Anda di halaman 1dari 2

INTRODUCTION

Kode diagnosis memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan biaya
pelayanan kesehatan. Kode diagnosis yang tidak memenuhi syarat akan menyebabkan kerugian
bagi rumah sakit dari finansial dan dalam pembuatan kebijakan . Kode diagnosisnya adalah
sangat membantu dalam merencanakan asuhan pasien kedepannya, membuat tagihan rinci biaya
perawatan dan mengurangi risiko manajemen rumah sakit. Klaim biaya pelayanan kesehatan
dalam suatu kasus sistem berbasis campuran di negara bagian Victoria, Australia bergantung
pada diagnosis yang tepat, komprehensif dan tepat waktu. Sekitar 16% dari 752 kasus yang
diaudit menunjukkan perubahan dalam Grup Terkait Diagnostik (DRG) dan menyebabkan
kerugian rumah sakit yang signifikan hingga AUD 575.300 .

Indonesia di pelayanan kesehatannya telah menerapkan sistem campuran kasus dengan


Indonesian Case Based Groups (INA-CBGs) di tingkat Nasional Program Jaminan Kesehatan
(JKN) yang diselenggarakan oleh Dinas Sosial Badan Penyelenggara Keamanan (BPJS). Sistem
campuran kasus menggunakan pengelompokan tarif berdasarkan kode diagnosis sesuai dengan
Klasifikasi Internasional Penyakit dan Terkait Masalah Kesehatan Revisi 10 (ICD-10) .
Kesalahan dalam menetapkan kode diagnosis pasien dapat menyebabkan perubahan pada kode
INA-CBGs sehingga terjadi perbedaan tarif. Misalnya, Diabetes mellitus dengan kode Ulkus
kulit dengan E14.9 dan L98.4 menghasilkan INA-CBGS E-4-10-II kode dengan tarif Rp
6.617.568. Kode diagnosisnya adalah kurang tepat karena Diabetes melitus dengan komplikasi
Ulkus kulit dapat dikodekan dalam kombinasi dengan E14.5 kode untuk menghasilkan kode
INA-CBGs I-4-15-I pada tingkat sebesar Rp 7.575.541. Dalam satu kasus seperti itu, rumah sakit
akan mendapatkan kerugian sebesar Rp 957.973.

Studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa kode diagnosis di rumah sakit umum
secara signifikan lebih tepat dibandingkan dengan rumah sakit khusus tetapi jumlah kode
diagnosis dengan jenis kesalahan besar di rumah sakit umum lebih besar . Dengan demikian,
setiap rumah sakit dengan perbedaan karakteristik, memiliki tingkat akurasi yang berbeda dari
kode diagnosis juga. Selain akurasi kode diagnosis, perbedaan karakteristik rumah sakit seperti:
kelas, jenis dan kepemilikan rumah sakit menyebabkan perbedaan penetapan tarif pelayanan
kesehatan. Hasil dari studi menunjukkan bahwa rumah sakit khusus, swasta, dan rumah sakit
dengan kelas yang lebih tinggi cenderung memiliki tingkat pelayanan kesehatan yang lebih
tinggi. Perbedaan tarif antar rumah sakit menyebabkan kesenjangan dimana terdapat rumah sakit
yang diuntungkan dan dirugikan oleh aturan tarif INA-CBGs.

Indonesia memiliki banyak rumah sakit dengan berbagai karakteristik. Berdasarkan


studi dokumentasi dilakukan oleh peneliti, rata-rata persentase ketidaktepatan kode diagnosis di
rumah sakit di Indonesia adalah 31,5% . Rata-rata persentase ketidaktepatan dalam kode
diagnosis masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rumah sakit di luar negeri, yaitu 12,71.
Penelitian tentang Klaim INA-CBGs telah dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya, tetapi hanya
menganalisis perbedaan besar secara kualitatif dalam tarif klaim berdasarkan kode diagnosis.
Penelitin juga telah melakukan penelitian serupa dengan hasil bahwa ada hubungan antara
keakuratan diagnosis kode dengan keakuratan klaim asuransi JKN. Pusat Jawa merupakan salah
satu provinsi di Indonesia yang memiliki jumlah rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis perbedaan antara tarif rumah sakit dan tarif klaim INA-CBG di lima rumah sakit di
Jawa Tengah dengan memperhatikan masing-masing dari karakteristik mereka.

Refrensi :
Garmelia E, Kresnowati L, Irmawati. Klasifikasi, Kodefikasi Penyakit dan Masalah Terkait 1. Jakarta:
Kemenkes RI; 2017
WHO. International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems 10th Revision (ICD-
10). United States of America: WHO; 2016.

Anda mungkin juga menyukai