Anda di halaman 1dari 8

PROPOSAL SKRIPSI

HUBUNGAN MOTIVASI IBU DENGAN KEAKTIFAN


MENGIKUTI POSYANDU BALITA USIA 0-3
TAHUN SELAMA MASA PANDEMI COVID
-19 DI POSYANDU MAWAR DUSUN
PANGGUNGREJO KABUPATEN
TULUNGAGUNG

Oleh :

NADHIROTUS SHOFIYAH
NIM. 202107129

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN


STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
2022
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Remaja merupakan transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang
ditandai sejumlah perubahan biologis, kognitif, dan emosional. Perubahan
biologis yaitu pertambahan tinggi badan, perubahan hormonal, dan kematangan
seksual. Perubahan kognitif yang terjadi adalah meningkatnya berpikir abstrak,
idealistik, dan logis. Perubahan sosio emosional meliputi tuntutan untuk mencapai
kemandirian, konflik dengan orang tua dan keinginan untuk meluangkan waktu
bersama teman sebaya. Oleh karena itu, masa remaja adalah masa yang lebih
banyak membutuhkan asupan zat gizi. Remaja membutuhkan asupan zat gizi yang
optimal untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Berdasarkan usia remaja
dibagi menjadi tiga periode yaitu remaja awal pada usia 10-13 tahun, remaja
pertengahan pada usia 14-16 tahun, dan remaja akhir pada usia 17-20 tahun.
Puncak pertumbuhan remaja putri terjadi pada usia 12 tahun, sedangkan remaja
putra terjadi pada usia 14 tahun.
Remaja putri pada masa pubertas sangat berisiko mengalami anemia gizi
besi. Hal ini disebabkan banyaknya zat besi yang hilang selama menstruasi. Selain
itu diperburuk oleh kurangnya asupan zat besi, dimana zat besi pada remaja putri
sangat dibutuhkan tubuh untuk percepatan pertumbuhan dn perkembangan. Pada
masa hamil, kebutuhn zat besi meningkat 3 kali lipat karena terjadi peningkatan
jumlah sel darah merah ibu untuk memenuhi kebutuhan pembentukan plasenta
dan pertumbuhan janin. Suplementasi zat besi berkaitan secara signifikan dengan
penurunan risiko anemia (WHO, 2011;2016)
Saat ini Indonesia mempunyai 3 beban masalah gizi (Triple Burden)
yaitu stunting,wasting dan obesitas serta kekurangan zat gizi mikro seperti
anemia. Data riskesdas 2018 menunjukkan bahwa 25,7% remaja usia 13-15 tahun
dan 26,9% remaja usia 16-18 tahun dengan status gizi pendek dan sangat pendek.
Selain itu terdapat 8,7% remaja usia 13-15 tahun dan 8,1% remaja usia 16-18
tahun dengan kondisi kurus dan sangat kurus. Sedangkan prevalensi berat badan
lebih dan obesitas sebesar 16,0% pada remaja usia 13-15 tahun dan 13,5% pada
remaja usia 16-18 tahun. Data tersebut mempresentasikan kondisi gizi pada
remaja di indonesia yang harus diperbaiki. Berdasarkan baseline survey UNICEF
pada tahun 2017, ditemukan adanya perubahan pola makan dan aktivitas fisik
pada remaja. (Kemenkes 2020)
Keadaan kesehatan dan gizi kelompok usia 10-24 tahun di indonesia
masih memprihatinkan. Data Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa prevalensi
anemia pada WUS usia 15 tahun keatas sebesar 22,7%, sedangkan pada ibu hamil
sebesar 37,1%. Data SKRT tahun 2021 menunjukkan bahwa prevalensi anemia
pada rematri (usia 10-19 tahun) sebesar 30%. Data penelitian di berbagai daerah
di indonesia menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada rematri berkisar antara
32,4-61%. (WHO –VNIS, 2005; Kurniawan YAI dan Muslimatun, 2006;
Marudut, 2012).
Anemia kurang besi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu,
kurangnya mengkonsumsi sumber makanan hewani sebagai salah satu sumber zat
besi yang mudah diserap (heme iron), sedangkan bahan makanan nabati (non-
heme iron) merupakan sumber zat besi yang tinggi tetapi sulit diserap sehingga
dibutuhkan porsi yang besar untuk mencukupi kebutuhan zat besi dalam
seharinya. Bisa juga disebabkan karena kekurangan zat gizi yang berperan dalam
penyerapan zat besi seperti, protein dan vitamin C. Konsumsi makanan tinggi
serat, tannin dan phytat dapat menghambat penyerapan zat besi. Berbagai faktor
juga dapat mempengaruhi terjadinya anemia gizi besi, antara lain pola haid,
pengetahuan tentang anemia, dan status gizi. Anemia difisiensi vitamin B12 dan
folat juga sering terjadi pada remaja karena kurangnya pemenuhan zat gizi
tersebut.
Rekomendasi WHO pada World Health Assembly (WHA) ke 65 yang
menyepakati rencana aksi dan target global untuk gizi ibu, bayi dan anak dengan
komitmen mengurangi separuh (50%) prevalansi anemia pada WUS pada tahun
2025. Menindaklanjuti rekomendasi tersebut maka pemerintah Indonesia
melakukan intensifikasi pencegahan dan penanggulangan anemia pada rematri
dan WUS dengan memprioritaskan pemberian TTD melalui institusi sekolah.
Rencana Strategis Kementrian Kesehatan RI tahun 2015-2019
menargetkan cakupan pemberian TTD pada rematri secara bertahap dari 10%
(2015) hingga mencapai 30% (2019). Diharapkan sektor terkait di tingkat pusat
dan daerah mengadakan TTD secara mandiri sehingga intervensi efektif dengan
cakupan dapat dicapai hingga 90% (The Lancet Series Maternal and Child
Nutrition, 2013)
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian yang telah peneliti kemukakan dalam latar
belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu :
“Gambaran Pengetahuan Status Gizi Dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri
di SMAN 1 GROGOL?”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum untuk mengetahui gambaran
pengetahuan status gizi dengan kejadian anemia pada remaja putri di
SMAN 1 GROGOL.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengindetifikasi pengetahuan status gizi dengan kejadian
anemia pada remaja putri di SMAN 1 GROGOL
1.3.2.2 Mengidentifikasi kejadian anemia pada remaja putri di SMAN 1
GROGOL
1.3.2.3 Menganalisa gambaran hubungan pengetahuan status gizi dengan
kejadian anemia di SMAN 1 GROGOL

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat memberikan manfaat dan dapat meningkatkan
pengetahuan pada para remaja khususnya remaja putri.
1.4.2 Manfaat Praktis
1.4.2.1 Bagi Tempat Penelitian
Dapat dijadikan masukan bagi tenaga kesehatan
untuk memberikan informasi mengenai gambaran
pengetahuan status gizi dengan kejadian anemia sehingga
dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
1.4.2.2 Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan
masukan bagi pengembangan peneliti selanjutnya.
1.4.2.3 Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan,
informasi dan ilmu pengetahuan tentang gambaran
pengetahuan status gizi pada remaja dengan anemia.
1.4.2.4 Bagi Responden
Dapat memberikan informasi kesehatan serta
meningkatkan pengetahuan status gizi dengan anemia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep pengetahuan
2.1.1 Definisi Pengetahuan
Seperti telah dikatakan bahwa ilmu adalah pengetahuan tetapi tidak semua
pengetahuan adalah ilmu. Pengetahuan (knowledge) adalah pembentukan
pemikiran asosiatif yang menghubungkan atau menjalin sebuah pikiran dengan
kenyataan atau dengan pikiran lain berdasarkan pengalaman yang berulang-ulang
tanpa pemahaman mengenai sebab-akibat (kausalitas) yang hakiki dan universal.
Ilmu (science) adalah akumulasi pengetahuan yang menjelaskan hubungan sebab-
akibat (kausalitas) yang hakiki dan universa, dari suatu obyek menurut metode-
metode tertentu yang merupakan satu kesatuan sistematis. Pengetahuan atau
“knowledge” merupakan sesuatu yang dikejar manusia untuk memenuhi
keingintahuannya (curiosity). Maka lahirlah “folk-wisdom” (kearifan rakyat)
antara lain dituangkan dalam bentuk pepatah petitih, peribahasa, perumpamaan
dan sebagainya.
2.1.2 Cara Memperoleh Pengetahuan
2.1.3
2.1.4
2.1.5
2.2 Konsep Status Gizi
Status gizi (nutrition status) dapat didefinisikan sebagai ekspresi dari
keadaan keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan
penggunaan zat-zat gizi tersebut (Supariasa, 2012). Kekurangan zat gizi
makro seperti : energi dan protein, serta kekurangan zat gizi mikro seperti :
zat besi (Fe), yodium dan vitamin A maka akan menyebabkan anemia gizi,
dimana zat gizi tersebut terutama zat besi (Fe) merupakan salah satu dari
unsur gizi sebagai komponen pembentukan hemoglobin (Hb) atau sel darah
merah. Anemia gizi pada remaja putri berkaitan dengan menurunnya
kesehatan reproduksi (Badriah, 2011). Hal ini berkaitan dengan angka
kejadian kehamilan pada remaja putri cukup tinggi dan cenderung meningkat
(Adriani dan Wirjatmadi, 2012). Apabila remaja putri yang mengalami
anemia kemudian hamil maka berpotensi melahirkan bayi dengan berat badan
lahir rendah. Selain itu anemia pada kehamilan juga dapat menyebabkan
kematian baik ibu maupun bayi pada proses persalinan (Badriah, 2011;
Sulistyoningsih, 2011; Marmi, 2013) Masalah status gizi yang sedang
diperbincangkan tengah masyarakat indonesia adalah anemia, anemia adalah
kekurangan zat besi dan yang lebih banyak terjadi pada remaja putri karena
mengalami permulaan siklus menstruasi, hal ini disebabkan karena kurangnya
pendidikan dan pengetahuan dalam pola asuh gizi yang salah.
Status gizi seseorang sejak di dalam kandungan akan menentukan
keadaan gizi dan kesehatan atau kualitas hidup di masa dewasa kelak. Ibu hamil
yang kurang gizi dan menderita anemia akan mempunyai risiko lebih tinggi untuk
melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), selain itu juga
meningkatkan risiko kematian ibu. Bayi yang dilahirkan dengan berat badan
rendah (kurang dari 2500 gram) akan meningkatkan risiko kematian bayi,
mengalami gangguan perkembangan mental, dan penyakit kronis saat dewasa.
Pada masa usia dibawah 2 tahun, bayi yang tidak mendapatkan makanan sesuai
yang dibutuhkan dan sering sakit, tidak mendapatkan perawatan kesehatan yang
memadai, serta tidak mampu melakukan kejar tubuh (cath-up growth) akan
meningkatkan risiko menjadi anak stunting (pendek). Anak yang pendek akan
berkembang menjadi remaja yang pendek yang memiliki kemampuan fisik dan
masa otot yang kurang, serta berpotensi mempunyai performa akademik yang
tidak memadai. Jika keadaan ini berlanjut dan remaja tersebut kurang
mendapatkan perawatan kesehatan dan asupan gizi yang memadai, maka saat
remaja putri mengalami kehamilan atau menjadi ibu akan meningkatkan risiko
untuk mengalami komplikasi kehamilan dan persalinan, dan seterusnya kondisi di
atas akan berulang seperti lingkaran yang tak berujung. (Kemendikbud, 2019)
2.3 Konsep Anemia
2.3.1 Definisi anemia
Anemia adalah suatu kondisi tubuh dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam
darah lebih rendah dari normal (WHO,2011). Hemoglobin adalah salah satu
komponen dalam sel darah merah/eritrosit yang berfungsi untuk mengikat oksigen
dan menghantarkannya ke seluruh sel jaringan tubuh. Oksigen diperlukan oleh
jaringan tubuh untuk melakukan fungsinya. Kekurangan oksigen dalam jaringan
otak dan otot akan menyebabkan gejala antara lain kurangnya konsentrasi dan
kurang bugar dalam melakukan aktivitas. Hemoglobin dibentuk dari gabungan
protein dan zat besi dan membentuk sel darah merah/eritrosit. Anemia merupakan
suatu gejala yang harus dicari penyebabnya dan penanggulangannya dilakukan
sesuai dengan penyebabnya.
2.3.2 Kekurangan gizi besi
Kekurangan gizi besi pada tahap awal mungkin tidak menimbulkan gejala
anemia tapi sudah mempengaruhi fungsi organ. Penderita kekurangan gizi besi
jumlahnya 2,5 kali lebih banyak dari jumlah penderita anemia kekurangan gizi
besi. Untuk memastikan apakah seseorang menderita anemia dan/atau kekurangan
gizi besi perlu pemeriksaan darah di laboratorium. Anemia didiagnosis dengan
pemeriksaan kadar Hb dalam darah, sedangkan untuk anemia kekurangan gizi besi
perlu dilakukan pemeriksaan tambahan seperti serum ferritin dan CRP. Diagnosis
anemia kekurangan gizi besi ditegakkan jika kadar Hb dan serum ferritin di bawah
normal. Batas ambang serum ferritin normal normal pada rematri dan WUS
adalah 15 mcg/L (WHO, 2011).
2.3.3 Diagnosis anemia
Penegakkan diagnosis anemia dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium
kadar hemoglobin/Hb dalam darah dengan menggunakan metode
Cyanmethemoglobin (WHO, 2001). Hal ini sesuai dengan Permenkes Nomor 37
Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Laboratorium Pusat Kesehatan Masyarakat.
Remaja putri menderita anemia bila kadar hemoglobin darah menunjukkan nilai
kurang dari 12g/Dl.
2.3.4 Penyebab anemia
2.3.5 Gejala anemia
2.3.6 Dampak anemia
2.3.7 Cara Pencegahan dan Penanggulangan Anemia pada Remaja Putri
2.4 Gambaran pengetahuan status gizi dengan kejadian anemia pada remaja
putri
(ksimpulan)

Anda mungkin juga menyukai