A. Definisi
B. Etiologi
a. Faktor genetik,
b. Familia
Batu pada vesika dapat berasal dari vesika urinaria sendiri (batu
primer) atau bisa juga berasal dari ginjal, traktus urinarius bagian atas (batu
sekunder). Pada umumnya batu vesika terbentuk dalam vesika urinari, tetapi
pada beberapa kasus tertentu batu terbentuk di ginjal lalu turun menuju buli-
buli, kemudian terjadi penambahan deposisi batu untuk berkembang menjadi
lebih besar. Batu vesika yang turun dari ginjal pada umumnya berukuran
kecil sehingga dapat melalui ureter dan dapat dikeluarkan spontan melalui
uretra.
Secara teoritis batu dapat terbentuk diseluruh saluran kemih terutama
pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin yaitu pada
sistem kalises ginjal atau vesika. Batu terdiri dari kristal-kristal yang tersusun
dari bahan-bahan organik maupun anorganik yang terlarut didalam urin. Yang
mana kristal tersebut akan tetap berada pada keadaan metastable (terlarut)
didalam urin jika tidak ada keadaan yang menyebabkan terjadinya presipitasi
kristal. Kondisi Metastable dipengaruhi oleh pH larutan, adanya koloid didalam urine,
konsentrasi solute di dalam urine, laju aliran urine di dalam saluran kemih, atau adanya
korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.
Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang berikatan
dengan oksalat maupan dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalatdan kalsium fosfat;
sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat, batu magnesium ammonium fosfat (batu
infeksi), batu xanthyn, batu sistein, dan batu jenis lainnya. Pada penderita usia tua
atau dewasa komposisi batu biasanya merupakan batu asam urat yakni lebih
dari 50% dan paling banyak berlokasi di vesika. Gambaran fisik batu yakni
halus maupun keras (Corwin,2014).
D. Manifestasi Klinis
1. Jika terjadi infeksi maka akan ditemukan tanda-tanda yakni sistitis, dan
terkadang terjadi hematuria
2. Timbul nyeri tekak suprasimpisis karena adanya infeksi atau adanya urin
retensi saat dilakukan palpasi
3. Buang air kecil yang kurang lancar dan terkadang terhenti yang akan
menimbulkan rasa sakit bila pasien merubah posisi saat buang air kecil.
4. Koliks
5. Adanya pembesaran prostat yang dapt ditemukan pada pria diatas 50tahun
6. Timbulnya rasa terbakar saat dan setelah melakukan buang air kecil
7. Timbulnya demam yang disebabkan oleh obstruksi saluran kemih
E. Pemeriksaan Penunjang
1. BNO
Untuk melihat adanya batu radio-opak di saluran kemih. Urutasn
radio-opak dengan beberapa jenis batu saluran kemih :
Kalsium Opak
MAP Semiopak
2. IVP
4. Pemeriksaan Laboratorium
Darah rutin, kimia darah, urinalisa dan kultur urin. Pemeriksaan ini sering
dilakukan karena cenderung tidak mahal dan hasilnya dapat memberikan gambaran
jenis batu dalam waktu singkat. Pada pemeriksaan dipstick, batu buli berhubungan
dengan hasil pemeriksaan yang positif jika mengandung nitrat, leukosit esterase, dan
darah. Batu vesika sering menyebabkan disuria dan nyeri hebat oleh karena itu
banyak pasien yangsering mengurangi konsumsi air sehingga urin akan pekat.
Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan adanya sel darah merah dan leukosit, dan
adanya kristal yang menyusun batu vesika. Pemeriksaan kultur juga berguna untuk
memberikan antibiotik yang rasional jika dicurigai adanya infeksi.
5. Pemeriksaan Urin
a. Urinalisis 1
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama :-
Umur : Kebanyakan terjadi pada pria diatas 50 tahun.
Jenis Kelamin : Kebanyakan terjadi pada laki-laki dari pada perempuan
No. RM : ZZZZ
Suku :-
Alamat :
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Klien datang dengan keluhan saat berkemih mendapati nyeri
pinggang dan berdarah.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien dengan vesikothialisis memiliki gejala buang air kecil susah,
adanya darah pada urin, nyeri pada pinggang. keluhan yang dirasakan
klien adalah nyeri dan berdarah saat berkemih. pasien mengeluhkan
nyeri pada kandung kemih dan menjalar ke penis,
c. Riwayat Penyakit dahulu
Tanyakan kepada pasien apakah ada riwayat penyakit yang sama
penyakit jantung,penyakit ginjal, penyakit hipertensi, dan penyakit
saluran kemih.
d. Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan apakah ada keluarga yang pernah mengalami
vesikothialisis atau ada keluhan atau bahakan sakit yang sama.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Suhu
Keadaan suhu tubuh klien vesikothialisis kemungkinan menetap
pada suhu normal 36,5-37,5.
b. Nadi
Jarang terjadi peningkatan, dan rentang nadi normal 60x-100x/
menit.
c. Tekanan darah
Tekanan darah dalam rentang 130/80 mmHg.
d. Respirasi
Respirasi pada klien dengan vesikothialisis masih dalam batas
normal 16x-20x/menit
e. Berat Badan
Berat badan klien yang terkena vesikothialisis dapat menurun berat
badannya dari batas normal BMI akibat dari veskiothialisis yang dapat
menimbulkan mual dan muntah bahkan kehilangan selera makan
4. Pemeriksaan Pola
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Kaji definisi sehat menurut pasien, dari mulai pola diet, nutrisi apa
saja yang dipenuhi, gaya hidup seperti apa yang dilakukan selama
sehat.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Kaji kebiasaan makan dan minum sebelum MRS, diet RS, intake
makanan, adanya mual, muntah, kesulitan menelan, keadaan yang
mengganggu nutrisi, status gizi yang berhubungan dengan keadaan
tubuh: postur tubuh, BB, TB, IMT, pengetahuan tentang nutrisi terkait
penyakitnya, intake cairan, tanda-tanda kelebihan cairan, perubahan
intake makanan terkait penyakit, budaya, stress, adanya kelainan
psikologis terkait makan. Data pendukung lain: hasil pemeriksaan
system Gastrointestinal, kulit, rambut, kuku
c. Pola eliminasi
Kaji lebih mendalam keadaan BAK dan BAB pada klien mulai
dari obat yang dikonsumsi , keluhan saat BAK dan BAB, serta
karakteristik dari BAK dan BAB. Data pendukung: Hasil pemeriksaan
system genitourinary
d. Pola aktivitas dan latihan
Kaji aktivitas atau pola hidup yang dilakukan oleh klien yaitu
seperti oksigenasi, olahraga, dan ROM. Data pendukung: hasil
pemeriksaan kardiovaskuler, respirasi, muskuloskeletal, neurologi
e. Pola tidur dan istirahat
Kaji kebiasaan pola tidur klien pada saat sebelum masuk rumah
sakit, apakah pernah mengkonsumsi obat-obatan untuk tidur dan
kebutuhan jam tidur klien. Data pendukung: pemeriksaan fisik umum
f. Pola persepsi dan kognitif
Kaji tingkat kesadaran dan fungsi dari panca indera dalam tubuh
klien, serta kemampuan klien untuk berfikir menyelesaikan masalah.
Data pendukung: Hasil pemeriksaan neurologi
g. Pola persepsi diri dan konsep diri
Kaji klien dari pekerjaan yang dikerjakan, situasi dan kondisi di
keluarganya. Data pendukung: pemeriksaan fisik umum
h. Pola peran dan hubungan
Peran pasien dalam keluarga, pekerjaan yang dilakukan klien serta
hubungan dengan masyarakat di lingkungan klien tinggal atau bahkan
di tempat kerja atau tempat baru. Data pendukung: pemeriksaan
kesehatan umum
i. Pola seksualitas dan reproduksi
Kaji apakah klien ada masalah dalam memenuhi kebutuhan
seksualitas, penggunaan alat kontrasepesi atau bahkan ada masalah
dalam sistem reproduksi klien. Data pendukung: Hasil pemeriksaan
system reproduksi, payudara, rektal
j. Pola toleransi coping- stress
Klien apakah mengeluhkan mengenai keadaan psikologisnya mulai
dari adakah stressor yang membuat klien merasa maladaptif pada
keadaanya. Data pendukung: pemeriksaan umum
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Kaji latar belakang mulai dari suku dan budaya apa yang biasa
dilakukan serta keyakinan agama yang dianut oleh klien. Data
pendukung: pemeriksaan umum
5. Pemeriksaan penunjang
a. Urinalisa
1) Warna kuning, coklat atau gelap.
2) pH lebih dari 7,6 biasanya ditemukan kuman area splitting,
organisme dapat berbentuk batu magnesium amonium phosphat, pH
yang rendah menyebabkan pengendapan batu asam urat.
3) Sedimen : sel darah meningkat (90 %), ditemukan pada penderita
dengan batu, bila terjadi infeksi maka sel darah putih akan
meningkat.
4) Biakan Urin : Untuk mengetahui adanya bakteri yang berkontribusi
dalam proses pembentukan batu saluran kemih.
5) Ekskresi kalsium, fosfat, asam urat dalam 24 jam untuk melihat
apakah terjadi hiperekskresi.
b. Darah
1) Hb akan terjadi anemia pada gangguan fungsi ginjal kronis.
2) Lekosit terjadi karena infeksi.
3) Ureum kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.
4) Kalsium, fosfat dan asam urat.
c. Radiologis
1) Foto BNO/IVP untuk melihat posisi batu, besar batu, apakah
terjadi bendungan atau tidak.
2) Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan, pada
keadaan ini dapat dilakukan retrogad pielografi atau dilanjutkan
dengan antegrad pielografi tidak memberikan informasi yang
memadai.
3) PV (Pem Postvoid) : mengetahui pengosongan kandung kemih
4) Sistokopi : Untuk menegakkan diagnosis batu kandung kencing.
5) Foto KUB
Brunner & Suddarth. 2014. Buku Ajar keperawatan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2014. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Herdman,T.Heather. 2015. NANDA International Inc. Diagno
Keperawatan:Definisi dan Klasifikasi 2015-2017,Ed.10.
Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC
Moorhead, Sue. Marion Johnson, Meridean L maas, Elizabeth Swanson. 2016.
Nursing Outcome Classification (NOC). Singapore:Elsevier
Wagner. 2016. Nursing Interventions Clasification (NIC). Singapore:Elsev