Anda di halaman 1dari 12

1

I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Susu berperan penting dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi masyarakat
Indonesia. Produksi susu secara nasional belum dapat mencukupi kebutuhan susu
dalam negeri karena permintaan susu secara nasional dari segi kuantitas mungkin dapat
terpenuhi tetapi secara kualitas belum dapat memenuhi keinginan produsen susu dan
konsumen. Ketidak mampuan dalam memenuhi permintaan susu tersebut dikarenakan
produktivitas sapi perah Indonesia rata-rata masih rendah baik secara kuantitas maupun
kualitas (Rosena, 2010).
Salah satu penyakit yang berdampak terhadap produksi susu adalah mastitis atau
radang ambing, mastitis merupakan penyakit yang banyak sekali menimbulkan kerugian
pada peternakan sapi perah di seluruh dunia (Subronto, 2003). Mastitis yang sering
menyerang sapi perah ada 2 macam yaitu mastitis klinis dan subklinis (Sudono,
Rosdiana, Setiawan, 2003). Mastitis klinis tanda-tandanya dapat dilihat sedangkan
mastitis subklinis adalah peradangan ambing yang tidak menunjukkan gejala klinis.
Mastitis subklinis dianggap lebih berbahaya karena tidak diketahui gejalanya dan
menimbulkan kerugian yang sangat tinggi, sapi yang menderita mastitis subklinis
mengalami penurunan produksi kualitas dan komposisi susu. California Mastitis Test
(CMT), merupakan satu-satunya screening test untuk mastitis subklinis yang bisa
digunakan di luar tubuh sapi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa fungsi dari Detector Mastitis California Test (CMT) Dalam Menjaga Kesehatan
Ambing Dan Susu
2. Bagaimana cara kerja Detector Mastitis California Test (CMT) Dalam Menjaga
Kesehatan Ambing Dan Susu
1.1

Tujuan

1. Mengetahui fungsi dari Detector Mastitis California Test (CMT) Dalam Menjaga
Kesehatan Ambing Dan Susu
2. Mengetahui cara kerja Detector Mastitis California Test (CMT) Dalam Menjaga Kesehatan
Ambing Dan Susu

II
PEMBAHASAN
2.1 Mastitis
Mastitis merupakan suatu peradangan pada jaringan interna kelenjar susu atau
ambing yang ditandai oleh perubahan fisik maupun kimia air susu dengan disertai atau
tanpa disertai patologis pada kelenjar mammae (Morin and Hurley, 2003; Salasia dkk,
2004) dan merupakan penyakit yang banyak sekali menimbulkan kerugian pada
peternakan sapi perah di seluruh dunia (Subronto, 2003). Mastitis disebabkan oleh
bermacam-macam penyebab (Blood and Henderson, 2007), di antaranya karena trauma
atau gangguan fisiologis (Andrews, 2000), tetapi kerugian ekonomi penyakit ini
seringkali disebabkan adanya infeksi bakteri (Dodd and Booth, 2001), diantaranya
Staphylococcus

aureus,

Streptococcus

agalactiae,

Streptococcus

dysgalactiae,

Streptococcus uberis (Quinn et al., 2002, Subronto, 2003).


Staphylococcus aureus menjadi perhatian khusus karena merupakan patogen utama
dari penyebab mastitis pada sapi perah (Prescott et al., 2003).

Mastitis yang sering

menyerang sapi perah ada 2 macam yaitu mastitis klinis dan subklinis. Mastitis klinis
tanda-tandanya dapat dilihat secara kasat mata seperti susu yang abnormal adanya
lendir dan penggumpalan pada susu, puting yang terinfeksi terasa panas,bengkak dan
sensitive bila disentuh saat pemerahan (Sudono, Rosdiana, Setiawan, 2003). Sedangkan
mastitis subklinis tanda-tanda yang menunjukkan keabnormalan susu tidak kelihatan
kecuali dengan alat bantu atau metode deteksi mastitis.
Mastitis subklinis adalah peradangan ambing yang tidak menunjukkan gejala klinis
tetapi pada pemeriksaan susu secara mikroskopik terdapat peningkatan jumlah sel
somatik lebih besar dari 400 000 sel setiap ml susu (Sudarwanto et al. 2006; IDF 1999).

4
Sapi yang menderita mastitis subklinis mengalami penurunan produksi kualitas dan
komposisi susu. Mastitis subklinis di Indonesia mencapai 97% dari keseluruhan
kejadian mastitis. Mastitis subklinis merupakan penyakit kompleks yang dapat
disebabkan oleh bakteri, virus, khamir dan kapang (Subronto, 2003).
Mastitis subklinis dianggap lebih berbahaya karena tidak diketahui gejalanya dan
menimbulkan kerugian yang sangat tinggi. Mastitis subklinis menyebabkan penurunan
produksi susu mencapai 15%. Kerugian lain disebabkan peningkatan biaya produksi
untuk pengobatan, terkadang sapi yang terkena mastitis subklinis juga harus
dikeluarkan dari peternakan lebih awal karena biaya pemeliharaaan yang lebih tinggi
dari produksinya. Kerugian ekonomis karena mastitis subklinis dapat mencapai Rp. 10
000 000/ekor/tahun (Rahayu 2009). Untuk mengurangi kerungian akibat mastitis
subklinis, siperlukan adanya alat deteksi mastitis.
2.2 California Mastitis Test (CMT)
California Mastitis Test (CMT) merupakan salah satu cara untuk mendeteksi
mastitis yang dilakukan di lapangan. CMT merupakan indikasi banyaknya sel leukosit
dan bakteri yang terdapat di dalam susu dengan mekanisme kerja reagen arylsulfonate
yang akan memecah inti sel (Fthenakis, 1995). Metode ini beroperasi dengan
mengganggu membrane sel dari sel-sel yang terdapat dalam sampel susu, yang
memungkinkan DNA dalam sel-sel untuk bereaksi dengan reagen tes, yang nantinya
akan membentuk gel. Hal ini merupakan teknik yang berguna untuk mendeteksi
penyakit mastitis subklinis
California Mastitis Test (CMT), juga dikenal sebagai metode tidak langsung, yang
prinsipnya adalah pemanfaatan reagen yang bertindak pada membran eksternal sel
(lipoprotein membran), memperlihatkan DNA seperti gel, semakin tinggi konsistensi
maka semakin tinggi akan jumlah sel somatik (SCC), dikenal sebagai metode langsung,

5
dimana perangkat elektronik, melalui sistem filter optik dan inframerah, menentukan
kuantitas sel somatik dan komponen lain dalam susu, serta agen penyebab mastitis
(Pradlee, et al,. 2011).
California Mastitis Test (CMT) merupakan satu-satunya screening test untuk
mastitis subklinis yang bisa digunakan di luar tubuh sapi, metode dengan menggunakan
alat yang disebut paddle dan menggunakan reagen IPB-1 untuk mengetahui tingkat
keparahan mastitis subklinis yang dialami. Reaksi CMT harus dinilai selama 15 detik
pencampuran karena reaksi lemah akan menghilang setelah itu (Ruegg, 2002).
Reagen CMT adalah detergen plus bromcresol purple (sebagai indicator pH).
Reagen terdiri dari alkyl aryl sulfonate 3%, NaOH 1,5%, dan indicator Broom kresol
purple. Alkyl aryl sulfonat merupakan sebuah deterjen yang merupakan bahan kimia
yang terdapat dalam reagen Scalm Mastitis Test dan mengandung pH indicator. Alkyl
aryl sulfonat mempunyai sensitivitas yang besar pada pH susu (Subronto, 2004).
Pada metode California Mastitis Test (CMT) terdapat istilah viscous dalam
pemeriksaan California Mastitis Test (CMT) istilah tersebut digunakan untuk
menunjukkan adanya produk-produk inflamasi seperti leukosit, fibrin dan serum, jumlah
bakteri, serta perubahan komposisi kimia air susu, pada air susu yang terjangkit mastitis
terjadi penambahan jumlah bakteri maupun jumlah sel radang sehingga terjadi
peningkatan reaksi. Peningkatan reaksi tersebut diduga bila ditambahkan zat aktif
permukaan (surface active agent) seperti NaOH 4% akan bereaksi dengan sel-sel
somatik dalam air susu termasuk leukosit. Sebagai akibat dari reaksi tersebut adalah
terjadi kenaikan konsentrasi air susu menjadi lebih kental (viscous) dan membentuk gel.

6
2.3 Cara kerja California Mastitis Test (CMT)
California Mastitis Test (CMT) ditentukan dengan cara mereaksikan 2 ml susu
dengan 2 ml reagen CMT yang mengandung arylsulfonate di dalam paddel. Campuran
tersebut digoyang-goyang membentuk lingkaran horizontal selama 10 detik. Reaksi ini
ditandai dengan ada tidaknya perubahan pada kekentalan susu, kemudian ditentukan
berdasarkan skoring California Mastitis Test (CMT) yaitu:
(- ) tidak ada pengendapan pada susu
(+) terdapat sedikit pengendapan pada susu
(++) terdapat pengendapan yang jelas namun jel belum terbentuk
(+++) campuran menebal dan mulai terbentuk jel
(++++) jel yang terbentuk menyebabkan permukaan menjadi cembung.
Untuk memudahkan perhitungan statistik maka lambang-lambang tersebut diberi
nilai masing-masing, untuk lambang (-) nilainya 0, (+) nilainya 1, (++) nilainya 2, (+++)
nilainya 3 dan (++++) nilainya 4 untuk tiap puting susu (Andriani, 2010). Dibawah ini
terdapat contoh gambar hasil uji CMT yang diambil dari skripsi kuntum khoirani pada
tahun 2015.

7
Berdasarkan informasi mengenai penilaian hasil uji CMT dengan sumber website
www.mastitisnetwork.org didapat tabel seperti berikut ini.

8
III
KESIMPULAN

California Mastitis Test (CMT) merupakan salah satu cara untuk mendeteksi
mastitis yang dilakukan di lapangan. CMT merupakan indikasi banyaknya sel
leukosit dan bakteri yang terdapat di dalam susu dengan mekanisme kerja reagen

arylsulfonate yang akan memecah inti sel.


California Mastitis Test (CMT) ditentukan dengan cara mereaksikan 2 ml susu
dengan 2 ml reagen CMT yang mengandung arylsulfonate di dalam paddel.
Campuran tersebut digoyang-goyang membentuk lingkaran horizontal selama 10
detik.

9
DAFTAR PUSTAKA
Andrews, A.H. 2000. The Health of Dairy Cattle. Blackwell Publishing. USA.
Blood, D.C. and J.A. Henderson. 2007. Disease Associated with Bacteria. In : E. H.
Marth and J.L Steele. Veterinary Medicine. A Textbook of the Disease Bailliere
Tindall, Londo
Dodd, F.H. and J.M. Booth. 2001. Mastitis and Milk Production. In : E. H. Marth and
J.LSteele. Applied Dairy Microbiology.2nd ed. Marcell Dekker Inc. USA.
Fthenakis, G.C. 1995. California mastitis test and whiteside test in diagnosis of
subclinical mastitis of dairy ewes. Small. Rumint. Res. 16:271276. Fthenakis, G.C.
1996. Somatic cell counts in milk of Welsh-Mountain, Dorset-Horn and Chios ewes
throunghout lactation. Small Rumin. Res. 20:155-162.
Morin, D.E. and W.L. Hurley. 2003. Mastitis Lesson B. University of Illinois, USA
Pradlee, Jorgea, et al,. 2011. Somatic Cell Count and Californi Mastitis Test as a
Diagnostic Tool for Subclinical Mastitis in Ewes. Acta Scientiae Veterinariae, 2012.
40(2): 1038.
Quinn, P.J., B.K. Markey, M.E. Carter, W.J. Donnely and F.C. Leonard. 2002. Veterinary
Microbiology and Microbial Disease. Blackwell Science Ltd. UK. 63.
Roosena, Yusuf. 2010. Kandungan protein susu sapi perah friesian holstein akibat
pemberian pakan yang mengandung tepung katu (sauropus androgynus (l.) merr)
yang berbeda. samarinda: jurusan peternakan fakultas pertanian universitas
mulawarman
Ruegg, P.L. 2002. Milk Secretion and Quality Standards . University of Wisconcins .
Madison: USA.
Subronto.2003. Ilmu Penyakit Ternak (Mamalia) I. Edisi Kedua.Gajah Mada University
Press.Yogyakarta.
Sudarwanto M, H Latif, M Noordin 2006. The Relationship of The Somatic Cell
Counting to sub-clinical Mastitis and to Improve Milk Quality. Jakarta, July 12-13,
2006.
Sudarwanto M. 1999. Usaha peningkatan produksi susu melalui program pengendalian
mastitis subklinis. Di dalam: Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Kesehatan
Masyarakat Veteriner; Bogor, 22 Mei 1999. Bogor: FKH IPB.

10
Sudarwanto M. 2006. Mikrobiologi Susu [Bahan Kuliah]. Bogor: [Tidak Diterbitkan].
Sudono, A. 1985.Produksi Sapi Perah. Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas
Peternakan. IPB. Bogor.
Sudono, A. Rosdiana, F. R, Setiawan, R. S. 2003. Beternak Sapi Perah
AgroMedia Pustaka. Jakarta

SecaraIntensif.

11
LAMPIRAN
Pembahasan

NAMA

ELIS KHOLISOH

HENDRY

Pertanyaan
NAMA

MIA UZLIANI

AI SOFI

HENDRI

NPM

PEMBAHASAN

200110140128

Konsistensi dalam
menyampaikan materi dan pada
penulisan makalah harus lebih
diperhatikan.

200110140142

1. Membahas mengenai
penulisan
2. Kurangnya pemateri dalam
penyampaian materi
3. Kurang lengkapnya materi
yang disampaikan

:
NPM

200110140237

PERTANYAAN

JAWABAN

Bagaimana
cara
menangani
mengetahui
mastitis subklinis selai
menggunakan CMT ?

Dengan
pemeriksaan
mikroskopis
yang
ditandai
dengan
meningkatnya
jumlak
bakteri dalam sample
susu tersebut

200110140130

Bagaimana
penggunaan Penggunaan CMT di
CMT
pada
kalangan Indonesia sudah banyak
peternak di Indonesia?
digunakan namun masih
dalam
peternakan
berskala besar

200110140142

Pada alat yang digunakan Karena paddle tersebut


dalam CMT mengapa menggambarkan jumlah
terdapat 4 paddle?
kuartir pada ambing sapi
perah

12

RINO

AZIMAH

20011014005

Sejarah CMT sampai masuk ke Indonesia

200110140171

Pada alat yang digunakan


dalam pengujian CMT,
terdapat 4 bagiian, bagian
yang
melambangkan
kuartir dari ambing sapi
perah, bagaimana jika
ternak
tersebut
tidak
memiliki
4
kuartir
ambing?

Jika
ternak
hanya
memiliki 2 kuartir maka
paddle yang digunakan
hanya
dua
sisanya
dikosongkan

Anda mungkin juga menyukai