) pada kelompok usia elderly, 1 orang (1,9%)
kebersihan mulut antara lain melalui penyuluhan pada kelompok usia old, dan tidak ditemukan pada
dan demonstrasi, sedangkan lansia berjenis kelamin kelompok usia very old sedangkan untuk poket
laki-laki tidak memerlukannya. Scaling untuk sedalam 6 mm atau lebih (skor 4) banyak
menghilangkan kalkulus supra maupun subgingiva ditemukan pada kelompok elderly sebanyak 15
serta instruksi peningkatan kebersihan mulut orang (28,3%) dibandingkan kelompok usia lain.
dibutuhkan masing-masing untuk 10 orang laki-laki Sebanyak 2 orang (3,8%) pada kelompok usia old
(18,9%) dan 10 perempuan (18,9%). Perawatan memilki poket 6 mm atau lebih (skor 4) dan poket
untuk menghilangkan kalkulus subgingiva yang sedalam ini tidak ditemukan pada kelompok usia
lebih komperehensif disertai instruksi peningkatan middle age dan very old.
kebersihan mulut dibutuhkan 3 orang laki-laki Gambar 3 menunjukkan bahwa kebutuhan
(5,7%) dan 3 orang perempuan (5,7%) serta perawatan periodontal pada lansia di Panti Sosial
selebihnya 9 orang laki-laki (17,0%) dan 8 orang Tresna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru adalah
perempuan (15,0%) memerlukan perawatan sebanyak 4 orang (7,5%) pada kelompok usia
periodontal yang lebih kompleks, meliputi elderly, 2 orang (3,8%) pada kelompok usia old,
pemeriksaan periodontal menyeluruh dan rencana dan 1 orang (1,9%) pada kelompok usia very old
perawatan yang tepat untuk tiap kasus. tidak memerlukan perawatan periodontal.
Peningkatan kebersihan mulut antara lain melalui
penyuluhan dan demonstrasi dibutuhkan 1 orang
(1,9%) pada kelompok usia elderly, 1 orang (1,9%)
pada kelompok usia old, dan, 1 orang (1,9%) pada
kelompok usia very old. Sebanyak 16 orang
(30,2%) pada kelompok usia elderly dan 4 orang
(7,5%) pada kelompok usai old memerlukan
scaling untuk menghilangkan kalkulus supra
maupun subgingiva serta instruksi peningkatan
kebersihan mulut. Perawatan untuk menghilangkan
kalkulus subgingiva yang lebih komperehensif
disertai instruksi peningkatan kebersihan mulut
diperlukan lansia sebanyak 1 orang (1,9%) pada
kelompok usia middle age, 4 orang (7,5%) pada
kelompok usia elderly dan 1 orang (1,9%) pada
kelompok usia old. Perawatan periodontal yang
lebih kompleks, meliputi pemeriksaan periodontal
menyeluruh dan rencana perawatan yang tepat
untuk tiap kasus.dibutuhkan 15 orang (28,3%) pada
194 : Tingkat Kebutuhan Perawatan Periodontal
Sari 193

kelompok usia elderly dan 2 orang (3,8%) pada kehilangan tulang alveolar, dan peningkatan
kelompok usia old. kegoyangan gigi.16 Seorang perokok beresiko 2,6
sampai 6 kali mengalami kerusakan jaringan
PEMBAHASAN periodontal dibandingkan dengan non-perokok.6
Berbagai macam rokok dan intensitas kebiasaan
Penyebab utama penyakit periodontal merokok telah terbukti mempunyai hubungan kuat
adalah iritasi bakteri yang terjadi karena adanya dengan status jaringan gingiva, kerusakan jaringan
akumulasi plak.12,13 Apabila plak dibiarkan lebih periodontal, serta ditemukan kaitan merokok
lama, plak akan mengalami kalsifikasi dan berubah dengan perubahan sistem vaskularisasi dan imun
menjadi kalkulus.12,14 Kalkulus terbentuk dari plak host.12
bakteri yang mengalami mineralisasi. Walaupun Sama halnya dengan kebiasaan merokok,
akumulasi dan maturasi plak bakteri gigi konsumsi alkohol juga dapat menyebabkan
menyebabkan perkembangan inflamasi jaringan kerusakan pada jaringan periodontal, khususnya
gingiva terdekat, tetapi durasi, onset, dan intensitas konsumsi dalam jangka waktu panjang. Alkohol
proses inflamasi sangat bervariasi antar individu.12 mempunyai efek berkontribusi terhadap
Berdasarkan hasil penelitian yang telah pertumbuhan bakteri di gingival crest dan
dilakukan pada 53 subjek penelitian, frekuensi peningkatan penetrasi bakteri sehingga
tertinggi terjadi pada skor 2 yaitu sebanyak 37,7% menyebabkan radang periodontal yang lama-
(20 orang) memiliki kalkulus supra maupun kelamaan akan menyebabkan kerusakan jaringan
subgingiva. Banyaknya lansia yang memiliki periodontal.16,17 Beberapa keadaan biologis yang
kalkulus, supra maupun subgingiva, dan poket yang dapat berubah akibat konsumsi alkohol antara lain
dalam diakibatkan dari penumpukan plak. Hasil kerusakan fungsi neutrofil dan defisiensi
penelitian di atas sesuai dengan beberapa penelitian komplemen, gangguan mekanisme pembekuan
epidemiologi yang pernah dilakukan. Di Inggris, darah karena kerusakan aktivitas protrombin dan
54% orang dewasa dengan usia di atas 45 tahun vitamin K, gangguan metabolism tulang, dan
memiliki poket periodontal yang dalam (4-6 `mm) gangguan penyembuhan.12
dan 73% tercatat memiliki kalkulus supra maupun Jika laki-laki memiliki kerentaan yang
subgingiva (skor 2). Kerusakan jaringan ini dapat tinggi terhadap kerusakan jaringan periodontal,
menjadi semakin parah hingga menyebabkan maka perempuan pun demikian. Perempuan rentan
kerusakan pada jaringan ikat, perlekatan epitel terhadap kerusakan jaringan periodontal akibat
cekat bermigrasi ke arah apikal dan selanjutnya perubahan hormonal yang terjadi, salah satunya
membentuk poket. Semakin meningkat usia diakibatkan menopause. Menopause adalah masa
seseorang, semakin meningkat pula kerusakan yang berakhirnya menstruasi dan biasanya terjadi
terjadi pada jaringan periodontal.4 padausia 50 tahun. Menopause dapat menyebabkan
Hasil penelitian menunjukkan jaringan terjadinya resorbsi tulang alveolar sehingga gigi
periodontal yang sehat (skor 0) dan perdarahan dapat kehilangan perlekatan pada jaringan
setelah dilakukan probing (skor 1) pada lansia periodontal. 12,14 Pada perempuan yang mengalami
perempuan lebih tinggi daripada lansia laki-laki, menopause terjadi penurunan estrogen, padahal
sedangkan poket yang dalam (skor 4) memiliki estrogen sangat penting untuk memelihara kekuatan
frekuensi yang lebih tinggi pada lansia laki-laki tulang dengan mengatur pengangkutan kalsium ke
daripada lansia perempuan. dalam tulang. Penurunan kadar estrogen juga
Data penelitian di atas sesuai dengan menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan
penelitian-penelitian yang dilakukan di negara lain, antara sel osteoklas dan osteoblas. Kekurangan
seperti Amerika Serikat, Irak dan Israel, yang estrogen akan menyebabkan menurunnya kalsium
mencatat bahwa kesehatan gingiva perempuan lebih darah sehingga akan memacu kelenjar paratiroid
baik dibandingkan laki-laki. Di Amerika Serikat untuk meningkatkan sekresi PTH dan memengaruhi
dan Israel kasus poket dalam (skor 4) pada laki-laki osteoblas untuk merangsang pembentukan sitokin
terjadi 3 kali lebih banyak daripada perempuan, (IL-I, IL-6, dan TNF). Sitokin mengaktivasi
sedangkan hasil penelitian di Irak menunjukkan osteoklas untuk merangsang resorbsi tulang
laki-laki lebih sedikit mengalami perdarahan alveolar.11
setelah probing (skor 1). Hal ini disebabkan Selain hal-hal yang telah disebutkan di
perempuan cenderung melaksanakan kebersihan atas, ada beberapa faktor predisposisi lain yang
mulut dan memiliki pengetahuan serta kebiasaan dapat memicu keparahan suatu penyakit periodontal
yang baik tentang kesehatan gigi dan mulut yang tidak terkait dengan jenis kelamin seperti
dibandingkan laki-laki.4,12 Selain itu juga laki-laki faktor penuaan dan penyakit sistemik. Pada proses
lebih banyak yang memilki kebiasaan buruk seperti penuaan terjadi perubahan anatomi, morfologi, dan
merokok dan mengkonsumsi alkohol dibandingkan fungsional jaringan periodontal seperti
perempuan.15 berkurangnya proses keritinisasi dan penipisan
Menurut hasil penelitian Ana et al 2007, jaringan epithelium, perubahan lokasi junctional
seorang perokok memilki poket yang dalam, epithelium ke arah apikal, penurunan proliferasi sel
194 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 189 195
- 195

dan perubahan lebar ligament periodontal.6,7,18 Kualitas Hidup pada Lanjut Usia. Universa
Penyakit sistemik yang banyak terjadi pada lansia Medicina. 2007; 26: 186-194.
dan dapat memicu terjadinya penyakit periodontal 2. Sharma, S, Manjit T, Gaurav M. Prevalence of
adalah diabetes mellitus. Pada penelitian cross Dental Caries and Periodontal Disease in the
sectional diketahui bahwa pada penderita diabetes Elderly of Chandigarh – A Hospital Based
yang tidak terkontrol dalam waktu lama dapat Study. JIDA. 2012; 6(2): 78-82.
menyebabkan terjadinya penyakit periodontal yang 3. Permana, FH, Made S, Imron R. Hubungan
lebih parah.19 Penurunan Fungsi Gerak Lansia terhadap
Penelitian epidemiologi yang dilakukan Strategi Koping Stres Lansia di Panti Jompo
David dan Seymour tahun 2006 di Amerika Serikat Welas Asih Kecamatan Singaparna Kabupaten
juga menunjukkan bahwa pada kelompok usia Tasikmalaya. Jurnal Keperawatan Soedirman.
elderly merupakan kelompok usia yang paling 2009; 4(3) : 125-130.
banyak memiliki indeks skor CPITN 2 dan mulai 4. Saptorini, KK. Poket Periodontal pada Lanjut
menunjukkan pembentukan poket. Kelompok usia Usia di Posyandu Lansia Kelurahan Wonosari
middle age cenderung mengalami kerusakan Kota Semarang. Jurnal Prosiding Semnas
jaringan periodontal yang belum parah dan belum Peran Kesehatan Masyarakat dalam
terbentuk poket, sedangkan pada kelompok usia old Pencapaian MDG’s di Indonesia. 2011; 4(1):
dan very old sudah banyak yang memiliki poket 261-266.
yang sangat dalam hingga mengalami missing.4 5. Jayaputra, A. Evaluasi Program Jaminan Sosial
Berdasarkan hasil penelitian yang telah Lanjut Usia. Jakarta : Kementrian Sosial
dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa kondisi Republik Indonesia Badan Pendidikan dan
periodontal lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Penelitian Kesejahteraan Sosial. 2009. p. 25-
Budi Sejahtera adalah sebanyak 13,2% dalam 27.
kondisi sehat, 5,7% mengalami perdarahan setelah 6. Newman, Michael G, Henry H. Takei, Fermin
probing, 37,7% terdapat kalkulus supra maupun A. Carranza. Clinical Periodontolgy. 9th
subgingiva, 11,3% mengalami poket 4-6mm, dan edition. Missouri: Elsevier. 2002. p. 58-62.
32,1% mengalami poket dengan kedalaman lebih 7. Hebling, E. Effects of Human Ageing on
dari 6 mm. Kesbutuhan perawatan periodontal Periodontal Tissues. Periodontal Disease - A
lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Clinician’s Guide. 2012; 16(1): 343-350.
Sejahtera Banjarbaru adalah 13,2% tidak 8. Prawiro, MD. Usia Harapan Hidup Bertambah
memerlukan perawatan, 5,7% memerlukan Panjang. Gemari. 2012; 137: 56-57.
peningkatan kebersihan mulut antara lain melalui 9. Petersen, PE, Denis B, Hiroshi O, Saskia ED,
penyuluhan dan demonstrasi, 37,7% memerlukan Charlotte N. The Global Burden of Oral
scaling dan peningkatan kebersihan mulut, 11,3% Disease and Risk to Oral Health. Bulletin of
memerlukan scaling yang lebih komprehensif dan World Helath Organization. 2005; 83 (9): 661-
peningkatan kebersihan mulut, serta 32,1% 669.
memerlukan perawatan periodontal yang lebih 10. Homata, EM, Vasileios M, Argy P,
kompleks, meliputi pemeriksaan periodontal Constantine O, Vassiliki T. Periodontal
menyeluruh dan rencana perawatan yang tepat Disease in Greek Senior Citizens-Risk
untuk tiap kasus. Indicators. Periodontal Diseases - A Clinician's
Penelitian ini hanya menguraikan secara Guide. 2010; 11: 231-249.
umum mengenai kondisi dan kebutuhan perawatan 11. Koshi, E, S. Rajesh, Philip K, PR Arunima.
periodontal pada lansia, oleh karena itu diharapkan Risk Assessment for Periodontal Disease.
adanya penelitian lanjutan untuk melakukan Journal of Indian Society of Periodontology.
evaluasi lebih lanjut terhadap kaitan serta hubungan 2012; 16(3): 324-328.
antara penyakit sistemik, penuaan, kebiasaan buruk 12. Gani, A dan Taufiqurrahman. Kebutuhan
seperti mengkonsumsi alkohol dan merokok, serta Perawatan Periodontal Remaja di Kabupaten
faktor-faktor lain terhadap keparahan suatu Sinjai Tahun 2007. Dentofasial. 2008; 7(2):
penyakit periodontal pada lansia. Selain itu juga 132-138.
diharapkan kepada tenaga kesehatan yang ada 13. Yildirim, TT and Filiz AK. The Effects of
untuk bekerja sama dengan dokter gigi dalam Menopause on Periodontal Tissue.
rangka meningkatkan kesehatan rongga mulut International Dental Research. 2011; 1(3.2):
lansia. 81-86.
14. Putri, MH, Eliza H, Neneng N. Ilmu
Pencegahan Penyakit Jaringan Keras dan
DAFTAR PUSTAKA Jaringan Pendukung Gigi. Bandung : EGC.
2002. p. 200-203.
1. Wangsarahardja, K. Olly VD, Eddy K. 15. Sanei, AS and Nasrabadi AN. Periodontal
Hubungan antara Status Kesehatan Mulut dan Health Status and Treatments Needs in Iranian
196 : Tingkat Kebutuhan Perawatan Periodontal
Sari 195

Adolescent Population. Arch Iranian Med. 18. Ren, Y, Jaap CM, Lets S, Robert SBL, Anne
2005; 8(1): 290-291. MKJ. Age-Related Changes of Periodontal
16. Departemen Sosial RI, Direktorat Jenderal Ligament Surface Areas during Force
Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Direktorat Application. Angle Orthodontist. 2008; 78(6):
Pelayanan Sosial Lanjut Usia. Pedoman 1000-1005.
Pelayanan Sosial Lanjut Usia dalam Panti. 19. Tarigan, R. Kesehatan Gigi Dan Mulut.
Jakarta: Depatemen Sosial RI. 2009. p. 5. Jakarta:
17. Ahmet. The Situation of Elderly People in EGC. 1995. p. 23.
Turkey and National Plan of Action on Ageing.
Istambul : State Planning Organization. 2007.
p. 70.
196 197

DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 2. September 2014

Laporan Penelitian

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PEMAKAIAN PROTESA


DENGAN PEMAKAIAN PROTESA
DI RSUD ULINBANJARMASIN

Tinjauan pada pasien post ekstraksi molar permanen pertama bawah di polikinik gigi RSUD Ulin
Banjarmasin

Nadya Pramasanti, Rosihan Adhani, Bayu Indra Sukmana


Program StudiKedokteran Gigi FakultasKedokteranUniversitasLambungMangkurat, Banjarmasin

ABSTRACT

Background: Tooth loss due to extraction could be a big problem, it may cause dysfunction of mastication. The
loss of mandibular firstpermanent molar has the highest prevalence. Many cases of tooth loss were not balanced
with the prostodontiatreatment. Purpose: The purpose of this research was to determine the relationship
between the knowledge level of protheses usage of patients of post extraction mandibular first permanent molar
and the usage of protheses at dental polyclinic ofRSUD Ulin Banjarmasin. Methods: This study was used an
observational analytic study with cross-sectional design. Samples were taken by purposive sampling technique
with 68 patients. Knowledge level was obtained through questionnare. Results: The data were analyzed using
chi-square test and obtained value p=0,006. The group with good knowledge level who used protheses were 11
patients (16,1%) and who didn’t used protheses were 20 patients (29,5%). The group with bad knowledge level
who used protheses were 3 patients (4,41%) and who didn’t used protheses were 34 patients (37%). Conclusion:
There was a relationship between the knowledge level of protheses usage of patients of post extraction
mandibular first permanent molar and the usage of prothesis at dental polyclinic of RSUD Ulin Banjarmasin.

Keywords: loss of mandibular firstpermanent molar, protheses, knowledge level of protheses usage

ABSTRAK

Latar Belakang: Kehilangan gigi akibat ekstraksi merupakan masalah terbesar, dapat mengganggu
fungsi pengunyahan atau mastikasi. Kehilangan gigi molar permanen pertama bawah memiliki prevalensi yang
cukup tinggi. Banyak kasus kehilangan gigi tidak diimbangi dengan perawatan prostodonsia. Tujuan: Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara tingkat pengetahuan pemakaian protesa pada
pasien post ekstraksi molar permanen pertama bawah dengan pemakaian protesa di poliklinik gigi dan mulut
RSUD Ulin Banjarmasin. Metode: Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik observasional yang
menggunakan metode cross-sectional. Sampel diambil dengan metode purposive sampling sebanyak 68 orang.
Tingkat pengetahuan pasien diperoleh dengan pengisian kuesioner. Hasil: Data dianalisis menggunakan uji chi-
square dan diperoleh nilai p=0,006. Kelompok tingkat pengetahuan baik dengan responden yang memakai
protesa ada 11 orang (16,1%) dan responden yang tidak memakai protesa ada 20 orang (29,5%). Kelompok
tingkat pengetahuan buruk dengan responden yang memakai protesa ada 3 orang (4,41%) dan responden yang
tidak memakai protesa ada 34 orang (37%). Kesimpulan: Terdapat hubungan tingkat pengetahuan pemakaian
protesa pada pasien post ekstraksi molar permanen pertama bawah dengan pemakaian protesa di poliklinik gigi
dan mulut RSUD Ulin Banjarmasin.

Kata kunci: kehilangan molar permanen pertama bawah, protesa, tingkat pengetahuan pemakaian protesa

Korespondensi: Nadya Pramasanti, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung
Mangkurat, Jalan Veteran 128 B, Banjarmasin, Kalsel,
email: nadyabang@gmail.com
198
Pramasanti : Hubungan Tingkat Pengetahuan Pemakaian Protesa 197

PENDAHULUAN Gigi tiruan diperlukan dalam pemenuhan


kesehatan padaumumnya serta kesehatan gigi dan
Kehilangan gigi akibat ekstraksi merupakan mulutkhususnya terutama untuk
masalah terbesar. Efek sampingnya adalah dapat mempertahankanfungsi kunyah. Gigi
mengganggu fungsi pengunyahan atau mastikasi, tiruanyangbiasanya disebut protesa bisa dalam
pada kehilangan gigi yang banyak dan lama dapat bentukgigi tiruan cekat (fixed) atau pun gigi
mengakibatkangangguan pada Temporomandibular tiruanlepasan (removable).Pembuatan gigi
Joint (TMJ). Masalah lain yang berakibat pada tiruantersebut dapat dikatakan secara
fungsi bicara dan aspekpsikologis yaitu estetika, ekonomimembutuhkan biaya tambahan yang relatif
bahkan pada profesi tertentu yang menuntut cukupmahal. Salah satu tujuan yang ingin dicapai
kesehatan gigi yang prima.1Banyak kasus dari WHO2010yang juga merupakan tujuan dari
kehilangan gigi tidak diimbangi dengan perawatan upaya peningkatankesehatan gigi danmulut di
prostodonsia. Kehilangan gigi tidak hanya Indonesia adalahmeminimalkan dampak dari
mengurangi estetika, tetapi juga membuat fungsi penyakit gigi danmulut terhadap penyakit sistemik
mengunyah menurun dan mempengaruhi asupan atau kesehatansecara menyeluruh. Terkait dengan
nutrisi sehingga hal ini akan mempengaruhi kondisi tujuan yang ingin dicapai tersebutperlu dilakukan
kesehatan umum dan kualitas hidup seseorang.2 penelitian untuk mengidentifikasirerata kehilangan
Hasil laporan nasional RISKESDAS 2007, gigi dan persentasepengguna gigi tiruan.1Penelitian
lima provinsi dengan prevalensi masalah gigi-mulut ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
tertinggi, yaitu Gorontalo (33,1%),Sulawesi Tengah tingkat pengetahuan pemakaian protesa pada pasien
(31,2%), DI. Aceh (30,5%), Sulawesi Utara post ekstraksi molar permanen pertama bawah
(29,8%), dan KalimantanSelatan dengan pemakaian protesa di Poliklinik gigi RSUD
(29,2%).Persentase penduduk provinsi Kalimantan Ulin Banjarmasin.
Selatan yang mengalami masalah gigi-mulut
sebesar (29,2%), yang menerima perawatan dari BAHAN DAN METODE
tenaga medis gigi sebesar (21,2%), dan yang
kehilangan seluruh gigi sebesar (2,5%).3Hasil Penelitian ini menggunakan metode
laporan RISKESDAS 2007 provinsi Kalimantan penelitian analitik observasional dengan rancangan
Selatan, jenis perawatan yang diterima penduduk penelitian crosssectional.Pada penelitian ini sampel
yang mengalami masalah gigi-mulut di provinsi diminta untuk mengisi kuesioner tentang tingkat
Kalimantan Selatan adalah pengobatan gigi pengetahuan pemakaian protesa. Populasi pada
(81,2%), penambalan/pencabutan/bedah gigi penelitian ini adalah seluruh pasien yang datang
(42,3%), dan konseling perawatan/kebersihan gigi yang pernah mencabut gigi atau yang telah
(12,5%). Pemasangan gigi tiruan lepasan/cekat kehilangan gigi di bagian Poliklinik gigi RSUD
berkisar 0,6%-10,8%, tertinggi pada umur 65 tahun Ulin Banjarmasin.Pengambilan sampel dilakukan
keatas. Persentase penduduk Kota Banjarmasin dengan teknik purposive samplingdengan kriteria
yang melakukan penambalan/pencabutan/bedah inklusi. Adapun kriteria inklusi tersebut adalah
gigi/mulut sebesar (49,6%) sedangkan yang pasien yang mencabut gigi molar permanen
melakukan pemasangan gigi tiruan lepasan/gigi pertama bawah lebih dari 1 bulan, pasien yang telah
tiruan cekat hanya sebesar (3,0%).4 kehilangan gigi molar permanen pertama bawah,
Kehilangan gigi molar permanen pertama bersedia menjadi responden, kooperatif, dan sehat
bawah memiliki prevalensi yang cukup tinggi. Pada berdasarkan anamnesis.Jumlah sampel pada
penelitian yang telah dilakukan oleh Janjua dkk, penelitian ini adalah 68 orang. Alat yang digunakan
persentase pencabutan molar pertama bawah kiri dalam penelitian ini yaitu alat tulis,
sebesar 32,1% dan pencabutan molar pertama informedconsent, dan kuesioner.
bawah kanan sebesar 30,6% yang kebanyakan Prosedur penelitian adalah sampel dari
disebabkan oleh karies. Hal ini dikarenakan gigi populasi penelitian diidentifikasi sesuai dengan
molar permanen pertama bawah merupakan gigi kriteria inklusi yang telah ditentukan. Sampel
tetap yang pertama kali erupsi sekitar umur 6-7 penelitian yang telah memenuhi kriteria kemudian
tahun pada periode gigi campuran. Gigi molar dijelaskan tentang manfaat dan prosedur penelitian
permanen pertama memainkan peran penting dalam yang akan dilakukan peneliti dan diberikan lembar
mastikasi dan menentukan posisi erupsi gigi informed consent sebagai tanda persetujuan
posterior yang lain agar menjadi oklusi yang menjadi subyek penelitian. Sampel kemudian
benar.5Kehilangan satu gigi, terutama gigi Molar diukur tingkat pengetahuannya tentang gigi tiruan
permanen pertama bawah dapat menyebabkan atau protesa post ekstraksi dengan melakukan
fungsi lengkung rahangmenurun sebesar 10% dan pengisian kuesioner.Data yang diperoleh dari hasil
penurunan ini akan meningkat sebesar 30% jika penelitian dianalisis menggunakan uji chi-
penggantian gigi yang hilang tidak segera squaredengan tingkat kepercayaan 95% (α=
dilakukan.6 0,05)untuk mengetahui hubungan antara tingkat
198 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 196 199
- 199

pengetahuan pemakaian protesa pada pasien post memakai protesa dengan tingkat pengetahuan baik
ekstraksi molar permanen pertama bawah dengan ada 11 orang dan responden dengan tingkat
pemakaian protesa. pengetahuan buruk ada 3 orang. Berdasarkan hasil
uji chi squarediketahui nilai signifikannya sebesar
HASIL PENELITIAN (0,006). Karena nilai ini <0,05 maka H0 ditolak dan
H1 diterima, hal ini menunjukkan terdapat
Berikut ini adalah distribusi frekuensi hubungan yang bermakna antara tingkat
sampel penelitian menurut jenis kelamin, usia, pengetahuan pemakaian protesa dengan pemakaian
pendidikan akhir, jenis protesa, dan alasan tidak protesa.
memakai protesa. Menurut jenis kelamin, sebagian
besar responden adalah perempuan yaitu sebanyak PEMBAHASAN
37 orang (54,4%) dan laki-laki sebanyak 31 orang
(45,6%).Menurut usia, pada rentangusia 61-70 Responden yang melakukan pencabutan gigi
tahun yang palingbanyakmemakaiprotesayaitu 9 molar permanen pertama bawah karena karies
orang (13,3%) dan pada rentangusia 31-40 tahun berjumlah 68 orang. Hasil ini didapat dari
yang palingbanyaktidakmemakaiprotesayaitu 28 wawancaraseluruh responden yang beralasan
orang (41,1%).Menurutpendidikanakhir, responden mereka melakukan pencabutan gigi dikarenakan
yang berpendidikanakhir SD sebanyak 2 orang gigi berlubang. Hasil ini sesuai dengan penelitian
(2,9%), yang berpendidikanakhir SMP sebanyak 3 yang telah dilakukan oleh Janjua dkk (2011),
orang (4,4%), yang berpendidikanakhir SMA persentase pencabutan molar pertama bawah kiri
sebanyak 39 orang (57,4%), dan yang sebesar 32,1% dan pencabutan molar pertama
berpendidikanakhiruniversitassebanyak 24 orang bawah kanan sebesar 30,6% yang kebanyakan
(35,3%).Menurutjenisprotesa, responden laki-laki disebabkan oleh karies. Hal ini dikarenakan gigi
dan perempuan yang menggunakan GTL masing- molar permanen pertama bawah merupakan gigi
masingsebanyak 1 orang dan responden yang tetap yang pertama kali erupsi sekitar umur 6-7
palingbanyakmenggunakan GTSL tahun pada periode gigi campuran sehingga
adalahperempuansebanyak 7 menyebabkan gigi lebih cepat terkena karies
orang.Menurutalasantidakmemakaiprotesa, dibandingkan gigi yang lain.5
responden denganalasantidakinginsebanyak 35 Sampel yang melakukan pencabutan gigi
orang(64,8%), tidaktahusebanyak 15 orang molar permanen pertama bawah tidak seluruhnya
(27,8%), tidakadabiayasebanyak 3 orang (5,6%), memakai protesa. Responden yang memakai
dan tidakadawaktusebanyak 1 orang (1,8%). protesa hanya berjumlah 14 orang, sedangkan yang
tidak memakai protesa berjumlah 54 orang.
Banyak kasus kehilangan gigi tidak diimbangi
dengan perawatan prostodonsia. Rendahnya
kesadaran masyarakat dapat dilihat dari paradigma
lama yang menganggap bahwa dengan mencabut
gigi tanpa mengganti dengan gigi tiruan akan
menyelesaikan masalah.2
Seluruh sampel mengetahui bahwa protesa
adalah gigi tiruan yang menggantikan gigi yang
hilang. Masyarakat yang masih belum tahu bahwa
kehilangan satu gigi belakang saja dapat digantikan
oleh protesa yaitu sebanyak 15 orang. Sebanyak 35
orang berpendapat bahwa setelah melakukan
pencabutan gigi belakang tidak mempengaruhi
pengunyahan sehingga merasa tidak perlu
dilakukan pemasangan protesa. 21 sampel mengira
protesa hanya untuk memperbaiki fungsi estetik,
Gambar 1. Hubungan Tingkat Pengetahuan padahal protesa juga dapat memperbaiki fungsi
Pemakaian Protesa pada Pasien Post kunyah dan bicara. Hasil ini didukung oleh
Ekstraksi Molar Permanen Pertama penelitian yang dilakukan Pongsibidang dkk
Bawah dengan Pemakaian Protesa di (2013), hampir sebagian besar respondennya
Poliklinik GigiRSUD UlinBanjarmasin memahami dampak dari kehilangan gigi terhadap
fungsi pengunyahan dan penampilan, tetapi
Berdasarkan Gambar 1 responden yang tidak responden tidak menggunakan gigi tiruan.7
memakaiprotesa dengan tingkat pengetahuan baik Berdasarkan Gambar 1meskipun responden
ada 20 orang dan responden dengan tingkat tidak memakai protesa, tetapi responden memiliki
pengetahuan buruk ada 34 orang. Responden yang tingkat pengetahuan yang baik. Menurut Silviana
200
Pramasanti : Hubungan Tingkat Pengetahuan Pemakaian Protesa 199

(2013), alasan responden tidak menggunakan gigi dengan cara melakukan penyuluhan berupa
tiruan lebih dikarenakan persepsi responden pemberian motivasidan pemberian brosur tentang
terhadap perawatan gigi tiruan bukan sebagai manfaat protesa pada saat sebelum atau sesudah
kebutuhan utama yang harus dipenuhi. Pendapat ini pencabutan gigi yang dilakukan oleh tenaga medis
dilatarbelakangi oleh tingkat ekonomi responden yaitu dokter gigi dan perawat gigi. Penyediaan
yang bisa dikatakan rendah apabila dihubungkan laboratorium dan alat bahan untuk pembuatan
dengan tingkat pendidikan. Pengalaman juga dapat protesa di RSUD Ulin Banjarmasin juga diperlukan
memengaruhi seseorang tidak menggunakan gigi sehingga masyarakat dapat memiliki sarana dan
tiruan, dari responden yang diteliti ada yang merasa prasarana untuk pembuatan protesa tanpa harus
takut menggunakan gigi tiruan karena melihat membuatnya di tukang gigi.Perlu dilakukan
pengalaman teman yang gigi tiruannya tertelan. penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh tingkat
Ada juga yang merasa tidak nyaman jika usia terhadap pemakaian protesa, atau
menggunakan gigi tiruan.8 mengidentifikasi jenis-jenis gigi tiruan yang banyak
Pada responden yang memakai protesa tetapi digunakan oleh masyarakat Kalimantan Selatan.
pengetahuannya masih buruk tentang pemakaian
protesa, peneliti berasumsi bahwa ini dikarenakan DAFTAR PUSTAKA
responden yang memakai protesa masih belum
memahami cara perawatan protesa yang benar dan 1. AgtiniMD. Persentase Pengguna Protesa di
tidak mengetahui fungsi protesa selain Indonesia. Media Litbang Kesehatan.2010;
memperbaiki fungsi kunyah juga dapat 20(2):51.
memperbaiki fungsi estetik dan bicara. Hasil ini 2. JonanA. Gigi Tiruan, Kapan Anda
sesuai dengan penelitian Titjo dkk (2013) yang Memerlukannya?. Available on
menyebutkan pengetahuan masyarakat pengguna (http://rspondokindah.co.id/rspi/Vol-04-Okt-
gigi tiruan yang masih tergolong cukup ini Des-2008/View-category.html). Accessed on
disebabkan oleh kurangnya pemahaman mereka 17 Maret 2013.
tentang cara pemeliharaan gigi tiruan yang mereka 3. Departemen Kesehatan RI. Riset Kesehatan
gunakan serta gigi sisa dan jaringan lunak mulut Dasar (RISKESDAS) Laporan Nasional tahun
lainnya. Mayoritas responden hanya memperoleh 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan
informasi dari mulut ke mulut berdasarkan Pengembangan Kesehatan Departemen
pengalaman orang lain tanpa menerima informasi Kesehatan RI.2008. Hal: 131-132.
dan instruksi dalam menjaga kebersihan rongga 4. Departemen Kesehatan RI. Laporan Hasil
mulut pada saat pembuatan gigi tiruan mereka.9 Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
Rendahnya kesadaran atau minat masyarakat Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2007.
tentang pemakaian protesa menunjukkan peranan Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
tenaga medis seperti dokter gigi dan perawat gigi Kesehatan Departemen Kesehatan RI. 2009.
masih sangat rendah dalam memberikan Hal: 116, 121.
penyuluhan atau informasi mengenai protesa. 5. Janjua OS, Hassan SH, Azad AA, Ibrahim
Masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui MW, Luqman U, Qureshi SM. Reasons and
bahwa kehilangan satu atau dua gigi belakang dapat Pattern of First Molar Extraction- A Study.
digantikan oleh protesa atau gigi tiruan. Menurut Pakistan Oral & Dental Journal. 2011; 31(1):
Titjo dkk (2013), salah satu alasan seseorang 51.
menunjukkan sikap dalam memperoleh kesehatan 6. Oginni AO, Olusile AO, Udoye CI.
adalah suatu inovasi yang dapat memotivasi Distribution And Types of Artificial Crowns
responden. Melalui inovasi atau program-program And Bridges Prescribed At A Nigerian
kesehatan, responden mengadopsi nilai-nilai yang Teaching Hospital. Nigerian Journal of
berkaitan dengan upaya pemeliharaan kesehatan Clinical Practice. 2004; 7(1): 24-27.
gigi dan mulut sehingga mereka memiliki kesediaan 7. Pongsibidang H, Wowor VNS, Supit A.
untuk berubah.9 Alasan Masyarakat Kelurahan Sario Tumpaan
Kesimpulan yang dapat diambil dari Tidak Menggunakan Gigi Tiruan. Jurnal e-
penelitian ini adalah pemakaian protesa masih GiGi. 2013; 1(2): 1-7.
sangat rendah menunjukkan kurangnya 8. Silviana A, Wowor VNS, Mariati NW.
pengetahuan masyarakat dalam upaya pemeliharaan Persepsi tentang Perawatan Gigi Tiruan pada
kesehatan gigi dan rendahnya kesadaran Masyarakat Kelurahan Maasing Kecamatan
masyarakat dalam mempertahankan fungsi gigi, Tuminting Kota Manado. Jurnal e-GiGi.
khususnya setelah melakukan pencabutan gigi 2013;1(2): 1-8.
molar permanen pertama bawah. Hasilpenelitian ini 9. Titjo OC, Lampus BS, Juliatri. Perilaku
diharapkan dapat menjadi salah satu upaya Masyarakat Pengguna Gigitiruan Lepasan di
promotifuntuk meningkatkan pemakaian Kelurahan Bahu. Jurnal e-GiGi. 2013;1(2): 1-
protesapost ekstraksi, terutama di Kota Banjarmasin 8.
200 201

DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 2. September 2014

Laporan Penelitian

INSIDENSI KARIES GIGI PADA ANAK USIA PRASEKOLAH


DI TK MERAH MANDIANGIN MARTAPURA
PERIODE 2012-2013

Mirna Dara Mustika, Amy N. Carabelly, Cholil


Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin

ABSTRACT

Background: The main issue of children’s oral health is dental caries. Dental caries is not only happening to
permanent teeth but also to deciduous teeth. Deciduous teeth is the indicator of dental health in preschool
children when we need to know the condition of children’s dental health. TK Merah Mandiangin is located in the
suburb which is isolated from dental care and most likely it gets less attention, so that is hypothesized to raise
the risk factor of caries. Objective: The purpose of this research is to know the incidence of dental caries in TK
Merah Mandiangin Martapura. Method: The method was a descriptive survey method. The population of this
research was preschool children from where 52 samples were chosen by total sampling. Result: The result was
collected from 8 persons of 3-year old students, 19 persons of 4-year old students, and 25 persons of 5-year old
students. The def-t status for decay was 97,86%, indicated for extraction was 1,99% and for filling was 0,33%.
Mean of def-t index in this research was 5,8 which is in high category by WHO’s standard. Conclusion: The
conclusion is the incidence of dental caries in preschool children at TK Merah Mandiangin Period of 2012-2013
was high.

Keywords: preschool children,def-t index, incidence of caries

ABSTRAK

Latar Belakang: Masalah utama dalam rongga mulut anak sampai saat ini adalah karies gigi. Karies gigi tidak
hanya terjadi pada gigi permanen tetapi juga pada gigi sulung. Gigi sulung merupakan indikator kesehatan gigi
pada anak usia prasekolah yang diperlukan untuk menilai keadaan kesehatan gigi anak. TK Merah Mandiangin
terletak di daerah pinggiran yang jauh dari perkotaan dan perawatan kesehatan gigi cenderung kurang
mendapat perhatian, sehingga diduga meningkatkan faktor resiko terjadinya karies. Tujuan: Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui insidensi karies gigi di TK Merah Mandiangin Martapura. Metode:
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey deskriptif. Populasi pada penelitian ini adalah anak
usia prasekolah sebanyak 52 sampel dipilih secara totalsampling. Hasil: Diperoleh hasil penelitian indeks def-t
pada anak usia prasekolah yang berasal dari 8 orang def-t pada anak-anak di TK Merah Mandiangin berjumlah
97,86% untuk karies, 1,99% untuk indikasi pencabutan, dan 0,33% untuk gigi yang ditambal. Rata-rata def-t
penelitian adalah 5,8 dan termasuk kategori tinggi menurut WHO. Kesimpulan: Disimpulkan bahwa insidensi
karies pada anak usia prasekolah di TK Merah Mandiangin Periode 2012-2013 tergolong tinggi.

Kata kunci: anak prasekolah, indeks def-t, insidensi karies

Korespondensi: Mirna Dara Mustika, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat, Jl. Veteran 128 B, Banjarmasin, Kalsel, mirna.dents@yahoo.com
Mustika : Insidensi Karies Gigi 201

PENDAHULUAN sulung yang karies dan sudah direstorasi tanpa


adanya karies sekunder
Karies adalah suatu penyakit infeksi yang TK Merah Mandiangin merupakan TK
dihasilkan dari interaksi bakteri. Karies gigi terjadi yang terletak di daerah pinggiran, dengan asumsi
karena proses demineralisasi dari interaksi bakteri letaknya yang cenderung jauh dari perkotaan dan
pada permukaan gigi. Bakteri bersifat asam perawatan kesehatan gigi cenderung kurang
sehingga dalam periode waktu tertentu, asam akan mendapat perhatian sehingga diduga meningkatkan
merusak email gigi dan menyebabkan gigi menjadi faktor risiko terjadinya karies. Belum pernah
berlubang. Faktor etiologi terjadinya karies yaitu dilakukan penelitian pada anak prasekolah di TK
mikroorganisme plak, diet dan waktu. Karies pada Merah Mandiangin Martapura. Berdasarkan latar
gigi sulung sering menyerang gigi molar rahang belakang diatas maka peneliti tertarik untuk
bawah, gigi molar rahang atas, dan gigi anterior melakukan penelitian insidensi karies gigi anak
rahang atas. Pada masa periode gigi bercampur prasekolah menggunakan indeks def-t (decay
karies gigi sering menyerang pada gigi molar extraction filling-teeth).
permanen rahang bawah dibandingkan dengan gigi Tujuan umum dalam penelitian ini adalah
rahang atas.¹,² untuk mengetahui insedensi karies gigi pada anak
Menurut Meinarly Gultom di Kecamatan prasekolah di TK Merah Mandiangin Martapura
Balige Sumatera Utara, sebanyak 49,33% anak
Periode 2012-2013.
balita menderita karies botol, gigi berlubang
(24,67%), gusi berdarah (10,67%), dan gusi
bengkak (8,67%). Sebagian besar responden tidak
pernah membawa anaknya ke dokter gigi.
METODE
Kebanyakan responden membawa anaknya ke
dokter gigi jika sudah terdapat keluhan pada gigi
Rancangan penelitian ini adalah penelitian
anak. Kalimantan Selatan sendiri, angka karies gigi
pada tahun 1995 untuk kota Banjarmasin mencapai deskriptif dengan metode survei deskriptif. Survei
40,5% dan merupakan angka karies gigi tertinggi deskriptif adalah suatu penelitian yang dilakukan
dibandingkan kota lain. Menurut penelitian untuk mendeskripsikan atau menggambarkan secara
Dharmawan berdasarkan survei kesehatan gigi yang rinci suatu fenomena yang terjadi di masyarakat.
dilakukan bersama dengan Badan Penelitian dan Populasi dalam penelitian ini adalah anak
Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) prasekolah di TK Merah Mandiangin Martapura
pada tahun 1997, dari 500 orang anak SD yang
Periode 2012-2013 yang berjumlah 52 orang
diambil sebagai sampel dari kelas I sampai kelas VI
di wilayah Kecamatan Banjar Timur dan Banjar berdasarkan jumlah siswa di TK Merah Mandiangin
Selatan menunjukan hanya 1 orang anak yang Martapura. Sampel yang digunakan pada penelitian
dinyatakan bebas karies gigi.³,4 ini adalah total sampling, yaitu seluruh populasi
Tingginya angka karies gigi menunjukkan tersebut dijadikan sebagai sampel penelitian.
bahwa tenaga medis pada bidang kesehatan gigi Instrumen penelitian yang digunakan adalah alat
perlu memperkenalkanpendidikan kesehatan gigi
diagnosa kedokteran gigi seperti kaca mulut, pinset,
sedini mungkin pada anak agar mereka dapat
mengetahui cara memelihara kesehatan gigi dan sonde, dan excavator, sikat gigi, alat tulis, handuk
mulut secara baik dan benar. Menurut Haryani dan lap putih, masker dan sarung tangan, alkohol
(2002), anak usia prasekolah merupakan salah satu 70%, kapas, pasta gigi, lembar persetujuan, lembar
kelompok yang paling rentan terhadap penyakit gigi pemeriksaan def-t.
dan mulut karena umumnya masih mempunyai
perilaku atau kebiasaan diri yang kurang Prosedur penelitian dilakukan dengan
menunjang terhadap kesehatan gigi. Masalah utama langkah pertama orang tua murid TK Merah
dalam rongga mulut anak sampai saat ini adalah Mandiangin Martapura mengisi lembar persetujuan
karies gigi. Gigi sulung merupakan indikator
yang didampingi oleh guru dan peneliti. Kemudian,
kesehatan gigi pada anak usia prasekolah yang
diperlukan untuk menilai keadaan kesehatan gigi dilakukan pemeriksaan def-t pada rongga mulut
anak.²,5 Indikator yang dapat digunakan untuk anak TK Merah Mandiangin untuk menentukan
menilai karies gigi pada gigi sulung adalah indeks insidensi karies gigi anak prasekolah periode 2012-
def-t. Indeks def-t adalah jumlah gigi sulung yang 2013. Hasil pemeriksaan dicatat dalam formulir
mengalami karies, dengan menghitung d (decay) pemeriksaan. Pengumpulan data diperoleh dari
yaitu gigi sulung yang mengalami karies, e hasil pemeriksaan def-t pada anak TK Merah
(indicated for extraction) yaitu terdapat karies besar
Mandiangin Martapura Periode 2012-2013. Data
pada gigi sulung dan diindikasikan untuk
dilakukan pencabutan, dan f (filled) yaitu gigi dari hasil pemeriksaan def-t yang diperoleh
202 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 200 - 206
204

dimasukan dalam tabel dan dilakukan penghitungan Berdasarkan standar karies menurut WHO, indeks
dengan menggunakan rumus indeks def-t. def-t pada siswa siswi tersebut termasuk dalam
golongan tinggi. Hasil penelitian ini berbeda
dengan penelitian sebelumnya. Menurut
HASIL PENELITIAN Dharmawan berdasarkan survei kesehatan gigi yang
dilakukan bersama dengan Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) pada
Jenis Kelamin
tahun 1997, dari 500 orang anak SD yang diambil
Jumlah
Laki Perempuan sebagai sampel dari kelas I sampai kelas VI di
wilayah Kecamatan Banjar Timur dan Banjar
D 185 110 295 Selatan menunjukan hanya 1 orang anak yang
dinyatakan bebas karies gigi.4 Perbedaan penelitian
E 4 2 6 ini dengan penelitian sebelumnya adalah responden
penelitian yang digunakan, pada penelitian ini
F 1 0 1 menggunakan anak usia prasekolah sedangkan
penelitian sebelumnya dilakukan pada anak sekolah
Jumlah 190 112 302 dasar.

Indeks def-t menunjukan pada siswa laki-


laki lebih tinggi daripada siswa perempuan.
Tabel 3.1Data def-t TK Merah Mandiangin Berdasarkan jumlah reponden penelitian pada TK
Merah Mandiangin Martapura yang berjumlah 52
orang yang terdiri atas 32 orang siswa laki-laki dan
20 orang siswa perempuan dinyatakan semua
responden terkena karies dan tidak ada yang
dinyatakan bebas karies. Perbedaan jumlah siswa
laki-laki dan perempuan yang terkena karies
tersebut bukan disebabkan oleh perbedaan jenis
kelamin. Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan oleh Fitriani (2007), jenis kelamin bukan
merupakan faktor resiko terjadinya karies sehingga
tidak mempengaruhi insiden terjadinya karies pada
gigi sulung. Faktor resiko yang dapat
mempengaruhi tinggi rendahnya karies pada anak
prasekolah tersebut antara lain kebersihan gigi dan
Indeks def-t = mulut, pH saliva, kebiasaan makan makanan
kariogenik, keteraturan menggosok gigi, lamanya
substrat menempel, dan praktik ibu.15

= = = 5,8 Faktor resiko seperti kebiasaan makan


makanan kariogenik merupakan faktor yang paling
sering terjadi pada anak usia prasekolah.15 Hal
tersebut didukung oleh Rimm (2003) yang
Berdasarkan data diatas dapat dilihat menyatakan bahwa pada usia tersebut umumnya
bahwa indeks def-t pada TK Merah Mandiangin anak menyukai makanan manis.16 Kebiasaan ini
Martapura adalah 5,8 berdasarkan standar karies terbentuk karena pengetahuan para ibu mengenai
menurut WHO termasuk kategori Tinggi. diet yang baik bagi anak masih tergolong rendah,
sehingga mereka telah memperkenalkan makanan
manis kepada anak sejak balita. Anak menjadi
terbiasa mengkonsumsi makanan manis tersebut
PEMBAHASAN dan kebiasaan itu akan berlanjut sampai mereka
dewasa.17
Indeks def-t pada siswa siswi prasekolah Semakin banyak makanan manis yang
di TK Merah Mandiangin Martapura sekitar 5,8. anak konsumsi, semakin tinggi resiko anak
Mustika : Insidensi Karies Gigi 211
203

mengalami karies.18 Rendahnya pengetahuan orang gigi pada anak tanpa mengukur pengetahuan
tua tentang kesehatan gigi dan mulut yang masih orangtua terutama ibu, terhadap terjadinya karies
mengabaikan pertumbuhan dan pemeliharaan gigi pada anak usia prasekolah. Penelitian ini juga
anaknya pada saat pertumbuhan gigi sulung
belum dapat menggambarkan insidensi karies pada
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya
karies, sehingga diharapkan orang tua ikut berperan anak usia 3 tahun karena pada usia tersebut
mengawasi kebersihan gigi dan mulut anak mereka orangtua masih jarang mendaftarkan anaknya untuk
dengan cara mengajarkan cara perawatannya.19 bersekolah di taman kanak-kanak.
Faktor predisposisi lainnya yang dapat
mempengaruhi tinggi rendahnya karies pada DAFTAR PUSTAKA
individu antara lain faktor sosial ekonomi, usia, dan
lingkungan.18,20 Faktor sosial ekonomi merupakan 1. Hiranya M P, Eliza H, Neneng N. Ilmu
salah satu faktor yang mempengaruhi angkat Pencegahan Penyakit Jaringan Keras dan
terjadinya karies.18 Status sosial ekonomi yang Jaringan Pendukung gigi. Jakarta: EGC; 2011.
rendahdiukur berdasarkan pendidikan dan Hal: 104.
pendapatan dan telah diasosiasikan dengan 2. Haryani W, Hadi H, Hendrartini Y. Hubungan
kurangnya konsumsi serat pada individu yang Antara Konsumsi Kerbohidrat Dengan Tingkat
tinggal di daerah rumah tangga sosial-ekonomi Keparahan Karies Gigi pada Anak Usia
rendah.²¹,²² Prasekolah di Kecamatan Depok, Sleman,
Individu dengan pendidikan yang rendah Yogyakarta. Berita Kedokteran Masyarakat.
cenderung mengalami karies 1,306 kali Yogyakarta. 2002; XVIII(3):131-137.
dibandingkan responden dengan pendidikan yang 3. Gultom M. Pengetahuan, Sikap dan Tindakan
lebih tinggi. Hal tersebut dapat disebabkan karena Ibu-Ibu Rumah Tangga Terhadap Pemeliharaan
adanya program UKGS pada tingkat pendidikan Kesehatan Gigi dan Mulut Anak Balitanya, di
yang lebih tinggi sehingga dapat mempengaruhi Kecamatan Balita, Kabupaten Toba Samosir
pengetahuan individu dan berefek pada pemilihan Sumatera Utara. Medan: Universitas Sumatera
makanan yang sesuai bagi kesehatan gigi Utara; 2009. Hal: 23-29.
mereka.18,²³,²4 Pendapatan yang terbatas juga dapat 4. Utami NK, Hidayati S, Mu’afiro A. Efektivitas
mempengaruhi angka kejadian karies karena Pelayanan Asuhan dan Penyuluhan Kesehatan
pendapatan memiliki pengaruh terhadap makanan Gigi dan Mulut di SDN Sei Besar 7 Banjarbaru
yang dikonsumsi oleh individu, baik pemilihan Kalimantan Selatan. Buletin Penelitian RSU Dr
jenis maupun jumlah makanan yang dikonsumsi. Soetomo. 2008; 10(2):12-19.
²²,²4 Riyanti (2012) melaporkan bahwa keluarga 5. Natamiharja L, Dwi NS. Hubungan
dengan tingkat pendapatan rendah lebih sedikit Pendidikan, Pengetahuan dan Perilaku Ibu
mengkonsumsi serat buah yang berperan dalam Terhadap Status Karies Gigi Balitanya.
mengurangi akumulasi plak dan mencegah Dentika Dental Journal. 2010; 15(1):37-41.
terjadinya karies.²²,²6,²7 6. Angela, A. Pencegahan Primer Pada Anak
Sejumlah penelitian sebelumnya yang Berisiko Karies Tinggi. Maj. Ked. Gigi
memperlihatkan adanya hubungan antara status (Dent. J). 2005;38(3):130-134.
sosial dan karies gigi. Salah satu hasil penelitian 7. Pratiwi, Rini. Perbedaan Daya Hambat
terhadap Streptococcus mutans dari Beberapa
dari Budiasuri et al (2010) menunjukkan bahwa
Pasta Gigi yang Mengandung Herbal. Dent. J.
prevalensi karies lebih tinggi pada anak-anak yang 2005; 38(2):64-65.
berasal dari status sosial ekonomi rendah.18 Hal ini 8. Kellog N. Oral and Dental Aspects of Child
dikarenakan anak dari status ini lebih sedikit makan Abuse and Neglect. Pediatrics. 2005; 116:
makanan yang berserat dan rendahnya tingkat 1565-1568.
pendidikan dapat menyebabkan kurangnya 9. ADHS: The dental team's responsibility in
reporting child abuse and neglect - Part
pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut,
4.Tersedia melalui: http://www.azdhs.gov,
sehingga hal tersebut dapat meningkatkan angka 2006. (diakses buln juni 2007).
terjadinya karies gigi pada seseorang.18,²²,²³ 10. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Gizi Seimbang Menuju Hidup Sehat Bagi
Berdasarkan hal tersebut, anak-anak Balita. Jakarta, 2000: Hal: 12-19.
prasekolah yang terdapat di TK Merah Mandiangin 11. Widayatun TR. Ilmu Prilaku M.A 104. Jakarta:
dengan kondisi sosial ekonomi rendah cenderung CV Sagung Seto; 2009. Hal: 145-148.
memiliki indeks def-t yang lebih tinggi dibanding 12. Mishra, R. 2010. Dental indices used in
anak-anak prasekolah dengan kondisi sosial Pedodontics. Available at
http://www.docstoc.com/docs/25098629/Denta
ekonomi menengah ke atas. Keterbatasan penelitian
ini adalah peneliti hanya meneliti mengenai karies
204 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 200 - 208
204

l-indices-used-in pedodontics. (diakses bulan 21. Adi, R. Metodologi Penelitian Sosial dan
maret 2011). Hukum. Jakarta: Granit; 2004. Hal: 39.
13. Imron M, dan amrul. Metode Penelitian Bidang 22. Riyanti, DT. Hubungan Tingkat Pendidikan
Kesehatan. Jakarta: CV Sagung Seto; 2010. dan Pendapatan Keluarga Terhadap Konsumsi
Hal: 195-196. Serat (Sayur, Buah, Kacang) Pada Lansia Usia
14. Sugiyono. Statistika Untuk Penelitian. 60-74 Tahun di Pulau Sumatera (analisis Data
Bandung: Alfabeta; 2007.Hal:63. Sekunder Riskesdas). Jakarta: Universitas Esa
15. Fitriani F. Faktor Risiko Karies Gigi Sulung Unggul; 2012. Hal: 92.
Anak (Studi Kasus Anak TK Islam Pangeran 23. Isrofah, NEM. Pengaruh Pendidikan Kesehatan
Diponegoro Semarang). Semarang: Universitas Gigi Terhadap Pengetahuan dan Sikap Anak
Diponegoro; 2007. Hal:3-7. Usia Sekolah di SD Boto Kembang
16. Rymm, SB. Mendidik dan Menerapkan Kulonprogo Yogyakarta. Pena Medika Jurnal
Disiplin Pada Anak Prasekolah: Pola Asuh Kesehatan. 2010; 1(1):1.
Anak Masa Kini. Jakarta: Gramedia; 2003. 24. Trubus. Kegemukan Pergi dan Tak Kembali,
Hal:175. My Healthy Life. Jakarta: Trubus Swadaya;
17. Prabantini, D. A to Z Makanan Pendamping 2010. Hal: 41.
ASI. Yogyakata: CV Andi Offset; 2010. Hal: 25. Celeste RK, Fritzell J, Nadanovsky P. The
13. Relationship Between Levels of Income
18. Budisuari MA, Oktarina, Mikrajab MA. Inequality and Dental Caries and Periodontal
Hubungan Pola Makan dan Kebiasaan Disease. Cad saude Publica. 2011;27(6):1111-
Menyikat Gigi Dengan Kesehatan Gigi dan 1120.
Mulut (Karies) di Indonesia. Buletin Penelitian 26. Kidd EAM dan Bechal SJ. Dasar-dasar Karies:
Sistem Kesehatan. 2010; 13(1):83-91. Penyakit dan Penanggulangannya. Jakarta
19. Balatif FF, Lesmana D, Nuita R. Gambaran EGC; 1992. Hal:96.
Karies Gigi Siswa Kelas I sampai Kelas III 27. Noviana T. Perbedaan Efektivitas Pemberian
Berdasarkan Pengetahuan Kesehatan Gigi dan Jus Apel (Pyrus Malus) atau Jus Stroberi
Mulut Orangtua di SD Jayasari Kecamatan (Fragaria Chiloensis L) Untuk Menghambat
Tanjung Sari. Bandung: Universitas Akumulasi Plak Gigi Pada Anak SDN Cibigo
Padjajaran; 2010. Hal:6-7. Bandung. Semarang: Universitas Diponegoro.
20. Lee HY, Choi YH, Park HW, Lee SG. 2009. Hal: 6-19.
Changing Patterns in the Associaton Between
Regional Social-economic Context and Dental
Caries Experience According to Gender and
Age: A Multilevel Study in Korean Adults.
International. Journal of Health Geographic.
2012; 11(3):46-50.
211
205

DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 2. September 2014

Laporan Penelitian

PERBANDINGAN PERUBAHAN WARNA HEAT CURED ACRYLIC BASIS GIGI TIRUAN YANG
DIRENDAM DALAM KLORHEKSIDIN DAN EFFERVESCENT (Alkaline peroxide)

Yordan Kangsudarmanto, Priyawan Rachmadi, I Wayan Arya KF


Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin

ABSTRACK

Background: One type of acrylic resin which is often used as a denture base is heat cured acrylic.
Accumulation of plaque which is often form on denture resulting odor and bad taste for the users. Chemical
solution such as chlorhexidine and effervescent tablets are often used to eliminate the problem. One of the
properties of acrylic is liquid absorbed slowly including denture cleaning solution. The long-term application in
both solutions result color changes on acrylic resin. Purpose: This study was to determined the color change of
heat cured acrylic that were soaked in a chlorhexidine solution and effervescent tablets. Methods: This study
was a true experimental research design with pretest and post-test only with control group design, with acrylic
plate samples of 26 mm diameter and 0.4 mm of thickness consisting of 6 treatment groups, 3 groups soaking in
chlorhexidine for 15, 105, and 210 minutes and 3 groups in effervescent for 5, 35 and 70 minutes. Thirty samples
were used in the experiment. The color changes observation each group was measured by spectrophotometer
BPY series-47 type photo cell and digital microvolt. The statistical test used was paired T test with a significance
value 0.05. Result: The results of this study showed that the color change of heat cured acrylic after immersion
in chlorhexidine solution for 15, 105 and 210 minutes and in effervescent solution for 5, 35 and 70 minutes.
Conclusion: Chlorhexidin caused greater changes colour of heat cured acrylic resin compared to effervescent.

Keywords: color changes, heat cured acrylic, chlorhexidine, effervescent tablets.

ABSTRAK

Latar Belakang: Salah satu jenis resin akrilik yang sering digunakan sebagai basis protesa adalah heat
cured acrylic. Sering terjadi penumpukan plak dan jamur pada gigi tiruan yang mengakibatkan bau dan rasa
tidak nyaman pada pemakaian. Larutan pembersih kimia seperti klorheksidin dan tablet effervescent sering
digunakan untuk menghilangkan masalah tersebut. Salah satu sifat akrilik adalah menyerap cairan secara
perlahan-lahan termasuk larutan pembersih gigi tiruan. Pemakaian dalam jangka waktu yang lama kedua
larutan tersebut mengakibatkan perubahan warna pada resin akrilik. Tujuan: Penelitian ini bertujuan
mengetahui perubahan warna heat cured acrylic yang direndam pada larutan klorheksidin dan tablet
effervescent. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan penelitian
pretest and post test only with control group design, dengan sampel akrilik berbentuk silinder berdiameter 26
mm dan tebal 0,4 mm yang terdiri dari 6 kelompok perlakuan, yaitu 3 kelompok perendaman larutan
klorheksidin dengan waktu 15, 105, dan 210 menit dan 3 kelompok perendaman larutan effervescent dengan
waktu 5, 35 dan 70 menit. Tigapuluh sampel digunakan pada penelitian. Perubahan warna masing-masing
kelompok diukur dengan rangkaian alat spektrofotometer BPY-47 type photo cell dan mikrovolt digital. Uji
statistik yang digunakan adalah T test berpasangan dengan nilai signifikansi 0,05. Hasil: Hasil dari penelitian
menunjukkan terjadinya perubahan warna heat cured acrylic setelah perendaman larutan klorheksidin pada 15,
105 dan 210 menit dan larutan effervescent pada 5, 35 dan 70 menit. Kesimpulan: Klorheksidin menyebabkan
perubahan warna yang lebih besar dibandingkan dengan effervescent.

Kata-kata kunci: perubahan warna, heat cured acrylic, klorheksidin, tablet effervescent.

Korespondensi: Yordan Kangsudarmanto, Program Studi Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat, Jl. Veteran 128B, Banjarmasin 70249, Kalimantan Selatan, e-mail:
yordankang@gmail.com
206 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 205 - 210
209

PENDAHULUAN diantaranya adalah kebersihan mulut, penyerapan


air dan proses polimerisasi yang tidak sempurna.6
Bahan dasar basis gigi tiruan yang paling
banyak dipakai adalah resin akrilik polimetil BAHAN DAN METODE
metakrilat jenis heat cured. Bahan basis gigi tiruan
yang ideal harus memiliki ciri-ciri fisikal yang Jenis penelitian yang digunakan dalam
sesuai. Beberapa ciri-ciri tersebut antara lain penelitian ini adalah true experimental
biokompatibilitas, estetik yang baik, radiopak dan (eksperimental murni) laboratorium dengan desain
mudah diperbaiki. Basis gigi tiruan harus cukup penelitian Pretest and Postest Control Grup
kuat agar dapat berfungsi pada beban pengunyahan Design. Sampel yang digunakan berbentuk silinder
yang maksimal.1,2 berdiameter 26 mm dan tebal 0,4 mm, yang terbuat
Salah satu perawatan gigi tiruan dari plak dari bahan akrilik jenis heat cured (merk QC).
dan kuman yang menempel adalah dengan cara Sampel untuk 6 kelompok masing-masing
melakukan pembersihan secara kimia. Perendaman berjumlah 5 buah, jadi total sampel ada 30 buah.
dalam larutan klorhexidin selama 15 menit dapat Pengukuran perubahan warna dilakukan di
menghambat virus dan aktif melawan jamur pada Laboratorium Fisika Optik Fakultas Matematika
gigi tiruan.6 Perendaman dalam larutan tablet dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Airlangga.
effervescent sesuai dengan aturan pemakaian Pembuatan lempeng akrilik dilakukan di
selama 5 menit, pada saat tablet effervescent laboratorium basah Program Studi Kedokteran Gigi
dilarutkan dalam air hangat maka sodium perborate Universitas Lambung Mangkurat dengan prosedur
akan terurai dan membentuk senyawa alkaline sebagai berikut, Sampel malam merah dibuat
peroxide yang melepaskan oksigen dan terjadilah sebagai model induk dengan diameter 26 mm dan
aksi pembersihan mekanis terhadap deposit yang tebal 0,4 mm sebanyak 30 buah. Gips tipe II dibuat
menempel pada gigi tiruan.4 menjadi adonan, perbandingan gips dengan air
Klorheksidin sering dipakai dalam dunia untuk kuvet bawah adalah 300 gram : 90ml, adonan
kedokteran gigi sebagai obat kumur. Berkumur dua diaduk dengan spatula dan dimasukkan ke dalam
kali sehari dengan menggunakan 0,2% larutan kuvet yang telah disiapkan diatas vibrator agar
klorheksidin akan mengurangi jumlah gelembung-gelembung udara keluar dari dalam
mikroorganisme dalam saliva sebanyak 80% dan kuvet. Wax diletakkan pada adonan gips yang mulai
apabila pemakaian obat kumur dihentikan bakteri mengalami pengerasan (setting) di dalam kuvet dan
akan kembali seperti semula dalam waktu 24 jam. diamkan gips sampai setting. Permukaan gips pada
Klorheksidin bermanfaat untuk menghambat kuvet bawah diolesi vaselin dan kuvet atas diisi
pembentukan plak, juga dapat membantu dengan adonan gips diatas vibrator agar
penyembuhan ulkus (sariawan).5 gelembung-gelembung udara keluar dari dalam
Tablet Effervescent (Alkaline peroxide) kuvet. Setelah gips setting, pembuangan wax
adalah pembersih gigi tiruan yang sering digunakan dilakukan dengan cara kuvet direndam dalam air
bagi pengguna gigi tiruan usia lanjut untuk panas, kemudian kuvet dibuka dan wax yang masih
menghindari kecelakaan jatuh dan patahnya akrilik tertinggal dibuang. Setelah kering olesi cold mould
gigi tiruan. Bahan pembersih gigi tiruan ini tersedia seal.
dalam bentuk tablet dan bubuk. Alkaline peroxide Polimer dan monomer diaduk dalam stelon
efektif untuk menghilangkan noda (stain) pada gigi pot porcelain dengan perbadingan 2:1 sesuai
tiruan.4 petunjuk pabrik sehingga adonan mencapai fase
Perubahan warna disebabkan oleh dua faktor dough. Mould yang telah diolesi separator diisi
yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik penuh dengan adonan resin akrilik. Plastik selopan
adalah perubahan kimia pada bahan itu sendiri yaitu diletakkan antara kuvet atas dan bawah, kemudian
proses polimerisasi tidak sempurna sedangkan ditutup dan ditekan perlahan dengan pres hidrolik
faktor ekstrinsik adalah stain akibat absorpsi bahan dengan tekanan 1.000 psi (70kg/cm2). Kuvet dibuka
pewarna dari sumber-sumber eksogen seperti teh, kembali dan kelebihan akrilik dipotong, kemudian
kopi, minuman ringan, nikotin, dan larutan kumur. kuvet ditutup kembali, dilakukaan pengepresan
Kedua faktor ini menyebabkan terjadinya reaksi dengan tekanan 2.200 psi (154kg/cm2) dan
kimia-fisik pada bahan resin. Ikatan reaksi kimia- pemberian tekanan dilanjutkan sampai sebagian
fisik yang terjadi adalah penyerapan perlekatan besar kuvet berkontak rapat satu sama lain
partikel zat warna pada permukaan resin dan kemudian baut dipasang. Kuvet tersebut direbus
penyerapan perlekatan yang masuk ke bagian didalam air medidih 1000C selama 30 menit. Kuvet
dalam melalui porositas. Konsentrasi dan lama dikeluarkan dan dibiarkan dingin pada suhu kamar,
paparan bahan stain dalam minuman dapat sampel dikeluarkan dari kuvet kemudian dirapikan
mempengaruhi pigmentasi resin.6,14 Selain itu untuk menghilangkan bagian yang tajam dengan
perubahan warna bisa dipengaruhi oleh faktor lain menggunakan bur fraser. Sampel diratakan dan
Kangsudarmanto : Perbandingan Perubahan Warna Heat Cured Acrylic Basis Gigi Tiruan 207
211

dirapikan dengan menggunakan rotary grinder.


Permukaan sampel dihaluskan dengan
menggunakan bur white stone dilanjutkan dengan
menggunakan abrassive paper di bawah air hingga
dihasilkan permukaan yang benar-benar rata dan
halus. Setelah itu, semua sampel dicuci dengan air
untuk menghilangkan sisa-sisa akrilik.
Selanjutnya sampel diberi perlakuan, dengan
membagi menjadi 6 kelompok masing-masing 5
sampel untuk kelompok yang direndam selama 15
menit, 5 sampel untuk kelompok yang direndam
selama 105 menit, dan 5 sampel yang direndam
selama 210 menit dalam larutan klorhexidin 0,2%. Gambar 2 Perbandingan perubahan warna sampel
Lima sampel untuk kelompok yang direndam akrilik sebelum dan sesudah perendaman
selama 5 menit, 5 sampel untuk kelompok yang klorheksidin 105 menit.
direndam selama 35 menit, 5 sampel untuk
kelompok yang direndam selama 70 menit dalam
larutan tablet effervescent. Sampel dikeluarkan dan
dibersihkan dengan air kemudian diletakkan diatas
tisu kering pada suhu kamar dan selanjutnya sampel
siap untuk diuji stabilitas warnanya.
Pengolahan data dengan pengukuran
stabilitas warna dengan menggunakan rangkaian
alat foto sel type BPY-47 dan microvolt digital.
Pengukuran dilakukan pada sampel sebelum dan
sesudah direndam dalam larutan klorheksidin 15,
105, dan 210 menit. Pengukuran dilakukan pada Gambar 3 Perbandingan perubahan warna sampel
sampel sebelum dan sesudah direndam dalam akrilik sebelum dan sesudah perendaman
larutan tablet effervescent 5, 35, dan 70 menit. klorheksidin 210 menit.
Uji normalitas dilakukan dengan
menggunakan uji kolmogorov smirnov. Analisis
data dilakukan dengan pengujian statistik
menggunakan uji T berpasangan dengan tingkat
kepercayaan 95% (α= 0,05). Uji signifikasi
terhadap hasil dengan membandingkan tingkat
kemaknaan (p) dengan tingkat signifikan (α) 0,05.
Hipotesis diterima jika nilai tingkat kemaknaan (p)
lebih kecil dari tingkat signifikan (α).

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian Perbandingan perubahan


warna heat cured acrylic basis gigi tiruan yang Gambar 4 Perbandingan perubahan warna sampel
direndam dalam klorheksidin dan effervescent akrilik sebelum dan sesudah perendaman
(Alkaline peroxide) dapat dilihat pada gambar effervescent 5 menit.
berikut.

Gambar 1 Perbandingan perubahan warna sampel Gambar 5 Perbandingan perubahan warna sampel
akrilik sebelum dan sesudah perendaman akrilik sebelum dan sesudah perendaman
klorheksidin 15 menit. effervescent 35 menit.
208 212
Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 205 - 209

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil uji T berpasangan dan rata-


rata perubahan warna akrilik setelah perlakuan pada
kedua larutan maka dapat dipahami bahwa hasil
penelitian sesuai dengan hipotesis peneliti yang
menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna
antara dua kelompok yaitu kelompok yang
direndam dalam klorhexidin dan kelompok yang
direndam dalam larutan effervescent (alkaline
peroxide). Prinsip pengukuran pada percobaan ini
adalah dengan perbedaan intensitas cahaya, dalam
hal ini disamakan dengan nilai voltmeter. Gerak
Gambar 6 Perbandingan perubahan warna sampel elektron dari katode ke anode merupakan sebab
akrilik sebelum dan sesudah perendaman adanya perbedaan intensitas cahaya pada efek foto
effervescent 70 menit. listrik. Bila cahaya yang dipantulkan lebih banyak
daripada cahaya yang diteruskan, maka nilai
voltmeter menurun, warna akrilik yang semula
Tabel 3. Rata-Rata Penurunan Nilai Perubahan merah merupakan spektrum warna merah yang
Warna Akrilik pada Larutan Klorheksidin dipantulkan sedangkan warna lain diteruskan. Jika
dan Effervescent. warna akrilik yang semula berwarna merah dan
kemudian setelah dilakukan perendaman pada
Effervescent larutan menjadi memudar atau lebih muda
Me Meni (mengarah ke putih) berarti lebih banyak spektrum
Klorheksidin (alkaline
nit t yang dipantulkan daripada yang diteruskan,
peroxide)
sehingga nilai voltmeter menjadi turun.6
15 2,5 mv 5 1 mv
Perubahan warna akrilik yang direndam dalam
105 4,2 mv 35 2,9 mv larutan klorheksidin disebabkan adanya interaksi
210 10,2 mv 70 5,2 mv kation dan anion dari senyawa klor yang
terkandung dalam klorheksidin dengan akrilik
sehingga zat warna akrilik memudar. Hal yang
Berdasarkan data pada Tabel 3, didapatkan menyebabkan perubahan warna adalah adanya
bahwa perubahan warna akrilik pada menit ke 15 perubahan dalam struktur polimer heat cured
klorheksidin adalah 2,5 mv sedangkan pada menit acrylic dalam kandungan pigmen ( garam
ke 5 effervescent adalah 1 mv yang diasumsikan cadmium, besi, Mercury sulfide (HgS), dan
sebagai 1 hari penggunaan. Menit ke 105 pewarna organik ) bereaksi dengan klorheksidin itu
klorheksidin perubahannya sebesar 4,2 mv sendiri sehingga terjadi efek pemutihan terhadap
sedangkan menit ke 35 effervescent 2,9 mv warna lempeng akrilik.13
diasumsikan sebagai penggunaan 1 minggu. Pigmen warna dalam akrilik heat cured dapat
Klorheksidin menit ke 210 perubahan terjadi bereaksi dengan ion klor karena lama kontak
sebesar 10,2 mv dan pada menit ke 70 effervescent dengan cairan klorheksidin dan penyerapan ion klor
sebesar 5,2 mv yang diasumsikan sebagai yang masuk ke dalam porositas akrilik yang dapat
penggunaan 2 minggu. melarutkan pigmen akrilik karena konsentrasi yang
Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa lebih besar.6 Ion klor memiliki sifat netral dan
hasil uji statistik T test pada perbandingan merupakan basa konjugat dari asam klorida yang
perubahan warna akrilik sesudah perendaman merupakan asam kuat. Ion klorida membentuk
dalam larutan klorheksidin dan effervescent endapan dengan ion ion Ag+, Pb+, dan Hg+ berperan
(alkaline peroxide) pada menit ke 15 larutan dalam pembentukan kompleks melalui perubahan
klorheksidin dengan menit ke 5 menit larutan warna dan melarutnya endapan atau padatan.7
effervescent menunjukkan nilai p = 0,006, karena Perubahan warna akrilik pada larutan effervescent
nilai p < 0,05 maka Ha diterima dan H0 ditolak (alkaline peroxide) disebabkan oleh kandungan
karena terdapat perubahan warna akrilik setelah sodium perborate. Ketika dilarutkan dalam air,
perendaman. Pada menit ke 105 klorheksidin sodium perborate akan terurai dan membentuk
dengan menit ke 35 effervescent (alkaline peroxide) senyawa alkaline peroxide, senyawa ini akan
menunjukkan nilai p = 0,25 dan pada menit ke 210 melepaskan oksigen dan terjadi aksi pembersihan
klorheksidin dengan menit ke 70 effervescent kimia oleh gelembung oksigen.4
menunjukkan nilai p = 0,00, karena nilai p < 0,05 Alkaline peroxide ketika terbentuk dalam air
maka Ha diterima dan H0 ditolak sehingga sesuai akan menghasilkan H2O2 (hidrogen peroxide) +
dengan hipotesis yaitu ada perbedaan perubahan alkali, 2H2O2 2H2O + 2O (nascent oxygen).
warna yang bermakna. Nascent oxygen mempunyai efek pembersihan
Kangsudarmanto : Perbandingan Perubahan Warna Heat Cured Acrylic Basis Gigi Tiruan 211
209

kimia.3 Penyebab perubahan warna pada resin


akrilik terkait dengan properti pengoksidasi kuat DAFTAR PUSTAKA
dari larutan sehingga oksigen yang dilepaskan
menyebabkan oksidasi akselerator amina tersier 1. Anusavice KJ. Phillips buku ajar Ilmu bahan
atau ikatan ganda yang tidak bereaksi didalam kedokteran gigi. Alih bahasa; Johan Arief
matriks resin.7 Budiman, Susi Purwoko. Edisi 10. Jakarta:
Salah satu faktor yang penting dalam dalam EGC; 2004. 29-61, 192-219.
pemutihan warna akrilik pada larutan effervescent 2. Meng TR and Latta MA. Physical properties of
ini adalah penggunaan temperatur air yang four acrylic denture base resins. Journal of
digunakan untuk merendam gigi tiruan. Devlin dan contemporary dental practice 2005 ; 6(4).
Kaushik (2005) menunjukkan bahwa penyerapan 3. Chittaranjan B, Taruna, Sudhir and Bharath.
air pada permukaan akrilik yang disebabkan oleh Material and methods for cleansing dentures.
larutan 500C alkaline peroxide, mengakibatkan Indian Journal of Dental Advancements 2011;
pemutihan permukaan yang bersifat irreversible 3(1): 423-426.
ketika akrilik dikeringkan.8 Panas yang dihasilkan 4. Naini A dan Soesetijo FX. Pengaruh lama
oleh air pada massa resin menimbulkan difusi perendaman lempeng akrilik dalam alkalin
berlebih dan pelepasan monomer ke permukaan peroksida terhadap perubahan warna. IJD 2006;
material. Sehingga penurunan kadar residu 13(1): 43-46.
monomer mengakibatkan tingkat oksidasi yang 5. Bakar A. Kedokteran gigi klinis. Yogyakarta:
lebih rendah dari pigmen dalam resin, mengurangi KITA Junior; 2012. 205.
perubahan kromatik intrinsik dan pembentukan 6. David dan Munadziroh E. Perubahan warna
bahan degradasi warna pada akrilik.9,10 lempeng resin akrilik yang direndam dalam
Berdasarkan penelitian Munther N. Kazanji larutan disenfektan sodium hipoklorit dan
(2004) dalam uji pengaruh bahan pembersih klorhexidin. Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.) 2005;
alkaline hipoklorit dan alkaline peroksida 38(1): 36-40.
menunjukkan terjadi pemudaran warna pada basis 7. Kazanji MN, Ahmad ZM. Evaluation of the
gigi tiruan self cured dan heat cured setelah effect of some denture cleansers on the colour
dilakukan perendaman selama 7 hari.7 Pada of acrylic resin denture base materials. Al-
perlakuan kelompok perendaman klorheksidin 105 Rafidain Dent J 2004; 4(2): 79-86.
menit dan 210 menit dengan kelompok perendaman 8. Devlin H, Kaushik P. The effect of water
effervescent (alkaline peroxide) 35 menit dan 70 absorption on acrylic surface properties. J
menit menunjukkan bahwa terjadi perubahan warna Prosthodont 2005; 14: 233-8.
lempeng akrilik. Perubahan warna lempeng akrilik 9. Samra AP, Pereira SK, Delgado LC, Borges CP.
pada perlakuan klorheksidin 105 dan 210 menit Color stability evaluation of aesthetic
lebih besar dibandingkan perubahan warna dari restorative materials. Brazillian Oral Research
effervescent 35 menit dan 70 menit. Hal ini 2008; 22: 205-10.
dipengaruhi oleh kandungan klorin atau klor yang 10. Goiato MC, Santos DM, Haddad MF,
terdapat pada klorhexidin lebih bereaksi dengan Pesqueira AA. Effect of accelerated aging on
lempeng akrilik sehingga menyebabkan efek the microhardness and color stability of flexible
pemutihan sehingga warna akrilik menjadi lebih resins for dentures. Brazillian Oral Research
muda. Selanjutnya konsentrasi dan volume 2010; 24: 114-9.
klorheksidin juga menjadi salah satu faktor yang 11. Moffa EB, Giampaolo ET, Izumida FE,
mempengaruhi dan merubah struktur polimer Pavarina AC, Machado AL and Vergani CE.
dengan demikian akan memperbesar perubahan Color stability of relined dentures after chemical
warna akrilik.11 disinfection. Journal of Dentistry 2011; 395:
Pembersih gigi tiruan effervescent (alkaline e65-e71.
peroxide) buatan polident melakukan upaya dalam 12. Lai Y-L, Lui H-F, Lee S-Y. In vitro color
mengurangi temperatur air yang digunakan dan stability, stain resistance, and water sorption of
konsentrasi dari komposisi untuk meminimalisirkan four removable gingival flange materials. J
efek pemutihan warna yang disebabkan oleh Prosthet Dent 2003; 90: 293-300.
alkaline peroxide.12 Produk tablet effervescent 13. Mathur S, Mathur T, Srivasta R, Khatri R.
pembersih gigi tiruan sekarang sudah tidak Chlorhexidine: The gold standard in chemical
mengandung enzym, yang mana oksidasi dengan plaque control. National Journal of Psychology,
kombinasi enzym dengan larutan alkaline akan Pharmacy and Pharmacology 2011; 1: 45-50.
mengakibatkan kerusakan pada stabilitas warna.11 14. Prasetyo EA. Perubahan warna resin komposit
Perubahan warna yang terjadi memang tidak terlalu hibrid setelah direndam dalam minuman
nampak secara visual tetapi berdasarkan nilai bewarna. Jurnal ilmu konservasi gigi 2008;
intensitas cahayanya menunjukkan perubahan nilai 1(1): 51-54.
dari warna akrilik sebelum perendaman.
210 214

DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 2. September 2014

Laporan Penelitian

UJI SITOTOKSISITAS EKSTRAK METANOL BATANG PISANG MAULI (Musa sp)


TERHADAP SEL FIBROBLAS BHK (Baby Hamster Kidney) 21

Maharani Laillyza Apriasari1, Rosihan Adhani2, Diah Savitri3


1
Bagian Ilmu Penyakit Mulut Program Studi Kedokteran Gigi Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin
2
Bagian Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat Program Studi Kedokteran Gigi Universitas Lambung Mangkurat
Banjarmasin
3
Bagian Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga Surabaya

ABSTRAK

Latarbelakang : Salah satu obat tradisional yang sekarang sering digunakan oleh masyarakat adalah tanaman
obat. Salah satu tanaman yang bisa dijadikan tanaman obat adalah pisang. Pisang mauli adalah pisang yang
banyak tumbuh di Banjarmasin. Beberapa penelitian membuktikan batang pisang mauli mengandung saponin,
alkaloid, lycopene, ascorbic acid, beta karoten, dan yang terbanyak didominasi tannin yang bersifat anti bakteri
dan antijamur. Tujuan : untuk membuktikan uji sitotoksisitas ekstrak metanol batang pisang pisang mauli
dengan konsentrasi 25%, 80% dan 100% terhadap kultur sel fibroblas ginjal hamster (BHK 21).Metode dan
bahan : penelitian eksperimental laboratoris dengan Post Test Only menggunakan 5 perlakuan..Sampel
penelitian berupa kultur sel fibroblasBHK 21 sebanyak 5 kelompok yaitu yang diberi ekstrak metanol batang
pisang mauli 25%, ekstrak metanol batang pisang mauli 80%, ekstrak metanol batang pisang mauli 100%,
kontrol sel dan kontrol media. Tahapan penelitian meliputi tahapan split sel BHK dan tahapan perlakuan. Hasil
pembacaan menggunakan Elisa Reader. Prosentase sel hidup menggunakan rumus Freshney). Hasil penelitian :
ekstrak metanol batang pisang mauli konsentrasi 25% memiliki sel hidup 72%, konsentrasi 80% memiliki sel
hidup 34%, dan konsentrasi mauli 100% memiliki sel hidup 29%. Analisis statistik oneway Anova menunjukkan
terdapat perbedaan yang bermakna pada tiap kelompok perlakuan.Kesimpulan : Ekstrak metanol batang pisang
mauli dengan konsentrasi 25% tidak toksik terhadap sel fibroblas BHK 21

Kata kunci : Baby Hamster Kidney Fibroblast cells,Batang pisang mauli, Ekstrak metanol, Uji sitotoksisitas

ABSTRACT

Background :Herbal medicine is one of the traditional drugs that almost be used by the people. One of herbal
medicine is banana. Mauli banana is a lot of plants that growth in South Borneo. Some researches prove the
mauli banana stem that contain saponin, alkaloid, lycopene, ascorbic acid, beta karoten, dan more tanin is
having antibacterial and antifungal effect. Purpose : to prove cytotoxicity test of mauli banana stem metanol
extract with 25%,80% and 100% consentrations were gived to fibroblast cel of baby hamster kidney (BHK 21).
Material and methods : It was the experimental laboratoris with post test only using 5 treatments. The
resaearch samples are cultur of fibroblast cells BHK 21 are devided by 5 groups that was giving by metanol
extract 25% of mauli banana stem, metanol extract 80% of mauli banana stem, metanol extract 100% of mauli
banana stem,cells control, and media control. The research steps are BHK cells split and treatnent. The
research result was using elisa reader. Procentase of life cells based on Freshney theory. Research results :
methanol extract 25% of mauli banana stem was having 72% life cells, metanol extract 80% of mauli banana
stem was having 34% life cells, and methanol extract 100% of mauli banana stem was having 29% life cells. The
Apriasari : Uji Sitotoksisitas Ekstrak Metanol 211
211

statistic analyzes was using One Way Anova showed the difference between groups. Conclusion : Methanol
extract 25% of mauli banana stem to BHK 21 fibroblast cells are not toxic

Keywords : Baby Hamster Kidney Fibroblast cells,Cytotoxicity test, Mauli banana stem, Methanol extract

PENDAHULUAN lengkap menggunakan 5 perlakuan. Jumlah


minimal pengulangan untuk setiap kelompok
Salah satu obat tradisional yang sekarang perlakuan adalah 5 kali dengan menggunakan
sering digunakan oleh masyarakat adalah tanaman rumus Federer. Sampel penelitian berupa kultur sel
obat. Tanaman obat adalah tanaman yang salah fibroblas ginjal hamster BHK 21 sebanyak 12 buah,
satu, beberapa atau seluruh bagiannya mengandung dibagi menjadi 5 kelompok. Kelompok I yang
zat atau bahan aktif yang berkhasiat bagi kesehatan diberi ekstrak metanol batang pisang mauli 25%,
untuk penyembuhan penyakit. Pemakaian obat kelompok II ekstrak metanol batang pisang mauli
tradisional banyak diminati karena kurang 80%, kelompok III ekstrak metanol batang pisang
menimbulkan efek samping seperti obat-obatan dari mauli 100%, kelompok IV adalah kontrol sel dan
bahan kimia. Saat ini banyak penelitian dalam kel V adalah kontrol media.
pengembangan obat tradisional yang dapat Pembuatan ekstrak batang pisang mauli
dijadikan sebagai obat alternatif, oleh karena 100% dengan cara batang pisang mauli dibersihkan
bahannya mudah didapat dan harganya terjangkau. dan dikeringkan, selanjutnya diblender hingga
Salah satu tanaman yang bisa dijadikan tanaman halus. Tahapan berikutnya adalah metode
obat adalah pisang. pembuatan ekstraksi dengan maserasi. Prosesnya
Pisang mauli adalah pisang yang banyak pada pelarut etanol yaitu memberikan etanol 70%
tumbuh di Banjarmasin. Dari hasil data empiris, dicampur dan diaduk, lalu diuapkan dengan rotary
masyarakat daerah Hulu Sungai Utara Propinsi evaporator 40 derajat C, di waterbath, dan diberi
Kalimantan Selatan sering menggunakan batang larutan CMC-Na.
pisang mauli untuk mempercepat penyembuhan Apabila pelarut metanol, maka memberikan
luka pada kulit. Penelitian Apriasari dkk (2014) etanol 70% dicampur dan diaduk, lalu diuapkan
menunjukkan bahwa kandungan ekstrak batang dengan rotary evaporator 40 derajat C, di
pisang mauli terdiri atas saponin, alkaloid, waterbath, dan diberi larutan CMC-Na memberikan
lycopene, ascorbic acid, beta karoten, dan yang metanol 70% dicampur dan diaduk, lalu diuapkan
terbanyak didominasi tannin.1 dengan rotary evaporator 40 derajat C, di
Ekstrak batang pisang mauli mengandung waterbath, dan diberi larutan CMC-Na. Konsentrasi
efek antiseptik dan antioksidan. Penelitian 80% didapatkan melalui pemberian aquades steril
Apriasari dan Carabelly (2013) menunjukkan dengan perbandingan aquades : ekstrak batang
ekstrak metanol batang pisang mauli 80% mampu pisang mauli = 20 : 80. Konsentrasi 25%
membunuh bakteri Streptococcus mutans, didapatkan melalui pemberian aquades steril
meskipun zona hambatnya tidak sebesar perlakuan dengan perbandingan aquades : ekstrak batang
dengan Povidone iodine 1%. Penelitian Apriasari pisang mauli = 75 : 25
(2014) menunjukkan ekstrak metanol batang pisang Alat penelitian yang digunakan adalah
mauli 100% memiliki zona hambat antijamur lebih centrifuge, laminar flow, botol ukur Roux,
besar daripada ekstrak etanol batang pisang mauli microplate, inkubator 37°C, 5% CO2, multichannel
100% terhadap Candida albicans.2,3 pipet 25 µL, ujung pipet steril, vial 2 mL, pipet
Bahan alam tersebut secara empiris di steril 5 mL dan 10 mL, mikroskop cahaya, shaker,
masyarakat tidak menimbulkan efek toksik, namun dan Elisa Reader. Bahan penelitian yang digunakan
belum dilakukan penelitian secara ilmiah untuk adalah sel fibroblas dari BHK (Baby Hamster
membuktikan bahwa bahan alam tersebut tidak Kidney) 21, akuades steril, media Eagles, fetal
toksik. Hal ini yang menyebabkan perlu dilakukan biovine serum 10%, ekstrak metanol batang pisang
uji sitotoksisitas ekstrak metanol batang pisang mauli 25%,80% dan 100%, PBS (Phosphate
mauli secara in vitro sebelum dilakukan penelitian Buffered Saline), versene trypsine, MTT (3-(4-5-
pada hewan coba dan manusia. Penelitian ini dymethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyl tetrazolium
bertujuan untuk membuktikan uji sitotoksisitas bromide) dan DMSO (dimethyl sulfoxide).
ekstrak metanol batang pisang pisang mauli Tahapan penelitian meliputi tahapan split sel
dengan konsentrasi 25%, 80% dan 100% terhadap BHK dan tahapan perlakuan. Tahapan split sel
kultur sel fibroblas ginjal hamster (BHK 21). BHK yaitu mencairkan kultur sel induk (seed cells)
yang sebelumnya telah dibekukan di dalam akuades
METODE DAN BAHAN steril suhu 37ºC. Setelah cair, kemudian di-
Metode yang digunakan dalam penelitian ini centrifuge 500 RPM selama 5 menit.Di dalam
adalah penelitian eksperimental laboratoris murni laminar flow, membuang supernatan yang ada
dengan Post Test Only dengan rancangan acak sehingga tersisa endapan sel di dasar. Endapan sel
212 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 210 - 216
214

tersebut diambil dan disuspensikan dengan media Data yang sudah dikumpulkan diuji
Eagles dan fetal biovine serum 10%.Selanjutnya normalitasnya dengan uji Shapiro-Wilk. Jika data
ditambahkan media Eagles sebanyak 36 mL ke yang diperoleh terdistribusi normal dan homogen (p
dalam botol yang berisi serum 4 mL sehingga > 0,05) maka data akan dianalisis dengan analisis
didapat hasil akhir 40 mL media Eagles + parametrik One WayAnova dengan tingkat
serum.Endapan sel yang telah disuspensikan kepercayaan 95% dilanjutkan uji LSD. Jika data
ditanam di botol Roux steril, lalu diinkubasi 37ºC, yang diperoleh terdistribusi normal tapi tidak
5% CO2 sampai sel monolayer terbentuk (± 2 hari, homogen atau terdistribusi tidak normal tapi
dilihat dengan mikroskop).Botol Roux besar yang homogen dilakukan uji analisis non-parametrik
berisi sel BHK tersebut, kemudian medianya secara Mann-Whitney.
dibuang dan dicuci dengan PBS 15 mL sebanyak 3-
5 kali. Botol Rouxdiisi dengan versene trypsine 1
mL.Sel-sel dalam botol tersebut akan terlihat HASIL PENELITIAN
menggerombol kemudian dihomogenisasikan
dengan media Eagles sebanyak 10 mL.Sel yang Hasil penelitian tentang uji toksisitas ekstrak
telah homogen dimasukkan ke dalam metanol batang pisang mauli pada sel BHK 21 ini
microplate40well dengan kepadatan 2 x 105 menggunakan rumus Freshney (2000), dengan hasil
sel/mL.Diinkubasi selama 24 jam dalam inkubator pada ekstrak metanol batang pisang mauli
37°C, 5% CO2. konsentrasi 25% memiliki sel hidup 72%, ekstrak
Tahap perlakuan meliputi pengamatan metanol batang pisang mauli 80% memiliki sel
padamicroplate yang berisi sel fibroblas yang telah hidup 34%, dan ekstrak metanol batang pisang
diinkubasi di bawah mikroskop cahaya, apakah sel mauli 100% memiliki sel hidup 29%. Hasil
fibroblas yang telah ditanam dalam setiap well telah perhitungan dinyatakan tidak toksik bila ≥ 60%,
cukup banyak untuk dibuat perlakuan.Setiap oleh sebab itu yang tidak toksik adalah ekstrak
perlakuan mempunyai 8 well. Tiap perlakuan yaitu metanol batang pisang mauli dengan konsentrasi
ekstrak batang pisang mauli diteteskan pada 8 well 25%. Hal ini ditunjukkan dengan gambar 1.
dengan pelarut metanol konsentrasi 25%, 80% dan
100%, sedangkan 2 well untuk kontrol sel tidak
dilakukan penetesan dan kontrol media. Setiap well
ditetesi sebanyak 50 μL dan diinkubasi selama 24
jam dalam inkubator 37ºC, 5% CO2.
Data hasil penelitian berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan terhadap sel fibroblas
setelah penetesan ekstrak metanol batang pisang
mauli konsentrasi 25%, 80%, 100%, kontrol sel dan
kontrol media. Hasil pembacaan dengan
menggunakan Elisa Reader yaitu berupa tingkat
absorbansi atau optical density. Semakin tinggi
angka optical density, menunjukkan jumlah sel
fibroblas yang hidup semakin banyak pula.
Prosentase sel hidup menggunakan rumus Freshney
(2000) Gambar 1. Hasil kultur sel BHK21 dg perlakuan
ekstrak metanol batang pisang mauli
% sel hidup= OD perlakuan + OD media x 100%

OD kontrol sel + OD media Data ditabulasi dan dilakukan uji


Keterangan: normalitas dengan menunjukkan normal dan uji
% sel hidup : persentase jumlah sel hidup homogenitas menunjukkan homogen, sehingga
setelah pengujian menggunakan uji parametrik oneway anova dengan
OD perlakuan : nilai optical density fibroblas pada tingkat kepercayaan 95% seperti tabel 1.Hal ini
setiap sampel setelah menunjukkan bahwa H0 ditolak, yaitu terdapat
pengujian hasil pembacaan perbedaan bermakna pada masing-masing
dengan Elisa Reader kelompok.
OD media : nilaiopticaldensityfibroblas pada
media kontrol
OD kontrolsel :nilaiopticaldensityfibroblas pada
selkontrol
Hasil perhitungan dikatakan tidak toksik bila ≥ 60
% sel hidup.
Apriasari : Uji Sitotoksisitas Ekstrak Metanol 213
211

perlakuan
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups ,764 4 ,191 43,035 ,000
Within Groups ,155 35 ,004
Total ,919 39
Tabel 1. One Way Anova

PEMBAHASAN diantaranyaadalah flavonoid, terpenoid dan


lipid.Berdasarkan kandungan yang ada flavonoid
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan merupakan senyawa polifenol yang banyak terkait
bahwa ekstrak metanol batang pisang mauli tidak dengan efek antioksidan dan kemoprotektif dan
toksik terhadap sel fibroblas yang merupakan sel sitotoksik melalui mekanisme cell cycle arrest.
pembentuk sabut jaringan ikat terbanyak pada Adanya senyawa non polar dapat mengakibatkan
tubuh makhluk hidup. Jika terbukti bahwa getah gangguan pada proses penarikan flavonoid karena
tersebut tidak toksik, maka dapat dilanjutkan tidak adanya proses defatting. Selain menyebabkan
dengan penelitian pada hewan coba dan manusia. penurunan kadar senyawa lain yang ada
Penelitian ini adalah uji pendahuluan, yaitu uji dimungkinkan dapat menyebabkan penurunan
toksisitas dari bahan secara in vitro yang aktivitas dari flavonoid. Adanya aktivitas sitotoksik
dikontakkan secara langsung pada kultur sel atau pada ekstrak metanol 70% kemungkinan
jaringan. Uji ini paling cepat. Uji sitotoksisitas disebabkan karena dalam ekstrak tersebut terdapat
dapat dilakukan dengan menggunakan hewan coba beragam senyawa baik yang bersifat polar, semi
secara in vivo atau menggunakan kultur sel secara polar maupun non-polar sehingga efek toksiknya
in vitro.4 saling mempengaruhi. (Djajanegara dan Wahyudi,
Menurut Freshney, metode yang sering 2009 ; Puspitasari dan Ulfa, 2009) Dalam penelitian
digunakan adalah metode in vitro dengan ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak metanol
menggunakan kultur sel. Prinsip dasar batang pisang mauli tidak bersifat toksik pada sel
menumbuhkan sel secara in vitro adalah merancang fibroblas BHK 21 dengan konsentrasi 25%.
sistem kultur agar menyerupai keadaan in vivo. Sel
yang akan diteliti dipindah dari jaringan asalnya,
kemudian ditempatkan dalam wadah kultur untuk DAFTAR PUSTAKA
mendapatkan tempat pertumbuhan dan nutrisi yang
cukup pada temperatur 37ºC dan lingkungan gas 1. Apriasari M.L, Carabelly A.N, 2013. Uji
(95% CO2/ 95% udara) pada pH 7,4-7,7. Penelitian Efektivitas Ekstrak Metanol Batang Pisang
ini menggunakan kultur sel BHK-21 yang berasal Mauli (Musa sp) 80% dan Povidone iodine
dari fibroblas ginjal hamster oleh karena sel BHK- 1% Terhadap Streptococcus mutans.
21 lebih banyak digunakan untuk menguji Dipresentasikan dalam seminar internasional
sitotoksisitas bahan dan obat-obatan di kedokteran Dentisphere 7-8 Nopember 2013, Hotel
gigi. 4,5 Shangrilla, Surabaya, Indonesia.
Pengukuran dari hasil produk pewarnaan 2. Apriasari M.L, Suhartono E, 2014.
menggunakan bantuan dari alat spektrofotometrik. Kandungan Ekstrak Metanol Batang Pisang
Makin pekat warna yang dihasilkan makin tinggi Mauli (Musa sp) 100%.Dipresentasikan pada
nilai absorbansinya berarti makin banyak jumlah seminar ICBBB, Melbourne, Australia 4-5
selnya.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Januari 2014.
ekstrak metanol batang pisang mauli pada 3. Apriasari M.L, 2014. Aktivitas Antifungi
konsentrasi 25% tidak menimbulkan efek toksik Ekstrak Etanol dan Metanol Batang Pisang
terhadap sel fibroblas, sedangkan ekstrak metanol Mauli 100%. Dipresentasikan pada Seminar
batang pisang mauli pada konsentrasi 80% dan IPAMAGI, Hotel Bumi, Surabaya 25-26 April
100% terbukti toksik. Hal ini dibuktikan dengan 2014
persentase jumlah sel yang hidup pada konsentrasi 4. Ariani W, 2012. Uji Sitotoksisitas Getah
25% adalah lebih dari 60%. Jika persentase jumlah Bonggol Pisang Ambon Terhadap Sel
sel yang hidup kurang dari 60%, maka bahan Fibroblas. Skripsi Universitas Airlangga
tersebut toksik.5,6 Surabaya.
Pemilihan metanol 70% sebagai pelarut 5. Freshney RI. 2000. Culture of animals cell: a
diharapkan dapat menarik zat-zat berkhasiat yang manual of basic technique. 4nd Ed. Newyork:
terdapat dalam simplisia. Ekstrak metanol Wiley Liss Inc. p. 329-43
merupakan ekstrak yang kandungan senyawanya 6. Fazwishni S dan Hadijono BS. 2000. Uji
masih beragam, dari yang non polar sampai yang sitotoksisitas dengan esei MTT. Jurnal
polar. Senyawa yang dapat masuk sari metanol
214 Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 210 - 218
214

Kedokteran Gigi Universitas Indonesia; 8. Djajanegara I, Wahyudi P. Pemakaian Sel


7(Edisi Khusus). p. 28-32 Hela Dalam Uji Sitotoksisitas Fraksi
7. Puspitasari E, Ulfa E.U. Uji Sitotoksisitas Kloroform dan Etanol Ekstrak Daun Annona
Ekstrak Metanol Buah Buni Terhadap Sel squamosa. Jurnal Ilmu Kefarmasian
Hela. Jurnal Ilmu Dasar, Vol 10 No 2, Juli Indonesia Vol 7 No 1, April 2009, hal 7-11
2009 : 181-185

Anda mungkin juga menyukai