Anda di halaman 1dari 28

PENYAKIT KOLERA

MAKALAH

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH

Epidemiologi Penyakit Menular

yang dibina oleh drg. Rara Warih Gayatri, M.PH, dan dr. Ani dya Hapsari

Oleh :

1. Bimo Eka Kristanto (130612607866)


2. Fauzia Rafidah (130612607842)
3. Gebby Dwi Puspitarini (130612607881)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FEBRUARI 2015
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Spesies Vibrio dan lokasi kuman menyebabkan infeksi 5

Tabel 2.2 Klasifikasi dehidrasi dan defisit cairan berdasar temuan klinis
(Lesmana, 2006) 12

Tabel 2.3 Rehidrasi yang Direkomendasikan WHO 15

ii
DAFTAR ISI

Halaman Cover.................................................................................................... i
Daftar Tabel ........................................................................................................ ii
Daftar Isi.............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................ 2
1.3 Tujuan .................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 4
2.1 Bakteri Vibrio Cholerae ...................................................................... 4
2.1.1 Bakkteri Famili Vibrio............................................................... 4
2.1.2 Habitat Bakteri Vibrio ............................................................... 6
2.1.3 Bakteri Vibrio Cholerae ............................................................ 6
A. Vibrio Cholerae O1 .............................................................. 6
B. Vibrio Cholerae O139 .......................................................... 8
2.2 Epidemiologi Penyakit Kolera............................................................. 8
2.2.1 Epidemiologi Vibrio Cholerae O1 ............................................ 8
2.2.2 Epidemiologi Vibrio Cholerae O139 ........................................ 9
2.3 Penularan Bakteri Vibrio Cholerae ..................................................... 9
2.3.1 Penularan Bakteri Vibrio Cholerae O1 ..................................... 9
2.3.2 Penularan Bakteri Vibrio Cholerae O139 ................................. 10
2.4 Gejala-Gejala Penyakit Kolera ............................................................ 11
2.4.1 Gejala Penyakit Kolera Disebabkan
Bakteri Vibrio Cholerae O1 ............................................................... 11
2.4.2 Gejala Penyakit Kolera Disebabkan
Bakteri Vibrio Cholerae O139 ........................................................... 12
2.5 Perjalanan Penyakit Kolera.................................................................. 13
2.6 Pengobatan Penyakit Kolera................................................................ 14
2.6.1 Pengobatan Penyakit Kolera Disebabkan
Bakteri Vibrio Cholerae O1 ............................................................... 14
1. Terapi cairan dan elektrolit .................................................. 14
2. Terapi antibiotika ................................................................. 16
2.6.2 Pengobatan Penyakit Kolera Disebabkan
Bakteri Vibrio Cholerae O139 ........................................................... 17
2.7 Pencegahan Penyakit Kolera ............................................................... 17
BAB III PENUTUP ............................................................................................ 21
3.1 Kesimpulan .......................................................................................... 21
Daftar Rujukan .................................................................................................... 22
Laporan Diskusi .................................................................................................. 23

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit diare masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang
penting karena merupakan penyumbang utama ketiga angka kesakitan dan
kematian anak di berbagai negara termasuk Indonesia. Diperkirakan lebih dari 1.3
miliar serangan dan 3,2 juta kematian per tahun pada balita disebabkan oleh diare.
Setiap anak mengalami episode serangan diare rata-rata 3,3 kali setiap tahun.
Lebih kurang 80% kematian terjadi pada anak berusia kurang dari dua tahun
(Widoyono, 2011).
Penyakit diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan juga merupakan
penyakit potensial KLB yang sering disertai dengan kematian. Laporan Riskesdas
tahun 2007 menunjukkan bahwa penyakit diare merupakan penyebab kematian
nomer satu pada bayi (31,4%) dan pada balita (25,2%), sedangkan pada golongan
semua umur merupakan penyebab kematian yang ke empat (13,2%) (Supriyantoro
dkk, 2013).
Penyebab diare dapat dikelompokkan menjadi (Widoyono, 2011) :
1. Virus : Rotavirus (40-60%), Adenovirus.
2. Bakteri : Escherichia coli ( 20-30%), Shigella sp. (1-2%), Vibrio cholerae,
dan lain-lain.
3. Parasit : Entamoeba histolytica (<1%), Giardia lamblia, Cryptosporidium
(4-11%).
4. Keracunan makanan.
5. Malabsorpsi: karbohidrat, lemak, dan protein.
6. Alergi : makanan, susu sapi.
7. Immunodefisiensi : AIDS
Dari beberapa penyebab diare, Vibrio cholerae yang termasuk ke dalam
kategori bakteri telah menginfeksi jutaan orang di dunia dan menyebabkan
kematian. Diperkirakan sekitar 5,5 juta kasus kolera terjadi setiap tahunnya di
Asia dan Afrika, 8% dari pada kasus-kasus ini cukup berat sehingga memerlukan
perawatan rumah sakit da 20% dari kasus-kasus berat ini berakhir dengan

1
kematian sehingga jumlah kematian berkisar sekitar 120.000 kasus pertahun
(Lesmana, 2006)
Di Indonesia sendiri, kasus penyakit kolera terjadi pada bulan Januari tahun
1961 yang merupakan pandemi ke tujuh di dunia dan pandemi pertama di
Indonesia yang terjadi di kota Makassar dan Sulawesi. Penyakit kolera ini
disebabkan oleh bakteri Vibrio cholerae yang sangat berbahaya dan jika terinfeksi
menyebabkan diare serta muntah sehingga penderita dapat kehilangan nyawa jika
tidak ditangani dengan secepat mungkin. Maka dari itu, diperlukan suatu kajian
tentang bakteri Vibrio cholerae, epidemiologinya, penularan bakteri, gejala-gejala
jika terinfeksi, pengobatan serta pencegahan yang harus dilakukan untuk
mencegah terinfeksi bakteri ini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa penyebab penyakit kolera ?
2. Bagaimana epidemiologi penyakit kolera ?
3. Bagaimana penularan bakteri kolera ?
4. Bagaimana perjalanan penyakit kolera ?
5. Apa saja gejala-gejala yang muncul ketika terinfeksi bakteri Vibrio
cholerae ?
6. Bagaimana pengobatan terhadap penderita penyakit kolera ?
7. Bagaimana pencegahan terhadap terinfeksi bakteri Vibrio cholerae ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui penyebab penyakit kolera.
2. Untuk mengetahui bagaimana epidemiologi penyakit kolera.
3. Untuk mengetahui bagaimana penularan bakteri kolera.
4. Untuk mengetahui bagaimana perjalanan penyakit kolera.
5. Untuk mengetahui gejala-gejala yang muncul ketika terinfeksi bakteri
Vibrio cholerae.

2
6. Untuk mengetahui bagaimana pengobatan terhadap penderita penyakit
kolera.
7. Untuk mengetahui bagaimana pencegahan terhadap terinfeksi bakteri
Vibrio cholerae.

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Bakteri Vibrio Cholerae
Kolera adalah suatu infeksi usus kecil karena bakteri Vibrio cholerae. Bakteri
kolera menghasilkan racun yang menyebabkan usus halus melepaskan sejumlah
besar cairan yang banyak mengandung garam dan mineral. Karena bakteri sensitif
terhadap asam lambung, maka penderita kekurangan asam lambung cenderung
menderita penyakit ini. Kolera menyebar melalui air yang diminum, makanan laut
atau makanan lainnya yang tercemar oleh kotoran orang yang terinfeksi. Kolera
ditemukan di Asia, Timur Tengah, Afrika dan Amerika Latin. Di daerah-daerah
tersebut, wabah biasanya terjadi selama musim panas dan banyak menyerang
anak-anak. di daerah lain, wabah terjadi pada musim apapun dan semua usia bisa
terkena (Irianto, 2013).
Kolera adalah salah satu penyakit infeksi akut yang menyerang usus halus.
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Vibrio cholera, yang ditandai dengan berak-
berak dan muntah. Tanpa penanganan yang cepat dan tepat, orang yang terserang
kolera dalam waktu 24 jam akan sangat banyak kehilangan cairan, dehidrasi, yang
dapat beresiko fatal. Namun, dengan penanganan yang segera pasien dapat
diselamatkan (Cahyono, 2009).

2.1.1 Bakteri Famili Vibrio


Famili Vibrionacea dikemukakan untuk pertama kalinya oleh Veron pada
tahun 1965 meliputi sejumlah bakteria negatif-Gram yang secara morfologik dan
fenotipik serupa dan hidup di habitat akuatik. Deskripsi dari organisme yang
menyerupai Vibrio dan menjadi etiologi dari penyakit diare untuk pertama kalinya
dikemukakan oleh Pacini pada tahun 1854 dan kuman ini dinamai Vibrio
Cholerae (Lesmana, 2006).
Lebih dari dua dekade yang lalu, semua kuman berbentuk batang negatif-
Gram dengan flagel polar dimasukkan ke dalam genus Vibrio dari famili
Spirillaceace. Akan tetapi, pada tahun 1966, Subkomite Internasional Taksonomi
untuk Vibrio sepakat untuk mendefinisikan Vibrio dalam famili Vibrionaceae,
sebagai kuman-kuman batang bengkok (0,5 µ m x 1,5-3,0 µm), negatif-Gram,

4
tidak berspora, hidup secara aerob atau fakultatif anaerob, dan bergerak melalui
flagel yang monotorik atau lofotorik. Semua spesies, kecuali satu (V.
Metschnikovii), adalah positif oksidase. Mereka bersifat kemo-organotropik dan
peka terhadap 2,4-diamino-6,7-diisopropylpteridine (O/129). Persen molekuler
guanine-cytosine dari DNA-nya adalah 38-51 (Lesmana, 2006).
Beberapa Vibrio hidup secara halofilik dan dapat pula menyebabkan
penyakit pada manusia. Berbagai jenis spesies Vibrio yang patogenik untuk
manusia serta dari bagian tubuh mana kuman-kuman ini dapat diisolasi, disajikan
pada tabel 2.1 (Lesmana, 2006):

Tabel 2.1 Spesies Vibrio dan lokasi kuman menyebabkan infeksi


Lokasi infeksi pada tubuh manusia
Spesies
Intestinal Ekstra intestinal Jenis infeksi
V. cholerae O1 ++++ - Kolera
V. cholerae O139 ++++ - Kolera
V. cholerae non- Gastroenteritis
+++ ++
O1
V. cincinmatiensis Bakteriemia,
- +
meningitis
V. demsela - ++ Infeksi luka
V. fluvialis +++ - Gastroenteritis
V. furnisii +++ - Gastroenteritis
V. hollisae +++ - Gastroenteritis
V. metschikovii Gastroenteritis,
++ +
bakteriemia
V. mimicus +++ + Gastroenteritis
V. Gastroenteritis
++++ +
parahaemoiyticus
V. vulnificus Infeksi luka,
- +++
bakteriesmia

5
2.1.2 Habitat Bakteri Vibrio
Spesies Vibrio patogenik dijumpai sebagai bagian dari komunitas
mikrobial yang hidup baik dilingkungan air tawar maupun air laut di daerah-
daerah beriklim dingin atau tropis di seluruh dunia. Insidens dan kepadatan Vibrio
patogenik berkurang secara nyata bila suhu air turun dibawah 20̊ C. Vibrio spp.
Dapat ditemukan hidup bersama di dalam air maupun di sedimen permukaan.
Juga dilaporkan mengenai adanya V. Cholareae yang hidup menempelkan diri
pada zooplankton dan phytoplankton di dalam alam bebas. Penyakit-penyakit
pada manusia terjadi sebagai akibat konsumsi air yang mengandung Vibrio spp.,
konsumsi makanan dan minuman yang terkontaminasi dengan kuman Vibrio, atau
karena luka yang terkena air (air laut) dimana Vibrio spp. hidup (Lesmana, 2006).

2.1.3 Bakteri Vibrio Cholerae


Menurut Lesmana (2006), baketri Vibrio cholerae terbagi menjadi 3 spesies yaitu:
1. Vibrio cholerae O1
2. Vibrio cholerae non-O1
3. Vibrio cholerae O139

A. Vibrio cholerae O1
Berdasarkan antigen O-nya, V. cholerae dibedakan atas V. cholerae O1 yang
memberikan reaksi aglutinasi dengan antiserum O1 dan V. cholerae non-O1 yang
tidak memberi reaksi aglutinasi dengan antiserum O1. Ada lebih dari 139 antigen
O spesifik dari V. cholerae yang telah berhasil dikarakteristik. Baik V. cholerae
O1 maupun non-O1 (O2 sampai dengan O139) memiliki kesamaan karakteristik
biokimiawi, morfologis dan genetis (Lesmana, 2006) .
Sebelum tahun 1992, hanya V. cholerae O1 yang dianggap memproduksi
toksin (cholera toksin atau CT) yang menyebabkan kolera endemik dan
epidemik. Belakangan, V. cholerae O139 diketahui memproduksi cholerae toksin
(CT) dalam jumlah yang besar seperti serogrup O1 (Lesmana, 2006).

6
Struktur Antigen, Serotipe, Dan Biotipe
Vibrio cholerae O1 memiliki 2 jenis antigen (Lesmana, 2006):
a. Antigen somatik (antigen O)
b. Antigen flagela (antigen H)
Antigen O bersifat termosibel, terdiri dari dari polisakarida sedangkan antigen
H yang terutama terdiri dari protein sifatnya termolabil. Selanjutnya, Vibrio
cholerae O1 diuji menurut serotipe atau subtipe-nya (Lesmana, 2006).
Ada 3 serotipe Vibrio cholerae O1, yaitu:
a. Serotipe Ogawa, yang mempunyai antigen O faktor A dan B,
b. Serotipe Inaba dengan antigen O faktor A dan C,
c. Dan serotipe Hikojima dengan antigen O faktor A, B, C.
Serotipe Hikojima jarang dijumpai dan tidak stabil dan pada umumnya
diabaikan, sehingga hanya Ogawa dan Inaba saja yang sering dilaporkan serta
dianggap signifikan. Identifikasi serotipe penting karena merupakan tes
konfirmasi serologik yang definitif terhadap biakan atau isolat yang positif.
Dengan reaksi biologis V. cholerae O1 dibedakan atas (Lesmana, 2006):
a. Biotipe Klasik
b. Biotipe El Tor
Pembedaan biotipe ini tidak penting secara klinis (yaitu untuk penanganan dan
pengobatan penderita) atau untuk pengendalan wabah, tetapi secara epidemiologis
penentuan biotipe ini penting karena dapat digunakan untuk menentukan sumber
infeksi atau sumber wabah (Lesmana, 2006).
Biotipe El Tor merupakan biotipe yang dominan dan dijumpai di banyak
negara, sedangkan biotipe Klasik banyak ditemukan antara lain Bangladesh,
Pakistan dan India. Di Indonesia, biotipe Klasik belum pernah dijumpai sepanjang
sejarah kolera, yang ada hanyalah biotipe El Tor. Oleh karena itu, penentuan
biotipe dari V. cholerae O1 perlu dilakukan untuk mewaspadai masuknya galur
Klasik dari luar, yaitu dari negara lain dimana biotipe ini prevalen (Lesmana,
2006).

7
B. Vibrio cholerae O139
Galur koleragenik yang menjadi penyebab wabah kolera, kini tidak saja
terbatas pada V. cholerae O1 biotipe Klasik tetapi juga meliputi biotipe El Tor dan
V. cholerae O139 yang termasuk dalam serogrup non-O1. Sebelumnya, V.
cholerae non-O1 dianggap tidak potensial untuk menyebabkan epidemi,
melainkan hanya galur yang menyebabkan diare sporadik. Anggapan ini
kemudian berubah dengan adanya wabah yang disebabkan oleh salah satu anggota
grup non-O1 yaitu O139 (Lesmana, 2006).

2.2 Epidemiologi Penyakit Kolera


2.2.1 Epidemiologi Vibrio Cholerae O1
Ada dua perangai epidemiologik yang khas dari kolera, yaitu (Lesmana, 2006) :
a. Kecenderungannya untuk menimbulkan wabah secara eksplosif, acapkali
pada beberapa daerah secara bersamaan.
b. Kemampuannya untuk menjadi pandemik yang secara progresif mengenai
banyak tempat di dunia.
Di dalam sejarah kolera ada 7 pandemi yang melanda dunia. Organisme
penyebab dari empat pandemi yang pertama belum dikenali pada saat itu, tetapi
dua pandemi yang berikutnya disebabkan oleh Vibrio cholerae serogrup O1
biotipe Klasik. Pandemi yang ketujuh terjadi pada bulan Januari tahun 1961,
berasal dari kota makassar, sulawesi dan merupakan pandemi pertama yang
disebabkan oleh V. cholerae O1 biotipe El Tor. Saat pandemi ketujuh ini meluas,
V. cholerae O1 biotipe El Tor mendesak sama sekali niotipe Klasik yang menjadi
penyebab pandemi sebelumnya dan kini El Tor merupakan biotipe yang dominan
dijumpai di seluruh dunia (Lesmana, 2006).
Diperkirakan sekitar 5,5 juta kasus kolera terjadi setiap tahunnya di Asia dan
Afrika, 8% dari kasus-kasus ini cukup berat sehingga memerlukan perawatan
rumah sakit dan 20% dari kasus-kasus berat ini berakhir dengan kematian
sehingga jumlah kematian berkisar sekitar 120.000 kasus pertahun (Lesmana,
2006).

8
2.2.2 Epidemiologi Vibrio Cholerae O139
Vibrio cholerae O139 yang merupakan salah satu serogrup non-O1,
dilaporkan menyebabkan wabah besar di India dan Bangladesh pada tahun 1992-
1993. Berawal dari sebuah kota pelabuhan di teluk Bengal di India Selatan, yaitu
Madras, wabah ini kemudian dengan cepat menjalar ke negara-negara tetangga di
Asia dan negara lain yang jauh seperti Amerika dan Eropa. Berbeda dari wabah
karena El Tor, O139 lebih banyak menyerang orang-orang dewasa dan anak-anak.
Ini menunjukkan bahwa banyak orang yang terserang belum mempunyai
kekebalan terhadap kausa dari wabah dan kemudian memang penyebabnya adalah
V. cholerae galur baru. Kerentanan dari populasi dewasa terhadap O139 pada
daerah dimana V. cholerae O1 endemik telah didapat terhadap serogrup O1, tidak
memberikan perlindungan terhadap infeksi oleh O139 (Lesmana, 2006).
Meskipun wabah O139 telah melanda hampir seluruh dunia, galur ini tidak
dijumpai di Indonesia, namun demikian, upaya-upaya tetap dilakukan untuk
mendeteksi secara dini kemungkinan masuknya galur ini ke Indonesia (Lesmana,
2006).

2.3 Penularan Bakteri Vibrio Cholerae


2.3.1 Penularan Bakteri Vibrio Cholerae O1
Apa yang dulu diyakini, yaitu bahwa manusia adalah satu-satunya reservoir
V. cholerae O1, kini telah berubah. Vibrio cholerae O1 dapat hidup di alam bebas
dan memiliki reservoir alamiah. Telah diketahui bahwa penyebaran kolera secara
primer adalah melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi, tetapi
penelitian wabah akhir-akhir ini menunjukkan bahwa binatang laut seperti kerang,
tiram dan remis, serta udang dan kepiting, dapat pula menjadi perantara dalam
penyebaran infeksi Vibrio (Lesmana, 2006).
Penyebaran terjadi lewat saluran pencernaan yang terisi makanan dan
minuman yang terkontaminasi V. Cholerae. Jika muncul banyak kasus dalam
serempak (wabah), maka sumber airnya sudah tercemari V. Cholerae. Penyebaran
dari manusia ke manusia secara langsung jarang sekali terjadi (Kelly, 2009).
Penderita yang terinfeksi selama tahap akut dan beberapa hari setelah sembuh
masih bisa berpotensi menularkan V. Cholerae lewat feses mereka. Di akhir

9
minggu pertama 70% pasien bisa sembuh. Diakhir minggu ketiga, 98% pasien
bisa sembuh. Kadang-kadang, kondisi kesembuhan tidak berjalan lancar, sehingga
ada sejumlah kecil bakteri yang masih mengendap dalam perut. Namun jika
sistem kekebalan tubuh menguat, infeksi tersebut bisa segera diatasi sendiri oleh
tubuh pasien (Kelly, 2009).
Di banyak daerah endemis, kolera menunjukkan suatu pola musiman
(seasonality) di mana pada bulan-bulan tertentu insidennya tinggi dan pada bulan
lain insidennya rendah. Pada saat musim kolera mulai, penyakit ini muncul secara
bersamaan di banyak tempat yang secara geografis terpisah satu sama lain
(Lesmana, 2006).
Pola musiman ini juga terlihat di Indonesia. Di bagian barat Indonesia pola
dari musim kolera sangat berbeda dengan di bagian timur. Mirip dengan keadaan
Bangladesh, kolera sporadik ataupun epidemik di bagian barat Indonesia berkaitan
dengan periode curah hujan yang subnormal, yaitu pada bulan September dan
Oktober, sedangkan di Indonesia bagian timur kasus-kasus kolera mencapai
puncaknya justru pada musim hujan, yaitu Februari dan April (Lesmana, 2006).
Faktor pejamu yang memegang peranan penting dalam resiko terjadinya
infeksi kolera adalah (Lesmana, 2006) :
a. Golongan darah, yaitu grup O
b. Keadaan hipoklorhidria, dan
c. Faktor imunitas yang rendah (imunodefisiensi).
Dari pengamatan klinis dilaporkan bahwa faktor-faktor di atas memudahkan
terjadinya infeksi kolera pada individu yang termasuk di dalam kelompok
tersebut. Disamping itu, kolera dilaporkan banyak menyerang anak-anak berusia
antara 4-8 tahun (Lesmana, 2006).

2.3.2 Penularan Bakteri Vibrio Cholerae O139


Transmisi dapat terjadi secara (Lesmana, 2006):
a. Orang ke orang
b. Melalui air
Penelitian pada kontak orang ke orang dalam suatu keluarga menunjukkan
derajat karier dalam keluarga ditemukan sekitar 17,2%, sedangkan pada

10
pemeriksaan air permukaan (sungai) V. cholerae O139 dapat diisolasi dari 10%
sampel air yang dikoleksi (Lesmana, 2006).

2.4 Gejala-Gejala Penyakit Kolera


2.4.1 Gejala Penyakit Kolera Disebabkan Bakteri Vibrio Cholerae O1
Gejala yang paling menonjol dari kolera adalah cairan yang dikeluarkan
melalui tinja itu jumlahnya besar sekali sehingga tidak diganti dengan cepat akan
terjadi dehidrasi. Tinja pada kolera tidak mengandung lekosit atau eritrosit dan
hampir tidak ada protein. Ini menggambarkan karakter infeksi kolera pada lumen
usus yang sifatnya non-invansif dan non-inflamatorik (Lesmana, 2006).
Gejala yang tampak adalah (Lesmana, 2006) :
a. Diare mendadak, berupa air yang rupanya seperti air bekas cucian beras (rice
water stool)
b. Mual
c. Muntah, biasanya mengikuti diare
d. Tidak ada demam
e. Meskipun beberapa penderita mengeluh adanya sakit perut, tetapi pada
umumnya nyeri perut tidak menyertai kolera. Bila terjadi nyeri perut, ini
biasanya karena distensi abdominal akibat pengumpalan cairan di usus atau
berhubungan dengan kejang otot umum yang timbul karena gangguan
metabolisme kalsium.
f. Dehidrasi, terjadi bila penggantian cairan yang keluar (lewat tinja dan
muntahan) terlambat. Pada dehidrasi yang berat, tampak tanda-tanda :
1) Penderita merasa haus
2) Turgor kulit menurun
3) Selaput lendir dan kulit tampak kering
4) Tangan keriput seperti tangan tukang cuci
5) Mata cekung
6) Denyut nadi kecil dan cepat
7) Urine berkurang
Pada penderita-penderita dengan dehidrasi berat, dapat terjadi penurunan
fungsi ginjal sampai terjadi gagal ginjal akut.

11
Untuk membantu tata laksana penderita kolera, dehidrasi dibagi atas dasar
gejala dan tanda klinis, menjadi (Lesmana, 2006):
a. Dehidrasi ringan-penderita hanya merasa haus saja;tidak ada gejala lainnya.
b. Dehidrasi sedang-dijumpai tanda-tanda dehidrasi tetapi tidak ada tanda-
tanda klinis menurunnya atau berkurangnya curah jantung (cardiac output).
c. Dehidrasi berat-dijumpai semua gejala dehidrasi, ditambah dengan adanya
tanda-tanda menurunnya curah jantung.

Tabel 2.2 Klasifikasi dehidrasi dan defisit cairan berdasar temuan klinis
(Lesmana, 2006).
Derajat dehidrasi
Parameter
Ringan Sedang Berat
Keadaan mental Baik (alert) Gelisah Letargik, Stupor,
Koma
Rasa haus Ada Ada Sangat haus
Denyut nadi radial Normal Normal Cepat dan
lemah/tak teraba
Pernapasan Normal Tachypnoe Tachypnoe dan
sesak
Elastisitas kulit Normal Menurun Sangat menurun
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Urine Normal Berkurang Sangat
berkurang/anuria

2.4.2 Gejala Penyakit Kolera Disebabkan Bakteri Vibrio Cholerae O139


Gambaran klinis penyakit diare dan pola wabah dari V. cholerae O139 tidak
berbeda dengan yang disebabkan oleh serogrup O1 yaitu diare sekretorik dengan
sifat-sifat serangan diare yang mendadak, muntah dan dehidrasi dalam berbagai
derajat tanpa diikuti demam (Lesmana, 2006).
Pada infeksi dengan V. cholerae O139 dijumpai adanya fase bakteriemik. Ini
menunjukkan bahwa galur O139 seperti halnya serogrup non O1/O139

12
mempunyai potensi untuk menimbulkan invasi ke pembuluh darah (Lesmana,
2006).
2.5 Perjalanan Penyakit Kolera
Riwayat alamiah penyakit (natural history of diseases) merupakan proses
perkembangan suatu penyakit tanpa adanya intervensi yang dilakukan oleh
manusia dengan sengaja dan terencana. Dibagi menjadi beberapa tahap (Irianto,
2013):
1. Tahap pre patogenesis (stage of susceptibility)
Tahapan dimana terjadi interaksi antara host, bibit penyakit dan lingkungan.
Interaksi di luar tubuh manusia. Pada tahap ini penyakit belum ditemukan,
daya tahan tubuh host masih kuat, walaupun sudah terancam akibat interaksi
tersebut. Pada tahap ini kondisi masih sehat.
2. Tahap inkubasi (stage of presymtomatic diseases)
Tahapan dimana bibit penyakit sudah masuk kedalam tubuh host, namun
gejala penyakit belum nampak. Pada tahap ini, infeksi V. cholerae O1 terjadi
karena masuknya kuman ini ke dalam saluran cerna melalui makanan atau
minuman yang terkontaminasi atau tercemar oleh V. cholerae O1. Tergantung
dari jumlah inokulun dan kerentanan dari individu yang bersangkutan, masa
inkubasi infeksi V. cholerae O1 umumnya antara 12 sampai 72 jam
(Lesmana, 2006).
3. Tahap penyakit dini (stage of clinical diseases)
Pada tahap ini, V. cholerae O1 yang melewati lambung dan bertahan hidup
dari pengaruh asam lambung, kuman-kuman akan mencapai bagian proksimal
usus halus di mana terjadi interaksi antara bakteri dan pejamu. Seperti pada
semua kuman-kuman penyebab diare, V. cholerae O1 juga harus mempunyai
kemampuan untuk melekatkan diri pada mukosa usus (Lesmana, 2006).
Selanjutnya kuman berkembang biak sambil memproduksi toksin (cholera
toxin). Cholera toxin (tidak tahan panas dan tidak tahan asam) merangsang
epitel usus, meningkatkan aktivitas enzim adenyl cyclase di usus yang
selanjutnya menyebabkan peningkatan cyclic adenosine 3,5-monophosate
(cAMP) intraseluler. cAMP ini menyebabkan sekresi cairan intestinal yang

13
luar biasa sehingga terjadi diare yang hebat yang sifatnya isotonik (Lesmana,
2006).
4. Tahap penyakit lanjut
Pada tahap ini penyakit makin bertambah hebat, penderita tidak dapat
melakukan pekerjaan dan jika berobat umumnya telah memerlukan
perawatan.
5. Tahap akhir penyakit
Pada tahap ini, perjalanan penyakit akan berhenti dengan beberapa keadaan
yaitu :
a. Sembuh sempurna : kondisi host baik bentuk dan fungsi tubuh kembali
semula seperti keadaan sebelum sakit.
b. Meninggal dunia : terbentuknya perjalanan penyakit dan pejamu
meninggal dunia. Tahapan ini merupakan keadaan yang tidak diharapkan.

2.6 Pengobatan Penyakit Kolera


2.6.1 Pengobatan Penyakit Kolera Disebabkan Bakteri Vibrio Cholerae O1
Penderita kolera umumnya harus dikarantina atau diisolasi, dan diinfus
dengan kadar yang sudah ditetapkan rumah sakit agar mengurangi dehidrasi
tubuh. Biasanya ini untuk serang kolera yang ringan sampai sedang. Tapi untuk
serangan berat, pasien harus segera di-UGD-kan untuk segera mengeluarkan
kolera lewat cairan infus dan obat yang memicu dengan cepat keluarnya feses
bersama V. Cholerae (Kelly, 2009).
1. Terapi cairan dan elektrolit
Pemberian cairan pada penderita kolera merupakan upaya yang sangat
penting dalam tata laksana penyakit. Bila cairan diberikan secara dini, pada
permulaan penyakit, dehidrasi dapat dicegah. Terhadap penderita-penderita
dengan dehidrasi ringan dan dapat menerima cairan per oral (tidak muntah
hebat) dapat dilakukan terapi rehidrasi oral, sedangkan untuk penderita dengan
dehidrasi berat, rehidrasi dilakukan dengan cairan intravena. Penderita dengan
kolera berat memerlukan beberapa liter cairan intravena (bisa sampai 8-10 L)
untuk membuat keadaannya stabil sebelum dapat diganti dan dilanjutkan
dengan dehidrasi oral (Lesmana, 2006).

14
Pengobatan untuk kolera biasanya melibatkan proses rehidrasi, yaitu
dengan (Medkes, 2014) :
1. Solusi rehidrasi melalui oral (oralit)
2. Solusi rehidrasi dengan intravena (infus) untuk kasus kolera berat.

Tabel 2.3 Rehidrasi yang Direkomendasikan WHO


Kondisi Pengoba
Pedoman; Usia dan Berat Badan
Pasien tan
Anak-anak < 2 tahun: 50 mL-
100mL, hingga 500 mL/hari
Non Anak-anak 2-9 tahun: 100 ML-
Oralit
dehidrasi 200mL, hingga 1.000 mL/hari
Anak-anak> 9 tahun: sebanyak
mungkin, hingga 2.000 mL/hari
Bayi < 4 bulan (<5 kg): 200-400
mL
Bayi 4-11 bulan (5 kg-7,9 kg):
400-600 mL
Anak-anak 1-2 tahun (8 kg-10,9
Oralit (dalam
Dehidrasi kg) : 600-800 mL
4 jam
sedang Anak-anak 2-4 tahun (11 kg-
pertama)
15,9 kg): 800-1.200 mL
Anak-anak 5-14 tahun (16 kg-
29,9 kg): 1.200-2.200 mL
Pasien>14 tahun (30 kg atau
lebih): 2.200-4.000 mL
IV drip Usia < 12 bulan: 30 mL/kg
Ringer dalam satu jam*, kemudian 70
Dehidrasi Lactate, atau mL/kg selama 5 jam
berat jika tidak Usia > 1 tahun: 30 mL/kg dalam
tersedia, 30 menit*, kemudian 70 mL/kg
oralit seperti selama dua setengah jam

15
uraian diatas
*Ulangi sekali lagi jika nadi masih sangat lemah atau tidak terdeteksi
3. pantau terus keadaan pasien selama satu sampai dua jam dan terus
lakukan rehidrasi. Jika dnegan rehidrasi kondisi tidak membaik, berikan infus.
200 mL/kg atau lebih mungkin akan dibutuhkan dalam 24 jam pertama.
4. setelah enam jam (bayi) atau tiga jam (pasien yang lebih tua), lakukan
observasi penuh. Beralih ke oralit jika rehidrasi berhasil dan pasien dapat
minum.
2. Terapi antibiotika
Pengobatan antibiotika merupakan upaya yang penting di samping terapi cairan
(Lesmana, 2006). :
a. pemberian antibiotika dapat mengurangi waktu ekskresi kuman V.
cholerae O1 di tinja di samping mengurnagi gejal-gejala penyakit.
b. Pemberian antibiotika dapat memperpendek lamanya diare.
c. Pemberian antibiotika dapat mengurangi jumlah cairan intravena maupun
oral yang diperlukan untuk rehidrasi penderita.
Meskipun dilaporkan dari beberapa negara seperti India, Thailand dan
beberapa negara di Afrika, adanya kuman-kuman V. cholerae O1 yang telah
resisten terhadap tetrasiklin, yaitu antibiotika yang merupakan obat pilihan
untuk kolera namun di banyak tempat termasuk Indonesia, V. cholerae O1
masih sensitif terhadap tetrasiklin (Lesmana, 2006).
Jenis- jenis antibiotika yang efektif untuk kolera adalah (Lesmana, 2006) :
a. Tetrasiklin
b. Doksisiklin
c. Trimetoprin-sulfametokzasol
d. Norfloksasin

16
2.6.2 Pengobatan Penyakit Kolera Disebabkan Bakteri Vibrio Cholerae O139
Kepekaan antibiotika dari V. cholerae O139 diperlihatkan terhadap ampisilin,
tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, siprofloksasin dan asam nalidiksat. Tetapi
kuman ini resisten terhadap trimetoprim-sulfametokzasol (ko-trimoksazol) dan
streptomisum (Lesmana, 2006).
Pengobatan cairan dan pemberian antibiotika pada kasus-kasus infeksi Vibrio
cholerae O139 sama seperti pada infeksi yang disebabkan oleh V. cholerae O1.
Obat pilihan untuk infeksi O139 adalah tetrasiklin, tetapi dapat pula digunakan
antibiotika lain seperti asam nalidiksat atau siprofloksasin (Lesmana,2006).
Usaha prevensi seperti perbaikan kesehatan perorangan dan lingkungan adalah
strategi yang penting seperti halnya di dalam pencegahan penyakit diare
umumnya. Dari kasus-kasus pada wabah Bangladesh dan India dapat disimpulkan
bahwa imunisasi dengan O1 tidak memberikan perlindungan silang terhadap
O139. Oleh karena itu, pengembangan vaksin kolera di masa yang akan datang,
untuk daerah-daerah endemis kolera (O1 dan O139) perlu mempertimbangkam
penggunaan vaksin bivalen yang dapat melindungi seseorang baik terhadap
infeksi V. cholerae O1 maupun terhadap O139 (Lesmana,2006).

2.7 Pencegahan Penyakit Kolera


Di dalam kondisi di mana persediaan air bersih tidak memadai dan sanitasi
umum buruk, transmisi dari semua jenis infeksi enterik, termasuk kolera, sangat
mudah terjadi. Jika timbul epidemi kolera maka prioritas pertama adalah upaya
untuk menekan angka kematian dengan menyediakan fasilitas rehidrasi dan
pendidikan kesehatan pada penderita agar segera mencari pertolongan ke pusat-
pusat kesehatan yang ada. Penyelidikan lapangan untuk menentukan fokus utama
infeksi adalah sangat penting (Lesmana, 2006).

17
Vaksin Kolera
Vaksin kolera berisi V. Cholerae 01 yang sudah dilemahkan lewat serotip
inaba dan ogawa untuk melawan panas tubuh yang muncul akibat serangan
kolera. Dia bisa melindungi sampai 50% selama 3-6 bulan. Bagi orang-orang
berprofesi pergi ketampat lain atau sekedar liburan, vaksin ini selalu
direkomendasika. Tapi nasihat paling bijak tetap saja berhati-hati memilih
makanan dan minuman yang hendak disantap. Bagaimanapun imunisasi hanya
mencegah, tapi kalau gaya hidup tidak dijaga, kolera tetap bisa menyerang (Kelly,
2009).
Vaksin kolera ada 2 macam, yakni vaksin yang telah dimatikan dan vaksin
hidup yang dilemahkan. Vaksin kolera-CSL (suspensi Vibrio cholera klasik
serotype O1 Inaba dan Ogawa) berasal dari bakteri yang telah dimatikan dengan
penambahan fenol 0,5% sebagai pengawet. Vaksin ini memberikan efek selama
beberapa bulan (3-6 bulan). Namun, vaksin ini tidak efektif untuk Vibrio cholera
O139 vaksin hidup yang dilemahkan diberikan satu kali suntikan dan efektif
selama 3 Tahun. Vaksin kolera hidup dalam bentuk oral sedang dalam
pengembangan. Vaksin kolera diberikan satu kali melalui suntikan ke dalam otot.
Dosis orang dewasa 0,5 ml; anak (5 – 9 kali tahun) 0,3 ml; dan bayi 0,1 ml. Agar
perlindungan menjadi lebih optimal, vaksinasi ulangan dapat diberikan 7-28 hari
sesudah suntikan pertama (Cahyono, 2010).
Pada saat ini ada 3 jenis vaksin kolera yang terdaftar dan dapat diperoleh di
berbagai negara. Vaksin tersebut adalah :
a. Vaksin lama dari sel yang dimatikan, diberikan secara parenteral (killed
whole-cell parenteral vaccine)
b. Vaksin dari subunit B dari sel yang dimatikan (BS/WCV), diberikan secara
oral
c. Vaksin hidup dari V. cholerae galur CVD 103-HgR, diberikan secara oral
Oleh karena vaksin lama berupa sel yang dimatikan dan diberikan secara
parenteral hanya memberikan perlindungan parsial dan jangka waktunya pendek,
maka tidak banyak lagi negara-negara yang menggunakannya. Kedua vaksin yang
terakhir lebih disukai karena mudah diberikan (secara oral) dan lebih kuat
merangsang respons kekebalan lokal usus (Lesmana, 2006).

18
Keuntungan dari vaksin BS/WCV adalah karena sangat aman, tetapi
kerugiannya adalah karena vaksin ini perlu diberikan dari 2-3 dosis untuk
mencapai ambang proteksi yang memadai (Lesmana, 2006).
Vaksin oral CVD 103-HgR juga aman dan memberikan imunogenisitas yang
tinggi dengan hanya satu dosis tunggal. Vaksin ini memberikan proteksi terhadap
penyakit kolera baik yang ringan maupun yang berat yang disebabkan oleh semua
biotipe dan serotipe V. cholerae O1 (Lesmana, 2006).
Efek samping yang dapat ditemui sesudah vaksinasi antara lain: pembengkakan
pada tempat bekas suntikan, sedangakan demam, lemah tubuh, dan reaksi serius
jarang terjadi. Vaksin sebaikanya jangan diberikan kepada orang-orang yang
hipersensitif pada dosis sebelumnya, anak-anak yang mudah sakit, bayi berusia <
6 bulan, dan ibu hamil (Cahyono, 2010).

Tabel 2.4 Penjelasan Penggunaan Vaksin Kolera (Cahyono, 2010)


Nama Vaksinasi Kolera
Sasaran imunisasi Semua usia, bayi usia > 6 bulan.
Macam Vaksin Vaksin kolera yang dimatikan dan
vaksin kolera yang dilemahkan..
Dosis Dosis tunggal
Jadwal Pemberian Satu kali suntik, booster interval 7-28
hari setelah suntikan pertama.
Cara Pemberian Suntik Kedalam Otot

Efektivitas 85%
Kontra Indikasi Orang-orang yang diketahui
hipersensitif pada dosis sebelumnya,
anak-anak yang mudah sakit, bayi
berusia > 6 bula, dan Ibu hamil
Efek Samping Pembengkakan pada tempat bekas
suntikan, sedangkan lemah berak
tubuh dan reaksi serius jarang terjadi

19
Selain vaksin kolera, dapat juga dilakukan langkah-langkah berikut untuk
mencegah masuknya bakteri Vibrio cholerae ke dalam saluran pencernaan
(Irianto, 2013) :
1. Hanya minum air matang
2. Gunakan air bersih untuk memasak, mencuci piring, sikat gigi, mandi,
mencuci baju.
3. Hati-hati jika mencampur minuman dengan es batu jangan menggunakan
es batu dari air mentah.
4. Jangan makan daging mentah atau makanan laut yang kurang matang
seperti kerang.
5. Kupas buah atau sayuran saan akan memakannya.
6. Selalu cuci tangan sebelum dan sesudah makan.
7. Miliki fasilitas MCK dengan pembuangan limbah yang baik agar tidak
mengkontaminasi air bersih di sumur.

20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Penyakit kolera merupakan salah satu infeksi pada usus halus yang
disebabkan oleh bakteri Vibrio cholerae O1 atau Vibrio cholerae O139.
2. Penyakit kolera menimbulkan wabah secara eksplosif serta menjadi suatu
penyakit pandemik, sehingga pada awalnya penyakit ini menyebar ke seluruh
dunia. Diantaranya negara yang banyak terkena adalah negara di benua
Afrika, Asia dan Amerika Latin. Penyakit ini menyerang semua usia dan
banyak menyebabkan kematian.
3. Penularan kolera terjadi melalui makanan atau minuman yang telah
terkontaminasi dengan bakteri Vibrio cholerae.
4. Perjalanan penyakit kolera di awali dengan interaksi bakteri Vibrio cholera di
luar tubuh manusia atau bakteri belum masuk ke dalam tubuh. Kemudian,
tahap inkubasi yaitu tahap bakteri Vibrio cholerae masuk ke dalam tubuh
melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi dan masa inkubasi
terjadi selama 12-72 jam. Selanjutnya, tahap penyakit dini yaitu bakteri V.
cholerae menginfeksi usus halus setelah lolos dari pengaruh asam lambung.
Dan selanjutnya tahap penyakit lanjut, yaitu penyakit bertambah hebat dan
penderita tidak dapat melakukan pekerjaan. Tahap terkahir yaitu akhir
penyakit, pasien penderita penyakit kolera sembuh total atau meninggal dunia
jika terlambat di berikan pertolongan.
5. Gejala-gejala penyakit kolera yaitu diare mendadak berupa air seperti air
bekas cucian beras, mual, muntah, dan dehidrasi.
6. Pengobatan dilakukan dua terapi yaitu pemberian cairan dan elektrolit kepada
penderita kolera serta pemberian obat antibiotika untuk menghilangkan
bakteri Vibrio cholerae.
7. Penyakit kolera dapat dicegah melalui vaksin kolera serta melakukan
tindakan-tindakan seperti minum air matang, menggunakan air bersih untuk
memasak, mencuci piring, mandi dll, serta tidak memakan bahan makanan
mentah.

21
Daftar Rujukan

Cahyono, J.B. Suharjo dkk. 2010. Vaksinasi: Cara Ampuh Cegah Penyakit
Infeksi. Yogyakarta: Kanisius

Irianto, Koes. 2013. Epidemiologi Penyakit Menular & Tidak Menular Panduan
Klinis. Bandung. Penerbit Alfabeta Bandung

Kelly, Heath dkk. 2009. 73 Penyakit Yang Penting Diketahui: Pengenalan,


Pencegahan dan Penyembuhan Penyakit-penyakit Yang Disebabkan oleh
Bakteri dan Virus. Yogyakarta: PALMALL Yogyakarta.

Lesmana, Murad, Dr. 2006. Vibrio & Campylobacter. Jakarta. Penerbit


Universitas Trisakti

Medkes. 2014. Gejala, Penyebab, dan Pengobatan Kolera. (Online)


(http://www.medkes.com/2014/07/gejala-penyebab-dan-pengobatan-
kolera.html) diakses tanggal 28 januari 2015-01-28

Supriyantoro, dr. Sp.p, MARS. dkk. 2013. Profil Kesehatan Indonesia 2012.
Jakarta. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

Widoyono, dr. MPH. 2011. PENYAKIT TROPIS Epidemiologi, Penularan,


Pencegahan,& Pemberantasannya Edisi Kedua. Semarang. Penerbit
Erlangga

22
LAPORAN DISKUSI
MATAKULIAH EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR
MATERI : PENYAKIT KOLERA

A. Waktu Pelaksanaan
Hari, tanggal : Senin, 2 Februari 2015
Pukul : 07.00 - 8.45 WIB
Tempat : Gedung T5-202/FIK 2

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui penyebab penyakit kolera.
2. Untuk mengetahui bagaimana epidemiologi penyakit kolera.
3. Untuk mengetahui bagaimana penularan bakteri kolera.
4. Untuk mengetahui bagaimana perjalanan penyakit kolera.
5. Untuk mengetahui gejala-gejala yang muncul ketika terinfeksi bakteri
Vibrio cholerae.
6. Untuk mengetahui bagaimana pengobatan terhadap penderita penyakit
kolera.
7. Untuk mengetahui bagaimana pencegahan terhadap terinfeksi bakteri
Vibrio cholerae.

C. Penyampaian Materi

Materi disampaiakan oleh kelompok 2 yang dimulai pada pukul 07.00 –


8.45 WIB. Penyampaian materi dipimpin oleh moderator yang membagi diskusi
hanya 3 sesi. Diantaranya: sesi penyampaian materi, sesi penambahan materi
oleh audience dan sesi tanya-jawab.
Penyampaian materi dilakukan oleh 6 anggota kelompok yang
disampaikan secara bergantian. Tiga anggota tersebut diantaranya:
1. Bimo Eka Kristanto 13 061 260 786 6/2013
2. Fauzia Rafidah 13 061 260 784 2/2013
3. Gebby Dwi Puspitarini 13 061 260 788 1/2013

23
D. Tambahan Materi
1. Aisyah Rachmawati / 130612607828
Bakteri kolera dapat menyebabkan infeksi pada orang sehat jika bakteri
berjumlah 100.000.000. Bakteri kolera mudah menginfeksi seseorang
yang memiliki golongan darah O serta anak-anak ataupun balita.
Kemudian, pada penderita kolera yang tekanan darahnya telah menurun
maka harus diberikan cairan lewat infus (intravena).
2. Lutfi Sovyalatufa/ 130612607890
Pada perjalanan penyakit tahap akhir penyakit, selain sembuh total atau
meninggal dunia. Penderita kolera juga menjadi carier atau pembawa
bakteri melaui fesesnya.
E. Tanya Jawab
1. Bima Pramana Jati/ 130612607828
Bagaimana mekanisme bakteri Vibrio cholerae dapat lolos dari asam
lambung ?
Jawab :
Fauzia Rafidah 13 061 260 784 2/2013
Untuk mekanisme lolosnya bakteri kolera dari asam lambung masih
belum diketahui penyebabnya. Namun, ada 3 penyebab seseorang yang
memiliki resiko besar terinfeksi bakteri kolera yaitu :
1. Pejamu yang memiliki golongan darah O
2. Pejamu yang mengalami hipoklorhidria
3. Pejamu yang sistem imunnya menurun
Dan menurut kelompok kami, seseorang mengalami hipoklorhidria atau
penurunan asam lambung dikarenakan faktor biologis atau tubuh sedang
menghasilkan sedikit asam lambung.

24
2. Bima Indragani Purnomo / 130612607880
Bagaimana perbedaan bakteri Vibrio cholerae O1 dan Vibrio cholerae
O139 ? lalu kenapa diare pada penderita kolera berwarna putih ?
Jawab :
Bimo Eka Kristanto 13 061 260 786 6/2013
Vibrio cholerae O1 memberikan reaksi aglutinasi ketika diberi
antiserum O1 sedangkan Vibrio cholerae O139 tidak memberikan reaksi
aglutinasi ketika diberi antiserum O1. Sehingga, dari perbedaan antigen
menyebabkan timbulnya perbedaan penyakit pula, yaitu Vibrio cholerae
O1 dapat menyebabkan kolera sedangkan Vibrio cholerae O139
menyebabkan gastroenteritis.
Kemudian, diare yang berwarna putih disebabkan oleh bakteri
yang lolos dari asam lambung selanjutnya menempel di mukosa usus
halus dan berkembang biak sambil memproduksi toksin (cholera toxin).
Cholera toxin (tidak tahan panas dan tidak tahan asam) merangsang
epitel usus, meningkatkan aktivitas enzim adenyl cyclase di usus yang
selanjutnya menyebabkan peningkatan cyclic adenosine 3,5-
monophosate (cAMP) intraseluler. cAMP ini menyebabkan sekresi
cairan intestinal yang luar biasa sehingga terjadi diare yang hebat yang
sifatnya isotonik.
3. Nirmala Tri Kartika / 130612607886
Bagaimana tahap lanjutan bertambah parah kemudian pada tahap akhir
penyakit sembuh total ?
Jawab:
Gebby Dwi Puspitarini 13 061 260 788 1/2013
Pada tahap lanjutan bertambah parah/berat jika pada tahap penyakit
dini penderita tidak diberi pengobatan sehingga sakit atau gejala yang
diderita semakin parah. Namun, jika pada tahap penyakit dini diberikan
pengobatan (rehidrasi dan antibiotika) maka pada tahap lanjut pasien
membaik dan pada akhir penyakit semakin membaik atau sembuh total.

25

Anda mungkin juga menyukai