Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN

HIPERTENSI
Dosen Pembimbing : Indanah, Ns. M.Kep, S.Kep. An

Penyusun :
Nama : Finkanita Salsabila
NIM : 132021030036
Kelas :A

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS

Jl. Ganesha Raya No.1 Purwosari, Kec. Kota Kudus, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah 59316
A. PENGERTIAN
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah
secara abnormal dan terus-menerus pada beberapa kali pemeriksaan tekanan darah
yang disebabkan beberapa faktor resiko yang tidak berjalan sebagaimana mestinya
dalam mempertahankan tekanan secara normal (Wijaya & Siregar, 2013)
Hipertensi adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami peningkatan
tekanan darah diatas normal atau peningkatan abnormal secara terus-menerus
lebih dari suatu periode, dengan tekanan sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan
diastolik diatas 90 mmHg. (Aspiani, 2014)
Hipertensi atau penyakit darah tinggi merupakan suatu keadaan peredaran
darah meningkat secara kronis. Hal ini terjadi karena jantung bekerja lebih cepat
memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi di dalam tubuh
(Parwati, 2018).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
hipertensi merupakan penyakit yang berhubungan dengan tekanan darah manusia.
Apabila seseorang memiliki tekanan darah mencapai 140 mmHg (sitolik) atau
lebih dan tekanan darah diastolik 90 mmHg, maka orang tersebut dikategorikan
memiliki tekanan darah.
B. ETIOLOGI
Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua golongan menurut
(Aspiani, 2014):
1. Hipertensi primer atau hipertensi esensial
Hipertensi primer atau hipertensi esensial disebut juga hipertensi idiopatik
karena tidak diketahui penyebabnya.Faktor yang mempengaruhi yaitu:
a. Genetik
Individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi,beresiko
tinggi untuk mendapatkan penyakit ini.Faktor genetik ini tidak dapat
dikendalikan,jika memiliki riwayatkeluarga yang memiliki tekanan darah
tinggi.
b. Jenis kelamin dan usia
Laki-laki berusia 35-50 tahun dan wanita menopause beresiko tinggi
untuk mengalami hipertensi. Jika usia bertambah maka tekanan darah
meningkat, faktor ini tidak dapat dikendalikan serta jenis kelamin laki–
laki lebih tinggi dari pada perempuan.
c. Diet
Konsumsi diet tinggi garam secara langsung berhubungan dengan
berkembangnya hipertensi.Faktor ini bisa dikendalikan oleh penderita
dengan mengurangi konsumsinya,jika garam yang dikonsumsi
berlebihan,ginjal yang bertugas untuk mengolah makan menahan cairan
lebih banyak dari pada yang seharusnya didalam tubuh.Banyaknya
cairan yang tertahan menyebabkan peningkatan pada volume
darah.Beban ekstra yang dibawa oleh pembuluh darah inilah yang
menyebabkan pembuluh darah bekerja ekstra yakni adanya peningkatan
tekanan darah didalam dinding pembuluh darah dan menyebabkan
tekanan darah meningkat.
d. Berat badan
Faktor ini dapat dikendalikan dimana bisa menjaga berat badan dalam
keadaan normal atau ideal.Obesitas (>25% diatas BB ideal) dikaitkan
dengan berkembangnya peningkatan tekanan darah atau hipertensi.
e. Gaya hidup
Faktor ini dapat dikendalikan denganpola hidup sehat, seperti
menghindari faktor pemicu hipertensi yaitu merokok, dengan merokok
berkaitan dengan jumlah rokok yang dihisap dalam waktu sehari dan
dapat menghabiskan berapa puntung rokok dan lama merokok
berpengaruh dengan tekanan darah pasien.Konsumsi alkoholyang
sering,atau berlebihan dan terus menerus dapat meningkatkan tekanan
darah pasien sebaiknya jika memiliki tekanan darah tinggi pasien
diminta untuk menghindari alkohol agar tekanan darah pasien dalam
batas stabil dan pelihara gaya hidup sehat penting agar terhindar dari
komplikasi yang bisa terjadi.
C. TANDA DAN GEJALA
Gejala umum yang ditimbulkan akibat menderita hipertensi tidak sama pada
setiap orang, bahkan terkadang timbul tanpa gejala (Aspiani, 2014).Secara umum
gejala yang dikeluhkan oleh penderita hipertensi sebagai berikut:
1) Sakit kepala
2) Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk
3) Perasaan berputar seperti tujuh keliling serasa ingin jatuh
4) Berdebar atau detak jantung terasa cepat
5) Telinga berdenging

D. PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
diva somotor,pada medula diotak. Pusat vasomotor ini bermula pada saraf
simpatis,yang berlanjut kebawah korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla
spinalis ganglia simpatis ditoraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk implus yang bergerak kebawah melalui sistem saraf
simpatis ke ganglia simpatis. Titik neuron preganglion melepaskan asetilkolin,
yang akan merangsang serabut saraf paska ganglion ke pembuluh darah,dimana
dengan dilepaskannya noreepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah
(Padila., 2013).
Sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang
emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokontriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan
vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya,yang dapat
memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah (Padila., 2013).
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran keginjal, menyebabkan
pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensinI yang kemudian
diubah menjadi angiotensinII, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan
retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra
vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi(Padila.,
2013).
E. PATHWAY

Umur, jenis kelamin, merokok, stress, gaya hidup,


obesitas, genetic, Alkohol, kurang olahraga

Defesiensi
Hipertensi Perubahan Informasi pengetahua
Situasi yang minim n Ansietas

Kerusakan vaskuler
pembuluh darah
Krisis situasional

Perubahan Struktur
Metode koping
tidak efektif
Penyumbatan
Vasokontriksi
pembuluh darah
Ketidakefektifa
n koping
Gangguan Sirkulasi Otak Suplai O2 ke otak
berkurang

Resistensi pembuluh
darah ke otak meningkat Ketidakefektifan
perfusi jaringan otak
Nyeri
kepala

Ginjal Retina Pembuluh darah

Vasokontriksi pembuluh darah Spasme arteriol


Sistemik Koroner

Blood flow darah menurun Resiko cidera Vasokontriksi Iskemik miokard

Respon RAA
Penurunan Afterload Nyeri
curah jantung
Merangsang aldesteron
Fatigue/kelelahan

Retensi Na Edema Kelebihan volume


cairan Intoleransi
aktivitas
Sumber : (Yusuf Sukman, 2017)
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada penderita Hipertensi antara lain:
a. General Check up
Jika seseorang di duga menderita Hipertensi, dilakukan beberapa pemeriksaan,
yakni wawancara untuk mengetahui ada tidaknya riwayat keluarga penderita.
Pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan ECG, jika perlu
pemeriksaan khusus seperti USG jantung, CT Scan, dan lain-lain.
b. Pemeriksaan laboratorium
Tujuan pemeriksaan Laboratorium yaitu:
1) Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin) seperti anemia
2) Blood unit/kreatinin untuk memberikan informasi tentang perfusi/fungsi
ginjal
3) Glukosa : hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan
oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
4) Kalium serum
5) Kolesterol dan trigliserid serum
6) EKG : dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggi gelombang
P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
7) Foto thorax : menunjukan destruksi klasifikasi pada area katup, pembesaran
jantung (Nursidiq, 2022)
G. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Umum/Medis
Dalam (Shoenarta & Erwinanto, 2015) menjelasakan bahwa dalam penanganan
hipertensi terdapat penatalaksanaan farmakologis & non farmakologis, adalah
sebagai berikut :
a. Tatalaksana Non Farmakologis
Pasien yang mengidap hipertensi disarankan untuk menerapkan perilaku
hidup bersih dan sehat karena sudah terbukti mampu menurunkan derajat
hipertensi dan penyakit kardiovaskular lainnya. sebelum dilakukan
pemberian terapi farmakologi pasien disarankan untuk menjalani
tatalaksana non farmakologi dengan waktu 4-6 bulan apabila selama waktu
tersebut pasien belum menunjukan pemulihan maka bisa diberikan terapi
farmakologis.
beberapa pola hidup bersih dah sehat antara lain sebagai berikut :
1) Menurunkan berat badan atau obesitas, merupakan salah satu cara untuk
menghindarkan diri dari penyakit hipertensi hal ini bisa di lakukan
dengan rutin aktivitas fisik dan berolahraga serta mengganti jenis
makanan ke yang lebih sehat.
2) Membatasi jumlah garam, makanan yang tinggi akan kandungan garam
bisa memprbesar risiko hipertensi atau memperparah serta mengururangi
risiko penyakit jantung.
3) Rutin berolahraga teratur, dengan melakukan olahraga rutin dan teratur
maka dapat menurunkan tekanan darah. Olahraga bisa dilakukan dimana
saja termasuk ditempat kerja bagi yang tidak memiliki waktu khusus
untuk berolahraga.
4) Tidak mengkonsumsi alkohol, dengan mengurangi atau membatasi pria
maksimal 2 gelas perhari dan wanita 1 gelas perhari maka akan
menghindarkan kita dari penyakit hipertensi.
5) Tidak merokok,meskipun secara spesifik tidak merokok dapat
menurunkan tekanan darah akan tetapi merokok merupakan salah satu
hal yang utama dalam risiko terkena hipertensi.
b. Tatalaksana Farmakologi
Terapi farmakologi dapat diberkan pada pasien hipertensi apabila selama
diberikan penatalaksaaan non farmakologis tidak ada perubahan selama
lebih dari 6 bulan terapi ini dapat diberikan pada pasien hipertensi derajat 1
atau diatas derajat 2 berikut prinsip dasar yang perlu diperhatikan untuk
mencegah efek samping:
1) Memberikan obat dengan dosis tunggal jika memungkinkan.
2) Memberikan obat yg sesuai biaya atau tidak paten dalam catatan obat
tersebut sesuai dengan pasien.
3) Meberikan obat pada lansia dengan melihat penyakit bawaan.
4) Tidak dianjurkan untuk mencampur angiotensin converting enzyme
inhibitor.
5) Tidak lupa memberikan pemahaman kepada pasien terkait terapi yang
akan diberikan.
6) Melakukan pemantauan efek samping dari obat secara berkala.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan hipertensi dengan menggunakan non farmakologi Menurut
(Andra, 2022) adalah sebagai berikut:
a. Mengurangi Konsumsi Garam
Garam dapur mengadung 40% natrium.oleh karena itu, tindakan mengurangi

garam juga merupakan usaha mencegah sedikit natrium yang masuk kedalam

tubuh. Mengurangi konsumsi garam pada awalnya memang tarasa sulit.

Keadaan ini terjadi karena individu terbiasa dengan makanan berasa asin

selama puluhan tahun. Tentu memerlukan usaha yang keras untuk mengurangi

garam.
b. Mengendalikan Minum (Kopi Dan Alkohol)
Kopi tidak baik di konsumsi bagi individu dengan hipertensi karena,
senyawa kafein dalam kopi dapat memicu meningkatnya 25 denyut jantung
yang berdampak pada peningkatan tekanan darah. Minuman beralkohol
dapat menyebabkan hipertensi karena, bila di konsumsi dalam jumlah yang
berlebihan akan meningkatkan tekanan darah. Pada dasarnya pada penderita
hipertensi perlu meninggalkan minuman beralkohol.
c. Mengendalikan Berat Badan
Mengendalikan berat badan dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Misalnya mengurangi porsi makanan yang masuk kedalam tubuh atau
mengimbangi dengan melakukan banyak aktivitas, penurunan 1kg berat
badan dapat menyebabkan tekanan darah turun 1 mmHg.
d. Berolah Raga Teratur
Seorang penderita hipertensi bukan dilarang untuk berolahraga, tetapi

dianjurkan olahraga secara teratur. Bagi penderita hipertensi semua olahgara

baik dilakukan asal tidak menyebabkan kelelahan fisik dan selain itu olahraga

ringan yang dapat sedikit meningkatkan denyut jantung dan mengeluarkan

keringat.

a. PENGKAJIAN (POLA FUNGSI KESEHATAN) (Aspiani, 2014)


1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan, dan penanganan kesehatan
2. Pola nutrisi
Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan, dan elektrolit, nafsu
makan, pola makan, diet, kesulitan menelan,mual/muntah, dan makanan
kesehatan
3. Pola eliminasi
Menjelaskan pola fungsi eksresi, kandung kemih, defekasi, ada tidaknya
masalah defekasi, masalah nutrisi, dan penggunaan kateter.
4. Pola tidur dan istirahat
Menggambarkan pola tidur, istirahat, dan persepsi terhadap energy,
jumlah tidur pada siang dan malam, masalah tidur, dan insomnia
5. Pola aktivitas dan istirahat
Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan, dan
sirkulasi. Riwayat penyakit jantung, frekuensi, irama, dan kedalaman
pernafasan.
6. Pola hubungan dan peran
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien terhadap
anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal, pekerjaan, tidak punya
rumah, dan masalah keuangan.
7. Pola sensori dan kognitif
Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif, pola persepsi sensori
meliputi pengkajian penglihatan, pendengaran,perasaan, dan pembau.
Pada klien katarak dapat ditemukan gejala gangguan penglihatan
perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan merasa diruang gelap.
Sedangkan tandanya adalah tampak kecoklatan atau putih susu pada
pupil, peningkatan air mata.
8. Pola persepsi dan konsep diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap
kemampuan konsep diri. Konsep diri menggambarkan gambaran harga
diri, peran, identitas diri. Manusia sebagai sistem terbuka makhluk bio-
psiko-sosio- kultural-spritual, kecemasan, ketakutan, dan dampak
terhadap sakit. Pengkajian tingkat depresi menggunakan Tabel
Inventaris Depresi Back
9. Pola seksual dan reproduksi
Menggambarkan kepuasan/masalah terhadap seksualitas.
10. Pola mekanisme/penanggulangan stress dan koping
Menggambarkan kemampuan untuk menangani stress
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Menggambarkan dan menjelaskan pola, nilai keyakinan termasuk
spiritual
1. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan preload
(D.0008)
a. Definisi: Ketidakmampuan jantung memompa darah memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh.
b. Kondisi klinis terkait:
1. Gagal jantung kongestif
2. Sindrom koroner akut
3. Stenosis mitral
4. Regurgitasi mitral
5. Stenosis aorta
6. Regurgitasi aorta
7. Stenosis trikuspidal
8. Regurgitasi trikuspidal
9. Stenosis pulmonal
10. Regurgitasi pulmonal
11. Aritmia
12. Penyakit jantung bawaan
b. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (D.0077)
a. Definisi: Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan
b. Kondisi Klinis Terkait
1. Kondisi pembedahan
2. Cedera traumatis
3. Infeksi
4. Sindrom koroner akut
5. Glaukoma
c. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen (D.0056)
a. Definisi: Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-
hari.
b. Kondisi Klinis Terkait:
1. Anemia
2. Gagal jantung kongestif
3. Penyakit jantung koroner
4. Penyakit katup jantung
5. Aritmia
6. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
7. Gangguan metabolik
8. Gangguan muskuloskeletal
d. Resiko cedera ditandai dengan terpapar patogen, disfungsi autoimun
(D.0136)
a. Definisi:Berisiko mengalami bahaya atau kerusakan fisik yang
menyebabkan seseorang tidak lagi sepenuhnya sehat atau dalam
kondisi baik
b. Kondisi Klinis Terkait:
1. Kejang
2. Sinkop
3. Vertigo
4. Gangguan penglihatan
5. Gangguan pendengaran
6. Penyakit Parkinson
7. Hipotensi
8. Kelainan nervus vestibularis
9. Retardasi mental
e. Koping tidak efektif berhubungan dengan ketidakpercayaan terhadap
kemampuan diri mengatasi masalah ditandai dengan Mengungkapkan
tidak mampu mengatasi masalah, kekhawatiran kronis (D.0096)
a. Definisi:Ketidakmampuan menilai dan merespon dan/atau
ketidakmampuan menggunakan sumber-sumber yang ada untuk
mengatasi masalah
b. Kondisi Klinis Terkait
1. Kondisi perawatan kritis
2. Attention Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD)
3. Gangguan perilaku
4. Oppositional Defiant Disorder
5. Gangguan kecemasan perpisahan
6. Delirium
7. Demensia
8. Gangguan amnestik
9. Intoksikasi zat
10. Putus zat
c. RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN
SDKI SLKI SIKI
1. Penurunan curah jantung Setelah dilakukan tindakan Tindakan yang dilakukan
berhubungan dengan keperawatan selama 1 × 24 pada intervensi perawat,
jam maka diharapkan Curah Perawatan jantung (I.02075)
penurunan preload
jantung (L.020080) dengan
(D.0008) kriteria hasil: Observasi
 Identifikasi tanda atau
 Kekuatan nadi perifer
gejala primer penurunan
meningkat
curah jantung (meliputi
 Ejection fraction (EF) dispnea, kelelahan,
meningkat edema, ortopnea,
paroxysmal nocturnal
 Cardiac Index (CI) sedang dyspnea, peningkatan
 Left Ventricular Stroke CVP)
Work Index (SVI)  Identifikasi tanda atau
menurun gejala sekunder
penurunan curah jantung
 Palpitasi meningkat (meliputi peningkatan
berat badan,
 Bradikardia menurun
hepatomegali, distensi
 Takikardia meningkat vena jugularis, palpitasi,
ronkhi basah, oliguria,
 Gambaran EKG aritmia
batuk, kulit pucat)
sedang
 Monitor tekanan darah
 Lelah meningkat (termasuk tekanan darah
ortostatik, jika perlu)
 Edema menurun
 Monitor intake dan
 Distensi vena jugularis output cairan
sedang  Monitor berat badan
setiap hari pada waktu
 Dispnea menurun yang sama
 Monitor saturasi oksigen
 Oliguria meningkat
 Monitor keluhan nyeri
 Pucat/ sianosis sedang dada (mis. intensitas,
lokasi, radiasi, durasi,
 Paroxysmal nocturnal presivitasi yang
dyspnea (PND) sedang mengurangi nyeri)
 Ortopnea sedang  Monitor EKG 12 sadapan
 Monitor aritmia (kelainan
 Batuk menurun irama dan frekuensi)
 Monitor nilai
 Suara jantung S3 sedang
laboratorium jantung
 Suara jantung S4 sedang (mis. elektrolit, enzim
jantung, BNP, NTpro-
 Murmur jantung
BNP)
meningkat
 Monitor fungsi alat pacu
 Berat Badan sedang jantung
 Periksa tekanan darah
 Hepatomegali sedang
dan fungsi nadi sebelum
 Pulmonary vascular dan sesudah aktivitas
resistance meningkat  Periksa tekanan darah
dan frekuensi nadi
 Systemic vascular sebelum pemberian obat
resistance meningkat (mis. beta blocker, ACE
inhibitor, calcium
channel blocker,
digoksin)

Terapeutik
 Posisikan pasien semi-
Fowler atau Fowler
dengan kaki ke bawah
atau posisi nyaman
 Berikan diet jantung yang
sesuai (mis. batasi asupan
kafein, natrium,
kolesterol, dan makanan
tinggi lemak)
 Gunakan stocking elastis
atau pneumatik
intermiten, sesuai
indikasi
 Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk
modifikasi gaya hidup
sehat
 Berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi stress,
jika perlu
 Berikan dukungan
emosional dan spiritual
 Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen >94%
2. Nyeri Akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan Tindakan yang dilakukan
dengan agen pencedera keperawatan selama 1 × 24 pada intervensi perawat,
jam maka diharapkan Manajemen nyeri (I.08238):
fisiologis (D.0077)
Tingkat nyeri (L.08066)
Observasi
dengan kriteria hasil:
 Identifikasi lokasi,
 Keluhan nyeri meningkat karakteristik,durasi,frekuen
si, kualitas, intensitas nyeri
 Meringis meningkat
 Identifikasi skala nyeri
 Sikap protektif sedang  Identifikasi respon nyeri
Mon verbal
 Gelisah meningkat  Identifikasi faktor yang
 Kesulitan tidur meningkat memperberat dan
memperingan nyeri
 Menarik diri menurun  Identifikasi pengetahuan
dan keyakinan nyeri
 Berfokus pada diri sendiri
meningkat Terapeutik
 Diaforesis sedang  Berikan teknik non
farmakologis untuk
 Perasaan depresi mengurangi rasa nyeri
(tertekan) meningkat (mis. TENS,hipnosis,
akupresur,terapi musik,
 Perasaan takut mengalami biofeedback, terapi pijat,
cedera berulang aromaterapi,teknik
meningkat imajinasi, terbimbing,
kompres hangat atau
 Anoreksia menurun
dingin, terapi bermain )
 Perineum terasa tertekan  Kontrol lingkungan yang
sedang memperberat rasa nyeri
(mis.suhu ruangan,
 Uterus teraba membulat pencahayaan,kebisingan)
sedang
 Fasilitasi Istirahat dan
 Ketegangan otot tidur
meningkat  Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
 Pupil dilatasi sedang pemilihan strategi
meredakan nyeri
 Muntah meningkat

 Mual meningkat

3. Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan tindakan Tindakan yang dilakukan


berhubungan dengan keperawatan selama 1 × 24 pada intervensi perawat,
Ketidakseimbangan antara jam maka diharapkan Manajemen energi (I.05178):
suplai dan kebutuhan Intoleransi aktivitas
Observasi
oksigen (D.0056) (L.05047) dengan kriteria
 Identifikasi gangguan
hasil:
fungsi tubuh yang
 Frekuensi nadi meningkat mengakibatkan kelelahan
 Monitor fisik dan
 Saturasi oksigen
emosional
meningkat
 Monitor lokasi dan
 Kemudahan melakukan ketidaknyamanan selama
aktivitas sehari-hari melakukan beraktivitas
sedang
Terapeutik
 Warna kulit sedang  Sediakan lingkugan yang
nyaman dan rendah
 Tekanan darah meningkat
 Lakukan latihan rentang
 Frekuensi napas gerak pasif dan/atau aktif
meningkat  Berikan aktivitas
distraksi yang
menenangkan
 Fasilitasi duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan

Edukasi
 Anjurkan tiang balik
 Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
 Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
 Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan

Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
4. Resiko cedera ditandai Setelah dilakukan tindakan Tindakan yang dilakukan
dengan terpapar patogen, keperawatan selama 1 x 24 pada intervensi perawat
disfungsi autoimun jam maka diharapkan Tingkat Pencegahan cedera (I.14537):
(D.0136) cedera (L.14136) dengan Observasi

kriteria hasil:  Identifikasi area

 Kejadian cedera lingkungan yang

meningkat berpotensi menyebabkan


 Luka/lecet meningkat cedera
 Ketegangan otot  Identifikasi obat yang
meningkat berpotensi menyebabkan
 Fraktur sedang cedera
 Perdarahan meningkat  Identifikasi kesesuaian
 Ekspresi wajah kesakitan alas kaki atau stocking
meningkat elastis pada ekstremitas
 Agitasi sedang bawah
 Iritabilitas sedang
 Gangguan mobilitas Terapeutik
meningkat  Sediakan pencahayaan
 Gangguan kognitif yang memadai
meningkat  Gunakan lampu tidur
selama jam tidur
 Sosialisasikan pasien dan
keluarga dengan
lingkungan ruang rawat
(mis. penggunaan
telepon, tempat tidur,
penerangan ruangan, dan
lokasi kamar mandi)
 Gunakan alas lantai jika
beriko mengalami cedera
serius
 Sediakan alas kaki
antislip
 Sediakan pispot atau
urinal untuk eliminasi di
tempat tidur, jika perlu
 Pastikan bel panggilan
atau telepon mudah
dijangkau
 Pastikan barang-barang
pribadi mudah dijangkau
 Pertahankan posisi
tempat tidur di posisi
terendah saat digunakan
 Pastikan roda tempat
tidur atau kursi roda
dalam kondisi terkunci
 Gunakan pengaman
tempat tidur sesuai
dengan kebijakan fasilitas
pelayanan kesehatan
 Pertimbangkan
penggunaan alarm
elektronik pribadi atau
alarm sensor pada tempat
tidur atau kursi
 Diskusikan mengenal
latihan dan terapi fisik
yang diperlukan
 Diskusikan mengenai alat
bantu mobilitas yang
sesuai (mis. tongkat atau
alat bantu jalan)
 Diskusikan bersama
anggota keluarga yang
dapat mendampingi
pasien
 Tingkatkan frekuensi
observasi dan
pengawasan pasien,
sesuai kebutuhan

Edukasi
 Jelaskan alasan intervensi
pencegahan jatuh ke
pasien dan keluarga
 Anjurkan berganti posisi
secara perlahan dan
duduk selama beberapa
menit sebelum berdiri
5. Koping tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Tindakan yang dilakukan
berhubungan dengan keperawatan selama 1 x 24 pada intervensi perawat
ketidakpercayaan terhadap jam maka diharapkan Status Dukungan pengambilan
kemampuan diri koping (L.09086) dengan keputusan (I.09265):
mengatasi masalah kriteria hasil: Observasi

ditandai dengan  Perilaku koping adaptif  Identifikasi persepsi

Mengungkapkan tidak sedang mengenai masalah dan

mampu mengatasi  Verbalisasi kemampuan informasi yang memicu

masalah, kekhawatiran mengatasi masalah konflik

kronis (D.0096) sedang


Terapeutik
 Verbalisasi pengakuan
 Fasilitasi mengklarifikasi
masalah sedang
nilai dan harapan yang
 Verbalisasi kelemahan
membantu membuat
diri sedang
pilihan
 Perilaku asertif sedang
 Diskusikan kelebihan dan
 Partisipasi sosial menurun
kekurangan dari setiap
 Tanggung jawab diri
solusi
meningkat
 Fasilitasi melihat situasi
secara realistik
 Motivasi mengungkapkan
tujuan perawatan yang
diharapkan
 Fasilitasi pengambilan
keputusan secara
kolaboratif
 Hormati hak pasien untuk
menerima atau menolak
informasi
 Fasilitasi menjelaskan
keputusan kepada orang
lain, Jika perlu
 Fasilitasi hubungan
antara pasien, keluarga,
dan tenaga kesehatan
lainnya

Edukasi
 Informasikan alternatif
solusi secara jelas
 Berikan informasi yang
diminta pasien

Kolaborasi
 Kolaborasi dengan tenaga
kesehatan lain dalam
memfasilitasi
pengambilan keputusan
KURANG MENDELAY PPNI
DAFTAR PUSTAKA
Andra, E. (2022). ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA NY. S DENGAN
DIAGNOSA MEDIS HIPERTENSI DI UPTD GRIYA WREDA JAMBANGAN
SURABAYA. 8.5.2017, 2003–2005.
Aspiani, R. Y. (2014). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskuler.
Nursidiq, I. (2022). Cikajang Kecamatan Cikajang Kabupaten Garut Tahun 2022 Fakultas
Keperaatan Program Diploma Iii.
Padila. (2013). Pastofisiologi Hipertensi. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam, 69.
Parwati, N. N. (2018). Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Masalah Utama Hipertensi
pada Tn. R di Wilayah Kerja Puskesmas Mergangsan Kota Yogyakarta. Fakultas Ilmu
Kesehatan Ump, 2010, 8–42. http://repository.ump.ac.id/2753/
Shoenarta, A., & Erwinanto. (2015). pedoman tatalaksana hipertensi (1st ed.).
http://www.inaheart.org/upload/image/Pedoman_TataLaks
Wijaya, I., & Siregar, P. (2013). Hypertensive crises in the adolescent: evaluation of
suspected renovascular hypertension. Acta Medica Indonesiana, 45(1), 49–54.
Yusuf Sukman, J. (2017). ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN
HIPERTENSI PADA LANSIA TAHAP AWAL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
ANDALAS PADANG. Karya Tulis Ilmiah Poltekkes Kemenkes Padang, 4, 9–15.

Anda mungkin juga menyukai