TINJAUAN PUSTAKA
2. Etiologi
Berdasrkan etiologinya, hipertensi dibagi menjadi dua yaitu hipertensi
esensial atau primer dan hipertensi sekunder. (Masriadi, 2016).
a. Hipertensi primer
Hipertensi esensial merupakan salah satu faktor risiko
penting untuk terjadinya penyakit cerebrovaskuler dan
penyakit jantung koroner. Hipertensi esensial merupakan
etiologi kesakitan dan kematian yang cukup banyak dalam
masyarakat (Masriadi, 2016).
Hipertensi primer adalah hipertensi esensial atau
hipertensi yang 90% tidak diketahui penyebabnya.beberapa
fakktor yang diduga berkaitan dengan berkembangnya
hipertensi esensial di antaranya.
a) Genetik : individu yang mempunyai riwayat
keluarga dengan hipertensi, berisiko lebih tinggi
untuk mendapatkan penyakit ini ketimbang
mereka yang tidak.
b) Jenis kelamin dan usia : laki - laki berusia 35
-50 tahun dan wanita pascamenopause berisiko
tinggi untuk mengalami hipertensi.
c) Diet : konsumen diet tinggi garam atau
kandungan lemak, secara langsung berkaitan
dengan berkembangnya penyakit hipertensi.
d) Berat badan /obesitas (25% lebih berat di atas
berat badan deal) juga sering dikaitkan dengan
berkembangnya hipertensi.
e) Gaya hidup merokok dan komsumsi alkohol
dapat meningkatkan tekanan darah (bila gaya
hidup yang tidak sehat tersebut tetap
diterapkan). (Masriadi, 2016).
b. Hipertensi sekunder (5-10%)
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang
disebabkan/sebagai akibat dari adanya penyakit lain. Tipe ini
lebih jarang terjadi, hanya sekitar 5% dari seluruh kasus
tekanan darah tinggi.( Pudiastuti, 2013).
( Endang Triyanto, 2014)
Hipertensi sekunder adalah jenis hipertensi yang
meyebabkan deketahui. Beberapa gejala atau penyakit yang
menyebabkan hipetensi jenis ini antara lain:
a) Coarction aorta, yaitu penyempitan aorta
conggenital yang (mungkin) terjadi pada
beberapa tingkat aorta torasik atau aorta
abdominal. Penyempitan inin menghambat
aliran darah melalui lengkung aorta dan
mengakibatkan peningkatan tekan darah di atas
area konstriksi.
b) Penyakit parenkim dan vaskuler ginjal. Penyakit
ini merupakan penyebab utama hipertensi
sekunder, hipertensi renovaskuler berhubungan
dengan penyempitan satu atau lebih arteri
besar, yang secara lansung membawa darah ke
ginjal. Sekitar 90%lesi arteri renal pada pasien
dengan hipertesi disebabkan oleh aterosklerosis
atau fibrous dysplasia ( pertumbuhan abnormal
jaringan fibrous). penyakit parenkim ginjal
terkait dengan infeksi, ibflamasi, serta
perubahan struktur serta fungsi ginjal.
c) Penggunaan kontrasepsi hormonal ( estrogen).
oral kontrasepsi yang berisi estrogen dapat
menyebkan hipertensi melalui mekanisme
renin-aldosteron-mediate volume expansion.
Dengan penghentian oral kontrasepsi, tekana
darah kembali normal setelah beberapa bulan.
d) Gagguan endokrin. Disfungsi medulla adrenal
atau korteks adrenal dapat menyebabkan
hipertensi sekunder, Adrenal-mediate
hypertension desebakan kelebihan primer
aldosteron, kortisol, dan katekolamin. Pada
aldosteron primer, kelebihan aldosteron
menyebabkan hipertensi dan hipokalemia.
Aldosteonisme primer biasanya timbul dari
adenoma korteks adrenal yang benign (jinak).
pbeocbromocytomas pada medulla adrnal yang
paling umum dan meningkatkan sekresi
katekolamin yang berlebihan gluukokortikoid
yang diekskresi dari korteks adrenal. Sindrom
cusbing mungkin disebabkan oleh hiperplasi
adrenokortikal atau adenoma adrenokortikal.
e) Kegemukan (obesitas) dan gaya hiduo yang
tidak aktif(malas berolahraga)
f) Stres, yang cenderung memyebabkan kenaikan
tekanan darah untuk sementara waktu. Jika stres
telah berlalu, maka tekanan darah biasanya akan
kembali normal
g) Kehamilan
h) Luka bakar
i) Peningktan volume intravascular
j) Merokok. Nikotin dalam rokok dapat
merangsang pelepasan katekolamin.
Peningkatan katekolamin ini mengakibatkan
iritabilitas miokardial, peningkatan denyut
jantung, serta menyebabkan vasokontriksi yang
kemudian meningkatkan takanan darah.
( Pudiastuti, 2013).
3. Klasifikasi hipertensi
Klasifikasi hipertensi berdasarkan peningkatan tekanan darah sistol
dan diastol. Klasifikasi hipertensi menurut The Sevent Report of The Joint
National.
Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC VII
4. Patofisiologi Hipertensi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak.Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis
dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan
abdomen.Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia
simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang
akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana
dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokonstriksi.Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut
bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi.Medulla
adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi.Korteks
adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat
respons vasokonstriktor pembuluh darah.Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan
rennin.Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian
diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada
gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal.Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler.Semua faktor ini mencetuskan keadaan
hipertensi.Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan
structural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab
pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan
tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada
gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh
darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume
sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan
tahanan perifer.
5. Pathway Hipertensi
6. Manifestasi Klinis
Sebagian manisfestasi klinis timbul setelah penderita mengalami
hipertensi selama bertahun tahun. Gejalanya berupa :
a. Nyeri kepala sat terjaga, terkadang disertai mual dan muntah
akibat peningkatan tekanan darah interaknium
b. Penglihatan kabur karena terjadi kerusakan pada retina sebagai
dampak dari hipetensi
c. Ayunan langkah yang tidak mantap karena terjadi kerusakan
susuna saraf pusat
d. Nokturia (sering berkemih di malam hari) karena adanya
peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomelurs
e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan
tekanan kapiler
a. Farmakologi
e) Berhenti merokok
7. Penatalaksaan
1) Penatalaksaan medis
a. Diuretik untuk menurunkan edema selebral yang mencapai
tingkat maksimal 3 sampai 5 hari setelah infark selebral
b. Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau
embolisasi dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler
c. Antiktrombotik karena thrombosit memainkan peran sangat
penting dalam pembentukan thrombosit dan embolisasi
2) Penatalaksaan keperawatan
Menurut Nurarif, Hardhi (2015) penatalaksanaan keperrawatan
yang dapat dilakukan pada pasien stroke adalah :
a. Letakkan kepala pasien pada posisi 30 ( kepala dan dada pada
satu bidang )
b. Ubah posisi tidur setiap 2 jam
c. Mobilisasi dimulai bertahap bila homodinamik sudah stabil,
d. Restorasi atau rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien) Yaitu
fisioterapi, tetapi kognitif, dan terapi okupasi.
e. Edukasi keluarga
f. Discharge planning
a) Mencegah terjadinya luka dikulit akibat tekanan.
b) Mencegah terjadinya kekakuan otat dan sendi.
c) Memulai latihan dengan mengaktifkan batang tubuh atau
torso.
d) Mengontrol faktor resiko stroke.
e) Diet rendah lemak, gram, dan berhenti merokok.
f) Kelola stres dengan baik
g) Mengetahui gejala dan tanda stroke.
8. Dampak stroke
Menurut ( Ikhsan, 2015) dampak stroke tergangtung pada lokasi
penyerangan stroke berada pada bagian mana di otak. Tetapi memang
pasti ada perubahan - perubahan yang terjadi setalah seseorang
mangalami stroke.
Beberapa dampak seseorang yang mengalami stroke
a. Kelumpuhan ( gangguan gerak atau mobilisasi)
Kelumpuhan sebelah bagian tubuh ( hemiplegi) adalah
cacat yang umum akibat stroke. Bila stroke menyerang
bagian kiri otak, terjadi hemiplegia kanan, kelumpuhan
terjadi dari wajah bagian kanan hingga kaki sebelah kakan
termasuk tenggorokan dan lidah. Bila dampaknya lebih
ringan, biasanya bagia yang terkena dirasakan tidak
bertenaga ( hemiparasis kanan).bila yang terserang bagian
kanan otak, yang terjadi adalah hemiplegia kiri dan lebih
ringan disebut hemiparesis kiri. Bagaimanapunpasien
stroke mengalami kesulitan melakukan kegiatan sehari-
hari seperti duduk, berdiri, berjalan, berpakaian, makan,
dan mengendalikan buang air bear maupun kecil.
b. Perubahan mental
Stroke tidak sesalu membuat mental penderita terjadi
merosot dan beberapa perubahanbiasanya bersifat
sementara. Setelah stroke memang dapat terjadi gangguan
pada daya pikir, kesadaran, konsentrasi,
kemampuanbelajar, dan fungsi intelektual lainya. Semua
hal tersebut dengan sendirinya mempengaruhi penderita.
Marah , sedih, dan tidak berdaya seringkali menurunkan
semangat hidupnya sehingga mencul dampak emosional
yang lebih berbahaya. Ini terutama juga disebabkan kini
penderita kehilangan kemampuan - kemampuan tertentu
yang sebelumnya masih dilakukan.
c. Gangguan komunikasi
Paling tidak seperempat dari semua pasien stroke
mengalami gangguan komunikasi yang berhubungan
dengan mendengar, berbicara, membaca, menulis dan
bahkan bahasa isyarat dengan gerak tangan. Ketidak
berdayaan ini sangat membinggugkan orang yang
merawatnya.
d. Gangguan emotional
Pada umunya penyakit stroke tidak mampu mengejarkan
sesuatau secara mandiri, maka sebagian besar penderita
akan mengalami kesulitan dalam mengendalikan emosinya,
sering merasa sedih, gelisah, takut, marah atas
kekuranganya. Persaaan seperti ini tentunya merupakan
anggapan yang wajar sebagai trauma psikologis akibat
stroke meskipungangguan emosional dan perubahan otak
secara fisik. Penderita bisa mengalami depresi, dengan
tidak mau bergaul, sulit tidur, cepat lelah, lesu dan mudah
tersinggung, dan bahkan dapat berakibat putus asa dan
bunuh diri.
e. Kehingan indra rasa
Penderita stroke bisa kehilangan kemampuaan sensori
sentuh. Cacat sensoris dapat menggangu kemampuan
dalam mengenali benda yang di pegangnya. Dalam kasus
yang ekstrem, pasien bahkan tidak mampu mengenali
anggota tubuhnya sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Sari, Yunita N.I. 2017. Berdamai Dengan Hipertensi. Jakarta : Bumi Medika
Masriadi, H. 2016. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : CV. Trans Info
Media, Hal. 359-370.
Maryono, D., 2015. Penyakit Jantung. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer
Nurrahmani, Ulfah, dan Helmanu Kurniadi. 2015. Gejala Penyakit Jantung Koroner,
Kolesterol Tinggi, Diabetes Mellitus, Hipertensi. Yogyakarta
Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2014, Profil Dinas Kesehatan Kota Semarang
Dourman, Karel, HS, 2013, Waspadai Stroke Usia Muda, Cerdas Sehat, Jakarta.
Yasmara, D., Nursiswati & Arafat, R., 2016. Rencana Asuhan Keperawatan
Jakarta : EGC.