Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN VESIKOLITIASIS

A. Definisi

Vesikolitiasis adalah penyumbatan saluran kemih khususnya pada


vesika urinaria atau kandung kemih oleh batu penyakit ini juga disebut batu
kandung kemih.
Vesikolitiasis merupakan batu yang ada di vesika urinaria ketika
terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat,
dan asam urat meningkat atau ketika terdapat defisiensi subtansi tertentu,
seperti sitrat yang secara normal mencegah terjadinya kristalisasi dalam urin
(Herdman,2015).

B. Etiologi

Dalam Brunner & Suddarth (2014), Faktor-faktor yang dapat


mempengaruhi pembentukan batu kandung kemih adalah :
1.  Faktor-Endogen

a. Faktor genetik,

b. Familia

c. Hiperkalsiuria, Suatu peningkatan kadar kalsium dalam urin,


disebabkan karena, hiperkalsiuria idiopatik (meliputi hiperkalsiuria
disebabkan masukan tinggi natrium, kalsium dan protein),
hiperparatiroidisme primer, sarkoidosis, dan kelebihan vitamin D atau
kelebihan kalsium.
d. Hipositraturia, Suatu penurunan ekskresi inhibitor pembentukan kristal
dalam air kemih, khususnya sitrat, disebabkan idiopatik, asidosis
tubulus ginjal tipe I (lengkap atau tidak lengkap), minum Asetazolamid,
dan diare dan masukan protein tinggi.
e. Hiperurikosuria, Peningkatan kadar asam urat dalam air kemih yang
dapat memacu pembentukan batu kalsium
f. Hiperoksalouria, Kenaikan ekskresi oksalat diatas normal (45 mg/hari),
kejadian ini disebabkan oleh diet rendah kalsium, peningkatan absorbsi
kalsium intestinal, dan penyakit usus kecil atau akibat reseksi
pembedahan yang mengganggu absorbsi garam empedu.
2. Faktor-Eksogen.
Faktor lingkungan, pekerjaan (sopir) , makanan, infeksi bakteri
(kurang personal hygine) dan kejenuhan mineral dalam air minum.
3. Faktor-lainnya.
Infeksi, stasis dan obstruksi urine, keturunan, air minum,
pekerjaan, makanan atau penduduk yang vegetarian lebih sering menderita
batu saluran kencing atau buli-buli. Batu kandung kemih dapat disebabkan
oleh kalsium oksalat atau agak jarang sebagai kalsium fosfat. Batu vesika
urinaria kemungkinan akan terbentuk apabila dijumpai satu atau beberapa
faktor pembentuk kristal kalsium dan menimbulkan agregasi pembentukan
batu proses pembentukan batu kemungkinan akibat kecenderungan
ekskresi agregat kristal yang lebih besar dan kemungkinan sebagai kristal
kalsium oksalat dalam urine.
Dan beberapa medikasi yang diketahui menyebabkan batu ureter
pada banyak klien mencakup penggunaan obat-obatan yang terlalu lama
seperti antasid, diamox, vitamin D, laksatif dan aspirin dosis tinggi.
C. Patofisiologi

Batu pada vesika dapat berasal dari vesika urinaria sendiri (batu
primer) atau bisa juga berasal dari ginjal, traktus urinarius bagian atas (batu
sekunder). Pada umumnya batu vesika terbentuk dalam vesika urinari, tetapi
pada beberapa kasus tertentu batu terbentuk di ginjal lalu turun menuju buli-
buli, kemudian terjadi penambahan deposisi batu untuk berkembang menjadi
lebih besar. Batu vesika yang turun dari ginjal pada umumnya berukuran
kecil sehingga dapat melalui ureter dan dapat dikeluarkan spontan melalui
uretra.
Secara teoritis batu dapat terbentuk diseluruh saluran kemih terutama
pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin yaitu pada
sistem kalises ginjal atau vesika. Batu terdiri dari kristal-kristal yang tersusun
dari bahan-bahan organik maupun anorganik yang terlarut didalam urin. Yang
mana kristal tersebut akan tetap berada pada keadaan metastable (terlarut)
didalam urin jika tidak ada keadaan yang menyebabkan terjadinya presipitasi
kristal. Kondisi Metastable dipengaruhi oleh pH larutan, adanya koloid didalam urine,
konsentrasi solute di dalam urine, laju aliran urine di dalam saluran kemih, atau adanya
korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.
Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang berikatan
dengan oksalat maupan dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalatdan kalsium fosfat;
sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat, batu magnesium ammonium fosfat (batu
infeksi), batu xanthyn, batu sistein, dan batu jenis lainnya. Pada penderita usia tua
atau dewasa komposisi batu biasanya merupakan batu asam urat yakni lebih
dari 50% dan paling banyak berlokasi di vesika. Gambaran fisik batu yakni
halus maupun keras (Corwin,2014).

D. Manifestasi Klinis
1. Jika terjadi infeksi maka akan ditemukan tanda-tanda yakni sistitis, dan
terkadang terjadi hematuria
2. Timbul nyeri tekak suprasimpisis karena adanya infeksi atau adanya urin
retensi saat dilakukan palpasi
3. Buang air kecil yang kurang lancar dan terkadang terhenti yang akan
menimbulkan rasa sakit bila pasien merubah posisi saat buang air kecil.
4. Koliks
5. Adanya pembesaran prostat yang dapt ditemukan pada pria diatas 50tahun
6. Timbulnya rasa terbakar saat dan setelah melakukan buang air kecil
7. Timbulnya demam yang disebabkan oleh obstruksi saluran kemih

E. Pemeriksaan Penunjang
1. BNO
Untuk melihat adanya batu radio-opak di saluran kemih. Urutasn
radio-opak dengan beberapa jenis batu saluran kemih :

Jenis Batu Radioopasitas

Kalsium Opak

MAP Semiopak

Urat/sistin Non opak

2. IVP

Berguna untuk mendeteksi adanya batu semiopak ataupun batu non


opak yang tidak terlihat di BNO, menilai anatomi dan fungsi ginjal, mendeteksi
divertikel, indentasi prostat.
3. USG

Menilai adanya batu di ginjal atau buli-buli (echoic shadow), hidronefrosis,


pembesaran prostat.

4.  Pemeriksaan Laboratorium

Darah rutin, kimia darah, urinalisa dan kultur urin. Pemeriksaan  ini sering
dilakukan karena cenderung tidak mahal dan hasilnya dapat memberikan gambaran
jenis batu dalam waktu singkat. Pada pemeriksaan dipstick, batu buli berhubungan
dengan hasil pemeriksaan yang positif jika mengandung nitrat, leukosit esterase, dan
darah. Batu vesika sering menyebabkan disuria dan nyeri hebat oleh karena itu
banyak pasien yangsering mengurangi konsumsi air sehingga urin akan pekat. 
Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan adanya sel darah merah dan leukosit, dan
adanya kristal yang menyusun batu vesika. Pemeriksaan kultur juga berguna untuk
memberikan antibiotik yang rasional jika dicurigai adanya infeksi.
5. Pemeriksaan Urin
a. Urinalisis 1

Urinalisis adalah tes yang dilakukan pada sampel urin pasien


untuk tujuan diagnosis infeksi saluran kemih, batu ginjal, skrining dan
evaluasi berbagai jenis penyakit ginjal, memantau perkembangan
penyakit seperti diabetes melitus dan tekanan darah tinggi (hipertensi),
dan skrining terhadap status kesehatan umum.
b. Pemeriksaan Makrokoskopik

Urinalisis dimulai dengan mengamati penampakan makroskopik :


warna dan kekeruhan. Urine normal yang baru dikeluarkan tampak
jernih sampai sedikit berkabut dan berwarna kuning oleh pigmen
urokrom dan urobilin. Intensitas warna sesuai dengan konsentrasi
urine; urine encer hampir tidak berwarna, urine pekat berwarna kuning
tua atau sawo matang. Kekeruhan biasanya terjadi karena kristalisasi
atau pengendapan urat (dalam urine asam) atau fosfat (dalam urine
basa). Kekeruhan juga bisa disebabkan oleh bahan selular berlebihan
atau protein dalam urin.
F. Penatalaksanaan
1. Konservatif
a. Penanganan nyeri
Tujuannya ialah mengurangi rasa nyeri dan dapat menghilangkan
penyebabnya yakni dengan diberikan morfin untuk mencegah syok
dan sinkop akibat nyeri yang timbul. Dan juga dapat dengan cara lain
yakni dengan merendam area panggul dengan air hangat.
b. Terapi nutrisi dan medikasi

Terapi diberikan dengan memasukkan cairan adequat dan


menghindari makanan tertentu khususnya yang mengandung kalsium.
Hal ini cukup efektif untuk mencegah pembentukan batu dan
mencegah penambahan ukuran batu.
Beberapa terapi medikasi menurut jenis batunya, anataralain:
1) Batu kalsium dapat diturunkan dengan diet rendah kalsium,
amonium klorida atau asam asetohidroksemik (lithostat)
2) Batu fosfat dapat diturunkan dengan menggunakan jeli aluminium
hidroksida
3) Batu urat atau asam urat dapat menggunakan allofurinol
(zyloprime)
4) Batu oksalat bisa dengancara pembatasan pemasukan oksalat,
terapi gelombang kejut esktrokoproreal dan pengangkatan batu
perkutan atau uretroskopi
2. Litrottipsi gelombang kejut esktrokoproreal (ESWL)
Merupakan prosedur non infasif yang digunakan untuk
menghancurkan batu di koliks ginjal. batu dipecahkan dengan litotriptor secara
mekanis melalui sistoskop atau dengan memakai gelombang ultrasonic atau
elektrohidrolik. Setelah batu pecah menjadi partikel-partikel kecil maka akan
dikeluarkan secara spontan.
3. Terapi pembedahan
Terapi ini dilakukan jika tersedia alat litrotriptor. Tetapi harus di
diperlukan suatu indikasi misalnya jika batu kadung kemih selalu
menyebabkan gangguan miksi yang hebat sehingga perlu diadakan
tindakan pengeluaran. Litotirptor hanya mampu memecahkan batu dalam
ukuran kurang dari 3cm. Untuk ukuran lebih dari 3cm dapat dilakukan
dengan menggunakan batu kejut atau sistolitotomi
a. Transurethral Cystolitholapaxy, teknik ini dilakukan setelah adanya batu
ditunjukkan dengan sistoskopi, kemudian diberikan energi untuk membuatnya
menjadi fragmen yang akan dipindahkan dari dalam buli dengan alat sistoskopi.
Energi yang digunakan dapat berupa energi mekanik (pneumatic jack hummer),
ultrasonic dan elektrohidraulik dan laser
b. Percutaneus Suprapubic cystolithopaxy, tenik ini selain digunakan untuk dewasa
juga digunakan untuk anak- anak, teknik percutaneus menggunakan endoskopi
untuk membuat fragmen batu lebih cepat hancurlalu dievakuasi. Sering tenik ini
digunakan bersama teknik yang pertama dengan tujuan stabilisasi batu dan
mencegah irigasi yang ditimbulkan oleh debris pada batu.
c. Suprapubic Cystostomy: tenik ini digunakan untuk memindah batu dengan ukuran
besar, juga di indikasikan untuk membuang prostate, dan diverculotomy.
Pengambilkan prostate secara terbuka diindikasikan jika beratnya kira- kira 80-
100gr. Keuntungan tehnik ini adalah cepat, lebih mudah untuk memindahkan batu
dalam jumlah banyak, memindah batuyang melekat pada mukosa buli dan
kemampuannya untuk memindah batu yang besar dengan sisi kasar. Tetapi kerugian
penggunaan teknik ini adalah pasien merasa nyeri post operasi, lebih lama dirawat di
rumah sakit, dan lebih lama menggunakan kateter.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama :-
Umur : Kebanyakan terjadi pada pria diatas 50 tahun.
Jenis Kelamin : Kebanyakan terjadi pada laki-laki dari pada perempuan
No. RM : ZZZZ
Suku :-
Alamat :
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Klien datang dengan keluhan saat berkemih mendapati nyeri
pinggang dan berdarah.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien dengan vesikothialisis memiliki gejala buang air kecil susah,
adanya darah pada urin, nyeri pada pinggang. keluhan yang dirasakan
klien adalah nyeri dan berdarah saat berkemih. pasien mengeluhkan
nyeri pada kandung kemih dan menjalar ke penis,
c. Riwayat Penyakit dahulu
Tanyakan kepada pasien apakah ada riwayat penyakit yang sama
penyakit jantung,penyakit ginjal, penyakit hipertensi, dan penyakit
saluran kemih.
d. Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan apakah ada keluarga yang pernah mengalami
vesikothialisis atau ada keluhan atau bahakan sakit yang sama.

3. Pemeriksaan Fisik

a. Suhu
Keadaan suhu tubuh klien vesikothialisis kemungkinan menetap
pada suhu normal 36,5-37,5.
b. Nadi
Jarang terjadi peningkatan, dan rentang nadi normal 60x-100x/
menit.
c. Tekanan darah
Tekanan darah dalam rentang 130/80 mmHg.
d. Respirasi
Respirasi pada klien dengan vesikothialisis masih dalam batas
normal 16x-20x/menit
e. Berat Badan
Berat badan klien yang terkena vesikothialisis dapat menurun berat
badannya dari batas normal BMI akibat dari veskiothialisis yang dapat
menimbulkan mual dan muntah bahkan kehilangan selera makan
4. Pemeriksaan Pola
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Kaji definisi sehat menurut pasien, dari mulai pola diet, nutrisi apa
saja yang dipenuhi, gaya hidup seperti apa yang dilakukan selama
sehat.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Kaji kebiasaan makan dan minum sebelum MRS, diet RS, intake
makanan, adanya mual, muntah, kesulitan menelan, keadaan yang
mengganggu nutrisi, status gizi yang berhubungan dengan keadaan
tubuh: postur tubuh, BB, TB, IMT, pengetahuan tentang nutrisi terkait
penyakitnya, intake cairan, tanda-tanda kelebihan cairan, perubahan
intake makanan terkait penyakit, budaya, stress, adanya kelainan
psikologis terkait makan. Data pendukung lain: hasil pemeriksaan
system Gastrointestinal, kulit, rambut, kuku
c. Pola eliminasi
Kaji lebih mendalam keadaan BAK dan BAB pada klien mulai
dari obat yang dikonsumsi , keluhan saat BAK dan BAB, serta
karakteristik dari BAK dan BAB. Data pendukung: Hasil pemeriksaan
system genitourinary
d. Pola aktivitas dan latihan
Kaji aktivitas atau pola hidup yang dilakukan oleh klien yaitu
seperti oksigenasi, olahraga, dan ROM. Data pendukung: hasil
pemeriksaan kardiovaskuler, respirasi, muskuloskeletal, neurologi
e. Pola tidur dan istirahat
Kaji kebiasaan pola tidur klien pada saat sebelum masuk rumah
sakit, apakah pernah mengkonsumsi obat-obatan untuk tidur dan
kebutuhan jam tidur klien. Data pendukung: pemeriksaan fisik umum
f. Pola persepsi dan kognitif
Kaji tingkat kesadaran dan fungsi dari panca indera dalam tubuh
klien, serta kemampuan klien untuk berfikir menyelesaikan masalah.
Data pendukung: Hasil pemeriksaan neurologi
g. Pola persepsi diri dan konsep diri
Kaji klien dari pekerjaan yang dikerjakan, situasi dan kondisi di
keluarganya. Data pendukung: pemeriksaan fisik umum
h. Pola peran dan hubungan
Peran pasien dalam keluarga, pekerjaan yang dilakukan klien serta
hubungan dengan masyarakat di lingkungan klien tinggal atau bahkan
di tempat kerja atau tempat baru. Data pendukung: pemeriksaan
kesehatan umum
i. Pola seksualitas dan reproduksi
Kaji apakah klien ada masalah dalam memenuhi kebutuhan
seksualitas, penggunaan alat kontrasepesi atau bahkan ada masalah
dalam sistem reproduksi klien. Data pendukung: Hasil pemeriksaan
system reproduksi, payudara, rektal
j. Pola toleransi coping- stress
Klien apakah mengeluhkan mengenai keadaan psikologisnya mulai
dari adakah stressor yang membuat klien merasa maladaptif pada
keadaanya. Data pendukung: pemeriksaan umum
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Kaji latar belakang mulai dari suku dan budaya apa yang biasa
dilakukan serta keyakinan agama yang dianut oleh klien. Data
pendukung: pemeriksaan umum
5. Pemeriksaan penunjang
a. Urinalisa
1) Warna kuning, coklat atau gelap.
2) pH lebih dari 7,6 biasanya ditemukan kuman area splitting,
organisme dapat berbentuk batu magnesium amonium phosphat, pH
yang rendah menyebabkan pengendapan batu asam urat.
3) Sedimen : sel darah meningkat (90 %), ditemukan pada penderita
dengan batu, bila terjadi infeksi maka sel darah putih akan
meningkat.
4) Biakan Urin : Untuk mengetahui adanya bakteri yang berkontribusi
dalam proses pembentukan batu saluran kemih.
5) Ekskresi kalsium, fosfat, asam urat dalam 24 jam untuk melihat
apakah terjadi hiperekskresi.
b. Darah
1) Hb akan terjadi anemia pada gangguan fungsi ginjal kronis.
2) Lekosit terjadi karena infeksi.
3) Ureum kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.
4) Kalsium, fosfat dan asam urat.
c. Radiologis
1) Foto BNO/IVP untuk melihat posisi batu, besar batu, apakah
terjadi bendungan atau tidak.
2) Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan, pada
keadaan ini dapat dilakukan retrogad pielografi atau dilanjutkan
dengan antegrad pielografi tidak memberikan informasi yang
memadai.
3) PV (Pem Postvoid) : mengetahui pengosongan kandung kemih
4) Sistokopi : Untuk menegakkan diagnosis batu kandung kencing.
5) Foto KUB

Menunjukkan ukuran ginjal ureter dan ureter, menunjukan


adanya batu.
6) Endoskopi ginjal
Menentukan pelvis ginjal, mengeluarkan batu yang kecil.
7) EKG
Menunjukan ketidak seimbangan cairan, asam basa dan
elektrolit.
8) Foto Rontgen
Menunjukan adanya di dalam kandung kemih yang
abnormal.
9) IVP ( intra venous pylografi )
Menunjukan perlambatan pengosongan kandung
kemih,membedakan derajat obstruksi kandung kemih divertikuli
kandung kemih dan penebalan abnormal otot kandung kemih.
10) USG (Ultra Sono Grafi)
Untuk mengetahui sejauh mana terjadi kerusakan pada
jaringan ginjal. Menunjukan abnormalitas pelvis saluran ureter dan
kandung kemih. Diagnosis ditegakan dengan studi ginjal, ureter,
kandung kemih, urografi intravena atau pielografi retrograde. Uji
kimia darah dengan urine dalam 24 jam untuk mengukur kalsium,
asam urat, kreatinin, natrium, dan volume total merupakan upaya
dari diagnostik. Riwayat diet dan medikasi serta adanya riwayat
batu ginjal, ureter, dan kandung kemih dalam keluarga di dapatkan
untuk mengidentifikasi faktor yang mencetuskan terbentuknya batu
kandung kemih pada klien ke getah bening dengan biaya ringan.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hambatan eleminasi urin b.d penyumbatan saluran kemih
2. Nyeri b.d agen cedera biologis
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d asupan
nutrisi kurang, anoreksia
(Wagner, 2016)
C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi


Keperawatan Hasil
1. Hambatan eleminasi Eliminasi Urin Perawatan Retensi
urin b.d penyumbatan Tujuan: Urin
saluran kemih Tidak ada lagi darah 1. Melakukan
dalam urin pengkajian
Kriteria Hasil: komprehensif
1. Dapat mengatur pola sistem perkemihan
eliminasi fokus terhadap
2. Mampu inkontinensia
mengosongkan kemih (misalnya output
sepenuhnya urin, pola
3. Mampu mengenali berkemih, fungsi
warna urine normal kognitif, masalah
4. Mampu melaporkan perkemihan
bahwa darah yang sebelumnya)
terlihat dalam urine 2. Memonitor efek
berkurang. dari obat-obat yang
diresepkan
3. Memberikan waktu
yang cukup untuk
pengosongan
kandung kemih (10
menit)
4. Melakukan
pemasangan
kateter sementara,
sesuai dengan
kebutuhan.

2. Nyeri akut bd agen Pengetahuan: Manajemen Nyeri


cedera biologis. Managemen Nyeri 1. Pastikan perawatan
Tujuan: analgesik bagi
Nyeri pada klien dapat pasien dilakukan
berkurang atau hilang dengan
Kriteria Hasil: pemantauan yang
1. Mampu mengontrol ketat
nyeri, dan mencari 2. Pilih dan
bantuan untuk implementasikan
mengatasi nyerinya tindakan yang
2. Melaporkan bahwa beragam
nyeri berkurang (farmakologi,
dengan nonfarmakologi,
menggunakan interpersonal)
manajemen nyeri untuk
3. Mampu mengenali memfasilitasi
nyeri (skala, penurunan nyeri
intensitas, frekuensi sesuai dengan
dan tanda-tanda kebutuhan
nyeri) 3. Dorong pasien
4. Menyatakan rasa untuk memonitor
nyaman setelah nyeri dan
nyeri berkurang menangani
nyerinya dengan
tepat
4. Dukung
istirahat/tidur yang
adekuat untuk
membantu
penurunan nyeri
3. Ketidakseimbangan Status Nutrisi Managemen Nutrisi
nutrisi kurang dari Tujuan: 1. Kolaborasi
kebutuhan tubuh b.d Mempertahankan dengan ahli gizi
asupan nutrisi kurang, kebutuhan nutrisi yang untuk
anoreksia. adekuat menentukan
jumlah kalori dan
Kriteria hasil: nutrisi yang
1. Mampu dibutuhkan
mengidentifikasi 2. Berikan makanan
nutrisi yang terpilih
2. Tidak adanya tanda 3. Berikan
tanda malnutrisi informasi tentang
3. Tidak terjadi kebutuhan nutrisi
penurunan berat
badan yang berarti
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2014. Buku Ajar keperawatan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2014. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Herdman,T.Heather. 2015. NANDA International Inc. Diagno
Keperawatan:Definisi dan Klasifikasi 2015-2017,Ed.10.
Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC
Moorhead, Sue. Marion Johnson, Meridean L maas, Elizabeth Swanson. 2016.
Nursing Outcome Classification (NOC). Singapore:Elsevier
Wagner. 2016. Nursing Interventions Clasification (NIC). Singapore:Elsev

Anda mungkin juga menyukai