LUKABAKAR
oleh :
Gabriella Nurahmani Putri 07120110071
Pembimbing:
dr. Danny, SpBP
KEPANITERAANKLINIKILMUBEDAH
RUMAHSAKITMARINIRCILANDAK
UNIVERSITASPELITAHARAPAN
2015
BAB I
Laporan Kasus
I.
Identitas Pasien
: Ny. A
Jenis kelamin
: Perempuan
Usia
: 45 Tahun
Agama
: Islam
Status
: Menikah
Alamat
: Pancoran
Penjamin
: BPJS - Jamkesmas
Tgl Masuk
: 5 September 2015
Jam masuk
: 05:52
II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tgl 5 September
2015
a. Keluhan Utama
Luka bakar pada bokong dan paha, sejak 1 jam sebelum masuk
RS.
pasien
langsung
dioleskan
odol
oleh
keluarga
pasien.
Beberapa saat kemudian odol dibilas dan luka pasien kali ini
dioleskan Bioplacenton dan pasien langsung dibawa ke UGD RSMC.
d. Riwayat kebiasaan
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga sehingga sehari-hari akan
terbiasa melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga. Kebiasaan
merokok dan minum alkohol disangkal.
f. Riwayat pengobatan
Selama ini pasien mengkonsumsi obat Amlodipin 10mg satu kali
sehari untuk hipertensi.
Keadaan umum
Tingkat kesadaran
o Nadi
: 90 kali / menit
o Pernapasan
: 18 kali / menit
o Suhu
: 36.6 0C
Kepala
Normosefal, rambut berwarna hitam, wajah berbentuk oval dan tidak terdapat
kelainan bentuk, tidak terdapat luka / lesi.
Mata
Mata simetris, tidak ada edema palpebra, konjutiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
pupil isokor dengan diameter 3 mm / 3 mm, refleks cahaya langsung dan tidak
langsung (+/+)
Telinga
Bentuk telinga normal dan simetris, tidak terdapat deformitas, liang telinga tidak
terdapat sekret, nyeri tekan tidak ada, pendengaran normal
Hidung
Bentuk hidung normal dan simetris, tidak terdapat deviasi, tidak terdapat sekret atau
darah yang keluar dari hidung
Bentuk bibir simetris, bibir berwarna merah dan tidak ada tanda tanda sianosis.
Lidah berbentuk normal, lembab dan tidak ada tremor. Uvula tidak deviasi dan tidak
hiperemis. Tonsil tidak membesar (T1/T1), faring tidak hiperemis.
Leher
Trakea berada di tengah dan tidak terdapat deviasi. Tidak terdapat pembesaran KGB.
Thoraks
Inspeksi
Bentuk dan pergerakan dada simetris, tidak terdapat retraksi dinding dada, iktus
kordis tidak terlihat.
Palpasi
Ichtus cordis tidak teraba. Tactile fremitus kanan dan kiri simetris.
Perkusi
Perkusi pada lapang paru terdengar sonor di seluruh lapang paru. Perkusi batas
jantung tidak menunjukkan adanya pembesaran jantung.
Auskultasi
Jantung: suara dasar SI dan SII normal, tunggal murni, irama reguler, murmur (-),
gallop (-)
Paru : suara napas vesikuler, ronchi (-/-),wheezing (-/-)
Abdomen
o Inspeksi
Dinding perut terlihat simetris, bentuk dinding perut cembung,
tidak terdapat kelainan pada kulit, pergerakan dinding perut
sesuai dengan irama pernapasan, Tidak terlihat spider naevi,
bekas operasi, ataupun dam contour.
o Auskultasi
Bising usus (+) normal, tidak menurun atau meningkat dengan
frekuensi : 8 kali / menit. Tidak terdengar adanya suara metalik.
o Palpasi
Ekstremitas
Akral Hangat, tidak terlihat adanya deformitas ataupun
massa, tidak tampak edema di keempat ekstremitas,
CRT<2 detik.
Kulit
Kulit tampak sawo matang , tidak ada ruam-ruam
merah ataupun tanda-tanda petekiae.
c. Status Lokalis
Look: Pada region gluteal dan hamstring sinistra terdapat
luka bakar, luas 4.5, dasar dermis, hiperemis (-), diskolorasi
(+), darah (-), nanah (-), bullae (+) berukuran kurang lebih
2cm, eschar (-), batas tegas
Feel: Nyeri tekan (+), rasa panas
Move: ROM tungkai kiri terbatas karena nyeri
V. Resume
Seorang pasien wanita berinisial Ny.A, berusia 45
tahun datang dengan keluhan luka bakar pada bagian
lokalis
menunjukkan
pada
region
gluteal
dan
Kompres NaCl
IVFD RL 30tpm
Injeksi Ketorolac 30mg/dl IV
Oles Sibro
Obat
IX. Follow up
Tanggal 8/9/2015
S: Pasien mengeluh tidak bisa tidur, nyeri makin panas dan perih,
Pasien susah BAB karena tidak bisa duduk, sedangkan BAK banyak.
Napsu makan menurun. Pasien sebelumnya sudah berobat ke
puskesmas, dimana bullae di luka pasien di sikat.
O:
Ku/Kes : SS/E4M5V5
Tanda vital:
TD : 130/70 mmHg; HR:70x/menit;
RR : 14 x/menit;
Suhu : 36.5C
Kepala : normosefali
Mata : CA -/- ; SI -/-; RC+/+
Leher : pembesaran KGB (-)
Pulmo : Vesikuler, Rh (-/-); Wz (-/-)
Cor
Abd
Ext
BAB
III
TINJAUAN PUSTAKA
I.
Latar Belakang
Luka bakar adalah kerusakan kulit dan jaringan yang diakibatkan
oleh sumber panas (api, air panas, listrik, radiasi). Luka bakar dinilai
menurut kedalamannya dan luasnya. Kedalaman luka bakar dikategorikan
dalam derajat I, derajat II, dan derajat III. Luas luka bakar dihitung
menggunakan rumus Rule of Nine atau Lund & Browder. Luas dan
keadalaman luka bakar menentukan tatalaksana dan prognosis pasien.
Menurut
WHO,
265000
orang
meninggal
tiap
tahunnya
perempuan adalah 2,7 : 1. Luka bakar api adalah etiologi terbanyak (54,9
%), diikuti air panas (29,2%), luka bakar listrik (12,8%), dan luka bakar
kimia (3,1%). Rerata luas luka bakar adalah 26% (range 1-98%). Dan
rerata lama rawatan adalah 13 hari. Angka mortalitas sebanyak 36,6% pada
pasien dengan rerata luas luka bakar 44,5%, apabila dengan luas luka
bakar > 60 % semuanya mengalami kematian.2
Ini menunjukkan bahwa luka bakar bukanlah suatu insidens yang
jarang ditemukan sehari-hari, terutama di Indonesia.
II.
(sel-sel
keratin).
Stratum
korneum
bertugas
untuk
suhu tubuh dengan cara vasokonstriksi atau vasodilatasi kapiler. Salah satu
fungsi kulit adalah sebagai persepsi sentuhan, yang dilaksanakan oleh
saraf-saraf perifer. Pembuluh darah dan saraf di semua bagian tubuh dapat
dilihat di gambar berikut.
III.
bakar terbagi menjadi tiga kelompok besar yaitu thermal, elektrik, dan
kimiawi.
Luka bakar thermal terdiri dari luka bakar akibat api, kontak dengan benda
panas, dan air panas. Luka bakar dengan etiologi thermal merupakan luka
bakar yang paling sering ditemukan di pelayanan kesehatan dan juga
memiliki mortalitas yang sangat tinggi karena dapat menyebabkan trauma
inhalasi dan keracunan karbon monoksida.
Luka bakar yang disebabkan oleh listrik jarang ditemukan di pelayanan
kesehatan, tetapi mortalitasnya juga tinggi karena dapat menyebabkan
aritmia dan rhabdomyolysis. Maka dari itu, pemeriksaan EKG pada pasien
dengan luka bakar elektrik sangatlah penting. Pada luka bakar yang
disebabkan oleh listrik bertegangan tinggi, sindrom kompartemen dan
rhabdomiolisis bisa terjadi, maka fasiotomi harus segera dilakukan
walaupun keberadaan sindrom kompartemen masih diragukan. Komplikasi
lain dari sengatan listrik bertegangan tinggi adalah gangguan neurologis
dan gangguan penglihatan.
Luka bakar yang disebabkan oleh zat kimia juga sangat jarang namun
sangat berbahaya. Zat kimia yang sering menjadi penyebab luka bakar
adalah hydrofluoric acid karena sering sekali digunakan di pabrik sebagai
cairan pembersih kaca dan metal. Hydrofluoric acid dapat menyebabkan
hipokalsemia. Zat lainnya adalah formic acid, yang dapat menyebabkan
hemolysis dan hemoglobinuria. Zat kimia berhubungan dengan gangguan
sistemik karena zat tersebut diabsorpsi oleh kulit dan masuk ke aliran
darah.
IV.
Zona koagulasi dapat dilihat sebagai zona yang paling banyak tersentuh
sumber panas. Isi dari zona koagulasi adalah sel-sel kulit yang mati atau
rusak karena nekrosis koagulasi dan hilangnya aliran darah. Pada zona
tersebut kulit akan tampak keputihan atau kehitaman seperti arang
(eschar). Zona stasis disekeliling zona koagulasi biasanya tampak
hiperemis, yang menandakan bahwa aliran darah pada zona tersebut masih
baik, namun terdapat proses stasis. Biasanya setelah 24 jam aliran darah
pada zona tersebut akan berkurang. Hal ini akan terlihat setelah hari ketiga
dimana zona statis akan tampak putih karena jaringannya sudah nekrotik.
dari
pembuluh
darah,
menghasilkan
hipovolemia.
Luka bakar yang disebabkan oleh sengatan listrik merupakan hasil dari
suatu tegangan listrik yang masuk pada satu titik di tubuh dan keluar pada
titik lain (entry and exit sites). Hal ini jarang terjadi tetapi jika terjadi,
sangatlah berbahaya. Listrik dapat mengalir ke seluruh tubuh, walaupun
tempat masuknya hanyalah titik kecil. Ini diperjelas dengan konsep bahwa
air merupakan salah satu konduktor listrik, dan tubuh manusia dipenuhi
oleh cairan (darah), maka listrik dapat merambat dari satu titik ke titik
lainnya, merusak jaringan yang dilewatinya. Semakin tinggi tegangan
listrik (Volt), semakin tinggi kerusakan yang dapat diperbuatnya. Derajat
kerusakan jaringan dapat dihitung menggunakan rumus 0.24x (Volt)2 x
resistansi listrik (Ohm). Kejadian luka bakar dimana aliran listrik melewati
tubuh dinamakan true high tension injuries, yang terjadi apabila tegangan
listrik minimal 1000V. Akan terjadi kerusakan jaringan, rhabdomyolysis
karena hancurnya otot, dan gagal ginjal karena rhabdomyolysis. Tipe luka
bakar listrik lainnya adalah Flash injury dimana medan listrik mengenai
kulit manusia, sehingga terjadi luka bakar superfisial. Pada flash injury
aliran listrik tidak melewati tubuh.
Pada luka bakar yang disebabkan oleh zat kimia patofisiologinya sama
seperti pada luka bakar termal. Ketiga zona dapat terlihat di kulit, dan
paling sering disebabkan oleh asam hidrofluorik.
V.
Diagnosis5, 8,9
Pada bagian diagnosis akan dijelaskan ciri-ciri dari luka bakar,
termasuk luasnya dan kedalamannya. Evaluasi untuk luka bakar akan
dijelaskan lebih lanjut di bagian tatalaksana.
Kedalaman dari luka bakar diperjelas dengan pembagian luka
bakar menjadi derajat satu, dua, dan tiga. Perbedaan derajat kedalaman
luka bakar dapat dilihat dari tabel berikut.
atau
minyak
panas.
Bedanya
dengan
derajat
IIb
adalah
penampakannya yang lebih parah. Pada luka bakar derajat IIb kulit akan
terlihat sangat merah, dengan bullae, sangat nyeri, tetapi aliran kapiler
melambat atau tidak akan teraba sama sekali. Pada derajat IIa akan terlihat
organ kulit masih sisa banyak, namun pada derajat IIb organ kulit akan
tinggal sedikit. Bullae adalah suatu lesi kulit berwujud vesikel yang berisi
cairan. Bullae adalah stratum basalis yang terangkat oleh penumpukan
cairan plasma diatas dermis.
Luka bakar derajat tiga dikenal juga sebagai full thickness burn,
karena proses pembakaran sudah merusak kulit dari epidermis sampai
lapisan subkutan, otot, bahkan tulang. Tidak akan tampak adanya bullae
karena elemen epitel sudah rusak, pigmentasi kulit sudah hilang sehingga
kulit akan terlihat keabu-abuan, tidak nyeri karena saraf sudah rusak, dan
aliran kapiler tidak akan teraba sama sekali. Luka bakar derajat tiga
biasanya disebabkan oleh air panas, api, minyak panas, zat kimia, atau
listrik tegangan tinggi.
Total
seluruh
dari
bagian
adalah 100%. Luas luka bakar dapat dimodifikasi apabila tidak sesuai
dengan diagram. Contohnya, luka bakar hanya pada brachii dihitung
sebagai 4.5% saja, bukan 9%.
Diagram Lund dan Browder lebih dipakai secara internasional.
Diagram adalah sebagi berikut.
VI.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk luka bakar berupa pemeriksaan
elektrolit, darah rutin, kadar karboksihemoglobin, analisa gas darah, kadar
serum laktat, kadar prealbumin, dan foto thoraks. Pemeriksaan tersebut
terutama dilakukan apabila operasi dibutuhkan.10
Elektrolit diperiksa karena elektrolit cenderung mengalami
ketidakseimbangan pada luka bakar. Secara patofisiologis, luka bakar akan
meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi edema. Edema
tersebut akan mengeluarkan natrium dari pembuluh darah ke jaringan
interstisial. Perpindahan natrium akan bersamaan dengan masukanya
kalium ke dalam pembuluh darah, maka terjadilah hiponatremia dan
hyperkalemia. Elektrolit juga diperiksa untuk memastikan apabila pasien
berada dalam fase gawat darurat, fase akut, atau fase remobilisasi cairan.
Pada awal luka bakar terjadi fase gawat darurat dimana edema terjadi,
kemudian terdapat fase akut dimana cairan edema kembali ke dalam
pembuluh darah. Disini kadar kalium akan menurun namun hiponatremia
relatif ada (karena berbanding dengan banyaknya cairan yang kembali ke
lumen pembuluh darah). Kemudian terjadi fase remobilisasi cairan, 24-36
jam setelah awitan, dimana aliran darah menjadi semakin lancar, tetapi
terdapat hipokalemia karena perpindahan kalium ke sel, dan hiponatremia
karena terdapat diuresis natrium di ginjal. 11
Darah rutin diperiksa untuk memeriksa apabila ada infeksi dan
untuk memeriksa derajat perburukan hipovolemia yang terjadi karena
edema.
VII.
Diagnosis Banding13
Luka bakar mempunyai beberapa diagnosis banding tergantung
dari keparahannya. Luka bakar derajat satu, seperti pada luka bakar akibat
sengatan matahari (sunburn), mempunyai diagnosis banding selulitis,
dermatitis kontak alergi (DKA), dan Staphylococcal Scalded Skin
Syndrome (SSSS). Selulitis adalah inflamasi dari kulit dan jaringan
subkutan akibat infeksi Staphylococcus aureus. Selulitis menjadi diagnosis
banding karena mempunyai manifestasi yang mirip dengan sunburn, yakni
eritema, nyeri, dan inflamasi. Bedanya adalah pada selulitis pasien akan
menunjukkan gejala infeksi sistemik seperti meriang, menggigil, dan
demam. Secara lokalis selulitis akan menunjukkan penyebaran limfangitik,
tampak sebagai garis-garis merah yang menjalar dari area infeksi.
Diagnosis banding lainnya untuk luka bakar derajat I (sunburn)
adalah dermatitis kontak alergi, yaitu inflamasi kulit yang disebabkan oleh
allergen tertentu. DKA menjadi diagnosis banding karena penampakannya
yang mirip dengan luka bakar derajat I, yaitu eritema, inflamasi, dan bisa
terdapat eksfoliasi. Pada DKA gejala hanya akan terlihat beberapa hari
VIII.
suatu luka bakar sendiri dapat mengancam nyawa sehingga tatalaksana harus
sistematis dan cepat.
Ketika seorang pasien dengan luka bakar datang ke instalasi gawat darurat
yang pertama kali harus dilakukan adalah untuk membuka baju beserta semua
perhiasan
pasien.
Kemudian
bagian
tubuh
yang
terbakar
didinginkan
menggunakan air mengalir selama 20 menit. Setelah itu lesi ditutup dengan kasa
kering. Hipotermi dicegah dengan menyelimuti pasien. Analgesia dapat langsung
diberikan (intravena).
Pada saat yang bersamaan, petugas kesehatan dapat melakukan survey
primer, yang terdiri dari pemeriksaan saluran pernapasan (Airway), pemeriksaan
pernapasan (Breathing), sirkulasi darah (Circulation), kelainan neurologis
(Deficit),
dan
mengurangi
pemaparan
sumber
dari
pasien
(Exposure)
(Exposure/Environment).
Pada pemeriksaan saluran pernapasan, inspeksi harus dilakukan untuk
melihat apakah saluran pernapasan tampak kehitaman (menandakan adanya
trauma inhalasi), atau adanya edema atau sumbatan lainnya. Trauma inhalasi juga
dapat dicurigai apabila terdapat dyspnea, luka bakar di mulut dan hidung, batuk
berdahak kehitaman, dan batuk yang kencang. Cara efisien untuk memeriksa
airway, breathing, dan deficit adalah untuk mengajak pasien berbicara dengan cara
menanyakan sesuatu. Apabila pasien dapat menjawab secara relevan maka tidak
ada penyumbatan pada saluran pernapasan, tidak ada gangguan pernapasan, dan
tidak ada gangguan neurologis. Apabila pasien tidak dapat menjawab pertanyaan
maka saluran pernapasan dapat dibuka menggunakan teknin chin lift- jaw thrust,
dan gunakan Goedel apabila diperlukan. Apabila curiga trauma servikal (nyeri
apabila menggerakan leher) maka collar neck harus dipasang.
Pada pemeriksaan pernapasan, laju napas harus dihitung untuk identifikasi
adanya takipneu. Oksigen diberikan melalui nasal kanul, atau intubasi apabila
sudah diperlukan. Apabila tanda-tanda trauma inhalasi ada pada pasien maka
oksigen diberikan menggunakan non-rebreathing mask, 10-12L/menit. Palpasi
costae dilakukan untuk memeriksa adanya fraktur dan auskultasi paru bilateral
dilakukan. Pengembangan dada dilihat, apabila adekuat dan simetris. Keberadaan
eskar juga harus diperiksa, dan apabila mengganggu pengembangan dada maka
eskarotomi harus dilakukan secepatnya. Monitor saturasi oksigen dipasang.
Penurunan saturasi oksigen dapat terjadi karena karacunan karbon monoksida,
yang ditandai oleh kulit yang berwarna merah cherry (cherry red appearance).
Setengah dari total cairan tersebut diberikan dalam 8 jam pertama, dan
setengah sisanya diberikan 16 jam kemudian. Untuk anak-anak dapat digunakan
rumus Galveston, dimana 5% dextrose dicampur dengan Ringers Lactate
5000ml/m2 luas tubuh. Seperti rumus Baxter, setengah cairan diberikan dalam 8
jam pertama, setengah sisanya 16 jam kemudian.
Selain cairan, kateter juga dipasang untuk monitor urine output ketika
cairan sedang di resusitasi. Target urine output yang ideal adalah 30ml/jam untuk
dewasa, dan 1-1.5ml/kg/jam untuk anak-anak. Jumlah urine diperiksa tiap jam.
Apabila jumlah urin tidak sesuai ideal, maka jumlah cairan yang diberikan bisa
dimodifikasi sebanyak 1/3 jumlah cairan awal. Contohnya, jika jumlah urin
kurang dari 30ml/jam, maka jumlah cairan yang diberikan dapat ditambah 1/3
kalinya. Cairan yang dibutuhkan akan lebih dari perkiraan rumus apabila pasien
memiliki trauma inhalasi, dan hemokromogenuria, trauma elektrik, apabila
resusitasi terlambat.
Pada hari kedua pasien diberika cairan sesuai kebutuhan faal. Pada anakanak kebutuhan faalnya adalah:
<1 tahun: kgBBx100cc
1-3 tahun: kgBBx75cc
3-5 tahun: kgBBx50cc
Untuk dewasa bisa digunakan rumus Holliday-Segar, yaitu:
10kg pertama: 1000cc
10kg kedua: 500cc
Sisa kg berat badan: 20ml x kg
Transfusi darah tidak dilakukan kecuali sangat dibutuhkan secara
fisiologis. Trauma inhalasi ditangani secara suportif, seperti pemberian oksigen.
Oksigen seringkali diberikan menggunakan selang endotrakeal (terutama apabila
terdapat edema saluran pernapasan). Pasien dapat diberikan nebulisasi
bronkodilator (albuterol), atau N-acetylcysteine yang berguna sebagai antioksidan
agar toksisitas radikal bebas oksigen di saluran pernapasan dan paru-paru akan
berkurang. Apabila tersedia, pasien dapat diberikan heparin semprot (aerosol)
untuk mencegah formasi gumpalan fibrin yang dapat obstruksi saluran
pernapasan. Inhalasi nitric oksida adalah pilihan terakhir untuk pasien dengan
trauma inhalasi. Steroid tidak diberikan pada luka bakar karena akan membuat
neutropenia. Apabila luka bakar sudah hampir sembuh total maka dapat diberikan
krim bacitracin, neomycin, atau polymyxin B.
Pemberian nutrisi yang adekuat lebih penting untuk pasien dengan luka
bakar yang luas (>20%). Nutrisi yang cukup membantu sistem imun untuk
melawan infeksi-infeksi yang dapat terjadi, sekaligus membantu untuk menambah
massa otot yang hilang akibat kondisi hipermetabolik. Protein pada pasien luka
bakar sangat dibutuhkan karena dapat mempercepat pemulihan fungsi ekstremitas
yang terbakar. Nutrisi diberikan secara enteral, dan semakin cepat diberikan maka
ileus gaster dapat dihindari. Suplemen seperti metoclopramide dapat diberikan
untuk mempertahankan motilitas gaster. Jumlah kalori yang dibutuhkan pasien
dapat dihitung menggunakan rumus Harris Benedict atau rumus Curreri. Rumus
Harris- Benedict digunakan apabila luas luka bakar >40% dan pada luka bakar
hasilnya dikalikan dua.
Rumus Curreri mengestimasi bahwa kebutuhan kalori pada pasien luka bakar
adalah 25kcal/kg/dplus40kcal/%TBSA/d.
Eskarotomipadaekstremitasdilakukandengancarainsisipadasisilateraldan
medialekstremitas,sampaithenaratauhipothenartangan.Eskarotomipadathoraks
dilakukandengancarainsisidigarisaksilarisanterior,memanjangsecarabilateral
sampaisubcostaldansubklavikular.Apabilainsisimemanjangsampaiabdomenmaka
dinamakaneskarotomiabdomen.Setelaheskarotomi,tandatandaperfusipadapasien
harus tetap diperiksa secara berkala. Apabila perfusi pasien masih buruk maka
fasiotomidirekomendasikan.
Eksisilukabakarharusdilakukanbeberapaharisejakkejadian.Apabilaluka
bakar sangat luas, maka eksisi berkala dapat dilakukan. Eksisi berupa potongan
potongantangensialkulityangterbakar,memakaipisauWatsonatauGoulian.Eksisi
dilakukansampaiterlihatlapisandermisyangsehattampakpucatdengantitiktitik
perdarahan.Jikalukabakarsangatdalam(contohnya,derajatIII)makaeksisidapat
dilakukansampaimencapaifasia.Eksisidilakukanuntukmempercepatpenyembuhan
danepitelisasi,sekaligusmencegahinfeksi.Kekurangandaritindakaneksisiadalah
perdarahanyangbanyak.Makadariitu,sumberperdarahandapatdisemprotmemakai
fibrinogen dan thrombin (fibrinogen and thrombin spray sealant) atau cairan
epinefrin. Eksisi fascia dilakukan menggunakan kauter listrik untuk mencegah
perdarahanmasiv.
Setelaheksisidilakukanmakalukadapatditutupsampaiepitelisasi terjadi.
Penutupandilakukanmenggunakanautograftatauallograft.Autograftadalahpenutup
lukayangmerupakankulitpasiensendiri.Kulitdidapatkandaripahakarenakulit
pahagampanguntukdijangkau dantidak terlalu terlihat makadari itutidakakan
menggangguaspekestetika.Padapasienlansiaseringkaliautograftdidapatkandari
kulitpunggungyanglebihtebaldarikulitpaha.Padaanakanakautograftdidapatkan
dari kulit bokong. Autograft dibagi menjadi tiga jenis, yakni splitthickness sheet
autografts,meshedautograft,dannonmeshedsheetgrafts.
silastic.Lapisansilasticakanmembantumencegahhilangnyacairan.Lapisandalam
(kolagen kondroitin) adalah lapisan yang tervaskularisasi dan nantinya akan
membentuk neodermis sintetik. Lapisan silastic dibuka setelah 2 minggu dan
kemudian autograft tipis dapat digunakan untuk melapisi neodermis. Satu contoh
lainnya adalah ALLODERMIS yaitu dermis manusia aselular yang telah di
cryopreservasi.Allodermisdigunakanapabilaluaslukabakarsangatmasivsehingga
kulituntukdijadikangraftsangatsedikit.
Kasauntukmenutupgraftadabermacamjenis,antaralainkasatransparan,
kasahidrokoloid,kasapetrolatum, dankasasilversulfadiazine. Kasayangdipilih
merupakanhasilprioritaskenyamananpasien,controlinfeksi,danharga.
Luka bakar akibat radiasi ditangani dengan membuka pakaian pasien dan
irigasilukabakardenganairmengalir.Airmengalirtersebutharusditampungagar
tidakmengkontaminasiairlainnya.Setelahitupenanganansamasepertilukabakar
olehpenyebablainnya.
Selainterapikonservatifdaninvasif,rehabilitasimedikwajibdilakukandari
awalpasiendatangkerumahsakitsampaiselesaiterapi.Rehabilitasimedikpenting
untuk mencegah kehilangan fungsibagian tubuh yangterbakar. Pasien dianjurkan
untuklatihanbergeraksecarapasifsekurangkurangnyaduakalisehari.Jikapasien
mengalamibakardibagiankakimakapasiendianjurkanuntuklatihanberjalantanpa
bantuan tongkat atau asistensi lainnya. Ini dilakukan untuk mencegah inflamasi
berkepanjangan, desensitisasi area luka bakar, dan mencegah atrofi otot. Ketika
pasien berbaring baiknya ekstremitas bawah apabila terbakar di elevasi untuk
meminimalisirbengkak.Jikapasienbarumenjalanipemasangangraftdanbutuhdi
imobilisasi,makahasilgraftharusdievaluasidinidansecaraberkala.Ketikasudah
membaikpasienharuslangsungmobilisasi.
Salahsatumasalahyangdapattimbulpadamasapenyembuhanlukabakar
adalahlukahipertrofik.Lukahipertrofikdapatdiobatimenggunakanbahankompresif
(compression garments), kortikosteroid, dan terapi laser. Terapi laser untuk luka
hipertrofikadalahlaserCO2ablatifdanpulseddyelaser(PDL).PDLmenyebabkan
kekoagulasinekrosiskarenafototermolisishemoglobinmelaluiobliterasikapilerdi
permukaankulit.LaserCO2akanablasijaringansehinggalukaakanterlihatlebih
rata. Dengan ablasi, jaringan laser akan menstimulasi metalloproteinase untuk
reorganisasistrukturkolagensehinggahipertrofiakanhilang.
IX.
Prognosis 17, 18
Prognosis luka bakar dapat diperkirakan menggunakan Baux Score. Baux
Score adalah sebuah nilai yang dihitung melalui rumus umur pasien + luas luka
bakar. Semakin tinggi nilai Baux Score maka makin buruk prognosis pasien. Apabila
nilai Baux score melebihi 140, maka prognosis digolongkan sebagai tidak dapat
diselamatkan. Sekarang Baux Score sudah dimodifikasi karena prognosis pasien
tidak bisa hanya dihitung melalui luas luka bakar, karena luka bakar mempunyai
komorbiditas lainnya seperti trauma inhalasi. Maka dari itu untuk pasien luka bakar
dengan trauma inhalasi rumus Baux Score menjadi umur pasien + luas luka bakar +
170. Mortalitas juga dapat dipengaruhi oleh komorbiditas seperti infeksi HIV, kanker
ganas, trauma lainnya, pneumonia, penyakit liver, dan penyakit ginjal. Tabel berikut
menunjukkan betapa umur, luas luka bakar, dan trauma inhalasi sangat mempengaruhi
mortalitas pasien.
X.
Komplikasi 17, 18
Luka bakar termasuk kondisi yang gawat darurat karena komplikasi yang
Sindrom kompartemen juga dapat terjadi karena resusitasi masiv pada pasien
luka bakar. Ini disebabkan karena cairan yang hilang karena permeabilitas kapiler
yang meningkat, akan akumulasi karena isi dari kapiler akan ditambahakan cairan
resusitasi. Maka dari itu edema akan bertambah seiring waktu dan menimbulkan
sindrom kompartemen.
Pneumonia pada pasien luka bakar seringkali disebabkan oleh mesin ventilator
atau karena trauma inhalasi. Mesin ventilator jika tidak bersih akan sangat rentan
terhadap kolonisasi bakteri, yang kemudian akan mencapai paru-paru dan
mengakibatkan pneumonia. Pada trauma inhalasi, terdapat bronkokonstriksi dan
edema dari saluran pernapasan, sehingga banyak lendir yang akan berada di saluran
secara statis. Bakteri akan dengan sangat mudah berkembang pada lingkungan saluran
seperti itu, dan jika bakteri dapat menginvasi jauh mencapai paru-paru, dapat
mengakibatkan pneumonia. Beberapa cara untuk mencegah hal ini adalah untuk
elevasi kepala pasien, untuk membersihkan ventilator dan daerah orofaring pasien.
Thrombosis (DVT) juga dapat ditemukan pada pasien luka bakar, walaupun
sangat jarang. Ini terjadi karena pasien imobilisasi terus pasca terbakar. Faktor
predisposisi DVT pada pasien luka bakar adalah jenis kelamin (pria), perokok, usia
tua, alkoholik, permukaan tubuh yang terbakar termasuk luas, dan adanya transfusi
darah. Faktor predisposisi tersebut meningkatkan insidens koagulasi darah, kerusakan
endotel, dan stasis darah yang berperan besar pada pembentukan DVT. Pencegahan
DVT dapat dilakukan dengan cara pemberian heparin. Namun heparin juga dapat
menimbulkan trombositopenia sehingga perdarahan dapat terjadi.
Pada pasien luka bakar dapat juga terjadi infeksi pada kateter intravena. Hal
ini dapat menyebabkan bakteremia, dan apabila tidak segera ditangani, berkembang
menjadi sepsis.
XI.
Pembahasan Kasus
Pasien datang dengan luka bakar di bagian belakang paha kiri dan
bokong kiri. Menurut Rule of Nine, terhitung bahwa luas luka bakar pasien
adalah 4.5%. Menurut diagram Lund & Browder seperti yang
diperlihatkan diatas, maka luas luka bakarnya adalah 7 %. Dari
penampakan luka bakar pasien, terlihat bahwa terdapat diskolorasi (kulit
menjadi pink tua), dengan bullae dan rasa nyeri yang hebat. Menurut
deskripsi tersebut, dapat digolongkan bahwa luka bakar pasien termasuk
dalam derajat IIa. Adanya bullae sudah menunjukkan bahwa luka bakar
sudah masuk dalma derajat II, namun masih harus dibedakan IIa atau IIb.
Pasien tergolong IIa karena pada derajat IIb kulit akan terlihat sangat
merah dan aliran kapiler melambat. Pasien tidak tergolong derajat III
karena pasien masih bisa merasakan nyeri, pigmentasi kulit yang terbakar
tidak menjadi keabuan, dan terdapat bullae. Menurut tabel keadalaman
luka bakar diatas, dapat disimpulkan bahwa dalamnya luka bakar pasien
adalah di mid-dermis karena diskolorasi menjadi pink tua dan adanya
bullae. Tidak ada pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien.
Dari penampakan kondisi pasien, tidak ada pemeriksaan penunjang yang
wajib dilakukan. Pasien memiliki tanda-tanda vital yang stabil.
Pemeriksaan penunjang seperti darah rutin boleh dilakukan namun tidak
wajib. Pemeriksaan lainnya yang dijelaskan di tinjauan pustaka hanya
wajib dilakukan apabila operasi akan dilakukan. Tatalaksana yang
diberikan kepada pasien adalah ketorolac IV, IVFD RL 30tpm, kompres
NaCl, dan oles Sibro. Ringer Laktat diperlukan untuk menjaga
hemodinamika pasien, sekaligus juga sebagai pengatur suhu agar tidak
terjadi hipotermia. Rumus Baxter/Parkland tidak harus diterapkan karena
luas hanya 4.5%. Ketorolac IV dapat diberikan untuk mengurangi nyeri,
dan juga salep Sibro untuk mempercepat epitelisasi, menarik eksudat ke
jaringan interstisial, dan mengurangi nyeri. Kompres NaCl diberikan untuk
sterilisasi luka bakar, mencegah penambahan bullae, dan memperbaiki
bagian integritas kulit yang rusak. Pasien langsung lanjut rawat jalan, dan
untuk di rumah pasien diberikan Ketorolac 3x1 sebagai analgesik,
Ciprofloxacin 2x500mg sebagai profilaksis infeksi (antibiotik spectrum
luas), salep Sibro, dan NaCl untuk kompres. Sayangnya bullae luka bakar
pasien disikat di puskesmas, sedangkan hal tersebut sama sekali tidak
boleh dilakukan karena akan meningkatkan jumlah eksudat dan
menghambat epitelisasi. Bullae hanya boleh digunting dasarnya apabila
lebih dari 2cm, namun dibiarkan saja apabila kurang dari 1cm. Pada kasus
pasien ukuran bullae bervariasi. Walaupun begitu, penyikatan bullae pasien
melukai kulit pasien yang sudah mulai epitelisasi. Maka dari itu
pengobatan masih dilanjutkan.
XII.
Daftar Pustaka
Who.int. WHO | Burns [Internet]. 2015 [cited 1 October 2015]. Tersedia di:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs365/en/
2
Hospitals.unm.edu. Burn Classification [Internet]. 2015 [cited 7 September 2015]. Tersedia di:
http://hospitals.unm.edu/burn/classification.shtml
5
DeSanti L. Pathophysiology and Current Management of Burn Injury. Advances in Skin & Wound
Care. 2005;18(6):323-332.
8
Connolly S. Clinical Practice Guidelines: Burn Patient Management ACI Statewide Burn Injury
Service [Internet]. 2nd ed. NSW: AGENCY FOR CLINICAL INNOVATION; 2015 [cited 8
September 2015]. Tersedia di:
http://www.aci.health.nsw.gov.au/__data/assets/pdf_file/0009/250020/Burn_Patient_Management__Clinical_Practice_Guidelines.pdf
9
Management of Burns and Scalds in Primary Care [Internet]. 1st ed. Wellington: ACC; 2015 [cited
5 September 2015]. Tersedia di:
http://www.acc.co.nz/PRD_EXT_CSMP/groups/external_communications/documents/guide/dis_ctr
b094691.pdf
10
Fabia R. Surgical Treatment of Burns Workup: Laboratory Studies, Imaging Studies, Diagnostic
Procedures [Internet]. Reference.medscape.com. 2015 [cited 6 September 2015]. Tersedia di:
http://reference.medscape.com/article/934173-workup
11
Williams N. Fluid Shifting and Electrolyte Shifting in Burn Injuries, Study Guide [Internet].
Scribd. 2015 [cited 7 September 2015]. Tersedia di: https://www.scribd.com/doc/94920354/FluidShifting-and-Electrolyte-Shifting-in-Burn-Injuries-Study-Guide
12
13
Harr T. Toxic epidermal necrolysis and Stevens-Johnson syndrome. Orphanet Journal of Rare
Diseases. 2010;5(39):1-11.
14
Rch.org.au. Clinical Practice Guidelines : Burns [Internet]. 2015 [cited 12 September 2015].
Tersedia di: http://www.rch.org.au/clinicalguide/guideline_index/Burns/
15
Saffle J. Practice Guidelines for Burn Care [Internet]. American Burn Association. 2015 [cited 11
September 2015]. Tersedia di: http://www.ameriburn.org/PracticeGuidelines2001.pdf
16
National Burn Repository [Internet]. 8th ed. Chicago: American Burn Association; 2015 [cited 8
September 2015]. Tersedia di: http://www.ameriburn.org/2012NBRAnnualReport.pdf