Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Albinisme berasal dari kata Latin Albus, yang berarti putih. Albino tidak memiliki
pigmen melanin, atau untuk membuatnya lebih sederhana, kemampuan untuk menghasilkan
warna kulit. Oleh karena itulah, kulit mereka putih atau tak berwarna. Kelainan ini terjadi
karena pewarisan alel gen resesif. Albinisme tidak hanya terbatas pada manusia, kondisi ini
juga dapat mempengaruhi hewan dan tumbuhan. Hewan albino diketahui lebih rentan
dibandingkan dengan yang lainnya. Hal ini dikarenakan ketidakmampuan mereka untuk
berbaur dengan lingkungannya, yang membuatnya menjadi mangsa yang empuk. Mereka
memiliki karakteristik yang sama dengan hewan lain dari spesies mereka, yang membedakan
hanya warnanya, atau lebih tepatnya kurangnya warna. Hewan dengan albinisme memiliki
sedikit pigmen atau bahkan tidak memiliki pigmen dalam tubuh mereka. Mata, kulit dan
rambut adalah yang paling terdampak.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa itu albino?
1.2.2 Bagaimana dapat terjadi albino pada hewan?
1.2.3 Apa saja tipe-tipe albino?
1.3 Metode Penulisan
Metode penulisan paper ini bersumber dari kepustakaan dan internet.

BAB II
TUJUAN DAN MANFAAT TULISAN
2.1 Tujuan
Paper ini bertujuan untuk mengetahui salah satu penykit genetik yang dapat dialami oleh
hewan. Yaitu penyakit genetik albino dan apa saja tipe-tipe penyakit albino pada hewan.
2.2 Manfaat
Paper ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai endoparasit terutama
protozoa darah yang terdapat pada anjing dan penyakit protozoa darah pada anjing.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Klasifikasi Anjing
Anjing adalah mamalia yang telah mengalami domestikasi dari serigala sejak 15.000
tahun yang lalu atau mungkin sudah sejak 100.000 tahun yang lalu berdasarkan bukti genetik
berupa penemuan fosil dan tes DNA. Penelitian lain mengungkap sejarah domestikasi anjing
yang belum begitu lama.
Menurut Linnaeus (1758), secara umum anjing dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum
: Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas
: Mammalia
2

Ordo
: Carnivora
Famili
: Canidae
Genus
: Canis
Spesies
: Canis lupus
Subspesies : Canis lupus familiaris
3.2 Protozoa Parasitik
3.2.1 Morfologi

Gambar 1 Struktur Protozoa


Protozoa merupakan organisme bersel tunggal, dimana pada beberapa spesies
mempunyai lebih dari satu nukleus (inti) pada bagian atau seluruh daur
hidupnya.Protozoa merupakan eukaryotik dengan inti yang diselubungi oleh membran
(selaput).Protozoa tersusun dari organela-organela yang berdeferensiasi (Levine 1990).
Protozoa memiliki ukuran mikroskopis dan bentuk tubuh yang bervariasi.Bentuk
protozoa parasitik lebih kecil daripada protozoa bebas (Tampubolon 2004).Komponen
dasar dari protozoa adalah inti dan sitoplasma.Inti protozoa mempunyai berbagai
bentuk, ukuran dan struktur.Komponen penting inti protozoa adalah membrana inti,
kromatin, plastin dan nukleoplasma atau cairan inti.Secara struktural inti dibagi
menjadi dua tipe yaitu, vesikuler dan kompak.Inti vesikuler terdiri dari membrana inti
yang kadang-kadang sangat lembut tetapi jelas nukleoplasma, akromatin dan
kromatin.Di sarnping itu badan intranuklear biasanya agak bulat, tersusun dari
kromatin, nukleolus atau plasmasoma.Sebaliknya inti kompak mengandung banyak
substansi

kromatin

dan

sedikit

jumlah

nukleoplasma,

karena

itu

bersifat

padat.Sitoplasma protozoa tidak berbeda kepentingannya dari sitoplasma hewan


multiseluler. Sitoplasrna protozoa berisi berrnacam-macam organela, diantaranya
retikulum endoplasma dan ribosorna seperti pada sel eukaryotik lain. Pada
mitokondrianya, krista berbentuk tubuler lebih banyak daripada yang berbentuk
3

piringan seperti yang terdapat pada organisme yang lebih tinggi, serta organel yang
lain seperti aparat Golgi, vakuola kontraktil, zat cadangan seperti glikogen, vakuola
makanan dan silia atau flagela (Tampubolon 2004).
Menurut Levine (1990) protozoa bergerak dengan flagela, silia, pseudopodia (kaki
palsu), selaput undulasi atau lainnya. Flagela adalah organela yang menyerupai
cambuk tersusun oleh aksonema sentral dan selubung luar..Flagela ditemukan pada
Flagellata, beberapa Amoeba dan gamet jantan dari beberapa Apicomplexa.Silia
adalah flagela yang kecil, silia umumnya tersusun berjajar sehingga mirip seperti bulu
mata.Satu atau lebih jajaran silia longitudinal dapat bergabung membentuk selaput
undulasi

atau

seberkas

silia

dapat

bergabung

untuk

membentuk

suatu

sirus.Pseudopodia sedikit banyak merupakan alat gerak sementara yang dapat dibentuk
dan ditarik apabila dibutuhkan.Lobopodia merupakan pseudopodia yang relatif lebar
dengan lapisan luar yang tebal dan banyak cairan di dalamnya.Filopodia adalah
langsing, kaki palsu hialin, Miksopodia, rizopodia, atau retikulopodia merupakan kaki
palsu yang berfilamen dengan lapisan dalam yang padat dan lapisan luar yang lebih
encer di mana terjadi sirkulasi granuler.Aksopodia merupakan kaki palsu langsing
yang tidak terdapat cabang rnaupun anastomosa, mempunyai filamen aksial (pipa
fibriler) dan selaput luar tipis dari sitoplasma yang encer.Tepi yang mengombak
memanjang pada permukaan luar tubuh memungkinkan untuk tipe gerak yang
menggelinding pada beberapa protozoa Apicomplexa, misalnya Gregarina. Protozoa
Apicomplexa lain, misalnya Coccidia, sanggup mengelinding tanpa sebab yang nyata.
Rupanya mikrotubulus subpelikuler yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop
elektron yang berperan, tetapi tidak ada yang tahu bagaimana fungsinya.Gerakan dapat
juga dihasilkan dari pembengkokan, menggertak atau meliukkan seluruh tubuh.
Agaknya mikrotubulus atau mikrofibil juga melakukan hal yang sama (Levine 1990).
3.2.3 Reproduksi dan Siklus Hidup

Gambar 2 Siklus Hidup Protozoa


Reproduksi pada protozoa dapat terjadi secara seksual atau aseksual
padaprotozoa. Pembelahan biner merupakan tipe reproduksi aseksual yang biasanya
terdapat pada flagellata, Amoeba dan ciliata; inti membagi 2 dan tubuh melakukan hal
yang sama. Pada pembelahan multiple atau skizogoni, inti membelah berulang-ulang,
sitoplasma bergabung mengelilingi setiap inti dan kemudian sitoplasma membelah.Sel
yang sedang membelah dikenal sebagai skizon, meron, agamon, atau segmenter dan
sel-sel anak adalah zoite, skizozoite, atau merozoite (Levine 1990).
Endodiogeni merupakan tipe istimewa dari pembelahan biner dimana 2 sel anak
terbentuk di dalam sel induk dan kemudian memecah keluar dengan merusakkannya.
Endopoligeni merupakan tipe yang sama dengan skizogoni. Tipe ke-3 dari pembelahan
aseksual adalah tunas, dimana sel anak yang kecil secara individu memisahkan dari
sisi induk dan kemudian tumbuh menjadi berukuran penuh.Pembelahan inti yang
vesikuler atau inti mikro biasanya melalui mitosis, sedangkan pembelahan inti makro
secara amitosis (Levine 1990).
Menurut Levine (1990) protozoa parasit memiliki dua tipe reproduksi seksual,
yaitu konjugasi dan singami. Pada konjugasi, yang umumnya terdapat pada Ciliata,
dua individu sementara mendekat satu sarna lain dan bergabung sepanjang bagian
tubuh. Inti makro berdegenerasi dan inti mikro membelah beberapa kali. Salah satu
bakal inti haploid hasil pembelahan ini beralih dari satu konjugan ke dalam konjugan

lain. Kemudian konjugan-konjugan tersebut memisah, bakal inti bergabung dan terjadi
regenerasi inti.
Pada singami terbentuk dua gamet haploid yang bergabung membentuk suatu
zigot. Gamet-garnet itu mungkin mirip satu sama lain, dalam hal ini disebut isogami,
atau mereka mungkin berbeda, dalam hal ini dikatakan anisogami. Pada kasus yang
disebut terakhir gamet yang lebih kecil adalah mikrogamet dan yang lebih besar
makrogamet.Gamet-gamet diproduksi oleh sel khusus (gamon); yang memproduksi
mikrogamet adalah mikrogamon atau mikrogametosit dan yang memproduksi
makrogamet adalah makrogamon atau makrogametosit. Proses pembentukan gamet itu
disebut gametogoni. Zigot dapat atau tidak melaksanakan pembelahan melalui
pembelahan multipel untuk membentuk sejumlah sporozoit.
Beberapa protozoa membentuk kista atau spora yang resisten.Suatu kista dibentuk
ketika dinding yang tebal dibentuk mengelilingi seluruh organisme.Suatu spora
dibentuk di dalam organisme dengan membentuk dinding tebal mengelilingi satu atau
lebih individu. Proses ini dikenal sebagai sporogoni, biasanya setelah singami. Tiap
spora mengandung satu atau lebih organisme individu atau sporozoit.Bentuk vegetatif,
stadium bergerak dari protozoa disebut trofozoit (Levine 1990).

Kista dibentuk protozoa pada kondisi suhu yang optimum, penguapan, perubahan
pH, kandungan oksigen yang cukup dan kelembaban yang mendukung (Tampubolon
2004).
3.2.3 Klasifikasi Protozoa
Protozoa diklasifikasikan menjadi lima kelompok utama, yaitu filum
Sarcomastigophora (memiliki flagela, pseudopodia atau kedua tipe organel lokomosi,
tidak membentuk spora), filum Apicomplexa (memiliki komplek apikal, tidak
memiliki silia dan flagela, seringkali ada kista dan bersifat parasit), filum Microspora
(memiliki spora, pada invertebrata dan vertebrata berderajat rendah), filum Myxospora
(memiliki spora, parasit pada vertebrata berderajat rendah terutama ikan) dan filum
Ciliophora (memiliki silia, hampir semua jenisnya hidup bebas) (Levine 1990).
Terdapat sekitar 64.000 spesies protozoa telah diberi nama. Sebagian besar
protozoa ini hidup bebas, namun kurang lebih 7.000 spesies merupakan parasit pada
bermacam-macam hewan.Protozoa parasitik tidak hanya ditemukan pada hewan ternak
6

dan hewan kesayangan, tetapi dapat ditemukan juga pada hewan laboratorium dan
satwa liar (Ashadi & Handayani 1992).

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Protozoa Darah pada Anjing
Menurut Levine (1990), anjing dapat terinfeksi berbagai jenis protozoa yang beredar di
dalam darah, antara lain Trypanosoma rangeli, Hepatozoon canis, dan Babesia
canis.Trypanosoma rangeli terdapat di dalam plasma darah, Hepatozoon canis di dalam sel
darah putih dan Babesia canis di dalam sel darah merah.Karena vektor dari semua protozoa
ini adalah artropoda subtropis dan tropis, maka protozoa itu terutama terdapat di daerah
subtropis dan tropis, epidemiologi mereka ditentukan oleh ekologi vektornya (Levine 1990).
4.1.1 Trypanosoma rangeli

Gambar 3 Trypanosoma rangeli


Domain

Eukarya

Kingdom

Protista

Phylum

euglenozoa

Class

Kinetoplastida

Order

Trypanosomatida

Genus

Trypanosoma

Species

T. rangeli

Trypanosoma rangeli terdapat di dalam darah anjing, kucing dan kera serta
berbagai mamalia liar di Amerika Selatan bagian utara dan Amerika Tengah. T. rangeli
ditularkan dengan pencemaran tinja yang berasal dari kumbang pencium,
Trypanosoma ini tidak patogen, sedangkan Trypanosoma cruzi yang kadang-kadang
menginfeksi hewan yang sama, cukup patogen. Siklus hidup T. rangeli pada mamalia
dan vector tidak sepenuhnya diketahui. (Machado 2012)
4.1.2 Hepatozoon canis

Gambar 4 Hepatozoon canis


Domain

Eukaryota

Phylum

Apicomplexa

Class

Conoidasida

Order

Eucoccidiorida

Suborder

Adeleorina

Family

Hepatozoidae

Genus

Hepatozoon

Hepatozoon canis terdapat pada anjing dan karnivora lain di Asia, Afrika dan
Italia. Parasit ini ditularkan oleh caplak coklat anjing, Rhipicephalus anguineus.Infeksi
terjadi bila caplak yang mengandung Hepatozoon termakan oleh induk semang
mamalia.
4.1.3 Babesia canis

Gambar 5 Babesia canis


Domain

Eukaryota

Phylum

Apicomplexa

Class

Aconoidasida

Order

Piroplasmida

Family

Babesiidae

Genus

Babesia

Babesia canis terdapat pada anjing di seluruh dunia, tetapi jarang di Amerika
Serikat.Parasit ini ditularkan oleh gigitan caplak sebagai vektor dan vektor yang
terpenting adalah Rhipicephalus sanguineus.
4.2 Penyakit yang Disebabkan oleh Protozoa Darah pada Anjing
4.2.1 Penyakit Trypanosomiosis

Gambar 6 Trypanosomiosis

10

Trypanosomiosis merupakan penyakit akibat infeksi dari protozoa genus


Trypanosoma.Trypanosomasp

merupakan

parasit

obligat

intercellular,

yang

berpredileksi pada plasma darah (Levine, 1994).


Gejala Klinis
Setelah melewati masa inkubasi timbul gejala umum : temperatur naik, lesu, letih dan
nafsu makan terganggu. biasanya hewan dapat mengatasi penyakit walaupun dalam
darahnya ada Trypanosoma bertahun-tahun. Apabila sakit : demam selang seling,
oedema bawah dagu dan anggota gerak, anemia, makin kurus dan bulu rontok.
Mucosa menguning awalnya cermin hidung mengering lalu keluar lendir dan air mata
dan sering makan tanah. Ketika masuk cairan cerebrospinal : sempoyongan, berputarputar,gerak paksa dan kaku (Levine, 1994).
Penanganan
Tindakan-tindakan preventive terhadap tripanosomiasis meliputi tndakan-tindakan
yang ditujukan kepada hospes-hospes pengelolaan ternak, melenyapkan hospes
reservoir, menghindakan kontaminasi mekanis yang tidak disengaja, pengelolaan
penggunaan tanah, dan pengendalian biologic. Survey terus-menerusdan pengobatan
atau penyembelihan semua hewan yang terserang dan pengobatan secara missal secara
periodic semua hewan. Melenyapkan tempat perindukan secara besar-besaran karena
lalat berkembang biak di bawah semak-semak sepanjang sungai atau di lokasi-lokasi
lain yang bersemak. Pelepasan jantan-jantan steril untuk mengendalikan dan
penyemprotan tanah dengan DDT (Levine., N.D. 1995).
4.2.2 Penyakit Hepatozoonosis

Gambar 7 Hepatozoonosis
11

Gejala Klinis
Demam yang tidak beraturan, lemas anemik, dan kurus. Dalam palpasi dan
pemeriksaan pasca mati ditemukan pembesaran limpa(splenomegali). paralisis lumbal.
Kematian terjadi setelah 4-8 minggu pasca infeksi.
Diagnosis
Adanya gametosit dalam darah dengan pengecatan HE. Dari cairan aspirasi jaringan
limpa atau sum-sum tulang mungkin dapat ditemukan skizon.
Pengobatan
Trimethoprim-sulfadiazine, dosis 15mg/kg, diberikan tiap 12 jam, PO; atau
Pyrimethamine, dosis 0,25 mg/kg, tiap 24 jam PO atau Clindamycin dosis 10 mg/kg,
tiap 8 jam PO; Decoquinate, dosis 10-20 mg/kg diberikan tiap 12jam PO.
4.2.3 Penyakit Babaesiosis

Gambar 8 Babaesiosis
Babaesiosis pada anjing merupakan penyakit yang sebabkan oleh parasit darah
(protozoa) melalui darah yang menyerang sel darah merah oleh vektor utama gigitan
caplak,

gigitan

secara

langsung

oleh

anjing

penderita,

transfusi

darah,

transplasental/induk ke anaknya sehingga mengakibatkan kerusakan dan kekurangan


sel darah merah/anemia, turunnya kadar hemoglobin yang menyebabkan penyakit
kuning (jaundice). Kasus babesiosis pada anjing sebagian besar terjadi pada musim
kemarau dimana terjadi peningkatan jumlah populasi caplak yang sangat banyak.
Penyebab penyakit :

Parasit darah protozoa Babesia sp.

12

Faktor dari vektor penyebab penyakit yaitu gigitan caplak ke anjing yang
membawa parasit, gigitan anjing penderita babesiosis, transfusi darah yang
mengandung parasit babesia

Gejala klinis yang ditimbulkan :

Anjing mengalami kelemahan umum

Nafsu makan berkurang

Pucat

Mengalami penurunan berat badan yang drastis

Demam

Air kencing berwarna kuning pekat

Sebagian kulitnya berubah warna menjadi kekuningan

Mudah terserang penyakit lain karena kekebalan/imunitas terhadap penyakit


berkurang drastis

Diagnosa penyakit yang dilakukan :

Melihat berdasarkan sejarah dan gejala klinis yang muncul

Lakukan pemeriksaan fisik secara optimal

Pemeriksaan laboratorium (analisis darah) dan analisis urin

Pemeriksaan parasit dengan melihat di mikroskop (ulas darah)

Lakukan

pemeriksaan

PCR

(Polymerase

(Immunofluorescent Antibody)
Pengobatan yang dilakukan :

Obati dengan obat anti parasit darah

13

Chain

Reaction)

dan

IFA

Obati infeksi sekunder yang muncul dengan antibiotik

Berikan cairan elektrolit untuk fluid therapy

Berikan transfusi darah terhadap anjing yang sudah parah


Pencegahan yang dilakukan :

Jaga kebersihan anjing, kandang, dan lingkungan sekitar

Hindarkan kontak langsung dengan penderita

Lakukan penyemprotan insectisida untuk membasmi caplak di sekitar kandang,


lingkungan dan peralatan-peralatan

4.3 Siklus Hidup Protozoa Darah pada Anjing


4.3.1 Siklus Hidup Hepatozoon canis

14

Gambar 8 Siklus Hidup Hepatozoon canis


Patogenesis dan daur hidup : sporozoit di makan oleh anjing; sporozoit yang
bebas sesampai di usus halus anjing akan menembus dinding usus, masuk ke dalam
saluran darah untuk menyebar sampai di limpa, hati, dan sum-sum tulang . Di jaringan
tersebut sporozoit akan masuk ke dalam sel-sel jaringan dan berubah sebagai skizon.
mereka berubah sebagai merozoit yang kemudian memasuki leukosit. Sebagian yang
di darah merozoit berubah sebagai gametosit, yang juga disebut gamont dan diisap
caplak melalui gigitannya. Selanjutnya gamont mencapai rongga badan caplak,
sebagai oosista; di dalam oosista terdapat sporoblas dan sporosit yang mengandung 16
merozoit. Kalau caplak di makan anjing, badannya pecah dan terbebaslah sporozoit
Hepatozoon yang di dalam darah, disebut gamon.
4.3.2 Siklus Hidup Babesia canis
15

Gambar 10 Siklus Hidup Babesia canis


Vektor dari penyakit ini adalah caplak anjing Rhipicephalus sanguineus. Sporozoit
parasit ditemukan di alveoles kelenjar ludah caplak. Setelah caplak menggigit inang,
sporozoit masuk ke dalam tubuh anjing dan menginfeksi eritrosit anjing. Dalam
vakuola dalam sitoplasma sel darah merah parasit membagi melalui pembelahan biner
menghasilkan merozoit. Kemudian, ketika caplak yang berperan sebagai vector
kembali mengigit inang dan memperoleh makan darah, parasit diambil oleh vektor
yang kemudian membentuk gamet dan menghasilkan sporozoit. Pada anjing transmisi
juga mungkin terjadi melalui penularan vertikal parasit yang ditularkan dari ibu ke
anaknya (rute yang sebenarnya tidak diketahui, tetapi mungkin adalah transplasenta)
(Nolan 2004).

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
16

5.1 Kesimpulan
Protozoa merupakan organisme bersel tunggal, dimana pada beberapa spesies
mempunyai lebih dari satu nukleus (inti) pada bagian atau seluruh daur hidupnya.Protozoa
merupakan eukaryotik dengan inti yang diselubungi oleh membran (selaput).Protozoa
tersusun dari organela-organela yang berdeferensiasi.
Anjing dapat terinfeksi berbagai jenis protozoa yang beredar di dalam darah, antara lain
Trypanosoma rangeli, Hepatozoon canis, dan Babesia canis.Trypanosoma rangeli terdapat di
dalam plasma darah, Hepatozoon canis di dalam sel darah putih dan Babesia canis di dalam
sel darah merah. Anjing dapat terinfeksi penyakit yang disebabkan oleh protozoa darah
antara lain Tripanosomiosis, Hepatozoonosis, dan Babesiosis.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengidentifikasi protozoa hingga tingkat
spesies.
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui epidemiologi dari vektor protozoa
parasitik sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan sedini mungkin.

DAFTAR PUSTAKA
Aikawa M, Sterling CR. 1974. Intracellular Parasitic Protozoa. New York : Academic Press.
17

Anonim. 2008. Anjing. http://id.wikipedia.org/wiki/anjing [05 November 2016].


Ashadi G, Handayani SU. 1992. Protozoologi Veteriner I. Bogor: IPB.
Baker JR. 1982. The Biology of Parasitic Protozoa. London: Edward Arnold Limited
Kreier JP, Baker JR. 1991. Parasitic Protozoa. California: Academic Press, Inc.
Levine ND. 1990. Buku Pelajaran Parasitologi Veteriner, penerjemah: Gatut Ashadi, Wardiarto,
editor. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Subronto. 2006. Penyakit Infeksi Parasit dan Mikroba pada Anjing dan Kucing.Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.

18

Anda mungkin juga menyukai