Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN

SMALL GROUP DISCUSSION LBM 4


“KEPALAKU GATAL”
BLOK INTEGUMEN

NAMA : Mayditya Biman Surya


NIM : 018.06.0033
KELAS :B
KELOMPOK :7
TUTOR : dr. Velia Maya Samoedra, S.Ked

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM
TAHUN 2021
KATAPENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat-Nya dan dengan kemampuan yang saya miliki, penyusunan makalah
SGD (Small Group Discussion) LBM 4 yang berjudul “KEPALAKU
GATAL” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini membahas mengenai hasil SGD lembar belajar
mahasiswa LBM 3 meliputi seven jumps step yang dibagi menjadi dua sesi
diskusi. Penyusunan makalah ini tidak akan berjalan lancer tanpa bantuan
dari berbagai pihak, maka dari itu dalam kesempatan ini saya mengucapkan
terimakasih kepada:
1. dr.Velia Maya Smoedra,S.Ked. Sebagai dosen fasilitator kelompok SGD
7 yang senantiasa memberikan saran serta bimbingan dalam pelaksanaan
SGD LBM 4.
2. Sumber literatur dan jurnal ilmiah yang relevan sebagai referensi dalam
berdiskusi.
3. Serta keluarga yang senantiasa memberikan dorongan dan motivasi.
Mengingat pengetahuan dan pengalaman yang terbatas untuk menyusun
makalah ini, maka kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Saya berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Mataram, 1 Desember 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman
JUDUL HALAMAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................
BAB III PENUTUP.................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Skenario LBM 4


LBM
“KEPALAKU GATAL”
Seorang Wanita usia 37 tahun, datang ke poliklinik FK Unizar dengan
keluhan kulit kepala bersisik disertai gatal . Keluhan tersebut sudah di rasakan
semenjak satu bulan sebelumnya. Keluhan gatal biasanya memburuk Ketika
pasien sedang berkeringat dan sering menggunakan topi. Keluhan ini dirasakan
memberat jika pasien merasakan stress. Selain di kepala pasien juga mengeluhkan
sisik putih halus di belakang telinga.

Gambar UKK (untuk sesi 2)


1.2 Deskripsi Masalah
Pada scenario di dapatkan keluhan gatal disebabkan karena danya ketombe
pada bagian kulit kepala hal ini disebabkan karena adanya ketidakseimbangan
produksi minyak pada pasien, apalagi jika rambut pasien tidak dibersihkan maka
akan memperparah rasa gatal pada bagain rambut pasien. Selain itu dapat juga
disebabakan karena adanya reaksi hipersensitifitas dan juga adanya tungau atau
kutu pada rambut pasien. Kemungkinan adanya kelainan dalam produksi sebum,
dapat disebabkan oleh karena kurangnya hygene, adanaya infeksi tungau sehingga
menimbulkan rasa gatal, Ketika kulit kepala tersebut digaruk secara terus menerus
maka lama kelamaan akan mennyebabkan kulit bersisik. Selain itu hal ini
dikarenakan kebiasan pasien dimana Ketika pasien berkeringat pasien ini
menggunakan topi sehingga kepala pasiena akan menjadi lembab, sehingga
mudah diinfeksi oleh jamur, selain itu penggunaaan shampoo yang salah dapat
menyebabkan gatal.
Kemungkinan disebabkan oleh keadaan yang lembab serta keringat yang
menumpuk sehingga akan menyebabkan gejala pada pasien, dimana Ketika pasien
berkeringat pasien menggunakan topi sehingga kondi kulit kepala menjadi
lembab. Ketika berkeringat, amaka tubuh akan merespon dengan sirkulasi darah
akan mengalir ke tempat yang panas, kemudian akan mensekresikan histamin
sehingga menimbulkan rasa gatal.Stress terjadi karena adanya peningkatan
hormone, sehingga menimbulkan respon pada tubuh untuk emnsekresikan
senyawa-senyawa salah satunya adalah histaminm, histamin ini akan
menimbulkan adanya rasa gatal, karena histamin akan menyebabkan peningkatan
sebum, dapat disekresikan karena adanya reaksi hipersensitifitas tipe 1.
Kemungkinan disebabkan oleh karena adanya kelembapan, kelembapan ini
biasanya terjadi pada bagian yang memiliki lipatan salah satunya yaitu dilipatan
bagian belakang telinga sehingga akan mudah untuk bakteri atau jamur untuk
berkembang, selain itu dapat juga disebabkan dengan cara penularan kibasan
rambut.
Kemungkinan usia memiliki hubungan dimana usia pada scenario
memasuki usia dewasa, dimana pada usia ini kemungkinan adanya pola hidup
yang tidak baik, pola hidup yang tidak baik ini akan menyebabkan peningkatan
hormone, kemudian akan berpengaruh seperti yang dijelaskan sebelumnya.
Jenis kelamin berpengaruh, hal ini disebabkan karena Wanita memiliki
rambut panjang. Ktika pasien memiliki hygine yang buruk atau jarang
membersihkan rambut jadi dapat menyebabkan keluhan yang ada di skenario.Usia
dan jenis kelamin tidak berpengaruh hal ini kemungkinan lebih berpengaruh ke
gaya hidup. Usia mungkin akan masuk ke factor resiko.Tatalaksana yang dapat
diberikan yaitu antihistamin, bedak anti gatal seperti herosin, membersihkan are
ayang gatal dan berssisik, serta menghindari factor penyebab. Seperti mengurangi
aktifitas fisik yang menimbulkan keringat, mengurangi penggunaan topi, serta
menggunakan shampoo yang tepat. Pemeriksaan yaitu efloresensi, untuk
mengetahui kelianan kulitnya mengarah kemana.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Diagnosis Banding Pada Skenario


a. Dermatitis Seboroik
 Definisi
Dermatitis seboroik adalah penyakit kulit kronis, dan sering kambuh.
Dermatitis seboroik termasuk dalam kelompok dermatosis eritroskuamosa dimana
merupakan penyakit kulit yang terutama ditandai dengan adanya eritema dan
skuama. Dermatitis seboroik sering dikacaukan dengan psoriasis yang juga
termasuk dalam kelompok dermatosis eritroskuamosa.
 Manifestasi klinis
Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak
kekuningan batasnya agak kurang tegas. Kelainan kulit dapat disertai rasa gatal
walupun jarang. D.S. yang ringan hanya mengenai kulit kepala berupa skuama-
skuama yang halus, mulai sebagai bercak kecil yang kemudian mengenai seluruh
kulit kepala dengan skuama-skuama yang halus dan kasar. Kelainan tersebut
disebut pitiriasis sika (ketombe, dandruff). Bentuk yang berminyak disebut
pitiriasis steatoides yang dapat disertai eritema dan krusta-krusta yang tebal. 1, 9

Tidak jelas apakah dermatitis seboroik menyebabkan rambut rontok


permanen, meskipun peradangan melibatkan folikel rambut. Rambut pada tempat
tersebut mempunyai kecenderungan rontok walaupun jarang ditemui, mulai
dibagian vertex dan frontal. Rambut rontok dapat disebabkan banyak faktor
individu dan. Digabungkan, termasuk produksi minyak berlebih dari
ketidakseimbangan hormon, stres, cuaca panas atau dingin yang ekstrim, daerah
yang lembab, imunodefisiensi, penyakit Parkinson, kondisi neurologis tertentu
dan kebersihan kulit kepala. Pertumbuhan rambut akan kembali seperti semula
setelah diberikan terapi yang efektif.
Pada daerah pipi, hidung, dan dahi kelainan dapat berupa papul-papul.
Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak yang berskuama dan
berminyak disertai eksudasi dan krusta tebal. Sering meluas ke dahi, glabela,
telinga posaurikular dan leher. Pada daerah dahi tersebut, batasnya sering
cembung. Pada bentuk yang lebih berat lagi, seluruh kepala tertutup oleh krusta-
1
krusta yang kotor dan berbau tidak sedap. Pada daerah supraorbital, skuama-
skuama halus dapat terlihat di alis mata, kulit dibawahnya eritematosa dan gatal,
disertai bercak-bercak skuama kekuningan, dapat terjadi pula blefaritis, yakni
pinggir kelopak mata merah disertai skuama-skuama halus.

Beberapa pasien muncul dengan mempunyai dua penyakit sekaligus yaitu


dermatitis seboroik dan psoriasis. Mereka menunjukan lesi klasik dari psoriasis
dan sekaligus lesi dermatitis seboroik, ini telah disebut sebagai “seborrhiasis” atau
“sebopsoriasis”. 9 Penyakit ini kronis dan akan berlangsung sampai nantinya akan
mereda selama beberapa waktu kemudian kambuh.
Predileksi dermatitis seboroik terdapat pada bagian tubuh yang banyak
terdapat kelenjar sebasea (kelenjar minyak) yaitu daerah kepala (kulit kepala,
telinga bagian luar, saluran telinga, kulit di belakang telinga), wajah (alis mata,
kelopak mata, glabellla, lipatan nasolabial, dagu), dan badan bagian atas (daerah
presternum, daerah interskapula, areolla mammae, umbilikus, lipatan paha, daerah
anogenital).
Dermatitis seboroik yang pada infantil terjadi pada tahun pertama
kehidupan, biasanya muncul usia 3-14 minggu, membaik secara spontan pada usia
8-12 bulan. Kelainan kulit yang terjadi berupa skuama-skuama yang kekuningan
dan kumpulan debris-debris epitel yang lekat pada kulit skalp (Cradle cap). Lesi
bisa terbatas di skalp namun dapat meluas ke regio lain, antara lain : bagian
tengah wajah(dahi, alis, hidung, bagian belakang kepala), area retroauricular,
dada, leher, daerah anogenital dan lipatan badan.6, 9 Regio frontal dan parietal kulit
kepala ditutupi dengan kulit yang berminyak dan tebal, sering terdapat kerak-
kerak yang pecah (crusta lactea or “milk crust”), biasanya tanpa dasar yang
merah. Kelainan kulit dapat disertai gatal ataupun tidak, tetapi berlebihan
menggaruk dapat menyebabkan peradangan, infeksi ringan atau perdarahan. 5

 Etiologi
Penyebab pasti dermatitis seboroik hingga saat ini belum diketahui. Namun
terdapat dua faktor utama yang dianggap sebagai kontributor utama dari kondisi
ini. Faktor pertama ialah produksi minyak yang berlebihan. Minyak berlebih pada
kulit dapat menjadi iritan, sehingga menyebabkan kulit menjadi kemerahan dan
berminyak. Faktor yang kedua adalah Malassezia, suatu organisme jamur yang
secara alami ditemukan pada minyak di kulit. Terkadang pertumbuhan dan
perkembangannya menjadi abnormal, sehingga menyebabkan kulit memproduksi
lebih banyak minyak daripada yang seharusnya. Produksi minyak yang berlebihan
ini yang pada akhirnya menimbulkan dermatitis seboroik.
b. Psoriasis
 Definisi
Psoriasis adalah peradangan pada kulit yang ditandai dengan ruam merah,
kulit kering, tebal, bersisik, dan mudah terkelupas. Terkadang, psoriasis juga disertai
dengan gatal dan nyeri. Psoriasis lebih sering muncul di daerah lutut, siku, punggung
bagian bawah, dan kulit kepala.
 Etiologi
Etiologi psoriasis masih belum jelas meskipun ada bukti untuk
kecenderungan genetik. Peran sistem kekebalan tubuh dalam penyebab psoriasis
juga merupakan topik utama penelitian. Meskipun ada saran bahwa psoriasis bisa
menjadi penyakit autoimun, belum ada autoantigen yang bisa bertanggung jawab.
8 Psoriasis juga dapat dipicu oleh pemicu eksternal dan internal, termasuk trauma
ringan, terbakar sinar matahari, infeksi, obat sistemik dan stres.
 Manifestasi Klinis
Penderita psoriasis umumnya tidak menunjukkan perubahan keadaan
umum, kecuali bila stadium penyakitnya sudah sampai pada eritroderma. Ada
penderita yang mengeluh rasa gatal, kaku, atau merasa sakit bila bergerak.
Gambaran klasik berupa plak eritematosa diliputi skuama putih disertai titik-titik
perdarahan bila skuama dilepas, berukuran dari seujung jarum sampai dengan
plakat menutupi sebagian besar area tubuh, umumnya simetris.Gejala pertama
psoriasis berupa makula dan papula eritem yang timbul tiba-tiba. Selanjutnya,
papula membesar secara sentrifugal, sampai sebesar lentikuler dan numuler.
Beberapa makula ini dapat bergabung membentuk lesi-lesi yang lebar hingga
sebesar daun gyrata. Lesi ini menunjukkan gambaran beraneka ragam, dapat
berupa arsiner, sirsiner, polisiklis, atau geografis.9 Penyakit ini dapat menyerang
kulit, kuku, mukosa, dan sendi tetapi tidak mengganggu rambut.
c. Liken Simplek Kronik
 Definisi
Liken simpleks kronik (LSK) merupakan peradangan kulit kronis, gatal,
dan sirkumskrip yang ditandai dengan penebalan kulit dan kulit tampak lebih
menonjol (likenifikasi) akibat garukan atau gosokan yang berulang-ulang. Liken
simpleks kronik disebut juga sebagai neurodermatitis sirkumskripta atau liken
vidal
 Etiologi
Faktor penyebab dari liken simpleks kronik (LSK) dapat dibagi menjadi dua,
yaitu
 Faktor ekterna

1. Lingkungan
Faktor lingkungan seperti panas dan udara yang kering dapat berimplikasi
dalam menyebabkan iritasi yang dapat menginduksi gatal. Suhu yang tinggi
memudahkan seseorang berkeringat sehingga dpat mencetuskan gatal, hal ini
biasanya menyebabkan neurodermatitssirkum skripta pada daerah anogenital.
1. Gigitan serangga
Gigitan seranga dapat meyebabkan reaksi radang dalam tubuh yang
mengakibatkan rasa gatal
 Faktor Interna

2. Dermatitis Atopi

Asosiasi antara liken simpleks kronik dan gangguan atopik telah banyak
dilaporkan, sekitar 26% sampai 75% pasien dengan dermatitis atopik terkena liken
simpleks kronik.
3. Stres
Stres telah dilaporkan memiliki prevalensi tertinggi yang mengakibatkan
liken simpleks kronik. Stres sebagai bagian dari proses patologis dari lesi yang
berkembang. Telah dirumuskan bahwa neurotransmitter yang mempengaruhi
perasaan, seperti : dopamine, serotonin, atau peptide opioid, memodulasikan
persepsi gatal melalui penurunan jalur spinal.
 Manifestasi klinis
Didapatkan keluhan sangat gatal, hingga dapat mengganggu tidur. Gatal
dapat timbul paroksismal/terus-menerus/sporadik dan menghebat bila ada stres
psikis. Lesi likenifikasi umumnya tunggal tetapi dapat lebih dari satu.dengan
ukuran lentikular hingga plakat. Stadium awal berupa eritema dan edema atau
papul berkelompok. Akibat garukan terus meneur timpul plak likenifikasi dengan
skuama dan eskoriasi, serta hiperpigmentasi atau hipopigmentasi. Bagian tengah
lesi menebal, kering dan berskuama, sedangkan bagian tepi hiperpigmentasi.
Predileksi utama yaitu daerah yang mudah dijangkau oleh tangan seperti kulit
kepala, tengkuk, ekstremitas ekstensor, pergelangan tangan dan area anogenital,
meskipun dapat timbul di area tubuh manapun.
d. Tinea Capitis
 Definisi
Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang
disebabkan oleh spesies dermatofita. Kelainan ini dapat ditandai dengan kulit
bersisik, kemerah-merahan, alopesia dan kadang terjadi gambaran klinis yang
lebih berat, yang disebut kerion. Di dalam klinik tinea kapitis dapat dilihat sebagai
3 bentuk yang jelas
 Manifestasi klinis
Grey patch ringworm merupakan Tinea kapitis yang biasanya disebabkan
oleh genus Microsporum dan sering ditemukan pada anak-anak. Penyakit mulai
dengan papul merah yang kecil di sekitar rambut. Papul melebar dan membentuk
bercak , yang menjadi pucat dan bersisik. Keluhan penderita adalah rasa gatal.
Warna rambut menjadi abu-abu dan tidak berkilat lagi. Rambut mudah patah dan
terlepas dari akarnya, sehingga mudah dicabut tanpa rasa nyeri. Semua rambut di
daerah tersebut terserang jamur sehingga dapat terbentuk alopesia setempat.
Tempat-tempat ini terlihat sebagai grey patch. Grey patch secara klinis tidak
menunjukkan batas-batas daerah sakit dengan pasti. Pemeriksaan menggunakan
lampu Wood menunjukkan fluoresensi hijau kekuning-kuningan pada rambut
yang sakit melampaui batasbatas grey patch tersebut. Tinea kapitis yang
disebabkan oleh Microsporum audouini biasanya disertai tanda peradangan
ringan, hanya sesekali dapat terbentuk kerion.
Kerion merupakan reaksi peradangan yang berat pada tinea kapitis berupa
pembengkakan yang menyerupai sarang lebah dengan sebukan sel radang yang
padat di sekitarnya. Bila penyebabnya Microsporum canis dan Microsporum
gypseum, pembentukkan kerion ini lebih sering dilihat, adak kurang terlihat bila
penyebabnya Trichophyton tonsurans, dan sedikit sekali terlihat apabila
penyebabnya Trichophyton violaceum. Kelainan ini dapat menimbulkan jaringan
parut dan berakibat alopesia yang menetap. Jaringan parut yang menonjol kadang-
kadang dapat terbentuk. Tinea Kapitis Kerion
Black dot ringworm terutama disebabkan oleh Trichophyton tonsurans dan
Trichophyton violaceum. Pada permulaan penyakit, gambaran klinisnya
menyerupai kelainan yang disebabkan oleh genus Microsporum. Rambut yang
terkena infeksi patah, tepat pada muara folikel, dan yang tertinggal adalah ujung
rambut yang penuh spora. Ujung rambut yang hitam didalam folikel rambut ini
memberikan gambaran khas, yaitu black dot. Ujung rambut yang patah, bila
tumbuh kadang-kadang masuk ke bawah permukaan kulit, dalam hal ini perlu
dilakukan irisan kulit untuk mendapatkan bahan biakan jamur. Tinea kapitis juga
akan menunjukkan reaksi peradangan yang lebih berat, bila disebabkan oleh
Trichophyton mentagrophytes dan Trichophyton verrucosum yang keduanya
bersifat zoofilik. Trichophyton rubrum sangat jarang menyebabkan tinea kapitis.
Walaupun demikian, bentuk klinis granuloma, kerion, alopesia, dan black dot
yang disebabkan Trichophyton rubrum pernah ditulis.
 Etiologi
Tinea capitis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh jamur
dermatofit pada lapisan luar kulit kepala dan batang rambut. Seseorang bisa
dengan mudah tertular tinea capitis apabila bersentuhan langsung dengan kulit
pengidap. Kasus penularan seperti ini adalah yang paling sering terjadi. Selain itu,
seseorang juga berisiko tertular tinea capitis jika ia menyentuh hewan-hewan
pembawa penyakit. Contoh-contoh hewan pembawa penyakit tinea capitis
tersebut adalah kucing, anjing, kuda, domba, sapi, dan babi.
e. Pitiriasis Rosea
 Definis
Pitiriasis rosea adalah suatu kelainan kulit akut yang diawali dengan
timbulnya makula/plak soliter berwarna merah muda dengan skuama halus
(“herald patch”), kemudian dalam beberapa hari sampai beberapa minggu timbul
lesi serupa dengan ukuran lebih kecil di badan dan ekstremitas proksimal yang
tersusun sesuai lipatan kulit (christmas tree pattern).
 Etiologi
Etiologi pityriasis rosea diduga akibat infeksi. Beberapa patogen yang
diduga menyebabkan pityriasis rosea antara lain: Human herpesvirus (HHV) -6, 7,
1 dan Virus influenza H1N1, Streptococcus sp. Etiologi lain seperti obat-obatan
dan vaksin berhubungan dengan erupsi menyerupai pityriasis rosea (pityriasis
rosea-like eruption). Beberapa obat yang berhubungan dengan pityriasis rosea
adalah metronidazole, isotretinoin, captopril, clonidine, barbiturat, agen anti-
tumor necrosis factor, dan clozapine. Vaksin yang berhubungan dengan kejadian
pityriasis rosea adalah vaksin influenza, vaksin difteri, vaksin BCG, vaksin
hepatitis B, dan vaksin pneumokokus.

 Manifestasi Klinis
Gambaran klinis diawali dengan timbulnya lesi primer berupa makula/plak
sewarna kulit/merah muda/salmon-colored2 /hiperpigmentasi1 yang berbatas
tegas, umumnya berdiameter 2-4 cm1,2 dan berbentuk lonjong atau bulat. Bagian
tengah lesi memiliki karakteristik skuama halus, dan pada bagian dalam tepinya
terdapat skuama yang lebih jelas membentuk gambaran skuama kolaret. Lesi
primer biasanya terletak di bagian badan yang tertutup baju, tetapi kadang-kadang
ditemukan di leher atau ekstremitas proksimal seperti paha atas atau lengan atas.
Lesi primer jarang ditemukan di wajah, penis atau kulit kepala berambut.Erupsi
simetris terutama pada badan, leher, dan ekstremitas proksimal. Lesi sekunder
berupa makula/plak merah muda, multipel, berukuran lebih kecil dari lesi
primer,berbentuk bulat atau lonjong, yang mengikuti Langer lines sehingga pada
punggung membentuk gambaran christmas-tree pattern.Dapat ditemukan
pembesaran kelenjar getah bening. Varian Pitiriasis rosea atipikal. Pada pitiriasis
rosea atipikal herald patch dapat tidak ditemukan, berjumlah lebih dari satu, atau
menjadi satu-satunya manifestasi klinis. Lesi dapat terdistribusi hanya di daerah
perifer, mengenai wajah, kulit kepala berambut, atau lokalisata pada regio tertentu
seperti telapak tangan, telapak kaki, aksila, vulva, dan lipat paha. 1 Lesi dapat
berupa urtika, erythema multiforme-like, vesikuler, pustular, dan purpura.2,
2.1 Diagnosa Kerja
Berdasarkan dari tanda dan gejala serta beberapa pemeriksaan yang ada
pada scenario, dan juga berdasarkan refrensi dan diskusi kelompok, maka dapat
disimpulkan bahwa diagnose kerja untuk kasus pasien pada scenario tersebut
adalah Dermatitis Seboroik
2.1.1 Epidemiologi
Prevalensi dermatitis seboroik di seluruh dunia 1-5%. Prevalensitertinggi
terjadi pada tiga bulan pertama kehidupan dan membaik pada usia 8-12 bulan.
Pada dewasa terjadi di usia 20-50 tahun, lebih sering terjadi pada laki-laki
dibanding wanita. Prevalensi dermatitis seboroik Pada orang Asia yang berusia
12-20 tahun bervariasi yaitu di Guangzhou 2,9%, di Macao 2,7%, di Malaysia
17,2% dan di Indonesia 26,5%.19 Prevalensi Dermatitis seboroik terjadi pada
pasien yang memiliki kekebalan tubuh rendah seperti HIV/AIDS yaitu sebanyak
30-80%.
2.1.2 Patofisiologi
Etiopatogenesis DS masih sebagian diketahui. Lipid kulit dan spesies
Malassezia adalah faktor etiologi yang paling banyak dipelajari. Kelenjar sebasea
pasien DS tidak lebih banyak dibandingkan dengan individu sehat. Selain itu tidak
didapatkan kelainan morfologi dan ukuran kelenjar pada penderita DS
dibandingkan dengan orang sehat. Tidak semua orang dengan hiperseborea
mengalami DS, tetapi pasien dengan DS dapat memiliki kuantitas sebum yang
normal atau bahkan kulit yang kering. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah
sebum bukanlah faktor penyebab terjadinya DS. Pada sebum pasien DS,
trigliserida dan kolesterol meningkat, sementara skualan dan asam lemak bebas
berkurang. Asam lemak bebas yang diketahui memiliki efek antimikroba dibentuk
dari trigliserida oleh lipase bakteri, diproduksi oleh Corynebacterium acne dan
Malassezia yang merupakan flora residen. Asam lemak bebas dan radikal oksigen
reaktif dapat mengubah keseimbangan flora normal kulit. 1,2 Spesies Malassezia
tidak dapat memproduksi asam lemak yang penting untuk pertumbuhannya.
Namun, ia menghasilkan lipase dan fosfolipase yang akan memecah trigliserida
menjadi asam lemak bebas. Selanjutnya, spesies Malassezia menggunakan asam
lemak jenuh dan melepaskan asam lemak tak jenuh ke permukaan kulit. Akhirnya,
spesies ini menginduksi pelepasan sitokin proinflamasi (IL6 dan 8 dan tumor
necrosis factor α).10 Pada pasien AIDS, DS lebih sering terjadi dan berat. Pada
pasien AIDS, prevalensi DS berkisar antara 34% hingga 83% (pada populasi
umum prevalensinya hanya 3-5%). Pasien-pasien ini kebanyakan laki-laki
homoseksual atau biseksual dengan CD4+.

2.1.3 Faktor Resiko


Beberapa faktor risiko yang dimiliki seseorang sehingga lebih mudah menderita
dermatitis seboroik, antara lain:

 Jenis kulit berminyak.


 Bayi baru lahir.
 Orang dewasa, terutama wanita, berusia 30-60 tahun.
 Gagal jantung.
 Obat-obatan tertentu.
 Penyakit kejiwaan dan gangguan saraf, seperti depresi dan penyakit
Parkinson.
 Kebiasaan menggaruk kulit wajah.
 Penyakit yang melemahkan sistem kekebalan tubuh, seperti HIV/AIDS,
kanker, penerima transplantasi organ tubuh, dan pankreatitis alkoholik.
 Penyakit endokrin yang dapat menyebabkan obesitas, seperti diabetes.
 Cuaca dingin dan kering.
 Stres.
 Faktor genetik.
2.1.4 Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
a. Pemeriksaan fisik
a. Anamnesis

Pada anak dan dewasa, biasanya yang menjadi keluhan utama adalah
kemerahan dan sisik di kulit kepala, lipatan nasolabial, alis mata, area post
aurikula, dahi dan dada. Lesi lebih jarang ditemukan di area umbilikus,
interskapula, perineum dan anogenital. Area kulit yang kemerahan biasanya gatal.
Pasien juga dapat mengeluhkan ketombe (Pitiriasis sika). Keluhan dapat
memburuk jika terdapat stressor atau cuaca dingin.
b. Pemeriksaan Fisik

Pada anak dan dewasa dapat bervariasi mulai dari:


 Ketombe dengan skuama halus atau difus, tebal dan menempel pada kulit
kepala
 Lesi eksematoid berupa plak eritematosa superfisial dengan skuama
terutama di kulit kepala, wajah dan tubuh
 Di dada dapat pula menunjukkan lesi petaloid atau pitiriasiformis.
c. Pemeriksaan Penunjang

Tidak ada pemeriksaan penunjang khusus untuk diagnosis. Apabila


diagnosis meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan kerokan kulit dengan
pewarnaan KOH untuk menyingkirkan infeksi jamur atau biopsi kulit.

2.1.5 Tatalaksana
Terapi topikal adalah pendekatan lini pertama pada terapi DS kulit kepala,
Terapi topikal yang obat anti jamur, pengatur sebum, keratolitik dan atau anti
inf/lamasi. Bentuk obat ini tersedia dalam berbagai formulasi seperti krim, emulsi,
foam, salep dan sampo.
Sampo yang mengandung obat anti Malassezia, seperti selenium, sulfida,
zincpirithione,ketoconazole, berbagai sampo yang mengandung ter dan solusio
terbinefine1% Penggunaan sampo yang mengandung obat tersebut bisa
digunakan 2 sampai 3 kali seminggu, didiamkan selama 5-10 menit, untuk
optimalisasi efek anti jamur dan keratolitiknya.
Sedangkan Untuk menghilangkan skuama yang tebal dan untuk
mengurangi sebum pada kulit dapat dilakukan dengan mencuci secara berulang
daerah yang terkena dengan sabun lunak yaitu dengan krim imidazole dan
turunanya bahan antibiotic jika terdapat pada daerah lipatan .
Untuk keluhan yang ringan dapat diberikan :
 Antijamur topikal: sampo ciclopirox 1-5%, ketokonazol sampo 1-2%,
foaming gel 2%, hydrogel 20 mg/gel 2-3 kali/minggu.
 AIAFp: sampo piroctone olamine/bisabolol/glychirretic acid/lactoferrin 2-
3 kali/minggu
 Keratolitik: - Sampo asam salisilat 3% 2-3 kali/minggu , sampo tar 1-2%
1-2 kali/minggu
 Bahan lainnya: - Sampo selenium sulfida 2,5% 2-3 kali/minggu
 - Sampo zinc pyrithione 1-2% 2-3 kali/minggu
 Kortikosteroid topikal kelas I: linimentum dan solusio hidrokortison 1%,
losion hidrokortison 0,1% 1 kali sehari selama 4 minggu minggu
 Kortikosteroid topikal kelas II: salep aclometasone 0,05%5-6 , krim
desonide 0,05%

Sedang sampai berat :


 Kortikosteroid topikal kelas III: sampo fluocinolon acetonide 0,01% 2 kali
seminggu, didiamkan selama 5 menit selama 2 minggu
 Kortikosteroid topikal kelas IV: sampo klobetasol propionat 0,05% 2 kali
seminggu, didiamkan selama 5 menit selama 2 minggu

Antijamur sistemik:
 Itrakonazol 200 mg/hari selama 1 minggu kemudian 200 mg/hari selama 2
hari/bulan selama 11 bulan
 Terbinafin 250 mg/hari selama 4-6 minggu (regimen kontinu) atau 250
mg/hari selama 12 hari/bulan untuk 3 bulan (regimen intermiten)
 Flukonazol 50 mg/hari selama 2 minggu atau 200-300 mg/minggu selama
2-4 minggu
Urutan pilihan terapi
1. Lini pertama
- Sampo ketokonazol
- Sampo ciclopirox
- Sampo zinc pyrithione
2. Lini kedua
- Propylene glycol lotion
- Kortikosteroid topikal potensi kuat-sangat kuat
- Salep tacrolimus
- Mikonazol dan Sampo selenium sulfida
KIE :
1. Menghindari faktor pemicu/pencetus misalnya
 Penggunaan pendingin ruangan (air conditioner) atau udara dengan
kelembapan rendah di lingkungan kerja
 Hindari garukan yang dapat menyebabkan lesi iritasi
 Hindari bahan-bahan yang dapat menimbulkan iritasi
 Mengkonsumsi makanan rendah lemak
 Tetap menjaga higiene kulit
2. Mencari faktor-faktor predisposisi yang diduga sebagai penyebab
3. Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai perjalanan penyakit (tujuan
pengobatan, hasil pengobatan yang diharapkan, lama terapi, cara penggunaan
obat, dan efek samping obat yang mungkin terjadi)
4. Edukasi mengenai pentingnya perawatan kulit dan menghindari pengobatan
diluar yang diresepkan

2.1.6 Komplikasi dan Prognosis


a. Komplikasi
Bila menjadi eritroderma atau bagian dari penyakit Leiner: perlu dirawat
untuk pemantauan penggunaan antibiotik dan kortikosteroid sistemik jangka
panjang. Bila ada kecurigaan penyakit Leterrer-Siwe perlu kerjasama dengan
dokter spesialis anak.
b. Prognosis
Dermatitis seboroik memiliki prognosis baik.Penyakit ini dapat
berlangsung selama bertahun-tahun. Penyakit ini juga bisa kambuh kembali.
Pemberian topikal yang tidak benar dapat membuat lesi semakin luas.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dermatitis seboroik yang juga disebut dengan eksema seboroik, adalah
penyakit yang sering terjadi yang ditandai oleh adanya sisik diatas dasar kulit
kemerahan. Penyakit ini secara khas didapatkan pada daerah tubuh yang memiliki
kelenjar sebasea yang aktif seperti wajah, kulit kepala, telinga, tubuh bagian atas,
dan daerah lipatan (inguinal, inframammae dan aksila). Daerah yang lebih jarang
terkena termasuk interskapula, umbilikus, perineum dan lipatan anogenital.
Etiopatogenesis DS masih belum sepenuhnya diketahui. Faktor etiologi yang
banyak dipelajari antara lain perubahan komposisi sebum pasien DS
(berkurangnya asam lemak bebas) dan peran Malassezia spp. Beberapa penyakit
(antara lain penyakit parkinson, facial palsy dan AIDS) serta penggunaan
obatobatan tertentu juga berkaitan dengan peningkatan kejadian DS. Selain itu
lingkungan panas dan lembab serta keringat diketahui dapat memperparah gejala
DS, terutama gatal pada kulit kepala. Tujuan terapi DS tidak hanya untuk
meredakan tanda dan gejalanya tetapi juga untuk menghasilkan struktur dan
fungsi kulit yang normal. Panduan tatalaksana DS yang dikeluarkan oleh
konsensus 12 ahli dermatologi pada tahun 2014 membagi tatalaksana DS menjadi
tatalaksana untuk DS pada skalp dan DS pada non skalp selain itu juga dibedakan
berdasarkan kelompok usia dewasa dan bayi. Terapi DS skalp biasa digunakan
bentuk sediaan sampo dan krim, sementara DS non skalp umumnya berupa krim
dan salep. Sedangkan terapi DS pada bayi lebih sederhana yaitu dengan keramas
rutin dengan sampo bayi, menyikat lembut maupun dengan petrolatum untuk
melembutkan sisik. Jika belum berhasil baru digunakan obat-obatan
DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2010. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin.
Edisi ke-6. Jakarta: Departemen Ilmu Kedokteran Kulit dan Kelamin FK UI.

Fitzpatrick's dermatology in general medicine, 8th ed, vol 1. New York: Mc Graw
Hill, 2012: p. 804 - 26. 2.

Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W, editors. 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin, Edisi 7. Badan Penerbit Fakultas kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta

Siregar, R S. 2015. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit edisi 3. Jakarta : EGC
Sri A. S. 2018. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 7. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.

Sri A. S.2018. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 7. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.

Zuria H. Epidemiologi of tinea Capitis and Associated Factors among School


Age

Children in Hawassa Zuria District, southern Ethiopia, 2016. J Bacteriol

Parasitol.2017 May,8(2):1-4

Anda mungkin juga menyukai