Definisi
Sindrom Steven Johnson adalah suatu kumpulan gejala kelainan kulit berupa
eritema, vesikel atau bula, dan dapat disertai purpura yang mengenai kulit, selaput
lendir di orifisium dan mata dengan keadaan umum yang bervariasi dari ringan
sampai berat (Mansjoer, 2000).
II. Etiologi
Penyebab pasti dari syndrome ini belum diketahui secara pasti, namun
terdapat beberapa hal yang dianggap menjadi penyebab utama steven johnson
syndrom, antara lain:
a. Alergi obat
Berbagai obat yang dianggap menjadi penyebab steven johnson syndrome
antara lain:
1. Penisilin dan derivatnya
2. Streptomysin
3. Sulfonamide
4. Tetrasiklin
5. Analgesik/antipiretik (derivat salisilat, pirazolon, Metamizol, Metampiron,
dan Paracetamol)
6. Karbamazepin
7. Cholpromazin
8. Kinin antipirin
b. Infeksi
1. Bakteri
Beberapa bakteri yang mungkin dapat menyebabkan sindrom ini antara lain:
Dyphteria, Erysipeloid, Glanders, Pneumonia, Tuberculosis, Typhoid, dan
Lepromatous Leprosy.
2. Virus
Virus seperti Coxsackie, Echovirus, Smallpox, dan Poliomyelitis.
3. Jamur
Coccidiomycosis dan histoplasmosis dapat menyebabkan eritema multiforme
bulosa yang pada keadaan berat dapat dikatakan sebagai steven johnsosn
syndrome.
4. Parasit
Malaria dan trichomoniasis diduga dapat menyebabkan sindrome steven
johnson.
c. Neoplasma dan faktor endokrin
d. Faktor fisik
1. Sinar X/ radioterapi
2. Sinar matahari
e. Makanan
1. Zat tambahan pada makanan
2. Zat pewarna makanan
III. Tanda dan gejala
Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa:
1. Kelainan kulit
Kelainan kulit terdiri dari eritema, vesikel dan bula. Vesikel dan bula kemudian
memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat juga terjadi purpura.
Pada bentuk yang berat kelainannya generalisata.
2. Kelainan selaput lendir di orifisium
Kelainan selaput lendir yang tersering ialah pada mukosa mulut (100%)
kemudian disusul oleh kelainan dilubang alat genital (50%) sedangkan dilubang
hidung dan anus jarang (masing-masing 8% dan 4%).
Kelainan berupa vesikel dan bula yang cepat memecah sehingga menjadi
erosi dan ekskoriasi dan krusta kehitaman. Juga dalam terbentuk pseudomembran.
Di bibir kelainan yang sering tampak yaitu krusta berwarna hitam yang tebal.
Kelainan dimukosa dapat juga terdapat difaring, traktus respiratorius bagian
atas dan esopagus. Stomatitis ini dapat menyebabkan penderita sukar tidak dapat
menelan. Adanya pseudomembran di faring dapat menyebabkan keluhan sukar
bernafas.
3. Kelainan mata
Kelainan mata merupakan 80% diantara semua kasus yang tersering ialah
konjungtivitis kataralis. Selain itu juga dapat berupa kongjungtivitis purulen,
perdarahan, ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis. Disamping trias kelainan tersebut
dapat pula terdapat kelainan lain, misalnya: nefritis dan onikolisis
Selain itu tanda gejala lain yang dapat ditemukan antara lain: gejala prodormal yang
terjadi antara 1-14 hari. Gejala prodormal yang muncul antara ain: demam, malaise,
batuk, nyeri dada, muntah, pegal otot.
IV. Patofisiologi
(terlampir)
V. Pemeriksaan Penunjang
a. Hematologi
Sel darah putih meningkat karena adanya infeksi (normal: 5000-10.000/mm3)
Eosinofil meningkat karena adanya reaksi alergi (normal: 50-500/mm3)
b. Kimia Darah
Glukosa hiperglikemia
Kreatinin meningkat karena adanya gangguan fungsi ginjal (normal: 71-133
mmol/L)
Urea meningkat karena adanya gangguan fungsi ginjal (normal: 2.5-6.1 mmol/L)
c. Analisa Gas Darah Arteri
pO2 meningkat (normal: 80-100 mmHg)
HCO3 menurun karena acidosis (normal: 22-26 mmol/L)
PaCO2 menurun karena alkalosis (normal: 35-45 mmol/L)
d. Histopatologi : Kelainan berupa infiltrat sel mononuklear, oedema dan ekstravasasi
sel darah merah, degenerasi lapisan basalis. Nekrosis sel epidermal dan spongiosis
dan edema intrasel di epidermis.
e. Imunologi : Dijumpai deposit IgM dan C3 di pembuluh darah dermal superficial serta
terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA.
VI. Penatalaksanaan
a. Kortikosteroid
Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh cukup diobati dengan
prednisone 30-40 mg sehari. Namun bila keadaan umumnya buruk dan lesi
menyeluruh harus diobati secara tepat dan cepat. Kortikosteroid merupakan
tindakan file-saving dan digunakan deksametason intravena dengan dosis permulaan
4-6 x 5 mg sehari.
Umumnya masa kritis diatasi dalam beberapa hari. Pasien steven-Johnson
berat harus segera dirawat dan diberikan deksametason 6×5 mg intravena. Setelah
masa krisis teratasi, keadaan umum membaik, tidak timbul lesi baru, lesi lama
mengalami involusi, dosis diturunkan secara cepat, setiap hari diturunkan 5 mg.
Setelah dosis mencapai 5 mg sehari, deksametason intravena diganti dengan tablet
kortikosteroid, misalnya prednisone yang diberikan keesokan harinya dengan dosis
20 mg sehari, sehari kemudian diturunkan lagi menjadi 10 mg kemudian obat
tersebut dihentikan. Lama pengobatan kira-kira 10 hari.
Seminggu setelah pemberian kortikosteroid dilakukan pemeriksaan elektrolit
(K, Na dan Cl). Bila ada gangguan harus diatasi, misalnya bila terjadi hipokalemia
diberikan KCL 3 x 500 mg/hari dan diet rendah garam bila terjadi hipermatremia.
Untuk mengatasi efek katabolik dari kortikosteroid diberikan diet tinggi
protein/anabolik seperti nandrolok dekanoat dan nanadrolon. Fenilpropionat dosis
25-50 mg untuk dewasa (dosis untuk anak tergantung berat badan).
b. Antibiotik
Untuk mencegah terjadinya infeksi misalnya bronkopneumonia yang dapat
menyebabkan kematian, dapat diberi antibiotic yang jarang menyebabkan alergi,
berspektrum luas dan bersifat bakteriosidal misalnya gentamisin dengan dosis 2 x 80
mg.
c. Infus dan tranfusi darah
Pengaturan keseimbangan cairan/elektrolit dan nutrisi penting karena pasien
sukar atau tidak dapat menelan akibat lesi dimulut dan tenggorokan serta kesadaran
dapat menurun. Untuk itu dapat diberikan infus misalnya glukosa 5 % dan larutan
Darrow. Bila terapi tidak memberi perbaikan dalam 2-3 hari, maka dapat diberikan
transfusi darah sebanyak 300 cc selama 2 hari berturut-turut, terutama pada kasus
yang disertai purpura yang luas. Pada kasus dengan purpura yang luas dapat pula
ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000 mg intravena sehari dan hemostatik.
d. Topikal
Terapi topikal untuk lesi di mulut dapat berupa kenalog in oral base. Untuk lesi di
kulit yang erosif dapat diberikan sufratulle atau krim sulfadiazine perak.
VII. Rencana Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian keperawatan
1. Data Subyektif
Klien mengeluh demam tinggi, lemah letih, nyeri kepala, batuk, pilek, dan nyeri
2. Data Obyektif
Kulit eritema, papul, vesikel, bula yang mudah pecah sehingga terjadi erosi
Krusta hitam dan tebal pada bibir atau selaput lendir, stomatitis dan
pseudomembran di faring
3. Data Penunjang
NIC:Nutritional Management
Intervensi Rasional
1. Kaji adanya alergi makanan pada 1. Menentukan jenis makanan yang
klien akan diberikan pada klien
2. Kaji kebiasaan makanan yang 2. Memberikan pasien/orang terdekat
disukai/tidak disukai rasa kontrol, meningkatkan partisipasi
dalam perawatan dan dapat
memperbaiki pemasukan nutrisi
3. Berikan makanan dalam porsi 3. Memberikan asupan nutrisi pada
sedikit tapi sering klien
4. Kolaborasi dengan ahli gizi 4. Diet TKTP memberikan energi pada
memberikan diet TKTP. klien
Intervensi Keperawatan
NIC: Skin Care: Topical Treatments
Intervensi Rasional
1. Kaji/catat ukuran warna, 1. Memberikan informasi dasar
kedalaman luka, perhatikan tentang kebutuhan penanaman
jaringan nekrotik dan kondisi kulit dan kemungkinan petunjuk
sekitar luka. tentang sirkulasi pada area graft.
2. Berikan perawatan luka yang 2. Mengurangi resiko infeksi
tepat dan tindakan control infeksi.
3. Evaluasi warna sisi luka perhatikan 3. Mengevaluasi keefektifan sirkulasi
ada atau tidak adanya dan mengidentifikasi terjadinya
penyembuhan. komplikasi.
4. Anjurkan pasien menggunakan 4. Menurunkan iritasi garis jahitan dan
pakaian tipis dan alat tenun yang tekanan dari baju, membiarkan insisi
lembut terbuka terhadap udara meningkat
proses penyembuhan dan
menurunkan resiko infeksi.
5. Ajarkan pasien dan keluarga 4. Membantu mempermudah serta
mengenai perawatan luka mengarahkan keluarga dan pasien
dalam perawatan luka.
6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk 5. Diet TKTP dapat membantu dalam
pemberian nitrisi TKTP. proses pembentukan jaringan dan sel
baru.
7. Kolaborasi dengan dokter untuk 6. Untuk mencegah infeksi lebih
memberikan pemberian lanjut.
kortikosteroid