Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pengertian
Menurut Depkes RI Direktorat Jendral PP & PL (2008), “filariasis

(penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan

oleh cacing filarial”.


Menurut Depkes RI Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit

Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman (1999), “filariasis

(penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang disebabkan karena

infeksi cacing filaria, yang hidup di saluran dan kelenjar getah bening (limfe)

serta menyebabkan gejala akut, kronis dan ditularkan oleh berbagai jenis

nyamuk”.
Menurut James Chin (2006, h.232), “filariasis adalah infeksi yang

disebabkan oleh berbagai jenis nematode dari keluarga Filarioidea”.


B. Gejala dan Diagnosis Penyakit Filariasis
Menurut Depkes RI Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit

Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman (1999), gejala klinis

filariasis antara lain :


1. Gejala Umum yang disebabkan cacing filaria
a) Menimbulkan iritasi dan peradangan karena cacing Filaria hidup di

system limfatik, sehingga terjadi limfadenitis dan limfangitis yang

dapat timbul dimana saja tetapi sebagian besar terdapat di lipat paha,

ketiak dengan atau tanpa demam 2


b) Kerusakan pada system limfatik dapat menimbulkan edema yang

berulang
1
2. Gejala yang disebabkan oleh W. bancrofti
a) gejala akut yang berupa peradangan tidak jelas
b) ensefalitis mencapai ukuran besar
c) Ensefalitis scrota menyebabkan penderita tidak bias berjalan
d) Ensefalitis kaki dan lengan dapat terjadi pada seluruh kaki dan lengan
3. Gejala yang disebabkan oleh Brugia malayi dan Brugia Timori
a) Gejala akut lebih nyata
b) Limfangitis dapat teraba seperti tali yang merah
c) Nyeri timbul mulai dari kelenjar di lipatan paha dan ketiak, kemudian

menjalar kea rah distal


d) Timbulnya demam
e) Timbul abses yang pecah dan sembuh dengan meninggalkan parut
Menurut Depkes RI Direktorat Jendral PP & PL (2008), diagnosis

penyakit kaki gajah dapat diperoleh secara :


1. Klinis

Diagnosis klinis ditegakkan bila pada seseorang tersangka terkena

penyakit kaki gajah ditemukan tanda-tanda dan gejala klinis akut ataupun

kronis.

2. Laboratorium

Dengan pemeriksaan darah jari yang dilakukan mulai 3


pukul

20.00,seseorang dinyatakan terkena penyakit gajah apabila dalam sediaah

darah tebal ditemukan mikrofilaria.


C. Penyebab
Menurut Depkes RI Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit

Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman (1999), penyebab penyakit

filariasis (kaki gajah) ada 3 spesies cacing Filaria. yang secara epidemiologi

dapat dibedakan sekurang – kurangnya 6 type, yaitu :


1. W. brancofti di daerah perkotaan (urban)
Ditularkan oleh nyamuk Culex quinquefasciatus yang berkembang biak di

air kotor dan mempunyai periodisitas nokturna.


2. W. brancofti di daerah pedesaan
Mempunyai perioditas nokturna yang ditularkan oleh berbagai spesies

nyamuk Anopheles, Culex dan Aedes.


3. Brugia malayi di daerah persawahan
Bersifat periodic nokturna dan ditularkan oleh nyamuk Anopheles

barbirostris.
4. Brugia malayi di daerah rawa
Bersifat subperiodik nokturna dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia.
5. Brugia malayi di hutan
Bersifat non periodik, microfilaria ditemukan dalam darah tepi baik malam
4
6. Brugia timori
Bersifat periodic nokturna dan ditularkan oleh nyamuk Anopheles

barbirostris.
Secara umum, daur hidup ketiga species cacing tersebut tidak berbeda.

Daur hidup parasit terjadi di dalam tubuh nyamuk dan manusia. Cacing

dewasa disebut makrofilaria hidup di saluran dan kelenjar limfe, sedangkan

anaknya disebut mikrofilaria ada dalam sistem peredaran darah.


1. Makrofilaria
Makrofilaria (cacing dewasa) berbentuk silindris, halus seperti benang

berwarna putih susu dan hidup di dalam sistem limfe. Cacing betina

bersifat ovovivipar dan berukuran 55-100 mm x 0,16 mm dapat

menghasilkan jutaan mikrofilaria. Cacing jantan berukuran lebih dengan

ujung ekor melingkar.


2. Mikrofilaria
Cacing betina dewasa setelah mengalami fertilisasi mengeluarkan jutaan

anak cacing yang disebut mikrofilaria. Ukuran mikrofilaria 200 – 600 µm

– x 8 µm dan mempunyai sarung. Secara mikroskopis, morfologi spesies

mikrofilaria dapat dibedakan berdasarkan ukuran ruang kepala serta warna

sarung pada pewarnaan giemsa, susunan inti badan, jumlah dan letak inti

pada ujung ekor.


3. Larva dalam tubuh nyamuk
Pada saat nyamuk menghisap darah manusia atau hewan yang

mengandung mikrofilaria, maka mikrofilaria akan terbawa masuk ke

dalam lambung nyamuk dan melepaskan selubungnya, kemudian

menembus dinding lambung dan bergerak menuju otot atau jaringan lemak

di bagian dada. Setelah kurang lebih 3 hari, mikrofilaria mengalami

perubahan bentuk menjadi larva stadium 1 (L1), bentuknya seperti sosis


5

berukuran 125 – 250 mm x 10 – 17 mm, dengan ekor runcing seperti

cambuk. Setelah ± 6 hari, larva tumbuh menjadi larva stadium 2 (L 2)

disebut larva preinfektif yang berukuran 200 – 300 mm x 15 -30 mm,

dengan ekor yang tumpul atau memendek. Pada stadium 2 ini, larva

menunjukkan adanya gerakan. Hari ke 8 – 10 pada spesies Brugia malayi,

larva tumbuh menjadi larva stadium 3 (L3) yang berukuran ±1400 mm x

20 mm. Larva stadium L3 tampak panjang dan ramping disertai dengan

gerakan yang aktif. Stadium 3 ini, mempunyai cacing infektif.

6
D. Distribusi Penyakit
Distribusi atau penyebaran filariasis dapat dibedakan berdasarkan

orang, tempat dan waktu.


1. Orang
Menurut Nasrin (2008, h. 31), distribusi penyebaran penyakit filariasis

pada orang didasarkan pada :


a. Jenis kelamin
Semua jenis kelamin dapat terinfeksi mikrofilaria.insiden filariasis pada

laki-laki lebih tinggi daripada insiden filariasis pada perempuan karena

umumnya laki-laki lebih sering kontak dengan vektor karena

pekerjaannya
b. Imunitas
Orang yang pernah terinfeksi filariasis sebelumnya tidak terbentuk

imunitas dalam tubuhnya terhadap filaria demikian juga yang tinggal di


daerah endemis biasanya tidak mempunyai imunitas alami terhadap

penyakit filariasis.Pada daerah endemis filariasis, tidak semua orang

terinfeksi filariasis dan orang yang terinfeksi menunjukkan gejala

klinis. Seseorang yang terinfeksi filariasis tetapi belum menunjukkan

gejala klinis biasanya terjadi perubahan-perubahan patologis dalam

tubuhnya.
7

c. Ras
Penduduk pendatang pada suatu daerah endemis filariasis mempunyai

risiko terinfeksi filariasis lebih besar dibanding penduduk asli.

Penduduk pendatang dari daerah non endemis ke daerah endemis,

misalnya transmigran, walaupun pada pemeriksaan darah jari belum

atau sedikit mengandung mikrofilaria, akan tetapi sudah menunjukkan

gejala klinis yang lebih berat.


2. Tempat
Menurut Depkes RI Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit

Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman (1999). Wuchereria

brancofti sebagai penyebab penyakit filariasis adalah endemis di sebagian

besar wilayah di dunia di daerah dengan kelembaban yang cukup tinggi

termasuk Amerika latin, Afrika, Asia, dan Kepulauan Pasifik. Umum di

daerah perkotaan dengan kondisi ideal untuk perkembangbiakan nyamuk.


Brugia malayi endemis di daerah pedesaan di India, Asia Tenggara,

daerah pantai utara China dan Korea Selatan. Sedangkan Brugia timori

keberadaannya di daerah pedesaan di Kepulauan Timor Flores, Alor dan

Rote di Tenggara Indonesia.


Sedangkan menurut Depkes RI Direktorat Jendral PP & PL (2008),

distribusi spesies cacing filarial dan nyamuk penularannya di Indonesia,

adalah sebagai berikut :

Spesies Cacing
No Propinsi Spesies Vektor
Filariasis

1. DI Aceh W. bancrofti Culex quinquefasciatus,


Mansonia uniformis, Mansonia
indiana

2. Sumatera Utara B. malayi Mansonia uniformis

Mansonia uniformis, Mansonia


B. malayi, W.
3. Riau dives, mansonia bonneae,
bancrofti
Anopheles nigerimus

Mansonia spp, Anopheles


4. Sumatera Barat B. malayi
nigerimus

B. malayi, W. Mansonia uniformis, Mansonia


5. Jambi
bancrofti Indiana, Mansonia anulifera

Mansonia uniformis, Mansonia


6. Bengkulu B. malayi annulata, Mansonia dives,
Mansonia bonneae

Mansonia uniformis, Anopheles


7. Sumatera Selatan B. malayi
nigerimus

8. Lampung B. malayi Mansonia uniformis

9. DKI Jakarta W. bancrofti Culex quinquefasciatus

B. malayi, W. Culex quinquefasciatus,


10. Jawa Barat
bancrofti Mansonia indiana

B. malayi, W. Mansonia uniformis, Culex


11. Jawa Tengah
bancrofti quinquefasciatus

Mansonia uniformis, Anopheles


12. Kalimantan Barat B. malayi
nigerimus

Mansonia uniformis, Anopheles


13. Kalimantan Tengah B. malayi
nigerimus

Mansonia uniformis, Mansonia


annulifera, Mansonia annulata,
14. Kalimantan Selatan B. malayi Mansonia Indiana, Mansonia
bonneae, Mansonia dives, 9
Anopheles nigerimus

Spesies Cacing
No Propinsi Spesies Vektor
Filariasis

Mansonia bonneae, Mansonia


15. Kalimantan Timur B. malayi
uniformis, Mansonia dives

16. NTB W. bancrofti Anopheles subpictus


Anopheles barbirostris,
B. timori, W.
17. NTT Anopheles subpictus, Anopheles
bancroftu
aconitus, Anopheles vagus

Anopheles barbirostris,
18. Sulawesi selatan B. malayi Anopheles dives, Mansonia
uniformis, Mansonia annulifera

B. malayi, W.
19. Sulawesi Tengah Anopheles barbirostris
bancrofti

Mansonia uniformis, Mansonia


Indiana, Mansonia dives,
Anopheles aconitus, Anopheles
B. malayi, W.
20 Sulawesi tenggara barbirostris, Anopheles
bancrofti
nigerimus, Culex annulirostris,
Anopheles maculates, Culex
whitmorel

21. Sulawesi Utara B. malayi Anopheles barbirostris

22. Maluku B. malayi Mansonia uniformis

Anopheles farauti, Anopheles


koliensis, Anopheles punctulatus,
Anopheles bancrofti, Culex
23. Papua W. bancrofti annulirostris, Culex
bitaeniorhynchus, Culex
quinquefasciatus, Mansonia
uniformis
10

3. Waktu
Menurut Depkes RI Direktorat Jendral PP & PL (2008), distribusi

spesies cacing filariasis dan nyamuk penularannya berdasarkan waktunya

adalah pada waktu malam hari. Hal ini dikarenakan vector penyakit ini

melakukan aktivitasnya seperti mencari makan pada malam hari. Selain itu,

aktivitas dari cacing filariasis bersifat nocturnal (aktif pada malam hari).
E. Reservoir
Menurut Depkes RI Direktorat Jendral PP & PL (2008), reservoir dari

cacing penyebab penyakit filariasis, antara lain :


1. Manusia
Pada dasarnya setiap orang dapat tertular filariasis apabila digigit oleh

nyamuk infektif (mengandung larva stadium 3). Nyamuk infektif

mendapat microfilaria dari pengidap, baik pengidap dengan gejala klinis

maupun pengidap yang tidak menunjukkan gejala klinis. Pada daerah

endemis filariasis, tidak semua orang tertular filariasis dan tidak semua

orang yang terinfeksi menunjukkan gejala klinis. Seseorang yang tertular

filariasis tetapi belum menunjukkan gejala klinis biasanya sudah terjadi

perubahan – perubahan patologis di dalam tubuhnya. Penduduk pendatang

pada suatu daerah endemis filariasis mempunyai resiko terinfeksi filariasis

lebih besar disbanding penduduk asli.


2. Hewan
Beberapa jenis hewan dapat berperan sebagai sumber penularan filariasis

(hewan reservoir). Dari semua spesies cacing filarial yang menginfeksi

manusia di Indonesia, hanya Brugia malayi tipe sub periodic nokturna dan

non periodic yang ditemukan pada lutung (Presbytis cristatus), kera

(Macaca fascicularis), dan kucing (Felis catus). Pengendalian filariasis


11

pada reservoir ini tidak mudah, oleh karena itu juga akan menyulitkan

upaya pemberantasan filariasis pada manusia.


F. Cara Penularan
Menurut Depkes RI Direktorat Jendral PP & PL (2008), siklus hidup

dan cara penularan filariasis, adalah sebagai berikut :

12

Penularan filariasis dapat terjadi bila ada tiga unsur, yaitu :


1. Adanya sumber penularan, yakni manusia atau hospes reservoir yang

mengandung mikrofilaria dalam darahnya.


2. Adanya vektor, yakni nyamuk yang dapat menularkan filariasis .
3. Manusia yang rentan terhadap filariasis
Seseorang dapat tertular filariasis, apabila orang tersebut mendapat

gigitan nyamuk infektif, yaitu nyamuk yang mengandung larva infektif (larva
stadium 3 – L3). Pada saat nyamuk infektif menggigit manusia , maka larva

L3 akan keluar dari probosis dan tinggal di kulit sekitar lubang gigitan

nyamuk. Pada saat nyamuk menarik probosisnya, larva L3 akan masuk

melalui luka bekas gigitan nyamuk dan bargerak mnuju ke sistem limfe.

Berbeda dengan penularan pada malaria dan demam berdarah. Cara

penularannya tersebut menyebabkan tidak mudahnya penularan filariasis dari

satu orang ke orang lain pada suatu wilayah tertentu, sehingga dapat

dikatakan bahwa seseorang dapat terinfeksi filariasis, apabila orang tersebut

mendapat gigitan nyamuk ribuan kali.


Larva L3 Brugia malayi akan menjadi cacing dewasa dalam kurun

waktu kurang lebih 3,5 bulan, sedangkan Wuchereria brancofti memerlukan

waktu kurang lebih 9 bulan.


Disamping sulit terjadinya penularan dari nyamuk kemanusia,

sebenarnya kemampuan nyamuk untuk mendapatkan mikrofilaria saat

menghisap darah yang mengandung mikrofilaria juga sangat terbatas, nyamuk

yang menghisap mikrofilaria terlalu banyak dapat mengalami kematian, 13


tetapi

jika mikrofilaria yang terhisap terlalu sedikit dapat memperkecil jumlah

mikrofilaria stadium larva L3 yang akan ditularkan.


Kepadatan vektor, suhu dan kelembaban sangat berpengaruh terhadap

penularan filariasis. Suhu dan kelembaban berpengaruh terhadap umur

nyamuk, sehingga mikrofilaria yang telah ada dalam tubuh nyamuk tidak

cukup waktunya untuk tumbuh menjadi larva infektif L3 (masa inkubasi

eksrinsik dari parasit). Masa inkubasi ekstrinsik untuk Wuchereria bancrofti

antara 10 – 14 hari . Periodisitas mikrofilaria dan perilaku menggigit

nyamuk berpengaruh terhadap risiko penularan. Mikrofilaria yang bersifat


periodik nokturna (mikrofilaria hanya terdapat di dalam darah tepi pada

waktu malam) memiliki vektor yang aktif mencari darah pada waktu malam,

sehingga penularan juga terjadi pada malam hari. Di daerah dengan

mikrofilaria sub peripodik nokturna dan non periodik , penularan dapat terjadi

siang dan malam hari.


Di samping faktor-faktor tersebut di atas, mobilitas penduduk dari

daerah endemis filariasis ke daerah lain atau sebaliknya, berpotensi menjadi

media terjadinya penyebaran filariasis antar daerah.


BAB II

CARA PEMBERANTASAN
A. Upaya Untuk Individu dan Kelompok
1. Upaya Untuk Individu
Upaya pemberantasan penyakit filariasis yang dapat dilakukan untuk

individu dilihat dari sumber, ambient, manusia dan dampak antara lain :
a. Sumber dan Ambient
1) Melakukan 3M
2) Memutus mata rantai hidup nyamuk
3) Penyemprotan nyamuk dengan obat anti nyamuk
4) Pemberantasan nyamuk secara biologis
5) membunuh larva dengan larvasida
b. Manusia
1) Pemakaian kelambu
2) Pemakaian repellent
3) Kurangi kebiasaan keluara malam hari terutama di daerah endemis

filariasis
4) Meningkatakan daya tahan tubuh
5) Makan makanan yang bergizi
c. Dampak
1) Pengobatan dengan menggunakan diethilcarbamazine citrate (DEC,

Banocide, Hetrazan, Notezine ) secara individu. Pengobatan

individual dilakukan dengan cara sebagai berikut :


15
a) Dilakukan kepada kasus klinis, baik stadium dini maupun lanjut
b) Jenis dan dosis obat tergantung dari keadaan kasus.
2) Lindungi penderita dari gigitan nyamuk
2. Upaya untuk kelompok 14
Upaya pemberantasan penyakit filariasis yang dapat dilakukan untuk

kelompok dilihat dari sumber, ambient, manusia dan dampak antara lain :
a. Sumber dan Ambient
1) Penyemprotan atau fogging secara missal 1 bulan sekali
2) pengendalian lingkungan untuk memusnahkan tempat perindukan
nyamuk dengan cara kerja bakti
3) Mengidentifikasi vektor dengan mendeteksi adanya larva infektif

dalam nyamuk dengan menggunakan umpan manusia,


mengidentifikasi waktu dan tempat menggigit nyamuk serta tempat

perkembangbiakannya.
4) Pengendalian vektor jangka panjang mungkin memerlukan

perubahan konstruksi rumah


b. Manusia
Memberikan penyuluhan kepada masyarakat di daerah endemis

mengenai cara penularan dan cara pengendalian vektor nyamuk.


c. Dampak
1) Laporkan kepada instansi kesehatan yang berwenang
2) Penyelidikan kontak dengan sumber infeksi 16
3) Pengobatan spesifik: pemberian diethilcarbamazine citrate (DEC,

Banocide, Hetrazan, Notezine ) secara massal. Pengobatan missal

diberikan setahun sekali selama 5 tahun berturut-turut pada

penduduk berusia 2 tahu keatas dan dilakukan :


a) Di daerah endemis dengan menggunakan obat Dietyl

Carbamazine Citrate (DEC) dikombinasikan dengan Abendazol.


b) Dosis obat untuk sekali minum adalah :

 DEC : 6 mg/kg/berat badan

 Albenzol: 400 mg Albendazol ( 1 tablet )

Obat anti kaki gajah sebaiknya diminum sesudah makan dan

dalam keadaan istirahat / tidak sedang bekerja ( sore ).


Takaran Obat Pengobatan Massal Filariasis

Berat DEC (100mg) ALBENDAZOL PARACETAMOL


Badan (kg) (tablet) E(400 mg)(tablet) (500 mg)(tablet)
10 -16 1 1 0,5
17 – 25 1,5 1 0,5
26 – 33 2 1 1
34 – 40 2,5 1 1
41 – 50 3 1 1
51 – 58 3,5 1 1
59 – 67 4 1 1

 Paracetamol dapat diberikan 3x1 tablet/hari selama 3 hari


4) Bila terjadi KLB, isolasi daerah endemis dari dunia luar
17
B. Perawatan Penderita
Perawatan penderita filariasis dapat dilakukan dengan cara sebagai

berikut :
1. Istirahat yang cukup dan banyak minum
2. Pengobatan simptomatis demam, rasa sakit dan gatal dan sesuai dengan

keadaan sakitnya, diberikan antibiotika atau anti jamur local maupun

sistemik
3. Pembersihan luka atau lesi kulit bila ada abses diinsisi
4. Pengobatan luka atau lesi di kulit dengan salep antibiotika atau anti jamur
5. Bila dengan pengobatan simptomatis selama 3 hari keadaan penderita

tidak membaik maka dianjurkan ke puskesmas atau rumah sakit

C. Penanggulangan KLB
Penanggulangan KLB yang dapat dilakukan adalah dengan cara sebagai

berikut :
1. Pengendalian vector secara terpadu
Pengendalian vector adalah upaya yang paling utama dalam

penanggulangan KLB. Di daerah dengan endemisitas tinggi, penting sekali

mengetahui dengan tepat bionomic dari vector nyamuk, prevalensi dan

insidensi penyakit dan factor lingkungan yang berperan dalam penularan

di setiap daerah. Bahkan dengan upaya pengendalian vector yang tidak

lengkap pun dengan menggunakan obat anti nyamuk masih dapat

mengurangi insiden dan penyebaran penyakit. 18


2. Memutuskan mata rantai penularan filariasis melalui pengobatan missal di

daerah endemis filariasis


3. Mencegah dan membatasi kecacatan melalui penatalaksanaan kasus klini

sfilariasis
4. Memperkuat kerjasama lintas batas daerah dan Negara
5. Memperkuat surveilans dan mengembangkan penelitian
BAB III

PENGAMBILAN DAN PEMERIKSAAN SAMPEL

A. Pengambilan dan Pemeriksaan Sampel


Pengambilan sampel untuk penderita filariasis menggunakan darah jari

dan darah dari cuping telinga. Ada 2 teknik pengambilannya dan pemeriksaan

sampel filariasis, yaitu :


1. Pengambilan dan Pemeriksaan Sampel dengan darah jari
2. Pengambilan dan Pemeriksaan Sampel dengan darah dari cuping telinga

1. Pengambilan dan Pemeriksaan Sampel dengan darah jari


a. Teknik pengambilan sampel spesimen
Teknik pengambilan sampel specimen dapat dilakukan dengan cara

sebagai berikut :

1) Kaca benda (slide) yang sudah bersih dari lemak dan kotoran, diberi

nomor dengan spdol. Waterproof sesuai dengan nomor penduduk

yang telah di daftar dalam formulir pencatatan survey.

2) Ujung jari kedua, atau ketiga atau keempat dibesihkan dengan kapas

alcohol 70% dan setelah kering ditusuk tegak lurus, alur garis pada

jari tangan dengan lanset. Sehingga darah menetes keluar (dengan

penekanan ringan)

19
20

CATATAN :

a) Satu lanset dipakai untuk satu orang.

b) Selama proses pengambilan darah petugas harus memakai sarung

tangan sebagai upaya perlindungan diri.

3) Darah yang keluar pertama dihapus dengan kapas kering, kemudian

darah selanjutnya diteteskan sebanyak 3 tetes (diperkirakan 20µl)

pada kaca benda yang sudah disiapkan, dan segera dilebarkan

dengan menggunakan salah satu ujung kaca benda lain, sehingga

membentuk sediaan darah tebal berbentuk oval, berukuran 1x2 cm.

kaca benda dipegang pada tepi atau pada sudutnya, sehingga

permukaan kaca benda tetap bersih.

4) Sediaan darah tersebut dikeringkan selama satu malam pada suhu

kamar dengan menyimpannya di slide box dan tempat yang aman

dari semut, kecoa dll.

b. Teknik Pembuatan Larutan Giemsa


Cara – cara yang dilakukan dalam pembuatan larutan giemsa adalah

sebagai berikut :

1) Untuk pembuatan larutan giemsa dibutuhkan cairan buffer pH 7.2

2) Cairan buffer pH 7.2 dibuat dengan cara melarutkan satu tablet

buffer forte kedalam 1000 ml air jernih dan bersih. Cairan buffer ini

bisa juga diganti dengan air mineral yang mempunyai pH 7.2.

3) Larutan giemsa dibuat dengan melarutkan cairan giemsa dengann

cairan buffer pH 7.2 dengan perbandingan 1:20.


21

4) Untuk mewarnai 500 sediaan darah dibutuhkan larutan giemsa

500ml (25ml cairan geimsa dan 500ml cairan buffer pH 7.2).

c. Teknik Pewarnaan Sedian Darah


Pewarnaan sediaan darah dilakukan dengan tahap – tahap sebagai

berikut :

1) Sediaan darah diletakkan berjajar di tempat yang datar (meja, lantai,

papan, taau pelepah batang / gedebong pisang).

2) Sediaan darah tersebut diwarnai dengan cara ditetesi larutan giemsa

sampai semua permukaan sediaan tergenang larutan giemsa (kurang

lebih 20 tetes) dan didiamkan selam 30 menit.

3) Kemudian sediaan dibilas dengan air bersih dan dikeringkan dalam

suhu kamar.

4) Setelah kering, sediaan disusun dan disimpan dalam slide box.

d. Pemeriksaan Mikroskopis
Pemeriksaan sampel secara mikroskopis dilakukan dengan tahapan –

tahapan sebagai berikut :

1) Pemeriksaan mikroskopis dilakukan oleh tenaga yang sudah terlatih.

2) Cross Check dilakukan terhadap semua sediaan positif dan minimal

10 % sediaan negative.

3) Yang melakukan cross check adalah BTKL PPM Regional atau Pusat

( Laboratrium Filariasis, Ditjen PPM & PL, Depkes).


22

e. Teknik Pemeriksaan Sediaan Darah


Cara – cara yang dilakukan dalam pemeriksaan sediaan darah, antara

lain :

1) Sediaan diperiksa dibawah mikroskop dengan pembesaran rendah

(10x10). Jumlah microfilaria yang tampak pada seluruh lapangan

pandang dihitung dengan cara menggeser sediaan dimulai dari tepi

paling kiri, digeser ke kanan sampai pinggir sediaan. Kemudian

diturunkan pada lapangan pandang berikutnya dan digeser kearah

sebaliknya sampai ke pinggirnya lagi. Begitu seterusnya sampai

seluruh lapangan sediaan diperiksa.

2) Spesies microfilaria ditentukan dengan memeriksa specimen

dibawah mikroskop dengan pembesaran tinggi ( 10x40 ).

2. Pengambilan dan Pemeriksaan Sampel dengan darah dari cuping

telinga
Ada 3 metode dalam pengambilan dan pemeriksaan sampel dengan darah

dari cuping telinga, yaitu :


a. The counting chamber technique
1) Alat yang diperlukan antara lain :

a) slide gelas ukuran 76 x 38 mm, tebal2 mm

b) mikroskop cahaya dengan perbesaran obyektif 10 x, 40 x,

100 x
23

2) Cara Kerja

a) Isi satu tetes aquadest dalam kanal.

b) Isi/ambil darah kapiler (yang diambil dari cuping

telinga)sebanyak 0,1 ml (100 uL), teteskan ke dalam kanal

sehingga timbul hemolisis

c) Periksa di bawah mikroskop dengan pembesaran obyektif 10 x,

kondensor rendah sedemikian rupa sehingga memberikan kontras

yang maksimum. Fokuskan pada tiap mikrofilaria

d) Hitung jumlah mikrofilaria/L darah dengan mengkalikan 10.000

Modifikasi cara di atas dpat pula dilakukan dengan

menggunakan larutan asam asetat 3%. Cara ini sekaligus

menyebabkan hemolisis dan fiksasi. Spesimen/preparat ini dapat

dikirim atau disimpan selama beberapa hari, minggu sampai bulan.

Keluarnya mikrofilaria dapat dirangsang dengan pemberian

diethyl carbamazine, sehingga pemeriksaan dapat dilakukan setiap

saat; takaran yang diberikan :100 mg untuk dewasa, 75 mg untuk

anak 1014 tahun, 50 mg untuk anak 59 tahun. Pengambilan sampel

darah dilakukan 60 menit sesudah pemberian obat tadi. Untuk

spesies Wuchereria bancrofti strain Pacific hal ini tidak dapat

dilakukan.

b. Teknik kapiler (capillary method)


1) Alat yang diperlukan antara lain :

a) tabung kapiler plastik yang dilapisi EDTA 24

b) sentrifuse
c) obyek glas

2) Cara Kerja

a) Ambil darah dari cuping telinga dengan pipet kapiler atau

darah dalam tabung yang belum diberi antikoagulan

b) Tutup ujung kapiler dengan lilin.

c) Masukkan pipet tadi dalam tabung sentrifuse, putar dengan

kecepatan 7001000 rpm selamk 57 menit.

d) Letakkan kapiler sedemikian rupa sehingga tidak terpegang

tangan.

e) Perhatikan lapisan di dalam kapiler lapisan plasma-eritrosit dan

lapisan buffy coat di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x

dengan kondensor rendah untuk memberikan kontras maksimal.

f) Identifikasi spesies dilakukan dengan menambahkan cat pada

lapisan plasma, selanjutnya dituang di gelas obyek

c. Membrane filter technic


1) Alat yang diperlukan antara lain :

a) Swinnex 25 mm holder

b) Membrane filter 5 um yang porous; dapat pula ditambahkan

nucleopore

c) Antikoagulan Na sitrat steril

d) Larutan garam faali (PZ)


25

2) Cara Kerja

a) Satu ml darah vena ditambah 2 ml Na sitrat steril.

b) Lepaskan jarum, ganti dengan swinnex filter holder, sewaktu

memasangnya dibasahi dahulu dengan air

c) Tambahkan antikoagulan melalui filter.

d) Lepaskan filter, cuci dengan PZ, lepaskan lagi berulang sehingga

eritrosit tampak lewat membra

e) Dengan forsep, pindahkan membran dan letakkan pada gelas

obyek.

f) Keringkan di udara atau dipanaskan

g) Fiksasi dengan metanol.

h) Cat dengan larutan Giemsa

i) Teteskan oli emersi, lihat di bawah mikroskop dengan

pembesaran 10 x, 40 x, kondensor dibuka.

j) Hitung mikrofilaria/1 darah dengan mengkalikan 1000


BAB IV
PEMBACAAN HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM
A. Pembacaan Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Untuk dapat mengetahui positif atau tidaknya menderita filariasis, maka

perlu mengetahui morfologi dari penyebab filariasis pada teknik pengambilan

sampel sediaan darah pada jari dengan larutan giemsa dan teknik

pengambilan darah pada cuping telinga. Hasil positif jika ditemukan

mikrofilaria dalam sediaan darah tersebut. Sedangkan hasil negatif jika tidak

ditemukan mikrofilara dalam persediaan darah tersebut.

Brugia Brugia timori


No Karakteristik W. bancrofti
malayi

Melengkung
Gambaran umum Melengkung Melengkung
1 kaku dan
dalam sediaan darah mulus kaku dan patah
patah
Perbandingan lebar
2 dan panjang ruang 1:1 1:2 1:3
kepala
3 Warna Sarung Tidak Berwarna Merah muda Tidak berwarna
4 Ukuran panjang (µm) 240 – 300 175 – 230 265 – 325
Halus, tersusun kasar, Kasar,
5 Inti badan
rapi berkelompok berkelompok
Jumlah inti di ujung
6 0 2 2
ekor
Gambaran ujung Seperti pita ke Ujung agak Ujung agak
7
ekor arah ujung tumpul tumpul

1. Morfologi Cacing filariasis dalam sediaan darah jari dengan pewarnaan

larutan giemsa 27
2. Morfologi Cacing filariasis dalam sediaan darah cuping telinga

26
Mikrofilaria yang telah dicat
Dengan selubung Tidak berselubung
W. bancrofti Tidak ada nuclei Ujung ekor
Satu nuclei di
B. malayi runcing, nuclei
B.malayi
ekornya
satu / dua
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah yang telah disusun oleh

penulis tentang filariasis, antara lain :


1. Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular menahun yang

disebabkan oleh cacing filarial”.


2. Gejala dari penyakit filariasis menimbulkan iritasi dan peradangan karena

cacing Filaria hidup di system limfatik, sehingga terjadi limfadenitis dan

limfangitis yang dapat timbul dimana saja tetapi sebagian besar terdapat

di lipat paha, ketiak dengan atau tanpa demam.


3. Penyebab penyakit filariasis adalah Wuchereria bancrofti, Brugia malayi,

dan Brugia malayi


4. Penyebaran penyakit filariasis lebih sering terajdi pada laki – laki, orang

yang tidak mempunyai imunitas filariasis dan orang yang tinggal di

daerah endemis filariasis. Distribusi filariasis terjadi di daerah dengan

kelembaban yang cukup tinggi dan pada malam hari


5. Reservoir dari penyakit ini adalah manusia dan hewan
4. Cara penularan penyakit ini adalah karena adanya sumber penularan, yakni

manusia atau hospes reservoir yang mengandung mikrofilaria dalam

darahnya, adanya vektor, yakni nyamuk yang dapat menularkan filariasis

dan manusia yang rentan terhadap filariasis


29
6. Cara pemberantasan penyakit ini dapat dilakukan dari sumber, ambient,

manusia dan dampaknya yang dilakukan secara individual dan kelompok.

Salah satunya adalah pengendalian vector penyakit ini.


6. Salah satu perawatan penderita filariasis
28 yang dapat dilakukan Pengobatan

simptomatis demam, rasa sakit dan gatal dan sesuai dengan keadaan

sakitnya, diberikan antibiotika atau anti jamur local maupun sistemik


7. Salah satu penanggulangan KLB filariasis yang dapat dilakukan adalah

emutuskan mata rantai penularan filariasis melalui pengobatan missal di

daerah endemis filariasis


8. Teknik pengambialn sampel yang dapat diakukan untuk penderita filariasis

adalah pengambilan sampel darah dari darah jari dan dari cuping telinga

dengan the counting chamber technique, Teknik kapiler (capillary

method), dan Membrane filter technic


9. Pembacaan hasil laboratorium dapat dilakukan dengan mengetahui

morfologi cacing filarial pada sediaan darah jari dan sediaan darah cuping

telinga. Hasil positif jika ditemukan mikrofilaria dalam sediaan darah

tersebut. Sedangkan hasil negatif jika tidak ditemukan mikrofilara dalam

persediaan darah tersebut.


B. Saran
Saran yang dapat penulis berikan, antara lain :
1. Meningkatkan daya tahan tubuh
2. Pengendalian vector secara berkala
3. Membersihkan lingkungan tempat tinggal secara teratur
30
4. Jika terdapat penderita positif filariasis, laporakan pada insatnsi kesehatan

terdekat supaya mendapat tinjak lanjut yang tepat.


5. Memutuskan mata rantai penularan filariasis melalui pengobatan missal di

daerah endemis filariasis

Anda mungkin juga menyukai