Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEBIDANAN PADA REMAJA PUTRI

DENGAN ANEMIA RINGAN DI SMP SUNGAI PUTIH

NAMA: AMALIANI
NIM: 2215901002

PRODI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI
TA. 2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan kasus yang
berjudul “ASUHAN KEBIDANAN PADA REMAJA PUTRI DENGAN
ANEMIA RINGAN DI SMP SUNGAI PUTIH” ini tepat pada waktunya.
Responsi kasus ini disusun dalam rangka mengikuti program profesi bidan
2022/2023.
Dalam penulisan laporan kasus ini penulis banyak mendapatkan bimbingan
maupun bantuan, baik berupa informasi maupun bimbingan moril. Untuk itu, pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada ibuk Wati Hartini,STr.Keb,SKM selaku CI lahan dan ibuk Elvira
Harmia,SST,M.Keb selaku pembimbing akademik.
Penulis menyadari bahwa kasus ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat
penulis harapkan dalam rangka penyempurnaannya. Akhirnya penulis
mengharapkan semoga kasus ini dapat bermanfaat di bidang ilmu pengetahuan
dan kebidanan.

Kampa,09 februari 2023

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anemia pada remaja putri sampai saat ini masih cukup tinggi. Angka
kejadian anemia pada remaja putri di negara-negara berkembang menurut
WHO sekitar 53,7% dari semua remaja putri, anemia sering menyerang
remaja putri disebabkan karena keadaan setres, haid atau terlambat makan
(WHO, 2014).
Anemia adalah keadaan dimana kadar hemoglobin, hematokrit, dan sel
darah merah lebih rendah dari nilai normal, sebagai akibat dari defiensi salah
satu atau beberapa unsur makanan yang esensial dapat mempengaruhi
timbulnya defisiensi tersebut (Arisman, 2010). Anemia dapat membawa
dampak kurang baik pada remaja seperti menurunnya kesehatan reproduksi,
perkembangan motorik mental, kecerdasan terhambat, menurunnya prestasi
belajar, tingkat kebugaran menurun, dan tidak tercapainya tinggi badan
maksimal (Andriani dan Wirjatmadi, 2013).
Akibat jangka panjang dari anemia pada remaja putri sebagai calon ibu
yang nantinya akan hamil, remaja putri tidak akan mampu memenuhi zat-
zat gizi bagi dirinya dan juga janin yg ada dalam kandungannya dan juga
dapat menyebabkan komplikasi pada kehamilan dan persalinan, risiko
kematian maternal, angka prematuritas, BBLR dan angka kematian
perinatal (Marlina dan Winda, 2015).
Anemia gizi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya jumlah
asupan zat besi tidak cukup, penyerapan zat besi rendah, kebutuhan
meningkat, kekurangan darah, pola makan tidak baik, status sosial
ekonomi, penyakit infeksi, pengetahuan yang rendah tentang zat besi (Puji,
2010).
Pencegahan dan penanganan masalah anemia pada remaja ada dua cara
yaitu farmakologi dan non farmakologi. Cara farmakologi yaitu bisa
dengan mengkonsumsi fe 1 kali/minggu dengan dosis 60 mg. Dan non
farmakologi yaitu asupan makanan yang mengandung zat besi salah
satunya adalah jambu biji (Sianturi, 2012). Jambu biji merupakan buah
yang sangat dikenal masyarakat sebagai sumber vitamin C. Jambu biji
dengan daging berwarna merah mempunyai kandungan vitamin C lebih
tinggi, dibandingkan buah jeruk, hal ini diungkapkan oleh Damayanti
(2020), bahwa dalam 100 gram jambu biji mengandung 200-400 mg
vitamin C, sedangkan pada 100 gram jeruk hanya mengandung 50-70 mg
vitamin C.
Hal ini sependapat dengan Cahyono (2010), yang mengatakan
kandungan gizi dalam 100 gram jambu biji merah adalah: 36-50 kalori,
77-86 g air, 2,8- 5,5 g serat, 0,9-1,0 g protein, 0,1-0,5 g lemak, 0,43-0,7 g
abu, 9,5-10 g karbohidrat, 9,1-17 mg kalsium, 17,8-30 mg fosfor, 0,3-0,7
mg besi, 200-400 IU vitamin A, 200 -400 mg vitamin C, 0,046 mg vitamin
B1. Di dalam buah Jambu biji merah mengandung senyawa yang dapat
meningkatkan kadar hemoglobin dalam darah, antara lain: zat besi dan
vitamin C, vitamin A. Zat besi merupakan mineral yang diperlukan untuk
mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Kekurangan zat besi dalam tubuh
dapat membuat seseorang mengalami penurunan sistem kekebalan tubuh
dan sering merasa lesu, hal ini merupakan salah satu penyebab anemia.
Sedangkang vitamin C membantu penyerapan dari senyawa besi pada
jambu biji yang dapat meningkatkan absobsi zat besi non heme (nabati)
hingga sebesar 0,06 dl/gram.
Pengubahan zat besi non-heme dalam bentuk senyawa etabolis Ferri
menjadi Ferro akan semakin besar bila pH di dalam lambung semakin
asam. Dengan pemberian jus jambu biji akan terjadi skema dalam tubuh
berupa penyerapan zat besi yang lebih cepat karena kandungan dari
vitamin C yang lebih tinggi didalam jus jambu biji, kemudian terjadi
pemenuhan zat besi yang membantu meningkatkan kadar hemoglobin
dalam darah ( Sianturi 2012).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sulistiyowati (2017), pemberian
jus jambu biji merah 400 gram yang diberikan selama tujuh hari
menunjukkan terdapat pengaruh jambu biji merah terhadap kadar Hb saat
menstruasi. Studi pendahuluan yang dilakukan tanggal 12 Februari 2020
pada remaja putri karang taruna mekarsari didapat hasil, bahwa 6 dari 10
remaja putri mengalami anemia ringan, setelah dilakukan wawancara pada
remaja putri di dapatkan hasil bahwa remaja sering mengalami, sulit
konsentrasi di kelas, sulit menerima pelajaran di sekolah, sering
mengantuk, sering pusing, warna pucat pada kulit dan konjungtiva. Dari
studi pendahuluan dan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya peneliti
ingin mengambil judul “”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas penulis dapat merumuskan masalah
sebagai berikut “Bagaimana peningkatan kadar Hb pada remaja putri ?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum Tujuan penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan
bagaimana meningkatkan kadar hemoglobin pada remaja putri
2. Tujuan Khusus
1. Mendiskripsikan hasil pengamatan kadar hemoglobin pada remaja
putri.
2. Mendiskripsikan hasil pengamatan kadar hemoglobin pada remaja
putri.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikaan manfaat bagi :
1. Manfaat Teoritis
Hasil studi kasus ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi
pembaca mengenai penanggulangan anemia pada usia remaja khususnya
pada remaja putri dengan konsumsi jus jambu biji dan sebagai sarana
pembelajaran dalam melakukan penelitian ilmiah .
2. Manfaat Praktis
A. Bagi Pemerintah
Desa Hasil studi kasus ini dapat dijadikan informasi dan upaya
dalam meningkatkan kualitas kesehatan di masyarakat desa, khususnya
bagi remaja putri dengan gangguan anemia.
B. Bagi Bidan
Hasil studi kasus ini diharapkan dapat membantu rekan profesi
atau bidan dalam upaya menanggulangi masalah anemia yang banyak
terjadi pada kelompok perempuan khususnya remaja.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anemia pada Remaja
1. Pengertian remaja dan klasifikasi
Remaja adalah masa peralihan dari anak-anak menuju ke masa
dewasa. Pada masa itu remaja akan mengalami perubahan baik fisik, psikis
dan kematangan fungsi seksual. Masa remaja (adolescence) merupakan
periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa
dewasa, yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kogntif, dan
sosio-emosional (Santrock, 2007 dalam Siahaan, 2012).
Menurut Depkes (2008) dalam Siahaan (2012) diterangkan bahwa
remaja putri adalah masa peralihan dari anak ke dewasa, ditandai dengan
perubahan fisik dan mental. Perubahan fisik ditandai dengan berfungsinya
alat reproduksi seperti menstruasi (umur 10-19 tahun).

Batasan usia remaja diungkapkan oleh beberapa ahli, diantaranya


oleh Monks, dkk, (1999) dalam Nursari (2010) yang membagi fase-fase
masa remaja menjadi tiga tahap, yaitu :
a. Masa remaja awal (12-15 tahun) Pada rentang usia ini remaja
mengalami pertumbuhan jasmani yang sangat pesat dan perkembangan
intelektual yang sangat intensif, sehingga minat anak pada dunia luar
sangat besar dan pada saat ini remaja tidak mau dianggap kanakkanak
lagi, namun belum bisa meninggalkan pola kekanak-kanakannya
(Kartono, 1990) dalam Nursari, 2010).
b. Masa remaja pertengahan (15-18 tahun) Kepribadian remaja masih
bersifat kekanak-kanakan, namun sudah timbul unsur baru, yaitu
kesadaran akan kepribadian dan kehidupan badaniah sendiri. Pada
rentang usia ini mulai timbul kemantapan pada diri sendiri yang lebih
berbobot. Pada masa ini remaja mulai menemukan diri sendiri atau jati
dirinya (Kartono, 1990 dalam Nursari, 2010).
c. Masa remaja akhir (18-21 tahun) Pada rentang usia ini, remaja sudah
merasa mantap dan stabil. Remaja sudah mengenal dirinya dan ingin
hidup dengan pola hidup yang digariskan sendiri, dengan itikad baik
dan keberanian.
Remaja sudah mempunyai pendirian tertentu berdasarkan satu pola
yang jelas yang baru ditentukannya (Kartono, 1990 dalam Nursari, 2010).

2. Pengertian anemia
Anemia gizi besi merupakan masalah gizi mikro terbesar di
Indonesia, dimana terjadi pada kelompok balita, anak sekolah, ibu hamil,
wanita dan lakilaki dewasa. Secara umum anemia merupakan keadaan
dimana kadar hemoglobin lebih rendah dari normal. Adapun pengertian
anemia menurut Adriani dan Wijatmadi (2012), anemia merupakan suatu
keadaan kadar hemoglobin (Hb) di dalam darah lebih rendah daripada
nilai normal untuk kelompok orang menurut umur dan jenis kelamin.
Hemoglobin (Hb) adalah parameter yang digunakan secara luas
untuk menetapkan prevalensi anemia. Kandungan hemoglobin yang
rendah mengindikasikan anemia. Hemoglobin adalah zat warna di dalam
darah yang berfungsi mengangkut oksigen dan karbondioksida dalam
tubuh. Anemia gizi adalah suatu keadaan dengan kadar hemoglobin
darah yang lebih rendah daripada normal sebagai akibat ketidakmampuan
jaringan pembentuk sel darah merah dalam produksi guna
mempertahankan kadar hemoglobin pada tingkat normal sedangkan
anemia gizi besi adalah anemia yang timbul, karena kekurangan zat besi
sehingga pembentukan sel - sel darah merah dan fungsi lain dalam tubuh
terganggu (Adriani dan Wijatmadi, 2012).

3. Penyebab anemia
Menurut Adriani dan Wijatmadi (2012), dalam masyarakat yang
diet sehari-harinya sebagian besar berasal dari sumber nabati, adanya
penyakit infemaupun investasi parasit sangat berperan dalam terjadinya
anemia gizi. Rendahnya kadar zat besi dalam diet sehari-hari maupun
kurangnya tingkat absorpsi zat besi yang terkandung dalam sumber
nabati hanya merupakan sebagian dari alasan tingginya angka prevalensi
anemia gizi di Indonesia. Investasi cacing dalam usus, terutama cacing
tambang dan penyakit infeksi yang lain banyak dijumpai dan menambah
timbulnya anemia.
Ada tiga faktor terpenting yang menyebabkan seseorang menjadi
anemia, yaitu kehilangan darah karena perdarahan akut/kronis,
pengerusakan sel darah merah, dan produksi sel darah merah yang tidak
cukup banyak. Faktor-faktor yang mendorong terjadinya anemia gizi
pada usia remaja (health media nutrition series) adalah:
a) Adanya penyakit infeksi yang kronis
b) Menstruasi yang berlebihan pada remaja putri
c) Perdarahan yang mendadak seperti kecelakaan
d) Jumlah makanan atau penyerapan diet yang buruk dari zat besi,
vitamin B12, vitamin B6, vitamin C, tembaga.
Menurut Depkes (2003) dalam Nursari (2010), penyebab anemia pada
remaja putri dan wanita sebagai berikut:
a) Pada umumnya konsumsi makanan nabati pada remaja putri dan
wanita tinggi, dibanding makanan hewani sehingga kebutuhan Fe
tidak terpenuhi.
b) Sering melakukan diet (pengurangan makan) karena ingin langsing
dan mempertahankan berat badannya.
Remaja putri dan wanita mengalami menstruasi tiap bulan yang
membutuhkan zat besi tiga kali lebih banyak dibanding laki-laki.

4. Gejala anemia
Menurut Arisman (2004), gejala anemia biasanya tidak khas dan
sering tidak jelas seperti pucat, mudah lelah, berdebar, dan sesak nafas.
Kepucatan bisa diperiksa pada telapak tangan, kuku dan konjungtiva
palpebra. Sedangkan menurut Depkes (1998) dan Supariasa (2002) dalam
Nursari (2010), gejala/tandatanda anemia antara lain 5 L (lelah, lesu,
lemah, letih, lalai), bibir tampak pucat, nafas pendek, lidah licin, denyut
jantung meningkat, susah buang air besar, nafsu makan berkurang,
kadang-kadang pusing, dan mudah mengantuk.

5. Cara pencegahan dan penanggulangan anemia


Menurut Kemenkes R.I (2016), upaya pencegahan dan
penanggulangan anemia dilakukan dengan memberikan asupan zat besi
yang cukup ke dalam tubuh untuk meningkatkan pembentukan
hemoglobin. Upaya yang dapat dilakukan diantaranya:
1) Meningkatkan asupan makanan sumber zat besi Meningkatkan asupan
makanan sumber zat besi dengan pola makan bergizi seimbang, yang
terdiri dari aneka ragam makanan, terutama sumber pangan hewani
yang kaya zat besi (besi heme) dalam jumlah yang cukup sesuai dengan
AKG.
2) Selain itu juga perlu meningkatkan sumber pangan nabati yang kaya
zat besi (besi non-heme), walaupun penyerapannya lebih rendah
dibanding dengan hewani. Fortifikasi bahan makanan dengan zat besi
Fortifikasi bahan makanan yaitu menambahkan satu atau lebih zat gizi
kedalam pangan untuk meningkatkan nilai gizi pada pangan tersebut.
Penambahan zat gizi dilakukan pada industri pangan, untuk itu
disarankan membaca label kemasan untuk mengetahui apakah bahan
makanan tersebut sudah difortifikasi dengan zat besi.
3) Suplementasi zat besi Pada keadaan dimana zat besi dari makanan
tidak mencukupi kebutuhan terhadap zat besi, perlu didapat dari
suplementasi zat besi. Pemberian suplementasi zat besi secara rutin
selama jangka waktu tertentu bertujuan untuk meningkatkan kadar
hemoglobin secara cepat, dan perlu dilanjutkan untuk meningkatkan
simpanan zat besi di dalam tubuh.

6. Penetapan kadar hemoglobin rendah (anemia)


Beberapa metode pengukuran Hb yang dapat digunakan yaitu:
a. Pemeriksaan Hb dengan metode sahli
Dalam peggunaan metode ini, Hb dihidrolisis dengan HCL (asam
klorida) menjadi globin ferroheme. Ferroheme oleh oksigen yang ada
di udara dioksidasi menjadi ferriheme yang segera bereaksi dengan
ion Cl membentuk ferrihemechlorid yang juga di sebut hematin atau
hemin yang berwarna coklat. Membandingkan warna dengan
menggunakan mata telanjang, maka subjektivitas sangat berpengaruh.
Di samping faktor mata, faktor lain misalnya ketajaman,
penyinaran dan sebagainya dapat mempengaruhi hasil pembacaan.
Meskipun demikian untuk pemeriksaan di daerah yang belum
mempunyai peralatan canggih atau pemeriksaan di lapangan, metode
sahli ini masih memadai dan bila pemeriksanya telah terlatih hasilnya
dapat diandalkan (Supariasa, dkk, 2001).
Adapun kekurangan dan kelebihan dari metode Sahli yaitu:
1) Kekurangan metode sahli
 Metode estimasi kadar hemoglobin yang tidak teliti, karena
alat hemoglobinometer tidak dapat distandarkan dan
pembandingan warna secara visual tidak teliti.
 Metode sahli juga kurang teliti karena karboxyhemoglobin,
methemoglobin dan sulfhemoglobin tidak dapat diubah
menjadi hematin asam (Gandasoebrata 2010, hh. 13-14 dalam
Suparyanto, 2014)
2) Kelebihan metode Sahli
 Alat hemoglobinometer praktis dan tidak membutuhkan listrik
 Harga alat hemoglobinometer murah.
b. Pemeriksaan Hb dengan metode Cyanmethemoglobin
Metode yang lebih canggih adalah metode cyanmethemoglobin.
Pada metode ini hemoglobin dioksidasi oleh kalium ferrosianida
menjadi methemoglobin yang kemudian bereaksi dengan ion sianida
(CN2- ) membentuk sian-methemoglobin yang berwarna merah.
Intesitas warna dibaca dengan fotometer dan dibandingkan dengan
standar. (Supariasa, dkk, 2001).

Adapun kekurangan dan kelebihan dari metode Cyanmethemoglobin,


yaitu:
1) Kekurangan metode Cyanmethemoglobin
o Alat untuk mengukur absorbansi (spektofotometer atau
ohotometer) mahal dan membutuhkan listrik
o Larutan drabkin yang berisi sianida bersifat racun

7. Kepatuhan Konsumsi Tablet Tambah Darah (TTD)


1. Pengertian kepatuhan
Ada beberapa pengertian kepatuhan menurut para ahli, yaitu:
a) Menurut Ian dan Marcus (2011) dalam Putri (2016) Kepatuhan
mengacu kepada situasi ketika perilaku seorang individu sepadan
dengan tindakan yang dianjurkan atau nasehat yang diusulkan oleh
seorang praktisi kesehatan atau informasi yang diperoleh dari suatu
sumber 29 informasi lainnya seperti nasehat yang diberikan dalam
suatu brosur promosi kesehatan melalui suatu kampanye media
massa.
b) Menurut Kozier (2010) dalam Putri (2016) Kepatuhan adalah
perilaku individu (misalnya: minum obat, mematuhi diet, atau
melakukan perubahan gaya hidup) sesuai anjuran terapi dan
kesehatan. Tingkat kepatuhan dapat dimulai dari tindak
mengindahkan setiap aspek anjuran hingga mematuhi rencana.
c) Menurut Taylor (1991) dalam Putri (2016) Mendefinisikan
kepatuhan terhadap pengobatan adalah perilaku yang menunjukkan
sejauh mana individu mengikuti anjuran yang berhubungan dengan
kesehatan atau penyakit.
d) Menurut Delameter (2006) dalam Putri (2016) Mendefinisikan
kepatuhan sebagai upaya keterlibatan aktif, sadar dan kolaboratif
dari pasien terhadap perilaku yang mendukung kesembuhan
Berdasarkan penjelasan para ahli diatas, dapat disimpulkan
kepatuhan adalah segala upaya atau tindakan seseorang individu
untuk sadar mengikuti segala bentuk anjuran dari tenaga kesehatan
demi mendukung kesembuhan individu tersebut. Dalam penelitian
ini, akan meneliti kepatuhan konsumsi Tablet Tambah Darah (TTD)
pada remaja putri. Suplementasi tablet tambah darah (TTD)
diberikan dengan tujuan menghindari remaja putri dari resiko
anemia. Konsumsi TTD sangat dipengaruhi oleh kesadaran dan
kepatuhan remaja putri. Kesadaran merupakan factor pendukung
remaja putri untuk mengkonsumsi secara baik (WHO, 1998 dalam
Siahaan, 2012).
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Kunjungan Posyandu Remaja


Tanggal 04 Februari 2023
Pukul 10.30 WIB

Identitas Klien
Nama : Ny. C
Umur : 14 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan :-
Alamat : Sungai Putih

1. Data Subjektif
Alasan Datang: Ingin mengikuti penyuluhan dan memeriksa keadaan fisik.

Riwayat Haid : Mulai haid sejak umur 13 tahun, lamanya 7 hari,


banyaknya 2-4 kali ganti pembalut/ hari, siklus haid 28 hari.

Riwayat dan kebiasaan sehari-hari Makan 3x/ hari dengan lauk ikan, tahu,
tempe, dan sayuran. Mandi 2 kali /hari, BAB 1 kali /hari, BAK 5-8 kali
/hari.
2. Data Objektif
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : baik
Kesadaran : Compos Mentis
keadaan emosional : stabil
TB : 148 cm
LILA : 26 cm
BB : 53 Kg
TD : 120 /80 mmHg
N : 83 x/m
RR : 21 x/m
S : 36,50C
HB : 9,3
Konjungtiva : sedikit pucat.
BAB IV
PEMBAHASAN

Karakteristik responden dari hasil penelitian yang dilakukan antara lain


status gizi, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pendapatan orang tua, pola menstruasi,
riwayat penyakit, dan pola konsumsi zat besi. Sejalan dengan penelitian Yamin
(2012), karakteristik tersebut dapat mempengaruhi kejadian anemia pada
seseorang. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan responden pada tanggal
04 Februari 2023 di SMP Negeri Sungai Putih, diperoleh data berdasarkan
karakteristik IMT mayoritas (75%) memiliki status gizi normal, tingkat
pendidikan ibu mayoritas (75%) berpendidikan dasar, status pekerjaan ibu (50%)
bekerja, pendapatan orang tua sebagian besar (55,6%) memiliki pendapatan
sedang, mayoritas responden (83,3%) memiliki pola menstruasi yang normal,
seluruh responden (100%) tidak pernah memiliki riwayat penyakit, dan pola
konsumsi tablet Fe seluruh responden (100%) tidak teratur.
Menurut Almatsier (2010), penilaian status gizi remaja putri
menggunakan pengukuran antropometri yaitu indeks massa tubuh (IMT). Pada
penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa responden yang memiliki
IMT normal sebanyak 6 orang (22,2%) mengalami anemia. penelitian ini sejalan
dengan penelitian Basith, dkk (2017) yang menyatakan bahwa tidak terdapat
hubungan antara status gizi berdasarkan IMT dengan kejadian anemia pada
remaja putri di SMP Negeri Sungai Putih. Penelitian ini juga sejalan dengan hasil
penelitian Pou, dkk (2015) yang menyatakan tidak ada Hasil hubungan antara
status gizi dengan kejadian anemia pada remaja putri.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori Thompson dalam Arumsari
(2008) yang menyatakan bahwa status gizi mempunyai korelasi positif dengan
konsentrasi hemoglobin, artinya semakin buruk status gizi seseorang maka
semakin rendah kadar hemoglobinnya. Menurut Yulaeka (2015), responden yang
memiliki status gizi normal dapat terkena anemia apabila kebiasaan makan
mereka tidak seimbang seperti jarang mengonsumsi sayur-sayuran. Menurut
Martini (2015) makanan yang dikonsumsi remaja harus memiliki jumlah kalori
dan zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan seperti karbohidrat, lemak, protein,
vitamin, mineral, serat dan air sehingga gizinya tercukupi dan tidak mengalami
anemia, sedangkan pola konsumsi makanan remaja saat ini adalah sering
mengonsumsi makanan yang kurang sehat dan pola makannya tidak teratur
sehingga dapat menyebabkan resiko anemia pada remaja.
Tingkat pendidikan ibu dikelompokkan menjadi tiga kategori berdasarkan
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 yaitu pendidikan dasar, menengah, dan
tinggi. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data bahwa responden
dengan tingkat pendidikan ibu dasar sebanyak 6 orang (22,2%) yang mengalami
anemia, sedangkan seluruh responden dengan tingkat pendidikan ibu tinggi
(100%) tidak mengalami anemia. Hal ini sejalan dengan penelitian Yamin (2012),
dengan hasil analisis (p=0,023) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan
antara pendidikan ibu dengan kejadian anemia pada remaja putri dengan nilai OR
= 1,945 (95% CI : 1,017- 3,722), artinya siswi dengan tingkat pendidikan ibu
rendah memiliki peluang 1,945 kali untuk menderita anemia dibandingkan siswi
dengan tingkat pendidikan ibu tinggi. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan teori
Sedioetomo dalam Yamin (2012), pendidikan orang tua terutama ibu merupakan
modal utama dalam penunjang ekonomi keluarga juga berperan dalam
penyusunan makan keluarga, serta pengasuhan dan perawatan anak. Bagi keluarga
dengan tingkat pendidikan ibu yang tinggi akan lebih mudah menerima informasi
kesehatan khususnya bidang gizi, sehingga dapat menambah pengetahuan dan
mampu menerapkan dalam kehidupan sehari – hari.
Hal ini juga sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2010), bahwa semakin
tinggi pendidikan seseorang maka ia akan mudah menerima halhal baru dan
mudah menyesuaikan dengan hal yang baru tersebut. Menurut Siahaan (2012),
pekerjaan orang tua terutama ibu berkaitan dengan pendapatan yang diperoleh
keluarga sehingga mempengaruhi daya beli dan penyediaan makanan untuk
keluarganya. Dalam penelitian ini, diperoleh hasil dengan status ibu yang terdapat
sebanyak 4 responden (22,2%) mengalami anemia. Hasil penelitian ini tidak
sejalan dengan penelitian Yamin (2012) yang menyatakan bahwa pekerjaan
berkaitan dengan keadaan sosial ekonomi, ibu yang bekerja dan memiliki
penghasilan lebih memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan makanan yang
bermutu pada keluarga seperti penyediaan makanan yang mengandung zat besi.
Pendapatan dan pekerjaan ibu menentukan kualitas makanan yang akan
dikonsumsi keluarga.
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah melakukan asuhan kebidanan pada Ny. C dengan anemia ringan,
penulis menyimpulkan sebagai berikut.
1) Anemia adalah suatu keadaan di mana terjadi kekurangan sel darah
merah dan menurunnya hemoglobin kurang dari 11 gr/dl.
2) Anemia terjadi karena ketidakteraturan
3) Tanda dan gejala anemia yang terjadi pada Ny. C adalah keluhan yang
mengatakan bahwa ia cepat lelah dan pusing. Semua tanda dan gejala
tersebut merupakan tanda dan gejala dari anemia.
4) Bahaya yang mungkin akan terjadi dengan anemia
5) Pencegahan dan penanganan anemia

B. Saran
Pada akhir pembuatan Laporan Tugas Akhir ini, penulis mengharapkan
semua tenaga kesehatan terutama bidan dapat terus meningkatkan
kemampuan dan pengetahuan mengenai anemia dalam kehamilan
sehingga dapat memberiksan asuhan yang sesuai dengan kebutuhan ibu.
Selain itu, kemampuan komunikasi yang dimiliki oleh seorang bidan
harus dapat terus ditingkatkan agar dapat memberikan dukungan kepada
setiap ibu hamil untuk terhindar dari anemia.

DAFTAR PUSTAKA

Astarina, Dita. 2014. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan


Anemia pada Ibu Hamil di Puskesmas Kelurahan Rawabadak Utara
Tahun 2014. Jakarta: Poltekkes Jakarta III.
Benoist, B.D., McLean, E., Egli, I., and Cogswell, M., 2008.
Worldwide Prevalence of Anaemia 1993–2005 : WHO global database on
anaemia. Switzerland: WHO Press, World Health Organization. Tersedia :
http://whqlibdoc.who.int/publications/2008/9789241596657_eng.pdf.
Diakses pada Maret 2016
Dhamayani, Sri. 2014. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ibu
Hamil Trimester III yang Mengalami Anemia dalam Memilih Penolong
Persalinan Di Wilayah Kerja Puskesmas Hamparan Perak Tahun 2013.
Tersedia : http://repository.usu.ac.id/. Diakses pada Februari 2016.
Fraser, M. Cooper, A. 2009. Buku Ajar Bidan Myles (ed 14).
Jakarta : EGC.
Gibney, Michael J., dkk. 2008. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta
: EGC.
Ibrahim dan Proverawati. 2011. Nutrisi Janin & Ibu Hamil.
Yogyakarta : Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai