Anda di halaman 1dari 4

jelaskan epidemiologi kecacingan (nematoda jaringan)

Penyebaran parasit tergantung beberapa faktor, diantaranya ada sumber infeksi (penderita
ataupun hospes reservoir); keadaan lingkungan (iklim, curah hujan, suhu, kelembapan, sinar matahari,
sanitasi, dan sebagainya); tersedianya vector (bagi parasit yang membutuhkan vector); keadaan
penduduk (padat/jarang, kebiasaan, pendidikan, social ekomoni dan sebagainya). Distribusi geografik ini
dapat bersifat kosmopolit (tersebar ke seluruh dunia), regional atau local.

Daerah tropic, merupakan tempat hidup yang baik bagi tubuh dan berkembangnya parasite. Hal
ini didukung dengan berbagai faktor, antara lain penduduk padat, social ekonomi rendah, pendidikan
kesehatan kurang baik khususnya sanitasi lingkungan, serta kebiasaan masyarakat yang kurang baik
terutama dalam hal pembuangan sampah, tinja, kebiasaan pengguanaan air untuk minum dan cuci
makanan dan sebaginya.

Penyakit parasit akan lebih susah dicegah dan diberantas jika parasit tersebut memiliki hospes
reservoir yang terdapat disekeliling penduduk.

Epidemiologi nematoda jaringan

Penyakit filariasis terutama ditemukan di daerah khatulistiwa dan menjadi masalah di daerah
dataran rendah. Di Indonesia, penyakit ini lebih banyak ditemukan di daerah pedesaan. Di daerah
perkotaan, seperti Jakarta, Tangerang, Pekalongan, Semarang hanya W. bancrofti yang telah ditemukan.
Daerah endemi terdapat di banyak pulau di seluruh Nusantara, seperti di Sumatera dan sekitarnya,
Jawa, Kalimantan, Sulawesi, NTT, Maluku dan Papua. Masih banyak daerah yang belum diselidiki.
Pemberantasan filariasis sudah dilakukan oleh Departemen Kesehatan sejak 1970 dengan pemberian
DEC dosis rendah jangka panjang (10mg / minggu selama 40 minggu).

Survey prevalensi filariasis yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan menunjukan bahwa
prevalensi infeksi cukup tinggi bervariasi dari 0,5%-19,46% (P2M & PLP, 1999). Prevalensi infeksi dapat
berubah-rubah daro masa ke masa dan pada umumnya ada tendensi menurun dengan adanya
kemajuan dalam pembangunan yang menyebabkan perubahan lingkungan. Untuk memahami
epidemiologi filariasis, perlu diperhatikan faktor-faktor seperti hospes, hospes reservoir, vector dan
keadaan lingkungan yang sesuai untuk menunjang kelangsungan hidup masing-masing.

a. Hospes
Manusia yang mengandung parasit selalu dapat menjadi sumber infeksi bagi orang lain yang
rentan (suseptibel). Biasanya pendatang baru ke daerah endemi (transmigran) lebih rentan
terhadap infeksi filariasis dan lebih menderita daripada penduduk asli. Pada umumnya pria
lebih banyak terkena infeksi, karena lebih banyak kesempatan untuk mendapat infeksi
(exposure). Dan gejalanya pun lebih nyata pada pria, karena pekerjaan fisik pria lebih berat
dibandingkan wanita.
b. Hospes reservoar
Tipe B. malayi dapat hidup pada hewan dan menjadi sumber infeksi bagi manusia. Hewan
yang sering ditemukan mengandung infeksi adalah kucing dank era jenis Presbytis, meskipun
hewan lain juga bisa terkena infeksi.
c. Vector
Banyak spesies nyamuk yang telah ditemukan sebagai vektor filariasis, tergantung jenis
cacingnya. W.bancrofti di daerah perkotaan, ditularkan oleh Cx. Quinquefasciatus yang
tempat perindukannya pada air kotor dan tercemar.
Sedangkan W.bancrofti di daerah pedesaan (rural) dapat ditularkan oleh berbagai
macam spesies nyamuk. Di Irian Jaya misalnya, W.bancrofti ditularkan oleh An.Farauti yang
dapat mengguanakan bekas jejak kaki binatang (footprint) untuk tempat perlindungannya.
Selain itu, ditemukan juga sebagai vector: An.koliensis, An.punctulatus, Cx.Annulirostris dan
Ae.Kochi, W.bancrofti didaerah lain dapat ditularkan oleh spesies lain, seperti An.subpictus
di daerah pantai NTT. Selain itu, nyamuk Culex dan Aedes juga pernah ditemukan sebagai
vektor.
B.malayi yang hidup pada manusia dan hewan, biasanya ditularkan oleh berbagai
spesies Mansonia seperti Ma.Uniformis, Ma.Bonneae, Ma.dives yang berkembang biak di
daerah rawa di Sumatera, Kalimantan, Maluku, dan lain-lain. B.malayi yang periodik, seperti
di Sulawesi ditularkan oleh An.barbirostris yang memakai sawah sebagai tempat
perindukannya.
Dan B.timori merupakan spesies yang ditemukan di Indonesia sejak 1965 hingga
sekarang hanya ditemukan di daerah NTT dan Timor-Timor, yang ditularkan oleh
An.barbirostris yang berkembang biak di daerah sawah, baik di dekat pantai maupun di
daerah pedalaman.
d. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang dapat menunjang kelangsungan hidup hospes, hospes reservoar
dan vector, merupakan hal yang sangat penting untuk epidemiologi filariasis. Jenis filariasis
yang ada disuatu daerah endemi dapat diperkirakan dengan melihat keadaan
lingkungannya.
Jenis filariasis yang ada di suatu daerah endemi, dapat diperkirakan dan diduga jenisnya
dengan melihat keadaan lingkungannya. Pencegahanna pun, hanya dilakukan dengan cara
menghindari gigitan nyamuk. Untuk mendapat infeksi diperlukan gigirtan nyamuk yang
bnyak sekali. Pengobatan masal dengan DEC dapat menurunkan angka filariasis dengan
jelas. Pencegahan dengan obat masih dalam tahap penelitian.

Nematoda jaringan :

1. Wuchereria bancrofti
2. Brugia malayi
3. Brugia timori
4. Loa loa
5. Onchocerca volvulus
A. Epidemiologi Wuchereria bancrofti
Untuk distribusi geografiknya parasit ini tersebar luas didaerah yang beriklim tropis
diseluruh dunia. WHO memperkirakan ada 250 juta kasus filariasis di dunia dan kebanyakan
mereka tinggal dia Asia Selatan dan Sub Sahara Afrika. Jumlah kasus sudah banyak sekali
berkurang di Amerika dan diperkirakan daerah endemic hanya di Haiti, Republik Dominika, dan
daerah pantai Brazilia. Khusus Wuchereria bancrofti, strain nocturnal periodic ditemukan di Asia,
Afrika, dan Pasifik Barat, sedangkan strain diurnal periodic banyak ditemukan di Pasifik Selatan.
Filariasis bancrofti dapat dijumpai diperkotaan atau pedesaan. Di Indonesia parasite ini
lebih sering ditemui di pedesaan daripada diperkotaan dan penyebarannya bersifat fokal.
Kurang lebih 20 juta penduduk Indonesia bermukim didaerah endemic filariasis bancrofti, malayi
dan timori dan mereka sewaktu-waktu dapat ditulari.
Kelompok umur dewasa muda merupakan kelompok penduduk yang paling sering
menderita, terutama mereka yang tergolong penduduk berpenghasilan rendah. Oleh karena itu,
penduduk perlu dididik untuk melindungi dirinya dari gigitan nyamuk.
B. Epidemiologi Brugia malayi
Burgia malayi hanya terdapat di Asia, dari india sampai ke jepang, termasuk Indonesia.
Pada daerah tersebut hanya manusia yang merupakan satu-satunya definitive host. Sedangkan
strain diurnal subperiodik ditemukan di daerah Asia Tenggara. Di daerah ini selain manusia,
ternyata kera, kucing, dan beberapa hewan carnivore dapat menjadi reservoir host.
Tipe Brugia malayi terutama ditularkan melalui Mansonia spp, Aedes spp dan Anopheles
sp. Brugia malayi hanya terdapat di pedesaan, karena vektornya tidak dapat berkembang biak
diperkotaan. Brugia malayi hanya hidup pada manusia dan hewan biasanya terdapat di pinggir
pantai atau aliran sungai, dengan rawa-rawa. Penyebaran Brugia malayi bersifat fokal, dari
Sumatra sampai ke kepulauan Maluku. Yang terkena penyakit ini terutama adalah petani dan
nelayan. Kelompok umur dewasa muda paling sering terkena penyakit ini, sehingga
produktivitas penduduk dapat berkurang akibat serangan adenolimfangitis yang berulang kali.
Cara pencegahan sama dengan filariasis bancrofti.
C. Epidemiologi Brugia timori
Burgia timori hanya terdapat di Indonesia Timur di Pulau Timor, Flores, Rote, Alor dan
beberapa pulau kecil di Nusa Tenggara Timur.
Dan Brugia timori hanya terdapat dipedesaan, karena vektornya tidak dapat
berkembang biak diperkotaan. Brugia timori biasanya terdapat didaerah persawahan, sesuai
dengan tempat perindukan vektornya, An.barbirostris. Brugia timori hanya terdapat di
Indonesia bagian timur yaitu NTT dan timor-timur. Yang terkena penyakit ini terutama adalah
petani dan nelayan. Kelompok umur dewasa muda paling sering terkena penyakit ini, sehingga
produktivitas penduduk dapat berkurang akibat serangan adenolimfangitis yang berulang kali.
Cara pencegahan sama dengan filariasis bankrofti.
D. Epidemiologi Loa loa
Parasit ini tersebar di daerah khatulistiwa di hutan yang berhujan (rain forest) dan
sekitarnya. Terutama terdapat di Afrika Barat, Afrika Tengah, dan Sudan. Ditemukan di Afrika
tropik bagian barat dari Sierra Leone sampai Angola, lembah Sungai Kongo, Republik Kongo,
Kamerun, dan Nigeria bagian Selatan.
Daerah endemic adalah daerah lalat Chrysops silacea dan Chrysops dimidiate yang
mempunyai tempat perindukan di hutan hujan dengan kelembaban tinggi. Lalat ini menyerang
manusia yang sering masuk hutan, dan sering ditemukan pada pria dewasa.
Pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari gigtanlalat ataupemberian obat
sebulan sekali selama 3 hari berturut-turut.
E. Epidemiologi Onchocerca volvulus
Parasit ini banyak ditemukan pada penduduk Afrika, dari pantai barat Sierra Leone
menyebar ke Republik Kongo, Angola, sudan sampai Afrika Timur. Di Amerika Tengah terbatas di
daratan tinggi sepanjang sungai tempat perindukan lalat Simulium. Di Amerika Selatan terdapat
di dataran tinggi Guatemala, Mexico dan bagian timur Venezuela.
Tempat perindukan vector (simulium) terdapat di daerah pegunungan yang mempunyai
air sungai yang deras. Lalat ini suka menggigit manusia disekitar sungai tempat perindukannya.
Penyakit ditemukan baik pada orang dewasa maupun pada anak. Infeksi yang menahun
seringkali diakhiri dengan kebutaan. Kebutaan terjadi pada penduduk yang berdekatan dengan
sungai, makin jauh dari sungai kebutaan makin kurang oleh karena itu penyakit ini dikenal
dengan river blindness.
Pencegahan dilakukan dengan menghindari gigitan lalat simulium dan memakai pakaian
tebal dan menutupi seluruh tubuh.

Referensi

Natadisastra Djaenudin, Agoes Ridad (edeitor). 2009. Parasitologi Kedokteran Ditinjau dari Organ Tubuh
yang Diserang. Jakarta : Penerbit EGC

Sutanto Inge, Ismid Suhariah Is, Sjarifuddin Pudji K, Sungkar Saleha (editor). 2011. Buku Ajar Parasitologi
Kedokteran. Edisi Keempat. Jakarta : Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai