Anda di halaman 1dari 51

RESUME CLINICAL REASONING

SKENARIO IV

NAMA : PRISKA FEBIOLA SUTRISNA

NPM : 118170138

KELOMPOK : 6B

BLOK : 4.3

UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI

FAKULTAS KEDOKTERAN

CIREBON

2020
Skenario IV

Seorang perempuan berusia 39 tahun dibawa ke IGD RS dengan keluhan


keputihan disertai nyeri saat BAK.

Step I

Keluhan utama : keputihan disertai nyeri saat BAK

Step II

- ISK (Gonore)
Vaginitis :
- Vaginosis
Nyeri saat BAK bakterialis
- Vaginosis Keputihan
- Nefrolitiasis trikomoniasis - Vulvitis
- Ureterolitiasis - Vaginosis
candidda
- Herpes simpleks
genitalia

Step III

1. Nefrolitiasis
a. Definisi
Nefrolitiasis atau batu ginjal merupakan gangguan klinis akibat
adanya komponen batu kristal yang menyumbat dan menghambat kerja
ginjal pada kaliks atau pelvis ginjal yang disebabkan oleh gangguan
keseimbangan pada kelarutan dan pengendapan garam di saluran urin dan
ginjal.1
b. Etiologi
Penyebab terbentuknya suatu batu sering tidak diketahui, terutama
pada kasus batu yang mengandung kalsium. Penyebab pembentukan batu
yang paling berperan yaitu bergabungnya faktor predisposisi. Penyebab
terpenting adalah meningkatnya konsentrasi konstituen batu didalam urin
sehingga kelarutan konstituen tersebut di dalam urin terlampaui.
Berdasarkan Tabel 2.1, 50% pasien yang mengalami batu kalsium
memperlihatkan hiperkalsiuria yang tidak berkaitan dengan
hiperkalsemia. Sekitar 5% sampai 10% pasien terdapat hiperkalsemia
yang diakibatkan intoksikasi vitamin D atau sarkoidosis sehingga terjadi
hiperkalsiuria, pada 20% subkelompok ini terjadi ekresi berlebihan asam
urat melalui urin, yang mempermudah terbentuknya batu kalsium, asam
urat dari urin diperkiraan membentuk nidus bagi pengendapan kalsium.
Pada 5% terjadi hiperoksaluria dan sisanya tidak diketahui ada kelainan
metabolik. 1
Penyebab batu ginjal tipe lain relatif lebih dipahami. Batu
magnesium amonium fosfat (struvit) hampir selalu terjadi pada pasien
dengan urin alkalis menetap akibat Urinary Tract Infection (UTI). Secara
khusus, bakteri pemecah urea seperti Proteus Vulgaris dan
Staphylococcus mempermudah untuk terjadinya batu. Selain itu bakteri
mungkin berfungsi sebagai nidus untuk terbentuknya semua jenis batu.
Pada avitaminosis A, skuama yang terlepas dari epitel metaplastik sistem
penyalur kemih berfungsi sebagai nidus. 1
Gout dan penyakit berkaitan dengan percepatan pergantian sel,
seperti leukimia menyebabkan tingginya asam urat didalam urin dan
kemungkinan terbentuknya batu asam urat. Sekitar separuh pasien
dengan batu asam urat tidak mengalami hiperurisemia tetapi
memperlihatkan kecenderungan mengeluarkan repository.unisba.ac.id 14
urin dengan kadar PH rendah atau dalam keadaan asam (< 5,5) dan
memudahkan terbentuknya batu. Batu sistin hampir selalu berkaitan
dengan kelainan genetik transport asam amino tertentu, termasuk sistin di
ginjal. Berbeda dengan batu struvit, baik batu sistin maupun batu asam
urat lebih besar kemungkinannya terbentuk apabila urin relatif asam. 1
c. Faktor resiko
Pria cenderung 4 kali lebih beresiko terkena penyakit batu ginjal
dibandingkan perempuan. Dapat disebabkan oleh saluran kemih pada
perempuan lebih pendek didandingkan dengan laki-laki. Biasanya terjadi
pada laki-laki yang berusia 45 tahun sedangkan perempuan 41 tahun. 2
d. Patogesis
Batu kemih biasanya muncul karena kerusakan keseimbangan
antara kelarutan dan pengendapan garam. Ginjal harus menampung air
dan mengeluarkan bahan yang memiliki kelarutan yang rendah. Kedua
pernyataan tersebut harus seimbang selama adaptasi terhadap diet, iklim
dan aktivitas. Urin memiliki zat-zat seperti pirofosfat, sitrat dan
glikoprotein yang bisa menghambat kristalisi. Namun mekanisme
pertahanan dari zat-zat tersebut kurang sempurna ketika urin menjadi
jenuh atau mengalami supersaturasi dengan bahan larut yang dikarenakan
tingkat ekresi yang berlebihan dan / atau karena air yang tertampung
terlalu lama akan membentuk kristal dan melakukan agregasi membentuk
suatu batu. Sebuah larutan dikatakan padat jika terdapat saturasi atau
kejenuhan dalam kesetimbangan zat tersebut. Apabila konsentrasi zat
dalam larutan diatas titik jenuh (saturation point) sangat mendukung
untuk terjadinya pembentukan kristal dan jika semakin tinggi dari
saturasi kejenuhan suatu zat tersebut berlebih maka kristal dapat
berkembang secara spontan yang bisa menjadi sebuah batu. 2
e. Manifestasi klinis
Efek mekanik dari pembentukan batu menimbulkan gejala klinis
nyeri yang khas. Ada 2 tipe nyeri yaitu renal colic dan noncolicky renal
pain. Nyeri renal colic biasanya disebabkan oleh peregangan dari
collecting system atau ureter. Nyeri noncolicky renal disebabkan oleh
adanya distensi dari kapsul ginjal. Obstruksi saluran kemih adalah
mekanisme utama yang bertanggung jawab untuk renal colic yang
menyebabkan peregangan dari ujung saraf. Mekanisme lokal seperti
peradangan, edema, hiperperistalsis, dan iritasi mukosa dapat
berkontribusi mempersepsikan nyeri pada pasien dengan batu ginjal.
Tingkat keparahan dan lokasi rasa sakit dapat bervariasi dari pasien ke
pasien tergantung pada ukuran batu, lokasi batu, derajat obstruksi,
ketajaman obstruksi, dan variasi anatomi individu. Renal colic pada
obstruksi dari renal pelvis dan ureter biasanya tergambarkan nyeri sedang
sampai nyeri berat di daerah panggul yang menjalar ke daerah paha.
Obstruksi batu di midureter biasanya nyeri menjalar ke lateral perut
bagian bawah dan disertai dengan inkontinensia urin sedangkan obstruksi
di bagian distal ureter atau uretrovesical junction biasanya sakit parah
dan terasa lumpuh, juga bisa disertai mual dan muntah.2
f. Klasifikasi
1) Batu Kalsium
Batu yang paling sering terjadi pada kasus batu ginjal. Kandungan
batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat, atau
campuran dari kedua unsur tersebut. Faktor-faktor terbentuknya batu
kalsium adalah:
a) Hiperkalsiuri
Terbagi menjadi hiperkalsiuri absorbtif, hiperkalsiuri renal, dan
hiperkasiuri resorptif. Hiperkalsiuri absorbtif terjadi karena
adanya peningkatan absorbsi kalsium melalui usus, hiperkalsiuri
renal terjadi akibat adanya gangguan kemampuan reabsorbsi
kalsium melalu tubulus ginjal dan hiperkalsiuri resorptif terjadi
karena adanya peningkatan resorpsi kalsium tulang.
b) Hiperoksaluri
Merupakan eksresi oksalat urin yang melebihi 45 gram perhari.
c) Hiperurikosuria
Kadar asam urat di dalam urin yang melebihi 850mg/24 jam.
d) Hipositraturia
Sitrat yang berfungsi untuk menghalangi ikatan kalsium dengan
oksalat atau fosfat sedikit.
e) Hipomagnesuria
Magnesium yang bertindak sebagai penghambat timbulnya batu
kalsium kadarnya sedikit dalam tubuh. Penyebab tersering
hipomagnesuria adalah penyakit inflamasi usus yang diikuti
dengan gangguan malabsorbsi.
2) Batu Struvit
Batu yang terbentuk akibat adanya infeksi saluran kemih.
3) Batu Asam Urat
Biasanya diderita pada pasien-pasien penyakit gout, penyakit
mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi anti kanker, dan
yang banyak menggunakan obat urikosurik seperti sulfinpirazon,
thiazid, dan salisilat.
4) Batu Jenis Lain
Batu sistin, batu xanthine, batu triamteran, dan batu silikat sangat
jarang dijumpai. 1
g. Penegakan diagnosis
- Anamnesis
Penderita nefrolitiasis sering mendapatkan keluhan rasa nyeri pada
pinggang ke arah bawah dan depan. Nyeri dapat bersifat kolik atau
non kolik. Nyeri dapat menetap dan terasa sangat hebat. Mual dan
muntah sering hadir, namun demam jarang di jumpai pada penderita.
Dapat juga muncul adanya bruto atau mikrohematuria. 1
- Pemeriksaan penunjang
Selain dari keluhan khas yang didapatkan pada penderita
nefrolitiasis, ada beberapa hal yang harus dievaluasi untuk
menegakkan diagnosis, yaitu:
1) Evaluasi skrining yang terdiri dari sejarah rinci medis dan
makanan, kimia darah, dan urin pada pasien.
2) Foto Rontgen Abdomen yang digunakan untuk melihat adanya
kemungkinan batu radio-opak.
3) Pielografi Intra Vena yang bertujuan melihat keadaan anatomi
dan fungsi ginjal. Pemeriksaan ini dapat terlihat batu yang
bersifat radiolusen.
4) Ultrasonografi (USG) dapat melihat semua jenis batu. 5. CT
Urografi tanpa kontras adalah standar baku untuk melihat
adanya batu di traktus urinarius.
5) CT Urografi tanpa kontras adalah standar baku untuk melihat
adanya batu di traktus urinarius. 1
h. Penatalaksanaan
Tujuan utama tatalaksana pada pasien nefrolitiasis adalah mengatasi
nyeri, menghilangkan batu yang sudah ada, dan mencegah terjadinya
pembentukan batu yang berulang.
1) ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Alat ini ditemukan pertama kali pada tahun 1980 oleh Caussy.
Bekerja dengan menggunakan gelombang kejut yang dihasilkan di
luar tubuh untuk menghancurkan batu di dalam tubuh. Batu akan
dipecah menjadi bagian-bagian yang kecil sehingga mudah
dikeluarkan melalui saluran kemih.
ESWL dianggap sebagai pengobatan cukup berhasil untuk batu
ginjal berukuran menengah dan untuk batu ginjal berukuran lebih dari
20- 30 mm pada pasien yang lebih memilih ESWL, asalkan mereka
menerima perawatan berpotensi lebih.
2) PCNL (Percutaneus Nephro Litholapaxy)
Merupakan salah satu tindakan endourologi untuk mengeluarkan
batu yang berada di saluran ginjal dengan cara memasukan alat
endoskopi ke dalam kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian
dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen
kecil. Asosiasi Eropa Pedoman Urologi tentang urolithiasis
merekomendasikan PCNL sebagai pengobatan utama untuk batu
ginjal berukuran > 20 mm, sementara ESWL lebih di sukai sebagai
lini kedua pengobatan, karena ESWL sering membutuhkan beberapa
perawatan, dan memiliki risiko obstruksi ureter, serta kebutuhan
adanya prosedur tambahan. Ini adalah alasan utama untuk
merekomendasikan bahwa PNL adalah baris pertama untuk mengobati
pasien nefrolitias.
3) Bedah terbuka
Untuk pelayanan kesehatan yang belum memiliki fasilitas PNL dan
ESWL, tindakan yang dapat dilakukan melalui bedah terbuka.
Pembedahan terbuka itu antara lain pielolitotomiataunefrolitotomi
untuk mengambil batu pada saluran ginjal
4) Terapi Konservatif atau Terapi Ekspulsif Medikamentosa (TEM)
Terapi dengan mengunakan medikamentosa ini ditujukan pada
kasus dengan batu yang ukuranya masih kurang dari 5 mm, dapat juga
diberikan pada pasien yang belum memiliki indikasi pengeluaran batu
secara aktif. Terapi konservatif terdiri dari peningkatan asupan minum
dan pemberian diuretik; pemberian nifedipin atau agen alfablocker,
seperti tamsulosin; manajemen rasa nyeri pasien, khusunya pada
kolik, dapat dilakukan dengan pemberian simpatolitik, atau
antiprostaglandin, analgesik; pemantauan berkala setiap 1- 14 hari
sekali selama 6 minggu untuk menilai posisi batu dan derajat
hidronefrosis.
i. Komplikasi
Komplikasi pada nefrolitiasis bedakan menjadi komplikasi akut dan
komplikasi jangka panjang.
- Komplikasi Akut
Kematian, kehilangan fungsi ginjal, kebutuhan transfusi dan
tambahan invensi sekunder yang tidak direncanakan.
- Komplikasi Jangka Panjang
Striktura, obstruksi, hidronefrotis, berlanjut dangan atau tanpa
pionefrosis, dan berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang terkena.
1

2. Ureterolitiasis
a. Definisi
Batu ureter adalah keadaan dimana terdapat batu saluran kencing,
yang terbentuk ketika konsentrasi substansi tertentu seperti kalium,
oksalat, kalium fosfat, dan asam urat meningkat Urolithiasis adalah suatu
keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi (batu ginjal) pada ureter
atau pada daerah ginjal. Urolithiasis terjadi bila batu ada di dalam saluran
perkemihan. Batu itu sendiri disebut calculi. Pembentukan batu mulai
dengan kristal yang terperangkap di suatu tempat sepanjang saluran
perkemihan yang tumbuh sebagai pencetus. Calculi bervariasi dalam
ukuran dan dari fokus mikroskopik sampai beberapa centimeter dalam
diameter cukup besar untuk masuk dalam velvis ginjal. Batu ureter pada
umumnya berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter. Gerakan peristaltic
ureter mencoba mendorong batu ke distal, sehingga menimbulkan
kontraksi yang kuat dan dirasakan sebagai nyeri hebat. 3
b. Etiologi
Sampai saat sekarang penyebab terbentuknya batu belum diketahui
secara pasti. Beberapa faktor predisposisi terjadinya batu :
1) Ginjal Tubular rusak pada nefron, mayoritas terbentuknya batu
2) Immobilisasi Kurang gerakan tulang dan muskuloskeletal
menyebabkan penimbunan kalsium. Peningkatan kalsium di plasma
akan meningkatkan pembentukan batu.
3) Infeksi : infeksi saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis jaringan
ginjal dan menjadi inti pembentukan batu.
4) Kurang minum : sangat potensial terjadi timbulnya pembentukan batu.
5) Pekerjaan : dengan banyak duduk lebih memungkinkan terjadinya
pembentukan batu dibandingkan pekerjaan seorang buruh atau petani.
6) Iklim : tempat yang bersuhu dingin (ruang AC) menyebabkan kulit
kering dan pemasukan cairan kurang. Tempat yang bersuhu panas
misalnya di daerah tropis, di ruang mesin menyebabkan banyak keluar
keringat, akan mengurangi produksi urin.
7) Diuretik : potensial mengurangi volume cairan dengan meningkatkan
kondisi terbentuknya batu saluran kemih.
8) Makanan, kebiasaan mengkonsumsi makanan tinggi kalsium seperti
susu, keju, kacang polong, kacang tanah dan coklat. Tinggi purin
seperti : ikan, ayam, daging, jeroan. Tinggi oksalat seperti : bayam,
seledri, kopi, teh, dan vitamin D. 3
c. Klasifikasi
Teori pembentukan batu renal :
1) Teori Intimatriks Terbentuknya Batu Saluran Kencing memerlukan
adanya substansi organik Sebagai inti. Substansi ini terdiri dari
mukopolisakarida dan mukoprotein A yang mempermudah kristalisasi
dan agregasi substansi pembentukan batu.
2) Teori Supersaturasi Terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu
dalam urine seperti sistin, santin, asam urat, kalsium oksalat akan
mempermudah terbentuknya batu.
3) Teori Presipitasi-Kristalisasi Perubahan pH urine akan mempengaruhi
solubilitas substansi dalam urine. Urine yang bersifat asam akan
mengendap sistin, santin dan garam urat, urine alkali akan mengendap
garam-garam fosfat.
4) Teori Berkurangnya Faktor Penghambat Berkurangnya Faktor
Penghambat seperti peptid fosfat, pirofosfat, polifosfat, sitrat
magnesium, asam mukopolisakarida akan mempermudah
terbentuknya Batu Saluran Kencing. 3
d. Patofisiologi
Mekanisme terbentuknya batu pada saluran kemih atau dikenal
dengan urolitiasis belum diketahui secara pasti. Namun ada beberapa
faktor predisposisi terjadinya batu antara lain : Peningkatan konsentrasi
larutan urin akibat dari intake cairan yang kurang dan juga peningkatan
bahan-bahan organik akibat infeksi saluran kemih atau stasis urin
menyajikan sarang untuk pembentukan batu.
Supersaturasi elemen urin seperti kalsium, fosfat, oxalat, dan faktor
lain mendukung pembentukan batu meliputi : pH urin yang berubah
menjadi asam, jumlah solute dalam urin dan jumlah cairan urin. Masalah-
masalah dengan metabolisme purin mempengaruhi pembentukan batu
asam urat. pH urin juga mendukung pembentukan batu. Batu asam urat
dan batu cystine dapat mengendap dalam urin yang asam. Batu kalsium
fosfat dan batu struvite biasa terdapat dalam urin yang alkalin. Batu oxalat
tidak dipengaruhi oleh pH urin.
Imobilisasi yang lama akan menyebabkan pergerakan kalsium
menuju tulang akan terhambat. Peningkatan serum kalsium akan
menambah cairan yang akan diekskresikan. Jika cairan masuk tidak
adekuat maka penumpukan atau pengendapan semakin bertambah dan
pengendapan ini semakin kompleks sehingga terjadi batu.
Batu yang terbentuk dalam saluran kemih sangat bervariasi, ada
batu yang kecil dan batu yang besar. Batu yang kecil dapat keluar lewat
urin dan akan menimbulkan rasa nyeri, trauma pada saluran kemih dan
akan tampak darah dalam urin. Sedangkan batu yang besar dapat
menyebabkan obstruksi saluran kemih yang menimbulkan dilatasi
struktur, akibat dari dilatasi akan terjadi refluks urin dan akibat yang fatal
dapat timbul hidronefrosis karena dilatasi ginjal.
Kerusakan pada struktur ginjal yang lama akan mengakibatkan
kerusakan pada organorgan dalam ginjal sehingga terjadi gagal ginjal
kronis karena ginjal tidak mampu melakukan fungsinya secara normal.
Maka dapat terjadi penyakit GGK yang dapat menyebabkan kematian. 3
e. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius bergantung pada
adanya obstruksi, infeksi dan edema.
1) Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi, menyebabkan
peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter
proksimal. Infeksi (pielonefritis dan sistitis yang disertai menggigil,
demam dan disuria) dapat terjadi dari iritasi batu yang terus menerus.
Beberapa batu menyebabkan sedikit gejala namun secara perlahan
merusak unit fungsional (nefron) ginjal Nyeri yang luar biasa dan
ketidak nyamanan.
2) Batu di piala ginjal
a) Nyeri dalam dan terus-menerus di area kastovertebral.
b) Hematuri dan piuria dapat dijumpai.
c) Nyeri berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada
wanita nyeri ke bawah mendekati kandung kemih sedangkan pada
pria mendekati testis.
d) Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan di area
kostoveterbal, dan muncul Mual dan muntah.
e) Diare dan ketidaknyamanan abdominal dapat terjadi. Gejala
gastrointestinal ini akibat dari reflex renoinstistinal dan
proksimitas anatomic ginjal ke lambung pancreas dan usus besar.
3) Batu yang terjebak di ureter
a) Menyebabkan gelombang Nyeri yang luar biasa, akut, dan kolik
yang menyebar ke paha dan genitalia.
b) Rasa ingin berkemih namun hanya sedikit urine yang keluar
c) Hematuri akibat aksi abrasi batu.
d) Biasanya batu bisa keluar secara spontan dengan diameter batu
0,5-1 cm.
4) Batu yang terjebak di kandung kemih
a) Biasanya menyebabkan gejala iritasi dan berhubungan dengan
infeksi traktus urinarius dan hematuri.
b) Jika batu menyebabkan obstruksi pada leher kandung kemih akan
terjadi retensi urine. 3
f. Pemeriksaan penunjang
1) Urinalisa : warna kuning, coklat gelap, berdarah. Secara umum
menunjukkan adanya sel darah merah, sel darah putih dan kristal
(sistin,asam urat, kalsium oksalat), serta serpihan, mineral, bakteri,
pus, pH urine asam(meningkatkan sistin dan batu asam urat) atau
alkalin meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium
fosfat.
2) Urine (24 jam) : kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat atau
sistin meningkat.
3) Kultur urine : menunjukkan adanya infeksi saluran kemih
(stapilococus aureus, proteus,klebsiela,pseudomonas).
4) Survei biokimia : peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat,
fosfat, protein dan elektrolit.
5) BUN/kreatinin serum dan urine : Abnormal ( tinggi pada
serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu okkstuktif
pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
6) Kadar klorida dan bikarbonat serum : peningkatan kadar klorida dan
penurunan kadar bikarbonat menunjukkan terjadinya asidosis tubulus
ginjal.
7) Hitung Darah lengkap : sel darah putih mungkin meningkat
menunjukan infeksi/septicemia.
8) Sel darah merah : biasanya normal.
9) Hb, Ht : abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia terjadi
( mendorong presipitas pemadatan) atau anemia(pendarahan, disfungsi
ginjal).
10) Hormon paratiroid : mungkin meningkat bila ada gagal ginjal. (PTH
merangsang reabsorbsi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi
serum dan kalsium urine).
11) Foto rontgen : menunjukkan adanya kalkuli atau perubahan anatomik
pada area ginjal dan sepanjang ureter.
12) IVP : memberikan konfirmasi cepat urolithiasis, seperti penyebab
nyeri abdominal atau panggul. Menunjukan abdomen pada struktur
anatomik (distensi ureter) dan garis bentuk kalkuli.
13) Sistoureterokopi : visualisasi langsung kandung kemih dan ureter
dapat menunjukan batu dan efek obstruksi.
14) Stan CT : mengidentifikasi/ menggambarkan kalkuli dan massa lain,
ginjal, ureter, dan distensi kandung kemih.
15) USG Ginjal : untuk menentukan perubahan obstruksi, lokasi batu. 3
g. Penatalaksanaan
1) Pengurangan nyeri, mengurangi nyeri sampai penyebabnya dapat
dihilangkan, morfin diberikan untuk mencegah sinkop akibat nyeri
luar biasa. Mandi air hangat di area panggul dapat bermanfaat. Cairan
yang diberikan, kecuali pasien mengalami muntah atau menderita
gagal jantung kongestif atau kondisi lain yang memerlukan
pembatasan cairan. Ini meningkatkan tekanan hidrostatik pada ruang
belakang batu sehingga mendorong passase batu tersebut ke bawah.
Masukan cairan sepanjang hari mengurangi kosentrasi kristaloid
urine, mengencerkan urine dan menjamin haluaran urine yang besar.
2) Pengangkatan batu, pemeriksaan sistoskopik dan passase kateter
ureteral kecil untuk menghilangkan batu yang menyebabkan obstruksi
(jika mungkin), akan segera mengurangi tekanan belakang pada ginjal
dan mengurangi nyeri.
3) Terapi nutrisi dan Medikasi. Terapi nutrisi berperan penting dalam
mencegah batu ginjal. Masukan cairan yang adekuat dan menghindari
makanan tertentu dalam diet yang merupakan bahan utama pembentuk
batu(mis.kalsium), efektif untuk mencegah pembentukan batu atau
lebih jauh meningkatkan ukuran batu yang telah ada. Minum paling
sedikit 8 gelas sehari untuk mengencerkan urine, kecuali
dikontraindikasikan.
a) Batu kalsium, pengurangan kandungan kalsium dan fosfor dalam
diet dapat membantu mencegah pembentukan batu lebih lanjut.
b) Batu fosfat, diet rendah fosfor dapat diresepkan untuk pasien yang
memiliki batu fosfat, untuk mengatasi kelebihan fosfor, jeli
aluminium hidroksida dapat diresepkan karena agens ini
bercampur dengan fosfor, dan mengeksikannyamelalui saluran
intensial bukan ke system urinarius.
c) Batu urat, untuk mengatasi batu urat, pasien diharuskan diet
rendah purin, untuk mengurangi ekskresi asam urat dalam urine.
d) Batu oksalat, urine encer dipertahankan dengan pembatasan
pemasukan oksalat. Makanan yang harus dihindari mencakup
sayuran hijau berdaun banyak, kacang,seledri, coklat,the, kopi.
e) Jika batu tidak dapat keluar secara spontan atau jika terjadi
komplikasi, modaritas penanganan mencakup terapi gelombang
kejut ekstrakorporeal, pengankatan batu perkutan, atau
uteroroskopi.
4) Lithotrupsi Gelombang Kejut Ekstrakorporeal, adalah prosedur
noninvasive yang digunakan untuk menghancurkan batu kaliks ginjal.
Setelah batu itu pecah menjadi bagian yang kecil seperti pasir, sisa
batu-batu tersebut dikeluarkan secara spontan
5) Metode Endourologi Pengangkatan batu, bidang endourologi
menggabungkan keterampilan ahli radiologi dan urologi untuk
mengankat batu renal tanpa pembedahan mayor.
6) Uteroskopi, mencakup visualisasi dan askes ureter dengan memasukan
suatu alat ureteroskop melalui sistoskop. Batu dihancurkan dengan
menggunakan laser, lithotripsy elektrohidraulik, atau ultrasound
kemudian diangkat.
7) Pelarutan batu, infuse cairan kemolitik, untuk melarutkan batu dapat
dilakukan sebagai alternative penanganan untuk pasien kurang
beresiko terhadap terapi lain, dan menolak metode lain, atau mereka
yang memiliki batu yang mudah larut (struvit).
8) Pengangkatan Bedah,sebelum adanya lithotripsy, pengankatan batu
ginjal secara bedah merupakan terapi utama. Jika batu terletak di
dalam ginjal, pembedahan dilakukan dengan nefrolitotomi (Insisi pada
ginjal untuk mengangkat batu atau nefrektomi, jika ginjal tidak
berfungsi akibat infeksi atau hidronefrosis. Batu di piala ginjal diangat
dengan pielolitotomi, sedangkan batu yang diangkat dengan
ureterolitotomi, dan sistostomi jika batu berada di kandung kemih.,
batu kemudian dihancur dengan penjepit alat ini. Prosedur ini disebut
sistolitolapaksi. 3
h. Komplikasi
1) Sumbatan : akibat pecahan batu
2) Infeksi : akibat desiminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat
obstruksi
3) Kerusakan fungsi ginjal : akibat sumbatan yang lama sebelum
pengobatan dan pengangkatan batu ginjal. 3

3. ISK (gonore)
a. Definisi

infeksi gonokokal adalah infeksi menular seksual (ims) pada epitel


dan umumnya bermanifestasi sebagai servisitis, ureritis, an konjungtivitis.
Jika tidak diobatu, infeksi pada daerah ini dapat mengakibatkan
komplikasi local seperti endometritis, salpingitis, abses tubo-ovarian,
bartholinitis, peritonitis, dan perihepatis pad pasien waita; periuretritis dan
epididymitis pada pasien laki-laki; dan oftalmia neonatorum pada bayi
baru lahir. Infeksi gonokokal diseminata yang meliputi manifestasi lesi
kulit, tenosynovitis, artritis, dan (jarang) endokarditis atau meningitis
jarang terjadi. 1

b. Etiologi
Neisseria gonorrhoeae (n. gonorrhoeae) adalah bakteri Gram
negative, nonmotil, tidak membentuk spora, yang tumbuh tunggal dan
berpasangan (sebagai monokokus dan diplokokus). Merupakan patogen
yang eksklusif pada manusia, secara umum memiliki tiga salinan genom
per unit kokus; dimana poliploidi ini memungkinkan tingkat variasi
antigenic yang tinggi dan kelangsungan hidup di dalam inangnya.
Gonokokus, seperti semua spesies Neisseria lainnya, merupakan oksidase
positif. Mereka diedakan dari Neisseria lain dengan kemampuan mereka
untuk tumbuh pada media selektif dan untuk memanfaatkan glukosa tapi
tidak maltose, sukrosa, atau laktosa. 1
c. Patogenesis
Virulensi dari N. gonorrhoeae ditentukan dari keberadaan pili yang
dimediasi penempelan, serta kemampuan untuk bertahan dari kekuatan
aliran hidrodinamik pada uretra, dimana hal ini juga menghambat
pengambilan oleh fagosit. Invasi dan multiplikasi terjadi pada sel
kolumnar non silia penghasil mukus pada epitel tuba fallopi. Strain
dengan pili lebih banyak menempel pada permukaan sel mukosa manusia,
dan lebih virulen dibandingkan dngan strain yang tidak berpili.
Penempelan ini merupakan awal dari endositosis dan transport melewai
sel mukosa ke dalam ruang interselular dekat membran basal atau
langsung ke jaringan subepitelial. Tidak terdapat toksin khusus yang
dihasilkan oleh n. Gonorrhoeae namun komponen lipoologosacharide dan
peptidoglycan berperan dalam menghambat fungsi silia dan meyebabkan
inflamasi. 1

Komponen peptidoglycan selain antigen pili, termasuk juga, Porin,


opacity-associated protein serta protein lain. Porin (sebelumya dikenal
sebagai protein I) protein terbanyak pada permukaan n. gonorrhoeae,
menginisiasi proses endositosis dan invasi. Opacity-associated protein
(opa, sebelumnya dikenal sebagai protein II) berperan penting pada
penempelan ke sel epitel, dan sel PMN yang akan menekan proliferasi sel
T limfosit CD4+. Protein lainnya termasuk H.8, suatu lipoprotein yang
terdapat pada semua strain n. gonorrhoeae, berguna sebagai target untuk
diagnostic yang berdasar antibodi. Bakteri ini juga memproduksi suatu
IgA1 protease, yang melindungi bakteri dari respons imun IgA mukosa
individu. antibodi terhadap Rmp (sebelumnya dikenal sebagai protein III,
PIII) mencegah ikatan terhadap komplemen sehingga dapat memblokade
efek bakterisidal terhadap porin dan lipooligosacharide. 1

Antigen pili memegang peranan penting pada kompetensi dan


transformasi genetik, yang memungkikan transfer material genetik antar
bakteri in vivo. Antigen piil, bersama Porin dan lipooligosaccharide
bertanggung jawab terhadap variasi antigenic, yang menyebabkan infeksi
berulang dalam periode waktu yang singkat. 1

Gonococcal Lipooligosaccharide (LOS), berperan dalam aktivitas


endotoksik dan berkontribusi pada efek sitotoksik lokal pada tubo Fallopi.
LOS Juga memodulasi respons sistem imun, dimana modulasi ke arah
respons Th2 akan mengurangi kemampuan bersihan infeksi gonokokal. 1

Selain itu faktor individu inang juga berperan penting dalam


memediasi masuknya bakteri ke dalam sel. Pelepasan diacylglycerol dan
ceramide dibutuhkan untuk masuk ke dalam sel epitel. Akumulasi
ceramide dalam sel akan menignduksi apoptosis dimana akan mengganggu
integritas epitel dan memfasilitasi masuknya bakteri ke jaringan
subepitelial. Dilepaskanya faktor kemotaksis hasil dari aktivasi
komplemen juga akan menyebabkan inflamasi. 1

strain yang menyebabkan penyakit infeksi gonokokal diseminata (strain


PorB. 1A) telah dibuktikan lebih sulit dimatikan oleh serum manusia,
dimana lebih tidak kemotaksis. 1
Gambar 1.1 Patofisiologi Gonore. 1

d. Klasifikasi

spektrum penyakit dari infeksi gonokokal ini terdiri dari:1

- infeksi genital
- infeksi rektal
- ineksi faringeal
- infeksi okular
- komplikasi lokal
- infeksi gonokokal diseminata
- infeksi pada bayi dan anak. 1
e. Gambaran Klinis
Pada sebagian besar laki-laki yang terinfeksi, gejala gonore berupa
disuria, sering berkemih dan eksudat uretra mukopurulen yang terjadi
dalam 2 hari sampai 7 hari sejak permulaan infeksi. Pengobatan dengan
obat antimikroba yang cocok menghasilkan eradikasi organisme dan
resolusi gejala dengan cepat. Infeksi yang tidak diobati dapat berlanjut ke
prostat, vesikula seminalis, epididimis dan testis. Kasus yang
tertelantarkan dapat berkomplikasi berupa striktur uretra kronik dan pada
kasus yang lebih Ianjut sterilitas yang menetap. Laki-laki yang tidak
diobati dapat menjadi carrier N. gonorrhoeae kronik. Pada penderita
perempuan, infeksi akut yang didapat akibat hubungan seksual tanpa
gejala atau disertai disuria, nyeri pelvis bawah dan keluarnya pus dari
vagina. Kasus yang tidak diobati dapat dipersulit oleh infeksi asendens
yang menimbulkan radang akut pada tuba (salpingitis) dan ovarium. Parut
yang bisa terjadi pada tuba bisa mengakibatkan infertilitas dan
meningkatnya risiko kehamilan ektopik. Infeksi gonokok pada traktus
genitalia atas dapat menyebar ke rongga peritoneum, sehingga eksudat
dapat meluas ke atas melalui saluran parakolon kanan sampai di hati, dan
menimbulkan perihepatitis gonokokus. Bergantung kepada praktek
seksual, tempat infeksi primer pada laki-laki maupun perempuan bisa
terjadi pada orofaring dan daerah anorektal, yang masing-masing dapat
mengakibatkan faringitis akut dan proktifis akut. 2
Infeksi yang menyebar luas (diseminata) jauh lebih jarang dari
infeksi lokal, hanya terjadi pada 0,5% sampai 3% kasus gonore, dan lebih
sering pada perempuan daripada laki-laki. Manifestasinya mencakup,
paling sering, tenosinovitis, artritis dan lesi kulit pustular atau hemoragik.
Endokarditis dan meningitis jarang terjadi. Strain yang dapat
menyebabkan infeksi yang menyebar luas biasanya resisten terhadap daya
litik komplemen, tetapi jarang penderita yang menderita defisiensi
komplemen karena keturunan rentan terhadap penyebaran sistemik dan
tidak bergantung kepada strain yang menginfeksi. 2
Infeksi gonokok dapat mengenai bayi sewaktu melintasi saluran
Iahir. Pada neonatus yang terkena dapat terjadi infeksi purulen pada mata
(oftalmia neonatorum), yang dahulu merupakan penyebab kebutaan
penting. Pemberian salep antibiotik secara rutin pada mata bayi baru lahir
sangat mengurangi kelainan ini. Baik biakan maupun berbagai tes untuk
deteksi asam nukleat yang spesifik kuman dapat digunakan untuk
diagnosis infeksi gonokokus. Keuntungan biakan ialah memungkinkan
penetapan sensitivitas antibiotik. Tes berdasarkan asam nukleat lebih
cepat dan agak lebih sensitif daripada biakan dan makin banyak
2
digunakan.

Gambar 1.2 Gonore. 2


Laboratorium
Pendekatan umum pada penderita dengan kecurigaan infeksi
gonokokal terdiri atas pegambilan spesimen eksudat untuk diperiksan
apusan dengan pewarnaan Gram, kultur, dana penentuan sensitivitas
antibiotik. Metode diagnosis terbaru antara lain tes DNA probe,
polymerase chair reaction (pcr) dan ligand chain reaction (LCR),
transcription-mediated amplification (TMA), serta DNA strand
displacement (SDA). 1
Perwanaan Gram
Diagnosis cepat infeksi gonokokal melalui pewarnaan gram dari
eksudat uretra telah diteria secara luas. Pada pria dengan gejala urethritis,
tes ini disebutkan sangat spesifik dan sensitive, sehingga hasil yang positis
dapat dianggap diagnosis. Dikatakan positis bila ditemukan adanya
diplokokus garam negative dengan morfologi tipikal yang ditemukan
berhubungan dengan neutrophil. Namun, hasil negative pada pewarnaan
gram tidak dianjurkan untuk menyingkirkan diagnosis pada pria yang
asimptomatis. 1
Kultur
Kultur diambil menggunakan swab Dacron atau rayon, kemudian
sampel diinokulsi ke plate modifikasi Thayer-martin atau media selektif
gonokokal lainnya. Pada pria, kultur dari eksudat mendukung diagnosis
bila specimen pewarnaan gram tidak ditemukan bakteri untuk n.
gonorrhoeae. 1
Diagnostik lain
Nuclei hybridization test dan nucleis acid amplification test
(NAATs) dapat digunakan untuk deteksi infeksi gonokokal pada sistem
genitourinarius. Sepsimen untuk Nuclei hybridization test dan nucleis acid
amplification test (NAATs berasal dari swab endoservikal pada wanita dan
swab uretra pada pria. 1
f. Diagnosis banding
Uretritis dan servisitis gonokokal harus dibedakan dengan uretritis
non-gnokokal, servisitis atau vaginitis akibat chlamydia trachmati,
gardnerella vaginalis, trichomonas, candida, dan patogen lainnya yang
berhubungan dengan infeksi menular seksual; penyakit inflamasi pelvis,
artritis, proktitis, dan lesi kulit. Seringkali beberapa patogen terdapat
bersamaan pada seorang penderita. Artritis reaktis (uretritis,
konjungtivitis, artritis) dapat menyerupai gonorrhea atau terjadi
bersamaan. 1
g. Pengobatan

Tabel 1.1 Pengobatan gonore. 3

Siprofloksasin dan ofloksasin sudah menunjukkan angka resistensi yang


tinggi di beberapa kota, sehingga tidak dianjurkan lagi. 3

h. Komplikasi
Komplikasi lokal terdiri dari salpingitis akut (PID) dan asbes
kelenjar bartholin pada wanita, epididimitis, penile lymphangitis,
prostatitis, seminal vasculitis dan striktur uretra ada pria. Komplikasi
jangka panjang dari PID termasuk sterilitis dan risiko kehamilan ektopik. 1
Infeksi gonokokal diseminata dapat berkomplikasi endokarditis,
meningitis dan miokarditis. Endokarditis biasanya mempengaruhi katup
aorta dan progresivitasnya cepat, menyebabkan kerusakan katup dan
gagal jantung. Kasus sindroma dermatitis-artitis sembuh spontan, tapi
artritis septik yang tidak diterapi dapat mengakibatkan osteomielitis lanjut
atau kerusakan sendi. 1
4. Vaginosis bakterialis
a. Definisi
Bakterial vaginosis merupakan suatu penyakit yang disebabkan
oleh ketidakseimbangan pH dan jumlah flora normal vagina. Keadaan ini
tidak terjadi begitu saja, namun disebabkan oleh beberapa faktor seperti
penggunaan pembersih kewanitaan yang tidak tepat, keadaan lingkungan
yang lembab, penggunaan celana ketat, tidak mengganti celana dalam,
kurang kekebalan tubuh, merokok, penggunaan kontrasepsi, dan lain
sebagainya.5
b. Etiologi
Bakteri penyebab terjadinya Bacterial vaginosis (BV) antara lain;
Gardnella vaginalis, Ureaplasma urealythicum, Mycoplasma hominis,
Mobilunces spp, Prevotella bivia, Peptostreptoccocus, Ureaplasma
urealyticum. Bakteri tersebut akan senang tumbuh apabila keadaan vulva
mempunyai kelembaban yang tinggi yang bersifat menekan pertumbuhan
Lactobacillus yang berperan untuk keseimbangan flora normal vagina. 5
c. Faktor resiko
Dapat dilihat dari faktor-faktor tersebut sebagian besar disebabkan
oleh pola hidup wanita yang kurang sehat. Kebiasaan-kebiasaan buruk
tersebut dapat menyebabkan terjadinya pergeseran pH vagina,
berkurangnya Lactobascilus sp. sebagai flora normal vagina, atau
pertumbuhan berlebih dari kuman-kuman normal yang ada di vagina.
Selain faktor tersebut diatas, perlu diingat bahwa Indonesia
memiliki iklim tropis sehingga menyebabkan keadaan tubuh menjadi
lebih lembab bila dibandingkan dengan negara-negara lain. Hal ini
tentunya perlu disadari oleh wanita Indonesia agar menjadi lebih
waspada akan kebersihan tubuh terutama organ kewanitaan. Kebiasaan
sederhana seperti mengganti celana dalam bila terasa lembab, mengganti
pembalut minimal empat jam sekali, dan mengelap vagina setelah buang
air kecil dan besar dengan handuk atau tissu kering tanpa pewangi
tentunya dapat mengurangi risiko terjadinya BV. 5
d. Patogesis
Bacterial vaginosis (BV) disebabkan oleh faktor-faktor yang
mengubah lingkungan asam normal di vagina menjadi keadaan basa yang
mendorong pertumbuhan berlebihan bakteri-bakteri penghasil basa.
Ketika konsentrasi Lactobacilli yang merupakan flora normal vagina
jumlahnya menurun, bakteri ini jumlahnya dapat meningkat berlebihan
sehingga menjadi spesies dominan di lingkungan vagina yang dapat
bersifat patogenik.
Faktor-faktor yang dapat mengubah pH (asam basa keseimbangan)
melalui efek alkalinisasi antara lain adalah mucus serviks, semen, darah
haid, mencuci vagina (douching), pemakaian antibiotik, dan perubahan
hormon saat hamil dan menopause. Faktor-faktor ini memungkinkan
terjadinya peningkatan pertumbuhan Gardnerella vaginalis, Mucoplasma
hominis, dan bakteri anaerob. faktor risiko lain yang telah dikaitkan
dengan Bacterial Vaginosis (BV) termasuk memiliki beberapa pasangan
seks, pasangan seks pria baru, seks dengan sesama jenis, hubungan
seksual pertama pada usia dini, sering douching vagina, Penggunaan
benda asing vagina atau sabun wangi, merokok dan kurangnya vagina
lactobacill.
Mencuci vagina (douching) sering dikaitkan dengan keluhan
disuria, keputihan, dan gatal pada vagina. Pada wanita yang beberapa kali
melakukan douching, dilaporkan terjadi perubahan pH (asam basa
keseimbangan) vagina dan berkurangnya konsentrasi mikroflora normal
sehingga memungkinkan terjadinya pertumbuhan bakteri pathogen yang
oportunistik. Flora vagina wanita tanpa Bacterial Vaginosis (BV)
biasanya terdiri dari kuman gram-batang positif, dengan dominasi oleh
Lactobacillus crispalus, Lactobacillus jensenii dan Lactobacillus iners.
Pada Bacterial vaginosis (BV) dapat terjadi simbiosis antara
Gardnerella vaginalis sebagai pembentuk asam amino dan kuman
anaerob beserta bakteri fakultatif dalam vagina yang mengubah asam
amino menjadi amin sehingga menaikkan pH sekret vagina sampai
suasana yang sesuai bagi pertumbuhan Gardnerella vaginalis. Beberapa
amin diketahui menyebabkan iritasi kulit dan menambah pelepasan sel
epitel dan menyebabkan cairan yang keluar dari vagina berbau tidak
sedap, bakteri anaerob yang menyertai Bacterial vaginosis (BV)
diantaranya Bacteroides bivins, Bacteroides Capilosus dan Bacteroides
disiens yang dapat diisolasikan dari infeksi genitalia. Gardenella
vaginalis melekat pada sel-sel epitel vagina in vitro, kemudian
menambahkan deskuamasi sel epitel vagina sehingga terjadi perlekatan
duh tubuh pada dinding vagina. Organisme ini tidak invasif dan respon
inflamasi lokal yang terbatas dapat dibuktikan dengan sedikitnya jumlah
leukosit dalam sekret vagina dan dengan pemeriksaan histopatologis.
Timbulnya Bakterial Vaginosis (BV) ada hubungannya dengan aktivitas
seksual atau pernah menderita infeksi Trichomonas.5
e. Manifestasi klinis
Bakterial Vaginosis (BV) adalah suatu kondisi abnormal perubahan
ekologi vagina yang ditandai dengan pergeseran keseimbangan flora
vagina dimana dominasi Lactobacillus digantikan oleh bakteri-bakteri
anaerob, diantaranya Gardnerella vaginalis, Mobiluncus, Prevotella,
Bacteroides, dan Mycoplasma sp.Infeksi bakteri ini disebabkan oleh
ketidak seimbangan bakteri dalam vagina perempuan, yang mengarah ke
faktor mengacaukan keseimbangan pH (asambasa keseimbangan) di
dalam vagina.
Bacterial vaginosis (BV) terkadang tidak bergejala namun apabila
terdapat gejala biasanya ditandai dengan keputihan yang mengeluarkan
bau tidak sedap, rasa terbakar pada vulva, dan terasa gatal pada vagina.
Jumlah cairan keputihan yang dikeluarkan pada Bacterial vaginosis (BV)
dapat normal atau berlebihan sehingga keputihan yang terjadi pada
seorang wanita harus diperiksa lebih lanjut. Cairan vagina pada Bacterial
vaginosis (BV) biasanya encer berbau amis serta berwarna keabu-abuan
dan umumnya keluar pasca senggama. Bacterial vaginosis (BV) juga
ditandai dengan peningkatan PH (asam basa keseimbangan) yang lebih
dari 4,5 yang dapat menyebabkan penurunan jumlah Lactobacillus. 5
f. Penegakan diagnosis
- Pemeriksaan fisik
Wanita dengan bakterial vaginosis dapat tanpa gejala. Gejala
yang paling sering pada bakterial vaginosis adalah adanya cairan
vagina yang abnormal (terutama setelah melakukan hubungan
seksual) dengan adanya bau vagina yang khas yaitu bau amis/bau
ikan (fishy odour).
Bau tersebut disebabkan oleh adanya amin yang menguap bila
cairan vagina menjadi basa. Cairan seminal yang basa (pH 7,2)
menimbulkan terlepasnya amin dari perlekatannya pada protein dan
amin yang menguap menimbulkan bau yang khas. Walaupun
beberapa wanita mempunyai gejala yang khas, namun pada sebagian
besar wanita dapat asimptomatik. Iritasi daerah vagina atau sekitar
vagina (gatal, rasa terbakar), kalau ditemukan lebih ringan daripada
yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis atau Candida albicans.
Sepertiga penderita mengeluh gatal dan rasa terbakar, dan seperlima
timbul kemerahan dan edema pada vulva. Nyeri abdomen, disuria,
atau nyeri waktu kencing jarang terjadi, dan kalau ada karena
penyakit lain.
Pada pemeriksaan biasanya menunjukkan sekret vagina yang
tipis dan sering berwarna putih atau abu-abu, viskositas rendah atau
normal, homogen, dan jarang berbusa. Sekret tersebut melekat pada
dinding vagina dan terlihat sebagai lapisan tipis atau kelainan yang
difus. Gejala peradangan umum tidak ada. Sebaliknya sekret vagina
normal, lebih tebal dan terdiri atas kumpulan sel epitel vagina yang
memberikan gambaran bergerombol.
Pada penderita dengan bakterial vaginosis tidak ditemukan
inflamasi pada vagina dan vulva. Bakterial vaginosis dapat timbul
bersama infeksi traktus genital bawah seperti trikomoniasis dan
servisitis sehingga menimbulkan gejala genital yang tidak
spesifik.15
- Pemeriksaan penunjang
9) Pemeriksaan preparat basah
Dilakukan dengan meneteskan satu atau dua tetes cairan
NaCl 0,9% pada sekret vagina diatas objek glass kemudian
ditutupi dengan coverslip. Dan dilakukan pemeriksaan
mikroskopik menggunakan kekuatan tinggi (400 kali) untuk
melihat clue cells, yang merupakan sel epitel vagina yang
diselubungi dengan bakteri (terutama Gardnerella vaginalis).
Pemeriksaan preparat basah mempunyai sensitifitas 60% dan
spesifitas 98% untuk mendeteksi bakterial vaginosis. Clue cells
adalah penanda bakterial vaginosis.
10) Tes lakmus untuk Ph
Kertas lakmus ditempatkan pada dinding lateral vagina.
Warna kertas dibandingkan dengan warna standar. pH vagina
normal 3,8 - 4,2. Pada 80- 90% bakterial vaginosis ditemukan pH
> 4,5.
11) Pewarnaan gram sekret vagina
Pewarnaan gram sekret vagina dari bakterial vaginosis
tidak ditemukan Lactobacillus sebaliknya ditemukan
pertumbuhan berlebihan dari Gardnerella vaginalis dan atau
Mobilincus sp. dan bakteri anaerob lainnya.
12) Kultur vagina Kultur
Gardnerella vaginalis kurang bermanfaat untuk diagnosis
bakterial vaginosis. Kultur vagina positif untuk G. vaginalis pada
bakterial vaginosis tanpa grjala klinis tidak perlu mendapat
pengobatan.
13) Uji H2O2
Pemberian setetes H2O2 (hidrogen peroksida) pada sekret
vagina diatas gelas objek akan segera membentuk gelembung
busa ( foaming bubbles) karena adanya sel darah putih yang
karakteristik untuk trikomoniasis atau pada vaginitis deskuamatif,
sedangkan pada vaginosis bakterialis atau kandidiasis
vulvovaginal tidak bereaksi. 5
g. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan lini pertama VB pada wanita yang tidak hamil
adalah metronidazol 500 mg secara oral sebanyak dua kali dalam satu
hari selama 7 hari, atau metronidazol gel 0,75%, satu aplikator penuh (5
g) intravagina, sekali sehari selama 5 hari atau klindamisin krim 2%,
satu aplikator penuh (5 g) intravagina pada waktu tidur selama 7 hari.
Regimen alternatif lainnya adalah tinidazol 2 g secara oral sekali sehari
selama 3 hari atau tinidazol 1 g secara oral sekali sehari selama 5 hari
atau klindamisin 300 mg secara oral dua kali sehari selama 7 hari atau
klindamisin 100 mg intravagina bentuk ovula sekali sehari pada waktu
sebelum tidur 3 selama 3 hari. Hal ini sesuai dengan Pedoman Nasional
Penanganan IMS tahun 2011 yang dikeluarkan oleh Kemenkes RI
bersama KSMKI yaitu pada wanita yang tidak hamil dapat diberikan
metronidazol 2 gram per oral dosis tunggal atau metronidazol dua kali
500 mg selama 7 hari atau klindamisin 300 mg dua kali sehari 19 secara
oral selama 7 hari.
Beberapa penelitian melaporkan kesembuhan VB sebesar 71-89%
atau lebih pada wanita dalam jangka waktu 1 bulan sesudah terapi.
Walaupun resistensi terhadap metronidazol telah dilaporkan, namun
metronidazol masih menjadi terapi standar terhadap 20 infeksi bakteri
anaerob, seperti Gardnerella vaginalis. Penatalaksanaan alternatif VB
lainnya yaitu memulihkan ekosistem flora normal vagina dengan cara
menggunakan formula lactobacillus intravagina. Efikasi
penatalaksanaan alternatif ini belum dibuktikan melalui penelitian skala
besar, well-controlled, randomized dan double-blind. Terapi rutin
terhadap pasangan seksual pasien tidak disarankan karena berdasarkan
beberapa penelitian menunjukkan respons pasien terhadap terapi dan
rekurensi tidak dipengaruhi 3 oleh terapi pada pasangan seksual. 5

5. Vaginosis trikomoniasis
a. Definisi
Trikomoniasis merupakan suatu penyakit infeksi protozoa yang
menyerang traktus urogenitalis bagian bawah baik pada pria maupun
wanita dan disebabkan oleh Trichomonas vaginalis, biasanya penyakit ini
ditularkan melalui hubungan seksual.1 Pada pria umumnya asimtomatik
dan prevalensinya lebih rendah dibandingkan pada wanita.2 Keadaan
dimana lingkungan kurang baik dapat terjadi infeksi secara tidak
langsung melalui alat mandi seperti lap mandi, handuk atau alat sanitasi
seperti toilet seat. 5
b. Etiologi
Trichomonas vaginalis tidak memiliki stadium kista tetapi hanya
ditemui dalam stadium Tropozoit dan ciri-cirinya adalah : Bentuknya
oval atau piriformis, memiliki 4 buah flagel anterior, flagel ke 5 menjadi
axonema dari membran bergelombang (membrana undulant) , pada ujung
pasterior terdapat axonema yang keluar dari badan yang diduga untuk
melekatkan diri pada jaringan sehingga menimbulkan 7 iritasi, memiliki
1 buah inti, memiliki sitostoma pada bagian anterior untuk mengambil
makanan, perkembangbiakan dengan cara belah pasang. 5
c. Faktor resiko
5) Faktor karakteristik
Pendidikan
Pendidikan dianggap sebagai salah satu unsur yang ikut
menentukan pengalaman dan pengetahuan seseorang baik dalam ilmu
pengetahuan maupun kehidupan sosial. 5
Umur
Umur atau usia merupakan waktu atau masa hidup seseorang
selama masih hidup didunia yang dihitung mulai dari manusia
dilahirkan.Para ahli psikologi membagi umur menjadi beberapa
kelompok yang didasarkan pada pertumbuhan fisik dan pertumbuhan
mental antara lain: 1) Masa dewasa dini : 18 tahun- 40 tahun 2) Masa
dewasa madya : 41 tahun – 60 tahun Umur berkaitan dengan masa
aktif hubungan kelamin karena pada usia yang meningkat akan di ikuti
dengan proses degenerasi dari organ seksual sehingga dalam hal ini
kemampuan organ seksual akan menurun
6) Kebersihan alat kelamin
Kebersihan alat kelamin harus diperhatikan karena ibu rumah
tangga ada yang kurang memperhatikan kebersihan alat kelamin,
sehingga setelah melakukan kontak seksual alat kelamin harus segera
dibersihkan biasanya mereka memakai obat-obatan atau cairan
betadine yang dijual bebas dan diiklankan di televisi, dapat juga
dengan melakukan: menghindari pemakaian pencuci vagina dengan
semprot vagina (spray), jaga kebersihan vagina baik sebelum dan
sesudah berhubungan seks, ganti pembalut sesering mungkin jika
sedang mengalami haid, kenakan pakaian dalam yang terbuat dari
katun agar mudah menyerap kelembaban dan sirkulasi udara disekitar
vagina terjaga, pakaian dalam yang tidak menyerap keringat akan
menciptakan suasana di vagina menjadi lembab dan tentu saja akan
merangsang pertumbuhan bakteri yang merugikan, jaga organ intim
tetap bersih dan kering, membasuh vagina dengan air yang bersih
setiap kali setelah selesai menggunakan toilet umum, siramlah
menggunakan (flushing) hal ini untuk mencegah penularan jika ada
pengguna lainnya yang terkena penyakit kelamin.
Menurut penelitian air yang tergenang ditoilet umum mengandung
70% jamur candida albicans (penyebab keputihan dan rasa gatal pada
vagina).
7) Penggunaan air bersih
Penggunaan air bersih dalam jumlah yang banyak sangat
diperlukan untuk menjaga kebersihan badan, alat kelamin dan pakaian
karena T. Vaginalis dapat hidup pada obyek basah selama 45 menit
pada kloset duduk, kain lap pencuci badan, baju, air mandi dan cairan
tubuh, disamping itu dapat pula dilakukan : setelah buang air besar,
bilaslah dengan air yang bersih dari arah depan kebelakang cara ini
dapat mencegah penyebaran bakteri dari arah anus ke vagina, saat
membasuh harus melihat juga kondisi air, kalau kotor jangan
dipaksakan sebab air yang tidak bersih bisa menyebabkan adanya
kuman dan jamur yang akhirnya menimbulkan keputihan, bila perlu
basuh pakai tisu yang tidak mudah hancur.
8) Berganti-ganti pasangan seksual
Setia dan jangan berganti-ganti pasangan untuk mencegah
terjadinya infeksi Trichomonas vaginalis.
9) Pemeriksaan kesehatan secara rutin
Pemeriksaan kesehatan secara rutin dan teratur harus dilakukan
khusunya pada wanita yang sudah melakukan hubungan seksual
secara teratur. Sebelum dilakukan pengobatan, dokter biasanya
memeriksa cairan keputihan dilaboratorium. Pengobatan dilakukan
dengan terlebih dahulu menyingkirkan faktor-faktor yang
mempermudah timbulnya penyakit.Bila diagnosis menunjukkan
penyakitnya tidak akut maka biasanya dokter menyarankan untuk
mencuci daerah vagina dengan obat anti septik, sayangnya seringkali
setelah tahu obatnya, pasien tak datang lagi tapi membeli obat tersebut
kemudian dipakai terus untuk mencuci vagina dan akibatnya bakteri
doderlein (yang membuat vagina selalu asam) jadi mati.Maka suasana
asam terganggu menjadi basa sehingga muncullah berbagai penyakit,
entah itu kandida atau jamur, infeksi dari luar vagina dan sebagainya.
10) Penggunaan pembersih vagina
Wanita seringkali salah dalam membersihkan alat kelamin
biasanya mereka menggunakan sabun biasa atau cairan pembersih
yang tidak jelas komposisi kandungannya atau menaburi bedak
bahkan menyemprotkan parfum didalam vagina. Penggunaan
antibiotik maupun steroid cukup lama sehingga menyebabkan bakteri
baik penjaga pH vagina mati serta menyebabkan jamur dapat tumbuh
dengan subur, pemakaian pil KB karena keseimbangan hormon
terganggu sehingga terjadi ketidak seimbangan pH, penggunaan sabun
pencuci vagina mengganggu keseimbangan pH vagina.
11) Pengetahuan tentang infeksi
Trichomonas vaginalis Pengetahuan merupakan hasil dari “tahu”
dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu
obyek tertentu.Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia
yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga, pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Prilaku yang
didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku
yang tidak didasari oleh pengetahuan. Faktor-faktor yang memicu
berkembangnya PMS antara lain karena kurangnya pengetahuan
tentang PMS, hubungan seksualnya cenderung lebih dari satu
pasangan atau pasangannya mempunyai lebih dari satu mitra seksual,
hubungan seksual tidak aman misalnya, tidak memakai kondom selain
itu karena anatomi organ reproduksi perempuan lebih mudah tertular
PMS daripada pria. Keputihan disebabkan karena kelenjar di dalam
rahim dan vagina membawa keluar sel-sel mati dan bakteri dengan
pengeluaran lendir, keluarnya lendir ini menyebabkan vagina tetap
bersih dan membantu dalam mencegah infeksi. 5
d. Patogesis
Masa inkubasi setelah terinfeksi adalah 4-28 hari (rata rata 10 hari).
T. vaginalis yang masuk ke saluran urogenital akan melakukan adhesi
dengan sel epitel skuamosa. Kemampuan adhesi ini dipengaruhi oleh
faktor waktu, suhu dan pH. Pada wanita, spektrum klinik dari
trichomoniasis bervariasi dari symptomatic carrier hingga gambaran
vaginitis berat. Gejala klasik T. vaginalis pada wanita adalah keputihan
yang disertai rasa gatal, nyeri berkemih dan nyeri daerah supra pubis.
Secret vagina biasanya berwarna putih kehijauan (purulent), berbusa dan
berbau tajam. Pada 20% kasus dapat ditemukan strawberry cervix yang
ditandai dengan lesi berbentuk bintik bintik kemerahan (punctate
hemorrhagic lesions) akibat inflamasi. Pada laki laki infeksi T. vaginalis
umumnya asymptomatic atau kadang kadang ada keluhan nyeri berkemih
ringan, urethritis, epididymitis, dan prostatitis. 5
e. Transmisi
Bentuk trophozoite dari T. vaginalis tidak dapat bertahan diluar
host sehingga harus ditransfer langsung dari satu host ke host lainnya
(person to-person). Transmisi melalui hubungan sexual merupakan cara
transmisi tersering dan dapat ditemukan bersama sama (co-existed)
dengan penyakit menular sexual lainnya seperti gonorrhea, syphillis, atau
human immunodeficiency virus (HIV). Bayi bisa mengalami infeksi
melalui persalinan per-vagina. 5
f. Manifestasi klinis
Trichomonas vaginalis merupakan penyakit menular lewat
hubungan seksual (PMS), seseorang beresiko terkena PMS apabila
melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan baik
melalui vagina, oral maupun anal, bila tidak diobati dengan benar
penyakit ini dapat berakibat serius bagi kesehatan reproduksi, seperti
terjadinya kemandulan, kebutaan pada bayi yang baru lahir bahkan
kematian.
- Pada Wanita
Trichomoniasis menyebabkan vaginitis (radang vagina) dengan
fluor albus yang berwarna putih seperti cream dan berbuih, bagian
Vulva dan cervik bisa mengalami peradangan. Banyaknya fluor
tergantung dari beratnya infeksi dan stadium penyakit, selain gejala
fluor albus yang merupakan keluhan utama penderita pruritus vagina
atau vulva dan rasa pedih saat kencing merupakan keluhan tambahan
perasaan gatal pada vulva dan kadang-kadang sampai ke paha.
Sering kali penderita mengeluh keluar darah setelah berhubungan
seks infeksi dapat menjalar dan menyebabkan uretriris kadang
infeksi terjadi tanpa gejala, jika ada gejala biasanya berupa antara
lain: Rasa sakit atau nyeri pada saat kencing atau hubungan seksual,
rasa nyeri pada perut bagian bawah, pengeluaran lendir pada vagina
atau alat kelamin, keputihan berwarna putih susu bergumpal disertai
rasa gatal dan kemerahan pada alat kelamin dan sekitarnya,
keputihan yang berbusa, kehijauan, berbau busuk dan gatal, timbul
bercak-bercak darah setelah berhubungan seksual, bintil-bintil berisi
cairan, lecet atau borok pada alat kelamin.
- Pada Pria
Karena bentuk dan letak alat kelamin pria berada diluar tubuh,
maka gejala PMS lebih mudah dikenali, dilihat dan dirasakan tetapi
dapat pula terjadi uretritis dan prostatitis Tanda – tanda PMS pada
pria antara lain adalah: Berupa bintil-bintil berisi cairan, lecet atau
borok pada penis atau alat kelamin, luka tidak sakit, keras dan
berwarna merah pada alat kelamin, rasa gatal yang hebat sepanjang
alat kelamin, rasa sakit yang hebat pada saat kencing, bengkak,
panas dan nyeri pada pangkal paha yang kemudian berubah menjadi
borok. 5
g. Penegakan diagnosis
- Anamnesis
Trichomonas vaginalis merupakan penyakit menular lewat
hubungan seksual (PMS), seseorang beresiko terkena PMS apabila
melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan baik
melalui vagina, oral maupun anal, bila tidak diobati dengan benar
penyakit ini dapat berakibat serius bagi kesehatan reproduksi, seperti
terjadinya kemandulan, kebutaan pada bayi yang baru lahir bahkan
kematian.
a) Pada Wanita
Trichomoniasis menyebabkan vaginitis(radang vagina)
dengan fluor albus yang berwarna putih seperti cream dan
berbuih, bagian Vulva dan cervik bisa mengalami peradangan.
Banyaknya fluor tergantung dari beratnya infeksi dan stadium
penyakit, selain gejala fluor albus yang merupakan keluhan
utama penderita pruritus vagina atau vulva dan rasa pedih saat
kencing merupakan keluhan tambahan perasaan gatal pada vulva
dan kadang-kadang sampai ke paha. Sering kali penderita
mengeluh keluar darah setelah berhubungan seks infeksi dapat
menjalar dan menyebabkan uretriris kadang infeksi terjadi tanpa
gejala, jika ada gejala biasanya berupa antara lain:
Rasa sakit atau nyeri pada saat kencing atau hubungan
seksual, rasa nyeri pada perut bagian bawah, pengeluaran lendir
pada vagina atau alat kelamin, keputihan berwarna putih susu
bergumpal disertai rasa gatal dan kemerahan pada alat kelamin
dan sekitarnya, keputihan yang berbusa, kehijauan, berbau busuk
dan gatal, timbul bercak-bercak darah setelah berhubungan
seksual, bintil-bintil berisi cairan, lecet atau borok pada alat
kelamin.
b) Pada Pria
Karena bentuk dan letak alat kelamin pria berada diluar
tubuh, maka gejala PMS lebih mudah dikenali, dilihat dan
dirasakan tetapi dapat pula terjadi uretritis dan prostatitis4 .
Tanda – tanda PMS pada pria antara lain adalah: Berupa bintil-
bintil berisi cairan, lecet atau borok pada penis atau alat kelamin,
luka tidak sakit, keras dan berwarna merah pada alat kelamin,
rasa gatal yang hebat sepanjang alat kelamin, rasa sakit yang
hebat pada saat kencing, bengkak, panas dan nyeri pada pangkal
paha yang kemudian berubah menjadi borok. 5
- Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan mikroskopik Pergerakan Trichomonas yang
seperti meloncat lencat dan berdenyut dapat terlihat pada
pemeriksaan langsung cairan vagina atau urethra dengan
menggunakan larutan garam fisiologi. Pemeriksaan dengan cara ini
relatif mudah dan murah, namun sensitifitasnya antara 38-72 persen
dan ini dipengaruhi oleh lamanya T.vaginalis diluar host. Pada laki
laki cairan yang dapat diperiksa adalah urine dan sekresi prostat.
Untuk pemeriksaan mikroskopik tidak langsung digunakan
pewarnaan acridine orange, papanicolaou, dan Giemsa dengan
terlebih dahulu difiksasi dengan polyvinyl alcohol (PVA).
Biakan Pemeriksaan biakan (culture) merupakan standar
baku (gold standard) dengan tingkat sensitifitas 95% (Ohlemeyer C,
et a1., 1998 dan Sood M, et al., 2007) dan direkomendasikan ketika
hasil pemeriksaan mikroskopik negatif namun gejala positif. T.
vaginalis dapat tumbuh dengan baik pada kondisi anaerobik bersuhu
35°–37°C, pH 5.5–6.0 dengan berbagai media. Cysteine-peptone-
liver-maltose (CPLM) medium and plastic envelope medium (PEM)
adalah media yang sering digunakan.
Serologi dan metode molekular Metode enzyme linked
immune sorbent assay (ELISA) dengan antibodi monoclonal untuk
mendeteksi antigen 65-KDA surface polypeptide T. vaginalis dapat
dilakukan pada pada apusan vagina. Deteksi DNA T.vaginalis
dengan metode hibridisasi maupun PCR sangat sensitif (97%) dan
spesifik (98%).5
h. Penatalaksanaan
Dasar pengobatan yaitu memperbaiki keadaan vagina dengan
membersihkan mukosa vagina dan memakai obat kimia peros dan lokal,
pada saat ini metronidazol (merupakan obat yang efektif untuk
pengobatan baik untuk wanita ataupun pria). Berbagai obat baru juga
telah banyak dan sangat efektif dalam mengobati Trichomoniasis yaitu
Tinidazol, Seknidazol, Nimorazol dan Ornidazol. Cara pemberian
takaran obat-obat tersebut adalah :
1) Metronidazol
Wanita : diberikan 3 kali 250 mg selama 10 hari atau 2 gr dosis
tunggal tanpa Diberikan malam hari peroral, untuk pengobatan
lokal diberikan tablet Vagina sebanyak 500 mg sehari selama 10
hari.
Pria : pemberian peroral 2 kali 250 mg sehari selama 10 hari atau 2
gr dosis Tunggal diberikan malam hari.
2) Tinidazol
Baik pada wanita maupun pria diberikan dengan takaran 2 gr dosis
tunggal peroral.
3) Seknidazol
Diberikan untuk Trichomoniasis pada wanita maupun pria dengan
takaran 2 gr dosis tunggal peroral.
4) Nimorazol
Diberikan pada wanita maupun pria dengan takaran 2 kali 250 mg
selama 6 hari atau diberikan 2 gr dosis tunggal.
5) Ornidazol
Diberikan dalam dosis tunggal 1500 mg atau 2 kali lipat 750 mg
pengobatan lokal dengan tablet vagina persarin ataupun krim
vagina yang digunakan pada waktu malam hari. 5

6. Vaginosis candidda
a. Definisi
Kandidiasis adalah penyakit jamur yang bersifat akut atau subakut
disebabkan spesies candida, biasanya oleh spesies candida albicans dan
dapat mengenai mulut, vagina, kulit, kuku, bronki atau paru, kadang-
kadang menyebabkan septikemia, endokarditis atau meningitis.
Kandidiasis Vaginalis merupakan suatu infeksi yang disebabkan
oleh jenis mikroorganisme yaitu jamur Candida, terutama Candida
albicans, sering terjadi pada seseorang yang memiliki sistem kekebalan
normal, tetapi infeksi ini lebih sering ditemukan atau merupakan infeksi
yang menetap pada penderita diabetes atau AIDS dan pada wanita hamil.
6

b. Etiologi
Kandida albikan penyebab terbanyak yang dapat diisolasi > 80%
dari penderita kandidiasis vagina. Kandida albikan dapat dijumpai dikulit
yang normal, vagina dan disaluran pencernaan. Ditempat ini ia hidup
sebagai saprofit tetapi pada keadaan tertentu dengan pemakaian
antibiotika yang cukup lama atau keadaan hormonal yang mengubah
ekologi sekelilingnya, maka kandida ini akan tumbuh dengan cepat dan
berubah bentuk dengan membuat miselia sehingga jamur ini menjadi
patogen. 6
c. Faktor resiko
Kelompok umur terbanyak pada kasus baru KVV yaitu pada
kelompok umur 25-44 tahun (52,3%). Hal itu diakibatkan oleh faktor
hormonal memiliki pengaruh terhadap kejadian KVV. Pada percobaan in
vitro didapatkan kolonisasi Candida spp lebih tinggi oleh adanya
perubahan estrogen, hal ini menjelaskan kenapa KVV simtomatis lebih
sering terjadi pada perempuan yang berada pada periode antara
premenarche dan menopause. Selain itu faktor hormonal juga dapat
dihubungkan dengan penggunaan kontrasepsi hormonal, terutama yang
mengandung estrogen dosis tinggi yang biasanya digunakan paling
banyak pada kelompok usia ini. 6
Faktor predisposisi :
1) Faktor lokal
Mode pakaian ketat dan pakaian dalam yang dibuat dari serat
sintetis rnenyebabkan panas, kulit lembab, mengelupas dan
permukaan mukosa genital sangat rentan terhadap infeksi kandida.
Efek ini diperberat oleh kegemukan. Hal ini ditambah dengan serbuk
pencuci yang gagal membunuh jamur yang mengkontaminasi pakaian
dalam. Kulit yang sensitif terhadap spray vagina, deodoran dapat
menimbulkan kerusakan integritas epitel vagina dan merupakan
predisposisi dan infeksi.
Kandidiasis vaginitis dapat ditularkan melalui hubungan seksual.
Apabila persiapan hubungan seksual tidak adekuat, vagina relatif
kering merupakan predisposisi terjadinya trauma mukokutaneus yang
mempermudah terjadinya infeksi.
2) Kehamilan
Koloni vagina rata-rata meningkat selama kehamilan dan insiden
keluhan vaginitis meningkat terutama pada trimester terakhir.
Pedersen pada tahun 1969 menemukan 42% kandidiasis vagina pada
kehamilan trimester terakhir dan menurun menjadi 11% pada hari ke
tujuh setelah melahirkan. Kandungan glikogen pada sel – sel vagina
meningkat dengan tingginya kadar hormon dalam sirkulasi. Ini
mempertinggi proliferasi, pengembangbiakan dan perlekatan dari
kandida albikan. Pertumbuhan jamur akan distimulasi dengan
tingginya kadar hormon estrogen, karena hormon ini dapat
menurunkan PH vagina menjadi suasana yang lebih asam.
3) Imunosupresi
Pemberian obat dalam jangka waktu yang lama terutama
kortikosteroid sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan kandida
albikan, oleh karena obat ini bersifat imunosupresi.
4) Diabetes Militus
Glukose yang tinggi pada urine dan peningkatan konsentrasi
sekresi vagina pada diabetes melitus mempertinggi pertumbuhan
jamur.
5) Pengobatan Antibiotika
Penggunaan antibiotika dapat mengurangi pertumbuhan bakteri
yang sensitif tetapi tidak berpengaruh terhadap kandida. Antibiotika
dapat membunuh bakteri gram negatif yang memproduksi anti
kandida komponen, sehingga dapat merangsang pertumbuhan
kandida.
6) Kontrasepsi Oral
Episode gejala dari kandidiasis vagina biasanya lebih banyak pada
wanita dengan pemakaian kontrasepsi oral daripada wanita yang
tidak. Dikatakan bahwa kontrasepsi oral menyebabkan perubahan-
perubahan pseudogestasional pada epitel vagina. Penelitian yang
dilakukan oleh Caterall dengan pil estrogen dosis tinggi rnendapatkan
hasil bahwa penderita kandidiasis vagina gagal diobati dengan
bermacam-macam obat dan segera sembuh setelah pemakaian
kontrasepsi oral dihentikan. Tapi penelitian lain tidak dapat
menunjukan perbedaan frekuensi kandidiasis vagina dengan
pemakaian pil atau cara KB yang lain. 6
d. Patogesis
Diperkirakan sekitar 20% dari wanita seksual aktif mengandung
strain kandida albikan didalam saluran pencernaan dan vagina. Apakah
kandida albikan dianggap sebagai bagian dari flora normal vagina yang
asimtomatik masih kontroversial. Beberapa penulis menganggap
beberapa perubahan lokal atau sistemik pada wanita dengan daya tahan
tubuh yang lemah dapat memudahkan timbulnya kandidiasis vagina.
Pada pasien dengan koloni kandida albikan, sering dihubungkan
dengan trauma vagina lokal yang kecil sebagai akibat dari hubungan
seksual, pemasangan tampon vagina atau perubahan bakteri yang
dihubungkan dengan pemakaian antibiotika. Tampaknya bahwa flora
normal dapat menghasilkan komponen anti kandida yang dapat
menghambat pertumbuhan dan perkembangbiakan jamur.
Hipersensitifitas terhadap antigen kandida, penting dievaluasi pada
beberapa wanita dengan jamur yang sedikit, dapat merupakan reaksi
imunitas humoral yang mempunyai efek pada kandidiasis vagina. Sekresi
antibodi mukosa mengandung sistem kompleks yang terbanyak adalah
imunoglobulin A. Tingginya level Ig A pada sekresi vagina dapat
mengurangi perlekatan kandida pada sel epitel dan mengurangi insiden
vaginitis.
Imunitas seluler dihubungkan dengan gangguan fungsi T sel,
seperti pada keganasan hematologi atau infeksi dengan human
imunodefisiensi virus, sehingga dengan menurunnya fungsi T sel, dapat
menyebabkan insiden dan beratnya penyakit kandida makin meningkat.
Kandidiasis vaginitis yang rekuren terdapat beberapa faktor
endogen dan eksogen seperti diabetis melitus yang tidak terkontrol,
penggunaan hormon estrogen, penggunaan antibiotika berspektrum luas
dan adanya penurunan daya tahan tubuh. Faktor lainnya seperti
penggunaan pakaian yang ketat dari bahan nilon dan tidak adanya
ventilasi dibawah pakaian memudahkan timbulnya infeksi karena
peningkatan keringat dan peningkatan suhu permukaan tubuh. Banyak
wanita dengan kandidiasis vagina rekuren tidak ditemukan faktor
predisposisinya.
Infeksi ulangan kandidiasis vaginitis dianggap berasal dari saluran
pencernaan oleh karena pada suatu penelitian organisme kandida albikan
diperoleh dan 100% kultur rektal pada wanita kandidiasis vaginitis
merupakan strain yang sama.
Peran transmisi hubungan seksual yaitu ditemukannya koloni
kandida dikulit penis kira – kira 20% dari laki – laki pasangan wanita
dengan kandidiasis vagina yang rekuren. Pada sulkus koronarius pada
laki – laki yang tidak disirkumsisi. Kolonisasi asimtomatis pada penis
laki – laki 4 kali lebih sering pada laki – laki pasangan seksual dari
wanita yang terinfeksi. Strain yang ditemukan pada kedua pasangan
seksual biasanya identik, ada bukti bahwa wanita dengan kandidiasis
vagina rekuren mempunyai kelainan antigen kandida spesifik dalam sel
mediated imuniti. Penelitian ini memberikan hipotesa bahwa adanya
imunodefisiensi didapat yang selektif pada wanita dengan kandidiasis
vagina yang rekuren, dengan rusaknya respon T limposit. 6
e. Manifestasi klinis
Keluhan utama terbanyak yang dirasakan oleh pasien adalah duh
tubuh vagina yang gatal, yaitu sebanyak 213 pasien (65,5%). Keluhan
yang paling sering pada KVV adalah adanya duh tubuh vagina yang
disertai rasa gatal pada vulva, akan tetapi keluhan tersebut bukanlah
gejala khusus dari KVV. Keputihan tidak selalu ada dan seringkali hanya
sedikit. Dapat ditemukan rasa nyeri pada vagina, iritasi, rasa panas,
dispareunia maupun disuria dan jika didapatkan bau biasanya hanya
minimal. Menurut Sobel sebanyak 10-20% wanita sehat pada usia subur
memiliki koloni kandida pada vaginanya yang tidak menimbulkan
keluhan.10 Proses terjadinya kolonisasi yang asimtomatis pada traktus
genitalis wanita masih belum jelas diketahui hingga saat ini. 6
f. Penegakan diagnosis
- Anamnesis dan Pemeriksaan fisik
Kandidiasis vaginitis dijumpai pada masa seksual aktif dan
dapat timbul pada kehamilan. diabetes militus, penggunaan obat-obat
imunosupresi dan antibiotika spektrum luas. Peradangan pada vagina
disertai gejala-gejala subyektif berupa gatal-gatal, nyeri dan rasa
panas. Vulva tampak bengkak, merah dan berfisura.
Pada pemeriksaan inspikulo mukosa vagina tertutup
pseudomembran yang berwarna putih seperti keju. Apabila
pseudomembran diangkat akan tampak bercak-bercak perdarahan.
Sekret biasanya sedikit seperti air, tapi kadang-kadang banyak dan
berwarna putih, mengandung noda-noda seperti keju atau purulen.
Labia mayora tampak bengkak dan merah tertutup oleh lapisan
putih. Lesi-lesi ini terasa amat sakit sehingga menimbulkan
dispareunia. Sedangkan sakit saat kencing disebabkan oleh karena
urine melewati vagina yang meradang.
- Pemeriksaan penunjang
Diagnosis KVV ditegakkan berdasarkan keluhan, pemeriksaan
klinis, dan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium berupa sediaan
basah memiliki tingkat sensitivitas sebesar 65%-85% yang berguna
untuk mengidentifikasi sel-sel ragi dan miselium, selain itu
pemeriksaan ini juga digunakan untuk menyingkirkan adanya infeksi
bakterial vaginosis dan trikomoniasis. Pewarnaan gram tidak terlalu
sensitif namun sangat menolong untuk pemeriksaan cepat. Pada
pemeriksaan gram akan memberi reaksi positif terhadap pseudohifa,
ragi dan miselia. Meskipun kultur rutin tidak diperlukan, jika pada
pemeriksaan sediaan basah menunjukkan ragi dan miselia, kultur
tetap harus dilakukan pada wanita dengan hasil pemeriksaan
mikroskop negatif tetapi dicurigai KVV berdasarkan keluhan atau
gejala. 6
g. Penatalaksanaan
Data terbanyak yang didapat dari penelitian ini adalah pengobatan
tunggal pada KVV dengan ketokonazol yaitu pada 239 pasien (73,2%).
Penatalaksanaan lainnya berupa regimen pengobatan antikandida baik
oral atau topikal yang dikombinasi dengan obat lain. Pengobatan
topikal diberikan untuk KVV akut atau ringan, sedangkan pada kasus
yang berat diberikan pengobatan sistemik. Macam obat oral yang
direkomendasikan antara lain: ketokonazol 200 mg diberikan 2 kali
sehari selama 5 hari, flukonazol 150 mg tablet dosis tunggal,
itrakonazol 100 mg tablet diberikan 2 kali sehari selama 3 hari. 6

7. Herpes simpleks genitalia


a. Definisi
Infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (virus
herpes hominis) tipe I atau tipe ll yang ditandai oleh adanya vesikel yang
berkelompok di atas kulit yang sembab dan en'tematosa pada daerah dekat
mukokutan, sedangkan infeksi dapat bedangsung baik primer maupun
rekurens. 4
b. Epidemiologi
Penyakit ini tersebar kosmopolit dan menyerang baik pria maupun
wanita dengan frekuensi yang tidak berbeda. lnfeksi primer oleh virus
herpes simpieks (V.H.S) tipe i biasanya dimulai pada usia anak-anak,
sedangkan infeksi VHS tipe I! biasanya terjadi pada dekade II atau Ill, dan
berhubungan dengan peningkatan aktivitas seksual. 4
c. Etiologi
VHS tipe I dan ll merupakan virus herpes hominis yang merupakan
virus DNA. Pembagian tipe l dan H berdasarkan karakteristik
pertumbuhan pada media kultur, antigenic marker, dan lokasi klinis
(tempat predileksi). 4
d. Gejala klinis
lnfeksi VHS ini beriangsung dalam 3 tingkat.
Infeksi primer
Tempat predileksi VHS tips I dl daerah pinggang ke ates terutama
dl daerah mulut dan hidung, biasanya dimulai pada usia anak-anak
inokulasi dapat terjadi secara kebetulan, misalnya kontak kulit pada
perawat, dokter gigi, atau pada orang yang sering menggigit jari (helpetic
whit-low).
Virus ini juga sebagai penyebab herpes ensefalitis. lnfeksi primer
oleh VHS tipe II mempunyai tempat predileksl di daerah pinggang ke
bawah, temtama di daerah genital, juga dapat menyebabkan herpes
meningitis dan infeksi neonatus.
Daerah predileksi ini sering kacau karena adanya cara hubungan
seksual seperti pro-genital, sehingga herpes yang terdapat di daerah geni-
tal kadang-kadang disebabkan oleh VHS tipe l sedangkan di daerah mulut
dan ,rongga mulut dapat disebabkan oleh VHS tipe ll. lnfeksi primer
berlangsung labih lama clan lebih berat, kira-kira 3 minggu dan sering
disertai gejala sistemik, misalnya demam, malese dan anoreksia, dan
dapat ditamukan pembengkakan kelenjar getah bening regional.
Kelainan klinis yang dijumpai berupa vesikel yang berkelompok di
atas kulit yang sembab dan eritematosa, berisi cairan jernih dan
kemudian. menjadi seropurulen, dapat menjadi krusta dan kadang-kadang
mengalami ulserasi yang dangkal, biasanya sembuh tanpa sikatriks. Pada
perabaan tidak terdapat indurasi. Kadang-kadang dapat timbul infeksi
sekunder sehingga memberi gambaran yang tidak jelas.
Umumnya didapati pada orang yang kekurangan antibodi virus
herpes simpleks. Pada wanita ada laporan yang mengatakan bahwa 80%
infeksi VHS pada genitalia ekstema disertai infeksi pada serviks. 4
Fase Iaten
Fase ini berarti pada penderita tidak diemukan gejala klinis, tetapi
VHS dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis. 4
lnfeksi rakurens
lnfeksi ini berarti VHS pada ganglion dorsalis yang dalam keadaan
tidak aktif, dengan mekanisme pacu menjadi aktif dan mencapai kulit
sehingga menimbulkan gejala innis. Mekanisme paou itu dapat berupa
trauma fisik (demam, infeksi, kurang tidur. hubungan seksual, dan
sebagainya), trauma psikis (gangguan emosional, mnstruasi), dan dapat
pula timbul akibat jenis makanan dan minuman yang merangsang.
Gejala klinis yang timbul lebih ringan dari pada infeksi primer dan
berlangsung kira-kira 7 sampai 1O hari. Sering ditemukan gejala
prodromal lokal sebelum timbul vesikel berupa rasa panas, gatal, dan
nyeri. lnfeksi rekurens ini dapat timbul pada tempat yang sama (loco) atau
tempat Iain/tempat di sekitamya (non loco). 4
Gambar 1.3 Infeksi virus herpes. 4
e. Pemeriksaan penunjang
Virus herpes ini dapat ditemukan pada vesikel dan dapat dibiak.
Pada keadaan tidak ada lesi dapat diperiksa antibodi VHS. Pada
percobaan Tzanck dengan pewamaan Giemsa dapat ditemukan sel datia
berinti banyak dan badan inklusi intranuklear. 4
f. Tatalaksana
Sampai saat ini belum ada terapiyang memberikan penyembuhan
radikal, artinya tidak ada pengobatan yang dapat mencegah episode
rekrurens.Pada lesi yang dini dapat digunakan obat topikal berupa salap
atau krim yang mengandung preparat idoksuridin (stoxil, viruguent,
viruguet-P) dengan cara aplikasi. yang sering dengan interval beberapa
jam. Preparat asildovit (zovirax) yang dipakai secara topikal tampaknya
memberikan masa depan yang Iebih cerah. Asiklovir ini cara kerjanya
mengganggu replikasi DNA virus. Klinis hanya bermanfaat bila penyakit
sedang aktif. Jika timbul ulserasi dapat diIakukan kompres. Pengobatan
oral berupa preparat asiklovir tampaknya memberikan hasil yang lebih
baik. Penyakit berlangsung lebih singkat dan masa rekurensnya lebih
panjang. Dosisnya 5 x 200 mg sehari selama 5 hari.
Pengobatan parenteral dengan asiklovir terutama ditujukan kepada
penyakit yang lebih berat atau jika timbul komptikasi pada alat dalam.
Begitu pula dengan preparat adenin arabinosid (vitarabin). Lnterferon
sebuah preparat glikoprotein yang dapat menghambat reproduksi virus
juga dapat dipakai secara parenteral.
Untuk mencegah rekurens macam-macam usaha yang dilakukan
dengan tujuan meningkatkan imunitas selular. pemah dilakukan
pemberian preparat Iupidon H (untuk VHS tipe I) dan lupidon G (untuk
VHS tipe N) dalam satu seri pengobatan. Pemberian levamisol dan
isoprinosin atau asiklovir secara berkata menurut beberapa penyelidik
memberikan hasiI yang baik. Efek tevamisol dan isopmosin ialah sebagai
imunostimulator. Pemberian vaksinasi cacar sekarang tidak dianut lagi. 4

8. Vulvitis
a. Definisi
Vulvovaginitis merupakan masalah ginekologi yang paling sering
ditemukan pada anak dan remaja.7
b. Etiologi
Penyebab vulvovaginitis pada anak antara lain
1) Infeksi bakteri
- non spesifik, campuran beberapa bakteri
- spesifik: -non gonorhoe yang dapat berasal dari farings, kulit
telinga, saluran kemih, dan usus, (Streptococcus hemolyticus grup
A, meningokokus, shigela); Gardnerella vaginalis – gonorhoe
2) Infeksi oleh mikroorganisme lain - kandida, trikomonas, amuba dan
kistosomasis
3) Infestasi cacing: enterobiasis (pinworm)
4) Faktor fisik lokal
- benda asing
- trauma: fisik, kimiawi, suhu
- kelainan ginekologi: neoplasma, polip, perlengketan labia
- kelainan urologi: prolaps uretra, ureter ektopik, enuresis
- kelainan rektal: fistula kongenital, fisura perineum, pruritus
- pembalut: ruam popok, leotards, ballet bottom dancers
- reaksi kontak: iritan, alergi.
5) Penyakit sistemik dengan manifestasi ke vulva
- campak, demam skarlet, cacar air, difteria
- tipus abdominalis, disentri
- kelainan darah atau blood dyscrasia
- abses pelvis, penyakit inflamasi pelvis
6) Penyakit kulit vulva
- dermatitis seborhoika, psoriasis, dermatitis atopi, ptiriasis, liken
sklerosus
- kondiloma akuminata, herpes simpleks, moluskum kontagiosum
- infeksi bakteri
- tinea, kandida, intertrigo
- pedikulosis, skabies
7) Sifilis dan penyakit kelamin
8) Psikosomatis. 7
c. Manifestasi klinis
Sebagaian besar dengan gejala keputihan dan tanda infeksi lokal,
penyebab secara umum jamur.Bentuk vulvitis adalah infeksi kulit
berambut dan infeksi kelenjar bartholini.Infeksi kulit berambut terjadi
perubahan warna, membengkak, terasa nyeri, kadang-kadang tampak
bernanah dan menimbulkan kesukaran bergerak.Infeksi kelenjar
bartholini terletak di bagian bawah vulva, warna kulit berubah,
membengkak, terjadi penimbunan nanah di dalam kelenjar, penderita
sukar untuk berjalan dan duduk karena sakit. 7
d. Penegakan diagnosis
- Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan pasien perlu dilihat pakaian, celana dalam, dan
popok. Pada pemeriksaan vulva, dicari tanda garukan, cairan vagina,
warna dan bau cairan. Pada vulva tampak tanda radang dan edema.
Dengan jari telunjuk dan jempol, labia dibuka untuk melihat himen.
Kadang-kadang diperlukan colok dubur untuk memeriksa benda
asing dalam vagina, serviks, atau tumor pelvis. Kemungkinan adanya
cacing enterobius (kermi) diperiksa dengan usapan perianal.
- Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan leukosit esterase dengan dipstik merupakan
pemeriksaan skrining yang cepat dalam menegakkan diagnosis
vaginitis dan servisitis. Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi
trikomonas, kandida, dan vaginosis bakterial, serta infeksi oleh
gonokokus dan klamidia. Biakan sekret vagina, sitologi, dan
vaginoskopi perlu dilakukan untuk evaluasi vulvovaginitis, namun
pada kebanyakan kasus vulvitis primer nonspesifik tidak diperlukan
vaginoskopi. Vaginoskopi biasanya diperlukan pada vulvovaginitis
persisten atau berulang, perdarahan vagina, kecurigaan terhadap
benda asing, neoplasma, atau anomali kongenital. 7
e. Penatalaksanaan
Biasanya tidak memerlukan pengobatan karena akan sembuh sendiri,
tetapi perlu memberikan pengertian kepada pasien atau orangtua bahwa
keadaan ini bukan penyakit infeksi. Selain itu perlu perhatian terhadap
higiene perineum, dan menggunakan pakaian yang tidak ketat dan tidak
menghalangi penguapan.
Dalam tata laksana vulvovaginitis non spesifik, perlu dijaga higiene
perineum, tidak mengenakan pakaian yang ketat, menggunakan sabun
yang lunak, dan memelihara vulva tetap kering. Pasien perlu diberitahu
mengenai kebiasaan berkemih dan buang air besar yang baik, serta
menjauhkan tinja dari daerah vulvovaginal. Vulvovaginitis berulang
diterapi dengan antibiotik sistemik seperti amoksisilin atau
sefalosporin. Krim estrogen topikal atau salep polisporin sangat
membantu.
Lesi yang akut, berair, vesikular, dan dermatitis pruritus, diterapi
dengan kompres dengan larutan Burrowi, NaCl fisiologis, air bersih,
atau larutan kompres lainnya selama 20-30 menit setiap 3 jam atau
lebih. Pemberian bedak harus dihindari. Pemakaian sabun hendaknya
dihindari karena dapat menyebabkan inflamasi. Infeksi kulit perlu
diterapi dengan antibiotik sistemik. Biasanya fase akut akan mengalami
perbaikan dalam 2-3 hari. Jika tidak terjadi perbaikan, perlu dilakukan
reevaluasi, karena dapat terjadi reaksi berlebihan terhadap pengobatan,
sabun, air hangat, wool, dan infeksi sekunder yang menimbulkan
perburukan.
Setelah fase akut mengalami perbaikan, dapat dilanjutkan dengan
obat topikal seperti pemberian lotion antipriritus atau iodohidroksikuin
dengan krim hidrokortison. Ointment atau pasta sebaiknya dihindari
sebab dapat menyebabkan oklusi kulit. Untuk tindakan pencegahan,
vulva dibersihkan dengan hati-hati 2 kali sehari dengan sabun
nonmedicated dan non perfumed serta membersihkan smegma.
Dengan adanya iritasi seperti pada dermatitis atopi, sabun dan air
hangat hendaknya dihindari. Idealnya, vulva harus dibersihkan segera
setelah buang air besar dengan membersihkan dari depan ke belakang.
Mengenakan pakaian hendaknya memperhatikan sirkulasi udara dan
hindari bahan yang menimbulkan panas dan mencegah penguapan.
Vulva dijaga agar tetap bersih, sejuk, dan kering. Pada vulvovaginitis
nonspesifik persisten atau berulang, jika vaginoskopi tidak
menunjukkan kelainan, perlu dipertimbangkan pemberian estrogen
topikal jika tidak ada masalah dengan pubertas prekoks. Setelah 2-3
minggu, keadaan ini akan menyebabkan penebalan dinding vagina, pH
yang asam, dan dapat menyembuhkan vaginitis bakterialis non spesifik.
7
Daftar Pustaka
1. Fauzi A, Putra AMM. Nefrolitiasis, vol 05, no 02. Lampung : FK Unila ;
2016. Hlm 69-73
2. Zamzami Z. Penatalaksanakan teknik batu saluran kencing, vol 01, no 02.
Riau : FK Unri ; 2018. Hlm 60-6
3. Setiati S, Alwi I, Sudoyo A, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam A. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing;
2015.
4. Kumar, Abbas, Esterr. Robbins Basic Pathology. Ninth Edition. Elsevier:
Philadelphia; 2013.
5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Penanganan
Infeksi Menular Seksual Tahun 2015. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia; 2015.
6. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta: FK UI;
2017.
7. Linuwih S, Menaidi Sw. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, edisi ketujuh,
cetakan keempat. Jakarta : FK UI ; 2017

Anda mungkin juga menyukai