Anda di halaman 1dari 53

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut World Health Organization (WHO) anemia adalah suatu

kondisi tubuh dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari

normal. Hemoglobin adalah salah satu komponen dalam sel darah

merah/eritrosit yang berfungsi untuk mengikat oksigen dan

menghantarkannya ke seluruh sel jaringan tubuh. Oksigen diperlukan oleh

jaringan tubuh untuk melakukan fungsinya. Kekurangan oksigen dalam

jaringan otak dan otot akan menyebabkan gejala antara lain kurangnya

konsentrasi dan kurang bugar dalam melakukan aktivitas (Kementerian

Kesehatan RI, 2016).

WHO memperkirakan bahwa sekitar 40% populasi dunia menderita

anemia. Kelompok dengan prevalensi tertinggi adalah wanita hamil dan

orang tua sekitar 50%, bayi dan anak 1-2 tahun 48%, anak sekolah 40%,

perempuan tidak hamil 35%, remaja 30-55% dan anak prasekolah 25%.

Prevalensi anemia di negara berkembang sekitar empat kali lipat dari

negara maju. (WHO, 2000). Asia memiliki prevalensi anemia tertinggi di

dunia. Sekitar setengah dari semua wanita anemia tinggal di bagian benua

India: 88% di antaranya mengalami anemia selama kehamilan (Allen and

Gillespie, 2001). Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013 menurut jenis

kelamin proporsi anemia pada wanita sebesar 23,9% dan pada pria

sebesar 18,4%. Sedangkan menurut kelompok usia proporsi anemia pada

kelompok usia 5-14 tahun sebesar 26,4% dan kelompok usia 15-24 tahun

sebesar 18,4 (Kementerian Kesehatan RI, 2013).


2

Data SKRT tahun 2001 menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada

remaja putri (usia 10-19 tahun) sebesar 30%. Data penelitian di berbagai

daerah di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada remaja

putri berkisar antara 32,4 – 61% (Kementerian Kesehatan RI, 2016).

Sedangkan dari hasil survei yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota

Cimahi pada tahun 2017 dari 20 SMA dan sederajat menunjukan sebesar

22,9% anemia terjadi di SMK Negeri 1 Cimahi dengan angka kejadian

sebesar 62,6% (422 orang) (Dinkes Kota Cimahi, 2017) .

Anemia karena kurang zat besi adalah masalah yang paling umum

dijumpai terutama pada perempuan. Zat besi diperlukan untuk membentuk

sel-sel darah merah, remaja putri membutuhkan lebih banyak zat besi

dibandingkan dengan remaja laki-laki (Susilowati dan Kuspriyanto, 2016).

Remaja putri yang memasuki masa pubertas mengalami pertumbuhan

pesat sehingga kebutuhan zat besi juga meningkat untuk meningkatkan

pertumbuhannya (Kementerian Kesehatan RI, 2016).

Remaja putri lebih rentan menderita anemia karena remaja putri

seringkali melakukan diet yang keliru yang bertujuan untuk menurunkan

berat badan yang juga berpengaruh terhadap status gizi remaja putri

tersebut. Status gizi dapat di nilai dengan menggunakan Indeks Massa

tubuh (IMT) penelitian yang dilakukan oleh Listiana pada 255 remaja putri

di SMKN 1 Lampung menunjukan bahwa sebanyak 111 remaja dengan

IMT tidak normal mengalami anemia dengan (p value= 0,002) artinya

terdapat hubungan antara IMT dengan kejadian anemia. Hasil analisis juga

menunjukan bahwa remaja putri yang mempunyai IMT tidak normal


3

mempunyai resiko 2,329 kali untuk terkena anemia dibandingkan dengan

remaja putri dengan IMT normal.

Remaja putri yang mengalami menstruasi akan kehilangan darah

setiap bulan sehingga membutuhkan zat besi dua kali lipat saat

menstruasi. Remaja putri juga terkadang mengalami gangguan menstruasi

seperti menstruasi yang lebih panjang dari biasanya atau darah menstruasi

yang keluar lebih banyak dari biasanya. Remaja putri yang menderita

anemia ketika menjadi ibu hamil berisiko melahirkan Berat Bayi Lahir

Rendah (BBLR) dan stunting (Kementerian Kesehatan RI, 2016). Hasil

penelitian yang dilakukan oleh Prastika pada tahun 2011 menunjukan hasil

bahwa remaja putri yang mempunyai lama menstruasi lebih dari rata-rata

mempunyai kadar Hb yang cenderung di bawah rata-rata dengan (p value

= 0,000) yang artinya terdapat hubungan yang signifikan antara lama

menstruasi dengan kadar hemoglobin.

Rekomendasi WHO pada World Health Assembly (WHA) ke-65 yang

menyepakati rencana aksi dan target global untuk gizi ibu, bayi, dan anak,

dengan komitmen mengurangi separuh (50%) prevalensi anemia pada

WUS pada tahun 2025. Menindaklanjuti rekomendasi tersebut maka

pemerintah Indonesia melakukan intensifikasi pencegahan dan

penanggulangan anemia pada remaja putri dengan memprioritaskan

pemberian TTD (Tablet Tambah Darah) melalui institusi sekolah

(Kementerian Kesehatan RI, 2016). Meskipun sudah diatur dalam

pedoman yang cukup jelas, program suplementasi ini masih mengalami

banyak kendala, terutama dalam hal kepatuhan (Risva and Rahfiludin,

2016). Studi yang dilakukan oleh Rusmilawaty pada sebanyak 49 remaja


4

putri di MA Darul Imad tahun 2013 menunjukan bahwa responden yang

tidak patuh dalam minum TTD memiliki kadar Hb di bawah normal dengan

(p value = 0,001) yang berarti bahwa terdapat hubungan antara kepatuhan

minum TTD dengan kejadian anemia.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti membuat

rumusan masalah sebagai berikut : “Bagaimanakah hubungan status gizi,

pola menstruasi dan kepatuhan minum TTD dengan terjadinya anemia

pada remaja putri di SMK Negeri 1 Kota Cimahi tahun 2018?“.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan

status gizi, pola menstruasi dan kepatuhan minum TTD dengan

terjadinya anemia pada remaja putri di SMK Negeri 1 Kota Cimahi

tahun 2018.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran status gizi remaja putri di SMK Negeri 1 Kota

Cimahi tahun 2018.

b. Mengetahui gambaran pola menstruasi remaja putri di SMK Negeri

1 Kota Cimahi tahun 2018.

c. Mengetahui gambaran kepatuhan minum TTD remaja putri di SMK

Negeri 1 Kota Cimahi tahun 2018.

d. Mengetahui gambaran kejadian anemia pada remaja putri di SMK

Negeri 1 Kota Cimahi tahun 2018.


5

e. Mengetahui hubungan status gizi dengan kejadian anemia pada

remaja putri di SMK Negeri 1 Kota Cimahi tahun 2018.

f. Mengetahui hubungan pola menstruasi dengan kejadian anemia

pada remaja putri di SMK Negeri 1 Kota Cimahi tahun 2018.

g. Mengetahui hubungan kepatuhan minum TTD dengan kejadian

anemia pada remaja putri di SMK Negeri 1 Kota Cimahi tahun 2018.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis diharapkan dapat meningkatkan pemahaman

peneliti/mahasiwa lain mengenai konsep anemia remaja.

2. Manfaat Praktis

Bagi sekolah dan pelayanan kesehatan untuk dijadikan bahan

informasi tentang pentingnya asupan gizi untuk menunjang status gizi

remaja dan mengembangkan kegiatan kesehatan terutama

suplementasi TTD.
6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Remaja

Remaja (adolescence) merupakan masa transisi anak ke dewasa.

Selama remaja terjadi perubahan hormonal sehingga mengalami percepatan

proses pertumbuhan (WHO, 2015). Masa remaja merupakan periode

terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik,

psikologis maupun intelektual. Sifat khas remaja mempunyai rasa

keingintahuan yang besar, menyukai petualangan dan tantangan serta

cenderung berani menaggung resiko atas perbuatannya tanpa didahului oleh

pertimbangan yang matang (Kementerian Kesehatan RI, 2015).

Batasan usia remaja diungkapkan oleh beberapa ahli, diantaranya oleh

Monks, dkk tahun (1999 dalam Pratiwi, 2016) yang membagi fase-fase

masa remaja menjadi tiga tahap, yaitu :

1. Masa remaja awal (12-15 tahun)

Pada rentang usia ini remaja mengalami pertumbuhan jasmani yang

sangat pesat dan perkembangan intelektual yang sangat intensif,

sehingga minat anak pada dunia luar sangat besar dan pada saat ini

remaja tidak mau dianggap kanak-kanak lagi, namun belum bisa

meninggalkan pola kekanak-kanakannya (Kartono, 1990 dalam Pratiwi,

2016).

2. Masa remaja pertengahan (15-18 tahun)

Kepribadian remaja masih bersifat kekanak-kanakan, namun sudah

timbul unsur baru, yaitu kesadaran akan kepribadian dan kehidupan

badaniah sendiri. Pada rentang usia ini mulai timbul kemantapan pada diri
7

sendiri yang lebih berbobot. Pada masa ini remaja mulai menemukan diri

sendiri atau jati dirinya (Kartono, 1990 dalam Pratiwi, 2016).

3. Masa remaja akhir (18-21 tahun)

Pada rentang usia ini, remaja sudah merasa mantap dan stabil. Remaja

sudah mengenal dirinya dan ingin hidup dengan pola hidup yang

digariskan sendiri, dengan itikad baik dan keberanian.Remaja sudah

mempunyai pendirian tertentu berdasarkan satu pola yang jelas yang

baru ditentukannya (Kartono, 1990 dalam Pratiwi, 2016).

B. Anemia

1. Pengertian Anemia

Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel

darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal.

Anemia bukan merupakan pencerminaan keadaan suatu penyakit atau

gangguan fungsi tubuh. Secara fisiologis, anemia terjadi apabila

terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke

jaringan (Smeltzer dan Bare, 2002).

Anemia adalah suatu kondisi tubuh dimana kadar hemoglobin (Hb)

dalam darah lebih rendah dari normal (WHO, 2011).Hemoglobin adalah

salah satu komponen dalam sel darah merah/eritrosit yang berfungsi

untuk mengikat oksigen dan menghantarkannya ke seluruh sel jaringan

tubuh. Oksigen diperlukan oleh jaringan tubuh untuk melakukan

fungsinya. Kekurangan oksigen dalam jaringan otak dan otot akan

menyebabkan gejala antara lain kurangnya konsentrasi dan kurang

bugar dalam melakukan aktivitas. Hemoglobin dibentuk dari gabungan

protein dan zat besi dan membentuk sel darah merah/eritrosit. Anemia
8

merupakan suatu gejala yang harus dicari penyebabnya dan

penanggulangannya dilakukan sesuai dengan penyebabnya (Kemenkes

RI, 2012).

Anemia yang paling sering terjadi adalah anemia defisiensi besi,

anemia defisiensi adalah anemia yang disebabkan oleh kekurangan

satu atau beberapa bahan yang diperlukan untuk pematangan eritrosit.

Anak-anak dan wanita hamil memerlukan zat besi lebih banyak

dibandingkan dengan orang dewasa normal (Ngastiyah, 2005)

2. Klasifikasi Anemia

Remaja putri dan WUS menderita anemia bila kadar hemoglobin

darah menunjukkan nilai kurang dari 12 g/dL.

Tabel 2.1 Klasifikasi Anemia menurut Kelompok Umur

3. Penyebab Anemia

Anemia terjadi karena berbagai sebab, seperti defisiensi besi,

defisiensi asam folat, vitamin B12 dan protein. Secara langsung anemia

terutama disebabkan karena produksi/kualitas sel darah merah yang

kurang dan kehilangan darah baik secara akut atau menahun.

Ada 3 penyebab anemia, yaitu:


9

a. Defisiensi zat gizi

Rendahnya asupan zat gizi baik hewani dan nabati yang

merupakan pangan sumber zat besi yang berperan penting untuk

pembuatan hemoglobin sebagai komponen dari sel darah

merah/eritrosit. Zat gizi lain yang berperan penting dalam

pembuatan hemoglobin antara lain asam folat dan vitamin B12.

Pada penderita penyakit infeksi kronis seperti TBC, HIV/AIDS,

dan keganasan seringkali disertai anemia, karena kekurangan

asupan zat gizi atau akibat dari infeksi itu sendiri.

b. Perdarahan (Loss of blood volume)

Perdarahan karena kecacingan dan trauma atau luka yang

mengakibatkan kadar Hb menurun. Perdarahan karena menstruasi

yang lama dan berlebihan

c. Hemolitik

Perdarahan pada penderita malaria kronis perlu diwaspadai

karena terjadi hemolitik yang mengakibatkan penumpukan zat besi

(hemosiderosis) di organ tubuh, seperti hati dan limpa. Pada

penderita Thalasemia, kelainan darah terjadi secara genetik yang

menyebabkan anemia karena sel darah merah/eritrosit cepat pecah,

sehingga mengakibatkan akumulasi zat besi dalam tubuh.

Di Indonesia diperkirakan sebagian besar anemia terjadi karena

kekurangan zat besi sebagai akibat dari kurangnya asupan makanan

sumber zat besi khususnya sumber pangan hewani (besi heme).

Sumber utama zat besi adalah pangan hewani (besi heme), seperti: hati,

daging (sapi dan kambing), unggas (ayam, bebek, burung), dan ikan.
10

Zat besi dalam sumber pangan hewani (besi heme) dapat diserap tubuh

antara 20-30% (Kemenkes RI, 2012).

4. Gejala Anemia

Gejala yang sering ditemui pada penderita anemia adalah 5 L

(Lesu, Letih, Lemah, Lelah, Lalai), disertai sakit kepala dan pusing

(“kepala muter”), mata berkunang-kunang, mudah mengantuk, cepat

capai serta sulit konsentrasi. Secara klinis penderita anemia ditandai

dengan “pucat” pada muka, kelopak mata, bibir, kulit, kuku dan telapak

tangan.

5. Dampak Anemia

Anemia dapat menyebabkan berbagai dampak buruk pada remaja

putri dan WUS, diantaranya:

a. Menurunkan daya tahan tubuh sehingga penderita anemia mudah

terkena penyakit infeksi

b. Menurunnya kebugaran dan ketangkasan berpikir karena

kurangnya oksigen ke sel otot dan sel otak.

c. Menurunnya prestasi belajar dan produktivitas kerja/kinerja.

Gambar 2.1 Dampak Anemia


11

Dampak anemia pada remaja putri dan WUS akan terbawa hingga

dia menjadi ibu hamil anemia yang dapat mengakibatkan :

a. Meningkatkan risiko Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT),

prematur, BBLR, dan gangguan tumbuh kembang anak diantaranya

stunting dan gangguan neurokognitif.

b. Perdarahan sebelum dan saat melahirkan yang dapat mengancam

keselamatan ibu dan bayinya.

c. Bayi lahir dengan cadangan zat besi (Fe) yang rendah akan

berlanjut menderita anemia pada bayi dan usia dini.

d. Meningkatnya risiko kesakitan dan kematian neonatal dan bayi.

6. Cara Mencegah dan Mengobati Anemia

Menurut Pedoman Penanggulangan Anemia Gizi Untuk Remaja

Putri dan Wanita Usia Subur cara untuk mencegah dan mengobati

anemia adalah:

a. Meningkatkan asupan makanan sumber zat besi

Meningkatkan asupan makanan sumber zat besi dengan pola

makan bergizi seimbang, yang terdiri dari aneka ragam makanan,

terutama sumber pangan hewani yang kaya zat besi (besi heme)

dalam jumlah yang cukup sesuai dengan AKG. Selain itu juga perlu

meningkatkan sumber pangan nabati yang kaya zat besi (besi non-

heme), walaupun penyerapannya lebih rendah dibanding dengan

hewani. Makanan yang kaya sumber zat besi dari hewani

contohnya hati, ikan, daging dan unggas, sedangkan dari nabati

yaitu sayuran berwarna hijau tua dan kacang-kacangan. Untuk

meningkatkan penyerapan zat besi dari sumber nabati perlu


12

mengonsumsi buah-buahan yang mengandung vitamin C, seperti

jeruk, jambu. Penyerapan zat besi dapat dihambat oleh zat lain,

seperti tanin, fosfor, serat, kalsium, dan fitat.

b. Fortifikasi bahan makanan dengan zat besi

Fortifikasi bahan makanan yaitu menambahkan satu atau lebih

zat gizi kedalam pangan untuk meningkatkan nilai gizi pada pangan

tersebut. Penambahan zat gizi dilakukan pada industri pangan,

untuk itu disarankan membaca label kemasan untuk mengetahui

apakah bahan makanan tersebut sudah difortifikasi dengan zat besi.

Makanan yang sudah difortifikasi di Indonesia antara lain tepung

terigu, beras, minyak goreng, mentega, dan beberapa snack. Zat

besi dan vitamin mineral lain juga dapat ditambahkan dalam

makanan yang disajikan di rumah tangga dengan bubuk tabur gizi

atau dikenal juga dengan Multiple Micronutrient Powder.

c. Suplementasi zat besi

Pada keadaan dimana zat besi dari makanan tidak mencukupi

kebutuhan terhadap zat besi, perlu didapat dari suplementasi zat

besi. Pemberian suplementasi zat besi secara rutin selama jangka

waktu tertentu bertujuan untuk meningkatkan kadar hemoglobin

secara cepat, dan perlu dilanjutkan untuk meningkatkan simpanan

zat besi di dalam tubuh. Suplementasi Tablet Tambah Darah (TTD)

pada remaja putri dan WUS merupakan salah satu upaya

pemerintah Indonesia untuk memenuhi asupan zat besi. Pemberian

TTD dengan dosis yang tepat dapat mencegah anemia dan

meningkatkan cadangan zat besi di dalam tubuh.


13

7. Faktor yang mempengaruhi Anemia

a. Sosial Ekonomi

Sosial ekonomi adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam

kelompok manusia yang ditentukan oleh jenis aktivitas ekonomi,

pendapatan, tingkat pendidikan, jenis rumah tinggal, dan jabatan

dalam organisasi. Menurut Notoatmodjo (2012) pengetahuan

merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang mengadakan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan

terhadap obyek terjadi melalui panca indra manusia yakni

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan

tersendiri. Pada waktu penginderaan sampai menghasilkan

pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian

presepsi terhadap obyek. Sebagian besar pengetahuan manusia di

peroleh melalui mata dan telinga. Pengatahuan merupakan domain

yang sangat penting dalammembentuk tindakan seseorang.

Pengetahuan gizi adalah sesuatu yang diketahui tentang

makanan dalam hubungannya dengan kesehatan optimal.

Pengetahuan gizi meliputi pengetahuan tentang pemilihan dan

konsumsi sehari-hari dengan baik dan memberikan semua zat gizi

yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Pemilihan dan

konsumsi bahan makanan berpengaruh terhadap status gizi

seseorang. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi apabila

tubuh memperoleh cukup zat gizi yang dibutuhkan tubuh. Status gizi

kurang terjadi apabila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih

zat gizi essential. Sedangkan status gizi lebih terjadi apabila tubuh
14

memperoleh zat gizi dalam jumlah yang berlebihan, sehingga

menimbulkan efek yang membahayakan (Almatsier, 2004).

Pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi besarnya

pendapatan, selain itu juga lamanya waktu yang dipergunakan

seseorang ibu untuk bekerja di dalam dan di luar rumah, jarak

tempat kerja dapat mempengaruhi makanan dalam keluarganya

(Khumaidi, 1989 dalam Pratiwi, 2016). Menurut Soekirman (1993)

dalam Pratiwi (2016) pola konsumsi pangan secara makro

berhubungan dengan hukum ekonomi, semakin mengingat

pendapatan keluarga maka semakin beraneka ragam pola

konsumsinya.

b. Status Gizi

Status gizi adalah keadaan tubuh karena konsumsi makan dan

penggunaan zat-zat gizi, dibedakan menjadi gizi kurang, gizi baik

dan gizi lebih (Almatsier, 2004). Keadaan status gizi remaja pada

umumnya dipengharui oleh pola konsumi makan. Kebanyakan dari

mereka konsumsi zat gizinya rendah, hal ini disebabkan oleh

keterbatasan makanan atau membatasi sendiri makanannya karena

faktor ingin langsing (Karyadi, 1995. 4 http://giziseimbang.id/

penilaian-status-gizi-pada-remaja/ diperoleh tanggal 30 November

2016).

c. Kehilangan Darah

1. Menstruasi

Menstruasi adalah perdarahan periodik dari uterus yang

dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi secara berkala akibat


15

terlepasnya lapisan endometrium uterus (Bobak, 2004). Salah

satu penyebab anemia gizi adalah kehilangan darah secara

kronis. Pada wanita, terjadi kehilangan darah secara alamiah

setiap bulan. Jika darah yang keluar selama menstruasi sangat

banyak maka akan terjadi anemia defisiensi besi (Arisman,

2004).

2. Penyakit Infeksi

Menurut Junadi (1995 dalam Pratiwi, 2016), penyebab

langsung terjadinya anemia adalah penyakit infeksi, yaitu

cacingan, TBC, dan malaria. Penyakit infeksi dan parasit

merupakan salah satu penyebab anemia gizi besi karena

parasit dalam jumlah besar dapat mengganggu penyerapan zat

besi. Kehilangan besi dapat pula diakibatkan oleh infestasi

parasit seperti cacing tambang, Schistosoma, dan mungkin

pula Trichuris trichiura. Hal ini lazim terjadi di negara tropis,

lembab serta keadaan sanitasi yang buruk (Arisman MB, 2004).

d. Kebiasaan Makan

Kebiasaan merupakan aspek perilaku manusia yang menetap,

berlangsung secara otomatis dan tidak direncanakan. Karena

kebiasaan pada umumnya sudah melekat pada diri seseorang,

termasuk kebiasaan yang kurang menguntungkan bagi kesehatan,

maka sulit untuk diubah (Notoatmodjo, 2010). Kebiasaan makan

adalah cara seseorang dalam memilih dan memakannya sebagai

reaksi terhadap pengaruh-pengaruh psikologis, fisiologi, budaya

dan sosial (Harper dkk, 1986 dalam Pratiwi, 2016).


16

Suhardjo (1989 dalam Pratiwi, 2016) menambahkan kebiasaan

makan adalah suatu perilaku yang berhubungan dengan makan

seseorang, pola makanan yang dimakan, pantangan, distribusi

makanan dalam keluarga, preferensi terhadap makanan dan cara

memilih makanan. Kebiasaan makan yang diperoleh semasa

remaja akan berdampak pada kesehatan dalam fase kehidupan

selanjutnya. Kekurangan besi dapat menimbulkan anemia dan

keletihan. Remaja memerlukan lebih banyak besi dan wanita

membutuhkan lebih banyak lagi untuk mengganti besi yang hilang

bersama darah menstruasi (Arisman MB, 2004).

e. Konsumsi Tablet Tambah Darah

Suplementasi Tablet Tambah Darah (TTD) pada remaja putri

dan WUS merupakan salah satu upaya pemerintah Indonesia untuk

memenuhi asupan zat besi. Pemberian TTD dengan dosis yang

tepat dapat mencegah anemia dan meningkatkan cadangan zat

besi di dalam tubuh. Pemberian TTD pada remaja putri dan WUS

melalui suplementasi yang mengandung sekurangnya 60 mg

elemental besi dan 400 mcg asam folat. Pemberian suplementasi ini

dilakukan di beberapa tatanan yaitu fasyankes, institusi pendidikan,

tempat kerja dan KUA/tempat ibadah lainnya (Kementerian

Kesehatan RI, 2016).

Rekomendasi global menganjurkan untuk daerah dengan

prevalensi anemia ≥ 40%, pemberian TTD pada remaja putri dan

WUS terdiri dari 30-60 mg elemental iron dan diberikan setiap hari

selama 3 bulan berturut-turut dalam 1 tahun (WHO, 2016).


17

Suplementasi Tablet Tambah Darah (TTD) diberikan dengan tujuan

menghindari remaja putri dari resiko anemia. Konsumsi TTD sangat

dipengaruhi oleh kesadaran dan kepatuhan remaja putri (Siahaan,

2012).

C. Status Gizi

Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam

bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel

tertentu. Contoh : Gondok endemik merupakan keadaan ketidakseimbangan

pemasukan dan pengeluaran iodium dalam tubuh (Supariasa.dkk, 2016).

Status gizi adalah keadaan tubuh karena konsumsi makan dan penggunaan

zat-zat gizi, dibedakan menjadi gizi kurang, gizi baik dan gizi lebih

(Almatsier, 2004).

Status gizi normal merupakan suatu ukuran status gizi dimana terdapat

keseimbangan antara jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh dan energi

yang dikeluarkan dari luar tubuh sesuai dengan kebutuhan individu. Energi

yang masuk ke dalam tubuh dapat berasal dari karbohidrat, protein, lemak

dan zat gizi lainnya (Nix, 2005 dalam Khairina, 2008).

Status gizi kurang atau yang lebih sering disebut undernutrition

merupakan keadaan gizi seseorang dimana jumlah energi yang masuk lebih

sedikit dari energi yang dikeluarkan. Hal ini dapat terjadi karena jumlah

energi yang masuk lebih sedikit dari anjuran kebutuhan individu (Wardlaw,

2007 dalam Khairina, 2008).

Status gizi lebih (overnutrition) merupakan keadaan gizi seseorang

dimana jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh lebih besar dari jumlah

energi yang dikeluarkan (Nix, 2005 dalam Kharina, 2008).


18

1. Penilaian Status Gizi

Metode penilaian status gizi dapat dikelompokkan menjadi metode

secara langsung dan metode tidak langsung. Indikator status gizi terbagi

menjadi dua yaitu pengukuran secara langsung dan pengukuran tidak

langsung. Pengukuran secara langsung menggunakan antropometri,

biokimia, biofisik dan klinis. Sedangkan pengukuran tidak langsung

dilakukan dengan menggunakan survey konsumsi, statistic vital dan

faktor ekologi.

Antropometri adalah pengukuran dari berbagai dimensi fisik dan

keseluruhan dari tubuh manusia pada tingkat umur dan derajat status

gizi yang berbeda. Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai

macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbaai

tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain

barat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, dan tebal lemak dibawah

kulit. Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi.

2. Jenis Parameter

Antropometri sebagai indikator status gizi dapar dilakukan dengan

mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari

tubuh manusia,diantaranya adalah umur, barat badan dan tinggi badan.

a. Umur

Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan

penentuan umur akan menybabkan kesalahan interpretasi status

gizi. Hasil pengukuran berat badan dan tinggi badan yang akurat

menjadi tidak berarti jika tidak disertai dengan penentuan umur

yang tepat.
19

b. Berat Badan

Berat badan merupakan ukuran antropometri terpenting dan paling

sering digunakan pada bayi baru lahir. Berat badan

menggambarkan jumlah protein, lemak,air dan mineral pada tulang.

Pada remaja,lemak tubuh cenderung meningkat dan protein otot

menurun. Berat badan merupakan parameter antropometri pilihan

utama karena berbagai pertimbangan diantaranya adalah

parameter yang paling baik, mudah terlihat perubahan dalamwaktu

singkat karena perubahan konsumsi makanan dan kesehatan serta

memeberikan gambaran status gizi sekarang dan jik dilakukan

dengan secara periodik memberikan gambaran yang baik tentang

pertumbuhan.

c. Tinggi Badan

Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan

yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui

dengan tepat. Selain itu, tinggi badan merupakan ukuran kedua yag

penting karena dengan menghubungkan berat badan terhadap

tinggi badan (quac stick), faktor umur dapat diabaikan.

3. Indeks Antropometri

Parameter antropometri merupakan dasar penilaian status gizi.

Kombinasi antara beberapa parameter antropometri disebut Indeks

Antropometri. Salah satu contoh dari indeks antropometri adalah Indeks

Massa Tubuh (IMT) atau yang disebut dengan Body Mass Index

(Supariasa, 2001).
20

Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut :

Berat badan (kg)


IMT =
Tinggi badan (m) x tinggi badan (m)

atau

Berat badan (dalam kilogram) ÷ kuadrat tinggi badan (dalam meter)

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor


1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian
Status Gizi Anak telah ditentukan ambang batas dari berbagai indeks
untuk menentukan status gizi.

Tabel 2.2

Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks


21

D. Menstruasi

Menstruasi merupakan perdarahan yang bersifat periodik dan siklik dari

uterus yang disertai deskuamasi atau pelepasan endometrium (Proverawati

& Misaroh, 2009). Umumnya, remaja yang mengalami menarche adalah

pada usia sekitar 14 tahun. Menarche merupakan pertanda berakhirnya

masa pubertas, masa peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa.

Periode ini akan mengubah perilaku dari beberapa aspek, misalnya

psikologis dan lainnya. Siklus menstruasi normal terjadi setiap 24-35 hari,

dengan lamanya menstruasi 3-7 hari, dengan jumlah darah selama

menstruasi berlangsung tidak melebihi 80 ml (Prawihardjo, 2014).

Menstruasi disertai ovulasi terjadi selang beberapa bulan sampai 2-3

tahun setelah menarche yang berlangsung sekitar umur 17-18 tahun.

Dengan memperhatikan komponen yang mengatur menstruasi dapat

dikemungkakan bahwa setiap penyimpangan system akan terjadi

penyimpangan pada patrum umun menstruasi(Manuaba dkk, 2006).

1. Siklus Menstruasi

Menurut Bobak (2004), ada beberapa rangkaian dari siklus menstruasi,

yaitu:

a. Siklus Endomentrium

Siklus endometrium menurut Bobak (2004), terdiri dari empat fase,

yaitu :

1) Fase menstruasi

Pada fase ini, endometrium terlepas dari dinding uterus

dengan disertai pendarahan dan lapisan yang masih utuh hanya

stratum basale. Rata-rata fase ini berlangsung selama lima hari


22

(rentang 3-6 hari). Pada awal fase menstruasi kadar estrogen,

progesteron, LH (Lutenizing Hormon) menurun atau pada kadar

terendahnya selama siklus dan kadar FSH (Folikel Stimulating

Hormon) baru mulai meningkat.

2) Fase proliferasi

Fase proliferasi merupakan periode pertumbuhan cepat

yang berlangsung sejak sekitar hari ke-5 sampai hari ke-14 dari

siklus menstruasi, misalnya hari ke-10 siklus 24 hari, hari ke-15

siklus 28 hari, hari ke-18 siklus 32 hari. Permukaan endometrium

secara lengkap kembali normal sekitar empat hari atau

menjelang perdarahan berhenti. Dalam fase ini endometrium

tumbuh menjadi setebal ± 3,5 mm atau sekitar 8-10 kali lipat dari

semula, yang akan berakhir saat ovulasi. Fase proliferasi

tergantung pada stimulasi estrogen yang berasal dari folikel

ovarium.

3) Fase sekresi/luteal

Fase sekresi berlangsung sejak hari ovulasi sampai sekitar

tiga hari sebelum periode menstruasi berikutnya. Pada akhir fase

sekresi, endometrium sekretorius yang matang dengan

sempurna mencapai ketebalan seperti beludru yang tebal dan

halus. Endometrium menjadi kaya dengan darah dan sekresi

kelenjar.

4) Fase iskemi/premenstrual

Implantasi atau nidasi ovum yang dibuahi terjadi sekitar 7

sampai 10 hari setelah ovulasi. Apabila tidak terjadi pembuahan


23

dan implantasi, korpus luteum yang mensekresi estrogen dan

progesteron menyusut. Seiring penyusutan kadar estrogen dan

progesteron yang cepat, arteri spiral menjadi spasme, sehingga

suplai darah ke endometrium fungsional terhenti dan terjadi

nekrosis. Lapisan fungsional terpisah dari lapisan basal dan

perdarahan menstruasi dimulai.

b. Siklus Ovulasi

Ovulasi merupakan peningkatan kadar estrogen yang

menghambat pengeluaran FSH, kemudian hipofise mengeluarkan

LH (lutenizing hormon). Peningkatan kadar LH merangsang

pelepasan oosit sekunder dari folikel. Folikel primer primitif berisi

oosit yang tidak matur (sel primordial). Sebelum ovulasi, satu sampai

30 folikel mulai matur didalam ovarium dibawah pengaruh FSH dan

estrogen. Lonjakan LH sebelum terjadi ovulasi mempengaruhi folikel

yang terpilih. Di dalam folikel yang terpilih, oosit matur dan terjadi

ovulasi, folikel yang kosong memulai berformasi menjadi korpus

luteum. Korpus luteum mencapai puncak aktivitas fungsional 8 hari

setelah ovulasi, dan mensekresi baik hormon estrogen maupun

progesteron. Apabila tidak terjadi implantasi, korpus luteum

berkurang dan kadar hormon menurun. Sehingga lapisan fungsional

endometrium tidak dapat bertahan dan akhirnya luruh.

c. Siklus Hipofisis-hipotalamus

Menjelang akhir siklus menstruasi yang normal, kadar estrogen

dan progesteron darah menurun. Kadar hormon ovarium yang

rendah dalam darah ini menstimulasi hipotalamus untuk mensekresi


24

gonadotropin realising hormone (Gn-RH). Sebaliknya, Gn-RH

menstimulasi sekresi folikel stimulating hormone (FSH). FSH

menstimulasi perkembangan folikel de graaf ovarium dan produksi

estrogennya. Kadar estrogen mulai menurun dan Gn-RH

hipotalamus memicu hipofisis anterior untuk mengeluarkan lutenizing

hormone (LH). LH mencapai puncak pada sekitar hari ke-13 atau ke-

14 dari siklus 28 hari. Apabila tidak terjadi fertilisasi dan implantasi

ovum pada masa ini, korpus luteum menyusut, oleh karena itu kadar

estrogen dan progesteron menurun, maka terjadi menstruasi.

2. Gangguan Menstruasi

Masalah gangguan menstruasi (menstruasi abnormal), dan

perdarahan yang menyerupai menstruasi pada interval siklus menstruasi

normal menurut Hestiantoro (2008) dikelompokkan menjadi :

a. Ritme (irama) menstruasi, dimana normalnya adalah 25-31 hari,

sedangkan yang abnormal seperti :

1) Menstruasi terlalu sering dengan interval < 21 hari, yang

disebut polimenorea.

2) Menstruasi terlalu jarang dengan interval > 35 hari, yang

disebut oligomenore.

3) Tidak terjadi menstruasi, yang disebut amenore.

4) Perdarahan tidak teratur, dimana interval datangnya menstruasi

tidak tentu.

5) Perdarahan bercak (spotting ) yang terjadi pramenstruasi,

pertengahan siklus dan pasca menstruasi.


25

b. Banyaknya darah menstruasi yang keluar, dimana normalnya ganti

pembalut 2-5 kali/hari, abnormal jika :

1) Bila darah menstruasi yang keluar terlalu banyak, disebut

hipermenorea dengan ganti pembalut > 6 kali perhari.

2) Bila darah menstruasi yang keluar terlalu sedikit, disebut

hipomeorea dengan ganti pembalut < 2 kali perhari.

3) Perdarahan becak (spotting).

c. Lamanya darah menstruasi yang keluar, dimana normalnya 2-5

hari, abnormal jika:

1) Darah menstruasi yang keluar > 6 hari, disebut menoragia.

2) Bila darah menstruasi yang keluar < 2 hari, disebut

brakimenore.

3) Pedarahan bercak (spotting) pramenstruasi, pertengahan siklus

dan pasca menstruasi.

E. Kepatuhan Minum TTD

Kepatuhan adalah merupakan suatu perubahan perilaku dari perilaku

yang tidak mentaati peraturan ke perilaku yang mentaati peraturan (Green

dalam Notoatmodjo, 2003). Kepatuhan mengkonsumsi tablet zat besi diukur

dari ketepatan jumlah tablet yang dikonsumsi, ketepatan cara

mengkonsumsi tablet zat besi, frekuensi konsumsi perhari. Suplementasi

besi atau pemberian tablet Fe merupakan salah satu upaya penting dalam

mencegah dan menanggulagi anemia, khususnya anemia kekurangan besi.

suplementasi besi merupakan cara efektif karena kandungan besinya yang


26

dilengkapi asam folat yang sekaligus dapat mencegah anemia karena

kekurangan asam folat (Afnita, 2004).

1. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan

a. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah

orang mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terhadap obyek terjadi melalui panca indra manusia

yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan

tersendiri. Pada waktu penginderaan sampai menghasilkan

pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian

presepsi terhadap obyek. Sebagian besar pengetahuan manusia di

peroleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2012).

Pengetahuan pada dasarnya terdiri dari sejumlah fakta dan teori

yang memungkinkan seseorang dapat memecahkan masalah yang

dihadapinya. Pengetahuan tersebut diperolah baik dari pengalaman

langsung maupun melalui pengalaman orang lain. pengukuran

pengetahuan dapat dlakuakn dengan cara wawancara atau angket

yang menanyakan tenatang isi materi yang ingin diukur dari subjek

penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2012).

b. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih

tertutup terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2012).

Allport (1954), seperti yang dikutip dari Notoatmodjo (2012),

menjelaskan bahwa sikap terdiri atas 3 komponen pokok yaitu:


27

1) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek

2) Kehidupan emosional atau eveluasi emosional terhadap suatu

objek

3) Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap

yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini

pengetahuan berpikir, keyakinan, dan emosi memegang peranan

penting.

c. Praktik atau Tindakan (Practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt

behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata

diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi memungkinkan,

antara lain adalah fasilitas. Praktik ini mempunyai beberapa

tingkatan.

a. Respons terpimpin (guided response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar

dan sesuai.

b. Mekanisme (mecanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan

benar secara otomatis.

c. Adopsi (adoption)

Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah

terkembang dengan baik.


28

Pengukuran perilaku dapat dilakukan seraca tidak langsung yakni

dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah

dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (Recall).

d. Motivasi Dari Petugas Kesehatan

Motivasi adalah satu variabel penyelang (yang ikut campur

tangan) yang digunakan untuk menimbulkan faktor-faktor tertentu

didalam organisme, yang membangkitkan, mengelolah,

mempertahankan dan menyalurkan tingkah laku menuju satu sarana

(Chaplin, 1997 dalam Susiloningtyas, 2012). Motivasi dari petugas

kesehatan merupakan faktor lain yang dapat mempengaruhi

kepatuhan. Motivasi mereka terutama berguna saat pasien

menghadapi bahwa perilaku sehat yang baru tersebut merupakan

hal penting. Begitu juga mereka dapat mempengaruhi perilaku

pasien dengan cara menyampaikan antusias mereka terhadap

tindakan tertentu dari pasien, dan secara terus menerus

memberikan penghargaan yang positif bagi pasien yang telah

mampu beroreintasi dengan program pengobatannya (Niven, 2002).

F. Hubungan antara Status Gizi, Pola Menstruasi dan Kepatuhan Minum

TTD dengan Anemia.

1. Hubungan status gizi dengan anemia

Status gizi merupakan cerminan kecukupan konsumsi zat gizi

masa-masa sebelumnya yang berarti bahwa status gizi saat ini

merupakan hasil kumulasi konsumsi makanan sebelumnya (Enoch,

1988 dalam Pratiwi, 2016). Menurut Thompson (2007) dalam Pratiwi

(2016), status gizi mempunyai korelasi positif dengan konsentrasi


29

Hemoglobin, artinya semakin buruk status gizi seseorang maka semakin

rendah kadar Hbnya.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Martini pada tahun 2015 di

MAN 1 Metro Lampung Timur pada 115 remaja putri kelas XI

didapatkan hasil adanya hubungan antara status gizi dengan kejadian

anemia (p-value= 0,009 < α = 0,05). Remaja putri dengan status gizi

dalam kategori kurus mempunyai risiko 3,1 kali mengalami anemia

dibandingkan dengan remaja yang status gizinya dalam kategori normal

(OR=3,059 (95% CI:1,425- 6,761).

2. Hubungan pola menstruasi dengan anemia

Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus

disertai pelepasan endometrium. Siklus menstruasi adalah serangkaian

periode dari perubahan yang terjadi secara berulang pada uterus dan

organ-organ yang dihubungkan pada saat pubertas dan berakhir pada

saat menopause. Panjang siklus yang normal atau dianggap sebagai

siklus menstruasi yang klasik adalah 28 hari (Hamilton, 1995 dalam

Pratiwi, 2016).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mentari di Stikes

Harapan Bangsa Purwokerto tahun 2013 pada 33 mahasiswa

Kebidanan didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara lama

menstruasi dengan anemia (ρ-value = 0,026 < α = 0,05). Penelitian yang

dilakukan oleh Eka Pratiwi di MTS Ciwandan Kota Cilegon Tahun 2015

yang juga menyatakan ada hubungan yang bermakna antara pola

menstruasi dengan kejadian anemia ( p-value = 0.000 < α = 0,05).

Berdasarkan perhitungan risk estimate diperoleh OR=49,500 (95% Cl


30

156,165- 15,690). Artinya responden dengan pola menstruasi tidak

normal memiliki peluang 49,500 kali untuk menderita anemia defisiensi

besi dibandingkan dengan responden dengan pola menstruasi normal.

3. Hubungan kepatuhan minum TTD dengan anemia

Kepatuhan adalah suatu perubahan perilaku dari perilaku yang tidak

menaati peraturan ke perilaku yang menaati peraturan. Masalah

kepatuhan merupakan kendala utama suplementasi besi. Untuk

menjaga kepatuhan konsumsi suplemen besi, dapat dilakukan dengan

berbagai upaya seperti memberikan sosialisasi pada awal kegiatan,

mengonsumsi suplemen besi langsung di depan petugas, dan

mengirimkan pesan singkat kepada sampel penelitian (Fikawati, Syafiq

and Nurjuaida, 2005).

Penelitian yang dilakukan oleh Retno Desita Putri di MTsN 02 Kota

Bengkulu pada tahun 2017 pada 100 responden menunjukan p value =

0,00 < α = 0,05 yang artinya terdapat hubungan yang signifikan antara

kepatuhan konsumsi TTD dengan anemia pada remaja putri(Putri,

2017).
31

G. Kerangka Teori

Gambar 2.2 Kerangka Teori


32

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

1. Paradigma Penelitian

Anemia didefinisikan sebagai kondisi rendahnya konsentrasi kadar

Hemoglobin dalam darah atau rendahnya hematokrit yaitu persentase

dari volume darah yang terdiri dari sel darah merah (Allen and Gillespie,

2001). Anemia berarti kekurangan sel darah merah, yang dapat

disebabkan oleh hilangnya darah yang terlalu cepat atau karena terlalu

lambatnya produksi sel darah merah (Guyton dan Hall, 1997:538).

Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering terjadi

pada remaja, karena kebutuhan zat besi yang tinggi untuk pertumbuhan.

Remaja puteri menjadi rentan terhadap anemia sebab remaja puteri

mengalami siklus menstruasi. Ketidakseimbangan zat gizi juga menjadi

penyebab anemia pada remaja. Remaja puteri biasanya sangat

memperhatikan bentuk tubuh, sehingga banyak yang membatasi minum

makanan dan banyak pantangan terhadap makanan yang

mempengaruhi status gizi remaja tersebut (Risva and Rahfiludin, 2016).

Dampak anemia pada remaja putri yaitu pada masa pertumbuhan

mudah terinfeksi, kebugaran tubuh berkurang, semangat belajar dan

prestasi menurun, sehingga pada saat akan menjadi calon ibu dengan

keadaan berisiko tinggi (Martini, 2015). Upaya pencegahan dan

penanggulangan anemia dilakukan dengan memberikan asupan zat besi

yang cukup ke dalam tubuh untuk meningkatkan pembentukan

hemoglobin, Suplementasi Tablet Tambah Darah (TTD) pada remaja


33

putri merupakan salah satu upaya pemerintah Indonesia untuk

memenuhi asupan zat besi (Kementerian Kesehatan RI, 2016).

Dalam pedoman pencegahan dan penanggulangan anemia pada

remaja putri disebutkan bahwa kegiatan Suplementasi TTD dilakukan

secara mandiri dengan dosis satu tablet seminggu sekali. Meskipun

sudah diatur dalam pedoman yang cukup jelas, program suplementasi

ini masih mengalami banyak kendala, terutama dalam hal kepatuhan

(Risva and Rahfiludin, 2016).

Variabel Independen Variabel Dependen

Status Gizi

Pola Menstruasi Anemia

Kepatuhan minum TTD

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

2. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan

rancangan penelitian cross-sectional dimana semua variabel diambil

serentak dalam satu waktu.

3. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban/pertanyaan sementara dari suatu

penelitian yang perlu diuji kebenarannya (Nugrahaeni dan Mauliku,

2011). Dalam penelitian ini terdapat dua jenis hipotesis penelitian

diantaranya adalah :
34

a. Hipotesis Null (Ho) yaitu jawaban sementara atau hipotesis yang

menyatakan tidak ada hubungan antara variabel bebas dan variabel

terikat (Nugrahaeni dan Mauliku, 2011). Adapun Ho dalam

penelitian ini diantaranya adalah :

1) Tidak ada hubungan status gizi dengan kejadian anemia pada

remaja putri di SMK Negeri 1 Kota Cimahi tahun 2018.

2) Tidak ada hubungan pola menstruasi dengan kejadian anemia

pada remaja putri di SMK Negeri 1 Kota Cimahi tahun 2018.

3) Tidak ada hubungan kepatuhan minum TTD dengan kejadian

anemia pada remaja putri di SMK Negeri 1 Kota Cimahi tahun

2018.

b. Hipotesis alternatif (Ha) yaitu jawaban sementara atau hipotesis

yang menyatakan ada hubungan antara variabel bebas dan variabel

terikat (Nugrahaeni dan Mauliku, 2011). Adapun Ha dalam

penelitian ini diantaranya adalah :

1) Ada hubungan status gizi dengan kejadian anemia pada remaja

putri di SMK Negeri 1 Kota Cimahi tahun 2018.

2) Ada hubungan pola menstruasi dengan kejadian anemia pada

remaja putri di SMK Negeri 1 Kota Cimahi tahun 2018.

3) Ada hubungan kepatuhan minum TTD dengan kejadian anemia

pada remaja putri di SMK Negeri 1 Kota Cimahi tahun 2018.

4. Variabel Penelitian

a. Variabel Bebas (Independent)

Variabel Independent dalam penelitian ini diantaranya adalah Status

Gizi, Pola Menstruasi dan Kepatuhan Minum TTD.


35

b. Variabel Terikat (Dependent)

Variabel dependent dalam penelitian ini adalah Anemia.

5. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Konseptual Operasional
1. Anemia Anemia adalah Hasil pemeriksaan Hemo- 0 = Anemia, Ordinal
suatu kondisi Hb responden globino- jika kadar Hb
tubuh dimana dimana kadar Hb meter merk < 12g/dL
kadar di dalam darah Easy Touch
hemoglobin <12g/dl 1 = tidak
(Hb) dalam berdasarkan anemia, jika
darah lebih pemeriksaan kadar Hb ≥
rendah dari darah dengan 12g/dL
normal (WHO, menggunakan alat (WHO, 2011)
2011). hemoglobinometer
merk Easy Touch

2. Status Gizi Status gizi Keadaan  Timbang 1 = Sangat Ordinal


merupakan keseimbangan gizi berat Kurus , (< -
ekspresi dari responden yang badan 3SD)
keadaan diukur  Microtois
keseimbangan berdasarkan hasil e 2 = Kurus (-
dalam bentuk perhitungan  Tabel 3SD s/d <-
variabel Indeks Massa Standar 2SD)
tertentu atau Tubuh/Umur Indeks
perwujudan (IMT/Umur) Massa 3 = Normal (-
dari nutriture Tubuh 2SD s/d 1SD)
dalam bentuk Menurut
variabel Umur 4= Gemuk
tertentu. (>1SD s/d
(Supariasa.dkk, 2SD)
2016).
5= Obesitas
(>2SD)

3. Pola Menstruasi Frekuensi Kuesioner 0 = Tidak Ordinal


Menstruasi adalah menstruasi yang Normal, jika
perdarahan diukur frekuensi
periodik dari berdasarkan menstruasi
uterus yang frekuensi diluar sebulan
dimulai sekitar menstruasi, lama sekali, lama
14 hari setelah menstruasi, dan menstruasi >
ovulasi secara berapa kali ganti 6 hari, ganti
36

berkala akibat pembalut dalam pembalut > 5


terlepasnya sehari kali/hari
lapisan
endometrium 1= Normal,
uterus (Bobak, jika frekuensi
2004). menstruasi
sebulan
sekali dan
lama
menstruasi ≤
6 hari, ganti
pembalut ≤ 5
kali sehari.
(Hestiantoro,
2008)
4. Kepatuhan Kepatuhan Kepatuhan remaja Kartu 0 = Tidak Ordinal
minum adalah putri dalam minum Kepatuhan Patuh, jika
TTD merupakan TTD yang TTD konsumsi
suatu diberikan guru TTD < 52
perubahan UKS sesuai tablet dalam
perilaku dari dengan anjuran satu tahun
perilaku yang yaitu sebanyak 52
tidak mentaati tablet dalam satu 1 = Patuh,
peraturan ke tahun di SMK jika konsumsi
perilaku yang Negeri 1 Kota TTD
mentaati Cimahi sebanyak 52
peraturan tablet dalam
(Green dalam satu tahun
Notoatmodjo, (Dinkes Kota
2003). Cimahi, 2017)

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan seluruh subjek (manusia, bintang percobaan,

data laboratorium, dan lain – lain) yang akan diteliti dan memenuhi

karakteristik yang ditentukan (Riyanto, 2011). Populasi dalam penelitian

ini adalah seluruh siswa remaja putri yang mendapatkan tablet tambah

darah di SMK Negeri 1 Kota Cimahi sebanyak 674 orang.


37

2. Sampel

Sampel merupakan sebagian dari populasi yang diharapkan dapat

mewakili atau representative populasi (Riyanto, 2011). Besarnya sampel

yang diambil dalam penelitian ini dihitung menggunakan rumus:

NZ P(1−P)
( 1−∝
2 )
2

n= 2
Nd + Z P(1−P)
(1−∝
2 )
2

Keterangan:

n = besar sampel

N = besar populasi

Z
( 1−∝
2 )
= nilai sebaran normal baku, besarnya tergantung tingkat
2

kepercayaan (TK), jika TK 90%= 1,64, TK 95%= 1,96 dan TK

99%= 2,57

P = proporsi kejadian, jika tidak diketahui dianjurkan = 0,5

d = besar penyimpangan; 0,1, 0,05 dan 0,01

Sehingga perhitungannya sebagai berikut:


2
674 x ( 1,96 ) x 0,5(1−0,5)
n= 2 2
674 x(0,1) +(1,96) x 0,5( 1−0,5)

674 x 3,8416 x 0,25


¿
6,74+3,8416 x 0,25

647,3096
¿
7,7004
38

¿ 84,06−→84 sampel

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah

proportional random sampling, yaitu cara pengambilan sampel dimana

populasi bersifat heterogen dibagi – bagi dalam lapisan – lapisan

(Riyanto, 2011).

3. Kriteria Sampel

a. Kriteria Inklusi:

1) Remaja putri usia 15-18 tahun yang bersekolah di SMK Negeri 1

Kota Cimahi

2) Mendapatkan TTD sebanyak 1 tablet perminggu

3) Hadir pada saat pengambilan data

4) Bersedia menjadi responden

b. Kriteria Eksklusi:

1) Remaja putri yang sedang menstruasi

2) Remaja putri yang belum menstruasi

3) Remaja putri yang menderita penyakit infeksi dan parasit seperti

TBC, Cacingan dan malaria.

C. Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini bersumber dari:

a. Data Sekunder

Data sekunder dari hasil pencatatan dan pelaporan guru UKS

mengenai kepatuhan minum TTD selama satu tahun yang diperoleh

dari Kartu Kepatuhan minum TTD


39

b. Data Primer

Data primer yang dikumpulkan meliputi data kadar Hb, status gizi

meliputi berat badan, tinggi badan dan umur dan pola menstruasi

responden. Umur responden dan pola menstruasi dikumpulkan

dengan menggunakan kuesioner, data antropometri dikumpulkan

dengan menggunakan alat timbang dan pengukur tinggi badan. Data

kadar Hb dikumpulkan dengan cara mengambil darah yang dilakukan

diujung jari dengan metode finger prick.

2. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh

peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaan lebih mudah dan

hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis

sehingga lebih mudah diolah (Arikunto, 2006). Instrumen penelitian atau

alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian adalah:

a. Lembar kuesioner, yaitu alat pengumpul data berupa daftar

pertanyaan yang sebelumnya telah dipersiapkan terlebih dahulu

sebelum penelitian dimulai. Pengisian kuesioner mengenai umur

dilakukan dengan mandiri oleh responden dengan menuliskan

tanggal lahir dan pola menstruasi responden.

b. Timbangan berat badan

c. Microtoise

d. Hemoglobinometer merk Easy Touch

e. Kartu Kepatuhan minum TTD.

f. Alat tulis berupa pensil 2B, penghapus, dan buku/kertas.


40

D. Prosedur Penelitian

Agar penelitian yang direspon dapat memenuhi syarat penelitian yaitu

sistematis, terencana, dan mengikuti konsep ilmiah. Melalui langkah-langkah

sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan

a. Mencari fenomena dan masalah penelitian yang terjadi

b. Menentukan lahan penelitian yaitu di SMK Negeri 1 Cimahi dan

melakukan studi pendahuluan.

c. Melakukan studi kepustakaan tentang hal-hal yang berkaitan

dengan masalah penelitian.

d. Menyusun proposal penelitian.

e. Mengikuti bimbingan proposal penelitian.

f. Melaksanakan seminar proposal.

g. Perbaikan hasil seminar.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Izin penelitian dan Informed consent dengan responden penelitian.

b. Melakukan pengumpulan data.

c. Melakukan pengolahan dan analisa data.

d. Menarik kesimpulan.

3. Tahap akhir

a. Penyusunan laporan penelitian.

b. Penyajian atau presentasi hasil penelitian.

E. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data
41

Cara pengolahan data menggunakan tahap-tahap sebagai berikut:

a. Editing

Editing atau penyuntingan dilakukan oleh peneliti secara

langsung pada saat penelitian untuk memastikan bahwa responden

telah mengisi seluruh pertanyaan dalam kuesioner dengan jawaban

lengkap.

b. Coding

Coding dilakukan dengan mengubah data jawaban kuesioner ke

dalam bentuk angka. Variabel anemia, 0 untuk anemia dan 1 untuk

tidak anemia, variabel status gizi 1 untuk sangat kurus, 2 untuk

kurus, 3 untuk normal, 4 untuk gemuk dan 5 untuk obesitas. Variabel

Pola menstruasi 0 untuk tidak normal dan 1 untuk normal, variabel

kepatuhan 0 untuk tidak patuh dan 1 untuk patuh

c. Scoring

Setelah semua jawaban diberi kode selanjutnya jawaban dari

masing-masing responden dijumlahkan.

d. Processing

Terhadap hasil penjumlahan tersebut dilakukan uji normalitas

data untuk mengetahui kenormalan distribusi data serta menentukan

penggunaan mean atau median dalam masing-masing variabel yang

diukur

e. Cleaning

Mengecek kembali data-data yang telah dimasukkan dan langkah-

langkah dalam proses pengolahan serta analisis data, apakah

terdapat terdapat kesalahan atau tidak.


42

2. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan sistem

komputerisasi dengan menggunakan perangkat lunak statistik yang

meliputi :

a. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran

distribusi frekuensi dari variabel dependen dan independen. Data

yang diperoleh dikumpulkan dan disajikan dalam bentuk tabel.

Analisis dilakukan dengan menggunakan rumus:

f
x 100 %
n

Keterangan:

f = frekuensi pada tiap variabel

n = total sampel

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui kemaknaan

hubungan (membuktikan hipotesis) antara variabel independen

(status gizi, pola mentruasi dan kepatuhan minum TTD) dengan

variabel dependen (anemia).

Analisis dilakukan dengan menggunakan uji statistik Chi

square, uji kemaknaan dilakukan dengan menggunakan α = 0,05 dan

Confidience Interval 95%. Rumus yang digunakan untuk menghitung

Chi Square yaitu (Riyanto, 2011):


2
( fo−fe)
x =∑
2
fe
43

keterangan :

x2 = nilai chi-square

fo = frekuensi yang diobservasi (frekuensi empiris)

fe = frekuensi yang diharapkan (frekuensi teoritis)

fe=¿ ¿

Keterangan rumus mencari frekuensi teoritis (fe):

fe = frekuensi yang diharapkan (frekuensi teoritis)

Ʃ fk = jumlah frekuensi pada kolom

Ʃ fb = jumlah frekuensi pada baris

ƩT = jumlah keseluruhan data/sampel

dk = (k-1) (b-1)

Keterangan :

k = jumlah kolom

b = jumlah baris

Uji kemaknaan dilakukan dengan menggunakan α = 0,05 dan

Confidience Interval 95% (penelitian kesehatan masyarakat) dengan

ketentuan:

1) p value > 0,05 berarti Ho gagal ditolak (p > α), uji statistik

menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna.

2) p value ≤ 0,05 berarti Ho ditolak (p ≤ α), uji statistik menunjukkan

ada hubungan yang bermakna.

Hasil uji Chi Square dapat dilihat pada kotak “Chi Square test”

dengan ketentuan pembacaan sebagai berikut:


44

1) Perhitungan Pearson Chi Square dipakai bila tabel lebih dari 2x2

2) Perhitungan Continuity Correction dipakai bila tabel 2x2 dan tidak

ada nilai E (expected) < 5 atau kurang dari 20% dari jumlah sel

dalam tabel

3) Perhitungan Fisher Exact dipakai bila tabel 2x2 dan dijumpai nilai

E (expected) > 20% jumlah sel dalam tabel.

Analisis untuk memperoleh faktor risiko yang digunakan dalam

studi cross sectional adalah prevalence ratio (PR). PR adalah

perbandingan antara prevalensi efek (penyakit/ masalah kesehatan)

pada kelompok subjek yang memiliki faktor risiko dan prevalensi efek

pada kelompok tanpa faktor risiko. Prevalence ratio (PR)

menunjukkan peran faktor risiko dalam terjadinya efek pada studi

potong lintang. PR dihitung secara sederhana dengan menggunakan

tabel 2x2 sebagai berikut.

Tabel 3.2. Tabel Kontingensi 2x2

Penyakit
Kaktor Resiko Total
Ya Tidak

Terpapar A b a+b

Tidak terpapar C d c+d

Total a+c b+d a+b+c+d = N

Keterangan:

a = subjek dengan faktor risiko yang mengalami efek.

b = subjek dengan faktor risiko yang tidak mengalami efek.

c = subjek tanpa faktor risiko yang mengalami efek.


45

d = subjek tanpa faktor risiko yang tidak mengalami efek.

Perhitungan prevalence ratio yang digunakan untuk

mengetahui besar risiko pada studi cross sectional adalah sebagai

berikut:

PR=
[ ]a
( a+b )

[ ] c
( c +d )

PR harus selalu disertai nilai confidence interval yang

dikehendaki, yang akan menentukan apakah prevalensi ratio tersebut

bermakna atau tidak dengan parameter sebagai berikut:

1) Jika interval kepercayaan melewati (tidak mencakup) angka 1

pada titik awal maka faktor risiko tersebut bermakna.

2) Jika interval kepercayaan di bawah (mencakup) angka 1 pada

titik awal maka faktor tersebut tidak bermakna.

Interpretasi hasil prevalence ratio dalam studi cross sectional

selain didasarkan pada nilai confidence interval (CI) juga didasarkan

pada nilai prevalence ratio (PR) dengan parameter sebagai berikut:

1) Jika nilai PR = 1 berarti variabel yang diduga sebagai faktor risiko

tidak ada pengaruh dalam terjadinya efek atau dengan kata lain

bukan sebagai faktor risiko terjadinya efek (penyakit/masalah).

2) Jika nilai PR > 1 dan rentang confidence interval tidak mencakup

angka 1, berarti variabel faktor yang diteliti merupakan faktor

protektif terjadinya efek.


46

3) Jika nilai PR < 1 dan rentang confidence interval tidak mencakup

angka 1, berarti faktor yang diteliti merupakan faktor resiko

terjadinya efek.

F. Etika Penelitian

Terdapat empat prinsip utama etika penelitian yang perlu dipahami,

yaitu (Nugrahaeni & Mauliku, 2011):

1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human

dignity).

Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subyek untuk

mendapatkan informasi yang terbuka berkaitan dengan jalannya

penelitian serta memiliki kebiasaan menentukan pilihan dan bebas dari

paksaan untuk berpartisipasi dalam kegiatan penelitian (autonomy).

Salah satu tindakan yang terkait dengan prinsip tersebut adalah

persetujuan subyek (informed consent).

Dalam penelitian ini, peneliti memberikan informed consent dan

Surat Pernyataan Bersedia Menjadi Responden Penelitian yang

mencakup :

a. Penjelasan manfaat penelitian

b. Penjelasan kemungkinan risiko dan ketidaknyamanan yang dapat

ditimbulkan

c. Penjelasan manfaat yang akan didapatkan

d. Persetujuan peneliti dapat menjawab setiap pertanyaan yang

diajukan

e. Subyek berkaitan dengan prosedur penelitian

f. Jaminan anonimitas dan kerahasiaan.


47

2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subyek penelitian (respect

for privacy and confidenciality).

Setiap manusia memiliki hak-hak dasar individu termasuk privasi

dan kebebasan individu. Dalam aplikasinya, peneliti tidak boleh

menampilkan informasi mengenai identitas baik nama maupun alamat

asal subyek dalam kuesioner dan alat ukur apapun untuk menjaga

anonimitas dan kerahasiaan identitas subyek. Peneliti dapat

menggunakan koding (inisial atau identification number) sebagai

pengganti identitas responden.

Dalam penelitian ini peneliti hanya menampilkan nomor urut

responden dalam hasil pengolahan data.

3. Keadilan dan inklusivitas (respect for justice and inclusiveness).

Prinsip keadilan memiliki konotasi keterbukaan dan adil, untuk

memenuhi prinsip keterbukaan, penelitian dilakukan secara jujur, hati-

hati, profesional, berperikemanusiaan, dan memperhatikan faktor-faktor

ketepatan, keseksamaan, kecermatan, intimitas, psikologis serta

perasaan religius subyek penelitian. Dalam prosedur penelitian, peneliti

mempertimbangkan aspek keadilan gender dan hak subyek untuk

mendapatkan perlakuan yang sama baik sebelum, selama, maupun

sesudah berpartisipasi dalam penelitian.

Dalam penelitian ini, peneliti memperlakukan responden dengan

baik, baik sebelum, selama, maupun sesudah berpartisipasi dalam


48

penelitian.

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan

(balancing harms and benefits).

Peneliti melaksanakan penelitian sesuai dengan prosedur

penelitian guna digeneralisasikan di tingkat populasi (beneficence).

Peneliti meminimalisasi dampak yang merugikan bagi subyek (non

beneficence).

Dalam penelitian ini, peneliti telah melaksanakan penelitian

sesuai dengan prosedur. Minimalisasi dampak merugikan terhadap

responden dilakukan dengan menerapkan prinsip menjaga kerahasiaan

responden.

G. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi yang dijadikan tempat penelitian adalah di SMK Negeri 1 Kota

Cimahi.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Februari tahun 2018


49

DAFTAR PUSTAKA

Afnita, D., (2004). Hubungan Perilaku Ibu Hamil dan Motivasi Petugas Kesehatan

Terhadap Kepatuhan dalam Mengkonsumsi Tablet Zat Besi pada Ibu

Hamil di Rumah Sakit Ibu dan Anak Badrul Aini Medan Tahun

2004.Skripsi Mahasiswa FKM USU

Allen, L. H. and Gillespie, S. R. (2001) What Works? A Review of the Efficacy

and Effectiveness of Nutrition Interventions.

Almatsier S. (2004). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Arisman. (2004). Gizi dalam Daur Kehidupan: Buku Ajar Ilmu Gizi. Buku

Kedokteran EGC: Jakarta

Bobak, Lowdermilk, Jensen, (2004), Buku Ajar Keperawatan Maternitas /

Maternity Nursing (Edisi 4), Alih Bahasa Maria A. Wijayati, Peter I.

Anugerah, Jakarta : EGC.

Dinas Kesehatan Kota Cimahi. 2017.

Fikawati, S., Syafiq, A. and Nurjuaida, S. (2005) ‘Pengaruh suplementasi zat besi

satu dan dua kali per minggu terhadap kadar hemoglobin pada siswi

yang menderita anemia’, Universa Medicina, 24(4), pp. 167–174.

Guyton dan Hall. (1997). Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC


50

Kartono, Kartini. (1990). “Psikologi Anak”. Bandung : Mandar Maju. Komite

Nasional PBB Bidang Pangan dan Pertanian. 1992. Anemia Gizi.

Seminar Gizi Nasional, Persiapan ”International Conference on

Nutrition, Rome, December 1992; Jakarta, 13-14 Januari 1992.

Dalam Pratiwi, E. (2016) ‘Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Anemia

Pada Siswi Mts Ciwandan Kota Cilegon Tahun 2015’. Available at:

http://repository.uinjkt.ac.id//dspace/handle/123456789/29680.

Kementerian Kesehatan RI (2013) RISKESDAS 2013, Program. doi:

10.3406/arch.1977.1322.

_______________________(2016) ‘Pedoman Pencegahan dan

Penanggulangan Anemia pada Remaja Putri dan Wanita Usia subur

(WUS)’.

________________________ (2015) ‘Infodatin Reproduksi Remaja-Ed.Pdf’, pp.

1–8. doi: 24427659.

Khairina, D. (2008) ‘Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi

Berdasarkan IMT pada Pembantu Rumah Tangga (PRT) Wanita di

Perumahan Duta Indah Bekasi Tahun 2008’, Program Studi Ilmu

Kesehatan Masyarakat Gizi Kesehatan Masyarakat.

Listiana, A. (2012) ‘Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

anemia gizi besi pada remaja putri di smkn 1 terbanggi besar

lampung tengah’, pp. 455–469.

Manuaba, dkk, (2006). Buku Ajar Patalogi Obstetri Untuk Mahasiswa Kebidanan.

Cetakan I. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta


51

Martini (2015) ‘Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia

Pada Remaja Putri Di Man 1 Metro’, Jurnal Kesehatan Metro Sai

Wawai, VIII(1), pp. 1–7.

Mentari, D. E. (2013) ‘Hubungan Lama Menstruasi Dengan Anemia Pada

Mahasiswa Program Studi Kebidanan DIII Di Stikes Harapan Bangsa

Purwokerto Tahun 2013’.

Monks, F.J. 1999. “Psikologi Perkembangan Pengantar Dalam Berbagai

Bagiannya”. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Dalam

Pratiwi, E. (2016) ‘Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Anemia Pada

Siswi Mts Ciwandan Kota Cilegon Tahun 2015’. Available at:

http://repository.uinjkt.ac.id//dspace/handle/123456789/29680.

Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta : EGC

Nix, S. (2005). William’s Basic Nutrition & Diet Therapy, Twelfth Edition. Elsevier

Mosby Inc, USA Dalam Khairina, D. (2008) ‘Faktor-faktor yang

Berhubungan dengan Status Gizi Berdasarkan IMT pada Pembantu

Rumah Tangga (PRT) Wanita di Perumahan Duta Indah Bekasi

Tahun 2008’, PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

GIZI KESEHATAN MASYARAKAT.

Nugrahaeni, D. K & Mauliku, N. E. (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan.

Cimahi: Stikes A. Yani Press.

PRASTIKA, D. A. (2011) ‘Hubungan Lama Menstruasi Terhadap Kadar

Hemoglobin Pada Remaja Siswi Sma N 1 Wonosari’. Available at:

http://eprints.uns.ac.id/4881/1/210451511201107561.pdf.
52

Pratiwi, E. (2016) ‘Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Anemia Pada Siswi Mts

Ciwandan Kota Cilegon Tahun 2015’. Available at:

http://repository.uinjkt.ac.id//dspace/handle/123456789/29680.

Prawihardjo. (2014). Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawihardjo

Proverawati & Misaroh. (2009). Menarche Mentruasi Pertama Penuh Makna.

Yogyakarta: Nuha Medika

Putri, R. D. (2017) ‘Hubungan Pengetahuan Gizi, Pola Makan, Dan Kepatuhan

Konsumsi Tablet Fe Dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri’, p.

134.

Risva, T. C. and Rahfiludin, M. Z. (2016) ‘Faktor-Faktor Yang Berhubungan

Dengan Sebagai Upaya Pencegahan Anemia Pada Remaja Puteri

( Studi Pada Mahasiswa Tahun Pertama Di Fakultas Kesehatan

Masyaratak Universitas Diponegoro’, 4(April), pp. 243–250.

Riyanto, Agus. (2011). Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta:

Nuha Medika

___________, 2013. Statistik Inferensial Untuk Analisa Data Kesehatan.

Yogyakarta: Nuha Medika.

____________. (2013). Statistik Deskriptif Untuk Analisa Data Kesehatan.

Yogyakarta: Nuha Medika.


53

Siahaan, N. R. (2012) ‘Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Anemia

Pada Remaja Putri Di Wilayah Kota Depok Tahun 2011’. SKRIPSI.

Universitas Indonesia

Smeltzer, S.C. & B.C Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah

Brunner & Suddarth. Dialih bahasakan Agung waluyo. EGC. Jakarta.

Soekidjo Notoatmojo.(2010). Ilmu Perilaku Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta.

Soetjiningsih. (2007). Buku Ajar Tumbuh Kembang Remaja dan

Permasalahannya. Jakarta : Sagung Seto.

Supariasa, I.D.N.dkk. (2016). Penilaian Status Gizi. Edisi 2. Jakarta: EGC

Susilowati dan Kuspriyanto. (2016). Gizi Dalam Daur Kehidupan. Bandung :

Refika Aditama

Wardlaw, G.M. & Jeffrey, S. H. (2007). Perspectives in Nutrition. Seventh Edition.

Mc Graw Hill Companies Inc, New York. Dalam Khairina, D. (2008)

‘Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Berdasarkan

IMT pada Pembantu Rumah Tangga (PRT) Wanita di Perumahan

Duta Indah Bekasi Tahun 2008’, Program Studi Ilmu Kesehatan

Masyarakat Gizi Kesehatan Masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai