Anda di halaman 1dari 6

JURNAL ANTROPOLOGI: Isu – isu Sosial Budaya. Juni 2017. Vol.

19 (1):1-10______________________ISSN 1410-8356

KAJIAN MAKANAN DALAM PERSPEKTIF ANTROPOLOGI

Yevita Nurti

Abstrak

Beberapa kajian makanan dengan keterkaitan budaya merupakan bentuk


ketertarikan pengamatan beberapa ahli antropologi dalam menilai perspektif
antropologi. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui adanya hubungan kajian
makanan dengan adanya budaya dalam kelompok masyarakat. Metode yang
digunakan untuk menganalisis perspektif antropologi tentang makanan dalam
kebudayaan dibuktikan dari penelitian yang dilakukan ahli antropologi. Hasil
penelitian ini yaitu kajian makanan dalam kebiasaan makan dan nutrisi akibat
adanya kebudayaan pada suatu golongan masyarakat sampai pada perkembangan
kekinian (populer) berpengaruh pada status gizi, simbol, serta identitas etnis
daerah dan tempat tertentu. Hal ini juga menjadi ciri khas serta pembeda antara
kelompok masyarakat satu dengan kelompok lain. Berkat teknologi terkini,
globalisassi makanan dan budaya makan asing masuk dan mempengaruhi
perubahan budaya makan. Dan pada akhirnya memunculkan gaya hidup baru.

Kata-kata kunci : Kebiasaan Makan, Gizi, Upacara, Perubahan Budaya, Etnis

A. Pendahuluan Bantu, Afrika Selatan. Pernyataan


Pentingnya makanan sebagai Richards ditulis dalam buku Hunger
pemenuhan kebutuhan makan and Work in a Savage Society
manusia sangat berkaitan dengan (1932) yaitu nutrisi sebagai suatu
kebudayaan atau jaringan interaksi proses biologis dalam sebuah
sosial dalam keseharian manusia, kebudayaan diatur jauh lebih
termasuk teknologi, organisasi sosial, mendasar daripada urusan seks.
dan kepercayaan masyarakat. Hal ini Richards mendeskripsikan
yang selalu menjadi ketertarikan ahli bagaimana semua aspek kebudayaan
antropologi mengenai perspektif yang ada (termasuk proses-proses
antropologi. ekonomi) mempengaruhi konsumsi
Jenis data dan metode yang makan orang Bantu.
digunakan untuk menganalisis Simpulan studi klasik Audrey
perspektif antropologi tentang Richards tentang Bemba (sekarang
makanan dalam kebudayaan Zambia) di Rhodesia Utara alasan
dibuktikan dari penelitian yang masyarakat Bemba tidak mau
dilakukan Audrey Richards. Ahli menjadi pekerja keras bukan karena
antropologi Audrey Richards aspek kemalasan, namun berkaitan
melakukan penelitian pada orang dengan persoalan kurang gizi. Para

1│
JURNAL ANTROPOLOGI: Isu – isu Sosial Budaya. Juni 2017. Vol.19 (1):1-10______________________ISSN 1410-8356

perempuan yang ditinggal para laki- Kajian makanan lain yaitu


laki bekerja keras di tambang pengaruh dampak makanan sebagai
mengalami siklus dalam kondisi klasifikasi budaya terhadap
kurang produksi dan kurang gizi kesehatan atau gizi masyarakat
terus menerus akibat selalu karena kebudayaan menentukan juga
melakukan tugas pembukaan hutan apa yang bisa dimakan dan tidak.
yang berat yang biasanya dilakukan Pada beberapa negara berkembang
oleh laki-laki namun suplai makanan kekurangan protein dan kalori pada
amat sedikit. Selain mengeluarkan anak-anak kecil diyakini sebagai
energi untuk kegiatannya, mereka keseluruhan persoalan non-makanan
selalu menghemat energi selama dan disebabkan oleh pelanggaran
cuaca dingin. Richards mengaitkan tabu atau melanggar supranatural.
hal ini pada studi mengenai kebasaan Sebagai contoh, diantara masyarakat
makan yang ada di Amerika Serikat. pesisir timur laut Bantul,
Di Amerika Serikat, studi kwashiorkor termasuk penyakit
mengenai kebiasaan maka telah endemik (selalu mewabah), kurang
berkembang sejak tahun 1930-an, gizi menurut mereka disebabkan
terutama untuk tujuan antropologi oleh pelanggaran tabu yang melarang
terapan. Studi awal tersebut orangtua melakukan hubungan
bertujuan untuk mengantisipasi seksual selama masa menyusui atau
penjatahan dan kekurangan makanan sebelum seorang anak disapih. Ini
masa perang. Para antropolog dipercayai akan menyebabkan
melakukan studi tentang kebiasan terjadinya kehamilan, janin yang
makanan pada suku tertentu, dan belum lahir akan “mencuri” air susu
akibatnya terhadap kondisi gizi serta ibu, dan perawatan anak akan
bagaimana mengubahnya. Studi awal terlantar. Jika kehamilan kedua
menyorot masalah bentuk tingkah terjadi dan kemudian dikaitkan
laku berpola pada kebiasaan makan dengan pelanggaran tabu (wujudnya
terkait kebudayaan, kepercayaan, adalah kwashiorkor anak).
aturan, dan pantangan masyarakat, Kajian lain yaitu tentang
serta faktor lingkungan seperti peristiwa, ungkapan atau upacara
sumber perolehan atau ketersediaan perayaan mampu menciptakan
bahan pangan dalam suatu daerah makanan sebagai simbol dan
sangat berpengaruh dalam kelompok memiliki makna tertentu pada tempat
masyarakat. Anutan yang dipercayai dan waktu tersebut. Misalnya dalam
dan dijalankan oleh kelompok makanan yang digunakan dalam
masyarakat ini akan terus tumbuh perayaan adat, upacara adat atau
dan berkembang menjadi kebiasaan upacara pernikahan. Makanan tidak
makan yang menjadi ciri dan hanya sesuatu untuk dimakan, atau
pembeda sekelompok masyarakat sesuatu untuk disuguhkan kepada
satu dengan kelompok yang lainnya. tamu atau anggota kerabat yang
sedang mengikuti perayaan, tetapi

2│
JURNAL ANTROPOLOGI: Isu – isu Sosial Budaya. Juni 2017. Vol.19 (1):1-10______________________ISSN 1410-8356

makanan, jenis makanan, serta B. Hasil Penelitian


tatacara penyajiannya menjadi Bentuk kebiasaan makan terkait
simbol-simbol budaya tertentu. kebudayaan, kepercayaan, aturan,
Kajian lain makanan juga dan pantangan masyarakat, serta
sebagai pembentuk identitas etnis faktor lingkungan seperti sumber
dari rasa yang khusus dalam perolehan atau ketersediaan bahan
makanan tersebut. Misalnya, pangan dalam suatu daerah sangat
masakan Minahasa memiliki ciri berpengaruh dalam kelompok
sendiri yang ditandai dengan masyarakat. Kajian makanan tersebut
penggunaan cabai (rica) dalam berpengaruh pada status gizi, simbol,
jumlah yang banyak dalam mengolah serta identitas etnis daerah dan
daging, begitu kuatnya rasa cabai tempat tertentu. Anutan yang
sampai menghilangkan rasa daging dipercayai dan dijalankan oleh
itu sendiri. kelompok masyarakat ini akan terus
Kajian makanan mengalami tumbuh dan berkembang menjadi
globalisasi beberapa tahun terakhir. kebiasaan makan yang menjadi ciri
Perubahan yang terjadi akibat dan pembeda sekelompok
masuknya berbagai jenis makanan masyarakat satu dengan kelompok
dari luar seluruh dunia. Makanan dan yang lainnya.
perubahan budaya makan sebagai
akibat masuknya pengenalan C. Kesimpulan
makanan-makanan asing akan Timbulnya kebiasaan makan
mempengaruhi praktik makan sehari- disebabkan karena adanya hubungan
hari. Masyarakat pasti akan masyarakat dengan budaya yang
memodifikasi budaya bawaan lokal berkaitan dengan kepercayaan,
daerah sendiri dengan gambaran atau pantangan, aturan, teknologi makan
tiruan unsur budaya makanan luar. dan sebagainya yang terus tumbuh
Bahkan adanya pada masyarakat dan berkembang dalam sekelompok
kelas menengah atas kecenderungan masyarakat. Hal ini akan
meninggalkan makanan dan cara berpengaruh dan menjadi ciri khas
lokal daerahnya sendiri dan beralih serta pembeda antara kelompok
mengikuti gaya budaya luar. Dalam masyarakat satu dengan kelompok
rangka membedakan status ini, lain. Selain menjadi ciri, makanan
mereka (kelas yang lebih tinggi) dapat dijadikan simbol dan makna
mengubah selera, dan terus tertentu dalam aktivitas sosial pada
mengubahnya. Pilihan-pilihan masing-masing kelompok
terhadap jenis makanan tertentu atau masyarakatnya. Misalnya, dalam
tatacara terhadap konsumsi terbaru perayaan adat, upacara pernikahan,
ini pada akhirnya memunculkan gaya karakteristik rasa yang khusus dapat
hidup baru. membacakan bentuk identitas etnis
daerah dan tempat tertentu. Berkat
teknologi terkini, makanan asing

3│
JURNAL ANTROPOLOGI: Isu – isu Sosial Budaya. Juni 2017. Vol.19 (1):1-10______________________ISSN 1410-8356

dapat masuk yang akan dan pembeda sekelompok


mempengaruhi perubahan budaya masyarakat satu dengan kelompok
makan seperti praktik makan sehari- yang lainnya. Namun, karena adanya
hari dan masakan sebagai pemeriah globalisasi, berkat pengaruh
acara-acara tertentu. Masyarakat teknologi terkini makanan asing
memodifikasi budaya bawaan lokal dapat masuk yang mempengaruhi
daerah sendiri dengan gambaran atau perubahan budaya makan sehari-hari.
tiruan unsur budaya makanan luar. Bagi saya, memang diperlukan
Bahkan adanya pada masyarakat kita masih mengikuti dan
meninggalkan makanan dan cara menghargai suatu tata cara maupun
lokal daerahnya sendiri dan beralih kebudayaan makan pada daerah lokal
mengikuti gaya budaya luar. Pilihan- kita sendiri. Bahkan jangan sampai
pilihan terhadap jenis makanan kita melupakannya karena itu
tertentu atau tatacara terhadap merupakan ciri khas kita sendiri.
konsumsi terbaru ini pada akhirnya Tetapi kita harus tetap memikirkan
memunculkan gaya hidup baru. dan menyesuaikan apakah cara dan
D. Pendapat kecukupan makanan sudah
Menurut saya, memang benar mencukupi kebutuhan tubuh kita dan
dan terbukti dengan adanya tidak menimbulkan resiko kesehatan
penelitian dari ahli antropologi atau penyakit kurang gizi. Dalam hal
diperoleh hasil bahwa adanya globalisasi, perlunya juga kita
pengaruh kajian makanan dari mengikuti trendy terkini. Perlunya
kebudayaan kelompok itu sendiri. kita untuk mengamalkan sebagai hal
Adanya hubungan masyarakat yang positif yaitu dengan menambah
dengan budaya tersebut berkaitan wawasan untuk memodifikasi dan
dengan kepercayaan, pantangan, mengembangkan gambaran makanan
aturan, dan teknologi makan, serta dari luar daerah kita. Tetapi tetap
ketersediaan bahan pangan dalam harus juga diingat jangan
suatu daerah. Hal ini akan menggunakan produk asing untuk
memunculkan kebiasaan makan yang melupakan produk kita sendiri.
sangat berpengaruh dalam kelompok Perlunya kita membuat inovasi baru
masyarakat. Pengaruhnya terletak untuk mencintai produk kita sendiri,
pada status gizi, simbol, serta dan sebagai manusia harus pandai
identitas etnis daerah dan tempat pilah-memilah makanan apa dan cara
kelompok masyarakat tertentu. yang bagaimana untuk makan agar
Kebiasaan makan ini menjadi ciri kita memiliki gaya hidup yang baik.

E. Daftar Pustaka
Bates, Marston (1984). “Manusia, Makan dan Seks” dalam Manusia, Kebudayaan
dan Lingkungannya (Parsudi Suparlan, ed). Jakarta: Penerbit Rajawali.

4│
JURNAL ANTROPOLOGI: Isu – isu Sosial Budaya. Juni 2017. Vol.19 (1):1-10______________________ISSN 1410-8356

Berg, Alan & Robert J.Muscat (1985). Faktor Gizi. (terjemahan oleh Achmad
Djaeni Sediaoetama). Jakarta: Penerbit Bhratara Karya Aksara.
Bryant, et al. (1985). An Introduction to Food and Society : The Cultural Feast.
West Publishing Co, USA.
Caplan, Pat. (1997). “Approach to the Study of Food, Health and identity”. Dalam
Food, Health and Identity (Caplan, Ed), hal 1-32. London: Routledge.
Cassidy,C.M. (1980) “Nutrition and Health in Agriculturalists and Hunter
Gatherers : A Case Study of two Prehistoric Populations,” Nutritional
Anthropology (Jerome, Kandel & Pelto, ed). Redgrave Publishing Company,
USA.
Cassel, John (1977) “Social and Cultural Implications of Food and Food Habits,”
Cultural,Disease and Healing: Studies on Medical Anthropology (David
Landy, ed). New York: Macmillan.
Davis, Carol (1995) “Hierarchy or Complementary? Gendered Expression of
Minangkabau Adat” dalam Indonesia Circle No. 67, hal 273-292.
Den Hartog, et al. (1995). Manual for Social surveys on Food Habits and
Consumption in Developing Countries. Germany: Margraf Verlag.
DeWalt (1993). Agriculture Comercialization and Nutrition. Social Science
Medicine, Vol. 36.
Fitzgerald, ed (1977). Nutrition and Anthropology in Action. Van Gorcum &
Comp. B.V.Assen, The Netherlands.
Foster, George M & Barbara G Anderson (1986). Antropologi Kesehatan.
Penerjemah Priyanti S. Pakan dan Meutia F. Swasono). Jakarta: UI Press.
George, Susan (2007). Pangan : Dari Penindasan Sampai Ke Ketahanan
Pangan.Yogyakarta: INSIST Press.
Gerlach, LP. (1964). “Socio-Cultural Factors Affecting the Diet of the
Northeast CoastalBantu” dalam Journal of the American Dietetic Association
45: 420-424.
James, Allison (1997). “How British is British”?. Dalam Food, Health and
Identity.(Caplan ed). London: Routlegde. Hal 75 -88.
Jerome, Pelto, Kandel (eds). 1980. “Introduction”, dalam
NutritionalAnthropology (Jerome,Pelto & Kandel, eds). United States of
America : Redgrave Publishing Company.
Joes, Michael Owen (2007). “Food Choice, Symbolism and Identity”. The Board
of Trustees of the University of Illinois.
Kahn, Miriam (1988). “The Fresh and The Canned: Food Choices in Pacific”,
dalam Food and Foodways, 1988. Vol 3, pp 1-18. Harwood Academic
Publishers.
Marchione (1980) “Factors Associated with Malnutrition in the Children Of
Western Jamaica” Nutritional Anthropology (Jerome, Kandel & Pelto, ed).
Redgrave Publishing Company, USA.

5│
JURNAL ANTROPOLOGI: Isu – isu Sosial Budaya. Juni 2017. Vol.19 (1):1-10______________________ISSN 1410-8356

McElroy, Ann. & patricia K.Townsend. (1994). Medical Anthropology in


Ecology Perspective.Duxbury Press: North Scituate, Massachusetts.
Messer, E (1984). “Anthropology Perspectives on Diet” dalam Annual
Review of Anthropology Vol. 13, pg. 205-249.
Miele, M. (1999). “Short circuits: new trends in the consumption of food
and the changing status of meat” dalam International Planning Studies,
Vol. 4(3), hal. 373-387.
Rappaport, Roy. 1968. Pigs For The Ancerstors: Ritual in Ecology of a New
Guinea People.USA: Yale University.
Messer, E (1984). “Anthropology Perspectives on Diet” dalam Annual
Review of Anthropology Vol. 13, pg. 205-249.
Sheely, M. (2008). “Global adoption of convenience food” dalam American
Journal Agro Economic, Vol. 90(5), hal. 1356–1365.
Sidney W. Mintz & Christine M. Du Bois. 2002. The Anthropology of Food and
Eating
Sanjur, Diva (1982). Social and Cultural Perpectives in Nutrition. Prentice
Hall, INC,Englewood Cliffs.
Weichart G. (2004). “Identitas Minahasa – Sebuah Praktik Kuliner” dalam
Antropologi Indonesia, Vol. 28(74), hal. 59-80.
Wilk, Richard (1994). “Consumer Goods as Dialogue About Development:
Colonial Time and Television Time in Belize” dalam Consumption and
Identity. (Jonathan Friedman, ed), hal. 97–109. Chur, Switzerland:
Harwood Academic Publishers.

6│

Anda mungkin juga menyukai